1
PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal, padahal ampas tahu banyak mengandung unsur hara anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti Phosfor (P), Besi (Fe) serta Kalsium (Ca). Melihat banyaknya kandungan unsur hara anorganik yang dibutuhkan tanaman dalam ampas tahu diharapkan ampas tahu dapat menjadi bahan baku alternatif pembuatan kompos. Penelitian ini dilakukan dengan penambahan activator Stardec untuk mempercepat proses pengomposan. Ada tiga variasi penambahan activator Stardec dalam penelitian yaitu 15 gr, 25 gr, dan 35 gr. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin banyak penambahan activator Stardec maka semakin tinggi kandungan Nitrogen (N), Phosfor (P), dan Kalium (K). Kata kunci : Ampas tahu, Stardec.
I. PENDAHULUAN Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan) (Dipo Yuwono, 2006). Pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus oleh alam. Melalui rekayasa kondisi lingkungan, kompos dapat dibuat serta dipercepat prosesnya, yaitu hanya dalam jangka waktu 30-90 hari. Waktu ini melebihi kecepatan pembentukan humus secara alami (Dipo Yuwono, 2006). Ampas tahu merupakan salah satu bahan organik. Dengan bantuan mikroorganisme seperti mikroorganisme Stardec ampas tahu dapat dibuat menjadi kompos dalam waktu yang relatif singkat. Industri tahu di Indonesia sebagian besar masih merupakan industri dengan teknologi sederhana, sehingga di dalam pengolahannya masih banyak protein yang hilang (bersama limbah cairnya) atau tertinggal di dalam ampas tahu karena cara ekstraksi maupun penggumpalan proteinnya kurang sempurna. Ampas tahu banyak mengandung unsur hara anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti senyawa-senyawa Phosfor (P), Besi (Fe) serta Kalsium (Ca). Karena di dalam ampas tahu banyak mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan untuk tanaman, maka peneliti ingin melakukan
penelitian pembuatan pupuk kompos dengan memanfaatkan ampas tahu dengan bantuan mikroorganisme Stardec. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Limbah padat (ampas) tahu belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, belum diketahuinya pengaruh waktu pengomposan limbah padat (ampas) tahu terhadap temperatur dan pH kompos, berapa banyak kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kalium yang terkandung dalam kompos yang dihasilkan dan kompos yang dihasilkan dengan penambahan activator Stardec 15 gr, 25 gr dan 35 gr belum diketahui kualitasnya. Tujuan dalam penelitian pembuatan kompos dari ampas tahu dengan activator Stardec ini adalah: mengetahui apakah limbah padat (ampas) tahu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos, mengetahui pengaruh waktu terhadap temperatur dan pH pada pembuatan kompos dari ampas tahu, mengetahui kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kalium pada kompos yang dihasilkan dan mengetahui jumlah activator Stardec yang tepat untuk mendapatkan kompos dengan kualitas yang baik. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: dapat memanfaatkan limbah padat (ampas) tahu sebagai bahan baku pembuatan kompos, dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam pemanfaatan limbah padat (ampas) tahu sehingga dapat meningkatkan nilai
2
ekonominya, memberikan informasi kepada masyarakat tentang pembuatan kompos dari ampas tahu dan dapat mengetahui jumlah activator yang tepat dalam pembuatan kompos antara pembuatan kompos dengan menggunakan stardec sebanyak 15 gr, 25 gr dan 35gr. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TAHU Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Teknologi pembuatan tahu yang ada di Indonesia pada umumnya masih sederhana, sesuai dengan skala industrinya yaitu industri kecil. Dalam proses pembuatan tahu terdapat dua macam limbah yaitu limbah padat yang berupa ampas tahu dan limbah cair (whey). Yang biasanya digunakan sebagai pupuk adalah limbah cairnya karena langsung dapat digunakan atau diberikan pada tanaman tanpa melalui proses, sedangkan limbah padat berupa ampas tahu biasanya digunakan untuk pembuatan oncom, tempe enyes dan juga untuk makanan ternak.. Ampas tahu memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah cairnya. Ampas tahu banyak mengandung senyawa-senyawa anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti senyawasenyawa Phosfor (P), Besi (Fe) serta Kalsium (Ca). Kandungan unsur kimia dan kalori pada ampas tahu terdiri dari : Tabel 2.1. Komposisi Kimia dari Ampas Tahu Unsur Air Protein Mineral Kalsium Posfor Zat besi
Jumlah 4,9 gr 17,4 gr 4,3 gr 19 mg 29 mg 4 mg
Sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan Fak. Kedokteran UI, Jakarta, 1992
2.2. KOMPOS Kompos merupakan pupuk yang dihasilkan dari proses fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos disebut juga sebagai pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik (Dipo Yuwono, 2006). Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus oleh alam yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Secara alami proses pembusukan berjalan dalam
kondisi aerobik dan anaerobik secara bergantian (Dipo Yuwono, 2006). Pembuatan kompos dapat dipercepat prosesnya hanya dalam jangka waktu 30-90 hari dengan penambahan EM-4, Stardec, Starbio, Orgadec, Harmony dan Fix-up Plus (Yovita Hety, 2005). Unsur-unsur di dalam kompos terdiri dari dua kelompok unsur hara, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. 1. Unsur hara makro Unsur hara makro terbagi dua, yaitu unsur hara makro primer dan unsur hara makro skunder. Unsur hara makro primer adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yang terdiri dari Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K). Sedangkan unsur hara makro skunder adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedang, terdiri dari Kasium (Ca), Magnesium (Mg) dan belerang (S). 2. Unsur hara mikro Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, terdiri dari zat Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional, kualitas pupuk kompos berdasarkan kandungan unsur N, P, dan K dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia (SNI) Kompos Parameter Nitrogen (N) Phospor (P2O5) Kalium (K)
Satuan % % %
Minimum 0,40 0,10 0,20
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk Kompos
III. METODOLOGI PENELITIAN PROSES PENGOMPOSAN Pembuatan Kompos ini meliputi tiga tahap. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan kompos sekitar 3 minggu, yaitu 1 minggu tahap I, 1 minggu tahap II dan 1 minggu tahap III. a. Tahap I Memasukkan kotoran sapi sebanyak 1 kg dengan 1 kg ampas tahu kedalam baskom, lalu menambahkan serta mencampur rata dengan 100 gr serbuk gergaji dan Stardec dengan konsentrasi masing-masing 15 gr, 25 gr dan 35 gr.
3
Mendiamkan campuran ini selama 1 minggu dalam baskom. Melakukan pengukuran awal pH dan suhu sebelum proses pengomposan. b. Tahap II Membalik tumpukan dan menambahkan abu sebanyak 100 gr ke dalam bahan kompos tersebut. Proses pengomposan pada tahap II berlangsung selama 1 minggu. c. Tahap III Tahap ini disebut juga tahap pematangan atau penstabilan karena dekomposisi telah selesai, tinggal menstabilkan hasil pengomposan tersebut. Setelah 3 minggu tumpukan dibalik. Disini bahan dibiarkan sekitar 1 minggu. Pada tahap ini suhu akan turun, nutrisi stabil, terjadi perubahan bentuk menjadi remah, bau hilang, warna yang semula hijau akan menjadi coklat atau hitam. TAHAP ANALISA a. Analisa Harian Analisa yang dilakukan setiap hari adalah pengukuran temperatur. Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur adalah termometer air raksa berukuran 250 oC. Titik yang dapat mewakili suhu tumpukan adalah bagian tengah tumpukan dengan ketinggian kira-kira 1/3 dari dasar tumpukan. Cara pengukuran tumpukan adalah sebagai berikut: 1. Membuat lubang pada bagian tengah tumpukan dengan menggunakan besi. Kedalaman lubang ± 1/3 tinggi tumpukan. 2. Memasukkan termometer ke dalam lubang tersebut yang telah diikat tali dan setelah itu dirapatkan lagi. Termometer didiamkan kirakira selama 5 menit. 3. Setelah lima menit termometer dikeluarkan dan dilakukan pembacaan terhadap nilai suhu yang ditunjuk termometer tersebut. b. Pengukuran pH Pengukuran pH dilakukan setiap tiga hari sekali dengan cara: 1. Timbang 15 gr sampel kompos yang akan diukur pH-nya. 2. Larutkan sampel dalam 250 ml air aquadest. 3. Ukur pH larutan dengan menggunakan kertas lakmus. c. Analisa Hasil Untuk menentukan kadar Nitrogen, Phosfor dan Kalium yang terkandung dalam kompos yang dihasilkan dilakukan analisa laboratorium. Analisa Nitrogen (N) %N = (Vol NaOH Blanko−Vol NaOH Sampel x N NaOH x 14,008 x 100% gr Sampel x1000
Analisa Phosfor (P) %P2O5 =
endapan x pengenceran x 0,03295 x 100% bobot sampel
Analisa Kalium (K) %K2O =
endapan x 0,3399 x 100% bobot sampel
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL Dari hasil penelitian pembuatan kompos dari ampas tahu didapat data Temperatur, data pH dan data hasil Analisa persentase Nitrogen, Phosfor dan Kalium Tabel 4.1. Temperatur Harian Kompos dari Ampas Tahu No
Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
18-11-07 19-11-07 20-11-07 21-11-07 22-11-07 23-11-07 24-11-07 25-11-07 26-11-07 27-11-07 28-11-07 29-11-07 30-11-07 01-12-07 02-12-07 03-12-07 04-12-07 05-12-07 06-12-07 07-12-07 08-12-07
Temperatur (oC) 15 gr 25 gr 35 gr 30 30 30 33 36 38 35 37 41 36 38 43 38 38 45 39 41 46 42 42 51 42 44 51 43 48 52 45 50 50 42 49 48 41 49 47 42 44 40 40 43 40 38 43 33 38 36 34 35 33 30 36 31 31 33 32 30 31 30 30 30 30 30
Tabel 4.2. Data pH Kompos dari Ampas Tahu No
Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8
18-11-07 21-11-07 24-11-07 27-11-07 30-11-07 03-12-07 06-12-07 08-12-07
15 gr 6 6 6 6 7 7 7 7
pH 25 gr 6 6 6 6 7 7 7 7
35 gr 6 6 6 6 7 7 7 7
4
Hubungan antara waktu pengomposan dengan temperatur kompos dapat dilihat dari gambar 4.1.
Tabel 4.3. Data Hasil Analisa Kandungan Nitrogen
60
Jenis Sampel (Stardec)
Berat Sampel (gr)
Vol NaOH Blanko
Vol. NaOH Sampel (ml)
Hasil (%)
1.
15 gr
0,502
49,5 ml
48,36
0,3181
2.
25 gr
0,532
49,5 ml
47,56
0,5108
3.
35 gr
0,515
49,5 ml
46,77
0,7426
50 Temperatur (oC)
No
40
15 gr
30
25 gr 35 gr
20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Waktu (hari)
Gambar 4.1. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap Temperatur
Tabel 4.4. Data Hasil Analisa Kandungan Phosfor No
Jenis Sampel
Berat Endapan
Pengenceran
Hasil (%)
1.
15 gr Stardec
5,1112
0,0029 gr
4
0,0075
2.
25 gr Stardec
5,1112
0,0049 gr
4
0,0126
3.
35 gr Stardec
5,1112
0,0071 gr
4
0,0183
Berat Sampel (gr)
Tabel 4.5. Data Hasil Analisa Kandungan Kalium No
Jenis Sampel
Berat Sampel (gr)
Berat Endapan
Hasil (%)
1.
15 gr Stardec
10,1708
0,038 gr
0,127
2.
25 gr Stardec
10,1708
0,0619 gr
0,207
3.
35 gr Stardec
10,1708
0,0871gr
0,291
4.2. PEMBAHASAN 4.2.1. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap Temperatur Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pembuatan kompos dari ampas tahu dengan penambahan Activator Stardec ini merupakan proses pengomposan secara aerobik. Suhu optimum pengomposan aerobik adalah 40-60oC dengan suhu maksimum 75oC (Suhut Simamora dan Salundik, 2006).
Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama. Peningkatan suhu yang terjadi pada awal pengomposan ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme (Nan Djuarnani, 2005). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 35 gr mengalami kenaikan temperatur yang relatif lebih cepat dibandingkan dua perlakuan yang lain dan kemudian temperatur turun secara perlahan. Pada kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 25 gr mengalami kecenderungan kenaikan temperatur yang lebih cepat dibandingkan kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 15 gr tapi lebih lambat dibandingkan kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 35 gr. Sedangkan kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 15 gr mengalami kenaikan temperatur yang relatif lebih lambat. Temperatur maksimum yang dicapai pada kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 15 gr, 25 gr dan 35 gr secara berurutan adalah 48oC, 50oC dan 52oC. Temperatur yang dicapai pada proses pengomposan tersebut termasuk temperatur optimum, tapi belum bisa membunuh mikroorganisme ataupun unsur-unsur patogen lain yang terkandung dalam kompos. Untuk membunuh mikroorganisme patogen (bibit penyakit), menetralisisr bibit hama seperti lalat dan mematikan biji rumput pengganggu hanya bisa terjadi pada temperatur di atas 60oC (Nan Djuarnani, 2005). Pada awal dekomposisi, mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan adalah jenis mesofil (suhu pengomposan masih dibawah 40oC). Mikroorganisme mesofil ini bekerja pada
5
(derajat keasaman rendah) akanmenyebabkan sebagian mikroorganisme mati (Nan Djuarnanai, 2005). Derajat keasaman (pH) selama pembuatan kompos dari ampas tahu dengan penambahan Activator Stardec dapat dilihat pada gambar 4.2. 7.5
pH
temperatur 25-40oC. Berdasarkan data temperatur pengomposan, pada kompos dengan Activator Stardec sebanyak 15 gr temperatur awal kompos adalah 30oC kemudian naik hingga hari ke 6 pengomposan menjadi 39oC, pada kisaran temperatur ini mikroorganisme yang melakukan proses perombakan adalah mikroorganisme mesofil. Beberapa hari setelah terfermentasi, suhu pengomposan meningkat sehingga peran mikroorganisme mesofil digantikan oleh mikroorganisme termofil, yaitu pada hari ke 7 hingga hari ke 13 pengomposan, kisaran temperatur 41-45oC. Temperatur turun sejak hari ke 11 hingga hari ke 21. Pada hari ke 15 temperatur kompos 38oC hingga hari ke 21 temperatur kompos menjadi stabil 30oC, pada kisaran temperatur ini mikroorganisme mesofil akan aktif kembali. Pada kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 25 gr, hari pertama hingga hari ke lima mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan adalah mikroorganisme mesofil dengan kisaran temperatur kompos 30-38oC. Pada hari ke 6 hingga hari ke 15 temperatur kompos berkisar 41-50oC, pada temperatur ini mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme termofil. Mikroorganisme mesofil aktif kembali pada hari ke 16 sampai akhir pengomposan dengan kisaran temperatur 30-36oC. Pada kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 35 gr, kisaran temperatur yang sesuai untuk perkembangan mikroorganisme mesofil adalah pada hari pertama hingga hari ke 2 pengomposan dengan kisaran temperatur 30-38oC. Sedangkan pada hari ke 3 hingga hari ke 12 pengomposan, temperatur kompos berkisar 4152oC, pada kisaran temperatur ini peran mikrorganisme mesofil digantikan oleh mikroorganisme termofil. Kemudian mikroorganisme mesofil aktif kembali pada hari ke 13 sampai hari ke 21 pengmposan dengan kisaran temperatur 30-40oC. 4.2.2. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap pH Selain temperatur, derajat keasaman (pH) juga mempengaruhi proses pengomposan karena pH merupakan salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan (Suhut Simamora dan Salundik, 2006). Derajat keasaman yang terlalu tinggi akan menyebabkan konsumsi oksigen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Selain itu juga dapat menyebabkan unsur nitrogen dalam kompos berubah menjadi amonia (NH3). Sebaliknya, dalam keadaan asam
7
15 gr
6.5
25 gr
6
35 gr
5.5 0
5
10
15
20
25
Waktu (hari)
Gambar 4.2. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap pH Dari gambar 4.2. dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah activator yang digunakan tidak mempengaruhi pH pengomposan. Pada awal pengomposan pH kompos adalah 6; hal ini menunjukkan kondisi kompos adalah asam. Untuk pengomposan secara aerobik pH optimum berkisar 6-8 (Dipo Yuwono, 2006). pH 6 pada awal pengomposan masih termasuk pH optimum (ideal). Pada awal pengomposan reaksi cenderung agak asam karena bahan organik yang dirombak menghasilkan asam-asam organik sederhana (Suhut Simamora dan Salundik, 2006). Seiring dengan bertambahnya waktu pengomposan pH kompos mulai naik. Kenaikan pH kompos terlihat pada hari ke 13, yaitu beberapa hari setelah penambahan abu. Derajat keasaman yang terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur atau abu dapur ke dalam bahan kompos (Nan Djuarnani, 2005). Selain penambahan abu, peningkatan pH juga terjadi akibat adanya aktifitas mikroorganisme yang mengkonversi asam organik yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya. pH pengomposan akan naik sejalan waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada pH netral (7). 4.2.3. Persentase Nitrogen, Phosfor dan Kalium dari Kompos yang dihasilkan Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangannya (Nan Djuarnani, 2005). Selain itu kualitas kompos juga diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang ada di dalamnya (Suhut Simamora dan Salundik, 2006) Persentase Nitrogen (N), Phosfor (P2O5) dan Kalium (K2O) dalam kompos dari ampas tahu
6
dengan penambahan activator Stardec dapat dilihat pada gambar 4.3, 4.4 dan 4.5.
P e rs e n ta s e (% )
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jumlah Penambahan Stardec (gr)
V. KESIMPULAN
Gambar 4.3. Persentase Nitrogen
Persen tase (% )
0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jumlah Penambahan Stardec (gr)
Gambar 4.4. Persentase Phosfor
P ersen tas e ( % )
0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
baik dengan banyaknya mikroorganisme yang berperan. Begitupun sebaliknya, pada penambahan activator Stardec 15 gr kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kaliumnya pun paling sedikit karena kurangnya jumlah mikroorganisme yang berperan. Mikroorganisme merupakan faktor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme inilah yang merombak bahan organik menjadi kompos (Nan Djuarnani, 2005).
30
35
40
Jumlah Penambahan Stardec (gr)
Gambar 4.5. Persentase Kalium Dari gambar 4.3, 4.4 dan 4.5 di atas dapat dilihat bahwa persentase Nitrogen, Phosfor dan Kalium yang terbanyak terdapat pada kompos dengan penambahan activator Stardec paling banyak, yaitu 35 gr. Perbedaan persentase kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kalium ini disebabkan oleh perbedaan jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan. Dengan semakin banyaknya jumlah activator Stardec yang ditambahkan maka mikroorganisme yang menguraikan asam-asam amino pada protein menjadi Nitrogen lebih banyak dan lebih aktif dan kerja enzim yang mengubah karbohidrat menjadi phosfat oleh bakteri pembentuk phosfat lebih baik Pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh jasad-jasad renik terutama Nitrogen (N), Phosfor (P) dan Kalium (K) akan berlangsung lebih
Dari hasil penelitian pembuatan kompos dari ampas tahu dengan menggunakan Activator Stardec sebanyak 15 gr, 25 gr dan 35 gr dapat disimpulkan: 1. Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos. 2. Waktu pengomposan sama pengaruhnya terhadap temperatur dan pH ketiga sampel kompos. Temperatur naik pada awal pengomposan hingga pertengahan minggu ke dua kemudian mengalami penurunan hingga akhir pengomposan. Temperatur maksimum pada kompos dengan penambahan Activator Stardec sebanyak 15 gr, 25 gr dan 35 gr secara berurutan adalah 45oC, 48oC dan 52oC. Temperatur awal dan akhir pengomposan 30oC. Derajat keasaman (pH) kompos pada awal pongomposan 6 dan pada akhir pengomposan 7. 3. Hasil analisa Nitrogen, Phosfor dan Kalium pada kompos dengan 15 gr activator Stardec adalah 0,3181%, 0,0075% dan 0,127%; pada kompos dengan 25 gr activator Stardec adalah 0,5108%, 0,0126% dan 0,207%; dan pada kompos dengan 35 gr activator Stardec adalah 0,7426%, 0,0183% dan 0,291%. 4. Kualitas kompos akan semakin baik dengan semakin banyaknya activator Stardec yang digunakan.
7
DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, Wisnu. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta: Bumi Aksara. Djuarnani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hadisumitro, Leonardus Murbandono. 2007. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya. Indriani, Yovita Hety. 2007. Membuat Kompos secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya. Simamora, Suhut dkk. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro Media. Suprapti, M. Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Jakarta : Kanisius. Yuwono, Dipo. 2006. Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya