ISSN: 1412-968X Volume 15, Nomor 2, April 2014
JOURNAL OF
Economic Management & Business Pengaruh Atribut Produk terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Samsung Android di Kota Lhokseumawe C h a l i r a f i 105 Penggunaan Revised Theory Of Planned Behavior untuk Memprediksi Minat Membayar Zakat Falahuddin dan Mohd. Heikal
117
Kesediaan Membayar untuk Premi Perlindungan Kesehatan di Kota Banda Aceh Ikhsan dan Yosi Rizal Irawan
131
Manajemen Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, Kota Lhokseumawe Juni Ahyar
141
Faktor-Faktor yang Memotivasi Wanita untuk Berwirausaha pada Salon Kecantikan di Kota Lhokseumawe Khairawati 149 Pengaruh Integrasi Pasar terhadap Kinerja Pasar Beras dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan Indonesia Mirza Tabrani dan Muhammad Adam
157
Kajian Model Pengelolaan Sampah dan SDM Kebersihan di Kota Medan Sapna Biby
167
Pengaruh Penerimaan Pajak terhadap Kesinambungan Fiskal di Indonesia Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata
183
Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Loyalitas Merek Nasabah Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe Teuku Edyansyah
193
Analisis Pengaruh Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap Pengembangan Usaha Kelompok Perempuan Studi Kasus di Kecamatan Meurah Mulia Umaruddin Usman
205
FAKULTAS EKONOMI Unversitas Malikussaleh
ISSN: 1412-968X Volume 15, Nomor 1, April 2014
JOURNAL OF
Economic Management & Business Pengaruh Atribut Produk terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Samsung Android di Kota Lhokseumawe C h a l i r a f i 105 Penggunaan Revised Theory Of Planned Behavior untuk Memprediksi Minat Membayar Zakat Falahuddin dan Mohd. Heikal
117
Kesediaan Membayar untuk Premi Perlindungan Kesehatan di Kota Banda Aceh Ikhsan dan Yosi Rizal Irawan
131
Manajemen Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, Kota Lhokseumawe Juni Ahyar
141
Faktor-Faktor yang Memotivasi Wanita untuk Berwirausaha pada Salon Kecantikan di Kota Lhokseumawe Khairawati 149 Pengaruh Integrasi Pasar terhadap Kinerja Pasar Beras dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan Indonesia Mirza Tabrani dan Muhammad Adam
157
Kajian Model Pengelolaan Sampah dan SDM Kebersihan di Kota Medan Sapna Biby
167
Pengaruh Penerimaan Pajak terhadap Kesinambungan Fiskal di Indonesia Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata
183
Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Loyalitas Merek Nasabah Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe Teuku Edyansyah
193
Analisis Pengaruh Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap Pengembangan Usaha Kelompok Perempuan Studi Kasus di Kecamatan Meurah Mulia Umaruddin Usman
205
FAKULTAS EKONOMI Unversitas Malikussaleh
E-MABIS
JOURNAL OF
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Economic Management & Business
ISSN : 1412 – 968X
Diterbitkan Oleh : Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Dewan Penasehat/Advisory Board Rektor Universitas Malikussaleh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Ketua Penyunting/ Chief Editor Wahyuddin Pengelola Penyunting/Managing Editor Khairil Anwar (Chief) Iswadi, Anwar Puteh, Ichsan, Ghazali Syamni, Damanhur, Naufal Bachri, Husaini, Yulbahri Penasehat Editorial dan Dewan Redaksi/ Editorial Advisory and Review Board Prof. A. Hadi Arifin (Unimal), Jullimursyida, Ph.D (Unimal), Adi Afif Zakaria, Ph.D (UI), Zafri Ananto Husodo, Ph.D (UI), Fachruzzaman (UNIB), Erlina, Ph.D (USU), Muhammad Nasir, Ph.D (USK), Sofyan Syahnur, Ph.D (USK), Tafdil Husni, Ph.D (UNAND), Jeliteng Pribadi, MA (USK), Sirkulasi & Secretary : Kusnandar Zainuddin, Fuadi, Karmila, Ismail Kantor Penyunting/Editorial Office Kampus Bukit Indah P.O. Box. 141 Lhokseumawe Telp. (0645) 7014461 Fax. (0645) 56941 E-mail :
[email protected] - Hompage: www.fe-unimal.org/jurnal/emabis Jurnal E-Mabis Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh diterbitkan sejak tahun 2000 sesuai dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Malikussaleh nomor SK. No.34/UM.H/KP/2000 Jurnal E-Mabis diterbitkan oleh FE Unimal bekerjasama dengan ISEI Lhokseumawe Dekan : Wahyuddin, Pembantu Dekan I : Khairil Anwar, Pembantu Dekan II: Iswadi, Pembantu Dekan III : Anwar Puteh, Pembantu Dekan IV : Ichsan Jurnal E-Mabis terbit 4 kali setahun pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. ISSN : 1412-968X. keputusan terbit 4 kali setahun mulai Edisi Vol.13 Nomor: 1, Januari 2012
Daftar Isi Pengaruh Atribut Produk terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Samsung Android di Kota Lhokseumawe C h a l i r a f i
105
Penggunaan Revised Theory Of Planned Behavior untuk Memprediksi Minat Membayar Zakat Falahuddin dan Mohd. Heikal
117
Kesediaan Membayar untuk Premi Perlindungan Kesehatan di Kota Banda Aceh Ikhsan dan Yosi Rizal Irawan
131
Manajemen Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, Kota Lhokseumawe Juni Ahyar
141
Faktor-Faktor yang Memotivasi Wanita untuk Berwirausaha pada Salon Kecantikan di Kota Lhokseumawe Khairawati 149 Pengaruh Integrasi Pasar terhadap Kinerja Pasar Beras dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan Indonesia Mirza Tabrani dan Muhammad Adam
157
Kajian Model Pengelolaan Sampah dan SDM Kebersihan di Kota Medan Sapna Biby
167
Pengaruh Penerimaan Pajak terhadap Kesinambungan Fiskal di Indonesia Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata
183
Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Loyalitas Merek Nasabah Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe Teuku Edyansyah
193
Analisis Pengaruh Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap Pengembangan Usaha Kelompok Perempuan Studi Kasus di Kecamatan Meurah Mulia Umaruddin Usman
205
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 105-116
PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PENGGUNA SAMSUNG ANDROID DI KOTA LHOKSEUMAWE
Chalirafi
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
Product attributes are product’s elements which customers consider important and base their decision on in purchasing the product. Product attributes include price, guarantee and quality. A company is required to be able to create product with certain quality and to satisfy customers. This research, which is titled influence of product attribut toward customers’ satisfaction of Samsung Android users in Lhokseumawe, aims to find on out and analyza the influence of price, guarantee, and quality towards customers’ satisfaction of Samsung Android users in Lhokseumawe. The hypothesis in this research is that price, guarantee, and quality influence Samsung Android customers’ satisfaction in Lhokseumawe. Result analyses for price, guarantee, and quality simultaneously influence customers’ satisfaction significantly on 95% confidace level (α =5%); determinasi coefficient (R2) for customers’ satisfaction is 0,548. This means that price, guarantee, and quality in explaining level variation of customers’ satisfaction is 54,8%, while the rest 45,5% is explained by other factors not include in the model. Result of test t (partially) for customers’ saticfaction show significant influence between price, guarantee, and quality towards customers’ satisfaction. .Variables of guarantee (X2) and quality (X3) are dominan factors that influence customers’ satisfaction. In conclution, this research shows that price, guarantee, and quality have significant influences toward customers’ satisfaction. Keywords: price, guarantee, quality, customers’ satisfaction.
105
106 C h a l i r a f i
Latar Belakang Globalisasi perdagangan dunia mengakibatkan perubahan yang cepat pada lingkungan bisnis. Salah satu bidang usaha yang merasakan dampak perkembangan ekonomi global adalah sektor jasa telekomunikasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi peruhasaan jasa telekomunikasi di Indonesia. Salah satu perkembangan teknologi komunikasi adalah perkembangan telekomunikasi seluler. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi dimana saja dan kapan saja menjadikan faktor pendorong munculnya teknologi berbasis seluler (Mahe, 2007). Salah satu perusahaan seluler yang ikut bersaing di pasaran adalah PT. Samsung. PT. samsung menghadapi persaingan dengan mulai berkembangnya teknologi selular, untuk menghadapi hal ini, PT Samsung mengembangkan beberapa produk salah satunya adalah Samsung android. Persaingan yang semakin ketat dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan PT. Samsung harus menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai tujuan utama. Disisi lain dengan memberikan kepuasan yang baik kepada konsumen merupakan sebuah strategi yang sangat penting karena dapat menghasilkan lebih banyak konsumen baru (akibat rekomendasi dari konsumen lama), lebih sedikit kehilangan konsumen. Selain itu jaminan akan produk yang ditawarkan perusahaan juga perlu diperhatikan, karena jaminan memberikan suatu keyakinan dan kepercayaan di benak konsumen, bahwa memiliki hubungan erat dengan konsumen, karena kualitas memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan dengan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat memahami apa keinginan dan kebutuhan konsumen yang akhirnya akan berdampak terhadap perilaku konsumen. Perilaku konsumen yang demikian menunjukan orientasi konsumen terhadap kepuasan. Kepuasan merupakan hasil yang dirasakan kembali dari kinerja perusahaan yang memenuhi harapan mereka. Konsumen yang puas akan setia lebih lama dan memberikan komentar yang baik tentang produk
dan perusahaannya. Sebagai perusahaan PT Samsung berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menciptakan nilai lebih pada konsumen maka perlu diperhatikan atribut produk yang diberikan kepada konsumen. Pada saat ini, konsumen dalam mengambil keputusan untuk mengkonsumsi jasa mempunyai pertimbangan tersendiri mengenai atribut produk. Atribut produk meliputi harga, jaminan, dan kualitas yang terdapat produk tersebut. Perusahaan harus mampu menciptakan atribut produk yang bernilai lebih dari pesaing. Semakin besar nilai yang terkandung pada atribut produk, maka kemungkinan besar konsumen juga akan semakin puas. PT Samsung harus mampu memberikan atribut produk yang bagus, maka perusahaan tidak perlu takut akan kehilangan konsumen, karena konsumen puas dengan produk yng didapatkannya, sehingga secara otomatis akan menimbulkan loyalitas konsumen terhadap produk. Hal ini penting sekali untuk dilakukan perusahaan mengingat bahwa konsumen akan melakukan pembelian ulang apabila kinerja dari jasa tersebut mampu memberikan sesuai dengan harapan mereka. Apabila kinerja yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan, maka konsumen akan merasa tidak puas sehingga mereka tidak akan melakukan pembelian kembali atas produk yang akan di keluarkan di kemudian hari, bahkan kemungkinan akan memberikan dampak negatif terhadap perusahaan. Dengan memperhatikan berbagai fenomena dan hasil studi empiris yang telah di uraikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sejauh atribut-atribut produk Samsung Android dapat mempengaruhi kepuasan konsumen pengguna produk Samsung Android yang di keluarkan perusahaan Samsung. TINJAUAN TEORITIS Atribut Produk Produk merupakan variabel pemasaran yang paling mendasar dari bauran pemasaran karena produk merupakan penawaran nyata oleh perusahaan pada pasar. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan variabel produk dapat dijadikan instrumen oleh perusahaan dalam kegiatan pe-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
masaran produknya untuk mengkomunikasikan variabel produk yang sesuai di mata konsumen, sehingga akan menimbulkan persepsi tertentu pada konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, yang diinginkan oleh produsen dan sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Salah satu keputusan variabel produk yang penting adalah keputusan mengenai atribut produk, yaitu kualitas produk (product quality), fitur produk (product features), dan desain (design) (Kotler dan Amstrong,2001;347). Definisi Atribut produk menurut Tjiptono (2002:103) Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk meliputi merek, kemasan, jaminan (garansi), pelayanan dan sebagainya. Atribut-atribut produk tersebut sangat berpengaruh terhadap reaksi pelanggan akan suatu produk. Atribut produk merupakan salah satu faktor produk yang menentukan tinggi rendahnya nilai dari suatu produk yang dirancang oleh perusahaan. Sementara itu Stores (Kaplan dan Norton, 1996:78), menyatakan bahwa “product attributes for its consumer value propositions: price, fashion, and quality”, yang artinya atribut produk dapat mengidentifikasikan tiga tujuan sebagai atribut utama untuk proposisi nilai pelanggan, yaitu harga, model atau desain, dan mutu atau kualitas. Atribut produk antara satu jenis produk dengan jenis produk lainnya mungkin akan berbeda, karena atribut produk juga dapat memberikan suatu ciri tertentu dari suatu produk. Dengan adanya atribut yang melekat pada suatu produk yang digunakan konsumen untuk menilai dan mengukur kesesuaian karakteristik produk dengan kebutuhan dan keinginan. Bagi perusahaan dengan mengetahui atribut–atribut apa saja yang bisa mempengaruhi keputusan pembelian maka dapat ditentukan strategi untuk mengembangkan dan menyempurnakan produk agar lebih memuaskan konsumen. Suatu produk harus memiliki atribut yang mendukungnya, contohnya adalah harga yang berfungsi sebagai harga beli yang berlaku bagi konsumen. Berikut ini adalah atribut yang harus ada dalam suatu produk, yaitu :
107
a. Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2003) harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, jumlah ini yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat yang dimiliki dengan menggunakan produk atau jasa. b. Merek Merek adalah semua nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari semua yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk dari satu penjual untuk membedakannya dengan produk pesaing. c. Kemasan Kemasan adalah pembungkus luar produk yang berfungsi untuk melindungi produk, memudahkan konsumen dalam memakainya, menaikan citra produk atau bahkan sekaligus dapat dijadikan alat promosi ketika produk yang dilemparkan ke pasaran. Dengan menciptakan bentuk kemasan yang menarik berguna untuk meyakinkan konsumen tentang keunggulan produk tersebut. d. Kualitas Kualitas merupakan salah satu atribut produk yang paling penting di mata konsumen. Konsumen akan berusaha mencari produk yang paling berkualitas tinggi, karena menyangkut kepuasan konsumen. Oleh karena itu suatu perusahaan harus memperhatikan kualitas produk yang akan diluncurkan kepasaran. e. Ukuran Ukuran suatu produk mempunyai hubungan yang erat dengan kebiasaan membeli jumlah kebutuhan konsumen. Ini berati kebutuhan antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya berbeda–beda, sehingga perlu menyediakan produk dengan berbagai macam ukuran. Hal ini bertujuan agar konsumen dapat menyesuaikan antara kebutuhannya dengan ukuran produk yang ada. Kepuasan Pelanggan Konsep pemasaran menegaskan bahwa kesuksesan sebuah organisasi dalam mewujudkan tujuannya sangat dipengaruhi oleh kemamapuannya dalam mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan sasarannya dan memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien daripada para pesaingnya. Setiap orang menyada-
108 C h a l i r a f i
ri pentingnya kepuasan pelanggan. Jika pelanggan tidak puas ia akan menghentikan transaksinya. Semua upaya yang dilakukan untuk mencapai mutu dan memberikan pelayanan yang unggul tidak ada artinya sama sekali jika tidak berusaha untuk memuaskan pelanggan. Menurut Kotler dan Amstrong (2003) kepuasan adalah tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Kepuasan pelanggan sesudah pembelian tergantung penawaran yang dibandingkan dengan harapannya”. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kalau kinerja lebih kecil dari harapan, pelanggan akan kecewa. Kalau kinerja sesuai harapan pelanggan akan puas. Kalau kinerja melebihi harapan pelanggan sangat puas, pelanggan akan senang atau gembira. Untuk perusahaan yang berwawasan pelanggan, kepuasan pelanggan adalah sasaran sekaligus kiat pemasaran dengan langkah-langkah : 1. Perusahaan dapat menurunkan harga atau meningkatkan pelayanan. 2. Perusahaan dapat memperbaiki produksinya melalui penelitian dan pengembangan. 3. Perusahaan dapat mengeluarkan lebih banyak dana untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya terpenuhi atau terlampaui (Gefen, 2002). Pelanggan yang puas akan mengulangi pembelian, membeli lebih banyak dan membeli lebih sering sepanjang waktu. Kotler dan Amstrong (2003) menyatakan bahwa “Kepuasan adalah tingkat perasasan seseorang setelah membandingkan kinerja produk atau hasil yang ia rasakan dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan (perceived performance) dan harapan (expectations). Jika kinerja dibawah harapan, pelanggan akan tidak puas. Kalau kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Apabila kinerja melampaui harapan,pelanggan akan sangat puas, senang, atau bahagia”. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi salah satu unsur penting yang harus diperhatikan. Sebab kepuasan pelanggan telah menjadi
ukuran agar pelanggan tetap mau menjadi mitra dalam mengembangkan bisnisnya dan menjadi benteng dalam menenangkan persaingan. Kepuasan pelanggan dapat menjadikan pelanggan setia (loyal) terhadap perusahaan. Di dalam mencapai kepuasan pelanggan tersebut, kualitas pelayanan (sikap, perhatian dan tindakan) menjadi kunci utama yang harus dikedepankan oleh perusahaan. Salah satu cara utama yang dipakai oleh perusahaan jasa dalam membedakan dirinya sendiri adalah dengan memberikan kualitas pelayanan yang lebih tinggi secara konsisten daripada yang dilakukan pesaing. Menurut Kotler dan Amstrong (2003), bahwa “membuat pelanggan tetap bertahan mungkin merupakan ukuran terbaik untuk kualitas dan kemampuan perusahaan jasa untuk mempertahankan pelanggannya tergantung pada seberapa konsisten perusahaan menyampaikan nilai kepada pelanggan”. Layanan kebaikan pelanggan dan program mempertahankan keefektifan pelanggan, dapat dilakukan hanya oleh orang yang berkompeten dan mampu. Layanan perusahaan haruslah seprofesional orang yang memberikannya. Jika perusahaan ingin tampak baik dimata orang, maka harus memperkerjakan orang yang baik pula. Selanjutnya karyawan tersebut harus dilatih agar memberikan hasil terbaik dalam layanan dan program mempertahankan pelanggan. Perusahaan sebaiknya memberikan penghargaan kepada setiap keryawan, karena karyawanlah yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Perusahaan seharusnya menyediakan penghargaan materi maupun psikologis secara intensif bagi stafnya. Kemudian perusahaan juga sebaiknya memberikan penghargaan kepada pelanggan yang berperilaku baik. Memberi perhatian kepada pelanggan akan menjadikan mereka bertahan dan akan memberi rujukan kepada orang lain. Tetaplah berhubungan dengan pelanggan, dan sebaiknya dilakukan riset yang berkesinambungan untuk mempelajari pelanggan. Hubungan perusahaan dengan pelanggan dimulai setelah transaksi selesai. Dalam hal ini perusahaan harus menjalankan program mempertahankan pelanggan dan pelanggan akan mengetahui sejauhmana perusahaan memperhatikan pelanggannya.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Mengukur Kepuasan Pelanggan Tidak ada satu pun ukuran tunggal terbaik mengenai kepuasan pelanggan yang disepakati secara universal. Meskipun, demikian di tengah beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan Tjiptono (2006), menyatakan bahwa terdapat kesamaan paling tidak dalam 6 (enam) konsep ini mengenai objek pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Satisfaction) Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya, yaitu : a) mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan, dan b) menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa para pesaing. 2. Dimensi Kepuasan Pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam komponen-komponennya. Umumnya, proses semacam ini terdiri atas empat langkah, yaitu: a) mengidentifikasikan dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan, b) meminta pelanggan menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan pelanggan, c) meminta pelanggan menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama, dan d) meminta para pelanggan untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan secara keseluruhan. 3. Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectations) Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting. 4. Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intent) Kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan menggunakan jasa perusahaan lagi. 5. Kesediaan Untuk Merekomendasi (Willing-
109
ness to Recommend) Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian (seperti pembelian mobil, broker rumah, asuransi jiwa, tur keliling dunia, dan sebagainya), kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklajuti. 6. Ketidakpuasan Pelanggan (Customer Dissatisfaction) Beberapa macam aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan, meliputi : a) complain, b) retur atau pengembalian produk, c) biaya garansi, d) product recall (penarikan kembali produk dari pasar ), e) gethok tular negatif, dan f) defections (konsumen yang beralih ke pesaing). METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental sampling yaitu pemilihan sampel non probabilitas atas dasar kebetulan responden yang memakai produk yang sama pada saat penelitian berlangsung. Pada teknik ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Tetapi hanya kemudahan yang dijumpainya sampel sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000). Sampel penelitian sebanyak 113 sampel. Selanjutnya setelah besar sampel diketahui langkah selanjutnya adalah dengan membagikan kuisioner kepada responden yang kebetulan dijumpai di tempat penelitian sebanyak besar sampel. Sampel diambil selama bulan Februari dan Maret 2014. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dan hipotesis penelitian, maka variabelvariabel yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas (independent variable): a. Harga (X1) yaitu: sejumlah uang yang dikeluarkan oleh konsumen untuk dapat menggunakan Samsung Android. b. Jaminan (X3) yaitu: tingkat keterjaminan
110 C h a l i r a f i
produk yang ditawarkan kepada konsumen, jaminan dapat berupa kualitas maupun kehandalan. c. Kualitas (X4) yaitu: kemampuan produk yang digunakan oleh pengguna dalam hal ini mutu dari Produk Samsung Android. 2. Variabel terikat (dependent variable): Kepuasan konsumen (Y) yaitu tingkat perasaan seseorang konsumen setelah memakai produk Samsung Android dan membandingkan kinerja produk tersebut dengan harapannya Model Analisis Data Model analisis data yang digunakan untuk menganalisis hipotesis adalah model regresi linier berganda. Analisis regresi linear berganda dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui, apakah variabel atribut produk yang terdiri dari: merek, harga, desain, jaminan, dan faktor kualitas merupakan variabel bebas yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan pengguna Samsung Android sebagai varibel terikat. Dengan demikian formulasi model analisis dalam penelitian dirumuskan (Koutsoyiannis, 1981) sebagai berikut: Yi = βo + β1X1i + β2X2i + β3X3i + e Dimana: Y = Kepuasan konsumen X1 = Harga X2 = Jaminan X3 = kualitas β0 = Intersep atau Konstanta e = Variabel yang tidak terungkap (error term) β1, β2, β3 = adalah koefisien regresi HASIL PENELITIAN Hasil Regresi Linier Berganda Berikut ini akan dijelaskan hasil pengolahan
data mengenai pengaruh atribut produk terhadap kepuasan konsumen pengguna Samsung Android yang diperoleh dengan melihat arah dan besaran nilai koefisien pada masing-masing variabel penelitian. Untuk lebih lengkapnya disajikan pada Tabel 1 di bawah. Hasil Uji Simultan Untuk menguji pengaruh variabel atribut produk yang terdiri dari harga, jaminan dan kualitas terhadap kepuasan konsumen secara simultan (serempak) dapat dihasilkan perhitungan dalam model summary, khususnya angka R squares yang ditunjukkan Tabel 1. Dari hasil regresi yang terlihat pada Tabel 1, koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari pengaruh atribut produk yaitu berupa harga (X1), jaminan (X2), dan kualitas (X3), dianggap tetap maka diperkirakan kepuasan konsumen (Y) adalah sebesar 0,740. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh atribut produk berupa harga (X1), jaminan (X2), dan kualitas (X3), dianggap tetap maka diperkirakan Kepuasan konsumen (Y) adalah sebesar 74%. Artinya atribut produk memberikan sumbangan efektif sebesar 74% dalam membentuk Kepuasan konsumen, sedangkan sisanya 26% (1 – 0,74 = 0,26 atau 26%) dipengaruhi oleh faktor lain seperti kenyamanan, dan kemudahan untuk mendapatkan produk tersebut, pelayanan pasca jual yang tidak diteliti dalam penelitian ini (di luar model ini). Berdasarkan perhitungan signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 ini menunjukkan bahwa menerima Ha dan menolak Ho, artinya ada hubungan linier antara atribut produk yang terdiri dari harga, jaminan dan kualitas terhadap kepuasan konsumen. Hasil pengujian hipotesis secara serempak dapat dilihat pada Tabel 2. Hipotesis menyatakan; Ho : b1, b2, b3 = 0, Atribut produk (Harga, Ja-
Tabel 1 Nilai Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model
R
R Squares
1 .740 .548 Predictors: (Constant), Harga, Jaminan, Kualitas Dependent Variabel : Kepuasan Konsumen
Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (Data Diolah)
Adjusted R Squares .536
Std. Error of the Estimate 104.833
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
111
Tabel 2 Hasil Uji Simultan Model
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression 150,737 3 50,246 Residual 124,187 113 1,099 Total 274,293 116 a. Predictors: (Constant), Harga (X1), Jaminan (X2) dan Kualitas (X3) b. Dependent Variable: Kepuasan konsumen (Y)
F
1
Sig.
45,719
0,000
Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (Data Diolah)
minan dan Kualitas) secara serempak tidak berpengaruh terhadap kepuasan penguna Samsung Android di Kota Lhokseumawe. Ho : b1, b2, b3 ≠ 0, Atribut produk (Harga, Jaminan dan Kualitas) secara serempak berpengaruh terhadap kepuasan penguna Samsung Android di Kota Lhokseumawe. Pengujian dapat dilakukan sebagai berikut: Membandingkan besarnya angka F hitung dengan F tabel Menghitung nilai F hitung dengan SPSS di dapat sebesar 45,719. Menghitung F tabel dengan ketentuan taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk) dengan ketentuan numerator, jumlah variabel – 1 atau 4 – 1; dan dunumerator, jumlah kasus – 4 atau 117 – 4 = 113. Dengan ketentuan tersebut diperoleh angka F tabel sebesar 2,68. Menentukan kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi keputusannya: Dari hasil perhitungan didapatkan angka F hitung sebesar 45,719 > F tabel 2,68, sehingga Ho ditolak dan menerima H1, artinya ada hubungan linier yang sifatnya positif antara atribut produk yang terdiri dari harga, jaminan dan kualitas dengan kepuasan konsumen. Dengan demikian model regresi di atas sudah layak dan benar. Kesimpulannya ialah atribut produk yang terdiri dari harga, jaminan dan kualitas secara simultan mempengaruhi kepuasan pengguna Samsung Android di kota Lhokseumawe. Besarnya pengaruh adalah 54,8%. Besarnya pengaruh variabel lain di luar
model tersebut dihitung dengan rumus 1 – R2 atau 1 – 0,548 =0,452 atau 45,2%. Membandingkan angka taraf signifikansi (Sig) hasil perhitungan dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) Membandingkan besarnya angka signifikansi (sig) hitung dengan taraf signifikansi 0,05. Menentukan kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika sig hitung > 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi keputusannya: Berdasarkan perhitungan angka signifikansi 0,000 < 0,05. Ho di tolak dan menerima H1. Artinya ada hubungan linier yang signifikan antara atribut produk yang terdiri dari harga, jaminan dan kualitas terhadap kepuasan konsumen. Hasil Uji Parsial Pengaruh Atribut Produk Terhadap Kepuasan Konsumen Berikut ini akan dijelaskan hasil pengolahan data mengenai pengaruh atribut produk terhadap kepuasan konsumen yang diperoleh dengan melihat arah dan besaran nilai koefisien pada masingmasing variabel penelitian. Untuk lebih lengkapnya disajikan pada Tabel 3 di bawah. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = 3,978 + 0,188X1 + 0,348X2 + 0,274X3 + e Hasil pengujian memperoleh nilai konstanta sebesar 3,978, menunjukkan bahwa apabila harga (X1), jaminan (X2), kualitas (X3), dianggap tetap maka diperkirakan kepuasan konsumen (pada hi-
112 C h a l i r a f i
Tabel 3 Hasil Uji Parsial Unstandardized Coefficients Model
B
1
(Constant) 3,978 0,188 Harga (X1) 0,348 Jaminan (X2) 0,274 Kualitas (X3) a. Dependent Variable: Kepuasan konsumen (Y)
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
1,305 0,053 0,059 0,074
0,237 0,446 0,271
T 3,048 3,534 5,894 3,694
Sig 0,003 0,001 0,000 0,000
Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (Data Diolah)
potesis ini sebagai variabel independen atau dalam hal ini dilambangkan dengan Y) akan meningkat sebesar 3,978. Nilai koefisien regresi harga (X1) sebesar 0,188, dengan tanda positif artinya konsumen sudah merasa puas dengan harga (X1) yang ditawarkan perusahaan sekarang. Jadi kondisi harga yang sekarang mampu memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan konsumen sebesar 0,188. Begitu juga halnya dengan nilai koefisien regresi jaminan (X2), dan kualitas (X3), bertanda positif ini menunjukkan bahwa setiap variabel independen (X2, dan X3) meningkat, maka kepuasan konsumen juga akan meningkat. Hubungan antara Harga dengan Kepuasan Konsumen Untuk melihat apakah ada hubungan linier antara harga dengan kepuasan konsumen, dapat dilakukan dengan langkah-langkah analisis sebagai berikut: 1. Menentukan hipotesis Ho : Tidak ada hubungan linier antara harga dengan kepuasan konsumen. H1 : Ada hubungan linier antara harga dengan kepuasan konsumen. 2. Menghitung besarnya angka t hitung Hasil perhitungan SPSS diperoleh angka t hitung sebesar 3,534. 3. Menghitung besarnya t tabel dengan ketentuan sebagai berikut: Taraf signifikansi 0,05% dan dk = n – 3 atau 117 – 3 = 114. Dari ketentuan tersebut diperoleh angka t tabel sebesar 1,96. 4. Menentukan kriteria Kriteria uji hipotesisnya sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka Ho di tolak dan menerima H1
Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan menolak H1 5. Membuat keputusan Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t hitung sebesar 3,534, sehingga Ho ditolak dan menerima H1. Artinya ada hubungan linier antara harga dengan kepuasan konsumen. Besarnya pengaruh harga terhadap kepuasan konsumen yaitu 0,188 atau 18,8%. Hubungan antara Jaminan dengan Kepuasan Konsumen Menentukan hipotesis Ho : Tidak ada hubungan linier antara jaminan dengan kepuasan konsumen. H1 : Ada hubungan linier antara jaminan dengan kepuasan konsumen. Hasil perhitungan SPSS diperoleh angka t hitung sebesar 5,894. Nilai t tabel sebesar 1,69. Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh angka t hitung sebesar 5,894, sehingga Ho ditolak dan menerima H1. Artinya ada hubungan linier antara jaminan dengan kepuasan konsumen. Besarnya pengaruh jaminan terhadap kepuasan konsumen yaitu 0,348 atau 34,8%. Hubungan antara Kualitas dengan Kepuasan Konsumen Menentukan hipotesis Ho : Tidak ada hubungan linier antara kualitas dengan kepuasan konsumen. H1 : Ada hubungan linier antara kualitas dengan kepuasan konsumen. Hasil perhitungan SPSS diperoleh angka t hitung sebesar 3,694. Nilai t tabel sebesar 1,69.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
113
Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh angka t hitung sebesar 3,694, sehingga Ho ditolak dan menerima H1. Artinya ada hubungan linier antara kualitas dengan kepuasan konsumen. Besarnta pengaruh jaminan terhadap kepuasan konsumen yaitu 0,274 atau 27,4%. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa variabel dari atribut produk yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap kepuasan konsumen adalah jaminan karena mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,348. Sedangkan pengaruh terbesar kedua adalah kualitas sebesar 0,274 dan kemudian harga sebesar 0,188.
yang disampaikan kepada konsumen. Karena kepuasan juga sangat tergantung kepada jaminan produk yang diterima konsumen. Biasanya konsumen menganggap jaminan merupakan suatu bentuk bahwa produk tersebut berkualitas. Ini membuktikan bahwa kepuasan konsumen harus diutamakan oleh perusahaan, karena jika konsumen tidak puas maka mereka akan berpindah kepada produk lain, dan tidak hanya itu saja. Akan tetapi ketika konsumen merasa puas maka konsumen akan mengiklankan produk tersebut kepada calon konsumen lain, dan ini menjadi keuntungan bagi perusahaan.
KESIMPULAN
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, maka mengharuskan peneliti untuk memberikan sarannya, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Variabel atribut produk yang terdiri dari harga, jaminan dan kualitas berpengaruh positif terhadap kepuasan pengguna Samsung Android. Artinya, ketiga nlai atribut produk tersebut mampu memberikan kepuasan bagi konsumen. Nilai bagi konsumen ini dapat diciptakan melalui atribut produk dapat menjadikan unsur-unsur stimuli bagi perusahaan untuk mempengaruhi konsumen dalam pembelian. Jika pembelian atribut produk yang ditawarkan perusahaan, mampu memberikan nilai lebih dalam memenuhi kebutuhan konsumen, maka akan memberikan dampak positif yaitu konsumen akan merasa puas dengan penggunaan produk yang di tawarkan. Jika konsumen merasa puas, maka di masa datang akan terjadi pembelian ulang oleh konsumen, bahkan konsumen tersebut akan memberikan informasi positif kepada orang lain mengenai produk yang digunakannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh dominan adalah jaminan produk, maka bagi pihak PT. Samsung dapat memperhatikan kelangsungan produknya, artinya setelah konsumen membeli produk tersebut perusahaan harus memberikan layanan purna jual yang baik, kualitas suara yang bagus, fitur yang ditawarkan juga dapat langsung dipergunakan. Jaminan yang diberikan harus sesuai dengan iklan
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa variabel atribut produk berpengaruh terhadap kepuasan. Ini hendaknya menjadi motivasi atau modal baru bagi perusahaan untuk menciptakan kepuasan bagi konsumen dengan memberikan harga yang kompetitif, jaminan layanan yang baik, kualitas jasa yang bagus. Jika semua ini dapat diberikan perusahaan kepada konsumen, dapat dipastikan bahwa konsumen akan loyal terhadap produk tersebut. Perusahaan hendaknya dapat meningkatkan nilai tambah yang terkandung pada atribut produk, sehingga dengan demikian perusahaan membina hubungan yang baik dengan konsumen melalui pembelian produk yang berulang oleh konsumen. Pembelian berulang ini disebabkan konsumen merasa puas dengan atribut produk perusahaan. Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini memberikan bukti atribut produk memberikan nilai positif terhadap kepuasan konsumen. Maka jika perusahaan ingin tetap mempertahankan konsumen agar loyal terhadap produk, maka perusahaan harus mampu memberikan kepuasan bagi konsumen melalui penciptaan atribut produk yang baik. Dengan atribut produk, baik segi harga, jaminan dan kualitas dari produk yang ditawarkan kepada konsumen lebih menarik dan kompetitif, sehingga akan menjadai daya tarik bagi calon konsumen dan kemungkinan akan meningkatnya daya tarik bagi konsumen lama untuk terus menggunakan produk PT. Samsung, dalam hal ini Samsung Android.
114 C h a l i r a f i
REFERENSI Arikunto, Suharsimi. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.” PT Rineka Cipta, Jakarta, 1998. Asakdiyah, S, “Analisis Hubungan Antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan Dalam Pembentukan Intensi Pembelian Konsumen Matahari Group Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, No. 2 Vol. VVI, hal. 129-140, 2005. Assael, Serkan and Ozer, Ghokan, “The Analysis of Antecedent of Customer Loyalty in the Turkish Mobile Telecommunication Market,. European Journal of Marketing, Vol.39 No. 1, hal. 16-28, 2004. Azwar, S, “Metodologi Penelitian,” Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000 , “Penelitian Bisnis.” PT Rajawali Press, Jakarta, 2000. Bloemer, dan Ruyter, “Investigating Drivers of Bank Loyalty : The Complex Relationship Between Image, Service Quality and Satisfaction”, International Journal of Bank Marketing, Vol.16, No.7, hal. 280, 1997. Dharmmesta, Basu Swastha, “Manajemen Pemasaran”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1999 Ellitan, Lena, “Membangun Loyalitas melalui Costumer Satisfaction dan Costumer Orientde”, Kompak, 1999. Fauzan, M. Noor dan Gunarsih, Tri. “Pengaruh Atribut Produk Dan Minat Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus pada Produk AJB Bumiputera 1912).” Thesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2010. Gefen, David. ”Customer Loyalty in E-Commerce, ”Journal of the Association for Information Systems.” Volume 3, Number 2, pp. 178-190, 2002. Ghozali, H, Imam. “Analisis Multivariat dengan Program SPSS.” Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang, 2007. Griffin, Hill. “Customer Loyalty, How to Earn it How to Keep it.” Books An Imprint of The Free Press, Loxington, 1995. Hadi, S, “Metodologi Research”, Jilid I, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2000 Irawan, Handy. “10 Prinsip Kepuasan Pelanggan.” PT Elex Media Computindo. Jakarta, 2003. Jones, Thomas, and W. Earl Sasser, Jr., “Marketing, Second edition”, United States of America : Mc. Grow Hill Inc, 1994. Kartajaya, Hermawan. “Marketing Plus 2000: Siasat Memenangkan Persaingan Global.” PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Koskela, Heikki. ”Customer Satisfaction and Loyalty in After Sales Service: Modes of Care in Tel-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
115
ecommunications Systems Delivery.” HUT Industrial Management and Work and Organizational Psychology, Report No 21, 2002. Kotler, Philip, dan Armstrong, Gary. “Dasar-dasar Pemasaran” Jilid 1, Alih Bahasa: Alexander Sindoro, Indeks, Jakarta, 2003. Kotler, Philip, dan Kevin, Lang Keller. “Manajemen Pemasaran.” Edisi Milenium, Alih Bahasa: Hendra Teguh, Prenhallindo, Jakarta, 2009. Kotler, Philip. “Manajemen Pemasaran.” Edisi kesebelas. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2000. Koutsoyiannis, A. “Theory Of Econometrics.” Second edition, The Macmillan Press, London, 1981. Lee, Jonathan; Lee, Janghyuk; Feick, Lawrence. ”The Impact of Switching Costs on the Customer Satisfaction-Loyalty Link: Mobile Phone Service in France,” Journal of Services Marketing, Vol. 15, No. 1, hal. 66-79, 2001. Manurung, Dinarti, “Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Merek pada Pengguna Kartu Prabayar Simpati”, Skripsi, Tidak Dipulikasikan, Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara, 2009. Marhayanie dan Sihite, Eka Laniasti. “Pengaruh Atribut Produk terhadap Sikap Konsumen pada Green Product Cosmetics (Studi Kasus pada Puri Ayu Martha Tilaar Sun Plaza Medan). Jurnal Manajemen Bisnis Vol. 1 No. 1, Januari 2008 hal. 10-17, 2008. McDaugall, Gordon H.G. dan Terrace J. Levesque. ”Customer Satisfaction With Services: Putting Perceived Value Into The Equation. Journal Of Service Marketing. Vol. 14 No. 5. hal. 392-410, 2000. Mowen, C. Mowen, Michael Minor. “Perilaku Konsumen.” Alih Bahasa: Dwi Kartini Yahya, Erlangga, Jakarta, 2002. Nazir, Moh. “Metode Penelitian.” Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999. Oliver, RL, “A Cognitive Model of The Antecedents and Consequences of Satisfaction Decisions”, Journal of Marketing Research,, Vol. 17, No.4, hal. 460-469, Nopember, 1997 Olson, Peter, “Consumer Behavior and Marketing Strategy”, Third Edition, Richard D. Irwan Inc, Boston, 1993 Pramesti, Getut. “Aplikasi SPSS 15.0 dalam Model Linier Statistika”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007 Puspita, Bayu. “Analisis Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Pembelian Kebab Turki Baba Rafi Di Yogyakarta.”, Skripsi, Fakultas Ekonomi, UII Yogyakarta, 2007. Reeves, Carol A; Bednar, David A. “Defining Quality: Alternatives and Implications.” Academy of Management Review, Vol.19, No. 3, hal. 462-475, 2007.
116 C h a l i r a f i
Ribhan, “Faktor-faktor tang mempengaruhi Brand Swiching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Lampung”, Jurnal Bisnis dan manajemen, vol 3 no. 1, September 2006 Santoso, Singgih, “Mengolah Data Statistik Secara Profesional, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002. Selnes, Fred, “An Examination the Effect of Product Performance on Brand Reputation Satistication and Loyality”, Europen of Journal Marketing, Vol. 27, No. 9, hal. 19 – 35, 1993. Singarimbun, Masri dan Effendi Sofyan, “Metode Penelitian Survai”. LP3ES, Jakarta, 1995. Sivadas, Eugene; Baker-Prewitt, Jamie L. ”An examination of the relationship between service quality, customer satisfaction, and store loyalty”, International Journal of Retail & Distribution Management, Vol. 28 . No. 2, hal. 181-194, 2000. Sugiyono, “Statistika untuk Penelitian”, Penerbit Alfabeta, Banudng, 2006 Sunarto, “Prinsip-prinsip Pemasaran”. Edisi kedua. Amus, Yogyakarta, 2004. Teguh, Muhammad. “Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi.”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Tjiptono, Fandy. “Manajemen Jasa.” Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005. Tjiptono, Fandy; dan Chandra, Gregorius. “Service, Quality, Satisfaction”, Penerbit Andi Yogyakarta, 2002. Utami, C. Whidya. “Manajemen Retail: Strategi dan Implementasi Retail Modern” Penerbit PT Salemba Empat, Jakarta, 2006. Wellington, Patricia. “Kaizen: Strategies for Customer Care (Kepedulian Pada Pelanggan).” Penerbit Interaksana, Batam, 1998. Wijayanti, Ari. “Strategi Meningkatkan Loyalitas Melalui Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus: Produk Kartu Seluler PraBayar Mentari-Indosat Wilayah Semarang).” Tesis, Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang, 2010. Zhang, Qingyu, “Quality Dementions, Perspectives and Practices: A Mapping Analysis”, International Journal of Quality and Reliability Management, Vol. 18, No. 7, 2001
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 117-129
PENGGUNAAN REVISED THEORY OF PLANNED BEHAVIOR UNTUK MEMPREDIKSI MINAT MEMBAYAR ZAKAT
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
Several researches have been carried out in predicting the intention to pay zakat using the main factors introduced by Theory of Planned Behavior – introduced by Ajzen & Fishbein (1980). Additional predicting past behavior factor on the intention to pay zakat has never been found in previous research. The purposes of this research is to analyse theh influence of attitude, subjective norms, perceived behavioral control and past behavior towards the intention of traders in Lhokseumawe to pay zakat of trading. Revised Theory of Planned Behavior was used in the research. This study aimed to predict the intention of zakat payers. Total population of the research was 2.432 traders in Lhokseumawe and 150 of them are choosen as respondent using purposive sampling technic. Using Multiple Linear Regression model. It was found that partially subjective norms, perceived behavioral control and past behavior have positive and significant influence towards the intention to pay zakat of trading. It was also found that past behavior variable has the most dominant impact towards the intention of zakat payers in Lhokseumawe to pay zakat of trading. Also, attitude has the least impact towards the intention. Similarly, simultaneous research also shows significant influence towards the intention to pay zakat of trading. Keyword: Intention, revised TPB, zakat
117
118
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Latar Belakang Ketentuan dari pengelolaan zakat yang ditetapkan dalam ajaran Islam adalah dihimpun dan disalurkan oleh institusi keuangan agama yang dikenal dengan Baitul Maal. Qardhawi (2004), menukilkan beberapa hadits yang memerintah para sahabat rasulullah untuk mengambil zakat dari orang yang telah wajib zakat untuk selanjutnya dikumpulkan di baitul maal. Lebih lanjut Qardhawi (2004), menyimpulkan bahwa aturan zakat bukanlah urusan pribadi-pribadi umat Islam melainkan menjadi tanggungjawab dan tugas pemerintah untuk menarik dan membagikannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengelolaan; penghimpunan dan penyaluran zakat melalui institusi secara umum mengandung beberapa hikmah, diantaranya adalah sarana untuk menjaga ketaatan umat. Dengan dilakukannya penghimpunan zakat akan dapat memberikan dukungan kepada para kaum yang kurang beruntung secara lebih menyeluruh. Pendistribusian zakat secara individu dikhawatirkan terjadinya sentralisasi perhatian oleh individu tertentu, sementara masih ada pihak lain yang lebih membutuhkan sementara orang tersebut tidak mengetahuinya. Penghimpunan dana zakat melalui lembaga/instansi akan membentuk sebuah kekuatan finansial yang cukup besar serta akan berpotensi terjadinya efektifitas dalam merencanakan berbagai program yang menyangkut dengan kemaslahatan umat dan negara. Dengan pengelolaan ini pula nilai dari potensi zakat akan lebih berarti. Dalam sebuah konferensi zakat internasional disebutkan bahwa, dunia berpotensi mengumpulkan dana zakat sebesar US$ 600 milyar atau sekitar Rp6.000 triliun dengan menggunakan indeks konsumsi sebagai indikator perhitungan. Demikian juga halnya dengan potensi zakat di Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, bisa mencapai Rp 300 triliun per tahun. Namun dari potensi yang besar itu, baru terealisasi penerimaan sekitar Rp 1,8 triliun per tahun (Bramasetia, 2012). Angkaangka tersebut adalah akumulasi penerimaan dari seluruh jenis zakat; zakat fitrah, zakat maal, zakat perniagaan, zakat pertanian dan jenis zakat lainnya.
Kecilnya angka realisasi tersebut dikarenakan oleh berbagai faktor, diantaranya masih minimnya pengetahuan masyarakat Muslim tentang zakat, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta minat para Muzakki (Muslim yang telah wajib mengeluarkan zakat) untuk membayarkan zakatnya. Berhubungan dengan minat, dalam Theory of Planned Behavior, Ajzen (1991), disebutkan bahwa minat (intention) dipengaruhi oleh faktor sikap, norma, perilaku dan perilaku masa lalu. Banyak peneliti masih beranggapan bahwa Theory of Planned Behavior dan berbagai variabel yang ada didalamnya masih relevan untuk dijadikan landasan untuk meneliti minat manusia. Bidin, Idris dan Shamsudin (2009), dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA), menyimpulkan bahwa sikap dan norma sukyektif mempengaruhi minat seseorang dalam membayar zakat pendapatan. Sapingi, Ahmad dan Mohamad (2011), menggunakan berbagai variabel yang ada pada teori TPB, juga menyimpulkan bahwa sikap, norma subyektif dan persepsi pengendalian perilaku mempengaruhi minat seseorang untuk membayar zakat. Penelitian yang menggunakan teori yang sama juga dilakukan oleh Mastura (2011), Muafi (2011), Sihombing (2012), Burhanuddin (2010), Hidayar dan Nugroho (2010), Machrus (2010), Nathan D, Catherine M, and Erin L, (2010), Santosa (2007), Istiana, Syahlani dan Nurtini (n.d). Data dari Baitul Mal kota Lhokseumawe menunjukkan realisasi zakat kota Lhokseumawe sejumlah Rp 45.787.000. Realisasi penerimaan zakat tersebut sebesar 58,8% merupakan zakat dari pegawai negeri sipil yang langsung dipotong oleh bendahara instansi. Hanya 1,3% dari penerimaan tersebut disetorkan oleh perorangan. Secara lembaga, beberapa perusahaan mitra pemerintah daerah membayarkan zakat sebesar Rp15.306.000 atau sebesar 33,40%, ini juga dikarenakan pemotongan langsung oleh bendahara instansi terkait. Jasa perbankan berkontribusi sebesar Rp2.903.375 (6,30%). Menfokuskan pada minat (intention) para pengusaha yang telah menjadi wajib zakat individu dengan kontribusi paling kecil terhadap realisasi zakat di kota Lhokseumawe, pertanyaan yang
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
kemudian muncul adalah apakah para pedagang/ pengusaha di kota Lhokseumawe banyak yang tidak membayar zakat. Rendahnya kesadaran/minat masyarakat khususnya para pedagang untuk melaksanakan kewajiban membayar zakat mereka, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; sikap (attitude), norma subyektif (subjective norm), persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control) dan perilaku masa lalu (past behavior).faktor apa yang mempengaruhi keinginan mereka untuk membayar zakat. Oleh karena itu, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah faktor sikap (attitude) berpengaruh terhadap minat para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan? 2. Apakah faktor norma subyektif (subjective norms) mempengaruhi minat para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan? 3. Apakah faktor persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control) terhadap minat para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan? 4. Apakah faktor perilaku masa lalu (past behavior) berpengaruh terhadap minat para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan? 5. Faktor manakah yang dominan mempengaruhi minat para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan?. Tinjauan Teoritis Zakat Perniagaan Zakat adalah salah satu rukun dari rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh seluruh Muslim, keharusan untuk menunaikannya adalah sama dengan rukun Islam yang lain seperti Shalat dan Puasa. Diantara zakat yang diwajibkan adalah zakat dari hasil perniagaan/perdagangan. Dengan beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, maka zakat ini harus dibayarkan. Ketentuan tersebut tercantum dalam Alqur-an (Al-Baqarah:267). Qardhawi (2004). Zakat perniagaan adalah salah satu bahagian dari zakat harta (Mal). Sumber harta yang menjadi obyek zakat perniagaan adalah hasil dari usaha
119
dagang yang diperbolehkan oleh syari’at Islam bukan dari hasil usaha yang dilarang oleh ajaran Islam seperti pencurian, penipuan, perampasan dan perdagangan komoditi yang diharamkan dan lain sebagainya. Beberapa azas pendekatan zakat perniagaan sebagaimana yang disampaikan oleh Yasin (2011) berikut ini: 1 Mayoritas ahli fiqh sepakat akan nisab zakat perniagaan adalah sepadan dengan nilai 85 gram emas atau 200 dirham perak. 2. Dihitung berdasarkan haul atau tahun keuangan. 3. Besarnya tarif zakat adalah 1/40 dari nilai aset yang telah mencapai nisab atau 2,5%. Dalam melakukan perhitungan zakat perniagaan beberapa terlebih dahulu ditambahkan nilai dari persediaan barang dagangan, uang tunai dan saldoo bank serta nilai piutang. Selanjutny total nilai asset tersebut dikurangkan dengan nominal hutang dan pajak yang dikeluarkan tahun berjalan. Selisih nilai hasil perhitungan tersebut adalah nilai yang dikalikan dengan tarif zakat 2,5%. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori ini pada awal pencetusannya kerap digunakan dalam berbagai penelitian yang berhubungan dengan psikologi. Dan selanjutnya digunakan oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan, salah satunya adalah untuk memprediksi minat konsumen dalam berbagai penelitian pemasaran. Teori ini juga digunakan untuk melihat minat seseorang melakukan berbagai kegiatan sosial yang berhubungan dengan keinginan untuk berbagi dengan orang lain seperti memberikan donasi, donor darah dan lain sebagainya. variabel yang mempengaruhi minat ini telah dibuktikan dengan berbagai penelitian emperis berkenaan dengan pembayaran zakat oleh umat Islam. Beberapa diantaranya adalah yang dilakukan oleh Husna (2009), Mastura (2011), Othman (2011) dan Raedah, Noormala dan Marziana (2011). Masih banyak bukti emperis yang menunjukkan adanya hubungan variabel sikap, norma subyektif dan persepsi pengendalian perilaku yang diajukan teori TPB ini terhadap minat seseorang.
120
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Gambar 1. Kerangka Dari Theory of Planned Behavior Sumber: Ajzen (1991)
Namun demikian, ditemukan beberapa penelitian lain yang menambahkan variabel lain ke dalam kerangka penelitian mereka, sehingga teori TPB ini terus mengalami revisi dari waktu ke waktu. Perkembangan teori ini dikenal dengan Revised Theory of Planned Behavior. Revised Theory of Planned Behavior (RTPB) Beberapa peneliti yang melakukan penambahan pada teori TPB ini seperti Smith & McSweeney (2007), Linden (2011), menambahkan variabel moral dan perilaku masa lalu (past behavior) untuk memprediksi minat melakukan donasi. Dan dia mendapati bahwa kedua variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap minat berdonasi seseorang. Sikap (Attitude) Berkenaan dengan sikap (attitude) sebagai salah satu faktor yang terbukti mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan sesuatu, para peneliti telah meneliti berbagai aspek yang dapat membentuk sikap tersebut. Diantaranya adalah keyakinan dan evaluasi seperti yang paparkan oleh Dharmesta (2008, dalam Muafi, 2011). Keyakinan terhadap sesuatu merupakan hal yang dapat membentuk sikap, demikian juga halnya dengan hasil evaluasi seseorang terhadap suatu hal atau sebuah
produk. Menurut Linden (2011), sikap untuk berdonasi diukur dengan menggunakan indikator kesenangan (favourable), senada dengan apa yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Smith & McSweeney (2007), yang juga memprediksi minat seseorang untuk melakukan donasi. Berkenaan dengan sikap untuk berzakat, Mastura (2011), Othman (2011) dan Husna (2009), mengukur sikap dengan menanyakan berbagai pertanyaan yang berkenaan dengan prioritas, tanggung-jawab, keharusan dan pengetahuan. Norma Subyektif (Subjective Norm) Norma subyektif menurut Bidin, Idris dan Shamsuddin (2008), juga berkaitan dengan kepercayaan yang disampaikan oleh pihak lain, baik individu maupun tanggapan dari suatu kelompok. Norma subyektif dapat dipahami sebagai reaksi seseorang untuk melakukan sesuatu dikarenakan tekanan atau keyakinan dari pihak lain bahwa menjadi penting jika dia melakukan hal tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bidin, Idris dan Shamsuddin (2008) menemukan bahwa minat seseorang untuk berzakat dipengaruhi secara signifikan oleh norma subyektif ini. Messer, et al. (2009), juga menyimpulkan bahwa norma subyektif berkaitan dengan persepsi orang lain terhadap pelaku jika dia melakukan perbuatan tertentu.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Persepsi, tanggapan atau tekanan tersebut dapat berupa positif atau negatif. Untuk mengukur variabel norma subyektif ini, beberapa item pertanyaan berkaitan dengan tanggapan orang lain akan penting tidaknya seseorang tersebut melakukan aktivitas tertentu. Pihak yang dimaksud dapat berupa orang tua, suami/istri, teman dan guru agama (Mastura, 2011). Sementara Messer, at al, (2009), menetapkan keluarga, sahabat dan orang penting ke dalam daftar pertanyaan yang berhubungan dengan norma subyektif. Perceived Behavioral Control (PBC) Dharmesta (1998) meyimpulkan bahwa pengendalian perilaku (behavioral control) hanya dapat terjadi pada tindakan tertentu. Tindakan yang lain terjadi karena dipengaruhi oleh faktor diluar kendali. Dia mencontohkan perilaku berkendaraan akan terhambat oleh masalah mesin. Contoh yang lain ditambahkannya seperti naik turunnya tekanan darah yang sifatnya diluar kendali seseorang (Muafi 2011). Beberapa hal yang menjadi faktor pembentuk variabel PBC ini adalah kemampuan, pengetahuan, kesadaran serta keinginan untuk membayar zakat, seperti yang dilakukan oleh Husna (2009). Lu (2011), menggunakan indikator kemampuan mengendalikan (controlability) dan kemapanan diri (self efficacy). Sementara Mastura (2011) dalam penelitiannya menggunakan indikator kemampuan, sumber daya, pengetahuan, tantangan dan pengendalian untuk menilai variabel PBC ini. Perilaku Masa Lalu (Past Behavior) Sebuah penelitian tentang minat untuk berpartisipasi dalam program turis relawan (volunteer tourist) yang dilakukan oleh Lee (2011), menyimpulkan bahwa variabel perilaku masa lalu memoderasi berbagai predictors yang ada dalam TPB. Ouellette dan Wood (1998) menyebutkan bahwa dalam beberapa hal, perilaku yang sering dilakukan di masa lalu dapat menjadi indikator terbentuknya suatu kebiasan (Linden, 2011). Dapat dipastikan sebuah tindakan yang dilakukan berdasarkan kebiasaan tentu dilakukan dengan kesadaran yang tinggi. Lebih lanjut, Smith&McSweeney (2007) menemukan bahwa semakin sering seseorang melakukan donasi pada
121
masa lalunya semakin besar minatnya untuk melakukannya kembali di masa yang akan datang. Dan hal tersebut yang membuat mereka menambahkan variabel perilaku masa lalu (past behavior) sebagai variabel tambahan sekaligus merevisi Theory of Planned Behavior. Untuk mengetahui perilaku masa lalu, Smith & McSweeney (2007) menggunakan beberapa indikator, yaitu: frekuensi melakukan donasi, kesediaan menjadi donatur tetap dan indikator konsistensi. Indikator tersebut tersirat dalam pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada responden dalam penelitian mereka. Minat (Intention) Theory of Planned Behavior yang dipelopori oleh Ajzen (1991), mencoba meneliti perilaku manusia dengan menggunakan minat (intention) sebagai perantara (proxy) dan menyimpulkan bahwa minat akan secara langsung membentuk perilaku manusia. Penelitian berkaitan dengan minat untuk berdonasi banyak dilakukan di berbagai negara terutama untuk melakukan donor darah, uang dan relawan tenaga. Demikian juga beberapa penelitian tentang minat untuk membayar zakat bagi umat Islam. Mastura (2011) mengindikasikan minat untuk membayar zakat dari uang tabungan dengan indikator yang terdiri dari pelaksanaan, keberlanjutan, tempat membayar dan peningkatan pendapatan. Husna (2009), dan Othman (2011), menambah indikator variabel minat ini dengan peningkatan pembayaran dan teknis pembayaran. Kerangka & Hipotesis Penelitian Dengan mengacu pada hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini akan menggunakan seluruh variabel yang ada pada TPB serta menambahkan satu variabel dari hasil revisi TPB untuk melihat pengaruhnya terhadap minat para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan mereka. Seluruh variabel yang akan digunakan adalah (1) sikap (attitudes), (2) norma subyektif (subjective norms), (3) persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control), (4) perilaku masa lalu (past behavior). Keseluruhan variabel dalam penelitian ini tergambar dalam kerangka konseptual berikut.
122
Kerangka Konseptual Penelitian Dikembangkan dari berbagai sumber untuk penelitian ini Keterangan: Att : Sikap (Attitudes) SN : Norma Subyektif (Subjective Norm) PBC : Persepsi Pengendalian Perilaku (Perceived Behavioral Control) PB : Perilaku Masa Lalu (Past Behavior) Berdasarkan berbagai latar belakang sebelumnya serta landasan teoritias yang menjadi acuan penelitian ini dan pengembangan kerangka penelitian, maka hiotesis penelitian ini ditetapkan sebagai berikut. H1 : Sikap (Attitude) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat untuk membayar zakat perniagaan oleh pedagang di kota Lhokseumawe. H2 : Norma subyektif (Subjective Norm) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat untuk membayar zakat perniagaan oleh pedagang di kota Lhokseumawe. H3 : Persepsi Pengendalian Perilaku (Perceived Behavioral Control) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat untuk membayar zakat perniagaan oleh pedagang di kota Lhokseumawe. H4 : Perilaku masa lalu berpengaruh positif signifikan terhadap minat untuk membayar zakat perniagaan oleh pedagang di kota Lhokseumawe.
Falahuddin dan Mohd. Heikal
H5 : Sikap, Norma Subyektif, Persepsi Pengendalian Perilaku dan Perilaku Masa Lalu secara simultan/bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap minat untuk membayar zakat perniagaan oleh pedagang di kota Lhokseumawe. Metode Penelitian Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang yang ada di kota Lhokseumawe sebanyak 2.432, seperti yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (2011). Sementara untuk menentukan sampel digunakan metode teknis Purposive Sampling untuk memilih sebanyak 150 sample sebagai responden. Agar lebih fokus dilakukan penetapan kriteria responden sebagai berikut. 1. Memiliki toko tempat usaha; baik milik sendiri maupun sewa. 2. Pernah membayar zakat perniagaan 3. Lokasi tempat usaha di kota Lhokseumawe. Kriteria nomor dua di atas, menunjukkan bahwa responden yang akan dipilih adalah mereka yang telah menjadi wajib zakat dikarenakan asset usaha perdagangannya telah melebihi Nisab untuk zakat perniagaan yang ditetapkan oleh syari’at Islam. Untuk selanjutnya pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada responden yang telah terpilih. Pengukuran Instrumen Penelitian Instrumen penelitian akan terlebih dahulu akan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
dilakukan pengujian terhadap kehandalannya dengan menggunkan teknis statistik yang terdiri dari; Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. Analisis Data Data yang berhasil dikumpulkan akan dianalisis dengan analisis regresi liner berganda. Dalam analisis regresi linear berganda ada tiga kriteria ketepatan atau goodness of fit, yaitu Uji t, Uji F, dan koefisien determinasi. Sebelum analisis regresi linear berganda, lebih dahulu akan dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden Dengan luas wilayah 181,06 km2, kota Lhokseumawe memiliki 68 desa yang tersebar didalam 9 (sembilan) kemukiman dan 4 (empat) kecamatan. Jumlah penduduk pada tahun 2011 dicatat sebanyak 175.082 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 87.392 jiwa dan perempuan sebanyak 87.690 jiwa. Sebanyak ± 40% dari 70.000 jiwa penduduk berusia antara 20 – 40 tahun atau usia produktif. Beberapa fasilitas umum juga dapat ditemukan seperti sarana kesehatan, pendidikan, keagamaan dan sarana pendukung perekonomian warga seperti pasar. Beberapa pusat perbelanjaan tradisional di kota Lhokseumawe yaitu; pasar Inpres, Pasar Kota dan Pasar Batuphat. Walaupun di semua ibukota kecamatan tersedia pasar tradisional atau pusat perbelanjaan masyarakat. (Badan Pusat Statistik, 2011). Dari data demografi di atas di temukan 4.432 pedagnag di kota Lhokseumawe yang tersebar di semua pusat pasar. Penelitian membatasi julam lah responden sebanyak 150 pedagang yang ada di tiga pusat pasar; pasar inpres Lhokseumawe, pasar Batuphat dan pasar
123
kota Lhokseumawe. Sebnayak 105 orang adalah laki-laki dan 45 orang perempuan. 60,7% berpendidikan SMA sederajat dan 15,3 % berpendidikan sarjana, selainnya adalah berpendidikan SMP dan SD. Status perkawinan para responden adalah 86% telah berumah tangga, 12% belum berumah tangga dan sisanya pernah berumah tangga. Hasil Uji Instrumen Penelitian Hasil uji validitas untuk seluruh item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai korelasi Pearson lebih besar dari nilai rtabel Nilai korelasi terendah ada pada konstruk X23 dengan pernyataan “Keluarga dekat saya mendorong/mendukung saya membayar zakat perniagaan” sebesar 0,58. Nilai tersebut juga masih lebih besar dari nilai rtabel (0,16). Dengan demikian, maka seluruh item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Sementara hasil pengujian reliabilitas indikator dari variabel penenlitian seluruhnya menunjukkan angka di atas 0,60. Ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan untuk mengambil data pada penelitian ini sudah cukup handal. Indikator untuk variabel persepsi pengendalian perilaku memiliki nilai alpha sebesar 0,79 menunjukkan nilai yang sangat reliabel. Sementara nilai terendah ada pada varibel norma subyektif sebesar 0,61, namun demikian angka tersebut juga menunjukkan nilai dalam kisaran yang dapat diterima. Hasil perhitungan uji reliabilitas tersebut sesuai dengan apa yang disarankan dalam beberepa referensi seperti Malhotra (1996, dalam Nurdiansyah, 2013), Azwar (2010, dalam Nurdiansyah), Bland & Altmand (1997), serta Tavakol & Dennick (2011). Adapun jawabn dari responden terhadap pertanyaan yang diajukan berdasarkan variabel penelitian adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Jawaban Responden Terhadap Variabel Penelitian No. 1 2 3 4 5
Variabel
Nilai Rata-rata
Sikap (X1) Norma subyektif (X2) Persepsi Pengendalian Perilaku (X3) Perilaku Masa Lalu (X4) Minat (Y)
4,442 4,056 4,211 4,187 3,702
Standar Deviasi 0,530 0,481 0,469 0,623 0,496
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
3,333 3,000 3,000 2,667 2,333
5,000 5,000 5,000 5,000 5,000
124
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Hasil Uji Asumsi Klasik Pengujian Normalitas data menghasilkan data penelitian yang terdistribusi dengan normal terlihat dari tampilan histogram distribudi nilai residu hasil regresi. Demikian juga dengan hasil Uji Heteroskedastisidas yang menghasilkan terjadinya homoskedastisitas pada data hasil penelitian ini. Lebih lanjut hasil pengujian asumsi klasik ini adalah uji multikolinearitas, yang juga menunjukkan nilai Tolerance dari seluruh variabel lebih besar 0,10 yang berarti bahwa tidak didapati korelasi antar variabel bebas dalam penelitian ini. Demikian juga halnya dengan nilai VIF yang seluruh variabel berada dibawah angka 10. Dan ini menunjukkan bebasnya masing-masing variabel independen yang ada dalam model regresi penelitian ini. Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan motode analisis regresi linier berganda (multiple regresion analysis), yaitu melihat hubungan antara variabel bebas; sikap (X1), norma subyektif (X2), persepsi pengendalian perilaku (X3) dan perilaku masa lalu (X4) terhadap Minat (Y) para pedagang di kota Lhokseumawe untuk membayar zakat perniagaan mereka. Secara parsial, hubungan antara variabel diuji dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Hasil analisis ini akan menyimpulkan hipotesis H1, H2, H3 dan H4 untuk diterima atau ditolak. Sementara hubungan variabel bebas dan variabel
terikat secara bersama-sama/simultan diuji dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. Dan hasil analisis ini akan meyimpulkan hipotesis H5. Hasil Regresi Linier Berganda Sehubungan nilai ttabel dan Ftabel dalam penelitian ini, dengan tingkat kepercayaan (confidence interval) sebesar 95% atau nilai alpha sebesar 0,05 maka nilai ttabel adalah sebesar 1,976 dan nilai ftabel adalah sebesar 2,434 selanjutnya adalah melihat hasil analisis data menggunakan metode regresi linier berganda di bawah ini, sementara secara statistik, tampilan hasil pengolahan data penelitian pada tabel 5.6 di atas memberikan gambaran bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dan juga menghasilkan persamaan regresi berikut ini. Y = 0,067 + 0,180X1 + 0,176X2 + 0,222X3 + 0,349X4 +e Kesimpulan Menelaah hasil penelitian dan pembahasan dari seluruh hasil yang ditemukan dalam penelitian ini, paparan berikut merupakan kesimpulan dari hasil penelitian ini. 1. Hasil pengujian secara individual/parsial untuk variabel sikap (X1), norma subyektif (X2), persepsi pengendalian perilaku (X3) dan perilaku masa lalu (X4) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat para muzakki untuk
Tabel 2 Hasil Regresi Linier Berganda Variabel
B
SE
Constant Sikap (X1) Norma subyektif (X2) Persepsi Pengendalian Perilaku (X3) Perilaku Masa Lalu (X4)
0.067 0.168 0.181 0.235 0.278
0.313 0.073 0.061 0.094 0.067
R R2 Adjusted R2 SEE Fhitung Ftabel ttabel Sig. F
0,735 0,541 0,528 0,341 42,670 2,434 1,976 0,000
Beta (β)
thitung
Sig.
0.180 0.176 0.222 0.349
0.215 2.292 2.962 2.510 4.123
0.830 0.023 0.004 0.013 0.000
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
membayar zakat perniagaan di kalangan pedagang di kota Lhokseumawe. 2. Pengaruh yang signifikan juga ditemukan antara seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan pengujian secara serempak/ simultan. 3. Variabel perilaku masa lalu ditemukan paling dominan dalam mempengaruhi minat para muzakki untuk membayar zakat perniagaan di kalangan pedagang di kota Lhokseumawe. Saran Berkenaan dengan apa yang telah dihasilkan dari penelitian ini, peneliti ingin mengajukan saran berikut ini. 1. Bagi para pemangku kepentingan seperti pengambil kebijakan, pengelola lembaga amil zakat agar berupaya meningkatkan keinginan masyarakat melalui peningkatan kepahaman mereka untuk membayarkan zakat. Beberapa upaya yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan para ulama dalam melakukan sosialisi tentang zakat baik dalam pengajian rutin, diskusi umum, seminar spanduk dan lain sebagainya. Merancang mekanisme penghimpunan dana zakat yang lebih efektif dan efisien serta mekanisme pendistribusian yang lebih baik. Serta mengupayakan pengelolan dana zakat yang amanah, tranparansi dan sesuai dengan ketentuan syariah yang ada. Lebih lanjut, pengupayaan regulasi yang mengatur sanksi bagi orang yang tidak membayar zakat serta apresiasi yang memadai untuk mereka yang secara konsisten membayar zakat. 2. Bagi pihak akademisi, agar dapat melakukan
125
lebih banyak penelitian berkaitan dengan minat membayar zakat dan minat konsumen secara umum. Selanjutnya hasil penelitian tersebut disampaikan kepada para pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan dana zakat atau sejenisnya guna berkontribusi agar pengelolaan dana publik tersebut dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. 3. Untuk tujuan peningkatan penghimpunan dana zakat, agar Bukti Setoran Zakat dijadikan dokumen pendukung (syarat) untuk mendapatkan berbagai izin bagi pedagang Batasan Penelitian yang sederhana ini hanya mengkaji sebahagian kecil fenomena yang ada berkenaan dengan minat untuk membayar zakat. Penelitian ini juga tidak dilakukan secara konverhensif yang kemudian dapat menjawab seluruh permasalahan zakat yang sedang dihadapi oleh semua pihak. Masih hal yang dapat dikaji berkenaan dengan minat seseorang terhadap sesuatu secara lebih umum dan minat untuk membayar zakat secara lebih khusus. Untuk penelitian selanjutnya, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah memperhatikan variabel-variabel lain yang dapat memprediksi minat seseorang untuk membayar zakat seperti; tingkat kepercayaan terhadap lembaga Amil Zakat, pertumbuhan/peningkatan pendapatan setelah membayar zakat. Serta berbagai kajian lain yang meneliti dari sisi mustahik/penerima zakat. Dengan menggunakan metodelogi yang lebih konverhensif.
126
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Referensi Achmad Zakarija, (n.d). “Theory of Planned Behaviour, Masihkah Relevan?”. Ahamed Jalal A.F.M. (2009). “Consumer’s Attitude and Consumtion of fish in Dhaka city: Influence of perceived risk, trust and knowlwdge”. Master Thesis pada The Norwegian College of Fishery Science-University of Tromso, Norway. Ajzen Icek, (1991). “The Theory of Planned Behavior”. Organizational Behavior and Human Decision Processes. Vol. 50. 179-211. Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). “Understanding attitudes and predicting social behavior”. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Badan Pusat Statistik. (2011). “Lhokseumawe Dalam Angka Tahun 2011”. Lhokseumawe, Aceh. Barus Sarjana (2008). “Analisis Sikap dan Minat Konsumen dalam Membeli Buah-Buahan di Carefour, Plaza Medan Fair dan Supermarket Brastagi, Medan”. Tesis Master pada Sekolah Pascasarjana USU, Medan. Bidin Zainol, Idris Md. Kamil, dan Shamsudin Mohd. Faridahwati, (2009). “Predicting Complience Intention on Zakah on Employment Income in Malaysia: An Application of Reasoned Action Theory”. Jurnal Pengurusan. Vol 28. 85-102. Bland J, Altman D. (1997). “Statistics notes: Cronbach’s alpha”. BMJ. 1997;314:275. Bramasetia Adi Sri, (2012, 19 Oktober). “Potensi Zakat Bisa Capai Rp 300T Per Tahun”. Diunduh dari: www.voaindonesia.com/content/potensi-zakat-bisa-capai-rp-300t-per-tahun/1455819.html. Burhanuddin, (2010). “Theory Of Planned Behavior: Aplikasi Pada Niat Konsumen Untuk Berlangganan Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Di Desa Donotirto, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul”. AKMENIKA UPY, Vol. 5. Chairiwas H., (2012, 16 Juli). “Potensi Aceh Kurang, Baitul Mal Sosialisasi di Aceh Utara”. Diunduh dari: http://atjehpost.com/read/2012/07/16/15026/5/5/Potensi-Zakat-Aceh-Kurang-Baitul-Mal-Sosialisasi-di-Aceh-Utara. Cheung W L Mike, (2009). “Statistical Methods- Analyzing Data on Attitudes, Knowledge and Behavior: Structural Equation Modeling”. Teaching Module at Department of Psychology National University of Singapore. Darker, C. D., (2007). “Applying the Theory of Planned Behavior to Walking: Development and Evaluation of Measure and an Intervention”. Disertasi Ph.D. School of Sport and Exercise Sciences, University of Birmingham. Duangdao Kate, (2011). “When knowing just isn’t enough: Examining the role of moral emotions in health decision making using the Theory of Planned Behavior”. Disertasi Doktor pada University of Nebraska – Lincoln.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
127
Ghozali, Imam. (2005). “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”.Edisi Kelima. Badan Penerbit UNDIP. Semarang Ghozali, Imam. (2013). “Model Persamaan Struktural : Konsep dan Aplikasi dengan program AMOS 21.0”. Badan Penerbit UNDIP. Semarang Hawkins, I. Del., Mothersbaugh L. David dan Best J. Roger. (2010). ”Consumer Behaviour: Building Marketing Strategy”. McGraw-Hill, New York. Hidayar dan Nugroho, (2010). “Studi Emperis Theory of Planned Behaviour dan Pengaruh kewajiban Moral pada Perilaku Ketidakpatuhan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 12. No.2. Husna Ida, (2009). “Intention to Pay Zakah on Employment Income among Manufactureing Employees in Penang”. Tesis MBA pada College Business, UUM. Imam, Ghozali dan Fuad. 2005. “Structural Equation Modeling. Teori, Konsep dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.54”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Istiana, Syahlani dan Nurtini, (n.d). “Pengaruh Sikap, Norma subyektif Dan Kontrol Keperilakuan Terhadap Niat Dan Perilaku Beli Produk Susu Ultra High Temperature. (The Effect of Attitude, Subjective Norm and Behavioral Control on Intention and Buying Behavior of Ultra High Temperature Milk Product)”. Semiloka Nasional – Yogyakarta. Japarianto Edwin, (2006). “Budaya dan Behaviour Intention Mahasiswa dalam menilai Service Quality Universitas kristen Petra”. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.1 No.1 Kurniawan Deny, (2008). “Regresi Linear”. Diunduh dari: http://ineddeni.wordpress.com. Lee John Seungwoo, (2011). “Volunteer Tourists’ Intended Participation: Using the Revised Theory of Planned Behavior”. Disertasi Doktor pada Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia, USA. Lee Lichang, Piliavin Allyn Jane, Call A. R. Vaughn, (1999). “Giving Time, Money, and Blood: Similarities and Differences”. Social Psychology Quarterly. Vol.62. No.03. Linden V.D. Sander, (2011). “Charitable Intent: A moral or Social Construct? A revised Theory of Planned Behavior Model”. Curr Psychol. Vol.30. Springer. Lu Jia. (2010). “Predicting Blood Donation among College Students as a Strategy to Design Voluntary Blood Donation Campaigns in China”. Disertasi Ph.D. pada Florida State University. USA. Machrus Hawa’im dan Purwono Urip, (2010). “Pengukuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behaviour”. Journal INSAN, Vol. 12, No.1. Masser, B. M., dan White Katherine M, dan Terry Deborah J., dan Hyde Melissa K., (2009). ”Predicting Blood donation intention and behavior among Australian blood donors : testing an extended theory of planned behavior model”. TRANSFUSION, Vol. 42. No.1.
128
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Mastura Farah. (2011). “Zakat Compliance Intention Behaviour on Saving Among University Utara Malaysia’s staff”. Tesis MBA pada College Business, UUM. Meutia Rahmi, (2012). “Faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah memilih bank Syariah di kota Langsa”. Tesis Magster Sains Manajemen. Universitas Malikussaleh. Muafi, (2011). “Perilaku Knowledge Sharing Pada Perawat Rumah Sakit”. Jurnal Manajemen & Bisnis. Vol. 10, No.1. Mustikasari Elia, (2007). ”Kajian Empiris tetang Kepatuhan WAJIB Pajak Badan PERUSAHAAN Industri Pengolahan di Surabaya”. Simposium Nasional Akuntansi X, UNHAS Makasar. Nathan D Moss, Erin L. O’Connor, Katherine M. White, (2010). ”Psychosocial Predictors of the use of enhanced podcasting in student learning”. Computer in Human Behaviour. Vol.26. No.3. Nurdiansyah Denny, (2013). “Uji Asumsi Klasik Regresi Linier”. Diunduh dari: http://statsdata.blogspot.com/2011/12/uji-asumsi-klasik-regresi-linier.html Othman Syazwani Maisarah, (2011). “Zakah Compliance Intention Behaviour on Government Servants in Kelantan”. Tesis MBA pada College Business, UUM. Qardawi Yusuf, (2004). “Hukum Zakat“ (Salman Harun, Didin Hafidhuddin & Hasanuddin, Penerjemah). Pustaka Litera AntarNusa, Bogor Ram Al Jaffri Saad, Zainol Abidin, Kamil Md Idris, Md Hairi, (2010). “Faktor-Faktor yang mempengaruhi Gegalat Kepatuhan Zakat Perniagaan”. Jurnal Pengurusan vol.30. Santosa Januar, (2007). “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Integrasi untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran”. Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro. Santoso Singgih. (2012). ”Analisis SEM Menggunakan AMOS”. Elexmedia Komputindo, Jakarta Sapingi Raedah. Ahmad Noormala. Mohamad Marziana., (2011). “A Study on Zakah of Employment Income: Factors that Influence Academics’ Intention to Pay Zakah”. Proceeding Paper on 2nd International Conference on Business and Economic Research. Sihombing O. Sabrina, (2012). “Comparing Entrepeneurship Intention: A multigroup Structural Equation Modelling Approach”. International Research Journal of Business Studies, Vol.5. No.1 Smith, J. R., & McSweeney, A. (2007). “Charitable giving: The effectiveness of a revised Theory of Planned Behaviour model in predicting donating intentions and donating behavior”. Journal of Community and Applied Social Psychology, 17, 363-386. Sugiyono, (2012). “Metode Penelitian Bisnis” (Cet.16), CV. Alfabeta, Bandung. Tavakol Mohsen, Dennick Reg., (2011). “Making sense of Cronbach’s Alpha”. International Journal of Medical Education.; 2:53-55.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
129
Wan, Chen Lu dan Wan, Hua Chen, (2013). “A study on Female Entrepreneurs’ Behavior in MicroEntreprise in Taiwan – An Application of Planned Behavior Theory”. The Journal of Global Business Management. Vol 9. No.1. Weston Rebecca dan Gore Jr. A. Paul, (2006). “A Brief Guide to Structural Equation Modeling”. The Counseling Psychologist. Vol. 34. No.5. Yasin Hadi Ahmad, (2011). “Panduan Zakat Praktis”. www.dompetdhuafa.org. Yusuf Naufal AM., Muhammad, (2003). “Analisis Data Multivariat: Konsep dan Aplikasi Linear Berganda”. Modul Aplikasi. 2013.
130
Falahuddin dan Mohd. Heikal
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 131-140
KESEDIAAN MEMBAYAR UNTUK PREMI PERLINDUNGAN KESEHATAN DI KOTA BANDA ACEH
IKHSAN DAN YOSI RIZAL IRAWAN
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Health is very important for human being to live properly. On the micro side, there are a relationship between good health and productivity. People who have good health can improve their knowledge and their productivity. As a result, they can get a higher income. Conversely, people who have bad health cause increasing to work efectively. Therefore, they will get a lower income. On the macro side, people who have good health give a contribution on declining of poverty, economic growth, and economic development. Hence, a good health care can make community to get better health status so that they can improve the productivity, income per capita and economic growth. Aceh Health Insurance Program (JKA) is a health care program for Acehnese people. The purpose of the program is to give the communtiy to get free health service. However, this program still face some constrains because of the allocation of government expenditure for this program is limited. Ideally, the community should play a role in health protection programs through insurance premiums so that it can support proggram health services provided by the government. The aim of this study is to know the community willingness to pay (WTP) for health premium and the factors that influence the WTP. This research is conducted in Banda Aceh and uses purposive sampling to collect cross section data. Base on Slovin formula, the appropriate samples for this research is 100 respondent. Ordinary Least Square (OLS) is used to estimate the model. In summary, this study shows that community income and number of family members have a positive and significant effect on WTP. Base on the F-test, we can conclude that community income and number of family members togetherness influence the WTP for health insurance premium. The implication of the finding is that the government can take health insurance premiun from the community base on the ability to pay community in order to get more budget for health which is used to give a better health service. To obtain the best result it is proposed another research that uses more variables into the model such as level of education and community age. Keywords: Aceh health insurance program (JKA), health insurance premiums, willingness to pay
131
132
NAMA PENULIS
LATAR BELAKANG Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal utama pembangunan bangsa karena kesehatan dan kondisi ekonomi saling mempengaruhi. Dari sisi mikro, individu dan keluarga yang sehat adalah dasar dari produktifitas kerja dan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan yang memungkinkan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Sebaliknya kesehatan yang buruk akan menyebabkan menurunnya kemampuan untuk bekerja dengan efektif dan mendapatkan penghasilan yang lebih sedikit. Dari sisi makro penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan faktor penting menurunkan angka kemiskinan, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang baik akan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat secara menyeluruh terhadap derajat kesehatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktifitas, pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. UndangUndang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, menetapkan Kesehatan adalah hak fundamental setiap negara warga. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga mengisyaratkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab dalam hal penyedian sarana dan prasarana kesehatan. Pada tahun 2005, pemerintah mengambil kebijakan strategis untuk memberi pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin. Program ini menjadi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Miskin (PJPKM) yang populer dengan sebutan Askeskin. Kemudian pada tahun 2008 program Askeskin ini diubah namanya menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan tidak mengubah jumlah sasaran. Program ini bertujuan untuk memberi akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati
miskin yang kesemuanya mencapai 76,4 juta jiwa pada waktu tersebut. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali. Namun program kesehatan seperti Asuransi Kesehatan (Askes) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), di sejumlah daerah belum berjalan maksimal. Oleh karena itu Pemerintah Aceh berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakatnya melalui Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Program ini merupakan program perlindungan kesehatan untuk seluruh masyarakat Aceh yang bertujuan untuk mensejahterakan seluruh kalangan masyarakatnya dengan mendapatkan perlindungan kesehatan gratis yang penerapannya di berlakukan pertama sekali pada tahun 2010. Sampai saat ini, seluruh premi anggota JKA masih dibayar oleh pemerintah. Padahal dalam sistem Asuransi Kesehatan, premi merupakan kewajiban yang umumnya dibebankan kepada anggota asuransi, baik individu maupun keluarga. Sehingga dengan alokasi anggaran dari pemerintah yang relatif terbatas untuk program JKA, maka dalam pelaksanaannya program ini masih mengalami berbagai kendala terutama penyedian fasilitas pelayanan kesehatan . Oleh karena itu agar pelayanan kesehatan lebih optimal dan sesuai dengan harapan masyarakat perlu kajian untuk melihat bagaimana keinginan masyarakat untuk membayar premi perlindungan kesehatannya untuk mendukung program pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Menurut UU RI no 36 Tahun 2009, menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO; 1948) adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Menurut Yoesvita (2011) kesehatan sangat penting bagi semua orang dan merupakan investasi yang sangat mahal. Kesehatan merupakan investasi sumber daya manusia yang sangat berharga dari segalanya. Masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik, dapat meningkatkan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing bangsa. Menurut (Fogel, 1997; Grossman, 2000), perhatian terhadap keadilan dalam hasil (outcomes) kesehatan timbul karena secara universal kesehatan diterima sebagai merit good, sehingga setiap individu mengabaikan kemampuan untuk membayar (ability to pay). Di dalam pasar perawatan kesehatan, masalah keadilan dimanifastasikan dengan tersedianya subsidi yang besar atau penyediaan perawatan kesehatan secara langsung. Subsidi untuk kesehatan penting karena secara nyata seorang individu membutuhkan sejumlah dana untuk modal kesehatan agar tetap bertahan hidup Perawatan kesehatan dapat diperdagangkan di pasar, sementara kesehatan tidak bisa diperdagangkan. Inilah perbedaan yang sangat penting antara kesehatan dan perawatan kesehatan. Menurut Arrow (1963), perbedaan ini penting karena di dalam dunia nyata hanya pasar untuk perawatan kesehatan yang diamati. (Claxton, et al.,2006), mengatakan walaupun orang memperdagangkan kesehatan dengan komoditi lainnya sepanjang waktu, namun tidak ada pasar diamana penjual dan pembeli mempertukarkan kesehatan. Walaupun demikian, Arrow (1963) mengatakan ada bebrapa kategori teori ekonomi yang berkaitan dengan perawatan kesehatan seperti demand and supply, uncertainty, informasi asymmetry, dan harga perawatan kesehatan. Permintaan terhadap perawatan kesehatan berbeda dengan permintaan terhadap barang-barang lainnya karena datangnya sakit tidak beraturan dan tidak bisa diprediksi. Konsumsi dari perawatan kesehatan terutama pencegahan terhadap penyakit atau preventif sering sejalan dengan eksternalitas positif. Pencegahan terhadap penyakit berbahaya atau melakukan imunisasi tidak hanya bermanfaat bagi yang melakukan akan tetapi juga bisa melindungi orang lain terhadap penyakit. Oleh karena itu individu meremehkan nilai perawatan kesehatan secara penuh. Alasan
133
inilah maka subsidi untuk perawatan kesehatan perlu disediakan oleh negara. Perawatan kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah biasanya gratis disediakan oleh pemerintah. Kalaupun harus membayara, bayarannya dengan harga yang murah. Sementara di negara-negara yang telah maju perawatan kesehatan dilakukan melalui pembayaran asuransi kesehatan. Kesediaan untuk membayar atau Willingness to Pay (WTP) adalah penting untuk analisis kesejahteraan. Dua pendekatan utama untuk mengestimasi kesediaan untuk membayar (WTP) untuk barang dibedakan adalah hedonics (Rosen, 1974) dan model pilihan diskrit (McFadden, 2000). Kedua pendekatan telah diterapkan untuk memperkirakan parameter kepentingan di bidang pembangunan, pendidikan, lingkungan, organisasi industri, tenaga kerja dan ekonomi perkotaan, termasuk WTP untuk kualitas udara, perumahan, mobil dan kualitas sekolah. Willingness To Pay (WTP) adalah kesedian pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan umum. Secara umum, WTP atau kemauan/ keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Zhao dan Kling (2005) menyatakan bahwa WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan Horowith dan McConnell (2001) menekankan pengertian WTP pada beberapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simonson dan Drolet, 2003). Menurut Hanley dan Splash dalam Anggraini (2008:29) metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method) adalah cara perhitungan secara langsung, dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang. Metode ini memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat di estimasi nilai ekonominya. Dengan demikian nilai ekonomi
134
suatu benda publik dapat diukur melalui konsep kesediaan membayar atau willingness to pay. Metode Valuasi Kontingensi (Contingen Valuation Method) digunakan untuk mengestimasi nilai kesedian membayar dari masyarakat. CVM merupakan alat yang penting dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan karena pasar tidak dapat menilai semua barang-barang lingkungan. Untuk memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasaan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu, Perloff (2004). Menurut Shone dan McGhee (2007) yang melakukan penelitiaan tentang Pengkajian Eksplorasi Kesedian Untuk Membayar Perawatan Kesehatan di Hong Kong menyatakan bahwa dikatakan dalam setiap pendapatan pribadi mempengaruhi biaya pengobatan untuk perawatan kesehatan, Namun, bagi negara yang ada cakupan asuransi kesehatan nasional seperti Singapura, orang kurang peduli biaya pengobatan. Machmud (2008) dalam penelitiannya tentang Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan menyatakan pengurangan variasi pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan melakukan standarisasi yang meliputi penyusunan, penerapan, monitoring, pengendalian, serta evaluasi dan revisi standar. Dikuranginya variasi dalam pelayanan akan meningkatkan konsistensi pelayanan kesehatan, meningkatkan efisiensi dalam pelayanan, dan memudahkan petugas dalam pelayanan. Sudrajat dan Mardianto (2012) dalam penelitiannya “Hak Atas Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Ibu dan Anak (Implementasi Kebijakan di Kabupaten Bayumas)” menyatakan bahwa program pelayanan kesehatan yang menjadi prioritas di Bayumas belum mencapai sasaran karena kurangnya sarana-prasaran penunjang dan koordinasi antar sektor kesehatan. Sayuti (1989) menyatakan peningkatan penda-
NAMA PENULIS
patan suatu komunitas selalu diikuti bertambahnya tingkat konsumsi, semakin tinggi pendapatan masyarakat secara keseluruhan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi, demikian juga dengan konsumsi atau pengeluaran terhadap kesehatan bila semakin tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang maka keinginan untuk menjaga kesehatannya atau keinginan (willingness to pay) terhadap kesehatan juga akan semakin besar. Lipsey, et.al (1993) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan adalah rata-rata penghasilan rumah tangga, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi, jadi hubungan jumlah anggota keluarga dengan willingness to pay mempunyai keterkaitan dengan ketersedian seseorang untuk membayar jaminan perlindungan kesehatan karena jumlah anggota keluarga akan sangat berpengaruh terhadap biaya yang ingin dikeluarkan seseorang. METODE PENELITIAN Penelitian ini di lakukan di Kota Banda Aceh. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Populasi ditentukan berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK) berdasarkan data BPS (2011) yaitu sebanyak 59.116 KK. Berdasarkan jumlah KK tersebut dilakukan penarikan sampel penelitian berdasarkan Rumus Slovin (Sevilla et. al, 1993:161) yaitu :
Dimana : n = sampel N = jumlah populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan Dengan populasi yang berjumlah 59.116 Kepala Keluarga (KK) dan tingkat kepercayaan 90% atau margin error 0,10 maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 100 orang, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi liner berganda dimana penelitian ini akan melihat keinginan untuk membayar premi perlindungan kesehatan dan juga dengan analisis deskriptif untuk menjelaskan dan menggambar-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
kan variabel yang diteliti. Selanjutnya model regresi dalam penelitian ini dapat di tulis: WTP=
+
+
+
Dimana: WTP = Keinginan masyarakat untuk membayar = Konstanta β1, β2 = Parameter Estimasi Y = Pendapatan F = Jumlah Anggota Keluarga = Standar Error Model tersebut akan diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Dalam penelitian ini yang dimaksud Willingness To Pay adalah kesediaan responden untuk membayar perlindungan kesehatannya perbulan yang di ukur dengan Satuan nilai ukur rupiah dan pendapatan adalah jumlah pendapatan dari pekerjaan responden selama satu bulan yang diukur dengan rupiah, serta Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota (jiwa) yang ada dalam satu keluarga meliputi suami, istri, anak dan lain-lain yang ada dalam satu rumah tangga. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini merupakan ciri-ciri responden mengenai jenis kelamin responden, tingkat umur responden, status responden, jumlah anggota keluarga responden, pendidikan responden, pekerjaan utama responden, dan pendapatan responden dalam satu bulan. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari jenis kelamin perempuan dengan perbandingan 73% laki-laki dan 27% perempuan. Sementara itu jika dilihat berdasarkan usia responden yang berusia 20 sampai 25 tahun sabanyak 3 responden atau 3%, responden berusia 26 sampai 30 tahun sebanyak 46 responden atau 46%, responden berusia 31 sampai 35 tahun sebanyak 34 responden atau 34%, responden berusia 36 sampai 40 tahun sebanyak 13 responden atau 13% dan responden berusia 41
135
sampai 45 tahun keatas sebanyak 4 responden atau 4%. Status responden menjelaskan gambaran tentang identitas perkawinan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang terdiri dari belum menikah dan menikah dimana dalam penelitian ini sampel yang berstatus belum menikah hanya 14 responden atau 14%, dan responden berstatus menikah berjumlah 86 responden atau 86%. Jumlah anggota keluarga responden menggambarkan keadaan dalam suatu keluarga yang terdiri dari pasangan, anak dan anggota keluarga lainnya. Responden dengan jumlah anggota keluarga terbesar 3 anggota keluarga sebanyak 40 responden atau 40%, dan menyusul jumlah anggota keluarga 2 anggota keluarga sebanyak 35 responden atau 35%, sedangkan responden jumlah anggota keluarga yang paling sedikit yaitu 1 anggota keluarga sebanyak 1 responden atau 1%. Dari sisi tingkat pendidikan tingkat, responden dengan pendidikan menamatkan jenjang SMA (12 Tahun) sebanyak 12 responden atau 12%, pendidikan terakhir responden Diploma (15 Tahun) berjumlah 43 responden atau 43% dan responden jenjang pendidikannya Sarjana (17 Tahun) sebanyak 45 responden atau 45%. Dalam penelitian ini responden yang memiliki pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 2 responden atau 2%, memiliki pekerjaan sebagai petani berjumlah 3 responden atau 3%, pekerjaan responden bidang wiraswasta berjumlah 78 responden atau 78% dan TNI/Polri berjumlah 1 responden atau 1%, pedagang sebanyak 15 responden atau 15% dan lainnya berjumlah 1 responden atau 1%. Pendapatan responden adalah hasil dari pekerjaan responden yang di terima pada setiap bulannya. Responden yang memiliki pendapatan Rp 1.000.000 sampai Rp 2.000.000 sebanyak 27 responden atau 27%, sedangankan responden memiliki pendapatan Rp 2.100.000 sampai Rp 3.000.000 berjumlah 63 responden atau 63%, responden yang memiliki pendapatan Rp 3.100.000 sampai Rp 4.000.000 sebanyak 9 responden atau 9% dan responden yang memiliki pendapatan Rp 4.100.000 sampai Rp 5.000.000 berjumlah 1 responden atau 1%. Berdasarkan kesediaan membayar (willing-
136
ness to pay), responden yang bersedia membayar per bulan Rp 10.000,- sebanyak 1 responden atau 1%, responden bersedia membayar Rp 15.000,berjumlah 19 responden atau 19%, responden yang bersedia membayar Rp 20.000,- sebanyak 48 responden atau 48%, bersedia Rp 25.000,- sebanyak 19 responden atau 19%, bersedia membayar Rp 30.000,- berjumlah 10 responden atau 10% dan bersedia membayar Rp 35.000,- berjumlah 3 responden atau 3%. Hasil Estimasi Sebelum dilakukan estimasi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji uji heteroskedastisitas. Uji Normalitas adalah untuk menguji dalam model regresi apakah variabel dependen dan independen memiliki distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas di lakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, sehinggga dalam penelitian ini tidak mengalami keragu-raguan. Hasil Berikut sampel uji normalitas dengan cara uji kolmogorov Smirnov seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Berdasarkan penerapan pada uji kolmogorov smirnov bahwa jika hasil signifikan di bawah 0,05 berarti data yang di uji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal tersebut tidak normal dan jika hasil signifikan di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan signifikan antara data yang akan di uji dengan data normal yang berarti hasil data yang di uji normal. Dari hasil pengujian yang didapatkan Asymp. Sig. (2-tailed) 0,231 > 0,05 sehingga dapat dikatakan data berdistribusi normal. Uji Multikolinearitas memiliki tujuan untuk menguji model regresi menemukan adanya korelasi variabel bebas. Bila di temukan adanya multikolinearitas, maka koefisien regresi variabel tidak tentu dan tingkat kesalahan menjadi tidak terhingga. Berikut pada Tabel 2 memperlihatkan hasil Uji Multikolinieritas. Menurut Tabel 2 dapat di lihat bahwa model regresi tidak mengalami kendala gangguan multikolinearitas. Pada nilai toleransi variabel bebas yang lebih besar dari nilai 0,1. Pada hasil perhitungan VIF variabel bebas juga kurang dari 10. Maka dapat di simpulkan bahwa tidak adanya
NAMA PENULIS
multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi. Uji Heteroskedasitisitas memiliki tujuan untuk menguji dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengertian dengan pengertian lainnya, syarat yang harus di penuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala Heteroskedastisitas. Ada beberapa metode dalam pengujiannya yang bisa di lakukan, dan dalam penelitian ini digunakan uji Glesjer. Uji Glesjer di lakukan dengan cara meregresikan antar variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikan antar variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Berikut pada Tabel 3 menunjukkan hasil Uji Heteroskedasitisitas. Dalam Tabel 3, hasil pengujian menunjukkan hasilkan mempunyai nilai signifikan ke dua variabel independen lebih dari 0,05. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tidak terjadi masalah Heteroskedasitas pada model regresi. Autokorelasi adalah keadaan di mana variabel gangguan pada periode tertentu berkolerasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Uji Autokorelasi di gunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik Autokerelasi yaitu korelasi yang terjadi antara satu pengamatan dengan pengamatan lain. Hasil Uji Autokolerasi seperti terlihat pada Tabel 4menunjukkan bahwa nilai durbin watson (DW) sebesar 1,798 sedangkan dari Tabel DW dengan signifikan 0,05 dan jumlah data (n)=100, serta k=2 di peroleh nilai dL sebesar 1,6337 dan dU sebesar 1,7152. Karena nilai regresi yang di dapatkan lebih besar dari nilai DW Tabel maka dapat di simpulkan tidak terdapat Autokolerasi. Hasil Estimasi Ada dua variabel dalam penelitian ini yang akan dilakukan estimasi yaitu pendapatan responden dan jumlah angota keluarga. Adapun kedua faktor tersebut di analisis sebagai variabel bebas untuk menentukan seberapa besar nilai pengaruhnya terhadap variabel terikat yakni keinginan masyarakat untuk membayar perlindungan kesehatannya. Hasil estimasi terhadap kedua variabel ini disajikan dalam Tabel 5.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
137
Tabel 1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N Normal Parameters
100 0E-7 .98984745 .104 .104 -.067 1.039 .231
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
a,b
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 (data diolah) Tabel 2 Nilai VIF Variabel Bebas Variabel Bebas
Collinearity Statistics Keterangan Tolerance VIF .988 1.012 Non Multikolinearitas .988 1.012 Non Multikolinearitas
Jumlah Anggota Keluarga Pendapatan Responden
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Tabel 3 Uji Heteroskedasitisitas Model
Unstandardized Coefficients B 1079.121 26.375 .001
(Constant) Jumlah Keluarga PendapatanResponden
Std. Error 1333.341 278.028 .000
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
.809 .095 1.651
.010 .166
.420 .925 .102
Tabel 4 Uji Autokorelasi Model
R
1
.655a
R Square
Adjusted R Square
.429
Std. Error of the Estimate
.418
Durbin-Watson
3867.31790
1.798
Tabel 5 Estimasi Hasil Regresi Linier Berganda Variabel Willingness To Pay (WTP) Variabel
Coefficients (B) 3428.753 1064.723
(Constant) F Jumlah Keluarga Y Pendapatan Responden
t
.006
Sig. 1.549 2.306
.125 .023
7.933
.000
Tabel 6 Uji Simultan (Uji-F) Model
Sum of Squares Regression Residual Total
1092003667.071 1450746332.929 2542750000.000
df
Mean Square 2 97 99
546001833.536 14956147.762
F 36.507
Sig. .000
138
Hasil estimasi yang disajikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa kedua variabel baik variabel jumlah keluarga dan variabel pendapatan signifikan baik secara teori maupun secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%. Adapun persamaan estimasi secara lengkap seperti berikut: WTP = 3428,753 + 0,006 Y + 1064,723 F Koefisien regresi pendapatan sebesar 0,006 menunjukkan bahwa setiap kenaikan pendapatan sebesar Rp 1.000.000,- maka kesediaan untuk membayar premi asuransi meningkat sebesar Rp 6.000,- , sedangkan nilai koefisien regresi jumlah anggota keluarga 1064,723 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 anggota keluarga maka kesediaan membayar meningkat sebesar Rp 1.064,723. Uji F (uji simultan) digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan tingkat kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95%. Hasil Uji F disajikan dalam Tabel 6. Dari Tabel 6 dapat dilihat nilai Fhitung sebesar 36,507 dengan nilai probabilitas Sig=0,000 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen atau dengan kata lain variabel jumlah anggota keluarga dan pendapatan responden secara berasama-sama berpengaruh terhadap keinginan membayar (WTP).
NAMA PENULIS
KESIMPULAN Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel jumlah keluarga dan variabel pendapatan signifikan baik secara teori maupun secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil Uji F, variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata lain variabel jumlah anggota keluarga dan pendapatan responden secara berasama-sama berpengaruh terhadap keinginan membayar (WTP) pada confident interval 95%. Berdasarkan persamaan estimasi, total kesediaan membayar premi asuransi atau total WTP dari 100 orang responden sejumlah Rp 2.166.645 per bulan. BATASAN Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini relatif kecil. Oleh karena itu untuk pelaksanaan penelitian lebih lanjut diperlukan sampel yang lebih besar dan juga memasukkan variabel bebas lainnya seperti usia, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin kedalam model penelitian. Penelitian lanjutan dirasakan sangat penting karena dengan adanya kesediaan membayar dari masyarakat terhadap premi asuransi kesehatan akan sangat mendukung pemerintah dalam program pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah dan pada gilirannya akan tersedia pelayanan kesehatan yang optimal seperti harapan masyarakat akan terwujud.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
139
REFERENSI Arrow, 1963. Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care. The American Economic Review, Volume 53, Issue 5 (Dec.,1963), 941-973. Claxton, et al., 2006. Consumer-Directed Health Care: Early Evidence About Effects On Cost And Quality. American Journal of Lifestyle MedicineSeptember/October 2006. Cookson, Richard, Willingness to paymethods in health care: a sceptical view. Health Econ. 12: 891– 894 (2003) Grossman, M. (2000) . The human Capital Nodel of the Demand for Health,” Published: Newhouse, Joseph P. and Anthony J. Culyer (eds.) Handbook of Health Economics. Amsterdam: North-Holland, 2000. Horowitz, J. K., and K. E. McConnell, 2001, “Willingness To Accept, Willingness To Pay and The Income Effect”, Department of Agricultural and Resource Economics, University of Maryland, pp. 1-22, http://papers.ssrn. com/paper/id=261107/ [14 Juli 2006]. J. Bacon-Shone and McGhee, An exploratory assessment of willingness to pay for health care in Hong Kong. Hong Kong Med J Vol 13 No 5 Supplement 5 October 2007 Lipsey RG, Steiner, P.O dan Purvis, D D. 1993. Pengantar Mikro Ekonomi. Erlangga. Jakarta. Machmud, Rizanda, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2008 - September 2008, II (2) McFadden, D., and Train, K. (2000). Mixed MNL Models for Discrete Response. Journal of Applied Econometrics, 15, 447–470. Perloff, J. M., 2004, Microeconomics, Third Edition, Pearson Education Inc., Pearson Addison Wesley, New York, USA. Rosen, S. (1974). Hedonic Prices and Implicit Markets: Product Differentiation in Pure Hedonic Prices and Implicit Markets: Product Differentiation in Pure Competition. Sherwin Rosen. The Journal of Political Economy, Vol. 82:34-55, 1974,. R.W. Fogel, 1997. “ Using Secular Health Trends to Forecast the Scope of the Retirement and Health Problems in 2040 and Beyond,” CPE working papers 0007, University of Chicago-Center for Population Economics. Sayuti, Husin 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta Simonson, I., and Aimee Drolet, 2003, “Anchoring Effects on Consumers’ Willingness To Pay and Willingness To Accept”, Research Paper Series No. 1787, Stanford Graduate School of Business, http:// papers.ssrn.com/, pp.1-38 [14 Juli 2006]. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
140
NAMA PENULIS
WHO, 1948. Official Records of the World Health Organization, no. 2, p. 100 and entered into force on 7 April 1948. WHO Constitution Zhao, J., and Catherine L. Kling, 2004, “Willingness To Pay, Compensating Variation, and the Cost of Commitment”, Economic Inquiry, Vol. 42, No. 3, July 2004, pp. 503-517.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 141-148
141
MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SMA NEGERI 1 LHOKSEUMAWE KOTA LHOKSEUMAWE
JUNI AHYAR
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
Learning management is an important factor in the efforts to achieve quality education. Management of effective learning will be able to influence the teacher as a facilitator to the learner as a subject in teaching and learning. This study aims to describe the learning plan, the implementation of learning, the learning organization, and evaluating learning Indonesian at SMAN 1 Lhokseumawe. This method is analytical descriptive study with a qualitative approach. Collecting data using observation, interviews and review of dokumensi. Subjects were Principal, Vice Principal, Head of Department and Professor Indonesian at SMAN 1 Lhokseumawe. Data were analyzed with the technique of reduction, display and verification. The results showed that the learning plan at SMA Negeri 1 Lhokseumawe has been compiled by Indonesian language teacher, subjects include analyzing, preparing annual and semester programs, preparing a syllabus and lesson plans. All lesson plans Indonesian well-structured and documented. Implementation of learning Indonesian direction or orientation tailored to the needs and level of education. Implementation of learning undertaken in accordance with the positive showed SBC curriculum. Organizing learning Indonesian also showed positive based on the management system. Indonesian teachers implement the roles and responsibilities based job description. This condition is a positive influence on the quality of learning Indonesian who showed improvement from year to year. Learning activities and assessment aspects of Indonesian adjusted based on the lesson plan has been prepared. Phase evaluation was done to improve the learning activities. Form of evaluation is done both verbally and in writing. Keywords: Learning Management
142
JUNI AHYAR
LATAR BELAKANG Pendidikan dalam suatu definisi dipandang sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Melalui proses pendidikan, manusia akan mampu mengeksprisikan dirinya secara lebih utuh. Penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia menganut sistem pendidikan yang berorientasi komprehensif. Dalam perspektif komprehensif menurut Murniati (2008:11) bahwa: ”praktik pendidikan nasional Indonesia berupaya mengimplementasikan secara integratif dan menyeluruh konsepsi pendidikan yang bernuansa kebangsaan, keagamaan, kemanusiaan, dan kekaryaan secara simultan.” Atas dasar itulah, maka upaya mewujudkan mutu pendidikan yang baik haruslah mempertimbangkan berbagai sisi yang terkait dengan pendidikan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran, guru dituntut mampu melibatkan berbagai unsur pendukung mengajar yang dibutuhkan agar tercapainya hasil dengan optimal. Proses melibatkan unsur pendukung mengajar merupakan salah satu strategi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru yang mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, maka ia juga dikatakan sebagai guru yang profesional. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusydie (2011:102) bahwa “Khusus guru, menjadi guru profesional merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini karena guru merupakan sebuah profesi yang luar biasa penting bagi perkembangan suatu bangsa. Menjadi guru memang mensyaratkan keahlian tertentu, minimal setiap guru harus menguasai secara mendalam materi-materi pelajaran yang diajarkan. Apabila keahlian semacam ini tidak dimiliki, maka gugurlah profesionalisme seorang guru. Berdasarkan kutipan di atas memberi kejelasan bahwa guru yang efektif adalah salah satunya adalah mampu mengaktifkan siswa dalam belajar. Proses ini akan mudah diwujudkan oleh guru bila dalam pembelajaran ia mampu melaksanakan kegiatan tersebut dengan optimal. Manajemen pembelajaran yang baik, akan mampu menjembatani
antara guru sebagai fasilitator dengan peserta didik sebagai subjek dalam pembelajaran. Umiarso (2010:256) menyatakan bahwa: “Pembelajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi guru dalam membantu perkembangan peserta didik, khususnya pada aspek sosial peserta didik.” Tanpa penguasaaan manajemen pembelajaran, maka prestasi belajar siswa atau mutu pendidikan akan sulit diwujudkan ke arah yang lebih baik. Metode yang digunakan guru harus sesuai dengan kurikulum dan didukung dengan sumber serta media yang ada di sekolah bersangkutan. Seperti halnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, guru idealnya menggunakan metode yang sesuai dengan pembelajaran Bahasa Indonesia, seperti metode kerja kelompok, pemberian tugas dan model-model pembelajaran kooperatif lainnya. Penggunaan metode bervariatif merupakan bagian dari upaya mengefektifkan manajemen pembelajaran Bahasa Indonesia, di samping pemberian motivasi kepada siswa dan pelaksanaan evaluasi. Realitas ini sebagaimana yang berlangsung pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, bahwa guru-Guru Bahasa Indonesia sudah menerapkan manajemen pembelajaran, namun permasalahan juga masih ditemui bahwa kurangnya minat dan motivasi belajar Bahasa Indonesia menjadi kendala yang utama dalam mengefektifkan pembelajaran. Di samping itu, siswa SMA mayoritas adalah siswa laki-laki juga menjadi kesulitan bagi Guru Bahasa Indonesia dalam pengelolaan kelas. Permasalahan lainnya bahwa rekrutmen siswa SMA tidak berdasarkan rayon seperti halnya yang berlaku pada sekolah umum. Jurusan yang terdapat pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, ada dua jurusan yaitu Jurusan IPA, dan IPS dengan jam pelajaran Bahasa Indonesia sama pada kedua jurusan tersebut, yaitu empat jam pelajaran. Bila dilihat dari kurikulum, dengan porsi pelajaran Bahasa Indonesia hanya empat jam pelajaran perminggu, jelas masih kurang. Idealnya pelajaran Bahasa Indonesia diberikan enam jam atau lebih dalam seminggu, karena sebagian besar mata pelajaran pada semua jurusan di SMA terkait dengan Bahasa Indonesia. Minimnya jam pelajaran Bahasa Indonesia tersebut, menjadi suatu keharusan bagi Guru Bahasa Indonesia untuk menguasai manajemen
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
pembelajaran dengan baik sehingga mampu menerapkan pembelajaran dengan efektif dan efisien. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui secara mendalam tentang manajemen pembelajaran Bahasa Indonesia. Untuk itu, maka penulis memilih judul: “Manajemen Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe.” METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian kepala sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Ketua Jurusan, dan Guru Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah meliputi langkahlangkah reduksi data, display data dan mengambil kesimpulan. TINJAUAN TEORITIS Pengertian Manajemen Pembelajaran Manajemen merupakan aspek yang dipakai manusia untuk mengkaji usaha-usaha yang dapat memadukan manusia untuk bekerja sama dalam usaha-usaha mencapai kehidupan yang lebih baik. Menurut Usman (2007:18), “Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gullick karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerjasama. Dikatakan sebagai kiat oleh Follet karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik. Pembelajaran menurut Uno (2009:54-55) adalah “sebagai suatu proses interaksi antara peserta belajar dengan pengajar atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu.” Rianto (2010:132) menjelaskan bahwa “Mana-
143
jemen pembelajaran merupakan siasat guru dalam mengefektifkan, mengefesienkan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara siswa dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran.” Implementasi Manajemen Pembelajaran di Sekolah Umiarso (2010:116) mengemukakan bahwa “Manajemen sekolah seyogyanya juga memahami perkembangan manajemen industri modern, sehingga mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan, dan meningkatkan kinerja sistem pendidikan yang memenuhi kebutuhan.” Proses pengelolaan sekolah mencakup empat tahap, yaitu perencanaan, mengorganisasikan, pengerahan, dan pengawasan, sesuai dengan fungsi manajemen. Direktorat Jenderal Pendidikan dan Menengah (2006:67) mengemukakan proses pelaksanaan manajemen kurikulum dilakukan dalam empat tahapan yaitu: “(a) perencanaan, (b) pengorganisasian dan koordinasi, (c) pelaksanaan, (d) pengendalian (pengawasan). Proses penyusunan rencana di sekolah meliputi tujuh tahap, yaitu: (a) mengkaji kebijakan yang relevan, (b) menganalisis kondisi sekolah, (c) merumuskan tujuan, (d) mengumpulkan data dan informasi yang terkait, (e) menganalisis data informasi, (f) merumuskan alternatif dan memilih alternatif program, dan (g) menetapkan langkahlangkah kegiatan pelaksanaan. Penyusunan rencana yang baik, akan memberikan hasil positif terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Cahyani (2005:30) menyatakan bahwa: ”perencanaan penting untuk strategi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi sesuatu (personil dan lain-lain) yang dapat menghambat penerapan strategi.” Pada tahap pengorganisasian, kepala sekolah mengatur pembagian tugas mengajar, penyusunan jadwal pelajaran dan jadwal kegiatan ekstrakurikuler, Depdikbud (2006:69) menetapkan lima tahapan, yang meliputi: “pembagian tugas mengajar guru, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan jadwal kegiatan remedial, penyusunan jadwal ekstrakurikuler, dan penyusunan jadwal penyegaran guru.” Pada tahap pelaksanaan guru-guru akan mel-
144
aksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang telah diberikan dalam jadwal pembelajaran, jadwal ekstrakurikuler, dan jadwal penyegaran guru. Dalam tahap ini kepala sekolah dituntun untuk melaksanakan supervisi dengan tujuan untuk membantu guru-guru yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Ada 2 (dua) aspek yang harus mendapatkan perhatian yaitu (1) jenis evaluasi yang dipergunakan, dan (2) pemanfaatan hasil evaluasi. Manajemen Kesiswaan Manajemen kesiswaan merupakan keseluruhan proses kerjasama dalam bidang kesiswaan. Bidang kerjasama dalam manajemen kesiswaan itu adalah menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan siswa. Masalah-masalah yang dimaksudkan di sini adalah berupa penyelenggaraan sensus sekolah, menyelenggarakan kegiatan penerimaan siswa baru, membina kedisiplinan siswa, menyelenggarakan program layanan khusus bagi siswa, dan sebagainya. Gunawan (2007:9) mengemukakan bahwa: “Manajemen kesiswaan (peserta didik) adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara kontinu terhadap seluruh peserta didik (dalam lembaga yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses belajar-mengajar secara efektif dan efisien, demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan”. Tujuan manajemen kesiswaan itu adalah untuk mengatur semua penyelesaian tugas-tugas yang berkenaan dengan siswa pada lembaga bersangkutan. Dengan pengaturan itu diharapkan semua tugas yang berkenaan dengan siswa berlangsung secara efektif dan efisien, sehingga memperlancar pencapaian tujuan lembaga pendidikan tersebut. Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberukan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran yang baik ikut menentukan keberhasilan penerapan manajemen pembelajaran pada suatu sekolah. Secara lebih tegas Uno (2009:1) mendefinisikan “Strategi pemb-
JUNI AHYAR
elajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta didik.” Menurut Gulo (2008:2) bahawa: “Strategi belajar mengajar itu memuat berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk dipilih dalam rangka perencanaan pengajaran. Strategi juga berarti belajar sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar”. Guru yang efektif akan mampu menerapkan strategi pembelajaran dengan baik, sehingga berhasil mencapai sasaran yang dituntut berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimilikinya. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia sebagai salah satu ilmu dasar yang berkembang amat pesat dewasa ini, baik materi maupun fungsi dan kegunaannya. Bahasa Indonesia dianggap sebagai suatu cabang ilmu yang sangat dibutuhkan, karena dalam kehidupan sehari-hari banyak hal kita jumpai yang berhubungan dengan Bahasa Indonesia. Hudoyo (2005:2) menyatakan bahwa: “Peranan Bahasa Indonesia di dunia dewasa ini sangat dominan, karena 60% sampai dengan 80% kemajuan yang dicapai negara-negara maju sangat tergantung pada Bahasa Indonesia.” Bahasa Indonesia sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan kepada siswa pada semua jenjang pendidikan formal mempunyai tujuan pembelajaran tersendiri yang disebut tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam pelaksanaannya agar tujuan dapat tercapai, maka ia harus dijabarkan lagi menjadi tujuan yang lebih khusus yang sekarang dikenal dengan kompetensi dasar. HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe Perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Lhokseumawe diawali dengan beberapa kegiatan, yang meliputi penyusunan Ren-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
cana Program Pembelajaran (RPP). Perencanaan pembelajaran tertuang dalam implementasi manajemen kurikulum sebagaimana tertuang dalam Dokumen I Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe Kota Lhokseumawe. Proses mengimplementasikan pogram pembelajaran yang sudah dituangkan dalam silabus, Guru Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan bagi Guru Bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, perpustakaan, dan/ atau lapangan untuk setiap Kompetensi Dasar (KD). Apa yang tertuang dalam RPP memuat halhal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran Bahasa Indonesia dalam upaya pencapaian penguasaan suatu KD. Setiap proses penyusunan RPP Guru Bahasa Indonesia dituntut mencantumkan Standar Kompetensi (SK) yang berlandaskan pada KD yang akan disusun dalam RPP. Isi RPP secara rinci memuat Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Hal ini sebagaimana disarankan oleh Umaedi (2006:7) bahwa: “para guru perlu didorong untuk terus menyempurnakan strategi pembelajaran, misalnya dengan menerapkan kaji tindak dalam pembelajaran (class-room action research).” Depdiknas (2005:68) mengutarakan bahwa pelaksanaan kurikulum di sekolah melalui empat tahap, yaitu: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian dan koordinasi, (3) pelakasanaan, dan (4) pengendalian. Perencanaan dari setiap kegiatan akan menentukan apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Harjanto (2011:2) bahwa “Perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mendahului pelaksanaan, mengingat perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi dan mengidentifikasikan persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling efektif dan efisien. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa kepala sekolah dan Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Lhokseumawe sudah melaksanakan proses peren-
145
canaan pembelajaran dengan baik. Hal ini memberi pengaruh positif terhadap peningkatan mutu pembelajaran Bahasa Indonesia. Suatu perencanaan akan tercapai tujuan dengan optimal, bila dilandasi pada enam kategori, di antaranya “(1) perencanaan dibuat berdasarkan tujuan yang jelas; (2) adanya kesatuan rencana; (3) logis (masuk akal); (4) mengandung unsur kontinuitas; (5) sederhana dan jelas; (6) fleksibel; dan (7) stabilitas.” (Harun, 2007:2). Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe Kota Lhokseumawe Pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan berpedoman pada suatu program kegiatan yang telah disusun, sehingga seluruh pembiasaan dan kemampuan dasar yang ada pada siswa dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia, sebagian Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Lhokseumawe menggunakan metode pembelajaran modern. Hal ini berarti dalam pelaksanaan pembelajaran guru-guru tidak hanya terfokus pada penerapan metode konvensional seperti ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas, melainkan juga sudah mulai menerapkan metode atau model pembelajaran modern seperti model pembelajaran kooperatif. Namun demikian, metode pembelajaran kooperatif belum diterapkan secara kontinu. Upaya mewujudkan pelaksanaan pembelajaran yang baik, harus didukung oleh berbagai komponen yaitu sarana dan tenaga pengajar. Manajemen personalia adalah bagian dari manajemen sekolah yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi sekolah. Kegiatan manajemen personalia meliputi rekrutmen, penempatan, melatih mengembangkan serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Gunawan (2006:14) mengemukakan tentang tenaga personil yang berada di sekolah meliputi: “tenaga edukatif yaitu guru atau pengajar tetap dan tidak tetap serta tenaga non edukatif.” Pengorganisasian Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe Dalam pengorganisasian faktor yang penting diperhatikan menurut penjelasan informan (Kepala SMA Negeri 1 Lhokseumawe) Kota Lhokseu-
146
mawe adalah terjalinnya hubungan yang sinergis antar sesama guru, kemudian terbinanya hubungan baik, lembaga dengan masyarakat/ orang tua siswa, serta adanya jalinan komunikasi yang intensif dengan pihak terkait/ pemerintah. Pengorganisasian pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik, apabila tidak adanya hubungan kerja yang harmonis dan kondusif. Melalui pengorganisasian pembelajaran Bahasa Indonesia yang baik, memungkinkan tercapainya efisiensi dalam lembaga SMA Negeri 1 Lhokseumawe. Kaitan dengan ini, Fattah (2006:35) menyatakan bahwa “Efisiensi pendidikan artinya memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan ditentukan oleh ketepatan di dalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu pencapaian prestasi belajar. Pengevaluasian Pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe Evaluasi atau penilaian adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis, yang mencakup penentuan tujuan, perancangan dan pengembangan instrumen, pengumpulan data, analisis, dan penafsiran untuk menentukan suatu nilai dengan standar penilaian yang telah ditentukan. Tujuan dilakukan evaluasi atau penilaian adalah untuk menjawab apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil yang diinginkan atau direncanakan dengan kenyataan di lapangan. Penilaian pembelajaran pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe bermacam ragam, menurut Sudjana (2006:36-37) ”bersasaran memberikan masukan untuk perencanaan program, memberi masukan untuk kelanjutan, perluasan dan penghentian program pembelajaran yang telah dilaksanakan, memberi masukan untuk memodifikasi program pembelajaran, serta untuk tindak lanjut terhadap program yang belum terealisasi dengan baik.” Menurut Hariwijaya dan Sukaca (2009:122) bahwa: “evaluasi untuk anak usia sekolah dapat diberikan kepada orang tua dalam bentuk rapor pada akhir semester. Tujuannya agar orang tua tahu bagaimana perkembangan anaknya. Apakah
JUNI AHYAR
anaknya telah mencapai target perkembangan atau sebaliknya.” KESIMPULAN 1. Perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe telah disusun oleh Guru Bahasa Indonesia, meliputi menganalisis mata pelajaran Bahasa Indonesia, menyusun progran tahunan, menyusun program semester, menyusun silabus, penyusunan Rencana Program Pembelajaran (RPP). Semua perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia tersusun dengan baik dan terdokumentasi. 2. Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe dilaksanakan dilaksanakan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) yang telah disusun. 3. Pengorganisasian pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe sudah berpedoman pada sistem manajemen. Guru Bahasa Indonesia melaksanakan peran dan tanggungjawabnya sesuai dengan tupoksinya. Kondisi ini sangat menentukan mutu pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, yang memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Kendala yang masih ditemui dalam peningkatan pembelajaran yaitu masih ada Guru Bahasa Indonesia yang mengelola kelas tidak sejalan dengan manajemen pembelajaran. 4. Kegiatan dan aspek penilaian pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe berpedoman pada RPP yang disusun. Tahap Evaluasi dilakukan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran. Bentuk evaluasi dilakukan baik secara lisan maupun tulisan. SARAN 1. Diharapkan kepada kepala sekolah, Wakil Kepala Bagian Kurikulum dan Ketua Jurusan agar benar-benar memperhatikan faktor perencanaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe. Upaya ini dapat ditempuh dengan melibatkan semua
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Guru Bahasa Indonesia dalam merumuskan perencanaan pembelajaram. Di samping itu, juga tetap mempertimbangkan untuk mengadopsi perencanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum nasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Kepala Sekolah dan staf pengajar Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Lhokseumawe sebaiknya melakukan upaya untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia. Upaya ini dapat ditempuh dengan menggiatkan kegiatan MGMP. Di samping itu, juga perlu adanya dukungan dari pemerintah tentang penting pengadaan penataran atau pelatihan bagi Guru Bahasa Indonesia agar kompetensi dan profesionalisme semakin meningkat.
147
3. Kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pidie agar meningkatkan koordinasi dengan lembaga sekolah demi peningkatan mutu pendidikan. Upaya ini dapat ditempuh dengan peningkatan intensitas kunjungan ke sekolah (SMA) serta mengupayakan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran Bahasa Indonesia. 4. Disarankan kepada masyarakat dan orang tua siswa SMA Negeri 1 Lhokseumawe turut berpartisipasi aktif memberikan evaluasi dan masukan konstruktif terhadap pengembangan lembaga SMA Negeri 1 Lhokseumawe, sehingga sekolah ini semakin maju di masa akan datang.
148
JUNI AHYAR
REFERENSI Cahyani. 2005. Antisipasi Pengembangan Pendidikan dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: UPI. Depdiknas. (2005). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta; Depdiknas. _____. (2006). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Ke-21 (SPTK-21), Jakarta Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Pengelolaan Dana Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Fattah, Nanang. (2006). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bany Quraisy. Gulo. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Gunawan, Ari. (2006). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Harjanto. (2011). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Harun, Cut Zahri. (2007). “Fungsi-fungsi Dasar Manajemen dan Hubungan Ilmu Manajemen dengan Ilmu-ilmu Lain”, Diktat Materi Kuliah-IV. Banda Aceh: Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Unsyiah. Hudoyo, Herman. 2005. Pengajaran Bahasa Indonesia Untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Bina Cipta. Murniati A.R. (2008). Manajemen Stratejik Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan. Bandung: Citapustaka Media Perintis. Rianto, Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media. Rusydie, Salman. (2011). Prinsip-prinsip Manajemen Kelas. Jogyakarta: Diva Press. Sudjana, Djudju. (2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hariwijaya dan Sukaca. (2009). Kurikulum dan Mutu Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Umaidi. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Umiarso dan Gojali, Imam. (2010). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Jogyakarta: IRCiSoD. Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Nasir. 2007. Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Bandung: Mutiara Ilmu.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 149-156
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI WANITA UNTUK BERWIRAUSAHA PADA SALON KECANTIKAN DI KOTA LHOKSEUMAWE
KHAIRAWATI
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
The purpose of this study is to investigate and analyze the influence of self-reliance, capital, emotional, and educational toward the woman motivation in entrepreneurship at a hair beauty salon in Lhokseumawe. The location of this research is on a hair beauty salon in Lhokseumawe. Objects of this study are the owner of hair beauty salon in Lhokseumawe. From the results of the research it can be formulated in regression equation is: Y = 6027 + 0.398X1 + 0.494X2 + 0.451X3 + 0.313X4 + e. The correlation coefficient (r) indicates the value of 0.934 or 93.4% this means entrepreneurial motivation has a significant effect by a factor of independence, the capital, emotional, and educational. Testing of F> F ie 32 594> 2.25 means independence, capital, emotional, and education are factors that has affect in motivated for runing a hair beauty salon in Lhokseumawe. Based on the analytical results it shows that the factors is significantly influence the entrepreneurial motivation, therefore the women entrepreneurs in the har beauty salon Lhokseumawe should further enhance these factors in entrepreneurship. Keywords: self-reliance, capital, emotional, education
149
150 KHAIRAWATI
LATAR BELAKANG Berwirausaha tidak hanya dimiliki oleh para lelaki tetapi wanita pun mulai tergerak untuk membuat suatu usaha yang dapat dijadikan tumpuan hidupnya kelak atau sebagai pekerjaan sampingan untuk membantu membiayai kehidupan keluarganya. Permasalahan didalam kehidupan masyarakat indonesia dalam era globalisasi dewasa ini ialah masalah tekanan ekonomi semakin terasa berat khususnya bagi negara-negara berkembang. Setelah krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 serta di dalam perjalanannya dampak krisis ekonomi tersebut masih terasa sampai saat ini khususnya di Kota Lhokseumawe. Mengingat kondisi sosial ekonomi sedang lemah serta sulitnya mencari pekerjaan di sektor pemerintahan atau pegawai negeri yang membutuhkan berbagai persyaratan melalui jenjang pendidikan. Maka situasi tersebut menimbulkan semakin banyak peluang bagi wanita di Kota Lhokseumawe untuk mencari atau membentuk usaha pribadi melalui gagasan atau keterampilan yang dimiliki. Salah satu usaha yang dilakukan adalah salon kecantikan yang membutuhkan tantangan, keterampilan, serta motivasi yang kuat. Dengan demikian kemandirian sangat mempengaruhi seorang wanita untuk berwirausaha. Kemandirian merupakan kemampuan untuk mengandalkan diri sendiri tanpa harus bergantung dari orang lain (Sugiyono, 2004:53). Pada saat ini wanita tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dan bergantung pada suaminya, tetapi juga sudah aktif berperan dalam berbagai bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Dalam bidang ekonomi untuk menjalankan suatu usaha, seorang wirausaha tidak terlepas dari masalah permodalan yaitu pemenuhan modal usaha. Kasmir (2007:18), menjelaskan bahwa suatu usaha wirausaha pada umumnya bermula dari sebuah usaha kecil dengan modal dana pribadi. Ketika usaha berkembang, seorang wirausahawan kemudian mencari akses untuk mendapatkan modal yang lebih besar dengan cara meminta bantuan kepada keluarga dan teman. Seorang wirausahawan yang berhasil mengembangkan usaha
akan mencari lebih banyak saluran untuk modal. Selain modal emosional juga sangat mempengaruhi dalam berwirausaha. Emosional merupakan semangat dalam melakukan sesuatu hal dalam mengambil suatu keputusan. Jika seseorang mampu mempengaruhinya dalam mengambil keputusan untuk berwirausaha, maka ia akan lebih termotivasi (Sugiyono, 2004:54). Untuk itu wanita sangat membutuhkan motivasi dari orang -orang yang ada disekitarnya. Disamping itu pendidikan juga akan berpengaruh terhadap kemampuan yang dimiliki dalam mengelola sebuah usaha salon kecantikan. Tingkat pendidikan yang memadai membuka kesempatan bagi kaum wanita untuk merambah dunia kerja (sektor publik) dan mengembangkan karir diberbagai bidang pekerjaan. Pendidikan dapat meningkatkan derajat hidup seseorang, karena pola fikir yang meningkat akan membuatnya berfikir lebih sehat untuk memperbaiki taraf hidupnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemilik salon kecantikan yang ada di Kota Lhokseumawe terdapat berbagai macam alasan motivasi mengapa seorang wanita berwirausaha. Diantaranya mereka cenderung memilih usaha yang sesuai dengan hobi yang suka mendandani teman serta ditunjang dengan ilmu yang dimiliki sehingga muncullah ide untuk membuka usaha salon kecantikan. TINJAUAN TEORITIS Pengertian Motivasi Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi yang ada, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal Motivasi dapat timbul dari dalam diri manusia karena adanya kepuasan terhadap prestasi kerja, adanya rasa tanggung jawab yang besar, adanya keinginan untuk berkembang dan pekerjaan itu sendiri menyenangkan. Menurut As’ad (2003:45), motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
151
gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motivasi tersebut merupakan driving force (penggerak) yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. . Pola Motivasi Pola motivasi adalah bentuk-bentuk motivasi yang digunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan. Menurut Keith dan Newstrom dari Siagian (2004 : 109) ada empat macam pola motivasi yang sangat penting : 1. Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) adalah mendorong dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. 2. Motivasi Afiliasi (Affiliation Motivation) adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. 3. Motivasi Kompetensi (Competence Motivation) adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan, mencegah maslah dan berusaha keras untuk inovatif. 4. Motivasi Kekuasaan (Power Motivation) adalah dorongan untuk mempengaruhi orangorang dan mengubah situasi. Pengetahuan tentang pola motivasi membantu para manajer memahami sikap kerja masing-masing karyawan, mereka dapat mengelola perusahaan secara berkala sesuai dengan pola motivasi yang paling menonjol.
tive). Menurut Suryana (2003:32) motif berprestasi adalah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi. Menurut Anoraga, (2004:18), faktor-faktor motivasi untuk berwirausaha ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : 1. Faktor kemandirian adalah kemampuan untuk mengandalkan diri sendiri dalam upaya menciptakan lapangan pekerjaan baru tanpa harus bergantung dari orang lain. 2. Faktor modal adalah faktor finansial pada wanita yang mempunyai modal yang cukup untuk mendirikan suatu usaha. 3. Faktor emosional adalah tindakan pribadi sesorang yang mampu mempengaruhi emosinya dalam mengambil keputusan untuk memilih usaha kecil. 4. Faktor pendidikan adalah faktor tingkat pendidikan formal dan keahlian serta teknikteknik yang diperoleh wanita pengusaha dalam memilih usaha kecil.
Menurut Hasibuan (2003:143), motivasi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Motivasi Positif adalah dorongan yang mampu dan mengakibatkan timbulnya harapan pada seseorang yang dapat memuaskan dirinya baik secara material maupun psikologis. 2. Motivasi Negatif adalah dorongan untuk bekerja yang didasarkan adanya rasa takut dan adanya tekanan dari luar. Sehingga motivasi negatif tumbuh akibat ancaman dan paksaan.
Menurut Danny (2007:28) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memotivasi seseorang untuk berwirausaha, yaitu : 1. Modal 2. Keterampilan (Skill) 3. Pendidikan 4. Jiwa kewirausahaan
Faktor-faktor motivasi untuk berwirausaha Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki motivasi berwirausaha karena ada motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achiement mo-
Sedangkan menurut Setiono ( 2006:17) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berwirausaha adalah: 1. Faktor internal wirausaha seperti pendidikan, pengalaman, kemampuan menganalisis resiko, keberanian dan mempunyai visi kedepan. 2. Faktor eksternal meliputi modal yang cukup, lingkungan dan jaringan usaha. 3. Faktor X seperti kesempatan dan keuntungan.
Kemandirian Kemandirian seseorang disebabkan oleh kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Hidup mandiri dan beraktivitas produktif dapat menunjang kemandirian finansial mereka dalam rumah tangga. Keterlibatan lingkungan dalam aktivitas ekonomi dapat dikatakan tinggi.
152 KHAIRAWATI
Kondisi seperti ini dapat menimbulkan kemandirian seseorang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka dapat mempergunakan waktu untuk kegiatan produktif, sehingga rasa kesepian, rasa tidak berguna dan ketergantungan terhadap keluarga akan semakin berkurang (Frinces, 2004:56). Menurut Winarto (2003:17) seseorang yang mandiri adalah suatu suasana dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak atau keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan atau perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu (barang atau jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya. Menurut Meredith (2002:55) kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Menurut Frinces (2004:23), kemandirian adalah individu yang mampu menghadapi masalahmasalah yang dihadapinya dan mampu bertindak secara dewasa. Anoraga (2004:138) mengatakan bahwa kemandirian adalah keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain. Modal Modal mempunyai peran cukup penting dalam proses sebuah usaha, sebesar atau sekecil apapun modal tetap sangat diperlukan, karena modal diperlukan ketika pengusaha hendak mendirikan usaha baru atau untuk memperluas usaha yang sudah ada. Tanpa modal yang cukup maka akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha, sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. Faktor modal merupakan titik kunci dari setiap usaha dimana modal yang besar akan berpengaruh terhadap besarnya variasi usaha dan tenaga kerja.
Menurut Danny (2007:28), modal merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam berbagai aktvitas yang dilakukan. Karena modal dapat membiayai semua kegiatan operasional dalam usaha. Modal dalam setiap kegiatan usaha memiliki 2 sasaran, yaitu : 1. Sebagai pembuka usaha Modal sebagai pembuka usaha adalah pengumpulan sejumlah dana yang dibutuhkan dalam memulai suatu kegiatan usaha mulai dari tempat, kebutuhan pelaksanaan maupun modal simpanan yang digunakan untuk menanggulangi ketika usaha yang sedang berjalan membutuhkan suntikan dana kembali. 2. Sebagai pengembangan usaha Modal sebagai pengembangan usaha adalah modal yang dikeluarkan selain modal awal yang fungsinya sebagai pengembangan usaha baik dari segi jumlah unit usaha maupun dari banyaknya tenaga, alat bantu usaha maupun perluasan usaha. Menurut Zimmerer.dkk (2005:49) modal usaha merupakan modal yang digunakan untuk memulai atau menjalankan suatu usaha. Langkah pertama dalam mengelola sumber daya keuangan secara efektif adalah memiliki modal awal yang cukup. Terlalu banyak wirausahawan yang memulai bisnis dengan modal yang terlalu kecil. Sedikitnya modal yang dimiliki tidak sebanding dengan biaya yang diperlukan dalam menjalankan perusahaaan yang hampir selalu lebih besar dari yang diperkirakan. Emosional Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa,
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
153
emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Anoraga (2004:243) mendefinisikan faktor emosional sebagai suatu keadaan yang mampu mempengaruhi tindakan seseorang untuk melakukan suatu perencanaan yang dikehendakinya. Tindakan emosional itu juga merupakan dorongan pribadi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Dengan dorongan emosi maka orang dapat bertindak sesuai keinginannya. Pada jiwa wirausaha terdapat faktor emosi yang berupa naluri bisnis seseorang. Dalam dunia bisnis selain kemampuan rasional untuk mengatur strategi dan mengambil keputusan juga diperlukan naluri bisnis yang baik. Naluri bisnis tersebut merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengambil keputusan atas permasalahan berupa peluang dalam usaha. Kekuatan keyakinan atas keputusan usaha biasanya mempengaruhi motivasi wirausaha dan lingkungan kerjanya untuk mencapai sukses.
dimiliki baik dari seorang pengelola usaha maupun dari segi tenaga kerja yang melakukan usaha tersebut.
Pendidikan Faktor pendidikan pun tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan kewirausahaan individu. Individu yang mengenyam pendidikan dimana kewirausahaan diajarkan akan terdorong untuk menjadi seorang wirausahawan (Hisrich dan Peters, 2000:12). Pendidikan akan memberi bekal pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengelola usaha, terutama ketika menghadapi suatu permasalahan. Individu yang tidak mengenyam pendidikan formal namun ia bisa belajar dari pengalaman dan orang lain pun bisa meningkatkan kewirausahaan yang dimiliki. Pendidikan formal memberikan sarana yang lebih baik dan juga rekan yang lebih banyak sehingga lebih memudahkan dalam meningkatkan kewirausahaan melalui pengetahuan yang diterima. Menurut Danny (2007:29), pendidikan yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam suatu ilmu keterampilan tertentu. Pendidikan akan berperan aktif apabila adanya pengalaman dan keterampilan yang dimiliki seseorang dalam setiap kegiatan. Pendidikan menurut Slameto (2003:53) adalah tingkat intelegensi tertinggi yang dimiliki seseorang. Pendidikan dalam suatu kegiatan usaha kecil hanya melibatkan pendidikan dasar yang
Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+ ei
METODELOGI PENELITIAN Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh pengusaha salon kecantikan di Kota Lhokseumawe dengan jumlah 26 pengusaha salon. Penelitian ini menggunakan pendekatan survey, yaitu metode pengumpulan data primer berdasarkan komunikasi antara peneliti dan responden dimana data peneliti berupa subjek yang menyatakan opini, sikap, pengalaman, karakteristik subjek penelitian secara individu atau secara kelompok. Dalam peralatan analisis digambarkan satu persatu dari variabel yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja sumber daya manusia yang dilambangkan dengan suatu fungsi Regresi Linear berganda sebagai berikut :
dimana : Y : Motivasi berwirausaha X1 : Kemandirian X2 : Modal X3 : Emosional X4 : Pendidikan a : Nilai konstanta b1-b4 : Koefisien regresi ei : Nilai error HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden berdasarkan usia di atas 25 sampai dengan 30 tahun sebanyak 6 orang atau 20,8% responden, sedangkan responden yang berusia diatas 30 tahun sebanyak 20 orang atau 79,2% responden. Berarti dapat disimpulkan bahwa usaha salon kecantikan banyak dilakukan oleh responden yang berusia >30 tahun. Selanjutnya bila dilihat dari karakteristik responden menurut tingkat pendidikan terakhir, responden SLTP mencapai 6 orang atau sebesar 25%, selanjutnya tingkat pendidikan responden
154 KHAIRAWATI
SLTA mencapai 14 orang atau sebesar 54%, berikutnya tingkat pendidikan responden Diploma sebanyak 3 orang atau sebesar 12,5% dan Sarjana sebanyak 3 responden atau sebanyak 8,3%. Kesimpulannya bahwa usaha salon kecantikan banyak dilakukan oleh responden yang tingkat pendidikan terakhirnya SLTA. Dari segi jumlah pendapatan perbulan responden yang berpenghasilan
Berdasarkan Tabel 1 maka persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah: Y = 6.027 + 0.398X1 + 0.494X2 + 0.451X3 + 0.313X4 + e Dari persamaan model diatas maka variabel konstanta mempunyai koefisien sebesar 6.027 yang berarti bahwa apabila variabel Kemandirian (X1), Modal (X2), Emosional (X3) dan Pendidikan (X4) tidak terjadi perubahan, maka Motivasi Berwirausaha Salon Kecantikan di Kota Lhokseumawe sebesar 6.027. Koefisien variabel kemandirian sebesar 0.398 yang berarti apabila ditingkatkan 1 satuan maka motivasi berwirausaha akan meningkat sebesar 39.8%. Koefisien variabel modal sebesar 0.494 yang berarti bahwa apabila ditingkatkan 1 satuan maka motivasi berwirausaha akan meningkat sebesar 49.4%. Koefisien variabel emosional sebesar 0.451 yang berarti apabila ditingkatkan 1 satuan maka motivasi berwirausaha akan meningkat sebesar 45.1%. Dan koefisien variabel sebesar 0.313 yang berarti apabila ditingkatkan 1 satuan
Tabel 1 Hasil Regresi Linear Berganda Hasil Regresi Coefficientsa Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
1
(Constant) 6.027 Kemandirian .398 Modal .494 Emosional .451 Pendidikan .313 a. Dependent Variable: Motivasi Berwirausaha
Beta
1.616 .198 .264 .250 .173
t .244 .304 .268 .236
Sig. 3.729 2.015 1.871 1.808 1.815
.001 .058 .077 .086 .085
Tabel 2 Model Summaryb
Model
R
Adjusted R Square
R Square
Std. Error of the Estimate
1 .934a .873 .846 a. Predictors: (Constant), pendidikan, kemandirian, emosional, modal b. Dependent Variable: motivasi berwirausaha
.92025
Tabel .3 ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
110.410 16.090 126.500
Df
Mean Square 4 19 23
27.602 .847
F 32.594
Sig. .000a
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
maka motivasi berwirausaha akan meningkat sebesar 31.3%. Untuk melihat besarnya pengaruh dari faktor Kemandirian (X1), Modal (X2), Emosional (X3) dan Pendidikan (X4) dilakukan dengan menguji nilai R2. Berdasarkan hasil pengujian, maka ditemukan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,934 atau 93,4%, ini bermakna bahwa hubungan yang terjadi antara motivasi berwirausaha dengan faktor Kemandirian, Modal, Emosional dan Pendidikan pada usaha salon kecantikan di Kota Lhokseumawe adalah erat dan positif. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,873 atau 87,3%, hal ini menunjukkan bahwa besarnya kemampuan variabel motivasi berwirausaha dipengaruhi oleh variabel kemandirian, modal, emosional dan pendidikan adalah sebesar 87,3%. Sisanya sebesar 12,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak penulis analisis dalam penelitian ini. Nilai adjusted R2 adalah 0,846 atau 84,6%, hal ini berarti 84,6% variasi motivasi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel kemandirian, modal, emosional dan pendidikan. Sedangkan sisanya 15,4% dijelaskan oleh sebabsebab lain yang tidak penulis analisis dalam penelitian ini. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh antara variabel independen Kemandirian (X1), Modal (X2), Emosional (X3) dan Pendidikan (X4) terhadap variabel dependen Motivasi Berwirausaha (Y) kemudian dapat diuji : Uji Serempak (Uji F) Untuk melihat pengaruh faktor Kemandirian (X1), Modal (X2), Emosional (X3) dan Pendidikan (X4) terhadap Motivasi Berwirausaha salon kecantikan di Kota Lhokseumawe berdasarkan data hasil penelitian uji serempak (uji F) dapat dilihat pada Tabel 3. Pembuktian hipotesis dilakukan dengan pengujian serempak terhadap semua variabel dengan menggunakan uji F, dengan ketentuan apabila hasil Fhitung ≥ Ftabel, maka Ha diterima, sebaliknya jika Fhitung ≤ Ftabel maka Ha ditolak. Berdasarkan tabel 2 diatas diperoleh Fhitung sebesar 32.594 ≥ Ftabel 2.27, dengan demikian pengujian ini telah memenuhi
155
syarat untuk menolak hipotesis nol (Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha). Dimana terdapat pengaruh faktor Kemandirian (X1), Modal (X2), Emosional (X3) dan Pendidikan (X4) terhadap motivasi berwirausaha salon kecantikan di Kota Lhokseumawe. Uji Parsial (Uji t) Untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka penulis mencoba untuk membuktikan kebenaran dan dugaandugaan mengenai hasil penelitian ini. Berdasarkan Tabel 1 Nilai thitung masing-masing variabel adalah variabel kemandirian (X1) nilai thitung sebesar 2.015 ≥ ttabel sebesar 1.729, dengan demikian Ho ditolak dan menerima Hi, oleh karena itu kemandirian berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi berwirausaha. Variabel modal (X2) sebesar 1.871 ≥ ttabel sebesar 1.729, maka Ho ditolak dan menerima Hi, oleh karena itu modal berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi berwirausaha.. Variabel emosional (X3) sebesar 1.808 ≥ ttabel sebesar 1.729, maka Ho ditolak dan menerima Hi, oleh karena itu emosional berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi berwirausaha. Variabel pendidikan (X4) sebesar 1.815 ≥ ttabel sebesar 1.729, oleh karena itu Ho ditolak dan menerima Hi, oleh karena itu pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi berwirausaha. Berdasarkan pengolahan data disimpulkan nilai thitung > ttabel, maka masingmasing variabel untuk parsial faktor Kemandirian (X1), Modal (X2), Emosional (X3) dan Pendidikan (X4) berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha salon kecantikan di Kota Lhokseumawe. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Secara serempak faktor kemandirian, modal, emosional dan pendidikan berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha pada Salon Kecantikan di Kota Lhokseumawe. Secara parsial semua variabel bebas memiliki thitung > ttabel, berarti secara parsial semua variabel tersebut (kemandirian, modal, emosional dan pendidikan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi berwirausaha salon kecantikan di Kota Lhokseumawe.
156 KHAIRAWATI
REFERENSI Anoraga, Pandji. (2004). Manajemen Bisnis. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. As’ad, M. (2003). Psikologi Islami: Seri Sumber Daya Manusia. Penerbit Liberty, Yogjakarta Danny, Rifyan. (2007). Strategi Usaha Kecil Dalam Persaingan. Penerbit CV.Rineka Cipta, Jakarta. Frinces, Z Heflin. (2004). Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis. Cetakan kesatu, Mida Darussalam, Yogyakarta Goleman (2002). Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Hasibuan, Malayu S.P. (2003). Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta Hisrich, R dan Peters, M. (2000). Entrepreneurship. 4th edition. McGraw-Hill Companies, Inc, Singapore Kasmir (2007). Kewirausahaan. Edisi pertama, Penerbit Erlangga, Jakarta. Meredith, G. G., Nelson, R. E. dan Neck, P. A. (2002). Kewirausahaan. Teori dan Praktek (The Practice of Entrepreneur). Penerbit PPM, Bandung. Siagian, Salim & Asfahani. (2004). Kewirausahaan Indonesia Dengan Semangat 17-8-45, Editor, Cetakan ketiga, PT. Kluang Klede Jaya Bekerja sama Poslatkop dan PK, Jakarta. Slameto (2003). Pendidikan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhuinya. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Suryana (2001). Kewirausahaan. Jilid 1, Edisi Kedua, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. _______ (2003). Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Winarto (2003). Pembelajaran dari Skandal Keuangan WorldCom. Media Akuntansi, Edisi 27/JuliAgustus, Jakarta.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 157-165
157
PENGARUH INTEGRASI PASAR TERHADAP KINERJA PASAR BERAS DAN DAMPAKNYA PADA KETAHANAN PANGAN INDONESIA
MIRZA TABRANI DAN MUHAMMAD ADAM
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Staple food stability and avalability is a crucial problem in Indonesia. This fenomena was used as an indicator to measure goverment succes in development of nation and capability of goverment to provile enough food for the people in the the country. The reaserarc objectives are to evaluate market performance and to Indonesia price situation, market and rice marketing in national, domestic and regional level. Spesifically this reasearch is aim to know market integration in order to in crease food staple stability and avalability in Indonesia. This research focus on descreptive research with the purpose to find information and to explained the real situations. Structural Equation Modelling (SEM) was used to test the model and hypotesis. The research find several conclution firstly Market Integration significantly positive influenced between local market with hightly producer share, and low of marketing margin in rice distribution.Secondly, market performance is also significant and positively influence national food stability. Thirdly, market integration in significanly and positively influence national food stability. Keywords : Market integrations, market performance, food stability
158 MIRZA TABRANI DAN MUHAMMAD ADAM
LATAR BELAKANG Ketahanan pangan menjadi isu sentral bagi setiap kebijakan pemerintah, karena menyangkut hajat yang mendasar dan krusial dari setiap warga negaranya. Permintaan akan pangan beras di Indonesia cenderung meningkat mengikuti peningkatan jumlah populasi penduduk. Pemerintah Indonesia tetap fokus dalam menjaga ketahanan pangan dan mengatasi kelangkaan dan kerawanan pangan di tanah air dengan berbagai kebijakan mulai dari peningkatan produksi domistik, sistem pengadaan, dan kebijakan harga dasar gabah dan beras. Namun kebijakan tersebut masih kurang mampu mengimbangi permintaan dan kebutuhan pasar yang penuh dinamika. Kurang dinamis dan efektifnya kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam beberapa dekade terakhir telah berdampak pada kerawanan pangan di berbagai daerah, walaupun dalam realitanya produksi pangan beras cenderung semakin meningkat. Demikian juga kebijakan impor yang dilakukan pemerintah untuk menutupi kekurangan pangan beras dalam negeri telah menimbulkan berbagai persoalan baru dalam kinerja perberasan di tanah air, mulai dari ketidakstabilan dan kelangkaan persediaan sampai dengan meningkat dan berfluktuasinya harga. Keadaan kinerja yang kurang menggembirakan tersebut diperparah oleh perilaku pedagang yang sangat dominan dalam sistem pemasaran dan kurang berfungsinya lembaga pemerintah dalam mengendalikan harga dan pengadaan beras. Penetapan harga dasar dan harga pembelian beras oleh pemerintah ditetapkan secara sentralistik dan dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia, sementara itu pemerintah daerah dengan otonominya juga dibenarkan untuk menetapkan berbagai kebijakan perberasan dalam rangka menjaga kecukupan kebutuhan pangan dan stabilisasi harga di daerahnya. Potensi pemerintah daerah dalam menjaga gejolak harga dapat saja berbeda, demikian juga kapasitas petani dan perantara pasarnya berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Idealnya perbedaan harga antar daerah dan antara pasar domistik dengan pasar lokal (daerah) hanya sebesar biaya transpor dan biaya transaksi.
Di beberapa daerah ongkos angkut masih cukup mahal, dan telah menghambat mobilisasi hasil panen ke berbagai pasar sasaran. Kendala ini ikut memperlambat integrasi pasar dan transmisi harga antar dua pasar yang terpisah secara spasial. Dalam percaturan pasar beras di tanah air sering ditemukan bahwa harga pada satu pasar ditentukan oleh pasar lainnya. Harga suatu pasar kadangkala merupakan rujukan harga bagi pasar lainnya. Namun demikian tidak selamanya harga pasar yang lebih rendah ditentukan oleh jenjang pasar yang lebih tinggi, tapi juga bisa sebaliknya. Hal yang perlu dicermati sesungguhnya adalah kemampuan merubah harga, bukan pada persoalan pasar mana yang menentukan harga itu, sehingga perbedaan harga antar pasar itu relatif kecil dan semakin kecil sebagai cerminan pasar yang terintegrasi secara sempurna. Pembentukan harga pasar terutama untuk gabah tidak terlepas dari peranan kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah kebijakan harga pembelian gabah dan beras. Salah satu tujuan penetapan harga dasar atau harga pembelian pemerintah tersebut adalah untuk menjaga kestabilan harga pasar dan mendukung ketersediaan pangan nasional. Beberapa hasil penelitian mendapatkan bahwa harga pembelian pemerintah itu belum efektif dalam menjamin harga yang layak bagi petani dan juga konsumen, terutama karena terbatasnya kemampuan pemerintah untuk menampung hasil panen petani. Demikian juga karena berbagai limitasi dan kurang tersedianya informasi yang berkualitas, maka beberapa kebijakan non harga ternyata juga masih belum berpihak kepada petani produsen dan konsumen. Keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir pedagang yang mendapatkan fasilitas dan prioritas dari badan kepercayaan pemerintah. Dengan kemampuan pemerintah yang semakin baik, akan terbuka peluang bagi alokasi dana untuk pengadaan gabah dan beras masyarakat yang lebih besar dan dengan demikian tuntutan untuk pasar yang berkinerja tinggi akan menjadi semakin penting, terlebih untuk menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan dimasa yang akan datang. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kinerja pasar komoditas pangan beras di suatu negara, mulai dari variabel ekonomi sampai dengan vari-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
abel politik dan budaya yang masing-masing kemungkinan ikut memberikan kontribusi terhadap kinerja pasar. Faktor penting yang sering dibicarakan dalam melihat kinerja pasar adalah rendahnya selisih harga antara konsumen dan produsen, pusat dan kota dan margin keuntungan. Disamping itu, tidak stabilnya harga akan berdampak kepada petani sebagai produsen dan masayarakat sebagai konsumen, hal ini mencerminkan bahwa pemasaran beras di Indonesia selalu menunjukkan kerugian kepada derajat yang lebih kecil. Selanjutnya ketersediaan dan pemerataan distribusi beras serta keterjangkauan oleh daya beli masyarakat di seluruh wilayah di Indonesia masih merupakan isu sentral yang berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi nasioanal (Sulastri S, 2001). Akhirnya, penelitian ini hanya memfokuskan kepada keterkaitan antara integrasi pasar terhadap kinerja pasar beras dan dampaknya terhadap ketahanan pangan nasional. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini diselenggarakan dengan mengambil tempat penelitian di seluruh Indonesia dengan fokus penelitiannya di pasar pusat Jakarta (Cipinang) dan kota-kota propinsi lainnya yang termasuk dalam kegiatan perdagangan beras domistik. Penyelenggaraan penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung dari bulan Juli sampai dengan Desember 2010. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan dua cara yaitu mengedarkan daftar pertanyaan dan wawancara. Daftar pertanyaan di susun secara terbuka termasuk didalamnya tabulasi data yang diperlukan. Selanjutnya wawancara diselenggarakan secara formal dan informal kepada sejumlah orang yang berkaitan langsung dengan penelitian ini seperti Kepala Penelitian dan Pengembangan Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, dan sejumlah pelaku di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Model Analisis Model analisis yang digunakan dalam memba-
159
has penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM) yang diformulasikan dengan gambar berikut.
Dalam penelitian ini digunakan dua persamaan struktural atau dua substruktural, dimana X1 dan X2 sebagai variabel eksogen dan Y1 sebagai variabel endogen. Variabel independen adalah penyebab mediasi (mediated cause) terhadap variabel dependen. Model ini menjelaskan variabel independen X1 mempengaruhi langsung dan tidak langsung melalui variabel X2 terhadap variabel dependen Y1. Adapun persamaan sruktural tersebut dapat dispesifikasikan sebagai berikut: X2=PX1X2 X1 + ε1 Y1=Py1x1X1+Py1x2X2+ ε2 Y1= PX1X2 X2 + Py1x2X2 + ε2
... (1) ... (2) ... (3)
Dimana: X1 = Integrasi Pasar Beras X2 = Kinerja Pasar Beras Y1 = Ketahanan Pangan Beras Persamaan (1) di atas adalah untuk menguji hipotesis 1, sedangkan persamaan (2) untuk menguji hipotesis 2 dan 3, manakala persamaan (3) adalah untuk menguji hipotesis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Integrasi Pasar Beras Produsen dan Konsumen Di Indonesia harga beras pada tingkat konsumen kerap terjadi perubahan, namun perubahan
160 MIRZA TABRANI DAN MUHAMMAD ADAM
pada tingkat konsumen atau eceran tersebut tidak selamanya merubah harga yang diterima petani produsen. Untuk mengawali pemahaman terhadap integrasi antara pasar produsen dan konsumen komoditas beras berikut ditampilkan perkembangan harga rata-rata dalam kurun waktu 2000-2009. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terkhir ratarata harga konsumen telah meningkat antara 1,37 - 31,64 persen, sementara harga pada tingkat produsen mengalami peningkatan dari 0,16 - 35,09 persen. Penurunan harga pada tingkat produsen pernah terjadi terjadi pada tahun 2002-2003 sebesar 0, 57 persen. Rata-rata harga produsen mencapai 10, 8 persen sedangkan harga pada tingkat konsumen hanya meningkat 8,77 persen. Bilamana data yang terhimpun benar adanya, maka pada keadaan adanya kenaikan harga konsumen diikuti oleh kenaikan harga pada tingkat produsen dalam proporsi yang lebih besar.Indikasi kenaikan pada kedua jenjang pasar ini mencerminkan bahwa pada kedua pasar tersebut pasar telah berintegrasi. Idealnya proporsi kenaikan tersebut adalah sama sehingga bilamana kenaikan harga 1 persen dipasar konsumen akan meningkat harga pada tingkat produsen satu persen juga. Integrasi Pasar Luar Negeri dan Domestik Harga beras luar negeri secara signifikan mempengaruhi harga beras dalam negeri. Dengan menggunakan data perkembangan harga rata-rata beras tahun 2000-2009 ternyata korelasi harga antara kedua jenjang pasar cukup tinggi yakni mencapai 0, 873 yang berarti bahwa pada setiap kenaikan harga beras di luar negeri sebesar 1 persen akan mempengaruhi kenaikan harga beras domistik sebesar 0, 873 persen. Perekembangan harga beras domistik dan internasional pada kurun waktu 2000-2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Producer Share Pangsa harga konsumen yang diterima petani produsen cenderung mengalami dari waktu ke waktu menjadi salah satu indikasi adanya perbaikan pendapatan usahatani yang diharapkan dari tujuan pelaksanaan program pembangunan pertanian di tanah air. Dari Tabel 3 dapat diungkapkan bahwa pangsa harga konsumen yang diterima petani atau
producer’s share mengalami peningkatan yang menggembirakan dari 74,93 persen pada tahun 2000 menjadi 88,25 persen pada tahun 2009 atau mengalami kenaikan sebesar 13,32 persen atau 1,33 persen pertahunnya. Kenaikan pangsa petani produsen ini juga menjadi indikasi perbaikan dalam efisiensi pasar dan pemasaran komoditas pangan beras dalam negeri. Daya Beli (Pendapatam Rumah Tangga) Kondisi surplus pangan atau terjadinya kenaikan ketersediaan pangan beras dalam negeri mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap ketahanan pangan terutama karena nilai tukar petani yang masih rendah. Rendahnya nilai tukar petani telah menjadi salah satu penyebab rendahnya daya beli petani, sehingga kelompok masyarakat tani atau rumah tangga petani di pedesaan sangat rentan terhadap ketahanan pangan. Jumlah pendapatan yang mereka terima dari usahatani padi yang mereka tekuni belum sepenuhnya mampu memenuhi pembiayaan kebutuhan pangan rumah tangganya. Daya beli masyarakat berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Dari data yang dikemukakan pada Tabel 4 ternyata daya beli masyarakat yang diukur dari pendapatan per kapita mengalami peningkatan yang cukup berarti dari Rp 9.999.904 pada tahun 2000 menjadi Rp 15.658. 608 pada tahun 2009 atau meningkat 56,74 atau 5,67 persen setiap tahunnya. Kenaikan pendapatan masyarakat bertumbuh sangat tinggi pada tahun 2001 dan cenderung menurun pada tahun berikutnya hingga tahun 2009. Kenaikan laju pertumbuhan pendapatan ini mendukung ketahanan pangan masyarakat sebagai akibat dari adanya perbaikan dalam menjangkau peningkatan harga pangan di pasar. Impor Beras Dampak dari peningkatan produksi dalam negeri Indonesia sejak tahun 2007 telah mampu mengurangi impor beras dengan volume yang kian menurun. Perkembangan impor beras dari tahun 2000-2009 dapat ditunjukkan Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat diungkapkan bahwa impor beras Indonesia dalam 3 tahun terakhir men-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
161
Tabel 1 Perkembangan Harga Rerata Beras di Tingkat Produsen dan Konsumen Beras di Indonesia, 2000-2009 (Rp/Kg) Tahun
Harga Rata-rata Tingkat Konsumen
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1.360 1.490 1.567 1.605 1.627 1.833 2.413 2.712 2.875 3.062
% Kenaikan Harga
% Kenaikan Harga
Harga Rata-rata Tingkat Produsen
- 9,56 5,17 2,43 1,37 12,66 31,64 12,39 6,01 6,50
1.013 1.119 1.231 1.224 1.226 1.519 2.052 2.357 2.491 2.701
10,46 10,01 -0,57 0,16 23,90 35,09 14,86 5,69 8,43
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah) Tabel 2 Perkembangan Harga Rata-rata Beras di Tingkat Pasar Luar Negeri dan Pasar Domestik di Indonesia, 2000-2009 (Rp/Kg) Tahun
Harga Rata-rata Pasar Luar Negeri (Rp/Kg)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
2.178 2.314 2.355 2.286 2.829 3.450 3.687 4.183 6.237 4.980
% Kenaikan Harga
Harga Rata-rata Pasar Domestik (Rp/ Kg)
6,24 1,77 -2,93 23,75 21,95 6,87 13,45 49,10 -20,15
% Kenaikan Harga
2.127 2.260 2.624 2.692 2.569 2.986 4.076 4.782 5.046 5.234
6,25 16,11 2,59 -4,57 16,23 36,50 17,32 5,52 3,73
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah) Tabel 3 Producer Share 2000-2009 (Rp) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rerata
Jumlah per Tahun (Rp) 899,18 901,64 942,67 916,04 933,05 990,52 1.020,10 1.043,45 1.038,89 1.059,02 974.456
Rata-rata perbulan (Rp) 74,93 75,14 78,56 76,34 77,75 82,54 85,01 86,95 86,57 88,25 81,20
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah)
% Peningkatan 0,28 4,55 -2,83 1,85 6,16 2,99 2,28 -0,44 1,94
162 MIRZA TABRANI DAN MUHAMMAD ADAM
Tabel 4 Daya Beli (Pendapatan Rumah Tangga) 2000-2009 Tahun
Jumlah per Tahun (Rp)
Rata-rata perbulan (Rp)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rerata
9.989.904 10.619.760 11.249.616 11.879.472 12.509.328 13.139.184 13.769.040 14.398.896 15.028.752 15.658.608 12.824.256
832.492 884.980 937.468 989.956 1.042.444 1.094.932 1.147.420 1.199.908 1.252.396 1.304.884 1.068.688
% Peningkatan 6,30 5,93 5,60 5,30 5,04 4,79 4,57 4,37 4,19
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah) Tabel 5 Impor Beras Indonesia 2000-2009 Impor Beras (ton)
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rerata
Laju kenaikan /penurunan (%)
1.355.005 642.036 1.798.144 1.427.375 234.563 188.911 438.028 1.406.800 289.700 250.500 749.626
-52,62 180,07 -20,62 -83,57 -19,46 131,87 221,17 -79,41 -13,53 19,24
Sumber: BPS dan KEMINDAG 2010 (diolah) Tabel 6 Analisis of Goodness of Fit Index Goodness of fit index Chi-square (CMIN) Degree of freedom Probability Chi-square/degree of freedom (χ2/df), CMIN/df) Goodness of fit index (GFI) Adjust goodness of fit index (AGFI) Tucker-Lewis index (TLI) Incremental fit index (IFI) Comparative fit index (CFI) Root mean square error approximation (RMSEA)
Nilai yang direkomendasikan
Hasil Kajian
Kecil >0.05 <2.00 >0.90 >0.90 >0.90 >0.90 >0.90 <0.08
514.077 424 .0001 1.586 .914 .921 .934 .929 .936 .040
Tabel 7 Pengaruh Konstruk Eksogen dan Endogen (Maximum Likelihood Estimation) Pengaruh Konstruk IP-KP IP-KT KP-KT P<0.05
Signifikan 0.021 0.009 0.012
Standardised Regression Weights Langsung 0.724 0.532 0.592
Tidak Langsung -
Jumlah 0.724 0.532 0.592
Hipotesis Terima H1 Terima H2 Terima H3
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
galami penurunan dari 1.406.800 ton pada tahun 2007 menjadi 250.500 ton. Walaupun secara ratarata dalam kurun waktu 10 tahun terakhir impor beras masih mengalami kenaikan sebesar 19,24 % pertahun. Penurunan impor beras ini mendukung program ketahanan pangan yang bersumber dari produksi domistik dan menghemat devisa negara yang cukup besar. Semakin rendah angka impor akan semakin tinggi kemandirian pangan nasional. Pengaruh Integrasi Pasar terhadap Kinerja Pasar Beras dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan di Indonesia Model persamaan berstruktur (strucrural equation modellling) yang digunakan dalam penelitian ini ternyata layak digunakan untuk membahas dan membuktika hipotesis yang diajukan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang diinkasikan oleh terpenuhinya goodness of fit indek yang disyaratkan. Hasil analisis goodness of fit indek ditunjukkan Tabel 6. Hasil perhitungan dengan bantuan komputer seperti data dalam tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa dengan nilai chi-square (χ2) yang sangat besar atau 514.077 yang signifikan pada derajat kesalahan 1 persen dapat berarti bahwa bahwa model tidak fit karena nilai chi-square adalah besar. Nilai chi-square adalah sangat peka terhadap besarnya besarnya sampel (Sharma 1996). Dengan kondisi yang demikinan diperlukan analisis lanjutan dengan melihat nilai chi-square/degree of freedom ((χ2 / df) atau nilai CMIN/df. Hair et.al (1998) dan Sharma (1996) menyatakan bahwa nilai CMIN/df yang baik dan direkomendasikan adalah kurang dari 2. Berdarakan hasil olahan data diperoleh nilai CMIN/df untuk penelitian ini sebesar 1.586. Dengan demikian model yang digunakan adalah fit. Dengan indikator goodness of fit index lainnya didapatkan GFI=0.914, AGFI=0.921, TLI=0.934, IFI=929, CFI=0.936 dan RMSEA=0.040. Hal ini dapat menjadi isyarat bahwa nilai ukuran fit yang sangat baik. Steiger (1990) menerangkan bahwa nilai goodness of fit index yang baik akan menghasilkan struktur kovarian dari populasi yang dapat diterima dan perbedaan di antara kovarian matrik yang diamati dengan yang diprediksikan
163
juga dapat diterima. Rekapitulasi dari hasil perhitungan dapat ditunjukkan pada Tabel 7. Pengaruh Integrasi Pasar terhadap Kinerja Pasar Beras di Indonesia Kinerja pasar dipengaruhi oleh integrasi pasar. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 95 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi kinerja pasar beras di Indonesia. Dengan koefisien regresi sebesar 0,724 menunjukkan bahwa pada setiap perubahan integrasi 1 persen akan mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air sebesar 0,724 persen. Pengaruh Integrasi Pasar Terhadap Ketahanan Pangan Beras di Indonesia Ketahanan pangan dipengaruhi oleh integrasi pasar. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 99 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras. Dengan koefisien sebesar 0,532 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam inegrasi pasar akan mempengaruhi ketahanan pangan sebesar 0,532 persen. Dampak Kinerja Pasar Beras pada Ketahanan Pangan di Indonesia Secara gamblang kinerja pasar yang semakin baik memberi dampak positif terhadap peningkatan ketahanan pangan. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 95 persen kinerja pasar secara langsung memberi dampak positif terhadap ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras yang menjadi objek penelitian ini. Dengan koefisien regresi sebesar 0,592 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam kinerja pasar akan memberikan dampak terhadap ketahanan pangan sebesar 0,592 persen. KESIMPULAN Dari pembahasan yang dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ketahanan pangan nasional terutama bera dipengaruhin oleh banyak faktor. Integrasi
164 MIRZA TABRANI DAN MUHAMMAD ADAM
pasar dan kinerja pasar beras memberikan kontribusi yang signifikan terhadap situasi ketahanan pangan di tanah air. 2. Kenaikan harga beras di Indonesia sering terjadi, namun hubungan pergerakan harga antara dua pasar relatif berintegrasi sempurna. Dengan demikian setiap kenaikan harga pada suatu jenjang pasar akan segera merubah harga pada pasar lainnya. Bilamana harga dipasar pusat mengalami perubahan, maka perubahan harga pada pasar pusat tersebut akan segera merubah harga pada pasar-pasar lokal. 3. Dengan menggunakan indikator ketersediaan pangan ternyata kondisi ketahanan pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup berarti, namun karena masih rendahnya daya beli dan rendahnya nilai tukar petani, maka akses petani untuk menjangkau pangan yang dibutuhkan masih tetap lemah, sehingga petani padi terutama yang tinggal dipedesaan mengalami gangguan pangan dalam status rentan pangan. 4. Integrasi pasar secara signifikan mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air. Signifikannya integrasi pasar antar jenjang pasar di dalam negeri menyebabkan baiknya kinerja pasar beras domistik, tingginya producer’s share, dan rendahnya margin pemasaran dalam rantai pemasaran beras. 5. Integrasi pasar secara berarti mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air dan memberi dampak pada ketahanan pangan terutama beras di Indonesia. 6. Kinerja pasar dipengaruhi oleh integrasi pasar. Pada tingkat kepercayaan 95 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi kinerja pasar beras di Indonesia. Dengan koefisien regresi sebesar 0,724 menunjukkan bahwa pada setiap perubahan integrasi 1 persen akan mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air sebesar 0,724 persen. 7. Ketahanan pangan dipengaruhi oleh integrasi pasar. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 99 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras. Dengan koefisien
sebesar 0,532 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam inegrasi pasar akan mempengaruhi ketahanan pangan sebesar 0,532 persen. 8. Kinerja pasar yang semakin baik dalam beberapa tahun terakhir telah memberi dampak positif terhadap peningkatan ketahanan pangan. Dengan menggunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 95 persen kinerja pasar secara langsung memberi dampak positif terhadap ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras yang menjadi objek penelitian ini. Dengan koefisien regresi sebesar 0,592 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam kinerja pasar akan memberikan dampak terhadap ketahanan pangan sebesar 0,592 persen. SARAN 1. Untuk mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik pada masa yang akan datang pemerintah tidak cukup dengan hanya memacu peningkatan produksi tetapi juga perlu mempertahan kinerja pasar beras domistik. Untuk maksud tersebut diperlukan upaya-upaya memperbaiki integrasi pasar terutama dalam jangka pendek. 2. Upaya mendorong peningkatan integrasi pasar dalam jangka pendek dapat dilakukan dengan melakukan intervensi dalam jangka pendek antara lain dengan menyediakan dan menyebarkan informasi pasar dan pemasaran yang berkualitas, cukup dan tepat waktu sehingga dapat membantu perbaikan pengambilan keputusan pemasaran dari petani produsen. Kebijakan yang dapat menolong harga padi di tingkat petani seperti harga pembelian pemerintah adalah penting untuk tetap dipertahankan terutama untuk menjadi pendorong produksi beras dalam negeri dan mendukung kemandirian pangan terutama di luar Jawa. Hal ini karena harga pembelian pemerintah akan mempengaruhi harga padi dan selanjutnya harga padi akan memacu petani untuk meningkatkan produksinya dalam rangka mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
165
REFERENSI Ajala dan Adesehinwa (2007), Roles and Efficiency of Participants in Pig Market In The Northern Part of Nigeria, Journal Central European Agriculture, Volume 8(2007) No.3 Alexander and Wyeth, (2006), Seasonal Price Movement and Unit Roots In Indonesian Rice Integration Azzaino, Zulkifli, (1992). Pengantar Tata Niaga Pertanian. Departemen Pertanian Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. IPB Bogor Arsyad, F.M (1992) An Evaluation of Malaysia Paddy and Rice Market Structure, Conduct and Performance, Pertanika,5(2) Bambang Irawan, 2007, Fluktuasi Harga, Transmisi harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah, Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No.4, Desember 200, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor Engle R.F. and C.W. Granger (1987): “Cointegration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing” Econometrica 55: 251-276 Goodwin B.K. and N. Piggott (2001): “Spatial Market Integration in the Presence of Threshold Effects” American Journal of Agricultural Economics 82: 302-317 Hair, J.F. Anderson, R.E. Tatham, R.L & Black, W.C (1998). Multivariate data Analisys. 5th ed. Prentice Hall International Inc. Harris, B. (1979) There is method in my madness : Or is it vici versa? Food Research Institute Studies Muwanga, G.S and D.L Snyder. (1997), Working with Microfit 4.0: Interactive econometric analysis. Oxford University Press, Great Britain Ravallion. M (1986), Testing Market Integration, American Journal Of Agricultural Economics, 68(1):102-109 Sharma, S (1996). Applied Multivariate Techniques. John Wiley & Sons, Inc. Toronto.
166 MIRZA TABRANI DAN MUHAMMAD ADAM
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 167-181
KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH DAN SDM KEBERSIHAN DI KOTA MEDAN
SAPNA BIBY
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
Garbage is a serious problem in big cities such as Medan. The amount of household waste continues to increase from year to year because it does not followed by the expansion of landfills. Waste management is an activity that is complex, because it includes many elements and continuous nature. The purpose of this study is to formulate management of waste management in the city of Medan that the garbage problem in the future can be minimized. Based on the results of the study, there are several things that can be stated: (1) The condition of facilities and infrastructure owned is still lacking, especially garbage container that has not been evenly owned by the community; (2) The need for container to serve all households in the city of Medan as many as 132 675 units; (3) the authority of the current management institutions were handed over to the respective villages resulting in difficulty in performing technical control operations; (4) Defined 4 (four) key to the success of the strategy: (a) Establishing an integrated long-term vision; (b) Institutional support; (c) The privatization of waste collection and processing activities; and (d) dissemination and campaigns to the public. Keywords: Model of waste management, health human resources
167
168 SAPNA BIBY
LATAR BELAKANG Sampah merupakan masalah krusial yang dihadapi beberapa kota di Indonesia. Permasalahannya lebih terkonsentrasi pada teknik operasional sampah. Timbunan sampah yang dihasilkan pada umumnya karena terbatasnya lahan di perkotaan untuk dijadikan sebagai lahan pembuangan akhir (TPA) yang selanjutnya akan mempengaruhi teknis opersional pengelolaan sampah. Beberapa penyebab dari permasalahan tersebut diantaranya: (i) Dinas Kebersihan Kota Medan sebagai pengelola sampah belum memiliki fungsi dan kewenangan yang jelas; (ii) Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat. Peningkatan volume timbulan sampah tanpa didukung penggunaan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan menganggu kelestarian fungsi lingkungan. Sampah merupakan limbah yang bersifat padat, terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Kehadiran sampah di Kota Medan merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Dengan penduduk hampir 3 juta jiwa, sampah yang dihasilkan setiap harinya mencapai 1.500 ton. Perinciannya, 48 % merupakan sampah organik dan 52 % lagi sampah anorganik. Jumlah sampah ini diperkirakan akan terus bertambah, dimana tingkat pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 4 persen. Tumpukan onggokan sampah merupakan jenis pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi lingkungan yang bersifat sosial. Sampah organik biasanya merupakan bagian terbesar dari sampah rumah tangga. Cara penanganan sampah ini seharusnya dilakukan dengan meminimalkan bangkitan sampah perkotaan, yaitu mengurangi jumlah sampah, mendaur ulang dan memanfaatkan sampah yang masih berguna. Pengelolaan sampah dapat diartikan menumbuhkan perilaku masyarakat untuk mengurangi memproduksi sampah. Peningkatan timbulan
sampah dan semakin tingginya koposisi anorganik sampah serta menurunnya efisiensi TPA menyebabkan perlunya suatu konsep untuk pengelolaan sampah lebih baik. Besarnya potensi sampah yang bisa didaur ulang ditentukan oleh timbulan sampah, komposisi sampah dan karakteristik sampah. Persoalan yang lebih kompleks terkait dengan pengelolaan sampah adalah tidak ada intervensi dari pengambil kebijakan saat ini. Perilaku dan kesadaran masyarakat serta keterbatasan pelayanan pembuangan sampah membuat sebagian toko, bengkel, rumah tangga, hotel, perkantoran dan sumber sampah lainnya melakukan pembuangan sampah pada tempat-tempat yang tidak semestinya seperti sungai, laut, lahan-lahan kosong, dipinggir-pinggir jalan dan sebagainya. Kondisi ini membuat kondisi yang tidak nyaman, tidak sehat dan mengurangi keindahan kota. Aspek yang juga harus diperhatikan pemerintah daerah adalah regulasi dalam pengelolaan sampah, belum optimal dan meratanya sarana tempat pembuangan sampah yang disediakan pemerintah kota, penyuluhan kepada masyarakat dan belum adanya peraturan daerah berupa regulasi yang mengatur pembuangan sampah maka pembuangan sampah dilakukan masyarakat di sembarang tempat. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut permasalahan pada kajian ini didasarkan atas kondisi “Masih belum optimalnya pengelolaan sampah dan SDM Kebersihan di kota Medan”, sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan pengolahan sampah dan peningkatan kualitas dan kinerja SDM kebersihan yang lebih baik. TINJAUAN TEORITIS Sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat (Slamet, 2002). Selanjutnya, dalam Naskah Akademis RUU Persampahan disebutkan bahwa sampah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang berujud padat atau semi padat berupa zat organik atau an organik bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut sampah dapat dibedakan atas: (i) sampah yang dapat
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
membusuk (garbage); (ii) sampah yang tidak dapat membusuk (refuse); (iii) sampah yang berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar. Menurut Gelbert dkk. (1996) sampah dapat dikelompokan berdasarkan asalnya. Sampah padat dapat digolongkan sebagai: 1. Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun 2. Sampah Anorganik, berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Selanjutnya Menurut Sastrawijaya (2000), berdasarkan sumbernya sampah dapat digolongkan menjadi (a) sampah domestik misalnya sampah rumah tangga, sampah pasar, sekolah dsb, (b) sampah non domestik misalnya sampah pabrik, pertanian, perikanan, industri dan sebagainya. Ada juga jenis sampah khusus yang memerlukan penanganan khusus untuk menghindari bahaya yang akan ditimbulkannya. Misalnya sampah dari rumah sakit, baterai kering dan akumulator bekas. Sumber-sumber timbulan sampah menurut Gelbert dkk. (1996), adalah: (1) Sampah permukiman, yaitu sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus,gelas, kain, sampah kebun/ halaman, dan lain-lain; (2) Sampah pertanian dan perkebunan, seperti pestisida dan pupuk buatan; (3) Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung; (4) Sampah dari perdagangan dan perkantoran; (5) Sampah dari industri.
169
Sistem Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan pengendalian timbulan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah dengan cara yang merujuk pada dasar-dasar yang terbaik mengenai kesehatan masyarakat,ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan yanglain dan juga tanggap terhadap perilaku massa. Pengelolaan persampahan mempunyai tujuan yang sangat mendasar yang meliputi meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat,melindungi sumber daya alam (air), melindungi fasilitas sosial ekonomi dan menunjang sektor strategis (Rahardyan Dan Widagdo 2005). Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponen-komponen sub sistem yang saling mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur (Syafrudindan Priyambada 2001). Komponen-komponen tersebut meliputi : 1. Sub sistem teknis Operasional (sub sistem teknik), 2. Sub sistem organisasi dan manajemen (sub sistem Institusi), 3. Sub sistem hukum dan Peraturan (sub sistem Hukum), 4. Sub sistem Pembiayaan (sub sistem finansial) 5. Sub sistem peran serta Masyarakat Permasalahan dalam Pengelolaan Persampahan Pengelolaan sampah merupakan suatu permasalahan yang cukup kompleks yang melibatkan pelaku utamanya yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. Permasalahan yang timbal saling terkait sehingga diperlukan pendekatan secara komprehensif dan melibatkat semua pelaku utamanya. Menurut Annihayah (2006), Penanganan masalah sampah tidaklah mudah karena sangat kompleks mencakup aspek teknis, ekonomis, dan sosio-politis. Dari aspek teknis dapat dijelaskan bahwa manajemen sampah meliputi 5 fase, yaitu: 1. Tahap Penampungan: Masyarakat menampung sampah masing-masingdi tempat sampah. 2. Tahap Pengumpulan Sampah: Pengumpulan
170 SAPNA BIBY
sampah dari lingkunganpenghasil sampah, misalnya: lingkungan pemukiman, pasar, pusatperdagangan, perkantoran/sekolah dan jalan protokol 3. Tahap Pemindahan Sampah: ada tiga cara pemindahan, yaitu TempatPenampungan Sementara (TPS), Kontainer, dan Transfer Depo. 4. Tahap Pengangkutan: Pengangkutan sampah dengan truk sampah daribak sementara ke TPA 5. Tahap Pembuangan Akhir (TPA): Tahap pemusnahan sampah dilokasi pembuangan akhir. Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu sebagai salah satu upaya pengelolaan Sampah Perkotaan adalah konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan mengembangkan suatu system pengelolaaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif. Dengan demikian perlu adanya kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang ditetapkan di kota-kota di Indonesia meliputi 5 (lima) kegiatan, yaitu: 1. Penerapan teknologi yang tepat guna 2. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah 3. Perlunya mekanisme keuntungan dalam pengelolaan sampah 4. Optimalisasi TPA sampah 5. Sistem kelembagaan pengelolaan sampah yang terintegrasi METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kota Medan yang terdiri dari 21 kecamatan. Lokasi pengukuran timbulan sampah dilakukan pada perumahan, kantor, pertokoan, sekolah yang diambil secara random/ acak untuk mewakili masing-masing kelurahan yang ada. Data yang diambil pada kajian ini meliputi data primer dan sekunder. 1. Data Primer yang diinput untuk keperluan pe-
nelitian ini adalah: a. Besaran timbulan sampah dan komposisinya. b. Kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah, persepsi masyarakat tentang sampah, partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. c. Kegiatan masyarakat di TPA sementara dan kegiatan pencacahan sampah. Data Sekunder 2. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kebersihan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pusat Statistik, Bappeda dan Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah meliputi data-data: a. Data demografi Kota Medan b. Data jumlah wadah sampah, TPS dan luas TPA yang ada c. Tarif layanan sampah d. Anggaran yang tersedia dalam pengelolaan sampah e. Jumlah dan jenis kendaraan pengangkutan sampah f. Jumlah tenaga kebersihan kota g. Peraturan daerah dlam pengelolaan sampah h. Pertumbuhan penduduk rata-rata sejak berdirinya Kota Medan i. Dokumen perencanaan pemerintah daerah tentang pengelolaan sampah j. Kebijakan pemerintah daerah tentang pengelolaan sampah. Teknik pengambilan sampel dilapangan untuk rumah tangga dan non rumah tangga dilakukan dengan menggunakan pedoman SK SNI M361991-03, yakni pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional stratified random sampling. Rumah tangga dibagi dalam tiga strata yaitu rumah tangga berpendapatan tinggi, sedang dan rendah, masing-masing strata diambil secara acak. Untuk menentukan jumlah sampel rumah tangga (domestik) menggunakan rumus: Dimana: S = Jumlah sampel (jiwa) Cd = Koefisien Perumahan (untuk kota kecil Cd = 0.5); Ps = Populasi (jiwa)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Kemudian ditentukan jumlah sampel rumah tangga dengan rumus: Dimana: K = Jumlah sampel (KK) S = Jumlah sampel jiwa N = Jumlah jiwa per KK (N=5) Dari jumlah sampel rumah tangga (K) ditentukan jumlah sampel setiap strata rumah tangga dengan cara sebagai berikut: a. Jumlah sampel rumah tangga berpendapatan tinggi = 25% x K b. Jumlah sampel rumah tangga berpendapatan sedang = 30% x K c. Jumlah sampel rumah tangga berpendapatan rendah = 40% x K Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah penduduk kota Medan sebanyak 2.122.804 jiwa. Sedangkan untuk menentukan jumlah sampel untuk non perumahan menggunakan rumus: Dimana: S = Jumlah sampel (jiwa) Cd = Koefisien Perumahan (kota kecil Cd = 1) Ts = Jumlah populasi non perumahan (jiwa) Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan pada kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer digunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung pada sasaran penelitian dengan menyediakan suatu daftar pertanyaan terstruktur dalam bentuk kuesioner. Wawancara dilakukan dengan instansi terkait tentang kebijakan pemerintah daerah berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah dilakukan seperti dinas kebersihan dan tata kota selaku pengelola, bagian tata pemerintahan selaku penyedia lahan untuk TPA, Bappeda selaku perencana dan LSM/Perusahaan daerah selaku operator pengelola sampah. Selain itu itu memperkaya informasi tentang keinginan masyarakat juga dilakukan wawancara dengan tokoh masyarakat. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait antara lain Badan Pusat Statistik,
171
Dinas Kebersihan Kota Medan berupa dokumendokumen kebijakan, publikasi hasil penelitian dan berbagai referensi yang terkait dengan penelitian ini. Teknik Analisis Data Perhitungan Besaran Timbulan Sampah diperoleh dengan menggunakan rumus: Volume Rata-rata perjiwa perhari x Berat Rata-rata Selanjutnya, lakukan perhitungan volume total sampah per hari sebagai fungsi jumlah penduduk. Untuk menghitung kebutuhan luas lahan TPA mengacu pada petunjuk teknis Nomor CT/S/ReCT/004/98 dengan rumus sebagai berikut : Dimana : L = Luas lahan dibutuhkan setiap tahun (m2); V = Volume sampah; T = Ketinggian timbulan yang direncanakan (m); 0.7 dan 1.1.5 = Konstanta Kebutuhan luas lahan untuk jangka waktu n tahun adalah: Dimana : H = Luas total lahan (m2); L = Luas lahan setahun (m2); I = Umur lahan (tahun); J = Ratio luas lahan total dengan luas lahan efektif (1,2) Analisis Kondisi menggunakan Analisis SWOT Berdasarkan data timbulan sampah dan komposisi sampah dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan pewadahan, kebutuhan alat transportasi dan kebutuhan luas lahan pembuangan kebutuhan tenaga muat dalam pelayanan pembuangan sampah. Selanjutnya dilakukan analisis perencanaan terhadap kondisi pelayanan sampah yang telah dilakukan dan rencana pengelolaan sampah menggunakan analisis SWOT.
172 SAPNA BIBY
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara administrasi Kota Medan dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Pada tahun 2012, penduduk Kota Medan mencapai 2.122.804 jiwa. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulan sampah, makin besar jumlah penduduk suatu kota maka semakin besar pula timbulan sampah yang terdapat pada kota tersebut. Jika dilihat berdasarkan jumlah penduduk Kota Medan yakni sebanyak 2.122.804 jiwa, maka kebutuhan tenaga pengumpul adalah sebanyak 2000 orang dan tenaga muat untuk pengangkutan adalah sebanyak 2000 orang, sehingga jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah sebanyak 4000 orang. Sumber timbunan sampah kota Medan berasal dari sarana pendidikan mulai dari pendidikan non-formal sampai universitas, fasilitas kesehatan yang berjumlah 1001 unit dan pengaruh PDRB dimana pendapatan perkapita telah mencapai Rp 19.558.715, tingginya pendapatan rumah tangga membuat sampah yang mereka hasilkan juga tinggi. Sampah mempunyai konstribusi yang sangat besar terhadap pendapatan masyarakat apabila sampah dikelola dengan benar. Sampah mampu memberikan peluang bisnis bagi para pemulung, memberikan efek ganda dengan munculnya bisnis ojek, angkutan bus, warung dan bahkan pedagang emas di lokasi penampungan sampah. Pada bidang pertanian sampah dapat digunakan sebagai pupuk dan pestisida. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk organik cair dan pestisida organik cair. Dengan demikian masyarakat yang mata pencahariannya di bidang pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan dapat mempergunakan sampah organik dengan cara mengolah sampah tersebut menjadi pupuk organik cair dan pestisida organik cair. Kondisi Pengelolaan Sampah Kota Medan Teknis Operasional 1. Pewadahan Cara pewadahan sampah yang dilakukan saat ini adalah pola individual dan terbatas pada kegiatan komersial sementara kegiatan domestik belum dilakukan pewadahan. Di pasar tradisional
pada umumnya menggunakan wadah komunal, yang terbuat dari tembok permanen namun karena besarnya volume sampah yang dihasilkan setiap harinya sehingga wadah komunal tersebut tidak dapat menampung sampah yang ada. 2. Pengumpulan dan Pengangkutan Pengumpulan sampah dilakukan dari setiap sumber timbulan pada jalanan protokol dengan menggunakan Tripper Truck atau dikenal dengan pola individual langsung sedangkan untuk jalanan yang tidak bisa dilalui oleh Tripper Truck pada pemukiman penduduk dilakukan dengan menggunakan gerobak sampah atau becak sampah). Kegiatan ini dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan siang. Proses kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota Medan menggunakan dua cara yaitu: a. Cara pertama yaitu, dari sumber timbulan (sampah rumah tangga) dikumpulkan dan diangkut oleh gerobak/becak sampah ke TPS yang sudah disediakan setelah itu diangkut menggunakan Armroll truck ke TPA.
catatan: Rute yang dapat dilalui oleh Tripper Truck b. Cara kedua yaitu, dari sumber timbulan (sampah rumah tangga, pertokoan, sisa pembangunan, pasar) diangkut menggunakan Tripper truck langsung ke TPA. 3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Secara fungsional Kota Medan telah memiliki 2 (dua) TPA Terjun yang berada di Kecamatan Medan Marelan dengan luas areal kurang lebih 14 Ha dan TPA Namo Bintang yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Deli Serdang dengan luas 25 Ha. Namun secara operasional TPA yang beroperasi hanya TPA Terjun yang menampung seluruh sampah dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Pengelolaan sampah di lokasi tersebut belum optimal didukung oleh alat-alat berat yang
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
memadai sehingga diperkirakan tidak akan dapat menampung volume sampah yang kian hari bertambah. 4. Pemilahan dan Pengolahan Pemilahan sampah dilakukan setelah sampah sampai di lokasi pembuangan akhir. Sampahsampah yang dipilah adalah berupa plastik yang berasal dari botol minuman mineral dan kaleng alumunium bekas minum atau sampah-sampah yang memiliki nilai ekonomi dan bisa dijual cepat. Jumlah pemulung yang memanfaatkan sampah dilokasi pembuangan akhir relatif sedikit. Pemilahan dilokasi pembuangan akhir, pemilahan juga dilakukan pada sumber sampah bukan pemilahan antara sampah organik, anorganik dan B3. Secara lengkap sistem pemanfaatan sampah dan pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar berikut ini: Sumber Timbulan Sampah Pewadahan/Pemilahan Pengumpulan/Pengangkutan TPA Pemilahan/Pengolahan (Sampah Daur Ulang dan Kompos)
Gambar 1. Pola Teknis Operasional Pemilahan Sampah Kota Medan Sumber: Hasil Observasi, 2013
Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Medan Sesuai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota bahwa instansi yang memiliki kewenangan dalam mengelola kebersihan adalah Dinas Kebersihan Kota Medan yang bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Medan dan Dinas Pertamanan Kota Medan. Adapun yang menjadi Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Dinas Kebersihan Kota Medan Menurut Perda No. 3/2009 Jo. Peraturan Walkiota No. 14/2010: 1. Peraturan kebijakan teknis dibidang kebersihan 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan pelayanan umum dibidang kebersihan 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kebersihan
173
5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hukum dan Peraturan Secara nasional belum ada regulasi yang secara khusus di tujukan dalam upaya meminimalisasi, mencegah dan mendaur ulang sampah, namun ada beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan mengenai masalah sampah yakni Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada skala nasional permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan regulasi pengelolaan sampah diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Masih kurangnya dukungan secara hukum terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah berhasil dalam mengelola sampah, baik itu penghargaan, dukungan pendaan, teknis dan manajemen. 2. Masih kurangnya peraturan perundang-undangan dibidang pengelolaan sampah. 3. Belum adanya sistim insentif dan disentif yang terkait dengan pengelolaan sampah bagi pelaku usaha. 4. Tidak adanya sistim hukum untuk menghindari TPA dimanfaatkan sebagai lokasi buangan limbah industri, limbah rumah sakit dan B3 (Waddell dkk, 2005). Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah, maka pemerintah daerah harus dengan segera membenahi semua aturan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, jika tidak maka permasalahan sampah Kota Medan akan sulit diatasi. Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dirasakan masih rendah terhadap penanganan masalah sampah. Hal ini terlihat dari prilaku mereka yang menyingkirkan sampah dengan cara yang salah. Meskipun alasannya ketidaktersediaan fasilitas tempat pembuangan sampah dan pelayanan oleh pemerintah untuk rumah tangga belum dilakukan, perilaku tersebut tentu saja tidak dibenarkan. Analisis Potensi dan Timbulan Sampah Berdasarkan referensi penelitian-penelitian
174 SAPNA BIBY
Gambar 2. Grafik Peningkatan Volume Sampah Kota Medan Tahun 1997-2012
sebelumnyarata-rata timbulan sampah perkotaan adalah 0,370 Kg atau sekitar 2,48 liter – 2,5 liter/ kapita/hari. Timbunan ini meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatannya dapat dilihat pada Gambar 2. Sarana dan Prasarana Dinas Kebersihan Sarana dan prasarana yang dimiliki saat ini ternyata masih belum memadai/kurang untuk melayani masyarakat secara keseluruhan. Sarana pengumpulan sampah yang setiap hari beroperasi mengumpulkan sampah dari sumber timbulan sampah yaitu becak sampah, gerobak sampah dan tripper truck sedangkan armroll truck biasanya digunakan untuk mengangkut timbulan sampah dari TPS-TPS yang sudah disediakan ke TPA. Jika dilakukan perhitungan total sampah terangkut dari timbulan setiap harinya dengan melihat kapasitas sarana angkut sebanyak 2.381 m3. Kapasitas angkut ini masih sangat kurang mengingat sampah yang dihasilkan per orang/hari di Kota Medan sebanyak 1.061m3. Komposisi Timbulan Sampah Hasil penelitian menunjukkan komponen sampah yang paling dominan pada umumnya adalah sisa makanan yakni 32.63% dan yang terendah adalah kain/tekstil sebesar 0.80 %. Namun berdasarkan volumenya potensi sampah terbesar adalah jenis kertas dan plastik masing-masing 38.90 % dan 38.09 %, sementara yang terendah adalah kain 0.66 %. Berdasarkan beratnya, plastik dan kertas komposisinya hanya 25.48 % dan 15.81 % hal ini disebabkan perbedaan kerapatan masingmasing komponen sampah dimana sampah plastik memiliki kerapatan terendah.
Upaya Mereduksi Produksi Sampah dan Mengurangi Sampah dari Sumber Timbulan Upaya mengurangi produksi sampah dari sumbernya menerapkan prinsip 3R yaitu Reduce, mengurangi atau minimasi barang atau material yang digunakan, Re-use, memakai kembali atau memilih barang-barang atau bahan yang dapat dipakai kembali dan Recycle, mendaur ulang sampah yang dihasilkan. Analisis Teknis Operasional Pengolahan Sampah 1. Analisis Kondisi Pewadahan Pewadahan sampah adalah aktifitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal ditempat sumber sampah. Dari data potensi timbulan sampah, maka dapat ditentukan jumlah kebutuhan wadah sampah setiap sumber sampah. Pewadahan yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang berasal dari plastik, bambu, seng atau besi, karena operasinya lebih mudah, murah, estetis, fleksibel dan tahan lebih lama. Pola pewadahan yang lebih tepat untuk kota atau daerah yang belum teratur dengan kemampuan operasional dan pendanaan yang rendah serta potensi sampah yang masih rendah adalah pola komunal. Jumlah pewadahan yang tersedia saat ini belum merata untuk setiap rumah tangga sementara kebutuhan idealnya adalah 132.675 unit, artinya bahwa pengadaan wadah untuk menampung sampah domestik adalah 100 %. Lokasi penempatan wadah yang telah disediakan harus memenuhi kriteria berikut, yaitu sedekat mungkin dengan sumber sampah, tidak mengganggu, diujung gang kecil, dihalaman depan dan penempatan tidak
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
mengganggu keindahan (estetika). 2. Analisis Kondisi Tenaga Kerja dan Alat Angkut Pola pengangkutan yang lebih tepat dengan kondisi daerah adalah pola komunal langsung dengan pertimbangan: a. Jumlah alat angkut yang tersedia terbatas b. Pemukiman tidak teratur c. Kondisi topografi yang bergelombang d. Wadah komunal ditempatkan sesuai kebutuhan dan lokasi yang mudahdijangkau oleh alat pengangkut. Dengan pola pengangkutan dengan sistim komunal langsung dan frekwensi pengangkutan 2 hari satu kali maka kebutuhan tenaga kerja dan alat pengangkut adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Uraian Perhitungan Kebutuhan Tenaga dan Alat Angkut Sampah (Tripper Truck) No.
Uraian Data
1
Jumlah sampah terangkut Total timbulan sampah Waktu operasional pengangkutan Waktu yang dibutuhkan muat 1 rit Waktu tempuh ke lokasi TPA Waktu bongkar Waktu istirahat Waktu yang dibutuhkan sekali angkut (asumsi jarak kecamatan terjauh ke TPA) Jam kerja 8.00-16.00 Dalam 8 jam kerja dapat mengangkut Kebutuhan Tripper Truck (volume sampah dalam 1 hari)/(jumlah rit x kapasitas truck) Kebutuhan Tenaga 1 Tripper Truck ((Sopir, kernet dan tenaga muat) Kebutuhan tenaga keseluruhan
2 3
4
5 6 7
8
9
Jumlah
Satuan
100
persen
5.307.010
ltr/hr
150
menit
27
km
15 30 210
km/jam menit Menit
480 2
Menit Rit
290
Unit
175
per unit. Dengan pertimbangan tersebut maka pengangkutan dilakukan 2 hari sekali yaitu pagi dan siang. Keterbatasan unit dan jangkauan kendaraan tersebut terhadap sumber timbulan sampah, maka digunakan alat bantu angkut gerobak dan becak sampah. Kebutuhan ideal tenaga kerja operasional pelayanan pembuangan sampah adalah sebanyak 4 orang untuk tripper truck dan 1 orang untuk gerobak dan becak sampah. Jumlah kebutuhan ideal tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja yang ada terdapat kekurangan sehingga yang dibutuhkan tambahan tenaga kerja dan pengaturan tenaga kerja yang ada serta menambah alat angkutan. 3. Analisis Kebutuhan Lahan TPA Untuk kota kategori besar dan metropolitan metode pembuangan di lokasi pembuangan akhir adalah open dumping atau sanitary landfill. Berdasarkan hasil pengukuran timbulan sampah ratarata adalah 2,5 liter/hari/kapita. Apabila TPA akan digunakan untuk menampung sampah dari 21 Kecamatan maka total volume timbulan sampah per hari adalah jumlah penduduk 2.122.804 jiwa x 2,5 liter/hari/jiwa yakni 5.307.010 liter/hari atau 5.307 m3. Dengan menggunakan formulasi yang sesuai petunjuk teknis Nomor CT/S/Re-CT/004/98 maka kebutuhan lahan TPA untuk 10 tahun adalah: L = ((V x 300) / T ) x 0,70 x 1,15 Dimana: L = Luas lahan yg dibutuhkan setiap tahun (m2) V = Volume sampah T = Ketinggian timbunan yang direncanakan (m) 0.7 dan 1.1.5 = Konstanta Maka kebutuhan lahan setiap tahun adalah:
4
Orang
1.161
Orang
Kondisi eksisting jumlah kendaraan pengangkut untuk tripper truck sebanyak 1 unit rata-ratasetiap kelurahan dengan tenaga rata-rata 3-4 orang
L = ((5.307 m3 x 300) / 2 m) x 0,70 x 1,15 L= 640.820 m2atau64 Ha Sehingga kebutuhan luas lahan untuk jangka waktu 10 tahun adalah: H= LxIxJ
176 SAPNA BIBY
Dimana: H = Luas total lahan (m2) L = Luas lahan setahun (m2) I = Umur lahan J = Rasio luas lahan total dengan luas lahan efektif (1,2) Maka total kebutuhan lahan untuk 10 tahun kedepan adalah: H = 640.820 m2 x 10 tahun x 1,2 H = 7.689.843 m2 atau 769 Ha Berdasarkan data yang diperoleh sangat tidak memungkinkan kondisi TPA Terjun untuk menampung keseluruhan sumber timbulan sampah dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Jika tidak menambah lokasi TPA, alternatif yang bisa diambil adalah menerapkan metode pengolahan sampah yang optimal. 4. Analisis Persepsi dan Tingkat Partisapasi Masyarakat Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan pada masyarakat bahwa pemahaman masyarakat tentang sampah sudah baik hal ini terlihat dari jawaban pada kuisioner yang disebarkan dimana dampak yang ditimbulkan oleh sampah adalah 100% rumah tangga menyatakanbahwa sampah menimbulkan pencemaran udara (bau), 84,84 % menyatakan sampah dapat menimbulkan pencemaran air, 90.91% menyatakan sampah merupakan tempat berkembang biaknya bibit penyakit, 87.88 % menyatakan bahwa sampah mengganggu pemandangan/keindahan dan 48.48 % menyatakan bahwa sampah dapat mencemari tanah. Namun masyarakat belum menyadari dampak lain dari sampah yakni penurunan nilai properti di sekitar daerah yang dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir. Disisi lain dalam pengelolaan sampah, masyarakat masih membutuhkan fasiltas dari pemerintah daerah hal ini terindikasi dari tanggapan masyarakat tentang tanggung jawab penanganan permasalahan sampah. Berdasarkan kuisioner yang disampaikan kepada rumah tangga sebagai responden menanggapi bahwa 48,5% reponden menyatakan pengelolaan sampah merupakan tang-
gung jawab pemerintah, 27,3% menyatakan tanggung bersama antara pemerintah dan masyarakat, 18,2% menyatakan tanggung jawab masyarakat dan sisanya 6 % menyatakan tidak tahu. Dalam pengelolaan sampah harus terdapat suatu kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah, agar kerjasama tersebut dapat berjalan dengan baik perlu ditingkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang tanggung jawab pengelolaan sampah sehingga terjalin tujuan pengeloaan sampah dapat tercapai dengan baik. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah yang telah dilakukan adalah penyediaan tong-tong sampah pada setiap rumah tangga (pewadahan) dan kesediaan membayar iuran/retribusi pelayanan sampah. 5. Analisis Kondisi menggunakan Analisis SWOT Dalam penilaian situasi ini alat analisis yang digunakan adalah SWOT dengan menggambarkan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal adalah menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam rencana pengelolaan sampah sehingga nantinya diharapkan kekuatan yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan kelemahan dapat dikurangi. Begitu juga dengan kondisi eksternal yaitu peluang dan ancaman, dalam hal ini bagaimana kita mengembangkan strategi sehingga peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan atau kondisi existing dan standar nasional pengelolaan sampah maka untuk melakukan strategi pengelolaan terhadap permasalahan yang dihadapi kemudian dihimpun kekuatan dan peluang yang dimiliki serta ancaman dan tantangan yang dihadapi. Berkaitan dengan hal tersebut berikut uraian tentang kondisi internal dan kondisi eksternal yang dimiliki dan yang dihadapi kota Medan dalam pengelolaan sampah: a. Kekuatan (Strength-S) - Terdapat institusi pengelola sampah, dengan bentuk kelembagaan berupa seksi pada dinas Kebersihan Kota Medan - Sudah tersedia Sarana dan parasarana pengelolaan sampah berupa wadah, alat angkut dan TPA.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
- Tenaga kerja sudah tersedia, baik tenaga muat maupun tenaga penyapu jalan. - APBD Kota Medan yang cukup besar - Terdapat lembaga/institusi yang memfasilitasi pemasaran daur ulang sampah yakni Dinas Pertanian, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Badan Lingkungan Hidup. b. Kelemahan (Weakness-W) - Masih sulitnya koordinasi antar instansi terkait. - Jumlah sarana dan prasarana masih kurang, baik alat angkut maupun wadah pada sumber sampah serta kebutuhan lahan TPA yang semakin terbatas. - Pengaturan tenaga kerja yang ada belum efektif - Kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam menjaga kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah. - Pemerintah mengganggap permasalahan sampah belum menjadi masalah prioritas, sehingga perencanaan pengelolaan belum menjadi perhatian. - Keterbatasan anggaran. c. Peluang (Opportunity-O) - Adanya keinginan dan kemauan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kebersihan. - Persepsi masyarakat yang baik tentang sampah. - Tingkat partisipasi masyarakat yang baik. - Sampah memiliki nilai ekonomi, peluang usaha dan lapangan kerj. - Terdapat pihak ketiga yang bersedia menampung hasil pengolahan sampah berupa plastik fit - Kebutuhan terhadap pupuk organik sudah mulai meningkat d. Ancaman (Threat-T) - Dari waktu ke waktu jumlah penduduk terus meningkat yang diiringi oleh perubahan pola/gaya hidup. - Pertumbuhan kegiatan perekonomian semakin meningkat terutama pertokoan, perhotelan , rumah makan dan fasiltas umum lainnya. - Belum adanya regulasi berupa peraturan daerah yang mengatur tentang pembuan-
177
gan sampah dan retribusi sampah. Berdasarkan pada kondisi internal yang merupakan potensi dan kelemahan, dan faktor eksternal yang dimiliki sebagai peluang dan ancaman terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi yang ada, meminimalisir kelemahan, memanfaatkan peluang yang ada serta bagaimana mengatur suatu ancaman menjadi peluang. 1. Strategi yang dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang (S-O) Langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan peluang yang ada dan kekuatan yang dimiliki adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pelayanan sampah ke semua sumber sampah. b. Pemerintah daerah harus melibatkan masyarakat. c. Meningkatkan kerja sama dengan pihak ketiga untuk menampung hasil daur ulang sampah baik hasil pencacahan plastik fit maupun hasil pengolahan jenis sampah lainnya. d. Meningkatkan kemampuan masyarakat sekitar lokasi TPA dalam mengolah sampah baik sampah organik maupun anorganik. e. Melakukan kajian kelayakan teknis dan kelayakan lingkungan untuk persiapan lokasi TPA yang baru nantinya. f. Memberikan pemahaman pada masyarakat agar mengurangi produksi sampah dan mengurangi sampah yang dihasilkan melalui program 3R. g. Berkerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan daur ulang sampah. 2. Strategi yang dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengantisipasi ancaman (S-T) Dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki guna menghadapi ancaman ada beberapa langkahlangkah strategi yang dapat dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Melakukan sosialisasi pada masyarakat dan institusi pemerintah/swasta untuk mengurangi produksi sampah sesuai Petunjuk Teknis Nomor CT/S/Re-TC/001/98 tentang Tata Cara
178 SAPNA BIBY
Pengolahan Sampah 3M. b. Menyusun regulasi terhadap pemasok barang kebutuhan yang potensi meningkatkan produksi sampah untuk dapat membantu dalam hal transportasi pemasaran hasil daur ulang sampah baik barang jadi atau setengah jadi. c. Menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi berkaitan dengan pengelolaan sampah dalam mendirikan suatu tempat usaha atau bangunan. d. Menyusun regulasi berkaitan dengan pengelolaan sampah yakni pengaturan tentang pembuangan sampah dan retribusi sampah. 3. Strategi dalam mengatasi Kelemahan dengan memanfaatkan peluang (W-O) Untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki ada beberapa strategis yang dapat dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pemenuhan sarana berupa pewadahan sampah di rumah tangga masing-masing. b. Mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah secara swadaya baik dari segi pembiayaan, pengumpulan dan pengangkutan c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilah ataupun mengolah sampah baik organik maupun anorganik mulai dari sumber sampah sampai tempat pembuangan akhir 4. Strategi yang dilakukan mengatasi kelemahan dan menghadapi ancaman (W – T) Strategi yang dilakukan guna mengatasi kelemahan dan menghadapi ancaman diantaranya adalah sebagai berikut: a. Membentuk organisasi dengan menggabungkan bidang pada sektor lingkungan hidup yaitu bidang lingkungan hidup dan bidang kebersihan berupa Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Tata Kota. b. Meningkatkan peran serta pihak swasta sebagai pelaku ekonomi dalam mendukung pengelolaan sampah secara swadaya dan memfasilitasi transportasi pemasaran hasil pengolahan masyarakat. c. Menyusun regulasi yang mengatur bidang per-
sampahan baik institusi pengelola, pembuangan sampah dan retribusi sampah. Alternatif Kebijakan Berdasarkan strategi-strategi tersebut maka dapat dirumuskan beberapa kebijakan yang bisa dilaksanakan untuk mengatasi penyebab permasalahan pengelolaan sampah yang dihadapi guna mewujudkan tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut: a. Menata kelembagaan dan peraturan (regulasi) yang terkait bidang persampahan dengan menyusun regulasi tentang tugas pokok dan fungsi lembaga pengelola sampah, pembuangan sampah dan retribusi sampah. b. Melengkapi kekurangan sarana dan prasarana pengelolaan sampah berupa kegiatan pengadaan wadah, pengadaan alat angkut, kajian kelayakan teknis dan lingkungan rencana lokasi pembuangan akhir dan memperbaiki sarana transportasi menuju TPA sehingga proses pengangkutan sampah bisa lebih lancar. c. Meningkatkan pelayanan dan daerah pelayanan sampah ke semua sumber sampah sehingga biaya rata-rata pengangkutan per meter kubik sampah ke lokasi pembuangan akhir dapat di kurangi. d. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengolah sampah, baik organik maupun anorganik melalui pendidikan dan latihan bidang perkomposan atau membuat produk yang berasal dari barang bekas. e. Merangsang masyarakat untuk melakukan pemilahan dan pengolahan sampah mulai dari sumber sampah. f. Menggugah masyarakat, institusi pemerintah atau swasta agar mengurangi produksi sampah melalui penyuluhan tentang penerapan prinsip 3R mulai dari sumber sampah. g. Pemerintah daerah agar mengikutsertakan masyarakat dan pihakswasta dalam menyusun perencanaan pengelolaan sampah terutama berkaitan dengan lokasi pembuangan akhir, pemasaran hasil daur ulang dan perencanaan pewadahan terutama dalam penempatan dan pengadaan wadah. h. Pemerintah daerah harus mampu menjadi fasilitator dalam pemasaran hasil daur ulang
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
sampah dengan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. i. Meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas tenaga dinas Kebersihan Kota Medan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian ini ada beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu: 1. Tingkat dan daerah layanan yang dilakukan masih terbatas, masih difokuskan pada sumber sampah yang ada disekitar kawasan jalan utama, sementara sumber sampah dari sebagian kegiatan komersil lainnya dan rumahtangga belum terlayani secara maksimal. 2. Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki saat ini masih kurang, terutama perwadahan sampah yang belum merata dimiliki oleh masyarakat. Kebutuhan untuk 1 (satu) wadah ukuran 80 liter idealnya dapat melayani 3-4 KK. Jika dilakukan perhitungan maka kebutuhan wadah untuk melayani seluruh KK yang
179
ada di kota Medan sebanyak 132.675 unit. Kebutuhan ideal alat angkut jenis Tripper Truck sebanyak 290 unit sementara yang ada saat ini berdasarkan Dinas Kebersihan Kota Medan sebanyak 162 unit (data terdistribusi ke masing-masing kecamatan). 3. Kewenangan institusi pengelola yang saat ini yang diserahkan kepada masing-masing kelurahan mengakibatkan kesulitan dalam melakukan kontrol teknis operasional yakni ketersediaan sarana dan prasarana, sistem pembiayaan pengelolaan sampah dan sistem hukum dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sampah. 4. Untuk mengatasi permasalahan yang ada ditetapkan 4 (empat) strategi kunci keberhasilan yaitu (a) Menetapkan visi jangka panjang yang terintegrasi; (b) Kelembagaan yang menunjang; (c) Swastanisasi kegiatan pengumpulan dan pengolahan sampah; dan (d) Sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat
180 SAPNA BIBY
REFERENSI Achmad R, 2004. Kimia Lingkungan. Andi, Jakarta. Andrianto T.T, 2002. Audit Lingkungan Global. Pustaka Utama, Yogyakarta Arikunto S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendektan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2013. Kota Medan Dalam Angka. Kota Medan Bai, R. and Sutanto, M. 2002. The Practice and Challenges of Solid Waste Management in Singapore. Waste Management 22 (2002), pp. 557569 Gelbert M, Prihanto D, dan Suprihatin A, 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan ”Wall Chart”. Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang . Heng, L. S. 2010. Towards Sustainable Solid Waste Management System in Singapore. Presentation in WTERT Meeting, Oct. 7th2010, NEA (didownload dari: http:// www. wtert.com.br/ home2010/ arquivo/ noticias_eventos/HENG.pdf, pada tanggal 11 Desember 2011) ________. 2005. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ________. 2004. Sindrom Sampah, Kompas tanggal 7 Desember 2004 Kamali A, 2002. Kajian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Dengan Pendekatan Ekonomi Lingkungan (Studi Kasus TPA Sampah JatibarangSemarang). Program Pascasarjana UNDIP, Semarang. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Persampahan di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Marfai M.A. 2005. Moralitas Lingkungan : Refleksi atas Kritis Lingkungan Berkelanjutan. Wahana Hijau (WEHA) Bekerjasama Dengan Kreasi Wacana, Yogyakarta. Naskah Akademis Rancangan Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Sampah. Diakses pada Tanggal 4 Desember 2006 pada halaman www.terranet.or. id Outerbridge, Thomas B. 1991. Limbah Padat Di Indonesia : Masalah atau Sumber Daya ?. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, Petunjuk Teknis Nomor CT/S/ReTC/001/98 tentang Tata Cara Pengolahan Sampah 3M. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, Petunjuk Teknis Nomor CT/S/ReTC/004/98 tentang Tata Cara Perencanaan TPA Sampah. Sastrawijaya A.T, 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
181
Slamet J.S., 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sofian. 2007. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Badan Standar Nasional (BSN) Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-03-3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman, Badan Standar Nasional (BSN). Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar Nasional (BSN) Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, Badan Standar Nasional (BSN) Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-19-3983-1995 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Sedang di Indonesia, Badan Standar Nasional (BSN) Suyoto B. 2004. Malapetaka Sampah Kasus TPA Bantar Gebang, Kasus TPA/IPLT Sumur Batu, Kasus TPST Bojong. PT Adi Kencana Aji, Jakarta Syafrudin, 2004. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Prosiding Diskusi Interaktif Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Terpadu, Program Magister Ilmu Lingkungan Undip, Semarang. Taniwiryono D, 2006. Cara Alternatif ‘Berbisnis’ Sampah. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2007 melalui halaman http://nasih.staff.ugm.ac.id Waddell S., Novalinda, Poernomo HS, Soerjodibroto, Nukman A, Soejachmoen MH dan Tamin RD, 2005. Kesehatan Lingkungan Dalam Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, Buku Panduan Seri 6. Konrad-KAS-GTZ ProLH dan Adeksi, Jakarta. Wahyono S. 2003. Mengelola Sampah Ala Singapore : Model Pengelolaan Sampah Kota Metropolitan. Pusat Kajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT Bekerjasama dengan PT Konsultan Limbah Indonesia, Jakarta. Widyatmoko dan Sintorini, 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Abdi Tandur, Jakarta. Winarno F.G, Budiman AFS., Silitonga T dan Soewardi B, 1985. Limbah Hasil Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta. Yuwono D. 2006. Kompos : Dengan Cara Aerob Maupun Anaerob untuk Menghasilkan Kompos Berkualitas. Penebar Swadaya. Jakarta.
182 SAPNA BIBY
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 183-192
PENGARUH PENERIMAAN PAJAK TERHADAP KESINAMBUNGAN FISKAL DI INDONESIA
SONNY MUHAMMAD IKHSAN MANGKUWINATA Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Almuslim, Bireuen
The purpose of this study is to explain how the influence of tax revenue to fiscal sustainability in Indonesia. This type of research used in this study is the type of research kuantitatif. Data which is used in this research is secondary data. Subjects in this study adalahDirektorat Taxation and Ministry of Finance of the Republic of Indonesia. While the object of this research is the data amount of tax revenue and fiscal sustainability outcomes documentation Directorate Taxation and Ministry of Finance of the Republic of Indonesia which was obtained through the official website and other publications from 2007-2013. The results showed that Indonesia has a great potential in increasing the amount of tax receipts. The population and other resources allows the government to increase revenues. The global economic crisis led to problems in the economy, such as increasing the amount owed by the government and private sector as well as the huge subsidy burden led to fiscal sustainability in Indonesia threatened. The government can maintain fiscal sustainability one of which is to maximize the amount of tax receipts. The greater the tax that can be levied will be more secure fiscal sustainability Indonesia. Keywords: fiscal sustainability, tax
183
184
SONNY MUHAMMAD IKHSAN MANGKUWINATA
LATAR BELAKANG Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah.Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan kebijakan lainnya,seperti kebijakan moneter.Fenomena defisit anggaran di Indonesia, dimana pemerintah terpaksa mengambil beberapa kebijakan dalam menanggulangi defisit anggaran untuk meredam gejolak perekonomian pada jangka pendek, tetapi dapat menciptakan akumulasi persoalan yang lebih besar pada jangka panjang. Dalam mengupayakan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, pemerintah Indonesia melakukan konsolidasi fiskal dalam rangka mencapai kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.Akan tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi beban berat berupa utang publik yang cukup tinggi, subsidi yang semakin meningkat dan penerimaan pajak yang kurang optimal.Pemerintah telah berupaya mengambil suatu kebijakan untuk melakukan penyesuaian tarif pajak penghasilan badan dan perorangan dengan menggunakan tarif yang sama. Pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai dengan falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.Kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan dibi-
dang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban warga negara tersebut.Hal tersebut sesuai dengan system self assessment yang dianut dalam sistem perpajakan Indonesia. Peran pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri menjadi sangat dominan, namun masih belum optimal jika dilihat dari banyaknya wajib pajak yang belum menjadi wajib pajak patuh.Padahal, kebersamaan nasional menuju kemandirian pembangunan menuntut pengabdian dan disiplin yang tinggi.Oleh karena itu, setiap rakyat Indonesia harus sadar bahwa dengan semakin menikmati hasil-hasil pembangunan maka tanggungjawab rakyat terhadap pajak dalam pelaksanaan pembangunan semakin besar. Kesadaran akan tanggung jawab ini menjadi nilai yang fundamental dalam pembangunan dan diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat diwujudkan. Penerimaan pajak di Indonesia selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Ketika perekonomian beroperasi di bawah ouput potensial atau terlihat adanya tanda-tanda menuju resesi, respon pemerintah melalui kebijakan fiskal adalah dengan meningkatkan belanja negara atau menurunkan penerimaan pajak, sehingga defisit anggaran meningkat.Sebaliknya, apabila perekonomian beroperasi di atas output potensial, sebagai indikasi terjadinya ekspansi, maka kebijakan fiskal diarahkan pada upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak atau mengurangi belanja negara sehingga mengurangi defisit anggaran.Respon kebijakan fiskal pada situasi ekonomi yang berbeda tersebut diharapkan dapat mereduksi fluktuasi permintaan agregat. Persepsi mengenai kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam beberapa
Tabel 1 Penerimaan Pajak Pemerintah Indonesia Tahun 2007-2013 No
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah Penerimaan Pajak (Rp) 49.074.410.576.570 63.079.040.235.660 64.799.476.194.643 72.877.310.137.296 86.889.826.469.064 100.580.747.439.906 269.325.990.000.000
Sumber : Data Pokok APBN Departemen Keuangan RI (2013)
Pertumbuhan (%) 28,53 2,73 12,47 19,23 15,76 167,77
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
tahun terakhir.Pertama, pemerintah telah melakukan stimulus fiskal (kebijakan pengurangan pajak dan/atau peningkatan pengeluaran pemerintah untuk mendorong total permintaan, sehingga meningkatkan kegiatan ekonomi dalam jangka pendek) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, defisit anggaran di bawah 2,5% sama sekali tidak berbahaya terhadap keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) dalam jangka panjang. Krisis ekonomi global mengakibatkan dampak pada perekonomian domestik.Indikasi terlihat dari turunnya ekspor Indonesia keluar negeri. Pemerintah mengantisipasinya melalui sejumlah kebijakan Stimulus Fiskal yang ditujukan untuk: (1) memelihara dan meningkatkan daya beli masyarakat agar konsumsi rumahtangga tumbuh di atas 4 persen; (2) menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha dalam menghadapi krisis global; (3) meningkatkan daya serap tenaga kerja guna mengatasi pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Selaras dengan tujuan dari sistem ekonomi nasional, kebijakan fiskal dapat dijadikan sebagai instrumen utama selain kebijakan moneter untuk mencapai tujuan nasional khususnya yang lebih bersifat tujuan ekonomi.Setidaknya terdapat dua komponen utama dalam kebijakan fiskal yaitu komponen penerimaan yang terdiri dari pajak dan bukan pajak, dan komponen pengeluaran pemerintah.Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kedua komponen tersebut adalah manajemen keuangan negara yang efektif dan efisien.Kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penerimaan dan pengeluaran untuk mencapai tujuan seperti pertumbuhan ekonomi dan stabilitas perekonomian secara umum. Adanya dua instrumen utama yang digunakan dalam kebijakan fiskal yaitu penerimaan dan pengeluaran negara, menunjukan bahwa kebijakan fiskal sangat erat kaitannya dengan target keuangan negara/anggaran yang ingin dicapai.Perubahan tingkat dan komposisi anggaran pemerintah baik pajak maupun pengeluaran pemerintah, dapat mempengaruhi variabel-variabel permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi, pola persebaran sumber daya, dan distribusi pendapatan.Peranan
185
kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian pada dasarnya sangat ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi sesuai dengan ideologi yang dianut, tujuan yang ingin dicapai dan hakikat sistem ekonomi yang digunakan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penerimaan Pajak Terhadap Sustainabilitas Fiskal DiIndonesia” Berdasarkan uraian dalam pendahuluan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Penerimaan PajakBerpengaruh Terhadap Sustainabilitas Fiskal Di Indonesia? TINJAUAN TEORITIS Pengertian Pajak Menurut Wirawan, (2002:4) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:1) pajak ialah iuran rakyat kepada negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik) berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukan, yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada dalam bidang keuangan negara. Selanjutnya Judisseno (2007:5) mengatakan pajak Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengabdiaan warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan Negara, baik berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam UndangUndang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara. Dari definisi pajak tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional yang dapat dipaksakan dan tidak diberikan imbalan atas prestasinya.
186
SONNY MUHAMMAD IKHSAN MANGKUWINATA
Jenis-Jenis Pajak Menurut Pudyatmoko (2009:34), pada umumnya pajak dapat dikelompokkan menjadi: 1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan nilai. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat, yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel dan restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan. Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Pudyatmoko (2009:4) bahwa pungutan pajak didasarkan pada : 1. Equalityadalah pungutan pajak yang adil dan merata. 2. Certainty adalah Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenang-wewenang. 3. Conveinance adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajib pajak. 4. Economy adalah biaya pungutan dan biaya
pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak ditetapkan seminimum mungkin. Fungsi Pajak MenurutUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, fungsi pajak meliputi: 1. Fungsi penerimaan (budgetair), yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi pengaturan (regulator), yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. 3. Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. 4. Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Sedangkan menurut Pudyatmoko (2009:39), secara umum fungsi pajak adalah sebagai berikut: 1. Fungsi penerimaan (budgetair), yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi pengaturan (regulator), yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras. 3. Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. 4. Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pengertian Fiskal Menurut Sukirno (2000:26) fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantung di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sedangkan Brata (2004:174) fiskal merupakan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
kebijakan yang menyangkut kuantitas pengeluaran pemerintah serta efisiensi dari pengeluaran pemerintah dan dampak dari cara pemerintah dalam membiayai pengeluarannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya Nordhaus (2003:26) mengatakan fiskal merupakan kebijakan belanja pemerintah yang didasarkan atas prinsip efesiensi tanpa mengurangi kuantitas pelayanan keapada masyarakat dengan mengutamakan belanja pembangunan untuk sektor-sektor strategis yang berdampak pada perkembangan perekonomian nasional. Pengeluaran pemerintah dapat dipandang sebagi pembelajaraan otonomi karena pendapatan nasional bukanlah merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi kepetusan pemerintah untuk mengatur anggaran pembelanjaan. Menurut Sukirno (2000:27) Pada dasarnya ada tiga faktor yang menentukan pengeluaran pemerintah yaitu sebagi berikut: 1. Pajak yang diharapkan akan diterima 2. Pertimbangan-pertimbangan politik 3. Persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi Fiskal merupakan kebijakan pemerintah dalam mengatur pengeluaran dan mengalokasikan penerimaan dari sumber-sumber pajak untuk pembiayaan sektor-sektor produktif yang dapat mengembangkan perekonomian nasional untuk kesejahteraan masyarakat.Dalam mengalokasikan sumber penerimaan dengan sektor utamanya adalah bersumber dari pajak yaitu bersumber dari tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal yang sering juga disebut politik fiskal atau fiscal policy, diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya parekonomian. Olehkarena anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan berupa hasil pungutan pajak dan pengeluaran pemerintah yang dapat berupa government expenditure, maka sering pula dikatakan bahwa kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah yang berupa tindakan memperbesar atau
187
memperkecil jumlah pungutan pajak dan memperbesar atau memperkecil pengeluaran pemerintah. Instrument yang penting dalam mempengaruhi kebijakan fiskal adalah pajak dan pengeluaran pemerintah. Menurut Samuelson (2003:126), Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelalanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara. Sedangkan menurut Ana (2003:112), kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara, penerimaan tersebut bersumber dari pajak, penerimaan bukan pajak dan bahkan penerimaan yang berasal dari pinjaman maupun pinjaman dari luar negeri yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dipergunakan untuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan kebijakan fiskal adalah untuk memperoleh penambahan sumber dana atau penerimaan negara dalam upaya meningkatkan pengeluaran untuk membiayai kegiatan pembangunan. Penerimaan yang dimaksud adalah baik bersumber dari sektor pajak maupun non pajak dalam rangka penyusunan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah di suatu negara. Dengan kata lain kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi ekonomi untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan pengeluaran dana pemerintah. Kebijakan fiskal sama halnya dengan kebijakan moneter yang mengatur tentang jumlah uang yang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mengarah pada pengaturan pendapatan dan belanja daerah. Sustainabilitas (Kesinambungan) Fiskal Menurut Mankiw (2006:108) Sustainabilitas (Kesinambungan) fiskal adalah upaya pemerintah dalam mengimbangi besarnya pembiayaan pengeluaran berdasarkan berdasarkan besarnya penerimaan dari sektor pajak untuk menganti-
188
SONNY MUHAMMAD IKHSAN MANGKUWINATA
pasi atau pada saat terjadinya defisit anggaran (Mankiw,2006:108). Dalam hal ini pemerintah harus menggali seluruh sumber pendapatan negara terutama dari aspek pajak. Sustainabilitas (Kesinambungan) fiskal akan terjadi jika nilai sekarang (presentvalue) dari kendala pengeluaran (expenditure constraint) yang akan datang dapat dipenuhi tanpa harus melakukan koreksi atau penyesuaian fiskal untuk mencapaikeseimbanganmelihat bahwa kesinambungan fiskal merupakan interaksi antara keseimbangan anggaran primer dengan parameter kunci, yaitu pertumbuhan dan tingkat bunga yang mempengaruhi pembayaran utang publik Menurut Joseph (2004:72) menekankan bahwa fiskal akan aman jika terdapat kestabilan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun indikator minimal harus memenuhi tiga persyaratan yaitu implementasi dan interpretasi yang sesuai dengan karakteristik Negara terkait, penjabarannya didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi positif (bukan normatif), dan adanya kesamaan persepsi dalam perbandingan.Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perbedaan-perbedaan pengukuran dalam hubungan antar negara. Defisit fiskal juga dapat berdampak negatif terhadap perekonomian. Mankiw (2003:54) mencatat dua efek yang dapat ditimbulkan oleh ekspansi anggaran pemerintah yang terlalu ekspansif. Pertama, terjadinya ekspansi di sektor moneter yang berujung pada peningkatan jumlah uang beredar (inflasi). Kedua, jika tidak ditangani dengan baik, akan berlanjut dengan pelarian modal (capital flight) ke luar negeri. Hubungan Penerimaan Pajak dengan Sustainabilitas Fiskal Pada prinsipnya, suatu kebijakan fiskal dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melindungi penduduk dari ketidakpastian dan pajak yang eksesif, serta untuk membantu para pembuat peraturan perundangan dalam mengatasi kesulitan ekonomi. Instrumen yang dapat digunakan pemerintah dalam penerapan kebijakan fiskal tersebut antara lain: pajak, subsidi, dan anggaran. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan untuk mengendalikan keseimbanganmakroekonomi.Kebijakan fiskal bertujuan untuk
mempengaruhi sisi permintaan agregat suatuperekonomian dalam jangka pendek. Selain itu, kebijakan ini dapat pula mempengaruhi sisipenawaran yang sifatnya lebih berjangka panjang, melalui peningkatan kapasitas perekonomian.Dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi, kebijakan fiskal akan berinteraksi dengan kebijakanmoneter. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) sedang menjadi masalah yang intensif dikalangan ekonomi makro baik di negara maju maupun negara berkembang.Secara konseptual, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APPBN) dikatakan berkesinambungan apabila ia memiliki kemampuanuntuk membiayai seluruh belanjanya selama jangka waktu yang tidak terbatas.Konsekuensinya, kesinambungan fiskal harus mampu pulamemperhitungkan risiko fiskal. Risiko fiskal muncul tatkala terjadi kewajiban langsung (direct liabilities) yang dapat diperkirakan sebelumnya dan kewajiban kontingensi (contingent liabilities) akibat suatu peristiwa di luar kendali (Boediono, 2009:84) Ketidakmampuan menyeimbangkan melonjaknya beban pengeluaran dengan peningkatan penerimaan jelassangat membahayakan kemampuan anggaran negara dalam membayar utang. Untuk menjagasolvensi fiskal, keuangan negara harus surplus.Terjadinya risiko fiskal yang tidak diantisipasi dengan baik akan membebani anggarandan mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi dengan cakupan dan kedalaman efek yangberbeda antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Risiko fiskal yang terjadipada negara-negara maju akan menimbulkan beban pada anggaran dan berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi. Pada negara-negara berkembang implikasinya lebih berat. Terjadinya risiko fiskal yangmembebani anggaran akan menjalar dengan cepat pada perekonomian secara keseluruhan,mendorong pelarian modal (capital outflow), dan bahkan mengubah arah pertumbuhanekonomi. Lebih jauh, pada negara-negara berkembang dengan kelembagaan ekonomi yangmasih lemah, ekspektasi terjadinya risiko fiskal akan mempengaruhi perilaku agen-agen ekonomi sehingga berpeluang menghambat pertumbuhan ekonomi kendati risiko fiskal tersebut belumterjadi sesungguhnya
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
189
Y= 9.19813 + 7.844X
(Rahmani, 2006:28). METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2007:56) penelitian kuantitatif dilakukan untuk mengkaji suatu fenomena yang didasarkan atas teori yang relevan guna mengetahui kebenaran atas teori tersebut. Dalam penelitian data dianalisis dengan menggunakan angka yang dapat dihitung maupun diukur. Analisis kuantitatif ini dimaksudkan untuk memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari perubahan satu atau beberapa kejadian lainnya dengan menggunakan alat analisis statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Subjek dalam penelitian ini adalah Direktorat Perpajakan dan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah data jumlah penerimaan pajak dan sustainabilitas fiskal hasil dokumentasi Direktorat Perpajakan dan Departemen Keuangan Republik Indonesia yang diperoleh melalui website resmi dan hasil publikasi lainnya dari tahun 2007-2013. HASIL PENELITIAN Untuk melihat pengaruh penerimaan pajak terhadap sustainabilitas fiskal di Indonesia maka dalam penelitian ini akan dilihat variabel yang dapat mempengaruhi terhadap sustainabilitas fiskal di Indonesia, atau pengaruh dari variabel independent (penerimaan pajak) terhadap variabel dependen (sustainabilitas fiskal di Indonesia) dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Dari hasil pengelohan data di atas maka dapat diperoleh persamaan akhir estimasi yaitu
Dari persamaan tersebut dijelaskan bahwa: 1. Kostanta sebesar 9.19813, apabila diasumsikan tidak ada peningkatan penerimaan pajak di Indonesia, maka sustainabilitas fiskal di Indonesia mencapai 9,19813%. 2. Koefisien regresi dari penerimaan pajak di Indonesia (variabel X) sebesar 7.844 artinya bahwa bila penerimaan pajak di Indonesia meningkat satu persen maka berdampak terhadap peningkatan sustainabilitas fiskal di Indonesia (Variabel Y) yaitu sebesar 7.844% 3. Koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,969 yang menujukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 96,90% artinya sustainabilitas fiskal di Indonesia (variabel Y) mempunyai hubungan yang signifikan dengan penerimaan pajak di Indonesia (variabel X). 4. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,938 artinya bahwa sebesar 93,80% perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel terikat (sustainabilitas fiskal di Indonesia) dipengaruhi oleh variabel bebas (penerimaan pajak di Indonesia). Sedangkan selebihnya yaitu 6,20% dijelaskan oleh indikator dan faktor lain diluar penelitian ini. 5. Koefisien adjusted R Square adalah sebesar 0,926 menujukan bahwa sekitar 92,60% variasi dalam sustainabilitas fiskal di Indonesia, dipengaruhi oleh penerimaan pajak di Indonesia, sedangkan selebihnya sebesar 7,40% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian ini. Pembuktian Hipotesis Berdasarkan hasil analisis output SPSS 20 diperoleh nilai thitung untuk penerimaan pajak di In-
Tabel 2 Hasil Pengujian Regresi Linear Sederhana Variabel Kostanta Penerimaan Pajak Koefisien Korelasi (R) Koefisien determinasi(R2) Adjusted R square (R2) F- hitung F- tabel Sig. F
B 9.19813 7.844
Sumber : Data Sekunder Diolah 2013.
Standar Error 7.56713 0,899 0,969 0,938 0,926 76,163 6,61 0,000
t-hitung
t-tabel
Sig
1,215 8,727
2,015 2,015
0,278 0,000
190
SONNY MUHAMMAD IKHSAN MANGKUWINATA
donesia sebesar 8,727 dan ttabel. Pada tingkat signifikansi 0,05 atau 5% adalah Sebesar 2,015. Jadi dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel atau8,727 >2,015 dengan tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian maka hasil pengujian menerima Hipotesis alternatif (Ha) dan menolak Hipotesis nol (H0) hal ini berarti penerimaan pajak di Indonesia (Variabel X) mempunyai pengaruh terhadap sustainabilitas fiskal di Indonesia (Variabel Y). Pembahasan Di Indonesia sebagian besar penerimaan pajaknya berasal dari sumber pajak tak langsung. Proporsi Gross Domestic Product (GDP) terhadap pajak langsung pada negara yang sedang berkembang lebih rendah dari pada pajak langsung pada negara-negara maju.Hal ini dikarenakan di Negara Indonesia lebih banyak golongan penduduk yang berpenghasilan rendah. Dalam perkembangan akan terjadi proses pergeseran dari dominasi pajak tidak langsung menjadi pajak langsung sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diiringi dengan peningkatan pendapatan perkapita pendudukn. Dalam jangka panjang peranan pajak langsung akan semakin penting seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan ditunjang pula dengan teknologi canggih untuk menuju era globalisasi. Selain berfungsi sebagai pemerataan karena struktur tarifnya bersifat progressif, perkembangan hubungan ekonomi internasional yang semakin menuju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk menurunkan tarif impor dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi domestikdi ekonomi dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung akan menjadi turun. Alternatifnya adalah memobilisasi penerimaan pajak yang bertumpu pada pajak langsung seperti pajak penghasilan Rasio Penerimaan Pajak atau Tax Ratio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan perbandingan antara realisasi penerimaan pajak dengan pendapatan nasional. Rasio dimaksud pada dasarnya menunjukkan jumlah penerimaan pajak yang dapat dipungut dari setiap rupiah pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto). Rasio ini biasa digunakan sebagai salah satu tolok ukur atau indikator untuk melakukan penilaian terhadap
kinerja penerimaan perpajakan mengingat Produk Domestik Bruto (PDB) yang menunjukkan output nasional merupakan indicator kesejahteraan masyarakat. Kenaikan rasio ini bisa mengindikasikan keberhasilan dalam proses pemungutan pajak, karena menunjukkan semakin tingginya nilai rupiah yang dapat dipungut sebagai penerimaan pajak dari setiap rupiah output nasional mengingat penerimaan perpajakan tidak sepenuhnya dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tax Coverage Ratio adalah perbandingan antara besarnya pajak yang telah dipungut dibandingkan dengan besarnya potensi pajak yang seharusnya dapat dipungut. Tax Coverage Ratio merupakan indicator untuk menilai tingkat keberhasilan pemungutan pajak. Cost Tax Collection merupakan salah satu ukuran bagi tingkat efisiensi pemungutan pajak. Tingkat efisiensi proses pemungutan pajak ditunjukkan oleh tinggi rendahnya ratio antara nilai biaya yang dikeluarkan dengan nilai penerimaannya. Semakin rendah ratio ini menunjukkansemakin efisiennya proses pemungutan pajak. Dalam upaya memobilisasi penerimaan pajak, aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan (PPh), hal ini penting untuk dapat mengestimasi potensi penerimaan pajak pada tingkat makro.Faktor pertumbuhan perekonomian dinyatakan dengan peningkatan Gross Domestic Product (GDP) riil pertahun.Gross Domestic Product (GDP) diukur melalui pendekatan hasil produksi, pengeluaran dan pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Potensi penerimaan pajak suatu negara tergantung pada tingkat pendapatan perkapita,struktur perekonomian, distribusi pendapatan, keadaan social politik dan administrasi pendapatan. Peningkatan pendapatan perkapita akan memperluas basis pajak, yaitu obyek dan subyek pajak langsung dan tak langsung. Peningkatan basis pajak langsung terjadi disebabkan pajak langsung baru dikenakan bila melewati tingkat pendapatan tertentu atau penghasilan tidak kena pajak. Peningkatan pendapatan perkapitakan meningkakan jumlah wajib pajak perorangan maupun badan. Pertumbuhan sektor riil selama proses pembangunan ekonomi diikuti oleh pertumbu-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
han sektor moneter. Bersamaan dengan proses industrialisasi dan peningkatan disektor moneter disamping mencerminkan peningkatan surplus obyek pajak, juga mendukung kemudahan dalam pengumpulan pajak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang strategis disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas dan harus dikelola dengan baik agar keuangan negara dapat berjalan denganlancar danbaik. 2. Sustainabilitas (Kesinambungan) fiskal akan terjadi jika nilai sekarang (presentvalue) dari kendala pengeluaran (expenditure constraint) yang akan datang dapat dipenuhi tanpa harus melakukan koreksi atau penyesuaian fiskal. 3. Koefisien regresi dari penerimaan pajak di Indonesia (variabel X) sebesar 7.844 artinya bahwa bila penerimaan pajak di Indonesia meningkat satu persen maka berdampak terhadap peningkatan sustainabilitas fiskal di Indonesia (Variabel Y) yaitu sebesar 7.844%. 4. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,938 artinya bahwa sebesar 93,80% perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel terikat (sustainabilitas fiskal di Indonesia) dipengaruhi oleh variabel bebas (penerimaan pajak di Indonesia). Sedangkan selebihnya yaitu 6,20% dijelaskan oleh indikator dan faktor lain diluar penelitian ini. 5. Berdasarkan hasil pengujian data output SPSS 20 maka diperoleh Fhitung sebesar76,163 sedangkan Ftabel pada tingkat signifikansi 5% atau
191
0,05 adalah sebesar 6,61. Hal ini menujukkan bahwa Fhitung > dari Ftabel atau76,163 > 6,61dengan tingkat signifikansi 0,05. Dari hasil pengujian ini maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian menerima Hipotesis alternatif (Ha) dan menolak Hipotesis nol (H0) artinya bahwa penerimaan pajak di Indonesia (Variabel X) mempunyai pengaruh terhadap sustainabilitas fiskal di Indonesia (Variabel Y). SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka yang menjadi saran penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan bagi Pemerintah untuk dapat mengefisiensikan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan pajak negara untuk mewujudkan ketahanan fiskal dan kesinambungan fiskal dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 2. Diharapkan bagi direktorat perpajakan untuk dapat menetapkan administrasi perpajakan dengan baik sehingga manajemen tentang perpajakan dapat dilaksanakan secara akurat. 3. Diharapkan bagi wajib pajak untuk dapat menjalankan aturan perpajakan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan perpajakan negara untuk terciptanya sumber penerimaan pajak negara yang relatif tinggi dan mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. 4. Diharapkan bagi instansi terkait untuk dapat memperhatikan hasil pengelolaan perpajakan negara dan penggarapan sumber perpajakan yang baru sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak negara.
192
SONNY MUHAMMAD IKHSAN MANGKUWINATA
REFERENSI Ana (2003), Desentralisasi Fiskal Daerah, Jakarta, Erlangga. Boediono (2009) Kemandirian Derajat Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada Joseph (2004).Sistem Pemerintahan Desentralisasi. Yogyakarta, ANDI Judisseno, Remsky K., (2007), Pajak dan strategi Bisnis, Jakarta.Jakarta.PT. Gramedia Pustaka Umum, Mardiasmo, (2002), Perpajakan, Edisi Revisi, Cetakan Kesembilan, Yogakarta.Penerbit: Andi, Mankiw.N. Gregori. (2006). Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, ANDI Nordhaus (2003) The InterlligentInvestor. Jakarta. Serambi, Pudyatmoko (2009).Azas Dan Kelembagaan Ppemungutan Pajak. Yogyakarta, ANDI Rahmani (2006) Kelembagaan Ekonomi Dan Sustainabilitas Fiskal, Bandung. PT. Rafika Aditama. Republik Indonesia (2009) Undang-Undang No.16 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pepajakan Sukirno,Sadono, (2000). Makro Ekonomi Modern-Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada Samuelson, Paul A. (2003), Pembangunan Ekonomi (Edisi Terjemahan). Edisi ke-12. Jakarta: Erlangga Sugiyono, (2007).Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Wirawan (2002).Pengertian Pajak. www.pajak-depkeu-ri.go.id
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 193-203
PENGARUH KEPERCAYAAN MEREK TERHADAP LOYALITAS MEREK NASABAH BANK CENTRAL ASIA CABANG LHOKSEUMAWE
TEUKU EDYANSYAH
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
The purpose of this study was to determine the effect of brand trust consisting of characteristic brand, company characteristic, and the characteristic of the consumer brand loyalty Brand customers of Bank Central Asia branch Lhokseumawe. What research is done on the Bank Central Asia branch Lhokseumawe, the population in this study are all customers of Bank Central Asia branch Lhokseumawe, and researchers took 100 respondents by using Slovin formula calculations. The method of analysis in this study is the use of multiple linear regression models to see how much influence brand trust on brand loyalty. From the processing of research data obtained by the correlation coefficient (R) of 0.935, where the value of the correlation coefficient is the relationship between brand trust (X) and brand loyalty (Y) is at 93.5%. For the coefficient of determination (R2) obtained for 0.873 and for Adjusted R2 values obtained for 0.869 or 86.9% and the remaining 13.1% is influenced by other variables that are not observed in this study (error term). Based on partial test, Brand Characteristic (X1) has a coefficient of 0.187 or 18.7%, Company Characteristic (X2) has a coefficient of 0.694 or 69.4%, and Consumer Brand Characteristic (X3) has a coefficient of 0.328 or 32 , 8%, which means that Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), and Consumer Brand Characteristic (X3) influence on brand loyalty (Y). For simultaneous testing on brand loyalty (Y) values obtained Fhitung Ftabel 220.753 and 2.70, which means that at the same time and simultaneously affects brand trust brand loyalty. So it can be concluded that, Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), and Consumer Brand Characteristic (X3) influence on brand loyalty and utntuk pengujuian simultaneously, brand trust affects brand loyalty. Keywords: Brand characteristic, company characteristic, consumer brand characteristic, brand loyalty
193
194 TEUKU EDYANSYAH
LATAR BELAKANG Loyalitas nasabah adalah hal yang mutlak bagi bank yang menginginkan tetap eksis dalam usahanya. Mencari nasabah baru adalah hal yang sulit, namun jauh lebih sulit adalah mempertahankan nasabah lama. Memperebutkan loyalitas nasabah merupakan kunci terpenting untuk memenangkan persaingan. Upaya bank tidak berhenti sampai tahap menjaring nasabah. Bank sangat menyadari formula pemasaran get, keep and grow dan akan selalu berusaha agar nasabah yang sudah terjaring dapat memanfaatkan jasa layanan keuangan yang ditawarkannya dengan optimal, sehingga nasabah akan dengan senang hati melakukan transaction, relationship, partnership, dan ownership yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan buat bank. Loyalitas pelanggan terhadap merek produk merupakan konsep yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat ketat dengan pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi demikian loyalitas pada merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Di samping itu, upaya mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru. Persoalan merek menjadi salah satu persoalan yang harus dipantau secara terus-menerus oleh setiap perusahaan. Merek-merek yang kuat, teruji, dan bernilai tinggi terbukti tidak hanya sukses mengalahkan hitungan-hitungan rasional, tetapi juga canggih mengolah sisi - sisi emosional konsumen. Merek bisa memiliki nilai tinggi karena ada brand building activity yang bukan sekadar berdasarkan komunikasi, tetapi merupakan segala macam usaha lain untuk memperkuat merek tersebut. Dari komunikasi, merek bisa menjanjikan sesuatu, bahkan lebih dari janji, merek juga mensinyalkan sesuatu (brand signaling). Merek akan mempunyai reputasi jika ia memiliki kualitas dan karisma. Agar memiliki karisma, merek harus mempunyai aura, harus konsisten, kualitasnya harus dijaga dari waktu ke waktu, selain tentunya juga harus mempunyai kredibilitas. Agar tampil menjadi yang terbaik, tentu suatu merek harus terlihat seksi di pasar hingga mampu mem-
buat konsumen tertarik membelinya. Agar terlihat seksi, merek tersebut harus memiliki costumer value jauh di atas merek-merek yang lain. Selain itu, harus mampu meningkatkan keterlibatan emosi pelanggan sehingga pelanggan mempunyai ikatan dan keyakinan terhadap merek tersebut. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintahan dan swasta, maupun perorangan untuk menyimpan dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian (Suyatno, 2001 : 79). Dalam situasi yang serba sulit ini, beberapa bank yang masih mampu bertahan dan menjalankan fungsinya berusaha mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk meningkatkan minat menabung dengan tetap memberikan pelayanan dan manfaat terbaik sesuai dengan harapan dan keinginan nasabah. Bank juga berusaha menawarkan produk dengan kualitas pelayanan yang memikat, sehingga dapat meningkatkan kepuasaan bagi nasabah dalam kegiatan menabung atau disebut dengan customer oriented, dimana semua fungsi bekerja sama untuk melayani dan memuaskan para nasabah (Santoso, 2003 : 14) Salah satu lembaga keuangan yang diharapkan memberikan pelayanan yang baik, efektif dan efisien bagi nasabah adalah Bank BCA. Bank BCA merupakan bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas peredaran uang, baik dalam bentuk rupiah maupun dalam bentuk valuta asing sehingga nasabah dapat menikmati pelayanan secara internasional. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah nasabah sehingga kontinuitas perbankan dapat lebih terjamin. Visi dari Bank BCA adalah menjadi Bank yang kokoh dan terkemuka di Indonesia dengan menawarkan produk dan jasa perbankan yang lengkap, terpadu dan berkualitas, baik untuk nasabah induvidu, perusahaan maupun lembaga di dalam dan luar negeri. Secara konsisten beriontasi pada kepuasan nasabah, memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan karyawan berperan aktif dalam pembangunan nasional dan meningkatkan nilai saham secara berkesinambungan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Sedangkan Misi dari bank BCA adalah memaksimalkan keinginan dari semua pihak yang berkepentingan terhadap Bank BCA. Yang meliputi kepuasan pemegang saham, Kepuasan nasabah, Kepuasan masyarakat, Kepuasan pemerintah, Kepuasan manajemen dan karyawan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimana pengaruh Kepercayaan Merek yang terdiri dari brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic terhadap Loyalitas Merek nasabah Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe. TINJAUAN TEORITIS Merek (Brand) Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek. Para pemasar mengatakan bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran. Menurut American Marketing Association (Kotler, 2000 : 460), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Menurut Aaker (2000 : 7), merek adalah “A distinguishing name and/or symbol (such as logo, trade mark, or package design ) intended to identify to goods or services of either one seller of a group of seller, and to differentiate those goods or services from those of competitors “. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Di samping itu, merek melindungi, baik konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekadar simbol. Menurut Kotler dalam Citra (2008:165) keuntungan pemberian merek pada suatu produk bagi konsumen adalah membantu konsumen un-
195
tuk mengindentifikasi produk yang dinginkan, membantu konsumen untuk mengetahui kualitas, melindungi konsumen karena dari merek dapat diketahuhui produsen produk. Sementara itu Sunarto dalam Citra (2008:165) menyatakan pemberian merek juga memberikan keuntungan bagi penjual yaitu membatu program periklanan dan peragaan perusahaan, membangun citra perusahaan, memberikan perlindungan hukum untuk fitur-fitur unit produk yang bisa saja ditiru pesaing dan dapat memperluas pangsa pasar. Kepercayaan terhadap Merek (Trust In a Brand) Pemahaman yang lengkap tentang loyalitas merek tidak dapat diperoleh tanpa penjelasan mengenai kepercayaan terhadap merek (trust in a brand) dan bagaimana hubungannya dengan loyalitas merek. Dalam pemasaran industri, para peneliti telah menemukan bahwa kepercayaan terhadap sales dan supplier merupakan sumber dari loyalitas. Menurut Luarn dan Lin dalam Stanton (2002:147) kepercayaan adalah sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya dan kemampuan menepati janji), benevolence (perhatian dan motivasi yang dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka), competency (kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan yang mempercayai) dan predictability (konsistensi perilaku pihak yang dipercaya). Kepercayaan konsumen pada merek hanya dapat diperoleh bila pemasar dapat menciptakan dan mempertahankan hubungan emosional yang positif dengan konsumen. Hubungan emosional yang positif ini harus dibangun selama jangka waktu yang tidak pendek namun harus dilakukan secara konsisten dan persisten. Menurut Supranto (2001:150), komponen kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau didasarkan pada beberapa persepsi, yaitu: a. Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk / merek. b. Persepsi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan kesamaan kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi
196 TEUKU EDYANSYAH
mereka pada sejauh mana konsumen dapat mengendalikan penjual dan persepsi. Orang pemasaran tertarik pada kepercayaan yang dirumuskan seseorang mengenai produk dan jasa tertentu, karena kepercayaan menyusun citra produk yang mempengaruhi perilaku pembelian. Jika kepercayaan ini salah dan menghalangi pembelian, orang pemasaran akan mengeluarkan iklan untuk mengoreksi kepercayaan itu (Supranto, 2004:107). Menurut Stanton (2002:62), kepercayaan adalah keyakinan kita bahwa di satu produk ada atribut tertentu. Keyakinan ini muncul, dari persepsi yang berulang, dan adanya pembelajaran dan pengalaman. Menurut Lau dan Lee (2000:44), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen. Selanjutnya Lau dan Lee (2000:44) memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan. Aaker (2000 : 8) mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand“. Loyalitas merek menunjukkan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Mowen (2002 : 109) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembeli-
an. Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Dan dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespons gerakan pesaing. METODE PENELITIAN Lokasi, Subjek dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe, yang menjadi objek penelitian adalah variabel brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic sebagai variabel bebas dan brand loyalty sebagai variabel terikat, dan yang menjadi subjek penelitian ini adalah nasabah Bank BCA Cabang Lhokseumawe. Populasi dan Sampel Populasi adalah suatu keseluruhan pengamatan atau objek yang menjadi perhatian kita dengan menggambarkan sesuatu yang bersifat ideal atau kritis (Sugiyono, 2002). Dan sampel adalah sebahagian dari populasi (Nazir, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe. Dapat dilihat jumlah populasinya dalam Tabel 1. Tabel 1 Jumlah Populasi No 1 2 3 4 5 6
Jenis Tabungan Tahapan BCA Tahapan GOLD Tapres Giro BCA Dollar Deposito Berjangka BCA Jumlah
Populasi 6584 1117 911 809 798 512 10605
Sumber : Bank BCA Cabang Lhokseumawe (2012)
Dalam penelitian ini, penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling artinya sam-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
197
pling ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kriteria tersebut adalah para responden yang menabung di Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe. Agar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat mewakili populasi maka dapat ditentukan jumlah sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (dalam Umar ,1999) sebagai berikut :
melakukan wawancara secara tidak langsung dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada nasabah Bank BCA Cabang Lhokseumawe untuk mendukung penelitian ini. d. Library Research (riset kepustakaan) yaitu dengan cara mendapatkan literature dari pendapat-pendapat para ahli yang dikaitkan dengan materi yang diteliti.
N 1+ N e
Metode Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty nasabah Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe maka digunakan alat ukur regresi linier berganda, secara sistematis alat ukur regresi linier berganda diformulasikan sebagai berikut, (Gujarati, 2002 : 24).
n=
2
Dimana : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian (Presesi) karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Dalam penelitian ini diketahui N sebesar 10605, e ditetapkan sebesar 10 % jadi jumlah minimal sampel yang diambil oleh peneliti adalah sebesar :
n=
10605 = 9 ,07 = 100 1 + (10605 × 0,12 )
Maka jumlah minimal sampel yang harus diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang nasabah Bank BCA Cabang Lhokseumawe. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian akan menentukan tingkat kualitas data yang diperoleh dalam suatu penelitian harus disesuaikan dengan data yang akan diteliti. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu : a. Observasi (pengamatan/pendekatan) yaitu merupakan secara langsung pada objek penelitian yaitu di Bank BCA Cabang Lhokseumawe. b. Interview (wawancara) yaitu untuk mendapatkan data yang akurat, penulis melakukan wawancara secara langsung dengan pimpinan maupun pihak yang terkait dengan data yang diperlukan. c. Kuesioner (daftar pertanyaan) yaitu untuk mendapatkan data yang akurat, penulis juga
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +e Keterangan: Y = Loyalitas Merek a = Konstanta b1 = Koefisien regresi brand characteristic b2 = Koefisien regresi company characteristic b3 = Koefisien regresi consumer brand characteristic X1 = Brand characteristic X2 = Company characteristic X3 = Consumer brand characteristic e = Faktor pengganggu Definisi Operasional Variabel Brand Characteristic (X1). Mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan, mempunyai reputasi, dan kompeten (Lau dan Lee2000 : 44 ) Company Characteristic (X2). Pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan, dan
198 TEUKU EDYANSYAH
integritas suatu perusahaan (Lau dan Lee, 2000: 44) Consumer brand characteristic (X3). Merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik konsumen merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek (Lau dan Lee2000 : 44 ) Loyalitas Merek (Y) merupakan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan (Aaker, 2000 : 8)
jika variabel tidak mencapai nilai Cronbach Alpha > 0,60, maka akan dilakukan penghapusan terhadap beberapa item pertanyaan.
Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini penulis menggunakan uji F dan uji t yaitu pada tingkat keyakinan (convidend interval 95 %) atau tingkat kesalahannya (alpha) a sebesar 0,05. - Jika statistik t-hitung > t-tabel, maka Hi diterima - Jika statistik t-hitung < t-tabel, maka Hi ditolak - Jika statistik F-hitung > F-tabel, maka Hi diterima - Jika statistik F-hitung < F-tabel, maka Hi ditolak
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 4 dapat dilihat koefisien variabel Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), dan Consumer Brand Characteristic (X3) dan konstanta yang menjadi observasi penelitian ini adalah koefisien nilai konstanta sebesar 1,121 dan koefisien Brand Characteristic (X1) sebesar 0,187, untuk koefisien Company Characteristic (X2) sebesar 0,694, dan koefisien dari Consumer Brand Characteristic (X3) yaitu sebesar 0,328. Hasil dari analisis regresi linear berganda dapat dilihat sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas Pengujian validitas dilakukan terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk mengukur variabel kepercayaan merek dan loyalitas merek dengan melihat korelasi item dengan skor total seluruh item. Tiap-tiap variabel diukur dengan menggunakan skala ordinal yaitu skala pengukuran yang memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau Valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan Valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh oleh kuesioner tersebut. Mengukur tingkat validitas dapat dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total score konstruk atau variabel. Uji Reliabilitas Alat bantu uji untuk pengukuran reliabilitas adalah SPSS dimana suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel dan valid jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2001). Dimana
Analisis Regresi Linear Berganda pada Variabel Kepercayaan Merek Terhadap Loyalitas Merek. Hasil pengolahan data berupa output SPSS dapat dilihat pada lampiran. Berikut merupakan pembahasan hasil pengolahan data seperti terlihat pada Tabel 4
Y = 1,121 + 0,187X1 + 0,694X2 + 0,328X3 + εi a. Konstanta (a) sebesar 1,121, hal ini menunjukkan bahwa jika kepercayaan merek (X) dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka loyalitas merek (Y) adalah sebesar 1,121. b. Koefisien variabel Brand Characteristic (X1) sebesar 0,187 dengan tingkat signifikan sebesar 0,011, hal ini menunjukkan bahwa variabel Brand Characteristic (X1) berpengaruh terhadap loyalitas merek yang maksudnya jika Bank BCA Cabang Lhokseumawe meningkatkan Brand Characteristic sebesar 1%, maka loyalitas merek juga akan meningkat sebesar 0,187%. Koefisien variabel Company Characteristic (X2) sebesar 0,694 dengan tingkat signifikan sebesar 0.000, hal ini menunjukkan bahwa variabel Company Characteristic (X2) berpengaruh terhadap loyalitas merek yang maksudnya jika Bank BCA Cabang Lhokseumawe meningkatkan Company Characteristic sebesar 1%, maka loyalitas merek juga akan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
199
Tabel 2 Validitas Variabel Penelitian No. 1.
2.
3
4.
Variabel
rhitung
Brand Characteristic (X1) X.1.1 X.1.2 X.1.3 X.1.4 X.1.5 Company Characteristic (X2) X.2.1 X.2.2 X.2.3 X.2.4 X.2.5 Consumer brand characteristic (X3) X.3.1 X.3.2 X.3.3 X.3.4 X.3.5 Loyalitas Merek (Y) Y.1 Y.2 Y.3 Y.4 Y.5
0,770 0,569 0,771 0,776 0,749 0,723 0,749 0,703 0,708 0,711 0,699 0,747 0,644 0,695 0,754 0,725 0,714 0,658 0,765 0,731
rtabel
0,1986
0,1986
0,1986
0,1986
Tabel 3 Nilai Cronbach Alpha untuk Pengujian Reliabilitas No
Variabel
1 2 3 4
Brand Characteristic (X1) Company Characteristic (X2) Consumer Brand Characteristic (X3) Loyalitas Merek (Y)
Cronbach Alpha 0,781 0,757 0,725 0,755
Keterangan Reliable Reliable Reliable Reliable
Tabel 4 Hasil Pengolahan Data Mengenai Pengaruh Kepercayaan Merek Terhadap Loyalitas Merek Bank BCA Cabang Lhokseumawe No. 1. 2. 3.
Keterangan Konstanta Brand Characteristic (X1) Company Characteristic (X2) Consumer Brand Characteristic (X3)
Koefisien
t hitung
Sig.
1,121 0,187 0,694 0,328 R = 0,935 R2= 0,873 Adjusted R2 = 0,869 Sig F = 0,000
5,900 2,601 8,741 6,001
0,000 0,011 0,000 0,000
t tabel = 1,984
Ftabel = 2,70 Fhitung = 220,753
200 TEUKU EDYANSYAH
meningkat sebesar 0,694%. Dan untuk Koefisien variabel Consumer Brand Characteristic (X3) sebesar 0,328 dengan tingkat signifikan sebesar 0.000, hal ini menunjukkan bahwa variabel Consumer Brand Characteristic (X3) berpengaruh terhadap loyalitas merek yang maksudnya jika Bank BCA Cabang Lhokseumawe meningkatkan Consumer Brand Characteristic sebesar 1%, maka loyalitas merek juga akan meningkat sebesar 0,328%. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau kuat lemahnya hubungan antar variabel dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (R). Dari pengolahan data penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,935. Ini berarti bahwa hubungan antara kepercayaan merek terhadap loyalitas merek nasabah Bank BCA Cabang Lhokseumawe mempunyai hubungan yang tinggi sebesar 93,5%. Dan untuk mengetahui seberapa besar peranan kepercayaan merek (X) dalam mempengaruhi loyalitas merek (Y), dapat dilihat pada nilai Adjusted R2 sebesar 0,869 atau 86,9% dan sisanya sebesar 13,1% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak terobservasi pada penelitian ini (error term). Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk menentukan tingkat signifikansi variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dalam hal ini variabel kepercayaan merek menggunakan uji t atau ttest dan uji F atau Ftest. Berdasarkan hasil olah data dengan SPSS dan untuk nilai ttabel yaitu 1,984, pada variabel bebas kepercayaan merek (X) yang terdiri dari Brand Characteristic (X1) diperoleh hasil thitung senilai 2,601, jadi dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel, yang berarti variabel Brand Characteristic (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel loyalitas merek (Y) dengan nilai signifikan 0,011. Untuk variabel Company Characteristic (X2) diperoleh nilai thitung 8,741 > ttabel 1,984 yang berarti variabel Company Characteristic (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel loyalitas merek (Y) dengan nilai signifikan 0,000. Dan untuk variabel Consumer Brand Characteristic (X3), diperoleh nilai thitung senilai 6,001, yang berarti bahwa nilai thitung 6,001 > ttabel 1,984, artinya variabel Consumer Brand Characteristic (X3)
berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas merek (Y) dengan nilai signifikan 0,000. Untuk uji F atau Ftest, berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai Fhitung senilai 220,753. Jadi nilai Fhitung 220,753 > Ftabel 2,70, dimana dapat disimpulkan bahwa secara bersamaan atau secara simultan variabel bebas Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), dan Consumer Brand Characteristic (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat loyalitas merek (Y) dengan tingkat signifikan 0.000. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menerima H1 yaitu variabel kepercayaan merek yang meliputi Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), dan Consumer Brand Characteristic (X3) berpengaruh terhadap loyalitas merek (Y). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,935, dimana nilai koefisien korelasi ini terdapat hubungan antara kepercayaan merek (X) dengan loyalitas merek (Y) yaitu sebesar 93,5%. 2. Untuk nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,873 dan untuk nilai adjusted R2 sebesar 0,869, artinya 86,9% loyalitas merek dipengaruhi oleh kepercayaan merek dan sisanya sebesar 13,1% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak terobsevasi dalam penelitian ini (error term). 3. Dari variabel Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), dan Consumer Brand Characteristic (X3), dapat disimpulkan bahwa Brand Characteristic (X1), Company Characteristic (X2), dan Consumer Brand Characteristic (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas merek (Y). Dan dapat disimpulkan juga bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi loyalitas merek adalah variabel Company Characteristic (X2) sebesar 69,4%. Dan untuk pengujian secara simultan atau bersamaan, kepercayaan merek berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas merek.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
SARAN Dari kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi Bank BCA Cabang Lhokseumawe yaitu sebagai berikut : 1. Dengan hubungan yang kuat dan signifikan antara kesetiaan merek dengan kepercayaan merek hendaknya Bank Central Asia Cabang Lhokseumawe perlu mempertahankan keunggulan dari karakteristik merek, karakteristik perusahaan, dan karakteristik konsumen merek dan mencoba untuk terus meningkatkan kualitas dengan berbagai program promosi melalui iklan media cetak dan media elektronik untuk
201
mengajak masyarakat menggunakan jasa Bank Central Asia. 2. Faktor karakteristik perusahaan yang memberikan arti tentang ketertarikan pribadi terhadap merek BCA, yang kini terpengaruh cukup baik hendaknya terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk kedepannya. 3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel penelitian agar dapat mewakili dari jumlah populasi jumlah yang ada dan menambah variabel penelitian sehingga hasil penelitian lebih baik dan hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi bagi yang mengadakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan loyalitas merek.
202 TEUKU EDYANSYAH
REFERENSI Aaker A David. (2000). Ekuaitas Merek. Edisi Indonesia. Jakarta : Mitra Utama. Buchari, Alma. (2000). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta. Citra, Syahlani (2008). Efek Merek Domestik VS Asing dan Informasi Country of Origin Terhadap Persepsi dan Sikap Konsumen (Studi Perilaku Konsumen pada Produk Susu Olahan). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 23, No. 2. Dick dan Basu (2001) Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktek, Edisi Pertama. Salemba Empat, Jakarta. Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar (2002) Ekonometrika Dasar. Cetakan keenam, Alihbahasa Sumarno Zain. Erlangga, jakarta. Hurriyati, Ratih. (2005). Bauran pemasaran dan loyalitas konsumen. Bandung: Alfabeta. Iqbal Hasan, M. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Cetakan I, Mei. Ghalia Indonesia. Kasmir. (2003). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kuncoro, M. dan Suhardjono. (2002). Manajemen Perbankan. Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE. Kotler Philip. (2000). Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta: Prenhallindo. Lau, Geok Then and Sook Han Lee. (2000). “Consumers Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty”. Journal of Market Focused Management. Loudon, David, (2000). Consumer Behaviour, Edisi ke lima , Mc Graw Hill Book Co Singgapura. Matutina. (2000). Loyalitas Pelanggan. Edisi Kedelapan, Salemba Empat, Jakarta. Mowen, Jc. Dan M. Minor, (2002). Perilaku Konsumen. Jilid I Penerbit Erlangga. Nazir, Mohammad. (2003). Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rachmat Hidayat (2009). Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan Nilai Nasabah Terhadap Loyalitas Nasabah Bank Mandiri. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan. Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra. Schnaars, Steven. (2000). Marketing Strategi: A Customer Driven Approach. New York, The Free Press,
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
203
Sheth, (2000) Is Relationship For Every One? European Journal of Marketing, Vol 34-4-10, 1999. Golis, Cristopher. Menjual Dengan Empati. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Santoso, Rudi (2003). Kelembagaan Perbankan. Gramedia Jakarta. Sinungan, Muchdarsyah (2004), Strategi Manajemen Bank, PT. Rineka, Jakarta. Sri Maharsi. (2006). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan dan Pengaruh Kepercayaan Terhadap Loyalitas Pengguna Internet Banking di Surabaya. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra. Stanton, Wiliam J (2002), Prinsip Pemasaran, Edisi VII, Erlangga, Jakarta. Sugiyono, (2002). Metode Penelitian Bisnis, CV. Alvabeta, Bandung. Supranto, J. (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suyatno, Thomas (2001), Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1998-1999. Perbankan. Sinar Grafika, Jakarta.
204 TEUKU EDYANSYAH
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 2, April 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 2, April 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 205-217
205
ANALISIS PENGARUH PROGRAM SPP PNPM MANDIRI PEDESAAN TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEREMPUAN Studi Kasus di Kecamatan Meurah Mulia UMARUDDIN USMAN
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
The study is “Analyzing Effect of SPP PNPM Mandiri Pedesaan Program in supporting the quality of life for women group enterprineur’s ( Study in Kecamatan Meurah Mulia).” The data is used in this research was primer data through was divided the questioner to 76 respondens whose as sampel at women group in Kecamatan Meurah Mulia. Based on the findings of this research, it is indicated that SPP PNPM Mandiri Pedesaan Program has correlation as 0,617 (61,7%) with the quality of life for women group enterprineur’s in Kecamatan Meurah Mulia. It sis caused the SPP PNPM Mandiri Pedesaan Program is special the program that was funding to supporting for women group enterprineur’s. Besides the SPP PNPM Mandiri Pedesaan Program has effect as 0,381 (38,1%) to supporting the quality of life for women group enterprineur’s and residue was effect by another variables that out of this research his is due to the efforts of women’s groups are not all the group running smoothly . In this study also looks at 15.79 % which is a farm business capital turnover requires a relatively long time , and also at 7.89% is vegetable traders , the risks faced by the larger group because when vegetables are not sold then this group will incur a loss . hypothesis testing , the results of t - count > t table is 6.743 > 1.66515 means Ho is rejected and Ha accepted meaning SPP program PNPM rural significant effect on the business development group of women in the District Meurah Majesty for the specific purpose of PNPM Rural SPP activity is to : (1) Speed up the process of meeting the needs of business or social funding base , (2) Providing opportunities women improve household economy through funding of business opportunities, and (3) institutional strengthening Encouraging savings and loans by women . Keywords : SPP PNPM mandiri pedesaan program, enterprineur supporting
206
UMARUDDIN USMAN
LATAR BELAKANG Dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Sekarang ini seorang wirausaha dituntut untuk dapat mengembangkan usaha, supaya usahanya dapat maju dan besar serta menjadi pengusaha yang sukses. Definisi pengembangan usaha itu sendiri adalah terdiri dari sejumlah tugas dan proses yang pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan peluang pertumbuhan usaha. Tetapi pada kenyataanya untuk mengembangkan usaha yang pada awalnya dimulai dari nol besar atau baru memulai usaha sangatlah sulit. Banyak hambatan-hambatan yang dihadapi seperti kekurangan modal dan lain-lain. Gambaran di atas merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di Kecamatan Meurah Mulia. Masyarakat daerah ini secara umum bekerja sebagai petani, sangat sedikit diatara masyarakat yang mempunyai usaha lain untuk meningkatkan pendapatan keluarga sehingga daerah tersebut sampai saat ini masih banyak terdapat keluarga-keluarga miskin. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan merupakan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Selain itu juga ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya seperti kesehatan, sanitasi, air bersih dan transportasi”. (Suharto, 2006:7). Modal usaha merupakan faktor utama bagi kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia dalam pengembangan usahanya. Kekurangan modal usaha kerap kali menjadi hambatan dan kendala bagi mereka dalam menjalankan roda kegiatan karena dengan modal yang kecil masyarakat tidak mampu memenuhi permintaan konsumen
dalam bentuk paket besar. Sebagai upaya untuk menghindari usahanya menurun, diantara kelompok-kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia mengambil cara pintas dan cepat dengan meminta permodalan dana atau kredit usaha kepada rentenir atau lindah darat. Banyak dari pengusaha atau pedagang kecil ini tidak terlalu memperhatikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi kepada si rentenir sebelum meminjam sejumlah uang atau modal karena kebutuhan yang sangat mendesak. Pada akhirnya pengusaha mikro dan pedagang kecil ini terjerat hutang yang makin lama makin bertambah banyak serta bunga pinjamannya menjadi tinggi karena belum dapat atau tidak dapat melunasi apa saja yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab atas perjanjian terhadap rentenir tersebut sesuai tempo waktu yang telah ditetapkan. Akhirnya berdampak negatif pada hasil bidang usahanya yang lama kelamaan menjadi kurang produktif dan menurun bahkan akan dapat mematikan usahanya sendiri atau gulung tikar. Sehubungan dengan fenomena di atas pemerintah tidak henti-hentinya membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kebijakan tersebut yaitu melalui program simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP) PNPM Mandiri Pedesaan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Tujuan Umum PNPM Mandiri Pedesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. (Tim Pengendali, 2007: 12). PNPM Mandiri Pedesaan ini terdapat berbagai program yang ditawarkan pemerintah, salah satunya yaitu pemberian dana bergulir bagi kaum perempuan, yaitu Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP). Pada prinsipnya SPP merupakan upaya pemerintah untuk membantu memberdayakan masyarakat khususnya bagi perempuan, yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara nasional melalui pemberian dana bergulir untuk pengembangan kegiatan usaha produktif guna meningkatkan taraf hidup
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
masyarakat, dimana apabila program ini berhasil, maka akan berdampak pada komunitas penduduk, serta kaum perempuan dapat lebih mandiri dan mampu menjadi penyokong kesejahteraan keluarga (Tim Pengendali, 2007: 15). Terkait dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin yang pengelolaannya lebih banyak diberikan pada kaum perempuan biasanya disebut juga Simpan Pinjam Perempuan (SPP). SPP sebagai usaha simpan pinjam merupakan suatu program yang diharapkan mampu memecahkan persoalan di tingkat masyarakat, yang pengelolaannya diserahkan kepada perempuan sebagai bagian yang juga bertanggungjawab pada perekonomian keluarga di pedesaaan. Program Simpan Pinjam Perempuan ini dilatar belakangi oleh masalah ataupun persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam kerangka pemberdayaan perempuan, program Simpan Pinjam Perempuan ini diharapkan adanya perubahan kondisi di dalam masyarakat, khususnya anggota kelompok itu sendiri. Dimana dengan adanya pengelolaan yang baik terhadap dana simpan pinjam perempuan ini di dalam kelompok, diharapkan program Simpan Pinjam Perempuan mampu menjadi alat dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun yang menjadi persoalan apakah dengan adanya bantuan SPP kepada kelompok perempuanperempuan di Kecamatan Meurah Mulia dapat mengembangkan usaha mereka? Pertanyaan ini adalah suatu masalah yang perlu ditindak lanjuti dan mencari jawabannya. Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan, maka penelitian ini harus di uji apakah program SPP PNPM Mandiri Pedesaan berpengaruh terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia? Dan seberapa besar pengaruh SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia? TINJAUAN TEORITIS PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
207
masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan system serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan (Tim Pengendali, 2007:11). Dan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal. Strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui perubahan perilaku masyarakat, yakni dengan pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakat. Hal ini sesuai dengan pengertian pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri, sebagai upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraanya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. (Tim Pengendali, 2007:11) Dana bergulir diberikan kepada kecamatan dari pusat dan tidak perlu dikembalikan ke pusat, dan bukan dihibahkan kepada masyarakat kecamatan. Dana tersebut akan dibagikan kepada masyarakat sebagai modal usaha yang akan digulirkan dan harus dikembalikan kepada pemerintah kecamatan. Program PNPM Mandiri Pedesaan memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum nya adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Sementara itu, tujuan khusus dari PNPM Mandiri Pedesaan yaitu : (1) meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan; (2) melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal; (3) mengembangkan kapasitas pemerinta-
208
han desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif; (4) menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat; (5) melembagakan pengelolaan dana bergulir; (6) mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa; serta 7) mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pedesaan. Adapun bentuk kegiatan SPP PNPM adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Pelaksanaan Program SPP PNPM diawali dengan MAD (Musyawarah Antar Desa) Sosialisasi. Pada MAD Sosialisasi dilakukan sosialisasi ketentuan dan persyaratan untuk kegiatan SPP PNPM sehingga pelaku-pelaku di tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP PNPM dan dapat dimanfaatkan. Setelah dilaksanakannya MAD Sosialisasi, dilaksanakan Musdes (Musyawarah desa) Sosialisasi agar pelaku di tingkat desa yang terdiri dari TPK (Tim Pengelola Kegiatan) dan TKD (Tim Koordinator Desa) melakukan persiapan untuk proses lanjutan. Kemudian, dilanjutkan dengan Musyawarah Dusun untuk mengidentifikasi kelompok peserta SPP PNPM, peta sosial dan rumah tangga miskin, serta mengidentifikasi kebutuhan pemanfaat. Musyawarah Desa dan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP) dilaksanakan setelah Musyawarah Dusun. Pada MKP akan dilakukan penetapan dan penulisan usulan yang didalamnya terdapat sekilas mengenai kondisi kelompok SPP PNPM, gambaran kegiatan dan rencana yang akan dilaksanakan, penulisan usulan, MKP serta daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan. Selain penetapan dan penulisan usulan, pada MKP juga dilaksanakan verifikasi formulir, penilaian pada kegiatan, dan penilaian kategorisasi kelompok oleh pihak Kecamatan (Tim Pengendali, 2007:13). Pengembangan usaha adalah ”Tugas dan proses persiapan analitis tentang peluang pertumbuhan potensial, dukungan dan pemantauan pelaksanaan peluang pertumbuhan usaha, tetapi tidak termasuk keputusan tentang strategi dan implementasi dari peluang pertumbuhan usaha”.
UMARUDDIN USMAN
Dalam hal ini perusahaan dapat memanfaatkan satu sama lain keahlian, teknologi atau kekayaan intelektual untuk memperluas kapasitas mereka untuk mengidentifikasi, meneliti, menganalisis dan membawa ke pasar bisnis baru dan produk baru, pengembangan bisnis berfokus pada implementasi dari rencana bisnis strategis melalui ekuitas pembiayaan, akuisisi/divestasi teknologi, produk, dan lain. Pengembangan usaha memiliki tingkat yang berbeda. Level atau tingkatan tersebut menjadi produk, komersial dan korporasi. Berikut ini akan dijelaskan tentang tingkatan- tingkatan yang ada pada pengembangan usaha yaitu : Tingkat Produk, Tingkat Komersial, dan Tingkat Korporasi. Pengertian modal menurut Brigham (2006:62) “modal ialah jumlah dari utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa, atau mungkin pos-pos tersebut plus utang jangka pendek yang dikenakan bunga”. Menurut Munawir (2001:116) fungsi modal kerja diantaranya yaitu: 1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. 2. Memungkinkan untuk membayar kewajibankewajiban tepat pada waktunya. 3. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk menghadapi bahaya atau kesulitan keuangan yang terjadi. 4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumen. 5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi yang lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. 6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan bagi pelanggan. Abdurrachman (1991:518) menyatakan bahwa pendapatan adalah uang, barang-barang, materi atau jasa-jasa yang diterima selama satu jangka waktu tertentu, biasanya merupakan hasil dari pemakaian kapital, pemberian jenis-jenis perseorangan atau kedua-duanya. Pendapatan adalah upah, gaji, sewa tanah, deviden, pembayaran bun-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
ga, pensiun dan gaji tahunan. Sedangkan pemberdayaan pada dasarnya merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran dan partisipasi penuh dari para pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan agar mampu mengenali permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan dan menolong diri menuju keadaan yang lebih baik, mampu menggali dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk kepentingan diri dan kelompoknya, serta mampu mengeksistensikan diri secara jelas dengan mendapat manfaat darinya. Pemberdayaan adalah sebuah ”proses menjadi”, bukan ”proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Realisasi proses pemberdayaan dalam program pengentasan kemiskinan pada PNPM Mandiri perdesaan dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran, pelatihan dan pendampingan oleh fasilitator kelurahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman dan partisipasi warga masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan sikap kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahannya termasuk pembangunan yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Bukhari (2009), bahwasanya program PNPM Mandiri Pedesaan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Tanah Luas. Salah satu program PNPM Mandiri Pedesaan tersebut yang sedang berjalan adalah program dana bergulir. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penulis adalah pada peneliti terdahulu lebih terfokus pada kesejahteraan masyarakat, sementara penulis pada pengembangan usaha kelompok perempuan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muliana (2010), Pemberdayaan masyarakat melalui program PNPM Mandiri Pedesaan dalam mengentaskan kemiskinan merupakan suatu progam yang berorientasi pada otonomi masyarakat lokal dimana mereka diberikan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan bantuan dana simpan pinjam dengan harapan jumlah kemiskinan di Kecamatan Samudera dapat dikurangi dan masyarakat di kecamatan tersebut manjadi masyarakat yang mandiri. Perbedaan peneliti terdahulu dengan pe-
209
nulis adalah pada penelitian terdahulu difokuskan pada pengentasan kemiskinan dan penulis pada pengembangan usaha. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H0 : Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan tidak berpengaruh terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan. Ha : Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan berpengaruh terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah desa yang mempunyai kegiatan SPP dari program PNPM Mandiri Pedesaan yang ada dalam wilayah Kecamatan Meurah Mulia. Adapun jumlah penerima dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Meurah Mulia adalah sebagai berikut: Tabel 1 Jumlah Penerima Dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
NAMA GAMPONG Pulo Blang Beuringen Leubok Tuwe Baroh Kuta Bate Blang Reuma Ceubrek Saramaba Jungka Gajah Paya Kambuk Paya Itek Jumlah
Jumlah 22 18 10 9 11 8 11 13 10 10 122
Sumber : PJOK PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Meurah Mulia (2013)
Berdasarkan tabel diatas jumlah populasi dari sepuluh desa di Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara adalah 122 orang. Sampel dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus yang disarankan oleh Slovin dalam Nawawi (2010:53). Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 76 sampel. Adapun rumus Slovin adalah sebagai berikut:
210
UMARUDDIN USMAN
Dimana: n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai Kritis yang digunakan yaitu 7,5% Sumber data penelitian ini dilakukan secara langsung ke lapangan atau ke objek penelitian, dalam pengumpulan data primer instrumen yang penulis gunakan adalah : Questioner yaitu daftar pertanyaan yang diberikan langsung kepada responden, dalam penelitian ini yaitu masyarakatmasyarakat gampong di Kecamatan Meurah Mulia yang telah dipilih sebagai sampel penelitian. Kemudian melakukan wawancara dengan responden yang terkait dengan masalah yang diteliti. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu program SPP (X) sebagai variabel independent, sedangkan pengembangan usaha (Y) sebagai variable dependent. Metode analisa data dalam penelitian ini akan menjelaskan pengaruh program SPP PNPM Mandiri pedesaan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia. Data yang diperoleh dari responden kemudian dikelompokkan berdasarkan variabel kemudian dianalisis menggunakan regresi linear sederhana dengan bantuan program SPSS untuk mengetahui pengaruh program SPP PNPM Mandiri pedesaan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan regresi linear sederhana, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana: Y = pengembangan usaha = harga konstan b = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel. X = program SPP PNPM Mandiri pedesaan. = nilai kesalahan (error) Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji kualitas data terhadap data yang didapat. Adapun yang digunakan dalam pengujian kualitas data adalah uji reliabilitas dan uji validitas. Setelah uji kualitas data dilakukan kemudian dilakukan uji asumsi klasik terhadap data yang didapat. Uji asumsi klasik dilakukan agar nilai parameter penduga sahih dan tidak bias. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas. HASIL PENELITIAN Frekuensi jenis usaha responden dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam 9 kategori yaitu pedagang sayuran, pedagang sembako, usaha ternak unggas, pedagang kue, kredit pakaian, usaha bordir, usaha menjahit, pedagang warung kopi, dan lain-lain. Berdasarkan keterangan pada Tabel 2 dapat diketahui frekuensi jenis usaha terbanyak adalah usaha bordir berjumlah 15 responden (19,74%) kemudian diikuti usaha ternak unggas sebanyak 12 responden (15,79%), pedagang sembako 10 responden (13,17%), pedagang kue sebanyak 9 responden (11,84%), pedagang warung kopi 7 responden (9,21%), kemudian pedagang sayuran, kredit pakaian, dan lain-lain masing-masing 6 re-
Tabel 2 Jenis-Jenis Usaha Penerima Dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Usaha
Frekuensi
Persentase
Pedagang sayuran Pedagang Sembako Usaha Ternak Unggas Pedagang Kue Kredit Pakaian Usaha Bordir Usaha Menjahit Pedagang Warung Kopi Lain-lain
6 10 12 9 6 15 5 7 6
7,89 13,17 15,79 11,84 7,89 19,74 6,58 9,21 7,89
Jumlah
76
100
Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 (Data Diolah)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
sponden (7,89%) dan usaha menjahit 5 responden (6,58%). Paparan Variabel Penelitian, deskripsi penelitian adalah hasil penelitian yang menjelaskan mengenai pengaruh program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia berdasarkan tanggapan kelompok perempuan sebagai kelayakan responden dalam memberikan informasi terhadap kuesioner yang diajukan sesuai tingkat substansi pemahaman responden. Tanggapan Responden terhadap program SPP PNPM Mandiri Pedesaan (X) Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan merupakan kegiatan pemberian dana bergulir kepada kelompok perempuan dalam mengembangkan usaha kelompok perempuan. Untuk jelasnya dapat dilihat tanggapan responden pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tanggapan responden mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terlihat pada butir pertanyaan pertama yang mana Program PNPM Mandiri Pedesaan memudahkan masyarakat dalam meminjam dana SPP.yaitu 46,1% responden memberi jawaban sangat setuju, 43,4% memberi jawaban setuju, 9,2% memberi jawaban kurang setuju dan 1,3% dengan jawaban tidak setuju. Pertanyaan kedua yaitu pengambilan dana SPP tidak membutuhkan surat jaminan. Tanggapan responden terhadap pertanyaan tersebut adalah 48,8% responden memberi jawaban sangat setuju, 43,4% memberi jawaban setuju, 2,5% memberi jawaban kurang setuju dan 5,3%
211
dengan jawaban tidak setuju. Pertanyaan ketiga yaitu kelompok perempuan hanya mengembalikan angsuran pinjaman pada ketua kelompok. Jawaban responden untuk pertanyaan tersebut adalah 50% responden memberi jawaban sangat setuju, 43,4% memberi jawaban setuju, 1,3% memberi jawaban kurang setuju dan 5,3% dengan jawaban tidak setuju. Pertanyaan keempat yang mana Pemberian dana SPP kepada kelompok perempuan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat miskin. Jawabannya adalah 48,8% responden memberi jawaban sangat setuju, 44,6% memberi jawaban setuju, dan 6,6% dengan jawaban tidak setuju. Pertanyaan kelima yaitu Keberadaan SPP di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Meurah Mulia merupakan sebuah rasionalisasi berjalannya roda perekonomian di sektor usaha menengah ke bawah. Tanggapan responden untuk pertanyaan tersebut adalah 46,1% responden memberi jawaban sangat setuju, 48,6% memberi jawaban setuju, dan 5,3% memberi jawaban kurang setuju. Tanggapan responden untuk pertanyaan keenam bahwa program SPP PNPM Mandiri Pedesaan akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pertumbuhan ekonomi serta perkembangan seluruh anggota keluarga adalah 48,8% responden memberi jawaban sangat setuju, 38,1% memberi jawaban setuju, 13,1% memberi jawaban kurang setuju. Pertanyaan ketujuh yaitu Melalui program SPP PNPM Mandiri Pedesaan kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia dapat mengembangkan usahanya kearah yang lebih baik. Jawaban responden untuk pertanyaan tersebut adalah 50%
Tabel 3 Tanggapan Responden mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan (X) No.
Butir Soal
SS (%)
S (%)
KS (%)
TS (%)
STS (%)
Jumlah (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
46,1 48,8 50 48,8 46,1 48,8 50 50 48,7 50
43,4 43,4 43.4 44,6 48,6 38,1 40 39,5 40,8 39,5
9,2 2,5 1,3 0 5,3 13,1 2,2 2,7 2,6 2,7
1,3 5,3 5,3 6,6 0 0 7,8 7,8 7,8 7,8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 (Data Diolah)
212
UMARUDDIN USMAN
responden memberi jawaban sangat setuju, 40% memberi jawaban setuju, 2,2% memberi jawaban kurang setuju dan 7,8% dengan jawaban tidak setuju. Pertanyaan kedelapan tentang Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan sebagai bentuk bantuan terhadap pengembangan usaha. Jawaban responden untuk pertanyaan tersebut adalah 50% responden memberi jawaban sangat setuju, 39,5% memberi jawaban setuju, 2,7% memberi jawaban kurang setuju dan 7,8% dengan jawaban tidak setuju. Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan akan berkembang melalui angsuran anggota kelompok adalah butir pertanyaan yang kesembilan. Adapun tanggapan responden untuk pertanyaan ini adalah 48,7% responden memberi jawaban sangat setuju, 40,8% memberi jawaban setuju, 2,6% memberi jawaban kurang setuju dan 7,8% dengan jawaban tidak setuju. Pertanyaan kesepuluh yaitu Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan hanya diberikan kepada perempuan yang mempunyai usaha agar dana yang diberikan dapat dikembangkan. Jawaban responden untuk pertanyaan tersebut adalah 50% responden memberi jawaban sangat setuju, 39,5% memberi jawaban setuju, 2,7% memberi jawaban kurang setuju dan 7,8% dengan jawaban tidak setuju. Dari semua butir pertanyaan tidak satupun responden yang member tanggapan atau jawaban sangat tidak setuju. Sedangkan tanggapan responden terhadap pengembangan usaha yang merupakan variabel terikat dalam penelitian ini yang ditandai dengan simbol (Y). Seperti halnya pada variabel bebas, untuk variabel terikat (pengembangan usaha) penulis juga mengajukan pertanyan ke-
pada responden sebanyak 10 pertanyaan. Adapun persentase tanggapan responden untuk pertanyaan terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan tabel 4 frekuensi dan persentase tanggapan responden mengenai pengembangan usaha menunjukan bahwa butir soal nomor satu yaitu dalam pengembangan usaha bentuk modal yang diharapkan adalah uang. Tanggapan responden untuk soal tersebut sangat setuju sebesar 50%, setuju 38,2%, dan kurang setuju 11,8%. Butir soal nomor dua yaitu hal yang menjadi pertimbangan dalam meminjam uang untuk pengembangan usaha adalah bunga yang rendah frekuensi tanggapan responden sangat setuju 48,7%, setuju 40,1%, kurang setuju 6,5%, dan tidak setuju 4,7%. Butir soal nomor tiga untuk pengembangan usaha, apakah ibu akan mencoba jenis usaha lain? Jawaban responden terhadap butir soal nomor tiga yaitu sangat setuju 47,3%, setuju 48,7%, kurang setuju 1,3%, dan tidak setuju 2,7%. Soal nomor empat dalam pengembangan usaha masalah yang paling rentan dihadapi adalah modal kerja. Tanggapan responden sangat setuju 47,3%, setuju 44,6%, dan tidak setuju 6,6%. Soal nomor lima yaitu setelah ada pinjaman dana, usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia semakin berkembang. jawaban responden 46,1% sangat setuju, setuju 48,7%, kurang setuju 5,3%. Soal nomor enam mengenai pendapatan usaha kelompok perempuan terjadi peningkatan setelah menerima dana dana bantuan, tanggapan responden sangat setuju 48,8%, setuju 38,1%, dan kurang setuju 13,1%. Butir soal nomor tujuh yaitu alasan kegagalan
Tabel 4 Tanggapan Responden Mengenai Pengembangan Usaha (Y) No.
Butir Soal
SS (%)
S (%)
KS (%)
TS (%)
STS (%)
Jumlah (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
50 48,7 47,3 45,98 46,1 48,8 50 50 48,7 47,3
38,2 40,1 48,7 44,6 48,6 38,1 40 38,2 40,8 44,6
11,8 6,5 1,3 1,32 5,3 13,1 2,2 3,9 2,6 0
0 4,7 2,7 6,6 0 0 7,8 7,9 7,8 6,6
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 (Data Diolah)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
dalam pengembangan usaha adalah karena modal usaha. Jawaban responden untuk soal nomor tujuh sangat setuju 50%, setuju 40%, kurang setuju 2,2%, dan tidak setuju 7,8%. Soal nomor delapan yaitu setelah menjalankan usaha kelompok perempuan dapat membantu pendapatan keluarga. Tanggapan responden untuk soal nomor delapan yaitu sangat setuju 50%, setuju 38,2%, kurang setuju 3,9%, dan tidak setuju 7,9%. Soal nomor sembilan yaitu keberhasilan usaha karena adanya persatuan dalam kelompok perempuan, jawaban responden sangat setuju 48,7%, setuju 40,8%, kurang setuju 2,6%, dan tidak setuju 7,8%. Soal nomor sepuluh yaitu strategi dalam pengembangan usaha adalah kerja keras, disiplin, dan jujur. Jawaban responden sangat setuju 47,3%, setuju 44,6%, dan tidak setuju 6,6%. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah/ valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu koesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Valid tidaknya suatu instrumen dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikansi 5%, item-item yang tidak
213
berkorelasi secara signifikasi dinyatakan gugur. Untuk r-tabel, penulis menggunakan tabel r product moment yaitu untuk 76 responden adalah 0,223. Berdasarkan Tabel 5, dari 10 kuesioner nomor 1 dan nomor 4 ditemukan tidak valid sehingga item soal untuk nomor tersebut dinyatakan gugur. Dinyatakan tidak valid karena rhitung < rtabel. Sementara soal nomor 2,3,5,6,7,8,9, dan 10 adalah valid karena rhitung > rtabel.. Pada Tabel 6, dari 10 butir kuesioner nomor 1 dan nomor 9 ditemukan tidak valid sehingga item soal untuk nomor tersebut dinyatakan gugur, dinyatakan tidak valid karena rhitung < rtabel. Sementara soal nomor 2,3, 4,5,6,7,8, dan 10 adalah valid karena rhitung > rtabel. Setelah pengujian validitas, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 kuesioner untuk variabel (X) yang valid hanya 8 butir kuesioner dan yang tidak valid terdiri dari 2 butir kuesioner dan untuk variabel (Y) yang valid 8 butir kuesioner dan yang tidak valid terdiri dari 2 butir kuesioner. Jadi untuk variabel (X) dan variabel (Y) masing-
Tabel 5 Uji validitas variabel (X) No.
No. Kuesioner
r-hitung
r-tabel
Validitas
1 2 3 4 5 6 7 8
2 3 5 6 7 8 9 10
0,278 0.229 0.285 0.259 0.635 0.699 0.548 0.699
0,223 0,223 0,223 0,223 0,223 0,223 0,223 0,223
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Data Primer ( Diolah) 2013 Tabel 6 Uji validitas variabel (Y) No
No. Kuesioner
r-hitung
r-tabel
Validitas
1 2 3 4 5 6 7 8
2 3 4 5 6 7 8 10
0.331 0.500 0.239 0.469 0.294 0.374 0.559 0.487
0,223 0,223 0,223 0,223 0,223 0,223 0,223 0,223
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Data Primer ( Diolah) 2013
214
UMARUDDIN USMAN
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas diuji dengan statistik non parametik yaitu uji Kolmogorof Smirnov (K-S), dengan kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada besaran nilai Kolmogorof Smirnov (K-S) Z dan Asymp Sig (2-tailed), variabel dinyatakan terdistribusi secara normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 pada signifikansi 95% (Ghozali, 2005:111). Berdasarkan Tabel 8, hasil pengujian menunjukksan bahwa probabilitas (sig) dari nilai program SPP PNPM Mandiri Pedesaan 0,083 > 0,05 berarti variabel X berdistribusi normal dan probabilitas (sig) dari nilai pengembangan usaha 0,066 > 0,05 artinya variabel Y berdistribusi normal. Hasil Regresi Linear Sederhana, Untuk mengetahui pengaruh program SPP PNPM Mandiri Pedesaan (X) terhadap pengembangan usaha (Y) kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia penulis menggunakan uji regresi linear sederhana. Analisis regresi linear sederhana dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS.
masing yang valid sebanyak 8 butir kuesioner. Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dimana hasilnya ditunjukkan oleh sebuah indeks yang menunjang seberapa jauh suatu alat ukur dapat diandalkan. Untuk menilai kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini mengunakan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS. dan dengan berdasarkan Cronbach Alpha yang lazim digunakan untuk menguji kuesioner. Berdasarkan Tabel 7, tingkat reliabilitas dari kuesioner tentang pengaruh program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia adalah untuk variabel (X) sebesar 0,552 dan variabel (Y) yaitu 0,291. Menurut (Sugiono, 2007:121) bila korelasi positif dan signifikan, maka intrumen dapat dinyatakan reliabel dan menyatakan bahwa koefisien yang diterima di atas 0. Jadi berdasarkan hasil yang didapatkan diatas, maka kuesioner dinyatakan reliabel.
Tabel 7 Uji Reliabilitas No. 1.
Variabel Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ( X ) Pengembangan Usaha ( Y )
2.
Jumlah Responden
Butir Soal
Cronbach’s Alpha
76
8
0,552
76
8
0,291
Sumber : Data Primer ( Diolah) 2013 Tabel 8 Uji Normalitas Data No 1. 2
Nama Variabel
Asym. Sig (p-value)
Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ( X ) Pengembangan Usaha Y)
Kondisi
Keterangan Distribusi Data
0,083
P > 0,05
Normal
0,066
P > 0,05
Normal
Sumber : Data Primer ( Diolah) 2013 Tabel 9 Hasil Uji Statistik Variabel Independent Konstanta Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan R = 0,617 = 61,7% R Square = 0,381 = 38,1%
Sumber : Data Primer ( diolah), 2013
Koefisien Regresi
t-hitung
Signifikansi
15.574
6.951
0,000
0,434
6.743
0,000
thitung t tabel Sig t
= 6.743 = 1.66515 = 0,000
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
Berdasarkan Tabel 9, persamaan regresi linear sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = 15.574 + 0,434X Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa Nilai konstanta sebesar 15.574 artinya jika program PNPM Mandiri Pedesaan dianggap konstan, maka nilai rata-rata pengembangan usaha di Kecamatan Meurah Mulia sebesar 15,574%. Koefisien regresi sebesar 0,434 berarti jika program SPP PNPM Mandiri Pedesaan meningkat 100%, maka pengembangan usaha akan meningkat sebesar 43,4%. Adapun nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,617 (61,7%) artinya sangat erat hubungannya (korelasi) antara Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan dengan pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia. Koefisien determinasi (RSquare) sebesar 0,381 (38,1%) artinya Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan memiliki kemampuan dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia. Sedangkan sisanya sebesar 61,9% (100% - 38,1%) dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini. Pengujian Hipotesis, uji-t diperoleh untuk Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan sebesar 6.743 dengan tingkat signifikansi 0,000. Nilai ttabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5% /2 = 25%) dan df = n-k-1 ( 76-1-1=74) diperoleh nilai ttabel sebesar 1.66515 dan nilai t-hitung sebesar 6.743. Dengan demikian t-hitung > ttabel yaitu 6.743 > 1.66515 artinya H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti program SPP PNPM Mandiri pedesaan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia. Pembahasan, Berdasarkan hasil pengujian di atas bahwa jika program PNPM Mandiri Pedesaan meningkat, maka pengembangan usaha kelompok perempuan akan meningkat juga. Kenyataan ini membuktikan bahwa implementasi program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Meurah Mulia telah memberikan hasil dan dampak positif terhadap kaum perempuan khususnya perempuan
215
rumah tangga miskin dalam pengembangan usaha kelompok. Namun dalam implementasi Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Meurah Mulia tidak selamanya mulus seperti yang diharapkan, masih terjadi kendala-kendala di dalam masyarakat penerima dana simpan pinjam tersebut. Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat telah membuktikan bahwa dari 25 kelompok penerima dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan hanya 10 kelompok yang masih berkembang, sementara 15 kelompok lainnya hanya berjalan sementara waktu saja karena disebabkan faktor-faktor penghambat lainnya seperti dana tersebut tidak digunakan untuk modal usaha, usaha yang tidak tepat sasaran, dan lain sebagainya. Hasil di atas menunjukkan bahwa Program SPP PNPM Mandiri mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia walaupun pengaruhnya masih dalam persentase yang masih kecil atau lemah. Hal ini disebabkan dalam usaha kelompok perempuan tidak semua kelompok berjalan dengan lancar. Dalam penelitian ini juga terlihat sebesar 15,79% adalah usaha peternakan, dalam usaha tersebut perputaran modal membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga pendapatan yang diperoleh oleh kelompok perempuan juga lebih sedikit dari pedagang kelontong. Kemudian sebesar 7,89% adalah pedagang sayur, resiko yang dihadapi oleh kelompok tersebut lebih besar karena disaat sayur tidak terjual maka kelompok ini akan mengalami kerugian. Di samping itu kelompok perempuan penerima dana SPP dari PNPM Mandiri Pedesaan belum mempunyai manajemen yang bagus tentang pemasaran sehingga masih ada kendala dan hambatan yang dihadapi dilapangan yang mengakibatkan usaha kelompok belum berkembang secara maksimal. Sehubungan dengan pengujian hipotesis bahwa program SPP PNPM Mandiri pedesaan berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa program PNPM Mandiri merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Tujuan umum kegiatan SPP ini adalah untuk: (1)
216
UMARUDDIN USMAN
mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam pedesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro; (2) pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan dan mendorong penanggulangan Rumah Tangga Miskin (RTM). Sedangkan tujuan khusus dari kegiatan ini yaitu : (1) mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar, (2) memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha, dan (3) mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan (Tim Pengendali PNPM Mandiri, 2007: 15). KESIMPULAN Hasil penelitian ini membuktikan bahwa program SPP PNPM Mandiri pedesaan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan usaha kelompok perempuan di Kecamatan Meurah Mulia karena tujuan khusus dari kegiatan SPP PNPM Mandiri Pedesaan adalah untuk; (1) Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial dasar, (2) Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha, dan (3) Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan. SARAN Proses dan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan khususnya Simpan Pinjam Perempuan di Kecamatan Meurah Mulia tentunya masih memiliki hambatan-hambatan dan kekurangan yang perlu segera diperbaiki. Masukan-masukan dan kritik yang dapat disampaikan oleh penulis mengenai Proses dan pelaksanaan PNPM Mandiri
Pedesaan khususnya Simpan Pinjam Perempuan di Kecamatan Meurah Mulia yaitu : (1) Perlu adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara pihak-pihak pelaksana, baik dari tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa sehingga tidak terjadi penghambatan dalam hal pelaksanaan kegiatan di tingkat desa. (2) Ada baiknya jika pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa sering-sering melaksanakan program seperti ini sehingga, dapat menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat agar lebih berusaha untuk mengembangkan usahanya dan memberdayakan dirinya untuk meningkatkan taraf hidup mereka sendiri. Selain itu, pemerintah juga seharusnya lebih mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang akan diberikan kepada masyarakat untuk mengikuti program SPP ini sehingga sasaran program SPP ini, dalam hal ini masyarakat rumah tangga miskin tidak merasa terbebani dengan syaratsyarat yang kadang justru membebani mereka. (3) Kebijakan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan melalui kegiatan SPP-PNPM Mandiri, perlu dilanjutkan dan ditingkatkan pelaksanaannya, termasuk alokasi dana PNPM Mandiri Pedesaan untuk kegiatan SPP yang ditentukan maksimal 25% dari dana PNPM Mandiri kecamatan, perlu dipertimbangkan untuk ditingkatkan lagi. (4) Kepada masyarakat khususnya kaum perempuan yang meminjam dana SPP PNPM Mandiri pedesaan agar benar-benar menggunakan dana tersebut sebagai modal usaha dan juga bagi pihak peminjam agar kedepan tidak hanya terbatas pada kegiatan simpan dan meminjam uang saja, tetapi lebih dari itu, yakni dapat dipergunakan untuk memberdayakan kelompok dalam menggali potensi unggulan apa yang dimiliki desa mereka dan apa yang bisa dikembangkan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014
217
REFERENSI Abdurrachman. (1991). Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan (Inggris Indonesia). Jakarta:Pradnya Paramita. Bukhari, (2009). Pengaruh program PNPM Mandiri Pedesaan terhadap kesejahteraan masyarakat (Studi kasus di Kecamatan Tanah Luas) Skripsi: Universitas Malikussaleh. Brigham, Eugene F and Joel F.Houston,(2006). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu,Edisi sepuluh, Jakarta: PT. Salemba Empat. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang : Universitas Diponegoro. Munawir, (2001), Analisis Laporan Keuangan, Yogyakarta: Liberty. Muliana, (2010). Pemberdayaan masyarakat melalui program PNPM Mandiri Pedesaan terhadap pengentasan kemiskinan (Studi kasus di Kecamatan Samudera). Skripsi: Universitas Malikussaleh. Nawawi, Hadari, 2010, Metode penelitian bidang sosial, Gajah Mada, University press; Yogyakarta Sugiono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Cet XIV, Bandung: Alfabeta Suharto, Edi, (2006). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Tim Pengendali PNPM Mandiri. (2007). Pedoman Umum. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta : Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Sosial.
218
UMARUDDIN USMAN
PETUNJUK PENULISAN JURNAL EMABIS FAKULTAS EKONOMI UNIMAL 1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dan harus merupakan tulisan asli dari hasil penelitian, telaah pustaka, laboratorium, pengalaman lapangan atau gagasan yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain. 2. Tulisan yang dimuat dalam Jurnal E-Mabis berasal dari bidang Ilmu-ilmu Ekonomi Manajemen dan Bisnis. 3. Naskah diketik dengan perangkat lunak pengolahan kata Microsolft Word yang dicetak pada satu permukaan (tidak dibolak-balik) kertas berukuran A-4 putih 80 gram/m2, dengan jarak 1,5 spasi (kecuali abstrak), dengan tata letak portraif, serta jarak margin kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm. Panjang naskah 15-20 halaman, termasuk halaman dan tabel. 4. Naskah yang termasuk katagori penelitian, disusun dengan urutan sebagai berikut: a. Judul: diusahakan singkat dan mencerminkan isi penelitian/karya ilmiah, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. b. Nama Penulis: ditulis dibawah judul, tanpa gelar kesarjanaan. Jika penulis lebih dari satu orang hendaknya diurutkan dan diberi angka Arab di akhir nama masing-masing penulis. Angka-angka Arab tersebut diberi keterangan sebagai catatan kaki pada halaman pertama, lengkap dengan alamat lembaga penulis c. Abstrak: ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, diketik satu spasi dan maksimum 150 kata. Dibawah abstrak dicantumkan kata kunci (keywords) antara 3-5 frasa (phrase) d. Pendahuluan: (tanpa subjudul, berisi : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Tinjauan Pustaka) e. Metode Penelitian (alat/bahan, cara penelitian, teknik pengambilan data dan teknik analisis) f. Hasil dan Pembahasan: menguraikan hasil yang diperoleh, disertai pembahsan baik dalam bentuk tabel, grafik dan gambar g. Kesimpulan dan Saran h. Referensi (daftar pustaka) i. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/curriculum vitae) 5. Naskah yang termasuk katagori non penelitian/ konseptual, disusun dengan urutan sebagai berikut: a. Judul (sama dengan poin 4.a) b. Nama Penulis (sama dengan poin 4.b) c. Abstrak (sama dengan poin 4.c) d. Pendahuluan (berisi: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Sedikit Tinjauan Pustaka. Tidak dipecah menjadi anak sub judul, tetapi dalam bentuk alinea saja) e. Pembahasan (Isi Informasi/pemikiran ilmiah penulis)
f. Kesimpulan dan Saran (saran tidak merupakan keharusan) g. Referensi (daftar pustaka) h. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/curriculum vitae) 6. Naskah tidak diperkenankan memakai lampiran 7. Daftar pustaka yang ditampilkan hanya yang benar-benar diacu/dikutip saja: penulisan daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang secara kronologis: a. Untuk buku: nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit. Judul Buku jilid, edisi. tempat/kota penerbit: nama penerbit b. Untuk karangan/artikel dalam pertemuan ilmiah atau seminar nama pokok dan inisial pengarang, tahun “Judul Karangan”. Singkatan nama pertemuan (penyelenggara). Waktu;tempat/kota pertemuan. c. Untuk karangan/artikel dalam majalah atau jurnal: nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul karangang : nama majalah atau jurnal. Jilid (nomor) halaman permulaan dan akhir. d. Untuk tulisan dari internet : nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul tulisan. Nama jurnal atau majalah/sumberlainnya. (online), vol.,no., (alamat sumber rujukan dan tanggal diakses) 8. Naskah yang dikirim ke redaksi rangkap 2 (asli dan foto copynya) dan disertakan disketnya selambat-lambatnya 3(tiga) minggu sebelum penertbitan 9. Dewan redaksi dapat mengubah dan mengoreksi bahasa dan istilah, tanpa merubah isi dan maknanya dengan atau tanpa memberitahukan penulis. 10. Dewan redaksi dapat menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi persyarat. Alamat Redaksi : Fakultas Ekonomi Univesitas Malikussaleh. Kampus Bukit Indah P.O.Box 141 Lhokseumawe. Tlp. (0645), 40210 Fax. (0645) 44450. Email:
[email protected] Website: http://www.fe-unimal.org