V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Umum Responden Pra Kampanye Bangga 5.1.1. Deskripsi Responden a. Kelompok Target Hasil survei pra kampanye menunjukkan bahwa dari 183 responden di lokasi target Kampanye Bangga 67.9% (124 orang) berjenis kelamin laki-laki dan 32.1 % (59 orang) berjenis kelamin perempuan (Gambar 3). Tingkat pendidikan masyarakat Jantho secara umum dapat dikatakan cukup baik karena setidaknya 54% (99 orang) responden lulus atau pernah mengenyam pendidikan lanjutan setingkat SMP dan SMA. Sekitar 27% (49 orang) lulus atau pernah berada di tingkat sekolah dasar. Hanya 13% (23 orang) responden desa target yang tidak pernah sekolah (pendidikan formal). Hal ini mengindikasikan bahwa responden di lokasi target memiliki tingkat kemampuan membaca dan menulis yang cukup baik.
80 70 60 50 jenis kelamin
40 30
67.9%
20
32.1%
10 0 Laki-laki
Perempuan
Gambar 3 Perbandingan jenis kelamin responden di Jantho (n=183)
Untuk pekerjaan diketahui bahwa 36% responden (66 orang) memiliki profesi utama sebagai petani. Untuk penelitian ini maka kelompok petani peternak merupakan kelompok yang signifikan untuk dipengaruhi
perilakunya karena
kelompok ini yang memiliki akses besar terhadap hutan di sekitar mereka serta kelompok ini pula yang memiliki tradisi beternak secara tradisional. Oleh karena itu kelompok petani peternak menjadi kelompok target utama dalam penelitian ini.
45
Tabel 5 Pekerjaan utama responden di Kecamatan Kota Jantho Pekerjaan Utama
Kota Jantho
Petani Ibu Rumah Tangga Pedagang Sekarang Tidak Bekerja Lainnya Total
36.3% 15.2% 12.9% 14.7% 20.9% 100.0%
b. Kelompok Kontrol Dari total 102 responden, sekitar 75% (76 orang) responden berasal dari Desa Lampanah dimana 59% (45 orang) berjenis kelamin laki-laki dan 43% (31 orang) berjenis kelamin perempuan. Sementara itu 25% (26 orang) responden lainnya berasal dari Kecamatan Geumpang Desa Sp.5 dimana 88% (23 orang) berjenis kelamin laki-laki dan 12% (3 orang) berjenis kelamin perempuan. Hampir sama dengan desa target, responden yang tidak pernah mendapatkan pendidikan formal di kelompok kontrol juga rendah. Dari survei hanya 6% ( 6 orang) dari responden kelompok kontrol yang tidak pernah sekolah. Berdasarkan wawancara informal dengan masyarakat di Desa Lampanah diketahui bahwa mereka sangat mengutamakan pendidikan. Selain itu, mayoritas responden kelompok kontrol juga memiliki pekerjaan utama sebagai petani (Desa Sp.5=32% (33 orang) dan Desa Lampanah=92% (94 orang). 5.1.2. Preferensi Media dan Saluran Komunikasi a. Kelompok Target Sebanyak 73% (134 orang) responden desa target membaca koran dengan frekuensi 4 sampai 7 hari seminggu. Dari angka responden yang membaca koran, 97% membaca Serambi Indoneia dengan empat topik utama yang sering dibaca adalah berturut-turut kriminalitas (60%), hiburan (43%), politik (36%) dan lingkungan (22%). Sementara itu untuk media audio-visual, 65% responden desa target menonton TV dan 63% mendengarkan radio. Pendengar radio tidak memiliki pola mendengarkan radio yang tetap (72%), meskipun demikian sebagian mereka mendengarkan pada pukul 6-10 pagi (12%) dan 14-18 petang (15%). Penonton
46
TV memiliki pola menonton 4-7 hari dalam seminggu (68%). Untuk stasiun TV, 62% memilih TVRI Stasiun Banda Aceh sedangkan sisanya 38% memilih Aceh TV. Untuk stasiun radio, Baiturrahman (82%) dan RRI Banda Aceh (77%) adalah tiga stasiun radio yang digemari. Tabel 6 Tingkat kepercayaan responden desa target kepada media audio Sumber Media
Jantho
Tingkat Kepercayaan
Dapat dipercaya Agak dapat dipercaya Informasi dari radio Tidak yakin/Tidak tahu Lain-lain Total Dapat dipercaya Agak dapat dipercaya Informasi dari Televisi Paling dapat dipercaya Lain-lain Total Dapat dipercaya Agak dapat dipercaya Tidak Yakin/Tidak tahu Informasi dari Koran Lain-lain Total
62.8% 27.9% 7.1% 2.7% 100.0% 67.2% 17.5% 10.4% 4.9% 100.0% 57.4% 26.2% 15.3% 1% 100.0%
Secara umum, musik, berita dan ceramah agama adalah tiga program radio yang paling digemari oleh responden desa target. Meskipun demikian, rentang usia menggambarkan pergeseran minat atau kesukaan responden. Responden usia muda cenderung menyukai siaran musik lokal, sementara responden usia tua lebih menunjukkan minatnya pada siaran berita dan siaran ceramah agama. Tabel 7 Program radio yang paling digemari per umur responden desa target Program Radio Musik Lokal Berita Ceramah Agama Musik Internasio nal Bincangbincang
1519 Thn 89.5 % 15.8 % 26.3 % 47.4 %
2024 Thn 72.0 % 40.0 % 20.0 % 28.0 %
2529 Thn 56.1 % 41.5 % 39.0 % 7.3%
3034 Thn 62.5 % 53.1 % 40.6 % 6.3%
3539 Thn 68.6 % 51.4 % 17.1 % 8.6%
4044 Thn 73.3 % 46.7 % 36.7 % 6.7%
4549 Thn 62.5 % 54.2 % 54.2 % 4.2%
5054 Thn 55.6 % 22.2 % 66.7 % 0.0%
5559 Thn 66.7 % 33.3 % 83.3 % 0.0%
6064 Thn 33.3 % 66.7 % 50.0 % 0.0%
0.0%
8.0%
17.1 %
6.3%
20.0 %
6.7%
0.0%
22.2 %
0.0%
16.7 %
47
Berkenaan dengan sumber informasi, masyarakat desa target memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap tokoh agama, anggota keluarga dan guru. Responden di Kecamatan Jantho lebih percaya kepada teman daripada tokoh masyarakat lokal. Tabel 8 Tingkat kepercayaan responden desa target kepada sumber informasi lain Sumber Informasi
Tingkat Kepercayaan
Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Tokoh Agama Agak dapat dipercaya Lain-lain Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Agak dapat dipercaya Anggota Keluarga Lain-lain Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Guru Agak dapat dipercaya Lain-lain Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Tokoh Agak dapat dipercaya Masyarakat Lokal Lain-lain Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Teman Agak dapat dipercaya Lain-lain Total
Persentase 19% 74% 6.5% 0.5% 100.0% 18% 75% 5% 2% 100.0% 5% 81% 7% 7% 100.0% 4.4% 62.3% 24% 9.3% 100.0% 1% 73% 22% 4% 100.0%
Jika dilihat dari gender, untuk program radio, perempuan lebih banyak menyukai program musik sedangkan laki-laki selain musik juga menyukai berita. Ceramah agama merupakan acara ketiga yang digemari oleh kelompok perempuan maupun laki-laki. Sementara itu, perempuan lebih menyukai konser musik dangdut (34%) sebagai sarana hiburan sementara laki-laki lebih menyukai lawak (44%). b. Kelompok Kontrol Responden kelompok kontrol di Desa Sp.Lima memiliki kepercayaan yang rendah terhadap media televisi dan koran. Tingkat kepercayaan tinggi hanya
48
pada media radio (73%). Hal ini dimungkinan karena letak desa kontrol ini sangat terpencil sehingga tidak ada akses terhadap televisi dan koran. Hanya 3 orang responden di Desa Sp.Lima yang memiliki radio yang biasa dibawa ketika berkebun. Sementara itu, responden di Desa Lampanah memilii tingkat kepercayaan yang sama tinggi terhadap media televisi, radio, dan koran. Walaupun masyarakat tidak memiliki televisi, radio, dan koran tetapi masih memungkinkan untuk mengakses di warung-warung kopi yang mempunyai fasilitas tersebut. Untuk sumber informasi, secara umum responden di desa kontrol memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap tokoh agama, guru, anggota keluarga, tokoh masyarakat lokal dan teman-teman.
Tabel 9 Tingkat kepercayaan responden kelompok kontrol kepada sumber informasi (n=102) Sumber Informasi
Tingkat Kepercayaan
Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Tokoh Tidak yakin/Tidak tahu Agama Lain-lain Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Guru Agak dapat dipercaya Tidak yakin/Tidak tahu Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Tidak yakin/Tidak tahu Anggota Keluarga Lain-lain Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Tokoh Agak dapat dipercaya Masyarakat Lokal Agak tidak dapat dipercaya Total Paling dapat dipercaya Dapat dipercaya Informasi dari Teman Agak dapat dipercaya Tidak yakin/Tidak tahu Total
Desa Lampanah 34.2% 61.8% 2.6% 1.3% 100.0% 26.3% 69.7% 2.6% 1.3% 100.0% 19.7% 78.9% 1.4% 0.0% 100.0% 17.1% 67.1% 1.3% 2.6% 100.0% 9.2% 82.9% 3.9% 2.6% 100.0%
Sp.Lima 30.8% 50.0% 19.2% 0.0% 100.0% 3.8% 73.1% 0.0% 23.1% 100.0% 23.1% 61.5% 15.4% 0.0% 100.0% 7.7% 30.8% 3.8% 0.0% 100.0% 3.8% 84.6% 0.0% 11.5% 100.0%
49
Saat survei, responden diminta diminta memilih 3 radio terfavorit dan yang terpilih adalah Radio Baiturrahman, RRI Banda Aceh, dan Radio Flamboyant. Stasiun radio favorit di desa kontrol sama dengan stasiun radio favorit
di desa target. Dengan kondisi demikian, ada kemungkinan pesan
kampanye bagi kelompok target yang menggunakan radio tersebut, maka dapat juga diakses oleh masyarakat di lokasi kontrol yang mendengar radio. 5.1.3. Pengetahuan Responden a. Kelompok Target Ketika ditanyakan mengenai hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih 22 % petani menjawab tidak tahu hubungannya. Sementara lebih dari 30% masih memberikan jawaban yang kurang tepat (misalnya: “Banyak pohon menyebabkan tanah tidak mudah terkikis air hujan sehingga air sungai tidak keruh” atau “Akar pohon menyimpan air tanah” atau “Ada hutan masih ada air sungai”). Sekitar 17% responden desa target menyatakan tidak tahu hubungan antara kesehatan dengan kondisi hutan mereka. Demikian juga pengetahuan mengenai hubungan hutan dengan udara bersih. Walaupun sebagian responden (53%) menyatakan hutan yang
yang berisi berbagai mecam pohon berperan dalam
memberikan udara bersih, sebagian lainnya (50%) menunjuk tidak adanya pabrik disekitar kawasan mereka sebagai alasan kedua dan tidak adanya asap dari kebakaran hutan sebagai alasan ketiga (28%). Motif ekonomi merupakan alasan utama dalam melakukan kegiatan penebangan hutan. Menurut para responden, alasan melakukan penebangan kayu antara lain adalah karena mereka tidak tahu alternatif pekerjaan lain (41%), hanya membutuhkan modal kecil (26%) dan perputaran uangnya cepat (18%). Menariknya, sebagian besar responden mengetahui hubungan antara hutan yang rusak dengan seringnya kejadian hewan liar turun ke desa. Di Kecamatan Kota
Jantho
yang
sering
mengalami
kejadian
konflik
satwa-manusia
respondennya menyebutkan bahwa penyebab utama turunnya satwa liar ke kawasan pemukiman mereka adalah rusaknya hutan (62%) dan tidak adanya makanan bagi satwa di dalam hutan (49%). Ada satu hal yang menarik yaitu
50
sekitar 16% responden di Kecamatan Kota Jantho menyatakan bahwa meningkatnya jumlah ternak (sebagiannya adalah program bantuan pasca tsunami) di desa mereka yang menyebabkan satwa liar turun ke desa. Selain survei pra kampanye juga pernah dilakukan survei mengenai persepsi masyarakat target mengenai konservasi harimau sumatera. Dari 30 orang responden yang dipilih secara acak di desa target semuanya mengetahui jika harimau sumatera adalah satwa liar yang dilindungi namun hanya 50% diantaranya yang mengetahui jika harimau sumatera adalah satwa yang terancam punah. b. Kelompok Kontrol Dibandingkan dengan responden desa target, tingkat pengetahuan responden kelompok kontrol mengenai fungsi hutan tergolong rendah, sebagai contoh ketika ditanyakan mengenai hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih, 32% petani menjawab tidak tahu sementara lebih dari 50% masih memberikan jawaban yang kurang tepat (misalnya “Banyak pohon menyebabkan tanah tidak mudah terkikis air hujan sehingga air sungai tidak keruh” atau “Akar pohon menyimpan air tanah”). Sama dengan responden desa target, responden kelompok kontrol juga meyakini motif ekonomi sebagai alasan utama penebangan liar; misalnya perputaran uangnya cepat, tidak membutuhkan modal besar dan bisa mendapat pinjaman dari toke (pemodal). Tabel 10 Tingkat pengetahuan responden kelompok kontrol mengenai kaitan antara hutan yang sehat dengan ketersediaan air (n=102) Alternatif Jawaban Akar pohon dapat menyerap air hujan Akar pohon menyebabkan tanah tidak mudah terkikis air hujan Kalau ada hutan masih ada air di sungai Tidak tahu hubungannya Pohon berperan dalam siklus air Akar pohon menyimpan air tanah
Petani 36.2%
IRT 63.2%
Tidak Bekerja 54.5%
Lain-lain 66.7%
27.7%
26.3%
18.2%
45.8%
19.1%
5.3%
27.3%
0.0%
31.9% 4.3%
10.5% 26.3%
0.0% 0.0%
8.3% 16.7%
6.4%
10.5%
0.0%
8.3%
51
5.1.4. Sikap Responden a.Kelompok Target Secara umum responden desa target sudah memiliki sikap yang positif terhadap konservasi, terutama indikatornya adalah dukungan terhadap upaya mengurangi terjadinya kerusakan alam. Namun demikian, kelompok perempuan di desa target lebih menunjukkan sikap yang positif dibandingkan dengan kelompok laki-laki. Setidaknya hal ini tercermin dari tingginya persetujuan kelompok perempuan (97%) menyatakan dukungannya untuk kesepakatan bersama masyarakat untuk melindungi hutan.
(a).
(b)
Gambar 4 Sikap responden terhadap kesepakatan bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan menurut jenis kelamin laki-laki (a) dan perempuan (b). Sikap yang ditunjukkan petani peternak terhadap perlindungan harimau sumatera cenderung tidak setuju jika harimau harus dilindungi karena harimau sering memangsa ternak milik warga desa. Untuk perubahan pola peternakan semua responden menjawab setuju asalkan ada pihak yang memfasilitasi perubahan tersebut. b.Kelompok Kontrol Sama dengan responden desa target, responden kelompok kontrol juga menunjukkan sikap yang positif terhadap peraturan desa dan hukum adat. Kelompok perempuan, sama dengan di desa target, lebih menunjukkan sikap positif dibandingkan dengan kelompok laki-laki. Sikap positif yang ditunjukkan oleh responden desa target dan kelompok kontrol secara sederhana sebetulnya menunjukkan bagaimana masyarakat selama ini tidak
52
pernah dilibatkan atau belum merupakan bagian dari upaya penyelamatan kawasan hutan mereka. Kenyataan ini dapat juga menunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya mempunyai keinginan untuk memperbaiki dan melindungi kawasan hutannya akan tetapi belum ada pihak yang memfasilitasi mereka. Kesepakatan masyarakat dan peraturan desa adalah keluaran yang diinginkan oleh mereka.
(a) Gambar 5
(b)
Sikap terhadap kesepakatan bersama masyarakat untuk pengelolaan hutan menurut jenis kelamin laki-laki (a) dan perempuan (b) (n=102)
5.1.5. Perilaku Responden a. Kelompok Target Meskipun responden desa target sudah menunjukkan sikap positif terhadap upaya konservasi, akan tetapi belum ada tindakan nyata yang diambil untuk mengatasi permasalahan konservasi. Responden cenderung menyatakan sulit untuk beberapa hal sederhana seperti melaporkan tindak perusakan hutan, mengingatkan masyarakat akan akibat suatu kegiatan terhadap hutan, dan sebagainya. Kendala yang ada diantaranya adalah belum adanya suatu kejelasan kepada siapa tindakan perusakan hutan dapat dilaporkan, atau tidak adanya media publik yang dapat mengingatkan akibat dari suatu kegiatan.
53
Tabel 11 Kecenderungan perilaku responden Kota Jantho
Sulit Tidak yakin Mudah Tidak menjawab
Melaporkan kepada pihak penegak hukum, pihak yang Anda ketahui menebang pohon di dalam kawasan hutan
Menyarankan pemburu agar tidak lagi membakar hutan untuk memburu kijang/rusa
Mulai memanfaatkan hasil hutan selain kayu untuk menambah penghasilan keluarga
30.35 32.35 0 37.3
38.9 32.5 0 33
27 23.95 31.4 17.65
Menjaga kelestarian hutan bersamasama untuk menjamin ketersedia an air bersih bagi semua 31.5 20 36.7 11.75
Sebagian besar responden desa target bahkan belum pernah membicarakan mengenai dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung. Kalaupun pernah mereka cenderung untuk membicarakannya dengan lingkungan terdekatnya (kawan/tetangga atau pasangan di rumah). Hal ini memperlihatkan bahwa tidak adanya gerakan kolektif di kawasan ini. Tabel 12 Perilaku responden desa target berkenaan dengan membicarakan dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung (n=183) Alternatif Jawaban Belum membicarakannya dengan siapa pun Membicarakannya dengan kawan/tetangga Membicarakannya dengan suami (istri)/pasangan Lain-lain
Persentase 64% 22%
58% 26%
5%
21%
19%
24%
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan juga diketahui bahwa semua peternak di seluruh desa di Jantho mengelola ternak secara tradisional yaitu melepas ternak dekat dengan hutan lindung tanpa pengawasan. Di beberapa desa sudah pernah diberikan penyuluhan peternakan dari Balai Penyuluhan Peternakan namun masyarakat tetap mengelola ternak secara tradisional. Dari tahap pengumpulan data awal juga diketahui bahwa di Jantho
54
belum terdapat kelompok perlindungan hutan sehingga yang terjadi adalah kawasan hutan Jantho dengan mudah dirusak oleh orang luar.
b. Kelompok Kontrol Tidak berbeda dengan responden di desa target, sebagian besar responden (65%) kelompok kontrol belum pernah membicarakan dampak menebang pohon di kawasan lindung dengan orang lain. Jika ada yang membicarakannya maka mereka memilih membicarakan dengan orang dekat seperti kawan atau tetangga atau pasangan.
Tabel 13 Perilaku responden kelompok kontrol berkenaan dengan membicarakan dampak menebang pohon di kawasan hutan lindung (n=102) Alternatif Jawaban Belum membicarakannya dengan siapa pun Membicarakannya dengan suami (istri)/pasangan Membicarakannya dengan keluarga langsung (orang tua, anak-anak, mertua/ipar) Membicarakannya dengan kawan/tetangga Membicarakannya dengan pemuka desa atau pengusaha setempat
5.2.
Persentase 65.7% 12.7% 8.8% 22.5% 3.9%
Rancangan Program Kampanye Bangga
5.2.1. Hasil Tahapan Perencanaan Tujuan dari tahapan ini adalah mengumpulkan informasi secara lengkap tentang kawasan target sehingga berguna dalam merancang sebuah program Kampanye Bangga yang sesuai di kawasan target. Hasil dari setiap tahapan perencanaan Kampanye Bangga yang telah dijalankan adalah sebagai berikut: 1. Kajian Pustaka dan Analisa Kawasan Dalam tahapan ini telah terkumpul informasi tentang gambaran umum kawasan
target yang disampaikan dalam bagian 3 tesis ini (Kondisi Umum
Lokasi Penelitian). Disamping itu juga telah dihasilkan sebuah matriks analisa stakeholder. Setelah dianalisa terdapat 30 stakeholder yang harus diundang dalam kegiatan pertemuan stakeholder. Para stakeholder berasal dari perangkatperangkat desa di kawasan target seperti Geuchik (Kepala Desa), Camat, Imum Mukim, Kelompok Pemuda, Kelompok PKK, Kelompok Tani, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, BKSDA, Dinas
55
Pendidikan, Dinas Peternakan; LSM lingkungan hidup; dan BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi). Motif para stakeholder hadir dalam pertemuan stakeholder berbeda-beda. Diantaranya adalah motif pihak pemerintahan seperti kecamatan adalah sebagai tanggung jawab administratif dan ingin mendapatkan kepastian bahwa program Kampanye Bangga memiliki keuntungan bagi wilayahnya. Dinas terkait seperti Dinas Kehutanan dan BKSDA memiliki motif kehadiran karena adanya keterkaitan program sehingga dapat saling bekerjasama (Lampiran 1). 2. Pertemuan Stakeholder Pertama Pertemuan stakeholder pertama dilaksanakan pada tanggal 30 September 2006 dan dihadiri oleh 16 orang stakeholder. Pertemuan ini menghasilkan sebuah model konseptual awal (Lampiran 2), tabel peringkat ancaman dimana teridentifikasi bahwa prioritas ancaman di Hutan Saree dan Jantho Kawasan Ekosistem Seulawah adalah penebangan, kebakaran hutan, dan alih fungsi lahan. Dalam pertemuan ini juga para stakeholder mengajukan beberapa kandidat maskot bagi kegiatan Kampanye Bangga yaitu gajah sumatera, harimau sumatera, kedih, orang utan, dan badak sumatera. Beberapa pilihan slogan yang diajukan peserta pertemuan stakeholder adalah “Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia”, “Menyelamatkan Seulawah Wujud Ibadahku”, “Lestari Hutanku Ada Di Tanganku”, “Hutan dan Air adalah Kehidupanku”. Pertemuan ini juga menetapkan rencana lokasi dan waktu pertemuan stakeholder kedua. Hasil kesepakatan bersama stakeholder pertemuan kedua dilaksanakan di Jantho setelah pelaksaaan Survei Pra Kampanye. Dalam pertemuan ini para stakeholder juga memberikan pendapatnya tentang pertemuan stakeholder. Menurut
para stakeholder penggunaan kartu
untuk menyampaikan ide cukup menarik karena memungkinkan peserta yang tidak punya keberanian berbicara di depan publik juga dapat menyampaikan pemikirannya. Model konseptual yang dikembangkan dalam pertemuan ini juga memungkinkan para stakeholder melihat kondisi di kawasan target dari berbagai sudut pandang. Hal menarik lainnya adalah penentuan maskot dan slogan yang dilakukan secara partisipatif.
56
3. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion) a. Proses Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pertemuan stakeholder maka dilaksanakan serangkaian diskusi kelompok terfokus yang mendiskusikan isu penebangan, kebakaran, dan alih fungsi lahan. Berdasarkan pertemuan stakeholder pertama maka dirancang kerangka perencanaan diskusi. Dalam kerangka perencanaan diskusi ditentukan 4 kelompok responden yaitu kelompok laki-laki berusia 25 – 40 tahun berprofesi sebagai petani dan pernah melakukan kegiatan penebangan yang mendiskusikan isu penebangan, kelompok laki-laki berusia 25 – 40 tahun berprofesi sebagai petani dan pernah melakukan kegiatan perburuan yang mendiskusikan isu kebakaran hutan, kelompok laki-laki berusia 25 – 40 tahun berprofesi sebagai petani dan pernah melakukan kegiatan pembukaan lahan yang mendiskusikan isu alih fungsi lahan; dan kelompok perempuan berusia 25 – 40 tahun berprofesi sebagai petani dan pernah melakukan kegiatan pembukaan lahan yang juga mendiskusikan isu alih fungsi lahan. Diskusi kelompok terfokus dilaksanakan di Saree dan Jantho pada tanggal 7 Oktober 2006. Setelah menghasilkan sebuah Kerangka Perencanaan FGD Final, tim yang bertindak sebagai penghubung peserta mulai menuju lokasi untuk menghubungi peserta. Diskusi ini telah diberitahukan melalui surat pemberitahuan kepada Camat Kota Jantho dengan tujuan agar pihak kecamatan dapat mengetahui proses terkini dari Kampanye Bangga di kecamatan mereka. Surat Pemberitahuan juga ditujukan kepada Geuchik (Kepala Desa) Jantho Baru. Mereka menjadi pihak yang sangat membantu dalam mencari orang-orang yang dapat diundang sesuai dengan kriteria peserta FGD yang telah ditetapkan. Proses identifikasi peserta ini akan sangat sulit tanpa bantuan pihak lokal seperti geuchik karena tim Kampanye Bangga
belum tahu orang-orang yang pernah melakukan penebangan,
pembakaran hutan, dan pembukaan lahan untuk pertanian. Dari diskusi dengan geuchik banyak diperoleh masukan diantaranya tenggat waktu antara mengundang dengan hari pelaksaan acara, sebagai contoh pihak pelaksana menghubungi peserta pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2006 untuk
57
diundang pada acara FGD tanggal 7 Oktober 2006, masukan dari mereka alangkah baiknya kalau diberitahukan seminggu sebelumnya. Proses mendatangi peserta dengan mendatangi langsung orang yang diundang dianggap sudah tepat oleh geuchik Jantho Baru. Proses menghubungi peserta dengan isu-isu sensitif seperti penebangan liar relatif tidak mudah karena bagi mereka pertemuan seperti ini harus menjamin mereka bahwa tidak diinterogasi, disalahkan lalu dimasukkan ke penjara. Penjelasan yang baik dari tim pelaksana membantu peserta merasa nyaman untuk membagi pengalaman hidup mereka dalam acara diskusi terfokus. Namun kekhawatiran itu tetap ada sehingga peserta FGD dari kelompok penebang hanya diwakili dari 3 orang peserta. b. Hasil Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Dari pertemuan diskusi kelompok terfokus, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan disini, yaitu bagi masyarakt yang dirasa sebagai ancaman terbesar bagi kawasan hutan Jantho saat ini adalah kegiatan penebangan. Masyarakat umumnya sepakat bahwa kegiatan ini sangat berpengaruh cepat terhadap ketersediaan air, seperti yang diutarakan oleh salah seorang peserta dari kelompok ibu-ibu petani: ”... salah satu mata pencaharian kami ya bertani, tapi kalau kemarau kami nggak bisa bekerja, salah satu pilihannya ya hutan kita jaga, jangan ditebang lagi biar hutannya bisa menampung air hujan”, demikian juga yang diutarakan oleh seorang peserta dari kelompok petani:”... air yang paling bermasalah, bisa jadi karena penebangan liar airnya jadi berkurang”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh anggota dari kelompok pembakar lahan hutan:” ... jika hutan ditebang terus, dibakar terus, kita bisa-bisa gak ada air lagi. Kita bisabisa pindah dari sini” dan serupa seperti yang disampaikan anggota dari kelompok penebang kayu: ”...O, pasti kalau menebang terus mata air kering, musibah!”.
Pembukaan lahan dilakukan untuk mencari tanah yang subur
sehingga kualitas hasil pertanian lebih baik. Seperti dinyatakan oleh seorang peserta: “Lahan baru itu kan lebih banyak humusnya jadi tanah itu lebih subur jika dibandingkan lahan yang sudah berkali-kali dipakai untuk menanam”, “... lahan lama kita tinggalkan dulu sampai kembali berhutan dan kita buka kembali”.
58
Orang membakar hutan untuk berburu karena hasil buruan dapat diperoleh lebih cepat dibandingkan memakai jerat. Seperti yang dikemukakan oleh peserta diskusi: “...kalau kita pakai jerat itu lama sekali karena rusa susah untuk mendekati karena penciumannya tajam beda kalau dibakar dulu lalu tumbuh rumput muda 2 hari rusa sudah datang”. Sedangkan yang mendorong orang untuk melakukan hal-hal yang merusak hutan Jantho adalah keuntungan ekonomi. Umumnya, pekerjaan utama masyarakat adalah bertani dan kegiatan menebang dan berburu adalah pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Jadi mereka membutuhkan bantuan modal untuk pertanian. Hal ini dikemukan oleh peserta diskusi terfokus: “... itu kan masalah ekonomi misalnya saya memberi uang untuk masyarakat maka masyarakat akan menebang”. Pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat juga umumnya adalah pengetahuan yang berhubungan dengan pertanian baik itu pemupukan, waktu tanam, cara-cara melindungi ternak dan tanaman dari gangguan satwa liar atau pemasaran hasil produksi sehingga hutan sebagai penjaga ketersediaan air tidak beresiko dirusak oleh masyarakat sekitar hutan . Faktor yang menjadi penghalang masyarakat untuk melakukan hal-hal positif dalam menjaga kelestarian hutan Jantho adalah rasa takut terhadap kekuatan bersenjata baik militer maupun GAM dan kurangnya modal untuk melakukan usaha lain yang lebih menjaga kelestarian hutan. Peserta dari kelompok penebang menyatakan bahwa: “... penebangan liar ini tidak hanya didasari oleh ekonomi tetapi juga hal ini dipengaruhi oleh adanya pihak-pihak yang mendukung dan orang-orang itu (militer dan pejabat) punya pengaruh kuat” Masyarakat merasakan bahwa perbedaan yang sangat nyata adalah perubahan cuaca dimana kalau sekitar sepuluh tahun yang lalu udara masih sejuk, sedangkan saat ini suhu udara jauh lebih panas. Sebagian besar kerusakan Jantho bukan disebabkan masyarakat lokal tetapi disebabkan oleh pihak-pihak di luar masyarakat. Masyarakat lebih banyak memanfaatkan hutan adat yang memang legal untuk dikelola. Menurut peserta diskusi: “... kalau penebangan liar, dunia sudah tahu cuma nggak berani ngomong, TNI nebang masyarakat nggak berani ngomong, geuchik nebang, GAM nebang, masyarakat ya nggak berani ngomong,
59
contohnya TNI datang (Memperagakan memegang senjata) siapa coba yang berani?” Masyarakat pada dasarnya merasa tidak berdaya, karena praktek penebangan liar ini. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang peserta: “... orang Dinas Kehutanan itu suruh turun, apa juga kerja orang-orang itu, orang itu yang makan gaji, orang itu yang ambil manfaat hutan, kenapa suruh masyarakat yang jaga hutan?Apa juga kerja orang itu, saya pun mau kerja di Dinas Kehutanan”. Khusus masyarakat di Jantho terungkap dari diskusi kelompok terfokus bahwa mereka semakin khawatir dengan ketersediaan sumber air bersih terutama saat musim kemarau serta khawatir dengan semakin seringnya satwa liar turun ke kampung mereka serta memangsa ternak milik warga desa yang tinggal di sekitar hutan Jantho. 4. Survei Pra Kampanye a. Proses Survei Informasi yang diperoleh dari studi pustaka, pertemuan stakeholder pertama; dan
diskusi kelompok terfokus maka dirancanglah daftar pertanyaan survei
(Lampiran 10).
Kuesioner yang didesain untuk survei pra kampanye berisi
34 pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan mengenai informasi umum responden, psikografi, pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat serta pertanyaan hubungan kesehatan dengan kondisi lingkungan. Informasi ini membantu dalam memilih media dan saluran komunikasi dalam kegiatan Kampanye Bangga. Dalam survei ini, 21 orang enumerator yang dibagi ke dalam 5 tim dikerahkan. Para enumerator dilatih selama satu hari di sekretariat Yayasan Mapayah. Umumnya enumerator adalah kalangan mahasiswa yang menjadi tenaga relawan dan beberapa diantaranya sudah pernah menjadi enumerator survei sosial. Jumlah kuesioner yang disebarkan di Kecamatan Kota Jantho adalah 200 eksemplar. Survei pra kampanye dilaksanakan selama tiga hari dari tanggal 22–24 November 2006 di 13 desa. Kegiatan survei ini sebelumnya diberitahukan kepada Camat dan Geuchiek di daerah target. Data kuesioner yang valid dan diisikan ke dalam program SurveyPro adalah sebanyak 183 buah. Jumlah ini merupakan hasil
60
penghitungan statistik untuk jumlah total populasi target sebesar 9010 jiwa dengan selang kepercayaan (Level of Confident) 95% dan tingkat interval (Interval Level) 5. b. Hasil Survei Hasil dari survei memberikan gambaran yang lebih spesifik tentang mayarakat target. Hasil survei digunakan untuk menentukan saluran-saluran komunikasi yang digunakan dalam kegiatan Kampanye Bangga dan media-media yang sesuai dengan kondisi masyarakat target (Lihat bagian 5.1 tentang Deskripsi Responden). Disamping itu, berdasarkan hasil survei maka pesan-pesan kunci kampanye lebih diarahkan kepada nilai penting hutan sebagai sumber air dan habitat harimau sumatera serta menumbuhkan semangat kebersamaan dalam melestarikan hutan. Implikasinya jika hutan diselamatkan untuk mempertahankan sumber air maka hutan sebagai habitat harimau sumatera juga terjaga. Dari survei juga diketahui bahwa satwa kebanggaan masyarakat lokal adalah gajah sumatera (61.25%) dengan slogan terpilih (39.15%) responden ”Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia”. Dalam tahapan berperilaku maka hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat Jantho berada dalam tahapan persiapan yang artinya masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang cukup baik namun belum melakukan aksi nyata untuk melestarikan kawasan hutan sebagai sumber air mereka. 5. Pertemuan Stakeholder Kedua Pertemuan stakeholder kedua dilaksanakan di Balai Desa Jantho Baru pada tanggal 22 Februari 2007. Pertemuan ini dihadiri oleh 22 orang stakeholder yang berasal dari instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat, kelompok pemuda, kelompok perempuan, tokoh adat, tokoh agama; dan tokoh gampong.
Sebagian
dari peserta stakeholder kedua adalah peserta dalam pertemuan stakeholder pertama. Dalam pertemuan ini model konseptual awal direvisi kembali dengan menambahkan informasi yang diperoleh dalam diskusi kelompok terfokus dan survei pra kampanye. Hasilnya adalah model konseptual final yang dapat dilihat dalam Lampiran 3. Pertemuan ini juga mendiskusikan bentuk-bentuk kegiatan yang fokus pada pencapaian sasaran-sasaran kampanye.
61
6. Menetapkan Sasaran SMART Dengan menggunakan semua informasi yang diperoleh dalam tahapan sebelumnya maka dikembangkanlah sasaran-sasaran Kampanye Bangga. Sasaran umum Kampanye Bangga adalah: Sasaran yang dihasilkan untuk Kampanye Bangga di kecamatan target adalah: 1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat lokal dalam tata kelola sumber daya hutan yang lestari (berkesinambungan). 2. Meningkatkan kapasitas dan keterampilan
masyarakat lokal sehingga
mampu berperan strategis dalam upaya penanggulangan masalah-masalah lingkungan hidup seperti penebangan liar, perburuan liar, konflik satwa dan ketersediaan sumber air. 3. Terbentuknya
konstituen
yang
mampu
menghalangi
upaya-upaya
perusakan Kawasan Ekosistem Seulawah. Untuk memastikan bahwa ketiga sasaran di atas dapat tercapai, maka ketiga sasaran tersebut kemudian dioperasionalkan ke dalam empat buah sasaran antara (intermediate objective) sebagai berikut: 1) Di bulan ke 12 program, ada kesepakatan pengelolaan hutan bersama antara masyarakat di setidaknya 2 desa di Kecamatan Jantho dengan instansi terkait mengenai pengelolaan hutan lindung Jantho seluas 28.043 hektar sehingga dapat menekan kejadian konflik satwa manusia sampai di bawah 10 kali per tahun. 2) Pada akhir program, petani di kedua kecamatan target yang tidak tahu tentang hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih menurun dari 22% menjadi 5%. 3) Di bulan ke 12 program, 50 % petani di kedua kecamatan target mengatakan mudah untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan demi menjamin ketersediaan air bersih. 7.
Mengembangkan kegiatan dalam Kampanye Bangga. Kegiatan yang dikembangkan adalah kegiatan-kegiatan yang telah terbukti
efektif mempengaruhi sisi kognitif, afektif, psikomotorik, dan tidak bertentangan dengan budaya masyarakat target. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah
62
kegiatan-kegiatan yang telah pernah dilakukan dalam kegiatan Kampanye Bangga di tempat lain seperti distribusi poster, stiker, lembar dakwah, kalender, pin, lagu konservasi anak, lagu konservasi populer, komik, kunjungan sekolah, sandiwara panggung boneka, kontes masak, festival hutan, dan baliho. Namun beberapa kegiatan lainnya adalah kegiatan yang dirancang sesuai dengan karakteristik masyarakat target seperti fasilitasi kesepakatan pengelolaan hutan bersama, penyuluhan ternak, ceramah akbar, distribusi kantong belanja, lomba da’i konservasi, dan lomba cipta puisi. Kegiatan ditujukan sesuai dengan kelompok sasaran (segmentasi). Dalam Tabel 14 dapat dilihat pengembangan kegiatan dan materi sesuai dengan kelompok sasaran. Tabel 14 Bentuk-bentuk pendekatan dalam Kampanye Bangga No. 1.
Kelompok Sasaran Anak-anak
Materi Komunikasi Lagu konservasi anak, Komik, Poster, Lembar fakta, Pin, Puzzle, Panggung boneka.
Bentuk kegiatan Kunjungan sekolah, Sandiwara panggung boneka, Lomba cipta puisi, Festival hutan.
2.
Remaja
Lagu konservasi populer, Pembuatan lagu Kalender, Lembar fakta, konservasi populer, Poster, Pin. pembentukan kelompok pecinta alam, lomba da’i konservasi.
3.
Perempuan Dewasa
Poster, Lembar fakta, Lomba Buletin perempuan, Pin, workshop Kantong belanja Kalender. pengajian.
4.
Laki-laki Dewasa
5.
Umum
Poster, Lembar fakta, Workshop Lembar dakwah, buklet. kesepakatan pemgelolaan hutan, penyuluhan ternak intensifikasi, workshop para ulama, workshop guru, pengajian. Poster, Lagu konservasi Distribusi poster, populer, Pemutaran film, distribusi lagu Baliho. konservasi populer, dan pemasangan baliho.
masak, guru,
63
Materi komunikasi tidak hanya disampaikan oleh manajer kampanye tetapi juga menggunakan saluran-saluran komunikasi terpercaya hasil survei pra kampanye yaitu tokoh agama, guru, dan anggota keluarga di rumah. Setiap kegiatan yang dipilih harus memiliki asumsi yang kuat. Bentuk kegiatan kampanye yang dikembangkan dapat dilihat dalam Lampiran 4.
8.
Menyusun Rencana Kerja Hasil akhir dari tahapan perencanaan adalah sebuah dokumen lengkap
rencana kerja yang menjadi landasan bagi pelaksanaan Kampanye Bangga selam 1 tahun. Semua kegiatan yang dilakukan memiliki landasan yang kuat dan memiliki arahan untuk mencapai tujuan tertentu bagi perubahan perilaku masyarakat target. Dokumen rencana kerja terdiri dari: 1) Bagian pendahuluan yang menjelaskan profil kawasan target Kampanye Bangga. 2) Proses dan hasil pertemuan stakeholder. 3) Proses dan hasil diskusi terfokus. 4) Proses dan hasil survei pra kampanye. 5) Model konseptual. 6) Sasaran-sasaran SMART. 7) Bentuk-bentuk kegiatan yang lengkap dengan asumsi, penanggung jawab kegiatan, waktu pelaksanaan kegiatan, syarat dasar yang diperlukan. 8) Strategi monitoring 9) Kalender kegiatan 5.2.2. Materi Komunikasi Dengan memperhatikan karakteristik masyarakat target maka digunakan beberapa materi komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan kunci kampanye. Pesan kunci dipilih secara hati-hati dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat target. Dalam setiap materi kampanye muncul maskot pilihan masyarakat yaitu Gajah Sumatera dan slogan pilihan masyarakat yaitu “Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia”. Pesan kunci yang digunakan adalah mengenai kebersamaan mengelola hutan demi terjaminnya sumber air bersih bagi kehidupan.
64
1.
Poster Proses desain poster dilakukan pada periode awal kampanye. Poster
dengan gambar gajah sumatera sebagai maskot Kampanye Bangga di Kawasan Hutan Jantho merupakan materi komunikasi untuk menyampaikan pesan kunci kampanye. Pesan yang disampaikan adalah mengenai kebersamaan melestarikan hutan terkait fungsi hutan sebagai penjamin ketersediaan air bersih serta habitat bagi harimau sumatera. Poster ini disebarkan dan ditempelkan di tempat-tempat umum seperti pasar tradisional, warung kopi, sekolah, warung-warung kecil di kampung, sekolah, dan pinggir jalan. Poster juga digunakan sebagai media dalam membuka diskusi bersama masyarakat misalnya dalam kegiatan pertemuan dengan para ulama, para guru SD, kontes masak, pembuatan lagu konservasi, dan kegiatan penjangkauan lainnya. Gambar poster dapat dilihat dalam gambar 6.
Gambar 6 Poster 2.
Pin Materi komunikasi yang juga digunakan adalah pin. Pin dicetak pada
periode awal kampanye. Pin dengan gambar Gajah Sumatera dan bertuliskan slogan kampanye “Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia” digunakan dalam berbagai kegiatan kampanye. Dalam kegiatan kunjungan sekolah, pin diberikan sebagai hadiah bagi para siswa yang mampu menjawab pertanyaan seputar hutan di sekitar mereka. Dalam kegiatan perlombaan, pin menjadi hadiah tambahan bagi para pemenang. Pemberian pin dalam kegiatan kampanye mendapat respon yang luar biasa. Semua kelompok usia, baik anak-anak, remaja maupun dewasa sangat menyukai pin. Di tengah tren di kalangan anak-anak dan remaja untuk
65
menggunakan pin di tas, sepatu atau baju mereka maka pin gajah sumatera sangat membuat mereka bangga karena pin ini istimewa. Istimewa karena tidak dijual bebas, dan diperoleh melalui sebuah usaha seperti menjawab pertanyaan kuis atau karena ikut dalam kegiatan kampanye. Gambar pin dapat dilihat dalam gambar 7.
Gambar 7 Pin 3.
Lembar Fakta Melalui lembar fakta masyarakat mendapatkan informasi yang lebih
banyak tentang isu konservasi. Isi lembar fakta disesuaikan dengan pesan kunci kampanye. Lembar fakta berisikan informasi tentang fungsi hutan sebagai penyedia air dan udara bersih, sebagai habitat gajah sumatera dan harimau sumatera dan ditutup dengan ajakan untuk melakukan hal-hal sederhana untuk melestarikan hutan dan beradaptasi dengan perubahan ekosistem akibat degradasi hutan di sekitar mereka. Sebelum dicetak, lembar fakta telah diuji cobakan pada beberapa orang masyarakat target sebagai contoh. Masyarakat target yang memilih warna, jenis dan ukuran huruf, dan juga memberikan masukan untuk isi dan juga desain. Lembar fakta didistribusikan melalui kegiatan-kegiatan diskusi serta menjadi alat pembuka diskusi seperti dalam kegiatan diskusi bersama perempuan, anak-anak, remaja dan laki-laki dewasa. Bahasa yang sederhana membuat masyarakat mudah menangkap informasi yang disampaikan dalam lembar fakta. Gambar lembar fakta dapat dilihat dalam gambar 8.
Gambar 8 Lembar Fakta
66
4.
Lembar Dakwah Untuk masuk dalam kegiatan keagamaan dirancang juga materi
komunikasi lainnya seperti lembar dakwah. Proses pembuatan lembar dakwah dilakukan melalui pertemuan dengan para ulama dari kecamatan target. Setelah serangkaian diskusi dengan para ulama dan memastikan para ulama memahami pesan kunci kampanye maka kemudian isi lembar dakwah dikembangkan oleh ulama setempat. Isi lembar dakwah berisikan informasi tentang konservasi dalam perspektif keislaman. Bahasa yang digunakan juga bahasa sederhana dan menghindari istilah yang sulit dipahami. Sebelum dicetak lembar dakwah dikonsultasikan kembali dengan ulama setempat. Lembar dakwah didistribusikan melalui mesjid dalam kegiatan “Sholat Jumat”. Gambar lembar dakwah dapat dilihat dalam gambar 9.
Gambar 9 Lembar Dakwah
5.
Kostum Kostum gajah sumatera betina bernama “Po Meurah” selalu mendapatkan
sambutan luar biasa dalam kegiatan kampanye dari berbagai kelompok usia. Kostum ini dijahit oleh penjahit lokal selama kurang lebih satu bulan. Kostum Po Meurah hadir dalam berbagai kegiatan kampanye seperti kunjungan sekolah, kontes masak, pameran lingkungan hidup, perayaan Hari Anak Nasional, dan Festival Hutan. Masyarakat merasa senang karena seperti melihat gajah dalam jarak dekat. Kehadiran kostum Po Meurah juga membangun emosi kebanggaan dan kecintaan terhadap satwa ini. Mereka bisa memegang, memeluk, bersalaman, dan berfoto bersama tokoh Po Meurah dengan rasa senang. Anak-anak memanggil Po Meurah
67
sambil menjerit-jerit kegirangan walaupun ada beberapa anak yang masih takut. Di akhir periode kampanye kostum diserahkan kepada pihak sekolah untuk dapat dihadirkan dalam berbagai kegiatan lainnya di sekolah. Kostum dapat dilihat dalam gambar 10 .
Gambar 10 Kostum
6.
Kantong Belanja Pada sisi depan kantong menampilkan gambar yang persis dengan poster
dimana ada gambar gajah sumatera dan pesan kunci kampanye. Pada sisi belakang menampilkan informasi tentang cara sederhana terlibat dalam kegiatan pelestarian hutan. Kantong plastik ini dibagikan pada para pedagang yang ada di dua kecamatan target. Para pedagang sangat senang karena mendapat kantong plastik secara gratis dan dapat mereka bagikan lagi pada para pembeli. Kantong plastik ini juga mampu memancing diskusi tentang isu konservasi di kalangan masyarakat. Kantong plastik ini terlihat dipakai masyarakat bukan hanya untuk membawa belanjaan tetapi untuk membawa perlengkapan sholat ketika ke mesjid. Kantong belanja dapat dilihat dalam gambar 11.
Gambar 11 Kantong Belanja
68
7.
Kalender Untuk memastikan pesan kampanye dapat diingat dalam waktu yang lebih
lama maka dicetak juga materi kalender 2008. Asumsinya adalah masyarakat target dapat melihat materi ini selama satu tahun sehingga minimal dalam waktu satu tahun setelah kampanye, pesan-pesan kunci masih diingat. Kalender dibagikan ke masyarakat melalui kegiatan diskusi masyarakat , penyuluhan ternak dan kegiatan pemutaran film. Kalender 2008 dapat dilihat dalam gambar 12.
Gambar 12 Kalender
8.
Komik Komik diproduksi untuk digunakan dalam kegiatan kunjungan sekolah.
Naskah komik diadopsi dari naskah sandiwara panggung boneka. Komik lingkungan ini dibagikan ke sekolah-sekolah dasar yang ada di kecamatan target. Anak-anak akan menyukai komik karena banyak gambar yang bisa dilihat. Selain memasukkan pesa-pesan kunci dalam cerita komik ini, disediakn juga lembar untuk mewarnai bagi anak-anak. Semua karakter dan gambar dalam komik ini disesuaikan dengan kondisi lokal sehingga ada kedekatan dengan pembaca komik. Gambar sampul komik dapat dilihat dalam gambar 13.
Gambar 13 Komik
69
9.
Album Lagu Konservasi Populer Lagu adalah media penyampai pesan yang efektif karena hampir semua
orang suka mendengarkan lagu dan lagu bisa didengarkan kapan saja. Untuk menghasilkan lagu konservasi populer, tim menghubungi pihak sekolah menengah atas untuk mencarikan murid yang memiliki bakat seni. Tim menghubungi 3 SMA yang ada di kecamatan target. Tiap sekolah mengirimkan 4 orang siswa sehingga pada awalnya ada 12 orang siswa yang terlibat dalam proses pembuatan lagu. Setelah terkumpul para siswa diajak mendiskusikan informasi yang ada dalam lembar fakta. Setelah berdiskusi para siswa diberi kesempatan untuk menuliskan lagu mengenai ajakan untuk melestarikan hutan yang ada di sekitar mereka. Pada pertemuan selanjutnya para siswa telah memiliki draft lagu dan mulai membuat lirik untuk lagu mereka. Siswa yang terlibat pembuatan lagu dilibatkan juga dalam kegiatan kampanye lainnya sehingga mereka berkesempatan mendapatkan informasi lebih banyak tentang isu-isu konservasi. Setelah memiliki 4 buah lagu konservasi yang terdiri dari 2 versi yaitu dangdut aceh dan pop Indonesia, siswa diajak membuat demo lagu. Setelah pembuatan demo, 10 orang siswa dengan didampingi perwakilan gurunya melakukan rekaman album di Banda Aceh selama 2 hari. Proses perbanyakan album sedikit terhambat karena kerusakan beberapa alat di studio rekaman. Album lagu konservasi populer bertajuk “Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia” mampu diselesaikan di akhir periode kampanyeTarget utama penyebaran adalah sekolah, tansportasi umum, dan tempat-tempat umum seperti warung kopi. Siswa yang terlibat pembuatan lagu menjadi saluran penyampai pesan yang efektif bagi teman sebaya dan keluarga mereka. Foto proses pembuatan lagu dan album kaset dapat dilihat dalam gambar 14.
Gambar 14 Proses rekaman dan album lagu konservasi populer
70
5.2.3. Bentuk Kegiatan Berdasarkan kelompok sasaran maka kegiatan Kampanye Bangga yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1). Kelompok Anak-anak a.
Kunjungan Sekolah Kegiatan kunjungan sekolah adalah kegiatan yang menjangkau para murid
SD yang tinggal di sekitar kawasan dengan pesan-pesan kampanye. Dalam Kampanye Bangga anak-anak adalah secondary target yang dapat secara efektif mempengaruhi orang tuanya. Kegiatan ini juga menjadi penting karena anak-anak adalah salah satu saluran terpercaya di masyarakat berdasarkan hasil survei pra kampanye di kedua kecamatan target. Kegiatan ini didesain menarik dan pesanpesan kampanye disampaikan dengan cara-cara menyenangkan seperti belajar sambil bermain. Kegiatan ini mendapat respon sangat positif dari para guru, murid bahkan orang tua murid. Semua sekolah yang dikunjungi mengharapkan kegiatan ini dapat terus berkesinambungan. Tujuan utamanya adalah adanya peningkatan pengetahuan mengenai isu-isu konservasi pada murid-murid SD yang berada di daerah target kampanye Bangga. Terdapat 8 sekolah di Kecamatan Jantho yang dikunjungi oleh tim Kampanye Bangga. Tiap sekolah dikunjungi sebanyak 3 kali dimana kunjungan pertama adalah presentasi maskot, kunjungan kedua adalah pertunjukan sandiwara panggung boneka, dan kunjungan ketiga adalah distribusi komik anak. Kunjungan sekolah untuk presentasi maskot dapat dilihat dalam Lampiran .Setelah pelaksanaan kunjungan sekolah para guru diminta kesediaan untuk mengisi lembar evaluasi. Lembar evaluasi dapat dilihat dalam gambar 15.
Gambar 15 Kunjungan Sekolah
71
b.
Panggung Boneka Panggung boneka merupakan media komunikasi yang sangat menarik
menurut pendapat dari kebanyakan guru. Naskah sandiwara panggung boneka dan karakter boneka dibuat oleh para guru sekolah dasar melalui kegiatan Lokakarya Guru yang difasilitasi oleh Kampanye Bangga. Melalui kesempatan pembuatan naskah panggung boneka para guru diajak mendiskusikan potensi dan ancaman hutan di sekitar mereka. Disamping itu guru lebih memahami cara berpikir dan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh anak didik mereka. Sandiwara panggung boneka dimainkan sendiri oleh murid-murid SD dan dilatih sendiri oleh guru-guru mereka seminggu sebelum pementasan. Kegiatan dapat menjadi ajang untuk mengembangkan bakat seni anak-anak murid SD. Pemain dan penonton dapat menerima pesan-pesan kampanye dalam suasana menghibur dan menyenangkan. Boneka-boneka dijahit oleh salah seorang ibu yang tinggal di sekitar hutan lindung. Idealnya satu paket panggung boneka diberikan kepada sekolah selama 1 minggu kemudian digilir ke sekolah yang lain. Namun terkadang lebih dari 1 minggu karena
ketidaksiapan pihak sekolah. Panggung boneka dapat dilihat
dalam gambar 16.
Gambar 16 Panggung Boneka
c.
Lomba Cipta Puisi Lomba cipta puisi tentang lingkungan hidup dilaksanakan mejadi
rangkaian dari kegiatan Festival Hutan. Kegiatan ini diikuti oleh 10 murid SD yang masing-masing mewakili sekolahnya. Pemenang adalah murid SD 2 Jantho yang mengambil tema pentingnya penyelamatan hutan sebagai habitat satwa
72
langka seperti gajah sumatera. Kegiatan ini menjadi media untuk melakukan evaluasi terhadap penerimaan para murid SD terhadap pesan-pesan kunci kampanye yang disampaikan dalam kegiatan kunjungan sekolah. Foto dapat dilihat dalam gambar 17.
Gambar 17 Pelajar SD sedang mengikuti lomba cipta puisi
d.
Puzzle Gajah Sumatera Untuk
menyampaikan
pesan-pesan
kampanye
melalui
cara-cara
menyenangkan maka melalui kampanye ini juga menggunakan puzzle. Puzzle diambil dari poster yang sudah ada kemudian ditempelkan pada papan triplek dan diberi bingkai. Lembar poster yang sudah ditempelkan dipotong-potong dalam ukuran-ukuran kecil. Anak-anak sangat bersemangat ketika diajak menyusun potongan poster gajah sumatera. Pemenang dalam kegiatan menyusun puzzle diminta membacakan pesan kunci yang terdapat dalam poster yang telah berhasil mereka susun. Pemenang mendapat hadiah berupa materi kampanye seperti pin dan poster.
Gambar 18 Pelajar SD sedang menyusun puzzle
2). Kelompok Remaja
73
Bentuk pendekatan yang dilakukan bersama kelompok remaja adalah sebagai berikut: a.
Pembuatan Lagu Konservasi Populer Lagu adalah media penyampai pesan yang efektif karena hampir semua
orang suka mendengarkan lagu dan lagu bisa didengarkan kapan saja. Untuk menghasilkan lagu konservasi populer, manajer kampanye menghubungi pihak sekolah menengah atas untuk mencarikan murid yang memiliki bakat seni. Manajer menghubungi 3 SMA yang ada di kedua kecamatan target. Tiap sekolah mengirimkan 4 orang siswa sehingga pada awalnya ada 12 orang siswa yang terlibat dalam proses pembuatan lagu. Setelah terkumpul para siswa diajak mendiskusikan informasi yang ada dalam lembar fakta. Setelah berdiskusi para siswa diberi kesempatan untuk menuliskan lagu mengenai ajakan untuk melestarikan hutan yang ada di sekitar mereka. Pada pertemuan selanjutnya para siswa telah memiliki draft lagu dan mulai membuat lirik untuk lagu mereka. Pada pertemuan selanjutnya 2 orang siswa tidak lagi mengikuti kegiatan pembuatan lagu karena sakit. Sepuluh siswa yang terlibat pembuatan lagu dilibatkan juga dalam kegiatan kampanye lainnya sehingga mereka berkesempatan mendapatkan informasi lebih banyak tentang isu-isu konservasi. Setelah memiliki 4 buah lagu konservasi yang terdiri dari 2 versi yaitu dangdut aceh dan pop Indonesia, siswa diajak membuat demo lagu. Setelah pembuatan demo, 10 orang siswa dengan didampingi perwakilan gurunya melakukan rekaman album di Banda Aceh selama 2 hari. Proses perbanyakan album sedikit terhambat karena kerusakan beberapa alat di studio rekaman. Album lagu konservasi populer bertajuk “Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia” mampu diselesaikan di akhir periode kampanye. Target utama penyebaran adalah sekolah, tansportasi umum, dan tempat-tempat umum seperti warung kopi. Siswa yang terlibat pembuatan lagu menjadi saluran penyampai pesan yang efektif bagi teman sebaya dan keluarga mereka. b.
Pembentukan Kelompok Pecinta Alam Kegiatan ini dilakukan untuk menjangkau para generasi muda yang ada di
kawasan target dengan isu-isu konservasi. Disamping itu dengan terbentuknya
74
sebuah wadah bagi anak muda selain menjadi tempat mengekspresikan diri dapat juga menjadi wadah tempat mereka terlibat dalam upaya pelestarian alam. Wadah ini diberi nama “Komunitas On Kayee” yaitu wadah generasi muda Kota Jantho yang bangga melestarikan alam. Semua anggota komunitas ini adalah pelajar SMA. Ketertarikan mereka dalam kegiatan ini juga karena dipengaruhi oleh teman-teman mereka yang ikut dalam pembuatan lagu konservasi. c. Lomba Da’i Konservasi Untuk menambah pengetahuan remaja tentang konservasi dalam perspektif islam maka dalam kegiatan kampanye ini juga dilakukan lomba dai konservasi. Lomba ini juga melewati serangkaian diskusi tentang islam dan konservasi dalam kegiatan pembekalan yang dilaksanakan satu minggu sebelum hari perlombaan. Lomba ini diikuti oleh 13 siswa dari SMP, SMA dan pondok pesantren yang ada di kedua kecamatan target. Dalam kegiatan pembekalan para peserta mendapatkan materi tentang konservasi dari Kepala Dinas Kehutanan Aceh Besar dan Staf BKSDA Aceh Besar. Untuk metode dakwah para peserta mendapat materi dari guru agama yang juga tinggal di kawasan target. Dalam kegiatan lomba dai semua peserta didampingi orang tua dan para guru mereka. Para orang tua dan guru mereka sangat bangga melihat anak-anak mereka tampil berdakwah menyampaikan pesan konservasi. Kepala Dinas Kehutanan sekaligus sebagai salah satu pemateri pada kegiatan lomba dai konservasi menganggap kegiatan seperti ini sangat penting mengingat nilai penting hutan yang ada di sekitar mereka. Beliau menyatakan bahwa pihak Dinas Kehutanan Aceh Besar siap melayani jika para pelajar ingin mengetahui lebih banyak tentang potensi hutan yang ada di sekitar mereka.
Gambar 19 Lomba Dai Konservasi
75
3). Kelompok Laki-laki Dewasa a. Workshop Membangun Kesepakatan Pengelolaan Hutan Bersama Melalui kegiatan kampanye ini telah mendorong kesadaran masyarakat Jantho untuk terlibat dalam aksi pelestarian hutan. Mapayah bersama ESP Regional Aceh dan FFI Aceh Program berhasil memfasilitasi masyarakat 5 Desa di Jantho untuk membentuk dan mengelola Kawasan Perlindungan Mata Air Krueng Kalok seluas 1500 hektar. Lima desa ini adalah Desa Jantho Lama, Bueng, Awek, Jalin, dan Data Cut yang merupakan desa-desa yang berada di pinggiran Hutan Lindung Jantho. Di setiap pertemuan selalu dihadiri peserta yang mewakili desanya masing-masing. Peserta terdiri dari perangkat desa, kelompok pemuda, tokoh adat seperti Pawang Uteun, Imum Mukim, dan staf dari instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh Besar. Melalui kegiatan ini masyarakat dapat mengidentifikasikan potensi dan permasalahan yang terdapat di lokasi tempat tinggal mereka. Setelah 2 rangkaian pertemuan masyarakat 5 desa menyusun rencana aksi dimana prioritas aksi adalah perlindungan sumber air. Pada pertemuan berikutnya masyarakat 5 desa menandatangani draft kesepakatan pengelolaan hutan Krueng Kalok seluas 1500 hektar. Peta kawasan dapat dilihat dalam Lampiran 12.
Gambar 20 Workshop Membangun Kesepakatan Pengelolaan Hutan Bersama
b. Penyuluhan Peternakan Untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat target dalam pengelolaan ternak maka kampanye ini juga melaksanakan serangkaian diskusi dengan masyarakat yang dikemas dalam bentuk penyuluhan peternakan. Dalam memfasilitasi proses perubahan ini, tim dibantu oleh tim dari Balai Penyuluhan
76
Peternakan. Pihak balai membantu menjelaskan kepada masyarakat mengenai potensi desa mereka sebagai lokasi peternakan intensifikasi. Pihak balai juga menjelaskan bahwa untuk mendapatkan hasil peternakan yang lebih baik maka masyarakat harus mengubah pola peternakan tradisional menuju pola peternakan intensifikasi. Dengan pola peternakan ini juga sekaligus akan mengurangi kejadian konflik satwa karena ternak sudah dikandangkan. Masyarakat Desa Jantho Lama sebagai salah satu desa yang memiliki tingkat konflik satwa-manusia cukup tinggi (rata-rata 15 ekor sapi menjadi korban harimau sumatera tiap tahunnya) di akhir periode kampanye bersedia mengubah pola peternakan dengan mulai membangun kandang bersama di lahan seluas 40x30 meter secara swadaya. Kegiatan ini dimulai dengan membangun diskusi-diskusi dengan tokoh masyarakat di desa. Dari kegiatan ini kemudian terbangun 4 seri penyuluhan peternakan. Kegiatan ini selalu dilakukan saat malam hari agar banyak warga yang dapat hadir. Pertemuan pertama mendiskusikan potensi dan ancaman desa sebagai lokasi peternakan intensifikasi dan meninjau lokasi yang direncanakan akan digunakan sebagai lokasi kandang bersama. Pertemuan kedua pihak balai dan masyarakat mendiskusikan bagaimana pola peternakan intensifikasi. Pertemuan ketiga mendiskusikan potensi permasalahan setelah pendirian kandang bersama dan setelah mengadopsi pola peternakan intensifikasi. Pertemuan keempat mendiskusikan pembagian kerja untuk mendirikan kandang bersama dan pembagian kerja untuk pengelolaan kandang bersama. Kegiatan ini mendapat respon positif dari masyarakat desa. Masyarakat berharap perubahan pola ternak ini dapat membawa perubahan dalam kehidupan mereka. Harapan lainnya yang muncul dari masyarakat adalah harapan agar penyuluhan ternak terus dilakukan sehingga mereka memiliki ilmu yang cukup untuk mengelola ternak secara intensifikasi.
Gambar 21 Penyuluhan dari Balai Penyuluhan Peternakan
77
c. Pertemuan Para Ulama Pertemuan ini dilaksanakan untuk menjangkau kelompok ulama dengan pesan konservasi. Di samping itu pertemuan tersebut diarahkan untuk membantu tim dalam penyusunan materi lembar dakwah. Materi lembar dakwah digunakan dalam kegiatan keagamaan lainnya seperti pengajian dan dakwah. Pertemuan ini diikuti oleh 10 orang laki-laki mewakili tokoh agama di Lembah Seulawah dan Kota Jantho.
Gambar 22 Pertemuan Ulama di Mesjid Raya Jantho
4). Kelompok Perempuan Dewasa Bentuk kegiatan yang dilakukan dengan kelompok perempuan dewasa adalah: a.Lomba Masak Kontes Masak dilakukan sebanyak 1 kali di Jantho. Kontes Masak di Jantho diikuti oleh 25 orang ibu-ibu dari 2 desa dan dihadiri oleh sekitar 100 orang yang umumnya dari kalangan anak-anak dan ibu-ibu. Sebelum lomba masak dilaksanakan serangkaian diskusi konservasi dan membicarakan tentang aneka resep masakan. Ibu-ibu di lokasi target sangat senang dengan kegiatan lomba masak. Mereka mendapatkan tambahan pengetahuan sekaligus mempererat hubungan silaturahmi dengan ibu-ibu lainnya. Ibu-ibu sangat bersemangat mendiskusikan informasi yang terdapat dalam lembar fakta karena keinginan tampil prima dalam kuis konservasi dalam kegiatan lomba masak. Kegiatan ini dirancang untuk menjangkau kelompok perempuan dengan pesan-pesan kampanye. Untuk menarik para ibu-ibu dengan pesan konservasi maka lomba masak ini didesain sedemikian rupa seperti kuis konservasi serta mengajak ibu-ibu membuat kue berbentuk gajah sumatera. Selain memperkenalkan dengan potensi
78
kawasan, lomba masak menjadi ajang ekspresi bagi para perempuan. Dalam kegiatan kampanye Bangga, perempuan penting untuk dipengaruhi karena dengan banyaknya waktu bersama suami dan anggota keluarga lainnya di rumah maka perempuan menjadi saluran penting dalam penyebaran isu konservasi. Foto kegiatan dapat dilihat dalam gambar 23.
Gambar 23 Lomba Masak Tema Hutanku Hutanmu Jua
5). Semua kelompok sasaran a). Pemutaran Film Media alternatif lainnya yang digunakan untuk mendorong perubahan prilaku di masyarakat adalah melalui pemutaran film. Film yang diputarkan adalah film yang selain mnghibur juga memberi pencerahan kepada mereka tentang hidup. Sebelum film diputar penonton disuguhkan film slide tentang potensi dan ancaman hutan di sekitar mereka. Penonton juga diajak mendiskusikan kembali film slide yang mereka tonton dalam format “kuis”. Bagi yang dapat menjawab pertanyaan diberikan hadiah berupa materi kampanye seperti baju kaos, kalender, dan poster. Pemutaran film dilakukan sebanyak 2 kali yaitu 1 kali di Saree dan 1 kali di Jantho. Kegiatan pemutaran film mampu menarik banyak orang untuk terlibat karena masyarakat target haus hiburan. Film diputar setelah jam sholat Isya’ dan ditonton oleh semua kelompok usia. Pengalaman mengajarkan bahwa sebaiknya kegiatan pemutaran film dilakukan pada malam minggu atau malam libur lainnya sehingga anak-anak yang ikut nonton pada malam harinya tidak terlambat bangun pada keesokan harinya. Kegiatan ini mendapat dukungan dari pihak desa seperti menyediakan tempat dan alat pengeras suara (soundsystem). Rumusan program Kampanye Bangga di Jantho selama periode 1 tahun dapat dilihat dalam tabel 14.
79
Tabel 14 Rancangan Kegiatan Kampanye Bangga No 1.
Aspek Sasaran Kampanye Bangga
Uraian 1.Meningkatkan pengetahuan masyarakat lokal dalam tata kelola sumber daya hutan yang lestari. 2.Meningkatkan kapasitas dan keterampilan masyarakat lokal sehingga mampu berperan strategis dalam upaya penanggulangan masalah-masalah lingkungan hidup seperti konflik satwa dan ketersediaan sumber air. 3.Terbentuknya konstituen yang mampu menghalangi upayaupaya perusakan Kawasan Ekosistem Seulawah. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, diperlukan suatu sasaran antara (intermediate objectives) yang lebih spesifik sehingga pada akhir kegiatan capaian yang diharapkan dapat lebih jelas dan terukur. Sasaran antara ini adalah: 1. Di bulan ke 12 program, ada kesepakatan pengelolaan hutan bersama antara masyarakat di setidaknya 2 desa di Kecamatan Jantho dengan instansi terkait mengenai pengelolaan hutan lindung Jantho seluas 28.043 hektar sehingga dapat menekan kejadian konflik satwa manusia sampai di bawah 10 kali per tahun. 2. Di bulan ke 12 program, petani di kecamatan target yang tidak tahu tentang hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih menurun dari 22% menjadi 5%. 3. Di bulan ke 12 program, 50 % petani di kecamatan target mengatakan mudah untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan demi menjamin ketersediaan air bersih.
2.
3.
4.
Isu Maskot
Sebanyak 61.25 % responden desa target memilih Gajah Sumatera (Po Meurah) sebagai simbol yang mewakili kebanggaan lokal atas potensi keanekaragaman hayati di hutan Jantho. Maskot Po Meurah hadir dalam berbagai kegiatan Kampanye Bangga.
Slogan
Alternatif slogan diberikan oleh stakeholder dalam pertemuan stakeholder pertama dan melalui survei pra kampanye diketahui sebanyak 39.15 % responden memilih “Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia” sebagai slogan Kampanye Bangga.
Pesan Kunci
-
-
-
Menyelamatkan hutan bukan berarti hanya menyelamatkan satwa liar tetapi juga menyelamatkan manusia. Hutan diselamatkan untuk dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Melestarikan hutan untuk mempertahankan sumber air maka implikasinya adalah lestarinya hutan sebagai habitat harimau sumatera. Memperbaiki pola pengelolaan ternak akan mengurangi kejadian konflik satwa dan berpartispasi dalam perlindungan
80
hutan untuk melestarikan habitat harimau sumatera.
Tabel 14 Rancangan Kegiatan Kampanye Bangga (lanjutan) No 5.
Aspek Materi Kampanye
Uraian 1. Materi cetak: Poster, Pin, Lembar Fakta, Lembar Dakwah, Komik, Baju Kaos, Album Lagu Konservasi Populer,Kantong Belanja, Kalender, Siaran Pers, Buku Tulis, Film Konservasi dan Kalender. 2. Kostum Po Meurah 3. Alat peraga: Puzzle dan 1 set panggung boneka
6. 7.
8.
Media Kampanye
Lembar fakta, lembar dakwah, poster, acuan materi kunjungan sekolah, materi penyuluhan.
Metode
Workshop, penyuluhan peternakan, diskusi kelompok, perlombaan seni (lomba masak, lomba dai konservasi, lomba cipta puisi), pemutaran film, festival hutan, ceramah akbar dan pemetaan partisipatif.
Frekuensi
1) Penyuluhan peternakan Perlindungan Air 2 kali;
5
3) Pemetaan Partisipatif 1 kali;
4) Workhop Guru 1 kali;
5) Pertemuan Ulama 1kali;
6) Lomba Masak 1 kali;
7) Lomba Cipta Puisi 1 kali; 1 kali;
8) Lomba Dai Konservasi
9) Festival Hutan 1 kali; kali;
10) Pertemuan Remaja 10
11)Pemutaran Film 2 kali; kali;
12) Kunjungan Sekolah 12
13)Panggung Boneka 12 kali;
14) Ceramah Akbar 1 kali
kali;
2)
Workshop
15)Diskusi Kelompok Cinta Alam 3 kali 16)Diskusi Kelompok Perempuan 5 kali 17)Diskusi dengan Balai Peternakan, BKSDA, dan Dinas Kehutanan 10 kali 9.
Strategi
1)Melibatkan instansi terkait dalam beberapa kegiatan seperti (untuk pemateri dan fasilitator); 2)Melibatkan masyarakat/stakeholder dalam setiap kegiatan; 3)Mendiskusikan waktu pertemuan dengan masyarakat target; 4)Menggunakan materi cetak sebagai jalan masuk untuk membangun kedekatan dan membangun diskusi dengan kelompok sasaran, 5)Melibatkan perempuan dalam pembuatan boneka 6)Bekerjasama dengan lembaga konservasi lain yang memiliki kegiatan yang sama
81
5.3. Deskripsi Umum Masyarakat Target Pasca Kampanye Bangga 5.3.1. Pengetahuan Responden Hasil survei menunjukkan bahwa telah terjadi beberapa perubahan pengetahuan di masyarakat sasaran. Dari gambar dapat dilihat bahwa petani dan masyarakat sasaran telah mengalami perbaikan pengetahuan tentang hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih. Tidak Tahu Hubungan Hutan dengan Ketersediaan Air Bersih 25%
22%
20% 15% 9,60%
Tidak Tahu
10% 5% 0% Sebelum
Sesudah
Gambar 24 Perubahan pengetahuan petani mengenai hubungan hutan dan ketersediaan air, sebelum dan setelah Kampanye Bangga. Sebelum kampanye dilaksanakan masih ada 22% petani yang belum mengetahui hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih namun di akhir periode satu tahun kampanye angka ini menurun sebesar 12.4% menjadi 9.6%. Perubahan pengetahuan juga terjadi pada seluruh responden sebesar 11.6% dari 17.6% yang tidak tahu hubungan hutan yang sehat dengan ketersediaan air bersih menjadi 6%. Kegiatan Kampanye Bangga tidak hanya dikhususkan untuk menjangkau kelompok petani meskipun petani adalah aktor utama dari kampanye ini. Kampanye Bangga juga menjangkau kelompok anak-anak, pelajar, dan ibuibu
sehingga
dampaknya
adalah
tidak
hanya
petani
yang
meningkat
pengetahuannya namun juga kelompok masyarakat lain di daerah target.
82
Tidak Tahu Hubungan Hutan dengan Ketersediaan Air Bersih 20%
18%
15% Tidak Tahu
10% 6,00% 5% 0% Sebelum
Sesudah
Gambar 25 Perubahan pengetahuan seluruh responden mengenai hubungan hutan dan ketersediaan air, sebelum dan setelah Kampanye Bangga (n=183) Disamping itu, selama pengumpulan data sebelum Kampanye Bangga dilaksanakan diperoleh informasi bahwa masyarakat di Kecamatan Kota Jantho sangat terganggu dengan seringnya harimau sumatera turun ke kampung dan mengganggu ternak milik warga desa. Namun masih ada 30% masyarakat Kota Jantho yang tidak mengetahui penyebab harimau semakin turun ke desa mereka. Oleh karena itu Kampanye Bangga yang dilaksanakan mencoba mendorong peningkatan pengetahuan tentang manfaat hutan sebagi habitat harimau sumatera. penyebab harimau semakin turun ke kampung melalui berbagai kegiatan penjangkauan. Hasilnya di akhir
periode kampanye hanya tinggal 4.6%
masyarakat Kecamatan Jantho yang tidak mengetahui penyebab semakin seringnya harimau turun ke kampung.
Tidak Tahu Penyebab Harimau Sering Turun Kampung 35% 30%
30%
25% 20% 15% 10%
Tidak Tahu 4,60%
5% 0% Sebelum
Sesudah
Gambar 26 Perubahan pengetahuan mengenai penyebab harimau semakin sering turun ke permukiman (n=183).
83
Dalam Soekanto (2003) dijelaskan bahwa pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), dengan melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi dan lain-lain. Pengetahuan tersebut dapat juga diperoleh sebagai akibat dari hubungan dengan orang tua, kakak, adik, tetangga, kawan sekolah, dan lain-lain. Jika dikaitkan dengan pendekatan Kampanye Bangga maka peningkatan pengetahuan yang terjadi pada masyarakat target diduga karena masyarakat telah mendapat informasi dari berbagai pendekatan dalam Kampanye Bangga seperti poster, lembar fakta, lembar dakwah, lomba masak, penyuluhan, pembuatan lagu, festival hutan, kunjungan sekolah, lokakarya guru, lokakarya perlindungan mata air. Pendekatan yang dilakukan dalam Kampanye Bangga mengandung aspek komunikasi massa dan aspek komunikasi interpersonal. Pesan-pesan kunci dalam Kampanye Bangga tidak hanya dikomunikasikan melalui media komunikasi massa tetapi juga ditempuh melalui komunikasi interpersonal. Hal ini yang juga yang diduga membuat Kampanye Bangga efektif dalam mendorong peningkatan pengetahuan. Sebagai contoh adalah penyebaran pesan kunci melalui poster. Poster ditempel di tempat-tempat umum sehingga khalayak dapat mengetahui pesan kunci kampanye. Menurut Rakhmat (2003) komunikasi yang disampaikan kepada sejumlah khalayak yang tersebar dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat disebut dengan komunikasi massa. Dalam Kampanye Bangga, poster tidak hanya menjadi media komunikasi massa tetapi juga menjadi alat untuk melakukan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka dimana model komunikasi ini penting dan efektif bagi masyarakat dalam tahapan persuasi dan pengambilan keputusan (Rakhmat 2003) atau komunikasi interpersonal efektif dalam tahapan kontemplasi dan preparasi (Rogers 1995). Melalui diskusi tatap muka khalayak berkesempatan untuk mendiskusikan lebih mendalam tentang pesan kunci yang terdapat dalam poster. Media massa relatif
84
lebih penting bagi tahapan pengetahuan, serta komunikasi interpersonal lebih penting dalam tahapan persuasi dan proses pengambilan keputusan (Rogers 1995). Dalam
program
Kampanye
Bangga,
manajer
kampanye
juga
mengkomunikasikan nilai penting hutan sebagai daerah tangkapan air dan sebagai habitat berbagai satwa langka seperti harimau sumatera. Untuk mendukung konservasi
harimau
sumatera
masyarakat
didorong
untuk
berpartisipasi
menyelamatkan hutan melalui isu air. Hal ini didasari pada konsep bahwa manusia adalah hewan yang memiliki naluri dasar yang mengendalikan dan mengarahkan perilakunya agar dapat bertahan dari segala ancaman seperti kelaparan, kekeringan, mempertahankan diri dari serangan luar (Sarwono 2002), jadi manusia adalah makhluk egosentrisme yaitu hanya mementingkan diri sendiri dan menganggap manusia lebih penting dari makhluk yang lain (Harini, 2000). Banyak kegiatan konservasi yang membawa isu penyelamatan satwa langka memberi kesan bahwa konservasi lebih mementingkan kehidupan satwa langka daripada manusia sehingga menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat. Untuk itu meskipun ditujukan untuk konservasi harimau sumatera, pesan-pesan kunci dalam Kampanye Bangga yang dilaksanakan di Jantho tidak semata-mata hanya ditujukan untuk melindungi harimau sumatera tetapi juga untuk menyelamatkan manusia. Pesan-pesan kunci juga menyampaikan tentang penyelamatan hutan untuk sumber air bersih. Air adalah kebutuhan dasar manusia dan ketika manusia mulai merasa ada masalah dengan ketersediaan air bersih maka lebih mudah menyampaikan pesan-pesan perlindungan hutan. Oleh karena itu kegiatan Kampanye Bangga dapat berjalan efektif karena kegiatan ini dikaitkan langsung dengan kebutuhan manusia. Ketika masyarakat melindungi hutan untuk mempertahankan sumber air mereka maka implikasinya adalah masyarakat juga telah melindungi habitat harimau sumatera. Dalam komunikasi memperhatikan kondisi khalayak target sangat penting karena menurut Sarwono (2002) dalam komunikasi dibutuhkan rasa saling percaya, saling terbuka, dan saling suka antara kedua pihak. Jika kita tidak memperhatikan hal ini maka yang ditimbulkan adalah persepsi negatif. Persepsi negatif mengakibatkan proses penyampaian pesan kunci tidak berjalan efektif.
85
Dalam komunikasi yang penting bukan hanya pesan semata tetapi arti dari pesan itu sendiri. Dalam komunikasi juga dibutuhkan niat, kehendak, dan intensi dari kedua pihak. Intensi untuk saling berkomunikasi akan mempercepat proses guna mencapai saling pengertian secara kognitif dalam komunikasi antar pribadi. Untuk mencapai perubahan perilaku Kampanye Bangga berusaha untuk meningkatkan dulu pengetahuan masyarakat sasarannya karena menurut sarwono (2002) kognisi adalah bagian dari jiwa manusia yang mengolah informasi, pengetahuan, pengalaman, dorongan, perasaan, dan sebagainya baik yang datang dari dalam maupun dari luar sehingga terjadi simpulan-simpulan yang akhirnya menghasilkan perilaku. Menurut Teori Lewin, perilaku (behavior) adalah fungsi dari keadaan pribadi dan lingkungan ( B= P+E). Menurut Teori Psikologi Kognitif, semua informasi yang masuk diproses dalam kognisi manusia sebelum akhirnya dijadikan keputusan, simpulan, pandangan, sikap atau perilaku. Disamping itu kognitif dapat mempengaruhi afek sebagai rangsang dari dalam (stimulus). 5.3.2. Sikap Responden Selanjutnya,
dapat
dijelaskan
bahwa
sebelum
Kampanye
Bangga
dilaksanakan sekitar 25 % petani di daerah target menunjukkan ketidakyakinan mereka terhadap upaya pelestarian hutan walaupun dilakukan secara bersamasama, namun di akhir periode Kampanye Bangga semakin banyak petani di daerah sasaran yang menunjukkan keyakinan mereka untuk melestarikan hutan bersama-sama yaitu terjadi peningkatan sebesar 15% menjadi 40%. Semetara perubahan sikap juga ditunjukkan oleh semua responden dimana 33% responden sebelum kampanye menunjukkan ketidakyakinan mereka terhadap upaya pelestarian bersama, namun di akhir periode Kampanye Bangga meningkat menjadi 40%. Hal yang tidak mudah untuk meyakinkan petani di desa-desa target bahwa semangat kebersamaan akan memudahkan mereka untuk melestarikan hutan di sekitar mereka. Lemahnya penegakan hukum terhadap kegiatan perusakan hutan merupakan salah satu faktor yang diakui masyarakat sebagai hal yang membuat mereka pesimis bahwa kebersamaan
dapat membuat masyarakat lebih yakin
86
untuk melakukan usaha-usaha pelestarian hutan. Lewat berbagai kesempatan penjangkauan dan media komunikasi yang digunakan Kampanye Bangga selalu mengangkat pentingnya kebersamaan dalam menyelamatkan hutan Jantho sehingga terjadi perbaikan sikap di masyarakat sasaran.
Persentase
Menyatakan Mudah Melestarikan Hutan Bersamasama 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
40%
25%
Sebelum
Sesudah
Gambar 27 Perubahan sikap petani terhadap keyakinan melestarikan hutan bersama-sama, sebelum dan setelah Kampanye Bangga Sikap adalah sesuatu yang dipelajari bukan bawaan, oleh karena itu sikap lebih mudah untuk dipengaruhi dan diubah (Sarwono 2002). Beberapa kegiatan dalam Kampanye Bangga dirancang untuk mempengaruhi aspek afektif masyarakat sasaran seperti menonton film tentang hutan di sekitar mereka, ceramah agama yang disampaikan oleh remaja-remaja yang tinggal di sekitar kawasan, lomba cipta puisi bagi anak-anak, lagu konservasi populer. Satu hal yan penting adalah semua materi tersebut dilakukan secara partisipatif melalui komunikasi interpersonal. Dengan pendekatan ini masyarakat diharapkan tidak hanya meningkat pengetahuannya tetapi juga mempengaruhi rasa yang pada akhirnya mampu mempengaruhi sikap. Dalam Sarwono (2002) disebutkan bahwa faktor
kedekatan
dan
interaksi
mempengaruhi afek seseorang.
dalam
komunikasi
interpersonal
akan
Atas perubahan pengetahuan yang terjadi
masyarakat juga diberi hadiah-hadiah kecil sehingga menimbulkan rasa senang. Menurut Mulyana (1997) tanda-tanda komunikasi efektif apabila telah menimbulkan pengertian, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosial yang baik dan tindakan. Menurut Sarwono (2002) perilaku manusia selalu dikendalikan oleh faktor luar (faktor lingkungan dan rangsangan), dengan
87
memberikan
ganjaran
positif
suatu
perilaku
akan
ditumbuhkan
dan
dikembangkan, sedangkan jika diberi ganjaran negarif maka suatu perilaku akan dihambat. 5.3.3. Indikasi Efektivitas Kampanye Bangga terhadap Pola Pengelolaan Ternak dan Partisipasi Perlindungan Hutan Pada periode akhir Kampanye Bangga setidaknya seluruh peternak (25 KK) di 1 desa di Jantho (Desa Jantho Lama) bersedia memperbaiki pola peternakan dengan mulai membangun kandang bersama di lahan yang dipinjamkan oleh Sekretaris Desa untuk digunakan selama 5 tahun. Masyarakat mulai memagari areal kandang bersama seluas 40 x 30 meter guna mengurangi resiko gangguan harimau sumatera. Yayasan Mapayah memberikan bantuan berupa material untuk membangun pagar dan masyarakat Jantho Lama secara bergotong royong tanpa dibayar. Ada perbedaan penerimaan yang ditunjukkan masyarakat sebelum kampanye dilaksanakan dimana menurut pihak Balai Penyuluhan Peternakan ketika penyuluhan peternakan dilaksanakan seringkali tidak ada peserta yang hadir namun selama penyuluhan yang dilakukan oleh Kampanye Bangga hampir seluruh petani peternak hadir dalam pertemuan. Hal ini terjadi karena pemilihan waktu penyuluhan yang sesuai dengan permintaan masyarakat yaitu malam hari. Pada saat siang hari masyarakat hampir seluruh laki-laki dewasa berladang atau bersawah. Disamping itu, melalui kegiatan kampanye ini telah mendorong kesadaran masyarakat Jantho untuk terlibat dalam perlindungan hutan. Masyarakat dari 5 desa di Jantho yang terletak dekat dengan kawasan hutan lindung bersama ESP Regional Aceh dan FFI Aceh Program berhasil difasilitasi untuk membentuk Kawasan Perlindungan Mata Air Krueng Kalok (KaPeuSAK) seluas 1500 hektar. Lima desa ini adalah Desa Jantho Lama, Bueng, Awek, Jalin, dan Data Cut yang merupakan
desa-desa
yang
berada
di
pinggiran
Hutan
Lindung
Jantho.Terbentuknya kelompok pelindung hutan dari 5 desa merupakan hal yang tidak mudah namun didorong oleh pengetahuan dan kesadaran bahwa hutan bernilai penting bagi sumber air dan tempat hidup satwa langka seperti harimau
88
sumatera. Terbentuknya kelompok-kelompok yang memiliki inisiatif untuk mengubah keadaan ini dapat digolongkan sebagai sebuah gerakan sosial. Dalam Sztompka (1995) gerakan sosial adalah kolektivitas orang yang bertindak bersama dengan tujuan bersama dan tindakannya adalah perubahan tertentu dalam masyarakat yang mereka tetapkan secara partisipatif menurut cara yang sama, kolektivitasnya relatif tersebar namun derajat
tidak sebesar dari organisasi
formal, serta tindakannya mengandung spontanitas relatif lebih tinggi namun tak terlembaga dan bentuknya tidak konvensional atau secara singkat dapat dikatakan sebagai tindakan kolektif yang diorganisir secara longgar tanpa cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat mereka. Gerakan sosial akan mempercepat proses sebuah perubahan. Perubahan ini tidak terjadi begitu saja namun dilakukan melalui berbagai pendekatan selama 1 tahun kampanye. Keputusan mengubah sebuah perilaku dilakukan karena diduga masyarakat merasa terancam dengan semakin seringnya harimau turun ke kampung, disamping itu masyarakat juga khawatir dengan ketersediaan air bersih di masa yang akan datang. Menurut Sarwono (2002) hal tersebut dapat digolongkan ke dalam faktor internal yang mempengaruhi perilaku. Faktor internal tersebut adalah faktor biologis ( kebutuhan makan, minum, memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari sakit dan bahaya) dan faktor sosiopsikologis (terdiri dari 3 komponen yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif). Disamping itu, manajer kampanye yang sedang menjalankan program kampanyenya tinggal di lokasi target selama satu tahun. Dengan tinggal di lokasi target manajer dapat mempelajari sosial budaya serta berinteraksi lebih sering dengan masyarakat setempat. Faktor kedekatan seperti ini diduga sebagai salah satu faktor yang mendorong perubahan perilaku terjadi. Dalam Soekanto (1995) dijelaskan bahwa kedekatan adalah faktor yang memudahkan komunikasi karena adanya pertemuan yang berulang-ulang. Pertemuan yang berulang-ulang akan memberi proses pengurangan kecemasan dan pembiasaan terhadap orang asing tersebut, oleh karena itu faktor kedekatan fisik merupakan salah satu faktor penting untuk peningkatan hubungan.
89
Implemetasi kampanye juga dilakukan selama 1 tahun. Dalam Sztompka (1995) dijelaskan bahwa untuk studi perubahan sosial waktu tidak hanya merupakan dimensi universal tetapi menjadi faktor inti dan menentukan. Waktu berfungsi sebagai kerangka eksternal untuk mengukur peristiwa atau proses serta mengkoordinasikan tindakan sosial. 5.3.4. Analisis Efektivitas Terkait Kondisi Aceh Terkini (Existing Condition) Perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat Jantho di akhir periode kampanye turut dipengaruhi oleh kondisi masyarakat setelah bersenjata dan musibah tsunami pada tahun 2004 . Menurut informais yang diperoleh dari Yayasan Keumala (2008) diketahui bahwa pasca tsunami, sifat individualistis mulai bermunculan pada sebagian kecil masyarakat terutama dalam upaya mencari serta mendapatkan bantuan pemulihan. Disebutkan pula bahwa konflik bersenjata berkepanjangan dan musibah tsunami tahun 2004 telah menghancurkan jaringan sosial dan menimbulkan perasaan tidak berdaya. Jaringan informal yang biasanya menjadi wadah untuk tolong menolong sesama warga turut menghilang. Destabilisasi kehidupan masyarakat cenderung menimbulkan keadaan tidak pasti dimana norma dan nilai sosial budaya tidak lagi mampu memberi makna terhadap perubahan dan perkembangan yang sedang berlangsung dalam berbagai bidang kehidupan (Yayasan Keumala 2008). Pasca tsunami, dengan banyaknya bantuan dari dalam dan luar negeri membuat masyarakat terlena. Banyak lembaga yang terbiasa memberikan uang untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Masyarakat terbiasa menerima uang hanya untuk membersihkan rumah mereka sendiri yang hancur akibat tsunami. Masyarakat juga terbiasa diberikan uang saku ketika melakukan diskusi-diskusi dan melakukan pertemuan di desa mereka, dan yang juga diketahui selama di lapangan bahwa masyarakat terlalu banyak dijanjikan akan menerima bantuan oleh pihak-pihak luar namun hanya sedikit pihak yang merelaisasikannya. Secara umum, muncul sikap yang berorientasi uang serta antipati pada pihak luar yang ingin melakukan pendampingan.
90
Kampanye Bangga justru melakukan pendampingan tanpa memberikan uang serta lebih menekankan terwujudnya semangat keswadayaan dari masyarakat. Bantuan dari luar hanya merupakan pemicu inisiatif dan produktivitas dari masyarakat itu sendiri. Dengan memperhatikan kondisi umum masyarakat pasca tsunami 2004 serta pola pendekatan yang dibawa oleh Kampanye Bangga maka meskipun Kampanye Bangga di Jantho mampu mengubah pola pengelolaan ternak masyarakat hanya di 1 desa serta mampu membantu masyarakat hanya dari 5 desa di Jantho untuk membentuk kelompok perlindungan hutan mak adapat dikatakan bahwa Kampaney Bangga memberikan indikasi efektif dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran.