e ANALISIS EFISIENSI DENGAN PENDEKATAN DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DAN PENDAPATAN USAHATANI TALAS DI KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR
REYNA VELAYATI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pendapatan Usahatani Talas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2013
Reyna Velayati NIM H44090077
ABSTRAK REYNA VELAYATI. Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pendapatan Usahatani Talas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NOVINDRA. Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang merupakan sentra produksi talas di Kecamatan Cijeruk. Penggunaan input-input produksi yang tepat berperan penting dalam produksi yang berkualitas. Penggunaan input-input produksi yang berlebih dapat menurunkan kualitas produksi yang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat efisiensi usahatani talas dan menganalisis pendapatan usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Tingkat efisiensi usahatani talas dianalisis dengan Data Envelopment Analysis (DEA). Pendapatan usahatani talas dianalisis dengan analisis R/C rasio. Hasil analisis tingkat efisiensi usahatani talas menunjukkan bahwa terdapat 1 orang petani yang tidak efisien dalam menggunakan input-input produksi talas di Desa Tajur Halang, sedangkan di Desa Cipelang terdapat 6 orang petani yang tidak efisien dalam menggunakan input-input produksi talas. Pendapatan usahatani talas bagi petani yang tidak efisien memiliki pendapatan lebih rendah dibandingkan petani yang efisien di kedua desa yaitu Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang. Besarnya pendapatan petani yang tidak efisien di Desa Tajur Halang sebesar Rp.(939.000) per m2, sedangkan di Desa Cipelang sebesar Rp 6 976 584 per m2. Dilihat dari status kepemilikan lahan, pada Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, pendapatan usahatani yang memiliki lahan sendiri lebih rendah daripada petani menggarap lahan garapan. Besarnya pendapatan usahatani yang memiliki lahan sendiri di Desa Tajur Halang sebesar Rp.(1.359.478) per m2, sedangkan pendapatan usahatani yang menggarap lahan garapan sebesar Rp 4.296.613 per m2. Lain halnya dengan Desa Tajur Halang, besarnya pendapatan usahatani yang memiliki lahan sendiri di Desa Cipelang sebesar Rp 5 619 186.63, sedangkan pendapatan usahatani yang menggarap lahan garapan sebesar Rp 9 363 100.87. Hal ini terjadi karena petani yang menggarap lahan Perhutani di Desa Cipelang tidak mengeluarkan biaya sewa atau biaya pajak tanah. Berdasarkan luas lahan yang digunakan, pendapatan usahatani di Desa Tajur Halang pada luas lahan lebih dari 1.633 m2 memiliki nilai paling tinggi dibanding luas lahan lainnya, yaitu sebesar Rp.8.018.627. Di Desa Cipelang, pendapatan usahatani pada luas lahan lebih dari 3.377 m2 memiliki nilai paling tinggi dibanding luas lahan lainnya, yaitu sebesar Rp 14.474.742.44.. Kata kunci: Data Envelopment Analysis (DEA), efisiensi, pendapatan usahatani, talas.
ABSTRACT REYNA VELAYATI. Analysis of Efficiency with Data Envelopment Analysis (DEA) Approach and Taro Farming Income in Cijeruk District, Bogor Regency. Under direction of NOVINDRA. Tajur Halang and Cipelang villages are the main area of taro production in Cijeruk district. The appropriate input on farming system plays an important role on high quality production. Over input could reduce optimalization of quality production. This research is conducted to analyze the efficiency of taro farming system and income generating of taro farmers in Tajur Halang and Cipelang Village, Cijeruk District, Bogor Regency. The efficiency of taro farming system was analyzed by using Data Envelopment Analysis. Income generating of taro farmer was analyzed by using R/C ratio analysis. The result showed that one of taro farmer from Tajur Halang Village has inefficient taro input production, as same as six farmers from Cipelang Village. The farmers in Tajur Halang Village and Cipelang village who are conducted with not inefficient farming system has lower income generating than efficient farming system. The Tajur Halang farmer’s income is IDR (939 000) per m2, while The Cipelang farmer’s income is IDR (6 976 584) per m2. Based on ownership perspective, the farmer who has their own land has lower income generating than the farmer who hasn’t their own land. In Tajur Halang Village, the farmer’s income who has their own land is IDR (1 350 478) per m2, as same as IDR 5 619 186.63 per m2 in Cipelang Village. In the other hand, the farmer;s income who hasn’t their own land in Tajur Halang Village is IDR 4 296 613 per m2, as same as IDR 9 363 100.87 per m2 in Cipelang Village. It is because of the farmer who is using Perhutani land in Cipelang village are not spending the money from land rent or land tax. Based on the cover area, income generating of the farmers with more than 1 633 m2 has the highest income generating than the other size of the cover land, with income generating around IDR 8 018 627 in Tajur Halang Village. In the other hand, Income generating of the farmers with more than 3 377 m2 has the highest income generating than the other size of the cover land, with income generating around IDR 14 474 7 in Cipelang Village. Key words: Data Envelopment Analysis (DEA), efficiency, farmer income, taro.
ANALISIS EFISIENSI DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DAN PENDAPATAN USAHATANI TALAS DI KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR
REYNA VELAYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pendapatan Usahatani Talas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Nama : Reyna Velayati NIM : H44090077
Disetujui oleh
Novindra SP, M.Si. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul penelitian penulis adalah Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pendapatan Usahatani Talas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor yang dilaksanakan pada Bulan Juni 2013 hingga Juli 2013. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Ayah dan ibu tersayang, Rizky, Teh Iya, Dessi, atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, masukan dan dukungan yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Bapak Novindra SP, MSi. selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis dengan penuh kesabaran. 3. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku penguji utama dan Ibu Nuva SP, MSi. selaku dosen perwakilan dari Departemen ESL. 4. Bapak Rahmat dan Bapak Handa yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. 5. Rekan satu bimbingan: Intan, Fitri, Naelis, Astari, Rere, Alfi, Yuni, dan Diena atas berbagai kebersamaan, doa, dan semangat, bantuan, dan dukungan kalian selama ini. 6. Spesial untuk Adinna, Aisya, Nando, Abhe, Gugat, Bida, Romil, Fato, Qyqy Yasmin, Charra, dan Febi yang sangat banyak membantu serta teman-teman ESL 46 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 7. Teman satu kamar asrama Nefi, Endi, dan Endah yang telah memberikan banyak saran dan motivasi kepada penulis. 8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidik Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait. Bogor, Desember 2013 Reyna Velayati
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Perumusan Malasah ......................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................
6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
8
2.1. Karakteristik Talas (Colocasia esculenta) ....................................
8
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu .....................................................
8
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................
12
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................
12
3.1.1. Konsep Usahatani ..............................................................
12
3.1.1.1. Biaya Usahatani ....................................................
13
3.1.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani ..............................
13
3.1.1.3. Konsep Pengukuran Keuntungan dengan Revenue Cost Ratio ...............................................
14
3.1.2. Kerangka Pengukuran Efisiensi .........................................
14
3.1.2.1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) .........
15
3.1.2.1.1. Model Charnes, Cooper, Rhodes
IV.
(CCR) ………………………………...
18
3.1.2.1.2. Model Banker Charnes Cooper (BCC)
20
3.2. Kerangka Pemikiran Operational .................................................
22
METODE PENELITIAN .................................................................
25
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................
25
4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................................
25
4.3. Metode Pengambilan Sampel ............................................................
25
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................
26
V.
4.4.1. Analisis Tingkat Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk .................
27
4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk .................
28
GAMBARAN UMUM .........................................................................
31
5.1. Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Desa Tajur Halang ............
31
5.2. Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Desa Cipelang ...................
31
5.3. Gambaran Umum Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang .................................................................................
33
5.4. Karakteristik Petani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang …………………………………………………………..
34
5.4.1. Umur dan Pengalaman Usahatani Petani Talas ..................
34
5.4.2. Jumlah Tanggungan Petani Talas .......................................
36
5.4.3. Luas Lahan ..........................................................................
37
ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TALAS DI DESA TAJUR HALANG DAN DESA CIPELANG ..................................................
38
6.1. Analisis Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang ..............
38
6.2. Analisis Efisiensi Usahatani Talas di Desa Cipelang .....................
41
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TALAS DI DESA TAJUR HALANG DAN DESA CIPELANG, KECAMATAN CIJERUK .............................................................................................
45
7.1. Keragaan Usahatani ........................................................................
45
7.1.1. Subsistem Sarana Produksi ..................................................
45
7.1.1.1. Bibit ......................................................................
45
7.1.1.2. Pupuk ....................................................................
45
7.1.1.3. Tenaga Kerja .........................................................
46
7.1.1.4. Alat-alat Pertanian ................................................
47
7.1.1.5. Biaya Sewa Lahan ................................................
47
7.2. Penerimaan Usahatani .....................................................................
48
VI.
7.2.1. Penerimaan Usahatani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan .................................................................................
49
7.2.2. Penerimaan Usahatani Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan ............................................................................
49
7.3. Analisis Biaya Usahatani Talas ......................................................
51
7.3.1. Analisis Biaya Usahatani Talas di Desa Tajur Halang .......
51
7.3.1.1. Analisis Biaya Usahatani Talas Berdasarkan Karakteristik Lahan di Desa Tajur Halang ..............
51
7.3.2. Analisis Biaya Usahatani Talas di Desa Cipelang ..............
54
7.3.2.1. Analisis Biaya Usahatani Talas Berdasarkan Karakteristik Lahan di Desa Cipelang ..................
55
7.4. Analisis Pendapatan Usahatani Talas ..........................................
57
7.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Desa Tajur Halang …………………………………………………….
57
7.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Desa Cipelang .....
57
7.5. Analisis R/C Rasio ......................................................................
60
7.5.1. Analisis R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang
60
7.5.2. Analisis R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang ......
63
VIII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................
66
8.1. Simpulan ....................................................................................
66
8.2. Saran ...........................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
69
LAMPIRAN ...................................................................................................
73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
85
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2007-2011
1
2.
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2011 .........................................................
2
Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas di Kabupaten Bogor Tahun 2007 ................................................................................................
3
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2007-2011 ......................................................
4
5.
Perkembangan Produksi Talas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2011 ..........
4
6.
Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pendapatan Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya ....................
11
7.
Kasus Dua Input X1 dan X2 dengan Output Y ........................................
17
8.
Matriks Analisis Data ................................................................................
26
9.
Sebaran Petani Talas Berdasarkan Umur pada Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Tahun 2013 ..........................................
35
10. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Tahun 2013 .................................
36
11. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Jumlah Tnaggungan di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Tahun 2013 ....................................................
36
12. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Luas Lahan di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Tahun 2013 ................................................................
37
13. Data Input dan Output Usahatani Talas ....................................................
38
14. Skor Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang ..............................
39
15. Skor Efisiensi Usahatani Talas di Desa Cipelang .....................................
42
16. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Tajur Halang Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013 ...................
52
17. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Tajur Halang Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013 ................
53
18. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Cipelang Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013 ................
55
3. 4.
19. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Cipelang Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013 .............
56
20. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang per m2 Tahun 2013 ......................
61
21. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang per m2 Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013 ...............................................................
62
22. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang per m2 Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013 .....................................................................
63
23. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per m2 Tahun 2013 .............................
64
24. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per m2 Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013 ...............................................................
64
25. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per m2 Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013 ..............................................................................
66
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Efisiensi Frontier Data pada Tabel 1 .........................................................
19
2.
DMU yang Inefisien diubah menjadi Efisien jika Output Y Tetap ...........
18
3.
Perbandingan Model CCR dan Model BCC .............................................
4.
Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................................
19
5.
Total Potential Improvements Desa Tajur Halang ....................................
39
6.
Plot Analisis dengan Konsep Maximizing Output Desa Tajur Halang .....
40
7.
Perbaikan Angka Efisiensi Petani Talas yang Belum Efisien Desa Tajur Halang .......................................................................................................
41
8.
Hasil Total Potential Improvements Desa Cipelang .................................
42
9.
Plot Analisis dengan Konsep Maximizing Output Desa Cipelang ...........
43
10. Perbaikan Angka Efisiensi Petani Talas yang Belum Efisien Desa Cipelang ....................................................................................................
44
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Karakteristik Petani Talas di Desa Tajur Halang ......................................
2.
Karakteristik Petani Talas di Desa Cipelang ............................................. 76
3.
Total Biaya Usahatani Talas di Desa Tajur Halang ..................................
4.
Total Biaya Usahatani Talas di Desa Cipelang ......................................... 78
5.
Perhitungan Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Tahun 2013 ...................................................
79
Perhitungan Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang Tahun 2013 .........................................................
80
Kuesioner Penelitian .................................................................................
81
6. 7.
75
77
1 I.
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Peran sektor pertanian cukup krusial yaitu sebagai penyedia bahan makanan bagi masyarakat, penyerap tenaga kerja, dan penghasil devisa negara1. Pada tahun 2011, sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 14.7%2. Selain itu sektor pertanian juga memegang peranan strategis sebagai sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) tahun 2012 mencatat rata-rata penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian periode 2004-2011 sebesar 33.51%.3 Salah satu subsektor pertanian unggulan di Indonesia adalah tanaman pangan. Subsektor tanaman pangan memberikan kotribusi terhadap produk domestik bruto sektor pertanian cukup besar. Kontribusi subsektor tanaman pangan merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan kontribusi sub sektor lain. Kontribusi subsektor tanaman pangan dalam produk domestik bruto sektor pertanian tahun 2007 hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menjelaskan bahwa rata-rata kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura terhadap sektor pertanian pada tahun 2007-2011 berada pada posisi tertinggi, yaitu sebesar 48.83%. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 20072011 Kontribusi per tahun (%) Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
2007
Rata-Rata Kontribusi (%)
2008
2009
2010
2011
48.92
48.81
48.90
48.95
48.56
48.83
15.07 11.32 6.67 18.03
14.79 11.62 5.63 19.15
12.99 12.24 5.26 20.60
13.81 12.11 4.90 20.23
14.08 11.85 4.74 20.77
14.15 11.83 5.44 19.76
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah (2013) 1
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=4 diunduh pada tanggal 26 Desember 2012 2 http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_banner1.pdf diunduh pada tanggal 26 Desember 2012 3 http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/2012/Laporan-kinerja-kementan2011.pdf diunduh pada tanggal 26 Desember 2012
2
Subsektor tanaman pangan terdiri dari padi, kacang tanah, kacang kedelai, dan umbi-umbian. Salah satu komoditas umbi-umbian yang memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi adalah talas. Talas merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis serta tidak memerlukan pengairan. Di Indonesia talas bisa dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai ke pegunungan di atas 100 mdpl, baik liar maupun ditanam. Bogor dan Malang terkenal sebagai penghasil beberapa kultivar talas yang enak rasa umbinya (Sastrapradja, 1977). Tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber bahan pangan dan bahan baku industri, tetapi juga untuk pakan ternak. Pengembangan budidaya talas secara intensif dan berpola agribisnis berperan penting dalam meningkatkan citra talas sebagai komoditas pangan yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Talas prospektif untuk dikembangkan dan menguntungkan, karena hampir seluruh bagian tanaman talas dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki komposisi dan kandungan gizi yang cukup (Dirjen Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002). Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2011 Luas ProduktiProduksi Panen vitas Tahun (Ton) (Ha) (Ton/Ha) 2007 922 12 912 14.00 2008 956 13 385 14.00 2009 1 058 14 996 14.17 2010 1 098 15 855 14.44 2011 877 12 846 14.65 Rata-rata Laju Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan (%) Luas Produksi Produktivitas Panen 3.69 3.66 -0.02 10.67 12.04 1.23 3.78 5.73 1.88 -20.13 -18.98 1.44 -0.50 0.61 1.13
Sumber : Laporan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, diolah (2013)
Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2012), rata-rata laju pertumbuhan produktivitas talas di Kabupaten Bogor meningkat sebesar 1.13 persen setiap tahunnya. Produksi talas berfluktuasi dari tahun ke tahun, pada tahun 2007 produksi talas sebesar 12 912 ton. Terjadi peningkatan produksi talas pada tahun 2008 sebesar 473 ton, tahun 2009 sebesar1 611 ton dan tahun 2010 sebesar 859 ton. Pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi talas sebesar
3 3.009ton. Berdasarkan Tabel 2, produksi talas di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan setiap tahunnya namun pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi talas sebesar 3 009 ton dibanding tahun 2010. Penurunan produksi talas pada tahun 2011 terjadi karena penurunan luas panen seluas 221 hektar. Sentra produksi talas di Kabupaten Bogor berada di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Kemang, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Sukaraja. Luas panen, produksi, dan produktivias talas di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas di Kabupaten Bogor Tahun 2011 Kecamatan Cigudeg Sukajaya Kemang Cijeruk Megamendung Sukaraja Total
Luas Panen (Ha) 30 25 24 147 92 33 351
Produksi (Ton) 438 353 367 2 109 1 322 469 5 058
Produktivitas (Ton/Ha) 14.60 14.12 15.29 14.35 14.37 14.21 86.94
Kontribusi Produksi (%) 8.66 6.98 7.26 41.70 26,14 9.27 100.00
Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2011, diolah (2013)
Tabel 3 menunjukkan bahwa kecamatan Cijeruk merupakan Kecamatan sentra produksi talas di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cijeruk memberikan kontribusi produksi sebesar 41.70 persen terhadap total produksi talas di Kabupaten Bogor. Dapat dilihat bahwa Kecamatan Cijeruk memiliki luas panen seluas 147 hektar dengan tingkat produksi sebesar 2 109 ton, serta produktivitasnya sebesar 14.35 ton per hektar jika dibandingkan dengan kecamatan lain. Perkembangan produksi talas di Kecamatan Cijeruk dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, pada tahun 2011 produksi talas di Kecamatan Cijeruk sebesar 2 109 ton, mengalami penrunan sebesar 1 294 ton (38.03 persen) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi talas pada tahun 2011 terjadi karenan adanya penurunan luas panen sebesar 93 hektar (38.75 persen) dibanding tahun 2010 yaitu 147 hektar pada tahun 2011 dan 240 hektar pada tahun 2010.
4
Namun, produktivitas mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 0.17 ton/hektar (1.18 persen). Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Talas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2007-2011 Luas Produksi Produktivitas Panen Tahun (Ton) (Ton/Ha) (Ha) 2007 258 2 177 13.78 2008 224 3 088 13.79 2009 197 2 821 14.32 2010 240 3 403 14.18 2011 147 2 109 14.35 Rata-rata Laju Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan (%) Luas Produksi Produktivitas Panen 41.77 41.85 0.05 -12.05 -8.65 3.87 21.83 20.63 -0.98 -38.75 -38.03 1.18 3.20 3.95 1.03
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, diolah (2013)
Sentra produksi talas di Kecamatan Cijeruk ada di beberapa desa, yaitu Desa Tajur Halang, Desa Cipelang, Desa Tanjung Sari, Desa Sukaharja, Desa Cijeruk, dan lain-lain. Produksi dan kontribusi produksi talas di Kecamatan Cijeruk dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Produksi Talas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2011 Desa Cipelang Tajur Halang Tanjung Sari Sukaharja Cijeruk Lain-lain Total
Produksi (Ton)
Kontribusi Produksi (%) 401 527 337 316 148 380 2 109
19 25 16 15 7 18 100
Sumber : Laporan Akhir Tahun UPT Caringin Kabupaten Bogor, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 5. Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang merupakan sentra produksi talas di Kecamatan Cijeruk. Desa Tajur Halang memberikan kontribusi produksi sebesar 25 persen dan Desa Cipelang memberikan kontribusi produksi sebesar 19 persen terhadap total produksi talas di Kecamatan Cijeruk. Jumlah produksi talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang pada tahun 2011 sebanyak 527 ton dan 401 ton.
5 1.2.
Perumusan Masalah
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi talas terbesar di Indonesia, khususnya di daerah Kabupaten Bogor. Peningkatan produksi talas di Bogor menunjukkan bahwa talas merupakan tanaman umbi-umbian yang cukup diminati oleh konsumen. Adanya daya dukung lahan, iklim, dan sumberdaya lainnya yang sesuai merupakan faktor pendorong untuk pengembangan komoditi talas. Usahatani talas di Kabupaten Bogor memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Begitu pula di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk terdapat peluang usaha talas yang dapat memberikan keuntungan. Berdasarkan hasil wawancara awal ke petani pada pra survei penelitian, diketahui bahwa petani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang menghadapi permasalahan berupa penurunan produksi tanaman talas. Hal ini terjadi karena adanya penurunan luas panen, hama penyakit yang menyerang pohon talas, serta penggunaan pupuk yang berlebihan menyebabkan hasil produksi tidak optimal. Penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak sesuai aturan mengakibatkan petani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang menjadi tidak optimal dan tidak efisien lagi dalam penggunaan input produksinya. Pada penelitian ini, permasalahan yang dihadapi petani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang ditinjau dalam dua aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek pendapatan usahatani dan aspek efisiensi.peninjauan dari kedua aspek tersebut dilakukan agar kendala-kendala yang dihadapi petani dapat diketahui secara empiris. Peninjauan terhadap aspek pendapatan usahatani dilakukan karena pendapatan yang diperoleh petani bergantung pada kualitas produksi yang dihasilkan dan jumlah penggunaan input serta jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Peninjauan terhadap aspek efisiensi juga dilakukan karena permasalahan yang terjadi diduga akibat penggunaan input produksi yang tidak efisien dalam usahatani. Usahatani dikatakan efisien apabila input-input yang digunakan optimal. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat efisiensi usahatani talas di Kecamatan Cijeruk? 2. Bagaimana pendapatan usahatani talas di Kecamatan Cijeruk?
6
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi penerapan SOP dan pendapatan usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk. Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka pertanyaan tersebut dapat dijawab sebagai berikut : 1.
Menganalisis tingkat efisiensi usahatani talas di Kecamatan Cijeruk;
2.
Menganalisis pendapatan usahatani talas di Kecamatan Cijeruk. 1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan SOP dalam proses budidaya talas terhadap pendapatan usahaani talas. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi, atau masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu antara lain : 1.
Bagi petani talas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penerapan SOP budidaya talas agar tercapainya usahatani yang lebih menguntungkan.
2.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dppat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan pembangunan usahatani talas di Kecamatan Cijeruk khususnya, serta Kabupaten Bogor umumnya.
3.
Bagi kalangan mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penelitian yang berkaitan dengan ushatani talas.
4.
Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengaplikasikan segala ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam berpikir dan menganalisis permasalahan yang ada di lapangan. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada petani talas yang tergabung dalam Kelompok Tani Maju di Desa Tajur Halang dan Kelompok Tani Mekar Sejahtera di Desa
7 Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupatan Bogor. Komoditas yang diteliti adalah talas dengan jenis talas Bogor yang ditanam dengan masa tanam 7-8 bulan. Sampel petani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang adalah petani yang mengusahakan lahan milik sendiri maupun lahan garapan. Analisis pendapatan usahatani talas dibedakan berdasarkan karakteristik lahan, yaitu luas lahan dan kepemilikan lahan di kedua desa.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Talas (Colocasia esculenta)
Talas merupakan tanaman pangan yang termasuk jenis herba menahun. Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 100 m dpl, baik liar maupun di tanam (Sastrapradja, 1977). Talas merupakan tanaman monokotil asli daerah tropis. Hasil ekspedisi Nikolai Ivanovich Vaviloc, seorang botanis dari Soviet, menunjukkan bahwa tanaman talas berasal dari daratan India dan Cina (Rukmana, 1998). Berdasarkan taksonominya tanaman talas dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermathophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
Genus
: Colocasia
Spesies
: Colocasia esculenta
Menurut Rukmana (1998) talas merupakan tanaman semusim, namun talas dapat menjadi tanaman tahunan (parenial). Talas merupakan tanaman yang memiliki karakteristik bersifat sukulen (herbaceous), yang berarti umbinya banyak mengandung air. 2.2.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Purnomo (2006) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (studi kasus: efisiensi teknis penggunaan lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja pada usahatani padi sawah di Jawa Tengah). Hasil penelitian ini diketahui bahwa dari 58 pengamatan,
9
hanya 19 pengamatan yang efisien (skor efisien = 100), sedangkan 39 pengamatan lainnya pada keadaan inefisien (skor efisien < 100). Hasil analisis metode DEA menunjukkan bahwa banyak petani yang tidak efisien dalam penggunaan jumlah input sebesar 67.24 persen sehingga perlunya penyuluhan kepada petani padi di Jawa Tengah. Pada musim tanam 2003 petani yang efisien secara teknis dalam penggunaan input hanya 32.76 persen, sedangkan pada tahun 2004 petani yang efisiensi secara teknis dalam penggunaan input hanya 28.21 persen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Data Envelopment Analysis (DEA). Said (2009) melakukan penelitian mengenai analisis evaluasi kelayakan tingkat awal usahatani talas Jepang di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa komoditas talas Jepang merupakan komoditas pertanian yang relatif baru dan memiliki peluang pasar cukup baik. Hasil perhitungan analisis menunjukkan bahwa pendapatan bersih yang diterima oleh petani sebesar Rp 47 665 000. Usahatani talas Jepang di Desa Bontotangnga cukup menguntungkan untuk diusahakan oleh petani. R/C rasio menunjukkan nilai 1.85 atau lebih besar dari satu. Maka usahatani talas Jepang dari aspek pendapatan layak diusahakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi keuntungan π dan analisis B/C rasio. Jumlah responden yang dipilih adalah 9 kepala keluarga. Marsudi (2010) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan beberapa usahatani sayuran daun di Kabupaten Pidie. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usahatani sayuran sawi merupakan jenis usahatani yang memiliki kemampuan untuk memberikan pendapatan yang paling besar dari setiap biaya produksi yang dikeluarkan. Nilai Return On Investment (ROI) dari sayuran sawi sebesar 112.03 persen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis Return On Investment (ROI). Model ini merupakan persentase kemampuan dari setiap pengeluaran yang telah dikeluarkan dalam suatu usaha untuk menghasilkan laba. Pengambilan sample dilakukan secara stratified random sampling. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah 26 orang yng terdiri dari 10 orang petani bayam, 8 orang petani kangkung, 4 orang petani selada, dan 4 orang petani sawi.
10
Nababan dan Sari (2010) melakukan penelitian berjudul Analisis efisiensi kredit Modal Ventura untuk Nelayan Perikanan Tangkap (Studi Kasus Nelayan di Kabupaten Tegal). Pada penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengetahui efisiensi relatif nelayan penerima kredit ventura dibandingkan nelayan bukan penerima. Hasil pada penelitian ini menunjukan bahawa terdapat 7 nelayan yang menerima kredit modal ventura ada 6 nelayan yang memiliki skor 100.00% atau efisien dalam melakukan usaha perikanan tangkap dan hanya 1 nelayan yang belum efisien mempunyai skor 98,32%, belum efisien karena baru menjadi penerima kredit modal ventura selama 1,5 tahun, sedangkan pada nelayan yang tidak menerima kredit modal ventura yang sudah efisien atau memiliki skor 100% ada 2 nelayan sedangkan 16 nelayan belum efisien yaitu berada pada skor 70-96%. Shifa (2010) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan tingkat produksi optimal usahatani pisang dengan penerapan standar prosedur (SPO) di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Hasil dari penelitian
ini
adalah
usahatani
pisang
dengan
penerapan
SPO
lebih
menguntungkan diusahakan pada lahan luas. Hal ini terlihat dari besarnya pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total, masing-masing sebesar Rp 35 149 001.67 dan Rp 32 888 516.66. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 7.57 dan nilai R/C rasio atas biaya total adalah 5.32. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Parulian (2010) melakukan penelitian mengenai analisis sektor unggulan perekonomian Nusa Tenggara Timur: analisis tingkat efisiensi dan ketergantungan antar sektor. Hasil peneitian diketahui bahwa dari 28 pengamatan terhadap sektor unggulan di NTT hanya 16 sektor yang sudah efisien (skor efisien = 1), sedangkan 12 sektor lainnya berada dalam keadaan inefisien (skor efisien <1). Dari hasil analisis metode DEA, sektor-sektor unggulan yang relatif efisien dapat diartikan bahwa sektor-sektor tersebut lebih mampu mengoptimumkan pemanfaatan inputinput yang berasal dari sektor hilirnya dibandingkan dengan sektor lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model DEA, analisis Location Quotient (LQ), dan analisis Tabel I-O.
11
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Said (2009), Marsudi (2010), Shifa (2010) adalah menganalisis pendapatan usahatani dengan menggunakan metode R/C rasio, sedangkan persamaan pada penelitian Purnomo (2006), Parulian (2010), serta Nababan dan Sari (2010) adalah metode pengolahan data menggunakan model Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur efisiensi penerapan SOP budidaya talas. Penjelasan lebih rinci mengenai persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Talas di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya No. Penelitian Persamaan Perbedaan Sebelumnya 1.
Purnomo (2006)
Metode pengolahan data menggunakan model DEA
Komoditas yang diteliti dan pemilihan lokasi penelitian
2.
Said (2009)
Metode pengolahan data menggunakan model R/C rasio
Komoditas yang diteliti dan pemilihan lokasi penelitian
3.
Marsudi (2010)
Meneliti mengenai analisis pendapatan usahatani
Metode pengolahan data menggunakan model analisis Return On Investment (ROI)
4.
Nababan dan Sari (2010)
Metode pengolahan data menggunakan model DEA
Komoditas yang diteliti dan pemilihan lokasi penelitian
5.
Shifa (2010)
Metode pengolahan data menggunakan model R/C rasio
Komoditas yang diteliti dan pemilihan lokasi penelitian
6.
Parulian (2010)
Metode pengolahan data menggunakan model DEA
Komoditas yang diteliti dan pemilihan lokasi penelitian
Sumber : Penulis (2013)
12
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, konsep usahatani, konsep biaya dan pendapatan, konsep pengukuran keuntungan, efisiensi, dan konsep Data Envelopment Analysis (DEA). 3.1.1. Konsep Usahatani Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan pada produksi lapang pertanian. Pada dasarnya unsur-unsur pokok usahatani terdiri atas lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Unsur-unsur tersebut memiliki peranan penting dalam kegiatan usahatani. Apabila suatu kegiatan usahatani tidak memiliki keempat unsur tersebut, maka usahatani tersebut kurang layak untuk dijalankan. Usahatani komersial adalah usahatani yang didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Soekartawi (2002), mengartikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal pada waktu tertentu. Pengalokasian dikatakan efektif jika dilakukan dengan sebaik-baiknya atau optimal sedangkan efisien jika pemanfaatan sumberdaya mampu menghasilkan output yang maksimal. Menurut Soekartawi, et al (1986) umumnya ciri usahatani yang ada di Indonesia antara lain memiliki lahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan terbatas dan kurang dinamik, sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan usahatani. Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik dengan melalui peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm).
13
3.1.1.1. Biaya Usahatani Menurut Hernanto (1991), biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Biayausahatani dapat dibedakan menjadi dua, antara lain : 1) Biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya. Biaya tunai terdiri dari biaya tunai tetap dan biaya tunai variabel. Biaya tunai tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air, sedangkan biaya tunai variabel antara lain biaya pemakaian bibit atau benih, pupuk, pestisida, dan tenaga luar keluarga; 2) Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usahataninya namun ikut diperhitungkan. Biaya tidak tunai juga terdiri dari biaya tidak tunai tetap dan biaya tidak tunai variabel. Biaya tidak tunai tetap antara lain biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan alat-alat pertanian,bunga kredit bank dan sebagainya, sedangkan biaya tidak tunai variabvel antara lain biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam pengolahan tanah dan pemanenan, serta jumlah pupuk kandang yang dipakai (Hernanto, 1991). Selain dua klasifikasi tersebut, dikenal pula biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi (actual cost) sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya penyusutan dan lain sebagainya. 3.1.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan merupakan balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan (manajemen). Pendapatan juga dapat didefinisikan sebagai hasil dari total penerimaan yang diperoleh petani dikurangi haril dari biaya yang dikeluarkan.(Soeharjo dan Patong, 1973). Soekartawi et al (1986), menyatakan bahwa besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan hasil kali harga jual produk dengan jumlah produksi total, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain: skala usaha, ketersediaan modal, tingkat harga
14
output, ketersediaan tenaga kerja keluarga, sarana transportasi, sistem pemasaran, kebijakan pemerintah dan sebagainya. Hernanto (1996), menyebutkan bahwa setiap kegiatan usahatani bertujuan agar mencapai produksi dalam bidang pertanian dan akhirnya produksi tersebut akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan selama masa produksi. Konsep inilah yang dikenal dengan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Aspek yang digunakan adalah harga yang belaku, dan penyusutan akan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk memperoleh keuntungan maksimum (Hernanto, 1996). 3.1.1.3. Konsep Pengukuran Keuntungan dengan Revenue Cost Ratio Penerimaan besar yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tidak selalu diikuti dengan keuntungan yang tinggi (Soeharjo dan Patong,1973). Setelah penerimaan dianalisis, pengukuran keuntungan juga perlu dilakukan. Salah satu metode pengukuran keuntungan adalah dengan Revenue Cost Ratio atau R/C Rasio. Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C ratio dapat menunjukan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut, sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. 3.1.2. Konsep Pengukuran Efisiensi Efisiensi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memproduksi output maksimal dengan menggunakan input dalam jumlah tertentu, atau kemampuan untuk memproduksi output dalam jumlah tertentu dengan menggunakan input minimal. Efisiensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memperoleh output yang tetap dengan menggunakan sumberdaya dalam jumlah yang minimal (Daraio dan Simar, 2007).
15
Fried et al (2008), mendefinisikan efisiensi sebagai perbandingan antara nilai yang diamati dan opimal output dan input. Perbandingan yang dilakukan dapat berupa perbandingan hasil pengamatan untuk output maksimum yang diperoleh dari input yang diberikan dalam jumlah tertentu, atau membandingkan hasil pengamatan untuk input minimum yang diperlukan untuk menghasilkan output dengan jumlah tertentu, atau kombinasi dari keduanya. 3.1.2.1. Model Data Envelopment Analysis (DEA) Metode Data Envelopment Analysis (DEA) diciptakan sebagai alat evaluasi kerja suatu aktivitas yang memerlukan satu macam input atau lebih dan menghasilkan satu macam output atau lebih. Secara sederhana pengukuran dinyatakan dengan rasio antara output terhadap input yang merupakan satuan pengukuran efisiensi atau produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial (Coper, 2002). Metode DEA dikembangkan pertama kali oleh Charnes et al (1978) untuk mengevaluasi efisiensi relatif Unit Pengambil Keputusan (UPK) atau Decision Making Unit (DMU) dalam sebuah organisasi dengan memberi bobot pada input dan output. Metode DEA beserta turunannya ini disebut model standar. Pada model ini setiap DMU memilih secara terpisah bobot-bobotnya untuk memaksimalkan efisiensi secara individual. Metode DEA memiliki asumsi bahwa setiap DMU akan memilih bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya. Setiap DMU akan menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan output yang berbeda pula, sehingga setiap DMU akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Penggunaan bobot yang bersifat tetap diterapkan secara seragam pada semua input dan output dari entitas yang dievaluasi dikenal sebagai konsep “Total Factor Productivity”. Dalam ekonomi konsep ini berlawanan dengan penggunaan bobot yang bersifat variabel berdasarkan ukuran terbaik yang dimungkinkan untuk setiap entitas yang dievaluasi dalam metode DEA (Cooper, 2002). Konsep yang digunakan DEA menawarkan keunggulan diantaranya: 1. Bisa menangani input dan output secara sekaligus. 2. Tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan variabel output.
16
3. Setiap unit analisis dibandingkan secara langsung dengan sesamanya. 4. Setiap variabel dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Hal yang penting dalam perhitungan efisiensi dengan metode DEA adalah pemberian bobot bervariabel antara perbandingan input dan output.perhitungan bobot dapat dilakukan dengan memilih bobot terbaik dalam sejumlah unit produksi yang dievaluasi. Pengertian bobot terbaik menurut Charnes et al (1978) adalah berdasarkan optimasi rasio output dan input yang mengacu pada tiga hal, yaitu: 1. Semua data dan semua bobot adalah positif (non negatif). 2. Rasio berkisar antara 0 dan 1. 3. Semua evaluasi didasarkan pada garis frontier. Bentuk data dengan k input dan l output yang dapat dianalisis dengan metode DEA adalah data pasangan (X,Y) dengan X adalah kombinasi input X1, X2, ..., Xk yang digunakan untuk memproduksi sejumlah output Y1, Y2, ..., Yl (Coooper, 2002) : X= dan Y= Model DEA paling dasar adalah CCR (Charnes, Cooper, Rhodes) yang dikembangkan tahun 1978 dan menggunakan asumsi dasar tingkat skala usaha (pengembalian) tetap. Dalam model ini untuk setiap entitas pengukuran dibentuk virtual input dan output yang pembobotannya vi (untuk input) dan ui (untuk output) memiliki nilai yang diketahui. Virtual input = v1.x10 + v2.x20 + ...+ vm.xm0 Virtual output = u1.y10 + u2.Y20 + ... + us.ys0 Nilai bobot ui dan vi akan ditentukan dengan menggunakan teknik linier programing dengan fungsi tujuan memaksimalkan rasio antara Virtual output dan Virtual input. Dalam DEA bobot dihasilkan dari data dan bukan ditentukan dari
17
awal. Setiap DMU akan diarahkan kepada penggunaan gugus bobot yang akan menghasilkan nilai tujuan terbaik untuk setiap DMU tersebut (Cooper, 2002). DEA menghitung efisiensi dari suatu DMU (Decision Making Unit) dalam satu kelompok observasi relatif kepada DMU dengan kinerja terbaik dalam kelompok observasi tersebut. Misalkan kasus dua input X1 dan X2 dengan menggunakan satu output Y seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Kasus Dua Input X1 dan X2 dengan Output Y DMU
A
B
C
D
E
X1
X1a
X1b
X1c
X1d
X1e
X2
X2a
X2b
X2c
X2d
X2e
Y
k
K
K
k
k
Gambar 1. di bawah ini menunjukkan DMU-DMU mana yang efisien dan DMU-DMU mana yang tidak efisien serta daerah kemungkinan produksi menurut model CCR (Charnes, Cooper, Rhodes). X2/Y
E
X*2e
Daerah Kemungkinan Produksi A
X*2a
*B D
X*2d X*2c
C Efisiensi Frontier X*1e
X*1a
X*1d
X*1c
X1/Y
Gambar 1. Efisiensi Frontier Data pada Tabel 7 Gambar 1. menunjukkan bahwa DMU C, D, dan E adalah DMU yang efisien dan DMU disepanjang garis C, D, dan E adalah DMU yang efisien. DMU A dan B adalah DMU yang tidak efisien dan dapat dilakukan perubahan sehingga menjadi efisien. Dimana X*ij = Xij/k, i = 1,2 dan j = a, b, c, d, dan e (Cooper, 2002). DMU yang tidak efisien dengan output tetap, dapat digeser ke garis frontier agar menjadi efisien. Pada Gambar 1. DMU A merupakan DMU yang tidak efisien, maka agar DMU A menjadi efisien harus di geser ke titk P (X*1p,
18
X*2p) yang terletak pada garis diantara DMU Q dan R. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. X2/Y E X*2a X*2p
Q
A P R D
X*1p X*1a
X1/Y
Gambar 2. DMU yang Inefisien diubah menjadi Efisien jika Output Y tetap 3.1.2.1.1. Model Charnes, Cooper, Rhodes (CCR) Salah satu model DEA adalah model Charnes, Cooper, Rhodes (CCR), dimana model ini mengevaluasi kinerja relatif dari DMU berdasarkan kinerja yang diamati dari j = 1, 2, ..., n DMUs. Dalam hal ini DMU dianggap sebagai entitas yang bertugas mengubah input menjadi output. Secara umum model tersebut adalah (Cooper 2002 dalam Purnomo 2006): Maksimumkan h0 =
Dengan syarat h0 =
, j = 1, 2, ... , n ur >0 , r = 1, 2, ... , s Vi> 0 untuk r = 1, 2, ...,m ............................................... (1)
Sementara yij, xij > 0 dalam model merupakan konstanta yang menggambarkan jumlah yang diamati dari rth output dan ith input dari jth DMU dan ditulis DMUj yang merupakan dari j = 1, 2, ..., n entitas yang menggunakan i.= 1, 2, ..., m input untuk memproduksi r = 1, 2, ..., j output. Salah satu dari j.=.1,.2, ..., n DMUs dipisahkan untuk dievaluasi berdasarkan fungsi tujuan DMU0 dan diposisikan sebagai fungsi yang akan dimaksimumkan dalam model CCR
19
juga dengan sayarat dalam model. Jadi nilai efisiensi maksimum dari DMUs akan sebesar h*0 ≤ 1 (Cooper, 2002). Numerator dalam model CCR menggambarkan nilai outpuut yang diinginkan dan denominatornya menggambarkan kumpulan input yang digunakan untuk mendapatkan target output. Nilai 0 ≤ h*0 ≤ 1 diinterpretasikan sebagai nilai efisiensi, dimana h*0 = 1 menggambarkan full efisiensi dan h*0 ˂ 1 menggambarkan adanya inefisiensi. Sementara tanda (*) melambangkan nilai optimal yang dihasilkan model. Tidak ada bobot yang ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan ukuran kinerja yang bersifat skalar. Nilai optimal dari ui*, vi* diinterpretasikan sebagai bobot saat solusi dihasilkan oleh model. Nilai ui*, vi* yang dihasilkan dari pemecahan model disebut virtual multipillers dan diinterpretasikan dalam DEA untuk menghasilkan virtual output Y0 = ∑ ur*.yr0 (r = 1, ..., s) dan virtual input X0.= ∑ vi*.xi0 (i = 1, ..., m) sehingga nilai efisiensi h0 = Y0/X0. Model CCR memperlihatkan h0* adalah nilai tertinggi yang diperbolehkan data untuk sebuah DMU tidak ada pilihan ur* dan vi* lain yang dapat memberikan nilai h0* lebih tinggi sekaligus memenuhi persyaratan model yang membuat evaluasi relatif dengan
=1 untuk j sebagai kondisi pencapaian nilai optimal. Penilaian efisiensi serupa bisa dihitung untuk setiap j = 1, 2, ..., n DMUs yang terdaftar di dalam persyaratan model dengan memposisikan mereka dalam fungsi sebagai DMU0 satu persatu sementara posisi mereka sebagai persyaratan model tetap dipertahankan. Nilai h0* menjadi penting karena 1-h0* menggambarkan perkiraan tingkat inefisiensi dari setiap DMUs yang dievaluasi sehingga memungkinkan kita untuk mengidentifikasi sumber dan tingkat inefisiensi disetiap input dan output untuk setiap DMUs. Orientasi DEA adalah efisiensi relatif, jadi untuk tiap DMUs yang dievaluasi optimisasi membawa implikasi bahwa evaluasi akan dipengaruhi oleh : 1=
, k € K ..................................................................... (2)
20
dimana tanda (*) menunjukan ui dan vi bernilai optimal sehingga h0 merupakan nilai maksimal untuk DMUs k € k melambangkan subset dari DMUs yang sudah mencapai nilai 1 (full efisien), dengan menggunakan U* dan V* untuk menggambarkan vektor berkomponen ui* dan vi* optimal untuk DMUs dalam model h0* = 1 tidak akan tercapai kecuali DMUs termasuk dalam set k € k. Jika h0* ≤ 1 maka DMUs adalah inefisiensi relatif terhadap gugus DMUs dalampersamaan (2) yang dapat mencapai 100% efisien dengan nilai U* dan V* yang sama. Model CCR persamaan (1) diatas dapat diubah ke dalam bentuk linier programing dengan fungsi : Maksimumkan dengan syarat
≤0
-
= 1, ui ˃ 0, vj ˃ 0 i = 1, 2, ... ,s dan j = 1, 2, ... , m .................................. (3) Persamaan pertama dari j – 1, 2, ...., n persyaratan model (3) didapatkan dari syarat ≤ 1 di model (1), kemudian
= 1 memungkinkan kita untuk
menukar bentuk model (1) ke model (3) dan sebaliknya karena adanya kondisi h0* =
dimana tanda (*) menunjukan nilai optimal baik model (1) maupun
(3). Model CCR pada persamaan (1) Meng-generalisir ukuran efisiensi 1 output terhadapt 1 input sehingga dapat digunakan untuk kasus banyak output dan banyak
input.
Interpretasi
model
(3)
menggambarkan
tujjuan
untuk
memaksimalkan untuk output terhadap virtual input dengan syarat virtual output.≤ virtual input untuk tiap DMU. 3.1.2.1.2. Model Banker Charnes Cooper (BCC) Model DEA lainnya adalah model Banker Charnes Cooper (BCC), model BCC ini menggunakan beberapa asumsi dasar dengan bentuk umum sebagai berikut (Cooper, 2002): Min hB Dengan syarat hBx0 – Xλ ≥ 0 Yλ ≥ y0, eλ = 1 dan λ ≥ 0 .......................................................... (4)
21
dimana hB skalar, X = (xj) € Rmxn dan Y = (yj) € Rmxn dan λ € Rn Model BCC pada persamaan (4) dapat diperluas dengan mengubah syarat eλ = 1 dengan L ≤ eλ ≤ U dimana 0 ≤ L ≤ 1 dan 1 ≤ U ≤ +∞. Jika L = 0 dan U = +∞ menjadi model CCR, sedangkan jika L = U = 1 menjadi model BCC (Cooper,2002). a) Model skala usaha (pengambilan) bertambah (Increasing return to scale = IRS). Kasus L = 1 dan U = +∞ dikatakan pada keadaan skala usaha (pengembalian) bertambah (increasing return to scale = IRS) atau NonDecreasing Return to Scale (NDRS). b) Model skala usaha (pengembalian) berkurang (Decreasing return to scale = DRS). Kasus L = 1 dan U = 1 dikatakan pada keadaan skala usaha (pengembalian) berkurang (decreasing return to scale = DRS). c) Model skala usaha (pengembalian) secara umum (Generalized return to scale.= GRS). Kasus L ≤ 1 dan U ≥ 1 dikatakan pada keadaan skala usaha (pengembalian) secara umum (generalized return to scale = GRS). Perbandingan model CCR dan model BCC dalam bentuk grafik disajikan pada Gambar 3. di bawah ini. Output
Ŷd = Y/h
CCR-Efisien Q
C E3 E2 B
Y
D
E4
E A
BCC-Efisien
P E1 R Xdi = h Xi
S Xi
Input
Gambar 3. Perbandingan Model CCR dan Model BCC Dari Gambar 3. di atas dapat dijelaskan sebagai berikut (Cooper, 2002): a) Dua titik E2 dan E3 adalah yang efisien menurut model CCR dan empat titik E1, E2, E3, dan E4 adalah titik yang efisien menurut model BCC. b) Titik A tidak efisien (inefisien) baik menurut model CCR maupun model BCC, dengan menggunakan model CCR. Jika output Y tetap maka titik A(Xi, Y)
22
digeser ke titik B(Xdi, Y) yang efisien menurut model CCR atau ke titik D (efisien menurut model BCC). Jika Xi maka titk A(Xi, Y) digeser ke titk C(Xi, Yd) yang efisien menurut model CCR atau ke titik E yang efisien menurut model BCC. c) Efisiensi titik A menurut model CCR dan model BCC: CCR-efisien hCCR =
BCC-efisien
=
dan
hBCC =
maka CCR efisiensi ≤ BCC efisiensi
d) Garis BCC efisien adalah E1, E2, E3, dan E4. E1 ke E2 dikatakan pada kondisi skala usaha (pengembalian) bertambah (increasing return to scale), E2 ke E3 dikatakan pada kondisi skala usaha (pengembalian) tetap (constant return to scale) dan E3 ke E4 dikatakan pada kondisi skala usaha (pengembalian) berkurang (decreasing return to scale). Definisi skala efisiensi: Jika score efisiensi dari model CCR dan model BCC dari suatu DMU adalah h*CCR dan h*BCC, maka skala efisiensi didefinisikan sebagai: SE(A) =
≤ 1
Dari Gambar 3. di atas, maka skala efisiensi titk A adalah: SE(A) =
≤ 1
=
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional
Talas merupakan tanaman pangan yang termasuk jenis herba semusim namun dapat menjadi tanaman tahunan. Tanaman talas memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan karena mudah dibudidayakan. Tanaman talas dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan tidak memerlukan pengairan yang berlebihan. Di Indonesia talas dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai ke pegunungan di atas 100 mdpl. Kabupaten Bogor merupakan sentra usahatani talas di Propinsi Jawa Barat. Usahatani talas di Kabupaten Bogor tersebar di enam kecamatan, yaitu Cigudeg, Sukajaya, Kemang, Cijeruk, Megamendung, dan Sukaraja. Kecamatan Cijeruk merupakan daerah sentra produksi talas terbesar di Kabupaten Bogor. Potensi dan
23
produksi yang tinggi menyebabkan Kabupaten Bogor menjadikan talas sebagai komoditas utama di Kabupaten Bogor, khususnya di Desa Tajur Halang dan Cipelang. Hal ini terlihat dari jumlah produksi serta luas panen talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang yang merupakan desa sentra terbesar di Kecamatan Cijeruk. Usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang memiliki prospek yang cerah apabila dikelola secara baik dan efisien. Berdasarkan identifikasi peneliti, pertanian talas Desa Cipelang menghadapi permasalahan menurunnya produksi talas, namun tidak pada Desa Tajur Halang. Permasalahan tersebut terjadi diduga karena penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak sesuai aturan mengakibatkan petani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang menjadi tidak optimal dan tidak efisien lagi dalam penggunaan input produksinya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian di desa ini mengenai analisis tingkat efisiensi usahatani talas serta analisis pendapatan petani. Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang merupakan sentra usahatani talas di Kecamatan Cijeruk
Perbedaan penggunaan input-input produksi di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang
Terdapat perbedaan tingkat efisiensi dan pendapatan petani
Analisis Efisiensi Usahatani Talas: Model Data Envelopment Analysis (DEA)
Analisi Pendapatan Usahatani: R/C rasio
Penggunaan input-input produksi yang tepat dalam rangka mencapai efisiensi kinerja dan peningkatan pendapatan petani Sumber : Penulis (2013)
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
24
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat efisiensi usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang. Analisis efisiensi usahatani talas menggunakan analisis model Data Envelopment Analysis (DEA) dengan cara membandingkan penggunaaan input produksi di kedua desa.Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran biaya dan tingkat pendapatan serta R/C rasio.Skema kerangka pemikiran operasional tersebut dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar.4.
25
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data ini dilakukan di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan Dinas Pertanian Kabupaten Bogor yang menunjukkan bahwa Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang merupakan desa penghasil talas terbesar di Kabupaten Bogor. Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan selama dua bulan. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2013. 4.2.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner terhadap para petani talas yang merupakan responden terpilih. Data primer yang dibutuhkan yaitu karakteristik petani, penggunaan sarana produksi, biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu musim tanam, data penerimaan usaha, serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data-data mengenai daerah penelitian dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan cara pengumpulan data melalui studi literatur dari instansi-instansi terkait seperti Kantor Kecamatan Cijeruk, Unit Pelaksana Teknis Pertanian Kecamatan Cijeruk, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Kantor BPS Kabupaten Bogor serta literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. 4.3.
Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini akan menganalisis responden pada unit petani. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan metode survey (non-probability sampling), yaitu di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel di Desa Tajur Halang dilakukan secara sensus dengan memilih 15 orang responden dari Kelompok Tani
26
Maju, sedangkan pengambilan sampel di Desa Cipelang dilakukan secara purposive dengan memilih 26 orang responden dari Kelompok Tani Mekar Sejahtera. Pengambilan 26 sampel di Desa Cipelang berdasarkan petani talas asli yang hanya menanam talas. Peneliti memilih Kelompok Tani Maju dan Mekar Sejahtera karena kedua poktan ini yang mencetuskan untuk melakukan penanaman talas kembali setelah tidak pernah menanam talas sejak tahun 1996 hingga tahun 2001. Kriteria yang dipilih adalah petani yang menanam talas pada satu musim tanam. 4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik kualitatif dan teknik kuantitatif yang meliputi pengolahan dan interpretasi data secara deskriptif melalui tabulasi. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer yaitu Frontie Analysis dan Microsoft Excel. Matriks analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Matriks Analisis Data No.
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Analisis Data
1.
Menganalisis tingkat
Wawancara dengan
Analisis metode efisiensi
efisiensi usahatani talas di
petani di Desa Tajur
menggunakan model Data
Desa Tajur Halang dan
Halang dan Desa
Envelopment Analysis
Desa Cipelang,
Cipelang
(DEA) dan diolah
Kecamatan Cijeruk.
(menggunakan
menggunakan Frontie
kuesioner)
Analysis dan Microsoft Excel 2007.
2.
Menganalisis pendapatan
Wawancara dengan
Analisis metode
petani dalam usahatani
petani di Desa Tajur
pengukuran biaya dan
talas di Desa Tajur
Halang dan Desa
tingkat pendapatan serta
Halang dan Desa
Cipelang
R/C rasio diolah
Cipelang, Kecamatan
(menggunakan
menggunakan Microsoft
Cijeruk
kuesioner)
Excel 2007.
Sumber : Penulis (2013)
27
4.4.1. Analisis Tingkat Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk Analisis tingkat efisiensi usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang akan dianalisis dengan menggunakan model Data Envelopment Analysis (DEA). Model DEA ini dikenal juga sebagai model Frontier Analysis, yaitu teknik pengukuran kinerja non parametrik dengan menggunakan teknik analisis berbasis Linier Programming(Abidin dan Endri, 2009). Keuntungan dalam penggunaan Frontier Analysis adalah sedikitnya jumlah asumsi yang dapat menyelesaikan permasalahan yang melibatkan kompleksitas hubungan input dan output (Cooper et al, 2000). Komponen utama dalam analisis frontier adalah klasifikasi variabel input dan output. Pemilihan variabel input dan output yang tepat akan mempengaruhi hasil efisiensi kinerja. Variabel input dalam penelitian ini adalah penggunaan luas lahan, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk kimia, masa panen, dan jarak tanam. Variabel output dalam penelitian ini adalah hasil produksi talas yang optimal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kondisi objek penelitian. Pemilihan variabel input dan output harus memiliki hubungan exclusivity, yaitu hanya variabel output yang digunakan dalam pengukuran saja yang dipengaruhi dan exhaustuveness, hanya variabel input yang dapat mempengaruhi variabel output (Purwantoro, 2003). Pada analisis DEA terdapat dua jenis model yang dibedakan berdasarkan asumsi yang digunakan. Pemilihan model ini mengacu pada penelitian Chiang et al (2006) dan Jiang et al (2007) dalam Parulian (2010), yaitu model CCR dengan asumsi constant return to scale. Perhitungan tingkat efisiensi menggunakan model CCR adalah dengan memberikan bobot untuk setiap input dan output pada objek yang dievaluasi. Pengukuran efisiensi pada dasarnya merupakan rasio antara output dan input (Fauzi dan Anna, 2002). Pengukuran efisiensi menjadi tidak tepat apabila kita berhadapan dengan data multiple inputs dan outputs yang berkaitan dengan sumberdaya dan faktor aktivitas berbeda. Secara umum model DEA dapat ditulis sebagai berikut (Cooper, 2002):
28
Epq = Maksimumkan h0 = dengan syarat h0 =
, j = 1, 2, ..., n
ur ˃ 0, r = 1, 2, ..., s vr ˃ 0, r = 1, 2, ..., m dimana : i
= jumlah produksi talas
r
= jumlah input pada usahatani talas (bibit, luas lahan, masa panen, pupuk kandang, pupuk kimia, dan jarak tanam)
j
= jumlah desa yang dianalisis
yr0
= nilai output ke-i (i = 1, 2, ..., m) dari usahatani talas desa ke-j (j = 1, ...,n)
xi0
= nilai input ke-i (i = 1, 2, ..., s) dari usahatani talas desa ke-j (j = 1, ...,n)
vi
= bobot tertimbang bagi nilai output ke-i (i = 1, 2, ...,m) dari desa ke-j (j.=.1, 2, ...,n)
ur
= bobot tertimbang bagi nilai input ke-i (i = 1,2, ...,s) dari desa ke-j (j.=.1,...,n) = Efisiensi relatif usahatani ke-q (q=1,...,n) bila dievaluasi menggunakan
Epq
bobot yang diasosiasikan dengan desa ke-p (p=1,...,n) 4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Analisis pendapatan usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk dapat dilakukan dengan metode pengukuran biaya usahatani dan R/C rasio. Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Py.Y dimana: TR
= Total penerimaan
29
Py
= Harga Y
Y
= Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang digunakan dalam suatu usahatani (Soekartawi,1995). Menurut Hernanto (1991) biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai terbagi menjadi biaya tunai tetap dan biaya tunai variabel, sedangkan biaya tidak tunai terbagi menjadi biaya tidak tunai tetap dan biaya tidak tunai variabel. Biaya tunai tetap dalam penelitian ini berupa pajak tanah, pajak air, dan biaya peminjaman traktor, sedangkan biaya tunai variabel dalam penelitian ini berupa biaya pemakaian bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai tetap dalam penelitian ini adalah biaya sewa lahan milik sendiri, biaya penyusutan alat-alat pertanian, dan bunga kredit bank. Biaya tidak tunai variabel dalam penelitian ini adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga. Secara matematis biaya usahatani menurut Hernanto (1991) dapat dituliskan sebagai berikut: TC = Bt + Btt Dimana: TC
= Biaya total
Bt
= Biaya tunai
Btt
= Biaya tidak tunai
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan biaya total (Soekartawi, 1995). Pendapatan petani talas dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan berdasarkan biaya yang benarbenar dikeluarkan oleh petani. Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya. Secara matematis, pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut: Pd = TR – TC dimana: Pd
= Pendapatan usahatani
TR
= Total penerimaan
30
TC
= Total biaya yang dikeluarkan
Pendapatan usahatani memiliki beberapa kriteria, diantaranya: 1. JikaTR > TC maka usahatani untung 2. Jika TR = TC maka usahatani impas 3. Jika TR < TC maka usahatani rugi Selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C ratio bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup menguntungkan. Seberapa jauh setiap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha usahatani tertentu dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaatnya, dapat dinyatakan dengan rumus : (Rasio atas biaya total) R/C =
(Rasio atas biaya tunai) R/C =
=
=
TC = Bt + Btt dimana: TR
= Total penerimaan usahatani (Rp)
TC
= Biaya total (Rp)
Bt
= Biaya tunai (Rp)
Btt
= Biaya tidak tunai (Rp)
Secara teoritis, semakin besar nilai R/C maka usahatani akan semakin menguntungkan. Apabila nilai R/C sama dengan satu maka usahatani dapat dikatakan tidak rugi dan tidak untung.
31
V. 5.1.
GAMBARAN UMUM
Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Desa Tajur Halang
Desa Tajur Halang merupakan desa yang ada di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Desa ini memiliki luas daerah sebesar 390.527 Ha yang terdiri dari 3 dusun, 6 Rukun Warga (RW), dan 22 Rukun Tetangga (RT). Jarak antara Kantor Desa Tajur Halang dengan Kantor Kecamatan Cijeruk sejauh 5 Km, sedangkan jarak antara Desa Tajur Halang dengan ibukota Kabupaten Bogor sejauh 35 Km. Kondisi jalan dan infrastruktur yang ada telah mendukung kegiatan sehari-hari dan mobilitas masyarakat desa ini, terutama dalam memproduksi dan memasarkan hasil pertanian mereka. Secara umum Desa Tajur Halang memiliki batas geografis sebagai berikut: 1) Sebelah Utara
: berbatasan dengan Desa Palasari
2) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Tanah Perhutani 3) Sebelah Timur
: berbatasan dengan Desa Tanjung Sari
4) Sebelah Barat
: berbatasan dengan Desa Sukaharja
Mayoritas lahan di Desa Tajur Halang merupakan lahan yang digunakan untuk menanam Talas Bogor. Lahan pertanian di Desa Tajur Halang merupakan lahan milik sendiri, namun ada juga lahan milik negara yang dikelola oleh PT Perhutani yang dapat digarap oleh petani. Penduduk Desa Tajur Halang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan sekitar yang sangat mendukung kegiatan pertanian terutama dalam bidang perkebunan yang selama ini terus dikembangkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian desa Komoditas pertanian utama di Desa Tajur Halang ini adalah Talas Bogor. Para petani di Desa Tajur Halang menjual hasil pertaniannya tidak hanya di Kota Bogor, namun sampai ke Cianjur dan Depok. 5.2.
Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Desa Cipelang
Desa Cipelang merupakan desa yang terletak di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Desa ini memiliki luas daerah mencapai 645.5 Ha dengan jumlah penduduk yang mencapai 10.586 jiwa. Desa Cipelang merupakan desa
32
yang terletak di pusat Kecamatan Cijeruk dengan jarak dari Kantor Desa Cipelang dengan Kantor Kecamatan sejauh 0.3 Km. Jarak antara Desa Cipelang dengan ibukota Kabupaten Bogor sejauh 22 Km. Kondisi jalan dan infrastruktur yang ada telah mendukung kegiatan sehari-hari dan mobilitas masyarakat di desa ini, terutama dalam memproduksi dan memasarkan hasil pertanian mereka. Desa Cipelang memiliki suhu mencapai 18˚C-25˚C dengan rata-rata hujan 1.500 mm pertahun. Ketinggian desa ini mencapai 536 meter di atas permukaan laut. Kondisi agrosistem yang ada di desa ini memberikan gambaran peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha pertanian maupun bentuk usaha lainnya. Secara umum Desa Cipelang memiliki batas geografis diantaranya: 1) Sebelah Utara
: berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Cipicung
2) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Cibalung 3) Sebelah Timur
: berbatasan dengan Desa Cijeruk dan Desa Warung Menteng
4) Sebelah Barat
: berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Sebagian besar wilayah yang ada di desa ini merupakan daerah perbukitan. Wilayah Desa Cipelang memiliki potensi yang cukup baik dalam pemanfaatan lahan wilayah perkebunan teh, talas, nenas, maupun rempah-rempah. Keberadaan lahan untuk wilayah perkebunan ini sebagian besar merupakan milik PT. Perhutani, namun sudah beberapa tahun ini kurang dimanfaatkan dengan baik, sehingga banyak dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dengan pemberian hak garap kepada para petani setempat yang tergabung dalam kepengurusan Kelompok Tani Mekar Sejahtera, terutama dalam kegiatan budidaya talas Bogor dan Nenas. Wilayah yang dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dan swasta sendiri mencapai 436.67 Ha atau sekitar 68.60 persen. Kondisi seperti ini menggambarkan
bahwa
Desa
Cipelang
memiliki
potensi
yang
dapat
dikembangkan dalam hal pertanian dan perkebunan. Sebagian besar penduduk Desa Cipelang mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Pekerjaan sebagai petani dipengaruhi oleh kondisi alam yang memang mendukung kegiatan pertanianterutama dalam bidang perkebunan yang selama ini terus dikembangkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian desa.
33
5.3.
Gambaran Umum Usahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Komoditas utama yang biasa dibudidayakan oleh petani di Desa Tajur
Halang dan Desa Cipelang adalah Talas Bogor. kegiatan usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang relatif seragam, baik dalam proses kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, dan penyulaman. Perbedaan hanya terletak pada waktu pemanenan. Hal ini dikarenakan waktu tanam yang berbeda-beda antar petani talas. Input yang digunakan petani talas adalah luas lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk anorganik, masa tanam, dan jarak tanam. Bibit talas berasal dari tanaman talas yang telah di panen, namun terdapat petani yang membeli bibit talas di pasar. Tanaman talas yang akan dijadikan bibit diseleksi terlebih dahulu dengan memilih tanaman talas yang tingkat produksinya tinggi, umur anakan 7-8 bulan, serta tahan terhadap hama dan penyakit. Pupuk yang digunakan untuk usahtani talas adalah pupuk kandang, pupuk urea, pupuk NPK, pupuk SP-36, serta pupuk TSP. Pupuk kimia yang digunakan biasanya diperoleh dengan membeli di pasar terdekat atau warung-warung yang menjual produk pertanian di Desa Tajur Halang maupun di Desa Cipelang. Sebagian besar petani membuat sendiri pupuk kandang yang akan digunakan, namun ada petani yang membelinya di warung-warung yang ada di kedua desa. Budidaya talas diawali dengan pengolahan lahan dan penanaman. Proses pengolahan lahan, petani mencangkul tanah supaya gembur, kemudian petani membuat lubang tanam atau bedengan. Jarak antar lubang biasanya berjarak 1x1 m. Waktu penanaman biasanya dilakukan pada pagi hari dan setiap petani berbeda-beda waktu penanamannya. Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat pengolahan lahan, pada saat talas berumur 2-3 bulan, dan yang terakhir pada saat talas berumur 5 bulan. Pada saat pengolahan lahan pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, sedangkan pada pemukupan selanjutnya pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik. Pemupukan terakhir menggunakan pupuk anorganik. Setelah pemupukan biasanya dilakukan penyiangan dan penyulaman tanaman talas.
34
Panen tanaman talas dilakukan ketika tanaman talas telah berumur 7-8 bulan, namun para petani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang tidak selalu memanen hasil produksi tepat 7-8 bulan melainkan melihat tanaman talas yang sudah siap dipanen. Kegiatan pemanenan yang dilakukan petani hanya kegiatan pencabutan tanaman talas. Kegiatan ini biasa dilakukan petani pada pagi dan siang hari. Semua petani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang menjual semua hasil panen kepada tengkulak. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah tunai. Dalam penentuan harga telah terjadi kesepakatan antara petani dan tengkulak, sehingga petani dan tengkulak sama-sama tidak ada yang dirugikan. 5.4.
Karakteristik Petani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Petani talas di daerah penelitian memiliki berbagai karakteristik yang
berbeda-beda, seperti perbedaan umur, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan, dan luas lahan yang dimiliki. Perbedaan tersebut mempengaruhi teknik dan kebiasaan mereka dalam berusahatani talas. Usahatani talas merupakan salah satu usaha pokok bagi sebagian besar petani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang karena dianggap sangat menguntungkan. 5.4.1. Umur dan Pengalaman Usahatani Petani Talas Faktor umur dari petani secara langsung akan mempengaruhi produktivitas hasil pertanian. Petani yang berumur relatif muda biasanya memiliki kemampuan fisik yang cukup kuat, sedangkan petani yang berumur relatif tua tentunya akan mengalami penurunan kinerja. Petani yang berumur relatif tua biasanya memiliki pengalaman usahatani yang cukup lama. Petani talas yang mengusahakan talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang rata-rata berusia antara 35-70 tahun. Petani talas tersebut dikelompokkan menjadi petani talas berumur 35-44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, dan 65-74 tahun. Pembagian dan persentase dari masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa di Desa Tajur Halang jumlah petani talas terbesar berada pada kelompok umur 35-44 tahun, yaitu sebanyak 6 orang (40.00persen). Jumlah petani talas terbesar kedua berada pada kelompok
35
umur 45-54 tahun, yaitu sebanyak 5 orang (33.33 persen), sisanya petani talas yang berada pada kelompok umur 55-64 tahun dan 65-74 tahun masing-masing sebanyak 2 orang (13.33 persen). Berbeda dengan Desa Cipelang, jumlah petani talas terbesar berada pada kelompok umur 45-54 tahun, yaitu sebanyak 12 orang (46.15 persen). Jumlah petani terbesar kedua berada pada kelompok umur 35-44 tahun sebanyak 9 orang (34.62 persen), sedangkan sisanya petani talas yang berada pada kelompok umur 55-64 tahun dan 65-74 tahun masing-masing sebanyak 5 orang (19.23 persen) dan 0 orang (0.00 persen). Tabel 9. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Umur pada Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Dan Desa Cipelang Tahun 2013 Kelompok Umur (Tahun)
Desa Cipelang Jumlah (Orang)
Desa Tajur Halang
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
35-44
9
34.62
6
40.00
45-54
12
46.15
5
33.33
55-64
5
19.23
2
13.33
65-74
0
0.00
2
13.33
Total
26
100.00
15
100.00
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Apabila dilihat dari segi pengalaman petani responden dalam budidaya talas maka hampir semua petani mempunyai pengalaman bertahun-tahun menanam talas. Petani talas dibagi atas 4 kelompok, yaitu petani dengan pengalaman antara 1-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun, dan 30 tahun ke atas. Sebaran petani talas menurut pengalaman dapat diilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10. dapat dilihat bahwa sebagaian besar petani talas telah berpengalaman dalam usahatani talas. Sebanyak 9 orang (60 persen) memiliki pengalaman dalam berusahatani talas 11 tahun ke atas, sedangkan sisanya petani talas yang memiliki pengalaman 1-10 tahun sebanyak 6 orang (40 persen) di Desa Tajur Halang. Berbeda dengan Desa Cipelang, petani talas yang memiliki pengalaman 1-10 tahun dalam berusahatani talas lebih banyak dibanding petani yang memiliki pengalaman diatas 11 tahun dalam berusahatani talas, yaitu sebanyak 21 orang (80.77 persen). Jumlah petani talas yang meiliki pengalaman diatas 11 tahun dalam berushatani talas sebanyak 5 orang (19.23). Pengetahuan mengenai ushatani talas didapat petani secara turun menurun, baik dari orang tuan
36
maupun dari kerabat dan tetangga yang merupakan petani talas, teknik budidaya pun relatif seragam. Tabel 10. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk Tahun 2013 Pengalaman Usahatani (Tahun)
Desa Cipelang Jumlah (Orang)
Desa Tajur Halang
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1-10
21
80.77
6
40.00
11-20
5
19.23
2
13.33
21-30
0
0.00
3
20.00
˃ 30
0
0.00
4
26.67
Total
26
100.00
15
100.00
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
5.4.2. Jumlah Tanggungan Petani Talas Jumlah tanggungan setiap petani talas sangat beragam, maka dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu petani yang memiliki tanggungan sebanyak 1-3 orang, 4-6 orang, dan lebih dari 6 orang. Sebaran petani talas berdasarkan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang Tahun 2013. Jumlah Tanggungan (Orang)
Desa Cipelang Jumlah (Orang)
Desa Tajur Halang
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1-3
11
42.31
6
40.00
4-6
13
50.00
7
46.67
˃6
2
7.69
2
13.33
Total
26
100.00
15
100.00
Sumber data: Data Primer (diolah), 2013
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa di kedua desa sebagian besar petani talas memiliki jumlah tanggungan sebanyak 4-6 orang. Petani talas di Desa Tajur Halang yang mempunyai jumlah tanggungan antara 4 hingga 6 orang sebanyak 7 orang (46.67 persen) sedangkan di Desa Cipelang jumlah petani talas yang mempunyai jumlah tanggungan 4-6 orang sebanyak 13 orang (50.00 persen). Jumlah petani talas yang mempunyai jumlah tanggungan 1-3 orang di Desa Tajur
37
Halang dan Desa Cipelang masing-masing sebanyak 6 orang (40.00 persen) dan 11 orang (42.31 persen). Sisanya jumalah petani talas yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 6 orang di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang masingmasing sebanyak 2 orang (7.69 persen) dan 2 orang (13.33 persen). 5.4.3. Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki oleh petani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang beragam. Luas lahan yang digunakan di Desa Tajur Halang adalah kurang dari sama dengan 1.633 m2 dan lebih dari 1.633 m2, sedangkan luas lahan yang digunakan di Desa Cipelang adalah kurang dari sama dengan 3.377 m2 dan lebih dari 3.377 m2. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani talas di daerah penelitian merupakan usahatani kecil. Sebaran petani talas berdasarkan luas lahan yang diusahakan di Desa Tajur Halang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Petani Talas Berdasarkan Luas Lahan di Desa Tajur Halang Tahun 2013 Luas Lahan (m2)
Desa Cipelang Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Luas Lahan (m2)
Desa Tajur Halang Jumlah (Orang)
Persentase (%)
≤ 3.377
14
53.85
≤ 1.633
10
66.67
˃ 3.377
12
46.15
˃ 1.633
5
33.33
Total
26
15
100.00
100.00 Total
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani talas di Desa Tajur Halang memiliki luas lahan antara kurang dari sama dengan 1.633 m2 sebanyak sepuluh orang (66.67 persen) dan petani talas yang memiliki luas lahan lebih dari 1.633 m2 sebanyak lima orang (33.33 persen). Petani talas di Desa Cipelang yang memiliki luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 sebanyak 14 orang (53.85 persen), sedangkan petani talas yang memiliki luas lahan lebih dari 3.377m2 sebanyak 12 orang (46.15 persen).
38
VI.
ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TALAS DI DESA TAJUR HALANG DAN DESA CIPELANG Efisiensi usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang diukur
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) atau yang biasa dikenal dengan sebutan Analisis Frontier. Analisis Frontier merupakan teknik pengukuran kinerja non parametrik dengan menggunakan teknik analisis berbasis linier progamming. Pada dasarnya dalam menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) perlu adanya penentuan input dan output yang akan digunakan. Penentuan input dan output dilakukan berdasarkan SOP usahatani talas yang telah ditentukan oleh Kementerian Pertanian. Data input dan Output di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Data Input dan Output Usahatani Talas Input/Output Luas Lahan (m2) Bibit (umbi) Pupuk Kandang (Kg/m) Pupuk Kimia (Kg/m) Masa Panen (bulan) Jarak Tanam (m2) Produksi (umbi)
Tajur Halang 1.633.33 1.613.33 154.67 36.67 7.00 0.68 1.480.00
Cipelang 3.376.92 3.300.00 153.85 55.00 6.92 0.82 3.161.54
Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
6.1 Analisis Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Analisis efisiensi usahatani talas di Desa Tajur Halang diukur menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Analisis DEA yang pertama kali dapat dilakukan adalah menggunakan seluruh output dan input, dimana data input yang digunakan adalah luas lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, masa tanam, dan jarak tanam. Data output yang digunakan adalah produksi talas. Hasil analisis DEA dengan menggunakan semua input dan output menunjukkan dari 15 orang petani talas terdapat satu orang petani talas yang belum efisien dalam menggunakan input-input produksi. Hal ini ditunjukkan dengan skor efisiensi petani tersebut kurang dari 100, yaitu sebesar 60, dapat dilihat pada tabel 14.
39
Tabel 14. Skor Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Nama Petani Akew Encep Nam H. Ajudin Acan Jana Basri Saud Udis Nanang Herman Udin Adi Enjang Maja
Skor Efisiensi (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 60.00
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Menghitung perbaikan angka efisiensi dapat dilakukan dengan cara mengurangi input atau menambah output. DEA menghasilkan suatu kesimpulan perbaikan angka efisiensi secara total maupun masing-masing petani dalam bentuk persentase pengurangan input atau penambahan output variabel. Hasil total potensial perbaikan angka efisiensi ditunjukkan dalam bentuk pie chart pada Gambar 5.
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Gambar 5. Total Potential Improvements Desa Tajur Halang Berdasarkan hasil potential improvements, didapat bahwa produksi masih bisa ditingkatkan hingga 2.32% sedangkan penggunaan input harus dikurangi. Input-input yang harus dikurangi agar produksi yang dihasilkan optimal adalah
40
pengurangan penggunaan pupuk kandang sebesar 21.45%, pengurangan pupuk kimia sebesar 23.06%, dan pengurangan jarak tanam sebesar 23.51. Analisis DEA di Desa Tajur Halang menggunakan konsep Maximizing output dimana input yang digunakan sebanyak dau input dan output yang digunakan sebanyak satu output. Konsep ini digunakan untuk menggambarkan frontier analysis. Input yang digunakan adalah bibit dan pupuk kimia, sedangkan outputnya tetap, yaitu produksi talas. Alasan pengambilan input tersebut karena memiliki nilai korelasi paling tinggi diantara input lainnya, yaitu sebesar 0.96 dan 0.20. Selain dari nilai korelasi yang besar dari input-input lain, penggunaan pupuk kimia sangat berpengaruh pada produksi talas.
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Gambar 6. Plot Analisis dengan konsep Maximizing Output Frontier plot ini menggambarkan posisi petani yang berada pada garis merah (garis frontier) merupakan petani yang efisien dalam usahatani talas. Petani yang tidak berada pada garis frontier merupakan petani yang belum efisien dalam penggunaan input-input produksi. Frontier plot dapat dilihat pada Gambar 6.Petani talas yang belum efisien dalam menggunakan input dapat mengurangi penggunaan input atau pun penambahan output agar dapat efisien. Petani talas masih dapat meningkatkan produksinya sebesar 66% dengan cara mengurangi penggunaan input. Input-input yang harus dikurangi adalah penggunaan pupuk kimia sebesar 49%, penggunaan pupuk kandang sebesar 49 %, mengurangi masa tanam sebesar 91% dan mengurangi jarak tanam sebesar 89%. Perbaikan angka efisiensi tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
41
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Gambar 7. Perbaikan Angka Efisiensi Petani Talas yang Belum Efisien
6.2 Analisis Efisiensi Usahatani Talas di Desa Cipelang Efisiensi usahatani talas di Desa Cipelang tidak jauh berbeda hal nya dengan Desa Tajur Halang. Analisis efisiensi usahatani talas di Desa Cipelang juga diukur menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Penentuan input dan output pertama kali dilakukan dengan memasukkan semua input dan output. Input dan output yang digunakan sama dengan input dan output yang digunakan di Desa Tajur Halang. Input-input yang digunakan adalah luas lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, masa tanam, dan jarak tanam. Output yang digunakan adalah produksi talas. Berdasarkan hasil analisis DEA dengan menggunakan semua input dan output, dapat ditunjukkan bahwa dari 26 orang petani talas yang berusahatani talas terdapat enam orang yang tidak efisien dalam menggunakan input-input produksi pada usahatani talas, sedangkan petani lainnya sudah efisien. Petani-petani yang tidak efisien ditunjukkan dengan skor efisiensi kurang dari 100. Petani yang sudah efisiens dalam menggunakan input-input produksi ditunjukkan dengan skor efisiensi sebesar 100. Untuk melihat sejauh mana posisi petani yang tidak efisien, dapat dilihat pada tabel 15.
42
Tabel 15. Skor Efisiensi Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Nama Petani Usup Atang Holid Niftah Yudi Ukus Ajang Ibih Maman Rahmat Ade Harun Elu
Skor Efisiensi (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Nama Petani Ili Adang Papar Samin Sajun Ahmad Ijam Rois Hani Memen Jejen Dili Wawan
Skor Efisiensi (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 94.00 88.00 87.50 75.00 70.00 66.67
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Secara keseluruhan, perbaikan efisiensi penggunaan input produksi talas di Desa Cipelang dapat dilihat dari hasil potential improvement. Hasil pengolahan tersebut didapat bahwa produksi masih bisa ditingkatkan hingga 3.48%, sedangkan penggunaan input harus dikurangi. Input-input yang harus dikurangi adalah penggunaan pupuk kandang sebesar 23.88%, penggunaan pupuk kimia sebesar 21.8%, masa tanam sebesar 23.48%, dan jarak tanam sebesar 26.45%. Hasil potential improvements dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Gambar 8. Hasil Total Potential Improvements Desa Cipelang Analisis DEA di Desa Cipelang sama dengan di Desa Tajur Halang, yaitu menggunakan konsep Maximizing output dimana input yang digunakan sebanyak
43
dau input dan output yang digunakan sebanyak satu output. Konsep ini digunakan untuk menggambarkan frontier analysis. Input yang digunakan adalah bibit dan pupuk kimia, sedangkan outputnya tetap, yaitu produksi talas. Alasan pengambilan input tersebut karena memiliki nilai korelasi paling tinggi diantara input lainnya, yaitu sebesar 0.99 dan 0.34. Selain dari nilai korelasi yang besar dari input-input lain, penggunaan pupuk kimia sangat berpengaruh pada produksi talas. Frontier plot ini menggambarkan posisi petani yang berada pada garis merah (garis frontier) merupakan petani yang efisien dalam meenggunakan input-input produksi. Petani yang tidak berada pada garis frontier merupakan petani yang belum efisien dalam menggunakan input-input produksi. Terdapat enam orang petani yang tidak berada atau bersinggungan di garis frontier, sedangkan 20 orang petani talas berada atau bersinggungan di garis merah (garis frontier) Frontier plot dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Gambar 9. Plot Analisis dengan konsep Maximizing Output Petani talas yang belum efisien dalam menggunakan input-input produksi talas dapat mengurangi penggunaan input atau pun penambahan output agar dapat efisien. Petani talas yang belum efisien diantaranya Bapak Rois, Bapak Hani, Bapak Memen, Bapak Jejen, Bapak Dili, dan Bapak Wawan. Salah satu petani yang tidak efisien dalam penggunaan input-input produksi usahatani talas di Desa Cipelang dalah Bapak Wawan. Bapak Wawan masih dapat meningkatkan produksinya sebesar 49% dengan cara mengurangi penggunaan input. Input-input yang harus dikurangi adalah penggunaan pupuk kimia sebesar 62%, penggunaan
44
pupuk kandang sebesar 69%, mengurangi masa tanam sebesar 48% dan mengurangi jarak tanam sebesar 57%. Perbaikan angka efisiensi tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Gambar 10. Perbaikan Angka Efisiensi Petani Responden yang Belum Efisien
45
VII.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TALAS DI DESA TAJUR HALANG DAN DESA CIPELANG, KECAMATAN CIJERUK Usahatani talas yang dilakukan petani di Desa Tajur Halang dan Desa
Cipelang meliputi penerimaan dari produksi talas, biaya tunai input baik tetap maupun variabel, dan biaya tidak tunai dari input baik tetap maupun variabel. Biaya tunai dan tidak tunai jika digabungkan akan menjadi biaya total. Analisis pendapatan usahatani talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang dibedakan berdasarkan karakteristik lahan, yaitu status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digunakan. 7.1
Keragaan Usahatani Talas
Kegiatan budidaya talas mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, hingga pemanenan dilakukan selama 7-8 bulan. Keragaan usahatani talas dideskripsikan berdasarkan subsistem sarana produksi. 7.1.1. Subsistem Sarana Produksi 7.1.1.1. Bibit Tanaman talas yang ditanam oleh petani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang adalah jenis talas bogor. Bibit yang biasa digunakan petani berasal dari anakan talas yang telah berumur 5-7 bulan. Jumlah bibit yang ditanam sesuai dengan luas lahan yang digunakan petani dengan jarak tanam rata-rata 1 m x 1 m. Petani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang biasanya mendapatkan bibit dari hasil tanaman periode sebelumnya atau dari petani lain yang membudidayakan talas, namun terdapat petani yang mendapatkan bibit dengan membeli bibit di pasar atau warung terdekat. Harga bibit talas di lokasi penelitian adalah Rp 200 per umbi. Bibit talas termasuk biaya tunai bagi petani yang membeli bibit dan biaya tidak tunai atau diperhitungkan bagi petani yang tidak membeli bibit talas. 7.1.1.2. Pupuk Pupuk yang digunakan pada umumnya adalah pupuk kandang, tetapi petani juga memberikan pupuk anorganik, seperti urea, TSP, NPK, SP-36. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan pengolahan lahan, yaitu dengan
46
mencampurkan pupuk kandang pada tiap lubang tanah yang akan ditanami talas. Pupuk kandang yang digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanah. Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kambing. Petani menggunakan pupuk kandang tidak sesuai SOP yang berlaku. Harga pupuk kandang di Desa Tajur Halang adalah Rp 7.000/kg sedangkan harga pupuk kandang di Desa Cipelang adalah Rp 5.000/kg. Petani mendapatkan pupuk kandang dengan cara membuat sendiri ataupun membeli. Sehingga biaya pupuk kandang termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya tidak tunai. Pupuk anorganik biasanya diberikan dua kali dalam satu musim tanam, yaitu pada umur 3 bulan setelah bibit ditanam dan pemupukan kedua pada saat berumur 5 bulan. Aplikasi pemupukan yaitu dengan cara membuat lubang pupuk di samping lubang tanam dengan jarak 3 cm. Petani biasanya mencampur pupuk anorganik menjadi satu dengan alasan penghematan penggunaan pupuk anorganik. Harga pupuk urea di Desa Tajur Halang adalah Rp 2.500/kg sedangkan harga pupuk urea di Desa Cipelang adalah Rp 2.000. Harga pupuk NPK di kedua desa sama, yaitu Rp 3.500/kg. Pupuk TSP dan pupuk SP-36 di Desa Tajur Halang tidak digunakan, sedangkan Desa Cipelang menggunakan pupuk TSP dan SP-36. Harga pupuk TSP dan SP-36 masing-masing adalah Rp 3.000/kg. Pestisida yang digunakan di kedua desa adalah furadan. Furadan ini berfungsi untuk mencegah hama penyakit dari serangga atau hama lainnya. Harga furadan di Desa Tajur Halang adalah Rp 12.500/kg dan di Desa Cipelang harga furadan sebesar Rp 13.500/kg. 7.1.1.3. Tenaga Kerja Tenaga kerja di lokasi penelitian mudah untuk dipenuhi, karena sebagian besar penduduk di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang adalah buruh tani. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan uashatani terdiri dari tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang diupah sebesar Rp 25.000 per HOK di Desa Tajur Halang dan Rp 30.000 per HOK di Desa Cipelang (1 HOK = 5 jam) baik pada lahan garapan maupun lahan milik sendiri. Jam kerja yang biasa dilakukan oleh petani adalah mulai pukul 07.00 hingga pukul 12.00. tenaga kerja yang biasa
47
melakukan kegiatan budidaya talas di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang pada umumnya adalah laki-laki. Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja yang bersala dari anggota keluarga petani dan termasuk dalam biaya tidak tunai. Biaya tidak tunai untuk tenaga kerja dalam keluarga pada penelitian ini relatif sama dengan tenaga kerja luar keluarga, yaitu Rp 25.000 per HOK di Desa Tajur Halang dan Rp 30.000 per HOK di Desa Cipelang. Perhitungan biaya tersebut digunakan untuk menghitung biaya tenaga kerja mulai dari pengolahan lahan hingga pemanenan. 7.1.1.4. Alat-alat Pertanian Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani talas meliputi cangkul, parang, kored, semprotan, dan sabit. Cangkul digunakan untuk mengolah tanah. Semprotan digunakan untuk menyemprot pestisida. Parang digunakan untuk memotong anakan talas setelah berumur 5 bulan. Kored dan sabit digunakan untuk menyiangi gulma. Metode perhitungan penyusutan alat yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Hal ini dilakukan mengingat hasil wawancara langsung dengan petani responden bahwa secara umum alat-alat yang digunakan dalam usahtani ini mempunyai masa pemakaian yang relatif sama. Nilai penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam usahatani talas yaitu Rp 24.568.89 untuk Desa Tajur Halang dan Rp 27.195.00 untuk Desa Cipelang. 7.1.1.5. Biaya Sewa Lahan Lahan yang digarap oleh petani untuk budidaya talas merupakan lahan milik negara yang dikelola oleh PT. Perhutani. Petani memperoleh ijin untuk menggarap lahan Perhutani. Petani tidak dibebani biaya sewa lahan dalam mengolah lahan Perhutani. Biaya sewa lahan di daerah penelitian diasumsikan sebesar Rp 3.000.000 per hektar dalam satu tahun, sehingga dalam satu kali musim biaya sewa lahan yang dikeluarkan sebesar Rp 1.500.000. Sama halnya biaya pajak, maka biaya sewa lahan dibebankan pada petani yang berstatus sebagai pemilik lahan.
48
7.2
Penerimaan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani ini didasarkan atas luasan satu hektar dalam satu musim. Untuk data usahatani, musim tanam yang dianalisis adalah Maret hingga November 2013, disesuaikan dengan masa panen (tujuh bulan). Penerimaan usahatani adalah hasil kali antara total produk yang dijual dengan harga yang berlaku di pasar. Penerimaan usahatani talas terdiri atas penjualan talas yang dihasilkan. Talas yang dihasilkan oleh petani talas baik yang menggarap lahan PT. Perhutani maupun yang menggarap lahan sendiri di Desa Tajur Halang untuk petani yang sudah efisien dalam usahatani talas rata-rata sebanyak 1.586 umbi per m2, sedangkan petani yang tidak efisien dalam usahatani talas menghasilkan talas lebih rendah daripada petani yang sudah efisien, yaitu sebanyak 400 umbi per m2. Harga jual talas yang ditawarkan petani kepada tengkulak di Desa Tajur Halang rata-rata sebesar Rp 4.400. Penerimaan petani talas yang sudah efisien lebih besar daripada penerimaan petani yang tidak efisien. Penerimaan petani yang sudah efisien sebesar Rp 6.328.571.43 dan penerimaan petani yang tidak efisien sebesar Rp 1.600.000.00. Berbeda dengan Desa Tajur Halang, talas yang dihasilkan oleh petani yang sudah efisien dalam usahatani talas di Desa Cipelang rata-rata sebanyak 3.270 umbi per m2. Talas yang dihasilkan oleh petani yang tidak efisien lebih rendah daripada talas yang dihasilkan petani yang sudah efisien, yaitu 2.800 umbi per m2. Harga jual yang ditawarkan petani kepada tengkulak di Desa Cipelang rata-rata sebesar Rp 4.058. Penerimaan petani yang sudah efisien dalam usahatani talas rata-rata sebesar Rp 13.437.500.00, sedangkan penerimaan petani talas yang tidak efisien lebih rendah dibanding penerimaan petani yang sudah efisien, yaitu ratarata sebesar Rp 11.341.667.00. Penerimaan usahatani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang juga dapat dibedakan berdasarkan karakteristik lahan, yaitu status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digunakan. Status kepemilikan lahan dibagi menjadi dua, yaitu lahan garap dan lahan milik sendiri. Luas lahan yang digunakan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu luas lahan di bawah rata-rata dan di atas rata-rata. Di Desa Tajur Halang luas lahan yang digunakan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kurang dari sama dengan 1.633.33 m2 dan luas lahan lebih dari 1.633.33 m2, sedangkan di
49
Desa Cipelang luas lahan yang digunakan adalah kurang dari sama dengan 3.377 m2 dan lebih dari 3.377 m2. 7.2.1. Penerimaan Usahatani Berdasarkan Status Kepemilikan lahan Talas yang dihasilkan oleh petani talas di Desa Tajur Halang yang menggarap lahan milik Perhutani rata-rata sebanyak 1.970 umbi per m2, sedangkan di Desa Cipelang rata-rata sebanyak 3.248 umbi per m2. Harga jual talas pada masing-masing petani talas berbeda-beda karena sebagian besar petani talas menjual talas secara langsung kepada tengkulak berdasarkan ukuran talas. Harga rata-rata talas dari petani talas di Desa Tajur Halang yang menggarap lahan milik Perhutani adalah Rp 4.100, sedangkan harga rata-rata talas dari petani talas di Desa Cipelang adalah Rp.4.071. Penerimaan usahatani talas pada saat musim tanam hingga panen untuk petani yang menggarap lahan Perhutani di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang masing-masing adalah Rp 7.910.000.00 dan Rp.13.347.619.00. Bagi petani yang memiliki lahan sendiri, talas yang dihasilkan rata-rata 483 umbi per m2 untuk Desa Tajur Halang dan 2.800 umbi per m2 untuk Desa Cipelang. Harga jual talas di Desa Tajur Halang rata-rata adalah Rp 3.833, sedangkan harga jual talas di Desa Cipelang rata-rata adalah Rp.4.000. Penerimaan usahatani talas bagi petani talas yang memiliki lahan sendiri di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang sebesar Rp 1.850.000.00 dan Rp.11.300.000.00. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa penerimaan petani yang memiliki lahan sendiri memiliki penerimaan yang lebih kecil dibandingkan petani yang menggarap lahan Perhutani di kedua desa. Hal ini disebabkan karena petani yang menggarap lahan Perhutani menjual harga talas lebih tinggi kepada tengkulak dibandingkan petani yang memiliki lahan sendiri dan jumlah talas yang hasilkan pun lebih banyak dibanding petani yang memiliki lahan sendiri. 7.2.2. Penerimaan Usahatani Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan Karakteristik lahan yang digunakan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu luas lahan di bawah rata-rata dan di atas rata-rata. Di Desa Tajur Halang luas lahan yang digunakan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kurang dari sama dengan 1.633.33 m2 dan luas lahan lebih dari 1.633.33 m2, sedangkan di Desa
50
Cipelang luas lahan yang digunakan adalah kurang dari sama dengan 3.377 m2 dan lebih dari 3.377 m2. Talas yang dihasilkan oleh petani talas yang menggunakan lahan seluas kurang dari sama dengan 1.633 m2 di Desa Tajur Halang rata-rata sebanyak 740 umbi per m2. Harga jual rata-rata petani talas yang menggunakan lahan seluas kurang dari sama dengan 1.633 m2 di Desa Tajur Halang adalah Rp 3.900, sedangkan talas yang dihasilkan oleh petani talas pada luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 di Desa Cipelang rata-rata sebanyak 1.750. Harga jual rata-rata petani talas yang menggunakan lahan seluas kurang dari sama dengan 3.377 m2 di Desa Cipelang adalah Rp 3.964. Penerimaan usahatani talas pada saat musim tanam hingga panen bagi petani talas yang menggunakan lahan seluas kurang dari sama dengan 1.633 m2 di Desa Tajur Halang Rp 2.960.000.00, penerimaan usahatani talas pada saat musim tanam hingga panen bagi petani talas yang menggunakan lahan seluas kurang dari sama dengan 3.377 m2 di Desa Cipelang sebesar Rp 6.946.429.00 Bagi petani yang menggunakan lahan dengan luas lahan lebih dari 1.633 m2 rata-rata talas yang dihasilkan sebanyak 3.040 umbi per m2 di Desa Tajur Halang, sedangkan petani talas di Desa Cipelang yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 menghasilkan talas rata-rata sebanyak 4.808 umbi per m2. Harga jual rata-rata talas di Desa Tajur Halang dengan luas lahan lebih dari 1.633 m2 adalah Rp 4.000, harga jual rata-rata talas di Desa Cipelang dengan luas lahan lebih dari 3.377 m2 adalah Rp 4.167. Penerimaan usahatani talas bagi petani talas yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 di Desa Tajur Halang sebesar Rp 12.120.000.00, sedangkan penerimaan usahatani bagi petani talas yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 di Desa Cipelang sebesar Rp 19.962.500. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa penerimaan usahatani bagi petani talas di Desa Tajur Halang yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 lebih besar daripada penerimaan petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2. Hal ini disebabkan karena petani menjual talas dengan harga tinggi dan talas yang dihasilkan pun lebih banyak. Sama dengan Desa Cipelang, penerimaan petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 memiliki penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan penerimaan petani yang
51
menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2. Petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3 377 m2 menjual hasil produksi talas dengan harga tinggi. 7.3
Analisis Biaya Usahatani Talas
Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai merupakan pengeluaran biaya secara tunai yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani. Biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan merupakan pengeluaran biaya secara tidak tunai namun tetap diperhitungkan dalam pengeluaran biaya usahatani. 7.3.1. Analisis Biaya Usahatani di Desa Tajur Halang Analisis pendapatan usahatani talas di Desa Tajur Halang yang dilakukan terhadap petani, biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai yang dikeluarkan petani di Desa Tajur Halang meliputi biaya penggunaan bibit, pupuk (kandang dan kimia), pestisida, tenaga kerja luar keluarga, PBB, dan iuran desa. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang tidak efisien dalam usahatani talas di Desa Tajur Halang adalah Rp 665.000, sedangkan petani yang sudah efisien mengeluarkan biaya tunai rata-rata sebesar Rp 1.751.785. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani meliputi biaya penggunaan bibit, pupuk kandang, tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan alat-alat pertanian, dan biaya sewa lahan. Besarnya biaya tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani yang tidak efisien dalam usahatni talas di Desa Tajur Halang adalah Rp.1.874.000 sedangkan biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani yang sudah efisien rata-rata sebesar Rp 2.035.324. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan petani yang tidak efisien dan sudah efisien dalam usahatani talas di Desa Tajur Halang masing-masing sebesar Rp.2.539.000 dan Rp 3.787.109. Komponen biaya talas secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. 7.3.1.1. Analisis Biaya Usahatani Berdasarkan Karakteristik Lahan di Desa Tajur Halang Berdasarkan karakteristik status kepemilikan lahan, biaya tunai yang dikeluarkan petani yang memiliki lahan sendiri sebesar Rp.1.335.000, sedangkan
52
biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani penggarap sebesar Rp.1.777.500. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani dengan status kepemilikan lahan sendiri sebesar Rp 1.874.478.
sedangkan biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani
penggarap sebesar Rp 1 835 887. Total biaya yang dikeluarkan petani berstatus kepemilikan lahan sendiri adalah Rp.3.209.478 sedangkan total biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggarap lahan Perhutani sebesar Rp.3.613.387. Komponen biaya usahatani talas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per Hektar Desa Tajur Halang Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013 Uraian B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Bibit 2. Pupuk 2.1. Kandang 2.2. Urea 2.3. NPK 2.4. TSP 2.5. SP-36 2.6. Sekam 3. Puradan(pestisida) 4. Tenaga kerja Luar Keluarga 5. PBB 6. Iuran Desa Total Biaya Tunai B.2. Biaya Non tunai 1. Bibit 2. pupuk Kandang 3. Tenaga Kerja dalam keluarga 4. Biaya Penyusutan Alat 5. Biaya Sewa Lahan Total Biaya Non Tunai C. Total biaya
Satuan
Nilai Rata-rata Lahan Sendiri
Lahan Garap
Rp/umbi
100 000
350 000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/HOK Rp/Tahun Rp/Tahun Rp
256 667 40 000 5 833 0 0 0 25 833 765 833 125 000 15 833 1 335 000
392 000 66 750 40 250 0 0 0 25 000 886 000 0 17 500 1 777 500
Rp/umbi Rp/kg Rp/HOK Rp Rp Rp Rp
100 000 6163 333 82 500 28 644 1 500 000 1 874 478 3 209 478
450 000 1 316 000 48 000 21 887 0 1 835 887 3 613 387
Sumber: Data Primer (doilah), 2013.
Tabel 16. menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh petani penggarap lebih besar dari petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan karena beberapa komponen biaya tunai maupun tidak tunai tidak terdapat pada kelompok tani yang memiliki lahan sendiri. Petani yang menggarap lahan
53
Perhutani mengeluarkan biaya untuk bibit dan pupuk kandang lebih besar dibanding petani yang memiliki lahan sendiri, sehingga biaya yang dikeluarkan petani penggarap lebih besar. Tabel 17. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Tajur Halang Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013. Uraian B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Bibit 2. Pupuk 2.1. Kandang 2.2. Urea 2.3. NPK 2.4. TSP 2.5. SP-36 2.6. Sekam 3. Puradan(pestisida) 4. Tenaga kerja Luar Keluarga 5. PBB 6. Iuran Desa Total Biaya Tunai B.2. Biaya Non tunai 1. Bibit 2. pupuk Kandang 3. Tenaga Kerja dalam keluarga 4. Biaya Penyusutan Alat 5. Biaya Sewa Lahan Total Biaya Non Tunai C. Total biaya
Satuan
Nilai Rata-rata Luas Lahan Luas Lahan 2 ˃ 1 633 m2 ≤ 1.633 m
Rp/umbi
100 000
600 000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg
245 000 50 750 28 000 0 0 0 25 500
420 000 65 000 31 500 0 0 0 25 000
Rp/HOK Rp/Tahun Rp/Tahun Rp
913 000 168 000 16 000 1 546 250
700 000 270 000 18 000 2 129 500
Rp/umbi Rp/kg
171 429 991 667
700 000 700 000
Rp/HOK Rp Rp Rp Rp
70 000 25 917 750 000 2 009 012 3 555 262
50 000 21 873 500 000 1 971 873 4 101 373
Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
Selain dilihat dari status kepemilikan lahan, analisis biaya usahatani di Desa Tajur Halang dapat dilihat dari luas lahan yang digunakan. Biaya tunai yang dikeluarkan petani pada lahan dengan luas lahan kurang dari sama dengan 1 633 m2 sebesar Rp 1 546 250, biaya tunai yang dikeluarkan petani pada luas lahan lebih dari 1.633 m2 sebesar Rp.2.129.500. Adapun biaya tidak tunai yang
54
dikeluarkan petani pada pada lahan dengan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2 sebesar Rp.2.009.012 dan biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani pada luas lahan lebih dari 1.633 m2 sebesar Rp 1.971.837. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani pada lahan dengan luas lahan kurang dari sama dengan 1 633 m2 sebesar Rp.3.555.262 dan total biaya yang dikeluarkan petani pada luas lahan lebih dari 1.633 m2sebesar Rp.4.101.373 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 lebih besar daripada total biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2. Hal ini disebabkan karena semakin luas lahan yang digunakan maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. 7.3.2. Analisis Biaya Usahatani di Desa Cipelang Analisis pendapatan usahatani talas di Desa Cipelang tidak jauh berbeda dengan analisis pendapatan usahatani talas di Desa Tajur Halang yang dilakukan terhadap petani, biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai yang dikeluarkan petani di Desa Cipelang meliputi biaya penggunaan bibit, pupuk (kandang dan kimia), pestisida, tenaga kerja luar keluarga, PBB, dan iuran desa. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani meliputi biaya penggunaan bibit, pupuk kandang, tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan alat-alat pertanian. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang tidak efisien dalam usahatani talas rata-rata sebesar Rp.2.971.166, sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan petani yang sudah efisien rata-rata sebesar Rp 2.885.890. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani yang tidak efisien dalam usahatani talas rata-rata sebesar Rp 1.393.917 dan biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani yang sudah efisien rata-rata sebesar Rp.1.756.428. Ratarata total biaya yang dikeluarkan petani yang tidak efisien dan petani yang sudah efisien dalam usahatani talas di Desa Cipelang masing-masing sebesar Rp.4.365.083 dan Rp.4.642.318. Komponen biaya usahatani talas secara umum dapat dilihat pada Lampiran 4.
55
7.3.2.1. Analisis Biaya Usahatani Berdasarkan Karakteristik Lahan di Desa Cipelang Berdasarkan karakteristik status kepemilikan lahan, biaya tunai yang dikeluarkan petani berstatus memiliki lahan sendiri sebesar Rp 2 897 166.70, sedangkan
biaya
tunai
yang
dikeluarkan
petani
penggarap
sebesar
Rp.2.322.613.25. Biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani berstatus kepemilikan lahan sendiri sebesar Rp 2.783.647.67 sedangkan biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani penggarap sebesar Rp 1.376.904.88. Total biaya yang dikeluarkan petani dengan kepemilikan lahan sendiri adalah Rp.5.680 813.37 dan total biaya yang dikeluarkan petani penggarap adalah Rp.3.699.518.13. Komponen biaya usahatani talas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Cipelang Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013. Uraian B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Bibit 2. Pupuk 2.1. Kandang 2.2. Urea 2.3. NPK 2.4. TSP 2.5. SP-36 2.6. Sekam 3. Puradan(pestisida) 4. Tenaga kerja Luar Keluarga 5. PBB 6. Iuran Desa Total Biaya Tunai B.2. Biaya Non tunai 1. Bibit 2. pupuk Kandang 3. Tenaga Kerja dalam keluarga 4. Biaya Penyusutan Alat 5. Biaya Sewa Lahan Total Biaya Non Tunai C. Total biaya Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
Satuan
Nilai Rata-rata Lahan Garap
Lahan Sendiri
Rp/umbi
290 005.30
566 666.70
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/HOK Rp/Tahun Rp/Tahun Rp
1 000 000.00 76 380.95 16 428.57 2 714.86 16 750.00 6 428.57 27 000.00 876 905.00 0.00 10 000.00 2 322 613.25
750 000.00 62 000.00 38 500.00 18 000.00 12 000.00 9 000.00 27 000.00 1 092 000.00 312 000.00 10 000.00 2 897 166.70
Rp/umbi Rp/kg Rp/HOK Rp Rp Rp Rp
735 294.10 392 857.10 220 714.00 28 039.68 0.00 1 376 904.88 3 699 518.13
550 000.00 500 000.00 210 000.00 23 646.67 1 500 000.00 2 783 647.67 5 680 813.37
56
Tabel 18. menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh petani penggarap lebih kecil dari petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan karena beberapa komponen biaya tunai maupun tidak tunai tidak terdapat pada kelompok tani yang menggarap lahan PT. Perhutani. Petani yang menggarap lahan Perhutani tidak mengeluarkan biaya pajak dan biaya sewa lahan. Tabel 19. Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usahatani Talas per m2 Desa Cipelang Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013. Uraian B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Bibit 2. Pupuk 2.1. Kandang 2.2. Urea 2.3. NPK 2.4. TSP 2.5. SP-36 2.6. Sekam 3. Puradan(pestisida) 4. Tenaga kerja Luar Keluarga 5. PBB 6. Iuran Desa Total Biaya Tunai B.2. Biaya Non tunai 1. Bibit 2. pupuk Kandang 3. Tenaga Kerja dalam keluarga 4. Biaya Penyusutan Alat 5. Biaya sewa lahan Total Biaya Non Tunai C. Total biaya
Satuan
Nilai Rata-rata Luas Lahan Luas Lahan ≤ 3 377 m2 ˃ 3 377 m2
Rp/umbi
372 000.00
850 000.00
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/HOK Rp/Tahun Rp/Tahun Rp
833 333.00 58 142.86 21 607.14 19 285.71 15 000.00 1 071.43 27 000.00 670 714.00 256 071.00 10 000.00 2 284 225.14
1 022 727.00 91 667.00 19 583.00 32 500.00 15 417.00 13 750.00 27 000.00 1 207 083.00 330 000.00 10 000.00 3 619 726.00
Rp/umbi Rp/kg Rp/HOK Rp Rp Rp Rp
377 777.80 406 250.00 247 143.00 18 264.29 428 571.40 1 478 006.49 3 762 231.63
1 020 000.00 500 000.00 185 417.00 37 613.89 125 000.00 1 868 030.89 5 487 756.89
Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
Berdasarkan karakteristik luas lahan yang digunakan, rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan petani pada lahan dengan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 sebesar Rp 2 284.225.14 biaya tunai yang dikeluarkan petani pada luas lahan lebih dari 3.377 m2 rata-rata sebesar Rp.3.619.726.00. Rata-rata biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani pada lahan dengan luas lahan kurang dari sama
57
dengan 3.377 m2 adalah Rp.1.478.006.49 dan biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani pada luas lahan lebih dari 3.377 m2 rata-rata sebesar Rp.1.868.030.89. Total biaya yang dikeluarkan petani di Desa Cipelang untuk luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 sebesar Rp 3.762.231.63, sedangkan untuk luas lahan lebih dari 3.377 m2 sebesar Rp 5.487.756.89 dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 lebih besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan petani pada luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2. Hal ini disebabkan semakin luas lahan yang digunakan maka biaya yang dikeluarkan oleh petani akan semakin besar. 7.4
Analisis Pendapatan Usahatani Talas
Analisis pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya yang dikeluarkan petani. Pendapatan usahatani terbagi menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani talas di Desa Tajur Halang adalah Rp.5.066.667 per m2, sedangkan pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani talas di Desa Cipelang adalah Rp.11.042.942 per m2. Pendapatan atas biaya total petani talas di Desa Tajur Halang adalah Rp 3.755.098 per m2 dan pendapatan atas biaya total petani responden di Desa Cipelang adalah Rp.9.933.632 per m2. 7.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Analisis pendapatan usahatani di Desa Tajur Halang dilakukan kepada petani talas yang tergabung dalam Kelompok Tani Maju. Petani yang efisien dalam usahatani talas di Desa Tajur Halang memiliki pendapatan atas biaya total lebih besar dibanding petani yang tidak efisien. Pendapatan atas biaya tunai petani yang tidak efisien dalam usahatani talas lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai petani yang sudah efisien dalam usahatani talas, yaitu sebesar Rp.935.000, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani yang sudah efisien sebesar Rp.4.576.786. Dilihat dari besarnya pendapatan atas biaya total, pendapatan atas biaya total petani yang tidak pun lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya total petani yang sudah efisien dalam usahatani talas, yaitu sebesar Rp (939.000). Pendapatan atas biaya total petani yang sudah efisien dalam
58
usahatani talas sebesar Rp 2.4541.462. Hal ini disebabkan karena petani yang tidak efisien menggunakan pupuk serta pestisida tidak sesuai dengan aturan yang dianjurkan oleh pemerintah. Analisis
pendapatan
usahatani
bisa
juga
dibedakan
berdasarkan
karakteristik lahan, yaitu status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digunakan. Karakteristik lahan berdasarkan kepemilikan lahan dapat dibedakan menjadi lahan milik sendiri dan lahan garapan. Karakteristik lahan berdasarkan luas lahan yang digunakan dibedakan menjadi luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2 dan lebih sari 1.633 m2. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani talas dalam penelitian ini untuk petani yang memiliki lahan sendiri adalah Rp 515.000 per m2 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp (1.359.478) per m2, sedangkan petani yang menggarap lahan milik Perhutani memiliki pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp.6.132.500 per m2 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp.4.296.613 per m2. Hasil analisis tersebut menjelaskan bahwa pendapatan atas biaya total petani penggarap lebih besar dibanding pendapatan atas biaya total petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan karena penerimaan petani yang menggarap lahan Perhutani lebih besar daripada penerimaan petani yang memiliki lahan sendiri dan petani penggarap tidak dibebani biaya sewa lahan. Dilihat dari karakteristik lahan lainnya, pendapatan atas biaya tunai petani talas yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2 adalah Rp.1.413.750 per m2 dan pendapatan atas biaya total petani talas yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2 adalah Rp.(595.262) per m2. Pendapatan atas biaya tunai petani talas yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 adalah sebesar Rp 9.990.500 per m2, sedangkan pendapatan atas biaya total petani talas yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 adalah Rp 8.018.627 per m2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 memiliki nilai paling tinggi dibandingkan pendapatan atas biaya total petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2.
59
7.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Desa Cipelang Analisis pendapatan usahatani di Desa Cipelang tidak jauh berbeda dengan analisis pendapatan usahatani di Desa Tajur Halang. Analisis pendapatan usahatani di Desa Cipelang dilakukan kepada petani talas yang tergabung dalam Kelompok Tani Mekar Sejahtera. Petani talas yang telah efisien dalam usahatani talas di Desa Cipelang memiliki pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total lebih besar dibanding petani yang tidak efisien. Pendapatan atas biaya tunai petani yang tidak efisien dalam usahatani talas lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai petani yang sudah efisien, yaitu sebesar Rp.8.370.501 per m2, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani yang sudah efisien adalah sebesar Rp.10.551.610 per m2. Dilihat dari besarnya pendapatan atas biaya total, pendapatan atas biaya total petani yang tidak efisien dalam usahatani talas sebesar Rp.6.976.584 per m2 lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya total petani yang sudah efisien, yaitu sebesar Rp 8.795.182 per m2. Hal ini disebabkan karena petani yang tidak efisien menggunakan pupuk serta pestisida yang tidak sesuai dengan anjuran dari pemerintah. Analisis
pendapatan
usahatani
bisa
juga
dibedakan
berdasarkan
karakteristik lahan, yaitu status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digunakan. Karakteristik lahan berdasarkan kepemilikan lahan dapat dibedakan menjadi lahan milik sendiri dan lahan garapan. Karakteristik lahan berdasarkan luas lahan yang digunakan dibedakan menjadi luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2, luas lahan lebih dari 3.377 m2. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani talas dalam penelitian ini untuk petani yang memiliki lahan sendiri adalah Rp 8.402.833.33 per m2 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.619.186.63 per m2, sedangkan petani yang menggarap lahan milik Perhutani memiliki pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 10.740.005.75 per m2 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp.9.363.100.87 per m2. Hasil analisis tersebut menjelaskan bahwa pendapatan atas biaya total petani yang memiliki lahan sendiri lebih kecil dibanding pendapatan atas biaya total petani yang menggarap lahan Perhutani. Hal ini disebabkan karena petani yang menggarap lahan Perhutani tidak mengeluarkan biaya pajak ataupun biaya sewa lahan.
60
Dilihat dari karakteristik lahan lainnya, pendapatan atas biaya tunai petani talas yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 adalah Rp.4.662.203.16 per m2 dan pendapatan atas biaya total petani talas yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 adalah Rp.3.184.196.67 per m2. Pendapatan atas biaya tunai petani talas yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 adalah Rp 16.342.773.33 per m2, sedangkan pendapatan atas biaya total petani talas yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 adalah Rp 14.474.742.44 per m2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 memiliki nilai paling tinggi dibandingkan pendapatan atas biaya total petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2. Hal ini disebabkan karena penerimaan petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 lebih besar daripada penerimaan petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2. 7.5
Analisis R/C Rasio
Analisis R/C rasio di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang digunakan untuk melihat efisiensi pendapatan usahatani talas. Analisis R/C rasio dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. 7.5.1. Analisis R/C Rasio Desa Tajur Halang Hasil perhitungan analisis R/C rasio di Desa Tajur Halang digunakan untuk melihat efisiensi pendapatan usahatani yang dilakukan terhadap petani talas. Petani yang tidak efisien dalam usahatani talas memiliki nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2.41. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1.00 pada lahan usahatani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2.41. R/C rasio atas biaya total pada petani yang tidak efisien sebesar 0.63. Nilai memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani, maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 0.63. Walaupun petani ini tidak efisien, namun usahatani yang dilakukan oleh petani masih menguntungkan untuk dilanjutkan. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masing-masing petani dapat dilihat pada Tabel 20.
61
Tabel 20. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang per m2 Tahun 2013. Uraian A. Penerimaan Usahatani B.1. Biaya Tunai B.2. Biaya Tidak Tunai B. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total
Nilai Rata-rata Petani Efisien 6.328.571 1.751.785 2 035 324 3 787 109 4 576 786 2 541 462 3.61 1.67
Petani Tidak Efisien 1.600.000 665.000 1.874.000 2 539 000 935 000 (939 000) 2.41 0.63
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Tabel 20. menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani yang tidak efisien lebih besar dibanding R/C rasio petani yang sudah efisien usahatani talas. Namun demikian usahatani talas di Desa Tajur Halang tetap menguntungkan dan layak diusahakan bila dilihat dari sisi finansial. Dilihat dari sisi ekonomi, usahatani talas di Desa Tajur Halang bagi petani yang tidak efisien dalam usahatani talas tidak layak diusahakan karena tidak memberikan keuntungan. Hasil analisis R/C rasio atas biaya tunai untuk usahatani lahan milik sendiri dan lahan garapan di Desa Tajur Halang masing-masing adalah 1.39 dan 4.45. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1.00 pada lahan milik sendiri menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.39. Nilai R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani talas di Desa Tajur Halang mampu memberikan keuntungan bagi petani lahan milik sendiri karena penerimaannya lebih besar 1.39 kali dari biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk lahan milik sendiri lebih rendah dari lahan garapan hal ini disebabkan karena petani yang memiliki lahan sendiri mengeluarkan biaya sewa lahan dan biaya pajak. Walaupun demikian, petani masih memperoleh keuntungan dari penjualan talas. R/C rasio atas biaya total untuk petani yang menggarap lahan milik Perhutani dan lahan milik sendiri di Desa Tajur Halang masing-masing sebesar 2.19 dan 0.58. Nilai ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani, maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.19 untuk petani yang menggarap lahan perusahaan dan Rp 0.58 untuk petani yang
62
memiliki lahan sendiri. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masing-masing petani dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan per m2 Tahun 2013. Uraian A. Penerimaan Usahatani B.1. Biaya Tunai B.2. Biaya Tidak Tunai B. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total
Nilai Rata-rata Lahan Sendiri 1 850 000 1 335 000 1 874 478 3 209 478 515 000 (1 359 478) 1.39 0.58
Lahan Garap 7 910 000 1 777 500 1 835 887 3 613 387 6 132 500 4 296 613 4.45 2.19
Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
Berdasarkan Tabel 21. dapat dilihat nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, petani penggarap lebih efisien daripada petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan karena total biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani yang memiliki lahan sendiri lebih besar daripada petani penggarap. Walaupun demikian perbedaan diantara keduanya tidak terlalu signifikan karena pada kenyataannya komponen biaya baik tunai maunpun tidak tunai tidak jauh berbeda. Petani talas di Desa Tajur Halang baik yang menggarap lahan perusahaan maupun lahan milik sendiri tetap menguntungkan bila dilihat dari sisi finansial. Dilihat dari sisi ekonomi, usahatani talas di Desa Tajur Halang bagi petani yang memiliki lahan sendiri tidak layang diusahakan karena memberikan kerugian. Dilihat dari luas lahan yang digunakan, nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2 lebih rendah dibandingkan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2, yaitu sebesar 1.91. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 adalah 5.69. Nilai R/C rasio atas biaya total untuk petani yang menggunakan lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2 sebesar 0.83 dan nilai R/C rasio luas lahan lebih dari 1.633 m2 sebesar 2.96. Hal ini berarti petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 1.633 m2 lebih efisien daripada petani yang menggunakan
63
luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2, namun secara keseluruhan usahatani talas di Desa Tajur Halang tetap menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masing-masing petani dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang per m2 Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013. Uraian A. Penerimaan Usahatani B.1. Biaya Tunai B.2. Biaya Tidak Tunai B. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total
Nilai Rata-rata Luas Lahan Luas Lahan ≤ 1.633 m2 ˃ 1.633 m2 2 960 000 12 120 000 1 546 250 2 129 500 2 009 012 1 971 873 3 555 262 4 101 373 1 413 750 9 990 500 (595 262) 8 018 627 1.91 5.69 0.83 2.96
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Berdasarkan Tabel 22. nilai R/C rasio bagi petani yang mengusahakan lahan dengan luas lebih dari 1.633 m2 memiliki nilai tertinggi. Namun, usahatani talas di Desa Tajur Halang berdasarkan luas lahan yang digunakan layak untuk diusahakan dan memberikan keuntungan kepada petani bila dilihat dari sisi finansial. Dilihat dari sisi ekonomi, usahatani talas di Desa Tajur Halang bagi petani yang mengusahakan lahan dengan luas kurang dari sama dengan 1.633 m2 tidak layak diusahakan karena tidak memberikan keuntungan. 7.5.2. Analisis R/C Rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang Hasil perhitungan analisis R/C rasio di Desa Cipelang tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan analisis R/C rasio di Desa Tajur Halang. Analisis R/C rasio di Desa Cipelang digunakan untuk melihat layak atau tidaknya usahatani yang dilakukan terhadap petani talas. Petani yang tidak efisien dalam usahatani talas memiliki nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 3.82. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1.00 pada lahan usahatani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3.82. R/C rasio atas biaya total pada petani yang tidak efisien dalam usahatani talas adalah sebesar 4.66. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani, maka petani
64
akan memperoleh penerimaan sebesar Rp.4.66. Walaupun petani ini tidak efisien, namun usahatani yang dilakukan oleh petani masih menguntungkan untuk dilanjutkan. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masing-masing petani dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per m2 Tahun 2013. Uraian A. Penerimaan Usahatani B.1. Biaya Tunai B.2. Biaya Tidak Tunai B. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total
Nilai Rata-rata Petani Efisien 13 437 500 2 885 890 1 756 428 4 642 318 10 551 610 8 795 182 4.66 2.89
Petani Tidak Efisien 11 341 667 2 971 166 1 393 917 4 365 083 8 370 501 6 976 584 3.82 2.60
Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
R/C rasio atas biaya total untuk petani yang menggarap lahan Perhutani dan lahan milik sendiri di Desa Cipelang masing-masing sebesar 3.35 dan 1.99. Nilai ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani, maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3.35 untuk petani yang menggarap lahan Perhutani dan Rp 1.99 untuk petani yang memiliki lahan sendiri. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masingmasing petani dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per m2 Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2013. Uraian A. Penerimaan Usahatani B.1. Biaya Tunai B.2. Biaya Tidak Tunai B. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total Sumber: Data Primer (diolah), 2013.
Nilai Rata-rata Lahan Garap 13 347 619.00 2 607 613.25 1 376 904.88 3 984 518.13 10 740 005.75 9 363 100.87 5 12 3.35
Lahan Sendiri 11 300 000.00 2 897 166.70 2 783 646.67 5 680 813.37 8 402 833.30 5 619 186.63 3.90 1.99
65
Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk usahatani lahan milik sendiri dan lahan garapan masing-masing adalah 3.90 dan 5.12. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1.00 pada lahan milik sendiri menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3.90. Nilai R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa uasahtani talas di Desa Cipelang juga mampu memberikan keuntungan bagi petani lahan milik sendiri karena penerimaannya lebih besar 3.90 kali dari biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk lahan garapan lebih besar dari lahan milik sendiri hal ini disebabkan karena petani yang menggarap lahan Perhutani mengeluarkan biaya tunai lebih besar daripada petani yang memiliki lahan sendiri. Walaupun demikian, petani masih memperoleh keuntungan dari penjualan talas. R/C rasio atas biaya total untuk petani yang menggarap lahan Perhutani dan lahan milik sendiri di Desa Cipelang masing-masing sebesar 3.35 dan 1.99. Nilai ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani, maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3.35 untuk petani yang menggarap lahan Perhutani dan Rp 1.99 untuk petani yang memiliki lahan sendiri. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masingmasing petani dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel 24. dapat dilihat nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, petani yang menggarap lahan Perhutani lebih efisien daripada petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan karena total biaya yang dikeluaran petani yang memiliki lahan sendiri lebih besar daripada petani penggarap. Walaupun demikian perbedaan diantara keduanya tidak terlalu signifikan karena pada kenyataannya komponen biaya baik tunai maunpun tidak tunai tidak jauh berbeda. Petani talas di Desa Cipelang baik yang menggarap lahan perusahaan maupun lahan milik sendiri tetap menguntungkan. Dilihat dari luas lahan yang digunakan, nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 lebih tinggi dibandingkan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2, yaitu sebesar 5.51. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3 377 m2 sebesar 3.04. Nilai R/C rasio atas biaya total untuk petani yang
66
menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 lebih tinggi daripada luas lahan kurang dari sam dengan 3.377 m2, yaitu sebesar 3.64, sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total untuk petani yang menggunakan lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2 sebesar 1.85. Hal ini berarti petani yang menggunakan luas lahan lebih dari 3.377 m2 lebih efisien daripada petani yang menggunakan luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2, namun secara keseluruhan usahatani talas di Desa Cipelang tetap menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih dari satu. Penerimaan, total biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani per m2 masing-masing petani dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Rata-rata Penerimaan, Total Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per m2 Berdasarkan Luas Lahan yang digunakan Tahun 2013. Uraian A. Penerimaan Usahatani B.1. Biaya Tunai B.2. Biaya Tidak Tunai B. Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total
Nilai Rata-rata Luas Lahan Luas Lahan 2 2 ≤ 3.377 m ˃ 3.377 m 6 946 429.00 19 962 500.00 2 284 225.84 3 619 726.67 1 478 006.49 1 868 030.89 3 762 232.33 5 487 757.56 4 662 203.16 16 342 773.33 3 184 196.67 14 474 742.44 3.04 5.51 1.85 3.64
Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Berdasarkan Tabel 25. dapat dilihat bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, petani yang mengusahakan pada lahan dengan luas lebih dari 3.377 m2 lebih efisien daripada petani yang mengusahakan pada luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2. Hal ini disebabkan karena total biaya yang dikeluarkan oleh petani yang mengusahakan lahan dengan luas lebih dari 3.377 m2 lebih besar daripada petani yang memiliki lahan sendiri. Walaupun demikian perbedaan diantara keduanya tidak terlalu signifikan karena pada kenyataannya komponen biaya baik tunai maunpun tidak tunai tidak jauh berbeda. Petani talas di Desa Cipelang baik yang menggarap lahan perusahaan maupun lahan milik sendiri tetap menguntungkan.
67
VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode DEA, di Desa Tajur Halang terdapat satu orang petani yang tidak efisien dalam usahatani talas, sedangkan di Desa Cipelang terdapat enam orang petani yang tidak efisien dalam usahatani talas. 2. Pendapatan usahatani talas bagi petani yang tidak efisien di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang memiliki nilai yang lebih rendah daripada pendapatan usahatani talas bagi petani talas yang sudah efisien. 3. Berdasarkan status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani talas bagi petani yang meggarap lahan milik Perhutani memiliki pendapatan lebih besar daripada pendapatan petani yang memiliki lahan sendiri di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang. Dilihat dari luas lahan yang digunakan, petani di Desa Tajur Halang yang mengusahakan lahan dengan luas lahan lebih dari 1.633 m2 memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding luas lahan kurang dari sama dengan 1.633 m2, sedangkan pendapatan yang diperoleh petani di Desa Cipelang, yang mengusahakan lahan dengan luas lahan lebih dari 3.377 m2 memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding luas lahan kurang dari sama dengan 3.377 m2. 8.2.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disarankan: 1. Untuk meningkatkan efisiensi usahatani talas, petani di Desa Tajur Halang dan petani di Desa Cipelang dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk anorganik secara berlebih, dan jarak tanam. 2. Perlu adanya perhatian dari petani dan pemerintah dalam menggunakan pestisida secara berlebih karena dapat mempengaruhi hasil produksi talas. Kualitas talas yang dipoduksi tidak akan bagus jika penggunaan pestisida dan pupuk anorganik melebihi takaran yang telah disesuaikan.
68
3. Pendapatan usahatani talas di kedua desa secara umum sudah menguntungkan, namun untuk meringankan beban petani perlu adanya subsidi pupuk agar para petani tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya.
69
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zaenal, Endri. 2009. Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah: Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 11 No. 1. Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Jawa Barat dalam angka. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ________________________. 2012. Indikator ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ________________________. 2012. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2007-2011. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Charnes A, Cooper WW, E.Rhodes. 2002. Measuring The Efficiency of Decision Making Units. European Journal of Operational Research 2:429-444. North-Holland Publishing Company. Chiang YH, Cheng EWL, Tang BS. 2006 Examining Repercussions of Consumptions and Inputs Placed on the Construction Sector by Use of I-O Tables and DEA. Building and Environment 41:1-11. Cooper, W.W, L.M. Seiford, dan J. Zhu. 2000. A Unified Additive Model Approach for Evaluating Inefficiency and Congestion with Associated Measurces in DEA. Social-Economic Planning Science, Vol. 34., No. 1, 125. Daraio C, Simar L. 2007. Advance Robust and Non Parametric Methods in Efficiency Analysis. Methodology and Applications. New York: Springer. Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian, Bogor. ___________________________. 2008. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian, Bogor. ___________________________. 2009. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian, Bogor. ___________________________. 2010. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian, Bogor. ___________________________. 2011. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian, Bogor. Dirjen Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2002. Pengenalan dan Budidaya Talas, Garut, Ganyong, Gembili, Ubi Kelapa, Gadung, Iles-iles, dan Suweg. Kementrian Pertanian, Jakarta.
70
Fauzi, A. dan S. Anna. 2002. Kapasitas Perikanan di Perairan Pesisir DKI Jakarta, Aplikasi Data Envelopment Analysis. Working Paper Institute of Resource and Environmental Economics Studies (IREES). Bogor. Fauzi, A. Dan S. Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fried HO, Lovell CAK, Schmidt SS. 2008. Efficiency and Productivity. di dalam Fried et al editor. The Measureement of Productive Efficiency and Productivity Growth. New York: Oxford University Press. Hafsah, J.M. 2003. Bisnis Ubi Kayu di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Jiang B, Liu S, Wang Q. 2007. Integration of DEA with Input-Output Table for National Economy Efficiency Analysis. Int. Journal Services, Economics and Management 1(1):88-97. Marsudi, E. 2010. Analisis Pendapatan Beberapa Usahatani Sayuran Daun di Kabupaten Pidie. Journal SAINS Riset Volume 1 No. 1 Nababan, BO, Sari YD. 2010. Analisis Efisiensi Kredit Modal Ventura untuk Nelayan Perikanan Tangkap (Studi Kasus Nelayan di kabupaten Tegal). Jurnal Bijak Dan Riset Sosek KP Volume 5 No. 1 Parulian, Y. 2010. Analisis Sektor Unggulan Perekonomian Nusa Tenggara Timur: Analisis Tingkat Efisiensi dan Ketergantungan antar Sektor. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purnomo, BAY. 2006. Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus Efisiensi Teknis Penggunaan Lahan, Bibit, Pupuk, Obat-obatan dan Tenaga Kerja Pada Usaha tani Padi Sawah di Jawa Tengah) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purwantoro, R.N . 2003. Penerapan Data envelopment Analysis dalam Kasus Pemilihan Produk Inkjet Personal Printer. Usahawan: 36-41. Rukmana, D. 1998. Budidaya Talas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sastrapradja, S. 1977. Ubi-Ubian. Penerbit Lembaga Biologi Nasional (LIPI). Bogor. Said, A. 2009. Analisis Evaluasi Kelayakan Tingkat Awal Usahatani Talas Jepang di Kabupaten Bantaeng. Jurnal Vegeta edisi keenam Volume 5: 23-56. Shifa. 2010. Analisis Pendapatan dan Tingkat Produksi Optimal Usahatani Pisang dengan Penerapan Standar Prosedur (SPO) di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeharjo, Patong. 1973. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
71
Soekartawi, Soeharjo, J.L. Dillon, dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penerbit Universitas Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 2002. Ilmu Ushatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Press UPT Caringin. 2010. Laporan Akhir Tahun UPT Caringin Kabupaten Bogor Tahun 2010. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian, Bogor.
72
73
LAMPIRAN
8
73
Lampiran 1. Karakteristik Petani Talas di Desa Tajur Halang
Jumlah Lama Kepemilikan Lahan (m) Pendidikan Tanggungan Usahatani Sendiri Garap Sewa (orang) (Thn)
Jarak Tanam (m)
Masa Panen (bulan)
1x1
6
1x1
7
0.3x0.3
6
1000
0.3x0.3
8
500
0.5x0.5
7
2000
1x1
7
5000
1x1
6
1x1
7
0.5x0.5
8
500
0.5x0.5
6
33
500
1x1
7
3
10
500
1x1
7
SD
6
10
3000
1x1
8
50
SD
3
15
1500
1x1
8
40
SD
3
11
3500
0.5x0.5
7
Alamat
Jenis Kelamin
Umur (Thn)
1 Adi
Tajur Halang
L
50
SD
3
30
2 Enjang
Tajur Halang
L
55
SD
8
39
3 Saud
Tajur Halang
L
67
SD
5
40
4 H. Ajudin
Tajur Halang
L
73
SD
10
64
5 Udis
Tajur Halang
L
40
SD
5
10
6 Akew
Tajur Halang
L
35
SD
4
10
7 Nam
Tajur Halang
L
53
SD
3
30
8 Herman
Tajur Halang
L
40
SD
3
10
9 Acan
Tajur Halang
L
50
SD
4
25
10 Basri
Tajur Halang
L
38
SD
4
10
11 Udin
Tajur Halang
L
58
SD
5
12 Maja
Tajur Halang
L
45
SD
13 Jana
Tajur Halang
L
43
14 Nanang
Tajur Halang
L
15 Encep
Tajur Halang
L
No
Nama
1000 1000 500
500 500
3000
75
74 76
Lampiran 2. Karakteristik Petani Talas di Desa Cipelang No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Adang Ahmad Ijam Rahmat Rois Sajun Dili Wawan Yudi Papar Jejen Samin Ili Harun Holid Usup Atang Memen Ukus Elu Ajang Maman Ibih Hani Ade Niftah
Alamat Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang Cipelang
Jenis Kelamin Umur (Thn) Pendidikan L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L L
53 40 45 62 55 40 46 45 35 50 48 45 53 49 55 47 38 35 45 35 56 40 43 50 35 55
SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD
Jumlah Tanggungan (orang) 5 6 3 4 2 3 1 1 2 5 4 6 5 3 4 3 4 7 5 2 6 4 2 7 2 4
Lama Usahatani Kepemilikan Lahan (m) (Thn) Sendiri Garap sewa 10 5000 10 500 10 1000 11 5000 10 5000 13 300 5 1000 20 3000 15 5000 10 3000 8 2000 10 2000 10 3000 5 3500 10 7000 6 5500 7 6000 10 4000 10 2000 3 1000 15 6000 10 2500 8 3500 10 5000 10 3000 10 3000
Jarak Tanam (m) 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x0.7 0.7x0.7 1x1 0.5x0.5 1x1 1x1 1x1 1x0.7 1x0.7 1x1 1x1 0.5x0.5 1x1 1x1 0.5x0.5 0.7x0.7 0.7x0.7 1x1 1x1
Masa Panen (bulan) 7 7 7 7 6 6 7 7 6 6 6 7 8 7 7 8 8 7 6 6 7 7 8 7 7 8
77
Lampiran 3. Total Biaya Usahatani Talas di Desa Tajur Halang
Uraian B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Bibit 2. Pupuk 2.1. Kandang 2.2. Urea 2.3. NPK 2.4. TSP 2.5. SP-36 2.6. Sekam 3. Puradan(pestisida) 4. Tenaga kerja Luar Keluarga 5. PBB 6. Iuran Desa Total Biaya Tunai B.2. Biaya Non tunai 1. Bibit 2. pupuk Kandang 3. Tenaga Kerja dalam keluarga 4. Biaya Penyusutan Alat 5. Biaya Sewa Lahan Total Biaya Non Tunai C. Total biaya Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Satuan
Nilai Rata-rata Petani Petani Tidak Efisien Efisien
Rp/umbi
225 000
0
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/HOK Rp/Tahun Rp/Tahun Rp
320 000 57 679 31 250 0 0 0 25 357 861 071 215 000 16 429 1 751 785
0 25 000 0 0 0 0 25 000 575 000 20 000 20 000 665 000
Rp/umbi Rp/kg Rp/HOK Rp Rp Rp Rp
390 000 1 020 000 66 071 23 538 535 714 2 035 324 3 787 109
100 000 210 000 25 000 39 000 1 500 000 1 874 000 2 539 000
78
Lampiran 4. Total Biaya Usahatani Talas di Desa Cipelang
Uraian B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Bibit 2. Pupuk 2.1. Kandang 2.2. Urea 2.3. NPK 2.4. TSP 2.5. SP-36 2.6. Sekam 3. Puradan(pestisida) 4. Tenaga kerja Luar Keluarga 5. PBB 6. Iuran Desa Total Biaya Tunai B.2. Biaya Non tunai 1. Bibit 2. pupuk Kandang 3. Tenaga Kerja dalam keluarga 4. Biaya Penyusutan Alat 5. Biaya Sewa Lahan Total Biaya Non Tunai C. Total biaya Sumber: Data Primer (diolah), 2013
Satuan
Nilai Rata-rata Petani Petani Tidak Efisien Efisien
Rp/umbi
426.667
1.000.000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/HOK Rp/Tahun Rp/Tahun Rp
1.115.385 65.700 25.125 24.000 10.263 7.500 27.000 881.750 292.500 10.000 2.885.890
437.500 100.000 5.833 30.000 33.333 5.000 27.000 1.040.000 282.500 10.000 2.971.166
Rp/umbi Rp/kg Rp/HOK Rp Rp Rp Rp
757.143 392.857 203.250 28.178 375.000 10.551.610 8.795.182
600.000 500.000 270.000 23.917 0 1.939.917 4.365.083
77
Lampiran 5. Perhitungan Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Tajur Halang per Hektar Tahun 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Responden Adi Enjang Saud H. Ajudin Udis Akew Nam Herman Acan Basri Udin Maja Jana Nanang Encep
Penerimaan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
5,000,000 5,000,000 2,500,000 5,000,000 2,000,000 12,500,000 20,000,000 2,500,000 8,100,000 2,500,000 2,000,000 2,500,000 12,000,000 4,500,000 8,000,000
Tunai Rp 690,000 Rp 730,000 Rp 635,000 Rp 2,645,000 Rp 1,455,000 Rp 1,455,000 Rp 902,500 Rp 1,055,000 Rp 1,390,000 Rp 1,107,500 Rp 1,570,000 Rp 665,000 Rp 1,470,000 Rp 1,190,000 Rp 1,140,000
Biaya Tidak Tunai Rp 559,000 Rp 3,077,000 Rp 1,896,667 Rp 577,000 Rp 41,500 Rp 2,047,200 Rp 1,765,333 Rp 1,727,000 Rp 761,500 Rp 1,741,000 Rp 1,706,000 Rp 1,874,000 Rp 706,333 Rp 415,000 Rp 779,000
Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1,249,000 3,807,000 2,531,667 3,222,000 1,496,500 3,502,200 2,667,833 2,782,000 2,151,500 2,848,500 3,276,000 2,539,000 2,176,333 1,605,000 1,919,000
Pendapatan R/C Rasio Tunai Total Tunai Total Rp 4,310,000 Rp 3,751,000 7.25 Rp 4,270,000 Rp 1,193,000 6.85 Rp 1,865,000 Rp (31,667) 3.94 Rp 2,355,000 Rp 1,778,000 1.89 Rp 545,000 Rp 503,500 1.37 Rp 11,045,000 Rp 8,997,800 8.59 Rp 19,097,500 Rp 17,332,167 22.16 Rp 1,445,000 Rp (282,000) 2.37 Rp 6,710,000 Rp 5,948,500 5.83 Rp 1,392,500 Rp (348,500) 2.26 Rp 430,000 Rp (1,276,000) 1.27 Rp 1,835,000 Rp (39,000) 3.76 Rp 10,530,000 Rp 9,823,667 8.16 Rp 3,310,000 Rp 2,895,000 3.78 Rp 6,860,000 Rp 6,081,000 7.02
4.00 1.31 0.99 1.55 1.34 3.57 7.50 0.90 3.76 0.88 0.61 0.98 5.51 2.80 4.17
79
80
78
Lampiran 6. Perhitungan Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C rasio Usahatani Talas di Desa Cipelang per Hektar Tahun 2013 No.
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Adang Ahmad Ijam Rahmat Rois Sajun Dili Wawan Yudi Papar Jejen Samin Ili Harun Holid Usup Atang Memen Ukus Elu Ajang Maman Ibih Hani Ade Niftah
Penerimaan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
15,000,000 2,000,000 5,000,000 20,000,000 23,500,000 900,000 2,100,000 10,000,000 25,000,000 8,000,000 5,250,000 8,000,000 10,500,000 17,500,000 35,000,000 20,000,000 19,600,000 14,000,000 8,000,000 5,000,000 19,250,000 10,000,000 17,500,000 13,200,000 12,000,000 10,500,000
Biaya Pendapatan R/C Rasio Tunai Tidak Tunai Total Tunai Total Tunai Total Rp 3,777,000 Rp 1,181,667 Rp 4,958,667 Rp 11,223,000 Rp 10,041,333 3.97 3.03 Rp 987,000 Rp 389,333 Rp 1,376,333 Rp 1,013,000 Rp 623,667 2.03 1.45 Rp 5,067,000 Rp 363,700 Rp 5,430,700 Rp (67,000) Rp (430,700) 0.99 0.92 Rp 1,047,000 Rp 1,703,000 Rp 2,750,000 Rp 18,953,000 Rp 17,250,000 19.10 7.27 Rp 3,767,000 Rp 132,000 Rp 3,899,000 Rp 19,733,000 Rp 19,601,000 6.24 6.03 Rp 557,000 Rp 364,500 Rp 921,500 Rp 343,000 Rp (21,500) 1.62 0.98 Rp 757,000 Rp 635,833 Rp 1,392,833 Rp 1,343,000 Rp 707,167 2.77 1.51 Rp 1,427,000 Rp 1,959,833 Rp 3,386,833 Rp 8,573,000 Rp 6,613,167 7.01 2.95 Rp 1,232,000 Rp 274,000 Rp 1,506,000 Rp 23,768,000 Rp 23,494,000 20.29 16.60 Rp 1,652,000 Rp 2,019,000 Rp 3,671,000 Rp 6,348,000 Rp 4,329,000 4.84 2.18 Rp 1,107,000 Rp 507,000 Rp 1,614,000 Rp 4,143,000 Rp 3,636,000 4.74 3.25 Rp 817,000 Rp 504,600 Rp 1,321,600 Rp 7,183,000 Rp 6,678,400 9.79 6.05 Rp 3,777,000 Rp 2,056,900 Rp 5,833,900 Rp 6,723,000 Rp 4,666,100 2.78 1.80 Rp 2,062,000 Rp 2,345,000 Rp 4,407,000 Rp 15,438,000 Rp 13,093,000 8.49 3.97 Rp 3,602,000 Rp 1,537,800 Rp 5,139,800 Rp 31,398,000 Rp 29,860,200 9.72 6.81 Rp 1,196,000 Rp 1,202,667 Rp 2,398,667 Rp 18,804,000 Rp 17,601,333 16.72 8.34 Rp 3,297,000 Rp 1,737,400 Rp 5,034,400 Rp 16,303,000 Rp 14,565,600 5.94 3.89 Rp 772,000 Rp 1,390,333 Rp 2,162,333 Rp 13,228,000 Rp 11,837,667 18.13 6.47 Rp 827,000 Rp 1,058,167 Rp 1,885,167 Rp 7,173,000 Rp 6,114,833 9.67 4.24 Rp 702,000 Rp 554,500 Rp 1,256,500 Rp 4,298,000 Rp 3,743,500 7.12 3.98 Rp 2,733,000 Rp 1,222,000 Rp 3,955,000 Rp 16,517,000 Rp 15,295,000 7.04 4.87 Rp 3,029,500 Rp 2,203,667 Rp 5,233,167 Rp 6,970,500 Rp 4,766,833 3.30 1.91 Rp 2,107,000 Rp 112,000 Rp 2,219,000 Rp 15,393,000 Rp 15,281,000 8.31 7.89 Rp 1,247,000 Rp 1,138,500 Rp 2,385,500 Rp 11,953,000 Rp 10,814,500 10.59 5.53 Rp 1,161,000 Rp 1,605,000 Rp 2,766,000 Rp 10,839,000 Rp 9,234,000 10.34 4.34 Rp 977,000 Rp 643,667 Rp 1,620,667 Rp 9,523,000 Rp 8,879,333 10.75 6.48
81
Lampiran 9. Kuesioner Tingkat Efisiensi Penerapan SOP dan Pendapatan Usahatani Talas DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR JL. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 KUESIONER PENELITIAN UNTUK PETANI Tanggal Wawancara : No. Responden
:
Kuesioner ini digunakan untuk penelitian Analisis Tingkat Efisiensi Penerapan Standard Operational Procedure (SOP) di Desa Tajur Halang dan Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor oleh Reyna Velayati, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap, sehingga dapat dijadikan data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan pendapat Bapak/Ibu/Saudara. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
*) Coret yang tidak perlu I. Karakteristik Responden
II.
1. Nama Responden
:
2. Alamat
:
3. Jenis Kelamin
: L / P*
4. Umur
:
5. Pendidikan terakhir
:
tahun
a. SD
c. SMA/Sederajat
b. SMP
d. D3
6. Jumlah tanggungan
:
7. Pekerjaan Utama
:
8. Lama berusahatani talas
:
e. S1 / S2 / S3*
orang
tahun
Analisis Efisiensi Penerapan SOP Usahatani Talas 1. Bibit yang digunakan
: beli sendiri/ anakan dari tanaman utama*
2. Luas lahan yang diusahakan
:
Ha
82
3. Pembuatan lebar bedeng
:
cm
4. Tinggi bedengan
:
cm
5. Jarak antar bedeng
:
cm
6. Jarak tanam
:
cm/m2
7. Pupuk yang digunakan
:
8. Pemakaian Pupuk
:
a. Pupuk Kandang
:
kg
b. Pupuk Kompos
:
kg
c. Pupuk Urea, SP-36, KCL :
kg
9. Penyulaman
:
hari setelah tanam
10. Penyiangan
:
kali
11. Pemangkasan daun
:
kali
12. Masa Panen
:
bulan
13. Status pengusahaan lahan : pemilik / penggarap / ........................................* 14. Pola bertanam
: monokultur/ tumpangsari dengan .........................*
15. Mengapa memilih usahatani talas? ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... III.
Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Talas 1. Penggunaan input usahatani Uraian
Satuan
Benih Pupuk kandang Urea SP-36 TSP Lainnya Pestisida
Umbi Kg Kg Kg Kg Kg
Jumlah fisik
Harga per satuan
Nilai total (Rp)
Keterangan
83
2. Peralatan yang digunakan dalam usahatani : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Alat
Jumlah (buah)
Harga Beli (Rp)
Tahun Pembelian
Bisa dipakai berapa lama
Cangkul Semprotan Sabit Kored Traktor Parang
3. Penggunaan Tenaga Kerja dalam usahatani (jika ada) No.
1.
2.
3. 4.
5.
6.
Uraian
Waktu kerja (jam)
Hari kerja (hari)
Jumlah tenaga kerja dalam keluarga
Jumlah tenaga kerja luar keluarga
L
L
P
P
Penyiapan lahan Pembersihan lahan Pengolahan lahan Persemaian Pembuatan bedengan Pemupukan Penanaman Pemeliharaan Penyulaman Pengolahan tanah ringan Penyiangan Pemupukan dasar Pemupukan susulan Pemanenan Panen Pengangkutan Total
4. Panen dilakukan setiap :
hari/minggu/bulan
5. Jumlah produksi/panen :
umbi/panen
6. Harga Jual hasil produksi :
Rp/umbi
Upah
L
P
Biaya Sewa
Traktor
84
7. Apakah kegiatan panen dilakukan sendiri? a. Ya b. Tidak, jika tidak siapa yang melakukan panen? Besarnya biaya panen? ................................................................................................................... 8. Sistem keuntungan : bagi hasil/ upah/ ..........................................................* 9. Apakah anda mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah?(Ya / Tidak) Jika ya, dalam bentuk apa bantuan tersebut? ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... 10. Biaya usahatani lainnya Jenis Pengeluaran
Sistem Bayar
Musim Hujan (Rp)
Musim Kering (Rp)
Total/tahun (Rp)
Iuran irigasi Iuran desa PBB Sewa lahan Sewa traktor Lainnya ....... Total
11. Masalah atau kendala dalam usahatani talas : ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... .........................................................................................................................
85
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 05 Februari 1991 sebagai putri pertama dari dua bersaudara pasangan Sukirman dan Nurkiah. Pada tahun 1995 penulis memulai pendidikan dasar di Taman Kanak-kanak Dirgahayu, Bogor dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Pertiwi pada Tahun 1997 dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2009 Pada tahun yang sama, penulis masuk sebagai salah satu mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2013. Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi kemahasiswaan intra kampus. Penulis pernah menjadi Staff Divisi Studi Research and Development REESA (Resource Environmental Economic Student Association) IPB tahun 2010 dan Ketua Divisi Studi Research and Development REESA (Resource Environmental Economic Student Association) IPB tahun 2011. Selain itu, penulis aktif sebagai panitia kegiatan kemahasiswaan dan peserta pada berbagai kegiatan seminar terkait keilmuan penulis.