ESTIMASI SISA LAUK HEWANI, LAUK NABATI, DAN SAYURAN KONSUMEN BEBERAPA JENIS RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR
PUTRI NOVITASARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Konsumen Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Putri Novitasari NIM I14090079
RINGKASAN PUTRI NOVITASARI. Estimasi Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Konsumen Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor. Di bawah bimbingan DRAJAT MARTIANTO dan EDDY SETYO MUDJAJANTO. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengestimasi sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari konsumen beberapa jenis rumah makan (RM) di Kota Bogor. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini yaitu 1) menghitung sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari beberapa jenis RM di Kota Bogor yang dinyatakan dalam gram/kapita/tahun, 2) menghitung kehilangan zat gizi dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran pada beberapa jenis RM di Kota Bogor yang dinyatakan dalam satuan zat gizi/kapita/kali makan, 3) mempelajari perbedaan karakteristik konsumen terhadap sisa makanan pada beberapa jenis RM di Kota Bogor, dan 4) mempelajari perbedaan cara penyajian makanan terhadap sisa makanan pada beberapa jenis RM di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2013 di (2) dua RM Padang, (11) sebelas RM Sunda, (4) empat RM Jawa, dan (15) lima belas Warung Tenda dengan pemilihan tempat dan contoh dilakukan secara purposive. Berdasarkan masing-masing RM yang dipilih, diambil sampel konsumen sebanyak >30 orang tiap RM, kecuali untuk jenis RM Sunda dan RM Jawa yang bertipe kecil serta Warung Tenda diambil sampel hanya sebanyak 2-10 orang dari setiap RM. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer yang meliputi peubah-peubah yang akan diteliti, yaitu: 1) Karakteristik konsumen; 2) Perbedaan cara penyajian makanan, dan 3) Sisa konsumsi lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di rumah makan berdasarkan sisa konsumsi pengunjung RM. Data karakteristik konsumen; meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, etnis/ suku budaya, dan frekuensi makan di luar dalam seminggu diperoleh melalui self-administered questionnaire. Sedangkan sisa konsumsi lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM diperoleh melalui metode penimbangan langsung (food weighing) terhadap sisa konsumsi pengunjung tiap RM menggunakan timbangan makanan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian sebesar 1 gram. Sisa makanan yang sudah dikonversikan menjadi berat mentah dengan bantuan fDMM (faktor Daftar Mentah Masak) kemudian dikalikan dengan frekuensi makan di luar dalam seminggu dan hasilnya dijumlahkan untuk mengetahui gram sisa perminggu. Perkiraan kehilangan lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran pertahun menggunakan perkalian antara sisa perminggu dengan 52 minggu, lalu dibagi total responden untuk mengetahui gram sisa perkapita pertahun. Kehilangan zat gizi (energi, protein, zat besi, dan vitamin A) dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran masing-masing dihitung dalam satuan zat gizi/kapita/kali makan. Perhitungan zat gizi ini dilakukan dengan bantuan DKBM 2007 dan 2010. Kehilangan zat gizi dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dirata-ratakan berdasarkan jumlah responden dalam kelompok agar mengetahui kehilangannya perkapita perkali makan. Setelah itu sisa dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data-data karakteristik konsumen kemudian dianalisis secara deskriptif. Sedangkan sisa pangan dan kehilangan zat gizi diolah lebih lanjut dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.
Total responden pada penelitian ini sebanyak 279 orang, sebanyak 70 responden dari RM Padang, 71 responden dari RM Sunda, 68 responden dari RM Jawa, dan 70 responden dari Warung Tenda. Analisis dekskriptif terhadap karakteristik usia konsumen diperoleh bahwa di RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda masing-masing 64.8%, 57.4%, dan 74.3% atau lebih dari separuh respondennya berusia 20-39 tahun. Sedangkan di RM Padang (47.1%) hampir separuhnya berusia 40-59 tahun. Sedangkan menurut jenis kelamin, di RM Padang (80%) dan Warung Tenda (64.3%) lebih dari sebagian responden berjenis kelamin laki-laki. RM Jawa (61.8%), lebih dari sebagian responden berjenis kelamin perempuan. Sedangkan di RM Sunda, proporsi antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Menurut etnis, pada semua jenis rumah makan, etnis yang dominan adalah Sunda. Berdasarkan pendidikan, diketahui bahwa tingkat pendidikan paling dominan pada konsumen RM Padang yaitu ≤ SLTA (54.3%), sedangkan tingkat pendidikan paling dominan pada RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda adalah S1 (sekitar 40-50%). Berdasarkan pekerjaan, jenis pekerjaan konsumen RM Padang dan Warung Tenda paling dominan adalah wiraswasta (31.4% dan 30.0%), jenis pekerjaan konsumen RM Sunda paling dominan adalah swasta (36.6%), pekerjaan konsumen RM Jawa paling dominan adalah swasta dan pelajar/mahasiswa dengan persentase sama (27.9%). Menurut pendapatan per bulan, di RM Sunda, Jawa, dan Warung Tenda (sekitar 30-40%) didominasi oleh konsumen yang memiliki pendapatan <2 juta rupiah. Berbeda dengan RM Padang (37.1%), konsumen paling banyak memiliki pendapatan >5 juta rupiah. Menurut frekuensi makan di luar, paling banyak responden di RM Sunda, Jawa, dan Warung Tenda makan di luar setiap hari dalam seminggu. Berbeda dengan responden di RM Padang, paling banyak respondennya makan di luar sebanyak 1-3x seminggu. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun di RM Padang adalah daging sapi sebesar 570.4 gram. Jenis hidangan dari daging sapi yang banyak disisakan konsumen adalah rendang dan sop iga sapi. Tidak terdapat sisa lauk nabati dari seluruh responden. Sedangkan sisa sayur terbanyak perkapita per tahun adalah daun singkong sebesar 414.2 gram. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun di RM Sunda adalah daging sapi sebesar 406.0 gram. Jenis hidangan dari daging sapi yang banyak disisakan konsumen adalah semur daging sapi. Sisa lauk nabati terbanyak perkapita pertahun adalah tempe sebesar 741.2 gram. Jenis hidangan dari tempe yang banyak disisakan konsumen adalah tempe goreng. Sisa sayur terbanyak perkapita pertahun adalah labu siam sebesar 428.0 gram. Sisa tersebut berasal dari hidangan sayur asem. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun di RM Jawa adalah ikan salem sebesar 276.5 gram. Jenis hidangan dari ikan salem yang banyak disisakan konsumen adalah ikan salem goreng/balado. Sisa lauk nabati terbanyak perkapita pertahun adalah oncom sebesar 410.6 gram, sisa tumis oncom terbanyak berasal dari rumah makan Mbah Jingkrak. Sisa sayur terbanyak perkapita pertahun adalah kacang panjang sebesar 741.9 gram. Sisa tersebut diperoleh dari hidangan sayur asem yang disisakan konsumen. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun di Warung Tenda adalah daging ayam sebesar 991.8 gram. Jenis hidangan dari daging ayam yang banyak disisakan konsumen adalah ayam penyet dan soto ayam. Jenis lauk nabati tersisa terbanyak perkapita pertahun di Warung Tenda yaitu tahu sebesar 401.1 gram. Sisa lauk nabati tersebut berasal dari tahu goreng dan tumis oncom. Sisa sayur terbanyak
perkapita pertahun di Warung Tenda adalah mentimun sebesar 768.1 gram. Sisa mentimun dan tomat berasal dari potongan sayur sebagai lalapan yang tidak dimakan/ dihabiskan konsumen. Kehilangan energi dari sisa lauk hewani paling besar di Warung Tenda yaitu sebanyak 14.5 kkal/kapita/kali makan (0.7% terhadap AKE). Hal ini juga terjadi pada protein dan vitamin A. Sedangkan kehilangan zat besi tertinggi pada RM Jawa sebanyak 0.5 gram/kapita/kali makan. Kehilangan energi perkapita perkali makan dari sisa lauk nabati paling besar di RM Jawa yaitu sebanyak 4 kkal/kapita/kali makan (0.2% terhadap AKE). Hal ini juga terjadi pada zat besi. Kehilangan protein dan vitamin A dari sisa lauk nabati paling besar berasal dari RM Sunda yaitu masing-masing sebanyak 0.45 gram/kapita/kali makan (0.9% terhadap AKP) dan 0.1 RE/kapita/kali makan. Kehilangan energi dari sisa sayur paling besar di RM Jawa yaitu sebanyak 18.2 kkal/kapita/kali makan (0.9% terhadap AKE). Hal yang sama juga terjadi pada kehilangan protein dan zat besi. Sedangkan kehilangan vitamin A terbesar terjadi di RM Padang, yaitu sebesar 34.5 RE yang berasal dari daun singkong. Jenis kelamin. Sisa makanan laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan. Kehilangan energi dari RM Padang, RM Sunda, dan Warung Tenda jauh lebih besar pada kelompok perempuan, namun berbeda di RM Jawa lebih besar pada kelompok laki-laki walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Hal yang sama terjadi pada kehilangan zat gizi protein dan zat besi antara kedua kelompok. Kehilangan zat besi dari RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda lebih besar pada kelompok perempuan, namun berbeda di RM Padang sedikit lebih besar pada kelompok laki-laki. Tingkat pendidikan. Kehilangan energi dan protein terbesar di RM Padang terdapat pada tingkat <SLTA, sedangkan di RM Sunda dan Warung Tenda pada tingkat D3/S1, di RM Jawa pada tingkat S2/S3. Kehilangan zat besi dan vitamin A terbesar di RM Padang terdapat pada tingkat <SLTA, sedangkan di RM Sunda dan RM Jawa pada tingkat S2/S2, di RM Jawa pada tingkat D3/S1. Pendapatan. Kehilangan energi di RM Padang terbesar pada kelompok sampel yang memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah, sedangkan di RM Sunda dan Warung Tenda pada kategori >5 juta rupiah, di RM Jawa pada kategori < 3 juta rupiah. Kehilangan protein di RM Padang terbesar pada kelompok sampel yang memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah, sedangkan di RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda pada kategori >5 juta rupiah. Sedangkan kehilangan zat besi terbesar terjadi pada kelompok sampel dengan pendapatan per bulan <3 juta rupiah serentak di semua jenis rumah makan. Kehilangan vitamin A di RM Padang dan RM Sunda terbesar pada kelompok sampel yang memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah, sedangkan di RM Jawa dan Warung Tenda pada kategori >5 juta rupiah. Pengklasifikasian cara penyajian dalam hal ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (i) variasi lauk hewani, lauk nabati, atau sayuran yang digunakan sebagai bahan suatu hidangan; (ii) porsi penyajian hanya berdasarkan pengamatan karena porsi makanan yang disajikan tidak ditimbang. Pertama, jumlah jenis pangan (variasi) pangan yang digunakan sebagai bahan hidangan lauk hewani, lauk nabati, atau sayuran dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu (1) kurang bervariasi, terdiri dari 13 jenis pangan, (2) cukup bervariasi, terdiri dari 4-6 jenis pangan, (3) bervariasi, terdiri dari 7-9 jenis pangan, dan (4) sangat bervariasi, terdiri dari ≥10 jenis pangan. Kedua, porsi penyajian berdasarkan pengamatan dibandingkan terhadap
standar DBMP II (Daftar Bahan Makanan Penukar) dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu (1) Lebih kecil dari standar DBMP, (2) Sama dengan standar DBMP, dan (3) Lebih besar dari standar DBMP. Lauk hewani di RM Padang sangat bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa lauk hewani di RM Padang cukup banyak (5 jenis). Lauk nabati di RM Padang kurang bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak ada sisa lauk nabati di RM Padang. Sayuran di RM Padang cukup bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa sayuran di RM Padang cukup banyak (4 jenis). Porsi penyajian lauk hewani di RM Padang secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewaninya cukup besar. Porsi penyajian lauk nabati di RM Padang secara umum diperkirakan sama dari standar DBMP sehingga tidak ada sisa lauk nabati. Porsi penyajian sayuran di RM Padang secara umum diperkirakan sama dari standar DBMP namun berat sisa beberapa jenis sayurannya besar. Lauk hewani di RM Sunda sangat bervariasi. Namun, kenyataannya jumlah jenis sisa lauk nabati di RM Sunda sedikit (3 jenis). Lauk nabati di RM Sunda kurang bervariasi. Sayuran di RM Sunda sangat bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa sayuran di RM Sunda paling banyak di antara rumah makan lainnya (10 jenis). Porsi penyajian lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Sunda secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewani, lauk nabati, dan sayurannya pun besar. Jenis lauk hewani RM Jawa yang sangat bervariasi mengakibatkan jumlah jenis sisa lauk hewani yang diperoleh pun paling banyak dibanding RM lainnya (8 jenis). Lauk nabati di RM Jawa kurang bervariasi. Variasi sayuran di RM Jawa juga sangat bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa sayuran di RM Jawa cukup banyak (7 jenis). Porsi penyajian lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Jawa secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewani, lauk nabati, dan sayurannya cukup besar. Lauk hewani di Warung Tenda cukup bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa lauk hewani di Warung Tenda cukup banyak (5 jenis). Lauk nabati di Warung Tenda kurang bervariasi. Sayuran di Warung Tenda cukup bervariasi namun jumlah jenis sisa sayuran di Warung Tanda sedikit (3 jenis). Porsi penyajian lauk hewani di Warung Tenda secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewani cukup besar. Porsi penyajian lauk nabati dan sayuran di Warung Tenda secara umum lebih kecil dari standar DBMP namun berat sisa beberapa jenis lauk nabati dan sayurannya cukup besar. Saran. Meskipun sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran perkapita pertahun relatif kecil dan kehilangan zat gizi perkapita perkali makan secara umum kurang dari satu persen, namun apabila di hitung terhadap total penduduk dan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk yang makan di luar rumah, maka jumlah total sisa pangan dan zat gizi diperkirakan tinggi. Oleh karena itu, disarankan perlu dilakukan hal-hal di bawah ini: 1. Untuk Masyarakat atau Konsumen, disarankan untuk mengambil atau memesan makanan tidak berlebihan/ sesuai kebutuhan serta perlu adanya
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
perhatian lebih mengenai sisa makanan bahwa kebiasaan menyisakan makanan adalah merupakan kebiasaan buruk yang perlu dihilangkan. Untuk Pemerintah, perlu tambahan upaya untuk mendidik penyelenggara makanan dan konsumen tentang penyajian/pemesanan makanan sesuai kebutuhan serta manajemen sisa makanan demi menekan kehilangan pangan di tingkat rumah makan. Untuk semua jenis rumah makan, disarankan untuk melakukan evaluasi berkala mengenai makanan apa saja yang sering disisakan pengunjung atau cara penyajian dan pengolahan apa yang lebih baik diterapkan untuk mengurangi sisa makanan pengunjung. Untuk RM Padang, disarankan perlu modifikasi cara pengolahan dan cara penyajian makanan untuk mengurangi sisa daging sapi, selain itu juga perlu modifikasi jenis masakan untuk mengurangi sisa daun singkong. Untuk RM Sunda, disarankan perlu modifikasi jenis masakan, cara pengolahan, atau cara penyajian, untuk mengurangi sisa daging sapi dan tempe. Selain itu juga perlu evaluasi porsi penyajian sayur asem untuk mengurangi sisa sayuran yang digunakan sebagai bahan sayur asem. Untuk RM Jawa, disarankan perlu modifikasi porsi dan jenis masakan ikan salem, perlu modifikasi cara pengolahan daging kambing dan oncom, serta perlu modifikasi besar porsi sayur asem. Untuk Warung Tenda, disarankan perlu modifikasi besar porsi daging ayam dan tahu untuk mengurangi sisa, serta perlu pertimbangan apakah perlu penyajian mentimun pada semua konsumen. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai sisa makanan yang diduga memberikan sisa makanan yang besar pada peristiwa tertentu, misalnya hajatan atau pesta.
ABSTRAK PUTRI NOVITASARI. Estimasi Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Konsumen Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan EDDY SETYO MUDJAJANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran konsumen dari beberapa jenis rumah makan (RM) di Kota Bogor. Penelitian dilakukan di RM Padang, RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda. Pengumpulan data di lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga April 2013. Penelitian dilaksanakan menggunakan desain cross sectional. Total responden pada penelitian ini sebanyak 279 orang. RM Sunda memiliki jumlah jenis sisa lauk nabati dan sayuran paling banyak dan RM Jawa memiliki jumlah jenis sisa lauk hewani paling banyak. Terdapat kecenderungan perbedaan sisa makanan menurut jenis kelamin, dimana wanita menyisakan lebih banyak lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dibandingkan laki-laki. Kehilangan zat gizi tertinggi dari sisa lauk hewani terdapat di Warung Tenda. Kehilangan zat gizi tertinggi dari sisa lauk nabati dan sayuran berasal dari RM Jawa. Namun, secara umum, kehilangan zat gizi perkapita perkali makan setiap bahan pangan tidak terlalu berarti yaitu di bawah satu persen terhadap AKG. Kata kunci: sisa, rumah makan, lauk hewani, lauk nabati, sayuran ABSTRACT This study aimed to estimate the waste of animal and plant sources of food, and vegetables among consumers of some type of restaurants in Bogor city. The study was conducted in Padang, Sundanese, Javanese Restaurants, and Tent Stalls. Data collection was conducted in March 2013 until April 2013. A cross-sectional design was implemented in this study. Total respondents were 279 consumers. Sundanese restaurants has a most variation types of plant sources and vegetables waste, and Javanese restaurants has a most variation types of animal sources waste. Gender is known to have tendency to be one the factors causing different leftovers, that female gave more leftover of animal sources, plant sources, and vegetables than male. Loss of nutrients due to waste of animal sources was the most in tent stalls. Loss of nutrients due to waste of plant sources and vegetables was the most in Javanese restaurants. However, generally, loss of nutrients percapita permeal of each foods is not significant, less than one percent of the RDA. Keywords: waste, restaurant, animal sources, plant sources, vegetables
ESTIMASI SISA LAUK HEWANI, LAUK NABATI, DAN SAYURAN KONSUMEN BEBERAPA JENIS RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR
PUTRI NOVITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Estimasi Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Konsumen Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor Nama : Putri Novitasari NIM : I14090079
Disetujui oleh
Dr Ir Drajat Martianto, MSi Pembimbing I
Ir Eddy Setyo Mudjajanto Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah sisa pangan dan kehilangan zat gizi, dengan judul Estimasi Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Konsumen Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drajat Martianto dan Bapak Eddy Setyo Mudjajanto selaku pembimbing skripsi serta kepada Ibu Cesilia Meti Dwiriani selaku dosen penguji skripsi atas segala arahan serta sarannya untuk perbaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak rumah makan, komisi pendidikan Departemen Gizi Masyarakat IPB, serta teman-teman seperjuangan angkatan 46 yang telah banyak membantu dalam perijinan, pengumpulan, hingga pengolahan data. Ungkapan terima kasih yang sangat besar juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga yang sangat saya cintai atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Putri Novitasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
3
Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel
3
Prosedur Penelitian
4
Analisis Data
5
Definisi Operasional
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Gambaran Umum
6
Karakteristik Konsumen
7
Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Perkapita Pertahun
10
Kehilangan Zat Gizi dari Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran
15
Perbedaan Karakteristik Konsumen terhadap Sisa Makanan Konsumen
16
Perbedaan Cara Penyajian terhadap Sisa Makanan Konsumen
19
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Nama-nama Rumah Makan yang Dijadikan Tempat Penelitian Sebaran Responden Menurut Usia dan Jenis Rumah Makan Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Rumah Makan Sebaran Responden Menurut Etnis dan Jenis Rumah Makan Sebaran Responden Menurut Pendidikan dan Jenis Rumah Makan Sebaran Responden Menurut Pekerjaan dan Jenis Rumah Makan Sebaran Responden Menurut Pendapatan dan Jenis Rumah Makan Sebaran Responden Menurut Frekuensi Makan di Luar dan Jenis Rumah Makan Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran dari RM Padang Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran dari RM Sunda Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran dari RM Jawa Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran dari RM Warung Tenda Kehilangan Zat Gizi Perkapita Perkali Makan dari Sisa Lauk Hewani Kehilangan Zat Gizi Perkapita Perkali Makan dari Sisa Lauk Nabati Kehilangan Zat Gizi Perkapita Perkali Makan dari Sisa Sayuran Kehilangan Zat Gizi Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Rumah Makan Kehilangan Zat Gizi Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Rumah Makan Kehilangan Zat Gizi Menurut Pendapatan per Bulan dan Jenis Rumah Makan Perbedaan Cara Penyajian terhadap Sisa Makanan yang Diperoleh
4 7 7 8 8 9 9 10 10 11 12 13 14 15 16 16 17 18 19 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner untuk Diisi oleh Konsumen 2 Tabel Rekapitulasi Penelitian A. Karakteristik Konsumen B. Sisa Makanan di Piring 3 Cara Perhitungan Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran A. RM Padang B. RM Sunda C. RM Jawa D. Warung Tenda 4 Foto Saat Pengambilan Data
26 26 26 27 28 28 29 34 37 42
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu fenomena gaya hidup masyarakat perkotaan saat ini adalah makan di luar rumah (eating out) yang didefinisikan sebagai kegiatan mengkonsumsi makanan yang dilakukan di luar rumah, seperti di restoran, café, hotel, dan sebagainya. Fenomena ini mengakibatkan menjamurnya restoran/ rumah makan, cafe, foodcourt, warung makan yang terdapat di pusat perbelanjaan maupun di luar pusat perbelanjaan. Produsen mengemas makanan beserta tempat makan dengan menciptakan suasana dan pengalaman yang khas yang dapat dirasakan konsumen (Murwani 2012). Hal ini juga terjadi di kalangan masyarakat Kota Bogor. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor (2010), bahwa jumlah RM (rumah makan) di Kota Bogor tahun 2010 ada sebanyak 137 buah. Di Kota Bogor sendiri banyak sekali terdapat rumah makan yang mengedepankan makanan khas suatu daerah sebagai masakan khas dari rumah makannya diantaranya adalah rumah makan Padang, Sunda, Jawa, dan lainnya (Gunawan 2011). Selain rumah makan yang mencirikan daerahnya, terdapat pula warung makan yang banyak diminati oleh masyarakat Bogor yaitu Warung Tenda. Pengamatan langsung di lapangan diketahui bahwa jumlah pedagang Warung Tenda yang tersebar di enam kecamatan Kota Bogor mencapai 148 pedagang (Abidin 2011). Saat proses konsumsi di RM, tidak semua makanan yang tersedia habis dikonsumsi. Terdapat sejumlah pangan yang hilang pada saat proses penyimpanan, pencucian maupun pengolahan (Zetyra 2012). Namun, sisa makanan yang tidak terkonsumsi oleh pengunjung merupakan faktor yang diduga lebih besar dalam menentukan jumlah kehilangan pangan di tingkat RM karena seiring dengan meningkatnya jumlah dan frekuensi penduduk yang makan di luar rumah. Di samping itu, perbedaan karakteristik konsumen dan cara penyajian di RM juga diduga dapat berpengaruh terhadap besarnya sisa makanan konsumen. Data tingkat kehilangan pangan ini dapat digunakan untuk menghitung kehilangan zat gizi dari sisa konsumsi makanan di RM yang kemudian bisa digunakan sebagai bahan pendidikan gizi, dan modifikasi penyajian makanan di rumah makan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang dapat mengevaluasi kehilangan/ sisa makanan konsumen pada jenis RM yang berbeda. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan penyediaan dan penggunaan pangan.
2 Perumusan Masalah Pertanyaan penelitian yang bisa dirumuskan berdasarkan uraian di atas yaitu sebagai berikut: 1. Seberapa besar sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari beberapa jenis RM di Kota Bogor yang dinyatakan dalam gram/kapita/tahun? 2. Seberapa besar kehilangan zat gizi dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran pada beberapa jenis RM di Kota Bogor yang dinyatakan dalam satuan zat gizi/kapita/kali makan? 3. Apakah ada perbedaan karakteristik konsumen terhadap sisa makanan (dalam konteks zat gizi) pada beberapa jenis RM di Kota Bogor? 4. Apakah ada perbedaan cara penyajian makanan terhadap sisa makanan pada beberapa jenis RM di Kota Bogor? Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengestimasi sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari konsumen beberapa jenis rumah makan (RM) di Kota Bogor. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini yaitu 1) menghitung sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari beberapa jenis RM di Kota Bogor yang dinyatakan dalam gram/kapita/tahun, 2) menghitung kehilangan zat gizi dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran pada beberapa jenis RM di Kota Bogor yang dinyatakan dalam satuan zat gizi/kapita/kali makan, 3) mempelajari perbedaan karakteristik konsumen terhadap sisa makanan pada beberapa jenis RM di Kota Bogor, dan 4) mempelajari perbedaan cara penyajian makanan terhadap sisa makanan pada beberapa jenis RM di Kota Bogor. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Konsumen/ Masyarakat, untuk peningkatan IPTEKS yang dapat memberikan informasi tentang sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran, baik dari aspek pangan maupun aspek gizinya. 2. Perancangan Program Pemerintah, dapat digunakan untuk program pembinaan masyarakat dan/atau untuk perancangan Strategi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dalam hal pangan dan gizi. 3. Rumah Makan, dapat digunakan sebagai bahan modifikasi penyajian makanan yang dapat menekan kehilangan atau sisa konsumsi.
3
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 32 rumah makan di Kota Bogor, yaitu RM Padang, RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda. Pengumpulan data di lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga April 2013. Pengolahan data dan penyusunan hasil dilaksanakan pada bulan April 2013 hingga Mei 2013. Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel Penentuan jumlah RM berdasarkan proporsi yaitu 10% dari populasi tiap jenis RM yang ada di Kota Bogor. Lokasi pemilihan rumah makan sebagai tempat penelitian ditetapkan secara purposive berdasarkan dua kriteria yaitu bersedia untuk dijadikan tempat pengambilan data penelitian dan lokasi rumah makan tersebut berada di wilayah Kota Bogor. Bagan di bawah ini menggambarkan cara penarikan sampel. Rumah Makan di Kota Bogor
RM Padang
N=14
RM Sunda N= 104
n=2 RM Besar=1 RM Kecil=1
RM Jawa N= 4
n=11 RM Besar=1 RM Kecil=10
Warung Tenda N=148
n=4 RM Besar=1 RM Kecil=3
RM Lainnya
n=15
Tempat penelitian, total n= 32 RM Besar, n>30 RM Kecil, n>30
RM Besar, n>30 RM Kecil, n>2-5
RM Besar, n>30 Tiap warung RM Kecil, n≥10 n=4-5
Jumlah sampel konsumen, n=279
Gambar 1 Bagan cara penarikan sampel Berdasarkan gambar 1 di atas, jumlah RM yang dijadikan sebagai tempat penelitian sebanyak 32 buah. RM Padang yang dijadikan tempat penelitian sebanyak 2 buah. RM Sunda sebanyak 11 buah, RM Jawa sebanyak 4 buah, dan Warung Tenda sebanyak 15 buah. Jumlah tersebut terdiri dari RM Padang, Sunda, dan Jawa besar masing-masing 1 buah RM. Sedangkan RM Padang, Sunda, dan Jawa kecil masing-masing 1, 10, dan 3 buah RM. Warung Tenda yang diambil sebanyak 15 buah. Berdasarkan masing-masing RM yang dipilih, diambil sampel konsumen sebanyak >30 orang tiap RM, kecuali untuk jenis RM Sunda dan RM Jawa yang
4 bertipe kecil serta Warung Tenda diambil sampel hanya sebanyak 2-10 orang dari setiap RM. Hal ini ditentukan dengan pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga yang tersedia, sehingga RM Padang besar yang dijadikan tempat penelitian adalah RM Trio Permai dengan jumlah sampel konsumen sebanyak 36 orang, sedangkan sampel konsumen RM Padang kecil sebanyak 34 orang. Rumah makan Sunda besar yang dijadikan tempat penelitian adalah RM Bumbu Desa dengan jumlah sampel konsumen sebanyak 33 orang, sedangkan total sampel konsumen dari 10 RM Sunda kecil sebanyak 38 orang. Rumah makan Jawa besar yang dijadikan tempat penelitian adalah RM Mbah Jingkrak dengan jumlah sampel konsumen sebanyak 34 orang, begitu pula total sampel konsumen dari 3 buah RM Jawa kecil sebanyak 34 orang. Warung Tenda tidak dibedakan berdasarkan besar atau kecilnya, sehingga total sampel dari 15 buah Warung Tenda yaitu sebanyak 70 orang. Berdasarkan hal ini, jumlah total sampel yang diambil sebanyak 279 orang. Prosedur Penelitian Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer. Data primer tersebut meliputi peubah-peubah yang akan diteliti, yaitu: 1) Karakteristik konsumen; 2) Perbedaan cara penyajian makanan, dan 3) Sisa konsumsi lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di rumah makan berdasarkan sisa konsumsi pengunjung RM. Tabel 1 menggambarkan tentang jenis dan cara pengumpulan data. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No 1.
Peubah Data Primer Karakteristik konsumen
Indikator
2.
Perbedaan penyajian
cara
3.
Kehilangan pangan di rumah makan
Alat dan cara pengumpulan
Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Etnis/ Suku Budaya Frekuensi Makan di Luar Penyajian lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran
Self-administered questionnaire
Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari konsumen
Penimbangan langsung (food weighing)
Pengamatan langsung
Data karakteristik konsumen; meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, etnis/ suku budaya, dan frekuensi makan di luar dalam seminggu diperoleh melalui self-administered questionnaire. Perbedaan cara penyajian RM diperoleh dari hasil pengamatan langsung terhadap RM. Sedangkan sisa konsumsi lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM diperoleh melalui metode penimbangan langsung (food weighing) terhadap sisa konsumsi pengunjung tiap RM menggunakan timbangan makanan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian sebesar 1 gram. Berikut adalah tahapan dalam menghitung sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di setiap rumah makan.
5 1. Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran pada piring setiap meja dikumpulkan ke dalam kemasan plastik terpisah. Kemasan plastik yang berisi sisa tersebut kemudian diberi label berupa kode responden. 2. Sisa makanan yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dibersihkan dari sisa makanan lain bila ada yang tercampur. Jika sisa makanan terdapat bagian yang tidak dapat dimakan, pisahkan dengan sisa bagian yang masih dapat dimakan. Catatan: Jumlah sisa dinyatakan dalam BDD/ edible portion. 3. Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran yang sudah bersih dari campuran makanan lain dan bagian yang tidak dapat dimakan, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan makanan. 4. Makanan yang sudah ditimbang tersebut masih merupakan berat masak, untuk mengetahui kehilangan pangan maka berat masak perlu dikonversikan menjadi berat mentah dengan bantuan fDMM (faktor Daftar Mentah Masak). Berikut rumus yang digunakan. Berat Mentah = Berat Masak x fDMM 5. Setelah didapatkan berat mentah, kemudian setiap sisa per responden dikalikan dengan frekuensi makan di luar dalam seminggu yang diperoleh dari hasil pengisisan kuesioner masing-masing konsumen. Kemudian hasilnya dijumlahkan untuk mengetahui gram sisa perminggu. 6. Kemudian menghitung perkiraan kehilangan lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran pertahun menggunakan perkalian antara sisa perminggu dengan 52 minggu. Kemudian dibagi total responden untuk mengetahui gram sisa perkapita pertahun. 7. Kemudian dihitung kehilangan zat gizi (energi, protein, zat besi, dan vitamin A) dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran masing-masing dihitung dalam satuan zat gizi/kapita/kali makan. Perhitungan zat gizi ini dilakukan dengan bantuan DKBM 2007 dan 2010. Kehilangan zat gizi dari sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dirata-ratakan berdasarkan jumlah responden dalam kelompok agar mengetahui kehilangannya perkapita perkali makan. Setelah itu sisa dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Data primer yang telah diperoleh diolah dengan tahapan-tahapan, meliputi editing, coding, entri, dan cleaning untuk dianalisis selanjutnya. Data-data karakteristik konsumen kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan software SPSS version 16.0. Sedangkan sisa pangan dan kehilangan zat gizi diolah lebih lanjut kembali dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Definisi Operasional Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya (Kepmenkes 2003), yang dibedakan menjadi RM besar dan RM kecil.
6 Rumah makan besar adalah RM dengan billing sistem yaitu sistem pemungutan pajak yang menggunakan daftar harga jasa atau layanan yang dibuat dan diisi oleh wajib pajak. Sistem billing ini besarnya pajak dimasukkan pada kwitansi atau bon yang diberikan kepada konsumen (Direktorat Pajak 2009). Rumah makan kecil adalah RM yang menggunakan sistem penetapan, besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak ditetapkan 10 % dari omset penjualan. Sistem penetapan ini pajak yang harus dibayarkan dan dibebankan kepada pengusaha/pemilik rumah makan (Direktorat Pajak 2009). Tempat penelitian adalah rumah makan yang dijadikan tempat pengambilan sampel, ditentukan secara purposive sampling. Sampel adalah pengunjung pada rumah makan yang dipilih di tempat secara purposive untuk mengetahui karakteristik konsumen dari setiap rumah makan yang diteliti. Karakteristik konsumen adalah keadaan/ ciri khas pengunjung rumah makan yang dijadikan sampel penelitian, terdiri dari variabel usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, etnis, dan frekuensi makan di luar. Cara penyajian makanan adalah metode yang digunakan rumah makan dalam menyuguhkan pesanan lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran yang dipesan oleh konsumen. Sisa makanan konsumen adalah jumlah makanan yang berasal dari lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran yang tersisa atau yang tidak habis dikonsumsi oleh konsumen dari RM yang diteliti, yang dinyatakan dalam satuan gram bagian yang dapat dimakan (BDD), tidak termasuk yang digunakan kembali oleh pihak RM. Metode penimbangan langsung (food weighing) adalah metode yang digunakan untuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis hidangan masing-masing responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah makan yang dijadikan tempat penelitian mencirikan kekhasan daerah asalnya, atau dapat disebut juga rumah makan tradisional. Memahami pengertian tentang makanan tradisional mencakup dua hal: (1) makanan, yaitu sesuatu yang siap diolah atau siap disantap, dan (2) bahan makanan, yaitu bahan yang masih mentah, setengah jadi, dan siap dimasak. Makanan tradisional merupakan makanan yang banyak memiliki ciri-ciri daerah di mana seseorang dilahirkan dan tumbuh (Winarno 1994). Secara lebih spesifik, kepekatan tradisi itu dicirikan antara lain: makanan tradisional dikonsumsi oleh golongan etnik dan dalam wilayah tertentu, diolah mengikuti ketentuan (resep) yang turun temurun, dari bahan-bahan yang diperoleh secara lokal, dan disajikan sesuai tradisi setempat (Manalu 2009). Tabel 2 menjelaskan nama-nama rumah makan yang dijadikan tempat penelitian.
7 Tabel 2 Nama-nama rumah makan yang dijadikan tempat penelitian Jenis RM Nama RM PADANG Trio Permai Trio Permai Stasiun SUNDA Bumbu Desa Rahat Café Si Kabayan Saung Kiray RM Cijantung Timbel Lido Dapur Geulis Nasi Dulang Aroma 4 Simpang Pandawa Pandawa Tiga Mbah Jingkrak Soto Karak JAWA Sate Tegal Laka-laka Soto Lamongan
Jenis RM WARUNG TENDA
Nama Rumah Makan Lele bakar Malabar Warung Tenda 1 Warung Tenda 2 Warung Tenda 3 Warung Tenda 4 Warung Tenda 5 Warung Tenda Dua Jambu Warung Tenda Pasundan Soto Bogor Baraya Warung Tenda Tibelat Warung Tenda Bu Yaya Soto Bogor Bogarasa Soto Bogor Mas Yudi Warung Tenda Cibiuk Garut
Karakteristik Konsumen Usia Karakteristik usia dibagi ke dalam empat kategori, yaitu usia <20, 20-39, 40-59, dan ≥ 60 tahun. Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa di RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda lebih dari sebagian responden masing-masing 64.8%, 57.4%, dan 74.3%, berusia 20-39 tahun. Sedangkan di RM Padang (47.1%) hampir sebagian berusia 40-59 tahun. Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang makan di luar adalah saat dalam usia dewasa yang menginginkan sesuatu yang lebih praktis seperti makan di luar, dan biasanya pada kisaran usia ini cenderung masih kuliah atau sudah bekerja sehingga mereka lebih memilih untuk makan di luar karena keterbatasan waktu yang dimilikinya, selain itu mereka dapat berkumpul dengan teman-temannya atau rekan kerja (Gini 2012). Tabel 3 Sebaran responden menurut usia dan jenis rumah makan Karakteristik usia <20 20-39 40-59 >=60 Total
RM Padang n % 4 5.7 28 40.0 33 47.1 5 7.1 70 100.0
RM Sunda n % 3 4.2 46 64.8 18 25.4 4 5.6 71 100.0
RM Jawa n % 8 11.8 39 57.4 18 26.5 3 4.4 68 100.0
Warung Tenda n % 3 4.3 52 74.3 12 17.1 3 4.3 70 100.0
Jenis kelamin Karakteristik jenis kelamin dibagi menjadi laki-laki dan perempuan. Tabel 4 menunjukkan bahwa di RM Padang dan Warung Tenda lebih dari sebagian responden masing-masing 80% dan 64.3%, berjenis kelamin laki-laki. Menurut Gini (2012), bahwa kaum laki-laki lebih banyak menggunakan waktunya di luar rumah dibandingkan perempuan. Hal ini berbeda dengan di RM Jawa (61.8%),
8 lebih dari sebagian responden berjenis kelamin perempuan. Sedangkan di RM Sunda, proporsi antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Tabel 4 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis rumah makan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
RM Padang n % 56 80.0 14 20.0 70 100.0
RM Sunda n % 34 47.9 37 52.1 71 100.0
RM Jawa n % 26 38.2 42 61.8 68 100.0
Warung Tenda n % 45 64.3 25 35.7 70 100.0
Etnis/ Suku budaya Karakteristik etnis/ suku budaya dibagi ke dalam enam kategori, yaitu Sunda, Jawa, Tionghoa, Melayu, Minang, dan Lainnya. Pembagian kategori ini berdasarkan BPS (2010) yang dimodifikasi peneliti. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) bahwa suku Jawa adalah merupakan suku paling banyak yang terdapat di Indonesia yaitu sebesar 41.7%, selanjutnya Sunda sebesar 15.4%, Tionghoa sebesar 7.7%, Melayu sebesar 7% dan terakhir Madura sebesar 6.8%. Budaya mempengaruhi individu dalam menentukan makanan yang dikonsumsi (Efendi & Makhfudli 2009). Tabel 5 menunjukkan bahwa pada semua jenis rumah makan, etnis yang dominan adalah Sunda. Dilihat di RM Padang, konsumen terbanyak disusul oleh etnis jawa, minang, melayu, kemudian tionghoa. RM Sunda, konsumen terbanyak disusul oleh etnis jawa, minang, melayu dan tionghoa. RM Jawa dan Warung Tenda, konsumen terbanyak disusul oleh etnis jawa, melayu, kemudian tionghoa. Etnis lainnya dalam penelitian ini seperti etnis betawi, batak, dan bugis. Tabel 5 Sebaran responden menurut etnis dan jenis rumah makan Karakteristik etnis Sunda Jawa Tionghoa Melayu Minang Lainnya Total
RM Padang n % 31 44.3 15 21.4 1 1.4 5 7.1 10 14.3 8 11.4 70 100.0
RM Sunda n % 39 54.9 11 15.5 2 2.8 2 2.8 4 5.6 13 18.3 71 100.0
RM Jawa n % 31 45.6 21 30.9 0 0.0 4 5.9 0 0.0 12 17.6 68 100.0
Warung Tenda n % 32 45.7 18 25.7 3 4.3 5 7.1 0 0.0 12 17.1 70 100.0
Pendidikan Karakteristik pendidikan dibagi ke dalam enam kategori, yaitu ≤SLTA, D3, S1, S2, S3, dan lainnya. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan pola hidup (Atmarita & Fallah 2004). Tabel 6 menggambarkan sebaran responden menurut pendidikan dan jenis rumah makan. Diketahui bahwa tingkat pendidikan paling dominan pada konsumen RM Padang yaitu ≤SLTA (54.3%), disusul S1, S2, kemudian D3 dan S3. Sedangkan tingkat pendidikan paling dominan pada konsumen RM Sunda, Jawa, dan Warung Tenda adalah S1 (sekitar 40-50%), disusul oleh tingkat ≤SLTA, D3, S2, kemudian S3. Pendidikan lainnya dalam penelitian ini seperti D1 dan D2.
9 Tabel 6 Sebaran responden menurut pendidikan dan jenis rumah makan Karakteristik pendidikan ≤ SLTA D3 S1 S2 S3 Lainnya Total
RM Padang n % 38 54.3 2 2.9 20 28.6 7 10.0 2 2.9 1 1.4 70 100.0
RM Sunda n % 19 26.8 11 15.5 33 46.5 5 7.0 1 1.4 2 2.8 71 100.0
RM Jawa n % 15 22.1 14 20.6 36 52.9 3 4.4 0 0.0 0 0.0 68 100.0
Warung Tenda n % 25 35.7 10 14.3 29 41.4 5 7.1 1 1.4 0 0.0 70 100.0
Pekerjaan Karakteristik pekerjaan dibagi ke dalam lima kategori, yaitu pelajar/ mahasiswa, PNS, swasta, wiraswasta, dan lainnya. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1989). Tabel 7 menunjukkan perbedaan proporsi karakteristik pekerjaan konsumen pada setiap jenis rumah makan yang berbeda. Di RM Padang, jenis pekerjaan konsumen paling dominan adalah wiraswasta (31.4%), disusul oleh swasta, PNS, kemudian pelajar/mahasiswa. Di RM Sunda, jenis pekerjaan konsumen paling dominan adalah swasta (36.6%), disusul oleh wiraswasta dan PNS, kemudian pelajar/mahasiswa. Di RM Jawa, pekerjaan konsumen paling dominan adalah swasta dan pelajar/mahasiswa dengan persentase sama (27.9%), disusul oleh wiraswasta, kemudian PNS. Sedangkan di Warung Tenda, pekerjaan konsumen paling dominan adalah wiraswasta (30.0%), disusul oleh swasta, pelajar/mahasiswa, kemudian PNS. Pekerjaan lainnya dalam penelitian ini seperti IRT (ibu rumah tangga), buruh, dan lainnya. Tabel 7 Sebaran responden menurut pekerjaan dan jenis rumah makan Karakteristik pekerjaan Pelajar/mhs PNS Swasta Wiraswasta Lainnya Total
RM Padang n % 7 10.0 16 22.9 19 27.1 22 31.4 6 8.6 70 100.0
RM Sunda n % 10 14.1 12 16.9 26 36.6 12 16.9 11 15.5 71 100.0
RM Jawa n % 19 27.9 5 7.4 19 27.9 7 10.3 18 26.5 68 100.0
Warung Tenda n % 13 18.6 11 15.7 17 24.3 21 30.0 8 11.4 70 100.0
Pendapatan Karakteristik pendapatan per bulan dibagi ke dalam empat kategori yaitu pendapatan <2 juta rupiah, 2-3 juta rupiah, 3-5 juta rupiah, dan >5 juta rupiah. Pilihan seseorang dalam memilih suatu barang atau jasa sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonominya (Kotler 1997). Variabel pendapatan atau daya beli masyarakat merupakan faktor utama konsumsi pangan (Martianto & Ariani 2004). Tabel 8 menunjukkan bahwa RM Sunda, Jawa, dan Warung Tenda (sekitar 3040%) didominasi oleh konsumen yang memiliki pendapatan <2 juta rupiah per bulan. Berbeda dengan RM Padang (37.1%), konsumen paling banyak memiliki pendapatan >5 juta rupiah per bulan. Hal ini dikarenakan RM Sunda, Jawa, dan
10 Warung Tenda memiliki harga-harga makanan yang lebih terjangkau dibandingkan RM Padang. Tabel 8 Sebaran responden menurut pendapatan per bulan dan jenis rumah makan Karakteristik pendapatan <2 juta rupiah 2-3 juta rupiah 3-5 juta rupiah >5 juta rupiah Total
RM Padang n % 19 27.1 13 18.6 12 17.1 26 37.1 70 100.0
RM Sunda n % 22 31.0 16 22.5 17 23.9 16 22.5 71 100.0
RM Jawa n % 28 41.2 12 17.6 14 20.6 14 20.6 68 100.0
Warung Tenda n % 25 35.7 11 15.7 15 21.4 19 27.1 70 100.0
Frekuensi makan di luar dalam seminggu Frekuensi makan di luar dalam seminggu dibagi menjadi empat kategori yaitu, makan di luar setiap hari, 4-6 kali seminggu, 1-3 kali seminggu, dan lainnya. Studi yang dilakukan Warde dan Martens (2000) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya frekuensi akses terhadap eating out adalah usia yang masih muda (disenangi kalangan muda), memiliki pendapatan rumah tangga yang cukup (untuk melakukan eating out), memiliki status sosial tertentu, belum memiliki pasangan. Tabel 9 Sebaran responden menurut frekuensi makan di luar selama seminggu dan jenis rumah makan Frekuensi makan di luar Setiap hari 2-4x seminggu 1-3x seminggu Lainnya Total
RM Padang n % 22 31.4 15 21.4 33 47.1 0 0.0 70 100.0
RM Sunda n % 36 50.7 12 16.9 23 32.4 0 0.0 71 100.0
RM Jawa n % 33 48.5 7 10.3 28 41.2 0 0.0 68 100.0
Warung Tenda n % 36 51.4 6 8.6 28 40.0 0 0.0 70 100.0
Tabel 9 menunjukkan bahwa paling banyak responden di RM Sunda, Jawa, dan Warung Tenda makan di luar setiap hari dalam seminggu. Berbeda dengan responden di RM Padang, paling banyak respondennya makan di luar sebanyak 13x seminggu. Tidak ada responden yang masuk ke dalam kategori lainnya, misalnya dua minggu sekali atau satu bulan sekali makan di luar. Hal ini berarti semua responden selalu makan di luar setidaknya satu kali dalam seminggu. Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Perkapita Pertahun Penelitian mengenai sisa makanan ini dapat dijadikan suatu bahan evaluasi sebagai suatu proses untuk menilai kuantitas porsi makanan yang disediakan oleh rumah makan. Semakin banyak sisa dari suatu rumah makan maka diperlukan koreksi dalam menetapkan porsi yang ideal demi menekan sisa atau kehilangan pangan. Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran perminggu didapatkan dari hasil perkalian antara sisa perhari dengan frekuensi malam di luar dalam seminggu. Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran perkapita pertahun didapatkan dari hasil perkalian antara sisa perminggu dengan 52 minggu kemudian dibagi dengan jumlah total responden tiap jenis rumah makan.
11 Frekuensi responden makan di luar rumah dalam seminggu dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu (i) setiap hari, (ii) 5 kali/minggu, dan (iii) 2 kali/minggu. A. RM PADANG Total responden di RM Padang yaitu sebanyak 70 orang. Tabel 10 menggambarkan jenis-jenis lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran yang tersisa di RM Padang. Tabel 10 Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Padang Jenis Sisa Lauk Hewani Daging Sapi Daging Ayam Ikan kembung Telur Ikan Tongkol Sayuran Daun Singkong Kacang panjang Nangka muda Kentang
gram/kap/minggu gram/kap/tahun 11.0 2.4 1.0 0.5 0.3
570.4 123.6 51.6 28.5 13.4
8.0 7.7 3.7 1.2
414.2 401.9 193.9 64.2
Berdasarkan tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa RM Padang memiliki lima jenis sisa lauk hewani berupa daging sapi, ayam, ikan kembung, ikan tongkol, dan telur. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun adalah daging sapi sebesar 570.4 gram. Jenis hidangan dari daging sapi yang banyak disisakan konsumen adalah rendang dan sop iga sapi. Untuk hidangan dari daging ayam, yang banyak disisakan adalah ayam goreng dan ayam pop. Hidangan dari ikanikanan yang disisakan dari RM Padang yaitu ikan kembung goreng/balado dan ikan tongkol goreng. Sedangkan hidangan dari telur yang disisakan adalah telur dadar. Tidak terdapat sisa lauk nabati dari seluruh responden, hal ini dikarenakan memang di RM Padang hanya menyediakan sedikit jenis masakan lauk nabati dan dari hasil pengamatan bahwa responden RM Padang hanya memesan lauk hewaninya saja. Sedangkan untuk sisa sayuran, RM Padang memiliki empat jenis sisa sayur yaitu kentang, nangka muda, kacang panjang, dan daun singkong. Sisa sayur terbanyak per kapita per tahun adalah daun singkong sebesar 414.2 gram. Daun singkong yang disisakan di RM Padang ini diolah dengan cara direbus, sedikit berbeda dengan sisa kacang panjang dan nangka muda dimana pengolahannya direbus menggunakan santan kental. Untuk hidangan dari kentang, yang disisakan konsumen adalah perkedel. Cara perhitungan sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari RM Padang terlampir pada Lampiran 3. B. RM SUNDA Total responden di RM Sunda yaitu sebanyak 71 orang. Tabel 11 menggambarkan jenis-jenis sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran yang tersisa di RM Sunda.
12 Tabel 11 Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Sunda Jenis Sisa gram/kap/minggu gram/kap/tahun Lauk Hewani Daging Sapi 7.8 406.0 Ikan nila 0.8 42.0 Cumi 0.3 17.9 Lauk Nabati Tempe 14.3 741.2 Tahu 3.5 181.3 Oncom 1.5 76.9 Sayuran Labu Siam 8.2 428.0 Mentimun 7.7 402.1 Kangkung 7.6 394.3 Jamur 4.3 222.1 Terong 4.3 221.5 Jagung 3.5 179.9 Jagung Muda 3.3 172.0 Kacang Panjang 1.8 91.5 Tomat 0.5 25.6 Melinjo 0.3 17.6
Berdasarkan tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa RM Sunda memiliki tiga jenis sisa lauk hewani berupa sapi, cumi, dan ikan nila. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun adalah daging sapi sebesar 406.0 gram. Jenis hidangan dari daging sapi yang banyak disisakan konsumen di RM Sunda adalah semur daging sapi. Hidangan dari ikan-ikanan yang disisakan konsumen berupa tumis cumi dan ikan nila goreng bumbu kuning. Untuk sisa lauk nabati, RM Sunda memiliki tiga jenis sisa lauk nabati berupa tempe, tahu, dan oncom. Sisa lauk nabati terbanyak perkapita pertahun adalah tempe sebesar 741.2 gram. Jenis hidangan dari tempe yang banyak disisakan konsumen adalah tempe goreng. Untuk hidangan dari tahu, yang disisakan adalah tahu goreng. Hidangan dari oncom yang disisakan dari RM Sunda yaitu tumis oncom. Sedangkan untuk sisa sayuran, RM Sunda memiliki sepuluh jenis sisa sayur. Sisa sayur terbanyak perkapita pertahun adalah labu siam sebesar 428.0 gram. Sisa labu siam, jagung, jagung muda, dan melinjo diperoleh dari hidangan sayur asem yang disisakan konsumen. Sisa kacang panjang berasal dari hidangan sayur asem dan tumis kacang panjang. Sisa kangkung diperoleh dari hidangan tumis kangkung. Sisa terong diperoleh dari hidangan terong balado. Sisa jamur diperoleh dari hidangan tumis jamur. Sedangkan sisa mentimun dan tomat berasal dari lalapan yang tidak habis dikonsumsi oleh pengunjung. Catatan penting dalam penelitian ini, jenis lalapan yang masih utuh dan dapat digunakan untuk dijual kembali oleh pihak rumah makan tidak termasuk ke dalam sisa makanan yang perlu ditimbang.
13 Jumlah jenis sisa sayuran terbanyak ada di RM Sunda. Hal ini karena masakan sayur di RM Sunda menggunakan banyak bahan-bahan sayuran, seperti sayur asem dan sayur lodeh. Berbeda dengan RM Padang, masakan sayurnya tidak menggunakan banyak bahan sayuran, misalnya nangka muda, daun singkong, dan kacang panjang rebus di RM Padang. Menurut budayanya, suku Padang tidak terbiasa makan sayur atau lalapan seperti suku Sunda (Efendi & Makhfudli 2009). Cara perhitungan sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari RM Sunda terlampir pada Lampiran 3. C. RM JAWA Total responden di RM Jawa yaitu sebanyak 68 orang. Tabel 12 menggambarkan jenis-jenis sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran yang tersisa di RM Jawa. Tabel 12 Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Jawa Jenis Sisa gram/kap/minggu gram/kap/tahun Lauk Hewani Ikan Salem 5.3 276.5 Kambing 4.2 219.7 Hati Ayam 3.4 176.6 Daging Ayam 3.1 162.0 Daging Sapi 2.2 112.5 Ceker 1.9 96.5 Ikan Peda 0.8 43.1 Ikan Teri 0.5 27.8 Lauk Nabati Oncom 7.9 410.6 Tahu 5.2 272.5 Tempe 3.0 153.8 Sayuran Kacang Panjang 14.3 741.9 Kacang Tanah 13.0 677.2 Jagung 8.7 450.9 Labu Siam 4.9 255.9 Kacang hijau 1.3 66.4 Melinjo 0.9 45.0 Wortel 0.8 41.2
Berdasarkan tabel 12, dapat dilihat bahwa RM Jawa memiliki jumlah jenis sisa lauk hewani terbanyak (8 jenis), yaitu daging ayam, sapi, kambing, ikan peda, salem, teri, ceker ayam, dan hati ayam. Hasil ini terjadi diduga karena di RM Jawa Besar yang diteliti menyajikan sangat banyak variasi masakan lauk hewani, terlebih dari jenis masakan RM Jawa kecil yang umumnya menawarkan menu masakan yang berbahan dasar lauk hewani, seperti soto dan sate. Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun di RM Jawa adalah ikan salem sebesar 276.5 gram. Jenis hidangan dari ikan salem yang banyak disisakan konsumen adalah ikan salem goreng/balado. Untuk hidangan dari daging kambing, yang banyak
14 disisakan adalah sate kambing. Sisa hati ayam berasal dari hidangan tumis hati. Sisa daging ayam berasal dari hidangan ayam goreng/bumbu cabe ijo. Sisa daging sapi berasal dari hidangan soto daging dan rawon. Sisa ceker berasal dari hidangan sop ceker. Sedangkan hidangan dari ikan-ikanan lainnya yang disisakan konsumen adalah ikan peda dan teri goreng. Berdasarkan sisa lauk nabati, dapat dilihat bahwa RM Jawa memiliki jumlah jenis sisa lauk nabati yang sama dengan RM Sunda (3 jenis), yaitu tahu, tempe, dan oncom. Sisa lauk nabati terbanyak perkapita pertahun di RM Jawa adalah oncom sebesar 410.6 gram, sisa tumis oncom terbanyak berasal dari rumah makan Mbah Jingkrak. Jenis hidangan dari tahu yang banyak disisakan konsumen adalah tahu goreng. Untuk hidangan dari tempe, yang disisakan adalah tempe goreng. RM Jawa menyisakan tujuh jenis pangan sayuran, jenis sayur yang disisakan mirip dengan RM Sunda karena masakan sayurannya pun hampir sama dengan RM Sunda seperti sayur asem. Sisa sayur terbanyak perkapita pertahun di RM Jawa adalah kacang panjang sebesar 741.9 gram. Sisa kacang panjang, kacang tanah, jagung, labu siam, wortel, dan melinjo diperoleh dari hidangan sayur asem yang disisakan konsumen. Cara perhitungan sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari RM Jawa terlampir pada Lampiran 3. D. WARUNG TENDA Total responden di Warung Tenda yaitu sebanyak 70 orang. Tabel 13 menggambarkan sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayur di Warung Tenda. Tabel 13 Sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari Warung Tenda Jenis Sisa gram/kap/minggu gram/kap/tahun Lauk Hewani Daging Ayam 19.1 991.8 Ikan Lele 12.5 649.0 Daging Sapi 0.7 34.8 Ikan Nila 0.7 33.8 Cumi 0.5 25.7 Lauk Nabati Tahu 7.7 401.1 Oncom 1.4 72.8 Sayuran Mentimun 14.8 768.1 Melinjo 1.1 55.7 Tomat 0.4 18.6
Berdasarkan sisa lauk hewani, dapat dilihat bahwa Warung Tenda memiliki lima jenis sisa lauk hewani (sapi, ayam, cumi, nila, dan lele). Sisa lauk hewani terbanyak perkapita pertahun di Warung Tenda adalah daging ayam sebesar 991.8 gram. Jenis hidangan dari daging ayam yang banyak disisakan konsumen adalah ayam penyet dan soto ayam. Sisa daging sapi berasal dari soto
15 daging. Sedangkan hidangan dari ikan-ikanan yang disisakan konsumen berupa cumi, ikan lele, dan nila goreng. Berdasarkan sisa lauk nabati, dapat dilihat bahwa Warung Tenda memiliki dua jenis sisa lauk nabati yaitu tahu dan oncom. Jenis lauk nabati tersisa terbanyak perkapita pertahun di Warung Tenda yaitu tahu sebesar 401.1 gram. Sisa lauk nabati tersebut berasal dari tahu goreng dan tumis oncom. Warung Tenda menyisakan tiga jenis sisa sayuran, yaitu timun, melinjo, dan tomat. Sisa sayur terbanyak perkapita pertahun di Warung Tenda adalah mentimun sebesar 768.1 gram. Sisa mentimun dan tomat berasal dari potongan sayur sebagai lalapan yang tidak dimakan/ dihabiskan konsumen. Sedangkan melinjo berasal dari sisa sayur lodeh. Cara perhitungan sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dari Warung Tenda terlampir pada Lampiran 3. Kehilangan Zat Gizi dari Sisa Lauk Hewani, Lauk Nabati, dan Sayuran Lauk hewani Tabel 14 menggambarkan kehilangan zat gizi perkapita perkali makan beserta persen kehilangannya terhadap standar WNPG (2004) mengenai Angka Kecukupan Gizi (AKG) pria dewasa, bahwa Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk konsumsi adalah sebesar 2000 kkal/kapita/hari. Sedangkan Angka Kecukupan Protein (AKP) untuk konsumsi adalah sebesar 52 gram/kapita/hari. Tabel 14 Kehilangan zat gizi perkapita perkali makan dari sisa lauk hewani menurut jenis rumah makan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Zat besi (g) Vitamin A (RE)
RM Padang 6.5 (0.3% AKE) 0.5 (1.0% AKP) 0.1 3.1
RM Sunda 2.4 (0.1% AKE) 0.2 (0.5% AKP) 0.0 0.1
RM Jawa 8.1 (0.4% AKE) 0.9 (1.8% AKP) 0.5 3.1
Warung Tenda 14.5 (0.7% AKE) 1.0 (2.0% AKP) 0.1 7.1
Berdasarkan tabel 14 diketahui bahwa kehilangan energi dari sisa lauk hewani paling besar di Warung Tenda yaitu sebanyak 14.5 kkal/kapita/kali makan (0.7% terhadap AKE). Sedangkan kehilangan energi dari sisa lauk hewani paling kecil di RM Sunda yaitu sebanyak 2.4 kkal/kapita/kali makan (0.1% terhadap AKE). Hal ini juga terjadi pada protein dan vitamin A. Sedangkan kehilangan zat besi tertinggi pada RM Jawa sebanyak 0.5 gram/kapita/kali makan. Lauk nabati Tabel 15 menggambarkan kehilangan zat gizi beserta persen kehilangannya terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan tabel diketahui bahwa kehilangan energi perkapita perkali makan dari sisa lauk nabati paling besar di RM Jawa yaitu sebanyak 4 kkal/kapita/kali makan (0.2% terhadap AKE). Sedangkan kehilangan energi dari sisa lauk nabati paling kecil di RM Padang yaitu sebanyak 0 kkal/kapita/kali makan (0.0% terhadap AKE). Hal ini juga terjadi pada zat besi. Kehilangan protein dan vitamin A dari sisa lauk nabati
16 paling besar berasal dari RM Sunda yaitu masing-masing sebanyak 0.45 gram/kapita/kali makan (0.9% terhadap AKP) dan 0.1 RE/kapita/kali makan. Tabel 15 Kehilangan zat gizi perkapita perkali makan dari sisa lauk nabati menurut jenis rumah makan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Zat besi (g) Vitamin A (RE)
RM Padang 0.0 (0.0% AKE) 0.0 (0.0% AKP) 0.0 0.0
RM Sunda 3.9 (0.2% AKE) 0.45 (0.9% AKP) 0.2 0.1
RM Jawa 4.0 (0.2% AKE) 0.36 (0.7% AKP) 0.3 0.0
Warung Tenda 1.2 (0.06% AKE) 0.1 (0.2% AKP) 0.1 0.0
Sayuran Tabel 16 menggambarkan kehilangan zat gizi perkapita perkali makan beserta persen kehilangannya terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan tabel diketahui bahwa kehilangan energi dari sisa sayur paling besar di RM Jawa yaitu sebanyak 18.2 kkal/kapita/kali makan (0.9% terhadap AKE). Sedangkan kehilangan energi dari sisa sayur paling kecil di Warung Tenda yaitu sebanyak 0.5 kkal/kapita/kali makan (0.03% terhadap AKE). Hal yang sama juga terjadi pada kehilangan protein dan zat besi. Sedangkan kehilangan vitamin A terbesar terjadi di RM Padang, yaitu sebesar 34.5 RE yang berasal dari daun singkong. Tabel 16 Kehilangan zat gizi perkapita perkali makan dari sisa sayuran menurut jenis rumah makan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Zat besi (g) Vitamin A (RE)
RM Padang 3.3 (0.16% AKE) 0.22 (0.4% AKP) 0.06 34.5
RM Sunda 2.9 (0.14% AKE) 0.18 (0.4% AKP) 0.09 14.4
RM Jawa 18.2 (0.9% AKE) 0.92 (1.8% AKP) 0.14 4.9
Warung Tenda 0.5 (0.03% AKE) 0.03 (0.1% AKP) 0.02 0.4
Perbedaan Karakteristik Konsumen terhadap Sisa Makanan dalam Konteks Zat Gizi A. Perbedaan jenis kelamin terhadap kehilangan zat gizi Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya sisa makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara perempuan dan lakilaki, dimana kalori basal perempuan lebih rendah sekitar 5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada susunan tubuh, aktivitas, dimana laki-laki lebih banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan, sehingga dalam mengkonsumsi makanan maupun pemilihan jenis makanan, perempuan dan laki-laki mempunyai selera yang berbeda (Priyanto 2009). Dapat dikatakan wanita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama. Sehingga diduga sisa zat gizi perempuan akan lebih besar dibandingkan laki-laki. Menurut hasil
17 penelitian Djamaluddin (2005) di rumah sakit, bahwa pasien perempuan mengkonsumsi nasi lebih sedikit daripada pasien laki-laki. Sisa makanan lainnya yaitu lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, minuman, dan snack pada pasien laki-laki sisanya sedikit. Sisa lebih sedikit pada laki-laki diduga karena angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) ada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sehingga lakilaki memang mampu menghabiskan makanannya dibanding perempuan. Tabel 17 Kehilangan zat gizi menurut jenis kelamin dan jenis rumah makan Zat Gizi Laki-laki Perempuan PADANG Energi (kkal) 8.5 14.5 Protein (g) 0.8 1.0 Fe (g) 0.1 0.0 Vitamin A (RE) 27.3 79.0 SUNDA Energi (kkal) 2.7 15.9 Protein (g) 0.2 1.3 Fe (g) 2.3 4.0 Vitamin A (RE) 7.5 10.4 JAWA Energi (kkal) 28.5 22.8 Protein (g) 2.1 1.9 Fe (g) 0.3 1.5 Vitamin A (RE) 13.3 5.3 WARUNG TENDA Energi (kkal) 5.9 35.0 Protein (g) 0.5 2.5 Fe (g) 0.2 0.3 Vitamin A (RE) 4.4 13.4
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa secara umum kehilangan zat gizi laki-laki lebih kecil dibandingkan perempuan, sehingga dapat dikatakan bahwa memang sisa makanan yang berasal dari laki-laki lebih sedikit daripada perempuan. Kehilangan energi dari RM Padang, RM Sunda, dan Warung Tenda jauh lebih besar pada kelompok perempuan, namun berbeda di RM Jawa lebih besar pada kelompok laki-laki walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Hal yang sama terjadi pada kehilangan zat gizi protein dan zat besi antara kedua kelompok. Kehilangan zat besi dari RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda lebih besar pada kelompok perempuan, namun berbeda di RM Padang sedikit lebih besar pada kelompok laki-laki. Menurut Efendi & Makhfudli (2009), terdapat makanan yang dikaitkan dengan jenis kelamin, yaitu makanan maskulin (identik dengan lelaki) atau feminim (identik dengan perempuan). Berdasarkan pernyataan tersebut, diduga bahwa di RM Jawa lebih banyak menyajikan masakan feminim yang lebih disukai oleh perempuan dibandingkan laki-laki, misalnya gado-gado. B. Perbedaan status pendidikan terhadap kehilangan zat gizi Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, dan cita rasa makanan. Sedangkan menurut penelitian Nida (2011), bahwa tidak ada hubungan antara sisa
18 makanan dengan tingkat pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikan, dapat dikatan juga bahwa umur konsumen tersebut semakin muda. Hal ini terlihat dalam penelitian Djamaluddin (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan sisa makanan menurut kelompok umur, walaupun dijumpai sisa lauk hewani nabati dan sayur yang banyak pada kelompok umur 17-25 tahun, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Tabel 18 Kehilangan zat gizi menurut status pendidikan dan jenis rumah makan Zat Gizi <SLTA D3/S1 S2/S3 PADANG Energi (kkal) 12.2 8.6 3.1 Protein (g) 0.9 0.6 0.0 Fe (g) 0.2 0.0 0.0 Vitamin A (RE) 47.9 24.5 30.3 SUNDA Energi (kkal) 4.5 12.7 4.7 Protein (g) 0.4 1.1 0.0 Fe (g) 3.7 3.1 4.7 Vitamin A (RE) 10.8 7.6 16.6 JAWA Energi (kkal) 23.1 25.7 170.0 Protein (g) 2.3 1.8 11.3 Fe (g) 0.9 1.0 2.3 Vitamin A (RE) 7.7 6.0 83.9 TENDA Energi (kkal) 3.7 66.7 0.4 Protein (g) 0.4 4.7 0.0 Fe (g) 0.0 0.9 0.0 Vitamin A (RE) 1.6 31.3 0.0
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa kehilangan zat gizi dari sisa makanan berdasarkan tingkat pendidikan tidak menunjukkan pola yang sama dan teratur pada setiap rumah makan. Kehilangan energi dan protein terbesar di RM Padang terdapat pada tingkat <SLTA, sedangkan di RM Sunda dan Warung Tenda pada tingkat D3/S1, di RM Jawa pada tingkat S2/S3. Kehilangan zat besi dan vitamin A terbesar di RM Padang terdapat pada tingkat <SLTA, sedangkan di RM Sunda dan RM Jawa pada tingkat S2/S2, di RM Jawa pada tingkat D3/S1. C. Perbedaan status ekonomi terhadap kehilangan zat gizi Pendapatan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pendapatan per bulan yang diterima responden. Sumber pendapatan responden bervariasi sesuai dengan pekerjaannya. Bagi responden yang belum berpenghasilan maka pendapatan diartikan sebagai uang saku yang diterima selama sebulan dan bagi rumah tangga diartikan sebagai pendapatan suami perbulannya. Pendapatan responden mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tempat pembelian (Gunawan 2011). Berdasarkan tabel 19, diketahui bahwa kehilangan energi di RM Padang terbesar pada kelompok sampel yang memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah, sedangkan di RM Sunda dan Warung Tenda pada kategori >5 juta rupiah, di RM Jawa pada kategori < 3 juta rupiah. Kehilangan protein di RM Padang terbesar
19 pada kelompok sampel yang memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah, sedangkan di RM Sunda, RM Jawa, dan Warung Tenda pada kategori >5 juta rupiah. Sedangkan kehilangan zat besi terbesar terjadi pada kelompok sampel dengan pendapatan per bulan <3 juta rupiah serentak di semua jenis rumah makan. Kehilangan vitamin A di RM Padang dan RM Sunda terbesar pada kelompok sampel yang memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah, sedangkan di RM Jawa dan Warung Tenda pada kategori >5 juta rupiah. Belum ada penelitian yang menghubungkan antara pendapatan per bulan dengan sisa makanan. Tabel 19 Kehilangan zat gizi menurut pendapatan per bulan dan jenis rumah makan Zat Gizi <3 juta rupiah 3-5 juta rupiah >5 juta rupiah PADANG Energi (kkal) 9.0 15.2 8.1 Protein (g) 0.7 1.2 0.8 Fe (g) 0.2 0.0 0.0 Vitamin A (RE) 53.8 8.8 31.2 SUNDA Energi (kkal) 11.2 2.9 12.3 Protein (g) 0.7 0.0 1.3 Fe (g) 3.9 2.5 2.2 Vitamin A (RE) 10.1 7.1 7.9 JAWA Energi (kkal) 38.6 9.7 36.9 Protein (g) 2.7 0.5 2.9 Fe (g) 1.5 0.0 1.0 Vitamin A (RE) 8.7 6.8 17.0 TENDA Energi (kkal) 28.3 5.6 36.2 Protein (g) 2.0 0.4 2.3 Fe (g) 0.3 0.2 0.0 Vitamin A (RE) 11.5 1.6 30.3
Perbedaan Cara Penyajian terhadap Sisa Makanan Penyajian makanan merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan yang berkaitan dengan citra makanan tersebut. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan agar dapat membangkitkan selera makan yaitu pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan (Moehyi 1992). Cara penyajian makanan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan (Depkes 2003). Dwiyanti (2003) menyatakan bahwa setiap jenis rumah makan yang membawa khas daerah masing-masing memiliki cara penyajian makanan yang berbeda-beda. Ada beberapa macam cara penyajian atau penghidangan makanan tradisional. Untuk makanan berat biasanya disajikan pada saat waktu makan. Misalnya nasi disajikan dengan lauk hewani-lauk nabati. Kebiasaan orang Indonesia adalah makanan besar, antara nasi, lauk hewani lauk nabati dan sayur
20 diletakkan dalam satu piring. Kebiasaan ini berbeda dengan kebiasaan orang barat, umumnya mereka memakan sup terlebih dahulu kemudian memakan makanan utama atau main course. Makanan tradisional selain makanan berat ada juga makanan soto. Hidangan soto ini disajikan di mangkuk, hidangan soto ni dapat disajikan dengan atau tanpa nasi (Sulastiono 2002). Cara penyajian makanan yang disukai oleh konsumen juga diantaranya dipengaruhi oleh atribut mutu pelayanan, seperti kebersihan, suhu penyajian makanan, kecepatan pelayanan, ukuran porsi, harga, dan lokasi restoran (Ramdhani 2005). Pengklasifikasian cara penyajian dalam hal ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (i) variasi lauk hewani, lauk nabati, atau sayuran yang digunakan sebagai bahan suatu hidangan; (ii) porsi penyajian hanya berdasarkan pengamatan karena porsi makanan yang disajikan tidak ditimbang. Pertama, jumlah jenis pangan (variasi) pangan yang digunakan sebagai bahan hidangan lauk hewani, lauk nabati, atau sayuran dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu (1) kurang bervariasi, terdiri dari 13 jenis pangan, (2) cukup bervariasi, terdiri dari 4-6 jenis pangan, (3) bervariasi, terdiri dari 7-9 jenis pangan, dan (4) sangat bervariasi, terdiri dari ≥10 jenis pangan. Kedua, porsi penyajian berdasarkan pengamatan dibandingkan terhadap standar DBMP II (Daftar Bahan Makanan Penukar) dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu (1) Lebih kecil dari standar DBMP, (2) Sama dengan standar DBMP, dan (3) Lebih besar dari standar DBMP. Tipe pelayanan di RM Padang sangat unik dimana pelayan akan membawa banyak piring makanan ke meja dalam sekali antar. Makanan tersaji dan bertumpuk dua tingkat. Konsumen dapat memilih menu mana yang sesuai selera dan hanya perlu membayar makanan yang dimakan saja. Namun cara penyajian seperti itu lebih sering dilakukan pada RM Padang besar, pada RM Padang kecil biasanya konsumen hanya memesan makanan yang diinginkan dalam satu piring (rames). Variasi lauk hewani di RM Padang sangat banyak, misalnya daging sapi, daging ayam, paru-paru, kikil, hati ayam, bebek, ikan mas, cumi, udang, kakap, ikan kembung, telur, dan ikan tongkol sehingga masuk ke dalam kategori sangat bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa lauk hewani di RM Padang cukup banyak (5 jenis). Variasi lauk nabati di RM Padang sedikit, hanya tahu dan tempe sehingga masuk ke dalam kategori kurang bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak ada sisa lauk nabati di RM Padang. Variasi sayuran di RM Padang cukup banyak, misalnya singkong, timun, kacang panjang, nangka, dan kentang sehingga masuk ke dalam kategori cukup bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa sayuran di RM Padang cukup banyak (4 jenis). Porsi penyajian lauk hewani di RM Padang secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewaninya cukup besar. Porsi penyajian lauk nabati di RM Padang secara umum diperkirakan sama dari standar DBMP sehingga tidak ada sisa lauk nabati. Porsi penyajian sayuran di RM Padang secara umum diperkirakan sama dari standar DBMP namun berat sisa beberapa jenis sayurannya besar. Tipe pelayanan RM Sunda besar yaitu berkonsep prasmanan/ buffet, dimana pelayanan yang penyajian makanannya tersedia di meja hidangan dan konsumen dapat mengambil makanan sesuka hati. Ada pula beberap RM Sunda kecil yang menggunakan konsep pemesanan di meja dari menu terlebih dahulu/ table service, sehingga standar porsi makanan yang disajikan sudah ditentukan oleh penjual.
21 Dengan tipe pelayanan seperti ini, diduga yang menjadi salah satu faktor sehingga berat sisa perkapita pertahun beberapa jenis pangan yang diperoleh cukup besar. Variasi lauk hewani di RM Sunda sangat banyak, misalnya daging sapi, daging ayam, hati ayam, bebek, udang, ikan kembung, telur, ikan tongkol, ikan nila, ikan mas, ikan gurame, dan cumi sehingga masuk ke dalam kategori sangat bervariasi. Namun, kenyataannya jumlah jenis sisa lauk nabati di RM Sunda sedikit (3 jenis). Variasi lauk nabati di RM Sunda sedikit, hanya tahu, tempe, dan oncom sehingga masuk ke dalam kategori kurang bervariasi. Jenis sayuran yang digunakan untuk hidangan sayur di RM Sunda sangat bervariasi, misalnya labu siam, kacang tanah, jagung, jagung muda, jamur, kacang panjang, melinjo, buncis, tomat, mentimun, terong, bayam, dan kangkung. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa sayuran di RM Sunda paling banyak di antara rumah makan lainnya (10 jenis). Porsi penyajian lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Sunda secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewani, lauk nabati, dan sayurannya pun besar. Tipe pelayanan di RM Jawa besar memiliki konsep yang hampir sama dengan RM Sunda, yaitu berkonsep prasmanan. Namun untuk RM Jawa kecil, jarang ada yang menyediakan berbagai macam menu masakan, menu yang disediakan di RM Jawa kecil lebih khusus pada beberapa jenis menu saja, misalnya sate Tegal, atau soto Kudus dimana porsi penyajian makanannya sudah ditentukan oleh pihak RM. Cara penyajian RM Jawa mirip dengan RM Sunda, maka berat sisa perkapita pertahun yang diperoleh pun cukup banyak seperti di RM Sunda. Jenis lauk hewani RM Jawa yang sangat bervariasi mengakibatkan jumlah jenis sisa lauk hewani yang diperoleh pun paling banyak dibanding RM lainnya (8 jenis). Variasi lauk nabati di RM Jawa terdiri dari tahu, tempe, dan oncom sehingga masuk ke dalam kategori kurang bervariasi. Variasi sayuran di RM Jawa juga sangat bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa sayuran di RM Jawa cukup banyak (7 jenis). Porsi penyajian lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran di RM Jawa secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewani, lauk nabati, dan sayurannya cukup besar. Tipe pelayanan di Warung Tenda yaitu pemesanan di meja dari menu terlebih dahulu dan penyajian makanan yang dipesan digabung ke dalam suatu piring (rames). Lauk hewani di Warung Tenda misalnya ayam, sapi, telor, lele, dan nila sehingga masuk kategori cukup bervariasi. Variasi ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jumlah jenis sisa lauk hewani di Warung Tenda cukup banyak (5 jenis). Variasi lauk nabati di Warung Tenda terdiri dari tahu, tempe, dan oncom sehingga masuk ke dalam kategori kurang bervariasi. Variasi sayuran di Warung Tenda cukup bervariasi namun jumlah jenis sisa sayuran di Warung Tanda sedikit (3 jenis). Porsi penyajian lauk hewani di Warung Tenda secara umum lebih besar dari standar DBMP sehingga berat sisa beberapa jenis lauk hewani cukup besar. Porsi penyajian lauk nabati dan sayuran di Warung Tenda secara umum lebih kecil dari standar DBMP namun berat sisa beberapa jenis lauk nabati dan sayurannya cukup besar.
22 Tabel 20 Perbedaan penyajian makanan terhadap sisa yang diperoleh Jenis RM RM Padang RM Sunda RM Jawa Warung Tenda Variasi jenis pangan yang digunakan untuk hidangan Lauk Sangat Sangat Sangat bervariasi, Cukup bervariasi, hewani bervariasi, bervariasi, sehingga jumlah sehingga jumlah sehingga namun jumlah jenis sisa lauk jenis sisa lauk jumlah jenis jenis sisa lauk hewani paling hewani cukup sisa lauk hewani paling banyak (8 jenis) banyak (5 jenis) hewani cukup sedikit (3 jenis) banyak (5 jenis) Lauk Kurang Kurang Kurang Kurang nabati bervariasi, bervariasi, bervariasi, jumlah bervariasi, jumlah sehingga jumlah jenis sisa jenis sisa lauk jenis sisa lauk jumlah jenis lauk nabati nabati paling nabati sedikit sisa lauk nabati paling (3 jenis) banyak (3 jenis) (2 jenis) paling sedikit (tidak ada) Sayuran Cukup Sangat Sangat bervariasi, Cukup bervariasi, bervariasi, bervariasi, sehingga jumlah namun jumlah sehingga sehingga jumlah jenis sisa sayuran jenis sisa sayuran jumlah jenis jenis sisa sayuran banyak (7 jenis) sedikit (3 jenis) sisa sayuran paling banyak paling sedikit (10 jenis) (4 jenis) Porsi penyajian (berdasakan hasil pengamatan dibandingkan terhadap standar DBMP II) Lauk Lebih besar, Lebih besar, Lebih besar, Lebih besar, hewani sehingga berat sehingga berat sehingga berat sehingga berat sisa lauk sisa lauk hewani sisa lauk hewani beberapa jenis hewani cukup besar pula besar lauk hewani besar diperoleh besar Lauk Sama, sehingga Lebih besar, Lebih besar, Lebih kecil, nabati tidak ada sisa sehingga berat sehingga berat sehingga berat lauk nabati sisa lauk nabati sisa lauk nabati sisa lauk nabati besar besar kecil Sayuran Sama, namun Lebih besar, Lebih besar, Lebih kecil, ada berat sisa sehingga berat sehingga berat namun berat sisa beberapa jenis sisa sayuran sisa sayuran besar beberapa jenis sayuran yang besar sayuran yang diperoleh besar diperoleh besar
Secara umum, kehilangan pangan dan zat gizi perkapita perkali makan tidak terlalu berarti atau persentase kehilangan terhadap AKG rata-rata masih di bawah satu persen setiap bahan pangannya. Banyak faktor lain yang sebenarnya dapat mempengaruhi sisa makanan konsumen. Menurut Moehyi (1992) sisa makanan terjadi karena makanan yang disajikan tidak habis dimakan atau dikonsumsi. Faktor internal adalah nafsu makan, faktor psikis, keadaan pencernaan, dan kondisi khusus juga mempengaruhi. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi misalnya sikap pelayan dan suasana rumah makan, serta cita rasa makanan. Namun, dalam kasus ini tidak ikut diteliti. Menurut Kwon et al (2012), bahwa Laporan kota Seattle 2007 menunjukkan bahwa mengurangi jumlah sisa makanan dari kegiatan jasa makanan akan berkontribusi secara signifikan terhadap
23 pengurangan kehilangan pangan karena jumlah sisa makanan yang dihasilkan dari supermarket dan restoran diperkirakan 16% dari aliran secara keseluruhan sisa. Pengelola jasa makanan juga perlu untuk melakukan tambahan upaya dan biaya untuk mendidik karyawan dan pelanggan tentang manajemen sisa makanan dan melaksanakan program limbah makanan. Sedangkan menurut Finn (2011), di Amerika Serikat, sisa makanan keseluruhan meningkat lebih dari 50% sejak 1974 dan sisa makanan merupakan sisa terbanyak ketiga setelah kertas dan sampah jalanan. Disebutkan bahwa bisnis lokal (toko, pasar, dan restoran atau rumah makan) merupakan salah satu sasaran yang diharapakan berinisiatif dalam mengurangi sisa makanan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Jumlah jenis sisa lauk hewani paling banyak berasal dari RM Jawa. Sedangkan jumlah jenis sisa lauk nabati dan sayuran paling banyak berasal dari RM Sunda, paling sedikit berasal dari RM Padang. Karakteristik konsumen setiap rumah makan berbeda-beda, begitu pula dengan cara penyajian makanan setiap rumah makan. Terdapat kecenderungan perbedaan sisa makanan menurut jenis kelamin, dimana wanita menyisakan lebih banyak lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran dibandingkan laki-laki. Kehilangan energi, protein, dan vitamin A tertinggi dari sisa lauk hewani berasal dari Warung Tenda, sedangkan kehilangan zat besi tertinggi dari sisa lauk hewani berasal dari RM Jawa. Kehilangan energi, protein, dan Fe tertinggi dari sisa lauk nabati berasal dari RM Jawa, sedangkan kehilangan vitamin A tertinggi dari sisa lauk nabati berasal dari RM Sunda. Kehilangan energi, protein, dan Fe tertinggi dari sisa sayuran juga berasal dari RM Jawa, sedangkan kehilangan vitamin A tertinggi dari sisa sayuran berasal dari RM Padang. Saran Meskipun sisa lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran perkapita pertahun relatif kecil dan kehilangan zat gizi perkapita perkali makan secara umum kurang dari satu persen, namun apabila di hitung terhadap total penduduk dan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk yang makan di luar rumah, maka jumlah total sisa pangan dan zat gizi diperkirakan tinggi. Oleh karena itu, disarankan perlu dilakukan hal-hal di bawah ini: 1. Untuk Masyarakat atau Konsumen, disarankan untuk mengambil atau memesan makanan tidak berlebihan/ sesuai kebutuhan serta perlu adanya perhatian lebih mengenai sisa makanan bahwa kebiasaan menyisakan makanan adalah merupakan kebiasaan buruk yang perlu dihilangkan. 2. Untuk Pemerintah, perlu tambahan upaya untuk mendidik penyelenggara makanan dan konsumen tentang penyajian/pemesanan makanan sesuai kebutuhan serta manajemen sisa makanan demi menekan kehilangan pangan di tingkat rumah makan. 3. Untuk semua jenis rumah makan, disarankan untuk melakukan evaluasi berkala mengenai makanan apa saja yang sering disisakan pengunjung atau
24
4.
5.
6.
7.
8.
cara penyajian dan pengolahan apa yang lebih baik diterapkan untuk mengurangi sisa makanan pengunjung. Untuk RM Padang, disarankan perlu modifikasi cara pengolahan dan cara penyajian makanan untuk mengurangi sisa daging sapi, selain itu juga perlu modifikasi jenis masakan untuk mengurangi sisa daun singkong. Untuk RM Sunda, disarankan perlu modifikasi jenis masakan, cara pengolahan, atau cara penyajian, untuk mengurangi sisa daging sapi dan tempe. Selain itu juga perlu evaluasi porsi penyajian sayur asem untuk mengurangi sisa sayuran yang digunakan sebagai bahan sayur asem. Untuk RM Jawa, disarankan perlu modifikasi porsi dan jenis masakan ikan salem, perlu modifikasi cara pengolahan daging kambing dan oncom, serta perlu modifikasi besar porsi sayur asem. Untuk Warung Tenda, disarankan perlu modifikasi besar porsi daging ayam dan tahu untuk mengurangi sisa, serta perlu pertimbangan apakah perlu penyajian mentimun pada semua konsumen. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai sisa makanan yang diduga memberikan sisa makanan yang besar pada peristiwa tertentu, misalnya hajatan atau pesta.
DAFTAR PUSTAKA Abidin Z. 2011. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor [Tesis]. Bogor: IPB. Almatsier S. 1992. Persepsi Pasien Terhadap Makanan di Rumah Sakit. Jurnal Gizi Indonesia. Vol 17 hal 87 – 96. Jakarta. Atmarita dan Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. WKNPG VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Departemen Kesehatan RI. 2003. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. _______. 2004. Tabel AKG bagi orang Indonesia. http://gizi.depkes.go.id. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor. 2010. Data Perkembangan Jumlah Restoran Dan Rumah Makan di Kota Bogor. Bogor: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor. Djamaluddin M. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien dengan Makanan Biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 1. Nomor 3. Maret 2005: 108-112. Dwiyanti D. 2003.Pengaruh Asupan Makanan Terhadap Kejadian Malnutrisi di Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM. Efendi F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek dalam Kepererawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Finn SM. 2011. A public-private initiative to reduce food waste: a frame work for local communities. Journal of Organizational Dynamics, 1(1), 3. Gini RD. 2011. Analisis Proses Keputusan Pembelian dan Kepuasan Konsumen Restoran Khaspapi Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: IPB.
25 Gunawan A. 2011. Analisis Proses Keputusan Pembelian Dan Kepuasan Konsumen Rumah Makan Soto Banjar Waroeng Bumi Khatulistiwa Di Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis-IPB. Kepmenkes. 2003. Persyaratan Higien dan Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Nida K. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum [Skripsi]. Banjarbaru: STIK Husada Borneo. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implemetasi dan Kontrol. Jilid ke-2. Teguh H, Rusli RA, penerjemah; Angga wijaya AHP, editor. Jakarta: Prenhallindo. Terjemahan dari: Marketing Manajement. Kwon S, Bednar CM, Kwon J, Butler KA. 2012. Journal of Food Service Management & Education-Vol 6 Issue 2: An investigation of college and university foodservice administrators’ level of agreement on potential influencing factors on sustainable food waste management. Manalu MBF. 2009. Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhrata. ________. 1999. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta: Gramedia. Murwani E. 2012. ‘Eating Out’ Makanan Khas Daerah: Komoditas Gaya Hidup Masyarakat Urban. Prosiding Seminar Nasional: Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman. Priyanto OH. 2009. Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Semarang [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Ramdhani Y. 2005. Analisis Proses Keputusan Konsumen dalam Pembelian Makanan Siap Saji di KFC Cabang Padjajaran, Bogor dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran [Skripsi]. Bogor: IPB. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas, IPB. Sulastiono A. 2002. Manajemen Penyelenggaraan Hotel, seri Manajemen Usaha Jasa Sarana Pariwisata dan Akomodasi. Bandung: Alfabeta. Zetyra EIA. 2012. Estimasi Kehilangan Beras (Sisa dan Tercecer) pada Rumah Tangga Kelompok Ekonomi Menengah di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: IPB.
26 Lampiran 1. Kuesioner untuk diisi oleh Konsumen Kode Isilah data di bawah ini dengan melingkari nomor pada pilihan jawaban. A1. Umur
: ...... tahun
A2. Jenis Kelamin
: 1. Laki-laki, 2. Perempuan
A3. Etnis
: 1= Sunda, 2= Jawa, 3= Tionghoa, 4= Melayu, 5= Minang, 6= Lainnya, sebutkan...
A4. Pendidikan
: 1≤ SLTA, 2= D3, 3= S1, 4= S2, 5= S3, 6= Lainnya, sebutkan...
TABEL REKAPITULASI
A5. Pekerjaan
: 1= Pelajar/Mahasiswa, 2= PNS, 3= Swasta, 4= Wiraswasta, A. Karakteristik Konsumen 5= Lainnya, sebutkan…
A6. Pendapatan
: 1=