PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Widya Hesti Nengsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang dalam perspektif agency theory. Populasi penelitian ini sebanyak 149 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan sampel penelitian sebanyak 26 perusahaan selama tahun 2005-2010. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang dalam perspektif agency theory; serta terdapat pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang dalam perspektif agency theory. Kata Kunci: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional, kebijakan dividen, agency cost, kebijakan hutang. ABSTRACT The purpose of this research is to examine the effect of ownership structure, and dividend payout ratio on debt to equity ratio in an agency theory perspective. The research populations are 149 manufacture companies which listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) with 26 research samples around 2005-2010. This research used purposive sampling method. The data analysis used a multiple regressions. The result shows there are an insignificant effect of insiders ownership and dividend payout ratio on debt to equity ratio in an agency theory perspective, and negative significant effect of institutional ownership on debt to equity ratio in an agency theory perpspective. Keywords: Insiders ownership, institutional ownership, dividend payout ratio, agency cost, debt to eqiuty ratio.
1 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
PENDAHULUAN Ketersediaan dana yang cukup untuk membiayai kegiatan operasional merupakan salah satu faktor yang penting bagi perusahaan, dikarenakan persaingan industri yang semakin ketat akan menjadi faktor penghambat keberlangsungan hidup sebuah perusahaan serta peluang untuk berkembang bagi perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki sumber pendanaan yang cukup dan memadai. Sumber pendanaan perusahaan biasanya berasal dari dua sumber yakni, dana internal dan dana external. Dana internal perusahaan yaitu dana yang dapat diperoleh dari dalam perusahaan atau dengan kata lain dana yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan seperti laba berjalan, laba ditahan, dan modal saham. Dana internal ini akan berkaitan dengan kebijakan dividen, sedangkan dana external adalah dana yang bersumber dari luar perusahaan, seperti hutang yakninya hutang jangka panjang, hal ini nantinya akan berkaitan dengan kebijakan hutang perusahaan (Bambang, 2008: 209-220). Menurut Brigham dan Weston (1994: 150), kebanyakan dari perusahaan yang berskala besar memilih untuk membiayai kegiatan operasionalnya dengan menggunakan hutang, dikarenakan hal ini dapat menekan biaya bunga dalam perhitungan pajak (deductible), sehingga menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. Selain itu, perusahaan yang menggunakan hutang akan dipercaya oleh pasar dan investor karena terlihat mereka memiliki kemampuan dan prospek yang bagus.
2 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Dalam perspektif agency theory, dengan adanya hutang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow oleh manajer untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal. Namun, disatu sisi hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang. Hutang yang terlalu besar meningkatkan keinginan shareholders untuk memilih proyekproyek yang lebih beresiko dengan harapan akan memperoleh return yang lebih tinggi. Apabila proyek berhasil maka return akan meningkat, dan debtholders hanya menerima sebesar tingkat bunga, dan sisanya dinikmati oleh shareholders. Sebaliknya, jika proyek tersebut gagal maka mereka dapat mengalihkan penanggungan resiko pada pihak kreditur (Erni, 2005: 58). Brealey, et.al (2008: 25) menyatakan bahwa para manajer mempunyai kecendrungan menggunakan hutang yang besar untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, hal ini terkait dengan kontrol manajemen. Kontrol manajemen akan lebih besar dengan adanya hutang baru dibandingkan dengan menerbitkan saham baru. Terkait dengan hal tersebut, salah satu upaya untuk menekan penggunaan hutang oleh para manajer adalah dengan meningkatkan kepemilikan oleh pihak manajerial. Menurut Devi dan Gugus (2008: 5) dengan peningkatan kepemilikan oleh pihak manajerial akan memaksa manajer untuk menanggung resiko sebagai konsekuensi dari setiap keputusan
yang mereka ambil. Dalam keadaan ini, tentunya manajer sekaligus sebagai pemegang saham akan mensejajarkan kepentingan pribadi dengan kepentingannya sebagai seorang pemegang saham. Hal ini akan membuat manajer sangat berhati-hati dalam menentukan penggunaan hutang untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Disamping itu, upaya lain yang dapat digunakan untuk mengontrol penggunaan hutang oleh pihak manajer yakni meningkatkan kepemilikan saham oleh pihak institutional, dengan kepemilikan institutional yang besar, ini mengindikasikan bagaimana kemampuan untuk memonitor jalannya perusahaan sangatlah tinggi. Semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh pihak institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistik yang dilakukan oleh para manajer. Tindakan monitoring ini dapat mengurangi biaya keagenan karena mendorong perusahaan untuk menggunakan tingkat utang yang lebih rendah untuk mengantisisapi kemungkinan financial distress dan resiko kebangkrutan (Abdullah, 2009: 252-253). Menurut Taswan (2003), selain struktur kepemilikan, penggunaan hutang juga dipengaruhi oleh kebijakan dividen. Dividen merupakan salah satu keuntungan yang akan diperoleh selain keuntungan lain berupa capital gain. Kebijakan dividen yang stabil yang besarnya tetap, maka pembayaran dividen tersebut akan merupakan beban tetap bagi perusahaan, maka perusahaan yang menggunakan
leverage yang tinggi akan sulit untuk mempertahankan pembayaran dividen yang tetap tersebut (Suad, 2008: 336). Perusahaan yang mempunyai Dividend Payout Ratio (DPR) yang tinggi akan menyukai pendanaan dengan modal sendiri, disamping itu pula, pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Hal ini akan membuat manajer semakin berhatihati dan efisien dalam menggunakan hutang. Dengan demikian berarti semakin tinggi DPR, maka perusahaan akan semakin menekan penggunaan hutang oleh perusahaan untuk pembiayaan kegiatan operasional perusahaan dan sebaliknya jika dividen yang dibagikan kepada perusahaan semakin kecil, berarti perusahaan akan semakin dominan menggunakan hutang dalam pendanaan kegiatan operasionalnya (Nisa, 2003: 24). Penelitian terkait dengan struktur kepemilikan dan kebijakan dividen telah banyak dilakukan oleh penelitian terdahulu diantaranya Hanafi dan Ismiyanti (2003) yang hasil penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan manajerial, institutional dan kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian tersebut, sejalan dengan penelitian Erni (2005). Sementara penelitian Abdullah (2009), Rizka dan Ratih (2009) menemukan hasil bahwa struktur kepemilikan dan kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Karena adanya kontradiksi dari hasil peneliti terdahulu memotivasi peneliti untuk
3 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
melakukan penelitian ini. Penelitian menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai variabel dependen, struktur kepemilikan dan kebijakan dividen sebagai variabel independen. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Hutang Suad (2008: 253) menyatakan bahwa keputusan tentang external financing sering juga disebut sebagai keputusan pendanaan. Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Hal ini erat kaitannya dengan struktur permodalan yang dipilih oleh perusahaan. Dalam perspektif pecking order terdapat beberapa alasan yang melatar belakangi perusahaan menggunakan hutang, yaitu: 1) asumsi asimetris, dimana manajer mengetahui lebih banyak daripada investor luar tentang profitabilitas. Maka investor tidak dapat menilai nilai sebenarnya dari penerbitan sekuritas baru. 2) hutang dan saham sama-sama membutuhkan biaya transaksi bagi perusahaan. Namun biaya transaksi hutang lebih kecil jika dibandingkan dengan saham. 3) dengan penggunaan hutang, perusahaan mendapatkan manfaat pajak dengan mengeluarkan sekuritas hutang. Manfaat pajak ini diperoleh oleh perusahaan karena adanya biaya bunga yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak, 4) dari sisi pengawasan, kontrol manajemen lebih besar dengan adanya hutang baru dibandingkan dengan menerbitkan
4 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
saham baru (Brealey et. al, 2008: 25). Menurut Taswan (2003), besar kecilnya persentase hutang yang digunakan oleh perusahaan, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kepemilikan manajerial (insiders ownership), kepemilikan institutional (institutional ownership), kebijakan dividen, resiko bisnis, profitabilitas, dan pertumbuhan. Taswan (2003) mengemukakan bahwa, besar kecilnya persentase hutang yang digunakan oleh perusahaan, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kepemilikan manajerial (insiders ownership), kepemilikan institutional (institutional ownership), kebijakan dividen, resiko bisnis, profitabilitas, dan pertumbuhan. Teori Keagenan Pearce dan Robinson (2009: 47), mendefinisikan bahwa teori keagenan merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Ketika pemilik (atau manajer) mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan pada pihak lain, terdapat hubungan keagenan antara kedua pihak tersebut. Hubungan keagenan, seperti hubungan antara pemegang saham dengan manajer, akan efektif selama manajer mengambil keputusan investasi yang konsisten dengan kepentingan pemegang saham. Namun, ketika kepentingan manajer berbeda dengan kepentingan pemilik,
maka keputusan yang diambil oleh manajer kemungkinan besar akan mencerminkan preferensi manajer dibanding dengan pemilik. Problem keagenan (agency problem) antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham, dan sebaliknya manajer perusahaan bisa saja bertindak untuk tidak memaksimumkan kekayaan pemegang saham, tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri, maka disini terjadilah conflict of interest. Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost antara lain: 1) pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer, 2) pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, dan 3) opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling dalam Bodi, Kane dan Marcus (2008: 9), masalah keagenan akan terjadi apabila proporsi kepemilikan saham kurang dari 100%, hal ini cenderung mendorong manajer untuk bertindak mengejar kepentingannya sendiri dan sudah tidak berdasarkan maksimilisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan.
Mekanisme untuk Mengatasi Masalah Keagenan Dalam mengatasi masalah keagenan maka dapat dilakukan beberapa cara alternatif untuk mengurangi agency cost. Pertama meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen. Dengan adanya kepemilikan saham maka manajer akan merasakan langsung akibat dan manfaat dari keputusan yang diambilnya sehingga tidak mungkin manajer dapat bertindak oportunistik lagi (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Diana dan Irianto). Kedua, peningkatan pendanaan dengan hutang. Dengan adanya hutang akan mengendalikan perusahaan dalam penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen (Jensen, 1986 dalam Erni, 2005). Ketiga, dengan menggunakan monitoring melalui investor-investor institusional. Dengan adanya kepemilikan saham institusional lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Hal ini dikarenakan kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya menantang keberadaan manajemen (Moh’ et al, 1998 dalam Erni, 2005). Keempat, dengan meningkatkan dividend payout ratio sehingga tidak tersedia banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya (Abdullah, 2009 250). Pendekatan lainnya yang dapat dipakai adalah melalui labor market controls, capital control dan ancaman takeover (Mester, 1998 dalam Erni, 2005).
5 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan memaksimalkan tujuannya. Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer hanya akan memaksimalkan kepentingannya dan tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Menurut Faisal (2000) dalam Murni dan Andriana (2007), kepemilikan manajerial (insider) atas sekuritas perusahaan dapat menyamakan kepentingan insider dengan pihak extern dan akan mengurangi peranan hutang sebagai mekanisme untuk meminumkan agency cost. Semakin meningkat kepemilikan oleh insider, akan menyebabkan insider semakin berhati-hati dalam menggunakan hutang dan menghindari perilaku opportunistic karena mereka ikut menanggung konsekuensi dari tindakannya, sehingga mereka cenderung menggunakan hutang yang rendah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Friend dan Lang (1988) dalam Erni (2005), menjelaskan bahwa insiders perusahaan mempunyai kepentingan yang lebih besar dalam menjamin kelangsungan hidup perusahaan karena resiko hutang nondiversiable manajemen lebih besar dari investor public. Dengan kata lain, apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang maka akan mengancam likuiditas perusahaan dan manajemen. Insiders yang kepemilikannya lebih besar dalam perusahaan akan memiliki keinginan yang lebih besar dalam meminimalkan resiko struktur modal.
6 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesa pertama. H1: Kepemilikan manajerial (Insiders Ownership) berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan Institutional dan Kebijakan Hutang Sheiler dan Vishny (1986) dalam Rizka dan Ratih (2009), menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal. Erni (2005) dan Wahidawati (2002) dalam Rizka dan Ratih (2009) menemukan bahwa kehadiran kepemilikan institusional dapat mengurangi hutang perusahaan dalam rangka kepemilikan institusional dapat mengurangi hutang (agency cost of debt). Menurut Abdullah (2009), variabel kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Semakin tinggi variabel kepemilikan institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap perusahaan dimana akan dapat mengurangi biaya keagenan pada perusahaan, serta penggunaan hutang oleh manajer. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesa kedua. H2: Kepemilikan Institutional (Institutional Ownership) berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang.
Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang Kebijakan deviden merupakan kebijakan yang menyangkut masalah pembagian laba yang menjadi hak pemegang saham. Pemegang saham mempunyai hak untuk menjual saham setiap saat, sehingga perputaran jual-beli saham sangat cepat dan berubah-rubah. Oleh karena komposisi pemegang saham berubah-rubah maka menentukan siapa yang berhak atas dividen menjadi sulit, sehingga diperlukan prosedur untuk mengatur pembayaran deviden. Kebijakan dividen akan memiliki pengaruh pada tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan, kebijakan deviden yang stabil akan menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana guna membayar jumlah dividen yang tetap tersebut. Pembayaran dividen adalah salah satu upaya untuk mengurangi biaya keagenan, hal ini didasarkan pada hasil penelitian Ross (1977) dan Easterbook (1984) dalam Abdullah (2009), namun pembayaran dividen akan berpengaruh pada kebijakan pendanaan perusahaan, karena akan mengurangi arus kas perusahaan sehingga dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya akan mencari alternatif sumber pendanaan yang relevan misalnya dengan hutang. Menurut Faisal (2002) dalam Murni dan Andriana (2007), menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai dividend payout ratio tinggi akan menyukai perusahaan dengan modal sendiri. Disamping itu, pembayaran dividen dapat dilakukan
setelah kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut, akan membuat manajer semakin hati-hati dan efisien dalam menggunakan hutang. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesa ketiga. H3: Kebijakan dividen berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode analisis yakni tahun 2005-2010. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Adapun kriteria dalam penelitian ini diantaranya mencantumkan kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional dan membagikan dividen pada investor. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) serta www.idx.co.id. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Kebijakan hutang merupakan tindakan manajemen perusahaan yang akan mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang (Suad dan Enny : 2006). Dalam penelitian ini diukur dengan membagi jumlah utang dengan ekuitas yang diberi simbol DER diukur melalui perbandingan antara total kewajiban dan modal sendiri.
7 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Kepemilikan manajerial yaitu jumlah kepemilikan saham oleh pihak pengelola perusahaan (manajer). Yang diproksikan dengan INSDR dan diukur dengan cara membandingkan antara jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajerial dan komisaris dengan jumlah saham yang beredar. Kepemilikan Institutional adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan institusi yang bersangkutan lainnya. Variabel ini diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun dan diberi simbol INST. Kebijakan deviden merupakan kebijakan yang menyangkut masalah pembagian laba yang menjadi hak pemegang saham. Variabel ini diukur dengan rasio pembayaran deviden terhadap earning after tax (Dividend Payout Ratio). Agency Theory merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Dalam penelitian ini metoda yang digunakan untuk menganalisis data adalah regresi linear berganda. Persamaan regresinya yang digunakan adalah: DER= a + b1 INSDR + b2 INST + b3 DPR + e
8 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu model diuji secara keseluruhan dengan menggunakan uji F. Dari hasil pengujian tersebut, diperoleh F hitung sebesar 6,805 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hal ini membuktikan bahwa hubungan yang terlihat dalam penelitian layak untuk diuji lebih lanjut. Besarnya konstribusi variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional dan kebijakan dividen dalam menjelaskan kebijakan hutang dapat tergambar dari nilai adjusted R square 18,3%. Sementara sisanya 81,7%% ditentukan oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Diantaranya seperti ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, profitabilitas dan lainnya. Analisis linear berganda digunakan untuk menyatakan hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat. Hasil pengujian tertera pada Tabel 1. Hasil analisis regresi berganda Unstandardized Coefficients Std. Model 1 (Constant
B
Error
248.778 33.644
t
Sig.
7.394 .000
INSDR
-1.576
.814 -1.935 .057
INST
-1.748
.454 -3.847 .000
DPR
-.374
.223 -1.676 .098
adalah:
Model dari penelitian ini
DER= 247,778 – 1,576 INSDR – 1,748 INST – 3,74 DPR Nilai konstanta sebesar 247,78 mengindikasikan bahwa jika variabel bebas bernilai nol, maka INSDR sebesar -1,576. Sedangkan INST sebesar -1,748 dan DPR sebesar -3,74. Berdasarkan hasil Tabel 1, secara parsial dapat diketahui variabel Insiders Ownersip berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang (DER). Hasil ini dibuktikan dengan hasil pengujian regresi INSDR bernilai negatif 1,576 dan nilai t hitung adalah sebesar -1,935 dengan signifikansi 0,057>0,05. Nilai signifikansi ini menunjukkan perubahan nilai INSDR akan mempengaruhi perubahan kebijakan hutang perusahaan (Debt Equity Ratio). Nilai koefisien yang negatif menunjukkan semakin rendah INSDR akan berdampak pada peningkatan penggunaan hutang perusahaan (DER). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2009) serta Devi dan Gugus (2008) yang membuktikan bahwa kepemilikan oleh pihak manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bathala et al (1994), Moh’d et al (1998), Erni (2005) dan Abdullah (2009) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh pihak manajerial dapat mensejajarkan
kepentingan manajer dengan pemegang saham external. Semakin tinggi persentase kepemilikan oleh pihak manajerial akan mampu mengurangi peranan hutang sebagai suatu mekanisme untuk mengurangi agency cost. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2011:186-187), bahwa manajer cenderung berperilaku opportunistik yakni dengan cara berinvestasi pada proyek-proyek yang mereka sukai, yang hanya memberikan manfaat sedikit pada para pemegang saham, apabila memiliki kelebihan kas, maka oleh karena salah satu solusinya adalah dengan menggeser struktur modal perusahaan menuju jumlah utang yang besar akan mendorong manajer untuk bertindak hati-hati. Kepemilikan oleh pihak manajerial (insiders ownership) tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kepemilikan saham oleh insiders dibandingkan dengan kelompok lainnya dalam perusahaan, sehingga manajer tidak dapat mengambil keputusan berdasarkan atas keinginannya sendiri. Sementara variabel kepemilikan institutional yang disimbolkan dengan INST memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan (Debt Equity Ratio) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil ini dibuktikan dengan hasil pengujian regresi INST bernilai negatif 1,748 dan nilai t hitung 3,847 dengan signifikansi 0,000<0,05. Nilai signifikan ini
9 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
menunjukkan bahwa peningkatan INST berpengaruh terhadap perubahan (peningkatan atau penurunan) penggunaan hutang. Nilai koefisien INST menunjukkan nilai yang negatif signifikan, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Moh” et al (1994) dan Bathala et al (1998) dalam Erni (2005), bahwa dengan kehadiran pihak institutional dapat digunakan sebagai alat monitoring dalam rangka meminimumkan biaya keagenan yang ditimbulkan oleh hutang. Hal ini juga relevan dengan hasil penelitian Taswan (2003), bahwa perusahaan dengan kepemilikan institutional yang besar mengindikasikan kemampuan untuk memonitor jalannya perusahaan, dengan semakin tinggi persentase saham yang dimiliki oleh pihak institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistik yang dilakukan oleh manajer. Tindakan ini akan mengurangi biaya keagenan karena memungkinkan perusahaan untuk menggunakan hutang yang lebih rendah. Hipotesis ketiga membuktikan bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil ini dibuktikan dengan hasil pengujian regresi DPR bernilai -3,74 dan nilai t hitung-1,676 dengan signifikansi 0,098>0,05. Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa peningkatan ataupun penurunan DPR akan mempengaruhi pada kebijakan hutang perusahaan (Debt Eqity Ratio).
10 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2009) dan Tarjo dan Jogiyanto (2003) yang membuktikan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Penelitian ini tidak berhasil mendukung pernyataan Taswan (2005), bahwa perusahaan yang mempunyai dividend payout ratio yang tinggi lebih menyukai pendanaan dengan menggunakan modal sendiri, sehingga dapat mengurangi biaya keagenan hutang. Disamping itu pembayaran dividen dapat dilakukan apabila semua kewajiban terhadap cicilan hutang beserta bunganya terpenuhi. Dengan demikian, akan membuat manajer sangat berhati-hati dalam menggunakan hutang. Hasil penelitian menolak teori yang dikemukakan oleh Suad (2008: 336), apabila perusahaan cenderung membagikan dividen yang besarnya tetap, maka pembayaran dividen tersebut akan merupakan beban tetap bagi perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan yang menggunakan leverage yang tinggi akan sulit untuk membayarkan dividen yang tetap tersebut. Hal ini disebabkan karena leverage yang tinggi juga akan menimbulkan beban tetap yang tinggi pula. Kebijakan deviden tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang dimungkinkan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi. Misalnya, perusahaan menerapkan kebijakan atas pembagian dividen stabil dimana perusahaan tetap membayar dividen meskipun laba yang diperoleh perusahaan menurun atau perusahaan mempunyai hutang.
Dalam perspektif agency teory, ternyata meningkatkan pembagian dividen tidak dapat mengurangi biaya keagenan hutang. Hal ini dikarenakan kemungkinan manajer tetap menggunakan hutang yang besar walaupun disatu sisi mereka membagikan dividen yang cukup besar. Kesimpulan Dan Saran Berdasarkan pendahuluan, tinjauan pustaka dan pengolahan data serta pembahasan terkait hasil pengolahan data yang telah dikaji pada kajian terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Insiders Ownership (INSDR) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Institutional Ownership (INST) berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3) Dividen Payout Ratio (DPR) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan (DER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Bagi investor, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel institutional Ownership berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan (Debt Equity Ratio) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Sehingga variabel tersebut dapat dijadikan sebagai indikasi preferensi pelaku pasar modal dan perlu diperhatikan investor saat ingin menjadi pemilik saham dari perusahaan-perusahaan tersebut. 2) Bagi peneliti selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut berkaitan dengan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan. 3) Bagi perusahaan, lebih berhati-hati terkait keputusan penggunaan sumber modal apakah itu dari hutang maupun modal sendiri, karena jika menggunakan hutang yang terlalu besar juga tidak bagus karena akan berdampak pada resiko kebangkrutan yang akan dialami oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan juga harus jeli dalam menyelesaikan problem yang terjadi (agency problem). DAFTAR PUSTAKA Abdullah W. Djabid 2009. “Kebijakan Dividen dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Utang: Sebuah Perspektif Agency Theory”. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 13, No.2, 2009, hal. 249-259. Agus Sartono. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE. Bambang Riyanto. 2008. Dasardasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 8. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Brigham, Eugene F dan Joul F Houston. 2010. Manajemen
11 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Keuangan 1 dan 2 Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat. Brigham, Eugene F dan Weston Fred J. 1994. D asar-dasar Manajemen Keuangan Edisi 9. Jakarta: Erlangga. Bodi, Kane dan Marcus. 2008. Investasi. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat. Brealey, Richard A, Myers, Stewart C, & Marcus, Alan J. 2008. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Erlangga. Devi Avri Nurvida dan Gugus Irianto. 2008. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan ditinjau dari Teori Keagenan”. Emisi Vol, No.1 April2008: 1-16. Erni Masdupi. 2005. “Analisis dampak struktur kepemilikan hutang dalam mengontrol konflik keagenan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.20, No.I, 2005, 57-59. Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Hunger, David J dan Wheelen L. Thomas. 2003. Manajemen Strategies. Yogyakarta: Andi. Idris. 2008. Aplikasi Model Analisis Data Kuantitatif Dengan Program SPSS Edisi Revisi III. Padang: Fakultas Ekonomi UNP. Indah Putri Indahningrum dan Rizka Handayani. “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free CASH
12 Mahasiswa Universitas Negeri Padang
Flow dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 11. No. 3, Desember 2009, Hlm. 189-207. Imanda Firmansyah Putri dan Mohammad Nasir. 2006. “Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Resiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Deviden dalam Prespektif Teori Keagenan”. Simposium Nasionnal Akuntansi 9 Padang. Imam Ghozali. 2001. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Ismiyanti Fitri dan Mamduh M. Hanafi. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institutional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen: Analisis Persamaan Simultan. Prosiding. Simposium Nasional Akuntansi 6, Surabaya. Jensen, M dan W.H Meckling. 1976. Managerial behaviour, agency cost and owbership structure. Journal of Financial Economics. Vcl.3:305-360. Lukas Atmaja Setia. 2003. Manajemen Keuangan Edisi Revisi. Jakarta: Andi. Yogyakarta. Lukman Syamsuddin. 2004. Manajemen Keuangan Perusahaan, Konsep Aplikasi dalam: Perencanaan, Pengawasan,
dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Murni Sri dan Andriana 2007. Pengaruh Insider Ownership, Institutional Investor, Dividend Payments, dan Firm Growth terhadap Kebijakan Hutang dalam Mengontrol Konflik Keagenan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 20, No. 1. Hal. 57-69. Nisa Fidyati. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi.Vol.1, No.1. Hal 17-34. Nur Indrianto & Bambang Supono. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Rusmawati. 2008. “Managerial Ownership dan Conflict Interest dalam Agency Relationship”. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 6, No. 1, Maret 2008, Hal.55-63. Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan Teori dan Aplikasi SPSS. Yogyakarta: Andi. Suad Husnan. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Taswan. 2003. “Analisis Pengaruh Insider Ownership, Kebijakan Hutang Dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Serta Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. September 2003. www.idx.co.id www.e-bursa.com
13 Mahasiswa Universitas Negeri Padang