Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
EVALUASI PRODUKTIFITAS RUMAH SAKIT MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Agoest D. Irawan1, I Nyoman Pujawan2, Nurhadi Siswanto2 1 Mahasiswa PPS Magister Manajemen Teknologi-ITS 2 Jurusan Teknik Industri-ITS
ABSTRAK Efisiensi dan produktifitas sebuah rumah sakit selama ini diukur atas dasar pencapaian beberapa indikator seperti : Tingkat dari pencapaian BOR (Bed Occupancy Ratio), BTO (Bed Turn Over), ALOS (Average Length of Stay), jumlah pendapatan retribusi dan semacamnya tanpa berupaya mempertemukannya secara relatif dengan beberapa variabel konsideran yang lain seperti variabel man power, kapital atau teknologi. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui nilai efisiensi teknis (technical efficiency) dan tingkat produktfitias (total factor productivity) setiap rumah sakit dalam kurun waktu tertentu serta mengetahui variabel-variabel apa saja yang memiliki peranan penting bagi terwujudnya rumah sakit dengan tingkat efisiensi teknis dan produktifitas terbaik. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) dan Indeks Produktifitas Malmquist digunakan karena kemampuannya mengakomodasi banyak input dan banyak output. Penelitian dilakukan kepada sebanyak 42 rumah sakit umum pemerintah/daerah yang tersebar di Wilayah Propinsi Jawa Timur. Hasil pengolahan menunjukkan nilai efisiensi teknis merentang dari 58,1 % hingga 100 % pada tahun 2003 dengan 4 buah rumah sakit berada pada kondisi tidak efisien sementara nilai efisiensi teknis pada 2004 merentang dari 59,6 % hingga 100 % dengan adanya tambahan rumah sakit yang turut mengalami penurunan tingkat efisiensi. Tingkat produktfitas ditunjukkan melalui indeks TFP Malmquist yang menggunakan data timeseries mulai tahun 2003-2004. Rata-rata indeks perubahan TFP untuk rumah sakit di Wilayah Jawa Timur menunjukkan indeks 1.005 yang merentang dari 0,947 hingga 1,008. Kata kunci: Data Envelopment Analysis, Technical Efficiency, Scale Efficiency, Indeks Total Factor Productivity Malmquist.
PENDAHULUAN Biaya pelayanan kesehatan dalam kaitannya dengan kualitas pelayanan kesehatan selalu menjadi perhatian utama bagi banyak pihak. Padahal menurut beberapa ahli komponen kunci dari sektor kesehatan yang dapat diupayakan untuk meningkatkan efisiensi adalah dengan menggunakan sumber daya yang ada semaksimal mungkin melalui upaya yang terbaik. Rumah sakit dalam hal ini merupakan unit yang paling dekat perannya dalam proses pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk meningkatkan produktifitasnya dalam melayani para pasien sebagai pengguna jasa kesehatan dan berusaha semaksimal mungkin dalam penggunaan sumber daya yang ada. Pengukuran terhadap produktifitas sebuah rumah sakit selama ini lebih didasarkan atas deskripsi pencapaian beberapa indikator seperti: tingkat dari pencapaian BOR (Bed Occupancy Ratio), BTO (Bed Turn Over), ALOS (Average Lenghth of Stay), TOI (Turn Over Interval), jumlah pendapatan retribusi dan semacamnya tanpa
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
mempertemukannya secara relatif dengan beberapa variabel konsideran lain seperti variabel man power seperti jumlah dokter, paramedis, non paramedis atau variabel kapital dan teknologi seperti peralatan medis khusus dan sebagainya. Banyaknya faktor ini seringkali membuat pengambil keputusan mengalami kesulitan dalam melakukan analisis sehingga akhirnya memilih untuk memaksakan diri menetapkan satu faktor yang dianggap paling penting untuk dijadikan acuan. Metode DEA (Data Envelopment Analysis) merupakan metode yang tepat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Hal ini dikarenakan DEA mampu mengakomodasi banyak input dan banyak output dalam banyak dimensi, sehingga akan didapatkan suatu pengukuran efisiensi yang lebih akurat sebagai tahap awal dalam meningkatkan performa rumah sakit. Beberapa riset tentang pengukuruan produktifitas dan efisiensi pada ranah rumah sakit, pelayanan kesehatan dan pelaku kesehatan telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti dalam Roos (1997) dan Thomas (2006). Penggunaan DEA sebagai metode analisis juga dilakukan oleh Bhat et al. (2001) pada performa seluruh rumah sakit di Gujarat, Fulton (2001) di Rumah Sakit Militer Amerika Serikat, Andes et al. (2002) pada performa dokter dan Kittelsen (2003) di Norwegia. Tujuan dari penelitian ini sendiri antara lain: (1) Mengetahui nilai efisiensi teknis (technical efficiency) dan tingkat produktfitias (Total Factor Productivity) setiap rumah sakit dalam periode waktu tertentu. (2) Mengetahui variabel-variabel apa saja yang memiliki peranan penting bagi terwujudnya unit pelayanan rumah sakit dengan tingkat efisiensi teknis dan produktifitas (Total Factor Productivity) terbaik. (3)Mengetahui model unit pelayanan rumah sakit yang efisien dan yang kurang efisien pada suatu daerah. (4) Mendapatkan gambaran atas langkah yang harus ditempuh untuk menjadikan unit pelayanan rumah sakit yang ada menjadi unit pelayanan dengan tingkat efisiensi dan produktifitas yang lebih baik. Penelitian ini dibatasi oleh asumsi: (1) Unit yang diamati adalah seluruh rumah sakit umum pusat atau daerah milik pemerintah/daerah di kabupaten, kotamadya atau kota administratif yang tersebar di Wilayah Propinsi Jawa Timur. (2) Karakteristik rumah sakit diasumsikan setaraf baik dalam infrastruktur standar maupun standar mutu pelayanan kesehatan minimal yang diberikan. (3) Variansi proporsi populasi masyarakat terhadap rumah sakit diasumsikan identik. (4) Input dan output yang digunakan dalam penelitian ini memiliki hubungan yang logis. METODA Alur metoda penelitian dibangun melalui beberapa tahap sebagaimana tergambar pada Gambar 1. Pada tahap identifikasi variabel input dan output didahului oleh observasi lanjutan dengan jalan mengamati secara lebih dalam apa yang telah didapatkan dalam observasi pendahuluan untuk kemudian memban-dingkannya dengan referensi dari beberapa studi pustaka yang telah dilakukan. Pada tahap ini pula dibangun dan diidentifikasi informasi yang telah dikumpulkan menjadi beberapa alternatif variabel–variabel yang berguna untuk penyusunan model nantinya. Proses ini dilakukan dengan menyusun secara spesifik variabel – variabel mana saja yang mendukung tercapainya model DEA yang dikehendaki. Selain itu, juga digunakan perbandingan dari penelitian sejenis sebelumnya seperti Ramesh Bhat et al. (2001), Kittelsen (2003) dan Fulton (2001). Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pengambilan datanya pada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur melalui Sub Bidang Pelayanan Kesehatan pada Unit Rujukan. Rentang data rumah sakit yang hendak diambil adalah periode 2004-2005. Langkah yang dilakukan setelah penyusunan keseluruhan spesifikasi input
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
dan output adalah perhitungan Technical Efficiency (TE). Untuk perhitungan TE data yang digunakan adalah data periode 2004. Perhitungan TE dilakukan melalui DEA VRS (Variabel Return to Scale) guna mendapatkan nilai Scale Efficiency (SE). Untuk itu TE VRS dibandingkan dengan TE CRS. Nilai SE ini akan menunjukkan apakah DMU beroperasi dengan optimal atau tidak (atau apakah efisiensi dipengaruhi oleh skala operasi atau tidak). Langkah selanjutnya adalah menemukan nilai slack dari DMU yang tidak efisien. Nilai bobot serta DMU yang menjadi peer group didapatkan dari perhitungan menggunakan DEA VRS untuk kemudian menghitung target (target input & output) dengan jalan menjumlahkan perkalian bobot dengan masing-masing input/output dari peer group. Nilai Slack/ Excess input serta deficient/surplus dari output, didapatkan dari selisih masing-masing target input/output dengan input/output aktual. Index Perubahan TFP Malmquist terbentuk dari nilai efficiency change dan technology change. Melalui nilai EC akan diketahui apakah terjadi perubahan tingkat efisiensi dari tahun ke tahun. Sedangkan technological change menunjukkan apakah terjadi perubahan batas teknis efisiensi dari tahun ke tahun. Data yang digunakan disini adalah data output input selama 2 periode yaitu tahun 2004-2005.
Studi Pustaka dan Identifikasi Metode Analisis
Tahap Pembuatan Model
Observasi Pendahuluan
Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Tahap Identifikasi Variabel Input dan Output
Tahap Studi Pendahuluan
Mulai
Observasi Lanjutan
Identifikasi Variabel Input dan Output
Pembuatan Model - Menentukan DMU - Menentukan variabel-variabel input/ ouput
Tahap Analisis dan Kesimpulan
Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan Data
Pengolahan Data -
Pemilihan Spesifikasi Model Penentuan nilai-nilai TE dan SE Penentuan DMU Efisien - Inefisien Perhitungan Slack / Excess Pengukuran index TFP Malmquist
Analisis dan Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1. Alur Penelitian
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
Data Envelopment Analysis Data Envelopement Analysis (DEA) adalah suatu metode aggregasi komparatif yang handal dalam mengukur produktifitas suatu organisasi dengan menggunakan banyak input dan output. DEA dikembangkan oleh Charnes et al. (1978) sebagai tindak lanjut dari kerangka teoritik Farrell (1957) pada pengukuran efisiensi produktifitas. DEA menuju pada sebuah persoalan fractional programming yang secara umum kemudian dikonversikan kedalam program linier untuk pemecahan lebih mudah.Konsep ini menekankan pada pengembangan pengukuran dari efisiensi pengambilan keputusan (decision making efficiency) dengan mengacu pada rujukan tertentu yang memungkinkan melakukan evaluasi atas program publik. Term “program” disini merujuk pada sekumpulan unit-unit pengambilan keputusan (decision making units atau DMU) yang memiliki kesamaan input dan output. Dengan kata lain, DMU dapat merupakan sekelompok organisasi, departemen, divisi atau unit administrasi yang intinya memiliki kesamaan maksud dan tujuan dimana input dan output yang dimiliki juga sama. Dalam DEA dikenal adanya Efficiency Frontier (batas efisiensi) yang merupakan tingkat untuk menghitung efisiensi dari suatu DMU dan menyediakan informasi mengenai DMU mana yang tidak menggunakan input secara efisien. DEA dapat berorientasi input maupun output. Maksudnya, bila tujuan lebih ditekankan pada input (input oriented) maka dilakukan pengurangan/minimalisasi dari penggunaan input dengan menjaga level output agar tetap konstan. Kondisi ini disebut sebagai Sebaliknya, bila orientasi lebih ke output (output oriented), maka dilakukan maksimalisasi dari output dengan memelihara level input agar tetap konstan. Ada berbagai macam formulasi dari model DEA. Model pertama dikenal dengan nama CCR karena dibangun oleh Charnes et al. (1978) melalui asumsinya bahwa setiap DMU telah beroperasi pada taraf optimal (konstan). Secara praktis, maksudnya, jika ada seorang manajer yang berorientasi output maka dia menginginkan maksimalisasi output tanpa menambah input (output oriented). Atau, jika berorientasi pada input maka diupayakan minimnya input dengan tetap memelihara konstansi nilai output (input oriented). Untuk beberapa bidang seperti medikal dan semacamnya, asumsi yang dibawa oleh model CCR-DEA dianggap belum dapat memecahkan persoalan dengan sepenuhnya. Secara khusus, ada dugaan bahwa hubungan antara variabel input dan output melibatkan variable return to scale (adanya bermacam hubungan antara meningkatnya output dan input). Untuk kondisi tersebut munculah model formulasi BCC yang diajukan oleh Banker et al. (1984). Seperti dinyatakan, bahwa asumsi Constant Return to Scale hanya tepat ketika semua unit dioperasikan pada skala optimal. Namun karena kompetisi yang tidak sempurna, keterbatasan dana dan lain-lain, terjadi kemungkinan unit tidak beroperasi secara optimal. Indeks produktifitas dinyatakan dengan indeks Total Factor Productivity (TFP) dari Malmquist selama periode tertentu. Seperti usul dari Caves et al. (1982), dimana indeks ini didefinisikan dengan menggunakan fungsi jarak (distance function) yang mengijinkan penggunaan multi-input dan multi-output tanpa perlu melibatkan informasi harga secara eksplisit. Adapun fungsi jarak ini dapat diklasifikasikan menjadi fungsi jarak yang berorientasi pada input dan output. Fungsi jarak input mencari ekspansi proporsional vektor input yang minimal untuk vektor output yang konstan. Sebaliknya, fungsi jarak output mencari ekspansi proporsional vektor output yang maksimal untuk vektor input konstan. Malmquist TFP index mengukur perubahan TFP antar dua titik data dengan menghitung rasio jarak untuk setiap titik data tersebut relatif pada batasan teknologi (technology frontier).
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
Data dan Variabel Data input maupun output yang diambil dalam penelitian ini merupakan data sekunder atas 42 Rumah Sakit Pemerintah/Daerah di Wilayah Propinsi Jawa Timur yang diperoleh atas kerjasama dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan data periode tahun 2003 hingga 2004. Terdapat 7 variabel input dan 7 variabel output yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. No. 1
Tipe Input
Kode BED
Tabel 1. Daftar Input Output Terpilih Deskripsi Jumlah Bed Days (tempat tidur pasien)
Satuan Buah/Tahun
2
Input
DOC
Dokter Umum & Dokter Gigi
Orang/Tahun
3
Input
DSP
Dokter Spesialis
Orang/Tahun
4 5
Input Input
PMB PMP
Paramedis Bidan Paramedis Perawatan
Orang/Tahun Orang/Tahun
6
Input
PMN
Paramedis Non-Perawatan
Orang/Tahun
7
Input
NPM
Non-Paramedis
Orang/Tahun
8 9
Output Output
BOR BTO
Tingkat Okupansi Tempat Tidur Tingkat Turnover Tempat Tidur
Prosentase/Tahun Prosentase/Tahun
10
Output
TOI
Interval Turnover Tempat Tidur
Prosentase/Tahun
11
Output
ALOS
Rata-rata lama hari perawatan
Prosentase/Tahun
12 13
Output Output
NDR MRS
Tingkat Kematian Rerata Pasien Masuk Rumah Sakit
Prosentase/Tahun Orang/Hari
14
Output
PSL
Pelayanan Persalinan
Jumlah/Tahun
HASIL DAN DISKUSI Model DEA dijalankan dengan memasukkan variabel input dan output kedalam suatu program. Program pengolah data DEA yang digunakan untuk melakukan analisis ini adalah DEAP Versi 2.1 hasil karya Coelli (1996). Penentuan Technical Efficiency dan Scale Efficiency Mengingat rumah sakit umum merupakan sebuah jasa layanan masyarakat yang tidak mengorientasikan dirinya pada perolehan keuntungan maka dalam hal ini digunakan asumsi bahwa rumah sakit telah beroperasi pada skala optimal. Meskipun begitu tetap dilakukan identifikasi apakah DMU sudah beroperasi secara optimal atau tidak. Oleh karena itu, selain menggunakan Constant Return to Scale (input oriented) dalam mencari nilai technical efficiency untuk tiap rumah sakit (DMU), digunakan pula Variable Return to Scale (input oriented). CRS sendiri akan menghasilkan nilai technical efficiency yang merupakan gabungan dari nilai scale efficiency dan pure technical efficiency. Scale Efficiency (SE) sendiri merupakan indikator atas optimal tidaknya operasi suatu DMU. Nilai SE didapatkan dengan mendekomposisikan TE-CRS dengan TE-VRS dimana angka 1, sebagaimana telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, menunjukkan bahwa DMU tersebut efisien. Tabel 2 memberikan gambaran deskriptif atas perolehan skor Technical Efficiency per periode.
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 Tabel 2. Detail Perolehan TE per Periode
DMU RSU01 RSU02 RSU03 RSU04 RSU05 RSU06 RSU07 RSU08 RSU09 RSU10 RSU11 RSU12 RSU13 RSU14 RSU15 RSU16 RSU17 RSU18 RSU19 RSU20 RSU21 RSU22 RSU23 RSU24 RSU25 RSU26 RSU27 RSU28 RSU29 RSU30 RSU31 RSU32 RSU33 RSU34 RSU35 RSU36 RSU37 RSU38 RSU39 RSU40 RSU41 RSU42
PERIODE 2003 CRS
VRS
0,597 0,725 1 1 0,874 0,847 0,836 0,878 1 0,943 0,679 0,953 0,639 0,897 1 1 1 1 0,848 1 1 1 0,929 1 1 1 1 1 0,896 0,406 1 0,568 1 0,803 0,994 1 1 1 1 0,965 1 1
1 1 1 1 1 1 1 0,889 1 1 1 1 1 0,901 1 1 1 1 0,855 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,581 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PERIODE 2004
SCALE 0,597 0,725 1 1 0,874 0,847 0,836 0,988 1 0,943 0,679 0,953 0,639 0,996 1 1 1 1 0,992 1 1 1 0,929 1 1 1 1 1 0,896 0,406 1 0,977 1 0,803 0,994 1 1 1 1 0,965 1 1
* irs = increasing return to scale
KET drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs irs drs drs drs drs irs drs drs drs -
CRS
VRS
0,554 0,706 1 1 0,864 0,721 0,779 0,831 1 0,904 0,699 0,921 0,646 0,917 1 0,999 1 1 0,817 1 1 1 0,872 1 0,999 1 1 1 0,845 0,410 1 0,579 1 0,796 1 1 1 1 1 0,95 1 1
1 1 1 1 0,893 1 1 0,832 1 1 0,823 1 1 0,919 1 1 1 1 0,827 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,596 1 0,796 1 1 1 1 1 0,988 1 1
SCALE 0,554 0,706 1 1 0,968 0,721 0,779 0,999 1 0,904 0,849 0,921 0,646 0,998 1 0,999 1 1 0,987 1 1 1 0,872 1 0,999 1 1 1 0,845 0,410 1 0,972 1 0,999 1 1 1 1 1 0,961 1 1
KET drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs drs irs irs drs -
drs = decreasing return to scale
Hasil perolehan TE (Technical Efficiency) CRS dan VRS pada Tabel 2, beserta hasil dekomposisinya berupa SE (Scale Efficiency) menunjukkan indikasi bahwa baik pada periode 2003 dan 2004, total terdapat 18 DMU yang tidak menunjukkan kondisi optimal. Salah satunya adalah DMU-RSU01 (RS.Haji Sukolilo) dimana pada periode 2003 dan 2004 ditemukan belum beroperasi secara optimal mengingat nilai SE<1. Bahkan tingkat SE 2004 < SE 2003 yang berarti menurunnya tingkat skala efisiensinya.
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
DMU ini juga ditemukan mengalami decreasing return to scale artinya besarnya proporsi input yang ada belum memberikan (bahkan menurunkan) proporsi output yang dihasilkan. Dapat ditemukan pula bahwa pada selama periode 2003-2004 terdapat 4 buah DMU yang bertahan tidak efisien (TE < 1) yakni : DMU-RSU08 (RS. Kab.Ponorogo), DMU-RSU14 (RS.Kab.Gresik), DMU-RSU19 (RS.Kab.Lamongan) dan DMU-RSU32 (RS.Kab. Sumenep). Keempat buah DMU ini pulalah yang mengisi DMU yang kuran efisien pada periode 2003. Sedangkan pada periode 2004, selain keempat DMU tersebut di atas, terdapat tambahan empat DMU lain yang juga yang tidak efisien yakni : DMURSU05 (RS.Kab. Tulungagung), DMU-RSU11 (RS.Kab. Magetan), DMU-RSU (RS.Kab.Bangil) dan DMU-RSU40 (RS.Kab.Bangkalan). Keempat Rumah Sakit terakhir tersebut ditemukan mengalami penurunan efisiensi mengingat pada periode 2003 mencapai taraf efisiensi. Penurunan terbesar dialami oleh RS.Bangil dengan penurunan sebesar 21 %, disusul oleh RS. Magetan sebesar 18%, RS. Tulungangung sebesar 11 % dan 2 % oleh RS. Bangkalan. Untuk menjadi efisien perlu dilihat target yang harus dicapai melalui analisa slack movement. Memperhatikan rata-rata TC dan EC seluruh rumah sakit di Wilayah Jawa Timur dapat dianalisis bahwa sebagian besar tercapainya perubahan Total Factor Productivity lebih didorong oleh adanya kemajuan teknologi (technological change) daripada perubahan efisiensi (efficiency change). Namun tak dapat dipungkiri bahwa terdapat 18 DMU yang menunjukkan indikasi pengelolaan efisiensi (Efficiency Change) yang lebih besar dibandingkan dengan dorongan efisiensi dari kemajuan teknologi (Technological Change) semata. KESIMPULAN Menunjuk tujuan dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yang terkait dengan tujuan tersebut antara lain: 1. Tingkat efisiensi teknis (technical efficiency) rata-rata dari seluruh rumah sakit di Wilayah Jawa Timur periode 2003 mencapai 98,2 % namun mengalami penurunan pada periode 2004 menjadi 96,8 %. Hal ini diduga kuat dari semakin banyaknya rumah sakit yang beroperasi secara tidak efisien pada periode 2004 (dari 4 buah menjadi 8 buah). Pencapaian produktifititas rata-rata rumah sakit di Wilayah Propinsi Jawa Timur adalah 1,005 dengan perbandingan rata-rata indeks TC = 1,019 lebih besar dari rata-rata indeks EC = 0,987. Hal ini menunjukkan tanda bahwa kemajuan teknologi masih merupakan pendorong terbesar bagi tercapainya taraf efisiensi dari rumah sakit di Wilayah Propinsi Jawa Timur. Sepuluh rumah sakit dengan indeks TFP tertinggi adalah RS. Kab. Kertosono (1,088), RS. Kab. Sampang (1,06), RS. Balung – Jember (1,06), RS. Kab. Ngawi (1,05), RS. Kab. Sumenep (1,05), RS. Soewandhio – Surabaya (1,05), RS. Kab. Tuban (1,03), RS. Kab. Situbondo (1,03), RS. Kab. Trenggalek (1,03) dan RS. Kab. Mojokerto (1,03). 2. Analisis terhadap rumah sakit yang kurang efisien selama periode 2003-2004 didukung oleh hasil pengolahan slack movement didapatkan bahwa hampir seluruh variabel-variabel (input maupun output) dalam penelitian ini memiliki peranan penting dalam terwujudnya rumah sakit dengan tingkat efisiensi teknis dan produktifitas. 3. Berdasarkan analisis atas rumah sakit yang efisien dan kurang efisien dapat dibangun model rumah sakit yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dengan gambaran sebagai berikut:
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
a. Proporsi jumlah tempat tidur (bed) bersesuaian dengan pencapaian tingkat Bed Occupancy Ratio dan Bed Turn Over mengingat hal ini menjadi indikator utilisasi tempat tidur oleh pasien rawat inap. b. Proporsi jumlah man power seperti dokter umum dan gigi, dokter spesialis dan paramedis serta non-paramedis selayaknya disesuaikan dengan proporsi output yang dicapai. Semakin tinggi proporsi man power yang dimiliki seharusnya menunjukkan meningkatnya besar output yang dicapai dan bukan sebaliknya. 4. Adapun langkah yang selayaknya ditempuh bagi rumah sakit yang kurang efisien untuk mencapai tingkat efisiensi tinggi dan produktifitas yang lebih baik antara lain: a. Mencapai proporsi jumlah besaran pada variabel input yang setaraf dengan jumlah yang dimiliki oleh rumah sakit yang efisien (dalam peer group). Hal ini dapat dilakukan dengan meredusir atau mengalih-tugaskan sumber daya tersebut (bed atau man power) pada lokasi atau bidang-bidang yang lain yang mendukung tercapainya peningkatan output. b. Memaksimalkan proporsi output sedemikian rupa selaras dengan proporsi inputnya (setaraf dengan peer group efisien). Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan utilisasi sumber daya yang ada seoptimal mungkin. DAFTAR PUSTAKA Andes, S., Metzeger, L.M., Kralewski, J., Gans, D. (2002). Measuring efficiency of physician practices using data envelopment analysis, Managed Care, November : 48-56. Banker, R.D., Charnes, A., and Cooper, W.W. (1984). Models for the estimation of technical and scale inefficiencies in data envelopment analysis, Management Science 30,1078-1092. Banker, R., S. Das and S. Datar, 1989. Analysis of cost variances for management control in hospitals, Research in Government Non-Profit Accounting, Vol. 5: 269–91. Bhat, R., B.B Verma, and E. Reuben, 2001. Hospital Efficiency and Data Envelopment Analysis : An empirical analysis of district hospitals and grant-in-aid hospitals in Gujarat state of India, First Draft for Comments. Caves, D., L. Christensen, and W. E. Diewert, 1982. The economic theory of index numbers and the measurement of input, output, and productivity, Econometrica, 50(6):1393-1414. Charnes, A., W.W. Cooper, and E. Rhodes, 1978. Measuring the efficiency of decision making units, European Journal of Operational Research, Vol. 2: 429–44. Coelli, T. 1996. DEAP - A Data Envelopment Analysis (computer) program, University of New England Centre for Efficiency and Productivity Analysis, Internet: http://www.une.edu.au/econometrics/deap.htm. Cooper, W. L., M. Seiford and K. Tone, 1999. Data Envelopment Analysis, Boston: Kluwer Academic Publishers. Cooper, W.W., L.M. Seiford, and J. Zhu. 2004. Handbook On Data Envelopment
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006
Analysis, Boston, MA: Kluwer. Farrell, M., 1957. The measurement of productive efficiency, Journal of the Royal Statistical Society, Series A, Vol. 120 (3): 253-81. Fulton, L.V, 2005. Performance of army medical department health delivery components, 2001-2003 : A Multi-Model Approach, Faculty of the Graduate School of The University of Texas at Austin. Kittelsen, S.A.C. and J. Magnussen, 2003. Economies of scope in Norwegian hospital production - A DEA analysis, Health Economics Research programme at the University of Oslo Working Paper, No.8 : 1-30. Roos, P., 1997. Measurement of Productivity in Hospital Services Using Malmquist Index Approaches: A Discussion of Methods and Illustration to Eye Surgery, CSLS Conference on Service Sector Productivity and the Productivity Paradox, April 11-12, Ottawa, Canada. Sherman, H., 1984. Hospital efficiency measurement and evaluation: empirical test of a new technique, Medical Care, Vol. 22 (10): 922-38. Thomas, J.W., 2006. Hospital Cost Efficiency : Methodological Approaches, California : PBGH & CalPERS.
ISBN : 979-99735-1-1 A-20-9