06 Modul ke:
Fakultas
Ilmu Komputer
Program Studi
Sistem Informasi
ETIK UMB Cinta Kebersihan Yani Pratomo, S.S, M.Si.
Cinta Kebersihan Pada hakikatnya manusia menyukai kebersihan dan keindahan. Akan tetapi, mengapa ada sebagian orang yang gemar membuang sampah sembarangan dan dapat hidup di lingkungan yang kotor? Apakah benar manusia butuh hidup di lingkungan yang bersih? Sejauh apa urgensi hidup bersih bagi kita? Perlukah mahasiswa mengembangkan budaya hidup bersih di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan kampus?
Manusia Menyukai Kebersihan Pada hakikat atau fitrahnya, manusia menyukai kebersihan dan keindahan. Bila ada seseorang yang tidak peduli dan mengabaikan kebersihan dan keindahan, maka sesungguhnya orang tersebut sedang berseberangan dengan hakikat atau fitrah kemanusiannya.
Manusia Menyukai Kebersihan Ketika ada kotoran atau sampah di depan kita, maka secara spontan kita cenderung menghindari kotoran tersebut. Bila ada bau menyengat akibat sampah atau kotoran manusia maupun hewan, maka secara spontan kita menutup hidung kita dan menyingkir. Bila kita melihat dua rumah bersebelahan, satu rumah tampak bersih dan satu lagi tampak kotor, fitrah kita akan mendorong kita memilih yang bersih.
Manusia Menyukai Kebersihan
Manusia Menyukai Kebersihan
Manusia Menyukai Kebersihan
Kondisi Kebersihan di Negara Kita Bangsa kita tergolong memiliki kesadaran kebersihan lngkungan dengan indeks yang teramat rendah. Dengan mudah di keseharian kita melihat orang membuang sampah di jalanan tanpa memperlihatkan sikap malu. Penduduk yang tinggal di dekat sungai tanpa rasa bersalah membuang sekeranjang sampah ke sungai atau muara.
Kondisi Kebersihan di Negara Kita
Kondisi Kebersihan di Negara Kita
Kondisi Kebersihan di Negara Kita
Indonesia menempati peringkat 112 dari 178 negara dengan skor 44.36 dari skor maksimal 100.00.
Angka tersebut sangat memprihatinkan, karena menempatkan bangsa kita pada posisi di luar seratus besar, bahkan di bawah beberapa negara yang relatif tertinggal, seperti Belize (88), Nicaragua (90), Zimbabwe (94), Guatemala (98), dan Gabon (104).
Kondisi Kebersihan di Negara Kita Di lingkup Asia Tenggara, posisi Indonesia berada jauh di bawah Singapura (4), Brunei Darussalam (37), Malaysia (51), dan Thailand (78), meskipun masih lebih unggul dibandingkan Philipines (114), Laos (127), Timor Leste (132), Vietnam (136), Cambodia (145), dan Myanmar (164).
Belajar Bersih dari Bangsa Lain Kita bisa berkaca dari skor yang didapat oleh negara tetangga terdekat kita, Singapura yang menempati peringkat keempat di bawah Swiss, Luxembourg, dan Australia mendapat skor luar biasa, yaitu 81.78, padahal Indonesia hanya diberi skor 44.36.
Ingat, lima puluh tahun yang lalu (1965), Singapura baru merdeka dan kondisi mereka miskin serta kumuh.
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Belajar Bersih dari Bangsa Lain “Saat kami merdeka (tahun 1965), Singapura merupakan kota yang cukup bobrok. Banyak kerusakan sehabis perang, namun kami mulai membangun kembali,” ungkap bapak bangsa Singapura, Lee Kwan Yew. Pemerintahan di era Lee memiliki sejumlah aturan super ketat dalam mengatasi kondisi lingkungan kotor dan kumuh. Lee mendidik warganya untuk hal-hal yang terkadang dianggap sepele, seperti menyiram toilet setelah buang air besar atau kecil. Singapura dalam tiga puluh tahun telah berubah menjadi tempat yang menyenangkan bagi warganya maupun bagi para turis dan pebisnis.
Belajar Bersih dari Bangsa Lain Beberapa negara maju juga memulai kesuksesan ekonomi dan keberhasilan pembangunan melalui “penanaman” sikap cinta kebersihan serta benci sikap jorok. Lihatlah Jepang yang memiliki budaya kepedulian yang tinggi pada kebersihan yang ditanamkan pada setiap masyarakat Jepang sejak kecil. Anak-anak kecil di Jepang tidak sungkan-sungkan untuk menyapu, mengepel, dan memunguti sampah yang terlihat di rumah, sekolah, maupun tempat-tempat umum. Penduduk Swiss sangat terbiasa dengan suasana tenang, bersih, tertib, dan gemar akan keindahan. Tidak tampak ada debu, asap knalpot, apalagi sampah berceceran.
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Belajar Bersih dari Bangsa Lain
Penyebab Lingkungan Kotor 1) Anggapan dan perilaku masyarakat bahwa membuang sampah sembarangan adalah hal biasa, tidak salah, dan tidak berdosa. 2) Rendahnya perhatian pemerintah kota dan masyarakat akan masalah kebersihan dan keindahan. 3) Rendahnya perhatian dunia pendidikan pada masalah pembentukan karakter dan budaya bersih pada peserta didik. 4) Rendahnya upaya badan legislatif dan eksekutif pada pembuatan dan penerapan Peraturan dan Undangundang tentang kebersihan dan ketertiban.
Penyebab Lingkungan Kotor 5) Kurangnya fasilitas kemudahan bagi masyarakat untuk membuang sampah di tempat-tempat umum. 6) Kurang gencarnya kampanye lingkungan bersih yang dilakukan oleh Pemerintah Kota dan Komunitas. 7) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota bersedia menjadi Pengasuh bagi masyarakat dalam hal pentingnya hidup bersih dan sehat, seperti halnya yang terjadi di Singapura dan Jepang.
Membentuk Budaya Bersih Kebersihan adalah sebagian dari iman. Ini artinya bila kesadaran kita akan kebersihan rendah, maka bisa jadi tingkat atau kadar keimanan kita juga masih rendah. Budaya hidup bersih yang merupakan karakter tidak akan terbentuk bila tidak dibina sejak usia sangat muda atau di usia sedini mungkin. Semua komponen masyarakat harus sama-sama bergerak untuk membentuk karakter ini. Kampanye besar-besaran dan gencar harus dilakukan oleh pihak birokrasi dan pendidik.
Membentuk Budaya Bersih Secara individu, setiap orang harus tampil bersih, tubuh bersih, gigi bersih, rambut bersih, hingga pakaian yang dikenakan juga bersih. Pemerintah dan pendidik harus selalu siap untuk menjadi “pengasuh” masyarakat dan peserta didik untuk senantiasa sadar akan pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan. Pemerintah Kota dan Kabupaten perlu juga membentuk semacam Satuan Tugas (Satgas) atau Polisi Kebersihan yang siap mengawal kebersihan kota.
Membentuk Budaya Bersih
Budaya Bersih di Kampus Mahasiswa dan sivitas akademika Perguruan Tinggi harus siap menjadi agen Sebagai kalangan intelektual yang terdidik, mahasiswa harus lebih dulu sadar akan pentingnya hidup bersih dan tertib. Bila kalangan intelektual saja tidak menunjukkan sikap gemar pada kebersihan dan keindahan, maka kalangan di luar kaum intelek lebih tidak akan memperhatikan soal kebersihan. Kampus yang jorok akan menggambarkan kualitas pendidikan yang buruk, sedangkan kampus yang bersih dan indah akan menggambarkan kualitas pendidikan yang berkualitas.
Budaya Bersih di Kampus
Terima Kasih Yani Pratomo, S.S, M.Si.