Artikel Asli SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS RAPID TEST HEXAGON SYPHILIS® MENGGUNAKAN SPESIMEN SERUM DAN FINGERPRICK WHOLE BLOOD TERHADAP TREPONEMA PALLIDUM HEMAGGLUTINATION ASSAY (TPHA) Euis Mutmainnah, Farida Zubier, Emmy Soedarmi Daili, Sjaiful Fahmi Daili Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
ABSTRAK Rapid syphilis test (RST) sebagai cara diagnostik baru memberikan kemudahan dan hasil lebih cepat dibandingkan dengan uji konvensional. Penggunaan spesimen fingerprick whole blood merupakan teknik RST paling sederhana yang dapat dilakukan di pelayanan kesehatan dengan sarana terbatas maupun di lapangan. Untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood, serta kesesuaian hasil antara keduanya, dilakukan uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis® pada populasi risiko tinggi di klinik dengan pelayanan infeksi menular seksual dan panti rehabilitasi sosial untuk wanita penjaja seks. Hasil kemampuan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood pada populasi risiko tinggi menunjukkan kemampuan serupa, yaitu sensitivitas 94,7% (IK95% 89,5;97,4), spesifisitas 100% (IK95% 98,2;100), nilai duga positif 100% (IK95% 91,9;100), dan nilai duga negatif 99,4% (IK95% 97,6;99,4), serta memiliki kesesuaian sempurna (ê=1,00) atau tidak terdapat perbedaan hasil antar keduanya (p=1,000). Rapid test Hexagon Syphilis® baik menggunakan spesimen serum ataupun fingerprick whole blood menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas tinggi dengan kesesuaian hasil sempurna antar keduanya. (MDVI 2011; 39/s; 8s - 14s) Kata kunci: rapid syphilis test, Hexagon Syphilis ®, fingerprick whole blood, TPHA
ABSTRACT Rapid syphilis test provide easiness and faster results compared to conventional tests. Fingerprick whole blood specimens is the simpliest technique that can be performed in primary health care with minimal facilities and in field setting. To measure the sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of rapid test Hexagon Syphilis ® using serum and fingerprick whole blood specimens, and to find out the agreement between these two specimens, a diagnostic study of rapid test Hexagon Syphilis ® compared to TPHA on high risk populations at sexually transmitted disease clinic and rehabilitation centre for female street sex workers. The performance of rapid test Hexagon Syphilis ® using serum and fingerprick whole blood specimens are similar with sensitivity of 94,7% (IK95% 89,5;97,4), specificity of 100% (IK95% 98,2;100), positive predictive value of 100% (IK95% 91,9;100), and negative predictive value of 99,4% (IK95% 97,6;99,4). The agreement of serum and fingerprick whole blood specimens is perfect (ê=1,00) or there is no difference between them (p=1,000). Rapid test Hexagon Syphilis ® using serum and fingerprick whole blood specimens have high sensitivity and specificity with perfect agreement. (MDVI 2011; 39/s; 8s - 14s) Korespondensi: Jl. Diponegoro 71 - Jakarta Telp/Fax. 021-31935383 Email:
[email protected]
8S
Keywords: rapid syphilis test, Hexagon Syphilis ®, fingerprick whole blood , TPHA
E Mutmainnah dkk.
PENDAHULUAN Sifilis adalah penyakit infeksi disebabkan oleh Treponema pallidum subspesies pallidum (T. pallidum), merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik.1 Sifilis merupakan penyakit yang progresif dengan gambaran klinis aktif (stadium primer, sekunder, dan tersier) serta periode asimtomatik (stadium laten).2,3 Sifilis yang tidak diobati dapat berkembang menjadi sifilis lanjut, yaitu sifilis tersier, sifilis kardiovaskular, atau neurosifilis.4 Sifilis masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Komunitas global belum dapat mengeradikasi penyakit ini dan insidensnya meningkat di berbagai belahan dunia.5 World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 12 juta kasus baru sifilis setiap tahun.6,7,8 Prevalensi sifilis di Indonesia terlihat menurun sejak dimulainya program pemberantasan sifilis pada tahun 1957 berupa regular mass treatment (RMT) pada wanita penjaja seks (WPS).9 Penghentian RMT kemungkinan meningkatkan prevalensi sifilis, misalnya di Sumatera Utara, WPS yang seroreaktif sebanyak 8% pada tahun 1996 meningkat menjadi 13,8% pada tahun 2000.10 Penelitian Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) terhadap WPS di 10 kota besar di Indonesia pada tahun 2005 menunjukkan prevalensi sifilis di Medan (Sumatera Utara) sebesar 22%.10 Surveilans terpadu biologis dan perilaku (STBP) yang dilakukan oleh Kemenkes RI pada kelompok berisiko tinggi di Indonesia pada tahun 2007 melaporkan prevalensi sifilis di berbagai daerah bervariasi mulai dari 0,8% hingga 28,8%.11,12,13 Waria, lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki (LSL), dan WPS merupakan populasi risiko tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS) yang diteliti pada survei tersebut. 11,12,13,14 Surveilans terhadap waria menghasilkan prevalensi cukup tinggi, berkisar antara 25,2% (Jakarta dan Bandung) hingga 28,8% (Surabaya); 11 seroreaktif sifilis pada populasi LSL sebesar 3,2% (Jakarta), 4% (Surabaya), dan 5,6% (Bandung);12 pada populasi WPS bervariasi mulai dari 0,8% (Jawa Tengah) hingga 16,8% (Batam).13 Sebagian besar sifilis tidak terdiagnosis dan tidak tertatalaksana karena sifatnya seringkali asimtomatik, atau bila bergejala, hanya setengah populasi risiko tinggi mencari pertolongan medis, dan kondisi ini diperburuk dengan sulitnya akses diagnostik di negara berkembang.10,11,12,15 Hal tersebut berpotensi menimbulkan gejala sisa serius, manifestasi sifilis tersier, kardiovaskular, oftalmologis, otologis, neurologis, dan berlanjutnya rantai penularan. Penularan transplasental yang berujung pada sifilis kongenital dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal bagi bayi. Oleh sebab itu, diperlukan cakupan dan metode penapisan yang lebih efektif serta mampu dilaksanakan di lapangan, sehingga sifilis dapat dideteksi dan diobati lebih dini.16
Sensivitas dan spesifitas rapid test hexagon syphilis®
Uji serologis penting untuk diagnosis berbagai stadium sifilis, dan merupakan satu-satunya metode identifikasi infeksi pada individu asimtomatik.16 Uji serologis sifilis konvensional umumnya dilakukan di laboratorium dengan tenaga terlatih, membutuhkan tempat penyimpanan reagen bersuhu dingin, serta instalasi listrik untuk menjalankan alat sentrifugasi, pengaduk, atau lemari pendingin. Fasilitas tersebut tidak selalu tersedia di seluruh pelayanan kesehatan yang ada.15 Saat ini tersedia uji treponemal yang mudah dan cepat (rapid) sebagai metode penapisan maupun uji point of care (POC). Uji ini dapat digunakan di pelayanan kesehatan primer dalam mendiagnosis pasien untuk terapi presumptif atau konfirmasi hasil uji nontreponemal.16 Salah satu Rapid syphilis test (RST) tersebut yang tersedia dan mudah didapatkan di Indonesia ialah rapid test Hexagon Syphilis®. Spesimen uji RST dapat berupa plasma, serum, atau fingerprick whole blood yang berasal dari pungsi vena atau pungsi ujung jari.17,18 Pelaksanaan uji dengan spesimen serum ataupun plasma masih membutuhkan tenaga terlatih untuk pengambilan darah melalui pungsi vena serta memerlukan alat sentrifugasi. Pengambilan spesimen whole blood tidak membutuhkan alat sentrifugasi, dan dapat dilakukan melalui pungsi ujung jari, sehingga lebih mudah dan dapat dikerjakan di pelayanan kesehatan primer perorangan dan masyarakat, misalnya praktik pribadi, klinik, puskesmas, maupun lapangan.17
TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood terhadap Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) pada populasi risiko tinggi yang terdiri atas waria, LSL, dan WPS di klinik yang memberikan pelayanan IMS dan panti rehabilitasi sosial. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat kesesuaian hasil rapid test Hexagon Syphilis®antara spesimen serum dan fingerprick whole blood.
METODE Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan studi potong lintang yang dilakukan di Poliklinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan Poliklinik Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. Populasi risiko tinggi yang datang ke poliklinik tersebut pada bulan November 2011 diseleksi melalui kriteria penerimaan dan kriteria penolakan. Calon subyek penelitian (SP) diberi penjelasan lisan dan tertulis mengenai tujuan, cara, dan manfaat penelitian yang akan dilakukan. Pasien dapat mengikuti penelitian jika berusia minimal 17 tahun, termasuk ke dalam populasi risiko tinggi (waria, LSL, atau WPS), dan bersedia dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis,
9S
MDVI
Vol 39 No. Suplemen Tahun 2011; 8 s - 14 s
pungsi vena, dan pungsi ujung jari dengan menandatangani formulir persetujuan. Pasien tidak diikutsertakan dalam penelitian jika terdapat riwayat atau gejala klinis frambusia, lepra, malaria, atau lupus eritematosus sistemik.
dilakukan 5-20 menit setelah uji dimulai. Hasil tidak boleh dibaca setelah lewat 20 menit untuk menghindari kesalahan pembacaan atau hasil invalid. Pemeriksaan Treponema pallidum hemagglutination assay
Pengambilan spesimen darah Pengambilan spesimen darah dilakukan melalui pungsi vena dan pungsi ujung jari. Pada pungsi vena, setelah lokasi pungsi dibersihkan dengan swab alkohol, darah vena dari lengan subyek dikeluarkan sebanyak 5 ml menggunakan jarum suntik steril dan tabung vakum sekali pakai. Darah tersebut dituang ke dalam tabung yang telah diberi nomor sesuai dengan nomor urut SP. Spesimen darah tersebut dibawa ke laboratorium poliklinik, kemudian diputar dengan alat sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama ± 10 menit untuk memisahkan komponen sel darah dengan serum. Sebanyak 10 µL serum diambil menggunakan pipet sekali pakai untuk pemeriksaan RST. Sisa serum dimasukkan dalam screw top plastic tube 3 cc dan disimpan pada suhu 2-8°C maksimal selama 3 hari, lalu dibawa ke laboratorium IMS Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk dilakukan pemeriksaan TPHA. Pengambilan spesimen whole blood dilakukan melalui pungsi ujung jari. Lokasi pungsi ujung jari dibersihkan dengan swab alkohol terlebih dahulu, lalu ditusuk menggunakan lancet steril sekali pakai. Satu tetes atau 20 µL whole blood yang keluar diambil menggunakan pipet sekali pakai untuk pemeriksaan RST. Pemeriksaan rapid syphilis test Rapid syphilis test (RST) dilakukan dengan memakai rapid test Hexagon Syphilis® yang diproduksi oleh Human GmbH, Jerman. Spesimen, alat uji, dan pelarut harus dalam kondisi temperatur ruangan sebelum dilakukan uji. Alat uji dikeluarkan dari pembungkus dan beri label untuk identifikasi sampel. Sebanyak 10ìL serum atau 20 ìL (1 tetes) fingerprick whole blood diteteskan ke dalam lubang sampel, lalu ditambahkan 3 tetes penuh pelarut. Pembacaan hasil
Pemeriksaan baku emas penelitian ini menggunakan Microsyph® TPHA 200 Test, diproduksi oleh Axis-Shield Diagnostics Ltd., Skotlandia. Uji TPHA merupakan baku emas pada sebagian besar uji diagnostik RST, termasuk studi yang dilakukan oleh WHO.16 Pengolahan dan analisis data Pengolahan data menggunakan program komputer statistical programme for social sciences (SPSS) 11.5 dan 2-way contingency table analysis. Tingkat ketepatan diagnosis dinilai dengan membuat tabel 2 x 2 untuk menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), dan nilai duga negatif (NDN).19 Penilaian kesesuaian (agreement) dilakukan dengan penghitungan koefisien Kappa (ê).20 Kemaknaannya dinilai melalui uji statistik McNemar dengan batas kemaknaan p<0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Subyek penelitian berjumlah 204 orang, sebanyak 67 orang (32,8%) berasal dari Poliklinik PSKW Mulya Jaya dan sisanya sebanyak 137 orang (67,2%) berasal dari Poliklinik PKBI. Wanita penjaja seks merupakan populasi terbanyak berjumlah 119 orang (58,3%), populasi LSL berjumlah 54 orang (26,5%), dan waria adalah kelompok terkecil sebanyak 31 orang (15,2%). Secara keseluruhan kelompok usia terbanyak terdapat pada usia 25 – 34 tahun sebesar 47,1%. Subyek penelitian termuda berusia 17 tahun sebanyak 2 orang dan tertua berusia 57 tahun sebanyak 1 orang, dengan rerata usia 30,2 (simpang baku 8,4) tahun. Hasil uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan whole blood mendapatkan hasil yang sama (Tabel 1)
Tabel 1. Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood terhadap TPHA pada populasi risiko tinggi di poliklinik PKBI dan PSKW Mulya Jaya Jakarta tahun 2011 (N=204) TPHA Positif Rapid test serum / fingerprick whole blood
N = jumlah subyek Sensitivitas Spesifisitas Nilai duga positif Nilai duga negatif
10 S
Total Negatif
Positif Negatif
37 1
0 166
37 166
Total
38
166
204
penelitian; TPHA = Treponema pallidum hemagglutination assay. = 37 : ( 37 + 1 ) x 100% = 97,4% = 16 6 : ( 0 + 166 ) x 100% = = 37 : ( 37 + 0 ) x 100% = 100% = 16 6 : ( 1 + 166 ) x 100% =
(IK95% 89,5;97,4) 100% (IK95% 98,2;100) (IK95% 91,9;100) 99,4% (IK95% 97,6;99,4)
E Mutmainnah dkk.
Serum merupakan spesimen yang paling sering digunakan dalam uji diagnostik RST, terutama dilakukan pada pelayanan kesehatan dengan fasilitas laboratorium dan tenaga terlatih. Penelitian mengenai uji diagnostik RST memberikan hasil bervariasi dengan sensitivitas mulai dari 84,5% hingga 97,7% dan spesifisitas 92,8% hingga 98%. 24 Hasil uji diagnostik pada penelitian ini menunjukkan sensitivitas rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum sebesar 97,4% (IK95% 89,5;97,4). Hal ini menggambarkan kepekaan alat ini dalam mendeteksi antibodi T. pallidum pada individu yang sedang ataupun pernah terinfeksi. Spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis ® menggunakan spesimen serum didapatkan sebesar 100% (IK95% 98,2;100) yang menunjukkan kemampuannya dalam mendeteksi individu yang tidak memiliki antibodi T. pallidum. Jika dibandingkan dengan penelitian Permata29 (2007) mengenai rapid test Diaspot syphilis ® yang juga menggunakan spesimen serum, rapid test Hexagon Syphilis® menunjukkan sensitivitas sedikit lebih baik dengan spesifisitas sama. Penelitian Permata 29 mendapatkan sensitivitas rapid test Diaspot syphilis® sebesar 93,1% (IK95% 85,1;93,1) dan spesifisitas sebesar 100% (IK95% 98,8;100). World Health Organitation (WHO) pada tahun 2003 melakukan uji diagnostik terhadap 6 RST menggunakan spesimen serum yang diambil dari 8 lokasi terpisah. Rapid syphilis test tersebut dibandingkan dengan baku emasnya yaitu TPHA atau Treponema pallidum particle agglutination assay (TPPA). 16 Sensitivitas rapid test Hexagon Syphilis® pada penelitian ini sesuai dengan kisaran sensitivitas yang diteliti oleh WHO sebesar 84,5% – 97,7%. Spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis ® lebih baik dibandingkan dengan penelitian WHO yang berkisar 92,8% - 98,0%. NDP dan NDN bergantung pada prevalensi penyakit di populasi yang diperiksa, sehingga penelitian pada populasi yang berbeda dapat memberikan hasil berbeda. Hasil NDP rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA pada populasi risiko tinggi pada penelitian ini adalah sebesar 100% (IK95% 91,9;100). Hal tersebut menunjukkan tingginya tingkat kebenaran bahwa individu risiko tinggi mengandung antibodi T. pallidum apabila hasil rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum memberikan hasil positif. Nilai duga negatif rapid test Hexagon Syphilis®menggunakan spesimen serum didapatkan sebesar 99,4% (IK95% 97,6;99,4), menunjukkan besarnya kemungkinan individu risiko tinggi tidak mengandung antibodi T. pallidum apabila hasil rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum memberikan hasil negatif. Penelitian Permata29 pada WPS mendapatkan NDP dan NDN rapid test Diaspot syphilis® serupa dengan hasil rapid test Hexagon Syphilis® pada penelitian ini. NDP dan NDN rapid test Diaspot syphilis® sebesar 100% (IK95%
Sensivitas dan spesifitas rapid test hexagon syphilis®
91,4;100) dan 99% (IK95% 97,9;99). Pengambilan spesimen fingerprick whole blood lebih praktis dibandingkan dengan spesimen serum, karena dilakukan melalui pungsi ujung jari menggunakan lancet steril. Pelaksanaannya lebih mudah, sehingga umumnya RST dengan fingerprick whole blood dapat dilakukan di pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas ataupun di lapangan. 1 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sensitivitas, spesifisitas, NDP, dan NDN rapid test Hexagon Syphilis® dari fingerprick whole blood tidak berbeda dengan serum. Hasil RST berbeda antara serum dan whole blood yang keduanya diambil dari pungsi vena didapatkan pada penelitian Li dkk.2 pada tahun 2004 di Cina. Penelitian tersebut melakukan perbandingan antara 4 RST dan hasilnya menunjukkan sensitivitas RST menggunakan spesimen whole blood lebih rendah dibandingkan dengan spesimen serum. Siedner dkk. 17 (2004) menguji kinerja 3 RST menggunakan spesimen whole blood yang diambil melalui pungsi vena dan pungsi ujung jari. Sensitivitas Determine Syphilis TP® (Abbott) dari pungsi vena (88%) lebih rendah dibandingkan dengan pungsi ujung jari menggunakan tabung kapiler (100%). Hal tersebut diduga karena antikoagulan EDTA pada tabung penampung mempengaruhi reaksi antigen-antibodi. Ketika RST dari pungsi ujung jari dikerjakan tanpa tabung kapiler didapatkan sensitivitas kurang baik, yaitu sebesar 64%. 17 Rapid test Hexagon Syphilis ® menggunakan spesimen whole blood pada penelitian ini diambil melalui pungsi ujung jari, sehingga tidak membutuhkan tabung penampung ataupun antikoagulan EDTA. Selain itu, alat uji ini sudah dilengkapi dengan pipet kapiler yang memudahkan pengambilan spesimen. Penelitian Siedner dkk.17 juga menjumpai hasil invalid, yaitu sebesar 2,9% pada Determine Syphilis TP® (Abbott), 30,3% pada Biotech Trep-Strip IV® (Phoenix), dan 6,5% pada Bioscience One Step ® (Guardian). Hal tersebut berbeda dengan penelitian ini, yakni tidak ditemukan hasil invalid pada rapid test Hexagon Syphilis ® ba ik menggunakan spesimen serum maupun whole blood. Kesesuaian hasil rapid test Hexagon Syphilis® antara kedua spesimen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan perhitungan statistik, hasil rapid test Hexagon Syphilis® antara spesimen serum dan fingerprick whole blood menunjukkan kesesuaian sempurna (ê=1,00). 20 Perhitungan uji McNemar memperoleh nilai p=1,000 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara hasil rapid test Hexagon Syphilis ® menggunakan spesimen serum dengan hasil rapid test Hexagon Syphilis ® menggunakan spesimen fingerprick whole blood. Sebagian besar RST dapat menggunakan spesimen serum, plasma, maupun whole blood.17,18 Hasil rapid test Hexagon Syphilis® antara spesimen serum dan fingerprick whole blood pada penelitian ini yang menunjukkan kesesuaian sempurna sesuai dengan studi oleh pabrik rapid
11 S
MDVI
Vol 39 No. Suplemen Tahun 2011; 8 s - 14 s
Tabel 2. Kesesuaian hasil rapid test Hexagon Syphilis® antara spesimen serum dan fingerprick whole blood pada populasi risiko tinggi di poliklinik PKBI dan PSKW Mulya Jaya Jakarta tahun 2011 (N=204) Fingerprick whole blood
Serum
Total
Positif
Negatif
Positif
370
37
Negatif
0
167
167
Total
37
167
204
N = jumlah subyek penelitian.
test Hexagon Syphilis®, yaitu ekuivalensi antara spesimen serum, plasma, dan whole blood adalah identik dengan percentage of agreement 100%.1 Selain sebagai metode penapisan, RST dapat dijadikan uji POC untuk mengatasi masalah keterbatasan akses laboratorium dan angka kunjungan ulang pasien yang rendah. 15 Uji POC ialah uji yang dilakukan di tempat penatalaksanaan pasien dan dapat berlokasi di mana saja.2 Prinsip uji POC ialah uji yang memberikan kenyamanan dan hasil yang cepat kepada pasien, sehingga pengobatan dapat dilakukan segera. Menurut WHO, rapid test yang ideal harus memenuhi kriteria ASSURED, yaitu affordable (terjangkau), sensitive (sensitivitas tinggi), specific (spesifisitas tinggi), user-friendly (mudah dilakukan dengan beberapa langkah dan hanya membutuhkan pelatihan yang singkat), robust and rapid (dibaca dalam waktu kurang dari 30 menit), equipment-free (tidak memerlukan peralatan khusus), dan delivered to those who need them (mudah disediakan).3 Prosedur pelaksanaan dan pembacaan hasil rapid test Hexagon Syphilis ® cukup mudah, terutama bila menggunakan spesimen fingerprick whole blood. Studi lapangan yang dilakukan oleh Nessa dkk.18 menunjukkan bahwa RST yang dilakukan oleh tenaga medis berkeahlian rendah (low-skilled) dibandingkan dengan tenaga laboratoris berkeahlian tinggi (highly-skilled) tidak berbeda bermakna (p=0,13). Pengambilan spesimen whole blood melalui pungsi ujung jari menggunakan lancet steril lebih tidak ditakuti oleh SP dibandingkan dengan pengambilan spesimen melalui pungsi vena menggunakan jarum suntik 3 cc. Penelitian Sabido dkk. 4 di Brazil pada tahun 2009 menunjukkan bahwa RST melalui pungsi ujung jari tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada 68% orang dan lebih dipilih oleh individu yang takut akan jarum. Lee dkk.5 yang meneliti penggunaan RST pada LSL di Australia pada tahun 2009 mendapatkan bahwa sebagian besar LSL memilih diperiksa menggunakan RST dibandingkan dengan uji serologis konvensional. Selain itu, sebagian besar LSL menyatakan akan memeriksakan diri lebih sering jika RST tersedia di klinik setempat. Kekurangan RST ialah tidak dapat membedakan antara infeksi aktif dan nonaktif, serta tidak dapat dipakai untuk
12 S
menilai hasil pengobatan, sehingga tatalaksana pasien setelah dilakukan RST memerlukan pertimbangan tertentu. Pengobatan semua individu dengan hasil RST positif akan menimbulkan over-treatment. Meskipun demikian, mengingat konsekuensi serius dari sifilis yang tidak diobati, maka manfaat pengobatan jauh melebihi bahaya overtreatment. Penerapan hal tersebut dapat dilakukan terhadap hasil RST positif pada wanita hamil, populasi risiko tinggi, dan kondisi tidak tersedianya RPR atau uji nontreponemal lainnya. Jika uji nontreponemal tersedia, maka RST berperan dalam konfirmasi hasil uji nontreponemal positif, sehingga pengobatan hanya diberikan kepada pasien dengan RST positif. Sebaliknya, RST dapat menjadi uji penapisan, yaitu pasien dengan RST positif selanjutnya dilakukan uji nontreponemal untuk konfirmasi reaktivitas infeksi.15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan proporsi kepositivan rapid test Hexagon Syphilis® antara spesimen serum dan fingerprick whole blood serupa, yaitu sebesar 18,1%, sedangkan proporsi kepositivan TPHA sebesar 18,6%. Pada penelitian ini waria menunjukkan proporsi kepositivan terbesar dibandingkan dengan populasi lain, yaitu sebesar 35,5% dan proporsi kepositivan TPHA sebesar 38,7%. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmayunita6 pada waria yang mendapatkan proporsi kepositivan sifilis sebesar 37%. Hasil STBP 2007 juga menunjukkan bahwa waria merupakan populasi risiko tinggi dengan prevalensi sifilis terbesar yakni 25,2% hingga 28,8%.11 Penelitian Permata7 menggunakan rapid test Diaspot syphilis ® pada populasi WPS mendapat proporsi kepositivan sebesar 11,6% dan proporsi kepositivan TPHA sebesar 12,5%, sedangkan proporsi kepositivan rapid test Hexagon Syphilis® dan TPHA pada WPS di penelitian ini sedikit lebih tinggi, yaitu sebesar 15,1%. Proporsi kepositivan serologis sifilis pada penelitian ini paling sedikit dijumpai pada LSL, yaitu sebesar 14,8%. Hasil STBP 2007 juga menunjukkan bahwa LSL adalah populasi dengan prevalensi sifilis terkecil dibandingkan dengan populasi risiko tinggi lainnya, yaitu sebesar 3,2% hingga 5,6%. Penelitian Purwoko8 pada pekerja seks komersial pria nontransgender di Jakarta tahun 2004 mendapatkan proporsi kepositivan TPHA sebesar 11,8%.
E Mutmainnah dkk.
KESIMPULAN DAN SARAN Sifilis merupakan IMS yang masih menjadi masalah kesehatan global dan nasional. Saat ini telah banyak berkembang rapid syphilis test sebagai metode penapisan maupun uji point of care (POC). Penelitian ini merupakan uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis ® yaitu uji imunokromatografik berdasarkan teknologi double antigen sandwich yang termasuk dalam uji generasi ketiga. Uji ini ditujukan untuk mendeteksi secara kualitatif antibodi IgG, IgM, dan IgA terhadap T. pallidum pada serum, plasma, atau whole blood manusia sebagai pendukung diagnosis sifilis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood pada populasi risiko tinggi adalah serupa, yaitu sensitivitas sebesar 94,7%, spesifisitas sebesar 100%, nilai duga positif sebesar 100%, dan nilai duga negatif sebesar 99,4%. Hasil rapid test Hexagon Syphilis® antara spesimen serum dan fingerprick whole blood menunjukkan kesesuaian sempurna (ê=1,00). Melihat sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, maka diharapkan rapid test Hexagon Syphilis® dapat dijadikan alternatif uji treponemal dalam menunjang diagnosis sifilis, baik sebagai penapisan rutin maupun konfirmasi hasil uji nontreponemal. Penggunaan spesimen whole blood melalui pungsi ujung jari dapat dijadikan pilihan yang lebih cepat dan mudah dilakukan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut penggunaan RST di lapangan oleh tenaga medis dan nonmedis terlatih, serta analisis efektivitas-biaya masih diperlukan untuk menilai kemudahan dan kemampu laksanaan RST sebagai metode penapisan massal dan uji POC. DAFTAR PUSTAKA 1. Hutapea NO. Sifilis. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, penyunting. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h. 84-102. 2. Sanchez MR. Syphilis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. h. 1955-77. 3. Domantay-Apostol GP, Handog EB, Gabriel MTG. Syphilis: the international challenge of the great imitator. Dermatol Clin. 2008;26:191-202. 4. Goh BT. Syphilis in adult. Sex Transm Infect. 2005;81:44852. 5. Kent ME, Romanelli F. Reexamining syphilis: an update on epidemiology, clinical manifestations, and management. Ann Pharmacother. 2008;42:226-36. 6. WHO. Global prevalence and incidence of selected curable sexually transmitted infection: overview and estimates. Geneva: World Health Organization; 2001. 7. Karp G, Schlaeffer F, Jotkowitz A, Riesenberg K. Syphilis
Sensivitas dan spesifitas rapid test hexagon syphilis®
and HIV co-infection. Eur J Internal Med. 2009;20:9-13. 8. Hook EW, Peeling RW. Syphilis control—a continuing challenge. N Eng J Med. 2004;351(2):122–4. 9. Partogi D. Evaluasi beberapa tes treponemal terhadap sifilis. USU e-repository [situs internet]. 2008 [disitasi pada tanggal 25 Oktober 2011]. Dapat diunduh di http:// reposit ory. u su . ac. id/ bitst ream / 1 2 3 4 5 6 7 8 9/ 3 4 0 2 / 1 / 08E00859.pdf. 10. Family Health International-Program Aksi Stop AIDS, DitJen Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2M & PL), Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil penelitian prevalensi infeksi saluran reproduksi pada wanita penjaja seks di 10 kota besar di Indonesia; 2005. 11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS, Family Health International-Program Aksi Stop AIDS. Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku pada Kelompok Berisiko Tinggi (STBP) di Indonesia: Rangkuman surveilans waria; 2007. 12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS, Family Health International-Program Aksi Stop AIDS. Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku pada Kelompok Berisiko Tinggi (STBP) di Indonesia: Rangkuman surveilans lelaki yang suka lelaki; 2007. 13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS, Family Health International-Program Aksi Stop AIDS. Surveilans Terpadu-Biologis Perilaku pada Kelompok Berisiko Tinggi (STBP) di Indonesia: Rangkuman surveilans wanita pekerja seks; 2007. 14. National AIDS Control Organization. Guidelines on STI/ RTI service delivery for High Risk Groups and Bridge Population in TI NGOs [situs internet]. 2011 [disitasi pada tanggal 20 Oktober 2011]. Dapat diunduh di http// www.strcwbsikkim.org/pdf/ STI%20operational% 20Guideline.pdf. 15. WHO. The use of rapid syphilis tests. Geneva: Special Programme for Research and Training (TDR) / WHO; 2006. 16. The Sexually Transmitted Diseases Diagnostics Initiative (SDI). Laboratory-based evaluation of rapid syphilis diagnostics: results from 8 SDI sites. Geneva: WHO Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases (TDR); 2003. 17. Siedner M, Zapitz V, Ishida M, de la Roca R, Klausner JD. Performance of rapid syphilis tests in venous and fingerstick whole blood specimens. Sex Transm Dis. 2004;31:557-60. 18. Nessa K, Alam A, Chawdhury FAH, Huq M, Nahar S, Salauddin G, dkk. Field evaluation of simple rapid tests in the diagnosis of syphilis. Int J STD AIDS. 2008; 9:316-20. 19. Pusponegoro HD, Wila Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. Dalam Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h. 259-87. 20. Viera AJ, Garrett JM. Understanding inter observer agreement: the Kappa statistic. Fam Med. 2005;37:360-3. 21. Tucker JD, Bu J, Brown LB, Yin Y-P, Chen X-S, Cohen MS. Accelerating worldwide syphilis screening through rapid testing: a systematic review. Lancet Infect Dis. 2010;10:381-6. 22. Li J, Zheng H-Y, Wang L-N, Liu Y-X, Wang X-F, Liu X-R. Clinical evaluation of four recombinant Treponema pallidum antigen-based rapid diagnostic tests for syphilis. JEADV. 2009;23:648-50. 23. Hexagon® syphilis [verifikasi desain]. Germany: Human
13 S
MDVI
GmbH; 2008. 24. Washington State Clinical Laboratory Advisory Council. Point-of-care testing guidelines [situs internet]. 2007 [disitasi pada tanggal 25 Oktober 2011]. Dapat diunduh di http:// w w w. doh . w a. gov/ h sq a/ fsl/ D ocu m en t s/ LQ A_ D ocs/ POCT.pdf. 25. Peeling RW, Holmes KK, Mabey D, Ronald A. Rapid test for sexually transmitted infections (STIs): the way forward. Sex Transm Infect. 2006; 82: v1-6. 26. Sabido M, Benzaken AS, Rodrigues EJA, Mayaud P. Rapid point-of-care diagnostic test for syphilis in high risk populations, Manaus, Brazil. Emerg Infect Dis. 2009;15:6479. 27. Lee D, Fairley C, Cummings R, Bush M, Read T, Chen M. Men who have sex with men prefer rapid testing for syphilis and may test more frequently using it. Sex Transm Dis. 2010;37:557-8. 28. Rahmayunita G. Proporsi kepositivan serologik sifilis dan
14 S
Vol 39 No. Suplemen Tahun 2011; 8 s - 14 s
HbsAg serta hubungannya dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang infeksi menular seksual pada waria: studi di klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Jakarta Timur [tesis]. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 29. Permata VA, Sularsito SA, Soebaryo RW, Daili SF, Makes WIB. Rapid test Diaspot® syphilis dengan Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) pada wanita penjaja seks [tesis]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008 [disitasi pada tanggal 20 Oktober 2011]. Dapat diunduh dari: http//www.indonesia.digitaljournals.org/ index.php/ deridn/article/view/25. 30. Purwoko RY. Proporsi kepositivan pemeriksaan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV, serta penilaian pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap infeksi menular seksual pada pekerja seks komersial proa nontransgender di Jakarta pada tahun 2004 [tesis]. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.