EFEKTIVITAS PENAMBAHAN BASA KOH SECARA BERVARIASI PADA PROSES ISOMERISASI EUGENOL MENJADI ISOEUGENOL
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH ANDINI NIM 07004
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2010
EFEKTIVITAS PENAMBAHAN BASA KOH SECARA BERVARIASI PADA PROSES ISOMERISASI EUGENOL MENJADI ISOEUGENOL
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan MakananPutra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program DIII bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH ANDINI NIM 07004
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2010
LEMBAR PERSEMBAHAN
All this happened because of YOU, Lord Jesus Christ…. Just because of Your mercy…. JalanMU bukanlah jalanku Dan rancanganMU bukan rancanganku Setinggi langit dari bumi Tingginya jalanMU dari jalanku RancanganMU bagiku Tuhan bukan kecelakaan RancanganMU bagiku Yesus damai sejahtera RancanganMU bagiku hari depan penuh harapan RancanganMU indah bagiku…. What I have too worry about anything else…?? Thank’s JESUS…
terima kasih juga untuk bapak, ibu, ynoth, atin, keydha, alfa… terimakasih buk,pak, noth, nit, qda, alfa…. terima kasih juga untuk teman2 AKAFARMA… enik, dwi, nene, kiki, indry, arifin gacho, mak tri, ekathok, ierma, dian, lintul, cela, gembok, chisteen, munir, alvin, oll of your supports… suwun prend… terima kasih juga untuk dosen dan semua nya… terima kasih juga untuk teman2 AKFAR.. terima kasih untuk teman2 di gereja atas dukungan motivasi dan doanya…
Akhir kata.. Tuhan Yesus Memberkati…
Karya Tulis Ilmiah Oleh Andini Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Pembimbing
Drs. Riza Abudaeri., Apt.
Karya Tulis Ilmiah Efektivitas Penambahan Basa KOH secara Bervariasi pada Proses Isomeisasi Eugenol menjadi Isoeugenol Oleh Andini Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal delapan belas Agustus 2010
Dewan Penguji
Drs. Riza Abudaeri., Apt.
Penguji I
Drs. Sentot Joko Raharjo., S.Si.
Penguji II
Fransisco., S.Si., Apt.
Penguji III
Mengetahui,
Mengesahkan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik
Direktur AKAFARMA
AKAFARMA
Hendyk Krisna Dani., S.Si
Drs. Sentot Joko Raharjo., S.Si
ABSTRAK Andini. 2010. Efektivitas Penambahan Basa KOH secara Bervariasi pada Proses Isomerisasi Eugenol Menjadi Isoeugenol. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Drs. Riza Abudaeri., Apt. Kata kunci : eugenol, isoeugenol, isomerisasi, KOH Lamanya mendapatkan vanili murni dari peoses fermentasi buah vanilla menjadi salah satu hambatan yang menyebabkan dibuatnya vanili sintetik dari senyawa alternatif yaitu eugenol yang sangat efektif dan ekonomis yang banyak digunakan oleh industry-industri vanili. Namun, eugenol harus terlebih dahulu mengalami proses isomerisasi menjadi isoeugenol sebagai fase antara sebelum terbentuknya vanili sintetik. Isomerisasi pada eugenol adalah reaksi yang penting, karena produknya, yaitu isoeugenol digunakan pada aplikasi farmasi, industri parfum, dan industri perasa pada makanan dan minuman. Reaksi isomerisasi membutuhkan energi aktivasi yang tinggi, sehingga diperlukan katalis karena dengan adanya katalis, energi aktivasi yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi isomerisasi adalah larutan alkali kuat (KOH atau KOtBu) sebagai katalis homogen. Pada penelitian ini, dilakukan reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol menggunakan katalis basa KOH. Basa KOH terlebih dahulu dilarutkan dengan pemanasan menngunakan dietilen glikol, setelah itu dicampur dengan eugenol dan direflux dengan suhu 150oC selama 6 jam (suhu dan waktu reflux sama untuk semua perbandingan). Penambahan eugenol dan KOH dilakukan dengan perbandingan mol yang bervariasi mulai dari 1:1, 1:2, 1:3 hingga 1:4 (dimana jumlah basa KOH yang bervariasi sedangkan untuk eugenol tetap). Dari hasil isomerisasi, diperoleh kondisi optimum, yaitu pada penambahan basa KOH sebesar 20g yang dilarutkan dengan 40g dietilen glikol dan dicampur dengan 10g eugenol yang adalah perbandingan antara eugenol dan basa KOH 1:2, menghasilkan presentase kadar isoeugenol sebesar 0.86%
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis adapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efektivitas Penambahan Basa KOH secara Bervariasi pada Proses Isomerisasi Eugenol menjadi Isoeugenol” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program DIII di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan karya tulis ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak, yaitu : 1. Bapak Drs. Sentot Joko R., S.Si., selaku Direktur AKAFARMA 2. Bapak Hendyk Krisna Dani., S.Si, selaku PD I AKAFARMA 3. Bapak Drs. Riza Abudaeri, Apt., selaku dosen pembimbing 4. Bapak dan Ibu Dosen AKAFARMA serta semua staf 5. Kedua orang tua, kakak, dan adikku yang memberikan dukungan dalam doa dan materi serta motivasi.
6. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang secara langsung maupun tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK..................................................................................................
i
KATA PENGANTAR............................................................ ...................
ii
DAFTAR ISI.......................................................... ...................................
iv
DAFTAR TABEL............................................................ .........................
vi
DAFTAR GRAFIK............................................................ ................. .....
vii
DAFTAR GAMBAR............................................................ ................. ..
viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................ .................
ix
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................
4
1.3 Tujuan Pene;itian........................................................................
4
1.4 Kegunaan Penelitian...................................................................
4
1.5 Asumsi Penelitian........................................................................
5
1.6 Ruang LIngkup dan Keterbatasan Penelitian..............................
5
1.7 Definisi Istilah.............................................................................
5
Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eugenol........................................................................................
7
2.2 Isoeugenol....................................................................................
9
2.3 Isomerisasi dengan Reflux............................................................
14
2.4 Identifikasi Isoeugenol.................................................................
15
2.5 Kerangka teori...............................................................................
20
2.6 Hipotesis........................................................................................
21
Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian....................................................................
22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................
22
3.3 Populasi dan Sampel......................................................................
23
3.4 Alat dan Bahan...............................................................................
23
3.5 Definisi Operasional Variabel........................................................
24
3.6 Pengumpulan Data.........................................................................
24
3.7 Analisis Data................................................................................... 26 Bab IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Eugenol.................................................... 28 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Eugenol.................................................. 28 4.3 Hasil Analisis Kualitatif Isoeugenol................................................ 28 4.4 Hasil Analisis Kuantitatif Isoeugenol.............................................. 29 Bab V PEMBAHASAN................................................................................... 31 Bab VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...................................................................................... 40 6.2 Saran................................................................................................ 40 DAFTAR RUJUKAN...................................................................................... 41 LAMPIRAN..................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Eugenol Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Eugenol Tabel 4.3 Hasil Analisis Kualitatif Isoeugenol Tabel 4.4 Hasil Analisis Kuantitatif Isoeugenol Tabel 4.4b Perbandingan Jumlah Dietilen Glikol, KOH, dan Eugenol
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.4c Perbandingan Jumlah Dietilen Glikol, KOH, dan Eugenol
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3.1 Profil energi pada reaksi eksoterm Gambar 2.3.2 Profil energi pada reaksi endoterm Gambar2.3.3 Distribusi molekul gas menurut energi kinetiknya Gambar 2.3.4 Energi aktivasi suatu reaksidengan penambahan katalis dan tanpa penambahan katalis Gambar 1. Proses pelarutan basa KOH dengan dietilen glikol Gambar 2. Proses reflux Gambar 3. Proses pendinginan campuran setelah direflux Gambar 4. Proses Penambahan Asam Gambar 5. Isoeugenol yang dihasilkan dengan perbandingan antara eugenol dan KOH yang bervariasi Gambar 6. Kromatogram Eugenol standart dan eugenol yang digunakan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Peningkatan Harga Vanili Lampiran 2 Diagram Alir Isomerisasi Eugenol Lampiran 3. Perhitungan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini mengakibatkan dampak yang cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dampak yang terjadi tersebut berupa dampak positif atau dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat misalnya kehidupan sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi. Salah satu perkembangan di era globalisasi yang membawa pengaruh dalam kehidupan baik individu maupun masyarakat adalah perkembangan di bidang ekonomi. Perkembangan di bidang ekonomi harus didukung dengan adanya perkembangan diri indivudu. Perkembangan di bidang ekonomi haruslah sejalan dengan peningkatan kompetensi individu misalnya di bidang ilmu pengetahuan dan sosial. Namun demikian, perkembangan di bidang ekonomi yang mengakibatkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan sosial berdampak pada adanya persaingan di bidang ekonomi. Perkembangan
dibidang
ekonomi
yang
mampu
mengakibatkan
persaingan industri juga terjadi pada industri vanili. Perkembangan ekonomi yang ada mau tidak mau merupakan dampak adanya peningkatan kebutuhan yang masih dicoba untuk dijawab oleh industri. Begitu pula dengan industri vanili.
Adanya industri vanili saat ini dikarenakan adanya kebutuhan akan vanili. Semenjak seratus tahun yang lalu, vanili telah banyak digunakan sebagai bahan pengharum (flavor) di dalam makanan dan minuman serta sebagai bahan pewangi pada produk-produk kosmetika.(Suwarso. 2002: 37) Peningkatan kebutuhan akan vanili membawa dampak yang signifikan pada industri vanili yang mampu menjawab peningkatan kebutuhan tersebut dengan tepat. Semakin cepat sebuah industri vanili untuk menyediakan produk vanili bagi konsumen dengan kata lain mampu menberikan hasil yang maksimal pada permintaan tersebut, dapat dikatakan semakin pesat pula perkembangan yang dialami industri vanili tersebut. Dalam perkembangannya, industri vanili saat-saat ini mengalami banyak permintaan. Banyaknya permintaan ini sejalan dengan peningkatan harga vanili. Menurut data dari Sumber Data Primer Petani 2005, harga vanili mengalami peningkat secara drastis. (dapat dilihat di lampiran 1). Namun, adanya permintaan ini tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan karena adanya beberapa hambatan, antara lain lamanya mendapatkan vanili murni, lambatnya proses produksi, dan ketersediaan bahan baku vanili. Ketersediaan bahan baku vanili menjadi salah satu faktor utama penghambat perkembangan sebuah industri vanili. Vanili diperoleh melalui suatu proses penyimpanan (proses fermentasi) buah vanila yang membutuhkan waktu lama. Vanili yang dihasilkan selama proses penyimpanan tersebut terbentuk melalui reaksi pemutusan glikosida secara
enzimatik. Proses alami ini hanya menghasilkan 2-3% vanili murni.(Wibowo, 2002: 143) Berdasarkan hal di atas, kebutuhan vanili dunia dapat diupayakan pembuatannya secara sintetik. Dengan kendala yang ada pada suplay dan bahan baku yang diperoleh, maka sangat di butuhkan perkembangan pada bidang ilmu pengetahuan sebagai penunjang. Salah satunya adalah dengan membuat vanili sintetik sebagai barang subtitusi dari bahan lain yang hasil akhirnya serupa dengan vanili. Sebuah terobosan telah dibuat untuk memproduksi vanili sintetik dari lignin yang berasal dari limbah industri pulp. Namun, hal ini telah dibatasi oleh beberapa negara maju karena lignin yang dihasilkan beracun. Disamping itu, jika lignin digunakan secara terus-menerus maka akan membuat ketersediaan kayu pun semakin menipis, sehingga perlu dicari senyawa alternatif untuk sintesis vanili, dan salah satu senyawa tersebut adalah eugenol. Eugenol sebagai senyawa alternatif sangat membantu industri-industri vanili dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan vanili, mengingat sangat sulitnya mendapatkan vanili dari buah vanili dan kendala-kendala lain yang menghambat pemenuhan kebutuhan akan vanili Setelah eugenol mengalami proses isomerisasi menjadi isoeugenol, maka isoeugenol ini dicampurkan dengan KOH, DMSO, air, nitrobenzen kemudian direflux selam 130oC didingikan, ditambahkan HCl dan diekstrak dengan dietil
eter, kemudian pelarut diuapkan, residu yang terbentuk berbentuk semi padat yang berwarna coklat kemerah-merahan dan produk vanili yang diinginkan terbentuk dari residu tersebut
akan mengkristal sempurna pada suhu kamar. Vanili yang
diperoleh direkristalisasi dengan siklohexana panas dan lebih lanjut dimurnikan dengan destilasi pengurangan tekanan. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembuatan vanili sintesis dari eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh. Eugenol akan mengalami proses isomerisasi
yang kemudian
menghasilkan isoeugenol, sebagai fase antara sebelum terbentuk vanili sintesis. Pada proses isomerisasi eugenol yang menghasilkan isoeugenol inilah masih belum diketahui tingkat efektivitas antara senyawa eugenol dengan KOH. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui efektivitas pembentukan isoeugenol dari senyawa eugenol dengan KOH pada proses isomerisasi. Diharapkan dengan mengetahui efektivitas penambahan KOH pada proses isomerisasi akan diketahui tingkat efisiensi pembuatan vanili sintesis.
1.2 Rumusan Masalah Di dalam proses pembuatan vanili sintesis dari eugenol terdapat proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol sehingga masalah yang diangkat adalah bagaimanakah efektivitas penambahan KOH secara bervariasi pada proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui efektivitas penambahan KOH secara bervariasi pada proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol.
1.4 Kegunaan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai: 1.4.1
Dapat menambah informasi dan pengetahuan mengenai vanili sintesis
yang dapat digunakan sebagai barang subtitusi untuk memenuhi kebutuhan dunia akan bahan pengharum dan pewangi makanan, minuman dan bahan kosmetika. 1.4.2
Memberikan informasi pada masyarakat bahwa vanili sintesis dapat
diperoleh atau dibuat dari senyawa eugenol yang mengalami proses isomerisasi. 1.4.3
Sebagai bahan referensi bagi karya tulis ilmiah selanjutnya yang meneliti
tentang vanili sintesis dari eugenol dengan metode lain atau bahkan menggunakan senyawa lain.
1.5 Asumsi penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah isoeugenol yang dihasilkan melalui eugenol dapat terbentuk dengan penambahan basa berlebih.
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup Penelitian 1. Proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dengan penambahan KOH 2. Analisis kualitatif isoeugenol hasil isomerisasi menggunakan kromatografi gas 3. Analisis kuantitaif isoeugenol hasil isomerisasi menggunakan kromatografi gas 1.6.2
Keterbatasan Penelitian
1. pHmeter yang digunakan belum ada kejelasan mengenai validasi. 2. Pengendalian suhu pada proses pemanasan dilakukan secara manual dengan mengatur besar kecilnya api pemanas yang digunakan.
1.7 Definisi istilah 1.7.1 Efektivitas adalah pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan 1.7.2 Eugenol adalah salah satu senyawa aktif
yang ada pada cengkeh yang
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan vanili sintesis. 1.7.3 Isomerisasi adalah senyawa organik yang mempunyai rumus molekul yang sama tetapi susunan atom-atomnya dalam molekulnya berbeda. 1.7.4 Isoeugenol adalah senyawa yang dapat digunakan sebagai pengharum pada hand body atau bahkan obat-obatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eugenol 2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Eugenol Eugenol adalah komponen utama dalam minyak cengkeh . OH OCH3 CH2-CH=CH2 Tekanan uap
: 1mmHg
Titik didih
: 253o C
Berat jenis
: 1.0651
Berat molekul
: 164.20
Titik nyala
: 110o C
Indeks bias
: 1.5410 (20oC)
Kelarutan
: sukar larut dalam air, bercampur dengan alcohol,
kloroform, eter, minyak lemak, larut dalam asam asetat glasial. (The Merck Index,
1960.
dan
Dwiyanti
Gebi.
Isolasi
Eugenol.
http://file.upi.edu/Direktori/D%20%20FPMIPA/JUR.%20PEND.%20KIMIA/ 195612061983032%20%20GEBI%20DWIYANTI/ISOLASI%20EUGENOL .pdf. diakses pada 12 Januari 2010)
Eugenol (C10H12O2), merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil)fenol. Ia dapat dikelompokkan dalam keluarga alilbenzena dari senyawa-senyaw fenol. Warnanya bening hingga kuning pucat, kental seperti minyak . 2.1.2 Sumber Eugenol Sumber alaminya dari minyak cengkeh. Terdapat pula pada pala, kulit manis, dan salam. Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik. Aromanya menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, sehingga sering menjadi komponen untuk menyegarkan mulut. (NN. Eugenol. http://id.wikipedia.org/wiki/Eugenol. diakses pada 4 Januari 2010) Cengkeh ( Syzygium aromaticum , syn aromaticum Eugenia . atau caryophyllata Eugenia ) adalah tangkai bunga kering beraroma dari sebuah pohon dalam keluarga Myrtaceae . Tanaman ini asli Indonesia dan digunakan sebagai rempah-rempah dalam masakan di seluruh dunia. Cengkeh yang dipanen terutama ada didaerah
Zanzibar , Indonesia dan Madagaskar , namun juga tumbuh di
India dan Sri Lanka. Senyawa utama yang menyebabkan aroma cengkeh adalah eugenol . Ini adalah komponen utama dalam minyak atsiri dari cengkeh , yang terdiri dari 72-90 % . (Harrison Karl. 2007. What is Eugenol? About its Science, Chemistry
and
Structure.
Diakses pada 12 Januari 2010)
http://www.3dchem.com/molecules.asp?ID=333#.
2.1.3 Kegunaan Eugenol Eugenol telah digunakan sebagai antiseptik dan anestesi selain itu, eugenol dipakai dalam industri parfum, penyedap, minyak atsiri, dan farmasi sebagai penyuci hama dan pembius lokal. Ia juga mengjadi komponen utama dalam rokok kretek. Dalam industri, eugenol dapat dipakai untuk membuat vanilin. Turunan-turunan eugenol dimanfaatkan dalam industri parfum dan penyedap pula. Metil eugenol digunakan sebagai atraktan. Lalat buah jantan terpikat oleh metil eugenol karena senyawa ini adalah feromon seks yang dikeluarkan oleh betina. Selain itu, beberapa bunga juga melepaskan metil eugenol ke udara untuk memikat lalat buah menghampirinya dan membantu penyerbukan. Turunan lainnya dipakai sebagai penyerap UV, analgesika, biosida, dan antiseptika. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai stabilisator dan antioksidan dalam
pembuatan
plastik
dan
karet.
(NN.
Eugenol.
http://id.wikipedia.org/wiki/Eugenol. diakses pada 4 Januari 2010) Kombinasi antara seng oksida dan eugenol yang membentuk seng oksida eugenol dapat digunakan sebagai bahan pengisi atau material semen yang digunakan dalam kedokteran gigi . Hal ini diklasifikasikan sebagai material restoratif intermediate dan memiliki sifat anestesi dan antibakteri. Kadang-kadang digunakan dalam pengelolaan karies gigi sebagai pengisi sementara. (Harrison Karl. 2007. What is Eugenol? About its Science, Chemistry and Structure. http://www.3dchem.com/molecules.asp?ID=333#. Diakses pada 12 Januari 2010)
2.2 Isoeugenol Isoeugenol merupakan senyawa aromatik yang penting yang digunakan dalam hampir semua jenis pewangi “floral dan fancy bouquuets”. Isoeugenol membentuk senyawa dasar dari kebanyakan pewangi berbau bunga anyelir. Disebabkan sifatnya yang tahan (awet), baunya yang enak dan kuat maka isoeugenol sangat berguna sebagai ramuan pewangi. Isoeugenol banyak digunakan sebagai pewangi pada kosmetika dan sabun. (Sastrohamidjoyo, 2004). Isoeugenol sangat mudah larut dalam air, bercampur dengan alkohol, eter. (The Merck Index, 1960) OH OCH3
CH=CH-CH3 Proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dapat dilakukan dengan penambahan basa kuat KOH, isomerisasi adalah reaksi yang mana senyawa kimia menjalani penataan ulang struktur tanpa perubahan pada komposisi atomnya (ANONIM, 2009). Cara isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol adalah mencampurkan KOH dan glikol dipanaskan hingga semua basa larut . Menambahkan eugenol dan kemudian direfluks pada suhu 150oC selama 6 jam. Asamkan campuran yang telah dingin dengan HCl hingga pH 2-3. Mengekstrak dengan dietil eter, lalu uapkan pelarut. Residu didestilasi fraksinasi dengan
pengurangan tekanan. Tampung destilat dengan titik didih 114-117oC/5mmHg. (Sastrohamidjojo, 2004) 2.2.1 Isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol Mekanisme reaksi isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol didasarkan pada reaksi pertama proton lepas menghasilkan karbonion yang distabilkan oleh resonansi, yang kemudian bergabung dengan proton pada kedudukan terminal memberikan olefin terkonjugasi yang lebih stabil. (Sastrohamidjojo, 2004) O-K+
OH OCH3
OCH3 + KOH
CH2-CH=CH2
+ H2O CH2-CH=CH2
Eugenol
O-
OOCH3
150oC
OOCH3
OCH3
+ OHCH2-CH=CH2
+H-OH CH-CH=CH2
CH=CH-CH2
OH
OOCH3
OCH3 H+
CH=CH-CH3
+ OHCH=CH-CH3
Isoeugenol
2.3 Energi Aktivasi pada Isomerisasi Reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antarpartikel pereaksi. Akan tetapi, tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukan antarpartikel yang memiliki energy cukup serta arah tumbukan tang tepat. Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif disebut energi pengaktifaan (Ea = energi aktivasi). Energi minimum yang harus dimiliki reaktan sehingga reaksi dapat berlangsung itulah disebut energi pengaktifan. Semua reaksi,eksoterm atau endoterm, memerlukan energi pengaktifan. Reaksi yang dapat berlangsung pada suhu rendah berarti memiliki energi pengaktifan. Sebaliknya, reaksi yang memiliki energy pengaktifan besar hanya dapat berlangsung pada suhu yang tinggi seperti halnya isomerisasi.
Gambar 2.3.1 Profil energi pada reaksi eksoterm
Gambar 2.3.2 Profil energi pada reaksi endoterm
Faktor – faktor yang bisa mempercepat terjadinya reaksi sebagai berikut: 1. Pengaruh Konsentrasi dan Luas Permukaan Konsentrasi dan luas permukaan berhubungan dengan frekuensi tumbukan. Semakin besar konsentrasi, semakin besar pula kemungkinan partikel saling bertumbukan, sehingga reaksi bertambah cepat. Begitu juga halnya dengan
luas permukaan, semakin luas permukaan semakin banyak tumbukan, reaksi semakin cepat. 2. Pengaruh Suhu Suhu akan mempercepat gerakkan molekul-molekul pereaksi, akibatnya makin tinggi suhu maka akan makin banyak pula molekul yang mencapai energi aktivasi dan reaksipun akakn lebih cepat berlangsung.
Gambar 2.3.3 Distribusi molekul gas menurut energi kinetiknya 3. Pengaruh Katalisator Katalisator mempercepat reaksi karena dapat menurunkan energi pengaktifan. Katalisator tidak mengubah entalpi reaksi.Katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan cara memilih tahap reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah sehingga kompleks teraktivasi lebih mudah terbentuk dan reaksi menjadi lebih cepat. Dengan kata lain penambahan katalis memberikan jalan baru bagi reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga lebih banyak molekul yang bertumbukan pada suhu normal dan laju reaksi semakin cepat.
Gambar 2.3.4 energi aktivasi suatu reaksi dengan penambahan katalis dan tanpa penambahan katalis. Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahwa penggunaan katalis memberikan alternatif mekanisme lain yang energi aktivasinya lebih rendah sehingga reaksi dapat berjalan dengan lebih cepat. Pembentukan kompleks teraktivasi akan lebih tercapai dengan penambahan katalis yang menyebabkan reaksi dapat lebih cepat berjalan.
2.4 Isomerisasi dengan Refluks Reflux adalah alat penyulingan yang tersedia ruang atau alat untuk mengembalikan uap air yang mencair setelah keluar dari kolom ke panci pemanas sebelum masuk ke kondenser. (Abdilah. 2009. Penelitian Pengembangan Model
Pembuatan Alat Penyulingan Etanol yang Efektif dan Efisien untuk Alat Bantu Belajar bagi Masyarakat dalam Pembuatan Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah dan Gas. http://www.dikti.org/?q=node/635. diakses pada 23 Juni 2010) Proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol memerlukan pemanasan dengan bantuan refluks menggunakan labu leher tiga. Campuran cair yang akan direaksikan diletakkan pada labu leher tiga (eugenol dan KOH) , leher yang pertama ditutup dengan atau disambungkan dengan Liebig atau Vigreux kondensor, sehingga saat dipanaskan dan campuran tersebut mulai menguap maka campuran tersebut akan kembali menjadi cair karena adanya pendinginan melalui kondensor dan jatuh kembali pada labu leher tiga. Leher berikutnya disambungkan dengan termometer 200oC, untuk digunakan sebagai pengukur suhu reaksi, untuk itu posisi termometer harus berada pada campuran (tenggelam pada campuran eugenol dan KOH). Leher disambungkan dengan pengaduk magnetik yang berfungsi untuk mengaduk campuran tersebut selama proses isomerisasi berlangsung.
2.5 Identifikasi Isoeugenol Salah satu cara untuk mengidentifikasi hasil isomerisasi dari eugenol yaitu isoeugenol dapat dilakukan dengan metode kromatografi. Metode kromatografi didasarkan pada distribusi diferensial antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Komponen – komponen suatu campuran akan terdistribusi dengan
kecepatan yang berbeda-beda karena adanya hambatan selektif dari fase diam sehingga terjadi pemisahan. Salah satu metode kromatografi yang umum digunkan adalah kromatografi gas. Kromatografi gas adalah metode analisa yang didasarkan pemisahan fisik zat organic atau anorganik yang stabil pada pemanasan dan mudah diatsirikan. Prinsipnya yaitu distribusi komponen-komponen dalam fase dian dan fase gerak yang memanfaatkan perbedaan kecil sifat-sifat fisik komponen-komponen yang hendak dipisahkan. (Mulja, 1995) Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit dan untuk analisis fisika-kimia. Hal ini disebabkan oleh factor-faktor yaitu aliran fase gerak atau gas sangat terkontrol dan kecepatannya tetap, sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel kedalam aliran fase gerak, pemisahan fisik terjadi di dalam kolom yang temperaturnya dapat diatur kemudian ditangkap detector dan dihasilkan rekaman kromatogram pada kromatografi gas. (Mulja, 1995) Kromatografi gas dapat dipakai untuk
setiap campuran yangsebagian
komponenya mempunyai tekanan uap pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. (Mulja, 1995) Kromatografi gas mempunyai keunggulan yaitu: Metode cepat dan tepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit Mempunyai daya pisah yang tinggi
Sederhana Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan waktu tambat yang khas pada kondisi yang tepat Jangkauan analisisnya untuk analisis kualitatif dan kuantitatif sangat luas Analisa kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan waktu tambat yang dihasilkan oleh larutan sampel dan larutan standart. Untuk membandingkan waktu tambat tersebut dengan menghitung selisih waktu tambat sampel dan waktu tambat standart. Analisa kuantitatif depat dilakukan dengan membandingkan luas area puncak kromatogram sampel dengan luas area puncak kromatogram standart. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkkan berapa lama suatu senyawa bertahan dalam kolom dan dapat digunakan untuk analisis kalitatif dan analisis kuantitatif. Prinsip kerja kromatografi gas adalah sampel diuapkan dengan diinjeksikan dalam kolom kromatografi, eluen atau fase geraknya adalah gas inert (tidak mudah bereaksi dengan zat lain) dalam hal ini gas tidak bereaksi dengan analit tetapi hanya berfungsi untuk transport analit melalui kolom. Kromatografi gas terdiri dari beberapa bagian penting yaitu gas pembawa, gerbang suntik, kolom kromatografi, control suhu dan detector.
2.4.1 Gas Pembawa Syarat gas pembawa pada kromatografi gas adalah lembam dari segi kimia, kemurnian yang tinggi sebagai contoh helium dengan kemurnian 99,995%. (Mulja, 1995) Faktor yang menyebabkan suatu senyawa bergerak melalui kolom kromatografi gas adalah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hydrogen, dan karbondioksida adalah gas yang paling serinh digunakan sebagai gas pembawa karena mereka tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaaan murni dan kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi. Hal yang menentukan adalah bahwa kita harus memakai gas yang paling murni. Hydrogen atau helium memberikan kepekaan terbesar kepada penghantaran bergantung pada masa gas.
2.4.2 Injektor Tempat injeksi berfungsi untuk menginjeksikan zat ke dalam kolom dengan menggunakan jarum injeksi (syringe). Tempat injeksi harus diatur suhunya sekitar 50oC lebih tinggi dari komponen yang bertitik didih paling tinggi, namun temperaturnya tidak boleh terlalu tingi karena akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya perubahan senyawa yang dianalisis. Senyawa yang diinjeksikan kedalam injector harus menguap secara langsung.
2.4.3 Kolom Kromatografi Kromatografi gas membutuhkan kolom untuk memisahkan komponenkomponen sampel yang terjadi. Ada dua jenis kolom dalam kromatografi gas yaitu kolom terpaking dan kolom kapiler. 1. Kolom Ter-“packing” Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam tahan karat atau dari tembaga, alumunium, dan nikel. Panjang kolom jenis ini 2-3 meter dengan diameter dalam 1,5-9,5 mm. Kolom jenis ini dibuat melingkar dengan diameter sekitar 15 mm. Fase diam adalah golongan silanol atau silir eter yang umum dipakai. 2. Kolom Kapiler Jenis kolom ini berbeda dengan kolom terpaking, dalam hal adanya rongga pada bagian kolom yang menyerupai pipa (tube), oleh sebab itu disebut “open tubular columns” fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Kolom kapiler banyak dipakai oleh para ilmuwan, karena kemampuan kolom kapiler memberikan harga jumlah pelat teori yang sangat besar yaitu lebih dari 300.000. (Mulja, 1995)
2.4.4 Kontrol suhu Kontrol suhu digunakan untuk mengatur suhu kolom. Pengaturan suhu sangat penting karena pemisahan fisik komponen-komponen terjadi di dalam kolom yang sangat dipengaruhi suhu didalam oven.
Dalam pengaturan suhu ada dua macam car yaitu dengan isothermal dan suhu deprogram. Isothermal merupakam pemisahan pada suhu tetap, sedangkan suhu diprogram merupakan pemisahan pada suhu berubah terkendali.
2.4.5 Detektor Detektor pada kromatografi gas adalah gawai atau sensor elektronik yang ditempatkan pada ujung kolom kromatografi gas untuk manganalisis aliran gas yang keluar dari kolom dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafik. Puncak area kromatogram pada waktu tambat tertentu sebagai data kuantitatif. Detektor berfungsi untuk menghancurkan larutan sampel sehingga menjadi gas ion-ion yang berterbangan diudara. Detector yang sering dipakai adalah detector FID (Flame Ionization Detektor). Mekanismenya yaitu sampel terbakar dalam nyala H2-udara (suplai nyala api yang digunakan adalah hydrogen dan signal udara digunakan agar nyala api tidak mati) ion-ion bermuatan dilepaskan kemudian ion-ion ditarik kekolektor dan arus kolektor dikonversi menjadi sinyal.
2.6 Kerangka Teori Isomerisasi eugenol dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan isoeugenol, isoeugenol adalah produk lanjutan setelah eugenol mengalami proses isomerisasi.
Proses isomerisasi eugenol ini merupakan proses fase sebelum terbentuknya vanili sintesis. Dengan proses isomerisasi eugenol ini hasil yang diperoleh yaitu isoeugenol, isoeugenol inilah yang mengalami proses selanjutnya dan membentuk vanili sintesis. Dengan proses isomerisasi ini akan membentuk proses pembentukan vanili sintesis. Isoeugenol sebagai hasil dari proses isomerisasi eugenol dapat diperoleh melalui penambahan eugenol dengan larutan KOH. KOH yang ditambahkan dicampur dengan glikol hingga larut. Penambahan larutan KOH inii dilakukan sacara bervariasi yaitu 1:1, 1:2, 1:3, dan 1:4. Perbandingan ini adalah perbandingan antara eugenol dan larutan NaOH, perbandingan yang dimaksud ini adalah perbandingan mol antara eugenol dan larutan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mol KOH yang efektif untuk menghasilkan isoeugenol yang efektif pula. Setelah penambahan eugenol dengan larutan KOH maka proses selanjutnya adalah refluks. Campuran tersebut direfluks dengan suhu 150oC selama 6 jam. Setelah campuran tersebut dingin maka campuran diasamkan dengan HCl hingga pH 3. Penambahan HCl ini dimaksudkan untuk menetralkan kembali dari kelebihan basa yang terbentuk. Kemudian diekstrak dengan dietil eter untuk mengambil isoeugenol yang terbentuk. Evaluasi yang dapat dilakukan setelah isoeugenol hasil isomerisasi eugenol didapatkan analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Analisa
kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi dari isoeugenol yang didapatkan dengan isoeugenol standart. Sedangkan analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan melihat kadar yang oleh masing-masing isoeugenol yang dihasilkan. Dengan mengetahui kualitas dan kadar dari isoeugenol yang didapatkan. Dapat ditentukan isoeugenol dengan penambahan KOH manakah yang menghasilkan isoeugenol yang efektif. Dengan diketahuinya isoeugenol yang diketahui, maka dapat diketahui pula tingkat efisiensi pembuatan vanili sintesis.
2.7 Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah Ho : Terbentuknya isoeugenol yang optimal pada perbandingan tertentu H1 : Tidak terbentuknya isoeugenol yang optimal pada semua perbandingan
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keefktivitasan penambahan KOH secara bervariasi pada sintesis isoeugenol dari eugenol sebagai bahan dasar pembuatan vanili sintesis merupakan penelitian eksperimental. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini adalah: 3.1.1 Tahap pelaksanaan terdiri dari sintesis isoeugenol dari eugenol dengan penambahan KOH berbagai variasi serta analisa baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari isoeugenol yang dihasilkan dari isomerisasi eugenol. 3.1.2 Tahap akhir yaitu melakukan analisis data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium farmakognosi Putra Indonesia Malang dan Laboratorium Kimia Universitas POLINEMA Malang. 3.2.2 Waktu penelitian Waktu penelitian dimulai dari proses penyusunan proposal pada bulan Desember 2009 sampai terselesainya karya tulis ilmiah ini pada bulan Juli 2010.
3.3 Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah eugenol yang dibeli dari toko kimia Sari Kimia, sedangkan sampel dari penelitian ini adalah eugenol dengan variasi penambahan KOH yaitu isoegenol.
3.4 Alat dan Bahan Alat dan bahan penelitian
yang digunakan untuk sintesis isoeugenol dari
eugenol sebagai bahan dasar pembuatan vanili sintesis, adalah 3.4.1 Alat - Reflux - Gelas ukur 100ml - Beaker glass - Batang pengaduk - Corong pisah - Botol semprot - Pipet - pH stick - Alat kromatografi gas 3.4.2 Bahan - Aquadest - Eugenol - KOH - Dietilen Glikol
sebagai berikut:
- HCl - Dietil eter - Na2SO4 - Eugenol Standart - Isoeugenol standart.
3.5 Definisi Operasional Variabel Variabel
Jenis
Pengetian Perbedaan jumlah basa KOH
Variasi penambahan basa
yang dicampurkan dengan
KOH
eugenol pada proses
Variabel bebas
isomerisasi Hasil dari proses isomerisasi Variabel terikat
Isoeugenol yang dihasilkan
eugenol
Identifikasi isoeugenol hasil isomerisasi dari eugenol menggunakan metode Kromatografi Gas.
3.6 Pengumpulan Data. 3.6.1 Prosedur Penelitian Eugenol yang digunakan akan diisomerisasi untuk menghasilkan isoeugenol. Berikut cara isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol.
1.
Campuran KOH dan dietilen glikol dipanaskan hingga semua basa larut. ( Untuk perbandingan antara KOH dan dietilen glikol dapat dilihat pada tabel 4.4b)
2.
Tambahkan 10 g eugenol masing-masing untuk semua perbandingan.
3.
Refluks pada suhu 150oC selama 6 jam
4.
Asamkan campuran yang telah dingin dengan HCl pH 2-3
5.
Ekstrak masing-masing sebanyak 15 ml dengan dietil eter
6.
Lapisan organic digabung, dicuci dengan air
7.
Tambahakan Na2SO4.
8.
Uapkan pelarut kemudian analisis residu.
3.6.2 Evaluasi Isoeugenol Hasil Penelitian Evaluasi isoeugenol sebagai hasil isomerisasi eugenol dilakukan dengan kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: Jumlah sampel : 0,2µl Jenis Kolom
: MS 5A
Gas Pembawa : Helium (kecepatan 21,5 ml/menit) Suhu injector
: 250oC
Suhu kolom
: 100-250oC (kenaikan 10oC/menit)
Suhu detector
: 250OC
Detektor
: TCD
Dengan kondisi serupa digunakan untuk membuat kromatogram isoeugenol standart. Selanjutnya untuk menentukan isoeugenol dilakukan dengan membandingkan waktu retensi dari puncak kromatogram isoeugenol standart.
3.7 Analisis Data Ada dua macam / jenis analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yang pertama adalah analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Kedua analisis ini dilakukan pada eugenol yang digunakan dan isouegenol yang dihasilkan. Untuk mengetahui tingkat kemurnian dari eugenol yang digunakan pada proses isomerisasi, terlebih pada isoeugenol yang dihasilkan melalui proses isomerisasi eugenol. Analisis data kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi dari isoeugenol yang dihasilkan dan waktu retensi isoeugenol standart. Dan untuk analisis data yang kedua yaitu analisis data kuantitatif dilakukan dengan melakukan penetapan kadar dengan melihat kadar isoeugenol yang dihasilkan dan kadar isoeugenol standart.
BAB IV HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai efektivitas penambahan KOH pada proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol, diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1 Hasil Analisis Kulaitatif Eugenol Eugenol yang digunakan pada isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol diperoleh dari toko kimia Sari Kimia dengan spesifikasi sebagai berikut Warna
: Coklat
Bau
: Khas, aroma cengkeh, rasa pedas
Bentuk
: Cairan
Berat molekul : 164.20 Massa Jenis
: 1.066-1.0770 g/mL pada 25oC(lit.)
Analisis kualitatif pada eugenol yang digunakan, diperlukan untuk mengetahui tingkat kemurnian yang dimiliki oleh eugenol yang digunakan yang dibandingkan dengan eugenol standart dari Fakultas MIPA Universitas Brawijaya dengan spesifikasi sebagai berikut: Warna
: Kuning
Bau
: Khas, aroma cengkeh, rasa pedas
Bentuk
: Cairan
Berat Molekul : 164.20 Massa Jenis
: 1.068 g/mL pada 25oC(lit.)
Tingkat kemurnian ditunjukkan dengan kesamaan waktu retensi yang muncul dari eugenol yang digunakan dan eugenol standart, berikut adalah hasil analisis kualitatif dari eugenol yang digunakan: Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Eugenol Eugenol
Yang digunakan
Standart
Waktu Retensi
12,042 menit
12,038 menit
4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Eugenol Analisis Kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kadar eugenol yang digunakan pada isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dengan membandingkan kadar eugenol yang digunakan dengan eugenol standart. Adapun hasil analisis kuantitatif yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Eugenol Eugenol
Yang digunakan
Standart
Kadar
93.00%
98.41%
4.3 Hasil Analisis Kualitatif Isoeugenol Sama halnya dengan eugenol, isoeugenol yang merupakan senyawa aromatik –senyawa lanjutan dari eugenol juga harus diuji tingkat kemurniannya yang dibandingkan dengan isoeugenol standart yang diperoleh dari Fakultas Kimia Universitas Brawijaya dengan spesifikasi sebagai berikut: Berat Molekul : 164.20 Massa Jenis
: 1.077 g/mL pada 25oC(lit.)
Titk Didih
: 132oC/10 mmHg(lit.)
Berikut adalah hasil analisis kualitatif dari isoeugeno yang diperoleh dibandingkan dengan isoeugenol standart berdasarkan waktu retensi Tabel 4.3a Hasil Analisis Kualitatif Isoeugenol Isoeugenol*
1:1
1:2
1:3
1:4
Waktu Retensi Isoeugenol*
10.023
10.385
10.340
10.455
Waktu Retensi Isoeugenol Standart
10.387
*Isoeugenol yang dihasilkan dengan perbandingan mol antara eugenol dan KOH
Tabel 4.3b Organoleptis Isoeugenol Organoleptis
Isougenol yang diperoleh
Standart
Warna
Kuning kecoklatan
Kuning
Bentuk
Cairan
Cairan
Aroma
Menyengat, minyak cengkeh
Menyengat
Rasa
Pedas
Pedas
4.4 Hasil Analisis Kuantitatif Isoeugenol Analisis Kuantitatif Isoeugenol dimaksudkan untuk mengetahui kadar isoeugenol yang terkandung dalam setiap hasil penelitian dengan perbandingan jumlah penambahan KOH yang akan bereaksi dengan eugenol. Eugenol yang digunakan dicampurkan dengan KOH yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietilen glikol. Jumlah eugenol dan KOH yang digunakan berdasarkan pada perbandingan mol antara eugenol dan KOH dengan jumlah KOH yang divariasi.
Berikut adalah hasil analisis kuantitatif isoeugenol yang diperoleh dengan isoeugenol standart Tabel 4.4a Hasil Analisis Kuantitatif Isoeugenol Isoeugenol*
1:1
1:2
1:3
1:4
Kadar Isoeugenol*
0.54%
0.86%
0.22%
0.14%
83.56%
Kadar Isoeugenol Standart
*Isoeugenol yang dihasilkan dengan perbandingan mol antara eugenol dan KOH
Dibawah ini merupakan perbandingan jumlah penggunaan dari KOH, dietilen glikol maupun eugenol yang digunakan pada proses isomerisasi untuk menghasilkan isoeugenol. Tabel 4.4b Perbandingan Jumlah Dietilen Glikol, KOH, dan Eugenol Perbandingan Dietilen Glikol (g) KOH (g) Eugenol (g) 1:1 20 5 10 1:2 40 10 10 1:3 60 15 10 1:4 80 20 10 Grafik 4.4c Perbandingan Jumlah Dietilen Glikol, KOH, dan Eugenol 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Dietilen Glikol KOH Eugenol
1:01
1:02
1:03
1:04
BAB V PEMBAHASAN Suatu reaksi berlangsung cepat jika banyak dan sering terjadi tumbukan antar partikel, namun, tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi, partikel – partikel yang bertumbukan minimal harus memilikienergi yang cukup. Energi yang dimaksud adalah energi aktivasi. Energi aktivasi (Ea) adalah energi minimal yang harus dimiliki atau diberikan kepada partikel agar tumbukan yang terjadi menghasilkan reaksi, demikian pula dengan isomerisasi eugenol yang menghasilkan isoeugenol, reaksi isomerisasi ini membutuhkan energi aktivasi yang tinggi. Untuk mempercepat reaksi dalam proses isomerisasi ini dibutuhkan katalis yang dapat menurunkan energi aktivasi, karena semakin rendah energi aktivasi semakin cepat reaksi berlangsung. Pada proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol katalis yang digunakan adalah KOH. Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. KOH sebagai katalis akan mempercepat reaksi dengan cara memberikan jalan lain yang memiliki Ea lebih rendah (lihat gambar 2.3.4), KOH pun dianggap tidak ikut bereaksi karena jumlah katalis tetap (dikembalikan kembali ke wujud semula). KOH termasuk katalis heterogen yaitu katalis yang ada dalam fase
berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, katalis heterogen menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. KOH terlebih dahulu dilarutkan dengan dietilen glikol dalam keadaan panas, hal ini dimaksudkan untuk mempercepat larutnya KOH. Dietilen glikol merupakan senyawa organik dengan rumus molekul HO(CH2CH2O2)2O yang dapat melarutkan KOH sehingga lebih mudah bereaksi dengan eugenol untuk membentuk isoeugenol. Dietilen glikol sebagai pelarut KOH akan untuk mempercepat proses reaksi isomerisasi karena semakin luas permukaan semakin banyak tumbukan, reaksi semakin cepat (antara KOH dan Eugenol). Penelitian mengenai efektivitas penambahan KOH pada proses isomerisasi eugenol menjadi isouegenol, dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan yang tepat yang dibutuhkan untuk mendapatkan isoeugenol yang maksimal. Untuk mengetahui maksimal tidaknya isoeugenol dari setiap perbandingan eugenol dan KOH yang dihasilkan, maka perlu dilakukan analisi. Analisa yang dibutuhkan tidak hanya analisis kuantitatif yang berhubungan dengan kadar isoeugenol yang dihasilkan, namun analiisis kualitatif pun juga dibutuhkan. Analisis kualitatif bertujuan untuk memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur, analisis komponen atau jenis zat yang ada dalam suatu larutan. (NN. Analisa Kualitatif http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_anorganik_kualitatif.
diakses pada tanggal 3 Juli 2010) Dalam penelitian ini, analisis kualitatif dibutuhkan untuk mengidentikasi ada tidaknya isoeugenol yang dihasilkan dengan penambahan KOH secara bervariasi pada eugenol. Analisis kuantitatif dan analisis kualitatif dapat dilakukan secara bersamaan dengan alat Kromatogarfi Gas. Hasil analisis kuantitatif ditunjukkan dengan kadar yang tertera sedangkan untuk analisis kualitatif diidentifikasi berdasarkan waktu retensi karena waktu retensi akan menunjukkan identitas senyawa tersebut –dalam hal ini isoeugenol-. Waktu retensi adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom, diukur dari waktu sampel diinjeksikan sampai titik puncak tertinggi / maksimum untuk senyawa itu. Waktu retensi umumnya dipengaruhi oleh kelarutan dalam fase diam cair, temperature kolom, titik didih senyawa.(Rohayati.
Gas
chromatography.
2010.
http://www.scribd.com/doc/31703329/Gas-Chromatografhy. diakses pada tanggal 4 Juli 2010. ) Kelarutan dalam fase cair ini menunjukkan tingkat kelarutan senyawa terhadap fase diam cair. Semakin senyawa larut pada fase diam cair, maka semakin lama pula senyawa dalam sampel tersebut terdeteksi begitu pula sebaliknya, semakin sukar larut suatu senyawa pada fase diam cair maka semakin cepat pula senyawa dalam sampel tersebut terdeteksi.
Kelarutan berkaitan dengan suhu oven yang erat kaitannya juga dengan temperatur kolom (Karena jika suhu dipanaskan maka temperature kolom akan ikut naik). Pengendalian suhu yang tepat merupaka keharusan, suhu dapat diubah secara terus-menerus salama dilakukan kromatografi gas untuk meningkatkan kelarutan senyawa secara bersistetm dan dengan demikian meningkatkan pemisahan. Titik didih senyawapun juga mempengaruhi waktu retensi dari suatu senyawa dalam sampel, karena senyawa dalam sampel yang memiliki titik didih lebih rendah dari senyawa lain dalam sampel akan lebih cepat tedeteksi.. (Gritter Roy J. 1985. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB : Bandung) Dari penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa waktu retensi standart isoeugenol adalah 10.387 menit sedangkan untuk waktu retensi isoeugenol yang dihasilkan dari beberapa perbandingan yang lebih mendekati dari waktu retensi standart adalah isoeugenol yang dihasilkan dari perbandingan 1:2 antara eugenol dan KOH yaitu pada 10.385 menit. Dapat dikatakan bahwa isoeugenol yang dihasilkan memang benar isoeugenol karena memiliki waktu retensi yang hampir sama dengan standart. Waktu retensi yang ditunjukkan oleh perbandingan selain 1:2, tidak menunjukkan angka yang sama meskipun waktu retensi yang muncul menunjukkan bahwa sampel tersebut adalah isoeugenol. Untuk hal itu, seharusnya dilakukan teknik spiking untuk lebih memastikan bahwa waktu retensi dari perbandingan selain 1:2 adalah benar isoeugenol.
Teknik spiking adalah teknik yang dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. (NN. Bahan Tambahan Makanan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19219/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada 1 Agustus 2010) Kadar isoeugenol yang dihasilkan dari perbandingan 1:2 pun menunjukkan hasil tertinggi yaitu 0.86% dibandingkan dengan kadar isoeugenol yang dihasilkan dengan perbandingan lain yaitu 0.54%, 0.22%, dan 0.14%. Dapat dikatakan bahwa isoeugenol yang dihasilkan terbentuk dan mencapai hasil maksimal yang dibuktikan dari waktu retensi maupun kadar pada perbandingan 1:2 antara eugenol dan KOH. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan KOH sebagai katalis pada proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol yang paling efektif adalah 1:2. Hal inipun membuktikan pernyataan Respati Saswono yang adalah alumnus Universitas Gajah Mada yang menyatakan bahwa penambahan basa yang semakin berlebih tidak akan menyebabkan penambahan yang sama pada isoeugenol karena ada kondisi optimal untuk penambahan basa pada proses isomerisasi eugenol sehingga dapat dicapai isoeugenol yang optimal pula. (http: //www.facebook.com/ home.php? #!/?pa ge= 1&sk=messages&tid=404889735963) Jika ditinjau dari presentase kadar isoeugenol yang dihasilkan, Kadar terbaik yang didapat adalah 0.86% dari perbandingan 1:2, namun kadar tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan kadar standart isoeugenol sebesar 83.56% artinya
dalam penelitian ini, isoeugenol yang dihasilkan belum bisa mencapai angka tersebut (yaitu kadar isoeugenol standart sebesar 83.56%). Untuk itu, ada beberapa hal berikut yang perlu diperhatikan dan diperbaiki untuk mendapatkan kadar isoeugenol lebih banyak. 5.1 pH Penambahan basa KOH dimaksudkan untuk membentuk eugenolat, setelah eugenolat terbentuk maka perlu dilakukan penambahan asam untuk menetralkan kembali kelebihan basa, penambahan asam ini harus tepat sampai pH 2-3. Proses ini adalah serangkaian proses yang diperlukan untuk membentuk isoeugenol, untuk itu prosees penambahan HCl untuk membuat suasana asam membutuhkan ketelitian. Ketelitian dalam hal penambahan asam agar sesuai dan tepat dapat dicapai dengan pemakaian pHmeter. Pemakaian pHmeter bertujuan untuk mengetahui secara pasti pH reaksi yang diinginkan untuk menjadi asa dengan range pH 2 sampai 3. Tidak lebih dari 3 atau bahakan kurang dari 2. Namun pHmeter yang ada saat ini belum mengalami proses validasi, belum ada kejelasan mengenai validasi alat tersebut. Untuk itu, peneliti menggunakan pH stick /pH universal untuk melakukan pengukuran pH saat proses penetralan basa dengan penambahan asam. Untuk itu, perlu dilakukan adanya pengadaan cairan validasi sehingga proses validasi dapat dilakukan dengan segera untuk mendapatkan kejelasan mengenai
validasi pHmeter tersebut sehingga pHmeter dapat segera digunakan. Karena penggunaan pH stick / pH universal tidak maksimal karena warna yang ditunjukkan tidak bisa menunjujkkan pH yang sebenarnya secara pasti. Selain penggunaan pHmeter, hal lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan asam lemah untuk menggantikan HCl sehingga pencapaian pH 2-3 tepat, karena jika pada saat penambahan ini asam tidak teliti, maka akan menyebabkan kelebihan asam (pH kurang dari 2) sehingga dapat diantisipasi dengan penggunaan asam lemah. 5.2 Suhu Reaksi Selain pH, suhu pemanasan dalam proses reflux harus pula diperhatikan dengan seksama. Suhu yang diperlukan selama proses reflux adalah 150oC dan harus dipantau untukmendapatkan hasil yang maksimal Namun dalam penelitian ini, suhu yang diharapkan yaitu 150oC tidak dapat tercapai dengan baik. Meskipun hal ini sudah diatasi dengan penggunaan penangas minyak yang dapat mempertahankan suhu 150oC lebih lama dibandingkan jika menggunakan penangas air Suhu yang digunakan pada penellitian ini ± 20oC dari 150oC sekitar 130oC170oC (pada saat suhu mencapai 130oC- bunsen dimatikan dan suhu akan tetap naik sampai akhirnya mencapai 150oC). Pencapaian suhu 150oC konstan dapat dilakuakan dengan penggunaan metode lain yaitu dengan menggunakan
microwave yang telah dimodifikasi sesuai dengan tujuan dan kebutuhan yang ada untuk menghasilkan isoeugenol. 5.3 Waktu selama Reflux Waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan selam proses reflux adalah 6 jam. Waktu yang dibutuhkan ini sangat berhubungan dengan suhu karena waktu 6 jam yang diperlukan untuk suhu 150oC, itu berarti suhu harus konstan 150oC selama 6 jam. Namun, karena suhu konstan 150oC tidak dapat tercapai dengan maksimal maka waktu selama 6 jam pun tidak dapat tercapai dengan maksimal. Selama empat kali percobaan, waktu 6 jam dengan suhu 150oC tidak terlaksana dengan maksima. Karena adanya kehilangan waktu yang disebabkan karena pencapaian suhu menuju 150oC (dari suhu 130oC) atau bahakan penurunan suhu menuju 150oC (dari suhu 170oC). 5.4 Pengaduk Magnetik Pengaduk magnetic menjadi satu rangkaian alat reflux yang dipasang pada labu leher tiga. Pengaduk magnetic ini berfungsi untuk mengaduk campuran eugenol dan KOH (mencampur eugenol dan KOH dengan cara diaduk secara otomatis) selama proses reflux berlangsung. Dengan adanya pengaduk magnetik zat-zat yang bereaksi yaitu KOH dan eugenol menjadi lebih aktif, namun, karena ketersediaan alat yang ada sehingga pengaduk megnetik ini tidak digunakan pada rangkaian alat refluks dan selama proses reflux berlangsung.
5.5 Proses Pemisahan Setelah larutan ditambah dengan asam maka akan terbentuk dua fase, yaitu fase air dan fase minyak. Fase minyak inilah yang akan dipisahkan dan digunakan untuk proses selanjutnya. Pemisahan ini dilakukan dengan menambahkan dietil eter, dimana dietil eter akan menarik fase minyak sehingga fase minyak akan bergabung dengan dietil eter dan lebih mudah dipisahkan dengan fase air. Pada proses pemisahan dengan bantuan corong pisah ini, masih ada beberapa fase minyak yang tertinggal sehingga pemisahan fase minyak kurang optimal. Untuk itu, lebih diperhatikan lagi selama proses pemisahan baik pada saat larutan terpisah menjadi dua fase atau pada jumlah dietil eter yang digunakan untuk menarik fase minyak agar lebih optimal. Demikianlah pembahasan yang dapat diberikan mengenai efektivitas penambahan KOH pada eugenol menjadi isoeugenol yang menunjukkan bahwa perbandingan antara eugenol dan KOH yang optimal adalah perbandingan 1:2.
BAB VI PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian mengenai efektivitas penambahan KOH secara bervariasi pada proses isomerisasi eugenol menjadi isoeugenol dapat disimpulkan bahwa penambahan KOH secara bervariasi pada eugenol efektif untuk membentuk isoeugenol yang ditunjukkan dengan kesamaan waktu retensi semua isoeugenol yang dihasilkan dengan waktu retensi isoeugenol standart. Isoeugenol yang dihasilkan pun memiliki kadar yang berbeda-beda, namun memiliki kadar tertinggi pada perbandingan eugenol dan KOH 1:2, sehingga dapat dikatakan bahwa Ho diterima yaitu terbentuknya isoeugenol yang optimal pada perbandingan tertentu 5.2 Saran Dari penelitian inipun, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dan diperbaiki, yaitu: 5.2.1 Perlu adanya pengadaan cairan validasi untuk pHmeter, sehingga pHmeter yang ada dapat digunakan dengan maksimal 5.2.2 Adanya pengaduk magnetik yang digunakan selama proses isomerisasi dengan reflux berlangsung. 5.2.3 Penyempurnaan metode isomerisasi, baik dengan perbaikan alat yaitu menggunakan microwave ataupun cara isomerisasi dengan penggunaan katalis lain selain basa.
DAFTAR RUJUKAN
Abdilah. 2009. Penelitian Pengembangan Model Pembuatan Alat Penyulingan Etanol yang Efektif dan Efisien untuk Alat Bantu Belajar bagi Masyarakat dalam Pembuatan Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah dan Gas. http://www.dikti.org/?q=node/635. diakses pada 23 Juni 2010
Anastasia. 2009. Pasca panen Cengkeh. http://anastaciaintan. wordpress. com/2009/02/10/.diakses 4 November 2009
BPEN, Deperindag, 1993. Dalam Elizabeth, Roosgandha. 2002. Keragaan Dan Budidaya
Komoditas
Panili
Di
Indonesia.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%286%29%20soca-roosgandhakeragaan%20petani%20panili%281%29.pdf. diakses pada 28 November 2009 Dwiyanti Gebi. Isolasi Eugenol. http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPMIPA/ JUR.%20PEND.%20KIMIA/195612061983032%20%20GEBI%20DWIY ANTI/ISOLASI%20EUGENOL.pdf. diakses pada 12 Januari 2010)
Elizabeth, Roosgandha. 2002. Keragaan Dan Budidaya Komoditas Panili Di Indonesia.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%286%29%20soca-
roosgandha-keragaan%20petani%20panili%281%29.pdf. diakses pada 28 November 2009
Guenther, Ernest. 1990. Minyak Atsiri I. S, Ketaren. Universitas Indonesia: Jakarta
Guenther, Ernest. 1990. Minyak Atsiri IV B. S, Ketaren. Universitas Indonesia: Jakarta
Harrison Karl. 2007. What is Eugenol? About its Science, Chemistry and Structure. http://www.3dchem.com/molecules.asp?ID=333#. Diakses pada 12 Januari 2010
Merck&Co.,Inc. 1960. The Merck Index of Chemical and drugs. Rahway N.,J. USA
Mulja, Muhammad. 1995. Analias Instrumental. Airlangga University Press: Surabaya
NN. Eugenol. http://id.wikipedia.org/wiki/Eugenol. diakses pada 4 Januari 2010
Poentyanti, Endang Hadi. Laba Udarno. 2008. Vania 1 dan Vania 2 : Varietas Unggul Baru Vanili. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30,
No.
5.
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr305086.pdf.
diakses 4 November 2009
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Sipuk - Bank Sentral Asia. 2009. Perkebunan Vanili - Aspek Pemasaran. http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=21006&idrb=42501.
diakses
4
November 2009
Suwarso, Wahyudi P. 2002.
Reaksi penataan ulang sigmatropik hidrogen [1,3]
secara termal Dan reaksi penataan ulang prototropik [1,3] yang dikatalisis Oleh katalis transfer fase (ptc) , [18]-crown ether-6: semisintesis
Vanili
dari
eugenol.
http://journal.ui.ac.id/upl
oad/artikel/
Reaksi%20penataan_Suwarso,%20dkk.pdf. Diakses pada 4 November 2009
Wibowo, W. 2002. Aplikasi Reaksi Katalisis Heterogen Untuk Pembuatan Vanili Sintetik
(3-Hidroksi-2-Toksibenzaldehida)
Metoksifenol)
Dari
Eugenol
Minyak
(4-Allil-2Cengkeh.
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/Aplikasi%20Reaksi%20Katalisis%20 Heterogen-Widayanti.PDF. Diakses pada 4 November 2009
Wikipedia. 2009. Reaksi Kimia. http://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_kimia#Jenisjenis_reaksi. diakses pada 28 November 2009
Wikipedia. 2009. Vanili. http://id.wikipedia.org/wiki/vanili/. diakses 4 November 2009
Lita Mariana, December 16, 2006, 23 mei 2010. http://lita.inirumahku.com/ladiescorner/lita/yang-perlu-diketahui-tentang-pelembap/. diakses pada 4 1 2010
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Peningkatan Harga Vanili Tahun Harga (Rp/kg) 2000 45.000 2001 75.000 2002 200.000 2003 200.000 Sumber : Sumber Data Primert Petani 2005 Lampiran 2 Diagram Alir Isomerisasi Eugenol Larutkan 5 g KOH dan 20 g dietilen glikol* panaskan hingga semua basa larut
+ 10 g eugenol
reflux 150oC selama 6 jam
dinginkan, + 100ml air
asamkan dengan HCl hingga pH 2-3
ekstrak dengan dietil eter sampai 3x @15 ml
gabung lapisan organic, + Na2SO4 uapkan dietil eter
analisis dengan GC
*Penambahan dietilen gilkol sejalan dengan penambahan KOH secara bervariasi
Lampiran 3. Perhitungan 1 mol eugenol = 0.058, gram eugenol yang dibutuhkan sebesar g = n x Mr g = 0.058 x 164.2 g = 9.5326 g g = 10 g 2 mol KOH = 0.178, gram KOH yang dibutuhkan sebesar g = n x Mr g = 0.178 x 56 g = 9.968 g g = 10 g, untuk 1 mol KOH membutuhkan sebesar 5 g KOH Untuk perbandingan 1 : 1, yang dibutuhkan sebesar 10 g eugenol dan 10 g KOH (Untuk mengetahui gram yang dibutuhkan untuk perbandingan selanjutnya, hanya diperlukan perkalian silang) 1 : 1 = 10 g : 5 g 1 : 2 = 10 g : 10 g 1 : 3 = 10 g : 15 g 1 : 4 = 10 g : 20 g
Gambar 1. Proses pelarutan basa KOH dengan dietilen glikol
Gambar 2. Proses reflux
Gambar 3. Proses pendinginan campuran setelah direflux
Gambar 4. Proses Penambahan Asam
Gambar 5. Isoeugenol yang dihasilkan dengan perbandingan antara eugenol dan KOH yang bervariasi
Gambar 6. Kromatogram Eugenol standart dan eugenol yang digunakan
Standart Eugenol
Sampel Eugenol yang digunakan
Standart Isoeugenol
Isoeugenol 1 yang dihasilkan
Isoeugenol 2 yang dihasilkan
Isoeugenol 3 yang dihasilkan
Isoeugenol 4 yang dihasilkan