DESKRIPSI PROSES PEMETAAN PARTISIPATIF KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN PERKEMBANGAN DESA MARGAMULYA DAN BARUSARI KABUPATEN GARUT ( Forest protection partisipative mapping process and development of Margamulya and Barusari Village Garut District ) Oleh: 1) 2) 3) Eva Fauziyah , Dian Diniyati , dan Suyarno
ABSTRACT The changing of forest function in Garut District, from production forest become protection forest has created complicated problems. Additional problem is that the forest clearance local people tried to get right to the forest land, there fore it is necessary to solve the problem by multi stakeholder. One of the way method to get rid of the problem is carry out by preliminary mapping. This map can be used to clarify the border, to explore biophysical potency, problems identification and socio-economic aspect. This study aim to identify the process for mapping by people participation and their linkage in mapping process, to explore the natural resources in their village and changing process in a certain time. This study was done in two villages of Margamulya in sub district Cikajang and Barusan in sub district Pasir Wangi , was conducted in September 2006. The respondent of this study consist of the forest clearance farmers by 20 people in each villages and was conducted by PRA, FGD and by field study. The result of this study showed that people has already understood about map legend, understood in border between village and protection forest and they know well others potency. This matters was represented in mapping drawing which were the people actively involved since planning, sketch drawing, field construction until find mapping drawing the gender issue was not influence significant on changing /development of village probably due to the same characteristics of the respondense were living in the same environment. Land use in Margomulya village was dominated by agriculture and housing, plantation and fishery, but in Barusan village only agriculture and housing. The infrastructure in Margomulya village consist of kindergarten school and primary school, village office, Telkomsel tower and mosque, but in Barusan Village consist of kindergarten school, primary school, village office and mosque. The changing/development fenomena in both locations in 2002-2006 was stable with the same main problem such as bad transportation facilities caused the high cost of transportation and the chance for job was low. Key words: Participation mapping, protection forest, village development. ABSTRAK Adanya perubahan status fungsi hutan di Kabupaten Garut, yang awalnya adalah hutan produksi berubah menjadi hutan lindung menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks. Ditambah lagi adanya upaya dari masyarakat penggarap untuk 1, 2) 3)
Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Ciamis, Jawa Barat Calon Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Kehutanan Ciamis, Jawa Barat
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
151
menguasai lahan tersebut sebagai hak milik, sehingga perlu penanganan serius yang melibatkan semua stakeholder. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah melakukan pemetaan terlebih dahulu untuk mengetahui batas-batas wilayah, potensi biofisik, permasalahan, kondisi ekonomi dan sosial. Tujuan dari kajian ini untuk mengetahui proses pembuatan peta partisipatif bersama masyarakat, dan sejauh mana keterlibatannya dalam proses pemetaan, mengetahui potensi sumberdaya yang terdapat di desa dan perubahan/perkembangan desa dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan ini dilakukan di dua desa yaitu Desa Margamulaya Kecamatan Cikajang dan Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi, yang dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2006. Responden adalah petani penggarap dengan jumlah 20 orang setiap desa. Metode yang digunakan adalah PRA, FGD (Focus Group Discussion) dan pengamatan serta pengukuran di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat cukup memahami istilah peta, cukup mengetahui batas-batas wilayah desa dengan hutan lindung, dan potensi-potensi lainnya. Hal ini tercermin pada saat pembuatan peta, masyarakat terlibat aktif mulai dari perencanaan, pembuatan sketsa, pelaksanaan di lapangan hingga pembuatan peta hasil pengukuran di lapangan. Perbedaan gender ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapat mengenai perubahan/perkembangan desa, ini dimungkinkan karena karakteristik responden yang sama serta tinggal dalam satu lingkungan yang sama pula. Potensi Desa Margamulya dan Desa Barusari tidak jauh berbeda. Pola penggunaan lahan di Desa Margamulya didominasi oleh pertanian, pemukiman, perkebunan dan kolam, sedangkan di Desa Barusari hanya pertanian dan pemukiman. Sumberdaya buatan/infrastrukur yang ada di Desa Margamulya meliputi bangunan sekolah TK dan SD, kantor desa, menara Telkomsel dan masjid, sedangkan di Desa Barusari hanya bangunan sekolah TK dan SD, kantor desa dan masjid. Perubahan dan perkembangan yang terjadi di kedua lokasi penelitian pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2006 cenderung monoton, dengan permasalahan yang utama hampir sama yaitu sarana transportasi yang buruk menyebabkan biaya transportasi mahal serta rendahnya kesempatan kerja. Kata kunci: peta partisipatif, hutan lindung, perkembangan desa I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kawasan hutan lindung di DAS Cimanuk sudah mengalami degradasi dengan banyaknya pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan dimana kerusakan di hutan lindung lebih tinggi dibandingkan dengan kerusakan hutan produksi. Laju kerusakan hutan lindung dari tahun 1997 sampai 2002 adalah sebesar 10 persen pertahun, sedangkan hutan produksi sebesar 5 persen pertahun (Badan Planologi, 2002 dalam Ginoga et.al, 2005). Lebih jauh Ginoga et.al (2005) mengatakan bahwa penebangan liar dan konversi lahan merupakan penyebab utama kerusakan. Kondisi tersebut tidak mudah diatasi terutama bila hutan lindung tersebut semula memang sudah melibatkan masyarakat dalam pengelolaanya karena status yang sebelumnya bukan hutan lindung. Hal ini seperti yang terjadi pada kawasan hutan 152
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
lindung di Kabupaten Garut. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 195/KptsII/2003, Kabupaten Garut mempunyai hutan lindung seluas 75.571,98 ha atau sekitar 70 % dari luas wilayah dan hutan produksi seluas 166,61 ha. Salah satu konsekuensi dengan adanya SK tersebut adalah terdapat sebagian kawasan hutan produksi berubah fungsi menjadi hutan lindung. Penetapan hutan lindung tersebut memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya mengingat sudah terdegradasinya hutan lindung yang ada akibat banyaknya pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya. Selanjutnya berdasarkan SK tersebut pengelolaan hutan di Kabupaten Garut tidak lagi diarahkan untuk produksi kayu tetapi hasil hutan non kayu yang dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat. Sebelum ditetapkan sebagai hutan lindung, masyarakat sekitar hutan sudah mengelola lahan hutan tersebut untuk berbagai kegiatan pertanian dengan komoditi utama sayuran. Kondisi ini menimbulkan masalah dimana masyarakat mengalami kesulitan untuk beralih dari sayuran ke pohon (kayu-kayuan). Tata batas juga merupakan salah satu masalah dalam pengelolaan hutan di Kabupaten Garut dimana banyak masyarakat yang kurang mengetahui mengenai batas kawasan hutan baik hutan lindung, hutan produksi, dan lahan milik. Sebagian masyarakat yang mengolah lahan di hutan lindung (sebelumnya hutan produksi) berharap lahan tersebut dapat dijadikan lahan milik/bersertifikat. Masyarakat yang ada di sekitar hutan lindung umumnya adalah masyarakat yang tidak memiliki lahan atau hanya bekerja sebagai buruh tani sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan hutan lindung cukup tinggi. Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa lahan yang digarap di hutan lindung suatu saat dapat diambil alih oleh pemerintah, namun adanya harapan untuk memiliki lahan menjadikan masyarakat terus mengolah lahan tersebut meskipun tidak memberikan nilai ekonomi lagi. Adanya perbedaan persepsi masyarakat mengenai arti dan batas hutan lindung memerlukan pengukuran tata batas hutan lindung yang jelas dengan melibatkan masyarakat agar masyarakat dapat memahaminya. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui proses pembuatan peta partisipatif dengan melibatkan masyarakat lokal, mengetahui potensi sumberdaya, dan perkembangan desa dalam kurun waktu tertentu. Diharapkan hasil kajian ini dapat dijadikan sebagai salah satu informasi sebagai masukan dalam menyusun kebijakan tentang pengembangan desa sekitar hutan terutama hutan lindung. II. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pikiran Lahan merupakan aset produktif bagi masyarakat yang kehidupannya berbasis pada sektor pertanian. Tindakan yang umum dilakukan oleh masyarakat yang lahannya berdampingan dengan lahan milik negara seperti hutan lindung ataupun lahan perkebunan adalah melakukan penggarapan lahan hutan atau perkebunan. Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
153
Khusus di Kabupaten Garut banyak lahan hutan lindung ditanami komoditi pertanian seperti sayuran oleh masyarakat. Banyak petani yang mengarap hutan lindung yang diwajibkan menanam kayu-kayuan dan rami berharap bahwa suatu saat lahan tersebut akan menjadi hak milik. Masalah lain adalah sebagian petani kurang mengetahui batas lahan antara lahan milik, hutan lindung, perkebunan dan atau kawasan hutan Perhutani. Oleh karena itu pemetaan batas lokasi desa dengan kawasan hutan lindung, perkebunan dan kawasan hutan Perhutani menjadi penting agar masyarakat mengetahui batas lahan dan desanya. B. Lokasi, waktu, dan sampel penelitian Penelitian ini berlokasi di Desa Margamulya Kecamatan Cikajang dan Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi. Penelitian ini merupakan studi kasus dimana kedua desa dipilih secara sengaja karena merupakan desa yang dekat dengan kawasan hutan lindung dan masyarakatnya banyak berinteraksi dengan kawasan hutan lindung tersebut. Di kedua desa terpilih ini terdapat kelompok tani binaan dari Koppontren Darussalam yang mengembangkan tanaman rami di lahan hutan lindung. Responden pada kegiatan ini dipilih secara acak sebanyak 20 orang petani per desa yang terlibat pada penggarapan hutan lindung. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2006. C. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan FGD (Focus Group Discussion), dimana responden yang terpilih dikumpulkan dan secara bersama-sama berdiskusi tentang batas-batas desa dan perubahan yang terjadi di desanya. Kegiatan pemetaan dilakukan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) dengan analisa ruang yang disajikan dalam bentuk peta-peta atau denah-denah. Responden terpilih sebanyak 20 orang terdiri dari 10 laki-laki dan 10 perempuan dengan asumsi bahwa perbedaan gender akan menimbulkan perbedaan pandangan/pendapat. Selanjutnya responden tersebut dibagi dua kelompok yakni: 1) kelompok pertama mendiskusikan tentang kondisi dan perubahan desa/lingkungannya dan 2) kelompok kedua dipilih 5 responden yang dianggap mengetahui secara detail batas/lingkungan desa untuk pembuatan peta sketsa dan dilanjutkan dengan pengukuran dan pembuatan peta di lapangan. D. Analisis Data Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan tujuannya dan dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh diinterpretasi dan diberikan penjelasan makna pada hasil interpretasi tersebut.
154
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Peta Partisipatif di Hutan Lindung Kegiatan pemetaan partisipatif di kawasan hutan lindung ini dilakukan di Desa Margamulya Kecamatan Cikajang dan Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Kedua desa tersebut berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung sehingga diduga ada sebagian kawasan hutan lindung yang dijadikan pemukiman dan lahan pertanian oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya konflik penggunaan lahan antara kepentingan lindung (hutan lindung) dan kepentingan budidaya (pemukiman dan pertanian). Penunjukan status hutan lindung setelah kehadiran masyarakat yang telah lebih dahulu bermukim di wilayah tersebut menjadikan konflik penggunaan lahan semakin komplek. Terkait dengan hal ini masyarakat sepenuhnya tidak bisa disalahkan karena secara de jure masyarakat telah dahulu menguasai wilayah tersebut meskipun secara de facto statusnya adalah hutan lindung. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemetaan wilayah menjadi hal penting karena masyarakat lokal yang mengetahui wilayahnya (batas-batas, sumberdaya yang ada, potensi yang dapat dikembangkan, permasalahan yang dihadapi, dan sebagainya). Sehingga diharapkan dapat diformulasikan upaya pengembangan desa secara partisipatif. 1.
Pelaksanaan pemetaan Pemetaan partisipatif merupakan bagian dari pembangunan kelembagaan atau pembelajaran bagi masyarakat sehingga masyarakat bisa mengidentifikasi manfaat pemetaan partisipatif bagi pengembangan perencanaan partisipatif dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ada, pengelolaan konflik, dan pengembangan kerjasama kemitraan di berbagai tingkatan. Dalam konteks pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, pemetaan partisipatif merupakan bagian dari keduanya karena masyarakat lebih memahami kebutuhan, permasalahan, dan potensi yang dimilikinya. Kegiatan pemetaan partisipatif didahului dengan kegiatan konsultasi/diskusi dengan instansi terkait seperti Perhutani, Dinas Kehutanan Kabupaten, dan BAPEDA (Badan Pembangunan Daerah) untuk mengetahui pola pengelolaan hutan lindung, serta pola penguasaan dan penggunaan lahan hutan lindung oleh masyarakat setempat. Selain itu dilakukan diskusi dengan masyarakat setempat mengenai peta, pemetaan, dan teknis kegiatan pemetaan di lapangan dengan jumlah responden sebanyak 10% dari jumlah kepala keluarga (KK) di setiap desa kajian. Kegiatan pengukuran di lapangan berupa penentuan batas-batas desa dilakukan dengan melibatkan perwakilan masyarakat yang dianggap memahami kondisi lapangan/lingkungan dan batas-batas wilayah desanya. Dalam kegiatan ini, tim peneliti bertindak sebagai fasilitator yang mentransfer ilmu/teknik pemetaan/pengukuran kepada masyarakat sehinga ada peningkatan ilmu/pengetahuan pada masyarakat. 2.
Tahapan pemetaan Kegiatan pemetaan di lapangan mencakup beberapa tahapan, seperti terlihat pada Gambar 1.
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
155
Pertemuan awal yang melibatkan toko h masyarakat, anggota masyarakat, pemuda, pria dan wanita
Pembuatan peta sketsa bersama-sama
Pembuatan peta skala untuk membuat peta desa yang lebih teliti -pengukuran di lapangan -membawa alat dan peta sketsa
Konfirmasi peta kepada perwakilan masyarakat
Proses digitasi peta skala dengan teknik on screen digitizing menggunakan Arc View 3.3
Gambar 1. Deskripsi proses pemetaan partisipatif (Figure 1. Description of mapping process) Penjelasan tahapan pemetaan partisipatif tersebut adalah sebagai berikut: a. Dilakukan pertemuan yang dihadiri tokoh masyarakat, anggota masyarakat, pemuda, baik dari laki-laki maupun perempuan. Materi yang disampaikan terkait dengan peta, cara membuat peta, tujuan, manfaat pembuatan peta, dan harapan masyarakat terhadap pembuatan peta. Hal lain yang disampaikan adalah kesepakatan-kesepakatan terkait dengan teknis pembuatan peta di lapangan. b. Pembuatan peta sketsa yang menggambarkan kondisi desa secara umum yang dibuat oleh masyarakat desa. Dalam tahap ini, masyarakat mendapat kebebasan dan keleluasaan sebesar-besarnya untuk membuat peta menurut caranya sendiri, tanpa campur tangan tim peneliti (fasilitator). Jumlah masyarakat yang terlibat sebanyak 5 sampai 6 orang, membuat peta sketsa secara bersama-sama dimana dasar/pedoman pembuatan peta sketsa adalah peta desa. Pada kegiatan pemetaan, masyarakat yang terlibat hanya dibedakan berdasarkan umur dan status, tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena lokasi yang relatif sulit (aksesibilitas rendah). Sebenarnya semakin banyak masyarakat yang terlibat maka semakin baik peta yang dihasilkan karena informasi yang ditampilkan akan lebih lengkap. Mikkelsen (2003) mengemukakan bahwa sangat penting apabila peta, diagram, kalender musiman dan sebagainya dibuat oleh orang yang berbeda baik dari segi umur (tua dan muda), jenis kelamin (laki-laki dan wanita), status sosial (kaya dan miskin, pemilik tanah atau petani penggarap), karena akan memiliki persepsi sendiri-sendiri dari segi pengalaman, pandangan dan informasi. c. Pembuatan peta skala Setelah peta sketsa dibuat, kemudian dilakukan konversi ke skala sebenarnya melalui pengukuran lapangan. Pengukuran lapangan dilakukan dengan melakukan transek/berjalan menyusuri sepanjang batas desa menggunakan kompas (clinometer) dan pita meter. Selama pengukuran lapangan juga diamati pola-pola 156
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
penggunaan lahan yang ada seperti pemukiman, pertanian lahan basah/kering (palawija), dan sebagainya kemudian diplotkan di peta. Informasi lain seperti sungai, dan sumberdaya lainnya juga dimasukan ke dalam peta. d. Konfirmasi peta Setelah peta skala selesai dibuat, tahap berikutnya adalah konfirmasi peta. Dalam tahap ini, perwakilan masyarakat diberikan kesempatan untuk mengecek/ menambahkan/melengkapi sesuatu yang mungkin kurang lengkap pada peta skala yang sudah dibuat ulang. Tahap akhir adalah proses digitasi peta skala dengan teknik on screen digitizing menggunakan Arc View 3.3. Peta hasil pemetaan partisipatif disajikan pada Gambar 2, 3, 4 dan Gambar 5. Berdasarkan jenisnya, ada tiga jenis peta yakni peta sosial/pola sosial, peta sumberdaya/pola penggunaan lahan, dan peta denah perjalanan. Peta sosial menjelaskan lokasi-lokasi kepemilikan, jalan, sungai, dan sebagainya. Peta ini bermanfaat untuk mengenali atau mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, dan sifat perilakunya. Peta sumberdaya menggambarkan berbagai macam sumberdaya alam, seperti pola penggunaan lahan pertanian, perkebunan, dan sebagainya.
Gambar 2. Peta Skala Desa Margamulya Buatan Responden (Figure 2. Scale map of Margamulya Village made by respondents)
Gambar 3. Peta Desa Marga-mulya Hasil Digitasi (Figure 3. Map of Margamulya by digital technique)
Gambar 4. Peta Skala Desa Barusari Buatan respoden (Figure 4. Scale map of Barusari Village made by respondents)
Gambar 5.Peta Desa Barusari Hasil Digitasi (Figure 5. Map of Barusari Village by digital technique)
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
157
Dari Gambar 2 dan 3 (Peta Desa Margamulya) dapat dilihat bahwa pola penggunaan lahan di Desa Margamulya didominasi oleh pertanian (sayuran/tanaman semusim), pemukiman, perkebunan (teh), dan kolam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Margamulya bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani maupun buruh tani. Sumberdaya buatan/infrastruktur yang ada diantaranya adalah bangunan sekolah TK dan SD, kantor desa, menara Telkomsel, dan masjid. Menurut Desa Margamulya Kecamatan Cikajang (2005), pola penggunaan lahan Desa Margamulya terdiri dari pemukiman (29,25 ha), tegal/ladang (92,95 ha), perkebunan negara (317,5 ha), perkebunan swasta (15 ha), hutan lindung (492,16 ha), dan hutan produksi (328,9 ha) dari luas desa 1.317,85 ha. Desa Margamulaya terletak pada ketinggian 1.310 m dpl dengan curah hujan tahunan 2500 mm, kondisi agroklimat ini menyebabkan desa ini cocok untuk budidaya tanaman pangan seperti kentang, wortel, kubis, dan sebagainya. Jumlah penduduk Desa Margamulya pada tahun 2005 adalah 5456 orang (1824 KK) yang terdiri dari 2742 laki-laki dan 2714 perempuan, dengan tingkat pendidikan SD (51,72%), SMP (22,65%), dan D1-S1 (0,89%). Petani dan buruh tani menjadi mata pencaharian utama (41,64%) masyarakat desa ini, selain pedagang, dan karyawan. Demikian halnya di Desa Barusari, seperti terlihat pada peta yang dibuat baik peta sketsa maupun peta skala (Gambar 4 dan 5), pola penggunaan lahan didominasi oleh pertanian (sayuran/tanaman semusim), dan pemukiman. Sumberdaya buatan/ infrastruktur diantaranya bangunan TK dan SD, kantor desa, masjid, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan di Desa Barusari terdiri dari tegal/ladang (304 ha), pemukiman (17 ha), dan hutan lindung (360 ha) dari luas desa 692 ha. Curah hujan yakni 3800 mm/tahun dengan ketinggian tempat antara 800 dan 1.200 m dpl menjadikan desa ini sama seperti Desa Margamulya sesuai untuk pertanian tanaman semusim seperti cabe, tomat, kubis, kentang, dan sebagainya. Jumlah penduduk Desa Barusari ada 1.300 orang terdiri dari 720 laki-laki dan 480 perempuan, dimana petani dan buruh tani merupakan pekerjaan utama selain buruh swasta, dan sebagainya (Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi, 2005) Tata batas antar dusun sebenarnya sudah cukup jelas, namun yang mengetahui dengan tepat hanya orang tertentu saja sehingga masih ditemui perbedaan pendapat mengenai batas desa/lingkungan. Batas lahan garapan petani di kawasan hutan lindung juga jelas dan tidak ada konflik horizontal sesama petani. Namun yang terjadi adalah konflik vertikal antara masyarakat dan negara (status hutan lindung) dimana ada harapan dari masyarakat/petani untuk merubah status lahan negara menjadi hak milik. Karena itu pada saat pembuatan peta dan pengukuran di lapangan tidak dilakukan pengukuran terhadap lahan garapan secara individu, pengukuran hanya dilakukan terhadap lahan yang berbatasan dengan perkebunan/Perhutani. 3.
Persepsi masyarakat tentang peta
Untuk lebih mengetahui tentang pemahaman masyarakat tentang peta maka dilakukan diskusi terlebih dahulu sebelum pembuatan peta dan pengukuran di lapangan. Persepsi masyarakat tentang pengertian peta, tujuan, manfaat, dan harapan dari proses pembuatan peta secara partisipatif disajikan pada Tabel 1. 158
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
Pada Tabel 1 dapat dilihat secara umum masyarakat di kedua desa mengetahui pengertian peta, namun hanya sedikit yang memahami bentuk peta dan manfaat peta yang sebenarnya. Kemudian tim peneliti yang berfungsi sebagai fasilitator mencoba memberikan pengertian/penjelasan tentang peta tersebut melalui persepsi yang telah dibangun masyarakat. Tabel 1. Persepsi Masyarakat tentang Peta (Table 1. People perception about map) Uraian Pengertian peta
Tujuan dan manfaat peta
Harapan peta
adanya
Desa Margamulya Peta diar tikan sebag ai batas suatu lokasi/kampung/kebun/jalan; sketsa satu daerah/ lokasi/wilayah; dan batas lingkungan/wilayah. Peta dibuat untuk mengetahui batasbatas wilayah/lingkungan; untuk lebih mengetahui keadaan/kondisi lingkungan; dan untuk mengetahui potensi yang ada di suatu wilayah. Dengan adanya peta diharapkan dapat dengan mudah menggali potensi yang ada di suatu lokasi/wilayah; dan hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Desa Barusari Peta diartikan sebagai petunjuk wilayah; petunjuk lokasi dan batas-batas suatu wilayah. Peta dibuat untuk mengetahui lingkungan/wilayah dan batas batasnya.
Dengan adanya peta diharapkan agar potensi sumberdaya alam dapat diketahui dan untuk kesejahteraan/kemajuan masyarakat.
B. Pandangan Masyarakat TerhadapPerkembangan Desa 1. Pengamatan kaum perempuan a. Desa Margamulya Perkembangan Desa Margamulya pada lima tahun terakhir berdasarkan hasil pengamatan kaum perempuan seperti tertera pada Tabel 2, diketahui bahwa fasilitas yang ada di Desa Margamulya seperti pendidikan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sejak tahun 2002 sampai dengan 2004 kaum perempuan menilai bahwa sarana pendidikan dinilai sedang, namun mulai tahun 2005 ada perbaikan sehingga pada tahun 2006 fasilitas pendidikan dinilai lebih baik. Untuk fasilitas kesehatan, sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan sarana perhubungan dan komunikasi dimana lebih dari 50% kaum perempuan memberi penilaian jelek. Sedangkan fasilitas lainnya seperti perumahan, tempat ibadah, balai desa/pertemuan dan listrik menurut penilaian kaum perempuan sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 dinilai baik.
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
159
160
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
2 6,7 14 35 12 30 8 80 6 60 9 90 8 80 8 26,7 0 0 0 0 10 20 4 10
J
Keterangan (Remark) : J = Baik (good) K = Tidak ada perubahan/ biasa (Usual) L = Jelek/buruk (Bad)
Sarana Prasarana A. Pendidikan Persentase B. Kesehatan Persentase C. Perhubungan dan Komunikasi Persentase D.Perumahan Persentase E. Tempat Ibadah Persentase F. Balai Pertemuan Persentase G. Listrik Persentase Perekonomian dan Perdagangan Persentase Lahan Mencari Pekerjaan Persentase Keamanan Persentase Lingkungan Hidup Persentase Pertanian Persentase
Potensi
26 86,7 26 65 10 25 1 10 4 40 1 10 2 20 6 20 0 0 0 0 35 70 15 37,5
2002 K 2 6,7 0 0 18 45 1 10 0 0 0 0 0 0 16 53,3 10 100 10 100 5 10 21 52,5
L 2 6,7 11 27,5 12 30 8 80 6 60 8 80 7 70 7 23,3 0 0 5 50 9 18 0 0
J 26 86,7 29 72,5 12 30 1 10 4 40 2 20 3 30 0 0 0 0 0 0 33 66 20 50
2003 K 2 6,7 0 0 16 40 1 10 0 0 0 0 0 0 23 76,7 10 100 5 50 8 16 20 50
L 5 16,7 7 17,5 13 32,5 8 80 8 80 8 80 7 70 7 23,3 0 0 5 50 10 20 5 12,5
J 25 83,3 33 82,5 9 22,5 1 10 2 20 1 10 2 20 5 16,7 0 0 0 0 40 80 25 62,5
Tahun 2004 K 0 0 0 0 18 45 1 10 0 0 1 10 1 10 18 60 10 100 5 50 0 0 10 25
L 15 50 10 25 11 27,5 7 70 8 80 8 80 8 80 7 23,3 0 0 8 80 50 100 36 90
J 15 50 30 75 11 27,5 2 20 1 10 1 10 1 10 0 0 0 0 1 10 0 0 4 10
2005 K
Tabel 2. Kecenderungan Perkembangan Desa Margamulya Berdasarkan Pengamatan Kaum Perempuan (Table 2. Trend of Margamulya Village enhancement base on women observation)
0 0 0 0 18 45 1 10 1 10 1 10 1 10 23 76,7 10 100 1 10 0 0 0 0
L 20 66,7 6 15 14 35 8 80 8 80 7 70 8 80 5 16,7 0 0 5 50 11 22 16 40
J
10 33,3 34 85 11 27,5 1 10 1 10 2 20 1 10 5 16,7 0 0 0 0 39 78 20 50
2006 K
0 0 0 0 15 37,5 1 10 1 10 1 10 1 10 20 66,7 10 100 5 50 0 0 4 10
L
Fasilitas perekonomian dan perdagangan seperti pasar, KUD/BPR lebih dari 50% dinilai jelek atau buruk. Hal ini disebabkan karena sarana perhubungan (jalan) menuju desa sangat jelek. Kondisi ini mempengaruhi perekonomian masyarakat terkait dengan aksesibilitas menuju pasar yang menyebabkan tingginya biaya (cost) transportasi dan alat transportasi yang tersedia hanya ojek. Dengan kondisi tersebut ditambah dengan rendahnya tingkat pendidikan, kaum perempuan (100%) menilai bahwa kesempatan mencari pekerjaan dinilai buruk, hanya sektor pertanian dengan peluang sebagai buruh tani atau perkebunan. Kondisi keamanan dinilai mengalami perbaikan dari tahun ke tahun sehingga pada tahun 2005 dan 2006 keamanan dinilai baik. Untuk kondisi pertanian, lebih dari 50% responden menilai cukup bervariasi dimana pada dua tahun pertama (2002-2003) dinilai jelek, dua tahun berikutnya (20042005) dinilai mulai membaik namun tahun 2006 dinilai cenderung biasa. b.
Desa Barusari Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Barusari sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 menurut kaum perempuan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dimana mulai tahun 2003 hampir 50% responden menilai baik dan terus mengalami perubahan sehingga pada tahun 2006 seluruh responden (100%) menyatakan bahwa sarana dan prasana pendidikan baik. Untuk fasilitas kesehatan pada tahun 2002 sampai dengan 2003 dinilai biasa, tahun 2004 sampai dengan 2005 dinilai baik, namun tahun 2006 dinilai buruk. Hal ini disebabkan karena tidak semua fasilitas kesehatan tersedia di desa. Semua responden menilai bahwa fasilitas perhubungan dan komunikasi sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 kondisinya buruk dimana sarana jalan menuju desa sangat memprihatinkan dan alat transportasi yang ada hanya ojek dengan ongkos cukup mahal. Kondisi perumahan penduduk sejak tahun 2002 sampai dengan 2004 dinilai buruk, tahun 2005 sampai dengan 2006 dinilai biasa. Perumahan penduduk berdampingan satu sama lain dan tidak mempunyai halaman yang cukup dengan lingkungan yang dapat dikatakan kurang sehat. Sejak tahun 2002 sampai dengan 2003 tempat ibadah (masjid) dinilai biasa saja tapi tahun berikutnya dinilai baik karena mengalami perbaikan. Namun sebaliknya penilaian terhadap balai pertemuan sejak tahun 2002 sampai dengan 2003 dinilai baik kemudian tahun 2004 seluruh responden (100%) menyatakan kondisinya buruk karena sudah mengalami kerusakan. Kondisi listrik desa dinilai baik sejak tahun 2002 sampai dengan 2006. Fasilitas perekonomian di desa sangat dipengaruhi oleh kondisi fasilitas perhubungan dan komunikasi. Penilaian terhadap kondisi perekonomian sejak tahun 2004 sampai dengan 2006 adalah baik meskipun pasar dan KUD/BPR tidak tersedia di desa. Penilaian ini terkait dengan ketersediaan pangan di desa yang baik, namun untuk ketersediaan lapangan kerja dinyatakan buruk karena hanya sektor pertanian yang tersedia.
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
161
162
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
10 33,3 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 10 100 0 0 0 0 10 100 40 100 30 100
J
Keterangan (Remark) : J = Baik (Good) K = Tidak ada perubahan/ biasa (Usual) L = Jelek/buruk (Bad)
Sarana Prasarana A. Pendidikan Persentase B. Kesehatan Persentase C. Perhubungan dan Komunikasi Persentase D.Perumahan Persentase E. Tempat Ibadah Persentase F. Balai Pertemuan Persentase G. Listrik Persentase Perekonomian dan Perdagangan Persentase Lahan Mencari Pekerjaan Persentase Keamanan Persentase Lingkungan Hidup Persentase Pertanian Persentase
Potensi
2 6,7 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0
2002 K 18 60 0 0 20 100 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0
L 16 53,3 30 30 0 0 0 0 0 0 10 100 10 100 0 0 0 0 10 100 40 100 30 100
J 12 40 70 70 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0
2003 K 2 6,7 0 0 20 100 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0
L 24 80 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 10 100 20 50 30 100
J 0 0 0 0 10 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tahun 2004 K 6 20 0 0 10 50 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 20 50 0 0
L 28 93,3 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 10 100 20 50 10 33,3
J
Tabel 3. Kecenderungan Perkembangan Desa Barusari Berdasarkan Pengamatan Kaum Perempuan (Table 3. Trend of Barusari Village enhancement base on woman abservation)
2 6,7 0 0 20 100 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2005 K 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 20 50 20 66,7
L 30 100 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 10 100 20 50 10 33,3
J
0 0 0 0 20 100 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2006 K
0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 20 66,7
L
164
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
23 76,7 30 70 14 35 0 0 3 30 1 10 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
J
Keterangan (Remark) : J = Baik (Good) K = Tidak ada perubahan/ biasa (Usual) L = Jelek/buruk (Bad)
Sarana Prasarana A. Pendidikan Persentase B. Kesehatan Persentase C. Perhubungan dan Komunikasi Persentase D.Perumahan Persentase E. Tempat Ibadah Persentase F. Balai Pertemuan Persentase G. Listrik Persentase Perekonomian dan Perdagangan Persentase Lahan Mencari Pekerjaan Persentase Keamanan Persentase Lingkungan Hidup Persentase Pertanian Persentase
Potensi
5 16,7 10 25 4 10 0 0 7 70 9 90 0 0 29 96,7 0 0 9 90 45 90 15 37,5
2002 K 2 6,67 0 0 22 55 10 100 0 0 0 0 0 0 1 3,3 10 100 1 10 5 100 25 62,5
L 27 90 30 75 10 25 0 0 2 20 1 10 9 90 0 0 0 0 3 30 1 2 0 0
J 0 0 10 25 17 42 0 0 4 40 9 90 1 10 13 43,3 1 10 4 40 43 86 26 65
2003 K 3 10 0 0 13 32 10 100 4 40 0 0 0 0 17 56,7 9 90 3 30 6 12 14 35
L 25 83,3 30 75 0 0 0 0 3 30 1 10 9 90 0 0 0 0 2 20 0 0 0 0
J 2 2,67 10 25 7 17,5 5 50 3 30 4 40 1 10 11 36,7 1 10 6 60 43 86 25 62,5
Tahun 2004 K 3 10 0 0 33 82,5 5 50 4 40 5 50 0 0 19 63,3 9 90 2 20 7 14 15 37,5
L 16 53,3 30 75 5 12,5 1 10 3 30 3 30 3 30 0 0 0 0 4 40 3 6 2 5
J
Tabel 4. Kecenderungan Perkembangan Desa Margamulya Menurut Pengamatan Kaum Laki-laki (Table 4. Trend of changing Margamulya village base on man observation)
11 36,7 10 25 23 57,5 1 10 3 30 3 30 2 20 8 26,7 0 0 4 40 44 88 20 50
2005 K 3 10 0 0 12 30 8 80 4 40 4 40 5 50 22 73,3 10 100 2 20 3 6 18 45
L 30 100 30 75 7 17,5 1 10 0 0 5 50 5 50 0 0 0 0 0 0 5 10 0 0
J
0 0 10 25 16 40 5 50 8 80 3 30 2 20 11 36,7 0 0 7 70 45 90 16 40
2006 K
0 0 0 0 17 42,5 4 40 2 20 2 20 3 30 19 63,3 10 100 3 30 0 0 24 60
L
Responden pada umumnya adalah buruh tani yang tidak memiliki lahan garapan baik lahan kering maupun lahan sawah. Responden bertani sayuran karena terlibat pada program PHBM di hutan lindung yang diperbolehkan menanam sayuran sepanjang tanaman kayunya belum besar. Kondisi tersebut menyebabkan penilaian responden (100%) terhadap kondisi lingkungan pada dua tahun pertama dinilai buruk, namun mulai tahun 2003 sampai dengan 2006 dinilai baik oleh 50% responden. Penilaian terhadap kondisi pertanian sejak tahun 2002 sampai dengan 2003 adalah baik, dan cenderung buruk pada tahun 2004 sampai dengan 2006 karena masyarakat kesulitan membeli pupuk. 2.
Pengamatan kaum laki-laki
a.
Desa Margamulya Pada Tabel 4 terlihat kecenderungan perkembangan Desa Margamulya Kecamatan Cikajang menurut responden kaum laki-laki. Sarana pendidikan (SD) yang terdiri dari: gedung sekolah, ketersediaan guru-guru, dan buku-buku sejak tahun 2002 sampai dengan 2004 kondisinya baik, tahun 2005 terjadi penurunan penilaian namun tahun 2006 seluruh responden menilai kondisi pendidikan baik. Hal ini karena perhatian pemerintah terhadap pendidikan semakin besar seperti dengan adanya program BOS (Biaya Operasional Sekolah) bagi pelajar SD dan penambahan jumlah tenaga pengajar. Terkait dengan fasilitas kesehatan, sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 sebanyak 75% menilai baik dan sisanya biasa. Fasilitas perhubungan/ komunikasi di desa ini dinilai responden cukup beragam, tetapi penilaian responden cenderung buruk. Kondisi perumahan di Desa Margamulaya di nilai responden masik buruk (2002-2003), selanjutnya tahun 2004 mengalami peningkatan dengan penilaian biasa, namun tahun 2005 sampai dengan 2006 dinilai jelek kembali. Kondisi tempat ibadah pada tahun 2002 dinilai baik namun mulai tahun 2003 sampai dengan 2006 penilaiannya terus menurun menjadi jelek. Demikian halnya penilaian terhadap tempat pertemuan yang terus mengalami penurunan dan pada tahun 2006 hanya 50% yang menilai baik sedangkan sisanya menilai biasa dan jelek. Kondisi listrik pada tahun 2002 seluruh responden menilai baik namun tahun berikutnya terus menurun. Hal ini dimungkinkan karena umumnya responden mendapatkan listrik tidak langsung dari PLN namun mengambil dari tetangganya dan pelayanannya tidak memuaskan. Kondisi perekonomian dinilai biasa bahkan cenderung jelek, hal ini terkait dengan ketersediaan kesempatan kerja di desa yang dinilai jelek. Lapangan kerja yang tersedia hanya sebagai petani ataupun buruh tani dan apabila responden menginginkan pekerjaan diluar sektor tersebut itu berarti harus keluar dari desa (merantau) ke daerah lain. Penilaian terhadap kondisi keamanan oleh kaum laki-laki sangat realitis terkait dengan keterlibatan langsung dalam kegiatan pengamanan desa (peronda). Tugas ini dilakukan secara bergiliran untuk seluruh penduduk desa. Penilaian terhadap kondisi keamanan sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 sebagian besar biasa saja.
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
163
b.
Desa Barusari Pada Tabel 5 dapat dilihat secara umum pandangan kaum laki-laki terhadap perkembangan Desa Barusari tidak jauh berbeda dengan pandangan kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena perkembangan yang terjadi di desa tidak banyak. Fasilitas perhubungan/transportasi seperti jalan desa dinilai buruk karena kondisi jalan menuju desa rusak berat dan transportasi yang tersedia hanya ojek. Kondisi perumahan penduduk dinilai responden buruk karena letak perumahan sangat berdekatan satu sama lain dan fasilitas pembuangan limbah air rumah tangga tidak terawat dengan baik. Sedangkan sarana tempat ibadah, listrik mengalami perbaikan kondisinya seiring bertambahnya waktu dan dinilai baik demikian halnya dengan kondisi balai desa/tempat pertemuan. Kondisi perekonomian dan perdagangan di desa yang menjadi perhatian adalah ketersediaan pangan, dimana pada tahun 2002 dinilai biasa dan mulai tahun 2003 sampai dengan 2006 dinilai baik. Sedangkan sarana seperti pasar dan lembaga usaha tidak tersedia di desa, tapi di sekitar lingkungan desa terdapat tempat terjadinya jual beli sayuran antara petani dan pengumpul. Kondisi perekonomian diantaranya berhubungan dengan kesempatan mencari pekerjaan, seperti diketahui bahwa pekerjaan di tingkat desa sangat terbatas apalagi dengan kualitas sumberdaya manusia yang terbatas sehingga semua responden (100%) menilai kesempatan mencari pekerjaan di desa buruk sehingga tidak heran bila masih banyak terjadi urbanisasi penduduk untuk mencari pekerjaan. Terkait dengan kondisi keamanan dinilai biasa (2002 - 2006), hal ini menunjukkan bahwa faktor keamanan tidak dianggap sebagai hal yang mengkhawatirkan.
Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
165
166
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168
0 0 10 50 20 100 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 20 40 30 100
J
Keterangan (Remark) : J = Baik (Good) K = Tidak ada perubahan/ biasa (Usual) L = Jelek/buruk (Bad)
Sarana Prasarana A. Pendidikan Persentase B. Kesehatan Persentase C. Perhubungan dan Komunikasi Persentase D.Peruamahan Persentase E. Tempat Ibadah Persentase F. Balai Pertemuan Persentase G. Listrik Persentase Perekonomian dan Perdagangan Persentase Lahan Mencari Pekerjaan Persentase Keamanan Persentase Lingkungan Hidup Persentase Pertanian Persentase
Potensi
0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 10 20 0 0
2002 K 30 100 10 50 0 0 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 20 40 0 0
L 0 0 10 50 10 50 0 0 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 0 0 20 40 30 100
J 30 100 0 0 10 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 10 20 0 0
2003 K 0 0 10 50 0 0 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 20 40 0 0
L 0 0 0 0 20 100 0 0 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 0 0 20 40 30 100
J 30 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 10 20 0 0
Tahun 2004 K 0 0 20 100 0 0 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 20 40 0 0
L
Tabel 5. Kecenderungan Perubahan Desa Barusari Berdasarkan Pengamatan Kaum Laki-laki (Table 5. Trend of changing Barusari village base on man observation)
0 0 10 50 0 0 0 0 10 100 0 0 10 100 10 100 0 0 0 0 20 40 30 100
J 30 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 10 20 0 0
2005 K 0 0 10 50 20 100 10 100 0 0 10 100 0 0 0 0 10 100 0 0 20 40 0 0
L 0 0 10 50 0 0 0 0 10 100 10 100 10 100 10 100 0 0 0 0 20 40 30 100
J
30 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 10 20 0 0
2006 K
0 0 10 50 20 100 10 100 0 0 0 0 0 0 0 0 10 100 0 0 20 40 0 0
L
V. KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Masyarakat sudah mempunyai pemahaman yang baik tentang peta dan mengetahui batas-batas desa dengan hutan lindung serta potensi-potensi desa lainnya yang tercermin dalam proses pemetaan bersama masyarakat. Masyarakat yang terlibat dalam pembuatan peta sketsa, pengukuran lapangan, dan pembuatan peta skala dapat dengan mudah memahami posisi dan perannya masing-masing. Perbedaan gender ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapat mengenai perkembangan desa, hal ini karena karakteristik responden yang sama serta tinggal dalam satu lingkungan yang sama. Perubahan dan perkembangan yang terjadi di kedua lokasi penelitian pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2006 cenderung monoton, dengan permasalahan yang utama hampir sama yaitu sarana transportasi yang buruk yang menyebabkan biaya transportasi mahal serta kesempatan kerja. Sarana dan prasarana jalan dan transportasi buruk sehingga menyebabkan aksesiblitas penduduk ke luar desa sangat rendah, akibatnya ketergantungan penduduk pada lahan sebagai aset produktif di sektor pertanian sangat tinggi. Potensi Desa Margamulya dan Desa Barusari tidak jauh berbeda. Pola penggunaan lahan di Desa Margamulya didominasi oleh pertanian, pemukiman, perkebunan dan kolam, sedangkan di Desa Barusari hanya pertanian dan pemukiman. Sumberdaya buatan/infrastrukur yang ada di Desa Margamulya meliputi bangunan sekolah TK dan SD, kantor desa, menara Telkomsel dan masjid, sedangkan di Desa Barusari hanya bangunan sekolah TK dan SD, kantor desa dan masjid.
B. Saran Peta yang dihasilkan dari pemetaan partisipatif ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi masyarakat setempat untuk merencanakan pembangunan desanya sesuai potensi yang dimiliki baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun buatan tanpa menimbulkan konflik dengan pihak lain. DAFTAR PUSTAKA Desa Margamulya Kecamatan Cikajang. 2005. Sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan. Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa. Desa Margamulya Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Desa Margamulya Kecamatan Cikajang. 2005. Sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan. Daftar Isian Potensi Desa. Desa Margamulya Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Deskripsi proses pemetaan partisipatif kawasan ..... (Eva Fauziyah, Dian Diniyati, dan Suyarno)
167
Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi. 2005. Sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan daftar isian tingkat perkembangan desa. Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi. 2005. Sistem pendataan profil desa dan profil kelurahan. Daftar Isian Potensi Desa. Desa Barusari Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Flavelle, A. 2000. Panduan pemetaan berbasis masyarakat. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP). Bogor. Ginoga K, M. Lugina, D. Djaenudin dan Y.C. Wulan. 2005. Kontrovesi kebijakan pengelolaan hutan lindung (Controversial policy of protection forest management). Prosiding Seminar Penelitian Sosial Ekonomi Mendukung Kebijakan Pembangunan Kehutanan. Bogor 13 September 2005. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Mikkelsen, B. 2003. Metode penelitian partisipatoris dan upaya-upaya pemberdayaan : sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
168
Vol. 8 No. 3 September Th. 2008, 151 - 168