ISSN: 1412-968X Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014
JOURNAL OF
Economic Management & Business Pengaruh Faktor Internal terhadap Profitabilitas Perbankan Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara Anwar Puteh
353
Pengaruh Komitmen Organisasi dan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintan (SPIP) terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Baihaqi dan Indah Ayu Damayanti
365
Model Penyaluran Zakat Produktif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Aceh Damanhur dan Munardi
379
Pengaruh Mandatory Disclosure, Voluntary Disclosure, Financial Leverage, dan Timeliness Penyampaian Laporan Keuangan Terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Dy Ilham Satria
389
Analisis Sektor-Sektor Unggulan Non Migas Perekonomian Kota Lhokseumawe F a i s a l
399
Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Variabel Intervening Motivasi dan Kepuasan Kerja pada Setdakab Aceh Utara Mastura Fitrianti dan Marbawi
407
Pengaruh Belanja Pemerintah dan Penanaman Modal Asing terhadap Kemiskinan di Indonesia Muhammad Ilhamsyah Siregar dan Nurul Faizah
429
Analisis Pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, dan Current Ratio terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia Mursidah dan Ainatul Ummah
447
Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pengendalian Intern Akuntansi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya Yunina dan Sri Wahyuni
461
Pengaruh Akuntabilitas, Kompetensi, dan Kompleksitas Tugas terhadap Kinerja Auditor Studi pada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh Yusri Kasim
473
FAKULTAS EKONOMI Unversitas Malikussaleh
ISSN: 1412-968X Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014
JOURNAL OF
Economic Management & Business Pengaruh Faktor Internal terhadap Profitabilitas Perbankan Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara Anwar Puteh
353
Pengaruh Komitmen Organisasi dan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintan (SPIP) terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Baihaqi dan Indah Ayu Damayanti
365
Model Penyaluran Zakat Produktif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Aceh Damanhur dan Munardi
379
Pengaruh Mandatory Disclosure, Voluntary Disclosure, Financial Leverage, dan Timeliness Penyampaian Laporan Keuangan Terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Dy Ilham Satria
389
Analisis Sektor-Sektor Unggulan Non Migas Perekonomian Kota Lhokseumawe F a i s a l
399
Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Variabel Intervening Motivasi dan Kepuasan Kerja pada Setdakab Aceh Utara Mastura Fitrianti dan Marbawi
407
Pengaruh Belanja Pemerintah dan Penanaman Modal Asing terhadap Kemiskinan di Indonesia Muhammad Ilhamsyah Siregar dan Nurul Faizah
429
Analisis Pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, dan Current Ratio terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia Mursidah dan Ainatul Ummah
447
Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pengendalian Intern Akuntansi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya Yunina dan Sri Wahyuni
461
Pengaruh Akuntabilitas, Kompetensi, dan Kompleksitas Tugas terhadap Kinerja Auditor Studi pada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh Yusri Kasim
473
FAKULTAS EKONOMI Unversitas Malikussaleh
E-MABIS
JOURNAL OF
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Economic Management & Business
ISSN : 1412 – 968X
Diterbitkan Oleh : Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Dewan Penasehat/Advisory Board Rektor Universitas Malikussaleh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Ketua Penyunting/ Chief Editor Wahyuddin Pengelola Penyunting/Managing Editor Khairil Anwar (Chief) Iswadi, Anwar Puteh, Ichsan, Ghazali Syamni, Damanhur, Naufal Bachri, Husaini, Yulbahri Penasehat Editorial dan Dewan Redaksi/ Editorial Advisory and Review Board Prof. A. Hadi Arifin (Unimal), Jullimursyida, Ph.D (Unimal), Adi Afif Zakaria, Ph.D (UI), Zafri Ananto Husodo, Ph.D (UI), Fachruzzaman (UNIB), Erlina, Ph.D (USU), Muhammad Nasir, Ph.D (USK), Sofyan Syahnur, Ph.D (USK), Tafdil Husni, Ph.D (UNAND), Jeliteng Pribadi, MA (USK), Sirkulasi & Secretary : Kusnandar Zainuddin, Fuadi, Karmila, Ismail Kantor Penyunting/Editorial Office Kampus Bukit Indah P.O. Box. 141 Lhokseumawe Telp. (0645) 7014461 Fax. (0645) 56941 E-mail :
[email protected] - Hompage: www.fe-unimal.org/jurnal/emabis Jurnal E-Mabis Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh diterbitkan sejak tahun 2000 sesuai dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Malikussaleh nomor SK. No.34/UM.H/KP/2000 Jurnal E-Mabis diterbitkan oleh FE Unimal bekerjasama dengan ISEI Lhokseumawe Dekan : Wahyuddin, Pembantu Dekan I : Khairil Anwar, Pembantu Dekan II: Iswadi, Pembantu Dekan III : Anwar Puteh, Pembantu Dekan IV : Ichsan Jurnal E-Mabis terbit 4 kali setahun pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. ISSN : 1412-968X. keputusan terbit 4 kali setahun mulai Edisi Vol.13 Nomor: 1, Januari 2012
Daftar Isi Pengaruh Faktor Internal terhadap Profitabilitas Perbankan Studi Kasus Pada Bank Tabungan Negara Anwar Puteh
353
Pengaruh Komitmen Organisasi dan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintan (SPIP) terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Baihaqi dan Indah Ayu Damayanti
365
Model Penyaluran Zakat Produktif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Aceh Damanhur dan Munardi
379
Pengaruh Mandatory Disclosure, Voluntary Disclosure, Financial Leverage, dan Timeliness Penyampaian Laporan Keuangan terhadap Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Dy Ilham Satria
389
Analisis Sektor-Sektor Unggulan Non Migas Perekonomian Kota Lhokseumawe F a i s a l
399
Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Variabel Intervening Motivasi dan Kepuasan Kerja pada Setdakab Aceh Utara Mastura Fitrianti dan Marbawi
407
Pengaruh Belanja Pemerintah dan Penanaman Modal Asing terhadap Kemiskinan di Indonesia Muhammad Ilhamsyah Siregar dan Nurul Faizah
429
Analisis Pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt to Equity Ratio, dan Current Ratio terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia Mursidah dan Ainatul Ummah
447
Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pengendalian Intern Akuntansi dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya Yunina dan Sri Wahyuni
461
Pengaruh Akuntabilitas, Kompetensi, dan Kompleksitas Tugas terhadap Kinerja Auditor Studi pada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh Yusri Kasim
473
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 353-363
PENGARUH FAKTOR INTERNAL TERHADAP PROFITABILITAS PERBANKAN Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara
ANWAR PUTEH
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
This study aim to determine the effect of internal factors; Capital Adequacy Ratio (CAR), Operating Expense to Operational Income (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR) to profitability of state bank (BTN), measured by return on assets (ROA) for the last 10 years. The data used of reseach is the data time series of monthly financial reports of state bank (BTN) since 2004 to 2013. The method of data analysis used is Ordinary Least Square (OLS). Data analysis begins with descriptive statistics of variables, the classic assumption test, and test hypotheses. The results showed that CAR has positive a significant influence to profitability of state bank. BOPO anda LDR showed that negative a significant influence to profitability. Result showed together (simultan) internal factors as well as affecting to profitability (ROA). Keywords: Financial performance, ROA, CAR, BOPO, LDR
353
354
ANWAR PUTEH
LATAR BELAKANG Kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan (Fabozzi, 1999:98). Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan seperti kondisi perekonomian dan kondisi perindustrian . Pada perbankan, faktor internal identik dengan rasio keuangan karena setiap bank selalu memperhitungkan rasio tersebut sebagai alat kinerja bank dalam setiap laporan keuangannya. Adapun faktor internal yang mempengaruhi profitabilitas antara lain Capital Adequacy Ratio (CAR) Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan to Deposite Ratio (LDR). Selain itu, juga terdapat faktor eksternal yang menarik untuk diteliti pada salah satu bank BUMN karena faktor tersebut bersifat tetap untuk masingmasing bank, namun dapat dilakukan pada salah satu bank dengan runtun waktu panjang atau dikenal dengan times series. Adapun pertimbangan dalam memilih objek penelitian pada bank BTN, dikarenakan BTN memiliki nilai ROA yang jauh lebih kecil dari bank BUMN lainnya dan juga berfluktuasi. Ini merupakan suatu fenomena yang dapat dijadikan sebuah penelitian.
dengan rasio CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk). Profitabilitas (ROA) merupakan gambaran kinerja fundamental perusahaan yang ditinjau dari tingkat efesiensi dan efektifitas operasi perusahaan dalam memperoleh laba (Horngren, 1993:369). Tingkat efesiensi sebuah perusahaan dapat diketahui jika profit yang dihasilkan pada setiap akhir periode dibandingkan dengan kekayaan atau modal yang digunakan untuk menghasilkan profit tersebut. ROA adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas bank, karena menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan aktiva yang digunakan perusahaan secara keseluruhan. ROA adalah tingkat kemampuan perusahaan yang mencerminkan sejauh mana total investasi perusahaan mampu menghasilkan laba bersih perusahaan (Harmono, 2009:235).
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Internal CAR (Capital Adequance Ratio) merupakan bahagian dari modal yang dijadikan alat ukur dalam kesanggupan bank membangun kepercayaan masyarakat sehingga bank dapat menarik dana pihak ketiga (DPK). CAR memperlihatkan seberapa besar aktiva bank yang mengandung risiko seperti kredit, penyertaan, surat berharga, dan tagihan pada bank lain dapat dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber-sumber diluar bank, (Margareta, 2007:63).
Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasa diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas bank (Jumingan, 2008:239). Salah satu faktor penilaian kinerja bank seperti yang diatur dalam PBI No.6/10/PBI/2004 adalah faktor finansial yang digunakan sebagai penilaian kesehatan bank untuk menilai baik buruknya suatu kondisi bank yang terdiri dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan sesitivitas terhadap risiko pasar. Faktor-faktor ini dikenal
BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) merupakan rasio efesiensi yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas pokok, seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan biaya operasi lainnya, sedangkan pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya. Jika bank dapat mengendalikan biaya dengan baik atau semaksimal mungkin maka laba
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
bank meningkat. Semakin kecil biaya operasional yang dikeluarkan bank maka kemungkinan suatu bank dalam keadaan bermasalah (mengalami kerugian) semakin kecil (Hariyani, 2010:54). LDR (Loan to Deposite Ratio) adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan kredit nasabahnya. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu perhitungan LDR digunakan untuk mengetahui serta menilai seberapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan dan likuiditas suatu bank dalam penyaluran kredit. Batas toleransi LDR berkisar antara 85%-100% atau batas aman untuk LDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110%. Pengaruh CAR terhadap ROA CAR wajib dimiliki oleh setiap perbankan minimum 8% sebagai jaminan bahwa bank mampu menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. CAR yang besar mampu menutupi penurunan aktiva sebagai akibat dari kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko dengan modal yang dimiliki disamping sumber dana lainnya seperti dana dari masyarakat ataupun pinjamam lainnya. Sebagai contoh paling simpel, pada saat bank memiliki dana sebesar Rp. 100.000.000 maka dana yang tersisa setelah dipotong untuk pemberian kredit, kpr atau lainnya adalah CAR. Dana yang tersisa tersebut dianjurkan oleh BI sebesar 8% dari modal tersebut. Inilah analogi dasar dari CAR, jadi apabila nilai CAR kecil yakni 0% ataupun minus maka bank tidak memiliki modal lagi. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana bank menutupi kerugian aktiva beresiko tanpa modal. Dengan CAR tinggi, bank mampu menutupi penurunan aktiva yang diakibatkan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR), otomatis semakin kecil resiko bank menghadapi kebangkrutan dan laba
355
semakin meningkat dan tentunya diikuti naiknya profitabilitas bank (ROA). Hasil penelitian Sukarno dan Syaichu (2006), Yuliani (2007) dan Ponco (2008), Winarni (2011), menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA). Pengaruh BOPO terhadap ROA Biaya opersional terhadap pendapatan operasional (BOPO) merupakan alat ukur kinerja bank dilihat dari segi efesiensi dan efektivitas suatu bank dalam mengelola manajemen laba. Pada umumnya, suatu biaya yang besar yang dikeluarkan bank tanpa diiringi pendapatan yang sebanding atau jauh lebih besar dari pendapatan maka pihak bank akan mengalami resiko kerugian. Hal inilah yang harus diantisipasi pihak bank untuk dapat mengelola aktiva atau semua faktor produksi yang dimiliki menjadi beban dengan sebaik mungkin (efektif dan efesien). Jika bank dapat mengendalikan biaya dengan baik atau semaksimal mungkin maka laba bank meningkat dan diikuti pula tingkat profitabilitas bank. Begitu pula sebaliknya. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian Sukarno dan Syaichu (2006), Yuliani (2007), Winarni (2005), Ponco (2009) dan Winarni (2011), yang menunjukkan bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA), artinya semakin kecil rasio BOPO maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank. Pengaruh LDR tehadap ROA LDR menunjukkan seberapa besar dana bank disalurkan ke perkreditan. Semakin tinggi LDR maka laba bank akan semakin meningkat, dengan meningkatnya laba bank maka kinerja bank juga meningkat(Dendawijaya, 2005:116). Rendahnya LDR mencerminkan rendahnya kontribusi perbankan untuk membantu menggerakkan sektor perekonomian. Namun, apabila LDR di atas 110% (maksimum sesuai ketentuan BI) berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutupi kredit yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan dana antarbank (call money) untuk menutupi kekurangannya atau bahkan modalnya sendiri.Hasil penelitian Sukarno dan Syaichu (2007), Ponco (2008) menunjukkan
356
ANWAR PUTEH
bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA). Berdasarkan pembahasan di atas maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: LDR
CAR
ROA
BOPO
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat Hipotesis test yang dilakukan pada Bank BTN dengan runtun waktu selama 10 tahun.. Populasi dalam penelitian ini berupa pengamatan selama 21 tahun yaitu sejak PT. Bank Tabungan Negara didirikan dan disahkan sebagai persero pada tahun 1992. Adapun pengamatannya berupa laporan keuangan bulanan Bank BTN. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Adapun kriteria observasinya (laporan keuangan) sebagai sampel adalah: 1. Data tersedia lengkap (laporan keuangan bulanan bank BTN selama periode pengamatan Januari 1992 - Desember 2013 dan telah dipublikasikan oleh Bank Indonesia. 2. Laporan laba rugi mengalami laba bersih selama periode pengamatan. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah data yang lengkap dan dipubilasikan oleh BI adalah terhitung dari tahun 2004 sampai 2013 (10 tahun), untuk tahun 2002 dan 2003 tersedia data tidak lengkap dan dibawah tahun 2002 data tidak tersedia. Jadi jumlah sampel yang terbentuk dalam penelitian ini adalah 120 observasi atau n = 120. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder (archival) yaitu laporan keuangan bulanan bank BTN. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Operasionalisasi Variabel Untuk nilai CAR, BOPO, dan LDR dilakukan perhitungan terlebih dahulu dengan meng-
gunakan formulasi berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/ DPNP/ tanggal 31 Mei 2004). 1. Profitabilitas (ROA) Profitabilitas adalah gambaran kinerja fundamental perusahaan yang ditinjau dari tingkat efesiensi dan efektifitas operasi perusahaan dalam memperoleh laba (Horngren, 1993:369). Perhitungan rasio ROA berdasarkan SE BI No. 6/23/ DPNP/ tanggal 31 Mei 2004 :
ROA =
Laba Sebelum Pajak Rata-rata Aktiva
Untuk perhitungan laba sebelum pajak (EBIT) disetahunkan kemudian dibagi dengan bulan yang bersangkutan. Dalam hal ini, data berupa laporan keuangan bulanan, maka untuk EBIT bulan 1 disetahunkan dibagi 1, bulan 2 dibagi 2 dan seterusnya. Baru kemudian dibagi dengan rata-rata aktiva bulan tersebut. 2. CAR CAR memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana dari sumber diluar bank, (Margareta, 2007:63). Perhitungan rasio ROA berdasarkan SE BI No. 6/23/ DPNP/ tanggal 31 Mei 2004 : CAR1 =
Modal ATMR
Perhitungan modal dan aktiva tertimbang menurut resiko dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban penyediaan modal minimum yang berlaku. Modal meliputi modal inti (tier 1) dan modal pelengkap (tier 2). 3. BOPO BOPO adalah rasio efesiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional.Taswan (2008: 60). Perhitungan rasio ROA berdasarkan SE BI No. 6/23/ DPNP/ tanggal 31 Mei 2004 : BOPO =
Total Biaya Operasi × 100% Total Pendapatan Operasi
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
4. LDR Rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan( Kasmir, 2011:290). rasio ROA berdasarkan SE BI No. 6/23/ DPNP/ tanggal 31 Mei 2004 : Total Kredit yang diberikan BOPO = × 100% Total Dana Pihak Ketiga Metode Analisis Analisis data diawali dengan statistik deskriptif variabel, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis. Untuk menguji kekuatan variabel-variabel penentu CAR,BOPO, LDR, Inflasi, SBI dan kurs terhadap ROA, maka dalam penelitian ini digunakan Ordinary Least Square (OLS) guna mengetahui arah, pengaruh, dan kekuatan hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen., dengan formulasi ekonometrika (Widarjono, 2007: 156), (Lind, et al 2008: 254), Y = a + b1 LDR + b2 CAR + b3 BOPO + et Dimana: LDR : Loan Deposite Ratio CAR : Capital Adequancy Ratio BOPO : Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional a : Konstanta b1, b2, b3,... bi : Koefisien regresi et : error term
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa nilai standar deviasi (σ) dari semua variabel lebih kecil dari nilai rata-rata (mean). Artinya semua variabel tersebut memiliki sebaran data yang cukup baik, sehingga tidak terjadi outlier data yang mengakibatkan tidak normalnya distribusi data. Uji Normalitas Berdasarkan Gambar 1, uji normalitas data ditunjukkan pada tampilan nilai statistik JarqueBera sebesar 71,94499 dengan nilai probabilitas 0,00000 dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai aplha 5% (0,00 < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah normalitas data. Uji Autokorelasi Tabel 2 menunjukkan hasil uji autokorelasi dengan menggunakan pendekatan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Uji autokorelasi menggunakan pendekatan Durbin-Watson statistik yaitu sebesar 2,02743 yang berada pada daerah penerimaan hipotesis null (1,780<2,011867<2,199) artinya tidak adanya autokorelasi. Uji Multikolenearitas Uji multikolinearitas dalam penelitian ini akan menggunakan nilai korelasi untuk melihat
30
Series: Residuals Sample 2004M01 2013M12 Observations 120
25 20 15 10 5 0
357
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.92e-16 -0.004862 1.096750 -0.970027 0.255392 0.418313 6.699872
Jarque-Bera Probability
71.94499 0.000000
1.0
Gambar 1. Normalitas Data Sumber: Data Sekunder diolah dengan Eviews 7(2015)
358
ANWAR PUTEH
Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel Tahun 2004 - 2013 Variabel
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
ROA
0,71
3,26
1,79
0,37
120
CAR
12,33
22,01
18,26
1,94
120
BOPO
64,97
94,41
85,21
3,97
120
LDR
60,32
119,70
94,99
15,55
120
Sumber: BI, diolah (2014) Tabel 2 Uji Autokorelasi Keterangan
Nilai
Durbin-Watson stat
2,02743
Sumber: Data Sekunder diolah dengan Eviews 7(2015) Tabel 3 Uji Multikolinieritas Variabel
CAR
BOPO
CAR
-
-
BOPO
0.00511
-
LDR
0.28877
0.26102
Tabel 4 Uji Heteroskedastisitas Keterangan
F-statistic
Nilai Probabilitas
Obs*R-squared
0.783494
2.383242
0.5055
0.4968
Sumber: data sekunder diolah dengan Eviews 7(2015) Tabel 5 Hasil Regresi Variable
Coefficient
Std, Error
t-Statistic
Prob,
LDR
-0,011760
0,001655
-7,107,761
0,0000
CAR
0,045366
0,012785
3,548,405
0,0006
BOPO
-0,039080
0,006200
-6,302,677
0,0000
C
5,413,612
0,557487
9,710,737
0,0000
R-squared
0,520144
F-statistic
4,191,314
Adjusted R-squared
0,507734
Prob(F-statistic)
0,000000
Sumber: data sekunder diolah dengan Eviews 7(2015)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
ada tidaknya multiko antar variabel bebas. Berdasarkan hasil multikolenearitas untuk 6 variabel, terdapat multiko antara variabel inflasi dan SBI. Oleh karena itu, dalam penelitian ini salah satu dari faktor tersebut akan dihilangkan untuk menghindari terjadinya multokolenearitas. Adapun variabel yang dihilangkan adalah inflasi, dianggap ada hubungan antara variabel sehingga mengganggu variabel yang lain. Tabel 4 menunjukkan uji multikolinearitas untuk 5 variabel. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai secara keseluruhan pada semua variabel independen memiliki korelasi antar variabel yang rendah dengan nilai korelasi di bawah 0.80 (Gujarati, 2003:359). Oleh karena itu di dalam model dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat indikasi masalah multikolinear. Sebuah model diduga memiliki masalah multikolinear jika korelasi antar variabel melebihi 0.80. Uji Heterokedastisitas Berdasarkan Tabel 4 membuktikan bahwa dalam data penelitian ini tidak lagi menggandung heteroskedastisitas. Ini dibuktikan dengan nilai Probabilitas F-statistik tidak signifikan yaitu sebesar 0,5055 (50,55%) atau lebih besar dari nilai alpha (α) sebesar 5%. Hal ini juga didukung oleh nilai probabilitas chisquare sebesar 0,4968 (49,68%) lebih besar dari nilai aplha (α) sebesar 0,05 (5%). Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi heterokedastisitas. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dari hasil regresi Ordinary Least Square berikut: Berdasarkan Tabel 5 nilai koefisien masingmasing variabel dapat dilihat pada persamaan di bawah ini: ROA = 5,413612 - 0,011760*LDR + 0,045366*CAR – 0,039080*BOPO Nilai konstanta menunjukkan nilai sebesar 5,413612 yang artinya jika faktor (CAR, BOPO, dan LDR) tidak mengalami perubahan naik turun (konstan) maka profitabilitas (ROA) adalah sebesar 5,413612 persen. Hasil Pengujian secara Simultan (Uji F) Berdasarkan Tabel 5 nilai F stastistik menun-
359
jukkan variabel independen (CAR, BOPO, dan LDR) yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (ROA). Ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,00 > 0,05). Artinya Ha diterima, dimana tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, paling tidak ada salah satu dari variabel independen (Ha : paling tidak ada salah satu dari bk ≠ 0) Kemudian hasil output diperoleh nilai koefesien determinasi (Adjusted), yaitu 0,507734 atau 50,734%. Artinya faktor eksternal dan internal (variabel independen) hanya mampu menjelaskan profitabilitas bank sebesar 50,734%.. Sisanya sebesar 49,266% dijelaskan faktor lain diluar model. Hasil Pengujian secara Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Untuk melihat ada tidaknya pengaruh, maka dapat dilihat dari nilai signifikansi (p_value atau probabilitinya) yakni lebih kecil dari nilai alpha 0,05 (p_value < 0,05). Jika signifikansi p_value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti suatu variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5 maka hasil pengujian secara parsial dapat dilihat pada pembahasan. Pengaruh LDR terhadap ROA Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 1 nilai signifikansi untuk variabel LDR sebesar 0,0000. Nilai tersebut lebih kecil dari alpha 0,05 (0,0000<0,05). Artinya LDR berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA). Jadi, rancangan pengujian hipotesis untuk Ha3 diterima. Nilai koefesien untuk variabel LDR sebesar 0,011760 bertanda negatif. Ini membuktikan bahwa LDR berpengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA). Jika variabel LDR berubah atau mengalami penurunan 1 (satu) persen, maka akan mengakibatkan kenaikan profitabilitas sebesar 0,011760. Artinya LDR turun maka profitabilitas (ROA) bank tertambah. LDR menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun bank. Batas aman LDR suatu bank secara
360
umum adalah sekitar 78-100% (Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/PBI/2010). Besar kecilnya rasio LDR suatu bank akan mempengaruhi profitabilitas bank tersebut. Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah dalam bentuk kredit maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan penghasilan bunga yang diperoleh akan meningkat. Hal ini tentunya akan meningkatkan LDR, dimana semakin tinggi LDR maka laba bank akan semakin meningkat dan kinerja bank juga ikut meningkat (Dendawijaya, 2005:116). Namun, hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan LDR berpengaruh negatif terhadap profitabilias (ROA). Biasanya LDR naik profitabilitas naik, ini malah berkebalikan LDR naik profitabilitas turun. Hal ini bisa saja terjadi, LDR di atas 110% (maksimum sesuai ketentuan BI) berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutupi kredit yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan dana antarbank (call money) untuk menutupi kekurangannya atau bahkan modalnya sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa anjloknya dana pihak ketiga dan tingkat bunga yang relatif kecil memicu menurunya profitabilitas karena membuat masyarakat tertarik untuk meminjam dana ke bank. Kemudian, bisa juga dikarenakan feedback yang diperoleh bank tidak sebanding atau jauh lebih kecil pendapatan yang diharapkan dari landing, sehingga menurunkan profitabilitas bank. Kemudian, kalau berpegang pada peraturan Bank Indonesia Nomor 12/PBI/2010 batas aman LDR suatu bank secara umum adalah sekitar 78100 %, maka data bank BTN terhitung Juli 2008 – Desember 2013 menunjukkan LDR diatas batas maksimum. Artinya tidak hanya DPK saja yang diikutsertakan dalam ekpansi kredit namun juga modal sendiri atau call money antar bank. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Sukarno dan Syaichu (2007), Ponco (2008) menunjukkan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA). Pengaruh CAR terhadap ROA Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5 nilai signifikansi untuk variabel CAR sebesar 0,0006. Nilai tersebut lebih kecil dari alpha 0,05 (0,0006<0,05). Artinya CAR berpengaruh terha-
ANWAR PUTEH
dap profitabilitas (ROA). Jadi, rancangan pengujian hipotesis untuk Ha1 diterima. Nilai koefesien untuk variabel CAR sebesar 0,045366 bertanda positif. Ini membuktikan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap prifitabilitas (ROA). Jika variabel CAR berubah atau mengalami kenaikan 1 (satu) persen, maka akan mengakibatkan kenaikan profitabilitas sebesar 0,045366. Artinya CAR bertambah maka profitabilitas (ROA) bank tertambah. CAR merupakan bahagian dari modal yang dijadikan alat ukur dalam kesanggupan bank membangun kepercayaan masyarakat sehingga bank dapat menarik dana pihak ketiga (DPK). Pada CAR tersebut terdapat modal dasar bank yang bisa digunakan untuk menjaga posisi likuiditas dan investasi. Selain itu, CAR wajib dimiliki oleh setiap perbankan minimum 8% sebagai jaminan bahwa bank mampu menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Artinya semakin tinggi nilai CAR maka bank memiliki modal yang cukup baik dalam menanggung resko kredit (Prayudi, 2010). Hasil penelitian ini konsisten dengan teori dan didukung oleh hasil penelitian Sukarno dan Syaichu (2006), Ponco (2008), dan Winarni (2011) bahwa CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA). Pengaruh BOPO terhadap ROA Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5 nilai signifikansi untuk variabel BOPO sebesar 0,0000. Nilai tersebut lebih kecil dari alpha 0,05 (0,0000<0,05). Artinya BOPO berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA). Jadi, rancangan pengujian hipotesis untuk Ha2 diterima. Nilai koefesien untuk variabel BOPO sebesar 0,039080 bertanda negatif. Ini membuktikan bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA). Jika variabel BOPO berubah atau mengalami penurunan 1 (satu) persen, maka akan mengakibatkan kenaikan profitabilitas sebesar 0,039080. Artinya BOPO turun maka profitabilitas (ROA) bank tertambah. Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) merupakan alat ukur kinerja bank
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
dilihat dari segi efesiensi dan efektivitas suatu bank dalam mengelola manajemen laba. Pada umumnya, suatu biaya yang besar yang dikeluarkan bank tanpa diiringi pendapatan yang sebanding atau jauh lebih besar dari pendapatan maka pihak bank akan mengalami resiko kerugian. Sebaliknya, akan menambah laba sehingga profitabilitas ikut naik. Jadi semakin kecil rasio ini maka semakin efesien biaya operasional yang dikeluarkan bank dan kemungkinan suatu bank dalam keadaan bermasalah semakin kecil (Hariyani, 2010:54). Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Sukarno dan Syaichu (2006), Yuliani (2007), Winarni (2005), Ponco (2009) dan Winarni (2011), yang menunjukkan bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA). KESIMPULAN 1. Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap ROA. 2. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif ROA. 3. Loan Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negatif ROA. KETERBATASAN Penelitian ini jauh memiliki keterbatasan antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian hanya menggunakan sebagian faktor internal sehingga masih memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang keterkaitan faktor internal dan eksternal lain yang tidak diuji dalam penelitian ini.
361
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu objek penelitian yakni bank BTN, jadi penelitian ini terlalu sempit. 3. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan data yang tersedia lengkap. Metode ini merupakan non probability sampling, kemungkinan besar menghasilkan sampel tidak representatif, sehingga sampel bias dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan. SARAN 1. Penelitian selanjutnya hendaknya memasukkan faktor internal dan eksternal lainnya sehingga memiliki cakupan luas bagi pihakpihak lainnya. Selain itu juga dapat dimasukkan variabel interveting atau moderating untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung sehingga menghindari asumsi-asumsi tertentu dan terjadinya multikolinearitas. 2. Karena penelitian ini bersifat time series, maka sebaiknya dilakukan dalam rentan waktu yang jauh lebih panjang lagi dan menggunakan lebih dari satu objek penelitian sehingga dapat diperbandingkan. 3. Untuk menghasilkan Return On Assets (ROA) yang besar, maka bank perlu meningkatkan juga aktiva produktif. Untuk menambah aktiva produktif BTN harus dapat menghimpun sumber dana sebanyak mungkin baik dengan menambah modal sendiri, pinjaman ke pihak lain atau menarik minat masyarakat atau nasabah untuk menyimpan dananya di bank BTN, yang dapat menghasilkan pendapatan opersional bank dan laba yang besar lagi.
362
ANWAR PUTEH
REFERENSI Alper, Deger dan Adem Anbar. 2011. Bank Specific and Macroeconomic Determinants of Commercial Bank Profitability: Empirical Evidence from Turkey. Business and Economics Research Journal. Vol. 2, No 2 : 139-152. Case, Karl E dan Ray C.Fair. 2004. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro.Edisi Kelima.Terjemahan Benyamin Molan. Jakarta: Indeks. Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Fabozzi, Frank. J. 1999. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. 4th Edition. International Edition. McGraw Hill. Hariyani, Iswi. 2010. Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet. Jakarta: Elex Media Komputindo. Harmono. 2009. Manajemen Keuangan: Berbasis Balanced Scorecard. Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis. Jakarta: Bumi Aksara. Horngren, T Charles. 1993. Pengantar Akuntansi Manajemen. Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Margaretha, Farah. 2007. Manajemen Keuangan Bagi Industri Jasa. Jakarta: Grasindo Oktavia, Linda Dwi. 2009. Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Tukar Rupiah, Dan Inflasi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum Dan Sesudah Privatisasi (Studi Kasus pada PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk). Jurnal Online. Depok: Lembaga Penelitian Universitas Gunadarma.http://www. gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_20205729.pdf Peraturan Bank Indonesia. 2004. PBI No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta: Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia. 2010. PBI No. 12/19/PBI/2010 tentang Giro wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan valuta Asing. Jakarta: Bank Indonesia. Ponco, Budi. 2008. Analisis Pengaruh Car, NPl, BOPO, NIM Dan LDR Terhadap ROA (Studi Kasus Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2007). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Prayudi, Arditya. 2010. Pengaruh CAR, NPL, BOPO, ROA, dan NIM terhadap LDR. papers.gunadarma.ac.id/index.php/mmanagement/article/.../14225 Puspitasari, Diana. 2009. Analisis Pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR, dan Suku Bunga SBI Terhadap ROA (Studi pada Bank Devisa di Indonesia perioda 2003-2007). Tesis. Program Magister Manajemen.Universitas Diponegoro Semarang. Sukarno, Kartika Wahyu dan Muhammad Syaichu. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Bank umum di Indonesia. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. Vol. 3 No. 2:46.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
363
Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Taswan. 2008. Akuntansi Perbankan. Transaksi dalam Valuta Rupiah. Yogyakara: YKPN Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Depok: EKONISIA Winarni. 2011. Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Biaya Operasional Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, SBI dan Kurs terhadap return on asset (Studi Komparasi antara Bank Umum Swasta Nasional Devisa Dan Bank Asing). Jurnal Online. http://eprints. undip.ac.id/36901/2/jurnal_mm_B_winarni_34_pagi.pdf Yuliani, 2007.Hubungan Efisiensi Operasional dengan Kinerja Profitabilitas Pada Sektor Perbankan Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, Vol. 5. No 10: 15-43.
364
ANWAR PUTEH
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 365-377
PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAN (SPIP) TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
Dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bengkulu
This research is quantitative research to exam of the comitment organization, implementation of the Goverment internal control system. The sample used in this study is the populated sample of the entire regional work units (SKPD) Bengkulu city government. It means all the entire regional work units (SKPD) Bengkulu city government found in Bengkulu Town taken as the sample of this study. Tests carried out on the data obtained from questionnaires of 47 respondents of which consists of 51 insurance companies. While the technique used to test the hypothesis of this research are the F- test and t-test with a significant level of 5%. From the results of the F- test and t- test computation found that of the Government internal control system variable have a positive impact to the effectiveness of financial management area in Bengkulu city government on education., while comitment organization variable does not significantly effect to the effectiveness of financial management area in Bengkulu City Government on Education. Keywords:
365
366
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
LATAR BELAKANG Implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, telah terjadi perubahan paradigma pemerintahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Dengan adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya pemerintah daerah melaksanakan otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya agar lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Berdasarkan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang kemudian timbul hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang sehingga diperlukan pengelolaan keuangan negara yang cepat, tepat, dan akurat agar mencapai sasaran yang diinginkan dengan disertai perhatian pada segisegi efisiensi kehematannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasan. Pengelolaan keuangan daerah dimaksudkan agar pengelolaan uang rakyat (public money) dilakukan secara transparan, baik dalam tahap penyusunan, penggunaan, maupun pertanggung jawaban dengan mendasarkan pada konsep value for money, sehingga tercipta akuntabilitas publik (public accountability). Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Efektivitas pengelolaan keuangan daerah yang berarti tercapainya tujuan yang direncanakan dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah. Suatu rencana dapat dilaksanakan secara efektif namun belum tentu efisien karenanya efektivitas tidak menjamin efisiensi dan sebaliknya untuk itu kedua faktor ini harus dipertimbangkan dalam melaksanakan rencana. Agar pengelolaan keuangan daerah dapat terwujud secara efektif dan efisien maka perlu adanya komitmen organisasi dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh apa pegawai memihak pada organisasi
dan tujuan-tujuannya yang terkadang mengacu pada sikap loyal pegawai pada organisasi atau komitmen pada organisasi. Komitmen organisasi dapat tumbuh disebabkan karena pegawai memiliki ikatan kejiwaan terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan terhadap nilai-nilai organisasi. Dimana bagi pegawai dengan komitmen organisasi tinggi, maka berdampak pada pencapaian tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 merupakan proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dimana terdapat unsur-unsur dalam Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yaitu: Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, serta Pemantauan. Penelitian ini mencoba membuktikan pengaruh komitmen organisasi dan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas pengelolaan keuangan daerah pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Bengkulu. Diketahui seperti kasus yang terjadi di Kota Bengkulu BPK RI Perwakilan Provinsi Bengkulu menyerahkan LPH atas LKPD tahun 2012. Dalam penyerahan LPH tersebut terungkap bahwa Kota Bengkulu memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) ini merupakan penurunan opini yang pada tahun 2011 memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Penyebab penurunan opini Kota Bengkulu ini disebabkan oleh realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp 6.575.665.200 dan belanja modal sebesar Rp 4.824.408.660 tidak didukung dengan bukti pertanggung jawaban. Pengelolaan aset tetap yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku seluruhnya senilai Rp 81.218.898 yang terjadi karena aset tetap belum dilaporkan secara akurat dalam
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
neraca, adanya risiko kehilangan aset tetap disalah gunakan, nilai dan jumlah aset tetap yang disajikan belum akurat dan belum dapat diyakini kebenarannya. (http://bengkulu.bpk.go.id/?p=2308). Sudah selayaknya Kota Bengkulu memiliki sistem manajemen pengelolaan keuangan yang baik dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu. Untuk membangun pengelolaan keuangan yang baik maka diperlukan adanya komitmen organisasi yang tinggi dan harus diterapkannya sistem pengendalian intern pemerintah yang kuat pada Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) di Kota Bengkulu dalam membangun pengelolaan keuangan daerah agar dapat terwujud secara efektif dan efisien. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk membuktikan komitmen organisasi berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. 2. Untuk membuktikan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi instansi yang bersangkutan penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam mengambil langkah-langkah kebijakan pengelolaan keuangan sehingga terciptanya good governance dalam pengelolaan daerah yang baik. 2. Bagi pembaca umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta menjadi referensi, khususnya yang mengkaji mengenai topik-topik yang berkaitan dengan komitmen organisasi dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Dapat juga dijadikan tambahan literatur dalam penelitian lebih lanjut terkait masalah pengelolaan keuangan pemerintahan. TINJAUAN PUSTAKA Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Efektivitas berasal dari kata efektif yang be-
367
rarti dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan suatu operasi pada sektor publik dikatakan efektif jika kegiatan tersebut memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas selalu terkait antara hubungan hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif. Keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 1 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa: “Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.” Pengelolaan keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 1 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa, pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Efektivitas pengelolaan keuangan daerah adalah tercapainya tujuan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan daerahnya. Komitmen Organisasi Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Komitmen organisasi merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas maupun variabel mediator. Porter dan Smith (dalam Steers, 1985) mendefinisikan komitmen pada organisasi sebagai sifat hubungan seorang individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang yang mempunyai komitmen yang tinggi memperlihatkan: keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai
368
keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Komitmen merupakan sikap seseorang untuk melaksanakan dan mematuhi semua peraturan dan kebijakan dalam organisasi yang tertuang dalam tujuan organisasi. Seseorang dengan kesadaran penuh tetap berada dalam jalur yang telah ditetapkan sebagai tujuan organisasi. Seseorang yang selalu mengedepankan tujuan organisasi di atas kepentingan individu dan kelompok. Menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan dirinya adalah disebabkan oleh keberadaan dan kemajuan organisasi, untuk itu upaya sepenuhnya dilakukan untuk membesarkan organisasi dengan mencapai tujuan dengan sebaik baiknya. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Inti dasar dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 adalah terciptanya suatu sistem pengendalian intern pemerintah yang dapat mewujudkan suatu praktik-praktik Good governance. Langkah pertama yang diamanahkan di dalam PP ini adalah memahami terlebih dahulu konsep dasar pengendalian intern. SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap empat hal, yaitu: 1) tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara; 2) keandalan pelaporan keuangan; 3) pengamanan aset negara; dan 4) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Tujuan tersebut mengisyaratkan bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar, SPIP akan memberi jaminan dimana seluruh penyelenggara negara, mulai dari pimpinan hingga pegawai di instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak akan terjadi penyelewengan yang dapat menimbulkan kerugian negara. Ini dapat dibuktikan, misalnya, melalui laporan keuan-
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
gan pemerintah yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Penelitian Terdahulu Komitmen Organisasi dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Komitmen pegawai pada organisasi ditandai dengan bentuk loyalitas dan identifikasi diri terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan dorongan dari dalam individu untuk melakukan sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dimana sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi. Komitmen pegawai pada organisasi tidak hanya menyangkut pada kesetiaan pegawai pada organisasi yang bersifat positif tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi, dimana pegawai bersedia atas kemauan sendiri untuk memberikan segala sesuatu yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan tujuan dan kelangsungan organisasi. Menurut Lubis (2010), komitmen organisasi sering diartikan secara individu dan berhubungan dengan keterlibatan pegawai pada organisasi. komitmen pegawai pada organisasi merupakan salah satu sikap yang mencerminkan perasaan suka atau tidak suka seorang pegawai terhadap organisasi tempat dia bekerja. Maka komitmen pegawai pada organisasi dapat disimpulkan sebagai keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin dan kepentingan organisasi. Menurut hasil penelitian Zalin (2013) yang meneliti tentang pengaruh komitmen pegawai dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap pengelolaan keuangan daerah memberikan hasil bahwa penerapan sistem pengendalian intern dan pemerintah dan sumber daya manusia (komitmen pegawai) berpengaruh signifikan positif terhadap pengelolaan keuangan daerah. Hal ini terbukti bahwa untuk meningkatkan proses pengelolaan keuangan daerah yang efektif, maka instansi perlu untuk melaksanakan komitmen pegawai yang cukup baik, selain itu juga diperlukan sistem pengendalian intern pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah agar dapat mencapai pengelolaan keuangan daerah yang baik dan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
efektif. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H1 : Komitmen organisasi berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Penjelasan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 mengatakan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, sehingga dalam pengembangan dan penerapannya perlu dilakukan secara komprehensif. Implementasi SPIP yang harus komprehensif dengan kelima komponenya yang meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprayogi (2010) yang meneliti tentang pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah mem-
369
berikan bukti bahwa sistem pengendalian intern pemerintah dan pengelolaan keuangan daerah sudah memadai dan sangat efektif. Hal ini terbukti bahwa untuk lebih meningkatkan efisiensi diharapkan pimpinan lebih intensif lagi melakukan interaksi terhadap pejabat yang lebih rendah, kemudian perlu lagi adanya peningkatan peran pengawasan dalam hal alokasi penggunaan biaya. Jaya (2013) meneliti tentang analisis implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan pengaruhnya terhadap pengelolaan Keuangan Daerah memberikan bukti yang signifikan bahwa SPIP berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah di pemerintah Kota Bengkulu meskipun ada 2 unsur yang belum bisa di buktikan yaitu lingkungan pengendalian dan kegiatan pengendalian kemungkinan dikarenakan masih sedikitnya jumlah data yang ada. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H2 : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah
Komitmen Organisasi
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Efektivitas pengelolaan keuangan daerah (Y)
Gambar 1. Kerangka pemikiran
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut dengan menggunakan kuesioner. Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang berarti tercapainya tujuan yang direncanakan, suatu rencana dapat dilaksanakan secara efektif namun belum tentu efisien karenanya efektivitas tidak menjamin efisiensi dan sebaliknya untuk itu kedua faktor ini harus dipertimbangkan dalam melaksanakan rencana. Variabel ini diukur
370
dengan instrumen yang telah digunakan oleh Jaya (2013) berdasarkan 6 indikator yaitu: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan daerahnya. Daftar pernyataan terdiri dari 16 pernyataan. Efektivitas pengelolaan keuangan daerah di ukur berdasarkan skala likert 1-5, maksudnya nilai 1 (tidak pernah) menunjukan pengelolaan keuangan tidak efektif dan nilai 5 (selalu) untuk menunjukan pengelolaan keuangan sudah efektif. Komitmen organisasi merupakan suatu tingkat keyakinan sejauhmana seseorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu yang tujuannnya untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins, 2001). Komitmen pegawai yang kuat akan memberikan dampak yang baik dalam pencapaian tujuan dari organisasi tersebut. Variabel ini diukur dengan instrumen yang telah digunakan oleh Meyer dan Allen (1984) dalam Trisnaningsih (2007). Daftar pernyataan terdiri dari 12 pernyataan. Frekuensi komitmen organisasi diukur berdasarkan skala likert 1-5, maksudnya nilai 1 (sangat tidak setuju) menunjukan komitmen karyawan yang rendah dan 5 (setuju) menunjukan komitmen organisasi yang tinggi. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 yaitu: “Proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem pengendalian intern pemerintah sangat diperlukan bagi seluruh organisasi tak terkecuali di pemerintahan. Sistem pengendalian intern perlu dilakukan oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan bahwa semua tujuan organisasi telah tercapai dengan efisien dan efektif. Variabel ini diukur dengan instrumen yang telah digunakan oleh Zalin (2013) yang dikembangkan dalam Peraturan Pemerintah
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
Nomor 60 Tahun 2008 berdasarkan 5 indikator yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, lingkungan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Daftar pernyataan terdiri dari 15 pernyataan. Frekuensi Sistem pengendalian intern pemerintah di ukur berdasarkan skala likert 1-5, maksudnya nilai 1 (tidak pernah) menunjukan peneraapan sistem pengendalian intern pemerintah tidak efektif dan nilai 5 (selalu) untuk menunjukan penerapan sistem pengendalian inten pemerintah sudah efektif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SKPD di Kota Bengkulu. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan mengunakan metode sensus, yaitu seluruh SKPD dijadikan sampel tanpa terkecuali, dengan sumber data setiap SKPD 2 orang yaitu Kepala Dinas dan Kasubag Keuangan. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode survey yang dilakukan pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Bengkulu. Dalam penelitian ini, data yang digunakan untuk mengumpulkan data primer ini adalah melalui daftar pertanyaan yang disebut kuesioner yang disebar langsung ke seluruh SKPD di Kota Bengkulu. Metode Analisis Data Uji Kualitas Data Sebelum dilakukan pengolahan terhadap data penelitian, maka dilakukan pengujian terhadap kualitas data yang diperoleh. Pengujian terhadap Validitas untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali,2011). Agar data yang diperoleh bisa relevan atau sesuai dengan tujuan uji validitas yang digunakan adalah dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan skor setiap konstruknya. Pengujian ini menggunakan metode Pearson Corelation dimana peneliti ingin membuktikan keberadaan hubungan antara dua variabel. Jika korelasi skor masing-masing butir pertanyaan dengan tiap konstruknya akan dikatakan valid apabila signifikan pada level 0.05 (Ghozali,2011). Selanjutnya dilakukan Uji Realibilitas untuk menentukan tingkat kepercayaan minimal yang dapat diberikan terhadap kesungguhan jawaban yang diterima (Ghozali, 2011). Uji realibilitas ini
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
menggunakan tehnik Cronbach’s alpha (α). Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas ( ri ) > 0,7 (Ghozali, 2011). Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukannya pengujian hipotesis, yang pertama akan dilakukan pengujian terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan yaitu: Uji Normalitas yaitu pengujian asumsi residual yang berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah dimana model yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Uji normalitas akan terpenuhi apabila sampel yang digunakan lebih dari 30, untuk mengetahui normalitas distribusi data dapat dilakukan dengan menggunakan analisis statistik, yaitu Kolmogrov – Smirnov test. Jika nilai signifikan dari pengujian One-Sample Kolmogorov Smirnov Test > 0,05 maka data mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2011). Uji Multikolinearitas yang merupakan pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang signifikan antara variabel independen dari model yang diteliti. Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mengetahui ada tidaknya indikasi pada multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan varian inflantion (VIF). Artinya, apabila nilai tolerance < 0.10 dan nilai VIF > 10, maka terjadi multikolinearitas antara variabel independen. Sebaliknya, jika tolerance > 0.10 dan nilai VIF < 10, maka tidak akan terjadi multikolinearitas antara variabel independen (Ghozali, 2011). Uji Heteroskedastisitas adalah pengujian asumsi residual dengan varians tidak konstan. Model regresi yang baik apabila varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap atau homokedasitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedasitas adalah dengan uji glejser dengan probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan α = 5% atau 0.05 (Ghozali, 2011).
371
Uji Hipotesis Dalam penelitian ini pengujian hipotesis yang digunakan adalah analisis linier berganda (Multiple Linier Regresion) yang digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan persamaan: Y = α + βıXı + β2X2 + e Dimana: Y = Pengelolaan Keuangan Daerah α = Konstanta β = Koefisien regresi Transparansi X1 = Komitmen Karyawan X2 = Sistem Pengendalian Intern Pemerintah e = Standar eror Untuk melihat apakah model regresi dalam penelitian ini layak(fit) atau tidak, maka dilihat nilai F. Apabila nilai F signifikan maka model regresi adalah layak (fit). Untuk melihat apakah variabel independen (Komitmen organisasi dan SPIP) berpengaruh terhadap variabel dependen (Pengelolaan keuangan daerah), maka dilihat nilai sig (signifikansi). Apabila nilai sig berada dibawah 0,05 (derajat kesalahan 5%) maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Apabila nilai sig berada di atas 0,05 maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Untuk melihat apakah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen mempunyai arah positif atau negatif, maka dilihat nilai koefisien regresi. Untuk melihat berapa persen pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, maka dilihat nilai Adjusted R-Squarenya. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil olahan data, terlihat bahwa hasil pengujian dari rata-rata item pernyataan yang digunakan semua variabel adalah valid. Dilihat dari nilai signifikan seluruh variabel memiliki nilai dibawah 0,05 yaitu bernilai 0,000 dan menunjukkan korelasi positif pada level 0,01 dan 0,05 maka butir instrumen dinyatakan valid. koefisien cronbach alpha terhadap butir yang valid pada variabel komitmen organisasi sebesar 0,783, vari-
372
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
abel sistem pengendalian intern pemerintah sebesar 0,932, variabel efektivitas pengelolaan keuangan daerah 0,706 yang masing-masing > 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliable. Pengujian Normalitas dengan Uji One Sample Kolmogorof-Smirnov Test tersebut, data terdistribusi secara normal jika nilai Asymp Sig (2-tailed) yang dihasilkan lebih besar dari nilai alpha yaitu sebesar 0,05 (5%). Hasil pengujian normalitas data dengan Uji One Sample Kolmogorof-Smirnov Test, menunjukkan nilai Asymp. Sig (2-tailed) untuk komitmen organisasi sebesar 0,420 > 0,05, sistem pengendalian intern pemerintah sebesar 0,167 > 0,05, dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah sebesar 0,287 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini terdisribusi secara normal. hasil uji melalui Variance Inflation Factor (VIF) masing-masing variabel independen mempunyai nilai Tolerance > 0,1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan dalam model regresi ini tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen tersebut. Metode yang digunakan untuk mendeteksi heterokedastisitas adalah dengan uji Glejser dengan probabilitas signifikansinya diatas tingkat kepercayaan α = 5 % atau 0,05. untuk semua variabel memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05, sehingga semua variabel tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Nilai stastistik F adalah 8.931 dengan nilai signifikan 0.001, hal ini menunjukkan bahwa pengujiaan hipotesis dapat dianalis lebih lanjut karena
model regresi adalah layak (fit). Tabel diatas juga memperlihatkan bahwa Adjusted R2 sebesar 0,256 yang menunjukkan bahwa 25,60% efektivitas pengelolaan keuangan daerah dipengaruhi oleh sistem pengendalian intern pemerintah dan komitmen organisasi. Sisanya sebesar 74,4% di pengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil pengujian hipotesis pertama (H1) bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan. Ini dikarenakan nilai t-hitung dari komitmen organisasi sebesar -0,482 < dari pada nilai t-tabel sebesar 2,016, nilai koefisien regresi ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 namun p value 0,632. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama ini tidak sejalan dengan hipotesis yang diajukan dimana terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap efektivitas pengelolaan keuangan sehingga Hipotesis pertama ditolak. Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) yang menyebutkan bahwa implementasi sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan keuangan pada SKPD pemerintah Kota Bengkulu. Hal ini dikarenakan nilai t-hitumg dari implementasi sistem pengendalian intern sebesar 4,150 > dari pada nilai t-tabel sebesar 2,016, nilai koefisien regresi ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 dengan nilai p value sebesar 0,000 yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel implementasi SPIP terhadap efektivitas pengelolaan keuangan. Hasil pengujian ini sejalan dengan hipotesis yang telah dibuat sehingga Hipotesis kedua diterima.
Tabel 1 Hasil Uji Regresi Variabel
Koef Regresi
t hitung
Sig
Konstanta
54.684
9.038
0.000
Komitmen Organisasi
- 0.045
- 0.482
0.632
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
0.314
4.150
0.000*
R Square
0.289
Adjusted R2
0.256
F
8.931
Sig
0.001
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
PEMBAHASAN Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Komitmen organisasi merupakan sikap psikologis dalam menjalankan organisasinya untuk pencapaian kinerja yang diharapkan. Komitmen organisasi merupakan tingkat sejauah mana seorang pegawai memihak pada organisasi tertentu dan tujuantujuannya, serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Apabila setiap pegawai di seluruh SKPD Kota Bengkulu memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan prestasi terbaiknya bagi negara dan pelayanan terbaik bagi masyarakat, maka tentunya kinerja akan meningkat. Komitmen organisasi ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauh mana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar persamaan antara nilai dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen pegawai pada organisasi. Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja suatu pekerjaan dalam hal ini tercapainya pengelolaan keuangan yang efektif. Jika individu (pegawai) merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat. Perlu dipahami bahwa komitmen organisasi mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (pegawai) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Komitmen organisasi memiliki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberi kontribusi yang berarti pada organisasi. Pegawai yang menunjukan komitmen yang tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam keberhasilan tujuan organisasi dalam hal ini efektif dan efisiennya pengelolaan keuangan daerah. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa
373
komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan. Ini berarti menjelaskan bahwa komitmen organisasi di pemerintahan Kota Bengkulu belum mampu membangun pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik. Seharusnya pegawai di Pemerintahan Kota Bengkulu memiliki komitmen yang tinggi, dimana pegawai memandang pekerjaan bukan beban atau kewajiban tetapi merupakan sarana dalam mengembangkan diri dalam menentukkan baik buruknya pengelolaan keuangan daerah yang efektif dan efisien dapat terwujud. Namun temuan dilapangan menunjukan bahwa komitmen organisasi tidak mempengaruhi pengelolaan keuangan di Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dukungan terhadap ditolaknya hipotesis ini desebabkan karena tingkat kepercayaan dan penerimaan tentang kerja terhadap tujuan dari organisasi dan keinginan untuk tetap dalam organisasi sangat rendah. Dukungan selanjutnya karena institusi ini adalah pemerintahan dimana tingkat komitmen pegawai sesungguhnya tidak terlalu baik. Hal ini mungkin di sebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak adanya jaminan yang dalam arti tidak ada jaminan untuk seorang pegawai memberikan loyalitas terhadap organisasi karena posisi tempat dia bekerja bisa berubah ubah dalam jangka waktu yang tidak menentu, posisi penempatan tidak sesuai dengan kapabilitas, dan atau karena adanya politik dan KKN. Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan Pemerintah Kota Bengkulu perlu meningkatkan komitmen organisasi dari pegawai itu sendiri sehingga dapat memotivasi pegawai dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sehingga dalam pengelolaan keuangan akan menjadi efektif dan efisien sehingga berdampak pada tercapainya tujuan organisasi. Pengaruh Peneparan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua, menunjukan bahwa penerapan sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Semakin kuat sistem pengendalian intern pemerintah maka tingkat pengelolaan keuangan daerah
374
akan semakin efektif namun jika sistem pengendalian intern pemerintah lemah maka tingkat kecurangan akan terjadi dan pengelolaan keuangan daerah menjadi tidak efektif. Terbuktinya hipotesis ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang menjelaskan bahwa implementasi SPIP mampu memberikan keyakinan memadai terciptanya suatu sistem pengendalian intern pemerintah yang dapat mewujudkan suatu praktik-praktik Good governance dengan ditandai tercapainya visi dan misi organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Terdapat unsur-unsur dalam Sistem Pengendalian Intern diantaranya: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Kelima unsur SPIP tersebut saling berkaitan satu sama lain, menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Diantara kelima unsur tersebut belum diterapkannya informasi dan komunikasi dengan baik sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 di pemerintahan Kota Bengkulu. Dengan dilakukannya penerapan sistem pengendalian intern pemerintah diharapkan menciptakan pengelolaan keuangan pemerintah yang baik dengan mampu melakukan kelima unsur-unsur SPIP itu sendiri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zalin (2013) yang menyatakan bahwa penerapan sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, penelitian Jaya (2013) menyatakan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap pengelolaan keuangan daerah. Penerapan sistem pengendalian intern pemerintah dapat menciptakan pengelolaan keuangan yang baik. Dengan dibangunnya SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bengkulu yang kuat dan memadai, maka good governance (tata kelola) pemerintah daerah yang baik dan good goverment serta akuntabilitas keuangan daerah tercapai, yang ditandai dengan tercapainya visi dan misi serta
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
tujuan Pemda, keandalan laporan keuangan, serta semakinn menurunnya dan kecilnya peluang korupsi dan penyalahgunaan jabatan atau wewenang serta KKN dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan dan pelayanan publik di pemda. KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh komitmen dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan pada Pemerintah Di Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Komitmen Organisasi yang dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Bengkulu terbukti tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan SKPD pemerintah Kota Bengkulu. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi belum mampu membangun pengelolaan keuangan pemerintahan dengan baik. 2. Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bengkulu terbukti berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan SKPD pemerintah Kota Bengkulu. Hal ini menunjukan bahwa unsur-unsur dalam SPIP yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan sudah diterapkan dengan baik dalam pengelolaan keuangan pemerintahan. IMPLIKASI PENELITIAN Hasil penelitian tentang komitmen organisasi dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah memiliki pengaruh terhadap efektivitas pengelolaan keuangan ini mempunyai implikasi sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Kota Bengkulu dan seluruh Pemerintahan Provinsi Bengkulu, untuk lebih memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seperti
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
job characteristic, alternative employment opurtunities, personal character, dan treatment of newcomers sehingga terciptanya good governance pemerintah daerah yang baik dan good goverment serta akuntabilitas keuangan daerah tercapai. 2. Dalam kaitannya dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), pemerintah Kota Bengkulu hendaknya melakukan evaluasi dan pembenahan terhadap penerapan SPIP sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008. Diharapkan penelitian ini memberikan gambaran secara keseluruhan bahwa betapa pentingnya penerapan SPIP yang meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan dalam menciptakan good governance pemerintah daerah yang baik dan good goverment dengan ditandai tecapainya visi misi organisasi melalui pengelolaan keuangan pemerintah yang baik 3. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai referensi dan tambahan pengetahuan yang berkaitan dengan komitmen organisasi dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah di masa mendatang. KETERBATASAN Dalam penelitian pengaruh komitmen dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bengkulu ini memiliki keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan dalam penelitian yang akan datang. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini menggunakan metode survey melalui kuesioner, peneliti tidak terlibat lang-
375
sung dalam aktivitas di Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bengkulu. Sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis. 2. Peneliti tidak mampu membuktikan pengaruh komitmen organisasi terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah,ini kemungkinan dikarenakan peneliti tidak mendampingi responden dalam mengisi kuesioner sehingga jawaban yang bervariasi dan karakteristik responden yang tidak tepat dalam mengisi kuesioner yang membuat kuesioner tidak bisa dijamin terisi dengan benar. 3. Penelitian ini hanya menggunakan variabel komitmen organisasi dan penerapan sistem pengendalian intern pemerintah yang mempengaruhi eferktivitas pengelolaan sebesar 25,6 % sedangkan sisanya disebabkan faktor lain. SARAN Berdasarkan keterbatasan masalah diatas, maka saran yang dilakukan adalah: 1. Penelitian selanjutnya perlu ditambahkan metode wawancara langsung pada masing-masing responden dalam upaya mengumpulkan data, sehingga dapat menghindari kemungkinan responden tidak objektif dalam mengisi kuisioner. 2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mendampingi responden yang karakteristiknya merata dan tepat sehingga dalam menjawab pertanyaan tidak terlalu bervariasi. 3. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang mempengaruhi efektivitas pengelolaan keuangan daerah seperti akuntabilitas, transparan, dan sumber daya manusia.
376
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
REFERENSI Arisanti, Herlin. 2010. Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi, dan Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja Organisasi Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bengkulu. Universitas Bengkulu. Bengkulu. Armando, Gery. 2008. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Dan Pengawasan Keuangan Daerah Terhadap Nilai Informasi Laporan Keuangan Pemerintah. Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat Maryanti, Elda Sofia. 2013. Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Transparansi Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah. Universitas Negeri Padang. Sumatera Barat. Nuning Hindiani, et al. 2012. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam Perencanan dan Pelaksanaan Anggaran di Daerah. Universitas Brawijaya, Jawa Timur. Hutauruk, DR Bonardo. Peran Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam Pengelolaan Keuangan Negara. (onlin) di akses 11 September 2013. Sumber: www.bpkp.go.id Ifrah, 2012. Studi Kasus Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Barat. Diakses 12 Januari 2012. Jasman, 2012. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Komitmen Organisasi Terhadap Efektivitas Pengelolaan Anggaran Alat dan Bahan Pembelajaran (study Empiris pada Akademi Teknik Soroako). Akademi Teknik Soroako. Jaya, Dika Apriani. 2013. Analisis Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah. Universitas Bengkulu, Bengkulu. LHP atas pemeriksaan LKPD TA 2012 kota Bengkulu (online) di akses 18 September 2013. Sumber: http://bengkulu.bpk.go.id/?p=2308. Norgiawan, Deddi dan Ayuningtyas. 2006. Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba Empat. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Keuangan Negara. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan. Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
377
Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Suprayogi, Angga. 2010. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerntah Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Study kasus Dinan Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung). Universitas Pasundan, Bandung. Wati, Sinta Suhada. 2012. Analisis Atas Pengawasan Fungsional Pengaruhnya Terhadap Efektivitas Pengelolaan Daerah Pada Inspektorat Kota Bandung. Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Wati, Sinta Suhanda. 2011. Analisis Atas Pengewasan Fungsional Pengaruhnya Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah pada Inspektorat Kota Bandung. Universitas Komputer Indonesia. Zalin, Fitri. 2013. Pengaruh Komitmen Karyawan dan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah (Study empiris pada DPKD Pemerintah Kota di Sumatera Barat). Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat.
378
BAIHAQI DAN INDAH AYU DAMAYANTI
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 379-387
MODEL PENYALURAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI PROVINSI ACEH
DAMANHUR DAN MUNARDI
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
This particular research is extended reasearh of zakah distribution model implemented by some Zakah Instituion in Aceh province, productive zakah distribution adobted from several models that will we evaluate using welfare indicator; income increament, education and health condition of household. The location of the research is within 5 clusters under Zakah Instituion of Malikussaleh University supervision. 5 respondens from each clusters were interviwed to get the primary data and total sample was 50 respondents by using sencus sampling method. Defining the dignity of poverty, descriptive analysis was applied in this reasearch as well as simple regression method in analysing the data. The proper model of improving community welfare thru zakah distribution will be define upon the completion of the reasearch as well as consideration in desinging regulation on zakah distribution. The result of the reasearch shown that in the first year of implementation of zakah distribution model increased household’s income up to 25,2%, affected household’s education about 22,9% and health status reachs 8,9% where the other model that applied by other zakah institution is not able to trace influeces of zakah distribution and the welfare of Mustahik. Keywords: distribution model, zakah, produktive, welfare, mustahik
379
380
DAMANHUR DAN MUNARDI
LATAR BELAKANG Islam merupakan penyerahan atau tunduk kepada Allah sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan.Ajaran agama Islam mencakupi segala aspek kehidupan, baik aspek perekonomian maupun aspek sosial. Islam mengakui adanya perbedaan taraf perekonomian dikalangan masyarakat, hal ini disebabkan kemampuan dan ketersedian bahan baku yang berbeda. Oleh sebab itu, manusia dianjurkan untuk saling mengikat tali persaudaraan dikarenakan kita berasal dari satu sumber. (QS:2: 267). Dalam ekonomi Islam, ketidak samaan diantara manusia dalam kepemilikan dibatasi oleh norma-norma tertentu yang harus di ikuti oleh setiap individu maupun kelompok, seperti tidak bersikap kikir (QS:2:263), tidak bersikap boros (QS:7:31), dan bertanggung jawab terhadap harta yang dimiliki. (QS:51:19) Kahf (1997) Pelaksanaan zakat dapat meningkatkan agregat penggunaan, tabungan menurun, kriteria pelaburan berubah, dan terakhir secara keseluruhan, keseimbangan pendapatan nasional akan meningkat. Begitu juga dengan potensi zakat di Aceh, ramai yang mengatakan bahwa potensi zakat di Aceh sangat besar, namun jika dilihat dari jumlah dana Zakat yang dikelola Departemen Agama Aceh sebesar Rp 47.291.633.076. Sedangkan realisasi pendapatan yang bersumber dari zakat/ infaq sebesar Rp 14.314.166.205.Jika dilihat dari persentase antara perencanaan dan realisasi terjadi kenaikan sebesar 118,50%. (BPS Aceh:2010) namun kenaikan ini sangat kecil jika dibandingkan dengan rata-rata angka konsumsi masyarakat Aceh. Suatu penilaian yang belum tepat kalau kita melihat kesuksesan lembaga zakat hanya dinilai dari segi banyaknya dana yang terhimpun dan banyaknya mustahik yang menerima zakat, tanpa memperhatikan dampak positif dari zakat yang didistribusikan kepada mustahik. TINJAUAN PUSTAKA Zakat dari segi bahasa Manzur (1990:358) perkataan merupakan kata dasar dari zakā yang
bermakna tumbuh nama, berdasarkan kepada pengertian inilah kemudian digunakan untuk pengertian yang luas seperti bersih, baik, terpuji dan berkat. Qudāmah (1968:427) Para fuqaha memberi definisi yang beragam, namun secara umumnya arti zakat merupakan pengeluaran harta dalam kadar tertentu dari harta yang tertentu untuk dimanfaatkan bagi kalangan yang berhak menerimanya. Qaradāwĩ (1993:519) menyebutkan juga dengan kasb al-‘amal wa al-mihn al-hurrah, yaitu zakat yang bersumber dari pendapatan tidak terikat. Baik dikerjakan untuk pribadi atau dikerjakan untuk pihak lain. Konsep zakat pendapatan berdasarkan kepada al-mal al-mustafadah.Dapat di katakan setiap harta yang di perolehi oleh seseorang baik melalui usaha atau jasa profesionalisme maka harta tersebut dikenakan zakat atasnya. Zakat Produktif Tujuan zakat sebenarnya tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mempersempit gap jurang kemiskinan yang berada pada tatanan masyarakat, karena itu pengembangan zakat produktif perlu didukung untuk pemberdayaan masyarakat. Menurut Qadir (1998) Zakat produktif yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik. Dengan kata lain dapat kita simpulkan zakat produktif adalah zakat yang didistribusikan dalam bentuk modal atau peralatan kerja untuk menjalankan usaha. Dengan adanya bantuan zakat masyarakat bisa membuka usaha atau menjalankan usaha yang sudah ada sehingga dapat bertambah pendapatan, dan mempunyai tabungan dari hasil usaha. Kesejahteraan Dalam Islam arti kemiskinan dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif materi (kebendaan) dan perspektif non materi (rohani). Dalam mendefinisikan kemiskinan kebendaan ada dua istilah yang dipakai.Pertama fakir dan miskin, bahwa yang disebut fakir ialah mereka yang tidak
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
mempunyai harta atau pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi keperluan hidupnya seperti makanan, tempat tinggal dan segala kebutuhan pokok lainnya.Sementara yang disebut miskin ialah orang yang mempunyai harta atau pendapatan yang layak dalam mencukupi kebutuhan keluarganya, tetapi tidak sepenuhnya terpenuhi, seperti yang diperlukan sepuluh tetapi yang ada cuma tujuh. (Al – Ghazali:1980). Merujuk dari tesis Munardi (2004), menjelaskan bahwa kemiskinan jiwa merupakan miskin dunia akhirat, dimana di dunia orang tersebut tidak mendapatkan nikmat kesenangan dan kemewahan kebendaan dan di akhirat akan lebih parah lagi karena tidak dapat merasakan nikmatnya syurga. Selanjutnya dia menyebutkan bahwa, walaupun mereka orang kaya di dunia, tetapi mereka tidak punya iman, pasti dia akan menderita kekurangan yang tidak ada cukupnya, sibuk yang tiada lapangnya dan riasau yang tiada senangnya, sehingga mereka tidak mendapatkan apa-apa di akhirat kelak.
381
anak didik, proses ini terjadi dalam situasi yang menyangkut banyak sekali hal, seperti pergaulan antara pendidik dan anak didik, tujuan yang akan di capai, materi yang di berikan dalam proses itu, sarana yang di pakai, lingkungan yang menjadi ajang proses itu dan sebagainya. Kesehatan Frederic (2007) menyebutkan beberapa indikator kesehatan yang menjadi indek dalam mengukur pembangunan dalam sebuah Negara. Pertama jumlah prosentase angka kelahiran yang ditangani oleh tim medis. Kedua jumlah bayi yang mendapatkan suntikan imunisasi.Dan yang ketiga harapan hidup disaat lahir. Dari huraian di atas dapat diinovasi yang menjadi indikator dalam hal kesehatan, jumlah rumah tangga yang berobat ke petugas kesehatan, jumlah anak–anak yang mendapatkan suntikan imunisasi dan yang ketiga harapan hidup untuk bisa berobat setelah medapatkan zakat. METODE PENELITIAN
Pendapatan Pendapatan merupakan hasil kerja dari suatu usaha yang telah dilakukan (Ningsih,2001:13). Selanjutnya pendapatan yang diperoleh oleh suatu badan usaha maupun perusahaan dari hasil penjualannya. Semantara itu,nilai penjualan ditentukan oleh jumlah unit yang terjual dan harga jual (Nour,2000:186) Menurut Madura (2001:126) Menyatakan bahwa “Pendapatan konsumen merupakan jumlah barang dan jasa yang dapat di beli oleh individu. Suatu pertumbuhan ekonomi tingkat tinggi mengakibatkan pendapatan lebih bagi konsumen. Apabila pendapatan konsumen naik, mereka mungkin akan meminta kuantitas lebih besar dari barang dan jasa tertentu yaitu, jadwal permintaan untuk berbagai barang dan jasa mungkin tergeser keluar sebagai reaksi pendapatan yang lebih tinggi.
Objek penelitian ini adalah masyarakat yang menerima zakat dalam bentuk produktif dari Badan Amil Zakat (BAZMAL) Universitas Malikussaleh.Masyarakat yang menerima zakat disebut juga dengan mustahik, yaitu masyarakat miskin yang berhak menerima zakat dalam bentuk produktif.Kajian mengenai Zakat produktif masih sangat sedikit kita temukan sehingga perlunya kepada subuah model yang tepat dalam penyaluran zakat dalam bentuk produktif. Penelitian ini dilaksanakan di BAZMAL.Adapun alasan pemilihan karena lembaga tersebut bersedia untuk menerapkan model tersebut dalam menyalurkan bantuan zakat, sehingga peneliti memilih lokasi tersebut didasari pada realita yang didapatkan lebih relevan dan tepat dengan judul yang dianalisis.
Pendidikan Menurut Surya Brata (2000:4) pendidikan adalah proses dimana si pendidik dengan sengaja dan penh tanggung jawab memberikan pengaruhnya kepada anak didik, demi kebahagiaan
Sampel dalam pelitian ini adalah mustahik yang menerima zakat dalam bentuk produktif, sebanyak 50 orang mustahik yang disalurkan zakat dengan model yang telah didesain berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama.
382
DAMANHUR DAN MUNARDI
Metode Analisa Regresi Sederhana Untuk melihat dampak zakat terhadap peningkatan pendapatan dapat dilihat dari persamaan model berikut ini:
P =0,512+0,947X
PEMBAHASAN
Dari model persamaan regresi linier sederhana tersebut, dapat dijelaskan bahwa a = intersept (kemiringan) sebesar 0,512 artinya apabila variabel zakat dianggap konstan, maka rata-rata pendapatan mustahiq sebesar 0,512. Koefisien variabel zakat (X) sebesar 0,947, artinya apabila nilai zakat mengalami kenaikan sebesar 100%, maka pendapatan mustahiq juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,947. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara zakat terhadap pendapatan mustahiq dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (R). Dari Tabel 1, diketahui bahwa koefisien korelasi (R) = 0,502 atau 50,2% yang menunjukkan bahwa eratnya hubungan (korelasi) antara zakat terhadap pendapatan mustahiq.Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,252 atau 25,2%. Hasil ini berarti bahwa pendapatan mustahiq dapat dipengaruhi oleh zakat sebesar 25,2%. Sedangkan sisanya 74,8% (100% - 25,2%) dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian ini. Untuk membuktikan pengaruh zakat terhadap pendapatan mustahiq digunakan uji t. Berdasarkan Tabel 1 hasil uji-t diperoleh thitungsebesar 4,027 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Sedangkan nilai ttabel pada tingkat kepercayaan 95% (α=5%/2=2,5%=0,025) dan df=n-k (50-2=48) diperoleh nilai ttabel sebesar 2,010. Dengan demikian thitung > ttabel yaitu 4,027 >2,010. Hasil penelitian menunjukkan pemberian zakat berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan mustahiq.
Model Distribusi Zakat Produktif Dari Tabel 1 diperoleh persamaan untuk pendapatan sebagai berikut :
Dari hasil persamaan untuk pendidikan sebagai berikut : E=0,626+0,894X
P= a+ bZ1+ e Dimana: P = Pendapatan mustahik Z1 = Zakat produktif yang diterima mustahik Adapun untuk melihat tingkat kesehatan isi rumah dengan melihat berapa jumlah pendapatan yang digunakan untuk keperluan kesehatan dengan persamaan model berikut ini: H= a+ bZ1+ e Dimana: H = Alokasi pendapatan untuk kesehatan Z1 = Zakat produktif yang diterima mustahik Dan yang terakhir untuk melihat dampak distribusi zakat produktif berpengaruh terhadap pendidikan rumah tangga dengan menggunakan persamaan model regresi sebagai berikut: E= a+ bZ1+ e Dimana: E = Alokasi pendapatan untuk kesehatan Z1 = Zakat produktif yang diterima mustahik
Tabel 1
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
Dari model persamaan regresi linier sederhana tersebut, dapat dijelaskan bahwa a = intersept (kemiringan) sebesar 0,626 artinya apabila variabel zakat dianggap konstan, maka rata-rata pendidikan sebesar 0,626. Koefisien variabel zakat (X) sebesar 0,894, artinya apabila nilai zakat mengalami kenaikan sebesar 100%, maka pendidikan juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,894. Untuk mengetahui besarnya hubungan antara zakat terhadap pendidikan mustahiq dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (R). Dari Tabel 1, diketahui bahwa koefisien korelasi (R) = 0,479 atau 47,9% yang menunjukkan bahwa eratnya hubungan (korelasi) antara zakat terhadap pendidikan mustahiq. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,229 atau 22,9%. Hasil ini berarti bahwa pendidikan yang dikeluarkan mustahiq dapat dipengaruhi oleh zakat sebesar 22,9%. Sedangkan sisanya 77,1% (100% - 22,9%) dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian ini. Pembuktian pengaruh zakat terhadap pendidikan padamustahiq digunakan uji t. Berdasarkan Tabel 1 diperoleh thitung sebesar 3,777 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Sedangkan nilai ttabel pada tingkat kepercayaan 95% (α=5%/2=2,5%=0,025) dan df=n-k (40-2=38) diperoleh nilai ttabel sebesar 2,010. Dengan demikian thitung > ttabel yaitu 3,777 >2,010. Hasil penelitian menunjukkan pemberian zakat berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendidikan mustahiq. Hasil persamaan kesehataan sebagai berikut : H=2,024+0,495X Dari model persamaan regresi linier sederhana tersebut, dapat dijelaskan bahwa a = intersept (kemiringan) sebesar 2,024 artinya apabila variabel zakat dianggap konstan, maka rata-rata kesehatan sebesar 2,024. Koefisien variabel zakat (X) sebesar 0,495, artinya apabila nilai zakat mengalami kenaikan sebesar 100%, maka kesehatan juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,495. Besarnya hubungan antara zakat terhadap kesehatan mustahiq dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (R). Dari Tabel 1, diketahui bahwa koefisien korelasi (R) = 0,299 atau 29,9% yang
383
menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara zakat terhadap kesehatan mustahiq berada dalam kategori sedang.Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,089 atau 8,9%. Hasil ini berarti bahwa kesehatan mustahiq dapat dipengaruhi oleh zakat sebesar 8,9%. Sedangkan sisanya 91,1% (100% - 8,9%) dipengaruhi oleh variabel lain di luar mdel penelitian ini. Pembuktian pengaruh zakat terhadap kesehatan padamustahiq digunakan uji t. Berdasarkan Tabel 1 diperoleh thitung sebesar 2,168 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,035. Sedangkan nilai ttabel pada tingkat kepercayaan 95% (α=5%/2=2,5%=0,025) dan df=n-k (50-2=48) diperoleh nilai ttabel sebesar 2,010. Dengan demikian thitung > ttabel yaitu 2,168 > 2,010. Hasil penelitian menunjukkan pemberian zakat berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesehatan mustahiq. Model zakat produktif merupakan hasil hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 pada beberapa lembaga zakat yang berada di Banda Aceh, Lhokseumawe/Aceh Utara dan Takengon/ Benar Meriah. Pada beberapa lembaga zakat seperti Baitul Mal Bener Meriah dan Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe tidak fokus dalam menyalurkan zakat dalam bentuk produktif, mereka memilih mendistribusikan zakat secara konsumtif. Adapun Baitul Mal Provinsi sudah menyalurkan zakat dalam bentuk produktif dibawah pengelolaan lembaga keuangan mikro syariah. Sedangkan untuk Aceh Tengah sudah mendistribusikan zakat secara produktif sebagaimana yang dilakukan oleh Baitul Mal Banda Aceh. Penelitian terdahulu juga melibatkan dua lembaga zakat selain Baitul Mal yaitu Badan Amil Zakat Universitas Malikussaleh (BAZMAL) yang berlokasi di Lhokseumawe dan Rumah Zakat yang berlokasi di Banda Aceh. Rumah Zakat lebih fokus pendistribusian zakat untuk sektor pendidikan sedangkan BAZMAL hanya fokus pada zakat produktif. Dari beberapa model distribusi zakat yang telah diterapkan oleh Baitul Mal, Rumah Zakat dan BAZMAL dapat digambarkan alur distribusi zakat produktif, dengan model distribusi zakat produktif ini akan dilakukan pilot project dengan jumlah mustahik sebanyak 50 orang di bawah binaan BAZMAL yang dibagikan dalam 5 cluster,
384
DAMANHUR DAN MUNARDI
adapun model distribusi zakat produktif sebagaimana berikut: Model Distribusi Zakat Produktif Proses awal yang dilakukan adalah mendapatkan mustahik melalui cara survay, TIM BAZMAL melakukan survay ke lokasi yang menjadi sasaran dalam pendistribusian zakat. Banyaknya minat masyarakat untuk mendapatkan bantuan zakat sehingga ada beberapa pemohon yang datang langsung ke kantor BAZMAL untuk meminta bantuan modal zakat. Informasi dari masyarakat mengenai jerih payah masayarakat miskin yang gigih dalam berusaha merupakan salahsatu metode dalam mapping mustahik. Langkah kedua adalah mengkalrifikasikan nama-nama calon mustahik yang sudah kita dapati infonya terlebih dahulu, dengan mengadakan pertemuan di tempat umum seperti meunasah (mushalla). Pada pertemuan tersebut turut hadir tokoh masyarakat, ulama (Teungku Gampoeng) untuk mengklarifikasi bahwasanya calon mustahik layak menerima bantuan zakat. Setelah mustahik ditetapkan dalam rapat di meunasah, maka tahap selanjutnya adalah memberikan motivasi usaha, dengan memberikan pencerahan rohani dan hubungan rezeki dengan Allah. Selain itu para mustahik juga mendapatkan materi singkat mengenai pembukuan dasar agar lebih tepat dalam melakukan pencatatan uang masuk dan uang keluar. Momen yang paling ditunggu oleh mustahik adalah disaat realisasi bantuan peralatan kerja dan modal usaha. Untuk semua bantuan zakat BAZMAL menghindari pemberian cash money,
semua barang yang diperlukan untuk menunjang aktivitas usaha akan dibeli bersama-sama dengan valonter. Adapun modal kerja akan diperhitungkan sesaui estimasi usaha, misalnya untuk penjual pisang tentu valonter tidak akan mungkin mendampingi setiap hari untuk membeli pisang, namun pihak valonter memberikan sejumlah dana kepada mustahik untuk membeli pisang sendiri dengan dilengkapi dengan laporan kwitansi pembelian, foto sebelum dan sesudah. Berhasil atau tidaknya distribusi zakat sangat bergantung pada tahap terakhir, dimana peran monev dan saving merupakan indikator dalam keberhasilan program. Eksistensi usaha dan adanya tabungan merupakan kunci keberhasilan, bahkan TIM BAZMAL menjadikan salahsatu dari dua indikator tersebut masih ada maka dapat dikatagorikan sudah berhasil. Monev dilakukan oleh adikadik mahasiswa semester akhir pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, keterlibatan mahasiswa dalam tridarma perguruan tinggi merupakan bentuk dari kepedulian dan kepekaan civitas akademika terhadap masyarakat lingkungan. KESIMPULAN 1. Untuk pengujian model zakat produkti menunjukkan bahwa pemberian zakat berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan pendapatan mustahiq. 2. Untuk pengujian model zakat produkti menunjukkan bahwa pemberian zakat berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendidikan mustahiq. 3. Untuk pengujian model zakat produkti men-
Gambar 1. Model Distribusi Zakat Produktif Sumber : Penelitian tahun 1 2014
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
unjukkan bahwa pemberian zakat berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesehatan mustahiq. SARAN 1. Diharapkan kepada lembaga-lembaga zakat yang ada di Provinsi Aceh untuk dapat mengikuti model ini dalam menyalurkan zakat produktif 2. Diharapkan kepada lembaga-lembaga zakat yang ada di Provinsi Aceh untuk tidak menyalurkan bantuan usaha dalam bentuk cash money. 3. Bantuan zakat produktif hendaknya disalurkan dalam bentuk sektor riil, hal ini dilakukan agar bantuan yang diberikan tidak disalahgunakan untuk keperluan-keperluan diluar kepentingan.
385
386
DAMANHUR DAN MUNARDI
REFERENSI Abu Muhammad ‘Abd Allah Ibn Qudamah, (1979), al-Mughni Wa al-Syarh al-Kabir, Juz 2, Beirut : Dar al-Fikr. Ahmadi, Abu (2001) Ilmu pendidikan. Cetakan pertama Penerbit Rineka Cipta Jakarta BAZMAL Unimal (2010) Laporan Penyaluran Dana Zakat PT ARUN , Unimal Press. Damanhur (2007) Dampak pajak pendapatan dan BAZIS terhadap kepatuhan membayar zakat pendapatan. Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Bisnis, Malang, vol 5 no 3, hal. 467-473 Federic L.Pryor (2007) The Economic Impact of Islam on Developing Countries, World Development Vol. 35, No. 11, pp. 1815–1835. Foster, J., Greer, J., and Thorbecke, E. 1984. Notes and Comments: A Class of Decomposable Poverty Measures. Econometrica, 52:3. Hafidhuddin, D (2006). Analisis Efektifitas Promosi Lembaga Amil Zakat dalam Penghimpunan Zakat Bagi Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Dhuafa: Studi Kasus Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika. Jurnal Media Gizi dan Keluarga. Hazairin (1983), Demokrasi Pancasila, Jakarta: Bina Aksara. http://www.baitulmal-aceh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=80:baitul-malaceh-dayagunakan-zakat-dan-infak-65-miliar&catid=35:berita Hyder, A.A.: (2000), ‘Equity as a Goal for Health: An Operational Inquiry’, Journal of Pakistan Medical Association, vol 50, 419–422. Ibn Manzur (1990), Lisan al-‘Arab li Ibn Manzur, Juz. 14, Beirut : Dar al-Fikri; Imam Ghazali ( Abu hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali ), 1980. Ihya Ulumuddin, jilid 5 dan 7, Penerbit Asli, Indonesia Irfan Sauqi Beik (2009) Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika,Zakat & Empowering - Jurnal Pemikiran dan Gagasan, Volume 2, Jumadil Tsani 1430/ Juni 2009 Jehle, G.A. 1994. Zakat and Inequality: Some Evidence from Pakistan. Review of Income and Wealth, Series 40:2, June. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vo. 5, (Jakarta: Lentera, 2005), hal. 634. M.A. Mannan (1984), Islamic Economic Theory and Practice, Lahore: Muhammad Ashraf, h. 247.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
387
Mozatul Putri (2010) Pengaruh Zakat Terhadap Kesejahteraan Para Mustahiq pada Baitul Mal Aceh Utara, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Mozer Kahf (1997),“Potential Effects of Zakat on Government Budget”, IIUM Journal of Economics & Management, 5 (1), h. 67-85. Nazir M. 2005.Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nurul Qamari Nauli (2011) Analisis Pengearuh Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat pada Baitul Mal Aceh Utara, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh Patmawati. 2006. Economic Role of Zakat in Reducing Income Inequality and Poverty in Selangor. PhD Dissertation. Universiti Putra Malaya, Selangor. Said Hawwa, Al-Islam, hal. 214. Shihab Alwi, (2005). Kemiskinan dan konsep Kebijakan Pemerintahan, Erlangga, Jakarta Suryabrata, Sumadi (2000) Psikologi Pendidikan. Universitas Gajah Mada. PT Raja Grafindo Persada Jakarta Umar H. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yusuf al-Qaradawi (1993), Fiqh al-Zakat, Juz 1 Beirut : Muassasah al Risalah
388
DAMANHUR DAN MUNARDI
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 389-398
389
PENGARUH MANDATORY DISCLOSURE, VOLUNTARY DISCLOSURE, FINANCIAL LEVERAGE, DAN TIMELINESS PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN TERHADAP KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA DY ILHAM SATRIA
Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
This research is aimed to investigate the effects of mandatory disclosure, voluntary disclosure, leverage, and timeliness on earnings response coefficient in the Indonesia Stock Exchange. The population in this research is manufacture companies listed in the Indonesia Stock Exchange for five years periods (2007-2011). This research used a cencus method. After being selected, there are 210 companies as target population. Meanwhile, the analysis method that is applied in this research is multiple regression analysis.In short, the findings of this research indicated that both simultaneously and partially, mandatory disclosure, voluntary disclosure, leverage and timeliness influenced the earnings response coefficient of manufacture companies listed in the Indonesia Stock Exchange. Keywords: mandatory disclosure, voluntary disclosure, financial leverage, timeliness, earnings response coefficient
390
DY ILHAM SATRIA
LATAR BELAKANG Informasi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan adalah informasi yang relevan. Salah satu indikator relevansi suatu informasi akuntansi adalah adanya reaksi investor pada saat diumumkannya informasi yang dapat diamati dari pergerakan harga saham. Informasi laba penting bagi para investor untuk mengetahui kualitas laba suatu perusahaan sehingga mereka dapat mengurangi risiko informasi (Schipper, 2004). Oleh karena itu, kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan pemerintah. Beaver et al. (1979:112) menunjukkan bahwa laba memiliki kandungan informasi yang tercermin dalam harga saham. Lev (1989) menggunakan ERC (kualitas laba) sebagai alternatif untuk mengukur value relevance informasi laba. Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen (Schipper dan Vincent, 2003). Penyampaian informasi melalui laporan keuangan tersebut perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak eksternal maupun internal yang kurang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Kimia Farma Tbk, diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan, berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih. Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Sebagai perusahaan publik yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat melalui bursa saham, penyajian laporan keuangan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), dan laporan ini harus diterbitkan melalui mediamedia masa yang dapat digunakan sebagai sumber informasi penting yang diperlukan oleh pemegang saham khususnya dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) pada umumnya.
Fenomena ini menunjukkan terjadinya skandal keuangan merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomi perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan keuangan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya. Kualitas laba khususnya dan kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003). Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Wiwik (2005) melakukan penelitian yang sama terhadap pengungkapan sukarela untuk perusahaan publik sektor manufaktur, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata yang dimiliki oleh pengungkapan sukarela lebih besar dibandingkan rata-rata yang dimiliki oleh pengungkapan wajib. Faktor selanjutnya yang diduga mempengaruhi kualitas laba adalah financial financial leverage. Perusahaan yang tidak financial leverage berarti menggunakan modal sendiri 100%. Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya akan mempengaruhi besarnya laba yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
saham. Hasil Penelitian yang dilakukan Murwaningsih (2008) menunjukkan terdapat pengaruh negatif antara leverage terhadap ERC. Ketepatan waktu (ketepatan waktu) penyampaian laporan keuangan. Ini merupakan faktor penting dalam menyajikan suatu informasi yang relevan. Karakteristik informasi yang relevan harus mempunyai nilai prediktif dan disajikan tepat waktu. Laporan keuangan sebagai sebuah informasi akan bermanfaat apabila informasi yang dikandungnya disediakan tepat waktu bagi pembuat keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kemampuannya dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Murwaningsari (2008) berpendapat bahwa ketepatan waktu merupakan salah satu cerminan dari kualitas kinerja perusahaan yang dapat mencerminkan kredibilitas atau kualitas informasi (termasuk informasi laba) akuntansi yang dilaporkan sehingga berpengaruh terhadap ERC. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengungkapan wajib, pengungkapan sukarela, financial leverage, dan ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan terhadap kualitas laba. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hipotesis. Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berupa data laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan, serta indeks harga saham gabungan periode 2007-2011. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 210 perusahaan. Metode analisis merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh variabel independent terhadap kualitas laba. Persamaan regresi yang digunakan adalah : Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε Dimana : Y : Kualitas Laba X1 : Pengungkapan Wajib
391
X2 : Pengungkapan Sukarela X3 : Financial Financial leverage X4 : Ketepatan Waktu α : Konstanta βi : i= 1,2,3,4 =Koefisien regresi ε : error term TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laba Hendriksen dan Breda (1992), secara operasional laba diartikan sebagai selisih antara pendapatan yang direalisasi yang timbul dari periode berjalan dengan biaya-biaya historis yang sepadan dengannya yang dapat diukur dan diperhitungkan sebagaimana dilaporkan dalam laporan keuangan tahunan sebagai penggambaran kinerja perusahaan pada periode akuntansi. Belkaoui dan Ahmed (2000:230), menyebutkan bahwa laba merupakan prosesor dan bagian penting dari ikhtisar keuangan yang memiliki berbagai kegunaan. Laba dalam tulisan ini merupakan proksi dari laporan keuangan karena menurut PSAK (2004:25.1). Laba merupakan pengukur utama kinerja keuangan perusahaan dalam suatu periode akuntansi dan menjadi sentral perhatian para pemakai laporan keuangan. Laba akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentu laba dapat dipahami oleh pihak yang berkepentingan. Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur kualitas laba adalah ERC (Earnings Response Coefficient). ERC merupakan koefisien yang mengukur respon abnormal returns sekuritas terhadap unexpected accounting earnings perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. ERC merupakan pengaruh laba kejutan UE (unexpected earnings) terhadap cumulative abnormal return (CAR), yang ditujukan melalui slope coefficient dalam regresi abnormal return saham dengan unexpected earnings (Cho dan Jung, 1991). Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.
392
Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Standar Akuntansi Keuangan yang dirumuskan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) merupakan pedoman dalam penyusunan pelaporan keuangan yang diikuti oleh perusahaan-perusahaan terutama bagi perusahaan publik. Peraturan yang dikeluarkan oleh kedua lembaga tersebut menjadi acuan bagi sebagian besar penelitian akuntansi terutama berkaitan dengan penelitian regulasi informasi akuntansi atau tingkat ketaatan pengungkapan. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang pengungkapan adalah keputusan Bapepam No. Kep-38/PM/1996. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) menyimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Financial leverage menggambarkan kemampuan perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya secara menyeluruh (Avianti, 2000:30). Riyanto (2001:115) financial leverage adalah penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap.
DY ILHAM SATRIA
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis dilakukan untuk menguji pengaruh pengungkapan wajib, pengungkapan sukarela, financial leverage, dan ketepatan waktu terhadap kualitas laba baik secara simultan maupun secara parsial. Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y = 0,810 + 0,256X1 + 0,227X2 + 0,054X3 + 0,520X4+e Dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa konstanta (α) sebesar 0,810. Artinya jika pengungkapan wajib, pengungkapan sukarela, financial leverage, dan ketepatan waktu dianggap nol, maka besarnya kualitas laba adalah 81,0%. Koefisien regresi pengungkapan wajib sebesar 0,256, artinya setiap kenaikan 100% pengungkapan wajib akan meningkatkan kualitas laba sebesar 25,6% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Koefisien regresi pengungkapan sukarela sebesar 0,227 artinya setiap kenaikan 100 pengungkapan sukarela akan menaikkan kualitas laba sebesar 22,7% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Koefisien regresi financial leverage sebesar 0,054, artinya setiap kenaikan 100% financial leverage akan meningkatkan kualitas laba sebesar 5,4% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Koefisien regresi ketepatan waktu sebesar 0,520 artinya setiap kenaikan 100% ketepatan waktu akan meningkatkan kualitas laba sebesar 52,0% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Dari Hasil Pengujian Secara Simultan didapatkan hasil bahwa βi ≠ 0, dimana β1= 0,256, β2 = 0,227, β3 = 0,054, β4 = 0,520, sehingga Ha1 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengungkapan wajib, pengungkapan sukarela, financial leverage, dan ketepatan waktu secara bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas laba. Hasil Pengujian Secara Parsial Pengaruh Pengungkapan Wajib terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya, jika β1=0 maka
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
H0 diterima (Ha1 ditolak), sedangkan jika β1≠0 maka H01 ditolak (Ha1 diterima). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengungkapan wajib mempunyai nilai β1=0,256. Sehingga dapat disimpulkan untuk menolak Ha1 dan menerima H01, hal ini berarti bahwa pengungkapan wajib berpengaruh terhadap kualitas laba. Koefisien regresi pengungkapan wajib sebesar 0,256 mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 100% pengungkapan wajib akan meningkatkan kualitas laba sebesar 25,6% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah dibuat, ditentukan bahwa jika β2=0 maka H02 diterima (Ha2 ditolak), sedangkan jika β2≠0 maka H02 ditolak (Ha2 diterima). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengungkapan sukarela mempunyai nilai β sebesar 0,227, sehingga dapat disimpulkan untuk menolak Ha2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengungkapan sukarela berpengaruh terhadap kualitas laba. Variabel pengungkapan sukarela mempunyai nilai β sebesar 0,227, artinya setiap kenaikan 100% laba bersih akan meningkatkan kualitas laba sebesar 22,7% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Pengaruh Financial Leverage terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah dibuat, ditentukan bahwa jika β3=0 maka H03 diterima (Ha3 ditolak), sedangkan jika β3≠0 maka H03 ditolak (Ha3 diterima). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa financial leverage mempunyai nilai β sebesar 0,054, sehingga dapat disimpulkan untuk menolak Ha3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa financial leverage berpengaruh terhadap kualitas laba. Variabel financial leverage mempunyai nilai β sebesar 0,054, artinya setiap kenaikan 100% ukuran perusahaan akan meningkatkan kualitas laba sebesar 5,4% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Artinya semakin besar utang suatu perusahaan maka dapat mencerminkan laba yang berkualitas. Hal ini bisa disebabkan perusahaan yang memiliki banyak utang dapat menggunakan utang tersebut untuk mendanai kegiatan operasi perusahaannya dan
393
mampu menghasilkan laba yang optimal. Pengaruh Ketepatan Waktu terhadap Kualitas Laba Berdasarkan rancangan pengujian hipotesis yang telah dibuat, ditentukan bahwa jika β4 = 0 maka H04 diterima (Ha4 ditolak), sedangkan jika β4 ≠ 0 maka H04 ditolak (Ha4 diterima). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa ketepatan waktu mempunyai nilai β sebesar 0,520, sehingga dapat disimpulkan untuk menolak Ha4. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketepatan waktu berpengaruh terhadap kualitas laba. Variabel ketepatan waktu mempunyai nilai β sebesar 0,520, artinya setiap kenaikan 100% ketepatan waktu akan meningkatkan kualitas laba sebesar 52,0% dengan asumsi variabel bebas lainnya nol. Ketidaktepatan waktu pelaporan keuangan mempunyai pengaruh terhadap kredibilitas atau kualitas laba. Ini didasarkan pada argumentasi bahwa ketidaktepatan waktu bagi pemakai informasi akan dipersepsikan bahwa informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi yang mengandung noise (gangguan). Adapun noise yang timbul ini merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laba yang pada akhirnya tercermin pada ERC. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengungkapan wajib, pengungkapan sukarela, financial leverage, dan ketepatan waktu secara simultan berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Pengungkapan wajib berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Pengungkapan sukarela berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Financial leverage berpengaruh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Ketepatan waktu berpengaruh terhadap kuali-
394
DY ILHAM SATRIA
tas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia KETERBATASAN Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa masih banyak keterbatasan. Dari berbagai keterbatasan ini, diharapkan dapat disempurnakan untuk penelitian-penelitian mendatang. Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1. Jumlah sampel yang digunakan hanya terbatas pada perusahaan manufaktur saja, sehingga hasil dari penelitian tidak dapat digeneralisasi dengan jenis industri yang lain. 2. Penelitian ini mengesampingkan signifikansi perhitungan ERC (earning response coefficient) dalam persamaan UE (unexpected earnings) terhadap CAR (cumulative abnormal return). Hal ini dilakukan untuk mempertahankan jumlah sampel yang mempunyai ketersediaan data secara konsisten selama 5 tahun. 3. Penelitian ini tidak mempertimbangkan variabel-variabel lain yang mempunyai konsekuensi ekonomi, misalnya pembagian dividen, merger ataupun perubahan kebijakan akuntansi. Kejadian-kejadian yang menyebabkan adanya konsekuensi ekonomi tersebut mengakibatkan ERC yang dihasilkan tidak cukup baik karena adanya compounding effect. 4. Penelitian mengenai koefisien respon laba sebenarnya merupakan penelitian yang memerlukan kurun waktu amatan yang cukup panjang untuk memperoleh koefisien respon laba sedangkan pengamatan yang dilakukan hanya lima periode
SARAN Untuk menambah referensi penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, antara lain: 1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengembangkan lagi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas laba misalnya komite audit dan persistensi laba berhubung variabel yang diangkat dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan 22,0% variasi earning response coefficient sedangkan sisanya (78,0%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. 2. Berhubung penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur saja, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas subjek penelitian, tidak hanya pada perusahaan manufakur karena memungkinkan ditemukannya hasil dan kesimpulan yang berbeda jika dilakukan pada subjek yang berbeda. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, antara lain: 1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk pengambilan keputusan dalam melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laba. 2. Reaksi pasar yang diberikan tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon. Kuatnya reaksi pasar yang tercermin dari tingginya ERC dapat menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan berkualitas. Demikian sebaliknya, lemahnya reaksi pasar yang tercermin dari rendahnya ERC, dapat menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan tidak berkualitas.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
395
REFERENSI Avianti, Ilya. 2000. Model Prediksi Kepailitan Emiten di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan Indikator-indikator Keuangan. Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjajaran. Awat, Napa, J. 1999. Manajemen Keuangan : Pendekatan Matematis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ayres, F.L. 1994. Perception of Earnings Quality: What Manager Need to Know, Management Accounting. 27-29 Bapepam. 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik, Lampiran 1 Surat Edaran Ketua Bapepam No : SE-02/PM/2002, http://www.bapepam.go.id. Baridwan, Zaki, Mas`ud Machfoedz, & M.G. Tearney. 2001. An Evaluation of Disclosure of financial Information by Public Companies in Indonesia, Laporan Penelitian SIAGA-UGM dan Pusat Pengembangan Akuntansi Universitas Gadjah Mada. Basu, suprapto. 1977. The Conservatism Principle and The Asymmetric Timeliness of Earnings. Journal of Accounting and Economic. 24: 3 – 37. Beaver, W.R. Lambert & D. Morse. 1980. The information content of security prices. Journal of Accounting and Economics. 24: 3 – 37. Beaver, W.R. Clark, R & W.F. Wright. 1979. The Association between Unsystemic Security Returns and The Magnitude Of Earning Forecast Error. Journal of Accounting Research. 17: 316 – 340. Besly, Scoth & Eugene F. Brigham. 2005. Essentials of Management Finance. South Western: Thomson. Brigham, Eugene, F. & Joel, F. Houston. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Essentials of Financial Management). Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat. Ceaver, Ali, A. & P. Zarowin. 1999a. Permanent vs. Transitory Components of Annual Earnings and Estimation Error in Earnings Response Coefficient. Journal of Accounting and Economics. 15 : 249 – 646. _____ 1999b. The Information Content of Earnings. Journal of Accounting Research. 15: 67 – 92. Chamber, Anne E. & Stephan, H. Penman. 1984. The Timelimess of Reporting and The Stock Price Reaction to Earning Announcements. Journal of Accounting Research. Autumn: 204 – 220. Cho, L.Y, & K. Jung. 1991. Earnings Response Coefficients : A Synthesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literatur. Vol 10: 85 – 116. Cooper, Donald. R. & Pamela, S. Schindler. 2011. Business Research Methods. 12 th ed, Richard D. Irwin, Inc.
396
DY ILHAM SATRIA
Core, J.E. & C.M. Schrand. 1999. The Effect of Accounting-Based Debt Covenants on Equity Valuation. Journal of Accounting and Economics. 27: 1-34. Dyer, J.C. & A.J. Mc Hugh. 1975. The Timeliness Of The Australia Annual Report. Journal of Accounting Research. Autumn: 204-220. Dhaliwal, D,S. & S.S. Reynolds. 1994. The Effect of Default Risk of Debt on the Earnings Response Coefficient. The Accounting Review. 69: 412-419. Dhaliwal, D,S. K.J. Lee & N.L. Fargher. 1991. The Association Between Unexpected Earnings and Abnormal Security Returns in the Presence of Financial Leverage. Contemporary Accounting Research. 8: 20-41. Evans, Thomas, G. 2003. Accounting Theory: Contemporary Accounting Issues. Thomson. South Western. Australia. Fakhruddin, M. & Sopian Hadianto. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi Pasar Modal. Semarang: Universitas Diponegoro. Fitriani. 2001. Signifikasi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Makalah Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung: Universitas Padjajaran dan Ikatan Akuntan Independen : 133-154. Gelb, D. & P. Zarowin. 2000. Corporate Disclosure Policy and the Informativeness of Stock Prices, Working Paper. Seton Hall University and New York University. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gitman, Lewrence, J. 2001. Principle of Managerial Finacial. 13th Edision. Glenview: Wesley Longman, Inc. Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai : Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Healy, P.M. A.P. Hutton, & K.G. Palepu. 1993. The Effect of Firms Financial Disclosure Strategies on Stock Prices. Accounting Horizons: 1-11. Hendriksen, Eldon, S. 1996. Teori Akuntansi. Edisi Empat. Jakarta: Erlangga. Hilmi, Utari dan Saiful Ali. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ Periode 20042006. Simposium Nasional Akuntansi XII. Pontianak: 1-25. Hongren, Charles, T. 2008. Pengantar Akuntansi Keuangan. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Ikatan Akuntan Indonesia. 2009, Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
397
Indriartono, Nur & Bambang Supono. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi I, Yogyakarta: BPFE. Kartadjumena, Eriana. 2010. Pengaruh Voluntary Disclosure of Finacial Information dan CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Survey pada Perusahaan Manufaktur di BEI 20082009). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 9. No. 2: 158-190. Khomsiyah. 2005. Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Coporate Governance dengan Kualitas Pengungkapan. Desertasi Doktor. Yogjakarta: Universitas Gajah Mada. Lev. 1989. On usefulness of earnings : Lesson ans Directions From Two Decades of Empirical Research. Journal of Accounting Research, 27: 153-192. Mayangsari, Sekar. 2004. Bukti Empiris Pengaruh Spesialisasi Industri Auditor Terhadap Earning Response Coefficient. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7. No 2: 154 – 178. Mulyani, Sri. 2007. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Earnings Response Coefficient pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. JAAI. Vol. 11 No. 1: 35-45. Munawir, S. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Empat. Yogyakarta: Liberty. Murwaningsih, Etty. 2008. Pengujian Simultan : Beberapa Faktor yang mempengaruhi Earnings Response Coefficien. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Rahayu, Sovi Ismawati. 2008. Pengaruh Tingkat Ketaatan Pengungkapan Wajib dan Luas Pengungkapan Sukarela Terhadap Kualitas Laba (Studi pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur). Makalah Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak: disampaikan pada tanggal 23 – 25 Juli 2008. Ratna, Dewi. 2004. Pengaruh Konservatisme Laporan Keuangan Terhadap Earnings Response Coefficient. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 7. No. 2 : 207-223. Riahi, Ahmed & Belkaoui. 2011. Accounting Theory (Teori Akuntansi), Buku Satu. Terjemahan Ali Akbar Yulianto, Rismawati Dermauli. Jakarta: Salemba Empat. Riyanto, Bambang. 2010. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Buku Satu, Edisi keempat. Jakarta: Salemba Empat. _____ 2006. Research Methode for Business. Buku Dua, Edisi keempat. Jakarta: Salemba Empat. Scipper, Katherine. 2004. Earnings Quality. Working paper in Asia Pasific of Accounting and Economics Conference. January. Kuala Lumpur : Malaysia. Schipper, Katherine & Linda Vincent. 2003. Earnings Quality. Accounting Horizons. Vol. 17. Supplement: 97-110.
398
DY ILHAM SATRIA
Scott, William R. 2003. Financial Accounting Theory. Third Edision. New York: Prentice Hall International. Santoso, Singgih. 2000. Aplikasi SPSS. Jakarta: Rieneka Cipta. Subramanyam, K.R. & Wild, John, J. 2010. Financial Statement Analysis. Jakarta: Salemba Empat. Syafrudin, M. 2004. Pengaruh Ketidaktepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan pada Earnings Response Coefficient: Studi di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VII : 754-765. Utami, Wiwik. 2005. Dampak Pengungkapan Sukarela Dan Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas Dengan Informasi Asimetri Sebagi Variabel Intervening. Disertasi Doktor. Bandung: Progtam Pascasarjana Universitas Padjajaran. Weston, J. Fred, & Brigham, Eugene F. 1990. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Terjemahan Alfonsus Sirait. Edisi 9. Jakarta: Erlangga. Weston, J. Fred, & Thomas, E. Copeland. 1992. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. Widiastuti, Harjanti. 2002. Pengarug Luas Uangkapan Sukarela dan Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas dengan Informasi Asimetris sebagai Variabel Intervening. Disertasi Doktor. Bandung: Universitas Padjajaran. Wolk, Harry I. Michael G. Tearney, & James L. Dodd. 2001. Accounting Theory: A Conceptual and Institusional Approach. South Western College Publising.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 399-405
ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN NON MIGAS PEREKONOMIAN KOTA LHOKSEUMAWE
FAISAL
Dosen pada Jurusan Tata Niaga, Politeknik Negeri Lhokseumawe
Regional economic development needs to consider the potential areas, by examining the GDRP to see the advantages of economic sectors in order to optimize the results of the development to obtain a high level of welfare. If the government wants to have regional competitiveness, the development program should depart from the development of the economic potential of the base that has the advantage. This study aims to analyze potential sectors of the economy without oil in the city of Lhokseumawe. The approach used is quantitative descriptive with Location Quotient ( LQ ) method. The results of this research says that the leading sectors that can be developed in the city of Lhokseumawe and a base sector is trade , hotels and restaurants; transport and communications; finance, leasing and corporate services; as well as the construction sector of specialization of these sectors in the city of Lhokseumawe higher than the provincial rate. The results of this study are also expected to be the information and input for the City goverment of Lhokseumawe to prioritize the development of the leading sectors for the improvement of the regional economy. Keywords: potential sector, regional competitive, location quotient
399
400
FAISAL
LATAR BELAKANG Adanya otonomi daerah mampu mendorong kegairahan daerah untuk memngembangkan perekonomiannya. UU No. 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa pembangunan harus memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, karena setiap daerah memiliki karakter baik itu sosial, budaya, bahkan geografis yang berbeda sehingga perlu kebijakan yang berbeda pula. Kebijakan pembangunan ekonomi yang diambil oleh pemerintah daerah diharapkan mampu memaksimalkan potensi yang ada didaerahnya agar mampu mencapai hasil pembangunan yang optimal. Menyusun perencanaan pembangunan suatu wilayah haruslah memiliki kemampuan untuk menganalisis potensi ekonomi yang ada dalam wilayah tersebut serta mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah sehingga dalam perencanaan tersebut dapat ditentukan sektor-sektor riil mana yang perlu dikembangkan agar dapat tumbuh dengan cepat dan di sisi lain dapat menentukan langkahlangkah untuk menanggulangi potensi sektor-sektor yang lemah tersebut. Kinerja suatu perekonomian daerah dapat dilihat dari nilai PDRB dan pertumbuhan PDRBnya. Salah satu indikator ekonomi yang sangat diperlukan untuk melihat sektor basis dan mengukur kinerja pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Laju pertumbuhan PDRB Kota Lhokseumawe yang disumbang oleh 9 (sembilan) sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan
penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik dan air minum; (5) sektor bangunan dan konstruksi; (6) sektor perdagangan, hotel, dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta (9) sektor jasa-jasa. Menurut Data BPS Kota Lhokseumawe, dalam PDRB tahun 2012 atas dasar harga konstan 2000, sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto terbesar adalah Sektor Industri Pengolahan sebesar 1,694 milyar rupiah dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 1,316 milyar rupiah. Dua sektor ini memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Lhokseumawe sebagaimana tergambar dalam Table 1. Sektor Industri Pengolahan walupun memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB Kota Lhokseumawe, namun nilainya terus menurun mulai dari tahun 2008 sebesar 2.749,18 Milyar Rupiah hingga tahun 2012 menjadi 1.694,53 Milyar rupiah. Penurunan sektor ini dikarenakan penurunan kontribusi dari sub sektor industry migas. Pada Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran kontribusi sektor dalam PDRB Kota Lhokseumawe memberikan kontribusi yang terus meningkat mulai dari tahun 2008 sebesar 995,31 Milyar Rupiah hingga menjadi 1.316,14 Milyar Rupiah pada tahun 2012. Sektor-sektor lain dalam PDRB Kota Lhokseumawe walaupun tidak memberikan kontribusi yang besar namun dari tahun 2008 hingga tahun 2012 nilainya terus meningkat. Berdasarkan hal diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisi pengembangan sektor ekonomi potensial non mi-
Tabel 1. PDRB Kota Lhokseumawe ADHK 2000 Dengan Migas Tahun 2008-2012 (dalam Milyar Rupiah) No
Lapangan Usaha/Sektor
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
9.
Jasa-jasa Jumlah PDRB dengan Migas
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Sumber BPS Kota Lhokseumawe
Tahun 2008 267.74 8.21 2749.18 2.83 157.25 995.31 196.18
2009 271.86 8.48 2334.50 3.14 163.98 1074.38 205.16
2010 277.89 8.92 2033.17 3.32 171.22 1161.07 215.46
2011*
2012**
288.03 9.32 1807.89 3.52 177.92 1236.98 225.36
293.1 9.74 1694.53 3.6 186.38 1316.48 236.14
45.50
48.01
51.21
53.84
57.7
219.21 4641.10
226.89 4336.41
233.35 4155.62
239.78 4042.65
249.91 4047.59
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
gas dalam wilayah perekonomian Kota Lhokseumawe agar dapat dikembangkan sehingga tumbuh dengan cepat dan memberi kontribusi yang lebih besar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan atau input sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan khususnya Pemerintah Kota Lhokseumawe berkenaan dengan pengembangan sektor-sektor potensial non migas dalam perencanaan dan pembangunan ekonomi daerah. TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Sektor Potensial Perekonomian Daerah Kegiatan pertama yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan daerah adalah mengadakan tinjauan keadaan, permasalahan dan potensipotensi pembangunan (Tjokroamidjojo, dalam Yudha, 2011: 74). Berdasarkan potensi sumber daya alam yang di miliki, maka adanya sektor potensial di suatu daerah harus dikembangkan dengan seoptimal mungkin. Potensi ekonomi daerah didefinisikan oleh Suparmoko (2002: 99) : “kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.” Sumihardjo (2008: 114) menjelaskan bahwa pengembangan sektor unggulan yang dimiliki daerah tercermin pada visi dan misi daerah yang tertuang di dalam rencana pembangunan jagka panjang daerah (RPJPD) dan rencana jangka menengah daerah (RPJMD). Di dalam RPJPD dan RPJMD tampak bidang-bidang prioritas pada setiap program daerah kabupaten/kota dalam memperkokoh pengembangan sektor unggulan. Selain itu, APBD harus mencerminkan programprogram dan tujuan-tujuan pembangunan. Karena suatu rencana akan bersifat operasionil apabila anggarannya tersedia. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam pengembangan potensi daerah yang tertuang dalam perencanaan pembangunan daerah.
401
Penyelenggaraan pemerintahan dibidang pembangunan pada dasarnya adalah kunci keberhasilan pengembangan potensi ekonomi lokal untuk menguatkan daya saing daerah. Muktianto (2005: 8) menjelaskan bahwa pendekatan yang umum dalam pengembangan potensi daerah dengan cara menelaah komponen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), komponen sumber daya manusia, teknologi dan sistem kelembagaan. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad, 2004:300). Untuk menentukan suatu kegiatan tersebut merupakan kegiatan basis dan kegiatan bukan basis dapat dilakukan dengan metode-metode baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dengan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Sedangkan pendekatan tidak langsung, yaitu (Sitohang, dalam Yudha 2011:66): 1. Menggunakan asumsi-asumsi atau metode arbitrer sederhana yang mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufaktur adalah basis dan semua industri jasa adalah bukan basis. 2. Metode location quotient (LQ), yaitu dengan membandingkan peranan industri tertentu dalam suatu perekonomian daerah dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian nasional. Dari perbandingan tersebut, rasio yang lebih besar daripada 1 menunjukkan kegiatan ekspor atau kegiatan basis, sedangkan rasio LQ yang lebih kecil daripada 1 menunjukkan kegiatan local atau bukan basis. 3. Metode kebutuhan minimum (minimum requirement) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi ratarata.
402
Dari ketiga metode diatas, metode yang kedua (metode LQ) yang akan dipakai lebih lanjut dalam penelitian ini untuk mengidentifikasikan sektorsektor yang ada dalam daerah penelitian kedalam sektor-sektor basis dan non basis. Karena, metode ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. Metode Location Quetient (LQ) digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan : kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah Location Quotient (Emilia, 2006: 24). Teknik ini membandingkan antara aktivitas pada perekonomian daerah dengan pereko-nomian yang lebih luas yaitu regional atau nasional, dalam usaha untuk mengidentifikasi spesialisasi dari perekonomian daerah. Dalam teknik ini, kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi (dua) golongan, yaitu (Arsyad dalam Yudha, 2011:140): 1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan yang di sebut dengan industri basic. 2. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut yang di sebut dengan industri non basic atau industri lokal. Menurut Sumiharjo ( 2008 : 12), dalam menelaah PDRB dilakukan untuk mengetahui potensi basis dan non basis. Suatu daerah yang memiliki keunggulan memberikan kekhasan tersendiri yang tidak ada pada daerah lain, sehingga sektor unggulan tadi dapat dikatakan sebagai kegiatan basis (Triyuwono & Yustika, 2003 : 93). Tarigan (2007 : 28) menjelaskan bahwa teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Dengan mengetahui kegiatan basis disuatu daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya maka dapat menguatkan daya saing daerah tersebut. Abdullah dkk (2002 : 15) juga menjelaskan bahwa “daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan
FAISAL
berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.” Bertambah banyaknya kegiatan basis di dalam suatu daerah akan menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya serta menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian kegiatan basis ekonomi mempunyai peranan sebagai penggerak utama (primer mover rule), sedangkan setiap perubahan mempunyai “efek multiplier” terhadap perekonomian regional, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskripif dengan metode Location Quotient (LQ), untuk menentukan sektor basis dan non basis dalam perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa migas yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki tingkat spesialisasi sektor lebih tinggi daripada di tingkat propinsi. Dengan mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004:183) maka Analisi Location Quotient (LQ) dapat dirumuskan sebagai berikut: LQ =
(PDRBKL,i / ∑PDRBKL) (PDRBNAD / ∑PDRBNAD)
Dimana : PDRBKL.i
= PDRB sektor i Kota Lhokseumawe pada tahun tertentu ∑PDRBKL = Total PDRB Kota Lhokseumawe pada tahun tertentu PDRBNAD.i = PDRB sektor i di Provinsi Aceh pada tahun tertentu ∑PDRBNAD.i = Total PDRB di Provinsi Aceh pada tahun tertentu Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut nantinya dapat disimpulkan sebagai berikut : - Bila nilai LQ > 1, merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi sektor di Kota Lhokseumawe lebih tinggi dari tingkat propinsi
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
- Bila nilai LQ = 1 , berarti tingkat spesialisasi sektor di Kota Lhokseumawe sama dengan ditingkat propinsi - Bila nilai LQ <1, adalah merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasi Kota Lhokseumawe lebih rendah dari tingkat propinsi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kontribusi sektor perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa migas dalam PDRB Kota Lhokseumawe adalah sebagaimana kontribusi sektor-sektor yang ada namun pada sektor Industri Pengolahan nilai kontribusi sektor yang dipakai adalah tanpa kontribusi sub sektor industri migas. Secara keseluruhan kontribusi sektor tersebut seperti terlihat pada Tabel 2 dibawah.
403
Analisis Location Quotient (LQ) Hasil perhitungan dengan meode analisis Location Quotient (LQ) terhadap PDRB Kota Lhokseumawe periode 2008-2012 tanpa subsektor industri migas adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 tersebut diketahui ada tiga sektor merupakan sektor basis atau memiliki tingkat spesialisasi sektor di Kota Lhokseumawe lebih tinggi dari pada di tingkat tingkat propinsi sehingga potensial untuk dikembangkan mulai dari sektor yang memiliki nilai LQ paling tinggi yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan nilai LQ mencapai 2,69 kemudian sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan nilai LQ nya 1,36 dan berikutnya sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan dengan nilai LQ nya 1,28 serta sektor Konstruksi dengan nilai LQ 1,12.
Tabel 2 PDRB Kota Lhokseumawe ADHK 2000 Tanpa Migas Tahun 2008-2012 (dalam Milyar Rupiah) No
Lapangan Usaha/Sektor
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
9.
Jasa-jasa Jumlah PDRB tanpa Migas
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Tahun 2008
2010
2011*
2012**
267.74 8.21 77.70 2.83 157.25 995.31 196.18
271.86 8.48 79.53 3.14 163.98 1074.38 205.16
277.89 8.92 81.35 3.32 171.22 1161.07 215.46
288.03 9.32 84.91 3.52 177.92 1236.98 225.36
293.1 9.74 87.78 3.6 186.38 1316.48 236.14
45.50
48.01 226.89 2081.44
51.21 233.35 2203.79
53.84 239.78 2319.66
57.7 249.91 2440.84
219.21 2031.44
2009
Sumber BPS Kota Lhokseumawe Tabel 3 Indeks Location Quotient (LQ) PDRB Kota Lhokseumawe Tanpa Migas Tahun 2008-2012 (dalam Milyar Rupiah) No
Sektor
1.
Pertanian
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan Jasa-jasa
Sumber : Data PDRB diolah
Tahun 2008 0.56 0.35 0.93 0.53 1.26 2.91 1.56 1.44 0.68
2009 0.49 0.32 0.79 0.47 1.14 2.68 1.39 1.26 0.61
2010 0.47 0.31 0.74 0.41 1.09 2.64 1.33 1.24 0.58
2011 0.46 0.30 0.74 0.40 1.07 2.62 1.29 1.22 0.57
2012 0.45 0.30 0.74 0.38 1.05 2.61 1.24 1.22 0.57
LQ Rata-rata 0.49 0.32 0.79 0.44 1.12 2.69 1.36 1.28 0.60
404
FAISAL
Karena memiliki tingkat spesialisasi lebih tinggi dari tingkat propinsi maka hendaknya sektor-sektor tersebut dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan dukungan kebijakan dan mendapatkan prioritas program sehingga nantinya sektor-sektor tersebut akan dapat menambah keuntungan bagi Kota Lhokseumawe dimasa yang akan datang. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis Loqation Quotient (LQ) maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan nilai LQ mencapai 2,69; sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan nilai LQ nya 1,36; sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan dengan nilai LQ nya 1,28; serta sektor Konstruksi dengan nilai LQ nya 1,12.
SARAN 1. Pemerintah Kota Lhokseumawe sebaiknya berusaha mengembangkan ketiga sektor potensial non migas dan berdaya saing tersebut sebagai prioritas sektor pengembangan untuk mengantisipasi semakin menurunnya kontribusi sektor ekonomi dengan migas. 2. Melakukan koordinasi antara rencana investasi pemerintah dan rencana yang akan dilakukan oleh sektor swasta serta mengoptimalkan kerja sama antar daerah sekiar 3. Dalam melakukan pengembangan potensi ekonomi lokal pemerintah Kota Lhokseumawe tetap perlu mempertahankan local wisdom dan mendasarkan pembangunan ekonominya terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), agar dapat meminimalisir adanya dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
405
REFERENSI Adisasmita, R, 2008. Ekonomi Archipelago, Graha Ilmu, Yogyakarta. Arsyad, Lincolin. 2005. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe, Kota Lhokseumawe Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe, Kota Lhokseumawe Dalam Angka 2010. BAPPEDA Kota Lhokseumawe, 2013. Profil Kota Lhokseumawe. Facha Indra, 2009. Skripsi Perencanaan Pengembangan Wilayah Melalui Komoditi Unggulan Di Kabupaten Samosir. UHN . Medan Herzog, H.W and. Olsen, R. 1977. Shift-Share Analysis Revisited : The Allocation Effect and The Stability of Regional Structure. OAK Ridge National Laboratory. Tennesse. Kuncoro, M, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga, Jakarta.A Marhayanie, 2003. .Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan.. Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan. Richardson, Harry W, 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, Terjemahan Paul Sitohang, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta. Safi’i, H.M, 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah. Malang: Penerbit Averroes Press. Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Baduose Media, Cetakan Pertama, Padang. Tambunan, Tulus T. H, 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori & Penemuan Empiris. Salemba Empat Jakarta. Tarigan Robinson, 2005. Ekonomi Regional : Teori Dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.
406
FAISAL
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 407-428
407
PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN VARIABEL INTERVENING MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA PADA SETDAKAB ACEH UTARA MASTURA FITRIANTI1 DAN MARBAWI2
Alumni Magister Ilmu Manajemen PPIM Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
1 2
The main objective of this study was to analyze the effect on managerial performance peyusunan budget Setdakab northern Aceh, with motivation and job satisfaction as an intervening variable, simultaneously and partially. This test method uses multiple regression path analysis. Based on this test in the know that motivation and job satisfaction did not mediate the relationship between budget participation on managerial performance, however, no effect of the partial budget participation on motivation, job satisfaction and managerial performance Setdakab employees in North Aceh. Keywords: participation of budgeting, performance managerial, motivation, job satisfaction
408
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
LATAR BELAKANG Setiap organisasi baik sektor publik maupun swasta memerlukan sistem pengendalian manajemen yang menjamin tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Salah satu elemen maupun indikator penting dalam sistem pengendalian manajemen adalah anggaran. Anggaran merupakan alat bantu manajemen dalam mengalokasikan keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan. Pemahaman terhadap tujuan anggaran dan informasi tentang beberapa tujuan anggaran memberi dasar bagi manajer untuk mengukur efisiensi, mengidentifikasi masalah dan mengendalikan biaya. Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara sektor swasta dengan sektor pemerintah, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor pemerintahan atau publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik dan didiskusikan dengan tujuan untuk mendapatkan masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2005; 61). Penganggaran sektor publik terkait dalam proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting, karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Proses penganggaran daerah diatur dalam Kepmendagri Nomor 13 tahun 2006. Regulasi tersebut menjelaskan tentang pedoman dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah (unit kerja). Rancangan anggaran unit kerja dimuat dalam suatu dokumen yang disebut Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK). RASK memuat standar analisis belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya sebagai instrumen pokok dalam anggaran kinerja.Peran penting anggaran dalam organisasi sektor publik berasal dari kegunaannya
dalam menentukan estimasi pendapatan atau jumlah tagihan atas jasa yang diberikan (Nordiawan, 2006: 47). Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi seringkali terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Anggaran mempunyai fungsi sebagai pedoman untuk memotivasi kinerja individual para manajer (Shields dan Shields, 1998). Disamping itu anggaran menjadi alat untuk memotivasi kinerja anggota organisasi (Chong et al, 2002), alat koordinasi dan komunikasi antara atasan dengan bawahan (Kenis,1979). Dengan dimilikinya motivasi yang cukup tinggi diharapkan para manajer mempunyai keseriusan yang cukup tinggi ketika berpartisipasi dalam menentukan target anggaran. Anggaran digunakan sebagai pedoman kerja sehingga proses penyusunannya memerlukan organisasi anggaran yang baik, pendekatan yang tepat, serta model-model perhitungan besaran (simulasi) anggaran yang mampu meningkatkan kinerja pada seluruh jajaran manajemen dalam organisasi. Proses penyusunan anggaran, dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu top down, bottom up dan partisipasi (Ramadhani dan Nasution, 2009). Mardiasmo (2005: 63) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan pentingnya anggaran sektor publik yaitu: a) anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, b) anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choise) dan trade off. c) anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. dalam hal ini anggaran publik merupakan intrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada. Proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan penting yang melibatkan berbagai pihak, baik manajer tingkat atas maupun manajer
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
tingkat bawah dimana masing-masing pihak memainkan peran dalam rnempersiapkan dan mengevaluasi berbagai alternatif dan tujuan anggaran. Anggaran yang dihasilkan senantiasa digunakan sebagai tolok ukur bagi kinerja manajer dan para karyawan (Leslie, 1992). Oleh karenanya, penyusunan anggaran partisipatif diharapkan akan meningkatkan kinerja para manajer, di mana ketika suatu tujuan dirancang dan secara partisipasi disetujui, maka karyawan akan menginternalisasi tujuan yang ditetapkan, dan memiliki rasa tanggungjawab pribadi untuk mencapainya karena mereka ikut terlibat dalam penyusunan anggaran tersebut. Partisipasi Penganggaran (budgeting participative) merupakan pendekatan penganggaran yang berfokus pada upaya untuk meningkatkan motivasi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep penganggaran ini sudah berkembang pesat dalam sektor swasta (bisnis), namun tidak demikian halnya pada sektor publik (pemerintah). Dalam sektor publik, penganggaran partisipatif belum mempunyai sistem yang mapan sehingga penerapannya belum optimal. Partisipasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang menekankan pada proses kerjasama dari berbagai pihak, baik bawahan maupun atasan (French et al, 1960 dalam Omposunggu dan Bawono, 2006). Partisipasi penyusunan anggaran merupakan sebuahpendekatan manajerial yang umumnya dapat meningkatkan kinerja manajerial. Penelitian mengenai partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial masih menunjukkan hasil yang bertentangan. Beberapa peneliti menunjukkan bukti bahwa partisipasi penyusunan anggaran mempunyai efek positif yang kuat terhadap kinerja manajerial (Argyris,1952) dan Penelitian lain juga melaporkan bahwa hubungan tersebut positif (Brownell, 1982; Brownell dan Mohines, 1986) Penelitian yang menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran mempengaruhi kinerja secara tidak signifikan adalah penelitian yang dilakukan oleh Cherrington dan Cherrington (1973); Milani (1975); dan Kenis (1979). Sementara Govindarajan (1986) menyatakan bahwa kemungkinan belum adanya kesatuan hasil penelitian anggaran disebabkan karena hubungan antara partisipasi anggaran terhadap
409
prestasi kerja dan kepuasan kerja karyawan adalah tergantung pada faktor kondisional, dimana faktor- faktor tersebut disebut juga sebagai variabel kontinjensi. Prestasi kerja merupakan faktor yang dapat memperbaiki keefektifan organisasi. Prestasi kerja ditentukan atas dasar fungsi- fungsi manajemen yang dibahas dalam teori manajemen klasik yang meliputi prestasi manajerial dalam planning, investigating, coordinating, evaluating, supervising, staffing, negotiating and representing. Oleh karena beberapa hasil penelitian menunjukkan partisipasi dalam penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja (Brownell, 1982, Brownell dan Mannes, 1986). Beberapa hasil penelitian (French, dkk, 1989; Frucot dan Shearon, 1991), menunjukkan bahwa partisipasi anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Menurut mereka kepuasan kerja sangat tergantung pada tingkat masukan instrinsik dan ekstrinsik serta bagaimana seseorang memandang masukan tersebut. Penelitian mengenai hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dalam proses penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial merupakan penelitian yang masih banyak diperdebatkan. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparat pemerintah daerah menunjukkan hasil yang tidak konsisten; Brownell dan Mc. Innes (1986); dan Indriantoro (1993) menemukan hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Milani (1975); Brownell dan Hirst (1986) dalam Sukardi (2002), yang menemukan hasil tidak signifikan antara pertisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Hal ini terjadi karena partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial tergantung pada faktor-faktor situasional (variabel kontingensi) yang mana variabel ini memberikan gambaran pada situasi saat itu. Penganggaran pada Setdakab Aceh Utara dilakukan dengan sistem top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan atau pemegang kuasa anggaran sehingga bawahan atau pelaksana anggaran hanya melakukan apa yang telah disusun. Penerapan sistem ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana ang-
410
garan menjadi tidak efektif karena target yang diberikan terlalu menuntut namun sumber daya yang diberikan tidak mencukupi (overloaded). Atasan/ pemegang kuasa anggaran kurang mengetahui potensi dan hambatan yang dimiliki oleh bawahan/ pelaksana anggaran sehingga memberikan target yang sangat menuntut dibandingkan dengan kemampuan bawahan/pelaksana anggaran, demikian pula bila penganggaran dilakukan dengan sistem bottom up maka penyusunan anggaran hanya disusun sesuai kehendak bawahan sehingga dapat menimbulkan rendahnya motivasi bawahan dalam mencapai target-target yang optimal. Keterlibatan bawahan dalam penyusunan anggaran akan sangat memungkinkan mereka untuk memberi informasi lokal yang diketahui. Dengan cara ini, bawahan dapat mengkomunikasikan atau mengungkapkan beberapa informasi pribadi yang mungkin dapat dimasukkan dalam standar atau anggaran sebagai dasar penilaian. Oleh karena itu, Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara mulai menerapkan sistem penganggaran yang dapat menanggulangi masalah di atas yakni sistem partisipasi penganggaran (budgeting participative). Melalui sistem ini, bawahan/pelaksana anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran yang menyangkut subbagiannya sehingga tercapai kesepakatan antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran mengenai anggaran tersebut. Pada umumnya ada tiga permasalahan yang biasa dihadapi pemerintah daerah khususnya di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara yaitu ketidakefektifan, inefesiensi dan private inurement (penggunaan dana untuk kepentingan individu). Hal ini disebabkan karena terdapat mekanisme dasar pertanggungjawaban yang baku seperti organisasi bisnis. Organisasi pemerintahan tidak mengenal kepemilikan (self interest) yang dapat memaksakan pencapaian tujuan. Pemerintah daerah juga tidak mementingkan faktor persaingan yang sering kali digunakan sebagai alat untuk meningkatkan efesiensi, di samping itu, pemerintah daerah tidak memiliki barometer keberhasilan dari pemerintah daerah. Ada beberapa faktor yang diduga penyebab kinerja pemerintah daerah rendah diantaranya karena sistem pengelolaan keuangan daerah
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
yang masih lemah dimulai dalam proses perencanaan dan penganggaran APBD, pelaksanaan/ penatausahaan APBD, pertanggunganjawaban yang berupa pelaporan hasil pelaksanaan APBD dan pengawasan. Fenomena yang terjadi, proses penganggaran di Kabupaten Aceh Utara sering mengalami keterlambatan sehingga menyebabkan banyak program dan kegiatan tidak dapat dilaksanakan untuk tahun anggaran berjalan yang menyebabkan terlambatnya pembangunan daerah, proses keterlambatan ini dikarenakan terdapat kendala dalam pelaksanaan dan penatausahaan APBD satuan kerja perangkat daerah, misalkan dalam pemahaman dalam pembuatan dokumendokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan APBD. Kendala ini disebabkan tingkat pemahaman staf yang terlibat atas peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah masih rendah. Berdasarkan dari uraian latar belakang inilah penulis, dapat berkesimpulan bahwa penelitian dalam bidang ini masih perlu dikaji yang lebih lanjut karena masih terjadi perbedaan hasil penelitian diantara penelitian terdahulu oleh karena itu penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial pada Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara dengan menggunakan dua variabel intervening yaitu motivasi dan kepuasan kerja, dengan judul “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Variabel Intervening Motivasi Dan Kepuasan Kerja Pada Setdakab Aceh Utara”. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap motivasi kerja. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kepuasan kerja. 3. Untuk menganalisis partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. 4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja manajerial. 5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial. 6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan motivasi kerja sebagai variabel intervening. 7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Manfaat Penelitian 1. Aspek Praktis Penelitian ini akan lebih memperdalam ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan dalam bidang manajemen keuangan daerah dan sistem pengendalian manajemen yang berfokus pada hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial melalui motivasi dan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. 2. Aspek Akademis Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bahan kepustakaan dan mampu memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan manajemen keuangan daerah, khususnya untuk memahami partisipasi anggaran dalam proses penyusunan anggaran dan juga diharapkan akan menambah pengetahuan pembaca mengenai hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial melalui motivasi dan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Serta diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi bahan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis. TINJAUAN PUSTAKA Anggaran dalam pengertian umum adalah suatu rencana yang disajikan secara kuantitatif, dan biasanya dinyatakan dalam satuan yang untuk periode tertentu (Anthony dan Dearden, 1998). Atkinson dan Kaplan (1995) bahkan mengemukakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai apa yang akan diharapkan, direncanakan, atau diperkirakan terjadi dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Sedangkan Gibson (2000) mempertegas pengertian anggaran sebagai suatu rencana menyeluruh dan
411
terkoordinasi yang dinyatakan dengan istilah keuangan, untuk operasi dan sumber-sumber organisasi pada periode khusus di masa yang akan datang. Konsep anggaran yang dikemukakan di atas memiliki makna yang luas dan tidak terbatas pada lingkup organisasi tertentu. Namun menurut Atkinson dan Kaplan (1995), anggaran negara merupakan suatu pernyataan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode waktu di masa yang akan datang, yang meliputi informasi pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa kini dan masa lalu. Partisipasi Anggaran Brownell (1982) menyebutkan bahwa partisipasi anggaran merupakan proses yang melibatkan individu-individu secara langsung di dalamnya dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan tujuan anggaran yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian tujuan anggaran mereka. Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan antara manajer atas dengan bawah untuk menentukan proses penggunaan sumber daya pada aktivitas dan operasi perusahaan mereka (Eker, 2007). Pengertian partisipasi dalam proses penyusunan anggaran lebih rinci dijelaskan oleh French et al, (1960) dalam Omposunggu dan Bawono (2006) sebagai suatu proses kerjasama dalam pembuatan keputusan yang melibatkan dua kelompok atau lebih yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan datang. Di sini partisipasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang menekankan pada proses kerjasama dari berbagai pihak, baik bawahan maupun manajer level atas. Dengan kata lain bahwa anggaran yang disusun tidak semata-mata ditentukan oleh atasan saja, melainkan juga keterlibatan atau keikutsertaan bawahan, karena para pekerja atau manajer tingkat bawah merupakan bagian organisasi yang memiliki hak suara untuk memilih tindakan secara benar dalam proses manajemen. Sebagian besar studi menunjukkan bahwa partisipasi anggaran lebih banyak membawa manfaat pada organisasi. Beberapa manfaat partisipasi dalam proses penyusunan anggaran
412
antara lain (Siegel dan Marconi, 1989) dalam Omposunggu dan Bawono (2006) : 1. Seseorang yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran tidak saja task involved melainkan juga ego involved dalam kerjasama. 2. Keterlibatan seseorang akan meningkatkan rasa kebersamaan dalam kelompok, karena dapat meningkatkan kerjasama antara anggota kelompok di dalam penetapan sasaran, serta dapat mengurangi rasa tertekan. 3. Keterlibatan seseorang akan mengurangi rasa keperbedaan di dalam mengalokasikan sumber daya di antara unit-unit yang ada di organisasi. Bukti empiris yang dijelaskan oleh Govindarajan (1986) menunjukkan bahwa partisipasi anggaran secara khusus memberi manfaat bagi operasi pusat pertanggungjawaban ketika organisasi dihadapkan pada ketidakpastian lingkungan. Diikutsertakannya manajer pusat pertanggungjawaban dalam proses penyusunan anggaran merupakan bagian terpenting, karena mereka yang paling mengetahui informasi tentang variabel yang dapat mempengaruhi pendapatan dan biaya. Motivasi Kerja Motivasi merupakan derajat sampai dimana seorang individu ingin dan berusaha untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik dan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Dikaitkan dengan anggaran maka dalam proses penyusunan anggaran mungkin akan lebih efektif dalam kondisi karyawan mempunyai motivasi yang tinggi begitu pula sebaliknya (Ghozali dan Pradana Adi Putra, 2002). Hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial dapat diperbaiki dengan menggunakan peranan variabel intervening. Motivasi memiliki pengaruh terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Untuk mengetahui apakah motivasi dapat berperan sebagai variabel intervening, dapat dilihat pada partisipasi penyusunan anggaran yang dilakukan oleh manajer yang memiliki motivasi
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
tinggi dan rendah. Penyusunan anggaran yang dimaksudkan bukan hanya untuk menyajikan informasi mengenai rencana keuangan yang berisi tentang biaya-biaya dan pendapatan pusat-pusat pertanggungjawaban organisasi bisnis, tetapi juga merupakan suatau alat untuk pengendalian, koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja dan motivasi (Kenis, 1979). Motivasi merupakan faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang dalam mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan (Gitosudarmo dan sudita, 1997). Keterkaitan antara motivasi dan kinerja manajerial telah banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu dan hasilnya menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial (Kenis, 1979 ; Merchant, 1981; Brownell dan Mclnnes, 1986). Kepuasan Kerja Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa dalam proses penyusunan anggaran memerlukan kerjasama dari para manajer di berbagai jenjang organisasi. Keterlibatan, seseorang dalam proses ini tentunya tidak terlepas dari aspek perilaku, diantaranya rasa khawatir atau cemburu, serta rasa kepuasan dari masing-masing individu sebagai akibat dari adanya kenaikan atau disetujuinya usulan yang ditawarkan. Herzberg (2005) mengemukakan bahwa istilah kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Equity theory yang diungkapkan Herzberg (2005), yang menyatakan bahwa kepuasan kerja muncul dimana individu merasa senang sehingga individu tersebut mau untuk bekerja secara baik dan penuh tanggungjawab. Kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara banyaknya gaji yang diterima pekerja dengan yang diyakini oleh pekerja. (Robbins, 2001). Kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang. Luthans (1995) dalam Kamal dan Na’im (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki tiga dimensi. Per-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
tama, kepuasan kerja adalah tanggapan emosional seseorang terhadap situasi kerja. Hal ini tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi harapan seseorang. Ketiga, kepuasan kerja mencerminkan hubungan dengan berbagai sikap lainnya daripada individual. Kepuasan kerja disini merupakan hal yang bersifat individual. Masing-masing individu organisasi pasti memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem dan nilai yang dianutinya pada semua organisasi, kepuasan kerja selalu mendapatkan tempat yang sangat penting bagi perilaku organisasi (Landhy, 1995) dalam Supriono (2006). Stonner et. all (1998) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah pekerjaan yang sifatnya menantang, penghargaan yang sepadan, kondisi lingkungan kerja yang mendukung serta kesesuaian antara pekerjaan dengan pribadi individu. Apabila seseorang menghadapi kondisi lingkungan pekerjaan yang sangat menantang dimana kesulitannya sangat tinggi, maka seseorang akan membutuhkan lebih banyak informasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan tugasnya untuk pembuatan keputusan yang lebih baik dan efektif. Kinerja Manajerial Kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi (Stonner, 1995). Sedangkan menurut Mahoney dalam Saragih (2008) menyebutkan bahwa kinerja manajerial merupakan kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatankegiatan manajerial. Handoko (1996:34), kinerja manajerial didefinisikan sebagai tingkat kecakapan manajer dalam melaksanakan aktivitas manajemen. Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Kinerja manajerial didasarkan pada fungsifungsi manajemen yang ada dalam teori manajemen klasik, yaitu (Hafiz, 2007): 1. Perencanaan “Perencanaan meliputi pemilihan strategi, kebijakan, program dan prosedur untuk mencapai tujuan perusahaan. Tanggungjawab untuk perencanaan tidak dapat sama sekali dipisahkan dari
413
pelaksanaan manajerial sebab semua merencanakan, baik manajemen puncak, tengah, atau dasar dari suatu struktur organisasi” (Koontz et al., dalam Hafiz, 2007). 2. Investigasi Menurut Supomo dan Indriantoro dalam Hafiz (2007), laporan dari setiap manajer pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya, menjelaskan kinerja manajerial yang bersangkutan. Untuk menyusun laporan tersebut, manajer melaksanakan salah satu fungsi manajemen yaitu investigasi. Dalam hal ini, manajemen bertugas untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan, laporan dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaaan, dan analisa pekerjaan. 3. Koordinasi Koontz et al., dalam Hafiz (2007) mengungkapkan bahwa setiap fungsi manajerial adalah pelaksana koordinasi. Kebutuhan akan mengsinkronisasikan tindakan individu yang timbul dari perbedaan dalam pendapat mengenai bagaimana cita-cita kelompok dapat dicapai atau bagaimana tujuan individu atau kelompok diperpadukan. 4. Evaluasi “Evaluasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen yang digunakan untuk menilai atau mengukur proposal, kinerja, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan, dan pemeriksaan produk” (Supomo dan Indriantoro dalam Hafiz, 2007). 5. Pengawasan Koontz et al., dalam Hafiz (2007) menyebutkan “pengawasan adalah pegukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin pelaksanaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan”. 6. Staffing Menurut Terry dan Rue dalam Hafiz (2007), “penataan staff adalah suatu proses yang terdiri dari spesifikasi pekerjaan (job description), pergerakan tenaga, spesifikasi pekerja, seleksi dan penyusunan organisasi untuk mempersiapkan dan melatih karyawan agar melaksanakan pekerjaan dengan baik”. 7. Negosiasi Komunikasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari bawahan kepada atasan agar dapat menentukan suatu keputusan.
414
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan suatu ide untuk mencari fakta yang harus dikumpulkan. Hipotesis adalah suatu pertanyaan sementara atau dugaan yang paling memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu maka dapat disusun sebuah hipotesis sebagai berikut : H1 : Partisipasi Penyusunan Anggaran berpengaruh signifikan terhadap Motivasi Kerja. H2 : Partisipasi Penyusunan Anggaran berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja. H3 : Partisipasi Penyusunan Anggaran berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial. H4 : Motivasi Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial. H5 : Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial. H6 : Motivasi Kerja Merupakan Variabel Intervening dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Manajerial. H7 : Kepuasan Kerja Merupakan Variabel Intervening dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Manajerial.
Berbagai gangguan menyebabkan pesan yang disampaikan dalam komunikasi tidak diterima dengan tepat. Oleh karena itu, untuk memperbaiki komunikasidalam kelompok dapat dilakukan melalui negosiasi (Gibson et al., dalam Hafiz, 2007). 8. Perwakilan Perwakilan adalah fungsi manajemen untuk menghadiri pertemuan dengan perusahaan lain, pertemuan perkumpulan bisnis, pidato untuk acara kemasyarakatan, pendekatan ke masyarakat, dan mempromosikan tujuan umum perusahaan” (Supomo dan Indriantoro dalam Hafiz, 2007 Kerangka Konseptual Berdasarkan kerangka konseptual, penelitian terdahulu dan rumusan penelitian, diidentifikasi satu variabel independen yaitu partisipasi penyusunan anggaran, satu variabel dependen yaitu kinerja manajerial dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja sebagai variabel intervening, dapat diuraikan pula bahwa partisipasi penyusunan anggaran mempengaruhi kinerja manajerial, dimana motivasi kerja dan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Secara skematis gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dituangkan pada Gambar 1 berikut: Kerangka penelitian ini digunakan untuk mempermudah jalan pemikiran terhadap permasalahan yang dibahas, terkait dengan hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial baik hubungan langsung maupun hubungan tidak langsung. Hubungan tidak langsung partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial dimediasi oleh motivasi kerja dan kepuasan kerja sebagai variabel intervening.
METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah pada Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara. Alasan dipilihnya Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara yaitu karena Sekretariat Daerah merupakan organisasi yang bertujuan memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat sehingga pegawai dituntun H6
Motivasi Kerja H1 H4
Partisipasi H3 Kinerja Penyusun Manajerial H2 H5 Kepuasan Kerja H7
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
lebih komitmen pada tujuan pemerintah daerah sehingga diperlukan perencanaan anggaran yang efektif dan berorientasi pada tujuan. Sedangkan Objek dari penelitian ini adalah semua para pejabat eselon tiga dan empat yang bertindak selaku kepala bagian dan kepala sub bagian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer, dari persepsi para responden terhadap variabel-variabel yang digunakan. Modus komunikasi dengan responden dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang diserahkan langsung kepada responden. Populasi menurut Dajan (1996) merupakan keseluruhan unsur-unsur yang memiliki satu atau beberapa ciri atau karateristik yang sama. Menurut Arikunto Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala bagian dan kepala sub bagian yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara sebanyak 41 orang. Sampel menurut Sugiyono (2009: 116) merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus yaitu pemilihan sampel seluruhnya dari jumlah populasi (Sugiono, 2009 : 122). Menurut Arikunto sampel adalah sebagaian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian
415
sampel apabila kita bermaksud untuk mengeneralisasikan hasil penelitian sampel. Oleh karena dalam penelitian ini sampel adalah populasi maka penelitian ini merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus (Arikunto, 2006) Di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara terdiri dari 10 bagian dan 31 sub bagian dengan jumlah responden yang diambil sebanyak 41 orang yaitu kepala bagian dan kepala sub bagian yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Sampel dalam penelitian ini yaitu populasi yang terdiri dari seluruh kepala bagian dan kepala sub bagian yang ada di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Utara karena populasi merupakan manajerial yang langsung membawahi jabatan fungsional umum sebagai pelaksana kegiatan. Adapun uraian sampel penelitian sebagaimana tertera pada tabel berikut: Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui responden, dimana responden akan memberikan respon verbal dan atau respon tertulis sebagai tanggapan atas pernyataan yang diberikan. Adapun jenis data yang digunakan adalah : a. Data primer, adalah data yang diperoleh dari karyawan Setdakap Aceh Utara yang terpilih sebagai responden melalui wawancara dan pengisian kuesioner b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat pihak lain). Dalam penelitian ini, data sekunder hanya mendukung pengumpulan data awal sebagai out put penelitian.
Tabel 1 Jumlah Sampel Penelitian No.
Bagian
1. Bagian Pemerintahan 2. Bagian Pemerintahan Mukim dan Gampong 3. Bagian Hukum 4. Bagian Ekonomi 5. Bagian Administrsi Pembangunan 6. Bagian Kesra & Keistimewaan Aceh 7. Bagian Umum dan Perlengkapan 8. Bagian Pengolahan Data dan Elektronik 9. Bagian Hubungan Masyarakat 10. Bagian Organisasi Jumlah
Sumber: Bagian Organisasi Setdakab Aceh Utara, 2013
Jumlah Kabag 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
Jumlah Kasubbag 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 31
Jumlah Keseluruhan 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 41
416
Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data digunakan statistik inferens (statistik induktif). Untuk mengetahui tingkat signifikansi korelasi antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y), maka diperlukan model statistik untuk menguji hipotesis yang ditetapkan. Oleh karena hipotesis penelitian yang dirumuskan menunjukkan pada penelitian korelatif, maka teknik yang digunakan dalam menganalisis tingkat signifikansi pada penelitian ini adalah model statistika analisis jalur (Path Analysis) yaitu perluasan dari analisis regresi linear berganda atau penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori (Ghozali, 2009), dilain pihak program pengelohan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS Versi 19. Esensi dari teknik analisis ini adalah mencari korelasi antara dua atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen dan taraf signifikansinya. Adapun rumus regresi sesuai model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran (XPPA) terhadap Motivasi Kerja (YMK) maka persamaanya adalah: YMK = β0 + βPPAXPPA + e 2. Untuk menguji pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran (XPPA) terhadap Kepuasan Kerja (YKK), maka persamaanya adalah: YKK = β0 + βPPAXPPA + e 3. Untuk menguji pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran (XPPA) terhadap Kinerja Manajerial (YKM) dengan variabel intervening Motivasi Kerja (XMK) dan Kepuasan Kerja (XKK),maka persamaanya adalah: YKM = β0 + βPPAXPPA + βMKXMK + βKKXKK + e Dimana: YMK = Variabel Dependen Motivasi Kerja YKK = Variabel Dependen Kepuasan Kerja YKM = Variabel Dependen Kinerja Manajerial XPPA = Variabel Independen Partisipasi Penyusunan Anggaran XMK = Variabel Independen Motivasi Kerja
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
XKK = Variabel Independen Kepuasan Kerja βPPA = Intercept Partisipasi Penyusunan Anggaran βMK = Intercept Motivasi Kerja βKK = Intercept Kepuasan Kerja β0 = Konstanta e = Standar error HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Normalitas data menurut Ghozali (2005:110) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis gambar berupa plot dan uji statistik dengan melihat nilai kurtosis dan skewness. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005: 110). Dengan melihat tampilan Normal P-P Plot (Gambar 2) maka dapat disimpulkan bahwa garis diagonal memberikan pola distribusi normal, sehingga model regresi layak digunakan. Dari Gambar diatas, terlihat grafik nomal probability plot pada diatas menunjukkan bahwa titik-titik (data) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti atau mendekati arah garis diagonal. Hal ini menunjukan bahwa model-model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas. Uji Multikolinearitas menurut Ghozali (2005:91) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independent. Ketentuan uji multikolinearitas sebagai berikut : 2 1. Jika R tinggi tapi variabel independent banyak yang tidak signifikan, maka dalam model regresi terdapat multikolinearitas. 2. Menganalisis matriks korelasi variabel independent. Jika korelasi antar variabel independent tinggi yaitu diatas 0,90 maka terdapat multikolinearitas.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
Gambar 2. Hasil Uji Normalitas Persamaan Regresi 1 Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
Gambar 3. Hasil Uji Normlitas Persamaan Regresi 2 Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
Gambar 4. Hasil Uji Normlitas Persamaan Regresi 3 Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
417
418
3. Melihat nilai tolerance lebih kecil dari 10% dan nilai VIF lebih besar dari 5 berarti ada multikolinearitas. Bila ternyata dalam model regresi terdapat multikolinearitas, maka harus menghilangkan variabel independent yang mempunyai korelasi tinggi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk lebih jelasnya hasil pengujian multikoliniearitas dengan menggunakan nilai tolerance dan melihat nilai VIF dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghozali (2005: 91) jika nilai tolerance value diatas 0.1 dan nilai VIF adalah di bawah 10 maka dianggap tidak terkena multikolineritas. Dari hasil pengujian (Tabel 5.13), menunjukkan bahwa nilai tolerance value dari ketiga variabel independen berada di atas 0.1. dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) di bawah 10. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa persamaan regresi linear berganda tidak terjadi multikolinearitas. Uji Heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tetentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas, (Ghozali, 2001). Hasil pengolahan data menunjukkan grafik scatterplot seperti terlihat pada Gambar 5. Gambar 7 memperlihatkan bahwa titik-titik menyebar secara acak tersebar diatas maupun dibawak angka 0 sumbu Y, hal dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi layak digunakan dalam penelitian ini.
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
HASIL PENELITIAN Analisis Regresi Liner Berganda dan Analisis Jalur (path Analysis) Untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode analisis jalur (Path Analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda, atau analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model causal atau sebab akibat) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat dan juga tidak dapat digunakan sebagai substitusi bagi peneliti untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Hubungan kausalitas antar variabel telah dibentuk dengan model berdasarkan landasan teoritis. Apa yang dapat dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola hubungan antara tiga atau lebih variabel. Berikut ini akan disampaikan hasil analisis regresi untuk persamaan 1, 3 Dan 3 dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan pada Tabel 3, maka persamaan regresi 1, 2 dan 3 dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. YMK = ß0+ ßPPAXPPA+ e1 dengan hasil persamaan 1 adalah : YMK = 0,545XPPA+ e1 Dari persamaan tersebut diatas, hasil koefisien path variabel partisipasi penyusanan anggaran sebesar 0,545 menunjukkan bahwa variabel partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh posistif terhadap motivasi kerja. 2. YKK = ß0+ ßPPAXPPA+ e2 dengan hasil persamaan 2 adalah : YKK = 0,418XPPA+e2 Dari persamaan tersebut diatas, hasil koefisien path variabel partisipasi penyusanan anggaran sebesar 0,418 menunjukkan bahwa variabel partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh posistif terhadap kepuasan kerja.
Journal Of Economic Management & Business Tabel - Vol. 215, No. 4, Oktober 2014 Hasil Uji Multikolinieritas Model Pers. Reg. 1 Pers. Reg. 2 Pers. Reg. 3
Variabel Independen Partisipasi Peny. Anggaran Partisipasi Peny. Anggaran Partisipasi Peny. Anggaran Motivasi Kerja Kepuasan Kerja
Variabel Dependen Motivsi Kerja Kepuasan Kerja Kinerja Manejerial
Collinerity Statistics Tolerance 1,000 1,000 0,697 0,481 0,565
Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
Gambar 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas - Persamaan Regresi 1 Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
Gambar 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas - Persamaan Regresi 2 Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
Gambar 7. Hasil Uji Heteroskedastisitas - Persamaan Regresi 3 Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah)
419
VIF 1,000 1,000 1,436 2,079 1,771
420
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
Tabel 3 Hasil Persamaan Regresi Model Pers. Reg. 1 Pers. Reg. 2 Pers. Reg. 3
Variabel Independen Partisipasi Peny. Anggaran Partisipasi Peny. Anggaran Partisipasi Peny. Anggaran Motivasi Kerja
Variabel Dependen Motivsi Kerja Kepuasan Kerja Kinerja Manejerial
Kepuasan Kerja
Koefisien Path 0,545
t-value
Sig.
F-value
Sig.
R Square
4,059
0,000
16,.472
0,000
0,297
0,418
2,874
0,007
8,258
0,007
0,175
0,451
3,451
0,001
0,021
0,132
0,896
15,731
0,421
2,900
0,006
0,000
0,561
Sumber: Data Output SPSS, 2013 (Diolah) Motivasi Kerja (Y1) 0,545 0,021
Partisipasi Peny. 0,451 Anggaran (X1)
Kinerja Manajerial (Z1)
0,418 0,421 Kepuasan Kerja (Y2)
Gambar 8. Diagram Path Pengaruh Parisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Dengan Variabel Inervening Moivasi Kerja Dan Kepuasan Kerja
3. YKM = ß0+ ßPPAXPPA+ ßMKXMK+ ßKKXKK+ e1 dengan hasil persamaan 3: YKM = 0,451XPPA+ 0,021XMK+ 0,421XKK+e1 - Dari persamaan tersebut diatas, hasil koefisien path variabel partisipasi penyusanan anggaran sebesar 0,451 menunjukkan bahwa variabel partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh posistif terhadap kinerja manajerial. - Dari persamaan tersebut diatas, hasil koefisien path variabel motivasi kerja sebesar 0,021 menunjukkan bahwa variabel partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh posistif terhadap kinerja manajerial. - Dari persamaan tersebut diatas, hasil koefisien path variabel kepuasan kerja sebesar 0,421 menunjukkan bahwa variabel partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh posistif terhadap kinerja manajerial. Berdasarkan pada Gambar 7 diatas, maka dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Koefisien Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kepuasan Kerja 0,545 2. Koefisien Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kepuasan Kerja 0,418
3. Koefisien Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial 0,451 4. Koefisien Motivasi Kerja terhadap Kinerja Manajerial 0,021 5. Koefisien Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Manajerial 0,421 Pengaruh Langsung (Direct Effect) Untuk menghitung pengaruh langsung atau (Direct Effect), digunakan formula sebagai berikut: - Pengaruh Variabel partisipasi penyusunan anggaran (PPA) terhadap motivasi kerja (MK) X1 Y1 = 0,545 - Pengaruh Variabel partisipasi penyusunan anggaran (PPA) terhadap kepuasan kerja X1 Y2 = 0,418 - Pengaruh Variabel motivasi kerja terhadap kinerja manajerial Y1 Z1 = 0,0,021 - Pengaruh Variabel kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial Y2 X1 = 0,421 - Pengaruh Variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial X1 Z1 = 0,451
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect) Untuk menghitung pengaruh tidak langsung (Indirect Effect), digunakan formula sebagai berikut: - Pengaruh variabel rekrutmen terhadap kinerja melalui kompetensi X1 Y1 Z1 = ( 0,545 x 0,021) = 0,011 artinya dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak pengaruh tidak langsung dari variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial melalui variabel motivasi kerja (intervening), partisipasi anggaran hanya memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial dengan koefisien sebesar 0,451. - Pengaruh Variabel seleksi terhadap kinerja melalui kompetensi X1 Y2 Z1 = ( 0,418 x 0,421) = 0,176 artinya dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak pengaruh tidak langsung dari variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial melalui variabel kepuasan kerja (intervening), partisipasi anggaran hanya memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial dengan koefisien sebesar 0,451.
-
-
- - - - -
Pengaruh Total (Total Effect) Pengaruh variabel rekrutmen terhadap kinerja melalui kompetensi X1 Y1 Z1 = ( 0,545 + 0,021) = 0,566 Pengaruh Variabel seleksi terhadap kinerja melalui kompetensi X2 Y2 Z1 = (0,418 + 0,421) = 0,839 Pengaruh variabel rekrutmen terhadap kinerja X1 Y1 = 0,0545 Pengaruh variabel seleksi terhadap Kinerja X1 Y2 = 0,0,418 Pengaruh variabel kompetensi terhadap Kinerja Y1 Z1 = 0,021 Pengaruh variabel kompetensi terhadap Kinerja Y2 Z1 = 0,421 Pengaruh variabel kompetensi terhadap Kinerja X1 Z1 = 0,451
Hasil Analisis Koefesien Diterminasi Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah dengan menggunakan uji koefisien deterrminasi (R2) adalah sebagai berikut:
421
- Pada pesamaan pertama nilai R2 sebesar 0,279 atau 27,9% yang menunjukkan kemampuan variabel partisipasi penyusunan anggaran dalam menjelaskan variasi yang terjadi pada motivasi kerja sebesar 27,9% sedangkan sisanya sebesar 72,1% dipengaruhi oleh variabel lain. - Pada pesamaan kedua nilai R2 sebesar 0,175 atau 17,5% yang menunjukkan kemampuan variabel partisipasi penyusunan anggaran dalam menjelaskan variasi yang terjadi pada kepuasan kerja sebesar 17,5% sedangkan sisanya sebesar 82,5% dipengaruhi oleh variabel lain. - Pada pesamaan ketiga nilai R2 sebesar 0,561 atau 56,1% yang menunjukkan kemampuan variabel partisipasi penyusunan anggaran, motivasi kerja dan kepuasan kerja dalam menjelaskan variasi yang terjadi pada kinerja manajerial sebesar 51,1% sedangkan sisanya sebesar 48,9% dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat baik secara parsial maupun secara bersama-sama (serempak) dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t dan uji-F adalah sebagai berikut : Uji-t (Parsial) Hasil pengujian secara parsial dapat dilihat pada Tabel 3 diperoleh hasil sebagai berikut: - Pada persamaan regresi pertama, nilai thitung untuk variabel partisipasi penyusunan anggaran sebesar 4,059 dengan nilai sig. 0,000 lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel 2,022 pada signifikan 0,05/2=0,25 dengan drajat kebebasan df=n-k-1 atau 41-1-1=39 hasil yang diperoleh untuk ttabel sebesar 2,022. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima hipotesis H1 dengan demikian partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh dan signifikan terhadap motivasi kerja pada SETDA Kabupaten Aceh Utara. - Pada persamaan regresi kedua, nilai thitung untuk variabel partisipasi penyusunan anggaran sebesar 2,874 dengan nilai sig. 0,007 lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel 2,022 pada
422
signifikan 0,05/2=0,25 dengan drajat kebebasan df=n-k-1 atau 41-1-1=39 hasil yang diperoleh untuk ttabel sebesar 2,022. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima hipotesis H2 dengan demikian partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada SETDA Kabupaten Aceh Utara. - Pada persamaan regresi ketiga, nilai thitung untuk variabel partisipasi penyusunan anggaran sebesar 3,451 dengan nilai sig’0.001 lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel 2,022 pada signifikan 0,05/2=0,25 dengan drajat kebebasan df=n-k-1 atau 41-1-1=39 hasil yang diperoleh untuk ttabel sebesar 2,022. . Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima hipotesis H3 dengan demikian partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja manejeria pada SETDAKAP Aceh Utara. - Pada persamaan regresi ketiga, nilai thitung untuk variabel motivasi kerja sebesar 0,132 dengan nilai sig’0.896 lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel 2,022 pada signifikan 0,05/2=0,25 dengan drajat kebebasan df=nk-1 atau 41-1-1=39 hasil yang diperoleh untuk ttabel sebesar 2,022. . Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menolah hipotesis H4 dengan demikian motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja manejerial pada SETDAKAP Aceh Utara. - Pada persamaan regresi ketiga, nilai thitung untuk variabel kepuasan kerja sebesar 2,900 dengan nilai sig’0.006 lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel 2,022 pada signifikan 0,05/2=0,25 dengan drajat kebebasan df=nk-1 atau 41-1-1=39 hasil yang diperoleh untuk ttabel sebesar 2,022. . Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima hipotesis H5 dengan demikian kepuasan kerja berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja manejerial pada SETDAKAP Aceh Utara. Uji-F (Serempak) Hasil pengujian secara serempak dapat dilihat pada Tabel 3 diperoleh hasil sebagai berikut : - Pada persamaan regresi ketiga, nilai Fhitung untuk variabel partisipasi penyusunan anggaran
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
sebesar 15,731 dengan nilai sig. 0,000 lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabel 4,09 pada signifikan 0,05/2=0,25 dengan drajat kebebasan df1=n-k-1 atau 41-1-1=39 hasil yang diperoleh untuk Ftabel sebesar 4,09. Dengan demikian partisipasi penyusunan anggaran, motivasi kerja dan kepuasan kerja secara serempak berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada SETDA Kabupaten Aceh Utara. Hal ini memberi makna bahwa dengan adanya partisipasi penyusunan anggaran, peninggakatan motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan yang baik akan terciptanya peningkatan kinerja manajerial pada SETDA Kabupaten Aceh Utara, oleh karena itu partisipasi penyusunan anggaran, motivasi kerja dan kepuasan kerja harus terus ditingkatkan agar kinerja manajerial terus dapat ditingkatkan pada SETDA Kabupaten Aceh Utara. PEMBAHASAN Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Motivasi Kerja Berdasarkan pengujian statistik variabel partisipasi penyusunan anggaran, dengan menggunakan analisis regresi, partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai Setdakap Aceh Utara. Melalui perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai t hitung sebesar 4,059 dengan taraf signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari alpha 0,05 yang berarti bahwa menerima H1 Artinya ada pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap motivasi kerja. Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan (Reksohadiprojo dan Handoko dalam Narmodo dan Wajdi, 2007). Bawahan yang dilibatkan dalam penyusunan anggaran perusahaan, mengandung arti bahwa bawahan tersebut diberikan kesempatan untuk dapat menuangkan ide, gagasan, serta pemikirannya demi tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini tentunya akan memotivasi manajer untuk dapat berperilaku sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Berdasarkan pada teori motivasi pula, seseorang yang dilibatkan dalam proses penyusunan anggaran akan termotivasi un-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
tuk dapat berperilaku demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini karena dari pencapaian tujuan tersebut, kinerja seseorang dinilai serta adanya kemungkinan organisasi akan menghargai setiap pencapaian tujuan tersebut. Cherrington dan Cherrington (1973) melakukan penelitian dengan menggunakan faktor motivasi berupa reward sebagai variabel intervening dalam hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Hasil dari penelitian tersebut yaitu bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dulakukan oleh Cherrington dan Cherrington (1973). Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kepuasan Kerja Hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung sebesar 2,874 dengan taraf signifikansi sebesar 0.007 lebih kecil dari alpha 0,05 yang berarti bahwa menerima H2. Artinya ada pengaruh antara spartisipasi penyusunan anggaran terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja dapat dilihat dari cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja juga dapat menjadi tolak ukur hasil dari kinerja aparat pemeritahan dalam penyusunan anggaran. Shields dan Shields (1998) mengemukakan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja aparat pemerintah, serta mengungkapkan bahwa dari 47 kasus yang telah diteliti, beberapa diantaranya mencantumkan kepuasan kerja dengan alasan sebagai penetapan anggaran secara pasti. Penelitian yang menguji kepuasan kerja berpengaruh positif maupun negatif terhadap hubungan antar penyusunan anggaran dan kinerja aparat pemerintah telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan Sardjito (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap penyusunan anggaran dalam meningkatkan kinerja aparat pemerintah. Sedangkan menurut Sudaryono (1994) menunujukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Secara singkat ditentukan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh terhadap partisipasi penyusu-
423
nan anggaran dalam meningkatkan kinerja aparat pemerintah. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin kuat pengaruh partisipasi terhadap kinerja. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, bahwa partisipasi penyusunan anggran berpengaruh terhadap kepuasan kerja, jadi dapat disimpulkan hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Dari hasil pengujian variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial, diperoleh nilai t hitung sebesar 3,451 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001 lebih kecil dari alpha 0,05 yang berarti bahwa menerima H3. Artinya ada pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Dalam penelitian yang dilakukan Eker (2007), populasi yang digunakan yaitu 500 perusahaan yang berada di Turki dengan sampel para bawahan yang bekerja pada instansi pemerintah tersebut. Hasil dari penelitian tersebut yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Semakin tinggi partisipasi bawaham dalam penyusunan anggaran, maka akan semakin tinggi pula kinerja manajerial organisasi tersebut. Kinerja manajerial menurut Stonner (1998) adalah seberapa efektif dan efisien para manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Brownell (1982) menyebutkan bahwa partisipasi anggaran merupakan proses yang melibatkan individu-individu secara langsung didalamnya dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan tujuan anggaran yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian tujuan aggaran mereka. Hal ini sesuai dengan teori motivasi yang mana menyebutkan bahwa seseorang berperilaku karena adanya suatu kebutuhan yang ingin dicapainya. Berdasarkan penelitian sebelumya terdapat pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajeria Eker ( 2007), jadi dapat disimpulkan hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu ada pengaruh signifikan partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial.
424
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Manajerial Dari perhitungan statistik diperoleh nilai t hisebesar 0,132 dengan taraf signifikansi sebetung sar 0.896 lebih besar dari alpha 0,05 yang berarti bahwa menolak H4. Artinya tidak ada pengaruh antara motivasi kerja dengan kinerja manajerial. Motivasi merupakan dorongan berperilaku yang ada dalam diri pribadi seseorang untuk dapat mencapai tujuan tertentu. Penelitian yang dilakukan Cherrington dan Cherrington (1973) menyimpulkan bahwa faktor motivasi berupa reward sebagai variabel intervening berpengaruh kuat terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. Sesuai dengan teori motivasi, seseorang berperilaku untuk dapat memenuhi kebutuhan pada dirinya. Untuk itu, dirinya akan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi karena penilaian prestasi dan kemungkinan penghargaan atas prestasi dinilai dari pencapaian tujuan organisasi tersebut. Dengan adanya motivasi ini, para bawahan akan bekerja lebih giat agar dapat mencapai tujuan organisasi. Hal ini tentunya akan meningkatkan kinerja manajerial organisasi, namun demikian hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya karena motivasi kerja tidak berpengaruh pada kinerja manajeriam Setdakap Aceh Utara. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Manajerial Melalui perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai thitung sebesar 2,900 dengan taraf signifikansi sebesar 0.006 lebih kecil dari alpha 0,05 yang berarti bahwa menerima H5. Artinya ada pengaruh antara kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Kepuasan kerja dapat dilihat dari cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja juga dapat menjadi tolak ukur hasil dari kinerja aparat pemeritahan dalam penyusunan anggaran. Shield dan Shlield (1998) mengemukakan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja aparat pemerintah, serta mengungkapkan bahwa dari 47 kasus yang telah diteliti, beberapa diantaranya mencantumkan kepuasan kerja dengan alasan sebagai penetapan anggaran secara pasti. Namun demikian Baron (2003) dalam penelitiannya
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
menemukan bahwa kepuasan kerja tidak memperkuat hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Sedangkan Chenhall dan Brownel (1988) dalam penelitiannya menemukan pengaruh positif terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Penelitian yang menguji kepuasan kerja berpengaruh positif maupun negatif terhadap hubungan antar penyusunan anggaran dan kinerja aparat pemerintah telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan Sardjito (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap penyusunan anggaran dalam meningkatkan kinerja aparat pemerintah. Sedangkan menurut Sudaryono (1994) menunujukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Secara singkat ditentukan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh terhadap partisipasi penyusunan anggaran dalam meningkatkan kinerja aparat pemerintah. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin kuat pengaruh partisipasi terhadap kinerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu ada pengaruh signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial. Pengaruh Pertisipasi Penyusunan Anggara terhadap Kinerja Manajerial Melalui Variabel Motivasi Kerja Hasil perhitungan tidak langsung (indirect effect) yang telah dilakukan diperoleh nilai X1 Y1 Y2 = (0,545 × 0,021) = 0,011 artinya motivasi kerja tidak memediasi terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manejerial atau tidak ada pengaruh tidak langsung (indirect effect), berdasarkan hasil tersebut partisipasi penyusunan anggaran hanya memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial dengan koefisien sebesar 0,451 jadi menolah hipotesis H6 Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Melalui Variabel Kepuasan Kerja Hasil perhitungan tidak langsung (indirect effect) yang telah dilakukan diperoleh nilai X2 Y1 Y2 = (0,418 × 0,421) = 0,176 artinya variabel
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
kepuasan kerja tidak memediasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manejerial atau tidak ada pengaruh tidak langsung (indirect effect). berdasarkan hasil tersebut partisipasi penyusunan anggaran hanya memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial dengan koefisien sebesar 0,451 jadi menolah hipotesis H7 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian pengaruh variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap motivasi kerja Setdakap Aceh Utara secara langsung sebesar 0,545 dengan signifikansi sebesar 0,00 > 0.05 taraf signifikansi, artinya terdapat pengaruh antar variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap motivasi kerja Setdakap Aceh Utara secara langsung 2. Pengaruh variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kepuasan kerja Setdakap Aceh Utara secara langsung sebesar 0,418 dengan signifikansi sebesar 0,007 < 0.05 taraf signifikansi, artinya ada pengaruh antar variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kepuasan kerja Setdakap Aceh Utara secara langsung 3. Pengaruh variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial Setdakap Aceh Utara secara langsung sebesar 0,451 dengan signifikansi sebesar 0,001 < 0.05 taraf signifikansi, artinya ada pengaruh antar variabel partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial Setdakap Aceh Utara secara langsung
425
4. Variabel motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial pegawai Setdakap Aceh Utara, hal dapat dilihat dari nilai koefisien sebesar 0,21 dengan signifikansi sebesar 0,896 > 0.05 taraf signifikansi, artinya motivasi kerja yang selama ini tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial Setdakap Aceh Utara 5. Variabel kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pegawai Setdakap Aceh Utara dengan nilai koefisien sebesar 0,421 dengan signifikansi sebesar 0,006 < 0.05 taraf signifikansi, artinya kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial Setdakap Aceh Utara. 6. Hasil perhitungan pengaruh tidak langsung (indirect effect) yang telah dilakukan diperoleh nilai sebesar 0,011 artinya motivasi kerja tidak memediasi terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manejerial atau tidak ada pengaruh tidak langsung (indirect effect), berdasarkan hasil tersebut partisipasi penyusunan anggaran hanya memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial dengan koefisien sebesar 0,45. 7. Hasil perhitungan pengaruh tidak langsung (indirect effect) yang telah dilakukan diperoleh nilai sebesar 0,176 artinya kepuasan kerja tidak memediasi terhadap hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manejerial atau tidak ada pengaruh tidak langsung (indirect effect), berdasarkan hasil tersebut partisipasi penyusunan anggaran hanya memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial dengan koefisien sebesar 0,45.
426
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
REFERENSI Anthony, R.N., Dearden, J and Bedford. (1998). Management Control System, II:Irwin: McGraw-hill, Chicago. Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Bina Aksara, Jakarta. Atkinson, AA., R.J.Banker, R.S. Kaplan dan S.M, Young. (1995). Management Accounting. Englewood Cliffs, Prentice-Hall, New Jersey. Brownell, P. (1982). Afield Study Examination of Budgetary Participation and Locus of Control. The Accounting Review.Vol LVII No.4. Cherrington. D. J. dan Cherrington. J. O (1973). Appropriate Reinforcement Contigencies in the Budgeting Process Journal of Accounting Research, (Supplemen). Hal 225-253. Chenhall, R.H., and Brownell, P. (1988). The Effect of Participative Budgeting on Job Satisfaction and Performance: Role Ambigity as an Intervening Variable. Accounting, Organization and Society, 13, 3, pp. 225-233. Chong, Vincent K. dan Kar Ming Chong. (2002). Budget Goal Commitment and Informational Effects of Budget Participation on Performance: Astructural Equation Modeling Approach. Behavioral Research in Accounting, USA. Dajan, Anto. (1996). Pengantar Metode Statistik. Jilid II LP3ES. Jakarta. Elek Meker Dr. (2007). The Impact of Budget Participation on Managerial Performance; Via Organization comitmen :A Study on The Top 500 Firms in Turkey. Journal Ankara Universitesi SBFergisi pp.117-136. Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbit-Undip. Semarang. Ghozali, Imam dan Adiputra. ( 2002), Pengaruh Motivasi dan Pelimpahan Wewenang Sebagai Variabel Moderating Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penyusuanan Anggaran Dan Kinerja Manajerial. Journal Bisnis Strategi ,vol 10 Th VII, pp 48 – 61. Ghozali, Imam dan Yusfaningrum, Kusnasriyanti. ( 2005). Analisis Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial melalui Komitmen Tujuan Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) sebagai Variabel Intervening. (Penelitian terhadap Perusahaan Manufaktur di Indonesia), SNA VIII, Solo. Gibson, J.L, Ivancevich dan Donnely, JM, (2000). Organization : Behavior Stucture, Processes. Irwin; McGraw-hill. Gitosudarmo, I., dan I Nyoman Sudita. (1997). Perilaku Keorganisasian.BPFE, Yogyakarta. Govindarajan V,(1986). Impact of Participation in The Budgetary Process on Managerial At-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
427
titudes and Performance. Universalistic and Contigency Perspective. Decision Sciences 17. pp. 496-516. Hafiz, Wihisfina Frisilia. (2007). Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial pada PT. Cakra Compact Alumunium Industries. FE., USU., Medan. Handoko, Hani, T. (1996). Manajemen. BPFE. Yogyakarta. Hansen Dan Mowen. (2001). Akuntansi Manajemen. Salemba Empat. Jakarta. Ikhsan, Arfan dan La Ane. (2007). Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Menggunakan Lima Variabel Pemoderasi.SNA X.26-28 Juli. PP 1-7. Indriantoro Nur dan Supomo, B. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE, Yogyakarta. Kenis,I. (1979). Effect of Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes and Performance. The Accounting Review: 707-721. Mulyadi. (1997). Akuntansi Manajemen. Edisi 2, Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Yogyakarta. Nurcahyani, K. (2010). Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial melalui Komitmen Organisasi dan Persepsi Inovasi sebagai Variabel Intervening. FE, UNDIP, Semarang. Omposunggu, K.B dan Bawono. (2006). Pengaruh Partisipasi Anggaran Dan Job Relevant Information Terhadap Informasi Asimetris. SNA IX. 23-26 Agustus. pp 1-27. Ramadhani dan Nasution. (2009). Pengaruh partisipasi anggaran terhadap prestasi manajer pusat pertanggungjawaban dengan motivasi sebagai variabel mediating. FE, USU., Medan. Robbins, P. Stephen. (2001) Perilaku Organisasi :Konsep, Kontrovesi, Aplikasi. Jilid I, Edisi Kedelapan, PT. Prenalindo Pearson Education Asia, Jakarta. Riyanto L. S, Bambang, ( 2001). Alternative Approach to Examining a Contigency Model in Accounting Research : A Comparation, Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi, Vol. 1. No. 1, Februari: 1 -12. Sardjito, Bambang dan Osmad Muthaher. ( 2007). Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah : Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. SNA X. Juli- Agustus. pp 1-24. Shields, J.F and M.D Shields, M. ( 1998). Antencedents of Participate Budgeting. Accounting Organitations and Society :49-76. Stonner, J.A.F, Freeman, R.E dan Gilbert. J.R. (1998). Strategic Management. New Jersey. PrenticeHall. Inc.
428
MASTURA FITRIANTI DAN MARBAWI
Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. PT Bumi Aksara. Jakarta. Supriyono, R.A.. (2006). Pengaruh Usia, Keinginan Sosial, Kecukupan Anggaran, Dan Partisipasi Penganggaran Terhadap Kinerja Manajer Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia. Vol 21. No 1 pp 1-21. Wahyuddin, Nor. (2007). Desentralisasi dan Gaya Kepemimpinan sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial. SNA X 26-28 Juli. PP 1-27.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 429-446
PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAN PENANAMAN MODAL ASING TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR1 DAN NURUL FAIZAH2 Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Alumni pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
1 2
The reasearch aims to evaluate the influence of government spending and foreign capaital investment to poverty eleviation in Indonesia. Applying Vector Autoregression Model (VAR) in analysing secondary financial data from Indonesian Statistics Center form year 1972 to 2012. Using granger causality test, the results obtained that government spending influenced the poverty as the value of Wald test of 66.12 is greater than Critical Value 5% (16.92), based on the decomposition of the residual variance prediction of government spending on poverty was defined by the first horizon of government spending accounted for 31% of the poverty. In the other side Foreign investment also affect poverty. The value of Wald Test of foreign investment on poverty is 51.54 Based on these results it can be suggested: In optimizing the poverty eleviation, the government to maintain the stability of the allocation of public spending. In addition, the government needs to create more condusive enviroment for foreign investment such as guarantee of the security and availability of adequate infrastructure in order to attract more foreign investors to invest in Indonesia. Thus will interact the foreign investment in Indonesia and will stimulate better economic growth, create job opportunities that will reduce unemployment, and finally will alleviate the poverti in Keywords: government spending, foreign investment, poverty, VAR
429
430
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
LATAR BELAKANG Kemiskinan merupakan masalah global yang dihadapi oleh berbagai negara, tidak hanya negara berkembang tetapi negara maju juga menghadapi fenomena ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjebak dalam masalah kemiskinan yang hingga saat ini belum sepenuhnya teratasi. Kemiskinan merupakan salah satu indikator penting untuk menilai apakah pertumbuhan ekonomi suatu negara baik atau tidak. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pro poor yang mampu memberikan dampak positif bagi penurunan kemiskinan. Kebijakan pro poor dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti halnya kebijakan redistributif yang mencakup pajak progresif dan pemberian subsidi, selain itu kebijakan pro poor juga dapat mencakup penciptaan lapangan pekerjaan bagi penduduk miskin guna memperoleh pendapatan, akses pada perolehan kredit mikro dan pemberian pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi penduduk yang berpenghasilan rendah, dan pemberian insentif finansial bagi perusahaan-perusahaan untuk memberikan pelatihan-pelatihan pada buruh kasar sehingga lebih produktif. Dampak positif dari berbagai upaya yang dilakukan dalam penurunan angka kemiskinan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebesar 34.96 juta jiwa dengan presentase sebesar 15.42 persen. Pada tahun berikutnya dengan berbagai kekuatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah dan program pengentasan kemiskinan maka jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin semakin menurun yang mana pada tahun 2012 mencapai 29.13 juta jiwa dengan persentase penduduk miskin mencapai 11.66 persen. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin ini tidak terlepas dari berbagai indikator lain yang masih menyisakan persoalan yang rumit akibat masalah kemiskinan yaitu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan ukuran untuk membandingkan standar hidup, harapan hidup, pendidikan dan melek huruf seluruh dunia. IPM dapat digunakan atau dijadikan indikator
untuk mengklasifikasikan maju, berkembang atau terbelakangannya suatu negara. Tabel 2 menjelaskan bahwa, dengan menurunnya jumlah dan persentase penduduk miskin 5 tahun terakhir di Indonesia maka indeks pembangunan manusia dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan. Hal ini dapat menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kemiskinan dengan indeks pembangunan manusia, karena apabila tingkat kemiskinan tinggi, penduduk akan kesulitan memperoleh kesehatan dan pendidikan, akibatnya adalah standar hidup masyarakat menjadi rendah. Disisi lain, walaupun indeks pembangunan manusia mengalami peningkatan akibat penurunan kemiskinan, namun berdasarkan data yang diperoleh oleh United Nations Development Programme (UNDP) pergerakan dari peningkatan ini masih dinilai lamban, IPM di Indonesia masih jauh di bawah jika dibandingkan dengan IPM negara-negara lain, terbukti dari Indonesia yang menduduki peringkat ke 121 dari 186 negara. IPM Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan IPM Filipina yang menduduki peringkat 114 (0,654), Malasyia menduduki peringkat ke 64 (0,769), dan Singapura yang menduduki peringkat ke 18 (0,895). Fenomena kemiskinan dan rendahnya kualitas pembangunan manusia kontras dengan tingginya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan nasional yang mengejar pertumbuhan ekonomi tidak di ikuti sepenuhnya dengan perbaikan kualitas hidup, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak selalu mampu menyerap tenaga kerja, dengan kata lain tidak cukup memberi kesempatan kerja bagi penduduk Indonesia. Hal ini menyebabkan tingginya tingkat pengangguran yang pada nantinya menjadi pemicu terjadinya kemiskinan. Peran serta pemerintah dalam perekonomian sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah yang telah diuraikan. Pemerintah harus mampu menjalankan ketiga fungsi utamanya yaitu sebagai pengalokasi, distributor dan stabilitator untuk menciptakan pembangunan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Untuk dapat mengatasi persoalan kemiskinan dan kurangnya kesempatan kerja, pemerintah perlu melakukan peningkatan dalam pengeluaran/belanja pemerintah.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
431
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 2008–2012 (Juta Jiwa)
Tahun
Jumlah penduduk miskin
Persentase penduduk miskin
2008
34.96
15.42
2009
32.53
14.15
2010
31.02
13.33
2011
30.02
12.49
2012
29.13
11.66
Sumber: BPS (2013) Tabel 2 Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia 2008-2012 (Persen) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Indeks pembangunan manusia(%) 0,601 0,611 0,620 0,624 0,629
Sumber: http://hdr.undp.org (2013)
Pengeluaran pemerintah adalah sebuah titik awal dari berjalannya suatu perekonomian, dimana pertumbuhan hingga pembangunan ekonomi bergantung padanya. Setiap negara selalu berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga kesempatan kerja terbuka luas dan kemiskinan dapat teratasi. Oleh karena itu, alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun daerah yang bersifat efisien sangat diperlukan. APBN merupakan suatu entitas yang mengemban amanat rakyat, sehingga pemerintah sebagai wakil rakyat berkewajiban untuk menggunakannya dengan perencanaan yang matang sehingga permasalahan-permasalahan ekonomi di daerah ataupun negara dapat teratasi, terutama permasalahan dalam sektor pendidikan, kesehatan, penyediaan barang publik yang merupakan hal-hal penting guna tercapainya kesejahteraan masyarakat. Selain itu dengan APBN, perencanaan, tujuan, prioritas serta arah dari pembangunan dapat diketahui dengan baik. Peningkatan pembangunan infrastruktur ekonomi yang dibiayai oleh APBN juga menjadi hal yang positif bagi pembangunan perekonomian karena dapat meningkatkan produktivitas pada faktor-faktor produksi, Peningkatan sumber daya manusia yang dapat menerapkan teknologi tinggi dalam proses produksi, yang
pada akhirnya hasil-hasil produksi semakin meningkat. Peningkatan produksi akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang apabila pendapatan tersebut tidak di konsumsi secara keseluruhan akan meningkatkan tabungan masyarakat, peningkatan tabungan ini nantinya akan berdampak pada meningkatnya investasi. Menurut pandangan Keynes peningkatan pertumbuhan ekonomi dan terbuka luasnya kesempatan kerja dapat diciptakan dengan adanya peningkatan pada belanja negara. Keynes menggunakan asumsi ekonomi dalam kondisi kelebihan kapasitas (excess capacity) dan dengan demikian belum mencapai utilisasi penuh (full employment). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan, dengan asumsi excess capacity, dapat terwujud dengan peningkatan government spending. Dilihat dari struktur belanja pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa pengeluaran belanja pemerintah mengalami peningkatan yang signifikan dalam 5 tahun terakhir, pada tahun 2012 belanja Pemerintah mencapai 1435407.0 milyar, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 1229558.0 Milyar. Peningkatan pengeluaran belanja ini merupakan permulaan yang baik bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga golongan miskin
432
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
Tabel 3 Realisasi Belanja Pemerintah Indonesia 2008-2012 (Milyaran Rupiah) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Belanja pemerintah 854660.0 1037067.0 1047666.0 1229558.0 1435407.0
Sumber: BPS (2013) Tabel 4 Realisasi Penanaman Modal Asing Indonesia (PMA) 2008-2012 (Jutaan US$) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
PMA 14871.4 10815.2 16214.8 19474.5 24564.7
Sumber: BPS, 2013
dapat berpartisipasi penuh dalam pertumbuhan ekonomi. Kenyataannya yang terjadi berbanding terbalik dimana peningkatan pengeluaran belanja ini tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang juga meningkat. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 Q4 hanya berkisar 6,1 persen, persentase ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 Q4 yang mencapai 6,5 persen (http://www.anggaran.depkeu. go.id). Selain belanja pemerintah, faktor lain yang dapat mendukung meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah Penanaman modal asing (PMA). PMA merupakan suatu alat yang dapat menggerakkan perekonomian menuju arah yang lebih baik, karena dengan adanya PMA dapat meningkatkan modal yang dimiliki suatu negara serta penyediaan perlengkapan produksi yang dapat meningkatkan hasil produksi, dan sesuai dengan teori ekonomi semakin meningkat hasil produksi, pendapatan suatu negara akan meningkat sehingga mencerminkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
setiap tahunnya sehingga para investor terdorong untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia juga mampu menjadi daya tarik bagi investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Jika kekayaan sumber daya alam ini dapat dimanfaatkan secara maksimal maka investasi yang dilakukan pada sektor riil ini akan memberikan dampak positif bagi pergerakan perekonomian Indonesia, dimana faktor produksi dapat di tingkatkan dan kesempatan kerja akan terbuka luas sehingga kemiskinan dapat teratasi. Bagi negara berkembang seperti Indonesia yang tidak mampu mendirikan industri-industri besar, investasi ini sangat membantu dalam proses industrialisasi yang dapat merangsang meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, apabila pengaruh belanja pemerintah dan PMA terhadap kemiskinan dapat diketahui lebih detail dan mendalam, maka perbaikan pada berbagai masalah yang telah diuraikan dapat lebih di maksimalkan.
Tabel 4 menjelaskan penanaman modal asing di Indonesia terjadi penurunan pada tahun 2009 yang berkisar 10815.2 juta US$, angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yaitu 14871.4 juta US$, Namun peningkatan kembali terjadi pada tahun 2010-2012. Ini membuktikan bahwa iklim investasi Indonesia mengalami perbaikan
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia ? 2. Bagaimana pengaruh kemiskinan terhadap belanja pemerintah di Indonesia?
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
3. Bagaimana pengaruh PMA terhadap kemiskinan di Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing? 5. Bagaimana pengaruh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia 2. Menganalisis pengaruh kemiskinan terhadap belanja pemerintah di Indonesia 3. Menganalisis pengaruh PMA terhadap kemiskinan di Indonesia 4. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing 5. Menganalisis pengaruh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah Manfaat Penelitian 1. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk : 2. Mengetahui pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan di Indonesia 3. Mengetahui pengaruh kemiskinan terhadap belanja pemerintah di Indonesia 4. Mengetahui pengaruh PMA terhadap kemiskinan di Indonesia 5. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing 6. Menganalisis pengaruh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah 7. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait. TINJAUAN TEORITIS Belanja Pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang diperuntukkan bagi pendanaan urusan pemerintahan, baik urusan wajib, pilihan, dan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu. Belanja pemerintah dijadikan suatu kebijakan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pengeluaran belanja ini dapat mendukung berbagai program dan kebijakan-kebijakan dalam stabilitas perekonomian nasional.
433
Komponen Belanja Pemerintah terdiri dari dua, yaitu: 1. Belanja langsung Belanja langsung dapat di kelompokkan menjadi: belanja pegawai yang mengandung pengertian belanja yang dikeluarkan pemerintah untuk upah, lembur dan pengeluaran lain pegawai, dimana belanja ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kualitas pegawai dalam melaksanakan berbagai program. Belanja barang dan jasa juga merupakan belanja langsung dimana belanja ini digunakan untuk pembelian/pengadaan barang nilai manfaatnya kurang dari setahun, atau untuk pengeluaran pemakaian jasa untuk melaksanakan berbagai program. Belanja lain yang termasuk belanja langsung yaitu barang modal yang merupakan belanja untuk meningkatkan modal yang dapat menambah aset tetap bagi suatu negara dengan melakukan pemeliharaan untuk mempertahankan inventaris atau infrastruktur yang dimiliki suatu negara sehingga memberikan manfaat serta dapat mningkatkan kuantitas dan kualitas aset negara tersebut. 2. Belanja tidak langsung Belanja ini meliputi: 1. Belanja pegawai, yaitu belanja dalam bentuk kompensasi yang diberikan kepada pegawai berupa gaji, tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai undang-undang. 2. Belanja bunga yang merupakan belanja yang digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung berdasarkan kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian jangka pendek, menengah, dan panjang. 3. Belanja subsidi, belanja yang dianggarkan untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/ lembaga tertentu agar hasil produksi yang dilakukan perusahaan tersebut dapat di jangkau oleh masyarakat banyak. 4. Belanja hibah, belanja yang diberikan kepada pihak lain sebagai hibah dalam bentuk uang. barang dan jasa. 5. Belanja bantuan sosial, belanja yang dianggarkan untuk kesejahteraan masyarakat dalam bentuk jaminan sosial, perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan. 6. Belanja bagi hasil, bagi hasil atas pendapatan daerah yang ditetapkan dengan perundang-undangan. 7. Bantuan keuangan, belanja yang diberikan kepada daerah untuk pemerataan dan bantuan keungan akibat kurangnya keuangan daerah. 8. Belanja tidak terduga, belanja
434
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
yang dianggarkan untuk kegiatan yang sifatnnya tidak terduga. Penanaman Modal Asing adalah modal yang ditanamkan perusahaan-perusahaan intenasional di dalam negeri guna memperluas jaringan pada perusahaannya. Penanaman modal asing ini biasanya aset-aset berupa pembangunan pabrikpabrik untuk meningkatkan industri, persediaan modal bagi keperluan produksi dan perlengkapan sarana- prasarana untuk menciptakan iklim investasi semakin baik. Berdasarkan UU no 25 tahun 2007 pasal 1 ayat 3 penanaman modal asing merupakan kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (www.bi.go.id). Ernawati (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa yang disebut sebagai penanaman modal asing (PMA) Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 harus memenuhi beberapa unsur berikut (Ps.1(3)): Merupakan kegiatan menanam modal, Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia, Dilakukan oleh penanam modal asing, Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Fungsi Penanaman Modal Asing adalah pemegang peranan penting dalam perekonomian, dengan adanya modal asing maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat karena sumber dana yang digunakan bagi perbaikan infrastruktur menjadi lebih baik, sehingga industri dalam negeri siap menghadapi proses industrialisasi yang mampu membawa suatu iklim sejuk bagi investasi. Semakin meningkatnya industri dalam negeri akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak sehingga pengangguran serta standar hidup masyarakat akan meningkat. Oleh karena itu, penanaman modal asing mampu memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan.
Tujuan Penanaman Modal Asing merupakan planning pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga tujuan dari dilakukannya penanaman modal asing harus sepenuhnya dicapai agar target dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai, beberapa tujuan dari penanaman modal asing antara lain adalah untuk meningkatkan hasil produksi dengan biaya produksi yang rendah, tujuan penanaman modal asing juga untuk mendorong perusahaanperusahaan lain untuk masuk ke pasar sehingga pendapatan dari pajak semakin meningkat. Tujuan ini serupa dengan tujuan yang dipaparkan pada UU no 25 tahun 2007 pasal 3 ayat 2, yaitu tujuan dari penanaman modal adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing dunia usaha, meningkatkan pembangunan ekonomi, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat (www.bi.go.id). Jenis Penanaman Modal Asing dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Investasi Portfolio, investasi yang dilakukan untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan berupa deviden, peningkatan modal dan bunga dari pembelian Bonds, saham asing dan sekuritas lainnya. 2. Investasi langsung, investasi yang dalam pelaksanaanya/operasionalnya di luar negeri melibatkan komitmen manajerial. Deliarnov dalam Khasanah (2009) membagi investasi menjadi dua berkaitan dengan pendapatan, yaitu: 1. Investasi otonom, investasi yang ditentukan oleh internal perekonomian sendiri bukan ditentukan oleh pendapatan nasional yang berarti dan bersifat konstan, seperti nilai tukar, inflasi, infrastruktur, teknologi, upah dan suku bunga 2. Investasi terpengaruh, yaitu investasi yang ditentukan oleh pendapatan nasional.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing 1. Produk domestik bruto (PDRB), Peranan PDRB sangat penting, karena semakin meningkat PDRB suatu negara maka pertumbuhan ekonomi suatu negara akan meningkat, sehingga lapangan pekerjaan terbuka luas, pendapatan masyarakat meningkat. Peningkatan pendapatan akan menggeliatkan daya beli masyarakat, permintaan barang dan jasa semakin meningkat, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan akan meningkat sehingga perusahaan akan terdorong untuk melakukan investasi semakin banyak. 2. Tingkat inflasi Inflasi merupakan salah satu hal yang menjadi fokus bagi pemerintah dalam menjaga kestabilan perekonomian, karena gejolak yang ditimbulkan oleh inflasi berpengaruh pada semua sektor perekonomian. Inflasi yang sangat berat akan menyebabkan iklim investasi memburuk, karena dengan tingginya inflasi pertumbuhan ekonomi akan melemah dan daya saing menurun, hal ini dikarenakan pada saat inflasi tinggi biaya produksi akan meningkat sebagai akibat dari kenaikan harga pada barang. 3. Nilai tukar Nilai tukar merupakan nilai yang digunakan untuk mendapatkan mata uang asing sejumlah dengan mata uang dalam negeri yang dimiliki. Nilai tukar terdiri dari dua jenis yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah nilai tukar dalam bentuk surat berharga, sedangkan nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi dengan harga barang asing. Peningkatan yang terjadi pada nilai tukar riil atau kurs riil akan menyebabkan harga barang dalam negeri cenderung meningkat dan harga barang luar negeri menjadi murah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, jika kurs rendah maka masyarakat akan cenderung membeli barang dalam negeri di bandingkan luar negeri sehingga permintaan barang akan meningkat, dan ini dapat menggeliatkan investor untuk menanamkan modalnya. 4. Upah Kenaikan upah akan menyebabkan biaya faktor produksi akan meningkat, sehingga harga
435
barang akan meningkat, peningkatan ini berpengaruh pada kurangnya minat investor karena daya beli pemerintah akan menurun dan keuntungan yang diperoleh akan berkurang. 5. Pajak Tarif pajak merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan untuk tetap menciptakan iklim investasi yang kondusif karena tarif pajak yang besar akan memberatkan para investor. Saat tarif pajak meningkat biaya produksi akan meningkat, dan perusahaan harus meningkatkan harga untuk tetap memperoleh keuntungan, di lain sisi hal ini akan menyebabkan daya beli masyarkat menjadi rendah. Kemiskinan merupakan keadaan ketidakmampuan seseorang dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Menurut Todaro (2003:268), meluasnya tingkat kemiskinan dapat menyebabkan suatu kondisi dimana penduduk miskin tidak dapat meningkatkan pendidikan, selain itu tidak memiliki akses terhadap pinjaman kredit yang dapat dijadikan modal usaha/peluang investasi yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan perkapita menjadi lebih kecil. Permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal meningkat apabila terjadi peningkatan pada pendapatan penduduk miskin, sehingga dapat mendorong produksi lokal dan memperluas kesempatan kerja serta merangsang investasi lokal yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi cepat. Bentuk Kemiskinan dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu: 1. Kemiskinan Absolut, yang termasuk kedalam kemiskinan absolut adalah yang bila pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan atau tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari yakni pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. 2. Kemiskinan Relatif, kemiskinan relatif disebabkan oleh kurang terjangkaunya kebijakan pembangunan kepada seluruh masyarakat, sehingga terjadi ketimpangan pada pendapatan masyarakat. 3. Kemiskinan Kultural, kemiskinan ini timbul karena tidak adanya keinginan seseorang un-
436
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
tuk bekerja (malas) dan memperbaiki tingkat kehidupan, minimnya keahlian yang dimiliki, atau dengan kata lain kemiskinan ini ditimbulkan karena faktor budaya. 4. Kemiskinan Struktural, Kemiskinan ini disebabkan oleh rendahnya akses yang dimiliki oleh masyarakat sumber daya dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan serta tidak mendukung pembebasan kemiskinan. Penyebab Kemiskinan seperti dijelaskan oleh World Bank disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu: 1. Pemenuhan kebutuhan dasar yang rendah akibat rendahnya pendapatan dan aset, seperti: makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan dan pendidikan. 2. Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan di depan institusi negara dan masyarakat. 3. Rentan terhadap guncangan ekonomi, terkait dengan ketidakmampuan menanggulanginya. Menurut Jonaidi (2012), dikutip dalam Kuncoro, penyebab kemiskinan dipandang dari segi ekonomi akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang sehingga produktivitas yang dimiliki rendah, yang akhirnya upah juga menjadi rendah. Ukuran Kemiskinan Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Berdasarkan pendekatan itu indikator yang digunakan adalah Headcount Index (HCI) yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line).
Menurut Todaro (2003: 246) Selain head count index terdapat juga indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index) dan indeks keparahan kemiskinan (distributionally sensitive index) atau Pα yang dirumuskan oleh Foster-Greer-Thorbecke. Index Pα Adalah sebagai berikut:
Dimana: Z = garis kemiskinan i = rata-rata pengeluaran per kapita penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan q = banyak penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan N = jumlah penduduk α = 0,1,2 α = 0 ; poverty head count index (P0) α = 1 ; poverty gap index (P1) α = 2 ; poverty distributionally sensitive index (P2) Dimensi Kemiskinan David Cox (2004) membagi kemiskinan menjadi beberapa dimensi, yaitu : 1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi, globalisasi merupakan keterkaitan antar bangsa, atau ketergantungan antar bangsa, sehingga efek dari adanya globalisasi dapat menciptakan negara maju dan negara berkembang, sehingga negara yang berkembang dengan berbagai kelemahan yang dimilikinya dalam menghadapi globalisasi akan terpinggirkan. 2. Kemiskinan yang terkait dengan pembangunan, akibat dari rendahnya pembangunan adalah adanya kemiskinan subsistem, pedesaan yang selalu menjadi peminggiran dalam proses pembangunan menyebabkan timbulnya kemiskinan di pedesaan, dan kecepatan pembangunan dan pertumbuhan di perkotaan menjadikan tingkat kemiskinan perkotaan meningkat, peningkatan ini disebabkan banyaknya perpindahan dari desa ke perkotaan yang menyebabkan terjadinya ledakan penduduk dan pengangguran di perkotaan. 3. Kemiskinan sosial, pada dasarnya kemiskinan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
sosial banyak dialami oleh perempuan, anakanak dan kelompok minoritas. 4. Kemiskinan konsekuensial, kemiskinan ini disebabkan oleh bencana alam, konflik, kerusakan lingkungan dan faktor eksternal lainnya. Ciri-Ciri Kemiskinan Menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan (2009) mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu : 1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri, faktor produksi seperti tanah, keterampilan dan modal yang dimiliki sendiri sangat terbatas sehingga tidak dapat berproduksi secara maksimal yang pada akhirnya menyebabkan pendapatannya rendah. 2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, tidak memenuhi syarat untuk melakukan pinjaman kredit pada instansi terkait sehingga lebih memilih untuk berpaling pada para rentenir yang biasanya memungut biaya lebih tinggi. 3. Tingkat pendidikan rendah, tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya menjadi penyebab terbesar tingginya tingkat kemiskinan, dengan rendahnya tingkat pendidikan maka produktivitas yang dimiliki juga semakin rendah. 4. Tinggal di pedesaan, ini menjadi salah satu ciri-ciri kemiskinan karena masyarakat yang tinggal di pedesaan pada umumnya kurang memiliki akses lapangan pekerjaan sehingga pekerjaan mereka hanya berkisar pada buruh kasar seperti menjadi tukang bangunan dan bertani. 5. Kurangnya keterampilan yang dimiliki, kurangnya kemiskinan yang dimiliki menjadikan seseorang tidak dapat berproduksi dengan maksimal sehingga pendapatn rendah, pendidikan rendah dan standar hidup menjadi rendah. Penelitian Sebelumnya Hasan dan Zikriah (2007) dalam penelitiaannya menemukan bahwa peningkatan jumlah belanja modal pemerintah dan PDRB memberi dampak positif terhadap penduduk miskin di Aceh, karena ketersediaan infrastruktur yang memadai yang merupakan dampak positif dari peningka-
437
tan belanja modal pemerintah akan memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan. Rudiningtyas (2011) melakukan penelitian serupa dengan hasil yang berbeda dengan pemaparan yang disampaikan oleh Hasan dan Zikriah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran (Studi Pada APBN 2004-2008) menemukan bahwa pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Rusdarti dan Sebayang (2013) dengan tema Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah mampu melengkapi kedua penelitian diatas dengan penemuan bahwa belanja berpengaruh Signifikan secara statistik terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Mengenai penanaman modal asing dan kemiskinan di sampaikan oleh Jonaidi (2012) menunjukkan bahwa investasi PMDN dan PMA berkorelasi negatif terhadap tingkat kemiskinan Indonesia. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat nilai investasi, maka tingkat kemiskinan Indonesia semakin menurun. Nilai koefisien regresi investasi sebesar -0,1114 yang berarti setiap kenaikan nilai investasi sebesar 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 0,1114 persen. Hal ini berarti bahwa variabel investasi berpengaruh signifikan terhadap variabel kemiskinan. Perkembangan realisasi investasi baik PMDN maupun PMA selalu berfluktuatif dan cenderung rendah selama periode penelitian menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan, hasil ini di temukan dalam penelitian mengenai Analisis pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Sharp, seperti dikutip Kuncoro (2006:120) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab dari kemiskinan adalah akibat dari perbedaan terhadap akses permodalan. Hasil penemuan yang sama dikemukakan oleh Momongan (2013) dalam penelitiannya mengenai investasi PMA dan PMDN pengaruhnya terhadap perkembangan PDRB dan penyerapan tenaga ker-
438
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
ja serta penanggulangan kemiskinan di Sulawesi utara yaitu perkembangan investasi PMA, PMDN serta perkembangan PDRB berpengaruh signifikan terhadap upaya penurunan kemiskinan di Sulawesi Utara.
Pt = α1 + β1iΣGEt-i + β2iΣFDIt-i + β2iΣPt-i + εi FDIt = α2 + δ1iΣGEt-i + δ2iΣFDIt-i + δ3iΣPt-i + εi GEt = α3 + λ1iΣGEt-i + λ2iΣFDIt-i + λ3iΣPt-i + εi
Kerangka Pemikiran Belanja Pemerintah (GE)
Penanaman Modal Asing (FDI)
dan hubungan berbagai variabel yang digunakan. Data yang digunakan dalam VAR harus stasioner. Model perhitungan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Kemiskinan (P)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran dapat dijelaskan bahwa belanja pemerintah dan penanaman modal asing merupakan komponen yang dapat mempengaruhi kemiskinan, pengalokasian Belanja pemerintah dan penanaman modal asing secara umum bagi peningkatan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan faktor produksi yang selanjutnya diharapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan pengaruh positif untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Hipotesis 1. Diduga bahwa belanja pemerintah berpengaruh negatif terhadap kemiskinan 2. Diduga bahwa kemiskinan berpengaruh negatif terhadap belanja pemerintah 3. Diduga bahwa penanaman modal asing berpengaruh negatif terhadap kemiskinan 4. Diduga bahwa belanja pemerintah berpengaruh positif terhadap penanaman modal asing 5. Diduga bahwa penanaman modal asing berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah METODE PENELITIAN Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode time series yaitu dengan menggunakan VAR model (Vector autoregression model) . VAR merupakan model yang digunakan untuk melihat pengaruh
Dimana : GE = Belanja Pemerintah FDI = Penanaman Modal Asing P = Kemiskinan HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Unit Root Unit root test merupakan metode yang digunakan untuk melihat kestabilan atau stationeritas data. Dalam penelitian ini alat yang digunakan adala Phillips Perron test. Berdasarkan Tabel 5 diketahui pada data kemiskinan (P) data asli tidak stasioner karena data asli lebih kurang dari Critical Value 5%, sehingga langkah selanjutnya yang dilakukan untuk memperoleh data yang stationer adalah melalui Logaritma Natural(LN), pada langkah ini hasil yang di dapatkan belum stationer sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan first Different yang masih menunjukkan ketidaksttioneritas data dari kemiskinan, pada second different data kemiskinan stationer karena data asli lebih besar dari critical value 5%. Pada data belanja pemerintah(GE) dan penanaman modal asing (FDI) data dinyatakan stationer pada tahap first different. Penentuan Lag Optimal Kriteria yang digunakan dalam penentuan lag optimal adalah Schwarz Information Criteria (SIC), Akaike Information Criteria (AIC), dan Hannan-Quinn Criteria (HQC). Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan adalah Akaike Information Criteria yaitu dengan lag 9. Uji Granger Causality Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat kausalitas antara satu variabel dengan variabel
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
439
Tabel 5 Uji Stationer Dengan Phillips Perron Variabel P GE FDI
Data asli 4.29 5.46 9.01
Logaritma natural 4.57 5.77 8.47
First Different 17.00 39.62 28.17
Second Different 32.11 -
Critical value 5% 21.78 21.78 21.78
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Tabel 6 Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal P 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P=
Akaike Lag=9 -8.49349E+00 -8.67526E+00 -8.79685E+00 -8.59950E+00 -8.56557E+00 -8.45386E+00 -8.57937E+00 -9.66032E+00 0.00000E+00 9
Hannan-Quinn Lag=9 -8.26450E+00 -8.30796E+00 -8.29087E+00 -7.95483E+00 -7.78259E+00 -7.53345E+00 -7.52299E+00 -8.47016E+00 0.00000E+00 9
Schwarz Lag=1 -7.86016E+00 -7.65153E+00 -7.37473E+00 -6.77089E+00 -6.32225E+00 -5.78755E+00 -5.48175E+00 -6.12312E+00 0.00000E+00 1
Sumber: Hasil Penelitian, 2013. Tabel 7 Uji Granger Causality Variabel
Wald Test
Critical Value 5%
Critical Value 10%
GE → P P → GE FDI → P GE → FDI FDI → GE
66.12 147.42 51.54 102.95 15.40
16.92 16.92 16.92 16.92 16.92
14.68 14.68 14.68 14.68 14.68
Keputusan
Reject (H0 ditolak)
Sumber: Hasil Penelitian, 2013. lainnya. Selain itu juga dapat digunakan untuk melihat hubungan suatu hal yang terjadi pada zaman dahulu dan zaman sekarang sehingga dalam uji ini diperlukan data panjang atau data time series. Tabel 7 memaparkan bahwa terdapat pengaruh belanja pemerintah terhadap kemiskinan dengan uji VAR, dimana nilai Wald Test sebesar 66.12 lebih besar jika di bandingkan dengan nilai Critical Value 5% yakni 16.92 yang berarti bahwa secara asumsi H0 ditolak dan Ha diterima, dan sebaliknya Kemiskinan mempengaruhi belanja pemerintah dengan nilai Wald Test 147.42 lebih besar jika di bandingkan Critical Value 5% yang menunjukkan angka 16.92, yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. ini menandakan bahwa terdapat hubungan antar kedua variabel.
Tabel 7 juga menjelaskan hubungan serupa antara penanaman modal asing terhadap kemiskinan. Nilai Wald Test dari Penanaman modal asing terhadap kemiskinan yaitu 51.54, lebih besar jika di bandingkan nilai critical value 5% yaitu 16.92 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa terdapat kausalitas antar variabel. Selain itu, pengaruh dari belanja pemerintah terhadap penanaman modal asing juga dapat dibuktikan dengan nilai Wald Test 102.95 dimana nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai critical value 5% yaitu 16.92, pengaruh sebaliknya juga ditunjukkan oleh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah yang mana nilai Wald Test menunjukkan angka 15.40 lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai critical value 10% yaitu 14.68. ini menunjukkan bahwa pengaruh penanaman modal asing berpengaruh signifikan
440
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
pada nilai critical value 10%. The Impulse Response Test Impulse response memperlihatkan shock/ guncangan yang terjadi pada satu variabel terhadap variabel lainnya. Untuk melihat lamanya shock/ guncangan yang terjadi dari satu variabel ke variabel lain maka perlu adanya rentang waktu dalam pengujian ini. Berikut merupakan hasil dari impulse response variabel penelitian. Gambar 2 menjelaskan bahwa shock/ guncangan yang diakibatkan oleh belanja pemerintah(GE) berpengaruh negatif pada horizon pertama dan kedua, hal ini di tunjukkan oleh titik-titik yang berada di bawah garis, pada horizon ke empat berpengaruh positif yang ditunjukkan dengan titiktitik yang berada di atas garis. Gambar 3 memperlihatkan hal yang sebaliknya yaitu shock/ guncangan yang diakibatkan oleh kemiskinan terhadap belanja pemerintah. Pada horizon kedua dan kelima shock/guncangan akibat kemiskinan terhadap belanja pemerintah berpengaruh positif, sedangkan pada horizon ketiga dan keenam berpengaruh negatif. Gambar 4 menunjukkan tidak adanya pengaruh yang ditimbulkan terhadap kemiskinan akibat shock/guncangan yang terjadi pada penanaman modal asing. Gambar 5 Menggambarkan bahwa tidak terdapat pengaruh terhadap belanja pemerintah sebagai akibat dari shock/ guncangan yang terjadi pada penanaman modal asing. Gambar 6 menggambarkan pada horizon ke 4 terdapat pengaruh pada penanaman modal asing yang diakibatkan oleh guncangan yang terjadi pada belanja pemerintah. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Tabel 8 Menggambarkan kontribusi belanja pemerintah dan penanaman modal asing, serta kontribusi dari variabel itu sendiri. Pada horizon pertama kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan sebesar 68% terhadap variabel itu sendiri, kontribusi dari belanja pemerintah berpengaruh
31% terhadap kemiskinan. Sedangkan kontribusi pada penanaman modal asing terhadap kemiskinan hanya berkisar 1%. Pada horizon kelima kontribusi kemiskinan berpengaruh 62% pada variabel itu sendiri, belanja pemerintah memberikan kontribusi sebesar 37% terhadap kemiskinan dan kontribusi pada penanaman modal asing berpengaruh 1% terhadap kemiskinan. Horizon sepuluh memperlihatkan bahwa 60% kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan terhadap kemiskinan itu sendiri, belanja pemerintah juga memberikan kontribusi sebesar 37% terhadap kemiskinan, serta penanaman modal asing memberikan kontribusi sebesar 2% terhadap kemiskinan. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa belanja pemerintah memberikan kontribusi yang maksimal bagi penurunan kemiskinan sedangkan PMA memberikan kontribusi yang sangat minim bagi penurunan kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat miskin sehingga tidak mampu menyerap lapangan kerja yang disediakan oleh penanam modal asing. Berikut merupakan tabel yang menyajikan persentase Rumah tangga miskin menurut pendidikan, dimana tabel ini menggambarkan bahwa rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh rumah tangga miskin menjadi alasan kurangnya penyerapan pekerjaan yang telah disediakan. Tabel 9 menggambarkan bahwa tingkat pendidikan rumah tangga miskin masih tergolong rendah, terutama rumah tangga miskin yang berada di daerah perdesaan, hal ini terbukti pada tahun 2008 tingkat pendidikan rumah tangga miskin yang berada di perdesaan didominasi oleh rumah tangga yang tidak tamat SD, dimana sebanyak 45.36 persen, 41.15 persen lulusan SD, 8.68 persen tamat SLTP, 4.53 persen SLTA dan 0.28 persen dengan predikat lulusan perguruan tinggi, sedangkan rumah tangga miskin yang berada di daerah perkotaan dengan persentase 37.13 persen tidak tamat SD, 35.55 persen SD, lulusan SLTP sebanyak 13.69 persen, 12.93 persen lulusan SLTA dan 0.70 persen yang memperoleh ijazah perguruan tinggi. Hal ini terjadi karena rendahnya kualitas
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
Gambar 2. Shock/Guncangan Belanja Pemerintah Terhadap Kemiskinan
Gambar 3. Shock/ Guncangan Kemiskinan Terhadap Belanja Pemerintah
Gambar 4. Shock/ Guncangan Penanaman Modal Asing Terhadap Kemiskinan
Gambar 5. Shock/ Guncangan Penanaman Modal Asing Terhadap Belanja Pemerintah
Gambar 6. Shock/ Guncangan Belanja Pemerintah Terhadap Penanaman Modal Asing
441
442
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
Tabel 8 Dekomposisi Prediksi Varian Residual Kemiskinan Horizon
Contribution (%) of the innovation in DIF1[DIF1[LN[P]]]
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[GE]]
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[FDI]]
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
68 52 55 55 62 60 63 64 63 60
31 46 42 43 37 38 35 34 34 37
1 2 3 2 1 2 1 2 2 2
Sumber: Hasil Penelitian, 2013 Tabel 9 Persentase Rumah Tangga Miskin Menurut Pendidikan Kepala Rumah Tangga dan Daerah Indonesia 2008-2012 (Persen) Karakteristik Rumah Tangga/ Daerah Rumah Tangga Miskin -Perkotaan -Perdesaan -Perkotaan+Perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan Rumah Tangga Miskin - Perkotaan - Perdesaan - Perkotaan+perdesaan
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
Tidak Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
PT
37.13 45.36 42.82
35.55 41.15 39.42
13.69 8.68 10.23
12.93 4.53 7.12
0.70 0.28 0.41
34.48 43.38 40.51
36.47 41.52 39.89
14.94 9.41 11.20
13.56 5.27 7.94
0.55 0.42 0.46
34.87 42.34 39.54
37.19 41.56 39.92
14.75 10.13 11.86
12.82 5.67 8.35
0.37 0.30 0.32
40.03 46.78 44.35
36.66 38.38 37.76
11.66 9.59 10.34
11.25 5.08 7.30
0.39 0.17 0.25
33.55 44.39 40.63
40.89 37.88 38.93
14.22 11.53 12.46
10.68 5.85 7.52
0.66 0.35 0.46
Sumber: BPS, 2013 Tabel 10 Dekomposisi Prediksi Varian Residual Belanja Pemerintah Horizon
Contribution (%) of the innovation in DIF1[DIF1[LN[P]]]
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[GE]]
Contribution (%) of theinnovation in DIF1[LN[FDI]]
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6 55 52 52 59 63 63 62 62 62
93 45 47 45 38 35 34 35 35 35
0 0 1 3 3 3 3 3 4 4
Sumber: Hasil Penelitian, 2013
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
443
hidup yang dimiliki oleh rumah tangga miskin akibat rendahnya pendapatan yang mereka peroleh, sehingga rumah tangga miskin hanya dapat berpartisipasi rendah dalam pendidikan. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2012 dimana persentase pendidikan rumah tangga miskin di perdesaan lebih rendah jika di bandingkan dengan rumah tangga miskin di perkotaan. Berdasarkan gambaran dari Tabel 9 menunjukkan bahwa, rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh rumah tangga miskin menjadikan produktivitas yang dimiliki juga menjadi rendah sehingga daya serap masyarakat terhadap lapangan pekerjaan yang terbuka melalui penanaman modal asing menjadi rendah, sehingga peranan penanaman modal asing menjadi tidak kondusif.
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa pada horizon ketiga 24% kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan terhadap penanaman modal asing, 67% kontribusi terhadap penanaman modal asing di berikan oleh belanja pemerintah, sedangkan penanaman modal asing sendiri memberikan kontribusi sebesar 9%. Pada horizon ke delapan kontribusi yang diberikan oleh kemiskinan terhadap penanaman modal asing adalah sebesar 31%, 63% kontribusi terhadap penanaman modal asing diberikan oleh belanja pemerintah dan 6% kontribusi yang diberikan oleh penanaman modal asing terhadap variabel itu sendiri.
Tabel 10 merupakan tabel yang menggambarkan kontribusi kemiskinan, penanaman modal asing dan belanja pemerintah terhadap variabel belanja pemerintah. Pada horizon kelima kemiskinan memberikan kontribusi sebesar 59% terhadap belanja pemerintah, horizon ke tujuh memperlihatkan kontribusi dari belanja pemerintah terhadap belanja pemerintah sendiri sebanyak 34%, dan kontribusi dari penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah adalah 3%. Pada horizon kesembilan kontribusi kemiskinan terhadap belanja pemerintah 62%, belanja pemerintah mendapatkan kontribusi sebesar 35% dari belanja pemerintah itu sendiri dan 4% kontribusi diberikan oleh penanaman modal asing terhadap belanja pemerintah.
Kesimpulan yang di peroleh berdasarkan penelitian yang dilakukan menggunakan metode VAR adalah : 1. Terdapat hubungan/ pengaruh dari belanja pemerintah terhadap kemiskinan, dimana nilai Wald Test sebesar 66.12 lebih besar jika di bandingkan dengan nilai Critical Value 5% yakni 16.92 yang berarti bahwa secara asumsi H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya Kemiskinan mempengaruhi Belanja Pemerintah, dimana nilai Wald Test 147.42 lebih besar dar nilai Critical Value 5%. Berdasarkan hasil Dekomposisi prediksi varian residual dari belanja pemerintah terhadap kemiskinan diketahui pada horizon pertama belanja pemerintah memberikan kontribusi sebesar 31% terhadap kemiskinan, sedangkan Kemiskinan memberi-
KESIMPULAN
Tabel 11 Dekomposisi Prediksi Varian Residual Penanaman Modal Asing Horizon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Contribution (%) of the innovation in DIF1[DIF1[LN[P]]] 15 31 24 16 19 21 25 31 31 31
Sumber: Hasil Penelitian, 2013
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[GE]] 71 56 67 78 75 72 68 63 62 62
Contribution (%) of the innovation in DIF1[LN[FDI]] 14 12 9 6 6 6 7 6 7 7
444
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
kan 6% kontribusi terhadap belanja pemerintah pada horizon pertama. Peningakatan kontribusi belanja pemerintah terhadap kemiskinan dirasakan pada horizon ke empat yaitu 43%. hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan dan Zikriah( 2007) dimana dalam penelitian ini menyebutkan bahwa belanja modal pemerintah yang merupakan komponen dari belanja pemerintah berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Selain Hasan dan Zikriah, penelitian serupa dilakukan oleh Rudiningtyas dengan hasil yang berbeda yaitu Pendapatan dan belanja tidak berpengaruh terhadap kemiskinan selama tahun anggaran 2004 sampai dengan 2008. 2. Penanaman modal asing dalam penelitian ini berhubungan/ berpengaruh dengan kemiskinan, nilai Wald Test dari Penanaman modal asing terhadap kemiskinan yaitu 51.54, lebih besar jika di bandingkan nilai critical value 5% yaitu16.92 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima. Penanaman modal asing juga memberikan kontribusi bagi kemiskinan yang diperoleh melalui uji dekomposisi prediksi varian residual, pada horizon pertama terlihat bahwa penanaman modal asing memberikan kontribusi 1% persen bagi kemiskinan, sedangkan pada horizon kesepuluh sebesar 2% kontribusi yang diberikan oleh penanaman modal asing terhadap kemiskinan. Pada tahun 2012 Jonnaidi melakukan penelitian yang sama, tetapi hasil yang di peroleh bertolak belakang dengan hasil penelitian ini yaitu Hasil estimasi menun-
jukkan bahwa investasi PMDN dan PMA berkorelasi negatif terhadap tingkat kemiskinan Indonesia. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat nilai investasi, maka tingkat kemiskinan Indonesia semakin menurun. Nilai koefisien regresi investasi sebesar -0,1114 yang berarti setiap kenaikan nilai investasi sebesar 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 0,1114 persen. SARAN Saran yang dapat di berikan dari hasil penelitian dan kesimpulan yang dilakukan adalah: 1. Dengan berpengaruhnya belanja pemerintah terhadap kemiskinan, maka diharapkan kepada pemerintah untuk tetap menjaga kestabilan alokasi belanja pemerintah guna menurunkan tingkat kemiskinan yang lebih optimal. 2. Pemerintah perlu menciptakan lagi iklim investasi asing yang lebih kondusif dengan adanya jaminan keamanan dan tersedianya infrastruktur yang memadai sehingga dapat menarik lebih banyak investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dengan demikian peningkatan pada investasi asing akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi pengangguran yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kemiskinan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
445
REFERENSI Badan Pusat Statistik. (2013). Statistik Indonesia. Jakarta Badan Pusat Statistik. (2013). Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia. Jakarta Cox, David. (2004).Outline Of Presentation On Poverty Alleviation Program In The Asia-Pasific Region. Makalah yang disampaikan pada international seminar On Curriculum In Indonesia. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.2 Maret Ernawati. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Nasional Di Indonesia 2005-2009.Surakarta: Universitas Sebelas Maret Hardojo,Antonio P, dkk. (2008). Mendahulukan Si Miskin, Lkis. Buku sumber bagi anggaran pro rakyat, edisi kesatu. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara Hasan, T Iskandar Ben dan zikriah. (2007). Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Penduduk Miskin Di Aceh.Aceh: Journal SAINS Riset, Volume 1, Nomor 1, Maret 2011 Hendarmin. (2012). Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Daerah dan Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat: Jurnal EKSOS, Volume 8, No 3, Oktober 2012: 144-155 Hudaya, Dadan. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Indonesia. Bogor : IPB Jonaidi, Arius. (2012). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia: Jurnal Kajian Ekonomi, Volume 1, Nomor 1, April 2012: 140-164 Khasanah, Mulaelatul. (2009). Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing ( PMA) Di Batam.Bogor: Intitut Pertanian Bogor Momongan, Junaidi E. (2013). Investasi PMA dan PMDN pengaruhnya terhadap perkembangan PDRB dan penyerapan tenaga kerja serta penanggulangan kemiskinan di Sulawesi utara yaitu Perkembangan ivestasi PMA, PMDN serta perkembangan PDRB berpengaruh signifikan terhadap upaya penurunan kemiskinan di Sulawesi Utara: Jurnal EMBA, Volume 1, Nomor 3, September 2013: 530-539 Rudiningtyas, Dyah Arini. Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan Dan Pengangguran(Studi Pada APBN 2004-2008): Jurnal IQTISHODUNA Volume 7, Nomor 1, April 2012: 1-19 Rusdarti dan Sebayang, Lesta Karolina. (2013). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah: Jurnal Economia, Volume 9, Nomor 1, April 2013: 1-9 Todaro, Michael P. (2003).Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi kedelapan, Jakarta: Erlangga
446
MUHAMMAD ILHAMSYAH SIREGAR DAN NURUL FAIZAH
United Nations Development Programme ( 2013). Human Development Index ( HDI) Value. PBB. http://hdrstats.undp.org/en/indicators/display_cf_xls_indicator.cfm?indicator_id=103106&lang=en (Diakses 7 September 2013) http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/lapsem%20I%20APBN%202013.pdf). (Diakses 8 September 2013) http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131195-T%2027312 Determinan%20kemiskinan-Tinjauan%20literatur.pdf (Diakses 10 September 2013) http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/m/edef-konten-view mobile.asp?id=20100412125407359824925 (Diakses 12 September 2013) http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/1968/6TAHUN~1968UU.HTM (Diakses 15 September 2013) http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C7402D01-A030-454A-BC759858774DF852/17683/UU25Tahun2007PenanamanModal.pdf (Diakses 7 November 2013)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 447-460
ANALISIS PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, NET PROFIT MARGIN, DEBT TO EQUITY RATIO, DAN CURRENT RATIO, TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF DI BURSA EFEK INDONESIA MURSIDAH1 DAN AINATUL UMMAH2
Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Alumni pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
1 2
The purpose of this research to analyze the effect of Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio and Current Ratio toward growth income either simultaneously or partially on automotif companies that were listed in Indonesia stock exchange. Independent variables used in this research were Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio and Current Ratio and dependent variable in this research was growth incom. The data used in this research was secondary data as 55 samples with purposive sampling. The method used to analyze the relation between independent variable and dependent variable was multiple linear regression and classical assumption test. The findings of this research identified that simultaneously independent variables Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, To Equity Ratio and Current Ratio with F test, effected together to growth income significantly 0.000. While the result partially with T test, Return On Asset, Return On Equity, and Net Profit Margin to growth income with significance and positive of each was 0.029, 0,041 and 0.008. While Debt To Equity Ratio and Current Ratio to growth income with significance ang negative of 0.008 and 0,001. Companies must be able to demonstrate a good performance, high growth potential, and delivered company information sufficient to investors about the company. Keywords: return on asset, return on equity, net profit margin, debt to equity ratio, current ratio
447
448
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
LATAR BELAKANG Pasar Modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Analisis rasio merupakan suatu bentuk atau cara yang umum digunakan dalam menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan. Dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas terdiri dari Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM), rasio Leverage terdiri dari Debt To Equity Ratio (DER) dan rasio likuiditas terdiri dari Current Ratio (CR) Penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan melalui analisa rasio keuangan tersebut dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan finansial dari perusahaan, sehingga kita dapat menilai hal apa yang telah dicapai di masa lalu dan di masa yang sedang berjalan. Dalam penelitian ini untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, digunakan pertumbuhan laba, karena laba merupakan sebagai alat untuk mengukur kinerja perusahaan, yang memberikan informasi berkaitan dengan tanggung jawab manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. (Munawir, 2007 : 68). Berdasarkan pada Tabel 1 dapat di lihat bahwa rata-rata rasio keuangan perusahan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008-2012 memperoleh laba dengan jumlah yang berbeda-beda setiap tahunnya. Fenomena yang terjadi adalah, adakalanya disaat Return On As-
set (ROA) diperoleh perusahaan meningkat pada tahun 2009 pertumbuhan laba justru menurun ditahun 2009, dimana pada tahun 2009 Return On Asset (ROA) senilai 10,65% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 5,82%, namun pertumbuhan laba yang diperoleh ditahun 2009 mengalami penurunan yaitu sebesar 49,17 % dibandingkan tahun 2008 yaitu 76,65%. Return On Equity (ROE) yang diperoleh perusahaan menurun pada tahun 2010 pertumbuhan laba justru meningkat ditahun 2010, dimana pada tahun 2010 Return On Equity (ROE) senilai 19,24% lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 26,96%, namun pertumbuhan laba yang diperoleh ditahun 2010 mengalami peningkatan yaitu sebesar 81,52% dibandingkan tahun 2009 yaitu 49,17%. Dan ketika Net profit margin mengalami peningkatan ditahun 2009 pertumbuhan laba justru menurun pada tahun 2009, dimana pada tahun 2009 Net Profit Margin sebesar 10,82% lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 8,42%, namun pertumbuhan laba justru menurun sebesar 49,17% dibandingkan tahun 2008 76,65%. Kemudian Net profit margin pada tahun 2011 sebesar 8,99% kembali mengalami penurunan namun pertumbuhan laba justru mengalami peningkatan ditahun 2011 81,52%. Pada saat Debt To Equity Ratio (DER) menurun laba yang diperoleh justru ikut menurun dan sebaliknya pada saat Debt To Equity Ratio (DER) meningkat pertumbuhan laba justru meningkat, fenomena ini terlihat pada tahun 2009 dimana pada saat Debt To Equity Ratio (DER) mengalami penurunan yaitu sebesar 106,69% dibandingkan tahun 2008 113,54%, laba yang diterima justru ikut menurun yaitu sebesar 49,17 % dibandingkan tahun 2008 76,65% . Pada saat Current Ratio (CR) tahun 2011 mengalami penurunan sebe-
Tabel 1 Rasio Keuangan Perusahaan Otomotif No 1 2 3 4 5 6
Rata-rata rasio
2008
2009
2010
2011
2012
Return On Asset (ROA) Return On Equity (ROE) Net Profit Margin (NPM) Debt To Equity Ratio(DER) Current ratio (CR)
5,82 27,65 8,42 113,51 142,16
10,65 26,96 10,82 106,69 193,92
8,68 19,24 8,99 61,69 133,80
0,08 0,16 0,08 90,82 111,73
12,25 22,95 9,13 88,23 127,06
Pertumbuhan Laba
76,65
49,17
77,36
181,44
Sumber : Data Diolah (2014)
81,52
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
sar 111,73% dibandingkan tahun 2010 sebesar 133,80%, pertumbuhan laba justru ikut menurun pada tahun 2011 sebesar 77,36% dibandingkan tahun sebelumnya 81,52%. Rumusan masalah, apakah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt To Equity Ratio (DER), Dan Current Ratio (CR) secara parsial berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif Di Bursa Efek Indonesia?, apakah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt To Equity Ratio (DER), Dan Current Ratio (CR) secara simultan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif Di Bursa Efek Indonesia? Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt To Equity Ratio (DER), Dan Current Ratio (CR) secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia?, dan untuk mengetaui dan menganalisis pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt To Equity Ratio (DER), Dan Current Ratio (CR) secara simultan terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Rasio Keuangan Menurut Sartono (2001:62) rasio likuiditas dibagi menjadi tiga rasio sebagai berikut: 1. Current Ratio adalah rasio antara aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Aktiva Lancar Current Ratio = Kewajiban Lancar 2. Quick Ratio (Asid test Ratio) adalah rasio antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini mengukur solvabilitas jangka pendek tetapi tidak memperhitungkan persediaan karena persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang likuid.
Quick Ratio =
449
Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar
3. Cash Ratio adalah kemapuan perusahaan membayar dalam membayar hutang dengan kas dan surat- surat berharga. Cash Ratio =
Kas + Surat Berharga Kewajiban Lancar
Ratio solvabilitas Menurut Darsono (2005:54), “Debt to equity ratio adalah rasio yang menunjukan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman”. Semakin besar debt to equity ratio maka semakin besar modal pinjaman sehingga akan menyebabkan semakin besar pula beban hutang (biaya bunga) yang harus ditanggung perusahaanRasio ini disebut juga ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman. Menurut Prastowo (2002:84) rasio solvabilitas terdiri dari rasio debt to equity ratio dan time interest earned. Menurut Sartono (2001:64) DER merupakan selisih antara total kewajiban terhadap total modal yang diukur dengan rumus: Total Kewajiban Debt To Equity Ratio = Total Modal Ratio profitabilitas Ratio profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemammuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Menurut Harahap (2007 304), profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Apabila kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba rendah maka penilaian terhadap rasio profitabilitas juga akan rendah dan hal ini akan mengakibatkan investor yang ingin
450
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
menanamkan sahamnya merasa ragu untuk melakukan investasi. Menurut Menurut Mardiyanto (2009:61), rasio profitabilitas dapat diukur : 1. Rasio Margin Laba Kotor (Gross Profit margin) diperoleh dengan membandingkan laba kotor dengan penjualan bersih. Rasio Margin Laba kotor menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam mengendalikan harga pokok atau biaya produksi dan pajak. Gross Profit Margin GPM = Net Sales 2. Rasio Margin Laba Bersih (Net Profit margin) diperoleh dengan membandingkan laba bersih dengan penjualan bersih. NPM =
Laba Bersih Penjualan Bersih
3. Rasio Return On Asset(ROA), rasio pengembalian aktiva yaitu membandingkan Laba bersih operasi perusahaan dengan total aktiva. ROA =
Laba Bunga dan Pajak Total Aktiva
4. Rasio Return On Equity(ROE), rasio pengembalian atas ekuitas merupakan perbandingan antara laba bersih dengan ekuitas. ROE =
Laba Setelah Bunga dan Pajak Total Equitas
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja suatu perusahaan dapat diukur melalui rasio keuangan, seperti : 1. Rasio likuiditas yaitu untuk melihat kinerja perusahaan dalam melunasi hutang jangka pendeknya, rasio solvabilitas yaitu untuk melihat kinerja perusahaan dalam melunasi hutang jangka panjang 2. Rasio profitabilitas yaitu untuk melihat kinerja suatu perusahaan dalam memperoleh laba. Martono dan Harjito (2008:52) berpendapat
bahwa kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak (stakeholders) seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang, pemerintah, dan pihak manajemen sendiri. Harmono (2009:23) mengemukakan bahwa “Kinerja keuangan umumnya diukur berdasarkan penghasilan bersih (laba) atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham (earnings per share). Pertumbuhan Laba Menurut Wahyuni (2012) laba adalah perbedaan antara pendapatan (revenue) yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Menurut Meriawaty (2005), Adanya pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberikan informasi positif mengenai kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba perusahaan yang baik mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik karena laba merupakan ukuran kinerja dari suatu perusahaan, maka semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan, mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan. Dengan demikian apabila rasio keuangan perusahaan baik maka pertumbuhan laba perusahaan juga baik. Laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba setelah pajak, yaitu laba priode t dikurangi laba priode t-1 dan dibagi dengan laba priode t-1, ataupun pertumbuhan laba dapat dirumuskan sebagai berikut (Usman, 2003) : ∆Yit =
Yit - Yit-1 Yit-1
Dimana: ∆Yit = pertumbuhan laba pada Periode t Yit = laba perusahaan i pada periode t Yit-1 = laba perusahaan i pada periode t-1 Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Pertumbuhan Laba Menurut Sartono (2001:64) Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan/laba bagi perusahaan. Menurut Ang ( 2001:231), Nilai Return On Asset (ROA) yang tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan keuntungan berbanding asset yang relatif tinggi. Investor akan menyukai perusahaan dengan nilai Return On Asset (ROA) yang tinggi, karena perusahaan dengan nilai Return On Asset (ROA) yang tinggi mampu menghasilkan tingkat keuntungan lebih besar dibandingkan perusahaan dengan Return On Asset (ROA) rendah. Menurut Harahap (2002: 304), profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Pengaruh Return On Equity (ROE) Terhadap Pertumbuhan Laba Ang (2001) yang menyatakan bahwa semakin tinggi rasio Return On Equity (ROE) maka akan semakin meningkat pertumbuhan laba. Semakin tinggi nilai ROE maka semakin tinggi pula tingkat laba yang dihasilkan karena penambahan modal kerja dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan yang akhirnya dapat menghasilkan laba, (Suwarno :2004). Irawan (2011) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba Hal ini disebabkan oleh sifat dan pola investasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sangat tepat sehingga seluruh aktiva dapat digunakan secara efisien sehingga laba yang diperoleh menjadi maksimal. Selain itu pendapatan yang dihasilkan oleh modal yang berasal dari hutang dapat digunakan untuk menutup besarnya biaya modal. Pengaruh Net Profit Margin (NPM) Terhadap Pertumbuhan Laba Irawan (2011) dalam penelitiannya membuktikan bahwa Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Hal ini disebabkan bahwa perusahaan yang memiliki rasio Net Profit Margin (NPM) yang tinggi cenderung mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi pula dan sebaliknya. Net Profit Margin (NPM) yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu meningkatkan usahanya melalui pencapaian laba operasional dalam periode tersebut. Dengan pencapaian laba ini maka investor akan memperoleh
451
gambaran positif terhadap kinerja perusahaan tersebut sehingga investor dapat mengharapkan adanya return yang tinggi dari modal yang dimilikinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertumbuhan laba juga akan meningkat. Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER) Terhadap Pertumbuhan Laba Menurut Darsono (2005:54), “Debt to equity ratio (DER) adalah rasio yang menunjukan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman”. Semakin besar Debt to equity ratio (DER) maka semakin besar modal pinjaman sehingga akan menyebabkan semakin besar pula beban hutang (biaya bunga) yang harus ditanggung perusahaan. Semakin besarnya beban hutang perusahaan maka jumlah laba akan berkurang. Dengan demikian Debt to equity ratio (DER) yang tinggi berdampak pada semakin kecilnya kemampuan perusahaan untuk membagikan atau memperoleh laba yang tinggi. Irawan (2011) dalam penelitiaanya menemukan hasil bahwa Debt to equity ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba. Putri (2010) berpendapat bahwa semakin tinggi DER mengidentifikasikan bahwa total hutang yang tinggi yang dapat digunakan untuk menghasilkan laba. Pengaruh Current Ratio (CR) Terhadap Pertumbuhan Laba Current ratio (CR) merupakan kemampuan perusahaan melunasi hutang jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Current ratio (CR) menunjukkan bukan proksi yang baik bagi perusahaan dalam menentukan pertumbuhan laba yang akan datang (Putri :2010). Hal ini bisa dipengaruhi oleh persediaan bahan baku dan barang dalam proses yang tidak siap untuk dijual yang terdapat dalam Current asset, sehingga besarnya komponen ini akan meningkatkan Current ratio (CR) tetapi tidak menghasilkan laba karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memproses biaya untuk memproses persediaan tersebut menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Ang (2001) menyatakan bahwa Nilai CR yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor, namun mengindi-
452
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
kasikan adanya dana yang menganggur (idle cash) sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak disektor Otomotif di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 sampai 2012. Objek dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt To Equity Ratio (DER), dan Current Ratio (CR) serta pertumbuhan laba. Populasi yang akan diteliti dalam peneltian ini adalah seluruh perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008 sampai 2012 yang berjumlah 12 perusahaan. Sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi (Kuncoro, 2009:108). Pemilihan sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling method dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif yaitu mewakili dari data yang ingin diteliti sesuai dengan kriteria: 1. Perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 sampai 2012. 2. Perusahaan memiliki laporan keuangan yang lengkap dan diaudit pada tahun 2008 sampai 2012. Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh banyaknya sampel yaitu sebanyak 11 perusahaan dengan jumlah pengamatan 55 (11 perusahaan × 5 tahun). Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia yang diperlihatkan dalam tabel berikut ini. Tabel 2 Daftar Sampel No
Nama Perusahaan
1.
Astra International Tbk
2.
Astra Auto Part Tbk
3.
Indo Kordsa Tbk
4.
Goodyear Indonesia Tbk
5.
Gajah Tunggal Tbk
6.
Indomobil International Tbk
7.
Indospring Tbk
8.
Multi Prima Sejahtera Tbk
9.
Multistrada Arah Sarana Tbk
10.
Nipress Tbk
11
Selamat Sempurna Tbk
Sumber : www.idx.co.id (2011)
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Arikunto. (2002: 206), menyebutkan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahunan yaitu pada periode 2008-2012. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2009:148). Oleh karena itu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang berupa laporan keuangan auditan perusahaan Otomotif yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROA (X1), ROE (X2), NPM (X3), DER (X4) dan CR (X5). 2. Varibel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan Laba. Menurut Usman (2003), pertumbuhan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba setelah pajak, yaitu laba periode t dikurangi laba periode t-1 dan dibagi periode t-1. Metode Analisis Data Menurut Nurgiyantoro (2004:42), analisis statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data yang bersangkutan. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan. Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
terkecil data yang bersangkutan. Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS for windows versi 17.00. Analisis data adalah kegiatan mengolah data yang telah terkumpul yang kemudian dapat memberikan interprestasi pada hasil-hasil tersebut. Kegiatan dalam analisis data meliputi : pengelompokan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Dalam penelitian ini hanya terdapat lima variabel independen yaitu return on asset (ROA),Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt To Equity Ratio (DER) dan Current ratio(CR) dan terdapat satu variabel dependen yaitu pertumbuhan laba yang mempunyai hubungan saling mempengaruhi dari variabel tersebut. Model persamaan regresi yang dapat diperoleh dalam analisis ini adalah : Y= a+ b1X1+ b2X2+b3X3+ b4X4 + b5X5 €
453
menolak hipotesis yang diajukan, maka perlu dilakukan pengujian secara statistik. Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linear berganda yaitu bertujuan untuk mengetahui pengaruh return on asset (ROA), return on equity ( ROE), Net profit Margin (NPM), Debt To Eqyity Ratio (DER) dan Current ratio (CR) terhadap pertumbuhan laba, maka dilakukan dengan uji t dan Uji F. Uji secara parsial Ho diterima jika angka signifikansi > 5% Ha diterima jika angka signifikansi < 5% Uji F (simultan) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variable independen secara bersama-sama terhadap variable dependen dengan melihat nilai signifikansi F. Jika nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis alternative tidak dapat ditolak atau dengan α = 5% variable independen secara statistic mempengaruhi variable dependen secara bersama-sama (Ghozali, 2006:260). HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimana: Y = Pertumbuhan laba a = Constanta X1 = Return on asset X2 = Return On Equity X3 = Net Profit Margin X4 = Debt to Equity Ratio X5 = Current Ratio b1 b2b3b4b5 = koefisien regresi € = standar error
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 sampai dengan 2012, dengan jumlah sampel sebanyak 11 perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Statistik deskriptif yang akan dibahas meliputi: jumlah data (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, serta standar deviasi untuk masing-masing variabel, seperti terlihat pada Tabel 2.
Setelah dilakukan pengukuran variable dalam penelitian ini, maka dilakukan pengujian hipotesis. Untuk melakukan keputusan menerima atau
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa dari 11 perusahaan sampel
Tabel 2 Descriptive Statistics Return On Asset Return On Equity Net Profit Margin Debt To Equity Ratio Current Ratio Pertumbuhan Laba Valid N (listwise)
N 55 55 55 55 55 55 55
Sumber : Hasil diolah SPSS 17.0 (2012)
Minimum .02 .05 .01 .13 .48 .70
Maximum 29.80 113.29 32.94 279.82 401.75 819.96
Mean 7.3825 18.1955 7.4931 82.1507 119.7384 93.2338
Std. Deviation 6.87172 20.33946 7.79274 93.97943 103.31857 119.60847
454
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
dengan 55 data pengamatan, maka dapat dijelaskan bahwa : 1. Rata-rata (mean) dari nilai Return On asset adalah 7.3825 menunjukkan bahwa ratarata data yang bersangkutan dalam penelitian dengan standar deviasi sebesar 6.87172, artinya data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata senilai 6.87172. Nilai ROA tertinggi (maximum) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 29.80 sedangkan nilai terendah (minimum) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.02. 2. Rata- rata (mean) dari nilai variabel Return On Equity adalah 18.1955, artinya rata-rata data yang bersangkutan dari variabel Return On Equity adalah senilai 18.1955 dengan standar deviasi sebesar 20.33946, artinya data yang bersangkutan bervariasi dari nilai ratarata senilai 20.33946. Nilai Return On Equity tertinggi (maximum) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 113.29 sedangkan nilai terendah (minimum) digunakan dalam penelitian ini adalah 0.05. 3. Rata-rata (mean) dari nilai variabel Net Profit Margin adalah 7.493, artinya rata-rata data yang bersangkutan dari variabel Net Profit Margin adalah senilai 7.493 dengan standar deviasi sebesar 7.79274, artinya data yang bersangkutan bervariasi dari nilai rata-rata senilai 7.79274. Nilai Net Profit Ma tertinggi (maximum) digunakan dalam penelitian ini adalah 32.94 sedangkan nilai terendah (minimum) digunakan dalam penelitian ini adalah 0.01. 4. Rata-rata (mean) dari nilai variabel Debt to Equity Ratio adalah 82.1507 artinya rata-rata data yang bersangkutan dari variabel Debt to Equity Ratio adalah senilai 82.1507 dengan
standar deviasi sebesar 93.97943. artinya data yang bersangkutan bervariasi dari nilai rata-rata senilai 93.97943. Nilai Debt to Equity Ratio tertinggi (maximum) digunakan dalam penelitian ini adalah 279.82sedangkan nilai terendah (maximum) digunakan dalam penelitian ini adalah 0.13. 5. Rata-rata (mean) dari nilai variabel Current Ratio adalah 119.7384, artinya rata-rata data yang bersangkutan dari variabel Current Ratio adalah senilai 119.7384 dengan standar deviasi sebesar 103.31857 artinya data yang bersangkutan bervariasi dari nilai rata-rata senilai 103.31857. Nilai Current Ratio tertinggi (maximum) digunakan dalam penelitian ini adalah 401.75 sedangkan nilai terendah (maximum) digunakan dalam penelitian ini adalah 0.48. 6. Rata-rata (mean) dari nilai variabel Pertumbuhan Laba adalah 93.2338, artinya rata-rata data yang bersangkutan dari variabel Pertumbuhan Laba adalah senilai 93.2338 dengan standar deviasi sebesar 119.60847., artinya data yang bersangkutan bervariasi dari nilai rata-rata senilai 119.60847. Nilai Pertumbuhan Laba tertinggi (maximum) adalah digunakan dalam penelitian ini 819.96 sedangkan nilai terendah (maximum) digunakan dalam penelitian ini adalah 0.70. Dalam uji ini model regresi yang digunakan adalah model regresi linier berganda, dimana Return On Asset (X1), Return On Equity (X2), Net Profit Margin (X3), Debt To Equity Ratio (X4) dan Current Ratio(X5) sebagai variabel bebas (independen) dan Pertumbuhan Laba (Y) sebagai variabel terikat (dependen). Hasil regresi dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3 Regresi Linier Berganda Coefficientsa Unstandardized Model Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) 67.741 21.268 Return On Asset 5.425 2.409 Return On Equity 1.580 .751 Net Profit Margin 5.377 1.942 Debt To Equity Ratio -.339 .123 Current Ratio -.466 .128 a. Dependent Variable: Pertumbuhan Laba
Sumber : Data diolah (2014)
Standardized Coefficients
.312 .269 .350 -.266 -.402
t 3.185 2.252 2.104 2.769 -2.766 -3.650
Sig. .003 .029 .041 .008 .008 .001
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y = 67.741 + 5.425X1 + 1.580X2 + 5.377X3 0.339X4 - 0.466X5 + Ɛ Dari hasil persamaan regresi linier berganda dapat diintepretasikan sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 67.741 Apabila variabel independen dianggap konstan maka Pertumbuhan Laba mempunyai nilai sebesar 67.741. 2. Koefesien (β1) nilai Return On Asset (X1) sebesar 5.425, artinya apabila nilai Return On Asset mengalami kenaikan sebesar 1%, maka Pertumbuhan Laba akan mengalami kenaikan sebesar 5.425% 3. Koefesien (β2) nilai Return On Equity (X2) sebesar 1.580, artinya apabila nilai Return On Equity mengalami kenaikan 1% , maka Pertumbuhan Laba akan mengalami peningkatan sebesar 1.580% 4. Koefesien (β3) nilai Net Profit Margin (X3) sebesar 5.377, artinya apabila nilai Net Profit Margin mengalami kenaikan sebesar 1%, maka Pertumbuhan Laba akan mengalami kenaikan sebesar 5.377%. 5. Koefesien (β4) nilai Debt To Equty Ratio (X4) sebesar -0.339, artinya apabila nilai Debt To Equty Ratio mengalami kenaikan sebesar 1%, maka Pertumbuhan Laba akan mengalami penurunan sebesar 0.339%. 6. Koefesien (β5) nilai Current Ratio (X5) sebesar -0.466, artinya apabila nilai Current Ratio mengalami kenaikan sebesar 1%, maka Pertumbuhan Laba akan mengalami penurunan sebesar 0,466%
455
Pengujian Hipotesis Hasil Uji t (Uji Parsial) Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dapat dilihat dari hasil uji t. Berikut penjelasan hasil uji t (parsial) untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hasil Uji t dapat dilihat pada Tabel 4. Return On Asset (ROA) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia. Dari Tabel 4 dapat dilihat model persamaan untuk variabel Return On Asset memiliki tingkat signifikansi, yaitu 0,029 lebih kecil dibandingkan nilai tingkat signifikansi α (0,05). Jika tingkat signifikan < α = 0,05, maka hipotesis menyatakan Return On Asset berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Adanya pengaruh positif antara Return On Asset dengan Pertumbuhan Laba menunjukkan bahwa setiap peningkatan nilai Return On Asset pada umumnya akan menyebabkan meningkatnya laba bagi perusahaan artinya meningkatnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan menjamin bahwa pertumbuhan laba perusahaan akan meningkat karena roa merupakan rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan/laba bagi perusahaan Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Irawan (2011), Cahyanigrum (2010), dan Hapsari (2007), yang menghasilkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Return On Asset dengan Pertumbuhan Laba dan tidak sejalan dengan penelitian Appriliani (2011). Hasil penelitian ini juga
Tabel 4 Hasil Uji signifikansi Parsial Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 67.741 21.268 Return On Asset 5.425 2.409 Return On Equity 1.580 .751 Net Profit Margin 5.377 1.942 Debt To Equity Ratio -.339 .123 Current Ratio -.466 .128 a. Dependent Variable: Pertumbuhan Laba
Sumber : Data diolah (2014)
Standardized Coefficients
.312 .269 .350 -.266 -.402
t 3.185 2.252 2.104 2.769 -2.766 -3.650
Sig. .003 .029 .041 .008 .008 .001
456
mendukung teori Ang, (2001:231). yang menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Return On Asset (ROA) yang tinggi mampu menghasilkan tingkat keuntungan lebih besar dibandingkan perusahaan dengan Return On Asset (ROA) rendah. Sartono (2001:64) menyebutkan bahwa Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan/laba bagi perusahaan. Menurut Harahap (2002: 304), profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Return On Equity (ROE) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif Di Bursa Efek Indonesia Untuk variabel Return On Equity diperoleh tingkat sinifikansi sebesar 0,041 lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi α (0,05). Jika nilai tingkat signifikan < α = 0,05, maka hipotesis menyatakan Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Adanya pengaruh positif antara Return On Equity dengan Pertumbuhan Laba terjadi kar ena perusahaan mampu mengelola modal secara efektif sehingga laba yang dihasilkan perusahaan semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh irawan (2011) dimana Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011, dan tidak sejalan dengan penelitian Appriliani (2011). Penelitian ini juga mendukung teori suwarno (2004) yang menyebutkan Semakin tinggi nilai ROE maka semakin tinggi pula tingkat laba yang dihasilkan karena penambahan modal kerja dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan yang akhirnya dapat menghasilkan laba. Harahap (2002: 304), menyebutkan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Disisi lain Ang (2001:231) juga menyatakan bahwa semakin tinggi rasio Return On Equity (ROE) maka akan semakin meningkat pertumbuhan laba.Kemudian Irawan (2011) dalam penelitiannya berpendapat
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba disebabkan oleh sifat dan pola investasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sangat tepat sehingga seluruh aktiva dapat digunakan secara efisien sehingga laba yang diperoleh menjadi maksimal. Selain itu pendapatan yang dihasilkan oleh modal yang berasal dari hutang dapat digunakan untuk menutup besarnya biaya modal. Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia. Untuk Net Profit Margin diperoleh tingkat signifikansi 0,008 lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi α (0,05). Jika tingkat signifikansi < α = 0,05, maka hipotesis menyatakan Net Profit Margin berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Adanya pengaruh positif antara Net Profit Margin dengan Pertumbuhan Laba terjadi karena perusahaan mampu menghasilkan laba yang tinggi dari setiap penjualan perusahaan sehingga pertumbuhan laba perusahaan akan terus mengalami peningkatan. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan (2011), Cahyanigrum (2010) Hapsarai (2007) dan Appriliani (2011) menyimpulkan bahwa Net Profit Margin berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba. Hal ini disebabkan bahwa perusahaan yang memiliki rasio Net Profit Margin (NPM) yang tinggi cenderung mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi yang dihasilkan dari penjualan yang tinggi pula. Hasil penelitian ini mendukung teori Harahap (2007:304) yang menyatakan Semakin tinggi Net Profit Margin (NPM) menunjukkan bahwa semakin meningkat laba bersih yang dicapai perusahaan terhadap penjualan bersihnya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) yang menyatakan Rasio NPM bertambah disebabkan oleh bertambahnya penjualan lebih besar dari bertambahnya biaya sehingga akan menambah laba dimasa yang akan datang. Kemudian Irawan (2011) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki rasio Net Profit Margin (NPM) yang tinggi cenderung mempunyai pertumbuhan
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
laba yang tinggi pula dan sebaliknya. Debt to equty Ratio (DER) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia. Untuk Debt To Equity Ratio diperoleh tingkat signifikansi 0,008 lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi α (0,05). Jika tingkat signifikansi < α = 0,05, maka hipotesis menyatakan Debt To Equity Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Adanya pengaruh negatif antara Debt To Equity Ratio dengan Pertumbuhan Laba terjadi karena tingginya proporsi hutang perusahaan sehingga akan tinggi pula kewajiban perusahaan dan pada akhirnya pertumbuhan laba perusahaan akan rendah. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan(2011). Hasil penelitian ini mendukung teori Riyanto (2001:25) yang menyatakan bahwa Debt to equity ratio (DER) adalah suatu rasio keuangan yang mengindikasikan proporsi hubungan (relativitas) antara hutang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Kuswadi (2005:90), yang menyatakan bahwa dengan Debt To Equity Ratio (DER) yang tinggi perusahaan menanggung resiko kerugian yang tinggi tetapi juga berkesempatan untuk memperoleh laba yang meningkat. Debt To Equity Ratio (DER) yang tinggi berdampak pada peningkatan perubahan laba, berarti memberikan efek keuntungan bagi perusahaan. Disisi lain Putri (2010) berpendapat bahwa semakin tinggi DER mengidentifi-
457
kasikan bahwa total hutang yang tinggi yang dapat digunakan untuk menghasilkan laba. Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia. Untuk Current Ratio diperoleh tingkat signifikansi 0,001 lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi α (0,05). Jika tingkat signifikansi < α = 0,05, maka hipotesis menyatakan arti Current Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Adanya pengaruh negatif antara Current Ratio dengan Pertumbuhan Laba terjadi karena persediaan bahan baku dan barang dalam proses yang tidak siap untuk dijual yang terdapat dalam Current asset, sehingga besarnya komponen ini akan meningkatkan Current ratio (CR) tetapi tidak menghasilkan laba karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memproses biaya untuk memproses persediaan tersebut menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh putri (2010). Hasil penelitian ini mendukung pendapat Putri (2010) yang menyatakan bahwa Current ratio (CR) menunjukkan bukan proksi yang baik bagi perusahaan dalam menentukan pertumbuhan laba yang akan datang. Disisi lain Ang (2001) menyatakan bahwa Nilai CR yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor, namun mengindikasikan adanya dana yang menganggur sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Uji F (Uji Simultan) dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. Hasil uji F dapat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5 Hasil uji signifikansi simultan ANOVAb Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 432193.443 5 86438.689 12.445 .000a Residual 340340.616 49 6945.727 Total 772534.059 54 a. Predictors: (Constant), Current Ratio, Debt To Equity Ratio, Return On Equity, Net Profit Margin, Return On Asset b. Dependent Variable: Pertumbuhan Laba Model 1
Sumber : Data diolah (2014)
458
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh hasil uji F untuk ROA, ROE,NPM DER, dan CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan Laba dengan tingkat signifikan sebesar 0.000 yaitu < a = 0,05. Menurut Ghozali (2006:260) Ha diterima jika angka signifikansi < 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan (2011) dan Cahyaningrum (2010). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti mengemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Return On Asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia dengan tingkat signifikansi sebesar 0,029. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kemampuan perusahaan mengelola aktiva yang dimiliki secara efektif dan efisien maka semakin besar kemampuan perusahaan mampu memperoleh peningkatan laba setiap periode. 2. Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia dengan tingkat signifikansi sebesar 0,041. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu mengelola sejumlah modal yang ada dalam membiayai aktiva perusahaan sehingga tingkat return yang diperoleh perusahaan juga tinggi dan mampu meningkatkan laba perusahaan. 3. Net Profit Margin berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menekan biaya operasional yang terjadi sehingga laba yang diperoleh perusahaan mengalami peningkatan. 4. Debt To Equity Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indone-
sia dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008. Hal ini menunjukkan bahwa karena tingginya proporsi hutang yang dimiliki perusahaan sehingga akan tinggi pula kewajiban perusahaan dan pada akhirnya pertumbuhan laba perusahaan akan rendah. 5. Current Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001. Hal ini terjadi karena persediaan bahan baku dan barang dalam proses yang tidak siap untuk dijual yang terdapat dalam Current asset, sehingga besarnya komponen ini akan meningkatkan Current ratio (CR) tetapi tidak menghasilkan laba karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memproses biaya untuk memproses persediaan tersebut menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. 6. Return On Asset, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio dan Current ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. SARAN Adapun saran yang dapat diberikan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan, Diharapkan lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan cara mengefektifkan dan mengefisiensi penggunaan biaya, me-manage hutang serta mengatur penggunaan dana ekternal dalam hal ekspansi dan pembiayaan operasi dimasa yang akan datang. 3. Bagi penelitian selanjutnya, agar lebih memperbanyak perusahaan yang akan diuji, sehingga akan diperoleh sampel yang banyak dan mendapatkan hasil yang lebih akurat. Peneliti juga menyarankan kepada peneliti selanjutnya akan menggunakan waktu yang lebih lama.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
459
REFERENSI Ang, R. (2001). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Media Soft Indonesia. Arikunto, S. (2002), Prosedur Penelitian, Rineka Cipta: Jakarta. Brigham Eugene F. dan Houston Joel F, (2005), Manajemen Keuangan, Edisi kesepuluh, Buku Satu, (Terjemahan Ali Akbar Yulianto). Erlangga, Jakarta. Bursa, Efek Indonesia, (2011), Laporan Keuangan Auditan, Sumber http//www.idx.co.id. Cahyaningrum (2010), Analisis manfaat Rasio keuangan dalam memprediksi pertumbuhan laba perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal (Tidak di Publikasikan). Darsono, (2005). Manajemen Keuangan Perusahaan. Bayumedia Publishing, Malang. Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hapsari, Epri Ayu (2007) Analisis Rasio Keuangan untuk memprediksi pertumbuhan laba Pada perusahaan manufaktur di bursa efek jakarta selama 2001-2005. Skripsi. (Tidak di Publikasikan). Harahap, Sofyan Safri (2006). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi Revisis, Yogyakarta : UPP. AMP. YKPN. Harahap, Sofyan Safri. (2007). Teori Akuntansi: Laporan keuangan. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Harmono, (2009), Manajemen keuangan berbasis balanced scorcard. Universitas Merdeka Malang. Horne,James C Van dan John M. Wachowicz, JR. (2005). Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan, Salemba Empat, Jakarta Ikatan Akuntan Indonesia, (2009), Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta. Irawan (2011), Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007-2011. Jurnal. (Tidak di Publikasikan). Indah, Kurniawaty (2009), Analisis Rasio Keuangan untuk menilai kinerja perusahaan daerah air minum pada PDAM kota sorong. Jurnal. (Tidak di Publikasikan). Kuswadi. (2005). Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Biaya. Jurnal. (Tidak di Publikasikan). Kuncoro, M. (2009), Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi ketiga, PT. Glora Aksara Pratama, Erlangga. Martono dan Harjito, (2008). Manajemen Keuangan Perusahaan. Jilid Pertama. Edisi Ketiga. Malang: Bayumedia Publishing.
460
MURSIDAH DAN AINATUL UMMAH
Meriawaty, Dian dkk (2005).Analisis Rasio Keuangan terhadap Perubahan Kinerja pada Perusahaan di Industri Food And Beverages Yang Terdaftar di BEJ. Jurnal. (Tidak di Publikasikan) Muchlis, (2000), Manajemen keuangan. Jilid pertama. Edisi ke dua. PT. Grasindo, Jakarta Munawir, S. (2007), Analisa Laporan Keuangan. BPFE, Yogyakarta Mardiyanto, Handoyo. (2009). Intisari Manajemen Keuangan. PT Grasindo, Jakarta Nurgiantoro .(2004). Metode Penelitian Bisnis. Yogjakarta: BPFE Prastowo, Dwi, (2002), Analisis Laporan Keuangan : Konsep dan Aplikasi. YKPN : Yogyakarta. Putri, Dwi Prabowo, (2010), Pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, UPN, Jakarta. Skripsi. (Tidak di Publikasikan) Riyanto, Bambang. (2001). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Simamora, Henry,(2000), Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis Jilid II. Salemba Empat, Yogyakarta. Sartono, R.Agus, (2001), Manajemen Keuangan (Teori dan Aplikasi), Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta. Sawir, Agnes. (2005). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Siswati, Suci Apriliani (2011), Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Aktivitas Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Trade Retail Yang Terdaftar di BEI. Jurnal. (Tidak di Publikasikan) Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kesebelas, Alfabeta, Bandung. Sutrisno, (2008), Analisis Laporan Keuangan. Cetakan kedelapan : Yogyakarta. Suwarno, Agus Endro (2004).“Manfaat Informasi Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba (Studi Empiris terhadap Perusahaan Manufaktur Go Publik di Bursa Efek Jakarta)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 3, No. 2. (Tidak di Publikasikan). Victorson, Taruh (2011), Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia, Jurnal. (Tidak di Publikasikan). Usman, B, (2003), “Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba pada Bank-bank di Indonesia”, Media Riset Bisnis dan Manajemen, VoL 3, No 1, hal 59-74. Jurnal. Wild, John J, K.R.Subramanyam dan Robert F.Halsey, (2005), Analisis Laporan Keuangan, Edisi 8, Salemba Empat : Jakarta. Wahyuni (2012). Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Bank Terhadap Pertumbuhan Bank. Jurnal. (Tidak di Publikasikan)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 461-472
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PENGENDALIAN INTERN AKUNTANSI DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE JAYA YUNINA1 DAN SRI WAHYUNI2
Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Alumni pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
1 2
This research is aimed to analyzed the influence of human resource capacity, accounting internal control, and utilization of information technology to timeliness of local government financial reporting. The method used is multiple linier regression with SPSS 21.0. The result shows that human resource capacity, accounting internal control, and utilization of information technology simultaneously are positive significant to timeliness of local government financial reporting. The influence reaches 66,3%. The result of analisyst using t-test indicate that partially, there is a positive significant influence between human resource capacity, accounting internal control, and utilization of information technology to timeliness of local government financial reporting. Keywords: human resource capacity, accounting internal control, utilization of information technology, timeliness of local government financial reporting
461
462
YUNINA DAN SRI WAHYUNI
LATAR BELAKANG Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga publik, baik di pusat maupun di daerah. Akuntabilitas meliputi berbagai dimensi antara lain akuntabilitas hukum, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas pogram, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finasial (keuangan). Terkait dengan tugas untuk menegakkan akuntabilitas finansial, khususnya di daerah pemerintahan daerah bertanggung jawab untuk mempublikasikan laporan keuangan kepada pemakai atau yang berkepentingan (Stakeholder). Telah diketahui bahwa ada banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi tersebut harus bermanfaat bagi para pemakai. Adapun kriteria dan unsur - unsur pembentuk kualitas informasi yang menjadikan informasi dalam laporan keuangan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat sebagaimana disebutkan dalam kerangka konseptual akuntansi pemerintahan (PP No 24 Tahun 2005) terdiri dari: (a) relevan, (b) andal, (c) dapat d bandingkan, dan (d) dapat dipahami. Ketepatan waktu merupakan salah satu faktor penting dalam menyajikan suatu informasi yang relevan. Karakteristik informasi yang relevan harus mempunyai nilai prediktif dan dapat disajikan tepat waktu. Ketepatan waktu adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi keputusan. Dalam konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada bagian Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan mengenai pengendalian intern disebutkan bahwa sistem informasi yang relevan, dengan tujuan laporan keuangan, salah satunya adalah sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan yang digunakan untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan (BPK 2006). Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang
berkualitas, maka kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi sangatlah penting, karena sistem akuntansi sebagai suatu sistem informasi membutuhkan kemampuan manusia untuk menjalankan sistem yang ada. Faktor pertama yang mungkin mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan sistem akuntansi. Permasalahan penerapan basis akuntansi bukan sekedar masalah teknis akuntansi, yaitu bagaimana menentukan kebijakan akuntansi (accounting policy), perlakuan akuntansi untuk suatu transaksi (accounting treatment), pilihan akuntansi (accounting choice), dan mendesain atau menganalisis sistem akuntansi yang ada. Kebijakan untuk melakukan aktivitas tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang (pegawai) yang tidak memiliki pengetahuan di bidang akuntansi (Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik, 2006). Sehingga untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan akuntansi sangat penting. Faktor kedua yang mungkin mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi informasi. Seperti kita ketahui bahwa total volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Dari sisi akuntansi hal tersebut menunjukkan bahwa volume transaksi keuangan pemerintah juga menunjukkan kualitas semakin rumit dan kompleks. Peningkatan volume transaksi yang semakin besar dan kompleks tentu harus diikuti dengan peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan pemerintah (Sugianto, 2002). Untuk itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan informasi Keuangan Daerah kepada Publik. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi oleh pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah yang merupakan pengganti dari No. 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah. Faktor yang ketiga yang mungkin mempen-
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
garuhi ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah pengendalian internal akuntansi. Sistem akuntansi sebagai sistem informasi merupakan subjek terjadinya kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh karena itu sistem akuntansi memerlukan pengendalian internal atau dengan kata lain sistem akuntansi berkaitan erat dengan pengendalian intern organisasi. Pengendalian intern menurut permendagri No.60 Tahun 2008 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhi perundang-undangan. Ada tiga fungsi yang terlihat dalam definisi tersebut yaitu: (a) keterandalan pelaporan keuangan, (b) efisiensi dan efektivitas operasi dan (c) kepatuhan terhadap perundangundang yang berlaku. Fungsi pertama dilakukan untuk mencegah terjadinya inefisiensi dan dinamakan intern akuntansi, sedangkan fungsi kedua dan ketiga dilakukan secara khusus untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dan dinamakan pengendalian intern administratif. Komponen penting dari pengendalian intern akuntansi antara lain : (a) sistem prosedur akuntansi, (b) otorisasi, (c) formulir, dokumen, dan catatan, dan (d) pemisahan tugas. (Mahmudi, 2007) Fenomena pelaporan keuangan di Indonesia merupakan sesuatu hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Seperti halnya Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Penyerahan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (LPP APBD) tahun 2011 diserahkan tidak tepat waktu disebabkan sistem pengelolaan keuangannya, pengawasan internalnya sangat lemah, sumber daya manusia bagian keuangannya sangat terbatas, dan teknologinya tidak digunakan dengan baik, (Harian Serambi Indonesia, Sabtu 29 Juni 2012). Karena terlambat menyerahkan laporan keuangan untuk diperiksa BPK, pemerintah daerah Pidie Jaya akan mendapat sanksi berdasarkan ketentuan pasal 17 peraturan pemerintah (PP)
463
Nomor 65 Tahun 2010 tentang perubahan atas PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), daerah terlambat menyampaikan LPP APBD TA 2011 dikenakankan sanksi berupa penundaan 25% dari DAU bulanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh antara kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan teknologi informasi terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, baik secara simultan maupun parsial. TINJAUAN PUSTAKA Kapasitas Sumber Daya Manusia Menurut Wiley dalam Warisno ( 2008:3) mendefinisikan bahwa”sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus roda penggerak organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan organisasi tersebut”. Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting, oleh karena itu harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberi kontribusi secara optimal dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam rangka meningkatkan pencapaian kinerja yang baik, kinerja satuan kerja perangkat daerah harus memiliki kualitas sumber daya manusia yang baik, misalnya: didukung dengan latar belakang pendidikan, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman. Menurut Mendiknas dalam Husni (2010:23), nilai-nilai yang dibutuhkan dalam diri setiap pegawai dalam rangka mencapai keunggulan, yang meliputi : - Amanah, memiliki integritas, bersikap jujur dan mampu mengembangkan kepercayaan - Profesional, memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai serta memahami bagaimana mengimplementasikannya. - Antusias dan bermotivasi tinggi, menunjukkan rasa ingin tahu, semangat berdedikasi serta berorientasi pada hasil. - Bertanggung jawab dan mandiri, memahami resiko pekerjaan dan berkomitmen untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya serta tidak bergantung pada pihak lain. - Kreatif, memiliki pola pikir, cara pandang dan
464
pendekatan yang variatif terhadap setiap permasalahan. - Disiplin, taat pada tata tertib dan aturan-aturan yang ada serta mampu mengajak orang lain untuk bersikap yang sama. - Peduli dan menghargai orang lain, menyadari dan mampu memahami serta memperhatikan kebutuhan dan kepentingan pihak lain. - Belajar sepanjang hayat, berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman seperti mengikuti pendidikan dan pelatihan serta mampu mengambil hikmah dan menjadikan pelajaran atas setiap kejadian. Pengendalian Intern Akuntansi Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah bahwa sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP), adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dimaksudkan dalam peraturan ini meliputi pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Pengawasan Intern lingkungan sektor publik mempunyai sifat yang khusus. Organisasi pemerintah dikelola dengan cara dan nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan sektor private. Karena ciri utama dalam pengelolaan kegiatan sektor publik adalah ketaatan dalam melaksanakan anggaran. Menurut SE/14/M.PAN/10/2006 dalam Dedi ( 2009), dalam sektor publik pengawasan yang dilakukan langsung oleh atasan terhadap bawahan. Unsur-unsur untuk melaksanakan pengawasan tersebut adalah pengorganisasian, personal, kebijakan, perencanaan, prosudur, pencatatan, pelaporan, supervisi, dan riview intern. Unsur-unsur pokok yang diperlukan dalam
YUNINA DAN SRI WAHYUNI
menciptakan pengendalian akuntansi yang efektif antara lain (Wahana komputer ) : (a) adanya perlindungan fisik terhadap harta; (b) pemisahan fungsi organisasi; (c) adanya jejak audit yang baik; dan (d) sumber daya manusia yang optimal. Pemanfaatan Teknologi Informasi Teknologi informasi meliputi komputer (mainframe, mini, micro) perangkat lunak (software), database, jaringan (internet), dan jenis lain yang berhubungan dengan teknologi (Wilkinson et all.,2000). Teknologi informasi selain sebagai teknologi komputer (hardweare dan software) untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi, juga berfungsi sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi. Dalam hubungannya dengan sistem informasi akuntansi, komputer akan meningkatkan kapabilitas sistem. Ketika komputer dan komponenkomponen yang berhubungan dengan teknologi informasi diintegrasikan kedalam suatu sistem informasi akuntansi, tidak ada aktivitas umum yang ditambah atau dikurangi. Sistem informasi akuntansi mengumpulkan, memproses dan menyimpan data. Penerapan teknologi informasi tidak hanya pada sektor bisnis, tetapi pada sektor publik khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat mutlak harus dilakukan. Sebagai contoh pengajuan perizinan pembuatan kartu penduduk (KTP), pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) maupun informasi profil daerah. Seperti halnya pemerintah menghadapi masalah dalam penerapan TI. Pemanfaatan teknologi tersebut mencakup adanya (a) pengolahan data, pengolahan informasi, sistem manajemen teknologi dan proses kerja secara elektronik dan (b) Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat diseluruh wilayah negri ini (Hamzah, 2009 dalam Celeviana dan Rahmawati, 2010). Menurut Astuti dan I Ketut (2009) dalam Zuliarti (2012) faktor–faktor yang mempengaruhi pemanfaatan teknologi adalah : - Faktor sosial - Affect (perasaan individu) - Kesuaian tugas
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
- Konsekuensi jangka panjang - Kondisi yang menfasilitasi teknologi informasi - Kompleksitas
pemanfaatan
465
teknologi informasi secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemkab. Pidie Jaya. METODE PENELITIAN
Ketepatan waktu Afrianti (2011) mendefinisikan ketepatan waktu adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi keputusan. Ketepatan waktu merupakan salah satu faktor penting dalam menyajikan suatu informasi yang relevan. Ketepatan waktu merupakan penyajian informasi yang sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan. Laporan keuangan harus disajikan tepat waktu agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik, serta untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut Karakteristik informasi yang relevan Menurut Utari dan Saiful, (2008) harus mempunyai nilai prediktif dan dapat disajikan tepat waktu. Dalam hal tertentu laporan keuangan sebagai sebuah informasi akan bermanfaat apabila informasi yang dikandungnya disediakan tepat waktu bagi pembuat keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kemampuan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Timeliness merupakan salah satu tujuan kualitatif laporan keuangan selain relevance, understandability, verifiability, neutrality, comparabilility, dan completeness (Accounting Principle Broad Statements (APB) No.4). Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan. Mahdum (2003:35) menyebutkan ‘‘apabila penyelesaian penyampaian laporan kelaporan keuangan terlambat atau tidak dibutuhkan, maka relevansi dan manfaat laporan keuangan untuk pengambilan keputusan berkurang’’. Hipotesis Berdasarkan teori, maka hipotesis penelitian ini adalah kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi, dan pemanfaatan
Populasi dalam penelitian ini adalah SKPK di Kabupaten Pidie Jaya. Adapun kriteria responden dalam penelitian ini adalah para pegawai yang melaksanakan fungsi akuntansi/keuangan pada SKPK yang meliputi kepala dan staf bagian akuntansi/ keuangan, di mana tiap SKPK ditetapkan sebanyak 2 (dua) responden, sehingga jumlah populasi sebanyak 60 SKPK. Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel pada penelitian ini adalah metode sensus, dengan demikian sampel berjumlah 60 SKPK. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Menurut Ghozali (2006:45), validitas data dapat diukur dengan membandingkan rhitung dengan rtabel, dimana jika: - Jika rhasil positif serta rhasil > rtabel, maka butir atau variabel tersebut valid. - Jika rhasil tidak positif serta rhasil < rtabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji statistik cronbach alpha. Menurut Nunnaly (1967) di dalam Ghozali (2006:42), adalah: - Jika nilai hasil croanbach alpha > 0,60, maka butir atau variabel tersebut reliabel. - Jika nilai hasil croanbach alpha < 0,60, maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel. Uji Asumsi Klasik Model regresi yang baik harus bebas dari masalah asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang di-
466
gunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Sumber data penelitian ini menggunakan data primer dan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan cara mengantar dan mengambil sendiri oleh peneliti di bagian akuntansi/penatausahaan keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK). Operasionalisasi Variabel Variabel independen a. Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1) adalah kemampuan baik dalam tingkatan individu, organisasi/kelembagaan, maupun sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewewenangan untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien, (Urban, 2001). Konstruk Kapasitas Sumber Daya Manusia diukur dengan indikator: (1) Kapasits staf bagian keuangan, baik hal kualitas maupun kuantitas, (2) Peran dan fungsi yang jelas bagi seorang staf bagian keuangan /akuntansi, (c) Penguasaan dan pengembangan keahlian staf, baik formal maupun non formal, b. Pengendalian intern akuntansi (X2), adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberi keyakinan memadai untuk tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap undang-undang (PP. No. 60 tahun 2008). Terdapat lima indikator yaitu: (1) Sistem dan prosedur akuntansi, (2) Otorisasi, (3) Formulir, dokumen, dan catatan (4) Pemisahan tugas, (5) Adanya jejak audit yang baik, c. Pemanfaatan Teknologi Informasi (X3) adalah tingkatan integritas teknologi informasi pada pelaksanaan tugas-tugas akuntansi (Jurnali dan Suparno, 2002). Terdapat tiga indikator yaitu: (1) Perangkat, (2) Pengelolaan, (3) Perawatan Variabel dependen (Y) yaitu ketepatan waktu pelaporan keuangan adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan
YUNINA DAN SRI WAHYUNI
sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi keputusan, (PP No. 24 Tahun 2005). Indikatornya yaitu: (1) Timeliness, (2) Sistematis Waktu, (3) Sistematis unsur. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model statistik regresi linear berganda (multiple regression method), dengan persamaan sebagai berikut:
Y= a+b1X1 + b2X2 +b3X3 + ei
Dimana: Y = Ketepatan waktu a = Konstanta b1,b2,b3 = Koefisien regresi X1 = Kapasitas SDM X2 = Pengendalian intern Akuntansi X3 = Pemanfaatan Teknologi Informasi ei = Error term Rancangan Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji statistik. Pengujian statistik ini dilakukan untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu disusun rancangan pengujian hipotesis. Rancangan pengujian hipotesis untuk menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia (X1), pengendalian intern akuntansi (X2) dan pemanfaatan teknologi informasi (X3) terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah (Y) ini dilakukan dengan dua cara, yaitu uji secara simultan dan uji secara parsial. Penelitian ini melakukan uji signifikansi, baik uji-F untuk pengaruh secara simultan maupun uji-t untuk pengaruh parsial. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: H01: Kapasitas Sumber Daya Manusia tidak berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Ha1: Kapasitas Sumber Daya Manusia berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
H02: Pengendalian intern akuntansi tidak berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Ha2: Pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. H03:Pemanfaatan teknologi informasi tidak berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Ha3: Pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. H04: Kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi tidak berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Ha4: Kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. PEMBAHASAN Hasil Pengujian Analisis Regresi Linier Berganda Untuk menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia (X1), pengendalian intern akuntansi (X2) dan pemanfaatan teknologi informasi (X3) terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya (Y) baik secara simultan maupun parsial digunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 21.0, pengaruh masing-masing variabel independen ter-
467
hadap variabel dependen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel.1 diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y= -0,148 + 0,170X1 + 0,603X2 + 0,255X3 + ei Dari hasil persamaan regresi linier berganda tersebut di atas menunjukkan bahwa: a. Faktor kapasitas sumber daya manusia (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan, hal ini menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan kapasitas sumber daya manusia, maka akan meningkatkan ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintahan Kabupaten Pidie Jaya. b. Faktor pengendalian intern akuntansi (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan, hal ini menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan pengendalian intern akuntansi, maka akan meningkatkan ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintahan Kabupaten Pidie Jaya. c. Faktor pemanfaatan teknologi informasi (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan, hal ini menyatakan bahwa jika terjadi peningkatan pemanfaatan teknologi informasi, maka akan meningkatkan ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintahan Kabupaten Pidie Jaya. Uji Hipotesis Untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini apakah variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen, maka digunakan uji hipotesis yaitu uji-F dan uji-t.
Tabel 1 Hasil Regresi Linier Berganda
Model (Constant) X1 X2 X2
Unstandardized Coefficients B Std. Error -0,148 0,430 0,170 0,083 0,603 0,128 0,255 0,099
Sumber: Hasil penelitian, 2014 (data diolah)
Standardized Coefficients Beta 0,198 0,504 0,275
T -0,345 2,307 4,710 2,585
Sig. 0,732 0,047 0,000 0,013
468
YUNINA DAN SRI WAHYUNI
Uji -F digunakan untuk menganalisis pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi secara bersama-sama atau simultan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan Tabel.2 dapat diketahui bahwa model persamaan ini memiliki nilai tingkat signifikansi sebesar 0,000 yaitu lebih kecil dibandingkan nilai tingkat signifikansi α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan menolak H04, menerima Ha4 dalam artian kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat mendukung penelitian Winda Ekasari (2012), Santiadji, dkk (2010), dan penelitian Faristina Rosalin (2012). Hal ini memberi keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah karena kapasitas sumber daya manusia yang terdapat pada masing-masing SKPK yang ada di Kabupaten Pidie Jaya telah mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keterandalan laporan keuangan melalui pengendalian intern akuntansi dan temuan ini mendukung literatur-literatur yang berkaitan dengan manfaat dari suatu teknologi informasi dalam
suatu organisasi, bagi pemerintah daerah yang harus mengelola APBD dimana volume transaksinya setiap tahun menunjukkan peningkatan dan semakin kompleks. Uji Parsial (Uji-t) digunakan untuk menganalisis besarnya pengaruh variabel independen yaitu kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Hasil uji-t dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Hasil pengujian statistik menunjukkan tingkat signifikansi faktor kapasitas sumber daya manusia secara parsial adalah 0,047 yang berada dibawah tingkat signifikansi 0,05 telah membuktikan bahwa secara statistik variabel kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan menolak H01, menerima Ha1 dalam artian kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Winda Ekasari (2012), Santiadji,
Tabel 2 Hasil Uji-F Model
Sum of Squares
Regression Residual Total
Df
Mean Square
11,211
4
3,737
5,192
47
0,110
16,404
51
F 33,826
Sig ,000b
Sumber: Hasil penelitian, 2014 (data diolah) Tabel 3 Hasil Uji t Unstandardized Coefficients Model (Constant)
B
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
T
Sig.
-0,148
0,430
-0,345
0,732
X1
0,170
0,083
0,198
2,307
0,047
X2
0,603
0,128
0,504
4,710
0,000
X2
0,255
0,099
0,275
2,585
0,013
Sumber: Hasil penelitian, 2014 (data diolah)
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
dkk (2010) di mana variabel kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap keandalan dan ketepatan waktu pelaporan keuangan. Namun hasil penelitian ini menolak penelitian yang dilakukan Faristina Rosalin (2012), yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi keandalan dan timeliness Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum (Studi Pada BLU Kota Semarang ). Hasil penelitian ini memberi keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah karena kapasitas sumber daya manusia yang terdapat pada masing-masing SKPK yang ada di Kabupaten Pidie Jaya telah mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sehingga penyajian laporan keuangan dapat dilaporkan tepat waktu. Pengaruh Pengendalian Intern Akuntansi Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Hasil pengujian statistik menunjukkan tingkat signifikansi variabel pengendalian intern akuntansi secara parsial sebesar 0,000 yang berada dibawah tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat membuktikan bahwa pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan menolak H02, menerima Ha2 dalam artian pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Winda Ekasari (2012), Santiadji, dkk (2010), di mana variabel pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif dan sinifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan. Namun hasil penelitian ini menolak penelitian yang dilakukan Faristina Rosalin (2012), yang berjudul Faktorfaktor yang mempengaruhi keandalan dan timeliness Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum (Studi Pada BLU kota Semarang ). Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa kegiatan pengendalian intern akuntansi pada masing-masing SKPK yang ada di Kabupaten Pidie Jaya telah melalui kegiatan yang efektif dan efisien, adanya keandalan pelaporan keuangan,
469
adanya pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, sehingga penyajian laporan keuangan dapat dilaporkan tepat waktu. Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Hasil pengujian statistik menunjukkan tingkat signifikansi variabel pemanfaatan teknologi informasi secara parsial sebesar 0,013 yang berada dibawah tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat membuktikan bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan menolak H03, menerima Ha3 dalam artian pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Winda Ekasari (2012), Santiadji, dkk (2010), Faristina Rosalin (2012) di mana variabel pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan. Temuan ini mendukung literatur-literatur yang berkaitan dengan manfaat dari suatu teknologi informasi dalam suatu organisasi, bagi pemerintah daerah yang harus mengelola APBD di mana volume transaksinya setiap tahun menunjukkan peningkatan dan semakin kompleks. Pemanfaatan teknologi informasi yang meliputi teknologi komputer, internet dan teknologi komunikasi dalam pengelolaan keuangan daerah akan meningkatkan kecepatan pemrosesan transaksi dan data lainnya, keakuratan dalam perhitungan, serta penyiapan laporan dan output lainnya lebih tepat waktu. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis tentang pengaruh kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern akuntansi, pemanfaatan teknologi informasi terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
470
1. Kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. 2. Pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya . 3. Pemanfataan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. 5. Kapasitas sumber daya manusia, pengendalian
YUNINA DAN SRI WAHYUNI
intern akuntansi, dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. KETERBATASAN Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar menambah proksi variabel dependen lain yang terkait dengan nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah seperti dapat dipahami dan dapat dibandingkan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
471
REFERENSI Bastian, Indra., dan Gatot Soeprianto. (2003). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta. Baridwan, Zaki. (2000). Intermediate Accounting, Edisi 7, BPFE,Yogyakarta. Ekasari, Winda (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kempar. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik. Erlina. (2007). Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi Manajemen. USU, Medan, Faristina, Rosalin (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keandalan dan Timeliness Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum ( Studi pada BLU Kota Semarang). Universitas Diponegoro, Semarang. Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik. (2006). Standar Akuntansi Pemerintahan: Telaah Kritis PP Nomor 24 Tahun 2004. BPFE , Yogyakarta. Ghozali, Imam. (2005). Analisis Multivariate dengan Menggunakan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Halim, Abdul. (2007) Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi 3. Salemba Empat, Jakarta. Handayani, Astuti, Siregar, I Ketut Suryanawa. (2009). Pemanfaatan TI dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Individual pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Jurnal Akuntansi & Bisnis. Vol. 4, No. 2 Juli. Hilmi, Utari dan Ali, Saiful (2008) Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Penyampaian Pelaporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi XI Ikatan Akuntan Indonesia h.1-22. Husni, (2010). Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia dan Akuntabilitas Kinerja Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah (Studi di SKPD Pemerintah Kota Banda Aceh). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. http://www.bpkp.go.id.bpkp. Serambi com/2013/6/Kunjungan Kepala BPK Aceh Ke Kabupaten Pidie Jaya. diakses 21 September 2013. Jogiyanto. (2008). Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Kusmayadi, Dedi. (2009). Pengaruh Pengawasan Intern dan Penatausahaan Keuangan Daerah terhadap Good Government, Survei Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya. Junal Ichsan Gorontalo. Vol. 4. No. 2 Edisi Mei – Juli 2009. Mamduh, M. Hanafi. (2003) Analisis Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. ANDI, Yogyakarta.
472
YUNINA DAN SRI WAHYUNI
_____ (2006). Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol. 2 No. 1. Mahmudi. (2007). Analisis Laporan Keuangan Daerah: Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, dan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan, Ekonomi, Sosial dan Politik, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Munawir, (2001), Analisis Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta. Mustafa, Santiadji, Sutrisno, Rosidi (2010). Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Keterandalan dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan pada SKPD Pemerintah Daerah Kendari, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik. Nordiawan, Dedi. (2006). Akuntansi Sektor Publik. Andi, Yogyakarta. Nurgiantoro. (2004). Metode Penelitian Bisnis. BPFE, Yogyakarta. R. Matindas, (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Lewat Konsep Ambisi Kenyataan dan Usaha. Edisi II, Grafika, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. _____, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sugiyono. (2005). Metodelogi Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung. Sunyanto, Danang. (2011). Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. CAPS, Jakarta. Suwardjono. (2004). Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan.BPFE, Yogyakarta Warisno. (2008). Faktor- Faktor yang mempengaruhi Kinerja SKPD di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi. Tesis Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, 4, Oktober 2014 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS
Volume 15, Nomor 4, Oktober 2014 ISSN: 1412 – 968X Hal. 473-484
PENGARUH AKUNTABILITAS, KOMPETENSI, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP KINERJA AUDITOR Studi Pada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh YUSRI KASIM
Mahasiswa pada Program Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
The purpose of this study was to examine and analyze the effect of accountability, competence, and task complexity on the performance auditor BPK RI Representative Aceh. This study uses census method. The population of this research is the representative of BPK RI auditor Aceh functional positions and totaled 60 respondents. Collecting data and information required in this research using field research. Data that used are primary data, obtained directly from the subject of research in the form of respondent perceptions by circulating a statement list enclosed in the form of questionnaires to 60 respondents. Of the total questionnaires were distributed all the way back and can be used for testing. The results of this study indicate that, simultaneously accountability, competence, and task complexity affects the performance of the auditor. Similar results in partial testing also showed that the three variables affect the performance of the auditor in the BPK RI Representative Aceh. The results found in this study is consistent with studies conducted by previous researchers. Keyword: accountability, competence, task complexity, performance auditor, BPK-RI
473
474
YUSRI KASIM
INTRODUCTION Supreme Audit Agency (BPK) as high state agencies become an integral part of the legal order of the state as defined by the Law no. 15/2006 on the State Audit. CPC is an independent institution, which is free from the influence of the audited party. As duty bearers functional examination, auditors implementing CPC challenged to deliver the results that are able to secure and save the wealth of the country from any possible irregularities committed by the government, including regulatory authorities (auditor) internal government, the management of state-owned enterprises, government hospitals, contractors, consultants and even anyone who could hurt state finances. This is the essence of functional auditor position of an auditor, the inherent job and career directly related to the effort to minimize the risk of fraud and the eradication of corruption, collusion and nepotism (KKN). Juridical foundations of the latest products such as Law reform era. 17/2003 on State Finance, Law no. 1 of 2004 on State Treasury and Law. 15/2004 on Audit, Management and Financial Responsibility State further expand and strengthen the powers and functions of the BPK. If the previous object of more emphasis on the examination of the fairness of the financial statements by the government, the current BPK examination can check the whole object from the center to the stricken area, and local government-owned companies. Not only on the financial management side, but also the performance and audit in order to better accommodate invenstigasi reports public. Auditor performance embodies the work done in achieving a better work or more prominent towards the achievement of organizational goals. Achieving better performance auditor must comply with the standards and a certain time. There are three things to consider in order to achieve good performance auditor. First, the quality of work that is the quality of the job done by working based on all of the skills and the skills and knowledge possessed by the auditor. Secondly, the quantity of labor which is the amount of work that can be completed with the target being the auditor’s job responsibilities and the ability to utilize the facili-
ties and infrastructure work. Third, timing to complete the job. Currently BPK continues to improve the quality of the examination and has been involved in the pilot program include bureaucratic reforms already provide adequate remuneration to employees BPK. It was submitted by the chairman of the BPK of Indonesia’s independence proclamation in commemoration speech. However, it is unfortunate that there are still some cases that ensnared BPK auditors as happened in West Java. Still the code violations bribery and receiving facilities of the Regional Government. Many people who still question the performance of the BPK auditors, the emergence of the statements in the media that suggested that it is still possible code violations committed by BPK auditors. Sugianta (Head of Public Relations Kajati NTB) as cited in www.radaronline.co.id stated that the BPK was not able to find the deviations of local budgets, while some of the cases handled by the Attorney General are strong allegations of irregularities budget. The emergence of those opinions can provide public doubts on the performance of the BPK. This in itself can impair public confidence in the performance of government agencies. One of the factors that can affect performance is accountability. Tetlock and Kim (1987) defines accountability as a form of psychological impulse that makes one attempt to account for all actions and decisions taken to lingkungannnya. Accountability is closely related to instrument control activities, especially in terms of achievement in public service and present it to the public in a transparent manner. A financial information presented in the financial statements must be audited by an independent auditor. In the era of transparent and open at this time, requires auditors to be more responsible for the results of tests carried out, based on the code of ethics and professional standards. One form of improvement of the quality of human resources, especially auditors owned BPK stated in the Strategic Plan, namely to increase the competency of human resources and management support. As an organization that relies on the skill and expertise, human resources is the most important asset BPK. Therefore, increasing the number of inspectors and the development of skills and
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
competencies BPK employees a top priority in order to achieve a quality examination results (BPK Decision No.3/K/I-XII.2/5/2011). In a statement SPKN First General Standards Board (BPK RI, 2007) stated “Examining collectively should have sufficient professional competence to carry out inspection tasks.” With regard to the statement, all organizations examiner is responsible for ensuring that any investigation conducted by auditors who are collectively have the knowledge, skills, and experience needed to perform the task. Auditors who carry out the examination shall maintain professional competence through continuing education. Work experience an auditor will support skill and speed in completing the task so that the error rate will decrease. Thus, competence is a combination of maturity job (skills), psychological maturity (willingness), and work experience that can be self-directed behavior (Ariyanto and Jati, 2009). Competence of the auditors be important in the implementation of the functions performed BPK examination. This is important because in addition to be able to produce a good performance in nmematangkan consideration in preparing the consolidated results of the examination is also important to achieve the expectations of good governance and transparency. Libby and Lipe (1992) suggested that the complexity of the task can be used as a tool in improving performance. Within the meaning given to the complexity of the work could affect businesses shed by the auditor. Wood (1986) describes the complexity of the task in two aspects. First, the complexity of the component which refers to the amount of information that must be processed, and the phases of work to be done to complete a job. Second, the complexity of coordination refers to the coordination number (the relation of one part to another part) needed to complete a job. Auditors are always faced with complex tasks, many, varied and linked to one another. The complexity of the task is a task that is not structured, it is difficult to understand and ambiguous (Abdolmohammadi and Wright, 1987). Tests on the complexity of the task in the audit are also important because of the likelihood that the audit assignment is a complex task.
475
STUDIES LIBRARY Accountability is a form of psychological impulse that makes one attempt to account for all actions and decisions taken by the environment (Tan and Kao, 1999). Lawton and Rose (1994) define accountability as a process in which a person or group of persons are required to make a report of their work in ways that have or have not they already know Accountability is considered important in the service of public interest, the responsibility is very important in the implementation of the management and financial management responsibilities. In carrying out professional responsibilities, the examiner must understand the principles of service in the public interest and uphold the integrity, objectivity and independence. It is stated in the Standard Examination SPKN Introduction paragraph 20. The concept of accountability is the cornerstone of the public service. Tan and Kao (1999) saw three indicators that can be used to measure individual accountability. First, how motivated they are to complete the work. Motivation in general is a state in the one who encourages the desire of individuals to carry out certain activities to achieve goals. In terms of accountability, the person with accountability tinggai also highly motivated to do something. Competence Lee and Stone (1995) defines competence as an explicit sufficient expertise can be used to conduct audits objectively. Stuart and Lindsay (1997) defines competence as a character, character, knowledge, skill and motivation underlying an incumbent who has been linked by causality with superior managerial performance. Competence is the ability to execute or perform a job or task that is based on skills and knowledge, and supported by the work attitude demanded by the job (Wibowo, 2002). Competence consists of several different types of characteristics, which encourage the behavior. The foundations of these characteristics evident in the way people behave in the workplace. Competency is to know what people like and what they can do, not what they might do. Competence was
476
YUSRI KASIM
found in people who are classified as superior performers. The definition of superior performance is the performance above average. Competence is also the knowledge, skills, and abilities associated with the job, and the skills needed for the jobs of non-routine. The definition of competence in the field of auditing was often measured by experience (Mayangsari, 2003).
is the result achieved by a person under the applicable size for the job in question, as the degree to which employees meet / achieve the employment requirements. According to Dessler (2000:268) performance analysis is to verify that there is a decline in performance and determine whether this decline should be improved through training or through other means.
Task Complexity Libby and Lipe (1992) states that the complexity of the task can be instrumental in improving the quality of the work. That is, the effect on the complexity of the work effort devoted by the auditor. An auditor is faced with many tasks, varied and linked to one another. The complexity of the task can be defined as a function of the task itself. The complexity of the task is a task that is not structured, confusing and difficult (Wood, 1986). Furthermore, Wood (1986) describes the complexity of the task in two aspects. First, the complexity of the component which refers to the amount of information that must be processed, and the phases of work to be done to complete a job. A job is considered more complicated if the information to be processed and the steps to be done more and more. Second, the complexity of coordination refers to the coordination number (the relation of one part to another part) needed to complete a job. A job is considered more complex when the work has been linked to other jobs or work to be performed is related to the job before and after.
Measurement Performance Auditor Auditor performance can be measured by a particular measurements (standard) where quality is related to the quality of work produced, while the quantity is the number of results generated in a given period of time and timeliness timeliness planned. Characteristics that distinguish the performance auditor with the performance of managers is the output produced. Soeprihanto (2001:7) further states that performance appraisal is a system used to assess and determine whether the employee has performed each work as a whole. Implementation of the work as a whole does not mean just seen or assessed the results of the physical alone but include a variety of issues such as labor, discipline, labor relations, and special things in accordance with the field and the level of work which he held. Larkin (1990) states that there are four personality dimensions in measuring the performance of the auditor, the ability (ability), professional commitment, motivation and job satisfaction. An auditor who has the capability in terms of auditing it will be competent in completing the work. Auditors are committed to the profession will be loyal to the profession as perceived by auditors. Motivation owned by an auditor will encourage the relevant auditor wishes to perform certain activities to achieve a goal. The auditor’s job satisfaction is an individual auditor level of satisfaction with the organization’s relative position compared with coworkers or friends other profession.
Performance Auditor Prawirosentono (1999:120) mentions the performance or the performance of the work that can be achieved by one or a group of people in an organization, in accordance with the responsibilities and authorities of each in order to achieve organizational goals. There is a close relationship between the individual performance with organizational performance, or in other words, if the employee’s performance good then chances are also good organizational performance. Lowyer and Porter (in As’ad, 2000:48) writes that the job performance or business performance
Thinking framework In his work the audit of financial statements, auditors are required to work with a professional accountability. Accountability means accountability requires auditors to carry out their duties properly and responsibly. Mardisar and Sari (2007) in
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
his study showed a positive effect of the accountability of the performance auditor. Competencies are the basis for an auditor to audit the dam. Knowledge, training and considerable expertise to help an auditor to carry out his duties in conducting the audit. The higher the value of competencies possessed by an auditor, the better the performance it provides. A similar study conducted by Tubbs (1992), who showed that subjects who have experience more audit would find more errors and mistakes items larger than auditors who audit experience less. The complexity of the task means a lot whether or not the information that must be processed and the success of steps taken to process an information providing its own level of complexity for auditors to give a good performance. In conducting the audit, the auditor is required to provide the results of an audit that is able to describe the actual financial condition of a report. In his research, Sanusi and Iskandar (2007) divides the complexity of the task into two: high and low. From the results of research it was found that for low-complexity jobs, a high level of effort to improve the quality of the work but to work with higher job complexity, high business can not improve the quality of the work. Based on the developed framework, the scheme framework, the relationship between the independent variables (independent) and variable (dependent) can be seen in Figure 2.1 Accountability Competence
Performance
Complecity
Figure 1. Schematic Framework Thought
Hypothesis Based on the basic theory of the phenomenon has been said before, it can be stated that the hypothesis of this study is accountability, competence, and task complexity significantly influence the performance of the auditor on BPK RI Representative Aceh. H1: accountability, competence, and task complexity jointly affect the performance of the auditor at the Supreme Audit Board of Indone-
477
sia Representative Aceh. H2: Accountability affect the performance of the auditor at the Supreme Audit Board of Indonesia Representative Aceh. H3: Competence affect the performance of the auditor at the Supreme Audit Board of Indonesia Representative Aceh. H4: task complexity affects the performance of the auditor at the Supreme Audit Board of Indonesia Representative Aceh. RESEARCH METHODS Each aspect of the study is described as follows: a. Research Objectives This study has the objective to identify the existence of a correlational relationship between the variables studied. This study will test the hypothesis that has been formulated based on the theories and the results of previous studies. b. Type of Research This study is correlational. Correlational research is research that seeks to determine whether or not there is a relationship (association) between two or more variables, as well as how much correlation there is between the variables studied (Kuncoro, 2010:12). The research looked at whether there is an influence of accountability, competence and task complexity on the performance auditor BPK-RI representative Aceh c. Rate Intervention Research This study did not have the ability to intervene, both control and manipulation of variables, because these variables are already there (Cooper, Boca, and Pamela, 2006:141) study are given full authority to the respondent to answer the whole questionnaire without any intervention and manipulation of data for affect the results. d. Research situation Given the purpose of the study was to test the hypothesis that the data required from the actual environment in which the field study of a natural environment. e. Unit of Analysis The unit of analysis pertaining to the subject of research and refers to the unity level data collected during the analysis phase. In this study the
478
YUSRI KASIM
unit of analysis is the individual auditor. The data is expected that respondents who work in the BPK auditor-RI Representative Aceh. f. Time Horizon Time horizon used in this study is cross-sectional data collection is carried out one of the respondents and reflects a snapshot of a situation at a particular time (Kuncoro, 2010). The Population in this study were all auditors on BPK RI Representative Aceh functional positions as many as 60 people. The population in this study were taken in accordance with the functional as many as 60 people who worked as an auditor auditor examiner at the Office of Legislative Audit Board of Indonesia Aceh. Because the population is considered relatively small, this study uses census method. Census (sampling saturated) is a sampling technique where all members of the population are used as samples (Sugiyono, 2007:78). The Data used in this study is primary data, the data is directly obtained from the study subjects. For a discussion of these issues, the authors performed data collection through a questionnaire is to deploy a number of questions with specific format and a wide selection of answers to be answered by the respondents. The Research Variables were analyzed in this study consisted of the independent variables, namely Accountability (X1), competence (X2), and Task Complexity (X3), and one dependent variable Performance Auditor (Y). Analysis Method of the data using linear regression analysis (multiple regression). To examine the effect of independent variables on the dependent variable. The regression equation used is: Y = α + β1 X1 + β2X2 + β3X3 + ε where: Y = Performance auditors α = constant β1 ... β3 = regression coefficient X1 = Accountability
X2 = Competence X3 = Complexity of the task ε = Standar error Before the data processed further, have tested the validity and reliability, because the questionnaire as an instrument for collecting data in this study should be tested validity and reliability. This test is performed to determine the consistency and accuracy of data collected from the user instrument. RESULTS DISCUSSION Validity Testing Based on computer output, 24 statements declared invalid because the correlation values ob tained for each of the 24 items were statements above a critical value product moment correlation. From the results obtained for a population of 60 then the critical value of 5% that is 0254, and had a significance level below 5%. Reliability Tests showed that the alpha for each variable is 0.866 for the variables X1, X2 0.803 for the variable, 0.803 for the variable X3, and 0.791 for the variable Y. Based on the scoring, then the measurement reliability of the variables in this study indicate that measurement reliability requirements α> 0.5. Hypothesis Testing is conducted to test and analyze the formulation of hypotheses based on regression. Hypothesis testing was conducted in accordance with the hypothesis that has been formulated previously. Based on the results of questionnaires that have been processed from the 60 respondents who were BPK RI Legislative Auditor Aceh, it acquired sufficient information about the influence of Accountability (X1), competence (X2), and Task Complexity (X3) of the Performance Auditor (Y). to determine the effect of each independent variable on the dependent variable can be seen from the results of hypothesis testing.
Based on the output from the computer through
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
479
Table 1
Model
B (Constant) X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
1
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Std. Error 14.918 .263 .373 .216
Beta 2.368 .125 .100 .065
the SPSS program coefficientsa value above (Table 1), the regression equation can be established as follows: Y = 14.918 + 0.263X1 + 0.373X2 + 0.216X3 Testing Results In Together For the simultaneous influence can be seen the value of R2. From the results of hypothesis testing obtained R2 value of 0.523 or 52.3%. The results of testing the influence of accountability, competence, and task complexity on the performance auditor simultaneously obtained coefficient β1 = 0.263, β2 = 0.373 coefficient and the coefficient β3 = 0.216. Based on the results of these calculations can be taken the decision to accept the alternative hypothesis (Ha) and reject the hypothesis Ho, since Ha (β1, β2, β3 ≠ 0) means accountability, competence, and task complexity jointly affect the performance of the auditor at the Supreme Audit Board of Indonesia representative Aceh. In Partial Test Results Effect of Performance Against Accountability Auditor The results of the accountability variable (X1) obtained coefficient β1 = 0.263. Based on calculations show that the partial accountability variables affect the performance of the auditor. So this study received a second alternative hypothesis (Ha2) stating accountability affect the performance auditor at the Supreme Audit Board of Indonesia Representative Aceh. Hypothesis is accepted because the value of β1 ≠ 0, ie 0.263> 0 (β1 = 0.263 ≠ 0). Effect of Performance Competence Against Auditor The study of competency variables (X2) obtained coefficient β2 = 0.373. Based on the results
Standardized Coefficients T .230 .393 .328
Sig. 6.299 2.110 3.718 3.301
.000 .039 .000 .002
of these calculations show that the partial competence variables affect the performance of the auditor, then the study received a third alternative hypothesis (Ha3) stating competence affect the performance auditor at the Supreme Audit Board of Indonesia Representative Aceh. Hypothesis is accepted because of β2 ≠ 0, ie 0.373> 0 (β2 = 0.373 ≠ 0). Effect of Task Complexity Of Performance Auditor The study of the complexity of the task variable (X3) obtained coefficient β3 = 0.216. Based on the results of these calculations show that the partial task complexity variables affect the performance of the auditor. This study also received a fourth alternative hypothesis (Ha4) stating complexity affects task performance auditor at the Supreme Audit Agency Representative Aceh Indonesia. Hypothesis accepted because β3 ≠ 0, ie 0.216> 0 (β3 = 0.216 ≠ 0). DISCUSSION Effect of Accountability for Performance Auditor Based on the results of hypothesis testing, the results of this study demonstrate that accountability effect on the performance of the auditor. These results indicate that the accountability role in a performance given by the auditor. BPK-RI Legislative Auditor Aceh apply the principle of accountability for his job. A sense of responsibility to be the foundation of any tests carried out. This study supports previous research conducted by Mardisar and Sari (2007) which shows that accountability also affect the performance of the auditor. Accountability owned by an auditor will motivate the auditor in carrying out its works. The higher the sense of responsibility which is owned
480
YUSRI KASIM
by an auditor it would be good for the job. Work done on the basis of responsibility also encourage auditors to better use all of his efforts in carrying out the work are motivated by the paradigm that the work will be checked by the supervisor. Effect on Performance Auditor Competence Statistical tests in this study showed that competence have a significant influence on the performance auditor BPK-RI Representative Aceh. Value of β2 ≠ 0 gives empirical evidence for this study. The results of this study support previous research conducted by Arianto and Jati (2009), Tarin (2008) and Alim (2007) which states that affect the performance of auditor competence. SPKN competencies required in the state that collectively run private investigator should have sufficient professional competence to carry out inspection tasks. As a BPK auditor should possess the skill and finesse that can support the implementation of inspection tasks. Competence which is character, character, knowledge, and skill possessed by an auditor to assist the auditor in completing tasks examination. Effect of Task Complexity Of Performance Auditor Statistical tests showed that the effect of task complexity on the performance auditor BPK-RI Representative Aceh. The complexity of the task means a lot whether or not the information that must be processed and the success of steps taken to process an information providing its own level of complexity for auditors to give a good performance. The higher the complexity of the task facing the more the stages that must be passed by an auditor in carrying out the examination. This study supports the study by Tarin (2008), in his study stated that the complexity of the task affect the performance provided by the auditor. Statement Tan and Kao (1999) also noted that the complexity of the tasks associated with accountability can also improve employment outcomes.
in accordance with the hypothesis being tested, namely: 1. Accountability, competence and task complexity jointly affect the performance of the BPK RI Legislative Auditor Aceh. 2. Accountability partially affect the performance of the BPK RI Legislative Auditor Aceh. Auditors who carry out the work with a sense of responsibility based on tinggai able to give better results so as to improve performance. 3. Competency partially affect the performance of BPK RI Legislative Auditor Aceh. Expertise and professional skills of every member of the examiner to support the implementation of the inspection. Auditors who have sufficient expertise will be able to complete the inspection tasks so well that by itself can improve performance. 4. The complexity of the task is partially significant effect on the performance of the BPK RI Legislative Auditor Aceh. Complexity requires the auditor to go through certain stages in carrying out its work, the more stages of gathering information and coordinating with fellow colleagues and agencies can help auditors conduct a proper examination. LIMITATION Prior research presented suggestions for improvement for future studies first revealed the limitations of this study include: 1. The instruments used in the data collection was a questionnaire, that will cause problems if the respondent’s answer is different from the real situation. Things like this are things that can not be controlled because it is outside the ability of researchers. 2. The study was only conducted in Aceh Legislative Auditor BPK RI, so that the results can not be generalized to the whole of the auditor without conducting further research on the performance of the overall BPK auditors.
CONCLUSION
SUGGESTION
After testing and analysis of data in this study, the overall number of conclusions can be drawn
Based on these results, the researchers gave the following suggestions:
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
1. `This study is expected to be able to contribute to the leadership of BKP-RI Representative Aceh to continue to consider matters relating to the performance of the auditor. Performance auditors is very important, because it can determine whether or not the right decisions are taken auditor and can indirectly affect another party assessment of the condition of the entity concerned. 2. Accountability, competence, and task complexity could only explain variation influences the performance of the auditor of 52.3%. This shows that there are still other variables that can affect the performance of the auditor, and therefore the active participation of the author expects the next researcher to examine other aspects that can affect the performance of the organization’s culture for example, length of assignment, and clarity of the task.
481
482
YUSRI KASIM
REFERENCES Abdolmohammadi, M. dan A. Wright. 1987. An Examination of The Effects of Experience and Task Complexity on Audit Judgments. The Accounting Review. Januari. p. 1-13 Alim, Nizarul. 2007. Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi.Simposium Nasional Akuntansi X Makassar. Ariyanto, Dodik dan Ardani Mutia Jati. 2009. Pengaruh Independensi, Kompetensi dan Sensitivitas Etika Profesi terhadap Produktivitas Kerja Auditor eksternal. (studi kasus pada Auditor BPK-RI Provinsi Bali). Ashton, A.H. 1991. Experience and Error Frequency Knowledge as Potential Determinants of Audit Expertise. The Accounting Review. April. p. 218-239. As’ad, Mohd. 2000. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty Bonner, S.E. 1990. Experience Effect in Auditing: The Role of Task Spesific Knowledge. The Accounting Review. Januari. p. 72-92. Christiawan, Y.J. 2002. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Journal Directory: Kumpulan Jurnal Akuntansi dan Keuangan Unika Petra. Vol. 4 / No. 2: p. 79-92 Cloyd, C. Bryan. 1997. Performance in Reseach Task: The Joint Effect of Knowledge and Accountability. The Accounting Review vol.72 no.1. Januari. p. 111-131 Cooper, Donald R. Boca Rator and Pamela S Schindler. 2006. Business Research Methods. International Edition. Singapore: Mc-Graw-Hill.Co Deangelo, L.E. 1981. Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure Regulation. Accounting and Economics 3. Agustus. p. 113-127. Deis, D.R. dan G.A. Giroux. 1992. Determinants of Audit Quality in The Public Sector. The Accounting Review. Juli. p. 462-479. Dessler, Gary. 2000. Manajemen Personalia. Terjemahan Agus Darma, Jakarta: Erlangga. Fanani, Z dan B. Subroto. 2007. Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, Dan Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. vol.5 no.2. p. 139-155 Halim, A. 2003. Auditing (Dasar-dasar audit laporan keuangan). Jilid 1 Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kanfer, R. dan P.L. Ackerman. 1989. Motivation and Cognitive Abilities: An Integrative/AptitudeTreatment Interaction Approach to Skill Acquisition. Applied Psyicology,74. p. 657-690. Kuncoro, Mudrajad. 2010. Metode Riset Untuk Bisnis. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 4, Oktober 2014
483
LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance (Modul Sosialisasi Sistem AKIP). Modul 1 dari 5. Jakarta: LAN. Larkin, Josep M. 1990. Does Gender Affect Auditor KAP Performance?” The woman CPA, Spring. p 20-24. Lee, Tom dan Mary Stone. 1995. Competence and Independence: The Congenial Twins Of Auditing? Business Finance and Accounting. Vol. 22, No. 8, Desember. p. 1169-1177 Libby, R. dan M. Lipe. 1992. Incentive Effects and the Cognitive Processes involved in accounting judgements. Accounting Research. Vol. 30, p. 249-273 Lawton, A. dan A.G. Rose. 1994. Organization and Management In The Public Sector, London: Pitman Publishing Malhotra, Naresh K. 2005. Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan. Edisi Keempat. Jilid 1. Terjemahan: Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia. Mardisar, Diani dan Ria Nelly Sary. 2007. Fanani. 2007. Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi X Makassar. Mayangsari, S. 2003. Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi terhadap Pendapat Audit: Sebuah Kuasieksperiman. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 6. No. 1. Januari. p. 1-22. Mulyadi. 2002. Auditing. Auditing. Edisi keenam. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Peterson, M.F. dan Peter B. Smith 1995. Role Conflict, Ambiguity, And Overload: A 21 Nation Study, Management Academy. volume 38, No. 2 p 429. Prawirosentono, Suyadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta Radaronline. 2012. Kejati Lebih Percaya Audit BPKP Dibanding BPK NTB. Melalui (http://www.radaronline.co.id/berita/read/19940/2012/) (7/10/2012) Republik Indonesia, Undang-Undang Negara Republik Indonesia. No. 17 Tahun 2003. Tentang Keuangan Negara. _____, Undang-Undang Negara Republik Indonesia. No. 01 Tahun 2004. Tentang Perbendaharaan Negara. _____, Undang-Undang Negara Republik Indonesia. No. 15 Tahun 2004. Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. _____, Undang-Undang Negara Republik Indonesia. No. 15 Tahun 2006. Tentang Badan Pemeriksaan Keuangan.
484
YUSRI KASIM
_____, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. No. 01 Tahun 2007. Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. _____, Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. No. 03/K/I-XII.2/5/2011. Tentang Rencana Strategis Badan Pemeriksa Keuangan Tahun Anggaran 20011 Sampai Dengan Tahun Anggaran 2015. _____, Keputusan Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan. No. 113/SK/VIII-VIII.3/9/2000, Tentang Petunjuk Jabatan Teknis Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan. _____, Keputusan Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan. No. 335/K/X-XIII.2/7/2011. Tentang Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa pada Badan Pemeriksa Keuangan. Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan. Melalui Keputusan Sekjen BPK Sanusi dan Iskandar. 2007. Audit Judgement Performance: Assessing the effect of Performance Incentive, Effort and Task Complexity: Manajerial Auditing Journal. Vol 22 No.1. p. 34-52 Sekaran, Uma. 2006. Risearcch Methods for Bussines. Edisi 4 buku 1. Terjemahan Yon, Kwan. Jakarta: PT. Salemba Empat. Schmidt, F.L. M.A. Mc. Daniel dan J.E. Hunter. 1988. Job Experience Correlates of Job Performance. Applied Psycology. p. 327-330. Soeprihanto, J. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia II. Jakarta: Karunia, Universitas Terbuka. Stuart, R dan P. Lindsay. 1997. Beyond The Frame of Management Competenc(I)Es: Towards A Contextually Embedded Framework oManagerial Competence in Organizations. European Industrial Training, Vol 21. No.1. p. 26.34 Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta Tan, Tong Han dan Alison Kao. 1999. Accountability Effect on Auditor’s Performance: The Influence of Knowledge, Problem Solving Ability and Task Complexity: Accounting Reseach Vol.37 No.1 Spring. p. 209-223 Tarigan, Immanuel. 2008. Pengaruh kompetensi dan kompleksitas tugas terhadap kinerja auditor melalui motivasi kerja. Tesis. Bandung. Universitas Padjajaran Tetclock, P.E. dan J.L. Kim. 1987. Accountability and Judgment Processes in a Personality Prediction Task. Personality and Social psychology April. p. 700-709 Tubbs, R.M. 1992. The Effect of Experience on The Auditor’s Organization and Amount of Knowledge. The Accounting Review. Oktober. p. 783-801. Wibowo, Jatmiko Alexander. 2002. Pendidikan Berbasis Kompetensi: Belajar dari DuniaKerja, Yogyakarta: Universitas Atmajaya, Wood, R.E. 1986. Task Complexity: Definition of the Construct. Organizational Behavior and Human Decision Process. Vol.37 No 1. Februari p. 60-82.
PETUNJUK PENULISAN JURNAL EMABIS FAKULTAS EKONOMI UNIMAL 1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dan harus merupakan tulisan asli dari hasil penelitian, telaah pustaka, laboratorium, pengalaman lapangan atau gagasan yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain. 2. Tulisan yang dimuat dalam Jurnal E-Mabis berasal dari bidang Ilmu-ilmu Ekonomi Manajemen dan Bisnis. 3. Naskah diketik dengan perangkat lunak pengolahan kata Microsolft Word yang dicetak pada satu permukaan (tidak dibolak-balik) kertas berukuran A-4 putih 80 gram/m2, dengan jarak 1,5 spasi (kecuali abstrak), dengan tata letak portraif, serta jarak margin kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm. Panjang naskah 15-20 halaman, termasuk halaman dan tabel. 4. Naskah yang termasuk katagori penelitian, disusun dengan urutan sebagai berikut: a. Judul: diusahakan singkat dan mencerminkan isi penelitian/karya ilmiah, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. b. Nama Penulis: ditulis dibawah judul, tanpa gelar kesarjanaan. Jika penulis lebih dari satu orang hendaknya diurutkan dan diberi angka Arab di akhir nama masing-masing penulis. Angka-angka Arab tersebut diberi keterangan sebagai catatan kaki pada halaman pertama, lengkap dengan alamat lembaga penulis c. Abstrak: ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, diketik satu spasi dan maksimum 150 kata. Dibawah abstrak dicantumkan kata kunci (keywords) antara 3-5 frasa (phrase) d. Pendahuluan: (tanpa subjudul, berisi : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Tinjauan Pustaka) e. Metode Penelitian (alat/bahan, cara penelitian, teknik pengambilan data dan teknik analisis) f. Hasil dan Pembahasan: menguraikan hasil yang diperoleh, disertai pembahsan baik dalam bentuk tabel, grafik dan gambar g. Kesimpulan dan Saran h. Referensi (daftar pustaka) i. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/curriculum vitae) 5. Naskah yang termasuk katagori non penelitian/ konseptual, disusun dengan urutan sebagai berikut: a. Judul (sama dengan poin 4.a) b. Nama Penulis (sama dengan poin 4.b) c. Abstrak (sama dengan poin 4.c) d. Pendahuluan (berisi: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Sedikit Tinjauan Pustaka. Tidak dipecah menjadi anak sub judul, tetapi dalam bentuk alinea saja) e. Pembahasan (Isi Informasi/pemikiran ilmiah penulis)
f. Kesimpulan dan Saran (saran tidak merupakan keharusan) g. Referensi (daftar pustaka) h. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/ curriculum vitae) 6. Naskah tidak diperkenankan memakai lampiran 7. Daftar pustaka yang ditampilkan hanya yang benar-benar diacu/dikutip saja: penulisan daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang secara kronologis: a. Untuk buku: nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit. Judul Buku jilid, edisi. tempat/kota penerbit: nama penerbit b. Untuk karangan/artikel dalam pertemuan ilmiah atau seminar nama pokok dan inisial pengarang, tahun “Judul Karangan”. Singkatan nama pertemuan (penyelenggara). Waktu;tempat/kota pertemuan. c. Untuk karangan/artikel dalam majalah atau jurnal: nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul karangang : nama majalah atau jurnal. Jilid (nomor) halaman permulaan dan akhir. d. Untuk tulisan dari internet : nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul tulisan. Nama jurnal atau majalah/sumberlainnya. (online), vol.,no., (alamat sumber rujukan dan tanggal diakses) 8. Naskah yang dikirim ke redaksi rangkap 2 (asli dan foto copynya) dan disertakan disketnya selambat-lambatnya 3(tiga) minggu sebelum penertbitan 9. Dewan redaksi dapat mengubah dan mengoreksi bahasa dan istilah, tanpa merubah isi dan maknanya dengan atau tanpa memberitahukan penulis. 10. Dewan redaksi dapat menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi persyarat. Alamat Redaksi : Fakultas Ekonomi Univesitas Malikussaleh. Kampus Bukit Indah P.O.Box 141 Lhokseumawe. Tlp. (0645)40210 - Fax. (0645)44450. Email:
[email protected] Website: http://www.fe-unimal.org