i
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN HEWANI DAN NABATI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
TEVIN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Asupan Protein Hewani dan Nabati Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Tevin NIM. I14120100
4
5
ABSTRAK TEVIN. Hubungan antara asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan ENY PALUPI. Konsumsi protein yang berkualitas penting untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas belajar siswa sekolah dasar. Tujuan utama penelitian ini untuk mempelajari hubungan asupan protein hewani dan nabati terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study melibatkan 100 siswa yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2016. Contoh merupakan siswa kelas lima sekolah dasar yang tersebar di enam sekolah dasar di Kota Bogor. Pengumpulan data karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga serta konsumsi pangan dilakukan dengan cara pengisian kuesioner; status gizi contoh ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh terhadap Usia (IMT/U). Data berat badan dan tinggi badan ditentukan dengan pengukuran secara langsung. Konsumsi pangan dihitung menggunakan metode Multiple Source Method (MSM). Prestasi belajar diestimasi berdasarkan nilai rata-rata ulangan tengah semester tahun ajaran 2015-2016. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecukupan protein dan asam amino dengan prestasi belajar, namun tingkat kecukupan protein dan asam amino pada kelompok anak dengan prestasi kategori baik cenderung lebih tinggi daripada kategori kurang. Selain itu, terdapat kecenderungan antara proporsi protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar. Contoh dengan prestasi baik cenderung mempunyai asupan protein hewani lebih banyak daripada contoh dengan prestasi kurang. Kata kunci : anak sekolah dasar, Multiple Source Method, prestasi belajar, protein hewani, protein nabati.
ABSTRACT TEVIN Correlation between animal and plant protein intake with academic performance among elementary school students in Bogor City. Supervised by LILIK KUSTIYAH and ENY PALUPI. Quality of protein intake has important role to support elementary school students (ESS) growth, development and their study activity. This research aimed to analyze correlation between animal and plant protein intake with academic performance among ESS. One hundred of ESS were included in this cross sectional study and was done in February until May 2016. These subjects were the fifth grade of ESS that involved from six elementary school. Characteristics of subjects and family socio-economic, and food consumption data were collected by filling out of questionnaire. Nutritional status was estimated by Body Mass Index for Age (BMI/A) which weight and height of subjects were measured directly. Food consumption was calculated by Multiple Source Method (MSM). Academic performance (AP) was estimated by average score of midterm examination
6
2015/2016 period. The result showed that there was not significant correlation between protein and amino acid adequacy level with AP, but protein and amino acid adequacy level of ESS with a good AP tended to be higher than low group. Furthermore, there was no significant correlation between proportion of animal and plant protein intake with AP, meanwhile ESS with a good AP tended to have higher animal protein intake than ESS with low AP. Keywords: elementary school students, Multiple Source Method, animal protein, plant protein, academic performance
7
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN HEWANI DAN NABATI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
TEVIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
9
10
11
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat-Nya yang tidak pernah berkesudahan sehingga karya ilmiah yang berjudul Hubungan antara Asupan Protein Hewani dan Nabati dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan juga pembimbing skripsi, Dr.Agr. Eny Palupi, STP, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan Dr.Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pemandu seminar dan penguji. Selain itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Mbak Hana Fitria Navratilova, S.Gz, M.Sc yang telah memberikan secercah harapan serta ide untuk mengawali penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Tim Peneliti yang selalu saling menyemangati baik dari penyusunan kueisioner, pengambilan data, pengolahan data, hingga pada saat penyusunan skripsi ini selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kepala sekolah, guru dan siswa-siswi sekolah dasar yang telah membantu dan bekerjasama dalam pengambilan data sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua yang selalu mendukung dan mendo‟akan, teman-teman kelas XII IPA SMAK Kalam Kudus II dan SD Harapan Bunda yang selalu mendukung. Tidak lupa penulis menyampakan terimakasih kepada seluruh teman-teman Gizi Masyarakat 48 dan 49 yang telah menjadi keluarga penulis di Institut Pertanian Bogor dan senantiasa memberikan dukungan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Bogor, September 2016
Tevin
12
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xiv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Perumusan Masalah 2 Tujuan 2 Hipotesis 3 Manfaat 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 5 Desain, Tempat, dan Waktu 5 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7 Pengolahan dan Analisis Data 9 Definisi Operasional 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Gambaran Umum Sekolah Dasar 15 Karakteristik Contoh 15 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga 17 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 19 Kontribusi Protein Hewani dan Nabati 21 Hubungan antar Variabel 23 Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan karakteristik contoh 23 Hubungan antara karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi pangan 23 Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar 24 Hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar 25 SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL 1 Sebaran contoh berdasarkan sekolah dasar 2 Jenis dan cara pengumpulan data
6 8
xiv
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pengkategorian dan analisis data Kategori status gizi menurut indikator IMT/U (WHO 2007) Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan kategori prestasi belajar Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan kategori prestasi belajar Rata-rata jumlah konsumsi berdasarkan kelompok pangan sumber protein (gram/hari) dan kategori prestasi belajar Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan kategori prestasi belajar Rata-rata kontribusi (persen) protein menurut kelompok pangan dan kategori prestasi belajar Sebaran contoh berdasarkan kualitas mutu cerna protein yang dikonsumsi dan kategori prestasi belajar Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan asam amino pembatas dan kategori prestasi belajar
10 12 16 18 19 20 21 22 22
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka analisis hubungan antara asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kota Bogor 4 2 Teknik penarikan contoh 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji Spearman tingkat kecukupan zat gizi dengan prestasi belajar 2 Hasil uji Pearson proporsi konsumsi pangan protein hewani dan nabati terhadap prestasi belajar 3 Hasil uji Spearman konsumsi pangan protein dengan prestasi belajar 4 Hasil uji hubungan Spearman konsumsi pangan protein dengan prestasi belajar
31 31 31 32
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat dimulai pada masa kanak-kanak. Pendidikan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Menurut Zuriah (2008) pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang cerdas, terampil, serta memiliki nilai moral dan akhlak yang baik. Pendidikan dikemas dalam bentuk kegiatan belajar secara konsisten dan dikombinasikan dengan pengembangan karakter sejak usia kanak-kanak. Gizi dan kesehatan juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Upaya peningkatan gizi dan kesehatan salah satunya dilakukan melalui konsumsi pangan yang bergizi. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan seseorang dalam mengembangkan kapasitas serta produktivitas (Depkes RI 2007). Masyarakat Indonesia saat ini mengalami empat masalah gizi salah satunya adalah masalah gizi Kurang Energi Protein (KEP). Masalah gizi tersebut terjadi karena adanya gangguan dari berbagai aspek kesejahteraan sehingga energi dan protein yang diperlukan oleh setiap individu tidak dapat terpenuhi. Masalah Kurang Energi Protein (KEP) pada umumnya dapat diderita oleh kelompok rawan contohnya anak pada usia Sekolah Dasar (SD). Prevalensi angka pendek dan sangat pendek usia SD di Indonesia menurut Riskesdas (2013) yaitu 30.7%. Anak usia sekolah merupakan anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat daripada balita, mempunyai sifat individual serta aktif, dan mulai mencoba mandiri dan menentukan batasan-batasan atau norma. Anak usia SD masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga memerlukan asupan gizi yang cukup (Almatsier 2013). Dewasa ini, anak usia sekolah dasar menghabiskan waktu sebanyak 6-7 jam di sekolah. Perkiraan waktu ini belum termasuk kesibukan pelajaran tambahan, kegiatan ekstrakurikuler, ataupun kesibukan dengan bermain sehingga pada usia ini cenderung tidak dapat memenuhi asupan zat gizi yang direkomendasikan sesuai dengan usia mereka. Hal ini menyebabkan usia sekolah merupakan usia yang rentan mengalami resiko masalah gizi (Shariff et al. 2008). Energi, protein, vitamin dan mineral sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan anak usia SD agar dapat belajar dengan baik. Hubungan protein dan fungsi otak telah banyak diteliti. Menurut Block (2015), otak berfungsi secara optimal apabila kadar asam amino dan kolin yang dapat diperoleh dari pangan sumber protein tercukupi. Jumlah asam amino dan kolin yang cukup dapat merangsang otak untuk menghasilkan neurotransmiter seperti serotonin, asetilkolin, dopamin dan ephinephrin yang penting untuk proses berfikir (Erikson 2006). Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia mengarah pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Hal ini menyebabkan bukan hanya menyebabkan tingkat kecukupan energi yang tinggi, tetapi juga tingkat kecukupan protein yang disumbangkan dari komoditas ini. Menurut Ariani (2015) konsumsi protein di Indonesia telah mencapai 105.1% kebutuhan harian individu, namun sebagian
2
besar (77%) protein yang dikonsumsi masyarakat berasal dari pangan nabati. Ketergantungan pada protein nabati kurang baik karena dapat mengalami defisiensi pada beberapa asam amino, seperti lisin, treonin, triptofan, metionin, dan sistin. Ketidaklengkapan asam amino esensial dalam pangan yang dikonsumsi sehari-hari dapat menyebabkan mutu cerna dan manfaat protein yang dikonsumsi menjadi rendah (Almatsier 2013). Penilaian asupan protein tidak hanya dapat dinilai secara kuantitas tetapi secara kualitas. Penelitian mengenai penilaian kualitas konsumsi pangan protein jarang dilakukan. Mengingat sangat pentingnya konsumsi protein pada anak usia sekolah dasar maka penelitian mengenai hubungan antara asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar perlu dilakukan.
Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang dapat diteliti dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor” adalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor? 2. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan asam amino dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor? 3. Apakah terdapat hubungan antara proporsi asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor?
Tujuan Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik siswa dan sosial ekonomi keluarga siswa sekolah dasar di kota Bogor. 2. Mengidentifikasi status gizi dan prestasi belajar pada siswa sekolah dasar di kota Bogor. 3. Menganalisis tingkat kecukupan energi, protein, asam amino, dan proporsi asupan protein hewani serta nabati pada siswa sekolah dasar di kota Bogor. 4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi, protein, asam amino dan proporsi konsumsi pangan protein hewani serta nabati terhadap prestasi belajar pada siswa sekolah dasar di kota Bogor
3
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor. 2. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan asam amino dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor. 3. Terdapat hubungan antara proporsi asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di kota Bogor.
Manfaat Manfaat penelitian ini bagi Kota Bogor yaitu memberikan gambaran mengenai konsumsi pangan sumber protein secara kualitas maupun kuantitas sehingga dapat menjadi acuan dalam membuat kebijakan dan promosi gerakan gizi seimbang untuk anak sekolah, guru, dan orangtua. Penelitian ini juga dapat menjadi sarana informasi bagi masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas protein hewani dan nabati yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar di kota Bogor. Dengan demikian masyarakat dapat merespon dan mengambil tindakan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya adalah prestasi belajar. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam pengembangan ilmu gizi mengenai hubungan asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran hubungan antara asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar disajikan pada Gambar 1. Anak usia sekolah membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik secara kuantitas maupun kualitas bahan pangan agar optimal pertumbuhan dan perkembangannya. Anak usia sekolah selain masih tergantung pada orang tua, biasanya sudah mulai mendapat pengaruh dari teman dan lingkungan lain, terutama di sekolah karena sebagian besar waktunya dihabiskan di sekolah. Oleh karena itu, anak usia sekolah perlu mendapatkan petunjuk terkait apa yang sebaiknya dibeli dan dikonsumsi saat berada di sekolah karena saat ini seluruh siswa sekolah dasar mendapatkan uang saku dari orang tuanya. Dengan ketersediaan makanan jajanan dan minuman yang beraneka ragam, maka uang saku tersebut biasanya digunakan untuk membeli makanan jajanan dan minuman di sekolah. Jika pemilihan makanan jajanan dan minuman tersebut sesuai dengan pedoman gizi seimbang, maka konsumsinya dapat menyumbang pemenuhan kebutuhan energi dan zat gizi bagi anak sekolah dasar.. Pendidikan orang tua dapat menentukan jenis pekerjaan dan lebih lanjut mempengaruhi pendapatan keluarga. Orang tua dengan pendidikan lebih tinggi biasanya mendapatkan perkerjaan dengan gaji lebih tinggi pula sehingga
4
kemungkinan besar orang tua tersebut dapat menyediakan makanan dalam jumlah dan kualitas yang lebih memadai daripada orang tua dengan pendidikan yang lebih rendah. Selain itu, keluarga yang memiliki pendapatan lebih tinggi mempuKarakteristik contoh : Usia Jenis kelamin Uang saku Berat dan tinggi badan
Karakteristik keluarga : Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Besar keluarga Pendapatan keluarga
Konsumsi pangan : Frekuensi makan Jumlah dan jenis pangan sumber protein hewani dan nabati
Tingkat kecukupan Energi Protein Asam amino esensial Aktivitas fisik : Jenis Durasi
Motivasi belajar Pelajaran tambahan di luar sekolah
Status gizi
Infeksi
Prestasi belajar Nilai ujian tengah semester
Keterangan : = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka analisis hubungan antara asupan protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kota Bogor
5
nyai kemungkinan yang lebih besar untuk memberikan uang saku yang lebih banyak kepada anaknya. Penelitian Alamin et al. (2014) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara uang saku anak dengan jumlah jajanan yang dibeli, sehingga hal ini berarti bahwa semakin banyak uang saku, maka jumlah jajanan yang dikonsumsi juga semakin banyak. Penelitian Firmansyah et al. (2010) menunjukkan bahwa meningkatnya pendapatan per kapita keluarga menyebabkan semakin banyak jumlah pangan hewani yang dikonsumsi. Besar keluarga juga dapat mempengaruhi konsumsi pangan anak, karena semakin banyak jumlah anggota keluarga maka makanan yang diterima oleh setiap anggota keluarga adalah semakin sedikit. Berdasarkan kerangka UNICEF yang dipublikasikan oleh Bellamy (1998) bahwa ada dua faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi yaitu konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Untuk mengestimasi konsumsi pangan maka digunakan data frekuensi makan, jumlah dan jenis makanan. Makanan dalam penelitian ini meliputi makanan utama serta makanan jajanan. Berdasarkan data tersebut kemudian dihitung tingkat kecukupan energi, protein, dan asam amino esensial. Angka kecukupan gizi antara lain ditentukan oleh umur, jenis kelamin, dan berat badan. Tingkat kecukupan zat gizi (asam amino) dapat mempengaruhi prestasi belajar secara langsung karena berkaitan dengan zat gizi yang digunakan untuk membentuk neurotransmitter yang dapat mengeoptimalkan fungsi otak yang lebih lanjut berdampak pada prestsi belajar. Pada penelitian ini penyakit infeksi tidak dikaji. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yaitu motivasi belajar serta pelajaran tambahan (les) yang diperoleh di luar sekolah. Menurut Slameto (2003) ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain adalah minat, motivasi, dan bakat. Adapun faktor eksternal adalah lingkungan keluarga dan sekolah. Lingkungan keluarga dalam penelitian ini adalah sosial ekonomi keluarga. Namun demikian, faktor internal dan faktor lingkungan sekolah tidak dikaji dalam penelitian ini.
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di enam sekolah yang tersebar di kota Bogor yaitu SD Rimba Putra, SDN Sindang Sari 1, SDN 5 Bantarjati, SDN Polisi 1, MI Ianatushibbyan, dan MI Manbaul Islam. Sekolah dasar diatas dipilih dengan alasan masih menggunakan kurikulum KTSP 2006. Pemilihan sekolah mengacu pada penelitian Dwiriani et al. (2013) yang telah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut pada tahun 2009-2012. Sekolah dasar tersebut dapat mewakilkan sekolah dasar dengan tingkat sosial ekonomi rendah hingga tinggi. Pemilihan sekolah telah dikoordinasi dengan Bappeda Bogor sehingga memudahkan perizinan dalam penelitian. Selain itu
6
sekolah dasar tersebut dipilih degan pertimbangan masih menggunakan kurikulum yang sama yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Waktu pengambilan dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2016. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswi sekolah dasar di kota Bogor. Populasi seluruh anak SD kelas satu hingga kelas enam di Kota Bogor tahun 2014 menurut BPS (2015) adalah 109 985 orang. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah contoh yang berusia 10-12 tahun, dengan pertimbangan anak usia ini dapat diajak berkomunikasi dengan baik, mampu mengisi dan mengembalikan kelengkapan kuesioner, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, bersedia diwawancara sebagai contoh, dan merupakan siswa siswi kelas lima dari sekolah dasar di kota Bogor. Presisi yang digunakan dalam penarikan jumlah contoh minimal adalah 10% dengan mempertimbangkan pada penelitian sosial banyak variabel yang tidak dapat dikontrol. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Jumlah contoh yang digunakan berdasarkan perhitungan rumus studi deskriptif dengan mengacu pada formula Slovin (Ridwan 2005). n= n= n=
N 1 + N(d)2 109 985 1 + 109 985 (0.1)2 100 orang contoh
Keterangan : n = jumlah contoh N = besar populasi d = presisi (10%)
Total contoh penelitian pada awalnya berjumlah 100 contoh, yang terdiri dari 16 contoh di SD Rimba Putra, 16 contoh di SDN Sindang Sari 1, 17 SDN Bantar Jati 5, 17 contoh di SDN Polisi 1, 17 contoh di MI Ianatushibbyan, dan 17 contoh di MI Manbaul Islam. Seluruh contoh yang diperoleh berasal dari 6 sekolah dengan area yang berbeda dengan harapan seluruh sampel ini dapat merepresentatifkan Kota Bogor. Jumlah sampel dari masing-masing sekolah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan sekolah dasar Nama Sekolah Dasar (SD) SD Rimba Putra - Kecamatan Bogor Barat SDN Sindang Sari 1 - Kecamatan Bogor Timur SDN Bantar Jati 5 - Kecamatan Bogor Utara SDN Polisi 1 - Kecamatan Bogor Tengah MI Ianatushibbyan - Kecamatan Tanah Sareal MI Manbaul Islam - Kecamatan Tanah Sareal Total
n % 18 18% 17 17% 12 12% 18 17% 18 17% 17 17% 100 100%
7
Cara penarikan contoh dilakukan menjadi dua tahapan yaitu pengukuran berat badan dan tinggi badan serta data tentang karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi pangan, dan prestasi belajar. Teknik penarikan contoh secara ringkas disajikan pada Gambar 2. SD Rimba Putra (n=103)
SD Rimba Putra (n=29)
SD Rimba Putra (n=18)
SDN Sindang Sari 1 (n=55)
SDN Sindang Sari 1 (n=30)
SDN Sindang Sari 1 (n=17)
SDN Bantar Jati 5 (n=91)
SDN Bantar Jati 5 (n=12)
SDN Bantar Jati 5 (n=12)
SDN Polisi 1 (n=72)
SDN Polisi 1 (n=29)
SDN Polisi 1 (n=18)
MI Ianatushibbyan (n=72)
MI Ianatushibbyan (n=30)
MI Ianatushibbyan (n=18)
MI Manbaul Islam (n=104)
MI Manbaul Islam (n=54)
MI Manbaul Islam (n=17)
Ketidaklengkapan kueisioner
Pengambilan secara acak
Gambar 2 Teknik penarikan contoh Berdasarkan kelengkapan data, maka untuk mendapatkan jumlah minimal contoh sebanyak 100 orang, maka dilakukan dengan cara acak sederhana dari masing-masing SD kecuali SDN Bantar Jati 5, dengan jumlah seperti yang tertera pada Gambar 2. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, jumlah uang saku), konsumsi pangan (FFQ dan record 2 x 24 jam), karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, besar keluarga),
8
dan pengukuran antropometri. Data sekunder yang diperoleh berupa nilai ujian tengah semester yang telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 2. Karakteristik contoh dan konsumsi pangan diperoleh dengan pengisian kuesioner oleh contoh sendiri yang dipandu oleh peneliti. Karakteristik sosial ekonomi keluarga diperoleh melalui pengisian kuesioner yang diisi oleh orangtua atau wali contoh dengan cara dibawa pulang oleh contoh. Pengukuran konsumsi pangan contoh diperoleh dengan menggunakan lembar food frequency questionnaire (FFQ) dan food record selama 2 x 24jam yang diberikan pada saat satu sampai dua hari setelah pengukuran antropometri contoh. Pengisian FFQ dilakukan di dalam kelas secara bersama-sama dipandu oleh peneliti. Pengisian food record dilakukan di rumah oleh contoh dan akan dikembalikan kepada peneliti setelah 7 hari.
No 1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data Jenis Variabel Cara Pengumpulan Data Pengisian kuesioner contoh Usia dan dipandu oleh peneliti Jenis kelamin Uang saku Karakteristik Pendidikan orang Pengisian kuesioner oleh sosial ekonomi orang tua contoh yang tua keluarga Pendapatan keluarga dititipkan melalui anak dan dikembalikan kepada peneliti Pekerjaan orang tua setelah diisi oleh orang tua Besar keluarga Konsumsi Menggunakan kuesioner FFQ Frekuensi makan pangan diisi oleh contoh dan dipandu Jumlah dan jenis oleh peneliti. makanan sumber Kuesioner food record 2 x 24 protein hewani dan jam dibawa pulang untuk diisi nabati di rumah dan dikembalikan kepada peneliti Status gizi Pengukuran dengan Berat badan timbangan digital merk camry Pengukuran dengan Tinggi badan staturemeter Prestasi belajar Nilai murni ujian Mencatat data yang diperoleh tengah semester dari pihak sekolah tahun ajaran 2015/2016 Data Karakteristik contoh
Status gizi ditentukan melalui pengukuran antropometri berupa tinggi badan dan berat badan contoh yang dikategorikan berdasarkan IMT/U. Pengukuran tinggi badan contoh menggunakan stature dengan kapasitas maksimum pengukuran 200 cm dengan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran berat badan contoh menggunakan timbangan digital merek camry dengan kapasitas maksimum pengukuran 200 kg dengan ketelitian 0.1 kg.
9
Prestasi belajar contoh diperoleh dari pihak sekolah dan ditentukan berdasarkan nilai ulangan tengah semester murni tahun ajaran 2015/2016. Nilai ini digunakan untuk menginterpretasikan data prestasi belajar. Alasan pemilihan nilai ini adalah karena sebagian besar sekolah di kota Bogor masih menggunakan kurikulum yang sama yaitu kurikulum KTSP, selain itu soal yang diujiankan pada sekolah di kota Bogor memiliki standar yang sama. Mata pelajaran yang dipilih adalah mata pelajaran yang di Ujian Nasional-kan yaitu Matematika, Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data (analyzing). Tahapan pengkodean dimulai dengan cara membuat kode-kode tertentu sebagai panduan untuk mengen tri dan mengolah data. Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah ada, setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahap akhir yaitu menganalisis data dengan program WHO Anthroplus 1.0.4 version, Microsoft Excell 2010 for Windows, Multiple Source Method (MSM) secara online melalui http://nugo.dife.de/msm/ dan IBM Statistics 20.0 for Windows. Pengkategorian dan analisis data secara ringkas disajikan pada Tabel 3. Karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga Data karakteristik contoh yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan/pengetahuan gizi seimbang. Data karakteristik sosial ekonomi contoh meliputi pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendapatan orangtua. Penggolongan pendapatan per kapita per bulan ditentukan berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS Kota Bogor pada bulan September 2013 yaitu sebesar Rp 360 519.00. Konsumsi pangan Data konsumsi pangan diperoleh dari metode kuantitatif food frequency questionnaire (FFQ) dan record 2 x 24 jam. Data konsumsi pangan yang meliputi jenis, frekuensi dan jumlah pangan. Data konsumsi pangan yang meliputi jenis, frekuensi dan jumlah pangan, kemudian dikonversikan kedalam kandungan gizi yaitu energi, protein, lemak dan karbohidrat berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan menggunakan program Microsoft Excel 2013. Rumus perhitungan zat gizi makanan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994). Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: Kgij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke-j Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j BDDj = Bagian bahan makanan ke-j yang dapat dimakan
10
No 1.
2. 3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. 11.
12.
Tabel 3 Pengkategorian dan analisis data Data Kategori Pengukuran Usia 1. 10 tahun 2. 11 tahun 3. 12 tahun Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan Uang saku 1. Besar (≥ 6000/hari) 2. Cukup(< 6000/hari) Pendidikan 1. SMA kebawah orangtua 2. Tamat SMA sederajat 3. Perguruan Tinggi Pendapatan per 1. Mampu kapita per 2. Tidak mampu bulan Jumlah 1. Kecil (≤ 4 orang) anggota 2. Sedang (5-6 orang) keluarga 3. Besar (> 7 orang) Pekerjaan 1. PNS/ TNI/ POLRI orangtua 2. Pegawai swasta 3. Petani 4. Wiraswasta 5. Pedagang 6. Asisten rumah tangga 7. Buruh 8. Ibu rumah tangga 9. Lainnya Tingkat 1. Kurang (<80% AKG) kecukupan 2. Normal (80-119% AKG) energi dan 3. Lebih (≥ 120% AKG) protein Tingkat 1. Cukup (≥ 100) kecukupan 2. Tidak Cukup (<100) asam amino Mutu cerna 1. Tinggi (≥ 90%) bioassay 2. Rendah (< 90%) Status gizi 1. Gemuk (> 2.0 SD) (IMT/U) 2. Normal (-2.0 SD s/d +2.0 SD) 3. Kurus (< -2.0 SD) Prestasi belajar 1. Baik (≥ 70) 2. Kurang baik (< 70)
Acuan Ketentuan peneliti Ketenttuan peneliti Sebaran data Modifikasi (Depkes 2010) BPS Kota Bogor (2013) BKKBN 2009
Ketentuan peneliti
Modifikasi (Depkes 2010)
Schaafsma 2000
WHO 2007
Modifikasi (Kemendikbud 2016)
Perhitungan konsumsi protein hewani dan nabati dapat diperoleh menggunakan data FFQ dan record 2 x 24 jam. Konsumsi pangan sumber protein dapat dihitung menggunakan Multiple Source Method (MSM). MSM merupakan metode baru yang telah divalidasi yang digunakan untuk mengestimasi makanan yang dikonsumsi melalui pengukuran data jangka pendek. Metode ini
11
mengkombinasikan FFQ dan metode record 2 x 24 jam untuk menghindari kelemahan record asupan pangan yang cenderung underestimate dan metode FFQ yang cenderung overestimate. Hasil analisis data MSM merupakan pola konsumsi pangan hasil probabilitas dari FFQ dan berat bahan pangan dari food record dalam satuan jumlah berat pangan yang dikonsumsi per hari. MSM memiliki 4 tahapan pengolahan data yaitu memasukkan data (loading data), koding (modelling data), perhitungan (calculate data), dan hasil (results). Parameter yang digunakan adalah id (kode contoh), gram (berat pangan yang diperoleh dari food record 2 x 24 jam), imt (status gizi contoh dalam z-score indikator IMT/U), age (umur contoh dalam tahun), sex (jenis kelamin contoh 1 untuk perempuan dan 2 untuk laki-laki), dan agesex (umur dikali jenis kelamin). Persamaan “imt+age+sex+agesex+ffq” dimasukkan sebagai struktur model dengan „gram” sebagai acuan berat pangan dan “ffq” sebagai frekuensi. Parameter ini diaplikasikan untuk semua jenis sumber protein yaitu golongan hewani (daging, ikan, telur, susu, unggas, ikan dan seafood) dan golongan nabati (kacang-kacangan dan makanan pokok). Tingkat kecukupan zat gizi Tingkat kecukupan zat gizi selanjutnya diperoleh dengan cara membandingkan jumlah asupan energi dan zat gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG). Koreksi angka kecukupan gizi dilakukan pada contoh yang memiliki status gizi normal. Rumus koreksi berat badan yang digunakan adalah : AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg) AKG = Angka kecukupan gizi (AKG 2013)
Koreksi yang dilakukan berupa penyesuaian angka kecukupan gizi berdasarkan berat badan aktual adalah pada contoh berstatus gizi normal sedangkan contoh berstatus gizi sangat kurus, kurus, overweight, dan obese langsung dibandingkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagai standar ideal pemenuhan zat gizi yang ideal tanpa ada koreksi berat badan aktual. Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi meliputi asupan energi dan protein. Rumus kecukupan energi dan zat gizi yang digunakan adalah : TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan : TKG = Tingkat kecukupan energi/zat gizi K = Asupan energi/zat gizi AKGI = Angka kecukupan energi/zat gizi contoh
Penilaian kualitas protein Penilaian kualitas protein dilakukan untuk memperkirakan tingkat penyerapan asam amino yang merupakan produk hidrolisisis dari protein. Ada beberapa asama amino yang dapat tersebut tersebut dapat digunakan untuk sintesis neurotransmitter sehingga dapat mengoptimalkan fungsi otak. Penilaian
12
kualitas protein dibagi menjadi dua, yaitu mutu cerna protein dan penyerapan asam amino. Perhitungan mutu cerna protein berkaitan dengan fungsi pemecahan protein dalam pencernaan yang dapat dihidrolisis menjadi asam amino secara teoritis. Perhitungan penyerapan asam amino didasarkan pada asam amino hasil hidrolisis protein yang mampu diserap oleh tubuh. Perhitungan kualitas asupan protein menggunakan metode mutu cerna protein yang diperoleh berdasarkan nilai mutu cerna teoritis yang merujuk kepada Dwiriani et al. (2009). Mutu cerna protein menggambarkan persentase protein yang dapat terhidrolisis. Rumus untuk menentukan mutu cerna protein yaitu : MCP = Ʃ(gram Pi x MCi Teoritis) / Ʃgram P Keterangan: MCP Gram P MCi Teoritis Gram P
= Mutu cerna protein = Jumlah asupan protein dari bahan pangan ke-i contoh (gram) = Mutu cerna protein ke-i secara teoritis = Total protein yang dikonsumsi dari seluruh bahan pangan (gram)
Perhitungan penyerapan asam amino esensial menggunakan metode PDCAAS (Protein Digestibility-Corrected Amino Acid Score) untuk menentukan skor asam amino pembatas yang dikonsumsi pada waktu satu hari. Asam amino pembatas merupakan jumlah asam amino terkecil yang dapat terserap ke dalam tubuh (Schaafsma 2000). Angka kecukupan asam amino pada anak usia SD mengacu pada FAO (2013). Rumus untuk menentukan asam amino pembatas yaitu: TKAA = (K/AKAA) x 100% Keterangan : TKAA = Tingkat kecukupan asam amino K = Asupan asam amino aktual contoh (mg/g) AKAA = Angka kecukupan asam amino contoh
Status gizi Pengukuran status gizi siswa dilakukan dengan metode antropometri. Menurut Riskesdas (2013), indikator status gizi anak umur 5 – 18 tahun yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Pengukuran status gizi dilakukan dengan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) (WHO 2007) dengan klasifikasi pada Tabel 4. Tabel 4 Kategori status gizi menurut indikator IMT/U (WHO 2007) Kategori Z-Score Obese > 3.0 SD Overweight > 2.0 SD Normal -2.0 SD s/d +2.0 SD Kurus < -2.0 SD Sangat Kurus < -3.0 SD
13
Pengukuran IMT menggunakan rumus sebagai berikut:
Data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel untuk selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif. Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Kolmogorov-smirnov. Sebelum dilakukan analisis statistik, tingkat pendidikan orangtua dikonversikan kedalam lama belajar (tahun). Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara pendapatan keluarga dengan uang saku contoh, pendidikan orang tua dengan uang saku contoh, pendapatan keluarga dengan status gizi contoh, pendidikan ibu dengan tingkat kecukupan energi, pendapatan keluarga dengan tingkat kecukupan energi contoh, tingkat kecukupan energi dengan status gizi contoh, pendidikan ayah dengan prestasi belajar, pendidikana ibu dengan prestasi belajar, pendapatan keluarga dengan prestasi belajar, dan tingkat kecukupan energi dengan prestasi belajar. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara proporsi konsumsi protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar. Uji beda Mann Whitney dilakukan untuk membedakan anak berprestasi baik dan kurang baik pada semua variabel kecuali status gizi dan proporsi protein hewani serta nabati menggunakan uji t-test.
Definisi Operasional Contoh adalah siswa kelas V SDN Sindang Sari 01, SDN Bantar Jati 05, SD Rimba Putra, SDN Polisi 01, MI Ianatusshibyan dan MI Manbaul Islam. Karakteristik contoh adalah ciri khas yang dimiliki siswa berupa umur, jenis kelamin, dan jumlah uang saku (Rp per hari). Karakteristik keluarga adalah kondisi keluarga contoh yang digambarkan melalui pekerjaan orang tua, pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, besar keluarga dan pekerjaan orangtua. Energi adalah hasil penjumlahan dari pemecahan karbohidrat (4 kkal/gram), protein (4 kkal/gram), dan lemak (9 kkal/gram). Protein hewani adalah protein yang berasal dari golongan pangan daging merah, ikan, unggas, telur, susu, dan olahannya. Protein nabati adalah protein yang berasal dari kacang, polong-polongan, makanan pokok, buah dan sayur. MSM (Multiple Source Method) adalah metode yang digunakan untuk melihat pola konsumsi pangan individu yang dihitung dengan menggabungkan data food record dengan FFQ dalam satuan jumlah berat pangan yang dikonsumsi per hari. Prestasi belajar adalah hasil belajar siswa yang diestimasi dengan menggunakan nilai rata-rata ujian tengah semester untuk mata pelajaran matematika, IPA dan Bahasa Indonesia. Status gizi adalah keadaan tubuh contoh yang ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) mengacu pada WHO 2007.
14
Tingkat Kecukupan Asam Amino adalah persentase penyerapan asam amino dihitung dengan metode PDCAAS dan dibandingkan dengan angka kecukupan asam amino yang mengacu pada FAO 2013.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Dasar Penelitian ini dilaksanakan di enam sekolah dasar, yaitu SD Rimba Putra, SDN Sindang Sari 1, SDN 5 Bantarjati, SDN Polisi 1, MI Ianatushibbyan, dan MI Manbaul Islam. SD Rimba Putra merupakan sekolah dasar swasta yang berlokasi di jalan Rimba Mulya I Kecamatan Bogor Barat. Sekolah ini dipimpin oleh Aam Amiarti Fasilitas yang dimiliki SD ini antara lain ruang kelas yang terdiri dari 15 ruang kelas, 1 ruang laboratorium, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang guru, koperasi, musholah, kantin dan toilet. Jumlah guru dan pegawai sekolah sebanyak 33 orang yang terdiri dari 1 kepala sekolah, 25 guru, 3 orang penjaga sekolah dan 4 orang tata usaha. Jumlah peserta didik sebanyak 828 siswa. SDN Polisi 1 merupakan sekolah dasar negeri yang berlokasi di Jalan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Fasilitas yang dimiliki SD ini cukup lengkap hanya saja sekolah ini tidak memiliki kantin. Jumlah guru dan pegawai sekolah sebanyak 38 orang yang terdiri atas 1 kepala sekolah, 31 guru, dan 6 pegawai sekolah. Jumlah peserta didik sebanyak 1196 siswa. SDN Bantarjati 5 terletak di Jalan Bangbarung Raya No. 49, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh Dra. H. Ella Melawati, MM. Fasilitas yang dimiliki SD ini cukup lengkap antara lain ruang kelas yang terdiri dari tiga kelas paralel per kelas, ruang perpustakaan, lapangan olahraga, ruang TU/administrasi, kantin dan mushola. Jumlah guru sebanyak 26 orang dan 3 orang pegawai. Jumlah peserta didik sebanyak 569 siswa. SD Sindangsari 1 terletak di Jalan Lebak Kongsi No. 7, Sindangsari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Sekolah ini dipimpin oleh Aang Nurdigalih S.Pd. Fasilitas yang dimiliki SD ini masih tergolong kurang, terlihat dari kurangnya fasilitas seperti ruang perpustakaan dan ruangan penunjang akademik lainnya. Jumlah guru sebanyak 12 orang dan 1 orang pegawai. Jumlah peserta didik di SD ini sebanyak 294 siswa. MI Iannatushibyan terletak di Jalan KH Sya‟yani No. 70, Mekar Wangi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan status swasta dibawah Departemen Agama. Sekolah ini dipimpin oleh Bapak Saepudin Zuhri. Fasilitas yang dimiliki SD ini masih tergolong kurang, terlihat dari kurangnya fasilitas perpustakaan dan ruangan penunjang akademik lainnya. MI Manbaul Islam terletak di Jalan Kalimurni Rt 01/01 No. 90, Kencana, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor. Dengan status swasta dibawah Departemen Agama. Fasilitas yang dimiliki SD ini masih tergolong kurang, terlihat dari tidak adanya kantin dan ruang laboratorium. Jumlah guru sebanyak 18 orang dan jumlah peserta didik sebanyak 357 siswa.
Karakteristik Contoh Contoh penelitian berjumlah 100 anak yang tersebar di 6 sekolah dasar yang berbeda di kota Bogor. Contoh akan dibagi menjadi dua grup yaitu grup dengan
16
anak berprestasi baik dan grup dengan anak berprestasi kurang. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan prestasi belajar disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan kategori prestasi belajar Variabel Umur (tahun) 10 11 12 Total Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Uang saku (Rp/hari)a) Kecil <6 000 Besar ≥6 000 Total Status Gizi (IMT/U) Gemuk Normal Kurus Total
Baik n % 11.5 ± 0.6 0 0 24 45.3 29 54.7 53 100.0
Prestasi Belajar Kurang n % 11.3 ± 0.7 2 4.3 30 63.8 15 31.9 47 100.0
Total N % 11.4 ± 0.6 2 2.0 54 54.0 44 44.0 100 100.0
p 0.115
0.047 21 39.6 32 60.4 53 100.0 6 701 ± 3 964.8 26 49.1 27 50.9 53 100 -0.2 ± 1.4 3 5.7 47 88.7 3 5.7 53 100
28 59.6 19 40.4 47 100.0 5 025.5 ± 2 976.0 35 74.5 12 25.5 47 100.0 -0.5 ± 1.2 4 8.5 43 91.5 0 0 47 100.0
49 49.0 51 51.0 100 100 5 914.5 ± 3 616.5 61 61.0 39 39.0 100 100 -0.3 ± 1.3 7 7.0 90 90.0 3 3.0 100 100.0
0.007
0.190
a) Rata-rata ± SD
Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas lima SD yang berumur 1012 tahun. Sebagian besar (54%) contoh berumur 11 tahun, 44% contoh berumur 12 tahun dan 2% contoh berumur 10 tahun. Berdasarkan hasil uji Mann Whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara umur dengan prestasi belajar contoh. Mayoritas contoh berjenis kelamin perempuan (51%). Uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pada jenis kelamin dan prestasi belajar contoh. Anak dengan prestasi baik cenderung berjenis kelamin perempuan. Pernyataan Ghazvini & Khajehpour (2011) menunjukkan bahwa anak perempuan cenderung memiliki kemampuan kognitif dan motivasi yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki dalam lingkungan belajar sehingga anak perempuan lebih unggul dalam pelajaran. Anak laki-laki lebih menonjol dalam strategi dan berkonsentrasi selama berada dalam lingkup akademik. Uang saku merupakan faktor yang mendukung seorang anak untuk memenuhi kebutuhannya, baik makanan, minuman, atau hal lainnya. Dalam penelitian ini uang saku (Rp perhari) digunakan contoh untuk membeli makanan dan minuman saja. Mayoritas contoh yang memiliki prestasi belajar yang baik rata-rata memiliki uang saku yang besar (≥Rp 6 000/hari) begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney terdapat perbedaan yang signifikan uang saku antara anak berprestasi baik dan berprestasi kurang (p<0.05). Rata-rata uang saku tertinggi berjumlah 6 701 ± 3 964.8, sedangkan rata-rata terendah berjumlah 5 025.5 ± 2 976.0. Suryaalamsyah (2009) menyatakan bahwa rata-rata uang saku anak sekolah dasar di Bogor berkisar antara 5 000-10 000/hari.
17
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan gizi yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Penentuan status gizi pada contoh menggunakan indeks antropometri IMT/U berdasarkan pengkategorian zscore. Mayoritas contoh memiliki berat badan normal (90%). Berdasarkan uji beda T-Test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) status gizi contoh dengan prestasi belajar yang diperoleh. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik keluarga contoh yang diteliti meliputi pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, besar keluarga serta status ekonomi keluarga. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar ayah dengan anak berprestasi baik dan kurang baik berprofesi sebagai pegawai swasta (34%). Berdasarkan uji beda Mann Whitney terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pekerjaan ayah dengan anak yang berprestasi baik dengan kurang baik. Ayah yang bekerja dalam sebuah institusi dapat memastikan kecukupan dalam kebutuhan rumah tangga karena ayah mendapatkan gaji dengan jumlah yang pasti dan konstan setiap bulannya. Sebagian besar ibu dengan anak berprestasi baik dan kurang berperan sebagai ibu rumah tangga (63%). Hal ini menunjukkan peran dua pertiga ibu dalam penelitian ini dapat meluangkan waktunya untuk menyiapkan makanan di rumah untuk keluarga mereka. Berdasarkan uji beda Mann Whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pekerjaan ibu antara anak yang berprestasi baik dan kurang baik. Tingkat pendidikan ayah seluruh contoh sebagian besar adalah tamatan SMA atau sederajat (45%). Tingkat pendidikan ayah dengan anak berprestasi cenderung telah menyelesaikan masa SMA atau sederajat (47%), sedangkan ayah dengan anak kurang berprestasi cenderung tidak menyelesaikan masa SMA kebawah (49%). Berdasarkan uji Mann Whitney terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat pendidikan ayah dengan anak berprestasi dan kurang berprestasi. Tingkat pendidikan ibu sangat mempengaruhi konsumsi pangan keluarga karena segala keputusan pemilihan pangan untuk dikonsumsi berada di tangan seorang ibu. Tabel 6 menunjukkan sebagian besar ibu dengan anak yang berprestasi telah menyelesaikan sekolah di perguruan tinggi (36%), begitu juga ibu dengan anak yang kurang berprestasi belum mampu menyelesaikan masa sekolah SMA kebawah (60%). Berdasarkan uji Mann Whitney terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) pendidikan ibu antara anak yang berprestasi baik dan berprestasi kurang. Jumlah anggota keluarga ikut menentukan jumlah kebutuhan pangan keluarga. Ukuran besar kecilnya keluarga akan berdampak pada pendapatan rumah tangga yang akhirnya akan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga baik secara kualitas maupun kuantitas. Berdasarkan Tabel 6, ukuran keluarga yang memiliki anak berprestasi cenderung kecil (47%) dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedangkan ukuran keluarga yang memiliki anak kurang berprestasi cenderung sedang (49%) dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang. Berdasarkan uji beda Mann Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) besar keluarga antara anak berprestasi baik dan anak berprestasi kurang.
18
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan kategori prestasi belajar Variabel Pekerjaan Ayah PNS/TNI/Polri Pegawai Swasta Wiraswasta Pedagang Petani Asisten rumah tangga Buruh Lainnya Tidak bekerja Total Pekerjaan ibu PNS/TNI/Polri Pegawai Swasta Wiraswasta Pedagang Petani Asisten rumah tangga Buruh Lainnya Ibu rumah tangga Total Pendidikan Ayah Dibawah SMA SMA sederajat Perguruan Tinggi Total Pendidikan ibu Dibawah SMA SMA sederajat Perguruan Tinggi Total Besar keluarga Kecil Sedang Besar Total Pendapatan keluarga Mampu< Rp 360 519/kap Tidak mampu ≥ Rp 360 519/kap Total
Prestasi Belajar Baik Kurang Total n % n % N % 11 19 8 1 2 0 4 4 4 53
20.8 35.8 15.1 1.9 3.8 0.0 7.5 7.5 7.5 100.0
1 15 5 10 1 0 9 4 2 47
2.1 31.9 10.6 21.3 2.1 0.0 19.1 8.5 4.3 100.0
12 34 13 11 3 0 13 8 6 100
12.0 34.0 13.0 11.0 3.0 0.0 13.0 8.0 6.0 100.0
2 8 4 0 2 1 0 7 29 53
3.8 15.1 7.5 0.0 3.8 1.9 0.0 13.2 54.7 100.0
0 3 1 1 3 4 0 1 34 47
0.0 6.4 2.1 2.1 6.4 8.5 0.0 2.1 72.3 100.0
2 11 5 1 5 5 0 8 63 100
2.0 11.0 5.0 1.0 5.0 5.0 0.0 8.0 63.0 100.0
11 25 17 53
20.8 47.2 32.1 100.0
23 20 4 47
48.9 42.6 8.5 100
34 45 21 100
34.0 45.0 21.0 100.0
17 17 19 53
32.1 32.1 35.8 100.0
28 12 7 47
59.6 25.5 14.9 100
45 29 26 100
45.0 29.0 26.0 100.0
25 24 4 53
47.2 45.3 7.5 100
16 23 8 47
34.0 48.9 17.1 100.0
41 47 12 100
41.0 47.0 12.0 100.0
43 81.1 25 53.2 68 68.0 10 18.9 22 46.8 32 32.0 53 100.0 47 100.0 100 100.0
p
0.002
0.058
0.015
0.005
0.277
0.000
Pendapatan keluarga menjadi indikator utama pemenuhan kebutuhan pangan dalam keluarga. Pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah
19
pendapatan yang diperoleh setiap anggota keluarga yang tinggal di dalam satu rumah seperti ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya dalam kurun waktu satu bulan lalu dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Tabel 6 menunjukkan sebagian besar keluarga contoh dalam penelitian ini tergolong mampu (68%) dengan pendapatan rata-rata 904 680 ± 1 082 700. pendapatan keluarga dengan anak berprestasi baik dan berprestasi kurang masingmasing sudah berada diatas garis kemiskinan yaitu 1 222 541 ± 1 258 515 dan 546 240 ± 696 223. Perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan keluarga anak yang berprestasi dan kurang berprestasi juga diperlihatkan setelah dilakukan uji Mann Whitney. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Energi dan zat gizi seperti protein dan asam amino diperoleh dari konsumsi pangan contoh sehari-hari. Konsumsi pangan dihitung menggunakan MSM untuk mendapatkan rata-rata jumlah konsumsi setiap kelompok pangan. Tabel 7 menyajikan rata-rata jumlah konsumsi berdasarkan kelompok pangan sumber protein dan kategori prestasi belajar. Tabel 7 Rata-rata jumlah konsumsi berdasarkan kelompok pangan sumber protein (gram/hari) dan kategori prestasi belajar Kelompok Pangan Daging merah dan olahan Ikan dan olahannya Unggas dan olahannya Susu dan olahannya Telur Kacang dan polong-polongan Serealia, umbi dan tepung
Satuan gram/hari gram/hari gram/hari ml/hari gram/hari gram/hari gram/hari
Prestasi Belajar Baik Kurang 19.3 ± 15.5 15.2 ± 13.4 19.5 ± 25.2 15.5 ± 19.7 34.3 ± 15.6 31.0 ± 16.1 102.0 ± 35.9 94.3 ± 34.4 31.2 ± 13.5 35.1 ± 13.3 29.0 ± 11.2 32.6 ± 21.1 402.7 ± 92.9 405.0 ± 91.1
p 0.216 0.624 0.299 0.964 0.076 0.653 0.901
Menurut Kemenkes (2014) dalam Pedoman Gizi Seimbang bahwa anak usia sekolah dasar (9-12 tahun) direkomendasikan untuk mengkonsumsi protein hewani berupa daging 2 ½ porsi dan susu 1 porsi serta protein nabati berupa makanan pokok 4-5 porsi dan kacang-kacangan 3 porsi. Dalam anjuran Kemenkes, daging 1 porsi setara dengan daging sapi 35 gram, daging ayam 40 gram, ikan 40 gram, atau telur 55 gram. Susu 1 porsi setara dengan 200 mL susu cair atau 20 gram susu bubuk penuh. Makanan pokok 1 porsi setara dengan 100 gram nasi, 50 gram mie kering atau 50 gram tepung sagu. Kacang-kacangan 1 porsi setara dengan 50 gram tempe, 100 gram tahu; atau 25 gram kacang hijau. Berdasarkan hal tersebut, maka sebagian besar contoh belum dapat memenuhi asupan protein yang berasal dari golongan pangan hewani dan nabati yang dianjurkan sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang. Namun demikian, secara kualitatif konsumsi pangan sumber protein sudah baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan jumlah/kuantitas asupan protein. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Setiawan (2006) yang menunjukkan bahwa konsumsi unggas dan telur menjadi pilihan pangan hewani . Hal ini dimungkinkan karena harga unggas, khususnya ayam potong/negeri, dan
20
telur yang relatif terjangkau dan mudah diperoleh. Protein nabati juga masih mendominasi asupan protein total masyarakat Indonesia. Pemenuhan asupan energi dan zat gizi, seperti protein dan asam amino berperan penting dalam prestasi belajar anak SD karena asupan zat gizi memberikan kontribusi terhadap proses pembelajaran. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan prestasi belajar disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan kategori prestasi belajar Variabel Tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan asam amino
Prestasi Belajar Baik Kurang 77.0 ± 22.8 73.1 ± 21.9 65.6 ± 20.9 61.5 ± 21.5 99.3 ± 17.7 96.7 ± 18.8
p 0.388 0.332 0.346
Berdasarkan hasil uji T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan energi , protein dan asam amino antara contoh dengan prestasi belajar kategori baik dan kurang (Tabel 8). Namun demikian, tingkat kecukupan energi , protein dan asam amino contoh dengan prestasi belajar kategori baik cenderung lebih tinggi daripada kategori kurang. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein contoh dengan prestasi belajar kategori baik dan kurang masing-masing adalah kurang dari 80%, sehingga termasuk ke dalam kategori defisit (Depkes 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil review jurnal Gail et al. (2005) bahwa pemenuhan kebutuhan energi dan protein pada anak dengan prestasi baik adalah lebih tinggi daripada anak yang memiliki prestasi kurang. Pemenuhan kebutuhan energi dan protein tersebut berasal dari kontribusi sarapan anak sebelum pergi sekolah. Subyek yang diberikan sarapan 30 menit sebelum ujian, mampu mengerjakan soal ujian lebih baik daripada anak yang tidak sarapan. Menurut Schaafsma (2000) kategori cukup untuk tingkat kecukupan asam amino adalah 100%. Tingkat kecukupan asam amino pada seluruh subjek masih belum memenuhi nilai 100%, meskipun sudah mendekati 100% (Tabel 8). Berdasarkan belum terpenuhinya tingkat kecukupan protein dan asam amino contoh penelitian ini, maka hal ini mengindikasikan masih kurangnya konsumsi pangan sumber protein. Almatsier (2013) menyatakan bahwa protein hewani mempunyai asam amino esensial lebih lengkap daripada pangan nabati, sehingga kualitas protein hewani adalah lebih baik daripada protein nabati. Konsumsi pangan sumber protein nabati yang berlebihan dapat menyebabkan kurangnya asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Kontribusi Protein Hewani dan Nabati Berdasarkan sumbernya, protein dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu protein hewani dan protein nabati. Asupan protein diperoleh dari data food record 2 x 24 jam pada hari sekolah dengan pertimbangan bahwa prestasi belajar yang diestimasi dari ulangan tengah semester dilaksanakan pada hari sekolah. Rata-rata persentase atau proporsi asupan protein hewani dan nabati ber-
21
Tabel 9 Rata-rata kontribusi (persen) protein menurut kelompok pangan dan kategori prestasi belajar Variabel
Kelompok pangan
Hewani Nabati
Daging, ikan, unggas, susu, dan telur Kacang dan polong-polongan Serealia, umbi, dan tepung Sayur dan buah
Total
Prestasi Belajar Baik Kurang 43.2 % 37.8 % 7.6 % 11.2 % 46.6 % 48.0 % 2.6 % 3.0% 100.0 % 100 %
p 0.063 0.049 0.597 0.766
dasarkan kelompok pangan dan prestasi belajar disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa contoh dengan prestasi belajar kategori baik cenderung mengkonsumsi protein hewani (43.2%) lebih banyak daripada contoh dengan prestasi kategori kurang (37.8%). Sebaliknya, contoh dengan prestasi belajar kategori kurang cenderung mengkonsumsi protein nabati (62.2%) lebih banyak daripada contoh dengan prestasi kategori baik (56.8%). Menurut Soedioetama (2000) bahwa proporsi konsumsi protein hewani yang dianjurkan adalah sebesar 20-40%. Dengan demikian kedua kelompok contoh tersebut sudah memenuhi porsi konsumsi protein hewani yang dianjurkan. Perbedaan proporsi protein hewani dan nabati masing-masing adalah tidak signifikan (p>0.05), kecuali proporsi protein yang berasal dari kacang-kacangan dan polongpolongan pada contoh dengan prestasi baik (7.6%) adalah signifikan (p<0.05) lebih rendah daripada contoh dengan prestasi kurang (11.2%) . Contoh dengan prestasi baik mengkonsumsi daging merah dan olahannya, ikan dan olahannya , unggas dan olahannya serta susu dan olahannya adalah lebih banyak daripada contoh dengan prestasi kurang walaupun tidak signifikan (p>0.05) perbedaannya. Sebaliknya konsumsi kacang-kacangan dan polongpolongan serta serealia, umbi dan tepung adalah lebih banyak pada contoh dengan prestasi kurang dibandingkan contoh dengan prestasi baik. Dengan kata lain, ratarata asupan protein baik dari bahan pangan hewani maupun nabati adalah tidak berbeda signifikan (p>0.05) antara kedua kelompok, namun yang berasal dari pangan hewani cenderung lebih tinggi pada contoh dengan prestasi baik, sedangkan protein yang berasal dari pangan nabati cenderung lebih tinggi pada contoh dengan prestasi kurang (Tabel 9). Penilaian kualitas protein melalui dua tahapan yaitu penilaian mutu cerna protein dan penyerapan asam amino. Penilaian mutu cerna menentukan persentase protein yang dapat dihidrolisis menjadi asam amino di dalam pencernaan. Tabel 10 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kategori mutu cerna protein (secara teoritis) yang dikonsumsi dan kategori prestasi belajar. Jika dilihat kualitas protein berdasarkan mutu cerna protein, maka pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa contoh dengan prestasi belajar yang baik cenderung mengkonsumsi pangan dengan kualitas protein yang lebih baik daripada contoh dengan prestasi belajar kurang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata mutu cerna protein pada contoh dengan prestasi belajar baik (92.1 ± 7.8) adalah lebih tinggi daripada contoh dengan prestasi belajar kurang (89.8 ± 4.5).
22
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kualitas mutu cerna protein yang dikonsumsi dan kategori prestasi belajar Penilaian kualitas protein Mutu Cerna Teoritis Tinggi (≥ 90%) Rendah (< 90%) Total
Baik n % 92.1 ± 7.8 30 56.6 23 43.4 53 100.0
Prestasi Belajar Kurang Total n % n % 89.8 ± 4.5 91.1 ± 6.54 29 61.7 59 59.0 18 38.4 41 41.0 47 100.0 100 100.0
p
0.761
Mutu cerna protein pada anak dengan prestasi belajar baik tergolong baik karena konsumsi protein hewani yang lebih tinggi (Tabel 9) yang memiliki mutu cerna lebih tinggi sehinggadapat menutupi mutu cerna protein nabati yang cenderung kurang baik. Dengan demikian asam amino esensial yang terserap ke dalam tubuh juga lebih tinggi dibandingkan anak dengan prestasi belajar kurang. Hal ini ditunjukkan oleh persentase contoh (Tabel 11) dengan prestasi baik yang termasuk dalam kategori asam amino cukup (62.3%) adalah lebih tinggi daripada contoh dengan prestasi belajar kurang (44.7%). Konsumsi pangan nabati yang tinggi pada anak dengan prestasi belajar kurang menyebabkan mutu cerna protein menjadi kurang baik. Konsumsi protein hewani pada anak dengan prestasi belajar kurang juga rendah sehingga akan berdampak kepada rendahnya asam amino esensial yang diserap ke dalam tubuh. Berdasarkan penilaian mutu cerna protein ini semakin menguatkan bahwa konsumsi pangan sumber protein pada contoh belum memenuhi baik secara kualitas. Namun demikian, berdasarkan hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) mutu cerna (teoritis) protein yang dikonsumsi antara contoh dengan prestasi belajar baik dengan contoh yang prestasi belajarnya kurang. Tabel 11 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan asam amino pembatas dan kategori prestasi belajar. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan asam amino pembatas dan kategori prestasi belajar Jenis asam amino Kategori cukup Kategori kurang Isoleusin Lisin Triptophan Total
Baik n 33 20 6 11 3 53
% 62.3 37.7 11.3 20.8 5.6 100.0
Prestasi Belajar Kurang n % 21 44.7 26 55.3 8 17.1 15 29.8 3 6.4 47 100.0
Total n 54 46 14 26 6 100
% 54.0 46.0 14.0 26.0 6.0 100.0
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebesar 54% contoh sudah memperoleh asupan asam amino dalam kategori cukup dari konsumsi pangan sehari-hari. Lebih lanjut dapat dilihat bahwa contoh dengan prestasi baik yang asupan aminonya termasuk kategori cukup adalah lebih banyak (62.3%) daripada contoh dengan prestasi kurang, yaitu sebesar 44.7%. Sebaliknya, contoh dengan prestasi
23
baik yang asupan aminonya termasuk kategori kurang adalah lebih sedikit (37.7%) daripada contoh dengan prestasi kurang, yaitu sebesar 55.3%. Jenis asam amino yang termasuk kategori kurang meliputi lisin, isoleusin dan triptofan. Persen contoh yang termasuk kategori kurang untuk masingmasing jenis asam amino ini adalah lebih banyak pada contoh dengan prestasi belajar kurang daripada contoh dengan prestasi belajar baik. Banyaknya contoh (contoh dengan presatasi baik dan kurang masing-masing adalah 20.8% dan 29.8%) yang termasuk kategori kurang tingkat kecukupan asam amino lisin terjadi karena pola konsumsi pangan protein nabati masyarakat Indonesia yang tinggi terutama pada golongan serealia (Lee 2014). Serealia mengandung lisin yang sedikit sehingga perlu peningkatan asupan pangan sumber protein hewani untuk mengatasi kekurangan lisin tersebut. Hubungan antar Variabel Hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan karakteristik contoh Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif (p=0.000, r=0.241) antara pendapatan keluarga dengan uang saku contoh. Hal ini berarti bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka uang saku yang diperoleh contoh akan semakin besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Punitha et al. (2014) yang menunjukkan bahwa orang tua dengan pendapatan yang besar cenderung memberikan anaknya uang saku yang besar pula. Terdapat hubungan signifikan (p<0.05) antara pendidikan orang tua dengan uang saku. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Shah et al. (2012), yang dilakukan terhadap 801 sampel anak usia sekolah dasar di Pakistan, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan orangtua maka anak akan memperoleh uang saku yang lebih besar. Pada saat ini, orang tua tidak mungkin tidak memberikan uang saku untuk anaknya walau sekecil apapun. Dengan uang saku yang diterima dari orang tua tersebut diharapkan anak dapat membeli makanan dan/atau minuman di sekolah sehingga dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Hubungan signifikan positif (p=0.016, r=0.241) juga terjadi antara pendapatan keluarga dengan status gizi contoh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga, maka semakin tinggi pula z-score IMT/U contoh. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Parengkuan et al. (2013) yang menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka akan meningkatkan status gizi anak. Hubungan yang tidak signifikan terdapat antara besar keluarga dengan status gizi (p=0.884, r=-0.015). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Agus (2014) bahwa besar keluarga berhubungan negatif dengan status gizi. Semakin besar jumlah anggota keluarga, konsumsi pangan keluarga cenderung sedikit dibandingkan pada keluarga dengan anggota keluarga sedikit. Hubungan antara karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi pangan Terdapat hubungan signifikan negatif (p=0.002, r=-0.302) antara pendidikan ibu dengan tingkat kecukupan energi. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Ajao et al. (2010) yang menunjukkan bahwa pendidikan ibu yang rendah akan
24
menyebabkan tingkat kecukupan energi semakin rendah. Hasil uji hubungan yang negatif ini dapat diperoleh karena anak usia sekolah dasar sekarang semakin mudah mengakses jajanan berlemak dan berkalori tinggi dengan higienitas yang buruk karena harga yang murah, rasa yang dapat diterima/enak, dan kurang didukung oleh pengawasan orang tua. Ibu dengan pendidikan tinggi cenderung bekerja sehingga waktu pengawasan terhadap anak terbatas. Hal ini mengakibatkan ibu akan memberikan uang saku lebih untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Pada saat ini perilaku jajan anak sekolah dasar semakin buruk. Penelitian Syafitri (2009) mengemukakan bahwa frekuensi jajan anak di salah satu sekolah dasar di Kota Bogor lebih dari 11 kali/minggu dengan 6-7 jenis makanan ringan dan 6-8 jenis minuman. Perilaku jajan yang khas ini dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi energi yang berlebihan (Amourisva 2015). Terdapat hubungan signifikan negatif antara pendapatan keluarga dengan tingkat kecukupan energi (p=0.014, r=-0.246). Ini menjelaskan bahwa semakin rendah pendapatan keluarga makan kecukupan energi semakin tinggi. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Sorhaindo & Feinstein (2006) bahwa rumah tangga dengan keterbatasan ekonomi cenderung mengkonsumsi makanan dengan kualitas dan kuantitas yang buruk. Keluarga ini cenderung mengkonsumsi makanan dengan kandungan lemak dan gula yang tinggi (padat energi) dan cenderung tidak membeli makanan dengan kandungan zat gizi yang baik, seperti buah dan sayur karena khususnya buah harganya relatif lebih mahal. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0.000, r=-0.406). Hubungan signifikan negatif juga ditunjukkan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0.000, r=-0.364). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Sandjaja et al. (2013) yang menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi berhubungan positif dengan status gizi. Hasil hubungan negatif dapat diperoleh karena metode food record 2 x 24 jam belum cukup mampu untuk menggambarkan kebiasaan konsumsi, sementara status gizi yang diestimasi berdasarkan IMT/U merupakan dampak dari konsumsi yang bersifat jangka panjang. Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan signifikan positif antara pendidikan ayah (p=0.000, r=0.385), pendidikan ibu (p=0.001, r=0.337) dan pendapatan keluarga (p=0.000, r=0.487) dengan prestasi belajar contoh. Hal ini berarti bahwa dengan semakin tinggi pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga, maka semakin baik pula prestasi belajar contoh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Dubow et al. (2009) yang menunjukkan bahwa tingkat pendapatan, status ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan orangtua akan berpengaruh positif terhadap pendidikan anak pada usia kanak-kanak. Orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung memotivasi anaknya untuk belajar dengan cara menyediakan fasilitas belajar yang memadai, memberikan pelajaran tambahan di luar sekolah baik pelajaran sekolah maupun kesenian. Orangtua dengan pendapatan lebih tinggi juga akan memberikan penghargaan untuk
25
anaknya atas prestasi belajar yang dicapai anaknya sehingga akan semakin termotivasi untuk berprestasi. Hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan signifikan (p=0.786, r=-0.030) antara tingkat kecukupan energi dengan prestasi belajar. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Bellisle (2004) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kecukupan energi, protein, karbohidrat, dan konsentrasi gula darah dengan peningkatan nilai kognitif. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Overby et al. (2013) yang dilakukan pada 475 subjek di Norwegia menunjukkan bahwa anak dengan peningkatan kecukupan energi mengakibatkan menurunnya prestasi belajar karena pemilihan konsumsi pangan yang tidak sehat seperti minuman manis, jajanan gurih, junk food, cokelat dan permen. Pemenuhan zat gizi serta pemilihan jenis pangan yang baik dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Namun demikian, pemenuhan zat gizi bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar diantaranya adalah faktor individu (misal motivasi dan minat), keluarga dan sosial. Tingkat kecukupan protein dan asam amino tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan prestasi belajar contoh. Namun demikian, tingkat kecukupan protein dan asam amino pada contoh dengan prestasi baik adalah lebih tinggi daripada contoh dengan prestasi kurang. Hasil ini sejalan dengan hasil review literature Ross (2010) bahwa konsumsi protein dapat meningkatkan performa belajar. Konsumsi protein akan menghasilkan konsentrasi asam amino yang dibutuhkan oleh otak untuk memproduksi neurotransmitter seperti serotonin, norepinefrin, dopamin dan asetilkolin untuk menjaga otak agar tetap berfungsi normal. Uji korelasi Spearman juga dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara jumlah kelompok pangan yang dikonsumsi dengan prestasi belajar. Hubungan yang signifikan terlihat pada kelompok daging dan unggas serta produk olahan kedua pangan tersebut (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi daging dan unggas diikuti oleh semakin meningkatnya prestasi belajar pada anak usia SD di kota Bogor. Berdasarkan penelitian Bryan et al. (2004) bahwa pangan unggas, ikan, serealia, dan telur dapat meningkatkan performa kognitif karena pangan tersebut kaya akan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) omega-3. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk melihat hubungan antara proporsi protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar. Proporsi protein hewani cenderung berhubungan positif dengan prestasi belajar (p=0.060, r=0.189) sebaliknya proporsi protein nabati cenderung berhubungan negatif/berkebalikan dengan prestasi belajar (p=0.060, r=-0.189). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan asupan protein hewani cenderung meningkatkan prestasi belajar daripada peningkatan konsumsi protein nabati. Penelitian Hullet (2010) dalam desertasinya mengemukakan bahwa konsumsi protein hewani dapat meningkatkan prestasi belajar karena mutu cerna protein hewani yang baik, serta mengandung mikronutrien seperti vitamin dan mineral yang dapat mendukung proses belajar.
26
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar (54%) contoh adalah berumur 11 tahun (54%) dan 51% adalah perempuan. Uang jajan sebagian besar (61%) contoh tergolong kecil, yaitu dibawah Rp 6000,00 per hari. Sebanyak 90% contoh memiliki status gizi yang tergolong normal. Sebanyak 34% ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta dan 63% ibu contoh adalah ibu rumah tangga. Pendidikan ayah contoh sebagian besar (45%) telah menyelesaikan SMA dan ibu contoh (45%) berpendidikan kurang dari SMA. Ukuran keluarga 47% contoh termasuk kategori sedang dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang. Sebanyak 68% keluarga contoh termasuk kategori mampu. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh masih tergolong kurang karena berada di bawah 80%. Tingkat kecukupan asam amino contoh masih tergolong kurang karena masih berada di bawah 100%. Konsumsi protein hewani contoh berkisar antara 37.8% – 43.2% dan sisanya adalah protein nabati. Tidak terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecukupan protein dan asam amino dengan prestasi belajar, namun tingkat kecukupan protein dan asam amino pada kelompok anak dengan prestasi kategori baik cenderung lebih tinggi daripada kategori kurang. Selain itu, terdapat kecenderungan hubungan signifikan antara proporsi protein hewani dan nabati dengan prestasi belajar. Pada contoh dengan prestasi baik cenderung mempunyai asupan protein hewani lebih banyak daripada contoh dengan presati kurang. Sebaliknya, contoh dengan prestasi kurang cenderung menunjukkan asupan protein nabati yang lebih banyak daripada contoh dengan prestasi baik.
Saran Berdasarkan hasil penelitian diperlukan peningkatan asupan protein, terutama protein hewani di kalangan anak Sekolah Dasar (SD). Hal ini penting untuk dilakukan demi mendukung terbentuknya kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik. Upaya ini salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan gizi baik kepada anak Sekolah Dasar (SD), orang tua, dan guru. Penelitian lebih lanjut dan mendalam dalam konteks gizi dan prestasi belajar penting dilakukan mengingat pembentukan generasi yang berkualitas sangat penting dalam upaya kebangkitan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
27
Agus F. 2014. Analisis hubungan sarapan pagi, konsumsi pangan, dan status gizi dengan prestasi belajar anak Sekolah Dasar Negeri Papandayan Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ajao KO, Ojofeitimi EO, Adebayo AA, Fatusi AO, Afolabi OT. 2010. Influence of family size, household food security status, and child care practices on the nutritional status of under-five children in lle-lfe, Nigeria. Afr J Reprod Health 14(4) : 117-26. Alamin RL, Syamsianah A, Mufnaetty. 2014. Hubungan sarapan pagi di rumah dan jumlah unag saku dengan konsumsi makanan jajanan di sekolah pada siswa SDN Sukorejo 02 Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang 3(1):41-50. Almatsier S. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia. Amourisva SA. 2015. Kontradiksi kebiasaan jajan pada anak usia sekolah dasar. Majority 4(8) : 143-146. Ariani M. 2015. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan. Bogor (ID) : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bellamy C. 1998. The State of the World’s Children 1998. New York (US) : Oxford University Press. Bellisle F. 2004. Effects of diet on behaviour and cognition in children. British Journal of Nutrition 92 : 227-232. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2009. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID) : BKKBN. Block W. 2015. Nourish Your Brain with Amino Acid. November 2015. USA (US) : Life Enhancement Product Inc. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah dan persentase penduduk miskin, indeks, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), dan Garis Kemiskinan menurut kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2012-2013. [Internet]. Diunduh 10 Juni 2016. Tersedia pada http://jabar.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/49 ______________________. 2015. Bogor dalam Angka 2015. [Internet]. Diunduh 10 Juni 2016. Bryan J. Osendarp S. Hughes D. Calvaresi E, Baghurst K, Klinken J. 2004. Nutrients fr cognitive development in school aged children. Nutrition Reviews 62(8) : 295-306. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta (ID) : Depkes RI. _____________________________. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta (ID): Depkes RI. [DiFE] Department of Epidemiology of the German Institute of Human Nutrition Postdam-Rehbrucke. 2011. Multiple Source Method (MSM) for estimating
28
usual dietary intake from short-term measurement data: User guide. EFCOVAL. Work package WP3A. Dubow EF, Boxer P, Huesmann LR. 2009. Long-term effects of parent‟s education on children‟s educational and occupationa; success: mediation by family interactions, child agression, and teenage aspirations. Wayne State Univ Press 55(3): 224-249. Dwiriani CM, Aries M, Ervina. 2009. Modul Praktikum Gizi Dalam Daur Kehidupan. Bogor (ID) : Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Dwiriani CM, Kustiyah L, Damayanti E, Khusnul K, Mudjajanto ES. 2013. Pendidikan gizi informal kepada penjaja makanan untuk peningkatan keamanan pangan jajanan anak sekolah dasar. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik.[Terhubung Berkala] http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/view/3391 Erikson J. 2006. Brain food: the real dis on nutrition and brain function. WisKids Journal, November/December. [FAO]. Food and Agriculture Organization. 2013. Dietary Protein Quality Evaluation Of Human Nutrition. Rome (EU) : Food and Agriculture Organization of United Nation. Firmansyah, Afzalani, Farhan M. Keanekaragaman dan kecukupan konsumsi penagan hewani dalam hubungannya dengan kualitas sumberdaya manusia keluarga di provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora 12(1):63-70. Gail C, Rampersaud MS, Mark AP, Beverly LG, Adams J, Metzl JD. 2005. Breakfast habits, nuttitional status, body weight, and academic performance in children and adolescents. J Am Diet Assoc 105 : 743-760. Ghazvini SD & Khajehpour M. 2011. Gender differences in factors affecting academic erformance of high school students. Third World Conference of Educational Sciences 15:1040-1045 [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID) : Badan penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan Gizi Masyarakat dan Sumber Berdaya Keluarga. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, IPB. Herman S. 2007. Masalah kurang vitamin A (KVA) dan penanggulangannya. Media Litbang Kesehatan 17(4):40-44.
prospek
Hullet JL. 2010. The effects of animal source foods on school performance among primary school children in rural Kenya. [Desertasi]. Los Angeles (US) : University of California. Irawati A. 2000. Faktor determinan status gizi dan anemia murid SD di desa IDT penerima PMT-AS di Indonesia. http://digilib.ekologi.litbang.depkes.go.id .[Terhubung Berkala]. 02 Mei 2016.
29
Lee DER. 2014. Children‟s protein connsumption in southeast asia: Consideration of quality as well as quantity of childrenn‟s protein consumptio in southeast asia. Wahrton Research Scholars Journal. 1-30 Madanijah S. 2004. Pendidikan Gizi dalam Pengantar Pengadaan Pangan dan Gizi. Jakarta (ID) : Penebar Swadana. Overby NC, Ludemann E, Hoigaard R. 2013. Self-reported learning difficulties and dietary intak in Norwegian adolescents. Scand J Public Health 41(7) : 754-760. Parengkuan RR, Mayulu N, Ponidjan T. 2013. Hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di kota Manado. Artikel. Manado (ID) : Universitas Sam Ratulangi. Punitha VC. Amudhan A, Sivaprakasam P, Rathnaprabhu V. 2014. Pocket money : influence on body mass index and dental caries among urban adolescents. Journal of Clinical and Diagnostic Research 8(12) : 10-12. Ridwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung (ID): PT. Alfabeta. Ross A. 2010. Nutrition and Its Effects on Academic Performance, How Can Our Schools Improve?. Michigan (US) : Northern Michigan University. Sandjaja, Budiman B, Harahap H, Ernawati, Soekatri, Widodo, Sumedi E, Rustan E, Sofia G, Syarief SN et al. 2013. Food consumption and nutritional and biochemical status of 0.5-12 years old Indonesian children : the SEANUTS study. British Journal of Nutrition 110 : 11-20. Schaafsma G. 2000. The Protein Digestibility-Corrected Amino Acid Score. J Nutr 130 : 1865-67. Setiawan N. 2006. Perkembangan konsumsi protein hewani di Indonesia : analisis hasil survey sosial ekonomi nasional 2002-2005. Jurnal Ilmu Ternak 6(1): 68-74. Shah AA, Syeda ZF, Bhatti SH. 2014. Pocket money as a proxy for family income. International J. Soc. Sci & Education 2(4) : 688-693. Shariff ZM, Bukhari SS, Othman N, Hashim N, Ismail M, Jamil Z, Kasim SM, Paim L, Samah BA, Hussein ZAM. 2008. Nutrition education intervention improves nutrition knowledge, attitude and practices of primary school children: A pilot study. International Electronic Journal of Health Education. 11:119-132. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta (ID) : PT. Rineke Cipta. Soediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID) : Dian Rakyat. Sorhaindo A & Feinstein L. 2006. What is the Relationship between Child Nutrition and School Outcomes?. London (UK) : Institute of Education.
30
Suryaalamsyah II. 2009. Konsumsi fast food dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Syafitri Y, Syarief H, Baliwati YF. 2009. Kebiasaan jajan siswa sekolah dasar (studi kasus di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor). Jurnal gizi dan pangan 4(3) : 167-175. [WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html [Terhubung berkala]. 14 Mei 2016. Zuriah N. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan (Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik). Jakarta (ID) : Bumi Aksara.
31
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji Spearman tingkat kecukupan zat gizi dengan prestasi belajar
Lampiran 2 Hasil uji Pearson proporsi konsumsi pangan protein hewani dan nabati terhadap prestasi belajar
Lampiran 3 Hasil uji Spearman konsumsi pangan protein dengan prestasi belajar
32
Lampiran 4 Hasil uji hubungan Spearman konsumsi pangan protein dengan prestasi belajar
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1994 dari pasangan Lok Chi Fung dan Yanti Mariana. Penulis merupakan anak satu-satunya dalam keluarga. Penulis memulai pendidikan dari SD Harapan Bunda pada tahun 20002006. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMP Tunas Agung pada tahun 2006-2009 dan SMAK Kalam Kudus II pada tahun 2009-2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) mengambil mayor Ilmu Gizi melalui jalur SNMPTN Tulis. Selama masa studi, penulis merupakan pengurus Ecoagriafarma pada tahun 2013 sebagai wakil ketua organisasi. Penulis juga pengurus aktif Badan Konsultasi Gizi pada tahun 2014 hingga 2016 dengan kegiatan memberikan konseling gizi pada acara-acara pelayanan kesehatan serta menjadi vendor perusahaan Unilever pada tahun 2015. Penulis juga aktif dalam organisasi kepanitiaan acara seperti seminar nasional Nutrition Fair 2014 dan Nutrition Fair 2015. Penulis juga mengikuti kegiatan Gizi Bakti Masyarakat pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis juga mengikuti internship di perusahaan MWA Training & Consulting dalam bidang pengembangan potensi pangan lokal. Pada pertengahan tahun 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata-Profesi (KKN-P) di desa Nanggung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 2 bulan. Selama KKN-P, penulis melakukan kegiatan pendampingan balita gizi kurang, pemberian pendidikan gizi untuk anak SD, dan revitalisasi kegiatan ibu-ibu PKK. Menjelang 2 bulan setelah KKN-P, penulis melakukan internship di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK) selama 5 minggu. Topik kajian selama internship di RS PIK adalah Manajemen Servis dan Pengelolaan Makanan (MSPM) dan Manajemen Asuhan Gizi Klinis (MAGK) dengan kasus anak dengan Kawasaki Syndrome, kasus kanker ovarium, dan kasus luka bakar. Selama kuliah, penulis juga mendapatkan beasiswa PPA sebanyak 2 periode dan beasiswa Goodwill International selama 1 periode. Penulis juga dipercaya oleh Departemen Gizi Masyarakat untuk mendampingi mahasiswa internasional dari Malaysia, Korea, dan Thailand untuk mengetahui tentang perkuliahan di Departemen Gizi Masyarakat serta adat dan budaya di Indonesia.