KEANDALAN TEKNOLOGI SONIC TOMOGRAPHY SEBAGAI DETEKTOR KEBERADAAN GAHARU PADA POHON AQUILARIA MICROCARPA BAILL.
NINGSIE INDAHSUARY UAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keandalan Teknologi Sonic Tomography sebagai Detektor Keberadaan Gaharu pada Pohon Aquilaria microcarpa Baill adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Ningsie Indahsuary Uar NIM E251110011
SUMMARY NINGSIE INDAHSUARY UAR. Reliability of Sonic Tomography Technology as Detector of Gaharu in Aquilaria microcarpa Baill. Supervised by DODI NANDIKA, LINA KARLINASARI, dan ERDI SANTOSO. Gaharu or agarwood is known as valuable products of non timber forest products (NTFP’s). Due to its economic value, the product has been subjected to over exploitation practice in Indonesia's natural forests. Therefore, some gaharu producing trees have been classified as endangered species and included into Appendix II of CITES (convention on international trade for endangered species). Traditional harvesting practice of gaharu has been insisted to fell the trees without any reliable techniques in predicting the presence of gaharu. A study was conducted to evaluate the reliability of sonic tomography technology (Picus® Sonic Tomography) in detecting the presence of gaharu within A. microcarpa trees. Thirty five of A. microcarpa with ≥ 15 cm diameter at an experimental forest area in Carita, Banten Province were selected as sample trees. Four to six transducers of Picus® Sonic Tomography were mounted circularly on the stem of sample trees at 20 cm, 130 cm, and 200 cm height from the ground (as measuring points). The transducers were connected to the software system which could record any sonic wave velocities data of each sample trees, then converted those data to be color gradation images. The result showed that sonic wave velocities within sample trees were ranged from 400 to 900 m.s-1 with average value of 700 m.s-1. There was no significant difference of sonic wave velocity among measuring points. It was also found that sample trees with high sonic velocity tend to reveal dark color of tomography image (dark brown), meanwhile the lower value of sonic velocity denoted light color (green-violet-blue). In addition as such, gaharu containing sample trees tend to reveal light color image (sonic wave velocity around 750 m.s-1), low moisture content and high density. These findings were then proven by visual observation on the felled sample tree. In concluding, sonic tomography technology shows sufficient reliability to detect the presence of gaharu in the tree.
Key words: Agarwood, Aquilaria microcarpa, sonic tomography, sonic wave velocity
RINGKASAN NINGSIE INDAHSUARY UAR. Keandalan Teknologi Sonic Tomography sebagai Detektor Keberadaan Gaharu pada Pohon Aquilaria microcarpa BAILL. Dibimbing
oleh DODI NANDIKA, LINA KARLINASARI, dan ERDI SANTOSO. Gaharu atau Agarwood dikenal sebagai produk hasil hutan non kayu (NTFP 's). Karena nilai ekonomisnya, produk tersebut telah mengalami praktek eksploitasi hutan alam Indonesia. Oleh karena itu, beberapa pohon penghasil gaharu telah diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah dan masuk dalam Appendix II CITES (konvensi perdagangan internasional untuk spesies terancam punah). Praktek penebangan gaharu secara tradisional sangat mengkhawatirkan yang mana para pemburu menebang pohon tanpa teknik yang handal dalam mendeteksi keberadaan gaharu. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi keandalan teknologi sonic tomography (Picus® Sonic Tomography) dalam mendeteksi keberadaan gaharu dalam batang pohon A. microcarpa. Tiga puluh lima pohon A. microcarpa dengan diameter ≥ 15 cm pada kawasan hutan dengan tujuan khusus di Carita, Provinsi Banten terpilih sebagai pohon contoh. Empat sampai enam transduser Picus® Sonic Tomography dipasang mengelilingi batang pohon contoh masingmasing pada ketinggian 20 cm, 130 cm, dan 200 cm dari permukaan tanah (sebagai titik pengujian). Transduser terhubung ke sistem perangkat lunak yang dapat merekam data kecepatan gelombang suara setiap pohon contoh, kemudian data tersebut ditampilkan berupa gradasi berwarna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan gelombang suara pada pohon contoh berkisar 400 sampai 900 m/detik dengan nilai rata-rata 700 m/detik. Ketinggian pohon tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan gelombang suara. Sementara itu kecepatan gelombang suara tinggi ditandai dengan warna gelap hasil citra tomografi (coklat gelap), sedangkan nilai yang lebih rendah dari kecepatan suara ditandai warna terang (hijau-ungu-biru). Selain itu pohon contoh yang mengandung gaharu cenderung menunjukkan hasil citra tomografi berupa warna terang (kecepatan gelombang suara sekitar 750 m/detik), kadar air rendah dan kerapatan yang tinggi. Hasil ini sama dengan kondisi faktual dari pohon contoh. Kesimpulan, teknologi sonic tomography cukup handal untuk mendeteksi keberadaan gaharu pada pohon. Kata kunci: Gaharu, Aquilaria microcarpa, sonic tomography, kecepatan gelombang suara
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANDALAN TEKNOLOGI SONIC TOMOGRAPHY SEBAGAI DETEKTOR KEBERADAAN GAHARU PADA POHON AQUILARIA MICROCARPA BAILL.
NINGSIE INDAHSUARY UAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Maman Turjaman
Judul Nama NIM
: Keandalan Teknologi Sonic Tomography Sebagai Detektor Keberadaan Gaharu Pada Pohon Aquilaria microcarpa Baill : Ningsie Indahsuary Uar : E251110011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS Ketua
Dr Lina Karlinasari, S.Hut MScF.Trop Anggota
Dr Ir Erdi Santoso, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 Desember 2013
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Keandalan Teknologi Sonic Tomography sebagai Detektor Keberadaan Gaharu pada Pohon Aquilaria microcarpa Baill. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS, selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Lina Karlinasari, S.Hut. MScF.Trop, dan Dr. Ir. Erdi Santoso, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan penulis mulai dari penulisan proposal, penelitian dan analisis, hingga selesainya tesis ini. Kedua orang tua terkasih, Ayahanda Hi. Daeng Matira Uar (Alm) dan Ibunda Hj.Oky Uar (Almh) serta kakak-kakakku tercinta dan adikku yang telah memberikan doa tak pernah putus dan kasih sayang yang tak terhingga. Keluarga besar Uar Jakuba Khaulanie dan Borut Salamat. Suami tercinta Sarwidi Marmo Suwito dan ananda tersayang Alifiah Uar Putri Sarwidi atas izin, doa, kasih sayang, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan. Kementerian Pendidikan Nasional RI (Dirjen Dikti) atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS). Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di SPs IPB. Kepada seluruh staf pengajar dan administrasi SPs IPB, penulis menyampaikan terima kasih kasih atas kelancaran administrasi selama penulis menjadi mahasiswa. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan beserta staf atas izin dan bantuan selama penelitian pada Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) di Carita. Rektor Universitas Iqra Buru dan Dekan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Uniqbu atas izin yang telah diberikan. Laboran dan staf Departemen Hasil Hutan serta sahabat-sahabat ku Esy Fajriani, Merry Sabed, Abigael Kabe, Fakhruzy, Amar Afif, Reynaldus Cabuy, dan Tiny serta rekan-rekan Pascasarjana Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Angkatan 2010, 2012 atas dorongan semangat dan persahabatannya, de Lilies, de Nonie terima kasih untuk ilmu statistiknya, keluarga Evav Perwira 44 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk doa dan dukungannya kepada penulis selama masa studi dan mengerjakan tesis. Bagian dari tesis ini juga telah dipresentasikan sebagai poster pada Seminar Internasional Restoration Ecosystem pada tanggal 28 November 2013 di Bogor. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Ningsie Indahsuary Uar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA Gaharu Evaluasi Kualitas Kayu Berbasis Kecepatan Gelombang Suara Sonic Tomography
3
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kecepatan Gelombang Suara Pada Batang Pohon Contoh Pegelompokan Pohon Contoh Berdasarkan Kecepatan Rambatan Gelombang Citra Tomografi Batang Pohon Contoh Sifat Fisis Kayu Anatomi Kayu Analisis Kandungan Senyawa Kimia 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xi xi xi
1 2 2 3 3 3 5 6 7 7 9 9 11 12 15 17 19
19 20 20 24 27
DAFTAR TABEL 1 2 3
Kecepatan rambatan gelombang suara Rataan kecepatan gelombang suara pada batang pohon contoh dan log Lokasi dan kondisi fisik dan sifat fisis tanaman gaharu A. microcarpa
10 14 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerangka pemikiran
Pemasangan alat Picus® Sonic Tomography pada batang pohon contoh Tampilan pada monitor alat Picus® Sonic Tomography saat gelombang suara terekam pada salah satu sensor Distribusi jumlah pohon contoh untuk setiap kelompok kecepatan gelombang suara pada tiga ketinggian pengujian Perbandingan hasil sonic tomography dengan penampilan visual penampang lintang batang pohon Citra tiga dimensi pohon contoh sepanjang ± 200 cm dari permukaan tanah Kadar air dan kerapatan kayu batang pohon contoh Endapan gaharu pada penampang melintang batang pohon A. microcarpa perbesaran 250 µm (a), dan 450 µm (b) Kulit tersisip pada penampang melintang batang pohon A. microcarpa perbesaran 250 µm (a), dan 450 µm (b)
5 7 8 11 13 15 16 18 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Peta penyebaran tegakan pada KHDTK Carita Karekteristik pohon contoh Analisis sidik ragam pengaruh ketinggian pohon Kecepatan suara (m/detik) pada setiap titik sensor di tiga ketinggian pengujian pada batang pohon contoh Kecepatan suara (m/detik) pada setiap titik sensor di tiga ketinggian pengujian pada log
24 25 25 26 26
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Sejak ratusan tahun yang lalu gaharu telah dikenal sebagai hasil hutan non kayu yang paling tinggi nilai ekonominya. Bahkan sejak awal era modern produk hayati tersebut telah menjadi komoditas unik dan eksotis yang diperdagangkan dari beberapa pulau di Indonesia ke India, Persia, Jazirah Arab, dan Afrika. Gaharu tidak lain merupakan bongkahan atau gumpalan gelap (hitam bercampur cokelat) yang mengandung endapan aromatik sehingga beraroma wangi, yang secara spesifik terdapat pada batang atau cabang batang pohon Aquilaria spp. Produk hayati ini digunakan sebagai bahan baku parfum, kosmetik, obat-obatan, dan sarana upacara keagamaan (Sitepu et al. 2010). Dibandingkan dengan hasil hutan lainnya, harga produk hayati tersebut juga tergolong luar biasa tinggi, terutama yang dihasilkan dari pohon Aquilaria microcarpa Baill. Siran dan Turjaman (2010), menyatakan bahwa harga jual gaharu untuk kualitas super mencapai Rp 30 juta per kilogram. Mengingat nilai ekonominya yang demikian tinggi, selama ratusan tahun produk tersebut telah menjadi objek perburuan yang sangat intensif di hutan alam Indonesia. Akibatnya berbagai spesies pohon penghasil gaharu mengalami kelangkaan yang sangat serius. Bahkan sejak tahun 1994 Aquilaria spp. telah dicantumkan pada Appendix II Convention on International Trade of Endangered Species Wild Flora and Fauna (CITES) yang berarti tergolong tumbuhan yang terancam punah sehingga pemanenannya harus dikendalikan dan ekspornya dibatasi kuota tertentu). Berdasarkan fakta ini maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan pohon penghasil gaharu dalam bentuk hutan tanaman dengan teknik inokulasi. Teknik inokulasi pohon penghasil gaharu pada lokasi penelitian sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 sampai 2010 dengan menggunakan beberapa jenis fungi (Santoso et al. 2011), selanjutnya telah mengembangan teknik inokulasi pada tanaman penghasil gaharu dengan tujuan untuk meningkatkan produksi gaharu. Salah satu fungi yang digunakan pada pengembangan budidaya gaharu adalah Fusarium spp. Fusarium spp. merupakan salah satu fungi yang mempunyai sebaran yang sangat luas dengan jenis yang beragam (Budi et al. 2010). F. solani merupakan jenis yang banyak digunakan dalam teknik budidaya gaharu, jenis tersebut adalah patogen penting pada tanaman salah satunya pada Aquilaria spp. Strain ini banyak ditemukan di berbagai tempat karena sifatnya yang kosmopolit. Menurut Agustini et al. (2006), kebanyakan spesies dari Fusarium merupakan fungi yang bersifat kosmopolitan, sehingga untuk membedakan spesies Fusarium. merupakan hal yang kompleks, karena variasi yang ditemukan dalam satu spesies sangat besar. Tanaman yang menjadi inang Fusarium bisa membantu dalam identifikasi terutama untuk Fusarium yang bersifat patogenik, tetapi yang menjadi saprofit atau patogen yang lemah memerlukan pengamatan yang menyeluruh. Ancaman kepunahan Aquilaria spp. menjadi lebih mengkhawatirkan mengingat praktek perburuan gaharu dilakukan secara “trial and error”. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan menebang pohon yang diduga mengandung gaharu hanya berdasarkan pengamatan visual. Ciri-ciri alami yang biasa digunakan untuk mendeteksi adanya gaharu adalah pada bagian batang terjadi pembengkakan dan
2 melunak, daun yang rontok, serta dijumpai semut disekitar pohon. Akibatnya, dalam proses perburuan gaharu tersebut seringkali banyak pohon Aquilaria spp. yang “dikorbankan” karena ikut ditebang tetapi ternyata tidak mengandung gaharu seperti yang diharapkan. Praktek “trial and error” tersebut juga diterapkan terhadap pohon Aquilaria spp. hasil budidaya di beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatera dan Lombok. Praktek perburuan tersebut bukan saja tidak efisien dan efektif, baik secara teknis maupun ekonomis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan (sustainable forest management). Untuk mengurangi pemanenan gaharu secara sembarangan diperlukan inovasi teknologi untuk mendeteksi keberadaan gaharu di dalam pohon penghasil gaharu. Saat ini teknologi berbasis pengukuran kecepatan rambatan gelombang untuk mengetahui karasteristik bagian dalam batang pohon atau kayu tersebut telah berkembang pesat (Gilbert dan Smiley 2004). Prinsip kerja teknologi ini adalah mengukur dan merekam perbedaan kecepatan transmisi gelombang suara yang melintasi batang pohon. Secara teoritis teknologi ini sangat potensial untuk mendeteksi pohon yang mengandung gaharu karena adanya perbedaan kepadatan antara gubal gaharu dengan kepadatan bagian pohon yang tidak mengandung gaharu pada batang pohon tersebut. Namun demikian keandalan teknologi tersebut untuk mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon Aquilaria microcarpa belum diketahui. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dirasa perlu melakukan penelitian mengenai keandalan teknologi sonic tomography sebagai detektor keberadaan gaharu pada batang pohon Aquilaria microcarpa Baill.
Rumusan Masalah Keberadaan spesies pohon penghasil gaharu sangat terancam akibat penebangan yang dilakukan oleh pemburu gaharu tanpa kepastian keberadaan gaharu dalam batang pohon tersebut. Akibatnya banyak pohon penghasil gaharu yang “terkorbankan” karena ikut ditebang padahal tidak mengandung gaharu. Di pihak lain teknologi berbasis pengukuran kecepatan rambatan gelombang suara dengan menggunakan teknik pencitraan (sonic tomography) diduga berpotensi untuk mendeteksi keberadaan gaharu di dalam pohon Aquilaria spp. yang masih berdiri. Namun demikian keandalan teknologi tersebut untuk mendeteksi keberadaan gaharu belum diketahui. Apabila keberadaan gaharu dapat dideteksi dengan cara tersebut maka pengelolaan pohon penghasil gaharu dapat sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji keandalan teknologi sonic tomography dalam mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon Aquilaria microcarpa Baill.
3 Hipotesis Keberadaan gaharu pada batang pohon Aquilaria spp. dapat dideteksi melalui aplikasi teknologi berbasis sonic tomography karena adanya perbedaan data kecepatan rambatan gelombang suara (velocity, v) pada gubal gaharu dibandingkan dengan kecepatan rambatan suara pada bagian batang pohon yang tidak mengandung gubal gaharu.
Kerangka Pikiran Keandalan teknologi sonic tomography dalam mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon A. microcarpa dievalusi dengan membandingkan gradasi kecepatan rambatan gelombang suara pada batang pohon tersebut yang dihasilkan oleh Picus® Sonic Tomography berupa warna dengan kondisi faktualnya. Apabila ada keselarasan antara hasil citra tomografi berupa warna dan kondisi internal batang sebenarnya termasuk dalam hal ada tidaknya gubal gaharu maka dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi sonic tomography dapat diandalkan, sebaliknya apabila tidak ada korelasi antara hasil citra tomografi dan kondisi internal batang yang sebenarnya maka teknologi sonic tomography tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi keberadaan gubal gaharu di dalam batang pohon A. microcarpa. Berdasarkan pemikiran tersebut maka beberapa pohon contoh yang telah dievaluasi kondisi batangnya dengan Picus® Sonic Tomography ditebang dan diperiksa kondisi bagian dalam batangnya. Ada tidaknya keselarasan antara hasil citra tomografi dan kondisi internal batang sebenarnya juga akan didukung oleh hasil analisis kandungan senyawa kimia dan anatomi kayu contoh yang diambil dari batang A. microcarpa. Alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gaharu Gaharu atau gubal (juga sering disebut sebagai aloeswood, englewood, agarwood) merupakan gumpalan dan padatan aromatik berwarna cokelat muda sampai cokelat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam batang pohon tertentu. Timbulnya gaharu ini bersifat spesifik, tidak semua pohon dapat menghasilkan substansi aromatik tersebut (Santoso et al. 2011). Sementara itu berdasarkan SNI 01-5009-1999, gaharu merupakan kayu yang mempunyai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan damar wangi, berasal dari pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan pada pohon tersebut. Sumarna (2012), menyatakan bahwa gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon akibat masuknya mikrob yang masuk ke dalam jaringan yang terluka. Setiap spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikrob spesifik untuk menginduksi penghasilan
4 gaharu dalam jumlah yang besar. Fusarium solani merupakan salah satu fungi yang digunakan sebagai inokulum. A. microcarpa (famili Thymelaeaceae) merupakan jenis pohon penghasil gaharu yang terpenting di Indonesia. Kulit batang berwarna abu-abu keputihan, pada pohon tua kulit bagian luar jika diraba terasa lunak atau rapuh dan mudah mengelupas. Kulit batang bagian dalam berwarna putih krem dan kayu gubalnya berwarna putih. Ranting muda berwarna cokelat terang dan berbulu halus. Buah kapsul berbentuk menjantung (subcordate), dengan ukuran 8 sampai 16 mm sampai 10 sampai 15 mm, terdapat 1 sampai 2 biji dalam satu buah. Biji bulat telur dengan ukuran 6 sampai 4 mm, berbulu tebal berwarna kecokelatan. Daun tampak agak kaku, berukuran agak kecil atau sedang, berwarna agak hijau tua, mengkilap dan berbulu dipermukaan, berbentuk elips lonjong, tulang daun berjumlah 12 sampai 19 pasang (Sumarna 2012), selanjutnya terdapat beberapa nama daerah untuk jenis Aquilaria microcarpa adalah engkaras, karas, tengkaras dan garu tulang. Ketinggian pohon mencapai 35 m dengan diameter sekitar 70 cm. Pohon penghasil gaharu tumbuh pada hutan hujan tropis, mulai dataran rendah sampai tinggi (<750 mdpl) dengan kelembaban 80%, curah hujan 1000 sampai <2000 mm per tahun, dan adaptif di berbagai tipe tanah. Pohon penghasil gaharu berasal dari famili Thymelaeaceae dengan genus Aquilaria, Gonystilus, Gyrinops, Aetoxylon, Enkleia, Wikstroemia. Hasil penilitian menunjukkan bahwa penurunan populasi pohon penghasil gaharu di Indonesia sangat signifikan. Di Sumatera tersisa (26%), Kalimantan (27%), Nusa Tenggara (5%), Sulawesi (4%), Maluku (6%), Papua (37%). Menyusutnya populasi di alam karena sebagian besar pemburu tak mampu mengidentifikasi pohon gaharu yang sudah terinfeksi cendawan (ASGARIN 2009). Sementara itu di Indonesia terdapat 27 jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan gaharu. Keberadaan gaharu di Indonesia di awali dengan perdagangan dari negara India yang merupakan negara asal usul gaharu. Pada sekitar tahun 1900 pedagang India membawa benih/bibit gaharu ke negara tujuan dagang, sehingga tanaman gaharu tumbuh dan berkembang di negara lain diantaranya Indonesia, Laos, Kamboja, Malaysia, China, Vietnam (Nurdiyana 2008). Dalam SNI 01-5009.1-1999, kualitas gaharu secara umum terbagi dalam empat kelompok yaitu damar gaharu yang berbentuk getah padat dan lunak, dengan aroma yang kuat, dan ditandai oleh warnanya yang hitam kecokelatan. Kelompok kedua gubal gaharu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling cokelat. Kelompok berikutnya adalah kemedangan yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecokelatcokelatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak serta kelompok yang terakhir adalah abu gaharu merupakan serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan, yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu.
5 Tegakan A. microcarapa
Pemilihan pohon contoh (35 pohon)
Evaluasi kondisi batang pohon contoh dengan sonic tomography (ketinggian 20 cm, 130 cm, dan 200 cm, dpt) Pengelompokan pohon contoh berdasarkan kelas kecepatan rambatan gelombang suara (v) dan citranya
Kelompok pohon contoh dgn V tinggi
Kelompok pohon contoh dgn V rendah Tidak
Penebangan pohon contoh untuk mengetahui kondisi faktual batang
Sesuai ?
Teknologi sonic tomography tidak dapat diandalkan
Ya
Kadar air dan Kerapatan kayu
Teknologi sonic tomography dapat diandalkan untuk mendeteksi gaharu
Anatomi kayu dan analisis kandungan senyawa kimia
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Evaluasi Kualitas Kayu Berbasis Kecepatan Gelombang Suara Pengujian yang bersifat nondestruktif (nondestructive testing/evaluation, NDT/E) terhadap berbagai komoditas saat ini terus berkembang. Salah satu teknologi NDT yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas kayu dan kesehatan kayu pohon berdiri (standing tree) adalah metode berbasis gelombang suara yaitu sonic (Karlinasari 2012). Aplikasi teknologi NDT pada pohon berdiri dilakukan untuk menduga kualitas pohon baik kondisi internal maupun pendugaan sifat kekakuan kayunya. Untuk kondisi internal batang pohon biasanya dilakukan dengan cara pengujian arah radial atau melintasi diameter batang. Sementara itu untuk pengujian arah longitudional yaitu sepanjang sisi aksial batang digunakan untuk menduga kekauan batang pohon melalui hubungan antara kecepatan gelombang suara dengan kerapatan kayunya. Pencitraan digunakan untuk merekonstruksi sifat bahan berdasarkan data rambatan gelombang suara untuk membedakan antara struktur alami kayu dengan kondisi patologi yang muncul, retak dan pecah. Teknik ini selanjutnya dikenal dengan sonic tomography. Teknologi NDT dengan metode berbasis kecepatan gelombang suara dapat digunakan untuk menemukan adanya ketidakteraturan di dalam kayu, dimana ketidakteraturan ini terjadi secara alami dan mungkin lebih disebabkan oleh agen
6 perusak yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis kayu (Ross and Pellerin 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa teknik pengujian nondestruktif untuk kayu sangat berbeda dengan pengujian bahan homogen (bahan isotropis) seperti logam, keramik, kaca, plastik. Pada benda yang tidak berbahan dasar kayu yang mana sifat mekanisnya ditentukan oleh proses pembuatannya, teknik NDT digunakan untuk mendeteksi adanya diskuntinuitas rongga. Kayu merupakan produk biologis dimana keteraturan terjadi secara alami dan dapat terjadi karena adanya agen-agen degradasi dalam lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis kayu. Teknologi tanpa merusak telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap akurasi pengujian kualitas kayu. Pengujian nondestruktif gelombang suara selain dilakukan pada kayu juga dilakukan pada bangunan. Aplikasi metode tersebut pada kayu diantaranya log, pohon berdiri, balok kayu dan produk komposit (Lawson dan Severson 2003; Wang et al. 2005; David; 2008; Karlinasari 2012). Kecepatan gelombang suara merupakan kecepatan suara yang melalui medium elastis dan dapat berbeda tergantung medium yang dilewati. Kecepatan suara pada kayu dipengaruhi oleh kerapatan, kadar air, temperatur, dan elastisitas. Pada pohon berdiri, kecepatan radial pada pohon sehat memiliki nilai sebasar 1140 sampai 1600 m/detik (Divos dan Szalai 2002 diacu Wang et al. 2004). Dua parameter utama yang digunakan dalam mengevaluasi sifat kayu dalam pengujian nondestruktif menggunakan metode berbasis gelombang suara adalah kecepatan gelombang suara dan atenuasi (pelemahan energi gelombang). Kecepatan gelombang suara berhubungan dengan struktur kayu sedangkan atenuasi berhubungan dengan komposisi atau kandungan suatu bahan (Karlinasari et al. 2006). Selanjutnya Karlinasari (2011), menyatakan bahwa laju rambatan gelombang suara pada kayu berubah pada bagian yang lemah seperti adanya mata kayu dan kayu juvenil. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang suara adalah jenis kayu, kadar air, dan arah rambatan gelombang (rambatan arah longitudinal, radial atau tangensial), selanjutnya miring serat, mata kayu dan pelapukan yang terjadi pada kayu merupakan variabel spesifik kayu lainnya yang juga berpengaruh (Karlinasari et al. 2005).
Sonic Tomography Teknik pencitraan sonic tomography di aplikasikan pada produk hutan yaitu kayu terutama untuk membedakan antara struktur alami dengan kondisi patologi yang muncul. Parameter pengukuran adalah waktu rambatan gelombang suara (Time of flight, ToF). Alat yang digunakan menghitung kecepatan gelombang suara (jarak/waktu) dan menggabungkan geometri pohon dengan kondisi ketidakteraturan bagian dalam pohon yang diuji. Schwarze (2008), melaporkan bahwa sonic tomography dapat mendeteksi pembusukan dan membantu mendeteksi penyebaran pra pembusukan di dalam pohon yang di uji dengan data kecepatan suara yang dihasilkan. Kelebihan penggunaan teknik citra adalah dapat memberikan gambar atas kondisi bagian dalam pohon yang ditandai dengan adanya gradasi warna. Gradasi warna ini berhubungan dengan kecepatan gelombang suara dalam merambat pada media didalam batang pohon.
7
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai Maret sampai Juni 2013 di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus ( KHDTK) di Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu (TPMK), Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan Anatomi Pusat Penelitian Pengembangan dan Rehabilitasi Hutan Bogor.
Prosedur Penelitian Pemilihan Pohon Contoh dan Evaluasi Kondisi Batang dengan Sonic Tomography Tiga puluh lima pohon A. microcarpa yang berdiameter ≥ 15 cm dipilih secara acak sebagai pohon contoh. Informasi berkaitan dengan tanaman gaharu ini adalah bahwa tanaman telah diinokulasi menggunakan jamur jenis Fusarium solani sejak tiga tahun lalu (Santoso et al. 2011). Satu per satu pohon contoh dievaluasi kondisi internal batangnya dengan menggunakan sonic tomography merek Picus® pada 3 ketinggian dari permukaan tanah yaitu 20 cm, 130 cm, dan 200 cm. Pengujian dilakukan dengan menempatkan 4 sampai 6 sensor atau tranduser (tergantung keliling pohon) pada sekeliling batang pohon. Gelombang suara yang merambat melewati diameter batang pohon tersebut dibangkitkan oleh pukulan palu elektronik ke salah satu transduser, yang kemudian gelombang suaranya diterima oleh transduser-transduser lainnya. Hal ini dilakukan menerus untuk setiap titik sensor. Pemukulan dilakukan sebanyak 3 kali (Gambar 2 dan 3).
Gambar
2
Pemasangan alat Picus® Sonic Tomography pada batang pohon contoh
8
Gambar 3 Tampilan pada monitor alat Picus® Sonic Tomography gelombang suara terekam pada salah satu sensor
saat
Data kecepatan rambatan gelombang suara selanjutnya terekam oleh sistem perangkat lunak Picus® Sonic Tomography dan sistem mengolah data kecepatan suara tersebut sekaligus mengkonversi menjadi citra (gradasi warna) sesuai dengan kondisi bagian dalam batang pohon. Warna gelap hitam-coklat menunjukkan area dalam kondisi kerapatan batang pohon tinggi yang mengindikasikan kondisi sehat dan kecepatan gelombang suaranya adalah tinggi atau cepat. Warna krem-hijau menunjukkan mulai terjadi serangan pelapukan atau deteriorasi pada batang pohon yang mengindikasi serangan jamur pada tahap awal. Sementara itu, warna biru-ungu-merah muda menunjukkan area yang mengalami deteriorisasi parah hingga adanya lubang yang ditunjukkan dengan kecepatan gelombang suara yang rendah atau lambat.
Pengelompokan Pohon Contoh berdasarkan Kecepatan Rambatan Gelombang Suara Pengelompokan pohon contoh berdasarkan data kecepatan rambatan gelombang suara dilakukan dengan menganalisis distribusi data. Data tersebut kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kelas kecepatan gelombang suara. Verifikasi Faktual Kondisi Batang Pohon Contoh Verifikasi kondisi batang pohon contoh secara faktual dilakukan dengan menebang tiga pohon contoh. Pemilihan pohon yang ditebang berdasarkan evaluasi hasil citra dan evaluasi lapangan berkaitan dengan tanda-tanda visual dan alami. Pohon yang sudah ditebang dibagi dalam beberapa bagian dan kemudian diangkut ke laboratorium untuk dilakukan pengujian ulang pada batang pohon menggunakan alat NDT Picus® Sonic Tomography. Pengujian Kadar Air dan Kerapatan Kayu Dari masing-masing batang pohon contoh (ketinggian 130 cm, dbh), diambil contoh kayu (diameter 0.5 cm, panjang 2 cm) sebanyak 9 pohon contoh dari 35 dengan menggunakan bor riap yang memiliki diameter selongsong 0.6 cm dan
9 panjang selongsong 30 cm. Masing-masing contoh kayu ditimbang dan diukur volumenya. Selanjutnya sampel dioven dengan suhu 103±2 ºC selama 24 jam untuk memperoleh berat kering tanur atau sampai mencapai berat konstan. Nilai kadar air dan kerapatan kayu masing-masing ditentukan dengan persamaan: KA %
100% ;
ρ g/cm³
dimana KA adalah kadar air kayu (%), ρ adalah kerapatan ( g/cm3), BB adalah berat awal (g), dan BKT adalah Berat Kering Tanur (g). Pengamatan Anatomi Kayu Pengamatan anatomi kayu dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis, Pengamatan makroskopis meliputi warna, aroma dan tekstur kayu, sedangkan pengamatan mikroskopis meliputi bahan endapan dalam pori, adanya kulit tersisip, dan karakteristik noktah antar pori menggunakan mikroskop binokuler. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Analisis kandungan kimia kayu terduga gaharu dilakukan menggunakan sampel bor riap dari batang pohon sebanyak 6 pohon. Analisis dilakukan menggunakan metode GCMS-pyrolysis dengan alat kromatografi Shimadzu PyrGCMS QP2010 berkolom kapiler kuarsa yang dilapisi endapan poliamida. Alat ini bekerja pada suhu pirolisis 400 oC selama 1 jam, suhu injeksi 280 oC, suhu detector 280 oC, dan suhu awal kolom 50 oC dengan peningkatan 15 oC per menit sampai 280 oC. Identifikasi senyawa dilakukan dengan mencocokkan data spektrum massa beserta fragmentasi ion suatu senyawa dalam ekstrak dengan data yang ada dalam pangkalan data WILEY 7th library (Sari et al. 2011).
Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh ketinggian pohon terhadap kecepatan gelombang suara. Data dianalisis berdasarkan statistik deskripsinya untuk nilai rataan, minimal, maksimal, standar deviasi, dan koefisien variasi.
4 Hasil dan Pembahasan
Kecepatan Gelombang Suara Pada Batang Pohon Contoh Hasil penelitian menunjukkan rataan kecepatan gelombang suara pada batang pohon contoh adalah 700 m/detik. Rataan hasil kecepatan gelombang suara untuk setiap ketinggian pengujian terlihat seragam (Tabel 1). Analisis statistik untuk mengetahui pengaruh tinggi pengujian terhadap nilai kecepatan gelombang suara menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% pada
10 setiap ketinggiannya (Lampiran 3). Hal ini diduga berkaitan dengan pola induksi pada pohon yang diinokulasi menggunakan teknik melingkar dan menerus sepanjang batang pohon sehingga memberikan keseragaman efek masuknya bahan inokulan pada batang pohon. Nilai kecepatan gelombang suara dapat menunjukkan penurunan kualitas atau deteriorasi pada kayu. Penelitian menggunakan gelombang suara yang sama dengan penelitian gelombang sonik oleh Yamamoto et al. (1998) menginformasikan bahwa pohon Acacia mangium yang sehat memiliki kecepatan gelombang suara radial sekitar 900 m/detik-1200 m/detik, sedangkan pohon diserang oleh busuk hati (heart rot) memiliki nilai gelombang suara yang lebih rendah dari 800 m/detik. Referensi kecepatan gelombang suara sonik radial dalam pohon berdiri sehat untuk beberapa jenis kayu keras atau hardwood lebih dari 900 m/detik (Wang et al. 2004). Umumnya ada kelompok jenis kayu hardwood kecepatan gelombang suaranya lebih rendah dibandingkan jenis kayu softwood. Penelitian yang dilakukan oleh Dani (2010) pada beberapa Aquilaria spp. untuk sampel terbatas menyampaikan pada tanaman gaharu memiliki kecepatan gelombang ultrasonik sekitar 1000 m/detik dengan kerapatan kayu 0.72 g/cm3. Pada penelitian ini diketahui rataan kecepatan gelombang suara berdasarkan frekuensi sonik adalah sekitar 700 m/detik yang mengindikasikan kemungkinan keberhasilan kegiatan inokulasi pada tanaman yang mulai terbentuk gaharu pada pohon. Tabel 1 Kecepatan rambatan gelombang suara
Rataan Sd CV Minimal Maksimal
Ketinggian dari permukaan tanah (cm) 130 200 723 a 739 a 75.29 90.82 10.64 10.41 12.29 546 542 498 917 903 883
20 725 a 77.18
Sd: standar deviasi, Cv: koefisien variasi, angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan (pada taraf 5 %)
Cepat lambat kecepatan gelombang suara tergantung dari medium yang dilewati, kecepatan suara cenderung rendah jika pada daerah yang diketahui ada cacat, mata kayu dan lain-lain dan akan cepat pada kayu yang kondisi internal batang yang masih baik. Menurut Karlinasari (2005) salah satu yang mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang suara adalah pelapukan atau cacat. Teknik pencitraan gelombang suara (sonic tomography) di aplikasikan pada produk hutan yaitu kayu terutama untuk membedakan antara struktur alami yang sehat dengan bagian lain yang mengalami deteriorasi. Parameter pengujian NDT berbasis gelombang suara yang umum digunakan adalah waktu rambatan gelombang suara, kecepatan gelombang suara dan atenuasi (Ross dan Pellerin 2002). Cepat lambat gelombang suara merambat tergantung dari jarak yang ditempuh oleh rambatan gelombang pada media yang di uji. Lokasi yang menunjukkan waktu gelombang bunyi lebih lama adalah lokasi yang mengandung cacat (Kuklik dan Dolejs 1998 diacu Malik et al. 2002).
11 P Pengelompo okan Pohon n Contoh berdasarkan b n Kecepataan Rambattan G Gelombang g Suara Hasil penelitian menunjukkkan pengelo ompokkan kecepatan k ggelombang suara pada pohoon contoh diilakukan daalam 6 (enam m) kelompook yaitu: <500 m/detik,, (500 sampai 6000) m/detik,, (600 samppai 700) m//detik, (700 sampai 8000) m/detik, (800 sampai 9000) m/detikk, dan >9000 m/detik. Jumlah J pohhon untuk ssetiap kelom mpok kecepatan gelombangg suara disajjikan pada Gambar 4.
p conttoh untuk setiap s kelom mpok keceepatan Gambar 4 Distribusi jumlah pohon gelombaang suara paada tiga ketiinggian penngujian Berdaasarkan Gaambar 4 diiketahui keelompok teerbesar rataa-rata keceepatan gelombangg suara paada batang pohon con ntoh adalahh 700 samppai 800 m/d detik. Kecepatann gelombangg suara 6000 sampai 70 00 m/detik dan d 800 sam mpai 900 m//detik ada pada kurang darri 10 pohonn, sedangkan n jumlah pohon yang memiliki rataan r kecepatan gelombangg suara < 600 6 m/detik k atau yangg > 800 m//detik berju umlah kurang darri 5 pohon. Merujuk keecepatan gelombang suuara berdasaarkan Yamaamoto et al. (19998) dan Wang W et al. (2004) maaka sebagiaan besar poohon yang diuji mengalam mi deteriorasi dalam hal ini diduga sebagai hasil dari inokulasi jamur j pada pohoon gaharu A. microcaarpa. Untuk kecepataan gelombang yang reendah kurang daari 600 m/ddetik dimunggkinkan ad da kondisi abnormalita a s lain seperrtinya adanya luubang. Adannya lubangg menyebab bkan penuruunan keceppatan gelom mbang suara secaara signifikaan. Penelitiaan Karlinassari et al. (22011) pada sejumlah pohon p di perkotaaan menunjukkan padaa kecepatan n gelombang ultrasonikk < 800 m//detik sudah tam mpak ada luuka terbuka dan semak kin rendah kecepatan k ggelombang suara biasanya dijumpai d addanya lubanng. Penelitiian lain oleeh Divos daan Slazai (2 2002) menunjukkkan bahwa kecepatan gelombang g pada bagiian batang yang sehat pada Birch treees dari jenis kayu harrdwood seb besar 1140 m/detik daan bagian batang b yang menngalami detteriorasi dibbawah 1000 0 m/detik, sedangkan kecepatan pada bagian baatang yang mengalam mi retak haasil penelitiian sebesarr 1070 m/d detik. Sementaraa itu kecepaatan gelom mbang suaraa pada bagiaan batang yyang mengalami retak hasiil penelitiann Liang ett al. (2008) jenis kayyu hardwoood pada Prrunus
12 serotina trees (chery hitam) berkisar 751 sampai 1010 m/detik. Sementara itu penelitian Wang et al. (2005) menunjukan bahwa kecepatan gelombang suara berbeda–beda pada kayu sehat jenis hardwood dan softwood. Kecepatan gelombang pada kayu sehat dari jenis hardwood pada Maplle trees sebesar 1000 sampai 1600 m/detik sedangkan untuk pohon sehat dari jenis softwood pada Douglas fir trees sebesar 900 sampai 1300 m/detik. Kelompok kelas kecepatan tinggi didominasi oleh pohon yang kondisi internal batangnya baik/solid, sedangkan kelompok kecepatan gelombang suara yang rendah didominasi oleh pohon yang kondisi internal batangnya mengalami deteriorasi serta cacat lain seperti retak dan pecah. Hal yang sama dikatakan oleh Karlinasari (2005), bahwa salah satu sifat spesifik yang mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang suara adalah adanya pelapukan atau cacat batang pohon. Kecepatan gelombang suara yang tinggi terjadi pada kondisi batang yang normal karena pada bagian tersebut tidak kehilangan massa, sebaliknya kecepatan gelombang suara yang rendah terjadi pada kondisi batang pohon yang tidak normal dikarenakan bagian tersebut telah kehilangan massa kayu baik yang disebabkan oleh pelapukan, retak bahkan gerowong.
Citra Tomografi Batang Pohon Contoh Hasil citra yang ditampilkan dari alat Picus® Sonic Tomography menunjukkan tampilan warna gelap dan terang. Pada daerah yang gelap (berwarna hitam-cokelat jika menggunakan print berwarna) umumnya menunjukkan daerah kayu utuh, sementara itu pada daerah berwarna terang menunjukkan kemungkinan kayu mengalami deteriorasi dan lapuk hingga adanya lubang (berwarna krem, hijau, violet, dan biru pada print warna). Pada penelitian ini pohon no 17, 19, dan 32 adalah pohon-pohon yang juga ditebang untuk verfikasi kondisi sebenarnya dari batang pohon. Perbandingan antara hasil citra tomografi dan tampilan visual hasil fotografi pada bidang penampang lintang. Tampak jelas adanya hubungan antara citra dengan penampang batang pohonnya (Gambar 5). Hasil perbandingan tampilan citra tomografi dengan tampilan visual penampang lintang menunjukkan kecenderungan yang sama walaupun tidak menunjukkan gambaran yang persis sama. Kekurang tepatan pengambilan gambar visual atau fotografi karena tidak sama persisnya ketinggian batang pohon yang diambil citranya saat pohon berdiri dengan batang pohon (log) yang sudah ditebang. Hasil penelitian Gilbert dan Smiley (2004); Wang dan Allison (2008); Lin et al. 2011, menyampaikan tingkat keakuratan hasil citra tomografi terhadap kondisi visualnya (sebenarnya) mencapai lebih dari 80%. Hasil citra warna violetbiru menunjukkan deteriorasi lanjut hingga indikasi adanya lubang. Untuk kasus tersebut akan sangat membantu bila juga dilakukan pengujian menggunakan teknologi microdrilling yang mana teknologi tersebut digunakan untuk mendeteksi cacat dan membedakan antara pembusukan kayu dan retak sejak awal. Hasil kecepatan gelombang suara dari masing-masing pohon contoh dan log di setiap ketinggian menunjukkan nilai seragam baik untuk pohon contoh maupun log yaitu pada pohon no 17, 19, dan 32 (Tabel 2). Pada pohon contoh dan log 17 dan 19 nilai rataan kecepatan gelombang suara hubungan antar sensor berkisar 700 sampai 750 m/detik, sedangkan pada batang pohon no 32, nilai rataan
13 kecepatan gelombang suara dari hubungan antar sensor adalah 650 m/detik. Nilai yang lebih rendah pada batang pohon no 32 ini sejalan dengan penampakan visualnya yang menunjukkan adanya lubang. Sementara itu log no 32, nilai rataan kecepatan gelombang suara dari hubungan antar sensor adalah 750 m/detik.
Indikasi terbentuk gaharu
Batang pohon no 17
Indikasi terbentuk gaharu
Batang pohon no 19
Indikasi terbentuk gaharu
Batang pohon no 32 Warna gelap (cokelat) yaitu kondisi solid, warna semi gelap (krem) yaitu kondisi adanya gejala deteriorasi atau pelapukan awal, warna terang (hijau) yaitu inokulasi pelapukan lanjut kemungkinan gaharu mulai terbentuk, warna violet-biru yaitu indikasi gerowong, pecah, dan retak
Gambar 5 Perbandingan hasil sonic tomography dengan penampilan visual penampang lintang batang pohon contoh
14 Gambar 5 menampilkan kondisi internal batang pohon menurut ketinggian pohon berdasarkan tampilan sonic tomography pada penampang lintang. Berdasarkan gambar tersebut diperoleh informasi kondisi internal pohon dari atas permukaan tanah sekitar 20 cm hingga ketinggian 200 cm yang relatif seragam. Tampak kemungkinan terbentuknya gaharu dari bagian terluar batang pohon masuk hingga ke bagian kayu gubal batang pohon. Tabel 2 Rataan kecepatan gelombang suara pada batang pohon contoh dan log Ketinggian pengujian (cm) 20 Pohon
130 200
Pangkal Log
Tengah Ujung
No pohon 17
19
32
725.1 (8.27) 732.8 (10.69) 779.5 (9.83)
649.0 (7.41) 705.5 (12.35) 701.9 (7.31)
637.6 (14.78) 668.2 (13.24) 629.3 (18.39)
786.2 (7.54) 809.8 (9.35) 745.9 (34.97)
667.0 (11.73) 782.6 (11.84) 855.9 (32.90)
721.1 (12.74) 709.9 (18.58) 949.8 (41.46)
Angka dalam kurung menunjukkan nilai koefisien variasi (%)
Hasil citra tiga dimensi menunjukkan bagian yang mengalami gejala deteriorasi atau pelapukan dan tidak mengalami deteriorasi pada tiga ketinggian pada titik sensor tertentu (Gambar 6). Warna hitam, cokelat, krem, hijau, biru, dan ungu pada ketiga gambar menunjukan kondisi batang pohon yang tidak mengalami deteriorasi sampai yang mengalami deteriorasi baik pada bagian titik pengujian tertentu berdasarkan gradasi warna pada tiga ketinggian. Bagian yang berwana terang mengindikasikan adanya gaharu informasi tersebut didukung dengan hasil faktual yang mana pada bagian yang berwarna terang mengandung gaharu walaupun presentasi kandungannya masih sedikit. Variasi kecepatan gelombang mulai dari bagian yang kemungkinan ada gaharu, gerowong, retak dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2007) pada Red Oak tree yang mana hasil pengujian menunjukkan zona berwarna gelap hasil citra tomografi merupakan kayu solid dan zona berwarna terang merupakan kayu lapuk (berwarna hijau, ungu, dan biru merupakan tanda tingkatan degradasi pembusukan).
15
a. Pohon no 17 Gambar 6
b. Pohon no 19
c. Pohon no 32
Citra tiga dimensi pohon contoh sepanjang ± 200 cm dari permukaan tanah
Kayu merupakan bahan yang tidak homogen, gelombang bunyi cenderung menyebar pada bagian-bagian cacat, seperti mata kayu, retak, miring serat, kerapatan yang berbeda dan lain-lain (Diebold et al. 2002). Gelombang merupakan suatu simpangan yang membawa energi melalui tempat dalam suatu benda yang tergantung pada posisi dan waktu. Cepatnya waktu rambatan pada kondisi internal batang yang masih normal karena kecepatan gelombang melintasi bagian batang pohon tanpa hambatan karena kayu masih dalam kondisi solid dan sebaliknya kecepatan semakin menurun bahkan rendah ketika melintasi bagian batang pohon dalam kondisi deteriorasi karena waktu rambatan melintasi bagian yang rusak cukup lama. Cepat lambatnya kecepatan gelombang dapat menjelaskan kondisi internal batang yang sebenarnya. Citra yang ditampilkan sangat membantu dalam mendeteksi kondisi internal batang atau mampu mendeteksi kondisi internal batang sejak awal pada pohon, terutama di pohon hardwood sehingga bisa memberikan manfaat yang nyata bagi industri kehutanan diantaranya kualitas sehingga dapat dimanfaatkan berdasarkan kegunaan dan tujuannya serta mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada.
Sifat Fisis Kayu Seluruh pohon contoh yang digunakan berumur 15 tahun dengan rataan diameter pohon 20.58 cm dan volume pohon 0.60 cm3. Sifat fisis kayu dalam kondisi basah yang diambil dari sampel bor riap menghasilkan data rataan kadar air dan kerapatan batang pohon adalah masing-masing sebesar 52.8% dan 0.75 g/cm3 seperti disajikan pada Tabel 3.
16 Tabel 3 Lokasi dan kondisi fisik dan sifat fisis tanaman gaharu A. microcarpa
Lokasi 060 16’ 48” S, 1050 50’ 51” E
Tahun tanam
1998
Rataan diameter pohon (cm)
Rataan tinggi pohon (m)
Rataan volume pohon (cm3)
Rataan kadar air kayu basah (%)
20.58±4.038
24.61±2.611
0.60±0.269
52.78 ±10.04
Rataan kerapatan kayu basah (g/cm3) 0.75±0.12
Simbol ± menunjukkan nilai standar deviasi
0.74
104.0
0.72
102.0
0.70
100.0
0.68
98.0
0.66
96.0
0.64 0.62
94.0
0.60
92.0
0.58
90.0 0 Empulur
2
4 Segmen (cm)
6
Kadar air (%)
Kerapatan (g/cm3)
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kadar air pada tiga bagian batang menunjukkan bahwa tertinggi berada pada bagian empulur selanjutnya pada bagian tengah dan semakin kecil ke arah bagian luar, sedangkan kerapatan kayu tertinggi pada bagian empulur, luar dan rendah pada bagian tengah (Gambar 7). Pada dasarnya kadar air pada pohon berdiri biasanya tinggi pada bagian empulur dan bagian luar batang. Tingginya kadar air pada bagian tengah dibandingkan pada bagian luar diduga peralihan dari kayu teras ke kayu gubal. Semakin menurun kadar air berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan gelombang suara. Faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan kayu untuk mengasorbsi maupun mengeluarkan air dari sel-sel kayunya adalah struktur sel penyusun kayu dan kandungan ekstraktif serta ada tidaknya tilosis. Menurut Wang et al. (2003) kecepatan gelombang suara yang merambat melalui kayu meningkat dengan penurunan kadar air dari keadaan titik jenuh serat ke keadaan kering oven, baik untuk spesimen longitudinal maupun radial walaupun demikian pengaruh kadar air terhadap kecepatan rambatan gelombang suara berbeda untuk keadaan di bawah dan di atas titik jenuh serat dan kecepatan gelombang hanya bervariasi sedikit dengan menurunnya kadar air.
8 Kulit
Gambar 7 Kadar air (○) dan kerapatan kayu (∆) batang pohon contoh dari empulur ke kulit
17 Wang et al. (2002) secara kimia adanya air terikat pada dinding sel menurunkan kecepatan perjalanan gelombang yang melewati kayu. Pada dasarnya kerapatan kayu pada arah radial tertinggi mulai dari empulur ke bagian terluar (Panshin dan de Zeeuw 1980 diacu Yunianti 2005). Mishiro (1996) dan Chiu et al. (2000) diacu Wang et al. (2002) bahwa kecepatan gelombang suara pada sisi longitudinal cenderung menurun dengan peningkatan kerapatan. Hubungan antara kerapatan dan kecepatan rambatan gelombang suara berbeda pada spesimen longitudinal dan radial. Pada spesimen radial, gelombang suara merambat melalui sel-sel jari-jari, sedangkan pada spesimen longitudinal gelombang suara merambat melalui sel-sel aksial. Perbedaan kecepatan rambatan gelombang suara pada arah radial dan longitudinal dipengaruhi oleh jenis sel (jari-jari dan aksial), struktur cincin kayu (jarak dan kerapatan kayu awal dan kayu akhir), dan karakteristik selsel struktural (sifat, volume fraksi, panjang, bentuk, ukuran dan pengaturan sel).
Anatomi Batang Pohon Contoh Hasil pengamatan karakter anatomi kayu dari tanaman A. microcarpa menunjukkan perbedaan warna kayu, bahan endapan dalam pori, kulit tersisip dan aroma kayu. Warna kayu dari masing-masing pohon contoh menunjukkan perbedaan pada bagian yang mengandung gaharu dan tidak mengandung gaharu, bagian yang mengandung gaharu warna cenderung lebih gelap dibandingkan dengan bagian yang tidak mengandung gaharu, sama halnya dengan aroma pada bagian yang mengandung gaharu beraroma khas gaharu dibandingkan dengan bagian yang tidak mengandung gaharu. Penelitian ini juga menunjukkan adanya endapan dalam pori, endapan berlapis emas serta kulit tersisip (Gambar 8 dan 9). Hasil pengamatan A. microcarpa yang dilakukan oleh Siburian (2013), menunjukkan bahwa terdapat endapan gaharu dalam pori, adanya kulit tersisip, endapan yang berwarna keemasan, serta endapan pada included floem selain di jari-jari. Hal yang sama juga dengan pengamatan yang dilakukan pada pohon contoh, dari hasil pengamatan ternyata ada endapan dalam pori, kulit tersisip, endapan yang berwarna keemasan serta adanya endapan pada included floem selain di jari-jari. Included phloem merupakan pertumbuhan sekunder anomali yang normal terbentuk pada tanaman Aquilaria. Included phloem mampu mensekresikan endapan (Blanchette 2004). Menurut Esau (2006), included phloem merupakan floem sekunder yang letaknya di dalam xylem sekunder (merupakan struktur kompleks yang dibentuk oleh kambium ke arah dalam, tersusun atas unsur tapis, sel pengiring, jaringan parenkim, dan serat. Included phloem memiliki dinding sel tipis yang tidak terwarnai dengan safranin karena tidak mengandung lignin, plat tapisnya bertipe foraminate (Rao dan Dayal 1992; Nobuchi dan Siripatanadilok 1991). Selain included phloem, sel-sel parenkima yang sudah tidak berfungsi lagi akan mengalami sklerefikasi dan dapat terisi oleh endapan (Fahn 1991 diacu Muhamed et al. 2013). Pada bagian pohon A. microcarpa masing-masing pohon contoh terdapat gaharu atau gubal gaharu, banyaknya kandungan gaharu pada masing-masing pohon contoh tergantung dari akumulasi gaharu pada pohon tersebut. Gubal gaharu merupakan kayu dari pohon gaharu yang telah mengandung endapan
18 (dam mar wangi). Produksi gubal g gaharuu membutuhkan jaringgan sekundeer terutama sebaggai tempat pengakumuulasi endapaan. Sampai saat ini, jarringan penggakumulasi dilapporkan terddapat pada pohon dew wasa, padaahal inform masi mengeenai waktu pembbentukan jaaringan sekuunder perlu diketahui.
250 µm
Gam mbar
8
450 µm
(a) (b) 2 50 Endapan gaharu g pad daµm penampaang melintang batangg pohon A. A microcarpaa perbesarann 250 µm (a), dan 4500 µm (b)
250µm
450 µm
(b) (a) Gam mbar 9 Kullit tersisip pada p penamppang melin ntang batangg pohon A. microcarpa perbbesaran 2500 µm (a), daan 450 µm (b b) A Akumulasi g gaharu padaa masing-m masing poho on contoh beerbeda-bedaa selain itu warnna juga sanggat berbedaa pada massing-masing g pohon conntoh, biasannya bagian yangg menganduung gaharu warnanya cenderung c lebih l gelap dibandingkkan bagian yangg tidak menngandung gaharu. g Sem mentara itu batang/bagiian yang m mengalami perubbahan warnna mengeluaarkan bau yang y berbed da bagian yang y tidak m mengalami perubbahan warrna. Arom ma segar yang y tidak k begitu wangi w terccium pada batanng/bagian yang tidak mengalami m p perubahan warna. w G Gaharu terbbentuk karrena adanya invasi cendawan c d dan pelukaaan secara mekaanis dan alooe resin meerupakan koomponen utaama gaharuu berupa enddapan yang dihassilkan tidakk dieksudassi keluar meelainkan terdeposit di dalam jariingan kayu dan mengakibaatkan perubbahan warrna jaringaan dari puutih menjaddi cokelat kehittaman. Pem meriksaan mikroskoppis menunj njukkan baahwa endaapan yang dihassilkan oleh Aquilaria terakumulaasi dalam ju umlah besarr di includeed phloem, sedanngkan di baagian lain seeperti di unssur trakea xilem, x serat xilem, dan parenkima jejarii endapan teerakumulasi dalam jum mlah sedikitt (Rao dan Dayal D 19922). Jaringan temppat tertimbuunnya endaapan pada Aquilaria A telah t diketaahui, namuun jaringan
19 mana yang mensekresikannya belum diketahui (Mandang dan Wiyono 2002). Menurut Fahn 1991 diacu Muhamed et al. (2013), sel-sel hidup yang dapat menyimpan pati, lemak, senyawa organik, dan merupakan tempat terakumulasi beberapa metabolit sekunder seperti tanin dan endapan, minyak, dan senyawa aromatik.
Kandungan Senyawa Kimia Senyawa kimia yang umum teridentifikasi pada gaharu jenis Aquilaria spp. antara lain dari jenis sesquiterpenoid yaitu sesquiterpenes, sesquiterpene alcohols, oxygenated compounds, hydrocarbons dan asam. Pohon yang tidak mengandung gaharu biasanya tidak dijumpai senyawa-senyawa dari golongan sesquiterpenoid (Yuan 1995 dalam Siburian 2013). Komponen utama yang memberikan aroma unik pada gaharu adalah dari jenis agarospirol, jinkohol, dan chromone (Ishihara et al. 1991; Burfield 2005; Liu et al. 2013). Liu et al. 2013; Siburian 2013; Azah et al. 2008; dan Burfield 2005 mengemukakan senyawa α-agarofuran, β-agarofuran, eudesmol, baimuxinal, dan 3-phenyl-2-butanone merupakan komponen kimia gaharu yang juga dijumpai dalam minyak gaharu. Penelitian yang dilakukan menemukan komponen kimia cyclopropyl carbinol dan 2-Butanone (CAS) Methyl ethyl ketone sebagai komponen kimia gaharu seperti yang dilaporkan juga oleh Santoso et al. (2011). Menurut Santoso et al. (2011) cyclopropyl carbinol dan 2-Butanone (CAS) Methyl ethyl ketone dijumpai pada jenis Aquilaria spp., sementara itu pada jenis Gyrinops spp. hanya dijumpai komponen kimia cyclopropyl carbinol. Terbatasnya komponen kimia yang terkandung dalam sampel gaharu diduga karena perbedaan dalam pembentukan gaharunya. Jenis inokulum, lama proses pembentukan inokuasi gaharu, jenis pohon gaharu, prosedur dan suhu pyrolysis GCMS adalah faktor-faktor yang memungkinkan perbedaan tersebut. Tidak dijumpainya senyawa kimia utama pembentuk gaharu dari jenis sesquiterpenoid pada penelitian ini diduga karena analisis kimia kayu menggunakan pengujian GCMS pyrolysis bersuhu tinggi. Suhu mencapai 400 oC diduga telah menguapkan sebagian senyawa kimia utama aromatik pada kayu. Penelitian Hasan et al. 2011 pada A. hirta dengan analisis GCMS, menggunakan suhu pyrolysis berkisar 60 sampai 230 oC menghasilkan senyawa essensial oil pada kayu tersebut sedangkan suhu 400 oC biasanya digunakan untuk pyrolysis arang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Teknologi sonic tomography dalam dapat diandalkan untuk mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon A. microcarpa berdasarkan rambatan gelombang suara.
20 2. Kecepatan rambatan gelombang suara batang pohon A. microcarpa yang terindikasi mengandung gaharu memiliki kecepatan rambatan gelombang suara sekitar 750 m/detik. 3. Anatomi batang pohon A. microcarpa yang terindikasi mengandung gaharu dicirikan oleh adanya endapan gaharu, kulit tersisip, dan endapan pada include floem. 4. Teknologi sonic tomography belum dapat mengidentifikasi mutu gaharu yang ada dalam batang pohon A. microcarpa. Saran Untuk penelitian selanjutnya disarankan penambahan tranduser pada batang pohon contoh sehingga hasilnya lebih akurat. Selain itu perlu dicari pohon rujukan yang secara signifikan mengandung gaharu berkualitas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Agustini L, Wahyuno D, Santoso E. 2006. Keanekaragaman Jenis Jamur yang Potensial Terhadap Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 3(5):555-564. Argus electronic GmbH, 2009. Picus Sonic Tomography dan Picus Treetronic. Manual Rostock, Germany. [ASGARIN] Asosiasi Gaharu Indonesia, 2009. Gaharu. [diunduh 2013 Januari 12]. Tersedia pada: http://www.petaniindonesia.com/gaharu. Blanchette RA. 2004. Research Photo and Information on Agarwood. Research Project. Forest Pathology and Wood Microbiology Research Laboratory. University of Minnesota plant Pathology. [diunduh 2013 Juli 12] Tersedia pada http://forestpathology.coafes.umn.edu/agarwood.html. Budi RSW, Santoso E, Wahyudi A. 2010. Identifikasi Jenis-jenis Fungi yang Potensial terhadap Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp. Jurnal Silvikultur Tropika 1(1):1-5. ISSN: 2086-8227. Burfield T. 2005. Agarwood Chemistry. [diunduh 2013 November 1]. Tersedia pada: www.cropwatch.org.html. Dani RM. 2010. Studi Awal Keberadaan Gaharu pada Jenis Aquilaria spp menggunakan Metode Nondestruktif Gelombang Ultrasonik (Skripsi). Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. David K, 2008. Nondetructive Inspection of product Composite Strutures: Methods and Pratice. 17th World Conference on Nondestructive Testing, 25-28 Oct 2008, Shanghai, China. Hlm 1-14. Diebold R, Scleifer A, Glos P. 2002. Machine Grading of Structural Sawn Timber from Various Softwood and Hardwood Species. Proceedings of the 12th Intenational Symposium on Non Destructive Testing of Wood ; Sopron 13-15 Sep 2000. Sopron : Unversity of Western Hungary. Hlm 139143. Esau. K. 2006. Phloem: Cells Types and Development Aspects. In K. Esau (ed.), Esau’s plant anatomy (pp. 358). New Jersey: John Wiley and Sons.
21 Gilbert and Smiley. 2004. Picus For Sonic Tomography Quantification Decay In White Oak (Quercus Alba) And Hickory (Carya SPP). Journal of Arborikultur 30 (5):277-280. International Society of Arborikultur. Hasan NH, Ali NAM, Zainudin F, Ismail H. 2011. Effect of 6-Benzylaminopurine (BAP) in Different basal Media On Shoot Multiplication of Aquilaria hirta and Detection of Essential Oils in the in Vitri Shoots. African Journal of Biotechnology. 10(51):10500-10503. Ishihara M, Tomoyuki T, Tsuneya, Kenji U. 1991. Fragnant Sesquiterpene from Agarwood. Phytochem 33:1147-1151. Karlinasari L, Nandika D, Lisdiana. 2011. Inspection of Timber Structures Using Stress Wave Timing NDE Tools. Materi Kuliah Pascasarjan IPB. dan Nandika, 2012. Teknologi Pengujian Nondestruktif ( NDT) untuk Memantau Kesehatan Pohon. Seminar Kesehatan pohon. Institut Pertanian Bogor. , Mulyadi M, Sadiyo S. 2005. Kecepatan Gelombang Ultrasonik dan Keteguhan Lentur Beberapa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar air. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 18 (2):70-79. , Surjokusumo S, Nugroho N, Hadi YS. 2006. Pengujian Nondestruktif Gelombang Suara Pada Balok Tiga Jenis Kayu Tanaman Indonesia. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 19 (1):15-22. Lawson and Severson. 2003. Nondestructive Testing (NDT) of Live Trees. Wood Study Zeitdchrift 1(3):11-14. Liang S, Wang X, Wiendekbeck J. 2007. Proceedings of The 15th International Symposium on Nondestructive Testing of Wood. 15-20 September, USA. Hlm 48-54. Lin CJ,Chang TT, Juan MY, Lin TT. 2011. Detecting Deterioration in Royal Palm (Roystonea Regia) Using Ultrasonic Tomographic and Resistance Microdrilling Techniques. Journal of Tropical Science 23(3):260-270. Malik SA, Al-Mattarbeh HMA, Nuruddin MF. 2002. Review of Non destructive Testing and Evaluation on Timber, Wood and Wood Products. Dalam Prosiding: The th World Conference on Timber Engineering. 12-15 Agustus 2002. Shah Alam. Malaysia. Hlm 346-353. Mandang YI, dan Wiyono B. 2002. Anatomi Kayu Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dan beberapa jenis kekerabat. Bul Penelitian Hasil Hutan 20:107-126. Mattjik AA. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi Sas dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press. Hlm 61-93. Muhamed R, Wong MT, Halis R. 2013. Microscopic Observation of Gaharu Wood from Aquilaria malaccensis. Pertanika Journal Tropical Agricultural Science. 36 (1):43 -50. Nurdiyana ABS 2008. Comporison of Gaharu (Aquilaria malaccensis) Essential oil Composition Between Each Country (Thesis). Pahang [KL]. University Malaysia Pahang. Rao KR, and Dayal R. 1992. The Secondary Xylem of Aquilaria agallocha (Thymelaceae) and the Format Ion of Agar. IAWA Bulletin 13(2):163172.
22 Ross and Pellerin. 2002. Nondestructive Evaluation of Wood. Madison, WI; Washington State University, Pullman WA; and USDA Forest Service, Forest Product Laboratory. Introduction. , Insppection of Timber Structures Using Stress Wave Timing NDE Tools. Madison, WI. Washington State University, Pullman WA; and USDA Forest Service, Forest Product Laboratory. Introduction. Santoso E, Iryanto RSB, Sitepu IR, Turjaman M. 2011. Better Inoculation Engineering Technique. Proceeding is part of Program ITTO PD 425/06 Rev.1.(I) 1-55: Production and Utilization Teknologi for Sustainable Development of Agarwood (Agarwood) in Indonesia. R and D Center for forest Conservation and Rehabilititation. Bogor. Indonesia. Schwarze. 2008. Diagnosis and Prognosis of development of Urban Trees in Wood Decay. En Sppec Pty Ltd. Siran S dan Turjaman M. 2010. Pengembangan Teknologi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakt. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-5009-1999). Gaharu. Badan Standar Nasional. Siburian RHS. 2013. Karesterisasi Interaksi Antara Tanaman A. microcarpa dengan Fusarium spp dalam Pembentukan Gaharu (desertasi). Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Sitepu IR, Santoso E, Siran SA, Turjaman M. 2010. Fragrant Wood Gaharu :When The Wild Can No Longer Provide. Proceeding is part of Program ITTO PD 425/06 Rev.1.(I) . Introduction: Production and Utilization Teknologi for Sustainable Development of Agarwood (Agarwood) in Indonesia. R and D Center for Forest Conservation and Rehabilititation. Bogor. Sumarna Y. 2012. Budidaya Gaharu dan Rekayasa Produksi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 12-17 Wang SY, Lin CJ, Chiu M. 2003. Adjusted Dynamic Modulus of Elasticity above The Fiber Saturation Point in Taiwania Plantation Wood by Ultrasonic wave Measurement. Holzforschung 57:547-552. DOI: 10.1515/HF.2003.081. Wang X, Ross RJ, Erickson JR, Forsman JW, Jukuri GD, Yarbraugh EB. 2002. Timber Assessment at Quincy Mine Blacksmith Shop, Keweenaw National Historical Park. APT Bull. The Journal of Preservation Technology. 33(2-3):70-73. , Divos F, Pilon C, Brashaw BK, Ross RJ, Pellerin RF. 2004. Assesment Of Decay In Standing Timber Using Stress Wave Timing Nondestructive Evaluation Tools. A Guide Fornuse and Interpretation. General Technical. Rep. FPL-GTR-147. Forest Product Laboratory. Forest service. United states Department of Agriculture. , Wiedenbeck J, Ross RJ, Forsman JW, Ericson JR, Pilon C, Brashaw BK 2005. Nondestructive Evaluation of Incipient Decay in Hardwood Logs. Gen. Tech. Rep. FPL-GTR-162. USDA, Forest Service, Forest Products Lab. Madison, WI. 11 p. , Allison RB, Wang L, Ross RJ. 2007. Acoustic Tomograph For Decay Detection In Red Oak Tree. Research Paper. Rep. FPL–RP–
23 642.USDA, Forest Service, Forest Products Lab. United States Department Of Agriculture. Madison, WI. 7 p. Yamamoto K, Sulaiman O, Hashim R.1998. Nondestructive Detection of Heart Rot on Acacia mangium Trees in Malaysia. Forest Product Journal 48(3):83-86. Yunianti DA. 2005. Sifat Fisik Batang dan Cabang Kayu Makadamia. Jurnal Perennial. 2(1):16-20.
24 Lampiran 1 Peta sebaran pohon gaharu pada Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus ( KHDTK) di Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten
25 Lampiran 2 Karesteristik pohon contoh Vol (m3)
No
Diameter (cm)
Tinggi (cm)
1 2 3 4 5 6
20 19 18 25 30 18
26 20 25 20 24 22
0.5715 0.3967 0.4451 0.6869 1.1869 0.3917
7 8
19 19
22 25
0.4364 0.4959
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
17 23 23 25 15 23 18 18 17 25 19 23 22 19 24 26 16 15 19 17 23 15 32 17 21 23 23
21 27 26 27 20 23 24 27 26 27 26 27 22 28 23 27 20 27 27 25 24 24 25 17 24 26 20
0.3335 0.7849 0.7558 0.9273 0.2473 0.6686 0.4273 0.4807 0.4129 0.9273 0.5158 0.7849 0.5851 0.5554 0.7280 1.0029 0.2813 0.3338 0.5356 0.3970 0.6976 0.2967 1.4067 0.2700 0.5816 0.7558 0.5814
Rata-rata
20.58
24.61
0.6002
Lampiran 3 Analisis statistik pengaruh ketinggian pohon Source of Variation Between Groups Within Groups
Total Tidak signifikan
df 2 32 34
MS 2641.743 6624.288
F 0.398797
F crit 3.082852
26 Lampiran 4 Kecepatan suara (m/detik) pada setiap titik sensor di tiga ketinggian pengujian pada batang pohon contoh
No Pohon
Kecepatan suara (m/detik) pada setiap titik sensor di tiga ketinggian pengujian 20 cm
17
1
2
3
4
1 2 3 4
0 690 771 702
685 0 791 829
751 758 0 659
686 808 650 0
1 2 3 4
1 0 631 728 617
2 628 0 601 676
3 740 631 0 690
4 590 661 622 0
1 2 3 4
1 0 634 692 770
2 592 0 647 660
3 622 631 0 478
4 753 661 454 0
130 cm 2 3
1 1 2 3 4
4
0 718 737 763
689 0 794 889
709 757 0 631
743 855 621 0
1 0 680 827 555
2 663 0 772 779
3 771 721 0 714
4 542 757 696 0
1 0 663 732 820
2 590 0 645 668
3 704 601 0 555
4 796 631 546 0
725.1 19
1 2 3 4
1 2 3 4 637.6
1 2 3 4
4
0 777 833 728
757 0 672 901
786 688 0 796
722 922 776 0
1 0 684 795 688
2 660 660 731 785
3 734 653 0 678
4 656 752 655 0
1 0 648 664 818
2 632 0 538 624
3 626 534 0 441
4 818 620 493 0
732.8
649.0 32
200 cm 2 3
1
779.5
1 2 3 4 705.5
701.9
1 2 3 4 668.2
629.3
Lampiran 5 Kecepatan suara (m/detik) pada setiap titik sensor di tiga ketinggian pengujian pada log
No Log
Kecepatan suara (m/detik) pada setiap titik sensor di tiga ketinggian pengujian 20 cm
17
130 cm
1 2 3 4
1 0 818 801 822
2 689 0 725 862
3 808 753 0 746
4 813 875 713 0
1 2 3 4
1 0 552 767 709
2 0 0 597 739
3 0 583 0 704
4 0 753 689 0
1 2 3 4
1 0 746 819 709
2 767 0 610 795
3 844 599 0 609
4 748 800 607 0
200 cm
1 2 3 4
1 0 880 892 892
2 849 0 751 882
3 889 730 0 689
4 768 876 746 0
1 2 3 4
1 0 676 838 717
2 608 0 787 910
3 856 825 0 767
4 717 914 776 0
1 2 3 4
1 0 838 689 751
2 803 0 867 563
3 668 855 0 478
4 823 611 573 0
786.2
19
721.1
1 0 673 974 789
2 700 0 8 919
3 817 819 0 778
4 809 915 0 0
1 2 3 4
1 0 849 1026 952
2 856 0 891 1139
3 1021 899 0 144
4 921 1105 468 0
1 2 3 4
1 0 475 639 719
2 484 0 1353 1444
3 623 1417 0 995
4 723 1520 1006 0
809.8
677.0 32
1 2 3 4
745.9
782.6
709.9
855.9
949
27 RIWAYAT HIDUP Penulis, dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 20 September 1977. Sebagai anak ke 7 dari pasangan Hi Daeng Matira Uar dan Hj Oky Uar/Borut. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur, pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Pascasarjana IPB tahun 2011, pada program studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan melalui bantuan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) diperoleh dari Dirjen Pendidikan Tinggi Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Universitas Iqra Buru Namlea Kabupaten Buru, Maluku sejak tahun 2006.