Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
EFFEKTIVITAS PENGGUNAAN FORMALDEHIDA SEBAGAI PELINDUNG PROTEIN TERHADAP KECERNAAN IN-VITRO PROTEIN KASAR BUNGKIL KELAPA (The Effectivity of the Used of Formaldehyde as Protein Protector to the In Vitro Crude Protein Digestibility of Coconut Meal) YENNY NUR ANGGRAENY dan NOOR HUDHIA KRISHNA Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan
ABSTRACT Coconut meal is one of protein source that compose beef cattle consentrate, but the crude protein rumen is high (89,24%). The higher of crude protein digestibility in the cause inefficiency. Crude protein rumen digestibility can be decreased by formaldehyde (HCHO) treatment. Parameters observed were N solubility, rumen crude protein digestibility, and totally crude protein digestibility. The study of N solubility on coconut meal used 4 x 5 factorially designed using Complete Random Design and the study of N solubility. The firsts factor were the levels of HCHO (0%; 2.5%; 5%; 7.5%) and the seconds factor were incubation times (0.3.6.12.24 hours). The solubility and digestibility of coconut meal were compared by skim milk powder. The results showed that interaction of HCHO treatment and incubation times significantly decreased N solubility both of coconut meal and skim milk powder. N solubility of coconut meal decreased from 33.83% (0% HCHO) to 18.34% (7.5% HCHO). On skim milk powder, the N solubility decreased from 21.42% (0% HCHO) to 14.82% (7,5% HCHO). Maximal N solubility on coconut meal and skim milk powder was on 3 hours after incubation. The solubility decreased by increasing of incubation times. The used of HCHO decreased crude protein digestibility on coconut meal and skim milk powder. Crude protein digestibility of coconut meal decreased from 88.54% (0% HCHO) to 64.04% (7.5% HCHO). On skim milk powder, crude protein digestibility decreased from 97.07 (0% HCHO) to 74.34% (7.5% HCHO). Total crude protein digestibility on coconut meal decreased from 96.20% (0% HCHO) to 86.80% (7.5% HCHO). Total crude protein digestibility on skim milk powder was similar on 0% HCHO treatment (96.20%) and in skim milk powder was 86.80% (7.5% HCHO). The conclusion of this research that HCHO was effectif as a protein protectector agen on coconut meal. Key Words: N Solubility, Digestibility, Coconut Meal, Skim Milk Powder ABSTRAK Bungkil kelapa merupakan bahan pakan sumber protein kasar (PK) penyusun konsentrat sapi potong, namun bahan tersebut mempunyai tingkat kecernaan yang tinggi di dalam rumen yaitu 89,24%. Tingginya kecernaan PK di dalam rumen tersebut menyebabkan efisiensi penggunaannya menjadi menurun karena PK akan diubah menjadi amonia (NH3) melebihi jumlah yang dibutuhkan mikroba selanjutnya dapat mengurangi suplai PK ke usus halus untuk induk semang. Kecernaan PK di dalam rumen dapat dikurangi, salah satunya melalui penggunaan formaldehida (HCHO). Pada penelitian ini telah dicoba penggunaan formaldehida untuk menurunkan kecernaan bungkil kelapa di dalam rumen secara in-vitro. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kelarutan N total, kecernaan PK dalam cairan rumen dan kecernaan PK total. Kelarutan N total bungkil kelapa menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 4 x 5, faktor 1 adalah konsentrasi HCHO yaitu 0; 2,5; 5 dan 7,5% dan faktor 2 adalah masa inkubasi (0, 3, 6, 12 dan 24 jam). Susu bubuk skim digunakan sebagai pembanding terhadap parameter kelarutan N dan kecernaan PK bungkil kelapa. Konsentrasi HCHO pada susu bubuk skim adalah 0 dan 7,5% baik pada parameter kelarutan N maupun pada kecernaan PK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi HCHO dan masa inkubasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kelarutan N bungkil kelapa. Nilai kelarutan N bungkil kelapa menurun dari 33,83% (0% HCHO) menjadi 18,34% (7,5% HCHO). Hasil yang sama didapatkan pada susu skim dengan nilai kelarutan 21,42% (0% HCHO) menjadi 14,82% (7,5% HCHO). Kelarutan N maksimal baik pada bungkil kelapa maupun susu skim terjadi pada masa inkubasi 3 jam. Nilai kelarutan menurun dengan meningkatnya masa inkubasi. Penggunaan HCHO menurunkan nilai kecernaan PK pada bungkil
430
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
kelapa dan susu skim. Kecernaan PK bungkil kelapa di dalam rumen menurun dari 88,54% (0% HCHO) menjadi 64,04% (7,5% HCHO), sedangkan kecernaan PK di dalam rumen pada susu skim menurun dari 97,07% (0% HCHO) menjadi 74,34% (7,5% HCHO). Nilai kecernaan PK total bungkil kelapa menurun dari 96,20% (0% HCHO) menjadi 86,90% (7,5% HCHO). Nilai kecernaan PK total pada susu skim tidak berbeda antara 0% HCHO (99,98%) dan 7,5% HCHO (99,97%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah HCHO sangat efektif digunakan sebagai pelindung protein pada bungkil kelapa. Kata Kunci: Kelarutan N, Kecernaan, Bungkil Kelapa, Susu Skim
PENDAHULUAN Kebutuhan protein pada ternak ruminansia dipenuhi dari protein pakan, protein mikroba dan sekresi endogen yang berasal dari sel epithel mukosa rumen, mucoprotein dan mucopolysacharida (CHALUPA, 1974; NOLAN dan LENG 1983). Sumber–sumber protein tersebut akan dicerna secara enzimatis di dalam abomasum menjadi asam amino yang siap digunakan oleh induk semang. Tetapi sebelumnya sumber–sumber protein tersebut telah mengalami degradasi di dalam perut depan (retikulorumen dan omasum) yang tidak dipunyai oleh ternak non ruminansia (SMITH, 1989). Degradasi pakan melibatkan enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba rumen, dimana proses tersebut menghasilkan asam amino dan peptida sebagai produk antara dan NH3 sebagai produk akhir (TAMINGGA, 1979; SMITH, 1989). NOLAN dan LENG (1983) menyatakan bahwa 50–80% kebutuhan N mikroba diperoleh dari pool NH3 cairan rumen untuk sintesis tubuhnya, sehingga konsentrasi NH3 minimum untuk kebutuhan sisntesis mikroba harus dipertahankan yaitu sekitar 5 mg N/100 ml (SATER dan SLYTER, 1974). Apabila konsentrasi NH3 di dalam cairan rumen melebihi yang dibutuhkan untuk sintesis mikroba maka akan dikeluarkan dari rumen secara difusi melalui dinding rumen. Melihat dari metabolisme protein pada ternak ruminansia, maka pemberian protein pakan pada ternak tersebut perlu memperhatikan dua hal, yaitu: dapat mencukupi kebutuhan nutrisi mikroba rumen dan dapat mencukupi kebutuhan asam amino induk semang, yaitu berupa protein pakan yang lolos dari degradasi di dalam rumen (HAGEMEISTER, 1977).
Bungkil kelapa telah lama dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. SIRAIT (1994) melaporkan bahwa bungkil kelapa mempunyai tingkat degdasi protein yang cukup tinggi di dalam cairan rumen yaitu 89,24% dengan masa inkubasi 48 jam. Hal tersebut, mengakibatkan menurunnya efisiensi penggunaannya karena sejumlah besar protein akan diubah menjadi NH3 melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh mikroba rumen. Usaha pengurangan degradasi di dalam rumen diharapkan dapat meningkatkan jumlah protein yang lolos dari degradasi, untuk itu pengaplikasian formaldehida (HCHO) sebagai agent pelindung protein yang murah perlu dilakukan. HCHO termasuk senyawa aldehida yang banyak digunakan untuk mengawetkan spesimen hayati, karena larutan tersebut berikatan dengan protein jaringan sehingga membuatnya keras dan tidak mudah larut di dalam air (WILBRAHAM dan MATTA, 1992). Prinsip dasar dari perlakuan protein dengan HCHO adalah membentuk ikatan kimia dengan protein yang bersifat stabil pada pH mendekati netral seperti pada pH rumen, tetapi menjadi labil pada pH asam seperti pada pH abomasum. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah bungkil kelapa, susu skim, HCHO teknis, cairan rumen seekor sapi berfistula rumen, larutan buffer Mc Dougall, larutan HCl pepsin dan enzim pepsin sintetis. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat analisa kecernaan bahan pakan secara in-vitro, seperangkat alat analisa protein (Metode Kjeldhal), sentrifugator, sprayer. Metoda penelitian ini adalah percobaan sedangkan parameter yang diamati adalah kelarutan N total, kecernaan PK di dalam rumen dan kecernaan PK total.
431
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Kelarutan N total Percobaan kelarutan N pada bungkil kelapa menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 5. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan HCHO yang ditambahkan pada bungkil kelapa yaitu 0; 2,5; 5 dan 7,5%. Faktor kedua adalah masa inkubasi yaitu 0 jam, 3, 6, 12 dan 24 jam. Percobaan kelarutan N pada susu skim menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 x 5. Faktor pertama adalah konsentrasi HCHO yang ditambahkan pada susu skim yaitu 0 dan 7,5%. Faktor kedua adalah masa inkubasi yaitu 0, 3, 6, 12 dan 24 jam. Penentuan kelarutan N dilakukan menggunakan metode modifikasi dengan metode Kjeldhal. 1 g sampel pada masing– masing perlakuan dimasukkan dalam tabung fermentor dan ditambahkan 50 ml larutan buffer Mc Dougall. Setelah tiba masa inkubasi, masing–masing perlakuan disntrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 10 ml supernatan diambil untuk dianalisa N terlarut. Nilai kelarutan N total bahan adalah: % kelarutan N total
=
rumen pada susu skim dilakukan pada konsentrasi HCHO yaitu 0 dan 7,5%. Pengukuran kecernaan total dilakukan dengan menambahkan larutan HCl–pepsin pada residu bahan pakan masing–masing perlakuan yang telah diinkubasi dalam cairan rumen + buffer Mc Dougall. Residu bahan pakan + HCl pepsin diinkubasi selama 48 jam. Nilai kecernaan PK rumen dan PK total adalah sebagai berikut: A-B Kecernaan PK rumen = A Kecernaan PK total =
A-C A
A = Jumlah PK sample bahan pakan dalam BK (g) B = Jumlah PK sample bahan pakan setelah diinkubasi dalam cairan rumen dalam BK (g) C = Jumlah PK sample bahan pakan setelah diinkubasi dalam cairan rumen dilanjutkan diinkubasi dalam larutan HCl pepsin dalam BK (g)
N supernatant (g) x 100% N sampel (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
dan
Kandungan zat gizi bungkil kepala dan susu bubuk skim
Kecernaan PK dilakukan menurut metode TILLEY dan TERRY (1963). Percobaan kecernaan PK rumen dilakukan dengan menginkubasi bahan pakan dalam campuran cairan rumen + buffer Mc Dougall pada suhu 39oC selama 48 jam dalam kondisi anaerob. Kecernaan PK rumen pada bungkil kelapa menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas 4 perlakuan konsentrasi HCHO yaitu 0, 2,5; 5 dan 7,5%. Pengukuran kecernaan PK
Kandungan zat gizi bungkil kelapa dan susu bubuk skim tertera pada Tabel 1. Kandungan BK bungkil kelapa yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi daripada kandungan BK bungkil kelapa yang dilaporkan HARTADI et al. (1993) yaitu 86%. Demikian pula kandungan PK bungkil kelapa pada penelitian ini lebih tinggi daripada kandungan PK menurut HARTADI et al. (1993) yaitu 21,6%.
Kecernaan PK di kecernaan PK total
dalam
rumen
Tabel 1. Kandungan zat gizi bungkil kelapa dan susu bubuk skim Bahan pakan
Kandungan Zat Gizi BK (%)
N total ( % BK)
PK (% BK)
Bungkil kelapa
92,0
3,9
24,1
Susu bubuk skim
94,0
4,9
30,5
Sumber: Analisa proksimat laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
432
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pengaruh penggunaan HCHO terhadap kelarutan nitrogen pada bungkil kelapa Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi HCHO berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penurunan kelarutan N total baik pada bungkil kelapa maupun terhadap susu bubuk skim dengan semakin meningkatnya konsentrasi HCHO yang ditambahkan tertera pada Tabel 2. Penurunan kelarutan N total pada bungkil kelapa disebabkan karena terbentuknya ikatan methylen dengan protein yang menyelubungi lapisan luar matrik protein (MC ALLISTER et al., 1989), sehingga protein yang terikat dengan HCHO tidak mudah larut dalam air (FERGUSON, 1975; WILBRAHAM dan MATTA, 1992). Kekuatan ikatan methylen yang terjadi besarnya tergantung pada banyaknya HCHO yang ditambahkan (FERGUSON, 1975). KAUFMANN dan LUPPING (1982) melaporkan bahwa dengan penambahan HCHO sebesar 5 g/kg menyebabkan terjadinya penurunan kelarutan N total sebesar 4% dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu sebesar 24%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa masa inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total pada bungkil kelapa. Kelarutan N total bungkil kelapa minimal pada masa inkubasi 0 jam dan mencapai titik maksimal 3 jam. Pencapaian masa inkubasi maksimal tersebut karena jumlah N yang mudah larut telah larut seluruhnya, sehingga pada masa inkubasi selanjutnya nilai kelarutan N total cenderung tetap kemudian menurun.
TAMINGGA (1982) menyatakan bahwa jumlah N yang mudah larut sebagian besar akan hilang pada cairan rumen selama 2 jam pertama inkubasi. Jumlah N yang hilang setelah masa inkubasi 2 jam merupakan bagian dari protein pakan yang tidak larut tetapi potensial untuk didegradasi WOHLT et al. (1973) menyatakan bahwa masa inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N. Penurunan setelah masa inkubasi 3 jam mungkin disebabkan karena adanya denaturasi protein. WHOLT et al. (1973) melaporkan bahwa nilai kelarutan dalam cairan rumen yang diautoklaf mengalami penurunan setelah masa inkubasi 1 jam. Hal ini disebabkan karena denaturasi protein pada larutan. Pengaruh konsentrasi HCHO dan masa inkubasi adalah sangat nyata terhadap kelarutan N total pada bungkil kelapa. Kelarutan N total tertinggi pada bungkil kelapa terjadi pada kombinasi perlakuan tanpa HCHO pada inkubasi 3 jam. Tingginya kelarutan N pada kombinasi perlakuan tersebut disebabkan karena tidak adanya HCHO yang ditambahkan dan adanya pengaruh inkubasi. Kelarutan N terendah pada bungkil kelapa terjadi pada penambahan HCHO 7,5% pada inkubasi 3 jam Kelarutan N total dipengaruhi oleh terbentuknya ikatan methylen antara molekul protein dan HCHO, dimana tingkat keterikatannya dipengaruhi oleh konsentrasi HCHO yang ditambahkan (BARRY, 1973).
Tabel 2. Nilai kelarutan N total bungkil kelapa pada berbagai perlakuan konsentrasi HCHO dan masa inkubasi Konsentrasi HCHO (%)
Masa inkubasi 6 jam
3 jam
0%
23,83 ± 0,49c
38,03 ± 0,00f
35,66 ± 0,47g 35,64 ± 0,67f 35,65 ± 0,67
33,82 ± 5,65p
2,5%
21,38 ± 0,67b
31,66 ± 0,54e
32,69 ± 1,02e 32,34 ± 1,02 31,39 ± 1,28
29,89 ± 4,78q
a
a
5%
17,75 ± 0,64
28,82 ± 0,78
7,5%
18,46 ± 0,42a
18,25 ± 0, 39a
A
D
Rataan
20,20 ± 1,97
29,18 ± 8,25
12 jam
Rataan
0 jam
c
48 jam
21,08 ± 0,88 20,92 ± 0,83
22,39 ± 3,40r
18,31 ± 0,28a 18,33 ± 0,28 18,35 ± 0,30
18,34 ± 0,08s
23,37 ± 0,88 27,51 ± 8,43
C
B
26,85 ± 8,43 26,58 ± 8,27
A
A,B,C dan D = menunjukkan perlakuan masa inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total p, q, r dan s = menunjukkan perlakuan konsentrasi HCHO berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total a,b,c,d,e,f,g = menunjukkan perlakuan interaksi antara masa inkubasi dan konsentrasi HCHO berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total
433
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
rumen dan PK total pada bungkil kelapa secara in-vitro tertera pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan HCHO berpengaruh sangat nyata pada kecernaan PK di dalam cairan rumen maupun kecernaan PK total. Kecernaan PK di dalam rumen menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi HCHO. Penurunan kecernaan protein pada bungkil kelapa yang disemprot HCHO disebabkan karena terbentuknya ikatan methylen dengan matrik protein pada bungkil kelapa. Penelitian yang dilakukan PHILLIP (1981) melaporkan bahwa kecernaan PK bungkil kedelai di dalam cairan rumen menurun sangat nyata dengan semakin meningkatnya HCHO yang ditambahkan. NISHIMUTA et al. (1974) dan WACHIRA et al. (1974) melaporkan, rendahnya kecernaan PK di dalam rumen pada bungkil kedelai yang diberi perlakuan HCHO disebabkan karena mikroorganisme tidak mampu mendegradasi N pakan. Kecernaan PK total bungkil kelapa setelah dilakukan penambahan HCl-pepsin pada residu sample yang telah diinkubasi di dalam rumen menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi HCH. Akan tetapi peningkatan konsentrasi HCHO menyebabkan terjadinya peningkatan protein yang lolos degradasi di dlam rumen (T-R). Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi pemutusan ikatan methylen dengan adanya peningkatan pH larutan HClpepsin. Hasil penelitian pengaruh HCHO pada bungkil kelapa ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh PHILLIP (1981).
Pengaruh penggunaan HCHO terhadap kelarutan nitrogen pada susu bubuk skim Pengaruh interaksi penggunaan HCHO dan masa inkubasi terhadap kelarutan N susu bubuk skim tertera pada Tabel 3. Penggunaan HCHO sangat nyata menurunkan kelarutan N total pada susu bubuk skim. Kelarutan N total pada susu skim yang ditambah 7,5% HCHO adalah 14,82% sedangkan yang tanpa ditambah HCHO adalah 21,42%. Rendahnya nilai kelarutan N total susu bubuk skim tanpa perlakuan HCHO dibandingkan nilai kelarutan N total bungkil kelapa diduga karena adanya ion Ca2+ pada pelarut, dimana ion Ca2+ berperan pada penggumpalan, pengendapan dan kekuatan penggumpalan protein susu (BUCKLE et al. 1987). Kelarutan N total tertinggi terjadi pada masa inkubasi 3 jam (19,55%) sedangkan terendah adalah pada masa inkubasi 0 jam (14,68%). Hasil ini sesuai dengan penelitian TAMINGGA (1982). Kelarutan tertinggi pada susu bubuk skim terjadi pada perlakuan tanpa HCHO pada masa inkubasi 6 jam yaitu 22,63%. Pengaruh penambahan HCHO terhadap kecernaan PK di dalam cairan rumen dan kecernaan PK total secara In-vitro pada bungkil kelapa Data pengaruh penambahan HCHO terhadap nilai kecernaan PK di dalam cairan
Tabel 3. Nilai kelarutan N total susu bubuk skim pada berbagai perlakuan konsentrasi HCHO dan masa inkubasi Masa inkubasi
Konsentrasi HCHO (%) 0%
0 jam
Rataan
7,5%
17, 59 ± 0,53c
11,77 ± 0,67a
14,68 ± 4,12A
c
19,55 ± 5,71C
c
16,89 ± 0,09
18,94 ± 5,78C
22,26 ± 0,35d
14,18 ± 0,29b
18,22 ± 4,05B
35,65 ± 0,67
d
b
18,21 ± 3,82A
33,82 ± 5,65
p
21,99 ± 0,81
d
16,58 ± 0, 09
6 jam
22,63 ± 0,47
d
12 jam 48 jam
3 jam
Rataan
18,35 ± 0,30
18,34 ± 0,08
s
A,B,C dan D = menunjukkan perlakuan masa inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total P dan q = menunjukkan perlakuan konsentrasi HCHO berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total a,b,c,d,e,f,g = menunjukkan perlakuan interaksi antara masa inkubasi dan konsentrasi HCHO berpengaruh sangat nyata terhadap kelarutan N total
434
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 4. Kecernaan PK di dalam rumen dan kecernaan PK total pada bungkil kelapa Konsentrasi HCHO (%)
Kecernaan PK rumen/R (%)
Kecernaan PK total/T (%)
Protein lolos degradasi di rumen (T- R) (%)
0
86,54 ± 0,20D
96,20 ± 0,27 d
9,66 p
2,5
82,40 ± 0,25C
94,50 ± 0,18 c
12,10 q
5
77,78 ± 0,58B
91,10 ± 0,03 b
13,32 r
7,5
64,03 ± 0,73A
86, 90 ± 0,88 a
22,87 s
A, B, C dan D = a, b, c dan d
=
p, q, r dan s
=
menunjukkan perlakuan HCHO berpengaruh sangat nyata pada kecernaan PK di dalam rumen pada bungkil kelapa. menunjukkan perlakuan HCHO berpengaruh sangat nyata pada kecernaan PK total pada bungkil kelapa. menunjukkan perlakuan HCHO berpengaruh sangat nyata pada jumlah PK yang lolos dari degradasi di rumen
Pengaruh penambahan HCHO terhadap kecernaan pk di dalam cairan rumen dan kecernaan pk total secara in-vitro pada susu bubuk skim Data pengaruh penambahan HCHO terhadap nilai kecernaan PK di dalam cairan rumen dan PK total pada susu bubuk skim secara in-vitro disajikan pada Tabel 5. Penambahan 7,5% HCHO pada susu bubuk skim menghasilkan kecernaan PK rumen lebih rendah (74,35%) dibandingkan dengan susu bubuk skim tanpa HCHO (96,06%). Tingginya nilai kecernaan susu bubuk skim kontrol disebabkan karena kasein mempunyai sedikit struktur tersier sehingga kasein merupakan media yang ideal untuk enzim proteolitik (SEN et al., 1981). Rendahnya nilai kecernaan PK susu bubuk skim dengan penambahan 7,5% HCHO disebabkan karena adanya modifikasi secara kimia pada protein yang menghambat degradasi oleh enzim proteolitik. STOBBS et al. (1980) melaporkan bahwa penambahan 10% HCHO dengan perbandingan 0, 1 l/ kg kasein menyebabkan 5% formalkasein yang mengalami deaminasi pada inkubasi 24 jam,
sedangkan kasein tanpa HCHO mengalami deaminasi sebesar 75%. Kecernaan PK total susu bubuk skim pada perlakuan kontrol hampir sama dengan pada penambahan 7,5% HCHO (99,99 vs 99,98%). Hal tersebut disebabkan karena rendahnya kandungan arginin. Rendahnya kandungan arginin pada susu bubuk skim menyebabkan jumlah ikatan methilen yang terbentuk dengan gugus guaninidin hanya sedikit. FRAENKEL et.al. (1945) melaporkan bahwa ikatan methylen pada gugus guanidin dapat dibebaskan secara lambat, gugus amino dapat dilepaskan secara sempurna, sedangkan gugus amida cukup stabil pada pH asam (4,6). Konsentrasi HCHO (%) 0
7,5
Kecernaan PK rumen/R (%)
96,06± 0,41
74,35± 0,11
Kecernaan total/T (%)
99,99±0,005
99,98±0,008
3,95
25,63
PK
Protein lolos degradasi di rumen (T-R) (%)
Tabel 5. Kecernaan PK di dalam rumen dan kecernaan PK total pada susu skim Konsentrasi HCHO (%)
Protein lolos degradasi di rumen (T-R) (%)
Kecernaan PK rumen/R (%)
Kecernaan PK total/T (%)
0
96,06 ± 0,41
99, 99 ± 0,005
3,95
7,5
74,35 ± 0,11
99, 98 ± 0,008
25,63
435
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KESIMPULAN Kelarutan N total bungkil kelapa dan susu bubuk skim dipengaruhi interaksi konsentrasi formaldehida dan masa inkubasi. Penggunaan formaldehida berpengaruh terhadap kelarutan N total bungkil kelapa dan susu bubuk skim. Kelarutan N total bungkil kelapa dan susu bubuk skim makin menurun dengan meningkatnya konsentrasi formaldehida yang ditambahkan. Kelarutan N total tertinggi pada masa inkubasi 3 jam. Kecernaan PK di dalam cairan rumen dan kecernaan PK total dipengaruhi oleh konsentrasi formaldehida baik pada bungkil kelapa maupun susu bubuk skim. Kecernaan PK di dalam cairan rumen dan kecernaan PK total menurun dengan meningkatnya konsentrasi formaldehida yang ditambahkan pada bahan pakan, namun peningkatan konsentrasi formaldehida dapat meningkatkan jumlah suplai PK yang dicerna di usus halus. Penggunaan formaldehida 7,5% efektif digunakan sebagai agent pelindung terhadap degradasi di dalam rumen karena dapat meningkatkan supply protein by pass ke usus halus. DAFTAR PUSTAKA BARRY, T.N. 1973. Effect of Treatment with Formaldehyde and Intraperitoneal Supplement with D–L Methionine on the Digestion and Utilisation of Hay Diet by Sheep. New Zealand. J. Agr. Res. pp. 16–18. BUCKLE, K.A., R.A. EDWARDS, G.H FLEET and M. WOOTOON. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
HAGEMEISTER, H. 1977. Effect of Protection on the Supply of Protein to Ruminant. In Protein Metabolism and Nutrition. Tamingga. Proc. Of the Second International Symposium on Protein Metabolism and Nutrition Held at Flevoh of Netherland. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO, A.D. TILLMAN. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. KAUFMANN and LUPPING. 1982. Protected Protein and Protected Amino Acid in Protein Contribution of Feedstufs for Ruminants: Application in Feed Formulation. MILLER, E.L. and I.H. DIKE (Eds.). Butterworth Scientific. England. MC ALLISTER, T.A., L.M. RODE, K.J. CHENG, J.G. BUCHANAN and SMITH. The Effect of Formaldehyde on in-vitro Digestion of Barley Starch. AJAS. 2(3): 355–356. NISHIMUTA, J.F., D.G. ELY, H.A. BOLING. 1974. Ruminal by Pass Out Dietary Soy Bean Protein Treated with Heat, Formalin and Tannic Acid. J. Anim. Sci.. 39: 952–957. NOLAN, J.V. and LENG, R.A. 1983. Nitrogen Metabolism in the Rumen and Its Measurement. Reprint from Nuclear Techniques for Assesing and Improving Ruminant Feeds. International Atomic Energy Agency. Vienna. PHILLIP, W.A. 1981. In vitro digestion of soybean meal treated with formaldehyde. J. Anim. Sci. 53(6). SATTER, D. and R.E. ROFFLER. 1977. Calculating for Protein and Non Protein by Ruminant. In: Protein Metabolism and Nutrition. Edited by Taminnga. Proc. of the Second International Symposium on Protein Metabolism and Nutrition Held at Flevohof. Netherland.
CHALUPA, W. 1974. Rumen Bypass and Protection of Protein and Amino Acid. J. Dairy Sci. 58(8): 1198–1217.
SEN, L.C., H.S. LEE, R.E. FEENEY and J.R. WHITAKER. 1981. In Vitro Digestibility and Functional properties of Chemically Modified Casin. J. Agric. Food. Chem. 29(2): 348–353.
FERGUSON, K.A. 1975. The Protection of Dietary Proteins and Amino Acids Againts Microbial Fermentation in the Rumen. In: Digestion and Metabolism in the Ruminant. MC DONALD, I.W. and A.C.I. WARREN. (Eds.). Proc. of the International Symposium on Ruminal Physiology. Australia. August.
SIRAIT, M.M. 1994. Degradasi in sacco Protein Kasar serta Kecernaan HCl–Pepsin Beberapa Bahan Pakan Penyusun Konsentrat Komersial untuk Sapi Perah yang Beredar di Kabupaten Malang dan Pasuruan. Skripsi. Universitas Brawijaya.
FRAENKEL, H., CONCRAT and H.S. OLCOTT. 1945. Reaction of Formaldehyde with Protein. II. Participation of the Guanidyl Groups and Evidence of Crosslinking. American. J. Chem. Society 68: 34–37.
436
SMITH, R.H. 1989. Nitrogen Metabolism in the Ruminant Stomach. In Protein Metabolis in Farm Animal Evaluation, Digestion, Absorbtion and Metabolism IN Farm Animal Evaluation, Digestion, Absorbtion and
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Metabolism. BOCK, H.D., H.G.L. SIMON and ZEBROWSKA. Oxford University Press. Berlin. STOOBS, T.H. MINSON and D.J. MC LEOD, 1972. The Response of Dairy Cows Grazing a Nitrogen Fertilized Grass Pasture to a Supplement of Protected Protein. J. Agric. Sci. Cam. 89: 157– 161. TAMINGA, 1979. Protein Degradation in the Forestomach of Ruminant. J. Anim. Sci. 49(2). TAMINGA, 1982. Energi-protein Relationship and Differences between Rumen and Post Rumen Utilisation. In: Protein Contribution of Feedstuff. For Ruminant: Application in Feed Formulation. MILLER, E.L. and I.H. DIKE (Eds.). Butterworth Scientific. England.
TILLEY, J.M.A. and R.A. TERRY 1963. A two Stage Technique for the in–vitro Digestion of Forage Crops. Agric. Grass. Soc. 18. WACHIRA, J.D., L.D. SATTER, G.P. BROOKE, A. POPE, L. 1974. Evaluation of Formaldehyde Treated Protein for Growing Lambs and Lactating Cows. J. Anim. Sci. 39. 793. WHOLT, J. E., C.J. SNIFFEN, W.H. HOOVER. 1973. Measurement of Protein Solubility in Common Feedstufs. J. Dairy Sci. 56(8): 1052– 1057. WILBRAHAM dan MATTA. 1992. Kimia Organik dan Hayati. Ganeca Exact. Bandung.
DISKUSI Pertanyaan: Bagaimana aplikasinya di lapang? Jawaban: Penggunaan formaldehida pada kegiatan ini pada prinsipnya membentuk ikatan methylin yang memproteksi protein dari degradasi mikroba rumen, tapi meningkatkan protein sejati ke usus untuk induk semang. Formaldehida di dalam tubuh akan dirubah menjadi asam format dan CO2.
437