Edisi September 2011
EDITORIAL & REDAKSI
Mendorong Perkembangan Jalan Tol Apa kabar pembangunan jalan tol Trans Jawa?
SUSUNAN REDAKSI
Mega proyek yang menghubungkan antara Banten dengan Banyuwangi sepanjang kurang lebih 650 km ini, hingga September 2011 baru berhasil membebaskan lahan sekitar 40% dari yang dibutuhkan. Dengan kondisi itu, mampukah memenuhi target penyelesaian pada 2014?
PENASEHAT / PELINDUNG Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas
Proyek jalan tol yang prestisius di Indonesia ini memang menjadi bagian dari program percepatan pembangunan ekonomi. Namun sayangnya, kendala utama yang sejak dulu menjadi masalah belum terselesaikan juga, yaitu soal pembebasan lahan. Secara umum, ini adalah masalah paling besar pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia. Bila dibandingkan dengan negara lain, pembangunan jalan tol di Indonesia jauh tertinggal. Sejak tol Jagorawi diresmikan pada 9 Maret 1978, Indonesia hanya mampu membangun rata-rata 20 km jalan tol setiap tahunnya. Malaysia mampu membangun 285 km pertahun, dan China bahkan mampu membangun jalan tol sepanjang sekitar 5.000 km dalam setahun. Dalam edisi kali ini, majalah Sustaining Partnership akan menyoroti tentang upaya untuk membangkitkan industri jalan tol yang sebenarnya memiliki prospek cerah di Indonesia. Misalnya, dengan mengintegrasikan antara jalan tol dengan pembangunan properti. Kemudian dibahas tentang terobosan dan regulasi untuk mengatasi masalah pembebasan lahan. Selanjutnya dibahas tentang ruas Tol Solo-Kertosono yang merupakan KPS pertama untuk proyek jalan tol. Ruas Solo-Kertosono ini memang agak unik karena selain merupakan ruas terpanjang dalam jaringan Tol Trans Jawa (179 km), maka ruas ini diperkirakan tidak memiliki trafik yang tinggi sehingga harus ditempuh skema pembangunan yang melibatkan pemerintah. Hal lain yang perlu dibahas adalah soal regulasi pengadaan tanah yang menjadi landasan dari pembebasan lahan bagi pembangunan infrastruktur. Pemerintah sebenarnya sudah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembebasan Lahan sejak tahun 2010 ke DPR RI. Namun, hingga saat ini, RUU tersebut belum juga mendapatkan persetujuan dari Dewan. Pembahasan RUU tersebut kini berada dalam tahap meminta pendapat dari daerah dan akademisi. Sebagian besar gubernur, seperti di Jawa, Sumatera dan Kalimantan sudah datang ke DPR untuk menyampaikan pendapatnya. Akankah RUU tersebut bisa disahkan pada tahun ini? Artikel yang lain membahas tentang rencana Pemda DKI untuk membangun enam ruas jalan tol dalam kota, kemudian tentang KPS jalan tol yang merupakan hasil wawancara dengan Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta Bappenas. Selamat membaca.
Redaksi.
2
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
PENANGGUNG JAWAB Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas PEMIMPIN REDAKSI Jusuf Arbi DEWAN REDAKSI Delthy Sugriady Simatupang, Gunsairi, Rachmat Mardiana, Novie Andriani, Mohammad Taufiq Rinaldi, Ade Hendraputra REDAKTUR PELAKSANA B. Guntarto REPORTER/RISET Sandra Kaunang, Agus Supriyadi Hidayat FOTOGRAFER Arief Bakri DESAIN GRAFIS Indrie Soeharyo
ALAMAT REDAKSI Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 websites: www.irsdp.org Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925390
DAFTAR ISI
BERITA UTAMA
MEMBANGKITKAN INDUSTRI JALAN TOL
4
SENGKETA TANAH, YANG BELUM BERAKHIR
7
TOL SOLO-KERTOSONO, KPS PERTAMA DI PROYEK JALAN TOL
10
PROPERTI DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN JALAN TOL
13
16
18
20
PROYEK KPS - POTENSIAL
PROYEK KPS - POTENSIAL
PROYEK KPS - POTENSIAL
Tol Medan–Kuala Namu–Tebing Tinggi, Jadi Prioritas Untuk Kembangkan Trans Sumatera
Jakarta Siap Bangun Enam Ruas Tol Dalam Kota
Tol Cisumdawu Jalan Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan
21
PROFIL - MITRA KPS
23
EDUKASI PROGRAM KPS
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia Dorong Akselerasi Pembangunan Infrastruktur
KPS Jalan Tol: Ditinjau Kasus Per Kasus
26
SOSOK
27
SEKILAS BERITA
Achmad Gani Ghazali Akman Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Giat Lelang Proyek Tol Ke Investor
> Perubahan Kedua Atas Perpres 67/2005 > Kajian Harmonisasi Peraturan Perundangan
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
3
BERITA UTAMA
MEMBANGKITKAN INDUSTRI JALAN TOL Saat ini, baru 759,89 kilometer jalan tol terbangun di Indonesia dari rencana pemerintah membangun 3.087 km jalan tol. Ambisi pemerintah membangun jaringan Tol Trans-Jawa dari Jakarta ke Surabaya, juga gagal diwujudkan tahun 2010. Dapat dikatakan, industri jalan tol Indonesia memang masih terpuruk. Perkembangan dan pembangunan jalan tol di Indonesia sungguh lamban, bahkan bila dibandingkan Malaysia. Negara tetangga itu, hingga kini telah membangun lebih dari 6.000 km highway, atau jaringan jalan sekelas jalan tol di Indonesia. Adapun di tahun 2011 ini, Indonesia baru menyaksikan peresmian tol baru sepanjang 1,89 kilometer saja! Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto meresmikan ruas Tol Surabaya-Mojokerto seksi 1A (Waru-Sepanjang) itu, pada hari Sabtu (27/8/2011), yang merupakan bagian dari tol sepanjang 36,27 kilometer. Bila dihitung, selama tiga dekade, Indonesia rata-rata hanya membangun 20 kilometer jalan tol, setara jarak dari Pancoran menuju Depok. Bandingkan dengan Malaysia yang mampu membangun 285 km jalan tol per tahun, atau China yang membangun 14 km jalan tol per hari! Mengapa harus dibangun jalan tol? Di Spanyol atau negara maju lain, dimana tak perlu membayar satu rupiah pun untuk melintasi jalan tol (baca: jalan bebas hambatan), keberadaan jalan tersebut sungguh-sungguh demi melayani pergerakan barang dan penumpang. Tentu, ada perbedaan kebijakan di negara barat sana. Mereka sangat menyadari tugas pemerintah untuk membangun infrastruktur. Maka apa pun ditempuh, walau terkadang menyebabkan defisit anggaran yang cukup besar. Di Indonesia, karena pemerintah selalu berdalih tak mempunyai dana maka digandenglah pihak swasta. Meski dana APBN untuk Kementerian Pekerjaan Umum porsinya cukup besar, tetapi ternyata pemerintah tetap kesulitan untuk memelihara, apalagi membangun jalan tol.
4
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
Data Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan, total kebutuhan pemeliharaan dan pembangunan jalan dalam lima tahun (2006-2010) adalah Rp 120 triliun, tetapi realitasnya hanya tersedia Rp 69,39 triliun. Ini jelas akan membebani keuangan negara di masa depan. Sementara itu, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menghitung untuk membangun Tol Trans-Jawa dibutuhkan Rp 40 triliun. Maka bila pemerintah tak menyerahkan pembangunan tol kepada swasta, boleh jadi hampir 60 persen anggaran Kementerian PU hanya mengurusi jalan dari Jakarta hingga Surabaya. Boleh jadi muncul tudingan, infrastruktur di Jawa dianak-emaskan. Bila infrastruktur jalan hanya dipusatkan di Pulau Jawa, bagaimana dengan pembangunan jalan di Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara? Lalu, bagaimana pembangunan jalan di pulau-pulau yang kaya dengan tambang, seperti di Pulau Kalimantan dan Pulau Papua? Maka peran serta swasta untuk membangun jalan tol sungguh ditunggu. Tak hanya memberi peluang agar dana APBN dipakai membangun jaringan jalan di pelosok negeri, tapi juga harapan agar investor lebih cepat membangun jalan tol. Tujuannya, tercipta sebuah koridor jalan yang mampu dilewati dengan lebih efisien. Hal mana tercermin antara lain dari ketersediaan ruas jalan dengan kualitas yang baik sehingga mempersingkat waktu tempuh, menghemat bahan bakar, dan memperlama pemakaian suku cadang kendaraan. Tujuan akhirnya adalah, meningkatnya daya saing perekonomian republik ini.
Bagi pengusaha Apel Malang, misalnya, Tol Surabaya-Jakarta diharapkan mempermurah ongkos transportasi. Kini diduga, harga Apel Malang lebih mahal dari Apel China lantaran ongkos transportasi yang terlampau tinggi akibat ketiadaan infrastruktur jalan yang representatif. Nelayan di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, juga menginginkan terusan jalan tol Jagorawi, dari Ciawi hingga Sukabumi, syukur-syukur Pelabuhan Ratu. Sebab bila waktu tempuh Pelabuhan Ratu hingga Pelabuhan Muara Baru lebih singkat, maka harga tuna yang diekspor ke Jepang dapat lebih tinggi. Lebih rinci, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan, jalan tol dibangun untuk memperlancar lalu lintas di daerah berkembang; meningkatkan distribusi barang dan jasa; meringankan beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; serta meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
KARPET MERAH INVESTASI Sedari lama, pemerintah menjanjikan “karpet merah” bagi investor, tak terkecuali bagi investor jalan tol. Regulasi demi regulasi baru diterbitkan, untuk memudahkan investasi. Telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Adapun Perpres Nomor 36 Tahun 2005 adalah penyempurnaan Kepres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pe l a k s a n a a n Pe m b a n g u n a n u n t u k Kepentingan Umum.
independen untuk menilai harga tanah. Tujuannya meredam sengketa terkait harga tanah. Lembaga itu pun diamanatkan oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007. Dua hal penting yang diharapkan dari pemerintah dalam proyek jalan tol ini adalah masalah pembebasan lahan dan kepastian dalam penetapan tarif. Mengapa? Karena tiap penundaan penyelesaian pembebasan lahan dapat meningkatkan biaya investasi. Dampak akhirnya, terjadi penurunan tingkat pengembalian investasi (internal rate of return/IRR). Padahal IRR sangatlah diperhitungkan oleh investor, sebab jangan sampai jerih payahnya untuk membangun infrastruktur yang membutuhkan perencanaan dan penanganan yang rumit, ternyata tak mendatangkan margin keuntungan yang memadai. Lantas UU 38 Nomor 2004 tentang Jalan, juga mengatur soal kenaikan tarif. Bunyi regulasi tersebut adalah, “Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan tiap dua tahun sekali oleh BPJT didasarkan pada tarif lama, yang disesuaikan pengaruh inflasi dengan formula: tarif baru = tarif lama (1 + Inflasi)”. Jadi regulasi di republik ini, telah menjamin kenaikan tarif tol tiap dua tahun sekali. Kenaikan tarif tol digunakan untuk keberlanjutan jalan tol itu, serta untuk investasi lanjutan guna membangun jaringan jalan tol. Andai operasional tol tak berlanjut dan berubah status menjadi jalan arteri nasional, apakah pemerintah juga punya dana untuk memeliharanya?
Selain itu, telah dibentuk Lembaga Penilai Harga Tanah yakni lembaga profesional dan
Perbaikan jalan tol yang berlubang di ruas tol Sedyatmo. Sesuai regulasi, operator berkewajiban untuk menjaga kualitas jalan tol sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum. Bila tidak, pemerintah tidak akan menyesuaikan tarif tol setiap dua tahun sekali.
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
5
BERITA UTAMA
Tiap tahun memang terjadi kenaikan biaya pemeliharaan jalan tol, kendaraan operasional dan patroli, lalu kenaikan gaji pegawai hingga lonjakan harga aspal. Tanpa kenaikan tarif, logikanya alokasi dana pemeliharaan akan berkurang karena pemasukan utama operator adalah dari uang yang dibayar oleh pengguna jalan tol.
Apa materi dari amandemen PPJT itu? Untuk meningkatkan bankability. Pasal-pasal di dalam PPJT disesuaikan dengan memperhatikan masukan perbankan dan badan usaha. Revisi pasal-pasal tersebut, antara lain jaminan pelaksanaan tetap 1 persen tetapi nilainya disesuaikan dengan biaya investasi yang telah dihitung ulang.
Bila bahasa Undang-Undang ditelaah, sesungguhnya tak ada kenaikan tarif tol, tapi sekedar penyesuaian tarif tol. Dasarnya adalah inflasi, sebagai patokan penyesuaian tarif tol. Dan inflasi yang dipakai adalah inflasi per daerah. Jadi disesuaikan dengan keuangan lokal rakyat.
Untuk kepastian pendanaan atau financial close, diatur pula supaya Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) wajib menandatangani perjanjian pinjaman selambat-lambatnya tiga bulan sejak kemajuan pengadaan tanah mencapai 75 persen. Atau, untuk ruas jalan tol dengan pengadaan tanah kurang dari 75 persen, penandatanganan perjanjian pinjaman selambat-lambatnya enam bulan sejak penandatanganan amandemen PPJT.
Jaminan atas kenaikan tarif tol sebenarnya sangat baik. Hal serupa tak terjadi bagi investor atau operator sektor perkeretaapian. Andai PT Kereta Api Indonesia memenuhi Standar Pelayanan Minimum yang digariskan misalnya, malah tak otomatis ada kenaikan tarif kereta.
EVALUASI Persoalannya, dengan berbagai perubahan regulasi itu, pemerintah masih menemukan ada 24 ruas jalan tol yang mangkrak. Evaluasi pun digelar oleh BPJT untuk meneropong sejauh mana kesanggupan investor untuk meneruskan proyek. Pada Selasa (7/6/2011), setelah evaluasi tuntas, BPJT menandatangani amandemen Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) tujuh ruas jalan tol dengan PT Marga Nujyasumo Agung, PT Marga Kunciran Cengkareng, PT Marga Trans Nusantara, PT Marga Lingkar Jakarta, PT Citra Waspphutowa, PT Margabumi Adhikaraya, dan PT Transmarga Jatim Pasuruan. Tujuh badan usaha jalan tol itu, akan meneruskan pembangunan Tol Surabaya-Mojokerto, Tol Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran, Tol Kunciran-Serpong, Tol Ulujami-Puri Indah (Jakarta Outer Ring Road West-2), Tol Depok-Antasari, Tol Gempol-Pandaan, dan Tol Gempol-Pasuruan. Sementara itu, pada Selasa (28/6/2011), BPJT juga menandatangani PPJT di empat ruas tol. Yakni, ruas Tol Solo –Mantingan–Ngawi, Tol Ngawi–Kertosono, Tol Kertosono– Mojokerto, dan Tol Serpong–Cinere. Lantas pada Kamis (7/7/2011), ditandatangani pula amandemen PPJT untuk 3 ruas tol, yaitu Tol Pejagan-Pemalang, Tol PemalangBatang, dan Tol Cimanggis-Cibitung. Evaluasi tersebut, benarbenar ditujukan supaya jalan tol lebih cepat terbangun.
6
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
BUJT juga wajib memenuhi seluruh syarat pencairan pinjaman selambat-lambatnya lima bulan sejak proses pengadaan tanah mencapai 75 persen. Atau untuk ruas jalan tol dengan proses pengadaan tanah kurang dari 75 persen, pemenuhan syarat pencairan pinjaman selambat-lambatnya 8 bulan sejak penandatanganan amandemen PPJT. Amandemen PPJT yang didahului evaluasi, sebenarnya juga dimungkinkan oleh karena campur tangan pemerintah yang mencoba menjembatani hubungan antara investor dengan perbankan. Jadi bukan sekedar memberi ultimatum kepada investor tol untuk menuntaskan pembangun ruas-ruas tol. Tidak tertutup kemungkinan, dalam rangka membangun lebih cepat jalan tol, pemerintah bahkan menawarkan skema-skema tersendiri di dalam kerangka Kerjasama Pemerintah Swasta. Dengan penekanan lebih besar di dalam campur tangan Pemerintah. Kini pun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Pembebasan Lahan. RUU itu ditunggu-tunggu penyelesaiannya, sebab diyakini membuat lahan lebih cepat terbebaskan. Sementara ini, urusan lahan memang sangat menghambat. Bahkan kurang dari 40 persen kebutuhan lahan tol untuk Jakarta-Surabaya ternyata belum dibebaskan. Kalau belum bebas, bagaimana jalan tol mau dibangun? (*)
BERITA UTAMA
SENGKETA TANAH, YANG BELUM BERAKHIR Hari Sabtu (27/8/2011), Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto meresmikan ruas Tol Surabaya-Mojokerto seksi 1A (WaruSepanjang) yang panjangnya 1,89 km. Itulah ruas tol pertama yang diresmikan di tahun 2011. Yang merisaukan, bukan saja panjangnya kurang dari dua kilometer, akan tetapi penyelesaiannya memakan waktu lima tahun. Bila dirata-rata, mengapa hanya mampu dibangun 378 meter jalan tol per tahun? Persoalan utamanya ada pada proses pembebasan lahan yang sangat lamban! Ruas tol Surabaya-Mojokerto misalnya, sudah mendapat izin bekerja pada 27 April 2007. Logikanya untuk tol sepanjang 36,27 kilometer, harusnya sudah tuntas. Tapi ketidakmampuan pemerintah menuntaskan masalah lahan, membuat proyek tol ini terbengkalai. Investor terancam merugi, dan yang lebih buruk adalah hilangnya potensi bertumbuhnya ekonomi. Total investasi ruas tol itu pun adalah sebesar Rp 3,2 triliun. Dananya, dari PT Marga Nujyasumo Agung (MNA)—dengan PT Jasa Marga, Tbk., sebagai pemegang saham mayoritas; dan pinjaman bank yaitu BNI, BRI, dan Bank Bukopin. Uang juga sudah dipastikan di tangan.
Nah, andai saja tol itu dapat dibangun sejak lima tahun lalu, tentu angka penggangguran akan makin menurun. Industri semen tumbuh. Pabrik pembuat lampu, maupun rambu-rambu jalan akan mendapat pesanan sehingga makin banyak buruh dipekerjakan. Namun lebih menyedihkan lagi, pembebasan lahan proyek tol Surabaya-Mojokerto ternyata tidak belajar dari pembebasan lahan proyek tol Jatiasih-Cikunir. Sebab setelah tertunda lebih dari dua tahun akibat berlarutnya pembebasan lahan, Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road Ruas E1 Seksi IV, atau lebih dikenal sebagai ruas Jatiasih-Cikunir, baru dapat diresmikan pengoperasiannya pada 28 Agustus 2007. Dengan demikian, barulah ruas tol Ulujami hingga Cilincing mulai dapat dilalui secara utuh. Pergerakan kendaraan dari Tol Jagorawi menuju Tol Cikampek, maupun sebaliknya; oleh karena adanya Tol Jatiasih-Cikunir, tak lagi harus menumpuk di simpang susun Cawang. Uniknya, warga pun menggerutu, kenapa tidak dibangun dari dulu? Di tahun 2007 itu, memang ada banyak contoh kasus terhambatnya tol akibat persoalan tanah. Karena sulitnya membebaskan lahan seluas 3.000 meter persegi, Tol Waru-Bandara Juanda di Surabaya, Jawa Timur, yang harusnya selesai dibangun Juni 2007 menjadi mundur pengoperasiannya. Tahun itu pula, ada sengketa lahan atas klaim Isa bin Baman di Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
7
BERITA UTAMA
ruas Tol Ulujami. Isa bersikukuh lahan itu hak miliknya sehingga operator tol harus membayar ganti rugi. Sebaliknya, PT Jasa Marga Tbk. menyatakan dana pembebasan lahan telah dikonsinyasikan di pengadilan sehingga jangan dianggap Jasa Marga tidak mau membayar. Dengan berbagai contoh kasus itu, jangan heran bila ada romantisme masa lalu. Rakyat pun berkelakar, andai rezim Orde Baru masih berkuasa, tidak akan ada pemblokiran atau ancaman dari warga untuk menembok Jalan Tol SerpongUlujami, Jakarta. Tentu saja opini itu tidak Seorang pekerja proyek pembangunan jalan tol sedang harus dibaca sebagai dukungan terhadap meneliti kekuatan lapisan timbunan tanah. Kalau timbunan kembalinya rezim Orde Baru, tetapi sebagai tanah di pondasi badan tol tidak kuat, maka dapat akumulasi kekecewaan terhadap berlarutnya menyebabkan penurunan kualitas konstruksi jalan tol. sengketa lahan tol di masa kini. Pemerintah boleh punya desain jaringan tol, operator tol boleh punya kemampuan teknis, serta perbankan boleh punya dana segar. Tetapi, realitasnya, sengketa atas satu-dua bidang lahan di Republik ini cukup membuat pembangunan jalan tol mandek bertahun-tahun. Terlebih, sebagian warga masih memandang jalan tol sebagai properti komersial sehingga merasa berhak untuk memblokirnya. Berhak untuk mendapat kompensasi sangat tinggi. Saat ini pun, ada sebuah pengembang di proyek tol Ulujami-Puri Indah (Jakarta Outer Ring Road W2 Utara), yang masih mempersoalkan pembebasan lahan. Padahal tol itu sangat dinanti untuk mengurangi kemacetan parah di koridor Cawang-Tomang. Pengembang itu tak sadar betapa tindakannya merugikan perekonomian di Jakarta.
Jalan tol, yang konstruksinya di atas teluk itu, ditargetkan sudah beroperasi saat Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (KTT APEC) di Bali pada 2013. Nyaris tak dibutuhkan pembebasan lahan, kecuali untuk koridor yang menyambungkan ruas tol itu dengan jalan arteri di daratan Bali. Enam ruas tol di Jakarta, dari desainnya juga tampak sangat sedikit “mengonsumsi” lahan. Karena jaringan tol itu akan dibangun dengan konstruksi layang (elevated), sehingga hanya membutuhkan sedikit lahan untuk menancapkan tiang.
Persoalannya, tidak semua ruas tol dapat dibangun di atas laut, atau dengan konstruksi layang. Mengapa? Karena biayanya menjadi berlipat ganda. Nantinya, sulit pula menetapkan tarif, yang kira-kira tidak membebani rakyat. Artinya, tidak boleh hanya bersandar di terobosan-terobosan, tapi juga harus menyempurnakan regulasi. Mungkin, jangan bermimpi terlalu jauh untuk menghubungkan tiap kota di Indonesia dengan jaringan jalan tol, akan tetapi tuntaskanlah dulu pembangunan jaringan tol penghubung Jakarta-Surabaya. Dan hal itu, memang harus dimulai dengan menuntaskan pembebasan lahan. Apalagi ternyata, hingga bulan September 2011 ini, baru dibebaskan 39,70 persen dari total kebutuhan lahan seluas 4.734,48 hektar untuk 10 ruas tol (dengan panjang 644,20 km).
REGULASI TEROBOSAN Karena lahan tol sangat sulit dibebaskan, Deputi Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin ikut campur tangan dalam revisi Undang-Undang Jalan menyangkut pasal-pasal jalan tol. “Jadi tol tak hanya dapat dibangun di atas lahan tanah, tetapi juga di atas laut,” kata dia. Empat badan usaha milik negara, yakni PT Jasa Marga, Tbk., PT Pelindo III, PT Angkasa Pura I, dan Bali Tourism Development Center (BTDC), memang akan berkongsi membangun Jalan Tol Serangan-Tanjung Benoa sepanjang 7,5 kilometer. Ini jalan tol pertama di Bali.
8
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
Penyempurnaan regulasi pembebasan lahan, memang terus dilakukan. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 telah menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. Lalu diterbitkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 (Mei 2007). Mulai bulan Desember 2007, juga disahkan Lembaga Penilai Harga Tanah berlisensi BPN. Dari sisi finansial, mulai Februari 2007, pemerintah menyediakan dana talangan (Badan Layanan Umum) untuk membantu investor mendanai pembebasan lahan. Sejak Oktober 2008, pemerintah pun memberi landcapping. Jadi bila harga tanah naik melebihi harga yang ditetapkan—katakanlah oleh karena spekulan tanah— maka badan usaha jalan tol hanya menanggung kenaikan maksimal 10 persen.
Ada hal-hal progresif yang coba ditawarkan oleh Peraturan Kepala BPN. Di Pasal 25, misalnya diatur keberadaan Lembaga Penilai Harga Tanah. Keberadaan lembaga ini, diharapkan mempercepat dicapainya kata sepakat soal harga lahan dengan status lembaga yang profesional dan independen.
RUU itu terdiri dari sebelas bab dan 73 pasal. Tentu saja, masih akan ada perubahan menyangkut jumlah bab dan pasal. Terlebih, masih akan diperdebatkan materi-materi di dalam RUU. Dalam matriks Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) tiap fraksi pun, terlihat beragamnya usulan.
Namun memang, ada sejumlah kelemahan yang masih terjadi. Seperti surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) dari Bupati/Walikota atau Gubernur seringkali tidak diproses dengan cepat. Tak heran bila spekulan tanah masih sempat bertransaksi sebelum kepemilikan tanah dibekukan (land-freezing).
Dari DIM yang disusun oleh Fraksi PDI-Perjuangan terlihat, lebih banyak masukan adalah menyangkut batas maksimal waktu. Ambil contoh dalam Pasal 32 ayat 2, ada masukan dari PDIPerjuangan bahwa “inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah” diberi batas waktu maksimal 30 hari.
Demikian dalam hal sengketa harga atau kepemilikan yang akhirnya berujung pada konsinyasi, karena penerapan regulasi yang lemah, maka tidak dapat sesegera mungkin melakukan eksekusi atas lahan sehingga menyebabkan pembangunan terlambat. Hal lain, disampaikan oleh Imam Nirwansyah dari Asosiasi Jalan Tol Indonesia terkait tidak adanya Key Performance Indicator (Indikator Kinerja Kunci) bagi pelaksana pembebasan lahan, mulai dari anggota Panitia Pengadaan Tanah (tingkat daerah) hingga Tim Pengadaan Tanah (tingkat pusat). “Jangan heran bila kerjanya lambat. Karena makin lama bekerja, insentifnya makin banyak,” ujarnya. Persoalan berbeda disampaikan oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. “Misalnya, kita akan membebaskan satu lahan kuburan. Ukurannya hanya 1 x 2 meter, tetapi uang yang diminta bukan hanya untuk ukuran lahan itu, tetapi pemilik tanah juga meminta dana untuk selamatan. Ini kan repot untuk mempertanggung-jawabkan uang negara,” ujar beliau. Untuk lebih mengakselerasi pembebasan lahan, demi lebih cepatnya pembangunan jalan tol, Badan Pertanahan Nasional dan Bappenas bersamasama menyiapkan Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
Sebelumnya, di draft RUU usulan pemerintah tak diatur soal batas waktu. Padahal, persoalan terpenting dalam hal pembebasan lahan adalah bagaimana mempercepat seluruh proses. Maka patut disyukuri pula, bila Pasal 42 ayat 3 RUU mengatur bahwa “putusan Pengadilan Negeri.. merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat”. RUU ini juga mengatur bahwa kegiatan pembangunan dapat mulai dilaksanakan setelah serah terima hasil pengadaan tanah (pasal 49 ayat 2), sekalipun baru berupa dititipkannya pembayaran ganti kerugian di Pengadilan Negeri (pasal 49 ayat 1). Beberapa hal lain yang menarik untuk dicatat adalah, soal tuntutan pihak lain atas obyek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada negara, merupakan tanggung jawab pihak yang berhak menerima ganti kerugian (pasal 45 ayat 5). Pasal ini benar-benar menarik, supaya tak ada pihak yang “bermain-main” dengan pembebasan lahan karena harus disadari hal ini berdampak negatif terhadap perekonomian sangat besar.(*)
Kini, pembahasan RUU tersebut, sudah berada di tangan DPR-RI. “Paling lambat, pada akhir tahun 2011, RUU itu sudah dapat disahkan,” janji Wakil Ketua Komisi V (bidang infrastruktur) Nusyirwan Soejono.
Rest area di KM 97 jalan tol ruas Cileunyi menuju arah Jakarta yang cukup lapang dan banyak diminati oleh pengguna jalan tol yang ingin istirahat sambil belanja, makan, atau sholat.
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
9
BERITA UTAMA
TOL SOLO-KERTOSONO, KPS Pertama di Proyek Jalan Tol Jalan tol itu akan membentang sejauh 179 kilometer, menghubungkan Kota Solo di Jawa Tengah dan Kota Kertosono di Jawa Timur. Inilah ruas tol terpanjang di jaringan Tol Trans-Jawa, yang rencananya menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Meski demikian, dibutuhkan campur tangan lebih dari pemerintah agar tol ini layak secara finansial sehingga cepat terbangun. Benarkah ini tidak layak finansial? Harus dipahami, secara kultural, memang tidak terbangun jalinan kekerabatan apalagi hubungan perdagangan antara Solo-Ngawi-Kertosono. Pergerakan warga antar ketiga kota pun, terbilang rendah. Penduduk Solo, bila diamati lebih asyik membangun relasi dengan penduduk Yogyakarta. Terlebih kini, dengan bantuan kereta api Prambanan Ekspress, ibaratnya tak ada jarak antara Solo dan Yogyakarta. Sebaliknya, warga Kertosono juga secara kultural dan finansial merasa lebih dekat dengan Surabaya. Perbandingan sederhana misalnya, dapat diamati dengan lalu lintas Kertosono-Surabaya, yang lebih ramai daripada Kertosono-Solo. Bila anda berdiri di tepi jalan di Kota Sragen, lebih banyak melintas truk jarak jauh seperti truk rokok dari Kediri ke Jakarta. Persoalannya, Tol Solo-Ngawi-Kertosono memang harus terbangun. Sebab tol tersebut, merupakan salah satu mata rantai
10
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
dari jaringan Tol Trans-Jawa. Karena pemerintah menargetkan jaringan Tol Trans-Jawa dapat lekas terbangun sebelum tahun 2015, juga mustahil menunda pembangunan tol sampai lalu lintas harian rata-ratanya makin tinggi. Dengan dana hibah dari Japan International Cooperation Agency (JICA) di tahun 2007, pemerintah pun mengerjakan beberapa studi untuk menjadikan proyek ini layak finansial. Sebab studi kelayakan pemerintah di tahun 2005 memperlihatkan Economic Internal Rate of Return (EIRR) proyek mencapai 22 persen, tetapi Financial Internal Rate of Return (FIRR) hanya 14 persen. Salah satu opsi untuk membuat proyek lebih layak adalah dengan menyubsidi investor, bila pendapatan yang diperhitungkan di dalam rencana bisnis ternyata tidak mencapai target. Namun, opsi itu ditolak oleh pemerintah. Padahal tanpa ada “campur tangan” pemerintah, investor mana yang mau membangun jalan tol itu? Kebutuhan dana infrastruktur di republik ini juga begitu besar, sehingga sulit mengharapkan pemerintah untuk membangun sendiri jalan tol itu. Dimana letak keadilan, bila dana APBN hanya diarahkan untuk membangun tol di Jawa, sedangkan jalan di luar Jawa terus saja berlobanglobang?
KPS TOL PERTAMA Akhirnya diputuskan, bahwa ruas tol ini dibangun dengan skema Public Private Partnership atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Inilah proyek KPS pertama di Kementerian Pekerjaan Umum dalam sektor jalan tol, yang menggunakan dukungan pemerintah untuk sebagian konstruksi.
Sedangkan dari pembangunan tol baru di Tol Trans-Jawa sepanjang 440 km murni dibangun oleh Badan Usaha Jalan Tol. Pendanaan maupun pekerjaan konstruksi dilakukan oleh swasta, sementara pemerintah hanya membantu proses pembebasan lahan.
Kepala Satuan Kerja Tol Solo-Kertosono, Brawijaya menegaskan, Kementerian Pekerjaan Umum telah memulai proyek ini sejak tahun anggaran 2009. Fokusnya, pada pembebasan lahan, dan pembangunan struktur jembatan tol yang menyeberangi Sungai Bengawan Solo.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU Djoko Murjanto dalam penandatanganan paket Tol Solo-Kertosono (16 Juni 2011) mengatakan, “Tol ini dibangun dengan konsep KPS karena bila sepenuhnya dibayari swasta, takkan balik modal karena terganjal kemampuan masyarakat untuk membayar tarif tol.”
“Konstruksi dimulai dari sisi Jawa Tengah, kami sudah selesai membangun 600 meter jalan tol di utara Solo. Dari sisi Jawa Timur, belum ada pekerjaan konstruksi,” kata Brawijaya. Tahun 2011 ini, Kementerian PU mengucurkan dana Rp 149,96 miliar untuk tol. Badan Usaha Milik Negara PT Wijaya Karya, Tbk., sebagai kontraktor setelah memenangi tender konstruksi.
Dirjen Bina Marga berkata benar. Tanpa kebijakan untuk melarang truk barang melintasi jalan nasional non-tol—seperti yang kini terjadi, maka dengan tarif tol yang terlalu tinggi, takkan ada kemauan pengguna jalan untuk melintasi jalan bebas hambatan. Investasi menjadi sia-sia. Kemacetan dan hambatan mobilitas barang dan orang tetap terjadi di jalan nasional. Masalah makin meluas bila ternyata kredit jalan tol itu menjadi macet. Perbankan akan kapok mendanai pembangunan tol. Akibatnya, Indonesia makin tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur dibanding negara lain, dan daya saing bangsa pun makin terpuruk. Dengan adanya komitmen dukungan pemerintah, tender ruas tol Solo-Ngawi-Kertosono digelar pada tahun 2008. Keluar sebagai pemenang proyek adalah PT Thiess Contractor Indonesia—yang induk perusahaannya, telah berpengalaman membangun proyek-proyek infrastruktur di Australia. Apa bentuk dukungan pemerintah, sehingga Thiess Contractor Indonesia masih berminat ambil bagian pada ruas tol ini? Dari total panjang tol mencapai 179 kilometer, pemerintah akan membangun 63 kilometer jalan tol. Dari grafik tol, pemerintah membangun di sisi paling barat (ruas Colomadu-Karanganyar sepanjang 21 kilometer) dan di sisi paling timur (ruas SaradanKertosono sepanjang 42 kilometer). Sedangkan PT Thiess membangun di antara ruas Karanganyar-Saradan. Dirjen Bina Marga memerintahkan supaya 63 km jalan tol— porsi pengerjaan oleh pemerintah, harus selesai dibangun pada akhir 2013. “Sementara keseluruhan tol harus operasional pada tahun 2014,” kata Djoko.
Tahun 2011 ini, dengan total nilai DIPA sebesar Rp 149,96 miliar akan dituntaskan struktur atas Jembatan Tol melintasi Sungai Bengawan Solo. Juga pembangunan dua kilometer jalan tol di wilayah Solo. Kementerian PU, kata Brawijaya memang telah memulai konstruksinya dari Ngasem, Colomadu, juga beberapa penggal jalan tol di utara Solo. “Nantinya, sebagian besar ruas jalan tol ini terletak di sisi utara jalan nasional dari Solo-Sragen-NgawiKertosono,” kata Brawijaya. Pada tahap awal, di masing-masing sisi, dibangun dua lajur tol dengan lebar lajur mencapai 3,6 meter. Ini belum termasuk lebar bahu dalam (1,5 meter), dan lebar bahu luar (3,0 meter) untuk lajur darurat. Bila dibutuhkan, ke depan akan ditambah menjadi masing-masing tiga lajur.
INCAR DANA CHINA Oleh karena di tol ini, dipersyaratkan dukungan pemerintah yang besar, maka jangan heran bila biaya investasi jalan Tol SoloNgawi-Kertosono nyaris dibagi dua. Dari nilai total investasi sebesar Rp 10,98 triliun, ternyata pemerintah harus merogoh kantong sebesar Rp 5,41 triliun terbagi atas biaya tanah Rp 1,86 triliun dan konstruksi sebesar Rp 3,55 triliun. Miliaran rupiah, telah dikucurkan dari APBN, tetapi belum cukup oleh karena besarnya dana. Maka dari itu, Kementerian PU mengincar pinjaman dana sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 2,55 triliun dari pemerintah China.
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
11
BERITA UTAMA
“Kemarin (bulan April 2011), Perdana Menteri China kan datang ke Jakarta. Ada pembicaraan tentang pinjaman dana untuk infrastruktur, termasuk untuk tol. Nah bila tak ada dana dari China, maka baru digunakan rupiah murni (dari APBN),” kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU.
Menurut Bastary, investor swasta mengkhawatirkan bila porsi jalan yang dibangun pemerintah kualitasnya buruk, maka akan merepotkan pemeliharaan bila tiba saatnya investor tersebut mengelola seluruh ruas tol. “Mereka takut tak untung, malah repot harus terus-menerus bertengkar soal pemeliharaan jalan,” ujar dia.
Bunga pinjaman dari China sebenarnya 3 persen, lebih besar dari bunga pinjaman Jepang antara 1,2 persen dan 1,8 persen. Namun, proses pinjaman dari China lebih mudah. Mereka tidak terlalu mempermasalahkan urusan pembebasan lahan, dan negara ini memang harus cepat membangun.
Sebelumnya, pemerintah memang tak pernah berkongsi langsung dalam pembangunan satu ruas tol. Pemerintah sendiri, yang dulu membangun Tol Jagorawi, lantas kini Tol Akses Pelabuhan Tanjung Priok sementara swasta sendiri yang membantu ruas tolnya, ambil contoh Tol Kanci-Pejagan atau Tol Cimanggis-Depok.
Bila diruntut dari total pinjaman luar negeri kumulatif Kementerian PU sebesar Rp 56,39 triliun, pinjaman dari China baru mengambil porsi sebesar 3,56 persen. Jumlah ini jauh lebih kecil dari porsi pinjaman dari Jepang sebesar 53,50 persen, Bank Dunia 25,98 persen, Bank Pembangunan Asia 8,53 persen, maupun Australia sebesar 5,03 persen.
Seolah bersimpati dengan kesulitan dalam penawaran KPS di proyek tol itu, bertempat di kantor Kementerian PU, Dirjen Bina Marga menegaskan supaya kualitas jalan tolnya jangan memalukan. “Kontraktor Wijaya Karya harus memberikan kualitas terbaik. Sebenarnya juga, ini demi kebaikan Wijaya Karya. Kalau pekerjaannya bagus, maka dapat saja direkrut oleh investor lain,” kata dia.
KUALITAS Adakah hambatan dalam penerapan KPS di sektor jalan tol? Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bappenas, Bastary Pandji Indra mengatakan, salah satu hambatan dalam perencanaan KPS di proyek jalan tol adalah soal kualitas. “Pada awalnya, ada keengganan dari investor swasta dalam bekerja sama dengan pemerintah. Mereka ragu pemerintah dapat membangun jalan yang berkualitas, sebelum pada akhirnya dapat menerima skema ini,” kata dia.
Untuk menjaga kualitas, kata Dirjen Bina Marga, tak boleh ada kompromi dari pengawas proyek. “Pemerintah sebenarnya berpengalaman membangun sendiri jalan tol. Kami juga membangun proyek tol akses Tanjung Priok. Semua diurus sendiri, mulai dari konstruksi, isu lingkungan, sampai penanganan HIVAIDS dari para pekerja,” ujar Djoko Murjanto. Wijaya Karya, sebenarnya kini tak sekedar kontraktor saja. Di proyek Tol Mojokerto-Surabaya sepanjang 37 kilometer; Wijaya Karya—yang tergabung dalam investor PT Marga Nujyasumo Agung (MNA), memiliki saham 20 persen. Maka tak berlebih kiranya, jika Wijaya Karya harus mampu bekerja sebaik mungkin di proyek tol KPS ini.(*)
Ruas Jalan Tol Kanci Cirebon
12
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
BERITA UTAMA
Jasa Marga—operator jalan tol terbesar di
PR O PERTI & P E R C E PATA N PEM BAN GUN AN J A L A N TO L
Indonesia, telah mengubah orientasi bisnisnya. Tidak sekedar membangun dan mengoperasikan jalan tol, tetapi punya visi lebih besar lagi dengan mengembangkan bisnis yang berdekatan dan tentu berkaitan dengan koridor jalan tol. Perubahan orientasi bisnis itu, diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Grand Ballroom Hotel Dharmawangsa, Jakarta, pada 17 Maret 2011. Badan Usaha Milik Negara PT Jasa Marga, Tbk., secara resmi telah mengubah pasal 18 ayat 3 Anggaran Dasar Perseroan. Dengan perubahan pasal tersebut, selain pembangunan tol, Jasa Marga dapat menjalankan kegiatan usaha penunjang meliputi pengembangan properti di wilayah dekat koridor jalan tol; pengembangan jasa terkait sarana transportasi; pendistribusian material cair, padat, gas; dan jaringan sarana informasi, teknologi dan komunikasi, terkait koridor jalan tol. Kebijakan Jasa Marga selalu hitam-putih. Tegas. Dalam urusan jalan tol, Jasa Marga juga selalu menghendaki kepemilikan mayoritas bahkan ketika mengakuisisi ruas tol tertentu yang tak kunjung terbangun. Tetapi dalam hal usaha bisnis non-tol urusannya berbeda. “Dalam usaha non-tol, Jasa Marga tak perlu menjadi mayoritas. Kami akan memilih mitra yang telah berpengalaman di masing-masing bidang,” kata Direktur Utama Jasa Marga, Frans S Sunito. Jasa Marga memang bergerak cepat mengembangkan bisnisnya, utamanya di properti. Telah dijalin kerjasama dengan BUMN properti seperti PT Pembangunan Perumahan Tbk. Bahkan di tahun 2011 dari belanja modal Jasa Marga sebesar Rp 6,2 triliun telah dialokasikan Rp 125 miliar bagi usaha non-tol dengan fokus pada usaha properti. Sebagai “pemanasan”, Jasa Marga berniat mengembangkan tempat istirahat (TI) atau rest area di KM 88 di ruas tol CikampekPurwakarta-Padalarang (Cipularang). Di atas lahan 40 hektar, akan dikembangkan pertokoan, pusat kuliner, hingga taman hiburan. Terdengar pula, rencana Jasa Marga bersama mitranya untuk membangun suatu proyek perumahan di sekitar ruas tol SurabayaMojokerto. Namun sejauh ini, Jasa Marga selalu mengelak bahwa proyek itu barulah sebatas studi kelayakan.
ilustrasi Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
13
BERITA UTAMA
Urusan pembebasan lahan merupakan hal paling pelik di republik ini. Tak heran bila Jasa Marga memilih untuk tidak mengungkapkan detail rencana tersebut, mengingat akan memicu spekulan tanah. Meskipun Jasa Marga akan membangun perumahan, soal lokasi perumahan tentu tak menjadi masalah. Karena dengan status utamanya sebagai operator jalan tol, dengan mudahnya Jasa Marga membuatkan pintu tol. Walau tentunya, lokasi pintu tol tetap harus dikukuhkan dengan surat penetapan dari Menteri Pekerjaan Umum.
TEROBOSAN Sebelum Jasa Marga “memproklamirkan” diri terlibat di bisnis properti—keluar dari bisnis utamanya, telah ada beberapa badan usaha jalan tol, yang tak murni berbisnis di jalan tol. Tegasnya, badan usaha jalan tol itu, boleh dikata membangun tol untuk mendukung bisnis lain. Mengapa harus memikirkan bisnis lain? Sebab pemain baru di bisnis jalan tol, mungkin juga mengkhawatirkan beberapa kelemahan di bisnis tol sebagaimana praktek di masa silam. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, ada dua titik lemah bisnis tol bila beroperasi. Pertama, tarif tidak kunjung naik sebagaimana terjadi di era Orde Baru. Kedua, jumlah kendaraan (traffic) yang melintas lebih rendah dari perkiraan dalam rencana bisnis. Di Indonesia, hampir seluruh ruas tol yang beroperasi sebelum tahun 2000 pernah tidak naik tarif. Akibatnya, perusahaan tol tidak meraup laba dan sulit mengembalikan pinjaman. Kurangnya laba, dapat menurunkan intensitas perawatan sehingga tol berlobang-lobang. Hal ini, pernah terjadi di ruas tol MerakTangerang.
14
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
Lantas seretnya kendaraan yang melintas, pernah dialami ruas Tol Tanjung MorawaMedan-Belawan, Tol Palimanan-Kanci, Bandara Juanda-Waru, dan Tol Semarang Kota. Bandingkan dengan trafik Tol Dalam Kota, Tol Jakarta-Cikampek, Tol JakartaTangerang, dan Tol Sedyatmo; yang seolah terus mengalir deras. Umumnya, rendahnya jumlah kendaraan yang melintas dapat diakibatkan belum terhubungnya jaringan tol yang satu dengan yang lain, atau disebabkan kawasan yang tak berkembang. Di Tol Tanjung Morawa-Belawan, misalnya, jumlah kendaraan diharapkan disumbang Kawasan Industri Medan (KIM), tetapi ternyata KIM tidak berkembang. Selain tarif yang “ditahan”, rendahnya pelintas di Tol Merak-Tangerang juga pernah menghambat keuangan operator tol itu. Akar masalahnya adalah kawasan industri di sepanjang tol itu tak tumbuh pesat. Hal itu, juga disebabkan oleh karena tak terbangunnya Pelabuhan Bojanegara yang diharapkan melengkapi Pelabuhan Tanjung Priok. Bagaimana mengkoneksikan pembangunan tol? Bagaimana idealnya, supaya bisnis tol sebagai bisnis inti tidak merugi dan meraih untung besar? Ya harus membuat formulasi tertentu. Namun, yang pertama harus dipikirkan adalah agar badan usaha jalan tol tak merugi. Lalu, harus dirumuskan cara supaya lebih banyak investor tertarik membangun jalan tol. Salah satu cara adalah, memadukan dua atau lebih bisnis yang menguntungkan dengan cara membangun tol sekaligus kawasan properti. Bukan hanya perumahan, tetapi juga pusat perbelanjaan, kondominium, dan kawasan industri. Bisnis perkeretaapian di Jepang, sejak lama telah dikenal berhasil memadukan usaha operasional kereta dengan non-bisnis inti. Jadi perusahaan perkeretaapian di Jepang, dapat menekan harga tiket dengan
Jalan tol dan pengembangan properti.
mensubsidi silang pendapatan dari usaha perhotelan, retail pusat perbelanjaan, hingga ruang-ruang usaha lain di stasiun. Hotel di sebuah areal stasiun di Tokyo, ambil contoh, begitu diminati. Karena aksesnya luar biasa ke jaringan kereta jarak jauh dan jaringan kereta dalam kota. Juga dapat dipastikan letaknya di tengah-tengah kota sehingga dekat dengan instansiinstansi pemerintahan. Aksesibilitas memang krusial bagi properti. Premis properti selalu berbunyi, lokasi, lokasi, dan lokasi. Begitu pengembang perumahan Alam Sutera membuka akses tol di Kilometer 15 Tol Jakarta-Merak, mereka langsung menggenjot pembangunan kawasan komersial. Tanpa akses tol misalnya, siapa yang akan mengenal Karawaci? Karawaci tetaplah akan menjadi sebuah kawasan di pedalaman Tangerang, jauh dari jalan akses Daendels, yang dibangun antara AnyerJakarta. Tol Tangerang-Merak, telah meningkatkan nilai lahan di Karawaci ke level yang mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tapi tak semua pengembang, mau sabar seperti Alam Sutera, Lippo Karawaci, dan Lippo Cikarang. PT Bakrieland Development Tbk, sebagai contoh, membawahi PT Bakrie Toll—dengan
peran utama membangun jalan tol. Akan tetapi, bukan jalan tol itu saja yang terpenting—tetapi akses jalan bagi kompleks properti yang telah dibangun.
PENGALAMAN PT Bakrie Toll, kini telah berhasil membangun Kanci (Kabupaten Cirebon) hingga Pejagan (Kabupaten Brebes) sepanjang 34 kilometer. Masih dalam pengerjaan Tol Kanci-Pejagan, BatangSemarang sepanjang 75 kilometer, dan ruas-ruas tol lainnya. Khusus bagi proyek tol di sepanjang pantai u t a r a Ja w a , t e n t u n y a d i p a n d a n g menguntungkan. Mengapa? Karena pembangunan properti di kawasan itu cukup prospektif karena industri setempat berkembang. Siapa yang tidak kenal industri batik di K a b u p a t e n Pe m a l a n g , K a b u p a t e n Pekalongan, dan Kota Pekalongan? Bila investor juga membangun kawasan industri batik dekat gerbang tol, sama artinya sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Apalagi bila Grup Bakrie berniat membangun rumah susun sederhana milik bagi pekerja industri batik, tentulah hal itu sebuah
peluang. Juga ada peluang usaha membangun pergudangan bawang merah dan telur asin di ruas tol yang melintas Kabupaten Brebes. Selain itu, usaha pembangunan kawasan industri pengolahan kayu dan hasil perikanan di Kabupaten Kendal. Jangankan membangun kawasan industri, membangun mal batik di area istirahat tol sudah diperkirakan akan menguntungkan. Sebab, bisa menarik pengguna jalan tol untuk beristirahat sekaligus berbelanja batik. Kisah pengembang membangun tol sebenarnya bukan hal baru. Jalan tol dari Pondok Aren menuju Serpong (7,5 kilometer) dibangun PT Bintaro Serpong Damai sebagai akses ke perumahan Bintaro Jaya dan Bumi Serpong Damai. Sebelum akhirnya kepemilikan tol itu diambil alih PT Nusantara Infrastructure, Tbk. Pengembang properti, yang membangun jalan tol sebenarnya punya nilai lebih. Yakni pengalaman lebih dalam proses pembebasan lahan. Pengalaman tersebut begitu penting, oleh karena pembebasan lahan merupakan persoalan paling pelik. Hiramsyah Thaib, Presiden Direktur PT Bakrieland Development Tbk., mengatakan, “Berbicara mengenai pembebasan lahan, perusahaan kami jagonya. Kami ini pemain properti, sudah
terbiasa membebaskan lahan di mana pun. Jangan meragukan kami dalam membantu pembangunan jalan tol di Indonesia.” Pembebasan lahan, memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi, begitu terjadi hambatan dalam pembebasan lahan, sudah tentu menjadi nilai tambah tersendiri ketika investor dapat “ikut campur” membebaskan sisa lahan yang dibutuhkan. Patut diingatkan, betapa peliknya pembebasan lahan merupakan hal paling krusial dan sangat menghambat pembangunan. Selain masalah tersebut, sebenarnya nyaris tidak ada persoalan lain sebab teknologi konstruksi jalan telah dikuasai, dan kini makin mudah mencari pendanaan. Jadi tampaknya, Bakrieland dengan Bakrie Toll-nya akan melaju makin cepat. Salah satu target proyeknya adalah, terselesaikannya Tol Ciawi-Lido, yang merupakan bagian dari Tol CiawiSukabumi. Sebab di Lido, terdapat salah satu bank tanah terbesar Bakrieland. Ketika nanti terbangun, tak hanya Lido yang memperoleh manfaat dari tol itu. Akan tetapi, warga Sukabumi yang selama ini tersiksa oleh karena kemacetan jalan di ruas Ciawi-Sukabumi. Sekali lagi, sekali didayung, satu-dua pulau terlampaui. (*)
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
15
PROYEK KPS - POTENSIAL Pembangunan jalan tol Medan–Kuala Namu– Tebing Tinggi telah ditetapkan pemerintah dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan
TOL MEDAN – KUALA NAMU – TEBING TINGGI Jadi Prioritas Untuk Kembangkan Trans Sumatera Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai proyek prioritas Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Penetapan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah meningkatkan pembangunan infrastruktur di wilayah Sumatera Utara, sekaligus upaya mengembangkan wilayah kawasan barat Indonesia dalam koridor ekonomi dan transportasi nasional. Tol akan dibangun sepanjang 60 km. Menurut rencana, pekerjaannya dibagi dalam dua tahap, yakni tahap pertama ruas Medan–Lubuk Pakam–Kuala Namu sepanjang 22,4 km dan tahap kedua ruas Lubuk Pakam–Tebing Tinggi sejauh 47,4 km. Pelaksanaan konstruksinya berlangsung selama setahun pada tahun 2014 sehingga tol diperkirakan siap beroperasi pada 2015 mendatang.
sudah tentu pula akan meningkatkan arus barang dan orang. Distribusi hasil pertanian maupun produksi barang masyarakat setempat dapat segera tersalurkan melalui jalur jalan bebas hambatan. Kemudian di sentra-sentra strategis seperti Lubuk Pakam, Perbaungan, Sungai Rampah dan Tebing Tinggi akan tumbuh sarana infrastruktur yang dapat memacu dan memicu peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ruas tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi merupakan satu dari lima proyek infrastruktur jalan tol prioritas pemerintah yang akan ditawarkan kepada investor melalui skema KPS. Total nilai investasi dari lima proyek tol ini mencapai Rp18,35 triliun.
Perspektif ini dapat dilihat di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Dibangunnya jalan tol Belawan–Medan–Tanjung Morawa (Belmera) berdampak luar biasa terhadap Tanjung Morawa yang kini berkembang pesat sebagai kawasan industri, perdagangan, dan manufaktur.
Sejumlah kalangan menilai, pembangunan tol tersebut memang layak diprioritaskan. Anggota Komisi X DPR RI saat berkunjung ke Medan tahun lalu mendukung pembangunan tol untuk mendongkrak sektor ekonomi daerah melalui pertumbuhan pariwisata setempat. Pertimbangannya, Sumut kaya akan potensi wisata sehingga dukungan fasilitas jalan bebas hambatan ini akan mendorong wisatawan mancanegara untuk datang berkunjung. Dari aspek ekonomi, keberadaan jalan tol akan berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang merupakan isu strategis dalam pembangunan di tanah air. Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumut yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, memiliki posisi strategis. Kota ini menjadi pintu terhadap jalur perdagangan domestik maupun luar negeri. Bagi Kota Medan, kegiatan perdagangan menjadi motor penggerak roda perekonomian kota. Ini bisa terwujud bila didukung oleh fasilitas jalan yang baik. Dengan hadirnya tol menciptakan kelancaran lalu lintas, dan
16
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
Tol ini akan menjadi rute alternatif kendaraan dari Medan ke Tebing Tinggi dan akan terkoneksi dengan tol Belmera yang akan memperpendek waktu tempuh. Jika semula perjalanan Medan-Tebing Tinggi ditempuh dalam waktu 2-3 jam, maka melalui tol ini perjalanan ditempuh hanya dalam waktu 45 menit. Jumlah kendaraan yang melintas diperkirakan mencapai 12.568 PEMDA SUMUT unit per hari.
SANGAT ANTUSIAS,
Keuntungan lain adalah NAMUN TANAH infrastruktur tol ini akan menjadi YANG DIBEBASKAN pendukung utama pembangunan BARU 8%. Medan–Binjai– Deli Serdang (Mebidang) Metropolitan dan bandara Kuala Namu yang akan menggantikan bandara Polonia. Saat ini memang sudah ada jalan non tol menuju bandara Kuala Namu, namun karena tidak memadai –terlebih lagi jika bandara sudah beroperasi tahun 2013 mendatang–sehingga diperlukan akses
berupa jalan tol. Peran tol Medan–Kuala Namu juga sebagai pengembangan prasarana pengangkutan dari dan ke bandara. Dalam draft rencana pembangunan, terdapat junction Lubuk Pakam, yakni ruas jalan yang menuju Tanjung Morawa dan ruas jalan yang menuju Kuala Namu. Juga terdapat persimpangan di beberapa titik, yakni interchange Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Sei Rempah dan interchange Kuala Namu. Spesifikasi yang lain, jalan tol memiliki jumlah jalur 2x3, lebar jalur 3,6 m, lebar bahu jalan 3,0 m dan ruang bebas vertikal 5,1 m.
miliar. Sedangkan sisanya, ruas tol Kualanamu-Tebing Tinggi senilai Rp 1,75 triliun akan ditanggung swasta melalui skema KPS dengan masa konsesi selama 35 tahun.
PERSIAPAN DAN KAJIAN
KEBUTUHAN LAHAN
Berdasarkan kajian yang dilakukan pemerintah dan pihak terkait, jalan tol tersebut memiliki Economic Internal Rate of Return (EIRR) sekitar 22,02% dan Financial Internal Rate of Return (FIRR) sebesar 11,26%. Aspek finansial ini diprediksi akan terus naik, terutama jika bandara Kuala Namu mulai beroperasi karena memicu pertumbuhan arus barang dan orang.
Pihak Pemda Sumut sendiri sangat antusias dan proaktif terhadap kehadiran tol tersebut. Terbukti dengan langkah pembebasan lahan terhadap lokasi yang akan dijadikan areal jalan. Menurut data Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum disebutkan, total kebutuhan lahan tol Medan-Kualanamu adalah 197,94 ha, sementara yang sudah dibebaskan baru 15,83 ha (sekitar 8%). Sementara lahan untuk ruas Lubuk Pakam–Tebing Tinggi adalah 243,59 ha menyusul untuk dibebaskan.
Proses tender proyek jalan tol tersebut juga sudah dimulai. Ada tiga perusahaan China yang lolos tahap prakualifikasi. Ketiga perusahaan itu adalah CHEC dan CSEC yang bekerja sama dengan PT Hutama Karya; Shanghai Construction General Company dengan PT Pembangunan Perumahan; dan Sinohydro Corporation Limited dengan PT Waskita Karya. Perusahaan yang memenangkan tender adalah kontraktor BUMN Hutama Karya yang bekerja sama dengan dua kontraktor China yakni CHEC dan CSEC.
Selain milik warga, lahan yang akan dibebaskan itu milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang perkebunan yakni PTPN II, III, dan IV. Sebelumnya, pihak investor yang semula ingin mengggarap proyek tol ini terpaksa mundur karena terganjal masalah pembebasan lahan. Akhirnya pemerintah mengambil alih dan pembebasan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dimana biayanya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Saat ini pemerintah dan perusahaan yang memenangkan tender tengah mempersiapkan peninjauan jaminan dan proses kelengkapan administrasinya,” ujar Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Djoko Murjanto. Dalam sistem kerja sama pengerjaan proyek tersebut, imbuhnya, kontraktor lokal mendapat porsi 20% sementara kontraktor China yang merupakan rekomendasi teknis dari China tersebut mendapat porsi 80%.
“Kami optimis proses pembebasan lahannya akan lebih mudah karena pemerintah bisa bernegosiasi langsung dengan perusahaan BUMN tersebut,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumut Riadil Akhir Lubis.
Pihak Kementerian PU telah mengajukan proyek tol MedanKualanamu untuk mendapatkan penjaminan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Diharapkan penjaminan akan keluar akhir tahun 2012 setelah dilakukan studi kelayakan proyek.
Langkah proaktif juga dilakukan Pemda Sumut dengan menyepakati pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Tim Pelaksana Percepatan Ganti Rugi Lahan Proyek tersebut. “Pokja dimaksudkan untuk mempercepat proses pembebasan lahan masyarakat, PTPN dan swasta yang terkena proyek jalan tol,” tandas Staf Ahli Bidang Pertanahan dan Aset Pemda Sumut, Alexius Purba. Proses pembebasan lahan ditargetkan rampung tahun 2012. Total investasi yang dibutuhkan untuk membangun tol MedanKuala Namu-Tebing Tinggi mencapai Rp 4,391 triliun. Dari total investasi tersebut, pemerintah mengambil bagian untuk membangun ruas tol Medan-Lubuk Pakam-Kualanamu senilai Rp 2,6 triliun, termasuk biaya pembebasan lahan senilai Rp 750
Menur ut Kepala Badan Menjelang Gerbang Tol Ciperna Utama, Cirebon Pengatur Jalan Tol (BPJT) Achmad Gani Ghazali Akman, nilai penjaminan yang akan didapatkan nanti setara dengan nilai proyek yang dibangun dengan skema KPS. Jaminan tersebut merupakan jaminan berupa cash seperti asuransi yang akan menjamin pembiayaan proyek jika sewaktu-waktu terjadi keterlambatan pembayaran.(*)
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
17
PROYEK KPS - POTENSIAL
JAKARTA SIAP BANGUN
ENAM RUAS TOL DALAM KOTA Pemda DKI Jakarta tengah menggagas rencana pembangunan ruas jalan tol dalam rangka menambah jaringan jalan di ibukota. Rencana tersebut bertujuan untuk menekan tingkat kemacetan di Jakarta yang semakin memprihatinkan. Data pada Direktorat Lalu Lintas menyebutkan, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta rata-rata bertambah 700-900 ribu unit setiap tahun. Hingga Desember 2011, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta diperkirakan mencapai lebih 12 juta unit dan 70% di antaranya adalah kendaraan roda dua. Akibatnya, banyak warga ibukota mengeluhkan jalanan macet karena jumlah kendaraan yang terus bertambah. Kondisi ini semakin diperparah karena jumlah kendaraan tidak sebanding dengan rasio luas wilayah dan luas jalan. Saat ini luas lahan yang dijadikan jalan baru sekitar 6,2% dari luas wilayah Ibukota Jakarta 650 km2. Idealnya rasio luas jalan dibanding luas wilayah adalah 14%. Tentu saja kemacetan arus lalulintas terjadi di mana-mana, terutama pada ruas jalan yang menjadi sentra bisnis. Pada situasi puncak – pagi dan sore hari saat warga berangkat dan pulang kerja – kemampuan kendaraan melaju hanya 20 km/jam. Untuk menekan kemacetan lalu lintas, Pemda DKI Jakarta akhirnya menggulirkan rencana pembangunan enam ruas jalan tol layang di dalam kota secara bertahap. Tahap pertama, dibangun dua ruas jalan tol yakni koridor Semanan-Sunter sepanjang 17,88 km dengan
18
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
nilai investasi Rp 9,76 triliun dan koridor Sunter-Bekasi Raya sepanjang 11 km dengan nilai investasi Rp 7,37 triliun. Tahap kedua, dibangun dua ruas jalan tol yaitu koridor Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 11,38 km dengan nilai investasi Rp 5,96 triliun dan Kampung Melayu-Kemayoran sepanjang 9,64 km dengan investasi Rp 6,95 triliun. Kemudian tahap ketiga, akan dibangun ruas jalan tol dalam kota koridor Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,27 km dengan nilai investasi Rp 4,25 triliun. Disusul proyek ruas jalan tol dalam kota Koridor Pasar MingguCasablanca sepanjang 9,56 km dengan investasi Rp 5,71 triliun. Total seluruh ruas tol tersebut adalah 67,74 km dengan total investasi sebesar Rp 41 triliun.
SKALA PRIORITAS Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, pembangunan enam ruas jalan tol tersebut dilakukan berdasarkan skala prioritas. Wilayah Semanan dan sekitarnya di Jakarta Barat yang menuju Sunter di wilayah Jakarta Utara terkenal dengan ruas padat kendaraan. Kawasan ini sangat membutuhkan jalan yang memadai dengan daya tampung besar. Oleh karena itu, pembangunan ruas tol Semanan-Sunter menjadi prioritas untuk segera dikerjakan. Berlanjut dengan ruas tol Sunter-Bekasi Raya,” ujarnya. Pertimbangan lain ruas ini jadi prioritas karena
PEMDA DKI SIAP MENDANAI SEKALIGUS MENJADI PELAKSANA PROYEK
Jalan Tol Akses Tanjung Priok, Seksi NS (Yos Sudarso-Simpang Jampea)
kedua ruas tol berfungsi sebagai penyambung hubungan lalulintas antar kota untuk jarak jauh, yaitu Semanan-Sunter dan SunterBekasi Raya. Pembangunan fisik direncanakan mulai akhir 2011 dan akan rampung akhir 2012.
Pembangunan keenam ruas tol tersebut juga telah termaktub dalam Buku Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta 2011 sebagai proyek infrastruktur potensial sesuai dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Dalam rangka persiapan menuju implementasi pengerjaan proyek, Pemda DKI Jakarta membentuk konsorsium Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, yakni PT Jakarta Propertindo dan PT Pembangunan Jaya Grup dengan nama PT Jakarta Tol Road Development (JTRD). Keenam ruas jalan tol tersebut nantinya sanggup menampung 864.000 kendaraan setiap hari. Kementerian Pekerjaan Umum melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) siap melakukan prakualifikasi tender pembangunan enam ruas Jalan Tol Dalam Kota (JTDK) tersebut. Nantinya, proses tender akan dilakukan dengan skema right to match. Artinya, jika dalam tender ada investor yang paling rendah menawarkan biaya pembangunan jalan tol ini, maka PT JTRD diberikan kesempatan memilih investor tersebut. Sebab, sumber pembiayaan sepenuhnya berasal dari pihak investor. Pihak Pemda DKI sendiri menyatakan siap mendanai sekaligus menjadi pelaksana proyek, meski pelaksanaan proyek masih harus menunggu Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Menurut Gubernur Fauzi Bowo, apabila Peraturan Daerah (Perda) RTRW selesai disahkan, selanjutnya dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Pihaknya juga menegaskan bahwa pembebasan lahan sangat minim karena pembangunannya di atas jalan atau berupa jalan layang.
akan berlangsung hingga tahun 2012. Kemudian tahap konstruksi dilaksanakan tahun 2013. Jika pengerjaan proyek berjalan sesuai rencana, maka dipastikan ruas tol Kemayoran-Kampung Melayu – termasuk pula ruas tol Duri Pulo-Kampung Melayu - sudah bisa beroperasi pada tahun 2014. Kendaraan dapat melaju dengan kecepatan 80 km/jam sehingga waktu yang dibutuhkan dari Kemayoran menuju Kampung Melayu jadi lebih singkat. Bayangkan, kalau sekarang rata-rata membutuhkan waktu rata-rata 30-60 menit akibat lalu lintas macet, jika menggunakan tol maka perjalanan Kampung MelayuKemayoran dapat ditempuh dengan waktu 10-15 menit. Sementara pada ruas tol Pasar Minggu-Casablanca, konstruksi jalan baru dilakukan pada 2013. Pekerjaan ini memakan waktu selama setahun sehingga tol baru dapat beroperasi pada tahun 2014. Menurut estimasi, tingkat Financial Internal Rate of Return (FIRR) mencapai 19,02%, sedangkan Economic Internal Rate of Return (EIRR) sebesar 21,68%. Selain rencana pembangunan JTDK, proyek pekerjaan jalan nontol pun tak pelak dilakukan. Tengok saja pembangunan ruas jalan layang Kampung Melayu-Tanah Abang dan Blok M-Antasari yang kini tengah dikerjakan untuk mengatasi kemacetan. Jalan non tol lainnya adalah ruas jalan Semanan-Pulo Gebang yang kini akan dilakukan pembebasan lahannya seluas 5 hektar. Di bidang transportasi, proyek infrastruktur yang bakal digarap antara lain memberlakukan program Pola Transportasi Makro yang di dalamnya mencakup Transport Demand Management (TDM), busway koridor, Mass Rapid Transit (MRT) serta program peningkatan sarana jalan. Dari program tersebut yang saat ini telah mulai direalisasikan adalah busway koridor dan persiapan pembangunan MRT serta sistem Light Rail Transit (LRT).(*)
“Nantinya, enam ruas JTDK ini akan digunakan pula untuk jalur busway. Sistem yang dipakai adalah sistem jalur lalulintas campur dengan kendaraan bermotor lainnya,” tegasnya. Diharapkan realisasi pengerjaan proyek JTDK dimulai tahun ini atau paling lambat tahun depan.
PENYELESAIAN Pada ruas tol Kemayoran-Kampung Melayu misalnya, persiapan proyek termasuk pembebasan lahan, tender dan kontrak kerja
Jalan Tol Akses Tanjung Priok, Seksi NS (Yos Sudarso-Simpang Jampea)
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
19
PROYEK KPS - POTENSIAL
TOL CISUMDAWU
(Cileunyi-Sumedang-Dawuan)
Salah satu infrastruktur vital yang saat ini sedang digenjot untuk dilaksanakan adalah jalan tol. Ketertinggalan Indonesia di bidang jalan tol saat ini harus menjadi cambuk bagi pemerintah untuk mempercepat penyelesaian pembangunan jalan tol. Di bidang jalan tol, Cina bisa dikatakan saat ini menjadi panutan. Jalan tol pertama di Cina dibuka pada tahun 1988 sepanjang 18,5 km. Kini panjang jalan tolnya telah mencapai 65.065 km atau rata-rata setiap tahun dibangun jalan tol sepanjang lebih dari 1.500 km. Setelah Amerika Serikat, jalan tol Cina menjadi yang terpanjang di dunia. Tahun 2020, pemerintah Cina menargetkan dapat memiliki jalan tol sepanjang 85.000 km. Bagaimana dengan Indonesia? Di bidang jalan tol walaupun Indonesia telah lebih 30 tahun memiliki jalan tol, pertambahan panjang ruas jalannya berjalan sangat lamban. Sejak jalan tol Jagorawi mulai dibuka tahun 1978, panjang jalan tol di Indonesia hingga kini hanya mencapai sekitar 758 km. Artinya, rata-rata setiap tahun panjang jalan tol yang dibangun di Indonesia hanya 20-an km. Melihat hal tersebut, pemerintah berkomitmen untuk mempercepat pembangunan jalan tol. Pada tahun 2010, pemerintah berhasil membangun 52 km tol baru dan pada tahun 2014, pemerintah menargetkan untuk mencapai rata-rata 125 km/tahun. Untuk itu, kerja sama dengan pihak swasta menjadi kunci kesuksesan pemerintah untuk mencapai target yang telah dicanangkan. Salah satu proyek yang saat ini sedang digenjot oleh pemerintah adalah Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan). Jalan tol ini panjangnya 60,11 km, sebagai upaya Pemerintah Pusat dan Propinsi Jawa Barat untuk pengembangan wilayah Jawa Barat
20
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
bagian tengah dan timur, khususnya mendukung Pusat Kegiatan Nasional Metropolitan Cirebon. Proyek ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk meratakan pusat perekonomian di wilayah Jawa Barat. Apabila ruas jalan tol ini telah rampung, maka ruas jalan tol ini akan menghubungkan Pelabuhan Cirebon dan Bandara Internasional Kertajati di Majalengka yang juga akan dibangun. Imbas positif dari pembangunan jalan tol ini, Kabupaten Sumedang akan berubah menjadi kawasan wisata. Padahal, saat ini Kabupaten Sumedang hanya menjadi kawasan peristirahatan masyarakat yang akan menuju kawasan utara Pulau Jawa. Oleh karena itu, sektor perekonomian di Sumedang lebih berkembang pada sentra produksi dan perdagangan. Selain itu juga, dengan segera beroperasinya ruas jalan tol ini, maka akan mengurangi beban jalur Tanjakan Cadas Pangeran di Kabupaten Sumedang yang rawan longsor. Untuk mempercepat terselesaikannya jalur tol ini, pemerintah saat ini sudah melakukan langkah percepatan pembebasan tanah yang akan dilalui oleh jalan tol. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010, tanah untuk pengerjaan proyek ini akan disediakan oleh pemerintah. Selain itu juga, pemerintah juga menyediakan dana cadangan untuk biaya-biaya lainnya yang saat ini belum terlihat. (*)
PROFIL - MITRA KPS
DORONG AKSELERASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Infrastruktur memiliki peran penting dalam mengembangkan suatu wilayah. Daerah yang memiliki infrastruktur lengkap cenderung lebih berkembang dibandingkan dengan daerah yang infrastrukturnya terbatas. Ketersediaan infrastruktur ini pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Di mata swasta, investasi pada bidang infrastruktur adalah investasi yang berisiko. Kemudian pihak swasta menuntut pemerintah agar menjamin investasinya apabila terjadi risiko yang merugikan. Terhadap tuntutan tersebut, pemerintah akhirnya mendirikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) atau Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) pada akhir 2009 sebagai lembaga penjamin (guarantee provider) terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia. “Kehadiran PII menandai era baru penjaminan infrastruktur di Indonesia. Ini momentum yang sangat penting untuk mendorong percepatan proyek-proyek infrastruktur di tanah air,” kata Direktur Utama PT PII (Persero) Sinthya Roesli. Adapun, proyek infrastruktur yang mendapat penjaminan antara lain transportasi, jembatan/jalan tol, pengairan, air minum, air limbah dan persampahan, telekomunikasi dan informatika, listrik dan transmisi serta distribusi minyak dan gas bumi.
Menurutnya, lembaga ini menjadi ujung tombak dari pembangunan infrastruktur di Indonesia sekaligus sebagai kerangka instrumen keuangan pendukung program KPS. “Dengan berdirinya PII, maka tidak akan ada lagi hambatan pembangunan i n f r a s t r u k t u r y a n g t e r j a d i k a re n a kekhawatrian dan risiko yang dihadapi Sinthya Roesli, Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur swasta atau investor karena semuanya telah Indonesia dijamin,” imbuhnya. Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam Rapat Kerja dengan Panitia Anggaran DPR belum lama ini disebutkan bahwa PII hanya dapat menyalurkan penjaminan pada kredit infrastruktur maksimal 25% dari total modal yang dimilikinya. Untuk nilai proyek yang di atas Rp 500 miliar, PII hanya bisa menjamin 50%, sedangkan proyek yang nilainya di bawah Rp 500 miliar, PII dapat memberikan penjaminan hingga 100%. Landasan hukum PII adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Perpres ini merupakan salah satu regulasi kunci sebagai pelengkap dari Perpres No.67 tahun 2010 jo Perpres No.13 tahun 2010 tentang KPS. Di samping aspek akselerasi program, keberadaan PII juga berdampak positif pada pengembangan proyek infrastruktur, yakni mampu menciptakan kondisi pasar yang menarik untuk pengadaan Infrastruktur dalam skema KPS. Hal ini sejalan dengan peran PII yang menyuguhkan kontribusi positif bagi tiga pihak pemangku kepentingan, yakni pemerintah, swasta, dan pelaksana proyek Kontribusi PII bagi pemerintah antara lain mengurangi piutang negara terhadap pembiayaan infrastruktur, mengurangi beban anggaran pemerintah untuk proyek infratruktur serta mendorong pembangunan ekonomi lewat pembangunan infrastruktur. Terhadap investor, PII punya andil meningkatkan transparansi, kejelasan dan kepastian dalam proses pemberian jaminan. Sedangkan kontribusi PII pada pelaksana proyek antara lain menciptakan iklim kompetitif dalam proses tender proyek Infrastruktur.
Gerbang Tol Pondok Ranji, JORR
Lebih jauh, pendirian PII setidaknya merupakan pengejawantahan pemerintah untuk mendelegasikan kewenangannya kepada lembaga Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
21
PROFIL - MITRA KPS
resmi agar fungsi pengawasan terhadap pembangunan infrastruktur dapat lebih fokus dan optimal. Hal ini tercermin dari tujuan pendirian PII, yaitu: - Menjaga kualitas dari proyek yang dilaksanakan dalam skema KPS dengan mengevaluasi proyek, strukturisasi penjaminan serta memproses klaim; - Meningkatkan tata kepemerintahan dan pengimplementasian dana garansi; - Manjadi fasilitator bagi proyek infrastruktur; - Melindungi pemerintah dari ketidakpastian piutang. Peran PII Dalam Pentahapan Proyek KPS
PII dibentuk dengan modal awal dari penyertaan modal negara sebesar Rp 2 triliun. Dengan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan ini 100% dimiliki oleh pemerintah. Selain itu, perusahaan ini juga didukung oleh lembaga-lembaga multilateral, termasuk Bank Dunia yang menyiapkan pinjaman Rp 1,5 triliun untuk membantu modal dan pendanaan. Pemerintah berencana untuk meningkatkan modalnya secara bertahap pada masa yang akan datang, dan tahun ini telah disepakati adanya tambahan setoran negara sebesar Rp 1,5 triliun. Suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PII juga diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas penjaminan dan kemampuan keuangan perusahaan. ini PII dapat memberikan garansi pada proyek yang bernilai US$ 2 miliar. Dana itu bersumber dari modal perusahaan, bantuan dari pemerintah serta kerjasama dengan Bank Dunia dan institusi yang relevan dalam penyediakan modal. Penjaminan bersama (co-guarantee) dengan Bank Dunia ditempuh terutama pada proyek pembangunan infrastruktur yang nilai proyek yang harus dijamin melebihi kemampuan modal PII.
Sumber: Data Corporate Secretary PT PII, 2011
Menurut Sinthya Roesli, PII merupakan satu–satunya lembaga yang bertugas melakukan penilaian dan memproses jaminan. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, PII sebagai lembaga yang mewakili pemerintah bertindak sebagai mediator bagi investor sebagai pemegang dana dan pelaksana proyek pada saat melakukan perjanjian untuk pembangunan infrastruktur dalam skema KPS.
GANTI RUGI Selain itu, lanjutnya, PII juga bertindak sebagai “polisi” yang menjamin proyek dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana proyek dan berhak untuk menarik ganti rugi pada jika diperlukan. Biasanya ganti rugi diberlakukan terhadap pelaksana proyek yang lalai (menelantarkan proyek) atau mengerjakan proyek infrastruktur namun hasilnya tidak sesuai kesepakatan dalam kontrak. Pihaknya secara tegas akan menerapkan sanksi dan menuntut ganti rugi kepada contracting agency yang terbukti melakukan pelanggaran. “Maksudnya supaya kontraktor disiplin dan bertanggungjawab seperti yang tertera dalam kontrak kerja. Alasan lain, untuk menjaga ketersediaan dana kami karena PII dituntut tanggungjawab kepada pemerintah dan rakyat atas proyek yang dijaminkan,” tegasnya.
22
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
“Pada akhir 2014, kami memproyeksikan modal PII meningkat jadi Rp 5,5 triliun. Dengan kapasitas itu, jumlah proyek yang dapat dijaminkan makin bertambah,” ujar Sinthya lagi. Proyek infrastruktur tersebut meliputi proyek pemerintah daerah, pemerintah pusat, kementerian/lembaga, serta BUMN. Kendati keberadaannya relatif masih baru, namun kiprah PII dalam pembangunan infrastruktur patut diacungkan jempol. Sejumlah proyek infrastruktur di tanah air yang semula tersendat akhirnya dapat dilanjutkan karena peran PII. Misalnya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa Tengah dengan nilai Rp 30 triliun atau proyek jalan tol, proyek air minum, dan proyek rel kereta api Bandara Soekarno-Hatta dengan total penjaminan mencapai Rp 52 triliun. Selain itu, masih banyak lagi proyek infrastruktur di wilayah Indonesia yang dapat terlaksana berkat kehadiran PII. Ke depan, peran PII semakin penting. Terlebih lagi dalam RPJM 2010–2014 terungkap bahwa pemerintah membutuhkan dana sekitar Rp 1.429 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Dari jumlah itu, kemampuan pemerintah maupun BUMN hanya sebesar Rp 511 triliun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan sisanya sebesar Rp 918 triliun diharapkan dari swasta melalui skema KPS.(*)
EDUKASI PROGRAM KPS
KPS JALAN TOL: Ditinjau Kasus Per Kasus Tahun 2012, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum diproyeksikan memperoleh pagu indikatif sebesar Rp 30,86 triliun dari usulan Rp 33 triliun. Anggaran satu Direktorat di PU itu, sebenarnya lebih besar dari anggaran satu Kementerian Perhubungan. Namun ternyata, tetap tidak mencukupi untuk membangun jalan-jalan baru di seluruh Indonesia. Diakui oleh Direktur Jenderal Bina Marga Djoko Murjanto, pagu anggaran dengan nilai nominal sebesar itu hanya cukup untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan nasional saja. “Sulit untuk membangun jaringan-jaringan jalan nasional baru,” kata dia. Jaringan jalan nasional di Indonesia, memang membentang sepanjang 36.000-38.000 kilometer. Dari Sabang sampai Merauke, tiap tahun, pemerintah pusat memelihara puluhan ribu kilometer jalan nasional, jadi tidak sekedar memelihara jalan di Jawa saja.
Penduduk negeri ini, kerap kali hanya menyoroti betapa dana PU dihabiskan untuk memelihara jalur pantai utara Jawa, tanpa memahami luasnya wilayah Indonesia. Seolah-olah, di mata sebagian warga, uang sebesar Rp 20-30 triliun per tahun hanya dihabiskan untuk Pantura. Kebutuhan dana untuk jalan, memang sangat besar. Tahun 20102014 dihitung ada kebutuhan dana untuk penyelenggaraan jalan sebesar Rp 148,005 triliun. Dana itu untuk peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19.370 km, dan penambahan lajur sepanjang 13.000 km. Termasuk pembangunan dan preservasi jalan nasional, yakni jalan di kawasan perbatasan, pulau terdepan atau terluar, pembangunan dan preservasi jaringan jalan strategis nasional, serta jalan akses menuju pelabuhan atau bandara. Yang memprihatinkan, makin banyak pemerintah daerah yang berupaya mengalihkan status jalan menjadi jalan nasional. Dengan alasan, ruas jalan tersebut diusulkan menjadi koridor jalan strategis nasional. Hal demikian, tak hanya dilakukan daerah “miskin” tetapi juga provinsi kaya seperti di Kalimantan Timur. Sungguh ironis.
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
23
EDUKASI PROGRAM KPS
Kemana saja uang pemerintah daerah? Bulan Juli 2011, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ternyata lebih banyak terserap untuk belanja pegawai, untuk membayar gaji Pegawai Negeri Sipil. Sepanjang tahun 2010, alokasi belanja pegawai pada APBD naik menjadi Rp 198 triliun dari alokasi 2009 sebesar Rp 123 triliun. Namun, belanja modal dalam APBD pada tahun 2010 sebesar Rp 96 triliun lebih kecil dari tahun sebelumnya sebesar Rp 104 triliun. Artinya, memang makin sedikit uang daerah untuk pembangunan termasuk untuk membangun infrastruktur jalan. Sebenarnya, keuangan negara relatif mencukupi untuk membangun Tol di Jawa dari Jakarta-Surabaya, dengan taksiran akhir berbiaya Rp 60 triliun. Akan tetapi, bijaksanakah membebankan pembangunan jalan tol di keuangan negara? Terlebih, dengan dampak tak terbangunnya ruas jalan lain di luar Jawa. Lagipula, ada banyak infrastruktur yang masih harus dibangun. Tidak hanya jalan
tol, tetapi juga instalasi listrik, pelabuhan, bandar udara, telekomunikasi, jaringan kereta api, hingga pengolahan air minum. Salah satu metode untuk membangun infrastruktur adalah mengkombinasikan kekuatan pemerintah dan swasta dalam kerangka Public-Private-Partnership, atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Mengapa harus dengan KPS? Karena KPS tidak hanya mengizinkan swasta berperan lebih besar dalam pembangunan, tetapi juga berkarakterkan efisien, kompetitif, dan profesional (studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia). Bagaimana dengan pembangunan jalan tol, dengan campur tangan swasta? Pertama-tama, di belahan dunia mana pun, merupakan kewajiban pemerintah untuk membangun infrastruktur. Mulai dari penyediaan air minum, jaringan listrik, telekomunikasi, transportasi, tentu saja hingga jalan nasional yang diharapkan bebas hambatan. Karena uang pemerintah senantiasa terbatas, khusus untuk sektor jalan diperkenalkanlah konsep jalan tol. Jalan tol—yang menurut regulasi kita merupakan alternatif jalan nasional, pembangunannya diserahkan ke swasta, supaya negara dapat memanfaatkan dana untuk sektor atau wilayah lain. Pembayaran tol dari pengguna, dengan demikian harus dipahami tak sekedar untuk laba bagi pihak swasta, tetapi terutama untuk mengembalikan biaya investasi mereka.
KASUS PER KASUS
Ruas tol yang memiliki traffic yang tinggi logikanya akan memiliki dana yang cukup untuk perawatan dan perbaikan jalan tol, serta pengembalian investasi
24
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
“Pada intinya, tanggungjawabnya tak boleh dipindah dari pemerintah ke swasta,” kata Bastary. Dia pun menjelaskan, bila pada awal pemberlakukan KPS terlihat porsi “P” atau pemerintah dirasa kecil, maka perlahan makin dibesarkan seiring berbagai evaluasi.
Untuk mengenal lebih jauh mengenai KPS di sektor jalan tol, maka Direktur Pengembangan KPS, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dr. Ir. B a s t a r y Pa n d j i I n d r a , M S P. , diwawancarai untuk mengungkapkan pandangannya.
Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSP. Direktur Pengembangan KPS, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Dulu semua dikerjakan swasta, kata Bastary, bahkan tanah hingga proses pembebasan lahan. Tidak heran bila banyak orang melihat di sektor jalan tol tidak ada KPS. Walaupun pemerintah merasa itu KPS karena setidaknya pemerintah membantu dengan perizinan. Alhasil, dengan porsi “S” yang sangat besar maka hanya jalan tol di rute “gemuk” yang dapat terbangun. Ambil contoh di ruas tol Jakarta-Tangerang, Jakarta-Cikampek, Tol dalam Kota Jakarta, dan Tol Lingkar Luar Jakarta. Padahal kata Bastary, walau proyek tol antarkota terbilang tak menguntungkan secara finansial, tapi dirasakan sangat penting untuk pengembangan ekonomi wilayah. Jadi prinsipnya, bila infrastruktur dibangun, diharapkan ekonomi pun tumbuh. Kini, untuk mempercepat pembangunan jalan tol, maka porsi pemerintah pun diperbesar dengan menganalisa proyek satu demi satu. Peranan pemerintah pun diberikan tergantung pada kelayakan finansial proyek tol tersebut.
Karena pemerintah tidak boleh mensubsidi pendapatan minimum suatu ruas tol maupun memberikan uang tunai untuk investor tol, maka diputuskan bahwa pemerintah membantu pekerjaan konstruksi di ruas tol tertentu. Ambil contoh, di Tol Solo-NgawiKertosono, dari total panjang tol mencapai 179 kilometer, pemerintah akan membangun 63 kilometer jalan tol. Namun meski KPS telah diatur “selentur” mungkin, tetap saja ada masalah-masalah lain yang mengganjal. Seperti contohnya, keputusan untuk sharing, berbagi konstruksi, harus membutuhkan pemahaman-pemahaman sebelum dapat diterima. Keberatannya, kata Bastary, antara lain ada keengganan dari investor swasta untuk “berbagi” konstruksi. Swasta mengkhawatirkan kualitas jalan tol porsi pemerintah, yang dibangun oleh kontraktor dengan pengawasan pemerintah. “Bila kualitas jalan tol nya berbeda, investor swasta khawatir bila nantinya membebani investor dari sisi pemeliharaan, yang tentunya membutuhkan dana tidak sedikit,” kata Bastary. Dengan contoh kasus proyek Tol SoloNgawi-Kertosono, sebenarnya ingin ditekankan betapa pemerintah sangat fleksibel dengan proyek KPS di jalan tol. Dan, meski pun regulasi terus disempurnakan, tapi sangat terbuka kesempatan untuk mengevaluasi proyek tol untuk tiap ruas untuk menentukan bentuk dukungannya.
PENYEMPURNAAN KPS Bastary pun menjelaskan, selama ini terjadi salah kaprah soal KPS. Ambil contoh, seringkali terjadi Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) malah menghambat implementasi dari KPS. “Belum tentu BUMD itu merupakan pihak yang tepat untuk membangun jalan tol, misalnya. Namun terkadang BUMD dilibatkan sekedar untuk mendapatkan share (bagian) saham,” kata Bastary. Meski demikian, Bastary mencoba memaklumi kekurangan di dalam penyusunan maupun implementasi dari KPS. Indonesia, memang tertinggal 10 tahun dari Korea, Malaysia, dan India, dalam hal KPS. Dari Korea misalnya, kata Bastary, dibuktikan bahwa bila lahan dibebaskan pemerintah justru lebih cepat dan lebih murah. “Kita masih berproses-lah, dan KPS, terus akan berevolusi karena inilah saatnya untuk tumbuh. Sebab bila tidak, Indonesia akan telat, kehilangan momen untuk mengejar pertumbuhan,” kata Bastary. Menurutnya, kini ada dua hal pokok dalam KPS yang sedang dicoba untuk dipecahkan, yakni persoalan finansial dan hambatan dalam pembebasan lahan.
Di dalam RUU itu akan diperjelas mengenai proses pembebasan lahan. Termasuk, kata Bastary, proses-proses hingga memasuki pengadilan sampai putusan. ‘‘Dulu, lahan yang disengketakan tak boleh dikerjakan sampai ada putusan pengadilan. Itu akan diubah,” kata dia. Sebelumnya, sudah ada aturan mengenai dana pinjaman bergulir dalam wujud B a d a n L a y a n a n Um u m , b a h k a n sebenarnya sampai ada pembekuan kepemilikan lahan atau land-freezing; meski pembebasan lahan belum secepat yang diharapkan. Menurut Bastary, pemerintah terus mempercepat tuntasnya regulasi meski tak tertutup kemungkinan merevisi berbagai regulasi supaya makin sempurna. “Kita sebenarnya sedih dengan kondisi ini (pembangunan tol). Negara tetangga yang membangun lebih lambat pun, selesai lebih cepat,” kata Bastary.(*)
Untuk memecahkan persoalan finansial, telah dibentuk PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Lalu, juga diinisiasi pembentukan Guarantee Fund atau PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Sementara itu, untuk memecahkan hambatan dalam pembebasan lahan dibuat terobosan-terobosan. Utamanya kini, terkait bagaimana menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang u n t u k Pe n g a d a a n L a h a n b a g i Pembangunan Infrastruktur. “(Dalam pembahasan RUU Pengadaan Lahan) itu Bappenas ikut. Justru inisiatifnya dari Bappenas, didasari pengalaman mengenai banyaknya permasalahan dalam penyediaan lahan untuk infrastruktur,” kata Bastary.
Supporter bola yang menaiki Metro Mini hingga ke atap, melanggar aturan berkendara di jalan tol. Foto diambil di gerbang tol Taman Mini.
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
25
SOSOK
Achmad Gani Ghazali Akman Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)
Giat Lelang
PROYEK TOL KE INVESTOR Macet di tol, tentu saja menjengkelkan. Padahal, jalan tol mestinya bebas hambatan. Kondisi tol yang kerap macet ini kerap membuat Achmad Gani Ghazali Akman ikut kesal. “Melihat kemacetan di tol bikin pusing kepala,” ujarnya. Ungkapan tersebut, boleh jadi pertanda bahwa ketersediaan jalan tol yang belum memadai. Karena itu, sejak didaulat sebagai Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum pada 23 Juli 2010 lalu, dia langsung mencanangkan program penambahan ruas jalan tol. “Saya akan mendorong tol yang tertunda supaya bisa jalan pembangunannya. Kemudian, saya juga akan melelang proyek tol pemerintah supaya bisa dikerjakan,” ujar Achmad Gani Ghazali Akman yang biasa disapa Gani. Panjang tol di Indonesia yang sekarang mencapai 758 km, diakui belum mampu menampung laju dan pergerakan orang maupun barang secara efektif. Di ibukota
26
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi September 2011
Jakara saja, katanya, masih perlu tambahan ruas tol sejauh 200 km agar dapat menekan tingkat kemacetan lalu lintas.
bagi investor seperti pembentukan lembaga penjamin PII, SMI, penyediaan dana BLU, land capping hingga pembebasan tanah.
Jumlah proyek tol yang mangkrak (tertunda) tercatat ada 24 proyek. Nantinya proyek tersebut akan dilanjutkan seperti proyek Trans Jawa yang meliputi ruas tol Jakarta– Probolinggo, maupun di kawasan Jakarta seperti Cengkareng–Tangerang, Serpong–Cinere, maupun Cinere– Ja g o r a w i d a n Ja g o r a w i – C i k a r a n g .
“Kami optimis, ke depan semakin banyak investor dan swasta yang berinvestasi di jalan tol. Apalagi, dengan dinamika sosial dan ekonomi masyarakat yang terus tumbuh, maka investasi jalan tol akan menguntungkan,” tutur lelaki kelahiran Bogor tahun 1961 yang kini memiliki tiga orang anak.
“Kami rencanakan pembangunan tol Trans Jawa sepanjang 662 km ini mulai dibangun 2014 mendatang. Semua itu dalam rangka mewujudkan target tol di Indonesia tahun 2014 mencapai panjang 1.422 km,” jelas sarjana Teknik Sipil ITB dan jebolan S2 University of New South Wales, Sydney, Australia tahun 1989 ini.
Di lain pihak, dirinya mengaku bahwa selama ini masyarakat masih mengeluhkan tentang kemacetan di tol. Ibarat pepatah, seperti air di daun talas. Maksudnya, meski akan dibangun banyak jalan tol, tapi tetap saja kemacetan tidak bisa dihindari. Kenapa? “Karena selama ini jalan tol belum sepenuhnya terkait dengan moda transportasi umum yang saling melengkapi,” jelas Gani.
Lebih jauh, pihaknya bersama dengan BKPM dan Bappenas bergiat menggelar program jualan atau pemasaran dengan melelang proyek jalan tol kepada swasta maupun investor asing. Seperti pada k e g i a t a n In d o n e s i a In t e r n a t i o n a l Infrastructure Conference & Exhibition 2011 lalu di mana investor ditawarkan untuk mengerjakan proyek tol. Hal ini disadari bahwa minat asing seperti Cina, Korea dan Taiwan terhadap proyek infrastruktur tol di Indonesia cukup besar. Terlebih lagi dengan dukungan pemerintah melalui berbagai kebijakan dan kompensasi
Artinya, moda transportasi umum harus dibenahi sehingga pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum. Dengan begitu, jumlah kendaraan pribadi y a n g m e l a j u d i j a l a n b e rk u r a n g . Kemudian, dibangun jalan model fly over untuk menekan persimpangan yang bisa memicu kemacetan. “Kalau moda transportasi umum sudah tertata baik dan menjalankan perannya dengan optimal, saya yakin masalah kemacetan di jalan tol dapat ditekan,” tandasnya.(*)
SEKILAS BERITA
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERPRES 67/2005 Peraturan Presiden (Perpres) No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Ba d a n Us a h a D a l a m Pe n y e d i a a n Infrastruktur. Perpres ini merupakan payung hukum bagi pembangunan infrastruktur dengan model kerjasama pemerintah dan swasta. Seiring dengan berjalannya waktu, maka perlu dilakukan beberapa revisi dan perubahan. Perubahan pertama adalah melalui Perpres No. 13/2010. Beberapa persoalan yang dirubah melalui Perpres itu adalah terkait dengan proses tender yang memungkinkan adanya penunjukkan langsung, dan peraturan tentang pengalihan saham dan kejelasan dukungan dan jaminan yang akan diberikan pemerintah kepada investor. Perubahan kedua atas Perpres No. 67/2005
telah dilakukan melalui Perpres No. 56/2011 tertanggal 9 September 2011. Beberapa ketentuan yang mengalami perubahan misalnya adalah: 1. Penyusunan daftar prioritas proyek KPS dalam PPP Book. 2. Diperbolehkannya keikutsertaan Badan Hukum Asing sebagai pemrakarsa proyek. Namun bila Badan Hukum Asing ini menang dalam tender, maka harus membentuk Badan Hukum Indonesia. 3. Dukungan pemerintah dapat diberikan dalam bentuk kontribusi finansial 4. Adanya mekanisme penggantian Biaya Pe n y i a p a n Proye k y a n g d a p a t dibebankan kepada pemenang lelang. Perpres ini sudah digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta untuk pembangunan
PLTU di Jawa Tengah yang merupakan KPS skala besar pertama berdasarkan Peraturan Presiden No. 56/2011.(*)
Sosialisasi Perpres 67/2005 sebagaimana telah dirubah dalam Perpres 13/2010.
KAJIAN HARMONISASI PERATURAN PERUNDANGAN undangan Kerjasama Pemerintah dan Sw a s t a ( K P S ) d a l a m Pe n y e d i a a n Infrastruktur. Forum tersebut menyoroti regulasi KPS sektor air minum dan kelistrikan. Acara ini diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan KPS Bappenas.
Workshop Kajian Peraturan Harmonisasi Perundang-Undangan KPS dalam Penyediaan Infrastruktur.
B ertempat
di Hotel Arya Duta, pada tanggal 15 Agustus 2011 telah d i l a k s a n a k a n Wo r k s h o p K a j i a n Harmonisasi Peraturan Perundang-
Hasil kajian dipaparkan oleh tim dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan paparan mengenai implementasi KPS proyek PLTU Jawa Tengah 2 x 1000 MW oleh Binarto Bekti Maharjana dari PLN. Paparan ketiga tentang KPS bidang air minum, yang mestinya disampaikan Adi Susetyo dari Perusahaan Air Minum. Tim PSHK memaparkan inventarisasi permasalahan terkait dengan regulasi induk KPS, dan hasil telaah regulasi bidang KPS sektor air minum dan ketenagalistrikan. Regulasi induk yang diteliti mencakup
Perpres No. 13/2010, PP No. 50/2007, dan PP No. 6/2006. Ada tiga persoalan yang muncul. Pertama, yang terkait dengan obyek dari proyek KPS itu sendiri yaitu kajian Perpres No. 13/2010 dengan PP No. 50/2007. Kedua, terkait dengan pembiayaan atau dukungan yang diberikan oleh Pemerintah. Ketiga, relasi antara Perpres No. 13/2010 dengan PP No. 6/2006 tentang pengelolaan badan milik negara dan badan milik daerah. Paparan selanjutnya mengenai KPS tenaga listrik dengan studi kasus PLTU Jawa Te n g a h y a n g m e r u p a k a n p r o y e k percontohan pelaksanaan KPS. Berkat kerjasama yang baik antar sektor di pemerintahan, maka saat ini sudah menuju ke tahap contract signing. Ini adalah kisah sukses yang prosesnya cukup panjang karena dimulai sejak tahun 2008.
Edisi September 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
27
Jalan Tol ruas Taman Mini Jakarta dilihat dari atas, sekitar pukul 10.00 pada hari kerja.