PEMETAAN STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT (Stakeholder Mapping in Privately Owned Forest Development in Ciamis Regency, West Java) Eva Fauziyah1, Dian Diniyati2, Tri Sulistyati Widyaningsih3, dan Nugraha Firdaus4 1,2,3,4
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4 Ciamis 46201Telp. (0265) 771352 Fax. (0265) 775886, E-mail:
[email protected] Naskah Diterima 8 Mei 2014, naskah disetujui 3 Desember 2014
ABSTRACT Policy implementation on privately-owned forest (POF) requires support from stakeholders including government, private sectors and communities or farmers. This study was aimed to identify and analyze stakeholders and their roles in the development of POF. The research was conducted in Ciamis District of West Java Province from March to December 2011. Snowball method was carried out in order to identify stakeholders involved in the process, while open and in-depth interview and structured intervieuw was utilised for data collection. Results indicated that the stakeholders have different roles in managing POF. Key stakeholder are Forestry and Plantation Service Agency (FPSA) and Local Development Planning Agency (LDPA) that their responsibilities are directly related to POF management, while primary stakeholders are farmers and entrepreneurs which dependent and affected by the forest. The supporting stakeholder are including Environmental Control Agency (ECA), Agriculture and Food Crops District Agency (AFCDA), Agriculture, Plantation, Fishery and Forestry Extention Agency (APFFE), Industry, Trade, Cooperation and Small and Medium Scale Enterpreneur Agency (ITC and SMSE), Perum Perhutani, Nature Resources Conservation Agency (NRCA) and Galuh University. Furthermore, research also has identified stakeholders' influence and role in developing FOP. FPSAand LDPA are considered to be high, while others but ECA are low. Stakeholders who have high interest are FPSA, LDPA, entrepreneurs, and farmers. Key stakeholders and primary stakeholders are mainly responsible in program execution and coordination, while the others are mainly involve in supporting activities.Stakeholder that have high interest and power in privately owned forest development are FPSA and LDPA. Stakeholder that have high power and interest tend to have high role in privately owned forest development, so stakeholder with low power or interest is not needed in privately owned forest development. Keyword: Privately owned forest, stakeholder, level of interest, level of influences, role
ABSTRAK Implementasi kebijakan hutan rakyat memerlukan dukungan berbagai stakeholder baik pemerintah, non pemerintah, swasta, dan masyarakat atau petani sebagai pelaku utama di hutan rakyat. Stakeholder memiliki kepentingan dan dapat membawa pengaruh dalam pengembangan hutan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis stakeholder dan peranya dalam pengembangan hutan rakyat. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Desember 2011. Untuk memperoleh informasi stakeholder yang terlibat, maka dilakukan dengan inventarisasi stakeholder dengan menggunakan metode snowballing. Data dikumpulkan melalui wawancara terbuka dan wawancara mendalam (indepth interview) serta wawancara terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stakeholder dalam pengelolaan hutan rakyat dapat dibedakan atas stakeholder kunci, stakeholder utama, dan stakeholder pendukung. Stakeholder kunci adalah lembaga yang tupoksinya berkaitan langsung dengan pengelolaan hutan rakyat, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Stakeholder utama adalah petani dan pengusaha hutan rakyat yang secara langsung hidupnya tergantung dan terpengaruh oleh keberadaan hutan rakyat. Stakeholder pendukung adalah lembaga pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya tidak terkait langsung namun berkepentingan dan
75
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 2, Desember 2014 (hal. 75-84)
menaruh perhatian terhadap pengelolaan hutan rakyat. Stakeholder pendukung yaitu Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Distanngan), Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM, Perum Perhutani, BBKSDA dan Universitas Galuh Ciamis. Stakeholder yang memiliki tingkat pengaruh tinggi yaitu Dishutbun dan Bappeda. Stakeholder lainnya memiliki pengaruh yang rendah kecuali badan/kantor yang menangani lingkungan hidup mempunyai pengaruh sedang. Stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan tinggi yaitu Dishutbun, Bappeda, Lembaga Penelitian, pengusaha, dan petani hutan rakyat. Peran stakeholder dalam pengelolaan hutan rakyat dibagi menjadi eksekusi, supporting dan koordinasi. Stakeholder kunci dan stakeholder utama lebih berperan sebagai eksekusi dan koordinasi. Sementara stakeholder pendukung hanya berperan sebagai supporting dalam kegiatan pengembangan hutan rakyat. Kata kunci: hutan rakyat, stakeholder, tingkat kepentingan, tingkat pengaruh, peran
I. PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan hutan rakyat di Jawa Barat semakin meningkat sejalan dengan perbaikan kegiatan usaha komersialisasi hasil produksi kayu rakyat. Keberadaan hutan rakyat telah terdapat hampir di seluruh pelosok wilayah Provinsi Jawa Barat. Kondisi hutan rakyat di Jawa Barat yang semakin meningkat ternyata menurut Effendi (2008) tidak dapat mengimbangi konsumsi pengguna hasil hutan kayu di wilayah Jawa Bagian Barat (Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta). Konsekuensinya masyarakat pengguna kayu harus memenuhi kebutuhannya dari hutan rakyat dan kayu luar wilayah (luar Jawa). Artinya bahwa hutan rakyat harus terus diupayakan meningkat tidak hanya luasannya tetapi juga produktivitasnya. Peningkatan produktivitas hasil hutan rakyat ini harus didukung oleh kondisi lingkungan yang kondusif (sosial, ekonomi, politik, dan kebijakan). Oleh karena itu perlu ada kebijakan yang mendukung peningkatan produktivitas hutan rakyat. Dukungan kebijakan atau peraturan dari pemerintah dapat bersifat pendanaan (insentif, kredit), bersifat penyuluhan (pemberdayaan masyarakat), maupun bersifat mengatur (regulatory). Serbruyns dan Luyssaert (2005) dan Bemelmans-video et al. (1998) dalam Schaaf dan Broussard (2005) menyebutkan bahwa instrumen dari kebijakan yang dapat diterapkan di hutan rakyat meliputi kebijakan yang sifatnya menawarkan dana finansial/ekonomi/ insentif untuk mengubah perilaku (carrots), 76
kebijakan yang bersifat regulatif (regulatory/sticks), dan kebijakan yang bersifat memberikan informasi/penyuluhan (sermons), seperti pemberian pendidikan dan pelatihan. Dengan kebijakan yang sesuai, diharapkan hutan rakyat dapat berperan lebih besar lagi bagi pemenuhan kebutuhan kayu dan juga bagi kesejahteraan pelakunya, khususnya petani pemiliknya. Dalam implementasinya, kebijakan yang ada harus didukung oleh semua stakeholder baik pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat atau petani sebagai pelaku utama di hutan rakyat. Keberhasilan implementasi kebijakan hutan rakyat juga sangat bergantung dari partisipasi pihak-pihak yang terkait atau stakeholder. Setiap kegiatan yang dilakukan stakeholder dalam pengelolaan hutan rakyat dan implementasi kebijakan merupakan suatu bentuk aktivitas dalam mengaktualisasikan perannya sebagai stakeholder. Stakeholder memiliki kepentingan dan akan membawa pengaruh bahkan dapat menyebabkan perubahan dasar dalam pengelolaan hutan rakyat dan implementasi kebijakan hutan rakyat. Stakeholder yang terlibat dapat berupa lembaga formal, non formal maupun individu. Lebih jauh stakeholder dapat dikelompokkan menjadi stakeholder kunci, stakeholder utama, dan stakeholder pendukung. Pengelompokkan ini dapat dilihat dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dan seberapa besar perannya dalam pengelolaan hutan rakyat. Identifikasi dan pemetaan para stakeholder di hutan rakyat diharapkan dapat memberikan informasi dan reko-
Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Hutan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, Tri Sulistyati Widyaningsih, dan Nugraha)
mendasi mengenai posisi para stakeholder saat ini dan kemungkinan peningkatan peran sesuai tupoksinya dalam mendukung pengembangan hutan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan stakeholder dan perannya dalam pengembangan hutan rakyat. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat, dengan pertimbangan kabupaten ini memiliki persebaran hutan rakyat hampir di seluruh kecamatan. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Desember 2011. B. Pengambilan Sampel Informasi stakeholder yang terlibat diperoleh melalui inventarisasi baik berupa lembaga pemerintah maupun non pemerintah, perusahaan/swasta serta masyarakat yang berkepentingan terhadap pengem-
bangan hutan rakyat. Inventarisasi ini dilakukan berdasarkan data sekunder dan pengamatan/pengetahuan awal dan bergulir sesuai dengan kondisi di lapangan atau menggunakan metode snowballing. Teknik pengambilan sampel berupa informan dalam analisis stakeholder ini adalah purposive sampling yakni pengambilan informan bertujuan. Informan diambil karena tujuan tertentu sehingga pada teknik ini informan memang dipilih berdasarkan kemampuannya, baik secara formal maupun informal di tingkat desa maupun di tingkat instansi terkait. Informan/responden dalam analisis stakeholder ini disajikan pada Tabel 1. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif. C. Pengumpulan Data dan Analisis Data Data dan informasi dikumpulkan dengan teknik wawancara terbuka dan mendalam (indepth interview) dan wawancara terstruktur menggunakan interview guide yang telah dipersiapkan. Wawancara terbuka dan mendalam memungkinkan peneliti
Tabel 1. Daftar informan Table 1. List of informant Lokasi (Location)
No
Stakeholders (Stakeholders)
1.
Ciamis
Kepala Bidang Kehutanan
Ciamis
Kepala Bidang KSDA
Ciamis
Kepala Seksi RHL
Ciamis
Kepala Sub Bidang Litbang dan Statistik
Ciamis
Penyuluh Kehutanan Madya
Ciamis
Kepala Bidang Perdagangan
Ciamis
Kepala Bidang KSDA Wilayah III
8.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Distanngan) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Umum (Disperindagkop dan UMKM) Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Perum Perhutani
Ciamis
9. 10. 11.
Universitas Galuh Pengusaha hutan rakyat Petani hutan rakyat
Ciamis Ciamis Ciamis
Kepala Sub Seksi Rehabilitasi Usaha Pengelolaan Hutan Rakyat Dekan Fakultas Pertanian Pengusaha Petani
2. 3. 4. 5.
6.
7.
Informan (informant)
77
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 2, Desember 2014 (hal. 75-84)
melakukan pengembangan pertanyaan yang berkaitan dengan berbagai situasi yang dihadapi dalam penelitian untuk memperoleh informasi yang lebih mendetail. Sementara wawancara terstruktur dilakukan agar data dan informasi yang diperoleh tidak keluar dari tujuan penelitian. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemetaan Stakeholder dalam Pengembangan Hutan Rakyat Mitchell et al. (1997) dalam Sundawati dan Sanudin (2009) mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sementara Fletcher et al. (2003) secara singkat mendefinisikan stakeholder sebagai orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagaimana dikemukakan Mitchell et al. (1997) dan Fletcher et al. (2003) dalam Sundawati dan Sanudin (2009), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap isu, atau segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka, sehingga stakeholder umumnya dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, stakeholder sekunder, dan stakeholder kunci. Stakeholder utama (primer) merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung atau memperoleh manfaat dan terkena dampak langsung dari suatu kebijakan, program, dan proyek. Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif, dan instansi. Stakeholder yang ada dikelompokkan seperti pada Tabel 2. Setiap stakeholder memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang berbeda sesuai dengan tupoksinya. Berdasarkan pendapat para stakeholder dan menelaah tupoksi masing-masing lembaga maka dapat disusun ke dalam matriks analisis stakeholder yang disajikan pada Tabel 3. Selanjutnya dari matrik analisis stakeholder ini disajikan pemetaan stakeholder seperti terlihat pada Gambar 1.
Tabel 2. Stakeholder yang terkait dengan pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis Table 2. Stakeholders associated with the management privately owned forest in Ciamis Regency Stakeholder Kunci (Key stakeholder) Dishutbun Bappeda
Stakeholder utama (The main stakeholder) Petani hutan rakyat Pengusaha hutan rakyat
Sumber (Source): data primer, 2011 (primary data, 2011)
78
Stakeholder pendukung (The support stakeholder) BPLH Distanngan BP4K Disperindagkop dan UMKM Perum Perhutani BBKSDA Universitas Galuh
Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Hutan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, Tri Sulistyati Widyaningsih, dan Nugraha)
Tabel 3. Matriks analisis stakeholder hutan rakyat di Kabupaten Ciamis Table 3. Matrix analysis of stakeholder of privately owned forest in Ciamis Regency No.
Stakeholder (Stakeholder)
Tingkat kepentingan (skor) / (Level of interest)
Tingkat pengaruh (skor) / (Level of influence)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Dishutbun BPLH Distanngan Bappeda BP4K Disperindagkop dan UMKM KSDA Perum Perhutani Universitas Galuh Petani hutan rakyat Pengusaha hutan rakyat
tinggi sedang sedang tinggi sedang rendah sedang sedang rendah tinggi tinggi
besar sedang rendah besar rendah rendah rendah sedang rendah sedang rendah
Sumber (Source): data primer, 2011 (primary data, 2011)
Dishutbun Bappeda Tingkat pengaruh
Besar BPLH, Perhutani
Petani
Disperidagkop dan UMKM, Unigal
Distangan, BP4K, BBKSDA
Pengusaha kayu rakyat
Rendah
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah
Tingkat Kepentingan
Gambar 1. Pemetaan stakeholder dalam pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis Figure 1. Mapping of stakeholder in the development privately owned forest in Ciamis Regency 1. Tingkat Kepentingan (Interest) Stakeholder Tingkat kepentingan stakeholder terhadap pengembangan hutan rakyat berlainan satu dengan lainnya. Berdasarkan tupoksinya, maka Dishutbun Kabupaten Ciamis dan Bappeda Kabupaten Ciamis merupakan stakeholder kunci dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Dishutbun memiliki tupoksi melaksanakan urusan
kehutanan dan melakukan pembinaan teknis kehutanan. Lebih jauh Dishutbun bersama dengan penyuluh lapangan yang dinaungi BP4K juga berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam pengembangan hutan rakyat. Sementara itu tupoksi Bappeda yakni melaksanakan kegiatan perencanaan dan pengkoordinasian di bidang pertanian secara luas. Bidang yang menangani kehutanan di Bappeda berada di sub bidang pertanian.
79
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 2, Desember 2014 (hal. 75-84)
Pengembangan hutan rakyat merupakan salah kegiatan “idaman” di wilayah Kabupaten Ciamis. Oleh karena itu Dishutbun yang merupakan lembaga teknis di bidang kehutanan menilai pengembangan hutan rakyat sangat penting bagi lingkungan dan juga bagi peningkatan kesejahteraan petani. Perhatian terhadap pengembangan hutan rakyat juga ditunjukkan oleh Dishutbun atas inisiatif DPRD untuk terus memperbaiki aturan yang terkait dengan pengelolaan hutan rakyat dengan menyusun dan menerbitkan Perda No.22 tentang Pengelolaan Hutan Hak. Sementara Bappeda sebagai perancang program di pemerintahan kabupaten juga sangat mendukung pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Hal ini karena pengembangan hutan rakyat dinilai sangat sejalan dengan pengembangan wilayah propinsi Jawa Barat, dimana Kabupaten Ciamis mempunyai dua (2) kawasan yaitu kawasan Priangan Timur dan kawasan Pangandaran. Masyarakat merupakan subjek dan objek dari kegiatan perencanaan pembangunan secara umum. Berbagai program pemerintah dibuat dan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks pengelolaan hutan rakyat maka petani hutan rakyat merupakan sasaran dari program yang direncanakan dan diimplementasikan oleh lembaga yang termasuk stakeholder kunci seperti disebutkan di atas. Dalam pengelolaan hutan rakyat, petani melakukan kegiatan teknis kehutanan berupa penanaman, pemeliharaan, pemananen, dan pemasaran. Kepentingan petani terhadap berbagai program dari stakeholder kunci lebih dipengaruhi oleh kebutuhan petani terhadap kelestarian dan kelangsungan usaha hutan rakyat yang merupakan salah satu atau bahkan sumber pendapatan utama yang menopang kelangsungan hidupnya. Demikian halnya dengan pengusaha/tengkulak/bandar kayu rakyat yang selama ini dalam menjalankan usaha teknis kehutanan yakni pemanenan dan pemasaran sangat tergantung kepada ketersedian dari produk hutan rakyat (kayu) untuk menopang kelangsungan usahanya. 80
Berdasarkan penjelasan di atas maka petani dan pengusaha hutan rakyat merupakan stakeholder utama (primer) dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Kedua stakeholder tersebut memiliki tingkat kepentingan yang tinggi terhadap pengembangan hutan rakyat teruatama kepentingan ekonomi. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Distanngan), Disperindag, BP4K, Universitas Galuh, serta Perum Perhutani juga memiliki kepentingan terhadap kegiatan hutan rakyat. Namun karena tupoksi lembaga tersebut tidak berkaitan langsung dengan hutan rakyat maka kepentingan mereka tidak tercermin dalam programprogram di lembaga tersebut. BPLH Kabupaten Ciamis mempunyai tupoksi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang lingkungan hidup dan merumuskan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya. Tupoksi ini tidak secara langsung berkaitan dengan pengembangan hutan rakyat, namun demi-kian beberapa program yang ada di lembaga ini mendukung tercapainya salah satu tujuan dari pengembangan hutan rakyat pada sisi ekologis/lingkungan. Berbeda dengan lembaga lain Perum Perhutani mengelola hutan di lahan negara (kawasan hutan), namun Perum Perhutani Ciamis saat ini ada juga mengembangkan kegiatan di hutan rakyat (hutan hak) seperti program/kegiatan rehabilitasi dan usaha hutan rakyat melalui sistem kerjasama (kemitraan). Beberapa ketentuan terkait dengan program hutan rakyat kemitraan tersebut di antaranya adalah: kerjasama dilakukan selama satu daur (5-10 tahun), jenis yang ditanam adalah jenis cepat tumbuh dan mempunyai nilai ekonomi tinggi, menggunakan silvikultur intensif, minimal 200 pohon/ha untuk lahan yang masih bertegakan dan minimal 400 pohon/ha untuk lahan yang terbuka, tegakan muda dibeli dan selanjutnya akan dipelihara oleh Perum Perhutani dan tetap dijaga oleh pemilik/ kelompok tani. Selanjutnya akan ada
Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Hutan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, Tri Sulistyati Widyaningsih, dan Nugraha)
pembagian bagi hasil berdasarkan hasil produksi (selisih penjualan dan pembelian) yang diberikan dalam bentuk uang. Salah satu visi misi Perum Perhutani terkait dengan hutan rakyat adalah meningkatkan nilai hutan rakyat dengan sistem kerjasama kemitraan seperti dilakukan di Perhutani Ciamis dengan Asosiasi Pesantren Hifdzul Alam Masyarakat Indonesia (APHAMI) dan Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR). BP4K merupakan lembaga penyuluh yang memayungi berbagai bidang seperti kehutanan, perikanan, pertanian, dan peternakan (pertanian secara luas) sehingga penyuluh harus mempunyai penguasaan terhadap berbagai bidang di atas dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat/ petani. Pada awalnya, tiap dinas mempunyai penyuluh sesuai dengan tupoksinya masingmasing sehingga bidang yang digelutinya lebih spesifik. Tupoksi dari universitas dikenal dengan istilah tri darma perguruan tinggi yakni pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Dalam salah satu tupoksinya yakni pengabdian, universitas harus mengimplementasikan kegiatan pendidikan dan penelitian dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Di Kabupaten Ciamis keberadaan dan pengembangan hutan rakyat tidak berkaitan langsung dengan perguruan tinggi. Kondisi ini akan berlainan dengan perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kahutanan dan juga lembaga penelitian kehutanan. Lembaga penelitian kehutanan (Badan Litbang Kehutanan) merupakan stakeholder pendukung karena tidak secara langsung merasakan dampak dari program pengembangan hutan rakyat, namun lembaga penelitian memiliki perhatian terhadap pengembangan hutan rakyat. Hasil-hasil penelitian yang terkait hutan rakyat dapat mendukung pengembangan hutan rakyat, tetapi beberapa stakeholder pelaksana hutan rakyat masih merasakan kurangnya informasi hasil-hasil penelitian terutama yang dapat diaplikasikan di lapangan. Secara umum bagi stakeholder pendukung keberadaan hutan rakyat juga penting, namun
tupoksinya tidak berkaitan langsung dengan pengembangan hutan rakyat sehingga dikelompokkan ke dalam stakeholder sekunder (pendukung). 2. Tingkat Pengaruh (Power Stakeholder) Seperti halnya tingkat kepentingan stakeholder, tingkat pengaruh stakeholder terhadap hutan rakyat juga sangat berkaitan dengan tupoksi dan sumberdaya yang dimilikinya. Hal itu karena jika tidak didukung oleh sumberdaya yang cukup (segi kualitas maupun kuantitas) maka tupoksi yang sudah ditetapkan belum tentu dapat berjalan sesuai dengan harapan. Dalam era otonomi saat ini, maka Pemerintah Daerah melalui dinas-dinas terkait (Dishutbun) dan juga Bappeda memiliki pengaruh yang tinggi dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan hutan rakyat. Hutan rakyat merupakan bagian dari tupoksi Dishutbun Ciamis. Sementara Bappeda adalah lembaga yang menggodok serta memproses semua kegiatan perencanaan serta mengkoordinasikan semua program/ kegiatan termasuk yang menyangkut hutan rakyat. Petani hutan rakyat dan pengusaha kayu rakyat memiliki kepentingan yang tinggi terhadap hutan rakyat, namun mereka tidak memiliki pengaruh yang tinggi dalam pembuatan kebijakan dan perencanaan pengelolaan hutan rakyat. Petani dan pengusaha hutan rakyat berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan program pemerintah. Dengan demikian petani dan pengusaha kayu rakyat memiliki pengaruh yang sedang bahkan tidak memiliki pengaruh. Distanngan dan Disperindagkop memiliki pengaruh yang rendah terhadap kebijakan hutan rakyat. Bagi Distanngan program hutan rakyat terkait dengan kegiatan konservasi lahan dan tumpangsari kayu dengan tanaman pangan. Perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan seperti Perum Perhutani umumnya kurang memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat. Demikian halnya dengan kalangan akademisi seperti 81
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 2, Desember 2014 (hal. 75-84)
Universitas Galuh hanya berpartisipasi dalam kegiatan pemerintah.
selain Dishutbun dan Bappeda lebih berperan sebagai supporting dan sebagian lagi hanya sebagai koordinasi seperti BPLH. Dalam beberapa kegiatan yang ada di lingkup kabupaten lembaga ini melakukan koordinasi. Dari Tabel 4 terlihat jelas peranan stakeholder kunci dan stakeholder utama dalam pengembangan hutan rakyat. Petani hutan rakyat umumnya sudah menguasai teknik budidaya kehutanan secara umum, namun terkendala dalam aspek pemasaran seperti akses terhadap informasi pasar, dan harga. Selama ini harga lebih banyak ditentukan oleh tengkulak/bandar kecil/bandar besar/ pengusaha hutan rakyat. Melihat permasalahan ini maka diperlukan alternatif peningkatan peran berbagai stakeholder. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui fasilitasi dari Dishutbun, Disperindag, penyuluh dan instansi terkait lainnya dalam penentuan harga. Dishutbun sebagai stakeholder kunci dalam pengelolaan hutan rakyat dalam mengatasi masalah di atas dapat berperan dengan melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan hutan rakyat. Salah satu perannya adalah memantau dan atau menetapkan harga kayu terendah dan tertinggi. Informasi terkait harga ini kemudian disosialisasikan kepada petani hutan
3. Peran dan Fungsi Stakeholder Peran dan fungsi masing-masing stakeholder dalam pengelolaan hutan rakyat disajikan pada Tabel 4. Peran stakeholder dikelompokkan menjadi peran sebagai eksekusi (pelaksana kegiatan/kebijakan), koordinasi, dan supporting. Lembaga yang berperan sebagai eksekusi adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di lapangan, sedangkan lembaga yang berperan koordinasi adalah lembaga yang hanya terlibat koordinasi jika akan ada suatu kegiatan tapi tidak terlibat langsung dalam kegiatan. Sementara lembaga yang berperan supporting adalah lembaga yang beberapa kegiatan/tupoksinya berkaitan secara tidak langsung atau dapat mendukung kegiatan yang terkait dengan hutan rakyat. Dishutbun Kabupaten Ciamis dan Bappeda Kabupaten Kabupaten Ciamis memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh tertinggi dalam pengelolaan hutan rakyat. Dengan demikian maka dalam rangka menjalankan tupoksinya, lembagalembaga tersebut menyusun berbagai program/kegiatan terkait hutan rakyat dan juga melaksanakan kegiatan tersebut. Oleh karena itu Dishutbun dan Bappeda merupakan lembaga ekseskusi. Lembaga lainnya
Tabel 4. Peran dan fungsi stakeholder hutan rakyat di Kabupaten Ciamis Table 4. The role and function of Stakeholder privately owned forest in Ciamis Regency No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Stakeholder (Stakeholder)
Peran (Role)
7. 8. 9.
Dishutbun BPLH Distanngan Bappeda BP4K Disperindagkop UMKM KSDA Perum Perhutani Universitas Galuh
10. 11.
Petani hutan rakyat Pengusaha kayu rakyat
dan
Perencanaan, monev, dan dukungan teknis Perencanaan dan pembinaan masyarakat Pelaksanaan dan pembinaan masyarakat Perencanaan dan monev Pembinaan kepada masyarakat Pembinaan kepada masyarakat, duku ngan teknis Pelaksanaan Pembinaan masyarakat Pembinaan kepada masyarakat, dukungan teknis Pelaksanaan Pelaksanaan
Sumber (Source): data primer, 2011 (primary data, 2011)
82
Fungsi (Function) Eksekusi Koordinasi Supporting Eksekusi Supporting Supporting Supporting Supporting Supporting Eksekusi Eksekusi
Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Hutan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, Tri Sulistyati Widyaningsih, dan Nugraha)
rakyat sehingga ada panduan bagi petani sebelum melakukan proses jual beli dengan pengusaha kayu rakyat. Peran dari penyuluh kehutanan lapangan (PKL) yang saat ini umumnya bergabung dalam lembaga BP4K sangat diperlukan dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada petani. Menurut Subarudi (2007), kemandulan peran dan fungsi penyuluh lebih disebabkan karena masalah institusi tempat penyuluh berkarya, sarana dan prasarana kerja yang tidak mendukung tupoksinya, serta rendahnya keterampilan penyuluh. Secara umum peningkatan peran dari BP4K dalam memberdayakan dan menggerakan penyuluh menjadi titik sentral dari penyelesaian permasalahan ini. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui peningkatan profesionalisme sumberdaya di bidang kehutanan melalui diklat, studi banding, dan meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan kegiatan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Stakeholder dalam pengelolaan hutan rakyat dibedakan atas stakeholder kunci, stakeholder utama, dan stakeholder pendukung. Yang termasuk stakeholder kunci yaitu Dishutbun, Bappeda. Stakeholder ini merupakan lembaga yang tupoksinya berkaitan langsung dengan pengelolaan hutan rakyat. Adapun stakeholder utama adalah petani dan pengusaha hutan rakyat yang secara langsung hidupnya tergantung dan terpengaruh oleh keberadaan hutan rakyat. Stakeholder pendukung adalah lembaga pemerintah yang tupoksinya tidak terkait langsung namun berkepentingan dan perhatian terhadap pengelolaan hutan rakyat. Stakeholder yang termasuk stakeholder pendukung yaitu BPLH, Distanngan, BP4K, Disperindagkop dan UMKM, Perum Perhutani, BBKSDA dan Universitas Galuh.
2. Stakeholder yang memiliki tingkat pengaruh tinggi terhadap pengelolaan dan implementasi kebijakan hutan rakyat yaitu Dishutbun dan Bappeda. Hal tersebut terkait dengan sistem pemerintahan otonomi daerah dimana Pemda memiliki kewenangan yang cukup besar dalam menentukan berbagai kebijakan di wilayahnya. Stakeholder lainnya umumnya memiliki pengaruh yang rendah kecuali badan lingkungan hidup mempunyai pengaruh yang sedang. 3. Stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan tinggi terhadap pengelolaan hutan rakyat dan implementasi kebijakan di hutan rakyat yaitu Dishutbun, Bappeda, Lembaga Penelitian, pengusaha, dan petani hutan rakyat. 4. Peran stakeholder dikelompokkan menjadi peran sebagai eksekusi, koordinasi, dan supporting. Lembaga yang berperan sebagai eksekusi adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di lapangan, sedangkan lembaga yang berperan koordinasi adalah lembaga yang hanya terlibat koordinasi jika akan ada suatu kegiatan tapi tidak terlibat langsung dalam kegiatan. Sementara lembaga yang berperan supporting adalah lembaga yang beberapa kegiatan/tupoksinya berkaitan secara tidak langsung atau dapat mendukung kegiatan yang terkait dengan pengelolaan hutan rakyat. Stakeholder kunci dan stakeholder utama lebih berperan sebagai eksekusi dan koordinasi. Sementara stakeholder pendukung hanya berperan sebagai supporting dalam kegiatan pengembangan hutan rakyat. B. Saran Keberhasilan pengelolaan hutan rakyat perlu didukung oleh semua stakeholder tidak hanya lembaga kunci saja. Oleh karena itu meskipun sangat sulit upaya mengkoordinasikan kegiatan hutan rakyat harus terus diupayakan agar dapat memberikan manfaat yang optimal. 83
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 2, Desember 2014 (hal. 75-84)
DAFTAR PUSTAKA Awang, S.A. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Center For Critical Social Studies. Yogyakarta. Awang, S.A., W. Andayani, B. Himmah, W.T. Widayati, dan A. Affianto. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi, dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta. Awang, S.A, H. Santoso, W.T. Widayati, Y. Nugroho Kustomo dan Supardiono. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Debut Press. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2007. Kabupaten Ciamis dalam Angka tahun 2007. BPS Ciamis. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis. 2009. Rencana Strategis Dishutbun Kabupaten Ciamis 20092014. Ciamis. Dunn, N.W. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Edisi Kedua (terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Effendi, R. 2008. Kajian Tata Niaga Kayu Rakyat di Jawa Bagian Barat. http://puslitsosekhut.web.id/publikasi. php?id=148. Diakses pada tanggal 14 Januari 2011.
84
Schaaf, KA., and Shorna, R. Broussard. 2006. Private forest policy tools: A national survey exploring the American publics perceptions and support. Forest Policy Economic 9 (2006) : 316-334. Serbruyns, I. and S. Luyssaert. 2006. Acceptance of sticks, carrots and sermons as policy instruments for directing private forest management. Forest Policy and Economic 9 (2006): 285-296. Subarudi. 2007. Desa sebagai Unit Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari di Pulau Jawa. Makalah dalam Prosiding Workshop “Perencanaan RHL Berbasis Pemberdayaan Kelompok Tani dalam Suatu Kerangka Sistem Informasi Manajemen Kehutanan yang Akurat dan Tepat di Kabupaten Ciamis. Dishut Ciamis dan ITTO. Ciamis. Sundawati, L dan Sanudin. 2009. Analisis Pemangku Kepentingan dalam Upaya Pemulihan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Jurnal Manajemen Hutan Vol. XV,(3): 102–108, Desember 2009.