1 EFEKTIVITAS Acremonium sp. DAN METIL JASMONAT DALAM PENINGKATAN MUTU GAHARU ASAL Aquilaria microcarpa
LIA YUNITA
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
2 ABSTRAK LIA YUNITA. Efektivitas Acremonium sp. dan Metil Jasmonat dalam Peningkatan Mutu Gaharu Asal Aquilaria microcarpa. Dibimbing oleh GAYUH RAHAYU dan ERDI SANTOSO. Acremonium sp. dan Metil Jasmonat (MeJA) terbukti dapat menginduksi pembentukan gubal gaharu. Induksi pembentukan gaharu dengan Acremonium sp. atau MeJA secara tunggal belum menghasilkan gubal dalam mutu baik. Oleh sebab itu, upaya perbaikan induksi untuk menghasilkan gubal dengan mutu yang lebih baik perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kombinasi Acremonium sp. dan MeJA sebagai penginduksi dalam meningkatkan mutu gaharu asal Aquilaria microcarpa. Batang pohon A. microcarpa dilukai dengan dibor. Lubang tersebut diberi larutan gula 2%, kemudian diinokulasikan Acremonium sp. Pada perlakuan kombinasi, MeJA diberikan satu minggu setelah inokulasi Acremonium sp. Pengamatan dilakukan setiap bulan terhadap kebugaran pohon dan komponen mutu gaharu seperti warna kayu, tingkat wangi, dan kandungan terpenoid selama 4 bulan setelah induksi. Acremonium sp. dan MeJA mempengaruhi kebugaran pohon selama masa pengamatan. Acremonium sp. yang dikombinasikan dengan MeJA merangsang pohon untuk membentuk gubal dengan mutu yang lebih baik daripada penginduksi tunggalnya. Senyawa terpenoid yang terdeteksi mengandung senyawa sterol. Akumulasi terpenoid menyebabkan adanya perubahan warna kayu. Namun, perubahan warna kayu tidak berkorelasi dengan pembentukan wangi. Warna kayu, tingkat wangi, dan kandungan terpenoid merupakan kriteria yang independen dalam penentuan mutu gaharu. Berdasarkan klasifikasi mutu gaharu, Acremonium sp. yang dikombinasikan dengan MeJA dapat meningkatkan mutu gaharu dari kemedangan V ke kemedangan IV. Kata kunci: Acremonium sp., metil jasmonat, gubal, perlakuan kombinasi, terpenoid, mutu gaharu
ABSTRACT LIA YUNITA. Effectivity of Acremonium sp. and Methyl Jasmonate to Improve Agarwood Quality of Aquilaria microcarpa. Supervised by GAYUH RAHAYU and ERDI SANTOSO. Acremonium sp. and Methyl Jasmonate were able to induce the formation of agarwood. Yet, a single inoculant of either Acremonium sp. or MeJA did not induce the formation a good quality of agarwood. Therefore, an effort to improve the quality of agarwood produce should be conducted. This research was aimed to study the effectivity of Acremonium sp. in combination with MeJA to improve the quality agarwood of Aquilaria microcarpa. A. microcarpa stem was first wounded by drilling. The hole was injected by sugar solution 2%, and then inoculated by Acremonium sp. In combination treatment, Acremonium sp. was inoculated a week prior to MeJA injection. Tree fitness and agarwood quality component such as wood discolouration, fragrance level, and terpenoid accumulation were observed monthly for four months period. Acremonium sp. and MeJA influenced tree fitness throughout observation period. Acremonium sp. in combination with MeJA stimulated tree to form agarwood with better quality than the single inoculation. The terpenoids compound that was detected composed of sterol. The terpenoids accumulation associated with wood discolouration. The wood discolouration was not correlated with the fragrance level. The wood discolouration, fragrance level, and terpenoids contents were independent criteria in determining agarwood quality. Based on the classification of agarwood quality, Acremonium sp. in combination with MeJA could improve the agarwood quality from kemedangan V to kemedangan IV. Keyword: Acremonium sp., methyl jasmonate, agarwood, combination treatment, terpenoid, agarwood quality
3 EFEKTIVITAS Acremonium sp. DAN METIL JASMONAT DALAM PENINGKATAN MUTU GAHARU ASAL Aquilaria microcarpa
LIA YUNITA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
4 Judul Skripsi Nama NIM
: Efektivitas Acremonium sp. dan Metil Jasmonat dalam Peningkatan Mutu Gaharu Asal Aquilaria microcarpa : Lia Yunita : G34104020
Disetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Erdi Santoso NIP 080053161
Dr. Ir. Gayuh Rahayu NIP 131289335
Diketahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP 131578806
Tanggal lulus :
5 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Efektivitas Acremonium sp. dan Metil Jasmonat dalam Peningkatan Mutu Gaharu Asal Aquilaria microcarpa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Gayuh Rahayu dan Bapak Dr. Ir. Erdi Santoso selaku pembimbing yang telah memberikan saran, koreksi, motivasi, bimbingan, dan fasilitas yang diberikan selama pengerjaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada Dr. Nunik Sri Ariyanti, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada DIKTI melalui program hibah kemitraan HI-LINK 2008 yang telah mendanai penelitian ini, staf Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, IPBCC dan staf Laboratorium Mikologi FMIPA IPB yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, kedua adikku tercinta Candra dan Hani atas do’a, perhatian, dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ririn dan Esti teman seperjuangan dalam penelitian ini, mbak Icha, Riana, Tahira, Neng Hilda, Rescy, Sinta, Uci, Tina, Atikah, Pitni, teh Yulia, teh Desi, Ratih, serta teman-teman Biologi 41 atas do’a, bantuan, dan motivasinya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2009
Lia Yunita
6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Juni 1986 dari Bapak Ahmad Sokhib dan Ibu Nemi Rusmiati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Resmi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Biologi Dasar tahun akademik 2007/2008 dan Biologi Cendawan tahun akademik 2007/2008 dan 2008/2009.
7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................ viii PENDAHULUAN ................................................................................................................... Latar Belakang .............................................................................................................. Tujuan .......................................................................................................................... Waktu dan Tempat ........................................................................................................
1 1 1 1
BAHAN DAN METODE ........................................................................................................ Peremajaan Biakan Acremonium sp. .............................................................................. Pembuatan Inokulan Acremonium sp.. ........................................................................... Induksi Pembentukan Senyawa Terpenoid ..................................................................... Kebugaran pohon .......................................................................................................... Perubahan Warna Kayu ................................................................................................ Wangi Kayu .................................................................................................................. Uji Terpenoid ................................................................................................................ Analisis Data.................................................................................................................
1 1 1 2 2 2 2 3 3
HASIL .................................................................................................................................... Kebugaran Pohon .......................................................................................................... Perubahan Warna Kayu ................................................................................................. Tingkat Wangi .............................................................................................................. Uji Terpenoid ................................................................................................................
3 3 3 5 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... Kebugaran Pohon .......................................................................................................... Efektivitas Inokulasi ......................................................................................................
7 7 7
SIMPULAN ............................................................................................................................
9
SARAN...................................................................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
9
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 11
8 DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6
Intensitas warna kayu batang A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan ........................... Panjang zona perubahan warna kayu batang A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan .... Lebar zona perubahan warna kayu batang A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan ........ Tingkat wangi kayu A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan berdasarkan sistem skor 0-2 ................................................................................................................. Frekuensi titik induksi dengan kategori agak wangi dan sangat wangi dari 9 titik induksi selama 4 bulan pengamatan ............................................................................................... Nilai absorbansi pada ekstrak kayu A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan ..................
4 5 5 5 6 6
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5
Lubang induksi pada batang pohon A. microcarpa.............................................................. Panjang dan lebar zona perubahan warna pada batang A. microcarpa.................................. Pohon A. microcarpa yang terserang ulat ........................................................................... Warna kayu batang A. microcarpa setelah diberi perlakuan ............................................... Sterol pada sampel bulan ke-3 dan triterpenoid pada ekstraksi minyak gaharu berdasarkan uji Lieberman-Burchard ..................................................................................
2 2 3 4 7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6
Analisis ragam dan uji lanjut Duncan intensitas warna kayu A. microcarpa........................ Analisis ragam dan uji lanjut Duncan panjang zona perubahan warna kayu A. microcarpa . Analisis ragam dan uji lanjut Duncan lebar zona perubahan warna kayu A. microcarpa...... Analisis ragam dan uji lanjut Duncan tingkat wangi kayu A. microcarpa ........................... Analisis ragam dan uji lanjut Duncan nilai absorbansi ekstrak kayu A. microcarpa ............ Klasifikasi mutu gaharu ....................................................................................................
12 12 13 13 14 15
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan damar wangi sebagai akibat proses infeksi yang terjadi secara alami atau buatan (Dewan Standarisasi Nasional Indonesia 1999). Gaharu dibentuk pada pohon gaharu (Aquilaria spp.). Salah satu spesies Aquilaria penghasil gaharu dengan mutu terbaik adalah A. microcarpa. Gubal gaharu dimanfaatkan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetika, dupa, dan obat-obatan (Sumarna 2002). Dalam dunia perdagangan, mutu gubal gaharu ditentukan oleh warna, serat, kandungan damar wangi, ukuran, wangi, bobot, dan bentuk (Dewan Standarisasi Nasional Indonesia 1999). Damar wangi merupakan senyawa yang mudah menguap dari golongan terpenoid (Nobuchi & Siripatanadilok 1991). Salah satu senyawa terpenoid komponen senyawa gaharu yang memiliki wangi yang khas adalah senyawa sesquiterpenoid. Wangi khas yang dihasilkan oleh pohon gaharu diduga merupakan senyawa fitoaleksin (Michiho 2005). Fitoaleksin adalah senyawa antimikrob dengan berat molekul rendah yang terakumulasi pada tanaman setelah serangan mikroorganisme (Agrios 2004). Gubal gaharu diduga dapat terbentuk melalui pelukaan, infeksi oleh cendawan atau perlakuan kimiawi (Nobuchi & Siripatanadilok 1991). Salah satu cendawan yang mampu menginduksi gejala pembentukan gubal pada pohon gaharu (A. crassna, A. malaccensis, A. microcarpa) umur 2 tahun adalah Acremonium sp. (Rahayu et al. 1999). Putri (2007) menyatakan bahwa senyawa kimiawi yang terbukti dapat menginduksi pembentukan wangi gaharu adalah metil jasmonat. Metil jasmonat (MeJA) merupakan salah satu senyawa sinyal pada tumbuhan yang terbentuk secara alami akibat stress (Anonim 2006a). Respon ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik dapat meningkat dengan terbentuknya MeJA secara endogen (Srivastava 2002). Selain itu, produksi fitoaleksin dapat dirangsang oleh MeJA (Anonim 2006a). Beberapa peneliti menyatakan bahwa MeJA dapat menginduksi terbentuknya senyawa terpenoid. Michiho (2005) melaporkan bahwa penggunaan 0.1 mM MeJA dapat menginduksi terbentuknya senyawa terpenoid pada kultur kalus A.
sinensis. Selanjutnya, Putri (2007) dan Rosita (2008) menyatakan bahwa pemberian MeJA 750 mM pada pohon gaharu juga dapat merangsang pohon membentuk senyawa terpenoid. Acremonium sp. juga terbukti dapat merangsang pembentukan senyawa terpenoid (Putri 2007). Pembentukan senyawa terpenoid pada pohon gaharu berasosiasi dengan perubahan warna kayu dan pembentukan wangi. Wangi yang dihasilkan oleh penginduksi Acremonium sp. dan MeJA berbeda. Acremonium sp. menginduksi pembentukan wangi khas gaharu sedangkan MeJA merangsang pohon mengeluarkan wangi melati. Penggunaan penginduksi Acremonium sp. atau MeJA belum menghasilkan mutu gaharu yang mendekati mutu gaharu alam. Upaya memperbaiki mutu gaharu diduga dapat dilakukan dengan berbagai kombinasi penginduksi diantaranya adalah dengan kombinasi Acremonium sp. dan MeJA. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari induksi kombinasi Acremonium sp. dan MeJA dalam meningkatkan mutu gaharu asal A. microcarpa. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan September 2008, di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Carita Provinsi Banten dan Laboratorium Mikologi Departemen Biologi FMIPA IPB.
BAHAN DAN METODE Peremajaan Biakan Acremonium sp. Acremonium sp. IPBCC 07.525 diremajakan pada media agar-agar dekstrosa kentang (ADK) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Isolat ini digunakan sebagai sumber inokulum untuk pembuatan inokulan. Pembuatan Inokulan Acremonium sp. Acremonium sp. ditumbuhkan pada media serbuk gergaji selama 2 minggu (Rahayu G 4 Desember 2007 komunikasi pribadi), kemudian dibentuk berupa pelet dengan ukuran 4x40 mm.
2 Induksi Pembentukan Senyawa Terpenoid Induksi pembentukan senyawa terpenoid dilakukan pada batang A. microcarpa umur 13 tahun yang mempunyai diameter ± 20 cm. Induksi dilakukan dengan inokulasi Acremonium sp., pemberian MeJA, dan kombinasinya. Sebelum inokulasi Acremonium sp. dengan inokulan berupa pelet, batang pohon dilukai dengan dibor (KB) dan diberi larutan gula 2% (KBG). Sedangkan batang-batang yang diberi MeJA, sebelumnya hanya dibor saja. Batang pohon yang tidak dilukai digunakan sebagai kontrol (K). Perlakuan KB digunakan sebagai pembanding perlakuan KBG. Selanjutnya, perlakuan KB digunakan sebagai pembanding perlakuan tunggal MeJA, sedangkan perlakuan KBG digunakan sebagai pembanding perlakuan tunggal Acremonium sp. Perlakuan tunggal digunakan sebagai pembanding perlakuan kombinasi. Pertama-tama batang pohon pada ketinggian ± 1 m di atas permukaan tanah dilubangi dengan menggunakan mata bor 4 mm dengan kedalaman 1/3 dari diameter batang (Gambar 1). Jarak antara lubang ke arah horizontal sekitar ± 5 cm, sedangkan jarak ke arah vertikal sekitar ± 15 cm. Lubang untuk inokulasi Acremonium sp. dibuat dalam suatu deretan horizontal, demikian pula untuk induksi dengan MeJA. Perlakuan KB, KBG, perlakuan tunggal dan kombinasi Acremonium sp. dan MeJA masing-masing dilakukan pada 3 pohon. Pada perlakuan kombinasi, MeJA diberikan satu minggu setelah inokulasi Acremonium sp. Sederetan lubang untuk penyuntikan MeJA 750 mM dibuat di tengah-tengah deretan lubang tempat inokulasi Acremonium sp. Pada setiap pohon dibuat 3 atau 5 deretan perlakuan. Lubang induksi pada setiap pohon dibuat 48-80 bergantung dari diameter batang, kebugaran pohon, dan kemudahan induksi. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama 4 bulan terhadap perubahan warna kayu (intensitas warna, panjang, lebar), tingkat wangi dan kandungan terpenoidnya.
1=putih kecoklatan, 2=coklat, 3=coklat kehitaman) dan dinyatakan dalam rataan skor warna dari 3 responden. Hasil rataan skor dari 3 pohon kemudian dikelompokkan ke dalam klasifikasi mutu gaharu. Kulit batang di sekitar titik induksi dikupas dengan kedalaman ± 2 cm. Panjang dan lebar zona perubahan warna batang diukur berturut-turut ke arah vertikal dan ke arah horizontal, pada daerah yang menunjukkan perubahan warna kayu dari putih hingga coklat kehitaman (Gambar 2). Intensitas warna kayu, panjang dan lebar zona perubahan warna diamati pada 10 titik induksi pada setiap pohon.
Gambar 1 Lubang induksi pada batang pohon A. microcarpa
P
L
Kebugaran Pohon Kebugaran pohon ditentukan berdasarkan persentase cabang yang daunnya mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning.
Gambar 2
Perubahan Warna Kayu Perubahan warna kayu meliputi intensitas warna kayu, panjang, dan lebar zona perubahan warna. Intensitas warna kayu ditetapkan berdasarkan sistem skor (0=putih,
Wangi Kayu Wangi kayu ditetapkan melalui uji organoleptik dengan pemberian skor wangi
Panjang (P) dan lebar (L) zona perubahan warna pada batang A. microcarpa
3 dalam skala 0=tidak wangi, 1=agak wangi, 2=sangat wangi. Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengambil sedikit kayu di sekitar 3 titik induksi pada setiap pohon. Kayu yang berubah warna dibakar kemudian aroma yang muncul dinilai dalam skala di atas. Pengamatan wangi kayu mencakup tingkat wangi dan frekuensi titik induksi yang wangi. Tingkat wangi dinyatakan dalam rataan skor dari 3 responden. Frekuensi wangi adalah persentase titik induksi yang termasuk ke dalam kategori agak wangi dan sangat wangi. Uji Terpenoid. Bagian kayu yang menunjukkan perubahan warna dari satu sampel dipisahkan dari bagian kayu yang tidak menunjukkan perubahan warna. Kayu-kayu yang menunjukkan perubahan warna dan merupakan hasil dari satu perlakuan digabungkan. Terpenoid dari kayu-kayu ini dianalisis dengan metode LiebermanBurchard (Harborne 1987). Sebanyak ± 0.4 gram kayu yang berubah warna tadi direndam dalam 5 ml etanol absolut panas, disaring ke dalam cawan petri steril dan kemudian diuapkan sampai kering hingga terbentuk endapan berwarna kuning. Endapan tersebut kemudian ditambahkan 1 ml dietil eter dan dihomogenisasi. Setelah endapan dihomogenisasi selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung reaksi steril lalu ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Warna merah atau ungu yang terbentuk pada endapan menunjukkan adanya senyawa triterpenoid. Ke dalam larutan, ditambahkan sebanyak 5 ml etanol absolut kemudian absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada λ 268 nm. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan 2 faktor yaitu perlakuan dan masa induksi, dan diuji ANOVA pada α=5%. Bila perlakuan berpengaruh nyata maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%. HASIL Kebugaran Pohon Pohon A. microcarpa memberikan respon yang sama terhadap perlakuan KB, KBG, inokulasi Acremonium sp., pemberian MeJA, atau kombinasi Acremonium sp. dan MeJA. Semua perlakuan menyebabkan terjadinya klorosis pada daun, kemudian daun-daun ini
gugur. Gejala fisiologis tersebut muncul pada daun-daun pada cabang yang dekat titik induksi pada 1 bulan setelah induksi (bsi). Sebanyak 20% cabang yang diberi perlakuan tunggal Acremonium sp. atau MeJA menunjukkan klorosis pada daun-daunnya. Sedangkan pada perlakuan kombinasi lebih banyak cabang yang daunnya klorosis (30%). Pada perlakuan KB dan KBG masing-masing sebanyak 10% cabang yang daunnya mengalami klorosis. Berbeda dengan perlakuan di atas, pada K tidak terjadi perubahan warna pada daun sampai akhir pengamatan. Pada pengamatan selanjutnya pohonpohon ini terserang ulat sehingga pohon tersebut menjadi gundul (Gambar 3). Akan tetapi pada 3 bsi muncul tunas baru pada ujung ranting dan ujung cabang.
Gambar 3
Pohon A. microcarpa yang terserang ulat
Perubahan Warna Kayu Intensitas warna kayu meningkat secara nyata pada perlakuan KB, KBG, perlakuan tunggal Acremonium sp. atau MeJA, dan kombinasinya. Intensitas warna kayu dipengaruhi oleh perlakuan, masa induksi, dan interaksi keduanya (Lampiran 1). Selama masa induksi, intensitas warna kayu pada pohon-pohon yang diberi perlakuan berbeda nyata dari K. Pada KB intensitas warna kayu berbeda nyata dengan KBG pada 1 bsi. Pada
4 masa induksi selanjutnya, intensitas warna kayu pada KB dan KBG tidak berbeda nyata. Intensitas warna kayu pada perlakuan tunggal selama pengamatan berbeda nyata dengan perlakuan KB dan KBG, kecuali induksi MeJA pada 1 bsi (Tabel 1). Intensitas warna kayu pada perlakuan tunggal berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi (Lampiran 1). Inokulasi Acremonium sp. pada perlakuan kombinasi menghasilkan intensitas warna kayu yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Intensitas warna kayu Acremonium sp. pada perlakuan tunggal berkisar antara putih kecoklatan sampai coklat (skor 0.90-2.53) sedangkan pada perlakuan kombinasi berkisar antara putih kecoklatan, coklat, sampai coklat kehitaman (skor 1.402.93). Berdasarkan klasifikasi mutu gaharu, kedua kisaran tingkat perubahan warna pada Acremonium sp. termasuk kedalam mutu kemedangan berturut-turut kemedangan tingkat V dan IV. Berbeda dengan Acremonium sp., pemberian MeJA pada perlakuan tunggal maupun kombinasi menghasilkan intensitas warna kayu yang lebih rendah selama pengamatan. Intensitas warna kayu akibat pemberian MeJA berada pada kisaran yang sama yaitu putih, putih kecoklatan, sampai
coklat. Kisaran intensitas warna kayu tersebut termasuk ke dalam klasifikasi mutu kemedangan tingkat V. Adanya peningkatan perubahan warna kayu pada perlakuan kombinasi Acremonium sp. menunjukkan bahwa MeJA merangsang Acremonium sp. untuk menginduksi perubahan warna kayu. Semakin lama masa induksi, intensitas warna kayu yang dihasilkan semakin meningkat (Tabel 1 dan Gambar 4). Panjang dan lebar zona perubahan warna kayu pada semua perlakuan tidak dipengaruhi oleh masa induksi (Lampiran 2 dan 3). Selama masa induksi, panjang dan lebar zona perubahan warna pada semua perlakuan berbeda nyata dari K. Secara statistik, panjang dan lebar zona perubahan warna pada KB berbeda nyata dengan perlakuan KBG. Panjang dan lebar zona perubahan warna pada KB tidak berbeda nyata dengan perlakuan tunggal MeJA, sedangkan panjang dan lebar zona perubahan warna pada KBG berbeda dengan perlakuan tunggal Acremonium sp. Panjang dan lebar zona perubahan warna pada perlakuan tunggal Acremonium sp. berbeda nyata dengan perlakuan kombinasinya. Inokulasi Acremonium sp. pada perlakuan kombinasi menghasilkan panjang dan lebar zona perubahan warna yang lebih tinggi
Tabel 1 Intensitas warna kayu batang A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan Waktu Pengamatan (bsi) Perlakuan 1 2 3 K 0l 0l 0l ij ij KB 0.87 0.90 1.57fgh kl hi KBG 0.27 1.13 1.17hi Perlakuan Tunggal Acremonium sp. 0.90ij 1.87defg 2.33bcd ij efg MeJA 0.93 1.80 2.30bcde Perlakuan Kombinasi Acremonium sp. 1.40ghi 2.07cdef 2.73ab jk fg 1.73 2.27bcde MeJA 0.53
4 0l 1.47gh 1.50gh 2.53abc 2.37bcd 2.93a 2.47abc
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.
1
2
3
0 1 2 3 Gambar 4 Warna kayu batang A. microcarpa setelah diberi perlakuan (0 = putih, 1 = kecoklatan, 2 = coklat, 3 = coklat kehitaman).
putih
5 (Tabel 2 dan 3). Berbeda dengan Acremonium sp., pemberian MeJA pada perlakuan tunggal tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasinya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa pemberian MeJA mempengaruhi aktivitas Acremonium sp. dalam meningkatkan panjang zona perubahan warna. Tabel 2 Panjang zona perubahan warna kayu batang A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan Perlakuan Panjang (cm) K 0.00d KB 2.85b KBG 1.85c Perlakuan tunggal Acremonium sp. 2.52b MeJA 2.87b Perlakuan kombinasi Acremonium sp. 4.33a MeJA 2.71b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.
Tabel 3 Lebar zona perubahan warna kayu batang A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan Perlakuan Lebar (cm) K 0.00d KB 0.73b KBG 0.55c Perlakuan tunggal Acremonium sp. 0.80b MeJA 0.80b Perlakuan kombinasi Acremonium sp. 1.00a MeJA 0.79b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.
Tingkat Wangi Tingkat wangi dipengaruhi oleh perlakuan dan masa induksi (Lampiran 4). Secara umum, tingkat wangi kayu pada pohon-pohon yang diberi perlakuan berbeda nyata dari K. Selama masa induksi, aroma wangi pada kayu hanya terdeteksi pada batang yang diinduksi dengan perlakuan kombinasi Acremonium sp. dan MeJA pada 2 dan 3 bsi (Tabel 4). Aroma wangi yang dihasilkan pada perlakuan kombinasi hanya termasuk ke dalam kategori agak wangi. Hal ini menunjukkan bahwa Acremonium sp. dan MeJA bersinergi tidak secara konsisten dalam menginduksi pembentukan wangi. Meskipun demikian, pohon-pohon yang diberi perlakuan menunjukkan variasi tingkat wangi pada titiktitik induksi (Tabel 5). Selama masa pengamatan, kayu pada titik induksi menunjukkan tingkat wangi yang bervariasi mulai tidak wangi (skor 0) sampai sangat wangi (skor 2). Titik induksi pada perlakuan KB, KBG, dan MeJA pada perlakuan tunggal hanya mencapai kategori agak wangi dengan frekuensi antara 11.1%33.3%. Pada perlakuan kombinasi Acremonium sp. maupun MeJA terdapat titik induksi yang termasuk kategori sangat wangi dengan frekuensi titik induksi sebesar 22.2%, sementara pada perlakuan tunggal kategori sangat wangi hanya dijumpai pada inokulasi Acremonium sp. dengan frekuensi sebesar 11.1%. Oleh sebab itu perlakuan kombinasi dapat dianjurkan untuk meningkatkan frekuensi titik induksi pada kategori sangat wangi. Pada umumnya tingkat wangi yang dihasilkan tidak berkorelasi terhadap tingkat perubahan warna kayu dengan nilai R sebesar 0.03. Berdasarkan nilai korelasi, tingkat wangi
Tabel 4 Tingkat wangi kayu A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan berdasarkan sistem skor 0-2 (0=tidak wangi, 1=agak wangi, 2=sangat wangi) Waktu pengamatan (bsi) Perlakuan 1 2 3 4 K 0j 0j 0j 0j ghij defghij abcdef KB 0.21 0.48 0.78 0.37 efghij ij defghij abcdefg KBG 0.13 0.40 0.67 0.41defghij Perlakuan tunggal Acremonium sp. 0.42defghij 0.63 bcdefghi 0.74abcdefg 0.67abcdefg ghij abcde abcdefg MeJA 0.22 0.82 0.70 0.30 fghij Perlakuan kombinasi Acremonium sp. 0.67abcdefgh 1.00 abc 1.04abc 0.18hij abcd ab a MeJA 0.89 1.11 1.15 0.44 defghij Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.
6 dan warna kayu merupakan kriteria yang independen dalam penentuan mutu gaharu. Peningkatan mutu gaharu dari kemedangan V ke kemedangan IV dapat dilakukan dengan perlakuan kombinasi. Uji Terpenoid Senyawa terpenoid terdeteksi pada KB, KBG, perlakuan tunggal Acremonium sp. atau MeJA, dan perlakuan kombinasinya yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau (Gambar 5). Warna hijau ini mengindikasikan bahwa yang terbentuk adalah senyawa-senyawa sterol. Pada K senyawa sterol tidak terdeteksi selama pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa sterol terbentuk sebagai respon terhadap perlakuan.
Nilai absorbansi tertinggi diperoleh dari kayu dengan perlakuan KB pada 4 bsi yaitu 0.449 (Tabel 6). Nilai ini masih kurang dari nilai triterpenoid pada minyak gaharu (0.813). Minyak gaharu mengandung senyawa triterpenoid yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan warna merah kecoklatan (Gambar 5). Perlakuan dan masa induksi mempengaruhi secara nyata kandungan terpenoid (Lampiran 5). Selama masa induksi, pemberian MeJA tidak mempengaruhi besarnya kandungan terpenoid Acremonium sp., begitu juga sebaliknya. Kandungan terpenoid ini tidak berkorelasi dengan tingkat wangi. Oleh sebab itu, kandungan terpenoid dan tingkat wangi merupakan kriteria yang independen dalam penentuan mutu gaharu.
Tabel 5 Frekuensi titik induksi dengan kategori agak wangi selama 4 bulan pengamatan. Agak wangi (%) Perlakuan Bln 1 Bln 2 Bln 3 Bln 4 K 0 0 0 0 KB 0 11.1 33.3 11.1 KBG 0 22.2 22.2 22.2 Perlakuan tunggal Acremonium sp. 22.2 22.2 44.4 22.2 MeJA 0 33.3 33.3 11.1 Perlakuan kombinasi Acremonium sp. 11.1 66.7 22.2 0 MeJA 33.3 55.6 44.4 22.2
dan sangat wangi dari 9 titik induksi
Bln 1 0 0 0
Sangat wangi (%) Bln 2 Bln 3 0 0 0 0 0 0
Bln 4 0 0 0
0 0
0 0
11.1 0
0 0
0 0
0 0
22.2 22.2
0 0
Tabel 6 Nilai absorbansi pada ekstrak kayu A. microcarpa selama 4 bulan pengamatan Waktu Pengamatan (bsi) Perlakuan 1 2 3 4 K 0d 0d 0d 0d KB 0.12cd 0.22abcd 0.39abc 0.45a abc abcd abc 0.24 0.34 0.14cd KBG 0.29 Perlakuan Tunggal Acremonium sp. 0.15cd 0.20abcd 0.27abcd 0.40abc abcd cd abc MeJA 0.17 0.14 0.32 0.16bcd Perlakuan Kombinasi Acremonium sp. 0.21abcd 0.33abc 0.43ab 0.22abcd abc abc abc MeJA 0.29 0.37 0.40 0.26abcd Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 0.05.
7
KB Gambar 5
KBG
Tunggal Tunggal Kombinasi Kombinasi Acremonium sp. MeJA Acremonium sp. MeJA
Minyak gaharu
Sterol pada sampel bulan ke-3 dan triterpenoid pada ekstraksi minyak gaharu berdasarkan uji Lieberman-Burchard. PEMBAHASAN
Kebugaran Pohon Perlakuan KB, KBG, inokulasi Acremonium sp. atau MeJA, dan kombinasinya menyebabkan stress pada pohon A. microcarpa. Stress yang terjadi ditandai dengan adanya daun-daun yang mengalami klorosis, kemudian daun-daun ini gugur. Pada saat daun mengalami klorosis, kayu pada titik induksi mulai berubah warna dari putih menjadi gelap. Hal ini menunjukkan proses awal terbentuknya senyawa gaharu. Pernyataan tersebut didukung oleh Sumadiwangsa dan Zulnely (1999) yang menyatakan bahwa klorosis dan perubahan warna merupakan gejala awal pada pohon yang terinfeksi dan diduga mengandung gaharu. Pada perlakuan kombinasi Acremonium sp. dan MeJA, persentase cabang yang daunnya mengalami klorosis lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa pelukaan, infeksi cendawan, dan senyawa kimia dapat mengganggu pohon sehingga pohon memberikan respon yaitu klorosis. Putri (2007) melaporkan bahwa inokulasi Acremonium sp. menyebabkan cabang mengalami klorosis pada daun-daunnya. Pada sistem kultur in vitro, serangan Acremonium sp. juga menyebabkan daun mengalami klorosis (Mutoharoh 2005). Selanjutnya, Rosita (2008) menyatakan bahwa pelukaan dan pemberian MeJA dapat menyebabkan terjadinya klorosis pada daun. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Janoudi dan Flore (2003) bahwa perlakuan MeJA 10 mM pada tanaman persik mengakibatkan terjadinya klorosis daun, penurunan jumlah daun sebanyak 31% dan penurunan berat daun muda setelah 3 minggu perlakuan.
Efektivitas Inokulasi Perubahan warna kayu terjadi pada KB, KBG, inokulasi Acremonium sp. atau MeJA, dan kombinasinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Walker et al. (1997) bahwa perubahan warna kayu dapat disebabkan oleh pelukaan, serangan patogen (cendawan), dan penggunaan senyawa kimia. Perubahan warna kayu terjadi pada semua perlakuan, maka perubahan warna kayu merupakan respon non-spesifik tanaman terhadap gangguan. Perubahan warna kayu terjadi pada KB. Perubahan ini mungkin disebabkan oleh mikroorganisme patogen (cendawan) luar akibat adanya kontak langsung antara titik induksi dengan lingkungan. Cendawan mikroskopik yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada kayu adalah cendawan penyebab blue stain. (Anonim 1999). Perubahan warna kayu pada perlakuan kombinasi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Namun, intensitas warna kayu yang dihasilkan oleh Acremonium sp. dan MeJA hanya termasuk ke dalam mutu kemedangan berturut-turut kemedangan tingkat V dan IV (Lampiran 6). Kemedangan merupakan klasifikasi mutu gaharu tingkat 2 yang memiliki ciri warna kayu putih kecoklatan sampai coklat kehitaman, sedangkan klasifikasi tingkat 1 adalah gubal gaharu. Gubal gaharu adalah kayu dengan warna hitam kecoklatan sampai hitam merata (Dewan Standarisasi Nasional Indonesia 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas warna kayu yang dihasilkan belum mendekati mutu gaharu dengan kualitas yang lebih tinggi yaitu gubal gaharu. Rahayu & Situmorang (2006) menyatakan bahwa pembentukan gubal gaharu pada pohon yang berumur 4-7 tahun akan terlihat setelah 1 tahun induksi. Oleh sebab itu, perubahan warna kayu sangat dipengaruhi oleh masa
8 induksi. Semakin lama masa induksi warna kayu yang dihasilkan semakin meningkat. Panjang dan lebar zona perubahan warna tidak dipengaruhi oleh masa induksi. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Rosita (2008) bahwa panjang zona perubahan warna mengalami peningkatan selama pengamatan. Selain itu, mungkin disebabkan karena perpanjangan dan perlebaran zona perubahan warna memerlukan masa induksi yang lebih lama. Seperti pada intensitas warna kayu, lamanya masa induksi menyebabkan warna kayu semakin meningkat dan menghasilkan kualitas yang lebih baik. Panjang dan lebar zona perubahan warna kayu pada perlakuan kombinasi Acremonium sp. lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Pada perlakuan kombinasi ini, MeJA dapat merangsang aktivitas Acremonium sp. dalam meningkatkan panjang dan lebar zona perubahan warna. Hal ini mungkin berhubungan dengan aktivitas Acremonium sp. pada jaringan tanaman. Dalam perkembangannya, Acremonium sp. juga merangsang pohon membentuk senyawa fitoaleksin. Menurut Franceschi et al. (2002) MeJA merupakan elisitor kimiawi yang merangsang pembentukan fitoaleksin. Pada gaharu senyawa fitoaleksin diduga dideposit pada kayu dan berasosiasi dengan perubahan warna (Rahayu & Situmorang 2006). Tingkat wangi pada semua perlakuan menunjukkan adanya variasi tingkat wangi. Secara umum, tingkat wangi ini termasuk ke dalam kategori agak wangi kecuali pada perlakuan kombinasi dan Acremonium sp. pada perlakuan tunggal. Namun, tingkat wangi yang dihasilkan tidak berkorelasi terhadap intensitas warna kayu. Menurut Rahayu et al. (1999) terjadinya pembentukan wangi gaharu tidak selalu diikuti oleh perubahan warna kayu. Aroma wangi tidak terdeteksi pada perlakuan K, KB, KBG, dan perlakuan tunggal MeJA pada 1 bsi. Hal ini mungkin disebabkan oleh sedikitnya akumulasi senyawa gaharu pada pohon gaharu. Senyawa gaharu merupakan metabolit sekunder yang dibentuk dari metabolit primer (Rahayu & Situmorang 2006). Produk metabolit primer ini digunakan untuk membentuk metabolit sekunder. Selama penelitian, produksi metabolit primer berkurang akibat adanya serangan ulat. Berkurangnya metabolit primer diduga sebagai penyebab rendahnya akumulasi senyawa terpenoid.
Pada perlakuan kombinasi, tingkat wangi yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dari perlakuan tunggal. Peningkatan aroma wangi diduga disebabkan oleh bertambahnya akumulasi senyawa gaharu, mungkin dalam kelompok sesquiterpenoid. Diantara senyawa gaharu, senyawa sesquiterpenoid merupakan senyawa yang mudah menguap (Michiho 2005). Selain itu, MeJA merupakan senyawa sinyal untuk pembentukan fitoaleksin. Franceschi et al. (2002) menyatakan bahwa pemberian MeJA pada pohon Picea abies yang dilukai dan diinokulasi dengan Ceratocystis polonica dapat meningkatkan produksi senyawa fitoaleksin. Hal ini menunjukkan bahwa MeJA dapat bekerja sama dengan cendawan dalam pembentukan aroma wangi. Perlakuan KB, KBG, perlakuan tunggal Acremonium sp. atau MeJA dan kombinasinya merangsang pembentukan senyawa terpenoid. Senyawa terpenoid tersusun atas unit-unit isopren dan terbagi menjadi beberapa golongan, diantaranya monoterpenoid (C10) dan sesquiterpenoid (C15) yang mudah menguap, diterpenoid (C20) yang lebih sukar menguap, dan triterpenoid (C30) yang tidak menguap (Harborne 1987). Hasil uji Lieberman-Burchard menunjukkan bahwa pada semua perlakuan terbentuk warna hijau. Warna hijau ini mengindikasikan bahwa yang terbentuk adalah senyawa-senyawa sterol. Harborne (1987) menyatakan bahwa senyawa sterol merupakan salah satu senyawa yang tergolong ke dalam senyawa triterpenoid. Sterol merupakan senyawa terpenoid yang terikat dengan lemak (Anonim 2006b). Putri (2007) melaporkan bahwa lemak ditemukan pada kayu A. crassna yang diberi perlakuan Acremonium sp., MeJA dan cabang yang dilukai. Kandungan terpenoid tertinggi terdapat pada perlakuan KB pada 4 bsi. Pelukaan atau pemberian protein sistemin pada jaringan tanaman atau sel akan menginduksi terjadinya pembentukan MeJA (Srivastava 2002). Dalam penelitian ini, MeJA dapat merangsang pembentukan sterol yang tergolong senyawa terpenoid. Penggunaan MeJA 1, 10, 100 mM pada P. abies juga dapat menginduksi terbentuknya senyawa terpenoid (Martin et al. 2002). Selanjutnya, Michiho (2005) melaporkan bahwa aplikasi 0.1 mM MeJA dapat menginduksi terbentuknya senyawa terpenoid (sesquiterpenoid) pada kultur kalus A. sinensis.
9 SIMPULAN Acremonium sp. dalam perlakuan kombinasi memberikan warna kayu, wangi, dan kandungan terpenoid yang lebih baik dari perlakuan tunggalnya. Perlakuan ini dapat meningkatkan mutu gaharu dari kemedangan V ke kemedangan IV. Tingkat perubahan warna, tingkat wangi, dan kandungan terpenoid merupakan kriteria yang independen dalam penentuan mutu gaharu.
SARAN Metode induksi Acremonium sp. dan MeJA dengan waktu yang lebih lama dan pada titik yang sama perlu dilakukan, dengan harapan hasil yang diperoleh lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2004. Plant Pathology. Ed ke-5. New York: Academic Press. Anonim. 1999. Blue Stain. Forest Product Laboratory. Madison. WI:US. Departement of Agriculture. ______. 2006a. Methyl jasmonate.[terhubung berkala]. http://en.Wikipedia.org/ wiki/ Methyl jasmonate [24 Mei 2008]. ______. 2006b. Steroid. [terhubung berkala]. http://en.Wikipedia.org/ wiki/ Steroid [20 Januari 2009]. Dewan Standarisasi Nasional Indonesia. 1999. SNI 01/5009. 1-1999 Gaharu. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Franceschi Vr, Trygve K, Erik C. 2002. Application of Methyl jasmonate on Picea abies stem induces defense related in phloem and xylem. Am J Bot 89:578586. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K dan I Sudiro, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Janoudi A, Flore JA. 2003. Methyl jasmonate on fruit ripening leaf gas exchange and vegetative growth in fruit trees [Abstrak]. J Hort Sci Biotechnol 78:793-797.
Martin D, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2002. Methyl jasmonate induces traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid accumulation in developing xylem of Norway Spruce stems 1. Plant Physiol 129:1003-1018. Michiho I. 2005. Induction of sesquiterpenoid production by Methyl Jasmonate in Aquilaria sinensis cell suspension cultire. Essential Oil Res http//www.findarticles.com [07 Agustus 2008]. Mutoharoh. 2005. Respon akar, batang, dan daun Aquilaria microcarpa terhadap Acremonium sp. dalam system kultur in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nobuchi T, Siripatanadilok S. 1991. Preliminary observation of Aquilaria crassna wood associated with the formation of aloeswood. Bull the Kyoto University Forest 63:226-235. Putri AL. 2007. Induksi pembentukan wangi dan senyawa terpenoid pada pohon gaharu (A. crassna) dengan Acremonuim sp. dan metil jasmonat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Rahayu G, Isnaini Y, Umboh MIJ. 1999. Potensi hifomiset dalam menginduksi pembentukan gubal gaharu. Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah; Purwokerto, 16-18 Sept 1999. Purwokerto: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 573-581. Rahayu G, Situmorang J. 2006. Menuju produksi senyawa gaharu secara lestari. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI. Bogor: Lembaga Penelitian Masyarakat. IPB. Rosita R. 2008. Efektifitas pemberian metil jasmonat secara berulang dalam meningkatkan deposit senyawa terpenoid pada pohon gaharu (Aquilaria crassna) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
10 Srivastava LM. 2002. Plant Growth and development. USA: Academic Press.
Sumarna Y. 2002. Budidaya gaharu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sumadiwangsa S, Zulnely. 1999. Catatan mengenai gaharu di Kalimantan Timur dan Nusatenggara Barat. Info Hasil Hutan 5(2):80-90.
Walker D, Taylor RW, Mulrooney RP. 1997. Diagnosing Field Crop Problems. [terhubung berkala]. http://ag.udel.edu/ extension. [8 Desember 2008].
11
LAMPIRAN
12 Lampiran 1 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan intensitas warna kayu A. microcarpa I Sidik ragam intensitas warna kayu A. microcarpa Sumber
db
JK
KT
F-hit
Nilai P
Perlakuan Waktu Perlakuan*waktu Galat Total
6 3 18 56 83
42.1364 18.2429 5.2988 4.5533 70.2314
7.02274 6.08095 0.29438 0.08131
86.37 74.79 3.62
0.000 0.000 0.000
II Uji lanjut Duncan perlakuan c d 0.00 1.01 1.20 K KBG KB
1.75 Kombinasi MeJA
b 1.85 Tunggal MeJA
a 1.91 2.28 Tunggal Kombinasi Acremonium sp. Acremonium sp.
III Uji lanjut Duncan waktu c 0.70 Bulan 1
b 1.35 Bulan 2
a 1.77 Bulan 3
1.90 Bulan 4
Lampiran 2 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan panjang zona perubahan warna kayu A. microcarpa I. Sidik ragam panjang zona perubahan warna kayu A. microcarpa Sumber db JK KT
F-hit
Nilai P
Perlakuan
6
123.385
20.5642
64.32
0.000
Waktu
3
0.534
0.1779
0.56
0.646
Perlakuan*waktu
18
10.079
0.5599
1.75
0.057
Galat Total
56 83
17.905 151.903
0.3197
II Uji lanjut Duncan perlakuan d 0.00 K
c 1.85 KBG
b 2.52 Tunggal Acremonium sp.
2.71 Kombinasi MeJA
2.85 KB
2.87 Tunggal MeJA
a 4.33 Kombinasi Acremonium sp.
13 Lampiran 3 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan lebar zona perubahan warna kayu A. microcarpa I Sidik ragam lebar zona perubahan warna kayu A. microcarpa Sumber
db
JK
KT
F-hit
Nilai P
Perlakuan Waktu
6 3
7.52126 0.03883
1.25354 0.01294
108.69 1.12
0.000 0.348
Perlakuan*waktu Galat Total
18 56 83
0.24159 0.64587 8.44756
0.01342 0.01153
1.16
0.321
II Uji lanjut Duncan perlakuan d 0.00 K
c 0.55 KBG
Lampiran 4
b 0.73 KB
0.79 Kombinasi MeJA
a 1.00 Kombinasi Acremonium sp.
0.80 0.80 Tunggal Tunggal MeJA Acremonium sp.
Analisis ragam dan uji lanjut Duncan tingkat wangi kayu A. microcarpa
I Sidik ragam tingkat wangi kayu A. microcarpa Sumber db JK Perlakuan 6 5.7380 Waktu 3 2.4367 Perlakuan*waktu 18 1.7940 Galat 56 3.7898 Total 83 13.7586
KT 0.9563 0.8122 0.0997 0.0676
F-hit 14.13 12.00 1.47
Nilai P 0.000 0.000 0.135
II Uji lanjut Duncan perlakuan c d 0.00 0.40 0.46 K KBG KB
ab
bc
a
0.51 0.60 Tunggal Tunggal MeJA Acremonium sp.
III Uji lanjut Duncan waktu a
b 0.33 Bulan 4
0.36 Bulan 3
0.63 Bulan 1
0.73 Bulan 2
0.72 Kombinasi Acremonium sp.
0.90 Kombinasi MeJA
14 Lampiran 5 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan nilai absorbansi ekstrak kayu A. microcarpa I Sidik ragam nilai absorbansi ekstrak kayu A. microcarpa Sumber db JK KT Perlakuan 6 0.88634 0.147723 Waktu 3 0.19032 0.063441 Perlakuan*waktu 18 0.3831 0.021283 Galat 56 1.12973 0.020174 Total 83 2.5895
F-hit 7.32 3.14 1.06
Nilai P 0.000 0.032 0.419
II Uji lanjut Duncan perlakuan c
b
0.00 K
0.20 Tunggal MeJA
ab 0.25 0.25 Tunggal KBG Acremonium sp.
III Uji lanjut Duncan waktu ab b 0.18 Bulan 1
0.21 Bulan 2
Keterangan:
0.23 Bulan 4
a 0.31 Bulan 3
db = derajat bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah
0.30 0.30 Kombinasi KB Acremonium sp.
a 0.33 Kombinasi MeJA
DAYA ANTIOKSIDASI EKSTRAK ISOFLAVON WHEY TAHU TERSTANDAR PADA PROSES PRODUKSI TAHU YANG BERBEDA
FATWA ADIKUSUMA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK FATWA ADIKUSUMA. Daya Antioksidasi Ekstrak Isoflavon Whey Tahu Terstandar pada Proses Produksi Tahu yang Berbeda. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan AE ZAINAL HASAN. Rendemen dan daya antioksidasi antara ekstrak isoflavon whey tahu yang dibuat dengan tiga bahan penggumpal yang berbeda telah diteliti. Ketiga bahan penggumpal tersebut adalah batu tahu (CaSO4nH2O), asam cuka, dan biang whey. Masing-masing whey yang dibuat kemudian diekstraksi isoflavonnya dengan pelarut etil asetat. Ekstrak (200 ppm) yang diperoleh diuji aktivitas antioksidasinya secara in vitro menggunakan asam linoleat sebagai substrat oksidasi dan diinkubasi selama 8 hari. Vitamin E (200 ppm) digunakan sebagai antioksidan pembanding. Produk oksidasi asam linoleat yang ternentuk berupa malondialdehida (MDA) ditentukan dengan metode Thiobarbituric Acid (TBA) dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak whey asam asetat, biang whey, dan batu tahu berturut-turut sebesar 0.42%, 0.31%, dan 0.28%. Whey asam asetat ternyata menghasilkan ekstrak yang terbanyak. Persentase hambatan oksidasi vitamin E, ekstrak asam asetat, ekstrak biang whey, dan ekstrak batu tahu berturut-turut sebesar 94.33%, 84.30%, 83.87%, dan 78.28%. Secara statistik, aktivitas antioksidasi antara semua ekstrak whey sama baiknya.
ABSTRACT FATWA ADIKUSUMA. Antioxidative Potency of Isoflavone Extracted from Tofu’s Whey at Different Tofu’s Productions. Under the direction of SULISTIYANI and AE ZAINAL HASAN. Rendement and antioxidative activities among tofu’s whey isoflavone extracts prepared with three different coagulants was studied. The three coagulants were: gypsum (CaSO4nH2O), vinegar, and fermented whey. The whey whey was extracted with ethyl acetate. The antioxidative activities from all 200 ppm extracts were determined using linoleic acid as the substrate and incubated for 8 days. Vitamin E was used as the control antioxidant. Linoleic acid oxidative product, malondialdehida (MDA), was determined using Thiobarbituric Acid (TBA) method and measured by spectrophotometer on wavelength of 532 nm. The result showed that the rendement of acetic acid whey extract, fermented-whey extract, and gypsum extract were: 0.42%, 0.31%, and 0.28%, respectively. Acetic acid whey gave the highest yields of extract. The percentage of oxidation inhibition shown by vitamin E, acetic acid whey extract, fermentedwhey extract, and gypsum extract were: 94.33%, 84.30%, 83.87%, and 78.28%, respectively. Statistically, the antioxidative activities shown by all extracts were similar.
DAYA ANTIOKSIDASI EKSTRAK ISOFLAVON WHEY TAHU TERSTANDAR PADA PROSES PRODUKSI TAHU YANG BERBEDA
FATWA ADIKUSUMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Skripsi : Daya Antioksidasi Ekstrak Isoflavon Whey Tahu Terstandar pada Proses Produksi Tahu yang Berbeda Nama : Fatwa Adikusuma NIM : G44103015
Disetujui Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani. M.Sc., Ph.D. Ketua
Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si. Anggota
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131473999
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Daya Antioksidasi Ekstrak Isoflavon Whey Tahu Terstandar pada Proses Produksi Tahu yang Berbeda. Penelitian ini telah dilaksanakan dari April hingga Juli 2007 di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Sulistiyani. M.Sc., Ph.D dan Ir. H.A.E. Zainal Hasan, M.Si selaku pembimbing yang tiada henti-hentinya memberi perhatian lebih kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para staf dan laboran Biokimia atas semua bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Tak lupa pula terima kasih kepada Ibu, Ayah, dan Abang atas segala sesuatu mulai dari kasih sayang hingga hal-hal lainnya yang tak bisa penulis ucapkan satu per satu, kepada Nia atas hari-hari yang lebih berwarna, kepada keluarga besar atas dukungannya, kepada teman-teman biokimia, geng bola dan WE, teman-teman asrama, serta semua pihak yang telah banyak memberi sesuatu yang berharga baik secara langsung atau pun tidak. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat.
Bogor, Agustus 2007
Fatwa Adikusuma
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 23 Maret 1986 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Husni Jamal dan Ella Hendalia. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Balai Tanaman Rempah dan Aromatik Bogor dengan judul Pembuatan Sabun Transparan dengan Tambahan Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus (L.) Rendle). Disamping itu penulis aktif menjadi pengurus HIMPRO Biokimia periode 2005/2006 dan pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Umum untuk S1 Kedokteran Hewan. Penulis juga pernah menjalankan usaha penjualan beberapa produk.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Pembuatan Tahu dan Produk Sampingnya .............................................. Senyawa Isoflavon Kedelai dan Produk Samping Olahannya ................. Radikal Bebas .......................................................................................... Peroksidasi Lipid ....................................................................................... Antioksidan ..............................................................................................
1 3 4 5 6
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ......................................................................................... Metode Penelitian ....................................................................................
7 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Whey Tahu ............................................................................ 9 Ekstraksi Whey Tahu ............................................................................... 9 Penentuan Waktu Inkubasi Metode Diena Terkonjugasi ........................ 10 Uji Potensi Antioksidasi .......................................................................... 10 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12 LAMPIRAN ...................................................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Whey tahu .......................................................................................................
3
2 Struktur umum isoflavon ...............................................................................
3
3 Reaksi peroksidasi lipid .................................................................................
6
4 Whey tahu hasil pembuatan ...........................................................................
9
5 Bobot ekstrak whey tahu ............................................................................... 10 6 Hasil analisis diena terkonjugasi ................................................................... 11 7 Konsentrasi MDA uji TBA pada sistem oksidasi ......................................... 11 8 Daya antioksidasi ekstrak .............................................................................. 11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian ......................................................................................... 16 2 Data hasil ekstraksi ....................................................................................... 17 3 Data analisis diena terkonjugasi .................................................................... 17 4 Hasil latihan pembuatan kurva standar 1 ....................................................... 18 5 Hasil latihan pembuatan kurva standar 2 ....................................................... 19 6 Kurva standar pada saat analisis MDA ........................................................... 20 7 Data uji TBA pada sistem peroksidasi lipid .................................................. 21 8 Analisis statistik bobot ekstrak whey hasil ekstraksi ..................................... 22 9 Analisis statistik potensi antioksidan ekstrak whey tahu ............................... 23
Lampiran 6 Klasifikasi mutu gaharu ( SNI 01-5009. 1-1999 ) Tabel 1 Mutu gubal gaharu No.
Karakteristik
1. 2.
Bentuk Ukuran : p l t Warna Kandungan damar wangi Serat Bobot Aroma (dibakar)
3. 4. 5. 6. 7.
U -
Mutu I -
II -
4 - 15 cm 2 - 3 cm ≥ 0,5 cm Hitam merata Tinggi Padat Berat Kuat
4 - 15 cm 2 - 3 cm ≥ 0,5 cm Hitam kecoklatan Cukup Padat Agak berat Kuat
> 15 cm Hitam kecoklatan Sedang Padat Sedang Agak kuat
Tabel 2 Mutu kemedangan No.
Karakteristik
1.
Warna
2.
Kandungan damar wangi Serat Bobot Aroma (dibakar)
3. 4. 5.
Mutu IV Kecoklatan bergaris putih tipis Sedang
V Kecoklatan bergaris putih lebar Sedang
VI Putih keabuabuan garis hitam tipis Kurang
VII Putih keabuabuan
Cukup
III Coklat bergaris putih tipis Sedang
Agak padat Agak berat Agak kuat
Agak padat Agak berat Agak kuat
Kurang padat Agak berat Agak kuat
Kurang padat Ringan Kurang kuat
Jarang Ringan Kurang kuat
Jarang Ringan Kurang kuat
I Coklat kehitaman
II Coklat bergaris hitam
Tinggi Agak padat Agak berat Agak kuat
Kurang
Tabel 3 Mutu abu gaharu No.
Karakteristik
1. 2. 3.
Warna Kandungan damar wangi Aroma (dibakar)
Mutu U Hitam Tinggi Kuat
I Coklat kehitaman Sedang Sedang
II Putih kecoklatan/kekuningan Kurang Kurang