21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Kondisi Habitat
Hutan Tesso Nilo merupakan salah satu hutan hujan dataran rendah yang tersisa di Sumatera saat ini dan merupakan daerah aliran Sungai Kampar. Hutan Tesso Nilo memiliki beberapa anak sungai dan sungai besar yang bermuara ke Sungai Kampar. Habitat yang terdapat di areal penelitian adalah habitat eks areal HPH PT. Inhutani IV. Taman Nasional Tesso Nilo dinyatakan sebagai hutan yang terkaya keanekaragaman hayati di dunia dengan ditemukannya 218 species tumbuhan Vascular di petakan 200 meter persegi oleh Center For Biodiversity
Management dari Australia pada tahun 2001 (LIPI 2003 dalam Dephut 2008). Penelitian dilakukan di areal kawasan TNTN didasarkan pada pengamatan dari tujuh Jalur yang dibuat petak contoh berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui Riau. Dari hasil penelitian didapatkan data tumbuhan yang dapat diidentifikasi sebanyak 111 jenis dari 43 famili. Berdasarkan familinya, Dipterocarpaceae memiliki jumlah jenis terbanyak yaitu 25 jenis. Fabaceae sebanyak 8 jenis. Burceraceae dan Anarcadinaceae 6 jenis. Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi ditunjukkan dalam Gambar 4 dan secara lebih rinci ditunjukkan pada Lampiran 1.
Gambar 4 Rekapitulasi 10 famili dengan jumlah jenis terbanyak.
22
5.1.1. Jalur I
Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan, diperoleh jenis-jenis yang dominan di kawasan ini. Pada tingkat pertumbuhan semai, didominasi oleh Nasi-nasi (Anisophyllea disticha) dengan INP sebesar 20,12%. Tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Tapak-tapak (Sindora wallichii) dengan INP sebesar 22,50%. Meranti bunga (Shorea platycarpa) mendominasi pada tingkat pertumbuhan tiang dengan INP sebesar 47,09%. Tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh jenis Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 44,84%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur I ditunjukkan pada Tabel 2 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 3-6. Tabel 2. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur I Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha
Rhizophoraceae
20.12
Meranti Sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
18.63
Asem
Triomma malaccensis
Burceraceae
17.27
Tapak-tapak
Sindora wallichii
Fabaceae
22.50
Kayu hitam
Diospyros transitoria
Ebenaceae
17.50
Asem
Triomma malaccensis
Burceraceae
15.00
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
47.09
Kedondong
Ailanthus integrifolia
Simaroubaceae
24.71
Tapak-tapak
Sindora wallichii
Fabaceae
17.76
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
16.73
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
44.84
Daru-daru
Cantleya corniculata
Icacinaceae
22.86
Kompas
Santiria spp.
Burceraceae
20.58
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.2. Jalur II
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Meranti
23
bunga (Shorea platycarpa) dengan INP sebesar 26,20%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 22,50 %. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Arangarang (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 43,17%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Meranti kunyit (Shorea conica) dengan INP sebesar 32,25%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur II ditunjukkan pada Tabel 3 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 7-11. Tabel 3. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur II Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
26.20
Bengku
P. xanthochymum
Sapotaceae
25.40
Babi kurus
Alangium ridleyi
Alangiaceae
23.57
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
31.57
Meranti sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
21.76
Meranti rambai
Shorea conica
Dipterocarpaceae
15.88
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
Dilleniaceae
15.88
Arang-arang
Eugenia sp.
Myrtaceae
43.17
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
33.14
Bengku
P. xanthochymum
Sapotaceae
29.03
Meranti kunyit
Shorea conica
Dipterocarpaceae
32.25
Kulim
S. bracteatus
Moraceae
29.43
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
21.80
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.3. Jalur III
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 39,51%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 40,48%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Medang (Diospyros curranii) dengan INP sebesar 51,18%. Vegetasi tingkat pertumbuhan
24
pohon didominasi oleh Medang keladi (Talauma gigantifolia) dengan INP sebesar 44,84%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur III ditunjukkan pada Tabel 4 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 12-15. Tabel 4. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur III Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
39.51
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
20.34
Medang keladi
Talauma gigantifolia
Magnoliaceae
19.78
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
40.48
Kopi-kopi
C. castanocarpus
Euphorbiaceae
39.93
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
30.68
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
51.18
Petaling gajah
H. longifolium
Flacourtiaceae
41.28
Kopi-kopi
C. castanocarpus
Euphorbiaceae
32.11
Medang keladi
Talauma gigantifolia
Magnoliaceae
44.84
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
35.13
Durian hutan
Durio spp.
Bombacaceae
29.81
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.4. Jalur IV
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 84,81%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 38,11%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Arang-arang (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 80,97%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Benau (Mangifera spp.) dengan INP sebesar 27,46%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur IV ditunukkan pada Tabel 5 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 12-16.
25
Tabel 5. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur IV Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
84.81
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
26.27
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
19.42
Babi kurus
Alangium ridleyi
Alangiaceae
17.10
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
38.11
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
35.41
Garam-garam
T. feotidissima
Combretaceae
25.81
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
80.97
Mahang
Macaranga spp.
Euphorbiaceae
42.51
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
30.31
Benau
Mangifera spp.
Anacardiacea
27.46
Meranti sbrg
Shorea acuminata
Dipterocarpaceae
23.03
Daru-daru
Cantleya corniculata
Icacinaceae
22.96
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.5. Jalur V
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Sendoksendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 40,13%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 33,43%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 72,38%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Meranti sepat (Shorea macrantha) dengan INP sebesar 37,37%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur V ditunjukkan pada Tabel 6 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 15-16.
26
Tabel 6. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada jalur V Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Sendok-sendok
E. diadenum
Euphorbiaceae
40.13
Asam kumbang
Adinandra dumosa
Theaceae
32.31
Daru-daru
Cantleya corniculata
Icacinaceae
18.94
Sendok-sendok
E. diadenum
Euphorbiaceae
33.44
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
27.55
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
25.23
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
25.23
Sendok-sendok
E. diadenum
Euphorbiaceae
72.38
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
32.94
Rengas
Gluta renghas
Anacardiacea
31.95
Jejambu
Eugenia spp.
Myrtaceae
29.96
Meranti sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
37.37
Meranti
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
33.07
Kompas
Santiria spp.
Burceraceae
28.86
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.6. Jalur VI
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kulim (Scorodocarpus bracteatus) dengan INP sebesar 74,66%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 56,14%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Bintangur (Colopyhllum soulattri) dengan INP sebesar 79,58%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Resak (Vatica sp.) dengan INP sebesar 61,31%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur VI ditunjukkan pada Tabel 7 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 17-18.
27
Tabel 7. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur VI Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Kulim
S. bracteatus
Moraceae
74.66
Jengkol
P. labatum
Fabaceae
31.25
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
24.11
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
56.14
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
48.92
Rengas
Gluta rengas
Anacardiacea
23.66
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
22.02
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
79.58
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
70.32
Ariung
D. verruscosus
Dipterocarpaceae
50.65
Resak
Vatica spp.
Dipterocarpaceae
61.31
Mersawa
Anisoptera curtisii
Dipterocarpaceae
56.31
Petaling gajah
H. longifolium
Flacourtiaceae
29.49
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.7. Jalur VII
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Meranti bunga (Shorea platycarpa) dengan INP sebesar 48,08%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 57,98%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 80,61%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Resak (Vatica sp.) dengan INP sebesar 57,15%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada jalur VII ditunjukkan pada Tabel 8 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 7-11.
28
Tabel 8. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada jalur VII Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
48.08
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
43.08
Putat
Barringtonia spp.
Lecythidaceae
25.77
Jejambu
Eugenia spp.
Myrtaceae
57.98
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
47.98
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
Moraceae
18.21
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
80.61
Kompas
Santiria spp.
Burceraceae
53.26
Mahang
Macaranga spp.
Euphorbiaceae
37.92
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
37.29
Resak
Vatica spp.
Dipterocarpaceae
57.15
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
40.53
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
38.57
Pancang
Tiang
Pohon
5.2.
Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar
Ada 4 tipe informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data keanekaragaman jenis, yaitu jenis, jumlah jenis, jumlah individu tiap jenis, lokasi yang ditempati oleh individu-individu yang terpisah (Krebs 1989). Jumlah jenis mamalia besar ditemukan di TNTN secara langsung (melalui perjumpaan) dan tidak langsung (melalui suara, jejak kaki, sarang, kotoran yang ditinggalkan serta bekas makan mamalia besar) sebanyak 14 jenis dari 11 famili, yaitu Cercopithecidae (3 jenis) dan Hylobatidae (2 jenis) yang temasuk ke dalam ordo Primata. Suidae (1 jenis), Cervidae (1 Jenis), Tragulidae (2 jenis) yang termasuk ke dalam ordo Artiodactyla. Viverridae (1 jenis), Felidae (1 jenis), dan Ursidae (1 jenis) termasuk ke dalam ordo Carnivora. Tapiridae (1 jenis) termasuk ke dalam ordo Perissodactiyla. Elephantidae (1 jenis) termasuk kedalam ordo Proboscidea. Jenis mamalia besar yang ditemukan di areal penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung ditunjukan pada Tabel 9.
29
Tabel 9. Jenis mamalia besar yang ditemukan di lokasi penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung Jumlah individi setiap jalur Nama lokal
Nama ilmiah I
II
III
IV
V
VI
VII
Jumlah Jalur
Babi hutan
Sus scrofa
1
0
2
0
3
3
0
4
Owa ungko
Hylobates agilis
3
1
3
1
7
4
1
7
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis
0
7
0
0
13
0
0
2
Lutung budeng
Trachypithecus auratus
15
2
37
3
44
4
7
7
Lutung simpai
Presbytis malalophos
0
0
0
0
9
0
0
1
Siamang
Hylobates syndactylus
0
0
1
0
0
1
0
2
Pelanduk
Tragulus napu
1
0
1
0
1
0
0
3
Kancil
Tragulus javanicus
1
0
0
0
0
0
0
1
Rusa sambar
Cervus unicolor
0
0
1
0
0
0
0
1
Musang akar
Arctogalidia trivirgata
0
0
0
0
0
1
0
1
Tapir
Tapirus indicus
0
0
0
0
0
0
1
1
21
10
45
4
74
13
9
176
Total
Keterangan: Total merupakan jumlah spesies yang ditemukan setiap jalur pengamatan
Umumnya jumlah individu yang ditemukan berdasarkan perjumpaan langsung, Hal ini dapat disebabkan jenis mamalia besar yang terdapat di TNTN telah beradaptasi dengan baik dengan kondisi habitat hutan sekunder yang telah terganggu oleh berbagai aktivitas masyarakat, seperti penebangan liar, perburuan satwaliar, dan perambahan hutan. Keanekaragaman jenis mamalia besar dapat dikelompokkan ke dalam 3 tingkat trofik (pemilihan terhadap jenis makanannya), yaitu herbivora (makanan utama berupa tumbuhan bawah, daun serta buah), karnivora (makanan utama berupa daging), omnivora (memakan tumbuhan dan buah). Berdasarkan hal tersebut, terdapat 3 jenis yang merupakan satwa omnivora (Monyet ekor panjang, Babi hutan, dan Beruang madu), 2 jenis yang termasuk satwa karnivora (Musang akar dan Harimau sumatera) dan 9 jenis satwa herbivora (Lutung budeng, Lutung
30
simpai, Owa ungko, Rusa sambar, Pelanduk, Kancil, dan Tapir). Jumlah jenis satwa berdasarkan tingkat trofik ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Jumlah jenis mamalia besar berdasarkan tingkat trofik. Berdasarkan pengelompokkan jenis mamalia besar, menurut tingkat trofik diketahui keseimbangan ekosistem pada mamalia besar masih tergolong baik. Hal ini diketahui berdasarkan jumlah jenis herbivora yang lebih banyak dari omnivora dan karnivora yang membentuk piramida. Apabila jumlah jenis karnivora lebih banyak dari jenis herbivora, maka jejaring makanan dalam ekosistem akan menjadi tidak seimbang. Noerdjito et al. (2005) keseimbangan ekosistem telah diatur secara alami melalui mekanisme rangkaian penyedian dan keseimbangan jejaring makanan.
5.2.1. Keanekargaman jenis mamalia besar (Indeks Shannon-Wiener)
Tingkat keanekaragaman ini dapat ditujukan oleh nilai indeks Diversitas Shannon. Di setiap areal lokasi penelitian, tingkat keanekaragaman jenis tergolong rendah karena nilai indeks Shannon Wiener berkisar kurang dari 1,5. Margalef (1972) dalam Maguran (1988) menyatakan bahwa tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi di tunjukan dengan nilai Indeks Shannon lebih dari 3,5. Tingkat keanekargaman yang rendah ditunjukan oleh nilai Indeks Shannon kurang dari 1,5 dan jika nilai indeks Shannon antara 1,5 sampai 3,5 maka tingkat keanekaragaman jenisnya tergolong sedang.
31
Tingkat keanekargaman jenis mamalia tertinggi di Jalur VI dengan nilai indeks Shannon Wiener sebesar 1,46. Tingkat keanekaragaman terendah terdapat di Jalur IV dengan nilai indeks Shannon Wiener sebesar 0,56. Nilai indeks keanekaragaman jenis pada setiap Jalur ditunjukkan pada Gambar 6. Secara lebih rinci, nilai indeks keanekargaman jenis ditunjukkan pada Lampiran 22.
Gambar 6 Nilai indeks Shannon Wiener di setiap Jalur. Keanekaragaman jenis mamalia besar hampir merata pada setiap Jalur, karena habitat penelitian TNTN memiliki habitat yang hampir sama. Selain itu Zorenko dan Leontyeva (2003) menyatakan bahwa faktor luasan mempengaruhi nilai indeks yang dimiliki. Soerianegara dan Indrawan (2002) menambahkan bahwa ukuran contoh yang semakin besar menyebabkan jumlah jenis yang ditemukan bertambah. Keanekaragaman tiap jenis rata-rata terbanyak pada setiap lokasi adalah ordo primata. Hal ini disebabkan karena sebagian besar primata hidup berkelompok di dalam habitat hutan hujan dataran rendah kawasan TNTN, kecuali Owa ungko dan Siamang yang hidup soliter dan tidak pernah lebih dari dua individu. Berikut merupakan Gambar Owa ungko dan Lutung budeng yang teramati pada saat penelitian.
32
(a)
(b)
Gambar 7 Jenis mamalia besar dari ordo primata yang ditemukan (a) Owa ungko (Hylobates agilis), (b) Lutung budeng (Trachypithecus auratus). 5.2.2. Kekayaan jenis mamalia
Tingkat kekayaan jenis merupakan salah satu ukuran keanekaragaman yang dapat digunakan untuk mempelajari tingkatan suksesi. Tingkat keanekaragaman ini diukur berdasarkan jumlah jenis atau dapat ditentukan langsung dengan melihat jumlah jenisnya. Jumlah jenis mamalia besar beserta jumlah individunya yang ditemukan dalam suatu kawasan akan berpengaruh terhadap nilai indeks kekayaan jenis Margalef. Toth dan Kiss (1999) menyatakan bahwa peningkatan jumlah jenis akan menyebabkan indeks nilai Margalef semakin tinggi. Dikatakan lebih lanjut bahwa bila jumlah individu setiap jenis yang meningkat akan menyebabkan nilai indeks Margalef yang semakin menurun. Berdasarkan hasil pengamatan mamalia besar selama penelitian di lapangan, tingkat kekayaan jenis tertinggi terdapat pada Jalur VI jumlah yang ditemukan sebanyak 5 jenis dengan nilai indeks sebesar 1,56. Jenis yang ditemukan diantaranya Babi hutan, Lutung budeng, Musang akar, Owa ungko, dan Siamang. Sedangkan untuk indeks kekayaan jenis terendah adalah Jalur IV jumlah yang ditemukan sebanyak 2 jenis dengan nilai indeks sebesar 0,72. Jenis yang ditemukan diantaranya Owa ungko dan Lutung budeng. Nilai indeks kekayaan jenis pada setiap Jalur ditunjukkan pada Gambar 8 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 27.
33
Gambar 8 Indeks kekayaan jenis di setiap Jalur. Selama penelitian di Jalur VI ditemukan satu jenis mamalia besar yang tidak ditemukan pada lokasi lain yaitu Musang akar. Musang akar ditemukan secara langsung pada saat pagi hari dengan kondisi cuaca yang mendung. Sebagian besar satwa ini beraktivitas pada malam hari dan bersifat arboreal. Selain itu mamalia besar lainnya yang jarang ditemukan adalah Siamang, satwa ini hidup soliter dan banyak beraktivitas diatas pohon dan bergerak bebas pada kanopi pohon dan tidur di percabangan pohon yang besar.
5.2.3. Kemerataan jenis mamalia besar
Untuk mengetahui tingkat kemerataan kelimpahan individu antar suatu jenis mamalia digunakan nilai indeks kemerataan. Selain itu nilai indeks ini juga dapat digunakan sebagai indikator gejala dominansi diantara tiap jenis dalam komunitas. Pada saat setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama-sama berlimpah akan menyebabkan nilai indeks kemerataan yang maksimum. Sebaliknya bila kelimpahan individu pada masing-masing jenis berbeda jauh, maka akan menyebabkan nilai indeks kemerataan semakin menurun. Nilai indeks kemerataan terendah yaitu di Jalur III dengan nilai indeks sebesar 0,42 dan nilai kemerataan tertinggi yaitu di Jalur VI dengan nilai indeks sebesar 0,91. Semakin tinggi nilai indeks kemerataan, mengindikasikan bahwa dalam suatu komunitas tidak terdapat jenis yang dominan (Kurnia et al. 2005). Hal ini
34
mengindikasikan bahwa tidak terdapat jenis yang mendominasi pada komunitas mamalia besar pada Jalur VI. Berdasarkan data hasil penelitian, tingkat kemerataan jenis mamalia di setiap Jalur berkisar antara nilai 0,42-0,91. Nilai indeks kemerataan jenis pada setiap Jalur penelitian ditunjukkan pada Gambar 9 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 28.
Gambar 9 Indeks kemerataan jenis di setiap Jalur. Pada keseluruhan habitat, didapatkan nilai indeks kemerataan jenis sebesar 0,59. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat jenis-jenis yang dominan dalam kawasan TNTN, yang diketahui dengan melimpahnya jumlah individu dan menyebar pada daerah perbatasan TNTN. Owa ungko dan Lutung budeng menyebar pada setiap daerah perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit. Hal ini didukung karena kedua satwa ini memiliki ekologi yang sama yaitu ditemukan pada hutan dataran rendah. 5.2.4. Kesamaan komunitas jenis mamalia
Suatu komunitas terdiri dari banyak jenis yang memiliki perubahan populasi dan interaksi satu dengan lainnya. Terdapat beberapa Jalur yang memiliki komunitas yang sama, tetapi ada juga yang tidak sama. Komunitas yang sama dilihat dengan adanya jenis yang sama pada kedua habitat yang diperbandingkan. Soendjoto dan Gunawan (2003) menyatakan bahwa kehadiran suatu jenis merupakan faktor penting dalam penilaian habitat dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan habitat.
35
Kesamaan komunitas dilakukan dengan membandingkan jenis mamalia besar antar Jalur. Berdasarkan indeks kesamaan komunitas, maka keberadaan mamalia besar di areal perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui memiliki kesamaan komunitas yang cukup tinggi. Jalur yang memiliki kesamaan komunitas tinggi, diantaranya: Jalur I dan VII, Jalur VI dan VII, sedangkan kesamaan komunitas yang rendah yaitu Jalur IV dan V. Jalur yang memiliki nilai kesamaan komunitas yang lebih tinggi disebabkan adanya kemiripan kompisisi jenis yang lebih besar dibandingkan dengan Jalur lainnya. Nilai indeks kesamaan komunitas mamalia besar ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks kesamaan komunitas antar jalur x/y
I
II
III
IV
V
VI
VII
I
-
0.38
0.33
0.29
0.60
0.67
0.71
-
0.33
0.50
0.44
0.38
0.50
-
0.25
0.60
0.70
0.63
-
0.20
0.29
0.40
-
0.45
0.56
-
0.71
II III IV V VI VII
-
Tingginya kesamaan komunitas mamalia besar juga dipengaruhi dengan kondisi lingkungan yang mendukung kemampuan beradaptasi. Apabila jenis mamalia besar di TNTN dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda, baik disebabkan dengan adanya gangguan ataupun perubahan iklim akan menyebabkan komunitas mamalia besar tetap lestari. Terdapat 5 jenis mamalia besar yang sama, yaitu Lutung budeng, Owa ungko, Tapir, Beruang madu, Babi hutan, dengan perbedaan jumlah jenis sebanyak 2 di Jalur VI (7 jenis di Jalur I, 7 jenis di Jalur VII, 5 jenis di Jalur VI).
5.3.
Sebaran Mamalia Besar di Areal TNTN
Sebaran yang dimaksud adalah sebaran spasial yaitu sebaran menurut ruang dalam skala yang kecil. Sebaran spasial adalah sebaran individu dan kelompok dalam populasi jenis satwaliar terutama mamalia besar di habitatnya. Pola penyebaran ini merupakan strategi individu dalam mempertahankan kelangsungan
36
hidupnya (Alikodra, 1990). Sebaran populasi jenis mamalia besar di areal studi seperti ditunjukan pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran jenis mamalia besar dia areal TNTN No.
Nama Lokal
1
Parameter
Pola Sebaran
X
ID
µ2
Babi hutan
1,29
1,48
8.89
Acak
2
Owa ungko
2,86
1,68
10.10
Acak
3
Monyet ekor panjang
2,86
9.38
56.30
Mengelompok
4
Lutung budeng
16,00
18.92
113.50
Mengelompok
5
Lutung simpai
1,29
9.00
54.00
Mengelompok
6
Siamang
0,29
0.83
5.00
Acak
7
Pelanduk
0,43
0.67
4.00
Acak
8
Kancil
0,14
1.00
6.00
Acak
9
Rusa sambar
0,14
1.00
6.00
Acak
10
Musang akar
0,14
1.00
6.00
Acak
11
Tapir
0,14
1.00
6.00
Acak
Mamalia besar yang ditemukan secara langsung pada areal TNTN memiliki 2 pola sebaran, yaitu mengelompok dan acak. Jenis mamalia besar yang memiliki sebaran mengelompok merupakan ordo primata yang memiliki sifat suka bergerombol seperti Monyet ekor panjang, Lutung budeng, dan Lutung simpai. Selain itu jenis mamalia besar dari ordo primata seperti Owa ungko dan Siamang memiliki pola sebaran acak, karena kedua primata ini memiliki sifat soliter. Mamalia besar yang memiliki sebaran acak seperti Babi hutan, Pelanduk, Kancil, Rusa sambar, Musang akar dan Tapir merupakan satwa yang peka terhadap keberadaan di habitatnya. Sehingga sangat sedikit ditemukan jenis tersebut di areal penelitian.
5.4.
Status Konservasi Mamalia Besar
Setiap jenis mamalia besar di TNTN perlu mendapatkan perhatian, khususnya jenis-jenis yang dilindungi keberadaannya. Terdapat 23 kriteria jenis hayati yang dilindungi, salah satunya populasi yang rendah dan cenderung menurun (Noerdjito et al. 2005). Jenis-jenis mamalia besar yang terdapat di TNTN umumnya satwa yang dilindungi keberadaannya. Sebagian jenis mamalia besar yang ditemukan memiliki status dilindungi di Indonesia (PP No. 7 Tahun
37
1999), terancam punah (IUCN), dan termasuk dalam kategori appendix I (CITES), seperti Owa ungko, Lutung simpai, Siamang, Harimau sumatera, dan Gajah sumatera. Status konservasi jenis mamalia besar yang ditemukan pada areal penelitian ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12. Daftar jenis mamalia dilindungi yang ditemukan di lokasi penelitian Status Perlindungan No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah IUCN
CITES
PP
-
-
-
EN
I
P
-
II
-
1
Babi hutan
Sus scrofa
2
Owa ungko
Hylobates agilis
3
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis
4
Lutung budeng
Trachypithecus auratus
VU
II
P
5
Lutung simpai
Presbytis malalophos
EN
I
P
6
Siamang
Hylobates syndactylus
EN
I
P
7
Pelanduk
Tragulus napu
LC
-
P
8
Kancil
Tragulus javanicus
DD
-
P
9
Rusa sambar
Cervus unicolor
VU
-
P
10
Musang
Arctogalidia trivirgata
LC
-
-
11
Tapir
Tapirus indicus
VU
I
P
12
Beruang madu
Helarctos malayanus
VU
I
P
13
Harimau sumatera
Panthera tigris sumatrae
EN
I
P
14
Gajah sumatera
Elephas maximus sumatranus
EN
I
P
Mamalia besar yang dikategorikan kedalam CITES sebanyak 7 jenis termasuk kedalam appendix I, 2 jenis termasuk dalam appendix II, dan 5 jenis yang lainnya tidak termasuk dalam kategori appendix I, II, dan III. Mamalia besar yang dikategorikan dalam status perlindungan IUCN, 5 jenis dikategorikan terancam punah, 4 jenis dikategorikan rawan, 2 jenis dikategorikan kekhawatiran minimal, 1 jenis data belum lengkap, 2 jenis lainnya tidak termasuk dalam kategori ini. Mamalia besar yang termasuk kedalam PP No. 7 Tahun 1999 terdapat 11 jenis, 3 jenis yang lainnya tidak termasuk dalam kategori ini.
38
5.5.
Pemanfaatan Waktu Aktivitas dan Stratifikasi Hutan
Setiap jenis makhluk hidup akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Faktor lingkungan seperti faktor fisik (iklim, air, dan substrat) dan faktor biotik (vegetasi dan makanan) merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran mamalia besar (Vaughan 1985). Faktor ini akan menyebabkan setiap jenis satwaliar, khususnya mamalia besar memiliki kebiasan tertentu dalam memanfaatkan lingkungannya berupa hutan berdasarkan aktivitas dan stratifikasi hutan. 5.5.1. Pemanfaatan waktu aktivitas mamalia besar
Pola aktivitas setiap jenis mamalia besar yang ditemukan, berada berdasarkan waktu aktivitas yang umumnya dilakukan dan dikategorikan berdasarkan pengamatan di lapangan. Terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu aktivitas bersuara, bergerak, makan, berkelahi dan lainnya. Aktivitas berkelahi merupakan kegiatan satwa dalam mempertahankan daerah teritorinya dari individu atau kelompok lainnya. Satwaliar pada umumnya ada yang bersifat diurnal dan juga nokturnal. Satwa yang aktif pada pagi dan sore hari dalam keadaan terang tergolong satwa yang bersifat diurnal, sedangkan satwa yang aktif di malam hari (gelap) adalah satwa nokturnal. Selain ditinjau berdasarkan pemanfaatan waktu aktivitas satwaliar, dikategorikan juga berdasarkan pemanfaatan stratifikasi hutan yaitu sebagai satwa arboreal dan terestrial. Dalam melakukan aktivitasnya, jenis mamalia besar yang ditemukan umumnya melakukan aktivitasnya lebih banyak pada pagi hari dan sore hari (bersifat diurnal) dibandingkan dengan satwa yang aktif pada malam hari (nokturnal). Mamalia besar yang aktif di malam hari umumnya ditemukan secara tidak langsung atau melalui jejak dan kotoran, seperti jejak kaki Harimau sumatera serta jejak kaki dan kotoran Gajah sumatera. Satwa diurnal umumnya ditemukan secara langsung seperti Owa ungko, Lutung budeng, Monyet ekor panjang, Lutung simpai, Siamang, Pelanduk, Kancil dan Rusa sambar.
39
Pembagian berdasarkan aktivitas dibagi kedalam tiga bagian diantaranya, bergerak, diam, dan makan secara umum banyak dilakukan pada aktivitas diurnal. Perbedaan pada total individu jenis mamalia besar dalam pemanfaatan aktivitas diurnal dan nokturnal disajikan dalam persentase. Total individu setiap jenis yang melakukan aktivitas diurnal sebesar 64,81%, sedangkan yang memanfaatkan aktivitas nokturnal sebesar 35,19%. Pembagian bentuk aktivitas mamalia besar ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Pembagian bentuk aktivitas mamalia besar. Pada waktu pagi, mamalia besar sebagian besar melakukan aktivitas untuk bergerak dan diam dibanding pada waktu sore hari. Aktivitas bergerak untuk mamalia besar diantaranya seperti melompat untuk jenis-jenis primata dan berjalan, sedangkan aktivitas diam pada mamalia besar digunakan waktunya untuk beristirahat dan berteduh. Pada aktivitas makan, jenis mamalia besar yang ditemukan lebih banyak melakukannya pada sore hari. Hal ini dapat disebabkan oleh bentuk adaptasi jenis mamalia besar dalam menghindari adanya gangguan. Pada saat pagi hari, masyarakat banyak melakukan aktivitas kedalam hutan untuk mencari kayu bakar, hal ini yang diduga berpengaruh terhadap bentuk adaptasi jenis mamalia besar yang lebih banyak memanfaatkan waktu sore hari untuk mencari makan. 5.5.2. Pemanfaatan stratifikasi hutan mamalia besar
Selain ditinjau berdasarkan pemanfaatan waktu aktivitas satwaliar, dikategorikan juga berdasarkan pemanfaatan stratifikasi hutan. Vieira dan Filho
40
(2003) menyatakan bahwa perubahan ketinggian pada hutan hujan di Atlantic dapat mengubah komposisi dari komunitas pada lapisan hutan yang berbeda tanpa mengubah pola pemanfaatan habitat vertikal secara spesifik. Primack et al. (1998) menyatakan bahwa kekayaan jenis vertebrata yaitu mamalia berkorelasi dengan struktur kompleks dari hutan. Setiap strata hutan memilki kemampuan dalam mendukung kehidupan jenisjenis satwaliar tertentu (Alikodra 2002). Kartono et al. (2000) mengelompokkan sebaran spasial vertikal pada jenis-jenis mamalia yang ditemukan di Muara Bungo, Jambi kedalam 5 kelompok. Soerianegara dan Indrawan (2002) membagi strata hutan atas strata A (>30 m), strata B (20-30 m), strata C (4-20 m), strata D (1-4 m), dan strata E (0-1 m). Pemanfaatan strata hutan oleh masing-masing jenis mamalia besar ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Pemanfaatan strata hutan oleh masing-masing jenis mamalia besar Strata Hutan Nama lokal
Nama ilmiah A
B
C
D
E
Babi hutan
Sus scrofa
√
Owa ungko
Hylobates agilis
√
√
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis
√
√
√
Lutung budeng
Trachypithecus auratus
√
√
√
Lutung simpai
Presbytis malalophos
√
√
√
Siamang
Hylobates syndactylus
Pelanduk
Tragulus napu
√
Kancil
Tragulus javanicus
√
Rusa sambar
Cervus unicolor
√
Musang akar
Arctogalidia trivirgata
√
Tapir
Tapirus indicus
√
Beruang madu
Helarctos malayanus
√
Harimau sumatera
Panthera tigris sumatrae
√
Gajah sumatera
Elephas maximus sumatranus
√
√
√
√
41
Dalam pembagian berdasarkan stratifikasi hutan, diketahui bahwa Monyet ekor panjang memiliki sebaran vertikal yang lebih luas jika dibandingkan mamalia besar lainnya. Monyet ekor panjang memanfaatkan setiap strata hutan yang telah dibagi hal ini disebabkan karena kebiasaan Monyet ekor panjang untuk tidak memilih sumberdaya pakan tertentu. Mamalia besar yang memanfaatkan strata A yaitu Monyet ekor panjang, Owa ungko, Lutung budeng dan Lutung simpai. Santoso (1996) menyatakan bahwa pola aktivitas monyet ekor panjang di Pulau Tinjil yang banyak aktif pada tajuk pohon mengindikasikan bahwa ketersediaan sumberdaya pakannya sedang berlimpah pada stratifikasi atas. Lutung budeng dan Simpai lebih banyak memanfaatkan strata A dibanding jenis mamalia lainnya karena kebutuhan pakan akan daun muda atau pucuk daun. Seperti halnya pernyataan Santoso (1996), Lutung budeng juga lebih banyak memanfaatkan strata hutan A disebabkan kebutuhannya akan daun muda yang terdapat di tajuk pohon teratas. Berdasarkan data pengamatan, rata-rata primata memanfaatkan pohon pada strata A dan strata B. Hal ini disebabkan karena pada ketinggian ini tersedia sumber pakan yang dibutuhkan oleh jenis-jenis primata seperti buah, daun, dan serangga. Selain itu, jenis-jenis primata dapat melakukan pergerakan yang lebih mudah dari strata B untuk berpindah ke strata A atau strata C. Jenis mamalia besar selain ordo primata, merupakan jenis-jenis yang mendiami strata E atau lantai hutan. Jenis-jenis yang teramati memanfaatkan strata E adalah Babi hutan, Pelanduk, Kancil, Rusa sambar, Tapir, Beruang madu, Pelanduk, Kancil, Tapir dan Rusa sambar memanfaatkan lantai hutan dalam memenuhi kebutuhannya akan rumput dan daun sebagai sumber pakan, sedangkan Babi hutan dan Beruang madu memerlukan biota-biota dalam tanah ataupun rumput. Alikodra (2002) menyatakan bahwa variasi jenis-jenis satwaliar di lantai hutan ditentukan oleh komposisi jenis tumbuhan, kerapatan dan letak tempatnya.
5.6.
Pengaruh Kebun Kelapa Sawit terhadap Keanekaragaman Jenis
Mamalia Besar
Satwaliar menempati habitat sesuai dangan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis belum tentu
42
sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap jenis satwaliar menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda. Habitat yang baik adalah habitat yang mampu mendukung segala kebutuhan satwaliar, seperti makanan, air, dan tempat berlindung. Daya dukung habitat di tiap-tiap lokasi penelitian kurang baik, hal ini dapat dilihat dengan keanekaragaman vegetasi. Untuk mengetahui pengaruh kebun kelapa sawit terhadap jenis mamalia yang ditemukan, maka digunakanlah analisis dengan metode regresi linear sederhana yaitu mengetahui hubungan antara jarak kebun kelapa sawit di tempat pengamatan dengan keanekaragaman mamalia di tempat pengamatan. Hasil analisis diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut: y = 0,443 + 0,000098 x Dengan y merupakan keanekaragaman mamalia dan x merupakan jarak tempat pengamatan dengan perkebunan kelapa sawit. Persamaan regresi tersebut memperlihatkan bahwa apabila jarak tempat pengamatan dengan kebun kelapa sawit bertambah sejauh 1 m, maka keanekaragaman jenis mamalia di tempat pengamatan tersebut bertambah sebesar 0,000098 kalinya. Apabila jarak tempat pengamatan dengan perkebunan kelapa sawit bernilai 0, maka keanekaragaman jenis mamalia besar di tempat pengamatan tersebut adalah sebesar 0,443. Hasil analisis regresi linear memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara jarak tempat pengamatan perkebunan kelapa sawit dengan keanekaragaman mamalia di tempat pengamatan tersebut. Menurut Alikodra (2002) habitat yang sesuai bagi satu jenis satwaliar belum tentu sesuai untuk jenis lainnya. Hal ini disebabkan bahwa setiap jenis satwaliar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Kartono et al. (2003) menambahkan bahwa kerusakan habitat dapat menyebabkan penurunan kekayaan jenis dan penurunan tersebut akan lebih terlihat jelas pada habitat terisolasi berukuran kecil. Hubungan antara jarak tempat pengamatan kebun kelapa sawit dengan keanekaragaman mamalia di tempat pengamatan ditunjukkan pada Gambar 11.
43
Gambar 11 Hubungan jarak pengamatan dengan keanekaragaman. Berdasarkan Gambar 11 terlihat pada jalur pengamatan VI yang berjarak 6671,93 m dari kebun kelapa sawit memiliki keanekaragaman mamalia terbesar yaitu sebesar 1,46. Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah kawasan hutan lebih jauh dengan pemukiman masyarakat. Intensitas masyarakat pada jalur ini lebih rendah sehingga menyebabkan kondisi hutan lebih baik. Keanekaragaman mamalia terkecil terdapat pada jalur IV yang berjarak 4396,78 m dari kebun kelapa sawit. Faktor yang menyebabkan keanekaragaman di Jalur IV lebih kecil yaitu 0,56, karena pada jalur ini merupakan jalur yang memiliki gangguan yang tinggi sehingga sedikit ditemukannya mamalia besar. Selain itu intensitas masyarakat yang tinggi pada saat pengamatan seperti penebangan hutan dan perburuan satwaliar juga menyebabkan rendahnya keanekargaman pada jalur ini. Folke et al. (1996) menyatakan bahwa dalam pendekatan perlindungan terhadap keanekargaman hayati memasukan manusia sebagai salah satu implikasi. Jalur II merupakan jalur pengamatan terdekat dengan kebun kelapa sawit, yaitu sejauh 3143,43 m dengan keanekaragaman mamalia di daerah tersebut sebesar 0,8. Faktor yang mempengaruhi rendahnya keanekaragaman selain jarak yang relatif dekat dengan kebun kelapa sawit adalah rendahnya keanekargaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan akibat banyaknya gangguan yang terjadi pada jalur ini seperti adanya bekas kebakaran hutan, penebangan hutan dan perburuan satwaliar.
44
5.7.
Ancaman terhadap Kelestarian Jenis Mamalia
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan beberapa ancaman yang baik secara langsung maupun tak langsung dapat mengancam kelestarian jenis mamalia seperti penebangan liar, perburuan liar, dan perambahan. Dampak utama aktivitas ini adalah berkurang atau hilangnya beberapa jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi tinggi. Selain itu juga berdampak pada rusaknya habitat TNTN yang merupakan daerah penting bagi jenis satwaliar, salah satunya mamalia.
5.7.1. Penebangan liar
Penebangan liar terjadi pada semua areal perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Kegiatan penebangan dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, salah satunya untuk mendirikan bangunan atau rumah. Tingkat kerusakan terparah terjadi pada Jalur VI dan Jalur VII, alat yang digunakan berupa mesin gergaji (chainsaw) karena pada saat penelitian terdengar suara chainsaw. Hal ini juga didukung dengan ditemukannya potongan-potongan kayu yang sudah menjadi balok dan serbuk gergaji (Gambar 12).
Gambar 12 Bekas potongan kayu dalam kawasan TNTN.
5.7.2. Perburuan liar
Perburuan teramati pada setiap Jalur pengamatan areal kawasan taman nasional yang sebagian besar lokasinya telah di klaim oleh masyarakat. Tingkat perburuan terhadap mamalia cukup tinggi salah satunya dengan ditemukan banyaknya jerat. Jerat yang digunakan berupa jerat tradisional yang bahannya
45
terbuat dari ranting, dahan dan tali. Selain itu pada saat penelitian di lapangan bertemu dengan sekelompok orang di areal kawasan TNTN yang membawa senjata api dengan tujuan berburu.
5.7.3. Perambahan hutan
Semua areal perbatasan TNTN telah dirambah oleh masyarakat, baik masyarakat lokal, maupun masyarakat perkotaan yang bermaksud utuk membuat areal perkebunan kelapa sawit. Perambahan sangat berdampak pada keberadaan mamalia dan habitatnya. Keberadaan PT. Inti Indosawit Subur, Ukui yang berbatasan dengan TNTN semakin menjadikan alasan bagi masyarakat untuk terus membuka lahan dan dijadikan areal kebun kelapa sawit. Untuk mengatasi kegiatan-kegiatan yang dapat mengancam keberadaan satwaliar khususnya mamalia dan habitatnya, seperti: penebangan kayu secara
illegal, perburuan liar dan perambahan hutan pihak taman nasional telah memberikan pencegahan, salah satunya adanya pengumuman berupa papan peringatan tentang larangan yang dapat merusak kawasan hutan taman nasional (Gambar 13). Namun kenyataan di lapangan kerusakan tetap terjadi. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan di TNTN.
(a)
(b)
Gambar 13 Papan larangan, (a) menduduki kawasan hutan; (b) membunuh satwaliar.