PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP MANIS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh FRANSISCA LAVINIA F24070013
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
UTILIZATION OF SOLID WASTE-TOFU AS RAW MATERIAL FOR PRODUCING SWEET SOY SAUCE WITH ADDITION OF TAPIOCA FLOUR Fransisca Lavinia, Deddy Muchtadi, and Antung Sima Firlieyanti Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +6285780485525, email:
[email protected]
ABSTRACT Soy sauce is a fermented soybean product that is consumed as a seasoning or a condiment. Traditional soy sauces made of soybeans and grain with cultures such as Aspergillus oryzae and other related microorganisms and yeasts. The resulting substance is called "koji". The koji was then fermented in brine at high concentration of salt called “moromi” which was believed to contribute additional flavors. The objectives of this research was to utilize solid waste-tofu as a raw material in producing sweet soy sauce with the addition of tapioca flour. The purpose of this study was to determine the selected formulation of three factors, there are variance of time of steaming (15 and 30 minute), the addition of tapioca flour (5% and 10%) and time of salt fermentation (1 and 2 months,) to produce sweet soy sauce which has the highest protein content and the highest score of consumer preference. The results were compared with SNI 01-3543-1999 and three commercial sweet soy sauce. Based on physical, chemical and sensory properties, the selected formula that produced the highest protein (1.99 %) and the highest score of consumer preference (3.7) was 15 minutes of steaming, addition of 10% tapioca flour and 1 month salt fermentation period. Soy sauce best formulation had total soluble solid 71.33 obrix, the viscosity 1716.67 cp, total sugar 60.31 %, sodium chloride content 6.84% and water content 22.43 %. Microbiological analysis showed that sweet sauce best formulation contained 1.8 x 104 colony/g of total plate count, <3 MPN/g of coliform, <3 MPN/g of E.coli, and 2.5 x 102 colony/g of total mold content. Soy sauce best formula met the quality of SNI requirements except for protein and total mold content. Soy sauce selected formula had similar characteristics with commercial sweet soy sauce.
Keywords : solid wate-tofu, sweet sauce, tapioca flour, selected formulation
Fransisca Lavinia. F24070013. Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka. Di bawah bimbingan Deddy Muchtadi dan Antung Sima Firlieyanti, 2011
RINGKASAN Kecap dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus hasil fermentasi kedelai dengan konsistensi cair hingga kental, berwarna coklat gelap dan beraroma daging. Secara umum, kecap kedelai Indonesia dibagi menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung sedikit gula palma (4-19%) dan banyak garam (18-21%) sedangkan kecap manis mengandung banyak gula palma (26-61%) dan sedikit garam (3-6%). Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental sedangkan kecap asin memiliki konsistensi encer. Secara umum proses pembuatan kecap dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dengan cara fermentasi yang terdiri dari fermentasi koji dan fermentasi moromi, hidrolisis kimia, atau kombinasi keduanya. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai, seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Ampas tahu merupakan hasil samping yang berupa padatan yang berwarna putih dan masih mengandung kadar air yang tinggi. Ampas tahu biasanya digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk diolah menjadi bahan pembuatan tempe gembus dan sebagai pakan ternak. Padahal bila ditinjau dari kandungan protein dan lemak ampas tahu yang cukup tinggi yaitu protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%, maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya. Bila dilihat dari kandungan proteinnya yang cukup tinggi maka ampas tahu ini dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap. Pada pembuatan kecap Jepang seperti shoyu umumnya sering ditambahkan tepung gandum yang bertujuan untuk mengurangi kadar air kedelai dan menambah suplai karbohidrat untuk pertumbuhan kapang. Oleh karena itu, pada pembuatan kecap manis ampas tahu ditambahkan tepung tapioka yang bersifat lokal dan ketersediaanya yang mudah. Penggunaan tepung tapioka selain untuk mengurangi kadar air ampas tahu sehingga membentuk struktur koji yang padat dan menambah suplai karbohidrat bagi pertumbuhan kapang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terpilih antara lamanya waktu pengukusan ampas tahu segar, jumlah penambahan tepung tapioka dan lama fermentasi garam untuk menghasilkan kecap manis ampas tahu dengan kadar protein dan tingkat kesukaan panelis yang tertinggi, mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia kecap ampas tahu yang dihasilkan, dan mengetahui kelayakan mutu kecap manis ampas tahu formula terpilih dari segi mutu mikrobiologi. Untuk mengetahui kualitas mutu kecap manis ampas tahu dilakukan pembandingan dengan persyaratan mutu kecap yang ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999 baik dari sifat fisik, kimia maupun mikrobiologi. Hasil analisis sifat fisik pada kedelapan perlakuan kecap manis ampas tahu menghasilkan nilai total padatan terlarut dengan kisaran 71.33 – 76.00 obrix, dan nilai viskositas dengan kisaran 1716.67 – 1933.33 cp. Hasil analisis sifat kimia menghasilkan kadar protein kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan dengan kisaran 1.16 – 1.99 % bk, nilai total gula dengan kisaran 60.3175.65 %, kadar NaCl dengan kisaran 6.72 – 7.09%, dan kadar air dengan kisaran 17.36 – 22.43% bb. Uji organoleptik menggunakan rating hedonik dilakukan secara overall dengan skala 5. Hasil uji organoleptik menunjukan rata-rata skor kesukaan dengan kisaran 3.2-3.7. Hal ini berarti panelis agak
menyukai kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan. Penentuan formula didasarkan pada kecap manis ampas tahu yang memiliki kadar protein tertinggi dan paling disukai panelis. Dari hasil keseluruhan uji didapatkan formula terpilih yaitu kecap manis ampas tahu dengan perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan dengan kadar protein sebesar 1.99 %bk dan skor kesukaan sebesar 3.7. Kecap manis ampas tahu formula terpilih selanjutnya dilakukan uji mikrobiologi yang meliputi uji angka lempeng total, uji MPN koliform, uji MPN E.coli dan uji kapang/khamir. Berdasarkan uji mikrobiologi, kecap manis ampas tahu formula terpilih secara keseluruhan telah memenuhi syarat mikrobiologi yang ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999, kecuali total kapang/khamir. Hasil pembandingan karakteristik mutu dari sifat fisik dan kimia kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan karakteristik mutu tiga jenis kecap manis komersial menunjukkan bahwa kecap manis ampas tahu formula terpilih memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan kecap manis komersial.
Judul Skripsi : Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka Nama : Fransisca Lavinia NIM : F24070013
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS) NIP. 19460711 197603 1 001
(Antung Sima Firlieyanti, STP, MSc) NIP 997 779919991219791
Mengetahui: Plt. Ketua Departemen.
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi) NIP 19610802 198703 2 002
Tanggal lulus : 25 Juli 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 25 Juli 2011 Yang membuat pernyataan,
Fransisca Lavinia F24070013
BIODATA PENULIS
Fransisca Lavinia lahir di Bogor, 29 Juni 1989 dari pasangan ayah Franky Bery dan ibu Herlinawati Chandra sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Budi Mulia Bogor (2001), jenjang SMP di SMP Budi Mulia Bogor (2004), jenjang SMA di SMA Negeri 2 Bogor (2007) dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2011) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan antara lain Lomba Cepat Tepat Sosiologi Umum tingkat TPB (2007-2008), Panitia HACCP VII (2009), Panitia Retret Komisi Kesenian PMK IPB (2009), MOS Fateta (2009), Lomba Presentasi Communication Day (2010). Penulis juga memperoleh Beasiswa Karya Salemba Empat dan masuk dalam Beasiswa Indofood Sukses Makmur (BISMA) (2010-2011). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama masa kuliah adalah Juara Pertama Kelas Terbaik Lomba Cepat Tepat Sosiologi Umum dan Kelompok Presentasi Terbaik dalam Lomba Communication Day. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemanfatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Antung Sima Firlieyanti, STP, MSc.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “ Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kecap Manis dengan Penambahan Tepung Tapioka” dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan SEAFAST Center sejak bulan Desember 2010 hingga Mei 2011. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1. Kedua orang tua dan adik atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan kerja kerasnya selama ini. 2. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah sabar dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. 3. Antung Sima Firlieyanti, STP. MSc selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan saran, arahan, dan masukkan dalam penyusunan skrpsi ini. 4. Dr. Ir. Yadi Haryadi M.Sc atas kesediaan dan waktunya sebagai dosen penguji. 5. Beasiswa KSE 4 dan Indofood Sukses Makmur yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 6. Aan atas perhatian, dukungan, semangat, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman satu penelitian : Indri Putri Handayani dan Yohana Maria Leoni, terimakasih atas kerjasama yang kompak dan keceriaan setiap saat yang diberikan. 8. Teman-teman P1 yang selalu setia dari semester 3 : Nidya, Khafid, Imel, Puji, Arief, Reny, Tiko, Daniel, Vita, Adel, Amelinda, Marqi, Sarah, Sindhu, Hanna Sutsuga, Kanov, Punjung, Ricky, Cipi, Reza, Arum, Sari, dan Anissa Rachmawati. Terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. 9. Teman-teman Pondok Bocah Aisyah: Stefanni, Dita, Windi, Ira, Nova, Risna, Lilis dan Diza. Terimakasih atas doa, dukungan, keceriaan dan bantuan yang telah diberikan. 10. Rekan-rekan ITP 44 yang terkasih : Eci, Esti, Alm.Rina, Bu Elmi, Mba Mus, Dimas, Lia, Nissa, Rozak, Bertha, Ronald, Ni Putu, Meiada, Tiara, Irwan, Dhina, Andrew, Hana Pupu, Desir, Kurnia, Michael, Lisa, Adi serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 11. Teman-teman komsel : Retni, Mega, Vera, Olin, Tian, Boris, Tulus, Ka Ani, Ka Echa dan Bang Billy. Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan. 12. Seluruh Dosen dan staf departemen ITP yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan tugas akhir. 13. Seluruh teknisi laboratorium departemen ITP maupun SEAFAST yang telah banyak membantu, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih atas bantuan yang telah diberikan.
Bogor, 25 Juli 2011
Fransisca Lavinia
iii
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................................. vii I. PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 1 B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................................................... 2 C. HIPOTESIS ........................................................................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................................... 3 A. AMPAS TAHU .................................................................................................................................. 3 B. KECAP ............................................................................................................................................... 4 C. PROSES PEMBUATAN KECAP ...................................................................................................... 5
D. TEPUNG TAPIOKA .......................................................................................................................... 8 III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................................................... 10 A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................................................................... 10 B. METODE PENELITIAN ................................................................................................................. 10 C. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................................................................ 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................................ 19 A. PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU ........................................................... 19 B. ANALISIS SIFAT FISIK KECAP MANIS AMPAS TAHU .......................................................... 26 C. ANALISIS SIFAT KIMIA KECAP MANIS AMPAS TAHU......................................................... 29 D. UJI ORGANOLEPTIK .................................................................................................................... 34 E. PENENTUAN FORMULA TERPILIH ........................................................................................... 36 F. UJI MIKROBIOLOGI KECAP MANIS AMPAS TAHU FORMULA TERPILIH.................................................................................................................... 37 G. PEMBANDINGAN MUTU SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI KECAP MANIS AMPAS TAHU FORMULA TERPILIH DENGAN KECAP MANIS KOMERSIAL DAN SNI 01-35431999 ........................................................................................... 41 V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................................. 43 A. SIMPULAN ..................................................................................................................................... 43 B. SARAN ............................................................................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 44 LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 48
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia ampas tahu kering ............................................................................................ 3 Tabel 2. Komposisi kimia kecap manis...................................................................................................... 4 Tabel 3. Syarat Mutu Kecap Manis SNI 01-3543-1999 ............................................................................. 5 Tabel 4. Komposisi kimia tapioka .............................................................................................................. 8 Tabel 5. Faktor konversi penetapan viskositas ......................................................................................... 15 Tabel 6. Medium Yang Digunakan Pada Uji IMViC Dan Reaksi Yang Terjadi ..................................... 17 Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu ................................................................................................ 19 Tabel 8. Kadar air koji kering .................................................................................................................. 22 Tabel 9. Total padatan terlarut kecap manis ampas tahu .......................................................................... 26 Tabel 10. Viskositas (cp) kecap manis ampas tahu .................................................................................... 28 Tabel 11. Kadar protein kecap manis ampas tahu ...................................................................................... 29 Tabel 12. Total gula (%) kecap manis ampas tahu ..................................................................................... 31 Tabel 13. Kadar NaCl (%) Kecap Manis Ampas Tahu ............................................................................. 33 Tabel 14 Kadar air (%) Kecap Manis Ampas Tahu ................................................................................. 34 Tabel 15. Hasil rata-rata skor kesukaan konsumen kecap manis ampas tahu ........................................... 35 Tabel 16. Hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu ........................... 37 Tabel 17. Hasil pengujian mutu mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih ......................... 37 Tabel 18. Pembandingan mutu kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan kecap manis komersial dan SNI 01-3543-1999 ................................................................................... 41
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian ................................................................................................ 12 Gambar 2. Grafik Kadar Air Ampas Tahu pada Perlakuan Pengepressan dan Pengukusan ...................... 20 Gambar 3. Penampakan koji setelah inkubasi 3 hari .................................................................................. 22
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.a. Lampiran 1.b. Lampiran 1.c. Lampiran 1.d. Lampiran 1.e. Lampiran 2.a.
Hasil analisis kadar air ampas tahu segar ........................................................................... 49 Hasil analisis kadar protein ampas tahu segar.................................................................... 49 Hasil analisis kadar lemak ampas tahu segar ..................................................................... 49 Hasil analisis kadar abu ampas tahu segar ......................................................................... 49 Hasil analisis kadar karbohidrat by difference ampas tahu segar. ...................................... 49 Hasil analisis kadar air ampas tahu setelah mengalami pengepresan dan Pengukusan........................................................................................................................ 50 Lampiran 2.b. Hasil analisis kadar air koji kering ..................................................................................... 51 Lampiran 3.a. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap manis ampas tahu .............................. 51 Lampiran 3.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas tahu .............................................................................................................. 51 Lampiran 4.a. Hasil pengukuran viskositas kecap manis ampas tahu ....................................................... 52 Lampiran 4.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viskositas kecap manis ampas tahu ......................................................................................................................... 52 Lampiran 5.a. Hasil pengukuran protein kecap manis ampas tahu ........................................................... 53 Lampiran 5.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap protein kecap manis ampas tahu ................ 54 Lampiran 6.a. Data hasil pengukutan total gula kecap manis ampas tahu ................................................ 55 Lampiran 6.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total gula kecap manis ampas tahu ......................................................................................................................... 55 Lampiran 6.c. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi 1 bulan.................................. 56 Lampiran 6.d. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi 2 bulan ................................. 57 Lampiran 7.a. Hasil pengukuran kadar NaCl kecap manis ampas tahu .................................................... 57 Lampiran 7.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar NaCl kecap manis ampas tahu ......................................................................................................................... 57 Lampiran 8.a. Data hasil pengukuran kadar air kecap manis ampas tahu .................................................. 58 Lampiran 8.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar air kecap manis ampas tahu ............................................................................................................................................................. 58 Lampiran 9.a Data uji rating hedonik kecap manis ampas tahu secara overall ......................................... 59 Lampiran 9.b. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kecap manis ampas tahu secara overall ................. 61 Lampiran 10. Data hasil pengukuran viskositas kecap komersial ............................................................. 62 Lampiran 11. Data hasil pengukuran kadar NaCl kecap komersial .......................................................... 62 Lampiran 12. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap komersial ............................................ 62 Lampiran 13. Data hasil pengukuran analisis kadar protein kecap komersial ........................................... 62 Lampiran 14. Data hasil pengukuran total gula kecap komersial .............................................................. 63 Lampiran 15. Data hasil pengukuran kadar air kecap komersial ............................................................... 63 lampiran 16. Hasil pengujian angka lempeng total kecap manis ampas tahu formula terpilih................................................................................................................................. 64
vii
lampiran 17 Hasil pengujian MPN koliform kecap manis ampas tahu formula terpilih.................................................................................................................................. 64 lampiran 18. Hasil pengujian MPN E.coli kecap manis ampas tahu formula terpilih.................................................................................................................................. 64 lampiran 19. Hasil pengujian kapang/khamir kecap manis ampas tahu formula terpilih.................................................................................................................................. 64 lampiran 20. Tabel MPN 3 seri tabung ..................................................................................................... 65
viii
I.
A.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Kecap merupakan produk pangan tradisional yang digunakan sebagai penambah cita rasa makanan. Kecap pada umumnya terbuat dari kacang kedelai baik kacang kedelai kuning maupun hitam dengan kandungan protein berkisar antara 35-40%. Saat ini, kecap dapat dibuat dari beragam bahan baku yang memiliki kadar protein seperti kacang-kacangan dengan kadar protein berkisar antara 20-30% termasuk dengan memanfaatkan limbah ampas tahu. Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu. Ampas tahu yang dihasilkan dari pabrik tahu di Indonesia cukup melimpah, dimana kacang kedelai yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat (Anonim, 2000). Dari sekian banyak ampas tahu yang dihasilkan belum semuanya terolah dengan baik, baik sebagai pakan ternak maupun bahan makanan lainnya. Ampas ini biasanya digunakan oleh beberapa masyarakat pedesaan untuk diolah menjadi bahan pembuatan tempe gembus. Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang tinggi yaitu protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21% (Anonim, 2000), maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya salah satunya sebagai bahan dasar pembuatan kecap. Cara pengolahan kecap berbahan dasar ampas tahu sama dengan pengolahan kecap dengan bahan dasar kacang kedelai. Pada proses pembuatan kecap dari limbah ampas tahu dapat ditambahkan sumber karbohidrat seperti tepung tapioka untuk menghasilkan tekstur koji yang padat dan membantu proses pertumbuhan kapang dalam pembentukan koji. Selain itu, penambahan tepung tapioka juga berfungsi untuk mengurangi kadar air bahan baku yaitu ampas tahu yang masih memilki kadar air yang tinggi sehingga dapat mengoptimalkan kondisi pertumbuhan kapang. Dewasa ini, pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan kecap belum banyak diteliti dan diaplikasikan di industri pangan maupun industri rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan kecap dengan mutu yang baik, serta dapat disukai oleh konsumen.
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk 1). menentukan formula terpilih berdasarkan lamanya waktu pengukusan ampas tahu segar, jumlah penambahan tepung tapioka dan lama fermentasi garam yang menghasilkan kecap manis ampas tahu dengan kadar protein dan tingkat kesukaan panelis yang tertinggi, 2). mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia kecap ampas tahu dari kedelapan perlakuan serta 3). mengetahui kesesuaian persyaratan mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan persyaratan mutu kecap menurut SNI 01-3543-1999.
1
C. HIPOTESIS Hipotesis dalam penelitian ini adalah ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap manis karena masih mengandung protein yang cukup tinggi. Perlakuan lamanya fermentasi garam akan memberikan pengaruh terhadap kadar protein akhir yang terkandung dalam kecap manis ampas tahu. Semakin lama fermentasi garam maka kadar protein yang didapatkan diduga semakin tinggi. Penambahan tepung tapioka sebesar 10% dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan struktur koji dan membantu pertumbuhan kapang. Perlakuan penambahan tepung tapioka diduga juga dapat mempengaruhi kadar protein akhir kecap manis ampas tahu. Begitu pula dengan perlakuan lamanya waktu pengukusan yang dapat meningkatkan kadar air ampas tahu yang nantinya akan berpengaruh pada pembentukan koji dan pertumbuhan kapang.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. AMPAS TAHU Pada proses pembuatan tahu diperoleh hasil samping yaitu ampas tahu yang berupa padatan putih. Pada proses pembuatan tahu hanya sebagian protein yang dapat diekstrak dan diolah menjadi tahu dan sebagian protein masih tertinggal di ampasnya. Kadar protein dalam ampas tahu tergantung dari penggilingan, perlakuan untuk penyaringan dan efisiensi penyaringan. Semakin efisien mesin penggiling semakin banyak protein yang bisa diekstrak dari kedelainya. Ampas tahu masih mengandung protein sebesar 21.16% dengan kadar air 13.21% (Lahoni, 2003) sedangkan menurut Shurtleff dan Ayogi (1979), ampas tahu masih mengandung 17% dari jumlah protein kedelai. Pada Tabel 1 disajikan komposisi kimia ampas tahu kering. Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu Kering Komposisi Bahan Kering (%) Protein (% bk) Lemak (% bk) Serat Kasar (% bk) Abu (% bk) Karbon (% bk)
Ampas Tahu Kering 86.79 21,16 5.92 24.91 7.48 27.32
Sumber : Lahoni (2003). Ampas tahu segar memiliki tekstur yang kokoh walaupun mempunyai kadar air yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan adanya serat kasar yang mengikat air secara hidrofilik dan kompak (Lahoni, 2003). Ampas tahu yang berasal dari perasan bubur kedelai masak mempunyai daya tahan selama 24 jam dalam keadaan terbuka bebas. Ampas tahu dapat diawetkan dengan mengubahnya menjadi tepung. Pengawetan dilakukan dengan cara ampas tahu segar diperas sehingga mengurangi kandungan air, selanjutnya dijemur (dengan sinar matahari) atau dikeringkan dengan bantuan oven pada suhu 45-50 oC setelah kering kemudian digiling sampai menjadi tepung (Anonim, 2000). Menurut Karossi (1982), ampas tahu memiliki nilai daya cerna protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu kedelai maupun tahu. Sedangkan Pulungan, dkk (1985) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung NDF (Neutral Detergen Fiber) dan ADF (Acid Detergen Fiber) yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983).
3
B. KECAP Kecap adalah cairan yang berwarna coklat agak kental, mempunyai aroma yang sedap dan merupakan hasil fermentasi kedelai (Suliantari dan Winiati, 1990). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3543-1994), kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Kecap dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dari kedelai dengan konsistensi cair, berwarna coklat gelap dan beraroma daging (Winarno, 1986). Salah satu contoh komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Kecap Manis Karakteristik
Kadar (%)
Air Protein kasar Lemak Abu Karbohidrat Garam (NaCl)
29.61 1.46 0.14 7.64 61.15 6.27
Sumber : Judoadmijojo (1987) Secara umum Judoadmijojo (1987) mengelompokkan kecap Indonesia menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung sedikit gula palma (419%) dan banyak garam (18-21%) sedangkan kecap manis mengandung banyak gula palma (26-61%) dan sedikit garam (3-6%). Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental sedangkan kecap asin memiliki konsistensi encer. Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa. Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi (Judoadmijojo, 1987). Kecap kedelai merupakan produk fermentasi kedelai yang kaya flavor, baik flavor dari komponen volatil maupun komponen non volatil. Secara umum proses pembuatan kecap dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dengan cara fermentasi, hidrolisis kimia, atau kombinasi keduanya (Winarno et al., 1973). Pembuatan kecap dengan cara fermentasi meliputi dua tahap yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam (Judoamidjojo, 1987), sedangkan cara hidrolisis menggunakan asam, sehingga waktu pembuatan kecap lebih singkat (Nunomura dan Sasaki, 1986). Proses pembuatan kecap dengan cara hidrolisis kimia lebih mudah, cepat dan murah dibandingkan cara fermentasi. Akan tetapi, kecap yang dihasilkan memiliki flavor tidak sebaik flavor kecap yang dihasilkan melalui fermentasi (Yokotsuka, 1983). Hal ini disebabkan selama hidrolisis terjadi kerusakan beberapa asam amino dan gula. Selain itu, dapat pula terbentuk senyawa penyebab off flavor seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura dan Sasaki, 1986). Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang dibuat melalui proses fermentasi lebih baik ditinjau dari segi rasa dan aroma. Hal ini menyebabkan kecap yang dibuat melalui hidrolisis jarang ditemukan (Winarno et al., 1973). Kecap hasil fermentasi mengandung senyawa-senyawa hasil fermentasi seperti asam-asam
4
organik dan alkohol yang memberikan aroma khas. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai, seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptide, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Syarat mutu kecap manis kedelai berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat Mutu Kecap Manis SNI 01-3543-1999 No. 1 1.1 1.2 2 3 4 5
Jenis Uji
6.2
Keadaan Bau Rasa Protein (Nx6,25), b/b Padatan terlarut, b/b NaCl (garam), b/b Total gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b Bahan tambahan makanan Pengawet 1) Benzoat atau 2) Metil para hidroksi benzoat, 3) Propil para hidroksi benzoat Pewarna tambahan
7 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 8 9 9.1 9.2 9.3 9.4
Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Bakteri koliform E.coli Kapang/khamir
6 6.1
Satuan
-
Persyaratan
Normal, khas Normal, khas Min. 2,5% Min. 10% Min. 3% Min. 40%
mg/kg mg/kg mg/kg -
Maks. 600 Maks. 250 Maks. 250 Sesuai SNI 010222-1995
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 30,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 Maks. 0,5
Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g
Maks. 105 Maks. 102 <3 Maks. 50
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1999
C. PROSES PEMBUATAN KECAP SECARA FERMENTASI Pembuatan kecap dengan cara fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan mikroba yang terdapat di alam (fermentasi spontan) dan biakan murni (koji) (Hardjo, 1964). Tahap-tahap penting pada pembuatan kecap secara fermentasi adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan Bahan Baku Kedelai mula-mula direndam dengan air bersih selama satu malam. Menurut Fukushima (2003), selama perendaman terjadi perubahan-perubahan kimia, namun tidak
5
menunjukkan derajat penurunan yang kompleks dari nutrien, kecuali perbedaan yang besar pada kandungan karbohidrat. Kedelai yang telah direndam, direbus sampai kulit kedelai menjadi lunak, lalu ditiriskan dan dihamparkan di atas tampah. Bahan baku yang juga digunakan dalam pembuatan kecap adalah gandum. Gandum terlebih dahulu disangrai sebelum masuk ke proses selanjutnya. Proses penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme pengganggu (Huang dan Teng, 2004). 2.
3.
Fermentasi Koji Kata “koji” merupakan singkatan dari kata kerja dalam bahasa Jepang, yaitu “kabitachi” yang berarti kumpulan jamur (Steinkraus, 1983). Orang Cina menyebut koji dengan “chou” yang dipakai sebagai sumber enzim hidrolitik seperti enzim amylase, protease dan lipase. Proses fermentasi koji merupakan proses pencampuran kedelai, gandum, dan starter dalam jumlah tertentu. Kedelai dan gandum yang telah dicampur dengan perbandingan 5:5% sampai 6:4% ditambahkan 0,2-0,3% starter Aspergillus oryzae dan atau Aspergillus sojae kemudian diinkubasikan selama tiga hari (Huang dan Teng, 2004). Hampir sebagian starter adalah campuran dari khamir, kapang dan bakteri, tetapi untuk beberapa tujuan telah digunakan kultur murni (Muchtadi, 1989). Menurut Yokotsuka (1960), dibawah kondisi yang hangat, lembab dan aerasi yang baik, pertumbuhan spora kapang sangat cepat, dan menjadi jelas sekitar 20 jam sesudah permulaan inkubasi. Panas yang dibebaskan dapat meningkatkan suhu koji sampai sekitar 35oC atau lebih dari 40oC. Untuk mencegah kematian kapang akibat kenaikan suhu yang berlebih, perlu dilakukan pendinginan koji yaitu dengan jalan mengaduk koji secara berkala (Junaedi, 1987), dimana pengadukan umumnya dilakukan dua kali yaitu sekitar 20-40 jam setelah permulaan inkubasi (Yokotsuka, 1960). Inkubasi koji sempurna setelah tiga hari. Menurut Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam nitrogen dan total nitrogen terbesar. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut Wood (1982), inkubasi koji yang dihentikan terlalu cepat mengakibatkan hidrolisis protein dan polisakarida yang kurang sempurna, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga sedikit sehingga tidak akan menghasilkan komponen yang menghasilkan cita rasa khas kecap (Steinkraus et al, 1983). Sebaliknya bila masa inkubasi koji terlalu lama akan menghasilkan produksi amonia berlebihan sehingga tercipta pembentukan flavor yang menyimpang (Wood, 1982). Menurut Yokotsuka dan Sasaki (1998), ciri-ciri koji yang bermutu baik adalah berwarna hijau gelap untuk koji yang dibuat dengan menggunakan starter Aspergillus oryzae dan Aspergiluus sojae sedangkan untuk koji yang menggunakan starter Rhizopus sp akan berwarna putih kompak, beraroma khas, pertumbuhan kapang sangat tinggi dan memiliki aktivitas proteolitik dan amilolitik yang tinggi. Fermentasi Garam (Moromi) Tahap moromi merupakan tahap pencampuran koji dengan larutan garam. Konsentrasi larutan garam yang digunakan berkisar antara 20-23% (Fukushima, 2003). Konsentrasi garam yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme osmofilik,
6
sedangkan konsentrasi garam yang terlalu rendah dapat menyebabkan pembusukan karena tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Larutan garam dan koji dahulu digunakan dalam volume yang sama, tetapi belakangan ini volume larutan garam dinaikkan menjadi 110 sampai 120% dari volume koji. Pencampuran dengan air yang berlebihan menyebabkan penggunaan total nitrogen yang baik dari bahan baku, tetapi akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan pada komposisi kecap yaitu berkurangnya komponen aroma dan flavor. Pada tahap fermentasi garam terjadi pembentukan asam amino dan fermentasi oleh bakteri asam laktat akibat aktivitas enzim yang telah diproduksi selama fermentasi kapang. Asam amino yang terbentuk ada 17 jenis dengan asam glutamat sebagai komponen flavor yang terpenting (Hesseltine dan Wang (1978) dalam Wood (1994). Menurut Fukushima (2003), pada tahap awal fermentasi moromi akan terjadi penurunan pH moromi akibat pertumbuhan bakteri asam laktat. Penurunan pH moromi harus dikontrol agar tidak menurun secara drastis dan mengganggu kerja enzim proteolitik dan glutaminase yang sebelumnya masih aktif. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, dapat dilakukan penambahan kultur bakteri asam laktat terpilh sebagai starter moromi dan dilakukan pengontrolan suhu moromi di bulan pertama (15-20˚C). Setelah mencapai pH 5, maka khamir osmofilik akan tumbuh dan suhu akan meningkat pula hingga 30˚C sampai masa fermentasi alkoholik selesai. Setelah itu suhu akan meningkat kembali hingga akhir fermentasi moromi. Tahap moromi dilakukan selama 3-4 minggu pada suhu kamar. Perubahan kimia besar yang terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh enzim pemecah yang dihasilkan koji. Pertama terjadi fermentasi asam laktat, selanjutnya fermentasi alkohol oleh khamir dan yang terakhir fermentasi yang sangat kompleks. Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp. (Fukushima, 2003). Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji yang akan menurunkan pH pada awal fermentasi moromi. Setelah pH turun, pertumbuhan Pediococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccaromyces rouxii, yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Zygosaccaromyces rouxii akan mengubah sisa gula sederhana menjadi etanol dan beberapa komponen flavor. Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp. akan tumbuh dan menghasilkan senyawa fenolik seperti 4-etil-guaiacol yang penting untuk pembentukan aroma. 4.
Pengolahan menjadi Kecap Moromi yang telah siap dipanen akan dipress sehingga menghasilkan sari kecap yang selanjutnya akan diolah menjadi kecap. Menurut Huang dan Teng (2004), 1 kiloliter moromi akan menghasilkan 0,6-0,8 kiloliter sari kecap. Sari kecap kemudian dipasteurisasi yang menurut (Huang dan Teng , 2004), proses pasteurisasi yang berkisar 70-80 oC berguna untuk (a) mematangkan flavor kecap dengan menghilangkan flavor kecap yang tidak diinginkan dan menginduksi flavor yang mengundang napsu makan, misalnya aldehid dan asetal; (b) membunuh mikroorganisme hidup dalam proses fermentasi untuk menjamin kualitas; (c) menginaktivasi seluruh enzim yang terlarut dalam kecap dan menghindari perubahan mutu; (d) mengendapkan residu, dan (e) meningkatkan intensitas warna dengan meningkatkan melanin.
7
Sari kecap selanjutnyadimasak hingga mendidih selama 30-40 menit. Setelah pemasakan, kecap dipindahkan ke wadah lainnya untuk pendinginan alami. Secara umum, zat-zat aditif ditambahkan setelah pemanasan. Zat aditif yang biasanya ditambahkan adalah pemanis (gula, molasses, pemanis sintetik), senyawa umami (flavor daging), penguat rasa (protein hidrolisat dan sodium-L-glutamat) (Huang dan Teng, 2004).
D. TAPIOKA Tepung tapioka atau pati ubi kayu berasal dari ubi kayu jenis Manihot esculenta dan Manihot utilisma yang kaya akan 85% - 87% pati. Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ketela pohon yang telah mengalami pencucian secara sempurna, pengeringan dan penggilingan (Setiawan, 1988). Menurut Wuzburg (1972), granula pati ubi kayu berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan berbentuk bulat dengan ukuran 5 – 35 mikron dengan ukuran rata-rata sebesar 20 mikron dan hilum yang berbentuk sentris dimana titik mulai berkembangnya granula pati terletak di tengah-tengah bulatan. Tepung tapioka dibedakan menjadi dua macam, yaitu tepung tapioka kasar dan tepung tapioka halus. Tepung tapioka kasar adalah tepung tapioka yang diperoleh dari hasil pemarutan ubi kayu sampai didapatkan pati dan sudah mengalami pengeringan, sedangkan tepung tapioka halus merupakan proses kelanjutan dari tepung tapioka kasar dengan mengalami proses penggilingan (Tjiptadi dan Nasution, 1980). Sifat pati tapioka mudah mengembang dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Tepung ini kaya akan Vitamin C dan karbohidrat tetapi miskin akan lemak (0,3%), protein (0,5%) sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat atau pengental (Somaatmadja, 1984). Kandungan amilosa tepung tapioka adalah 17% dan kandungan amilopektinnya sebesar 83% . Tepung tapioka mulai tergelatinisasi pada suhu 52 o sampai 64o C (Knight, 1969) dan mulai mengeras pada suhu 85o C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 85o C akan menurunkan viskositas tepung tersebut (Charley, 1982). Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati sedemikian sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1989). Pada proses gelatinisasi, terjadi kerusakan ikatan hydrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas granula pati menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium. Daftar komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia tapioka Komponen Jumlah a Jumlah b Serat 0.03 0.50 Air (%bb) 11.40 8.10 Abu 0.06 0.33 Karbohidrat 87.52 98.54 Protein 0.76 0.86 Lemak 0.19 0.26 Pati 85.19 86.90 Amilosa 22.51 28.35 Total gula 1.43 Sumber : a Febriyanti dan Wirakartakusumah (1990) b Pangestuti (2010) Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung,
8
kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Salah satu keunggulan tapioka bila dibandingkan dengan terigu adalah tidak mengandung gluten. Pada sebagian kecil masyarakat, gluten dapat menyebabkan alergi. Alergi gluten (dikenal sebagai penyakit celiac) disebabkan tubuh tidak dapat menoleransi protein gluten yang banyak terdapat di dalam gandum. Sebagian besar penyakit ini disebabkan pengaruh genetik.
9
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu yang didapatkan dari salah satu pabrik tahu Sumedang yang terletak di kawasan Cimanggu, Bogor. Selain itu digunakan pula tepung tapioka, laru tempe komersial, gula aren, gula kelapa, garam halus, tepung maizena dan bumbu-bumbu (pekak dan adas) yang didapatkan dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, H2SO4, formaldehyde, pereaksi Anthrone, NaOH, AgNO3, K2SO4, CuSO4, H3BO3, asam sitrat, Na2CO3, KI, dan alkohol 90%.
2. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah toples plastik, ember plastik, kain saring, panci pengukus, tampah, kompor, pengaduk kayu, plastik penutup, plastik sampel, pendingin tegak, hot plate, pH meter, magnet stirrer, penyaring vakum, unit analisis protein, oven, tanur, neraca analitik, wadah fermentasi, alat-alat gelas untuk analisis kimia.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu : 1). Pembuatan kecap manis ampas tahu 2). Analisis sifat fisik, kimia dan uji organoleptik 3). Penentuan formula terpilih 4). Analisis mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih.
1. Pembuatan Kecap Manis Ampas Tahu Ampas tahu yang didapat dari pabrik tahu Sumedang di daerah Cimanggu, Bogor merupakan ampas tahu yang masih basah sehingga harus dicuci agar menghasilkan ampas tahu yang bersih. Ampas tahu diberi dua perlakuan yaitu a). dipress dan dikukus selama 15 menit dan b). dipress dan dikukus selama 30 menit. Pengepressan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air ampas tahu yang masih tinggi dengan menggunakan kain saring. Selanjutnya, ampas tahu yang telah berkurang kadar airnya dicampurkan dengan tepung tapioka yang telah disangrai dengan jumlah penambahan tepung tapioka sebesar 5% dan 10% untuk masing-masing perlakuan pengukusan. Pemilihan rasio pencampuran tersebut diperkirakan mampu menghasilkan tekstur koji yang padat sehingga membantu proses pertumbuhan kapang. Campuran ampas tahu kukus dan tapioka kemudian ditaburi laru tempe sebanyak 5 gr untuk 1 kg campuran ampas dan tepung tapioka, lalu diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas yang telah ditaburi laru diletakkan di atas tampah setebal 2 cm yang telah dialasi daun pisang dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan di tempat yang terhindar dari serangga dan sinar matahari langsung selama 3 hari pada suhu ruang sampai kapang cukup tebal menutupi koji. Koji yang telah jadi lalu dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan oven selama 4 jam pada suhu sekitar 50 – 60 oC. Koji yang telah dikeringkan dapat disebut sebagai koji kering. Larutan garam untuk fermentasi moromi yang digunakan merupakan larutan garam dengan konsentrasi 23%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan garam 23%, garam sebanyak 230 gram ditambahkan dengan sedikit air sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volumenya menjadi 1 liter. Potongan koji yang telah kering kemudian dimasukkan ke dalam larutan garam. Tiap 100 gram potongan koji kering membutuhkan sekitar 1 liter larutan garam. Proses perendaman
10
dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu selama 1 bulan dan 2 bulan pada wadah toples plastik yang ditutupi dengan kain saring. Selama proses perendaman, apabila pada siang hari terdapat sinar matahari maka toples dijemur dalam keadaan terbuka (tidak menggunakan penutup kain saring) dan dilakukan pengadukan dua kali sehari yaitu sebelum dan sesudah penjemuran di bawah sinar matahari untuk meratakan sirkulasi udara pada toples agar tidak terjadi suasana anaerob pada moromi bagian dasar toples. Hasil fermentasi selama 1 dan 2 bulan (moromi) selanjutnya ditambahkan air dengan perbandingan 1,5 liter untuk setiap 1 liter moromi. Setelah itu dilakukan pasteurisasi pada suhu sekitar 60-70 oC di atas kompor selama kurang lebih 15-20 menit. Setelah proses pasteurisasi selesai, cairan tersebut disaring dengan kain saring. Cairan hasil penyaringan ini disebut dengan kecap mentah. Penyiapan bumbu dilakukan dengan menyiapkan rempah-rempah yang digunakan, yaitu pekak (Illicium verum) dan adas (Foeniculum vulgare Miller). Pekak dan adas terlebih dahulu disangrai hingga berbau harum tajam lalu digiling. Sebanyak 25 g adas dan 6 g pekak yang telah halus dicampur secara merata. Sementara itu, persiapan gula dilakukan dengan menyayat gula merah kelapa dan gula aren dengan perbandingan 1 :1 lalu dicampur secara merata. Cairan kecap mentah dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan campuran gula merah yang sebelumnya telah dipersiapkan lalu dimasak hingga mendidih. Setiap 1 liter kecap mentah membutuhkan 1,5 kg campuran gula aren dan gula kelapa. Selama proses pemasakan, ditambahkan bumbu yang telah disiapkan dengan perbandingan bumbu dan kecap mentah sebesar 5 g campuran bumbu untuk setiap 1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan dengan mengaduk kecap mentah tersebut hingga mendidih, setelah kecap mendidih ditambahkan 6 sendok teh larutan maizena (8 gram tepung maizena yang dilarutkan dalam 50 ml air matang) untuk setiap 1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan sampai mengental dengan dilakukan proses pengadukan secara terus menerus untuk menghindari terjadinya kerak dan over karamelisasi pada kecap yang berada di dasar panci. Setelah proses pemasakan selama sekitar 40 menit, dilakukan penyaringan menggunakan kain saring dalam kondisi yang masih panas lalu didinginkan dan siap dibotolkan dan dianalisis lebih lanjut. Diagram alir pembuatan kecap ampas tahu dapat dilihat pada Gambar 1.
11
Tepung tapioka setelah disangrai
Ampas tahu setelah dipress pencampuran Fermentasi koji
koji Fermentasi moromi Kecap mentah
Pemasakan
Kecap ampas tahu
Analisis kimia
Analisis fisik
-
-
Uji total padatan terlarut Uji viskositas
Uji kadar protein Uji kadar NaCl Uji total gula Uji kadar air
Analisis organoleptik -
Uji rating hedonik
Kecap manis ampas tahu formula terpilih Analisis mikrobiologi
-
Uji angka lempeng total Uji MPN koliform Uji E.coli Uji kapang khamir
Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian
12
2. Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Uji Organoleptik. a. Analisis Kadar Protein Metode Kjedahl (AOAC 960.52, 1995) Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl lalu ditambahkan dengan 1 gr K2SO4, 40 mg HgO, 2 mL H2SO4, dan 2 butir batu didih. Kemudian, dididihkan hingga cairan menjadi jernih lalu didinginkan. Cairan yang telah dingin ditambah sejumlah kecil air destilata dan dipindahkan ke alat destilasi serta dibilas dengan 1-2 ml air destilata sebanyak 5-6 kali. Air bilasan dipindahkan ke labu destilasi lalu ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2SO3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi larutan 5 ml H 3BO3 dan 2-4 tetes indikator metilen redmetilen blue di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di dalam larutan H3BO3. Selanjutnya, dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Hasil destilasi diencerkan hingga kira-kira 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna menjadi ungu. Catat volume HCl 0.02 N yang diperlukan untuk titrasi. Hal ini dilakukan pula pada blanko. %N dan kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus : (
)
x 100%
dimana : a = jumlah (mL) larutan HCl untuk mentitrasi larutan contoh b = jumlah (mL) larutan HCl untuk mentitrasi blanko N = normalitas larutan HCl Kadar protein (g/100g bahan basah) = %N x Faktor konversi Kadar protein (g/100g bahan kering) = kadar protein (bb) x 100 (100– kadar air (bb))
b. Padatan Terlarut (SNI 06-6989.3-2004)) Pengukuran total padatan terlarut menggunakan alat refraktometer. Larutan yang akan diukur diteteskan pada prisma refraktometer. Nilai pada skala yang terbaca pada batas gelap dan terang menunjukkan besarnya total padatan terlarut dalam satuan derajat Brix.
c. Kadar Air dengan Metode Oven Vakum (AOAC, 1999) Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan yang telah kering diambil dengan penjepit, kemudian ditimbang. Contoh ditimbang 1-2 gram pada cawan tersebut, kemudian dikeringkan pada oven vakum suhu 70°C, 25 mmHg selama 2 jam. Cawan yang telah dioven kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot tetap (≤ 0,0005 gram). Kadar air dihitung menurut persamaan berikut: Kadar air (g/100 g bahan basah) =
(
)
x 100
Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (gram) W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (gram) W2 = bobot cawan kosong kering (gram)
d. Kadar NaCl (AOAC 960.29, 2000) Abu hasil pengabuan kering sampel dicuci sebanyak 3 kali ulangan dengan menggunakan 1-2 ml air destilata. Total air destilata yang digunakan adalah 10-15 ml. Larutan
13
abu dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5%, kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M. Titik akhir titrasi tercapai sampai terbentuk warna oranye yang pertama.
e. Total Gula (Apriyantono et al., 1994) 1.
Pembuatan Kurva Standar Ke dalam tabung reaksi bertutup, pipet larutan glukosa standar sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml, lalu encerkan sehingga total volume masing-masing tabung 1 ml. Buat larutan blanko yang berisi 1 ml air destilata. Ke dalam masing-masing larutan glukosa standar dan blanko tersebut, tambahkan dengan cepat 5 ml pereaksi anthrone dan ditutup. Vorteks dan kocok hingga merata. Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 100˚C selama 12 menit. Setelah dingin pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 630 nm. Buat plot kurva standar.
2.
Analisis Contoh Masukkan sebanyak 5 ml contoh (dari persiapan contoh) ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilata. Masukkan sebanyak 1 ml contoh tersebut ke dalam tabung reaksi bertutup dan lanjutkan dengan proses seperti pada pembuatan kurva standar. ( )
f.
Uji Viskositas menggunakan Viskometer Brookfield 1. Pengukuran sampel Masukkan stop kontak. Tentukan nomor (jenis) spindle dan kecepatan putar. Bila pengukuran dilakukan pada fluida yang kekentalannya belum diketahui, dianjurkan untuk menggunakan spindle dari bernomor besar hingga kecil dan kecepatan putar dari kecepatan putar rendah ke kecepatan tinggi. Gunakan nomor spindle 4 dengan kecepatan putar 30 rpm untuk sampel kecap yang sangat kental, nomor spindle 3 dengan kecepatan putar 30 rpm untuk sampel kecap yang kental, dan nomor spindle 1 dengan kecepatan putar 60 rpm untuk sampel kecap yang cair. Atur ketinggian viskometer hingga tanda garis tercelup. Tekan ke bawah. Lakukan pengukuran dengan menekan tombol ON. Lepaskan „clamp lever‟. Biarkan spindle berputar selama 20-30 detik untuk menghasilkan viskositas yang tepat. Setelah jarum stabil, tekan tuas penjepit sehingga jarum penunjuk tidak berubah posisi. Matikan motor dengan memindah tombol ke posisi OFF. Baca angka yang terlihat dan catat. Kembalikan jarum menunjuk posisi 0. 2. Perhitungan Hitung viskositas dengan rumus berikut: Viskositas (centipoise) = skala yang terbaca x faktor konversi (Tabel 5)
14
Tabel 5. Faktor konversi penetapan viskositas Rpm Spindle No. 1
60 1
30 2
12 5
6 10
No. 2
5
10
25
50
No. 3
20
40
100
200
No. 4
100
200
500
1000
g. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999) Uji organoleptik menggunakan metode rating hedonik yang dilakukan dengan mengurutkan tingkat penerimaan konsumen pada keseluruhan atribut (flavor) dengan kisaran nilai terendah hingga tertinggi yaitu 1(tidak suka)-5(sangat suka). Tujuh puluh orang panelis tidak terlatih mengikuti uji Rating Hedonik. Panelis tidak terlatih menerima delapan sampel yang berbeda. Setiap sampel diberi kode yang terdiri dari tiga angka. Kode diberikan secara acak. Setiap panelis tidak terlatih akan menerima kode dan urutan penyajian yang sampel yang berbeda. Berdasarkan hasil penilaian panelis tidak terlatih yang dituliskan pada formulir isian, maka dibuat tabulasi data. Hasil penilaian ini kemudian dianalisis menggunakan ANOVA. Bila nilai F hitung > nilai F tabel, maka hasil ini menunjukkan ada perbedaan signifikan di antara beberapa contoh yang diuji. Kemudian, dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan.
3. Uji Mikrobiologi Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih a. Persiapan sampel Sebanyak 25 gram atau 25 ml sampel ditimbang atau dipipet ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu ditambahkan 225 ml pengencer buffer fosfat, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10 -1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml pengencer.
b. Uji Angka Lempeng Total (Total Plate Count) (BPOM RI, 2006) Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10 -1 dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung pengencer pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4 atau sesuai dengan pengenceran yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml kedalam cawan petri dan dibuat duplo ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PCA. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37°C selama 24-46 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai persyaratan berikut : 1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. 2. Bila salah satu dari cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang dari 25 atau lebih dari 250, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan faktor pengencerannya
15
3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah koloni antara 25-250, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari dua kali jumlah koloni ratarata pengenceran dibawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah. Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata-rata pada penenceran dibawahnya maka ALT dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut. 4. Bila tidak ada satupun koloni dari cawan maka ALT dinyatakan sebagai < dari 1 dikalikan faktor pengenceran terendah. Cara perhitungan :
N = Jumlah koloni pada cawan (n1+0,1 n2)x d
n1= jumlah cawan pada pengenceran pertama n2= jumlah cawan pada pengenceran kedua d= pengenceran pada cawan pertama
c. Uji MPN Koliform (BPOM RI, 2006) Prosedur pengujian MPN Coliform sesuai Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 69/MIK/06) yaitu dengan cara menyiapkan dua tabung reaksi masing-masing berisi 9 ml buffer fosfat.. Dari hasil homogenisasi pada penyiapan sampel dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung buffer fosfat pertama hingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2 lalu dikocok sampai homogen. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-3 dan seterusnya. Ada dua tahap pengujian MPN Coliform yaitu : 1. Uji Praduga (Presumtif Test) Untuk mendapatkan pengenceran disiapkan 3 tabung reaksi berisi 9 ml BGLBB yang dilengkapi tabung durham untuk masing-masing tingkat pengenceran. Kedalam tiap tabung dari masing-masing seri dimasukkan 1 ml suspensi pengenceran. Diinkubasi pada suhu 37° C selama 24-48 jam. Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang terbentuk dalam tiap tabung, kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan uji positif. 2. Uji Penegasan Biakan dari tabung yang menunjukkan uji praduga positif dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml BGLBB yang telah dibungkus tabung durham. Seluruh tabung diiinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-48jam. Dilakukan pengamatan adanya pembentukkan gas. Pernyataan hasil dari uji MPN koliform ini yaitu jumlah tabung yang positif gas dicatat dan dirujuk ke tabel MPN. Angka yang diperoleh pada tabel MPN menyatakan jumlah bakteri koliform dalam tiap gram/tiap ml sampel yang diuji (BPOM RI, 2006).
d. Uji MPN Escherichia coli (BPOM RI, 2006) Dari persiapan sampel selanjutnyadilakukan dua tahap pengujian MPN E.coli yaitu :
16
1. Uji Pendugaan Untuk setiap pengenceran disiapkan 3 tabung reaksi berisi 9 ml BGLBB yang dilengkapi tabung durham kedalam tiap tabung dari masing-masing seri dimasukkan 1 ml suspense pengenceran. Diinkubasi pada suhu 35-37° C selama 24-48 jam. Setelah 24 jam dicatat dan diamati perubahan warna biakan dan adanya gas yang terbentuk di dalam tiap tabung. Kemudian inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang menunjukkan gas positif. 2. Uji Konfirmasi Biakan dari tabung yang merupakan uji presumptive positif dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml EC Broth yang telah dilengkapi dengan tabung durham. Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 44±0,5°C selama 24-48 jam. Dilakukan pengamatan terhadap pembentukkan gas. Dari biakan EC Broth yang positif, masingmasing diinokulasikan pada lempeng media EMB, diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24 jam diamati koloni spesifik yang tumbuh. Dipilih koloni spesifik yang tumbuh pada biakan EMB, diinokulasikan pada media NA miring, diinkubasikan pada suhu 35-37 °C selama 24 jam dilanjutkan uji IMViC. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji IMViC dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6. Medium yang digunakan pada uji IMViC dan reaksi yang terjadi Uji Medium Produk akhir Reaksi positif Indol Tryptone Broth atau Indol Warna merah pada Indol-Nitrite penambahan pereaksi kovacs. Warna merah muda pada kertas asam oksalat Merah metil Protease Broth Asam Organik Warna merah pada (MR-Vp) atau 1% penambahan indicator Glocose Peptone merah metil Broth VogesSeperti uji merah Asam metil karbinol Warna merah tua pada Proskauer metil penambahan 5% alfanaftol dan 40% KOH. Sitrat Koser Citrate Pertumbuhan Timbulnya kekeruhan Medium
e. Uji Kapang/Khamir (BPOM RI, 2006) Hasil dari persiapan sampel masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan PDA yang sudah ditambahkan asam tartarat segera digoyang sambil diputar hingga suspense tersebar merata dan dibuat duplo. Pada satu lempeng PDA yang sudah ditambahkan asam tartarat diteteskan 0,5 ml pengencer dan disebarratakan. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 20-25° C dan diamati pada hari ketiga sampai ke lima. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai persyaratan berikut, dipilih cawan petri dari salah satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 15-150. Jumlah koloni dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 15-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengencerannya, kemudian diambil rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang.dalam tiap gram atau tiap ml sampel.
17
C. RANCANGAN PERCOBAAN Faktor-faktor yang diamati adalah sebagai berikut: Faktor pertama (A), merupakan lama pengukusan ampas tahu press : A1 : kukus 15 menit A2 : kukus 30 menit Faktor kedua (B), merupakan jumlah penambahan tepung tapioka : B1: 5% B2: 10% Faktor ketiga (C), merupakan lama fermentasi garam: C1: 1 bulan C2: 2 bulan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap metode Faktorial dengan tiga kali ulangan (Sudjana, 1991). Model eksperimen yang digunakan sebagai berikut : Yijk = U + Ai + Bj + Ck +ABij + ACik + BCjk +ABCijk + E(ijk)l Keterangan : Yijk
U Ai Bj Ck ABij ACik BCjk ABCijk E(ijk)l l
= variabel respon percobaan ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor kombinasi perbedaan lama pengukusan dan taraf ke-j faktor penambahan tepung tapioka serta lama fermentasi garam = pengaruh rata-rata sebenarnya atau nilai tengah umum (berharga konstan) = pengaruh taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2) = pengaruh taraf ke-j faktor jumlah penambahan tepung tapioka(j = 1, 2) = pengaruh taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (k = 1, 2) = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-j faktor penambahan tepung tapioka (j = 1, 2) = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (j = 1, 2) = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor penambahan tepung tapioka (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (j = 1, 2) = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pengukusan ampas tahu (i = 1, 2), faktor penambahan tepung tapioka (i = 1, 2) dan taraf ke-k faktor lama fermentasi garam (j = 1, 2) = pengaruh unit percobaan pada ulangan ke-l yang diakibatkan oleh kombinasi perlakuan = ulangan (l = 1, 2, 3)
Analisis Data Hasil pengukuran dari kedelapan perlakuan dengan tiga kali ulangan percobaan tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA yang dibantu dengan media pengolahan SPSS yang kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk hasil Uji Organoleptik.
18
IV. A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU Proses pembuatan kecap manis ampas tahu terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1). persiapan ampas tahu, 2). pembuatan dan fermentasi koji, 3). pembuatan dan fermentasi moromi, dan 4). pemasakan.
1.
Persiapan Ampas Tahu Limbah padat tahu atau biasa dikenal dengan ampas tahu merupakan hasil samping dari pabrik tahu. Ampas tahu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ampas tahu segar yang mengandung kadar air yang tinggi yaitu sekitar 89,82% bb sehingga diperlukan tahapan pengepressan untuk mengurangi kadar air ampas tahu tersebut agar sesuai dengan kadar air untuk pembuatan koji yang berkisar antara 75-80% (Snyder (1987). Pada kisaran kadar air tersebut kerja dari kapang akan optimum karena sesuai dengan kondisi pertumbuhannya. Proses pengepressan dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan kain saring. Ampas tahu ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 2,12 % bb atau 20,82 % bk sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan kecap. Hasil analisis proksimat ampas tahu segar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu Komposisi Ampas Tahu Segar Air (% bb) 89,82 ± 0,00 Protein (% bb) 2,12 ± 0,05 Lemak (%) 2,20 ± 0,06 Abu (% bb) 0,38 ± 0,01 Karbohidrat by difference (%) 5,48 ± 0,01 Setelah proses pengepressan, ampas tahu dikukus dengan dua perlakuan waktu pengukusan yaitu 15 dan 30 menit. Proses pengukusan ampas tahu ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi ampas tahu selama proses pembuatan tahu, proses pengepressan dan lain-lain yang dapat menghambat proses pertumbuhan kapang pada proses fermentasi koji. Waktu pengukusan selama 15 menit merupakan waktu minimal yang cukup untuk mematikan mikroba yang tahan panas, karena sebelumnya ampas tahu telah mengalami proses pengukusan dan penggilingan dengan panas yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi yang dapat menghambat penyerapan gizi yang terkandung dalam kedelai dan enzim lipoksigenase yang dapat menyebabkan bau langu, sehingga proses pengukusan ampas tahu tidak bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi maupun enzim lipoksigenase melainkan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan kapang.
2.
Pembuatan dan Fermentasi Koji Ampas tahu yang telah mengalami proses pengukusan akan mengalami peningkatan kadar air. Data kadar air ampas tahu yang telah mengalami pengepressan dan pengukusan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan grafik, kadar air ampas tahu
19
setelah proses pengepressan mengalami penurunan dari 89,82% menjadi 75,22%, namun kembali mengalami peningkatan kadar air setelah proses pengukusan baik selama 15 menit maupun 30 menit. Kadar air ampas tahu setelah dikukus selama 15 menit yaitu 81,44% lebih rendah dibandingkan dengan kadar air ampas tahu yang dikukus selama 30 menit yaitu 87,34%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengukusan maka semakin banyak air/uap air yang terserap oleh ampas tahu.
89,82
Kadar air % bb
87,34 81,44
75,22
sebelum press setelah press setelah press setelah press tanpa kukus kukus 15 kukus 30 menit menit
Gambar 2. Grafik Kadar Air Ampas Tahu pada Perlakuan Pengepressan dan Pengukusan. Setelah dikukus, ampas tahu didinginkan hingga suam-suam kuku sebelum dicampur dengan tepung tapioka. Tepung tapioka yang akan dicampur dengan ampas tahu terlebih dahulu disangrai selama 10 menit hingga kuning kecoklatan. Pada proses pembuatan kecap Jepang, penyangraian dilakukan terhadap tepung gandum yang bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme pengganggu (Huang dan Teng, 2004). Proses pencampuran ampas tahu dengan tepung tapioka dilakukan dengan dua perlakuan untuk masing-masing perlakuan pengukusan ampas tahu yaitu penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dan 10% dalam basis 1 kg ampas tahu kukus. Pemilihan jumlah pencampuran tersebut diperkirakan mampu menghasilkan tekstur koji yang padat dan mengurangi kadar air bahan baku sehingga membantu proses pertumbuhan kapang. Menurut Sentot Prasasto (2008) jumlah tepung yang ditambahkan dalam pembuatan koji kecap berkisar antara 0-10%. Tujuan penambahan tepung pada pembuatan kecap ampas tahu ini adalah untuk memadatkan massa ampas tahu sehingga lebih kokoh dan mudah ditumbuhi kapang serta menambahkan suplai karbohidrat bagi pertumbuhan kapang. Penambahan tepung juga berfungsi meningkatkan cita rasa dan aroma yang dihasilkan oleh terbentuknya asamasam organik dan alkohol dan senyawa penyusun flavor yang lain (Astawan, 2009). Campuran ampas tahu kukus dan tapioka yang telah disangrai kemudian ditaburi laru tempe sebanyak 5 gr untuk 1 kg campuran ampas dan tepung tapioka, lalu diadukaduk sampai rata. Setelah itu ampas yang telah ditaburi laru tempe diletakkan di atas tampah setebal 2 cm yang telah dialasi daun pisang dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan di tempat yang terhindar dari serangga dan sinar matahari langsung selama 3 hari pada suhu ruang sampai koji terbentuk. Koji yang telah jadi dapat dicirikan dengan penampakan koji yang tertutup sempurna oleh miselium kapang yang kompak dan tidak mudah hancur/kokoh serta mengeluarkan aroma khas tempe. Koji yang terbentuk setelah 3 hari memiliki ciri-ciri miselia yang berwarna putih sehingga dapat diduga
20
kapang yang tumbuh pada koji merupakan kapang R.oryzae dan R.oligosporus. Hal ini dikarenakan kapang R.oryzae memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih. Ketika dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abu-abu kecoklatan. Hifa kapang R. oryzae tidak bersepta dan tidak berwarna (jernih/hialin). Hifa kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk, yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium. Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ke bawah). Sprorangiofor aadalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa pembentuk spora dan berbentuk bulat, Suhu pertumbuhan maksimun adalah 33-36°C dan suhu perturnbuhan optimum adalah + 30°C. Kapang R.oligoporus juga memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih. Ketika dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abuabu. Hifa kapang R. oligoporus tidak bersepta dan tidak berwarna (jemih/hialin). Hifa kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium. Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ko bawah). Sprorangiofor adalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa pembentuk spora dan berbentuk bulat. Suhu pertumbuhan maksimun adalah 36-40°C dan suhu pertumbuhan optimum adalah ± 33°C. R.oligosporus mempunyai aktivitas protease dan lipase yang kuat dan dikombinasikan dengan sedikit aktivitas amylase, sedangkan R.oryzae mempunyai aktivitas amylase yang lebih kuat (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Fardiaz (1989), kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30 o C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37 oC. Kapang dapat tumbuh pada kisaran pH 3-9 dengan kelembaban 60-90%. Fermentasi koji merupakan tahap awal fermentasi kecap sehingga proses ini menentukan kualitas produk akhir kecap yang dihasilkan. Perubahan kimia besar yang terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh enzim pemecah yang dihasilkan koji. Menurut Flegel (1988), ada dua macam enzim yang berperan dalam menghasilkan flavor kecap pada fermentasi koji yaitu kompleks enzim protease yang memberikan meaty flavor (gurih) dan enzim karbohidrase seperti αamilase, amiloglukosidae dan maltase yang berperan pada rasa manis. Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam nitrogen dan total nitrogen terbesar. Asam nitrogen berperan penting sebagai komponen pembentuk flavor khas kecap. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Menurut Wood (1982), inkubasi yang terlalu cepat akan mengakibatkan kurang sempurnanya hidrolisa protein, sedangkan menurut Steinkraus (1983), enzim yang dihasilkan oleh kapang akan sedikit dan tidak akan menghasilkan komponen-komponen yang akan membentuk cita rasa khas kecap bila waktu inkubasi terlalu cepat. Begitu pula bila waktu inkubasi yang terlalu lama akan mengakibatkan produksi ammonia berlebihan sehingga terjadi pembentukan flavor yang tidak dapat diterima (Wood, 1982).
21
Gambar 3. Penampakan koji setelah inkubasi 3 hari Menurut Yokotsuka dan sasaki (1998), kontaminan yang dapat tumbuh pada fermentasi koji adalah Bacillus subtilis dan Rhizopus nigrificans. Bacillus subtilis muncul ketika suhu dan kelembaban udara yang terlalu tinggi pada koji, sedangkan Rhizopus nigrificans muncul ketika suhu pada koji terlalu rendah. Kontaminasi oleh Bacillus subtilis yang terlalu banyak akan mengakibatkan pertumbuhan kapang pada koji terhenti dan menyebabkan kenaikan total protease dan aktivitas protease alkali, tetapi menurunkan daya cerna protein sebanyak 2-3%. Setelah inkubasi selama 3 hari, koji yang telah jadi lalu dipotong kecil-kecil yang bertujuan untuk memudahkan proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven selama 4 jam pada suhu sekitar 50 – 60 oC. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari koji yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi moromi sekaligus untuk mempermudah proses ekstraksi, karena koji tidak mudah hancur dan larut dalam filtrat. Kadar air koji kering yang baik untuk dilanjutkan ke proses fermentasi moromi adalah <12% bb (Tarwiyah, 2001). Koji yang telah dikeringkan dapat disebut sebagai koji kering. Selama proses pengeringan terjadi penurunan kadar air koji secara drastis yaitu menjadi 7,38% (Tabel 8) untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dan 7,19% untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 10%. Menurut Junaedi (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji adalah kadar air bahan baku, kelembaban ruang, suhu aerasi dan waktu fermentasi. Tabel 8. Kadar air koji kering Perlakuan Koji Koji kering Penambahan 5% tapioka Koji kering Penambahan 10% tapioka
3.
Kadar Air (%b/b) 7,38 ± 0,01 7,19 ± 0,01
Pembuatan dan Fermentasi Moromi Tahapan selanjutnya adalah fermentasi moromi. Tahapan fermentasi ini disebut juga dengan fermentasi garam. Menurut Fukushima (2003), larutan garam yang digunakan berkisar 20-23%. Pada fermentasi ini, koji yang telah mengalami proses pengeringan dicampur dengan larutan garam 23%. Larutan garam ini berfungsi sebagai media fermentasi, selektor mikroorganisme yang diharapkan tumbuh yaitu BAL dan khamir yang dianggap dapat menimbulkan flavor dan aroma khas kecap, menghentikan pertumbuhan kapang lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan (perubahan warna) dan menghilangkan rasa pahit yang disebabkan adanya pemecahan protein oleh enzim protease. Kadar garam yang terlalu tinggi menimbulkan tekanan osmotik serta jumlah ion-ion garam yang tinggi pula. Kedua kondisi tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan merusak sel-sel khamir. Tingkat kadar garam
22
berpengaruh secara signifikan terhadap populasi khamir selama tahap fermentasi garam. Semakin tinggi kadar garam semakin drastis penurunan total khamir yang terjadi. Koji yang telah kering direndam dalam larutan garam 23% dengan perbandingan tiap 100 gram koji direndam dalam 1 liter larutan garam di wadah toples plastik hingga terendan sempurna dan ditutup dengan kain saring untuk menciptakan suasana anaerob fakultatif untuk lingkungan pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh. Proses fermentasi ini berlangsung selama 1 dan 2 bulan. Menurut Suprapti (2005), lama fermentasi moromi untuk pembuatan kecap ampas tahu dilakukan minimal 1-2 bulan namun jangan lebih dari dua bulan. Perendaman dalam larutan garam selama 1 bulan dipandang dari segi aktivitas proteolitiknya telah mencapai titik optimum dan peningkatan jumlah total nitrogen cukup tinggi. Akan tetapi, semakin lama proses perendaman maka semakin baik flavor yang dihasilkan karena makin terbentuk alkohol dan senyawa-senyawa organik lainnya. Fermentasi ini dilakukan dengan beberapa perlakuan selama proses fermentasi berlangsung, diantaranya proses pengadukan, penjemuran di bawah sinar matahari dan penambahan larutan garam pada waktu-waktu tertentu dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada awal penambahan larutan garam untuk mencegah konsentrasi garam yang terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan mikroorganisme halotoleran inaktif. Proses pengadukan menurut Heseeltine dan Wang (1980) di dalam Steinkraus (1983) bertujuan untuk memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir, mengontrol keseragaman suhu, mencegah tumbuhnya mikroorganisme anaerobik yang tidak diinginkan dan untuk mengeluarkan karbondioksida. Selain itu, proses pengadukan juga berfungsi untuk menghomogenkan larutan garam karena garam cenderung kembali membentuk kristal. Pengadukan dilakukan dua kali sehari baik sebelum dijemur dan sesudah dijemur dengan menggunakan pengaduk kayu. Pengadukan yang berlebihan dapat menyebabkan koji menjadi hancur sehingga warna filtrat yang dihasilkan menjadi lebih pekat. Selain itu, pengadukan yang berlebihan menyebabkan aroma filtrat hilang karena terlalu banyak kontak dengan udara. Hal ini disebabkan karena filtrat mengandung senyawa volatil dimana salah satu tahapan fermentasi yang terjadi adalah fermentasi alkohol yang dilakukan oleh khamir. Proses penjemuran di bawah sinar matahari dilakukan dengan membuka tutup toples yaitu kain saring agar sinar matahari dapat masuk seluruhnya ke dalam toples. Penjemuran ini bertujuan untuk memanfaatkan sinar UV untuk membunuh mikroorganisme pembusuk yang mungkin tumbuh pada moromi. Sinar ultraviolet menyebabkan bakteri yang berada di udara atau yang berada dilapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar ultraviolet akan mati. Sinar ultraviolet memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi sel makhluk hidup dengan mengubah material inti sel atau DNA, sehingga makhluk tersebut mati (Purwakusuma, 2007). Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp. Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji yang akan menurunkan pH larutan garam menjadi 4.8-5.0. Menurut Syaripuddin (1995), terjadinya penurunan pH mencapai dibawah 5.5 memberikan isyarat yang tepat untuk pengalihan fermentasi dari fermentasi asam laktat ke fermentasi alcohol oleh khamir. Pada tahap ini enzim proteolitik dan glutaminase masih aktif. Setelah pH turun,
23
pertumbuhan Pediococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccaromyces rouxii, yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Zygosaccaromyces rouxii akan mengubah sisa gula sederhana menjadi etanol dan beberapa komponen flavor. Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp.akan tumbuh dan menghasilkan senyawa fenolik seperti 4-etil-guaiacol yang penting untuk pembentukan aroma (Fukushima, 2003). Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai dengan pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Fermentasi moromi dalam pembuatan kecap ini merupakan fermentasi spontan dimana kedua jenis mikroorganisme tersebut tumbuh secara spontan karena kondisi lingkungan yang mendukung dan selektif. Moromi pada tahap awal tidak memiliki aroma kecap yang terlalu banyak akan tetapi masih memberikan aroma seperti koji (Nunomura dan sasaki, 1992). Fermentasi moromi merupakan tahapan yang paling berkontribusi dalam pembantukan flavor kecap. Komponen-komponen flavor terutama dibentuk selama fermentasi khamir. Aroma yang menyenangkan dan flavor dari produk akhir kecap sebagian besar terbentuk dari aktivitas khamir. Proses fermentasi moromi berperan dalam pembentukan prekursor flavor kecap manis dengan cara mendegradasi koji menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Enzim yang dikeluarkan oleh kapang masih bekerja terus sedangkan kapangnya sendiri mati dalam larutan garam (Yong dan Wood, 1997).
4.
Pemasakan Moromi yang dihasilkan dari fermentasi garam selama 1 maupun 2 bulan ditambahkan air dengan perbandingan 1,5 liter untuk setiap 1 liter moromi. Setelah itu dilakukan pasteurisasi pada suhu sekitar 60-70 oC di atas kompor selama kurang lebih 1520 menit. Menurut Huang dan Teng (2004), proses pasteurisasi berguna untuk: 1). mematangkan flavor kecap dengan menghilangkan flavor kecap yang tidak diinginkan dan menginduksi flavor, misalnya aldehid dan asetal, 2). membunuh mikroorganisme hidup dalam proses fermentasi untuk menjamin kualitas, 3). menginaktivasi seluruh enzim yang terlarut dalam kecap, 4). meningkatkan intensitas warna dengan meningkatkan melanin, dan 5). meningkatkan kecerahan dengan mengendapkan koagulan. Setelah proses pasteurisasi selesai, cairan tersebut disaring dengan kain saring. Cairan hasil penyaringan ini disebut dengan kecap mentah. Cairan kecap mentah dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan campuran gula merah yaitu gula kelapa dan gula aren dengan perbandingan 1:1 sebanyak 1,5 kg untuk setiap 1 L kecap mentah, lalu dimasak hingga mendidih selama sekitar 45 menit. Rasio pemilihan campuran gula kelapa dengan gula aren dengan perbandingan 1:1 dikarenakan terdapat kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing gula. Gula aren memiliki warna yang lebih hitam dan sifat higroskopis yang rendah sehingga tidak mudah menyerap air dan berubah menjadi cair, namun aroma dan rasa yang dimilikinya sangat tajam dan kurang manis dibandingkan dengan gula kelapa. Sedangkan gula kelapa memiliki cita rasa yang lebih baik dari gula aren, namun sifat higroskopisnya lebih tinggi sehingga cepat mencair. Dengan pertimbangan tersebut maka diharapkan
24
dengan pencampuran kedua gula akan memberikan cita rasa yang enak dan warna kecap yang lebih hitam. Selama proses pemasakan, ditambahkan bumbu yang telah disiapkan dengan perbandingan bumbu dan kecap mentah sebesar 5 g campuran bumbu untuk setiap 1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan dengan mengaduk kecap mentah tersebut hingga mendidih, setelah kecap mendidih ditambahkan pengental yaitu 6 sendok teh larutan maizena (8 gram pati jagung atau maizena yang dilarutkan dalam 50 ml air matang) untuk setiap 1 liter kecap mentah. Pati jagung atau yang lebih dikenal sebagai maizena adalah pati yang berasal dari sari pati jagung dengan kandungan pati dan kandungan gluten yang tinggi (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1990). Pati jagung pada umumnya mengandung 74 – 76% amilopektin dan 24–26 % amilosa. Beberapa sifat pati jagung adalah tidak larut pada air dingin tetapi larut dalam air panas, dapat membentuk gel yang bersifat kental sehingga dapat mengatur tekstur dan sifat gelnya. Granula pati jagung dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Anonymous, 2004). Diketahui kadar amilosa pada pati jagung sebesar 25-30% sedangkan amilopektin 50-75%. Selama proses pemasakan dilakukan proses pengadukan secara terus menerus untuk menghindari terjadinya kerak dan over karamelisasi pada kecap yang berada di dasar panci. Selain waktu pemasakan, indikator yang digunakan dalam penentuan kecap tersebut telah masak adalah dengan melihat kekentalannya dengan cara mengambil satu sendok kecap dan dimiringkan, apabila kecap jatuh secara lambat dan terus menerus maka kecap telah masak dan proses pemasakan dihentikan. Proses pemasakan ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme, menginaktivasi kerja enzim dan untuk meningkatkan kualitas kecap terutama dari segi flavor dan warna kecap. Proses pemasakan merupakan tahapan penting dalam menentukan warna dan flavor kecap. Hal ini dikarenakan selama proses pemasakan terjadi dua reaksi penting yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard. Kedua reaksi tersebut tidak hanya menyebabkan peningkatan warna dari kecap tetapi juga meningkatkan flavor. Diketahu bahwa total kandungan dari aldehid, diasetil, asetilpropionil, asetilbutiril dan komponen bebas fenolik meningkat selama pemasakan. Pada proses pemasakan terjadi reaksi karamelisasi yaitu saat pemasakan gula dan reaksi maillard antara gula dan kecap mentah. Reaksi karamelisasi selain menentukan warna kecap yang dihasilkan juga mempengaruhi rasa kecap. Hal ini dikarenakan selain menghasilkan pigmen karamel yang berwarna coklat, reaksi karamelisasi juga berhubungan dengan pembentukan flavor. Senyawa 3deoksiosilosa yang merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan dari tahap dehidrasi pada reaksi karamelisasi, tidak hanya menyebabkan pembentukan warna coklat tetapi juga berperan dalam menghasilkan senyawa volatil yang berkaitan dengan flavor karamel (Eskin et al., 1971). Saat reaksi karamelisasi terjadi reaksi pemecahan komponen gula kompleks menjadi senyawa gula sederhana, senyawa gula tersebut akan berinteraksi dengan asam amino yang berasal dari cairan hasil penyaringan moromi, dimana reaksi ini disebut
25
dengan reaksi maillard. Reaksi maillard menghasilkan komponen volatil yang akan menentukan flavor kecap. Hal ini ditunjukkan dengan jenis komponen volatil yang terbentuk di dalam kecap sebagian besar merupakan hasil reaksi maillard seperti furan, pirazin, sebagian aldehid dan keton, pirol, piran dan tiazol (Wiratma, 1994). Selain menghasilkan komponen volatil, reaksi maillard juga menghasilkan pigmen melanoidin yang berwarna coklat yang menyebabkan kecap mempunyai warna coklat kehitaman. Setelah proses pemasakan selama sekitar 40 menit, dilakukan penyaringan menggunakan kain saring dalam kondisi yang masih panas. Penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan kotoran fisik yang terbawa oleh bahan baku gula merah dan bumbu yang tidak larut. Kecap yang telah disaring didinginkan di wadah selama beberapa jam setelah itu siap dibotolkan dan dianalisis lebih lanjut.
B. Analisis Sifat Fisik Kecap Manis Ampas Tahu Parameter yang cukup penting dalam penentuan kualitas kecap manis adalah sifat fisik yang meliputi total padatan terlarut dan viskositas. a.
Total Padatan Terlarut Analisis total padatan terlarut dilakukan untuk mengamati padatan terlarut yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi moromi akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang larut dalam filtrat, sehingga analisis total padatan terlarut ini perlu dilakukan. Total padatan terlarut erat hubungannya dengan kadar gula produk, karena TPT diukur berdasarkan persentase gula produk. Analisis total padatan terlarut dilakukan pada kedelapan sampel kecap manis ampas tahu dimana setiap perlakuan terdapat tiga kali ulangan percobaan dengan masing-masing pengukuran dilakukan secara simplo. Dari hasil uji TPT dengan refraktometer diperoleh nilai total padatan terlarut dari kedelapan perlakuan berkisar antara 71.33–76 obrix. Nilai total padatan terlarut tertinggi didapatkan pada sampel kecap manis ampas tahu pada perlakuan lama pengukusan 15 menit, penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dengan lama fermentasi selama 2 bulan sebesar 76.00 ± 0.71 obrix (Tabel 9). Hal-hal lain yang dapat mempengaruhi total padatan terlarut pada kecap manis ampas tahu adalah banyaknya gula yang digunakan, jenis gula, kadar garam, pengental, bumbu dan lain-lain. Jenis gula yang digunakan pada pembuatan kecap manis ampas tahu adalah gula kelapa dan gula aren yang berbeda karakteristiknya. Gula aren memiliki kadar sukrosa paling tinggi yaitu 40,5% dibandingkan gula kelapa yaitu 38% namun memiliki total gula yang lebih rendah yaitu 89,2% dibandingkan dengan gula kelapa yang memiliki total gula sebesar 91,4% (Itoh et al., 1985). Tabel 9. Total Padatan Terlarut (obrix) Kecap Manis Ampas Tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan Lama pengukusan 5% 10% 5% 15 menit 30 menit
72.20 ± 0.71 73.67 ± 0.58
71.33 ± 0.71 73.00 ± 0.71
2 bulan
76.00 ± 0.71 74.80 ± 0.81
10% 75.50 ± 0.76 73.73 ± 0.71
26
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut kecap, sedangkan perlakuan antara waktu pengukusan dan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Interaksi antara lamanya fermentasi dengan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang nyata sedangkan interaksi antara lama fermentasi dengan penambahan tepung tapioka, waktu pengukusan dengan penambahan tepung tapioka maupun interaksi antara ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA total padatan terlarut dapat dilihat pada lampiran 3.b. Bila dilihat dari lamanya fermentasi, maka semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak padatan yang terlarut. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 9 yang menunjukkan kecap manis ampas tahu dengan lama fermentasi 2 bulan menghasilkan nilai total padatan terlarut dengan kisaran 7376 obrix lebih tinggi dibandingkan dengan kecap manis ampas tahu dengan lama fermentasi 1 bulan dengan kisaran 71-73 obrix. Hal ini mungkin disebabkan karena kesempatan bekerja bagi bakteri asam laktat, khamir dan enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang semakin lama dalam memecah substrat yang kompleks menjadi komponen yang sederhana sehingga hasil pemecahan komponen-komponen kompleks seperti protein dan karbohidrat menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana dan mudah larut di dalam air semakin banyak. b.
Viskositas Kecap termasuk dalam produk pangan cair (fluid). Viskositas atau kekentalan adalah suatu hambatan yang menahan aliran zat cair secara molekuler yang disebabkan oleh gerakan acak dari molekul zat cair tersebut (Susanto dan Yuwono, 2001). Dalam istilah reologi dapat dikatakan bahwa produk pangan dinyatakan kental jika nilai kekentalannya tinggi, sebaliknya dikatakan encer bila nilai kekentalannya rendah (Kusnandar & Andarwulan, 2004). Berdasarkan sifat kekentalan dan kemudahannya untuk mengalir, produk pangan cair dapat dibagi menjadi kelompok cairan Newtonian dan Non-Newtonian. Cairan Newtonian adalah cairan yang nilai kekentalannya tidak dipengaruhi oleh besarnya gaya yang mengalirkannya atau menggerakkannya Produk yang kental seperti saus, kecap, madu dan sebagainya termasuk ke dalam produk pangan yang bersifat non-newtonian. Hal ini dikarenakan, nilai kekentalan produk sangat dipengaruhi oleh gaya yang diberikan, dimana nilai kekentalannya bisa meningkat atau menurun Berdasarkan pola perubahan kekentalannya, produk pangan kental non-Newtonian dapat dikelompokkan menjadi produk pseudoplastik atau shear thinning, produk pangan dilatan atau shear thickening, dan produk plastis. Produk pangan seperti kecap tergolong ke dalam produk pangan yang bersifat plastis. Dimana produk pangan plastis adalah produk yang nilai kekentalannya dalam keadaan normal memang sudah tinggi dan jika dikenai gaya pengaliran yang besar, kekentalannya tiba-tiba menurun tajam, sehingga produk yang tadinya susah digerakkan atau dialirkan setelah diberikan gaya secara tiba-tiba menjadi lebih mudah mengalir (Kusnandar & Andarwulan, 2004).
27
Hasil uji viskositas yang dilakukan pada kedelapan perlakuan memiliki nilai viskositas berkisar antara 1716.67-1933.33 cp (Tabel 9). Hasil ini menunjukkan kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan memiliki kekentalan yang cukup kental namun tetap mudah mengalir. Nilai viskositas tertinggi ditunjukan pada kecap manis ampas tahu pada perlakuan lamanya pengukusan selama 15 menit, rasio tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi selama 2 bulan yaitu sebesar 1933.33 ± 115.47 cp. Nilai viskositas dapat dipengaruhi oleh jumlah gula yang digunakan, pengental, lamanya pemasakan, pengadukan dan suhu yang digunakan. Semakin banyak gula yang digunakan maka semakin kental kecap yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan gula merah akan mengalami pelelehan dan membentuk kristal baru pada proses gelatinisasi dengan adanya komponen lain seperti pati dan protein sehingga penambahan gula merah akan berpengaruh pada viskositas (Kisman, 2000). Begitu pula dengan ditambahkannya pengental yaitu pati maizena. Pati dalam air jika dipanaskan maka akan terjadi peningkatan viskositas. Peningkatan viskositas tidak hanya disebabkan oleh pembengkakan granula tetapi juga karena adanya partikel-partikel terlarut di dalam pati dan interaksi antar granula yang membengkak. Lamanya proses pemasakan juga mempengaruhi nilai kekentalan produk kecap. Semakin lama proses pemasakan maka semakin banyak kesempatan gula dan pengental dalam mengikat air. Selain itu semakin lama proses pemasakan maka semakin banyak air yang menguap yang menyebabkan kadar air kecap semakin rendah. Nilai viskositas erat kaitannya dengan total padatan terlarut yang dikandungnya. Semakin tinggi total padatan terlarutnya maka semakin tinggi nilai viskositasnya. Tabel 10. Viskositas (cp) Kecap Manis Ampas Tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan 2 bulan Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10% 15 menit 1723.33 ± 1716.67 ± 1920.00 ± 1933.33 ± 25.17 28.87 50.33 115.47 30 menit 1791.11 ± 1780.00 ± 1860.00 ± 1840.00 ± 10.18 20.00 121.65 34.64 Bila dilihat dari lamanya waktu fermentasi garam, maka semakin lama waktu fermentasi garam maka semakin banyak kandungan padatan terlarutnya sehingga nilai kekentalan dari suatu produk yang mengandung banyak padatan terlarutnya semakin besar. Hal ini didukung oleh pernyataan Prasetyawati (2006), dimana viskositas suatu cairan berhubungan langsung dengan konsentrasi padatan terlarut. Selain itu, Kartika et al (1992), menyatakan bahwa kekentalan suatu larutan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, konsentrasi larutan, berat molekul (BM) dan zat terlarut. Proses penambahan gula dan pengental juga mempengaruhi nilai kekentalan akhir kecap manis ampas tahu. Penambahan gula akan menyebabkan terikatnya air ke dalam bahan pangan, semakin meningkat konsentrasi padatan terlarut di dalam larutan maka Aw semakin rendah (Buckle et al., 1987) sedangkan keberadaan pati sebagai bahan pengental juga berperan dalam peningkatan nilai viskositas suatu produk. Pati akan mengalami pemanasan selama
28
proses pembuatan kecap. Akibat paparan panas, pati yang ditambahkan akan membengkak dan menyerap air (pati tergelatinisasi) sehingga menyebabkan kadar air produk menurun (Winarno, 1991).
C. Analisis Sifat Kimia Kecap Manis Ampas Tahu Penentuan tingkat kualitas kecap manis selain dilihat dari sifat fisik, sifat kimia juga merupakan parameter yang digunakan dalam menentukan kualitas kecap. Sifat kimia tersebut antara lain adalah kandungan total nitrogen, kandungan alkohol, kandungan sodium klorida, dan total gula (Fukushima, 2003). Dalam penelitian ini, dilakukan analisis sifat kimia yang meliputi kadar protein, total gula, kadar NaCl dan kadar air. a.
Kadar Protein Menurut judoamidjojo et al (1989), pada umumnya, kualitas produk sejenis kecap dinilai dari kadar protein yang dikandungnya (total nitrogen). Total nitrogen merupakan jumlah senyawa bernitrogen yang terdapat dalam suatu bahan. Berawal dari fermentasi koji, protein dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti asam amino dan peptida kemudian pada fermentasi moromi enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang terus bekerja dalam mendegradasi protein maupun peptida menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino. Protein awal yang dikandung pada ampas tahu segar hanya sebesar 2,12% bb atau 20.82 % bk, sehingga protein kecap manis ampas tahu yang dihasilkan tidak sebesar protein kecap manis berbahan dasar kacang kedelai yang memiliki kadar protein mencapai 35%. Dari hasil uji kadar protein dari kedelapan perlakuan didapatkan kisaran nilai kadar protein yaitu 1.16 – 1.99 g/100g bk yang disajikan dalam Tabel 11. Kadar protein tertinggi didapatkan pada kecap manis ampas tahu pada perlakuan lama pengukusan 15 menit, juumlah penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan yaitu sebesar 1.99 ± 0.16 g/100g bk, sedangkan kadar protein terendah didapatkan pada kecap manis perlakuan lama pengukusan 30 menit, rasio tepung tapioka 5% dengan lama fermentasi 2 bulan sebesar 1.16 ± 0.06 g/100g bk. Tabel 11. Kadar Protein Kasar (%bk) Kecap Manis Ampas Tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan 2 bulan Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10% 15 menit 1.94 ± 0.06 1.99 ± 0.16 1.22 ± 0.04 1.24 ± 0.08 30 menit 1.48 ± 0.12 1.57 ± 0.16 1.16 ± 0.06 1.17 ± 0.03 Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya fermentasi dan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar protein, sedangkan perlakuan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Interaksi antara lamanya fermentasi dengan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan interaksi antara lamanya fermentasi dengan penambahan tepung tapioka maupun interaksi antara waktu pengukusan dengan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Begitu pula dengan interaksi dari
29
kesemua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA kadar protein dapat dilihat pada lampiran 5.b. Bila dilihat dari segi lamanya waktu fermentasi, maka semakin lama fermentasi maka semakin rendah protein yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena menurut Hashiba (1976) nilai formol nitrogen filtrat moromi mencapai maksimum pada lama fermentasi garam 1 bulan seiring dengan tercapainya jumlah maksimum asam amino bebas dan jumlah asam glutamat. Formol nitrogen merupakan ukuran jumlah protein yang dapat dipecah oleh enzim protease menjadi asam amino maupun peptida. Hal ini didukung oleh pernyataan Kirimura et al (1996) yang menyatakan total asam amino bebas dan nitrogen tertinggi didapatkan pada lama fermentasi garam 1 bulan. Asam amino bebas pada sari moromi berumur satu bulan mengandung asam glutamat dan asam aspartat yang paling tinggi dibanding moromi berumur dua bulan (Husain, 1996). Diketahui bahwa senyawa asam glutamat berperan penting dalam pembentukan flavor yaitu rasa umami atau gurih. Pada lama fermentasi garam 2 bulan kesempatan untuk terjadinya proses maillard yang melibatkan gula pereduksi dan asam amino lebih lama sehingga terjadi penurunan jumlah asam amino pada lama fermentasi garam 2 bulan. Mikroba yang terdapat pada moromi seperti bakteri asam laktat dan khamir osmofilik maupun halofilik menggunakan nitrogen yang terdapat pada asam amino untuk pertumbuhannya sehingga pada lama fermentasi garam 2 bulan total nitrogen yang terkandung dalam moromi mengalami penurunan. Selain itu, komponen volatil yang mengandung senyawa nitrogen seperti gas amoniak (NH3) sebagai hasil dari metabolisme bakteri asam laktat dan khamir akan menguap pada proses pengadukan maupun penjemuran sehingga ikut mengakibatkan penurunan total nitrogen pada lama fermentasi garam 2 bulan. Sedangkan bila dilihat dari segi lamanya waktu pengukusan maka semakin lama waktu pengukusan maka semakin rendah kadar protein yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin lama waktu pengukusan maka kadar air ampas tahu yang dihasilkan lebih tinggi yang menandakan ampas tahu kukus tersebut semakin basah dan mengurangi kinerja tepung yang berfungsi untuk menurunkan kadar air ampas tahu kukus. Selain itu, air yang berlebihan menghambat difusi oksigen ke dalam butiran ampas tahu dan mengakibatkan pertumbuhan kapang terhambat sehingga kapang tidak bekerja optimum dalam menghasilkan enzim protease karena kondisi lingkungannya yang kurang optimum. Selain itu, semakin lama waktu pengukusan maka semakin banyak protein yang terdenaturasi sehingga terjadi modifikasi pada struktur sekunder, tersier dan kuartenener dari suatu protein yang mengakibatkan terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik dan terbukanya lipatan molekul protein (Winarno, 1992). Denaturasi mengakibatkan sifat protein sukar larut dalam air. Hal ini dikarenakan lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Protein yang telah terdenaturasi dapat mengurangi derajat hidrolisis enzim protease yang dikeluarkan kapang sehingga total asam amino maupun peptida yang dihasilkan pada ampas tahu dengan lama pengukusan 30 menit lebih sedikit dibandingkan pada ampas tahu dengan lama pengukusan 15 menit sehingga saat koji direndam dalam larutan garam, jumlah peptida maupun asam amino yang larut
30
dalam sari moromi lebih banyak didapatkan pada perlakuan lama pengukusan 15 menit. Hal inilah yang menyebabkan semakin lama dikukus dan semakin lama waktu fermentasi akan mengakibatkan total nitrogen yang paling sedikit. Penambahan tepung tapioka sebanyak 5% maupun 10% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap. Hal ini diduga karena tepung tapioka hanya mengandung kadar protein yang kecil yaitu sekitar 0.86 % per 100 g (Pangestuti, 2010). Hal ini menunjukan bahwa penambahan tepung tapioka hingga 10% pada pembuatan koji tidak memberikan pengaruh pada kadar protein akhir kecap manis ampas tahu. Proses pemasakan juga mempengaruhi kadar protein akhir yang dikandung kecap. Semakin lama waktu pemasakan maka kandungan proteinnya semakin rendah, hal ini dapat disebabkan terjadinya reaksi maillard antara gula pereduksi yang terdapat pada gula aren maupun gula kelapa yaitu fruktosa dan glukosa dengan asam amino seperti lisin, triptofan, asam glutamate, dan glisin yang terdapat pada cairan kecap mentah yang membentuk suatu polimer yang berwarna coklat yang disebut dengan melanoidin sehingga kadar protein pada kecap lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein saat fermentasi moromi. Kriteria kualitas kecap kedelai berdasarkan kandungan protein menurut Kuswanto dan Sardjono (1988) dibagi menjadi tiga kelas. Kecap manis berkualitas baik (I) memiliki kandungan protein minimal 6%, sedangkan kecap manis berkuallitas menengah (II) memiliki kandungan protein minimal 4-6% dan kecap manis berkualitas rendah (III) memiliki kandungan protein minimal 2-4%. Oleh karena itu bila dilihat dari kadar protein yang dikandung kecap manis ampas tahu dengan kisaran 1.16-1.99 g/100g bk maka kecap manis ampas tahu tidak masuk ke dalam kecap kedelai kualitas III. b.
Total Gula Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa. Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi (Judoadmijojo, 1987). Sukrosa pada kecap manis merupakan kandungan gula yang dominan, sehingga sebagian besar sukrosa pada kecap manis diduga berasal dari sukrosa gula merah, dimana diketahui gula aren memiliki kadar sukrosa paling tinggi dibandingkan dengan gula lainnya (Itoh et al., 1985). Hasil analisis total gula dari kedelapan perlakuan menghasilkan nilai total gula yang berkisar antara 60.31 - 75.65 %. Kadar total gula tertinggi diperoleh pada kecap manis ampas tahu pada perlakuan lama pengukusan 15 menit, rasio tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi selama 2 bulan yaitu sebesar 75.65 ± 3.32 % (Tabel 12). Tabel 12. Kadar Total Gula (%) Kecap Manis Ampas Tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan 2 bulan Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10% 15 menit 60.87 ± 1.17 60.95 ± 1.98 74.09 ± 2.04 75.65 ± 3.32 30 menit 60.82 ± 0.38 60.31 ± 0.96 66.33 ± 2.38 67.37 ± 3.14
31
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya fermentasi dan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai total gula, sedangkan perlakuan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Interaksi antara lamanya fermentasi dengan waktu pengukusan memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan interaksi antara lamanya fermentasi dengan penambahan tepung tapioka maupun interaksi antara waktu pengukusan dengan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Begitu pula dengan interaksi dari kesemua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA total gula dapat dilihat pada lampiran 6.b. Dari segi lamanya fermentasi, kecap manis ampas tahu dengan kadar total gula tertinggi didapatkan pada kecap manis yang difermentasi selama 2 bulan. Hal ini dapat disebabkan semakin lama fermentasi, bakteri asam laktat, khamir dan kerja enzim dari kapang khususnya enzim amilolitik lebih lama dalam memecah substrat karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Adanya ion Cl- dari hasil pemecahan senyawa NaCl menjadi ion Na+ dan Cl- dapat meningkatkan aktivitas kerja dan kestabilan enzim alfa-amilase yang masih aktif pada fermentasi garam. Perlakuan pengukusan berkorelasi dengan kadar air koji yang mempengaruhi kondisi lingkungan bagi pertumbuhan kapang. Kadar air koji yang terlalu tinggi mengakibatkan kapang tidak tumbuuh dengan optimum sehingga enzim-enzim yang dihasilkan tidak banyak, terutama enzim amilolitik. Hal ini menyebabkan total gula pada kecap manis ampas tahu dengan lama waktu pengukusan 30 menit lebih rendah dibanding total gula kecap manis ampas tahu dengan lama waktu pengukusan 15 menit. Selain itu, total gula produk sejenis kecap juga dipengaruhi oleh penambahan gula pada proses pembuatannya yaitu gula kelapa dan gula aren. Dimana kandungan total gula dari gula kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan total gula dari gula aren (Itoh et al., 1985). Selain itu, komposisi gula terutama gula pereduksi memegang peranan penting dalam pembentukan komponen volatil kecap manis. Komponen volatil tersebut terutama adalah senyawa hasil reaksi Maillard, seperti keton, furan dan pirazin. c.
Kadar NaCl Salah satu parameter yang penting dalam penerimaan kecap adalah kadar NaCl yang dikandung dalam kecap. Kecap dibagi menjai dua macam yaitu kecap manis dan kecap asin, dimana yang menjadi salah satu unsur pembedanya adalah kadar NaCl. Kecap asin memiliki kadar garam yang sangat tinggi yaitu 18,34% sedangkan untuk kecap manis memiliki kadar garam 3-6% (Judoamidjojo et al., 1989). Hasil analisis kadar NaCl dari kedelapan perlakuan menghasilkan kisaran kadar NaCl antara 6.72-7.09 %. Data kadar NaCl pada kedelapan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
32
Tabel 13. Kadar NaCl (%) Kecap Manis Ampas Tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan 2 bulan Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10% 15 menit 7.09 ± 0.20 6.84 ± 0.54 6.98 ± 0.44 6.96 ± 0.14 30 menit 6.96 ± 0.26 7.05 ± 0.10 6.72 ± 0.44 6.79 ± 0.04
Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan lamanya fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar NaCl kecap, sedangkan perlakuan waktu pengukusan dan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini dapat disebabkan karena semakin lama fermentasi, kadar garam pada moromi semakin menurun karena adanya proses penambahan larutan garam berkonsentrasi rendah. Hasil interaksi antara ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar NaCl kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA total gula dapat dilihat pada lampiran 7.b. Pada proses fermentasi moromi dilakukan proses penjemuran yang dilakukan di bawah sinar matahari yang dapat menyebabkan air dalam larutan garam akan menguap seiring dengan lama fermentasi sehingga kadar garam cenderung meningkat dari waktu ke waktu karena garam tidak mengalami penguapan. Untuk menghindari konsentrasi garam yang terlalu tinggi, maka dilakukan penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang rendah yaitu 10%. Penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah akan mengakibatkan kadar NaCl menurun dan akan meningkat kembali pada saat air pada moromi mengalami penuyusutan. Penurunan kadar NaCl selama fermentasi disebabkan oleh pecahnya senyawa kompleks NaCl menjadi ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ dibutuhkan oleh BAL sebagai substitusi ion K+ ketika terjadi difusi sedangkan ion Cl- berikatan dengan air bebas pada bahan yang menyebabkan ketersediaan air dalam bahan berkurang dan menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam karena terbentuk HCl sehingga kadar garam menurun sedangkan populasi BAL meningkat (Desniar dan Timoryana, 2007). Kadar NaCl akhir kecap sebagian besar dipengaruhi oleh kadar garam yang digunakan saat fermentasi moromi. Selain itu, kadar NaCl yang berbeda-beda dapat disebabkan karena tidak dilakukannya pengontrolan kadar NaCl pada fermentasi garam. d.
Kadar air Kadar air pada kecap sangat menentukan umur lama penyimpanan dan ketahanan produk terhadap pertumbuhan mikroba pembusuk. Kadar air yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kecap mudah rusak dan mempunyai umur simpan yang pendek. Menurut Judoadmijojo (1987), kadar air pada kecap manis berkisar antara 20 – 29,61% bb. Hasil analisis kadar air dari kedelapan perlakuan menunjukan kisaran kadar air yang dimiliki kecap manis ampas tahu berkisar antara 17,36 – 22,43 % bb (Tabel 14). Data kadar air yang diperoleh digunakan dalam perhitungan kadar protein kasar basis kering. Hasil uji kadar air dapat dilihat pada Tabel 14.
33
Tabel 14. Kadar Air (%) Kecap Manis Ampas Tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan 2 bulan Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10% 15 menit 17.36 ± 0.77 18.22 ± 1.85 18.82 ± 0.71 19.55 ± 0.45 30 menit 22.01 ± 1.07 22.43 ± 3.11 18.78 ± 1.25 21.65 ± 1.58 Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, perlakuan waktu pengukusan ampas tahu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air kecap manis ampas tahu sedangkan perlakuan lama fermentasi dan penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil interaksi antara perlakuan lamanya waktu kukus dengan lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air akhir kecap manis ampas tahu. Hasil analisis ANOVA kadar air dapat dilihat pada lampiran 8.b. Perlakuan lamanya waktu pengukusan ampas tahu mempengaruhi kadar air koji saat proses pembentukan koji. Ampas tahu dengan lama waktu pengukusan selama 30 menit mengandung kadar air yang lebih tinggi yaitu 87.34% dibandingkan dengan kadar air ampas tahu dengan lama waktu pengukusan selama 15 menit yaitu 81.44%. Kadar air ampas tahu yang tinggi akan mengurangi fungsi dari penambahan tepung yang berfungsi untuk mengurangi kadar air bahan baku sehingga koji kering yang ditambahkan tepung tapioka sebanyak 10% mengandung kadar air yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar air koji kering yang ditambahkan tepung tapioka sebanyak 5%. Kadar air koji kering akan mempengaruhi kadar air saat fermentasi moromi. Kadar air moromi akan mempengaruhi kadar air akhir kecap manis ampas tahu saat diproses menjadi kecap. Kadar air kecap manis ampas tahu dengan waktu pengukusan ampas tahu selama 30 menit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air kecap manis ampas tahu dengan waktu pengukusan ampas tahu selama 15 menit. Kadar air suatu produk sejenis kecap pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah penambahan air saat proses pencampuran sari moromi dengan air, banyaknya gula yang digunakan, jenis gula yang digunakan, lamanya waktu pemasakan dan adanya penambahan pengental seperti tepung tapioka maupun tepung maizena. Semakin banyak jumlah gula yang digunakan maka semakin rendah kadar air yang dikandung suatu kecap. Hal ini dikarenakan gula akan mengikat air yang menyebabkan menurunnya kadar air. Jenis gula seperti gula kelapa lebih bersifat higroskopis yang artinya mudah menyerap dan melepaskan air sehingga penambahan gula kelapa pada proses pembuatan kecap dapat lebih meningkatkan kekentalan atau mengurangi kadar air dibandingkan dengan gula aren. Begitu pula dengan ditambahkannya pengental yaitu pati jagung atau maizena yang dapat mengikat air selama proses pemasakan kecap.
D. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen pada kecap manis ampas tahu. Penilaian organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode scoring yang mempresentasikan penilaian atribut secara keseluruhan/overall dengan kisaran nilai yang diberikan adalah 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=netral, 4=suka,
34
5=sangat suka. Semakin besar skor yang diberikan maka kecap semakin disukai oleh konsumen. Hasil penilaian yang diperoleh dari 70 konsumen lalu diolah dengan menggunakan Univariate Analysis of Variance yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil rata-rata skor kesukaan konsumen menunjukan sampel dengan nilai terendah yaitu 3.2 diperoleh pada sampel dengan perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan dan sampel dengan perlakuan sedangkan sampel dengan skor tertinggi yaitu 3.7 didapatkan pada sampel dengan perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan. Tabel hasil rata-rata skor kesukaan konsumen dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil rata-rata skor kesukaan konsumen kecap manis ampas tahu Penambahan Tapioka Lama Fermentasi 1 bulan 2 bulan Lama Pengukusan 5% 10% 5% 10% a b a 15 menit 3.3 3.7 3.3 3.5a a a a 30 menit 3.4 3.2 3.4 3.5a Keterangan : huruf a dan b menunjukkan sampel yang berada pada subset yang sama Berdasarkan hasil Univariate Analysis of Variance, sampel berepengaruh nyata pada skor kesukaan konsumen pada taraf 5%. Sedangkan dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9.b) pada kolom pertama yaitu kolom sampel, sampel-sampel diurutkan berdasarkan nilai rata-rata skor kesukaan dari yang terendah hingga yang tertinggi. Pada kolom subset pertama, skor dari kedelapan sampel dibandingkan antara satu dengan yang lainnya sedangkan pada kolom subset kedua, sampel yang dibandingkan merupakan tujuh sampel dengan nilai tertinggi. Dari kolom subset pertama, sampel dengan perlakuan lama fermentasi 1 bulan, waktu kukus 15 menit dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 10% dengan skor rata-rata 3.7 berbeda nyata dengan ketujuh sampel lainnya. Hal ini menunjukkan konsumen paling menyukai sampel kecap manis ampas tahu dengan perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan dibandingkan kecap manis ampas tahu perlakuan lainnya. Penentuan tingkat kualitas suatu produk sejenis kecap didasarkan pada evaluasi organoleptik, kandungan total nitrogen, kandungan senyawa alkohol, kandungan sodium klorida dan warna (Fukushima, 2003). Hasil evaluasi organoleptik menunjukkan konsumen lebih menyukai kecap manis ampas tahu dengan lama fermentasi garam selama 1 bulan dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi selama dua bulan. Hal ini dapat disebabkan karena komponen pembentuk flavor telah terbentuk secara sempurna selama 1 bulan. Pada makanan tradisional seperti kecap, proses fermentasi sengaja dilakukan untuk mendegradasi komponen gizi bahan baku yang digunakan agar memberikan flavor yang diharapkan. Menurut (Kikimura et al., 1969), asam amino bebas dan beberapa peptida sangat berpengaruh pada flavor bahan pangan yang memberikan rasa pada makanan. Asam amino memiliki rasa manis, pahit, garam dan umami pada bahan pangan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan telah membuktikan bahwa hampir semua asam amino bebas termasuk monosodium glutamat dan beberapa peptida memberikan rasa manis, pahit, asam dan gurih sehingga berkontribusi terhadap pembentukan rasa makanan. Secara umum, asam amino bebas pada sari moromi mengalami peningkatan dari awal fermentasi sampai
35
1 bulan fermentasi. Asam amino bebas pada sari moromi berumur satu bulan mengandung asam glutamat dan asam aspartat yang paling tinggi dibanding moromi berumur dua bulan (Husain, 1996). Asam amino glutamat dan aspartat diduga berkontribusi terhadap rasa gurih kecap manis yang diduga sebagian berinteraksi dengan NaCl moromi membentuk garam glutamat dan garam aspartat. Dijelaskan lebih lanjut oleh Kikimura et al. (1969) asam amino glutamat dan aspartat dalam bentuk bebaspun menimbulkan rasa asam dan umami dan dalam bentuk Na-glutamat dan Na-aspartat rasa gurih asam kedua ini meningkat. Diketahui juga bahwa asam glutamat menimbulkan rasa gurih yang lebih tinggi dibanding dengan asam aspartat. Selain itu, komponen volatil kecap manis sebagian terbentuk pada proses moromi melalui reaksi Maillard (Apriyantono et al., 1996) disamping berasal dari gula kelapa. Salah satunya adalah senyawa furan yaitu senyawa 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon (furaneol). Furaneol merupakan salah satu senyawa penting yang berperan pada flavor bahan pangan dengan memberikan aroma karamel, buah, hangus (burnt sugar) dan manis (Scarpellino dan Soukup, 1993). Senyawa furaneol mengalami peningkatan pada kecap manis tanpa fermentasi garam sampai kecap manis 1 bulan fermentasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Husain (1996) didapatkan bahwa kandungan gula pereduksi dan asam amino bebas sari moromi meningkat dari awal fermentasi sampai 1 bulan fermentasi, dimana asam amino glutamat mempunyai proporsi yang paling tinggi. Selain itu senyawa pirol yaitu senyawa 1(1H pirol)etanon merupakan senyawa dominan yang terdapat pada kecap manis. Pirol memberikan aroma asap dan aroma hangus. Komponen pirol tertinggi terdapat pada kecap manis 1 bulan fermentasi. Hasil uji statistik terhadap nilai kesukaan panelis pada rasa kecap manis yang dibuat dari sari moromi 0-4 bulan fermentasi yang dilakukan oleh Husain (1996) menunjukkan kecap manis 0 dan 1 bulan fermentasi menghasilkan flavor yang lebih disukai dibanding dengan flavor kecap manis dari sari moromi 1.5, 2, 3 dan 4 bulan fermentasi. Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini, dimana panelis lebih menyukai kecap manis ampas tahu dengan lama fermentasi 1 bulan.
E. Penentuan Formula Terpilih Penentuan formula terpilih antara lama fermentasi, waktu kukus dan penambahan tepung tapioka dari kedelapan perlakuan didasarkan pada kadar protein dan skor kesukaan panelis tertinggi. Penentuan kecap formula terpilih berdasarkan kadar protein tertinggi dikarenakan mutu kecap digolongkan berdasarkan kandungan proteinnya. Semakin tinggi kadar protein yang dikandung suatu kecap maka semakin tinggi mutu/kualitas kecapnya. Sampel dengan formulasi terpilih akan dianalisis lebih lanjut yaitu uji mikrobiologi untuk mengetahui kelayakan mutunya serta pemenuhan standar keamanan menurut SNI 013543-1999. Hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptok kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16. Dari hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan, didapatkan formulasi yang menghasilkan kadar protein dan tingkat kesukaan konsumen tertinggi ialah kecap manis ampas tahu dengan perlakuan pengukusan ampas tahu selama 15 menit; penambahan tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan. Kecap manis ampas tahu dengan perlakuan ini selanjutnya diuji lanjut dengan uji mikrobiologi.
36
Tabel 16. Hasil rata-rata kadar protein dan skor organoleptik kecap manis ampas tahu Parameter Mutu Sampel Kadar Protein (%) Skor Organoleptik 1 1.93 3.3 2 1.99 3.7 3 1.48 3.4 4 1.57 3.2 5 1.22 3.3 6 1.24 3.5 7 1.16 3.4 8 1.17 3.5 Keterangan sampel : 1 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 1 bulan 2 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 1 bulan 3 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 1 bulan 4 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 1 bulan 5 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 2 bulan 6 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 2 bulan 7 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, fermentasi 2 bulan 8 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, fermentasi 2 bulan
F. Uji Mikrobiologi pada Kecap Formula Terpilih Uji mikrobiologi yang dilakukan pada kecap formula terpilih mengacu pada uji mikrobiologi yang terdapat pada SNI 01-3543-1999 yang meliputi uji TPC, uji MPN koliform, uji MPN Eschericia coli dan uji kapang/khamir. Uji mikrobiologi ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian persyaratan mikrobiologi kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan persyaratan mutu kecap menurut SNI. Hasil dari keseluruhan uji mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Pengujian Mikrobiologi Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih Kecap Manis Standar Kecap Manis Parameter Mutu Ampas Tahu SNI 01-3543-1999 Formula Terpilih Angka Lempeng Total (koloni/g) 1.8 x 104 Maks. 105 MPN Koliform (APM/g) <3 Maks. 102 MPN E.coli (APM/g) <3 <3 2 Kapang/Khamir (Koloni/g) 2.5 x 10 Maks. 50
a.
Uji Angka Lempeng Total (Total Plate Count) Metode ini digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofil yaitu mikroba yang melakukan metabolisme dengan bantuan oksigen dan bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15°-55°C, dengan suhu optimum 25-40°C dalam makanan dan minuman. Pada pengujian ini akan diketahui seberapa besar cemaran bakteri pada sampel kecap. Metode yang digunakan adalah metode uji angka
37
lempeng total, dengan menghitung koloni bakteri pada serial pengenceran sampel kecap. Hasil pengujian Angka Lempeng Total pada kecap manis ampas tahu formula terpilih diperoleh total koloni sebanyak 1.8 x 104 (Tabel 17). Hal ini berarti total cemaran bakteri dalam kecap manis ampas tahu formula terpilih adalah 18000 koloni dalam setiap gramnya. Bila dibandingkan dengan SNI 01-3543-1999 yang mensyaratkan angka lempeng total pada kecap maksimal 10 5 kol/gram, maka kecap manis ampas tahu formula terpilih masih memenuhi syarat SNI yang artinya sanitasi saat proses pembuatan kecap cukup higienis sehingga memenuhi standar mutu keamanan pangan. Total bakteri yang masih memenuhi persyaratan SNI ini dapat disebabkan karena kadar air yang dikandung dalam kecap tidak dapat digunakan secara bebas oleh sel mikroba. Gula selain dapat memberikan rasa, juga dapat berperan sebagai pengawet (Winarno, 1980). Apabila gula ditambahkan dalam kecap pada kadar yang tinggi (sukrosa 85%, kira-kira aw = 0.80), sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (a w) dari produk kecap menjadi berkurang. Air berperan dalam proses metabolisme sel mikroba, apabila air tesebut mengalami kristalisasi atau terikat dalam larutan gula atau garam maka mikroba tidak dapat menggunakan air tersebut secara bebas. Larutan gula atau garam yang pekat dapat mengakibatkan tekanan osmotik pada sel mikroba meningkat, air plasma sel terserap oleh larutan di luar sel sehingga dapat menyebabkan sel kekurangan air dan akhirnya mati akibat lisis/pecah. Akan tetapi, produk dengan kadar gula tinggi cenderung dirusak oleh kapang. Hasil metabolisme kapang umumnya diikuti dengan pelepasan air yang dapat mengakibatkan naiknya nilai aw. Jumlah air dalam bahan pangan disebut dengan aktivitas air (aw). Jenis mikroba yang berbeda membutuhkan air yang berbeda pula. Bakteri membutuhkan aw = 0.87-0.91, kapang membutuhkan aw = 0.8-0.87, bakteri halofilik membutuhkan aw = 0.75 dan bakteri xerofilik membutuhkan aw = 0.65 (Mosse, 1975). Kadar aw yang dikandung pada kecap skala rumah tangga dengan umur simpan sehari memiliki nilai a w sebesar 0.90 sedangkan pada kecap dengan umur simpan 3 bulan, nilai aw mengalami kenaikan menjadi 0.92 (Hendritomo, 2003). Naiknya nilai aw ini dapat memicu pertumbuhan khamir dan bakteri yang dapat merusak dan memperpendek umur simpan kecap. Beberapa bakteri seperti Clostridium, bakteri asam laktat dan bakteri pembentuk spora yang bersifat aerob seperti Bacillus subtilis dapat memfermentasikan karbohidrat. Bakteri tersebut dapat mengubah gula menjadi asam laktat, asam asetat, propionat dan butirat serta perubahan cita rasa dan tekstur.
b.
Uji MPN Koliform Koliform adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang yang pada umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa. Bakteri koliform digunakan sebagai salah satu bakteri indikator sanitasi. Kelompok bakteri coliform ini terdiri atas Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Citrobacter fruendil, dan bakteri lainnya. E.coli biasanya ditemukan pada kotoran manusia sehingga mikroba yang paling umum digunakan sebagai petunjuk adanya polusi adalah E.coli dan kelompok koliform secara keseluruhan. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi
38
laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37º C. Kecap yang terkontaminasi oleh bakteri koliform diduga menggunakan bahan baku seperti air yang tidak bersih dan kontaminan yang dibawa oleh pekerja. Namun pada umumya, kemungkinan tumbuhnya bakteri koliform pada produk kecap sangat kecil, hal ini dikarenakan bakteri koliform tidak dapat tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang mengandung kadar gula yang tinggi. Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan. MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Tabung yang positif ditandai dengan adanya gelembung gas pada tabung durham. Hasil pengujian MPN koliform pada kecap manis ampas tahu formula terpilih menunjukkan pada pengenceran pertama hingga pengenceran keempat, tidak adanya tabung yang terdapat gas didalamnya. Hal ini menunjukkan pada keseluruhan tabung tidak ada aktivitas dari koliform yang menghasilkan gas pada tabung durham, sehingga didapatkan kombinasi hasil tabung positif pada pengujian Angka Paling Mungkin (MPN) koliform kecap yaitu 0 0 0. Hasil dari pengujian ini lalu dirujuk ke tabel MPN seri 3 tabung, dan diperoleh total MPN koliform yang terdapat pada kecap manis ampas tahu formula terpilih menunjukkan angka <3 APM/gram (Tabel 17). Angka yang diperoleh pada tabel MPN ini menyatakan jumlah bakteri koliform dalam tiap gram terdapat <3 APM bakteri. Bila dibandingkan dengan syarat SNI 01-3543-1999 yang mensyaratkan jumlah maksimal bakteri koliform pada kecap sebanyak 100 APM/gram, maka kecap manis ampas tahu formula terpilih telah memenuhi syarat SNI. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses produksi kecap mulai dari persiapan bahan baku seperti air hingga pembotolan tidak tercemar oleh kotoran manusia.
c.
Uji MPN E.coli E. coli adalah bakteri gram-negatif, anaerobik fakultatif dan non spora. Selsel E.coli biasanya berbentuk batang yang panjangnya sekitar 2 mikrometer (μm) dan diameternya 0,5 μm r, dengan volume sel 0,6-0,7 μm3. E. coli dapat hidup di berbagai substrat. E. coli menggunakan fermentasi asam campuran dalam kondisi anaerobik, menghasilkan laktat, suksinat, etanol, asetat dan karbondioksida. Bakteri koliform merupakan salah satu bakteri indikator sanitasi, selain kelompok Streptococcus (Enterococcus) fekal dan Clostridium perfringens. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia. Pada dasarnya prinsip pengujian MPN E.coli hampir sama dengan pengujian MPN koliform, namun yang membedakan terletak pada uji lanjut yang dilakukan pada tabung yang positif terdapat gas. Uji lanjut yang digunakan adalah uji IMVIC yang merupakan singkatan dari uji Indol, Methyl Red, Voges-Proskauer dan Citrate. Uji ini digunakan untuk mengetahui jenis koliform yang terdapat didalam contoh. Pengujian Angka Paling Mungkin (MPN) E.coli pada uji praduga menunjukkan tidak ada tabung positif yang menunjukkan perubahan warna dari ungu menjadi kekuning-kuningan dan terbentuk gas dalam tabung durham, sehingga tidak diperlukan uji lanjut menggunakan IMVIC. Pada uji praduga didapatkan
39
kombinasi hasil tabung yang positf yaitu 0 0 0. Kombinasi ini kemudian dirujuk pada tabel MPN seri 3 tabung yang menunjukkan hasil <3 APM/gram (Tabel 17). Hasil ini telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-3543-1999 yang mensyaratkan jumlah maksimal bakteri E.coli pada kecap adalah <3 APM/gram.
d.
Uji Kapang/khamir Uji angka kapang/khamir digunakan untuk menetapkan angka kapang/khamir dalam makanan. Kapang merupakan mikroorganisme multiseluler (bersel banyak) yang memiliki ukuran mikroskopis sampai makroskopis dan tumbuh pada bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar. Kapang berbentuk benangbenang dan memiliki struktur eukariotik, memiliki dinding sel yang kaku dan terdiri dari hifa (kumpulan benang-benang). Satu hifa dapat menghasilkan beribu-ribu spora aseksual yang tahan terhadap perubahan lingkungan, seperti spora Aspergillus oryzae tetapi tidak setahan endospora bakteri. Ukuran spora kapang antara 2-10 mikron, bisa lolos pada proses penyaringan dengan ukuran penyaring 100 mesh. Bahan pangan yang tercemar oleh kapang menjadi lengket, berbulu sebagai hasil produksi miselium dari spora kapang dan berwarna (Hendritomo, 2003). Kamir adalah mikroba bersel tunggal dengan ukuran antara 5-25 mikron atau 10 kali lebih besar bakteri (0,5-2,5 mikron), sel kamir sering dijumpai secara tunggal, tetapi ada juga dalam bentuk pseudomiselium. Beberapa kamir membentuk kapsul yang terdiri dari polisakarida kompleks. Kamir dapat tumbuh pada media cair maupun padat, lingkungan bergula dengan pH rendah seperti kecap. Pada pengujian ini akan diketahui seberapa besar cemaran kapang/khamir pada sampel kecap manis ampas tahu formula terbaik. Metode yang digunakan adalah metode uji angka kapang/kamir total, dengan menghitung koloni kapang dan kamir pada serial pengenceran sampel kecap. Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan standar standar uji cemaran mikroba SNI 01-3543-1999 yaitu angka kapang maksimal pada kecap adalah 50 koloni /gram. Dari hasil perhitungan jumlah kontaminasi kapang/kamir melalui uji angka kapang/kamir dari sampel kecap diperoleh hasil perhitungan angka kapang/kamir sebanyak 2.5 x 102 koloni/gram (Tabel 17) yang artinya terdapat 250 koloni kapang/kamir pada setiap gram kecap. Hal ini menunjukkan total kapang/kamir pada kecap manis ampas tahu formula terpilih tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-3543-1999 yaitu maksimal 50 koloni/gram. Hasil pemeriksaan terhadap kecap manis skala rumah tangga yaitu kecap Cap Korma menunjukkan bahwa di dalam produk kecap yang baru jadi atau produk kecap yang baru saja masuk ke dalam botol, jumlah kapang yang terkandung di dalamnya sudah mencapai 400 koloni/ml kecap. Selama tiga bulan penyimpanan, jumlah tersebut terus meningkat dari 400 koloni/ml menjadi 4800 koloni/ml atau meningkat 1100 % (Hendritomo, 2003). Angka tersebut ternyata jauh lebih besar dari angka SNI yang memaksimumkan total kapang/kamir sebanyak 50 koloni/ml yang diperkenankan pada produk kecap. Peningkatan kapang yang cukup besar ini menunjukkan bahwa kapang mempunyai kemampuan hidup pada konsentrasi gula tinggi. Konsentrasi gula yang tinggi berangsur sedikit demi sedikit dihidrolisis oleh kapang untuk pertumbuhannya. Total gula pada kecap menjadi berkurang sementara total kapang terus meningkat. Peningkatan jumlah kapang secara visual dapat terlihat
40
dengan jelas yaitu terjadinya perubahan fisik dari kecap. Kecap menjadi keruh bahkan terjadi penggumpalan (Hendritomo, 2003). Bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Hendritomo, maka total kapang yang dikandung dalam kecap manis ampas tahu formula terpilih lebih sedikit. Hal ini berarti sanitasi pada proses pembuatan kecap manis ampas tahu dari persiapan bahan baku sampai pembotolan cukup baik. Menurut Winarno et al., (1980), untuk mencegah pertumbuhan kamir dan kapang pada produk kecap perlu ditambahkan bahan pengawet.
G. Pembandingan Mutu Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih dengan Kecap Manis Komersial dan SNI 01-35431999 Kecap manis komersial yang telah beredar di masyarakat secara luas masingmasing memiliki karakteristik mutu yang berbeda-beda, namun memiliki penerimaan tersendiri bagi konsumen yang memilihnya. Oleh sebab itu, diperlukan juga pembandingan karakteristik baik secara sifat fisik maupun sifat kimia kecap manis ampas tahu formula terpilih dengan beberapa kecap manis komersial untuk mengetahui apakah karakteristik mutu yang dimiliki kecap manis ampas tahu formula terbaik menyerupai kecap manis komersial sehingga memudahkan penerimaan konsumen nantinya. Pembandingan juga dilakukan terhadap syarat SNI yang meliputi sifat fisik maupun kimia. Hasil pembandingan karakteristik sifat fisik maupun kimia antara ketiganya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pembandingan Mutu Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terpilih dengan Kecap Manis Komersial dan SNI 01-3543-1999 Kecap Manis 3 Jenis Kecap Standar Kecap Parameter Mutu Ampas Tahu Manis Manis SNI 01Formula Terpilih Komersial 3543-1999 Kadar NaCl (%) 6.84 4.14-4.64 Min. 3% Kadar Protein (%) 1.99 1.59-2.43 Min. 2.5% Total Gula (%) 60.31 59.81-62.02 Min. 40% Total Padatan Terlarut 71.33 75.2-76.2 Min. 10% (ºBrix) Viskositas (cP) 1716.67 1080-2240 Kadar Air (%) 22.43 13.64 – 16.67 Angka Lempeng Total 1.8 x 104 Maks. 105 (koloni/g) MPN Koliform (APM/g) <3 Maks. 102 MPN E.coli (APM/g) <3 <3 Kapang/Khamir (Koloni/g) 2.5 X 102 Maks. 50 Dari tabel dapat dilihat bahwa kecap manis ampas tahu formula terpilih dari segi sifat fisik memiliki nilai viskositas yang masuk dalam kisaran viskositas dari tiga jenis merk kecap manis komersial yang ada di pasaran. Begitu pula dengan sifat fisik lainnya yaitu total padatan terlarut yang masuk dalam kisaran total padatan terlarut pada tiga jenis merk kecap manis komersial. Hal ini menunjukan kecap manis ampas tahu formula
41
terpilih memiliki karakteristik sifat fisik (viskositas dan total padatan terlarut) yang hampir sama dengan beberapa kecap manis komersial. Bila dibandingkan dari segi sifat kimia yaitu kadar NaCl, kecap manis ampas tahu telah memenuhi syarat SNI 01-3543-1999 namun tidak masuk dalam kisaran kadar NaCl kecap komersial yang hanya berkisar 4%. Namun menurut Judoamidjojo (1987), kecap manis umumnya memiliki kadar NaCl yang berkisar antara 3-6%. Kadar protein kecap manis ampas tahu formula terbaik masuk dalam kisaran kadar protein kecap manis komersial namun tidak mencapai syarat yang ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999 yang mensyaratkan kadar protein kecap minimal 2,5%. Total gula yang dikandung kecap manis ampas tahu formula terpilih masuk dalam kisaran total gula kecap manis komersial dan juga telah memenuhi syarat SNI 01-3543-1999. Kadar air kecap manis ampas tahu formula terpilih lebih tinggi dari kisaran kadar air tiga jenis kecap manis komersial. Namun pada SNI 01-3543-1999, tidak terdapat syarat minimum ataupun maksimum kadar air yang ditetapkan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kecap manis ampas tahu formula terpilih telah memenuhi syarat SNI 01-3543-1999 kecuali kadar protein dan total kapang. Hal ini dikarenakan syarat minimal kadar protein yang ditetapkan oleh SNI merupakan syarat yang ditujukan untuk kecap manis berbahan dasar kedelai yang memiliki kadar protein awal yang tinggi yaitu 35-40% sehingga untuk kecap manis berbahan dasar dengan kadar protein yang lebih rendah dari kedelai seperti ampas tahu maka sangat wajar bila tidak memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-3543-1999. Dari hasil pembandingan secara keseluruhan, kecap manis ampas tahu formula terpilih memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia yang hampir mirip dengan karakteristik sifat fisik maupun kimia beberapa kecap manis komersial. Hal ini dapat menjadi peluang bagi kecap manis ampas tahu untuk diterima dan disukai oleh konsumen.
42
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan uji sifat fisik, kimia dan organoleptik, kecap manis ampas tahu dari kedelapan perlakuan memiliki nilai total padatan terlarut berkisar antara 71.33 - 76.00 obrix, nilai viskositas dengan kisaran 1716.67 - 1933.33 cp, nilai total gula sebesar 60.31 - 75.65 %, nilai kadar NaCl sebesar 6,72 - 7,09 %, nilai kadar air sebesar 17,36 – 22,43 % bb, dan kadar protein berkisar antara 1.16 - 1.99 % bk, sehingga memenuhi syarat mutu SNI yang meliputi sifat fisik dan kimia (kecuali kadar protein). Formula yang menghasilkan kadar protein tertinggi (1,99%bk) dan tingkat kesukaan panelis tertinggi (3,7) ialah kecap manis ampas tahu dengan perlakuan pengukusan ampas tahu selama 15 menit; penambahan tapioka 10% dengan lama fermentasi 1 bulan. Dari segi mikrobiologi, kecap manis ampas tahu formula terpilih telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh SNI 01-3543-1999 kecuali total kapang/khamir. Kecap manis ampas tahu formula terpilih memiliki karakteristik mutu yaitu sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan karakteristik mutu beberapa kecap manis komersial sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu produk bumbu penyedap yang telah memenuhi standar mutu dan keamanan pangan serta berpeluang untuk diterima oleh konsumen.
B. SARAN Perlunya optimasi proses pembuatan kecap manis ampas tahu terutama dalam penentuan kekentalan yang terkontrol yaitu dengan penetapan derajat brix yang sama sehingga didapatkan kekentalan yang lebih seragam. Selain itu, perlu ditingkatkan lagi sanitasinya selama proses pembuatan agar dapat memenuhi total kapang yang disyaratkan oleh SNI 01-3543-1999.
43
DAFTAR PUSTAKA Ames, J. M. 1992. The Maillard Reaction. Di dalam : Hudson, B. J. F. (ed.). Biochemistry of Foods Proteins. Elsevier Science, London & New York. Andesta, E. 1987. Studi Pengaruh Pengeringan Koji dan Lama Waktu Inkubasi terhadap Efektifitas Fermentasi Moromi pada Proses Pembuatan Kecap. [Skripsi]. Fateta IPB. Bogor. Anonim. 2000. Sedapnya Kecap Ampas kecapampastahu.htm. [14 Agustus 2010].
Tahu.
http;//warintek.progressio.or.id/ttg/pangan/
Astawan, Made. 2009. Sehat dengan Hidangan kacang dan Biji-Bijian. Penerbit Niaga Swadaya. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standard Nasional Indonesia. Jakarta. BeMiller, J. N. dan Whistler, R. L. 1996. Carbohydrates. Di dalam : Fennema, O. R. (ed.). Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York. BPOM RI. 2006. Metode Analisis Mikrobiologi Suplemen 2000. Pusat Pengujian Obat Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet,. and M. Wootton,. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Charley, H. 1982. Food Science. Second Edition John Willey and Sons. Marcel Dekker Inc. New York. Desniar dan Timoryana, VDF. 2007. Studi pembuatan kecap ikan selar dengan fermentasi spontan. Seminar nasional tahunan IV hasil penelitian perikanan dan kelautan. Yogyakarta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhrata Karya Aksara. Jakarta. Eskin, N. A. M., Henderson, H. M. dan Towsend, R. J. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press. New York. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU-Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Febriyanti, T. dan M.A. Wirakartakusumah. 1990. Studi karakteristik fisiko kimia dan fungsional tepung beberapa varietas singkong (Manihot esculenta Crantz). Bul. Pend. Ilmu Tek. Pangan II (1), 23. Flegel, T. W. 1988. Yellow-green Aspergillus strain used in Asian soybean fermentation. J. Asean Food., 4(1) : 14-30. Fukushima. 2003. Fermented soy sauce production. Di dalam : Steinkraus, K.H (ed). Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd Ed. Marcel Dekker, Inc., New York. Hashiba H. 1976. Participation of amadori rearrangement products and carbonyl compounds in oxygen-dependent browning of soysauce. J. Agric. Food. Chem. 24 (1) p: 70-73. Hardjo, S. 1964. Pengolahan dan Pengawetan Kedelai untuk Makanan Manusia. Rapat Kerja Kedelai 28 - 30 September. Bogor.
44
Hendritomo, I. H. 2003. Perubahan Mutu Kecap Skala Rumah Tangga Selama Tiga Bulan Penyimpanan. J. Teknologi dan Industri Pangan. XIV (3) : 219-223. Hesseltine, C. W. dan Wang, H. L. 1978. Fermented soybean product. Di dalam : Smith, A. K. dan Circle, S. J. (eds.). Soybean : Chemistry and Technology, Vol 1. AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Huang, Tzou-Chi dan Der-Feng Teng. 2004. Soy Sauce: Manufacturing and biochemical changes. Di dalam hui Y. H., Lisbeth M. G., Ǻse s. H., jytte J., wai-Kit Nip, Peggy S. S., dan Fidel T (eds). Handbook of Food and Beverages Fermentation Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. Hurrell, R. F. 1982. Maillard reaction in flavour. Di dalam : Morton, I. D. dan Macleod, A. J. (eds.). Food Flavours. Part A. Introduction. Elsevier Sci. Publ. Co., Amsterdam, Oxford. New York. Husain, Halimah. 1996. Mempelajari Pengaruh Lama Proses Moromi terhadap Pembentukan Prekursor Flavor dan Flavor Kecap Manis. [Tesis]. Pascasarjana, IPB. Bogor. Itoh, T., Matsuyama., Widjaja, C.H., Nasution, M.Z. dan Kumendong, J. 1985. Compositional of nira palma juice of high sugar content from palma tree. Di dalam : S. Fardiaz., A. Matsuyama dan K. Abdullah (ed). Processing of The IPB-JICA International Symposium on Agricultural Product, Processing and Technology, IPB-JICA. Bogor. Judoadmijojo, R. M. 1987. The Studies on Kecap – Indigenous Seasoning of Indonesia. Thesis Doktor pada University of Agriculture. Japan. Judoadmijojo, R. M., Gumbira Said, E. dan Hartoto, L. 1989. Biokonversi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Junaedi, L. 1987. Pengaruh Pembersihan Koji dari Kapang Terhadap Efektifitas Fermentasi Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning pada Proses Pembuatan Moromi. [Skripsi]. Fakultas Teknolosi Pertanian, IPB. Bogor. Karossi, A.A., Sunardi, L.P.S. Patuan dan A. hanafi. 1982. Chemical Composition of Potentian Indonesian Agroindustrial and Agricultural Waste Materials for Animal Feeding. Feed Information and animal Production. Proc. Of the 2nd Symposium of the International Network of Feed Information Centers. Eds: G.E. Robards and L.G. Packlam. Kartika B, Guritno AD, Purwadi D, Ismoyowati D. 1992. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kirimura J, Shimizu A, Kimizuka A, Ninomiya T, Katsuya N (1969). The contribution of peptides and amino acids to the taste of foodstuffs. J. Agric. Food Chem. 17: 689-695. Kisman, S., Anjasari, B. dan Sumiarsih, S., 2000. Pengaruh Jenis Pengisi dan Kadar Sukrosa terhadap Mutu Dodol Susu Jerami Nangka. Pusat Kajian Makanan Tradisional. Universitas Brawijaya. Malang. Knight, J. W. 1969. The Starch Industry. Pergamon Press. Oxford. Kusnandar, F. dan Nuri Andarwulan. 2004. Modul Analisis Sifat Reologi Pangan Cair. IPB. Bogor. Kuswanto, K.R dan Sardjono. 1988. Laporan Penelitian : Deteksi Mikotoksin pada Produk Kecap Komersial. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Lahoni, E. 2003. Pengetahuan bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
45
Muchtadi, T. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Namiki, M. 1988. Chemistry of maillard reaction. Recent studies on browning reaction mechanism and the development of antioxidant and mutagen. Advances in Food Research, 32 : 116 – 170. Nunomura, N. dan Sasaki, M. 1992. Japanese soy sauce. Di dalam : Reddy, N. R., Pierson, M. D. dan Salunkhe, D. K. (eds). Legume-based Fermented Foods. CRC Press, Inc., Florida. Pangestuti, B. D. 2010. Karakterisasi Tapioka dari Beberapa Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Prabowo, A., D. Samaih dan M. Rangkuti. 1993. Pemanfaatan ampas tahu sebagai makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba potong. Proceeding Seminar 1983. Lembaga Kimia Nasional-LIPI. Bandung. Prasasto, Sentot. 2008. Aspek Produksi Kecap. Teknologi Tepat Guna. Malang. Prasetyawati, Renny Chandra. 2006. Pendugaan Umur Simpan, Stabilitas, serta pengujian Mikrobiologis kecap dan saus Cabe yang Difortifikasi dengan Iodium, zat Besi dan Vitamin A. Skripsi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Pulungan, H., J.E. Van Eys, dan M. Rangkuti. 1984. Penggunaan ampas tahu sebagai makanan tambahan pada domba lepas sapih yang memperoleh rumput lapangan. Balai Perielitian Ternak, Sogor. 1(7): 331-335.
Purwakusuma W. 2007. Filter Ultraviolet. http://www.ofish.com. Scarpellino. R., R. J. Soukup. 1993. Key flavors from heat reactions of food ingredients. Di dalam Acree. T. E. dan R. Teranishi (eds). Flavor Science Sensible Principles and Technques, p. 309335. American Chemical Society. Setiawan, H. 1988. Mempelajari karakteristik Fisiko Kimia Kerupuk dari Berbagai Taraf Formulasi Tapioka, Tepuing Kentang dan Tepung Jagung. [Skripsi]. FATETA-IPB. Bogor. Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh, a Super Soy Food from Indonesia. Harper and Row Pub. New York. Snyder, H.E. and T.W.Kwon 1987. Soybean Utilization. An Avi Book. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Somaatmadja, D. 1984. Pemanfaatan Ubi Kayu dalam Industri Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Perkembangan Industri HAsil Pertanian. Bogor. Steinkraus, K. H., R. E. Cullen, C.S. Pederson, dan L. F. Nellis. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food, p. 480. Marcell Dekker. New York. Standar Nasional Indonesia (SNI). 1994. Kecap Kedelai. Jakarta : Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian. (SNI 01-3542-1994). Suliantari dan W. P. Rahayu. 1990. Teknologi Fermentasi Biji-bijian dan Umbi-umbian. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor. Sumardi dan L.P.S. Patuan. 1983. Kandungan Unsur-unsur Mineral Essensial dalam Limbah Pertanian dan Industri Pertanian di Pulau Jawa. Proceeding Seminar. Lembaga Kimia Nasional-LIPI. Bandung. Suprapti, L. 2005. Kecap Tradisional. Edisi Teknologi Pengolahan pangan. Kanisius. Yogyakarta.
46
Susanto, T dan S. Yuwono,. 2001. Pengujian Fisik Pangan. Unesa Press. Surabaya . Tarwiyah, Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatra Barat. Dewan Ilmu pengetahuan. Teknologi dan Industri Sumatra Barat. Padang. Tjiptadi, W. & M. Z. Nasution. 1980. Umbi Ketela Pohon dan Pengolahannya. Kerjasama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Whistler, R. L. dan Daniel, J. R. 1985. Carbohydrates. Di dalam : Fennema, O. R. (ed.). Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York and Basel. Winarno, F. G. 1986. International Soyfoods Symposium. Yogyakarta, September. Organized by Food Technology Development Centre, Bogor Agricultural University. Bogor. Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Daulay, D. 1973. Indonesian Fermented Foods. Bogor Agricultural University. Indonesia. Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Utama. Jakarta. Wiratma, E. 1994. Analisis Flavor Kecap Manis. Skripsi fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Wood, B. J. B. 1982. Soy sauce and miso. Di dalam: Rose A. H. (ed). Fermented Food, Economic Microbiology. Vol VII. School of Biological Sciences. University of Bath. England. Wuzburg, O. B. 1972. Starch in The Food Industry. Di dalam T. E. Furia (ed.). Handbook of Food Additives. Vol. 11 CRC Press Inc. Ohio. Yokotsuka, T. 1960. Aroma and flavor of Japanese soy sauce. Advances in Food Research 10 : 75134. Yokotsuka, T. 1983. Japanese Shoyu : Koikuchi, Usukuchi, and Tamari : Chinese Chiang-yiu. Di dalam : Steinkraus, K. H. (ed.). Handbook of Indigenous Fermented Foods. Marcel Dekker Inc., New York and Basel. Yokotsuka, T. dan M. sasaki. 1998. Fermented protein in foods in the orient. Di dalam Wood B. J. B. (ed). Microbiology of Fermented Foods 2nd. Vol.I. Blackie Academic & Professional, London. Yong, F. W. dan Wood, B. J. B. 1977. Biochemical changes in experimental soy sauce koji. J. food Technol., 12 : 163 – 175.
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1a. Hasil analisis kadar air ampas tahu segar Sampel Ampas tahu u1 Ampas tahu u2
Bobot cawan kosong (g) 5.0604 4.5546
Bobot sampel (g) 9.6833 11.4628
Bobot cawan dan sampel (g) 14.7937 16.0174
Bobot cawan dan sampel kering (g) 6.0461 5.7213
Kadar air (%bb) 89.82 89.82
Rataan (%bb) 89.82
Lampiran 1.b. Hasil analisis kadar protein ampas tahu segar Sampel Ampas tahu u1 Ampas tahu u2
Bobot sampel (g) 0.1460 0.1214
[HCl] (N) 0.02 0.02
Vol. HCl blanko (ml) 0.1 0.1
Vol. HCl sampel (ml) 1.5 1.3
Kadar protein (%bb) 2.15 2.08
Rataan (%bb)
Kadar lemak (%) 2.24 2.15
Rataan (%)
2.12
Lampiran 1c. Hasil analisis kadar lemak ampas tahu segar Sampel Ampas tahu u1 Ampas tahu u2
Bobot sampel kering (g) 2.1268 2.0882
Bobot labu lemak kosong 102.7068 93.1116
Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi 102.7973 93.1968
2.20
Lampiran 1d. Hasil analisis kadar abu ampas tahu segar Sampel Ampas tahu u1 Ampas tahu u2
Bobot cawan kosong (g) 26.2519 28.0580
Bobot sampel (g) 7.3478 8.0283
Bobot cawan dan sampel (g) 34.3997 36.0863
Bobot cawan dan abu sampel (g) 26.2711 28.0882
Kadar abu (%bb) 0.37 0.38
Rataan (%bb)
Lampiran 1e. Hasil analisis kadar karbohidrat by difference ampas tahu segar Sampel Ampas tahu u1 Ampas tahu u2
Kadar air (%) 89.82 89.82
Kadar Protein (%) 2.15 2.08
Kadar Lemak (%) 2.24 2.15
Kadar Abu (%) 0.37 0.38
Kadar Karbohidrat (%) 5.42 5.57
Rataan (%) 5.48
49
0.38
Lampiran 2a. Hasil analisis kadar air ampas tahu setelah mengalami pengepresan dan pengukusan Perlakuan Sebelum press Setelah press Kukus 15 menit Kukus 30 menit
Bobot sampel (g) 9.6833 1.2635 1.1300 1.2033
Bobot cawan kosong (g) 5.0604 4.4485 3.0996 3.0889
Bobot cawan dan sampel kering (g) 6.0461 4.7616 3.3093 3.2412
Kadar air (%bb) 89.82 75.22 81.44 87.34
Lampiran 2b. Hasil analisis kadar air koji kering Perlakuan Penambahan 5% tepung tapioka Penambahan 10 % tepung tapioka
Bobot sampel (g)
Bobot cawan kosong (g)
Bobot cawan dan sampel kering (g)
Kadar air (%bb)
1.0658
4.4780
5.4651
7.38
1.0327
3.1077
4.0661
7.19
50
Lampiran 3.a. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap manis ampas tahu Sampel 1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 7.1 7.2 7.3 8.1 8.2 8.3
Total padatan terlarut (obrix) 73 72 71.6 72 71 71 74 73 74 73 74 72 75 77 76 76 75 74.5 75.4 74 74 74 72.2 75
Rata-rata + SD
72.2 ± 0.71
71.33 ± 0.71
73.67 ± 0.58
73.00 ± 0.71
76.00 ± 0.71
75.50 ± 0.76
74.80 ± 0.81
73.73 ± 0.71
Lampiran 3.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total padatan terlarut kecap manis ampas tahu
51
Lampiran 4.a. Hasil pengukuran viskositas kecap manis ampas tahu Sampel 1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 7.1 7.2 7.3 8.1 8.2 8.3
Skala yang terbaca 8.75 8.60 8.50 8.75 8.50 8.50 9.00 8.90 8.96 8.90 9.00 8.80 9.50 10.00 9.80 10.00 10.00 9.00 10.00 9.00 8.90 9.30 9.00 9.30
viskositas 1750 1720 1700 1750 1700 1700 1800 1780 1793.33 1780 1800 1760 1900 2000 1960 2000 2000 1800 2000 1800 1780 1860 1800 1860
Rata-rata + SD 1723.33 ± 25.17
1716.67 ± 28.87
1791.11 ± 10.18
1780.00 ± 20.00
1920.00 ± 50.33
1933.33 ± 115.47
1860.00 ± 121.65
1840.00 ± 34.64
Lampiran 4.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viskositas kecap manis ampas tahu
52
Lampiran 5.a. Hasil pengukuran protein kecap manis ampas tahu
Sampel
1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
Vol. HCl sampel (ml) 1.60 1.20 1.50 1.65 1.85 1.38 1.50 1.50 1.35 1.50 1.70 1.30 1.10 1.00 0.75 0.75 0.95 1.00 1.10 1.20 1.05 1.05 0.75 0.65 1.25 1.45 1.20 1.40 1.00 1.05 1.75 1.70 1.50
2
1.50
425.5
0.16
1.00
1.25
1
1.00
289.7
0.15
0.92
1.15
2
0.95
272.0
0.15
0.93
1.16
ul
Bobot sampel (mg)
%N
Kadar protein (%bb)
Kadar protein (%bk)
227.2 195.5 253.8 268.3 309.5 210.4 217.0 225.0 216.8 240.6 292.3 215.6 310.5 282.3 191.6 197.1 270.9 309.1 288.5 328.8 269.0 258.6 213.5 188.5 349.6 404.0 316.8 386.3 277.1 307.7 469.4 461.1 430.8
0.28 0.24 0.23 0.24 0.24 0.25 0.27 0.26 0.24 0.24 0.23 0.23 0,19 0,19 0,21 0,21 0.19 0,18 0,21 0,18 0.21 0.22 0.19 0.19 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16 0.15 0.17 0.17 0.16
1.56 1.50 1.44 1.50 1.50 1.56 1.69 1.62 1.50 1.50 1.45 1.45 1.19 1.19 1.31 1.31 1.19 1.12 1.31 1.12 1.31 1.38 0.98 1.00 0,99 1,01 1,02 1,02 0,97 0,92 1,07 1,06 0,99
1.97 1.90 1.84 1.92 1.95 2.03 2.18 2.13 1.95 1.95 1.85 1.85 1.43 1.43 1.61 1.61 1.40 1.38 1.66 1.60 1.65 1.71 1.39 1.39 1.23 1.25 1.24 1.24 1.20 1.14 1.32 1.32 1.23
6.2
6.3
Rataan (%bk)
Rata-rata (%bk) ± SD
1.94 1.88
1.94 ± 0.06
1.99 2.16 1.95
1.99 ± 0.16
1.85 1.43 1.61
1.48 ± 0.12
1.39 1.64 1.68
1.57 ± 0.16
1.39 1.24 1.24
1.22 ± 0.04
1.17 1.32 1.24
1.24 ± 0.08
1.16
53
Sampel
ul
Vol. HCl sampel (ml)
7.1
1 2
1.47 1.50
%N
Kadar protein (%bb)
Kadar protein (%bk)
Rataan (%bk)
0.16 0.16
1.01 1.01
1.22 1.22
1.22
1 1.15 337.5 0.15 0,94 2 1.20 346.1 0.15 0.94 1 1.25 374.0 0.15 0.93 7.3 2 1.25 345.3 0.16 1.00 1 1.17 359.3 0.14 0,88 8.1 2 1.28 395.4 0.14 0,88 1 1.55 456.8 0.16 0,97 8.2 2 1.05 321.8 0.14 0,88 1 1.20 377.2 0.14 0,88 8.3 2 1.35 420.6 0.15 0,94 Keterangan: Volume HCl blanko sampel 1-2 = 0.1 ml Volume HCl blanko sampel 3-8= 0.15 ml Normalitas HCl A-D = 0.029835 Normalitas HCl E-F = 0.097 N FK = 6.25
1.16 1.16 1.10 1.12 1.14 1.14 1.26 1.14 1.12 1.18
7.2
Bobot sampel (mg)
361.2 423.0
1.16
Rata-rata (%bk) ± SD
1.16 ± 0.06
1.11 1.14 1.20
1.17 ± 0.03
1.16
Lampiran 5.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap protein kecap manis ampas tahu
54
Lampiran 6.a. Data hasil pengukuran total gula kecap manis ampas tahu Sampel
W(g)
Absorbansi
X(mg)
1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 7.1 7.2 7.3 8.1 8.2 8.3
0.5023 0.5078 0.5032 0.5091 0.5083 0.5021 0.5020 0.5145 0.5001 0.5048 0.5230 0.5163 0.5297 0.5020 0.5009 0.5224 0.5163 0.5152 0.5117 0.5088 0.5226 0.5239 0.5041 0.5102
0.336 0.327 0.329 0.331 0.345 0.321 0.331 0.336 0.326 0.333 0.339 0.330 0.424 0.403 0.421 0.453 0.429 0.410 0.386 0.358 0.384 0.392 0.356 0.394
0.0624 0.0607 0.0611 0.0615 0.0642 0.0596 0.0615 0.0625 0.0605 0.0619 0.0630 0.0613 0.0771 0.0733 0.0766 0.0825 0.0781 0.0745 0.0701 0.0649 0.0697 0.0712 0.0645 0.0716
FP
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
%total gula 62.11 59.78 60.71 60.39 63.15 59.31 61.25 60.70 60.51 61.29 60.27 59.36 72.82 73.01 76.45 78.98 75.61 72.35 68.50 63.78 66.71 67.96 63.97 70.17
Rata-rata + SD 60.87 ± 1.17
60.95 ± 1.98
60.82 ± 0.38
60.31 ± 0.96
74.09 ± 2.04
75.65 ± 3.32
66.33 ± 2.38
67.37 ± 3.14
Lampiran 6.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total gula kecap manis ampas tahu
55
Lampiran 6.c. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi 1 bulan Vo (ml)
Ko (mg)
Absorbansi
0.0 0.1 0.2 0.4 0.6
0.00 0.02 0.04 0.08 0.12
0.000 0.136 0.224 0.410 0.640
Kurva Standar Anthrone 1
A b 0,800 s 0,600 o s r i 0,400 b 0,200 a 0,000 n 0,00
y = 5,1681x + 0,0133 R² = 0,9964 0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
Konsentarsi glukosa standar
Lampiran 6.d. Kurva standar glukosa kecap manis ampas tahu fermentasi 2 bulan Vo (ml)
Ko (mg)
Absorbansi
0.0 0.1 0.2 0.4 0.6
0.00 0.02 0.04 0.08 0.12
0.000 0.128 0.230 0.420 0.664
Kurva Standar Anthrone 2 A 0,800 b 0,600 s o s 0,400 r i 0,200 b 0,000 a 0,00 n
0,02
0,04
0,06
y = 5,394x + 0,0079 R² = 0,9974 0,08 0,10 0,12
0,14
Konsentrasi glukosa standar
56
Lampiran 7.a. Hasil pengukuran kadar NaCl kecap manis ampas tahu Sampel 1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 7.1 7.2 7.3 8.1 8.2 8.3
W(g) 2.0413 2.0573 2.0180 2.0480 2.0280 2.0080 2.0905 2.0061 2.0230 2.0353 2.0546 2.0304 2.0123 2.0493 2.0253 2.0137 2.0240 2.0011 2.0180 2.0012 2.0367 2.0355 2.0841 2.0008
Volume titran AgNO3 awal akhir terpakai 0.00 18.16 18.16 18.16 36.12 17.96 36.12 53.10 16.98 0.00 15.60 15.60 15.60 33.58 17.98 33.58 50.86 17.28 0.00 17.30 17.30 17.30 35.12 17.82 35.12 52.10 16.98 0.00 17.80 17.80 17,80 35.52 17.72 35.52 52.80 17.28 0.00 16.00 16.00 16.00 33.80 17.80 33.80 52.00 18.20 0.00 16.82 16.82 16,82 34.05 17.23 34.05 51.42 17.37 0.00 14.50 14.50 14.50 28.15 13.65 28.15 41.00 12.85 0.00 14.00 14.00 14.00 28.20 14.20 28.20 41.90 13.70
M AgNO3
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.17
0.17
% NaCl 7.27 7.14 6.88 6.23 7.25 7.04 6.77 7.26 6.86 7.15 7.05 6.96 6.50 7.10 7.35 6.83 6.96 7.10 7.13 6.77 6.26 6.83 6.76 6.79
Rata-rata + SD
7.09 ± 0.20
6.84 ± 0.54
6.96 ± 0.26
7.05 ± 0.10
6.98 ± 0.44
6.96 ± 0.14
6.72 ± 0.44
6.79 ± 0.04
Lampiran 7.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar NaCl kecap manis ampas tahu
57
Lampiran 8.a. Data hasil pengukuran kadar air kecap manis ampas tahu Sampel 1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 7.1 7.2 7.3 8.1 8.2 8.3
Bobot cawan kosong (g) 2.4423 3.1129 5.8066 7.3297 6.0585 4.6761 2.5837 2.1309 2.4425 2.1571 2.0093 4.2433 2.5286 3.7852 2.3747 2.2853 2.5338 2.4959 1.8207 1.9826 2.9298 2.4407 4.6074 5.6070
Bobot sampel (g) 1.0958 1.1141 1.0282 1.0272 1.0441 1.0260 1.1475 1.0292 1.0795 1.0022 1.0626 1.1027 1.1749 1.1091 1.0149 1.0679 1.0030 1.2516 1.0457 1.0182 1.0223 1.1297 1.0194 1.0817
Bobot cawan dan sampel kering (g) 3.3299 4.0241 6.6630 8.1706 6.9313 5.4958 3.4914 2.9327 3.2733 2.9328 2.8273 5.1072 3.4770 4.6947 3.1949 3.1494 3.3401 3.4976 2.6846 2.7996 3.7557 3.3292 5.3887 6.4698
Kadar air (g/100 g bb) 17.17 18.21 16.71 18.14 16.41 20.11 20.90 22.09 23.04 22.60 23.02 21.66 19.28 18.00 19.18 19.08 19.61 19.97 17.38 19.76 19.21 21.35 23.36 20.24
Rata-rata (g/100 g bb) ± SD
17.36 ± 0.77
18.22 ±1.85
22.01 ± 1.07
22.43 ± 3.11
18.82 ± 0.71
19.55 ± 0.45
18.78 ± 1.25
21.65 ± 1.58
Lampiran 8.b. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar air kecap manis ampas tahu
58
Lampiran 9.a. Data uji rating hedonik kecap manis ampas tahu secara overall Jumlah panelis
kode sampel A
B
C
D
E
F
G
H
1
3
5
4
4
4
4
4
3
2
3
5
5
4
3
4
4
4
3
3
4
3
5
3
4
2
4
4
3
3
3
2
5
5
4
3
5
3
4
3
2
4
4
4
2
6
2
4
4
5
2
3
3
4
7
2
5
4
3
3
3
4
3
8
3
4
4
4
5
4
4
4
9
3
4
4
4
4
4
4
3
10
3
3
4
3
3
4
3
3
11
3
4
4
2
3
3
3
3
12
3
3
4
3
4
4
4
4
13
4
4
2
4
2
3
2
4
14
4
5
4
5
3
2
3
2
15
3
5
4
3
3
3
3
3
16
3
3
4
2
3
3
4
3
17
5
5
3
3
4
4
4
4
18
4
2
3
4
4
4
3
3
19
3
2
4
2
2
2
2
2
20
3
4
3
2
3
4
3
4
21
4
2
2
3
4
3
3
4
22
3
3
3
4
5
5
5
5
23
5
5
5
4
4
4
3
4
24
3
3
4
3
3
4
3
4
25
3
4
4
5
2
3
4
4
26
4
5
4
3
4
3
4
3
27
3
4
1
2
2
2
2
4
28
4
5
1
1
4
5
4
4
29
3
4
4
4
5
4
5
5
30
4
4
3
4
1
3
5
4
31
3
4
4
4
2
4
3
2
32
4
5
3
3
4
2
3
3
33
4
3
5
5
3
4
3
4
34
2
3
2
3
2
2
2
2
35
3
3
3
3
2
2
2
2
59
Jumlah panelis
kode sampel A
B
C
D
E
F
G
H
36
4
5
5
5
4
3
4
3
37
4
5
4
3
5
4
4
4
38
5
4
3
4
4
5
4
5
39
2
3
2
2
4
4
4
4
40
4
3
2
1
2
4
3
4
41
5
4
4
3
2
4
2
4
42
4
5
4
4
3
4
3
3
43
3
4
4
2
3
3
4
4
44
4
5
5
4
3
4
4
4
45
2
4
3
4
2
2
4
4
46
2
3
3
4
5
5
5
4
47
3
2
4
2
3
3
3
4
48
3
4
3
4
4
4
4
3
49
3
4
4
4
3
3
3
3
50
4
4
2
3
3
2
2
4
51
4
2
4
3
3
4
4
3
52
3
3
3
4
3
3
3
4
53
4
4
3
3
5
5
5
5
54
2
3
2
2
5
5
5
5
55
4
4
3
4
5
5
5
5
56
4
3
3
4
2
2
4
4
57
2
3
4
4
5
3
4
3
58
4
5
3
3
4
3
3
3
59
4
4
5
3
3
2
2
4
60
2
3
3
3
3
4
4
4
61
4
3
3
4
3
2
3
3
62
4
3
4
4
3
4
3
3
63
3
4
2
2
3
5
4
4
64
4
3
4
3
4
4
4
4
65
3
4
2
1
3
2
2
4
66
3
2
4
3
2
4
3
3
67
4
4
4
3
2
2
2
2
68
3
2
4
4
4
3
4
3
69
3
4
3
4
2
4
3
3
70
3
4
4
2
3
2
3
3
Keterangan : Sampel 1 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 2 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 3 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 4 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 1 bulan Sampel 5 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 2 bulan
60
Sampel 6 = perlakuan waktu kukus 15 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 2 bulan Sampel 7 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 5%, lama fermentasi 2 bulan Sampel 8 = perlakuan waktu kukus 30 menit, penambahan tepung tapioka 10%, lama fermentasi 2 bulan
Lampiran 9.b. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kecap manis ampas tahu secara overall
61
Lampiran 10. Data hasil pengukuran viskositas kecap komersial Sampel X Y Z
Ulangan
Skala terbaca
1 2 1 2 1 2
5.4 5.2 11 11.2 8.5 8.5
Viskositas (cP) 1080 1040 2200 2240 1700 1700
Kisaran (cP)
1040 - 2240
Lampiran 11. Data hasil pengukuran kadar NaCl kecap komersial Sampel
Ulangan 1 2 1 2 1 2
X Y Z
Kadar NaCl (%) 4.24 4.02 4.14 4.16 4.64 4.63
Kisaran (%)
4.14-4.64
Lampiran 12. Data hasil pengukuran total padatan terlarut kecap komersial Sampel
Ulangan 1 2 1 2 1 2
X Y Z
Total Padatan Terlarut (ºBrix) 75.20 75.20 76.20 76.20 75.90 75.90
Kisaran (ºBrix)
75.20 – 76.20
Lampiran 13. Data hasil pengukuran analisis kadar protein kecap komersial
Sampel X Y Z
U 1 2 1 2 1 2
Kadar protein (%bk) 1.88 1.88 1.59 1.59 2.43 2.43
Kisaran (%bk)
1.59-2.43
62
Lampiran 14. Data hasil pengukuran total gula kecap komersial Sampel X Y Z
Ulangan 1 2 1 2 1 2
Bobot sampel (g) 0.5145 0.5045 0.5211 0.5103 0.5044 0.5208
A 0.343 0.315 0.341 0.339 0.344 0.338
Total gula (%) 62.02 57.88 61.64 60.58 61.76 59.81
Kisaran (%)
59.81-62.02
Lampiran 15. Data hasil pengukuran kadar air kecap komersial Perlakuan
X Y Z
U 1 2 1 2 1 2
Bobot cawan kosong (g) 3.0419 2.8574 3.1819 2.5114 2.8996 3.1551
Bobot sampel (g) 1.0299 1.0131 1.0015 1.0088 1.0621 1.0064
Bobot cawan dan sampel kering (g) 3.9003 3.7016 4.0468 3.3691 3.8007 4.0060
Kadar air (g/100 g bb) 16.65 16.67 13.64 14.98 15.16 15.45
Kisaran (g/100 g bb)
13.64 – 16.67
63
Lampiran 16. Hasil Pengujian Angka Lempeng Total Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengencer an (ml) 10-1 10-2 10-3 10-4
Media
PCA
Pengamatan Cawan I Cawan II TBUD TBUD 260 180 22 9 0 2
Koloni/gram
SNI 01 – 3543- 1999 (koloni/g)
1.8 x 104
Maks. 105
Lampiran 17. Hasil Pengujian MPN Koliform Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengenceran Pengamatan SNI 01-3543(ml) Media Tabung Tabung Tabung APM/gram 1999 (APM/g) I II III -1 10 -2 10 BGLBB <3 Maks. 102 10-3 10-4 Lampiran 18. Hasil Pengujian MPN E.coli Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengenceran Pengamatan SNI 01-3543(ml) Media Tabung Tabung Tabung APM/gram 1999 (APM/g) I II III 10-1 -2 10 BGLBB <3 <3 -3 10 10-4 \ Lampiran 19. Hasil Pengujian Kapang/Khamir Kecap Manis Ampas Tahu Formula Terbaik Pengenceran Pengamatan SNI 01 – 3543Media Koloni/gram (ml) 1999 (koloni/g) Cawan I Cawan II 10-1 10-2 10-3 10-4
PDA
42 9 6 1
57 5 3 0
2.5 X 102
Maks. 50
64
Lampiran 20. Tabel MPN untuk 3 seri tabung dengan 0,1, 0,01 dan 0,001 g inokulum
Tabel MPN untuk 3 seri tabung dengan 0,1, 0,01 dan 0,001 g inokulum (95 % confidence intervals) Tabung positif
Conf. lim.
Tabung positif
0.10 0.01 0.001
Conf. lim. MPN/g
MPN/g bwah atas 0.10 0.01 0.001
0
0
0
<3.0
0
0
1
0
1
0
--
bwah atas
9.5
2
2
0
21
4.5
42
3.0
0.15 9.6
2
2
1
28
8.7
94
0
3.0
0.15
11
2
2
2
35
8.7
94
1
1
6.1
1.2
18
2
3
0
29
8.7
94
0
2
0
6.2
1.2
18
2
3
1
36
8.7
94
0
3
0
9.4
3.6
38
3
0
0
23
4.6
94
1
0
0
3.6
0.17
18
3
0
1
38
8.7
110
1
0
1
7.2
1.3
18
3
0
2
64
17
180
1
0
2
11
3.6
38
3
1
0
43
9
180
1
1
0
7.4
1.3
20
3
1
1
75
17
200
1
1
1
11
3.6
38
3
1
2
120
37
420
1
2
0
11
3.6
42
3
1
3
160
40
420
1
2
1
15
4.5
42
3
2
0
93
18
420
1
3
0
16
4.5
42
3
2
1
150
37
420
2
0
0
9.2
1.4
38
3
2
2
210
40
430
2
0
1
14
3.6
42
3
2
3
290
90
1,000
2
0
2
20
4.5
42
3
3
0
240
42
1,000
2
1
0
15
3.7
42
3
3
1
460
90
2,000
2
1
1
20
4.5
42
3
3
2
1100
180 4,100
2
1
2
27
8.7
94
3
3
3
>1100
420
--
65