Analisis Kualitas Pembuatan Kecap Asin Ampas Tahu Dengan Kajian Jumlah Ampas Tahu Dan Kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens) Quality Analysis The Production Of Tofu Dregs Salty Souce With The Comparison Of Quantity Tofu Dregs And Koro Beans (Mucuna pruriens) Yuanita Indri Puspitawati2)*, Wignyanto1), Sakunda Anggarini1) 1)Staff
Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian–FTP – Universitas Brawaijaya, Jl. Veteran – Malang 651 Jurusan Teknologi Industri Pertanian – FTP – Universitas Brawaijaya, Jl. Veteran – Malang 65145 *Email :
[email protected]
2)Alumni
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kecap ampas tahu, khususnya terkait kandungan protein. Upaya peningkatan ini dilakukan dengan mencampurkan ampas tahu dengan kacang koro benguk sebagai sumber protein tambahan. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor, yaitu jumlah ampas tahu (500 gr, 400 gr dan 300 gr), dan faktor penambahan kacang koro benguk (0, 100 gr dan 200 gr). Proses fermentasi yang dilakukan ada dua tahap, pertama fermentasi koji, yaitu 4-5 hari untuk ampas tahu dan 1-2 hari untuk kacang koro benguk. Setelah itu dilakukan fermentasi moromi selama 5 minggu. Protein tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan jumlah ampas tahu 500 gr dan kacang koro benguk 200 gr yaitu sebesar 2,86%. Hasil ini lebih tinggi 0,86% dari hasil penelitian kecap ampas tahu sebelumnya yang hanya mencapai 2,0026%. Kata kunci: ampas tahu, fermentasi, kacang koro benguk, kualitas, protein Abstract The purpose of this research was to improve the quality of tofu-dregs salty souce, concerning to protein standart. The improvement of protein standart was done by mixing of tofu-dregs with koro benguk beans (Mucuna pruriens) as another protein source. The experimental design was used was Randomized Complete Block with 2 factors, which were the amount of tofu-dregs (500 gr, 400 gr and 300 gr), and the addition of koro benguk beans (0, 100 gr and 200 gr). The fermentation process consisted of two steps. The first was koji fermentation, executed in 4-5 days to the tofu-dregs and 1-2 days to koro benguk beans. Hence, the second step was moromi fermentation, executed in 5 weeks. The highest protein level was found in the sauce were made from 500 gr tofu-dregs and 200 gr koro benguk beans, which was 2,86%. The result was 0.86 higher from previous research that reached protein level only in 2,0026%. Keywords: fermentation, koro benguk beans, protein, quality, tofu dregs PENDAHULUAN Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau khas, rasa asin dan dapat mempersedap rasa masakan. Selama ini kecap lebih umum terbuat dari kacang kedelai atau bahan baku ikan. Harga kacang kedelai yang tinggi menjadi salah satu masalah dalam hal produksi kecap, sehingga dibutuhkan bahan alternatif sebagai pengganti kacang kedelai.
Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif pembuatan kecap adalah ampas tahu. Membuat kecap berbahan baku ampas tahu akan menjadi hal baru yang diharapkan bisa menjawab persoalan yang dimiliki produsen kecap selama ini, yaitu dengan menggunakan bahan baku yang jarang digunakan sebelumnya. Hal ini adalah tantangan yang patut dijawab untuk memperlihatkan bahwa dari bahan baku yang potensinya belum diketahui dapat menghasilkan produk kecap berkualitas yang sama seperti kecap kedelai.
Ampas tahu dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku pembuatan kecap agar dapat mengurangi dampak limbah industri tahu. Menurut penelitian sebelumnya (Nugraheni, 2008), pembuatan kecap dengan menggunakan ampas tahu hanya dapat menghasilkan kecap kualitas dua berdasarkan kadar proteinnya, sehingga diperlukan kajian lebih lanjut agar kadar protein kecap ampas tahu ini dapat meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik, yaitu dengan penambahan sumber protein dari bahan lain. Hal ini juga disebabkan ampas tahu merupakan limbah dari sebuah industri maka kualitasnya tidak sebagus kacang kedelai. Sumber protein ada bermacam-macam seperti ikan, daging, kacang-kacangan dan telur. Salah satu sumber protein dari kacangkacangan adalah kacang koro benguk. Oleh masyarakat, kacang koro benguk selama ini hanya diolah menjadi cemilan kering seperti digoreng. Padahal kacang koro benguk memiliki nilai gizi yang tidak kalah dari kacang lain. Kacang koro benguk memiliki nilai gizi, dari 100 gr biji koro benguk mengandung 332 kalori, 24 gr protein, 3 gr lemak, 55 gr karbohidrat, 130 mg kalsium, 200 mg fosfor, 2 mg besi, 70 SI vitamin A, 0,3 mg vitamin B1, dan 15 gr air (Purwaningsih, 2009). Dengan penambahan kacang koro benguk, diharapkan akan ada peningkatan kualitas pada kecap ampas tahu, sehingga perlu dilakukan pengkajian proporsi yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan jumlah antara ampas tahu dan kacang koro benguk yang menghasilkan protein terbaik. BAHAN DAN METODE Alat Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kecap asin ampas tahu ini adalah kompor, panci, dandang, baskom, wadah untuk fermentasi, pengaduk, kain saring, blender, botol, timbangan analitik, oven lampu dan loyang. Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah ampas tahu, kacang koro benguk, tapioka, garam dan air. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor, yaitu ampas tahu dengan jumlah 500 gr, 400 gr dan
100 gr, lalu kacang koro benguk dengan jumlah 0, 100 gr dan 200 gr. Kedua faktor tersebut saling disilangkan sehingga diperoleh 9 kombinasi sample, lalu diulang 3 kali. Fermentasi Koji Fermentasi koji antara ampas tahu dan kacang koro benguk dilakukan secara terpisah. Hal ini dilakukan karena keduanya memiliki sifat fisik dan lama fermentasi yang berbeda. Pertama, ampas tahu direndam selama 12 jam, lalu airnya diperas kemudian dikukus selama satu jam. Setelah itu ampas tahu ditaburi ragi tempe, diaduk rata dan dihamparkan di atas tampah dan ditutup, lalu difermentasi selama 4-5 hari. Fermentasi koji kacang koro benguk tidak jauh berbeda dengan kacang kedelai. Kacang koro benguk direbus selama satu jam agar mudah dipisahkan dari kulitnya. Satu-satunya yang membedakan proses fermentasi antara kedelai dan kacang koro benguk hanyalah kacang koro benguk harus direndam selama 48 jam dan airnya diganti setiap 4-6 jam sekali untuk menghilangkan kadar sianida yang terkandung di dalamnya. Setelah direndam selama 48 jam, kacang koro benguk dikukus selama satu jam agar bijinya empuk. Lalu kacang koro benguk didinginkan sebelum ditaburi ragi tempe dan ditutup untuk difermentasi selama 1-2 hari. Fermentasi Moromi Setelah fermentasi koji ampas tahu dan kacang koro benguk selesai, keduanya menjadi produk tempe, yaitu tempe gembus untuk ampas tahu dan tempe koro untuk kacang koro benguk. Tempe gembus dan tempe koro kemudian dikeringkan sampai kadar airnya dibawah 12%. Tempe gembus dan tempe koro yang telah kering lalu disatukan sesuai dengan kajian jumlahnya dan direndam dalam larutan garam 20% selama 5 minggu. Analisa Fisik dan Analisa Kimia. Analisa fisik yang dilakukan adalah uji viskositas. Viskositas digunakan untuk mengetahui kekhasan kecap, mutu kecap dan parameter kontrol pengolahannya. Analisa kimia meliputi uji kadar protein dan tingkat keasaman. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap produk meliputi warna, aroma, rasa dan
kenampakan secara panel tes menggunakan uji sensoris kesukaan. Daftar pertanyaan dilakukan menurut hedonic scale scoring yang ditransformasikan menjadi skala numeric dengan angka mulai dari angka terendah hingga angka tertinggi, sangat tidak menyukai sampai dengan sangat menyukai. Hasilnya dinyatakan dalam angka yaitu, 5 (sangat menyukai), 4 (menyukai), 3 (netral), 2 (tidak menyukai), 1 (sangat tidak menyukai). Data diambil dari 20 orang panelis dengan jumlah sampel yang diuji sebanyak 9 sampel. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis ragam dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) secara faktorial yaitu analisa data dilakukan menggunakan analysis of varian (ANOVA) dengan selang kepercayaan 5%, untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pada tiap perlakuan. DMRT (Duncan Multiple Range Test) adalah prosedur perbandingan dari nilai tengah perlakuan (rata-rata perlakuan) untuk semua pasangan perlakuan yang ada. Uji lanjut ini menggunakan nilai pembanding sebagai alat uji sesuai dengan jumlah nilai tengah atau rataan yang ada diwilayah dua perlakuan yang dibandingkan dengan selang kepercayaan 5%. Pemilihan Perlakuan Terbaik De Garmo, et al. (1984) menyatakan perlakuan terbaik dipilih berdasarkan perlakuan yang memiliki nilai produk tertinggi dari parameter organoleptik. Hal ini dikarenakan parameter organoleptik yang paling menentukan tingkat penerimaan konsumen.
Setelah proses fermentasi cairan kecap mentah yang diperoleh diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1:2, kemudian dimasak sampai mendidih. Sebelum diencerkan dan dimasak, kecap asin ampas tahu memiliki konsistensi lebih kental mirip sirup. Pengenceran dilakukan agar kecap asin ampas tahu tidak terlalu pekat dan tidak terlalu asin agar dapat dicicipi oleh panelis. Untuk kecap asin, panelis lebih menyukai yang lebih encer, sedangkan pada kecap asin ampas tahu memiliki tingkat kekentalan dari agak encer sampai agak kental. Sampel A2T2 (ampas tahu 400 gr dan koro benguk 100 gr) merupakan sampel dengan skor tertinggi, karena dari segi kekentalan sampel ini memiliki kekentalan yang lebih encer dibanding sampel lain walaupun telah mengalami pengenceran. Panelis melihat bahwa kecap asin yang encer merupakan kecap asin yang baik, dibanding kecap asin yang lebih kental. Karena pada umumnya kecap asin memang lebih encer bila dibandingkan dengan kecap manis. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah proporsi yang digunakan setiap sampel berbeda sehingga menyebabkan berbeda berat molekul yang terkandung dalam cairan kecap asin yang berakibat pada perbedaan kekentalan ditiap sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Organoleptik Gambar 2. Grafik Rerata Skor Aroma
Gambar 1. Grafik Rerata Skor Kekentalan
Dari Gambar 2, sampel yang disukai adalah sampel A3T3 (ampas tahu 300 gr dan koro benguk 200 gr) dengan rerata skor 3,05 (netral). Kesukaan panelis terhadap sampel A3T3, yaitu ampas tahu 300 g dan kacang koro benguk 200 g. Diduga aroma dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, terutama bahan baku kacang koro benguk yang memiliki aroma khas kecap.
Aroma dari kecap asin ampas tahu ini sedikit lebih tajam dari kecap asin pada umumnya. Aroma pada kecap disebabkan proses fermentasi pada bahan pembuat kecap sehingga menimbulkan aroma yang khas. Pada tahap fermentasi garam, akan tumbuh jenis-jenis bakteri dan khamir yang akan menghasilkan senyawa-senyawa yang menyebabkan kecap berbau khas (Yulinery dan Rostiati, 1993). Pada dasarnya sebuah produk kecap akan menghasilkan aroma yang khas, dan aroma tersebut muncul karena adanya aktivitas mikroba dan khamir yang menghasilkan enzim pembentuk rasa dan aroma selama fermentasi moromi. Beberapa mikroba yang tumbuh pada tahap fermentasi garam adalah Lactobacillus dan Leuconostoc (Hendritomo, 2003). Pada kecap asin ampas tahu dengan penambahan kacang koro benguk ini dihasilkan kecap dengan aroma khas, terutama dari aroma kacang koro benguk yang memiliki aroma yang lebih tajam dari kacang kedelai, yaitu aroma kacang koro benguk yang kurang sedap. Namun karena pada kecap ini bahan utamanya adalah ampas tahu, maka aroma dari kacang koro benguk tersebut dapat disamarkan.
Gambar 3. Grafik Rerata Skor Warna Panelis menyukai warna gelap pada kecap karena produk kecap pada umumnya berwarna gelap, yaitu dari cokelat gelap hingga kehitaman. Pada kecap asin ampas tahu warna yang ditunjukkan adalah dari cokelat terang hingga cokelat kehitaman. Warna kecap dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, terutama kacang koro benguk. Warna kecap dipengaruhi oleh lama fermentasi moromi. Pada saat fermentasi moromi terjadi reaksi Maillard antara gula reduksi dengan gugus amino dari protein. Reaksi Maillard ini lebih dikenal dengan proses browing. Gula reduksi merupakan karbohidrat yang berasal dari bahan baku
yaitu ampas tahu dan kacang koro benguk. Pada saat fermentasi kapang karbohidrat dipecah menjadi monosakarida, lalu saat fermentasi moromi terjadi reaksi antara asam amino dan gula reduksi sehingga menyebabkan warna kecap menjadi gelap.
Gambar 4.4 Grafik Rerata Skor Rasa Diperoleh rata-rata skor tertinggi pada sampel A2T2 (ampas tahu 400 gr dan koro benguk 100 gr) yaitu 3,75 (netral), dengan proporsi ampas tahu 400 g dan kacang koro benguk 100 g. Pada uji organoleptik rasa ini rata-rata panelis menyukai rasa kecap asin ampas tahu dengan penambahan kacang koro benguk, atau tidak bermasalah dengan rasanya. Hal ini disebabkan rasa kecap yang didominasi oleh rasa asin dan belum dilakukan penambahan bumbu apa pun. Dengan tidak ditambahkannya bumbu di dalam kecap, maka dapat dinilai bagaimana rasa kecap asin ampas tahu dengan penambahan kacang koro benguk menurut panelis. Pada kecap asin pada umumnya telah dilakukan penambahan bumbu agar rasanya menjadi lebih sedap sehingga dapat meningkatkan rasa makanan. Bumbu yang biasa ditambahkan dalam pembuatan kecap adalah lengkuas, sereh, daun salam dan keluwak. Penambahan bumbu-bumbu tersebut dapat meningkatkan cita rasa kecap. Namun bumbu-bumbu tersebut tidak ditambahkan ke dalam kecap asin ampas tahu, dengan begitu dapat diketahui rasa original dari kecap asin tersebut. 2. Karakteristik Fisik dan Kimia Faktor-faktor fisik dan kimia yang diuji pada kecap asin ampas tahu adalah kadar protein, viskositas dan tingkat keasaman. Penambahan kacang koro benguk terhadap kecap ampas tahu tidak berbeda nyata dalam nilai kadar keasaman. Kadar keasaman kecap ampas tahu berkisar antara 4,20 sampai 4,87.
Kadar keasaman kecap pada umumnya berkisar antara 3-6. Menurut Widyastuti dkk (2011), pH disebabkan oleh adanya gula maupun asam amino didalam produk kecap yang dapat menaikkan maupun menurunkan nilai pH. Berdasarkan pernyataan tersebut, pada kecap ampas tahu ini terjadi perombakan protein menjadi asam amino selama proses fermentasi, dan adanya karbohidrat dalam bentuk gula reduksi, yang dapat mempengaruhi pH dalam kecap. Penurunan pH selama fermentasi disebabkan oleh autolisis sel mikroba, akumulasi asam lemak bebas, asam amino dan peptida yang mengandung rantai karbosilik akibat hidrolisis bahan-bahan di dalam kecap (Kim and Lee, 2008). Tabel 1. Kadar Keasaman Simbol A1T1 A1T2 A1T3 A2T1 A2T2 A2T3 A3T1 A3T2 A3T3
pH 4,87 4,58 4,54 4,67 4,28 4,64 4,20 4,78 4,43
Pada umumnya kecap asin memiliki karakterisasi fisik, cair dan berwarna coklat gelap sampai hitam. Kecap asin ampas tahu memiliki karakter fisik yang cair dan warna dari coklat terang sampai coklat gelap. Menurut Suprapti (2005), tingginya kadar gula dan viskositas yang tinggi pada kecap disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Namun karena kecap asin ampas tahu ini tidak menggunakan gula sama sekali maka warna dan tingkat kekentalannya tidak seperti kecap manis. Karena itu kecap asin ampas tahu lebih encer. Tabel 2 Viskositas Kecap A1T1 A1T2 A1T3 A2T1 A2T2 A2T3 A3T1 A3T2 A3T3
Viskositas (Poise 4P 5P 5P 5P 5P 6P 6P 3P 14 P
Untuk meningkatkan kualitas protein kecap asin ampas tahu, dilakukan penambahan kacang koro benguk sebesar 20% dan 40%. Penambahan tersebut diperlukan karena kecap ampas tahu sendiri hanya memiliki kualitas kecap standar 2, dimana kadar proteinnya hanya sebesar 2% (Nugraheni, 2008). Peningkatan kualitas protein itu dilakukan dengan cara menambahkan sumber protein lain, yaitu kacang koro benguk. Protein merupakan gabungan dari asam amino yang berikatan satu sama lain dengan berbagai variasi membentuk suatu rantai panjang yang disebut polipeptida. Dengan cara hidrolisis atau enzim protein akan menghasilkan asam amino. Asam amino pada protein terdapat 20 jenis, tetapi terdapat 8 jenis asam, amino yang merupakan asam amino esensial untuk nutrisi yang menentukan kualitas gizi protein (Rahayu, 2001). Dari perhitungan ANOVA yang dilakukan tidak terdapat beda nyata antar perlakuan kecap asin ampas tahu sehingga hasil yang diperoleh pun sama saja. Dengan begitu dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan jumlah proporsi kacang koro benguk agar diperoleh beda nyata kadar protein antar sampel. Tabel 3 Kadar Protein Perlakuan
Rerata (% w/v)
A1T1
1,677
A1T2
1,753
A1T3
1,880
A2T1
1,483
A2T2
1,743
A2T3
1,897
A3T1
1,533
A3T2
1,753
A3T3
1,723
Namun bila dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu, yaitu penelitian Nugraheni (2008) mengenai Teknologi Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tahu Untuk Pembuatan Kecap Ampas Tahu, penelitian yang saat ini dilakukan lebih baik. Kadar protein kecap ampas tahu Nugraheni (2008) yaitu 2,0026%. Dengan begitu penambahan kacang koro benguk memang dapat meningkatkan kadar protein kecap ampas tahu sebesar 0,86%.
Perlakuan Terbaik Dari perhitungan menggunakan multiple attributte, diperoleh bahwa sampel A3T2 (ampas tahu 300 gr dan koro benguk 100 gr) dan A3T3 (ampas tahu 300 gr dan koro benguk 200 gr) merupakan sampel terbaik. Dengan penambahan kacang koro benguk nilai protein pada kecap ampas tahu dapat ditingkatkan. Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa semakin banyak proporsi kacang koro benguk, nilai proteinnya semakin tinggi. Menurut Kasmidjo (1990) aroma kecap dipengaruhi oleh senyawa alkohol dan senyawa aromatik yang dihasilkan oleh khamir selama fermentasi moromi. Selama fermentasi moromi terjadi hidrolisis protein dan peptida menjadi asam amino pembentuk rasa kecap (Septiani dkk, 2004). Menurut Rahayu dkk (2005) khamir dan kapang dalam proses koji masih aktif selama fermentasi moromi. Gula sederhana dan asam amino difermentasi oleh Pediococcis halophillus dan Lactobacillus delbrueckii menjadi asam laktat, asam asetat dan asam suksinat. Asam laktat dan asam suksinat merupakan komponen yang menyebabkan rasa sedap pada kecap (Sokhib, 1996 dalam Septiani, 2004). Jadi, semakin banyak protein yang dihidrolisis maka rasa kecap akan menjadi semakin sedap. Hal tersebut terbukti dari sampel A3T2 (ampas tahu 300 gr dan koro benguk 100 gr) dan A3T3 (ampas tahu 300 gr dan koro benguk 200 gr) yang merupakan sampel dengan perlakuan protein terbaik, merupakan sampel dengan organoleptik terbaik.
Di sini panelis akan menguji rasa, aroma, warna dan kekentalan sampel dengan skala skor dari 1 sampai 6. Setelah dilakukan uji organoleptik diketahui panelis menyukai kecap asin yang memiliki organoleptik tidak jauh berbeda dengan kecap asin pada umumnya, yaitu kecap dengan perlakuan yang lebih sedikit kacang koro benguk yang terkandung.
KESIMPULAN
Purwaningsih, D. 2009. Teknologi Pembuatan Susu dari Tempe Benguk. Universitas Negeri Yogyakarta.
Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa perbandingan proporsi terbaik dalam menghasilkan nilai protein tertinggi sampel dengan perlakuan dengan jumlah antara ampas tahu dan kacang koro benguk sebanyak 300 g dan 200 g. Hasil tersebut diperoleh setelah menentukan perlakuan terbaik menggunakan Multiple Attribute. Semakin banyak penambahan kacang koro benguk, maka kadar proteinnya akan semakin meningkat. Dengan adanya penambahan kacang koro benguk protein dapat ditingkatkan, dan bila jumlah kacang koro benguk ditambah, nilai proteinnya juga akan meningkat. Pada uji organoleptik digunakan metode hedonic scale dengan 20 orang panelis.
DAFTAR PUSTAKA De garmo .E.D.W.C Sullivan and Canada. 1984. Engineer Economy. Macmilan Publishing Company. New york. Hendritomo, H, I. 2003. Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu Kecap Selama Penyimpanan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri. Jakarta. Vol. 1 (2) 2003 : 11 – 15. Nugraheni, M. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tahu untuk Pembuatan Kecap Ampas Tahu. Inotek, Volume 12, Nomor 1. Kasmidjo. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Kim. H. J. Lee. Y. S. 2008. A Study of Chemical Characteristic of Soy Sauce and Misx Soy Sauce. Europe Food Research Technology. 227:933-944.
Rahayu, E.S. 2001. Hidrolisis Protein Kedelai oleh Aspergillus oryzae, soyae dan Rhizopus oligosporus. Tesis Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Rahayu Anny, Suranto dan Tjahjadi Purwoko. 2005. Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae). Bioteknologi 2 (1): 14-20.
Septiani, Y. Purwoko, T. Pangastuti, A. 2004. Kadar Karbohidrat, Lemak dan Protein pada Kecap dari Tempe. Bioteknologi 1 (2): 48-53. Suprapti, L. 2005. Kecap Air Kepala. Edisi Teknologi Pengolahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta. Widyastuti E.S, L.E Radiati, Imam Thohari, M.E Sawitri dan K,U Al Awwaly. 2011. Kajian Suhu Dan pH Hidrolisis Enzimatik Dengan Papain Amobil Terhadap pH, Total Gula Dan Warna
Kecap Cakar ayam. J. Ternak Tropika Vol. 12, No.1: 63-71. Yulinery T dan Rostiati N.R .N. 1993. Pemanfaatan Koro Benguk (Mucuna pruriens) sebagai bahan dasar Pembuatan Kecap dan Tauco, Prosending seminar Hasil Litbang Sumber Daya Hayati, Balitbang mikrobiologi, Puslitbang biologi-LIPI, Wonogiri.