V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0) 1. Modul Aplikasi Utama Modul aplikasi utama ShASy 1.0 terdiri dari pusat pengolahan, model-model penilaian, dan sistem manajemen dialog (user interface). Pada saat modul ini dieksekusi, bagian yang akan dihadapi oleh pengguna adalah sistem manajemen dialog. Sistem manajemen dialog merupakan bagian sistem yang berinteraksi langsung dengan pengguna. Sistem manajemen dialog dibuat dengan prinsip user friendly untuk memudahkan penggunaan sistem. Pengguna ShASy 1.0 dibedakan menjadi dua, yaitu admin dan tamu. Pengguna admin memiliki akses penuh terhadap sistem dan mempunyai kewenangan menambah, mengubah, serta menghapus data unit usaha maupun data penilaian. Pengguna tamu hanya dapat membaca informasi dan melihat laporan penilaian. Untuk masuk ke dalam sistem sebagai admin, pengguna perlu menginputkan User ID dan Password. Berbeda
dengan
pengguna
admin,
pengguna
tamu
tidak
perlu
menginputkan data apapun dan dapat langsung memasuki sistem. Tampilan login pengguna pada ShASy 1.0 disajikan dalam Gambar 13.
Gambar 13. Tampilan Login ShASy 1.0
Setelah memasuki sistem, pengguna akan melihat tampilan menu utama dari ShASy 1.0. Pada tampilan menu utama pengguna dapat mengakses menu penilaian, menu deskripsi model dan menu bantuan. Menu penilaian diakses untuk melakukan penilaian atau sekedar melihat
43
laporan penilaian, menu deskripsi model diakses untuk melihat penjelasan tentang model-model penilaian, dan menu bantuan diakses untuk mendapatkan keterangan tentang penggunaan program. Gambar 14 memperlihatkan tampilan menu utama dari ShASy 1.0.
Gambar 14. Tampilan Menu Utama ShASy 1.0
Proses penilaian dilakukan dengan terlebih dahulu memilih jenis model penilaian yang akan digunakan. Apabila pengguna telah memilih jenis model penilaian, pengguna akan menghadapi tampilan pemilihan unit usaha yang akan dinilai. Pada tampilan ini pengguna dapat menambahkan data unit usaha baru ataupun memilih data unit usaha yang sudah ada sebelumnya. Tampilan pemilihan unit usaha memiliki desain yang
serupa
pada
semua
jenis
model
penilaian.
Gambar
15
memperlihatkan tampilan pemilihan unit budidaya sebagai contoh dari tampilan pemilihan unit usaha. Pengguna selanjutnya akan memasuki tampilan penilaian unit usaha setelah memilih unit usaha yang akan dinilai. Pada tampilan ini pengguna dapat memberi masukan data penilaian berdasarkan kondisi aktual unit usaha tersebut. Pada ShASy 1.0 terdapat dua jenis tampilan penilaian, yaitu tampilan penilaian checklist dan tampilan penilaian input numerik. Kedua jenis tampilan dirancang sesuai dengan kriteria dan penilaian masing-masing sub-model penilaian.
44
Gambar 15. Contoh Tampilan Pemilihan Unit Usaha Udang
Gambar 16 menyajikan tampilan penilaian SMP POSS Budidaya sebagai salah satu contoh tampilan penilaian checklist. Tampilan ini digunakan untuk sub-model dengan kriteria penilaian yang bersifat deskriptif seperti sub-model penilaian POSS, HACCP, dan uji profisiensi. Input penilaian pada tampilan ini berupa pemberian tanda √ pada kriteriakriteria yang dipenuhi oleh unit usaha.
Gambar 16. Contoh Tampilan Penilaian Checklist
45
Berbeda dengan tampilan penilaian checklist, tampilan penilaian input numerik digunakan untuk sub-model dengan kriteria yang bersifat persyaratan numerik. Sub-model monitoring dan protokol impor adalah sub-model yang menggunakan tampilan input numerik. Pada tampilan ini, input penilaian yang diberikan berupa nilai angka atau pernyataan N/A (tidak relevan atau tidak ada data). Gambar 17 menyajikan contoh tampilan penilaian input numerik.
Gambar 17. Contoh Tampilan Penilaian Input Numerik
Setelah input penilaian diberikan dengan lengkap, selanjutnya program dapat melakukan penilaian berdasarkan model-model penilaian dalam modul aplikasi utama. Selama proses penilaian, pusat pengolahan akan mengendalikan perhitungan pada model penilaian, dan mengatur akses dan penyimpanan data pada modul basis data. Pelaporan hasil penilaian dapat diberikan kepada pengguna dalam bentuk tampilan maupun hasil cetak (hardcopy). Contoh hasil penilaian dapat dilihat pada Lampiran 5. 2. Modul Basis Data Modul basis data ShASy 1.0 (dbudang.mdb) merupakan hasil implementasi model basis data dalam format basis data Microsoft® Office Access 2003. Modul basis data berfungsi untuk mengelola data dan
46
informasi yang diperlukan oleh model ShASy 1.0. Modul basis data ShASy 1.0 terdiri dari sembilan tabel, yaitu tabel M, tabel D, tabel SM, tabel U, tabel SU, tabel HSU, tabel HU, tabel H, dan tabel Pengguna. Representasi fisik basis data dbudang.mdb disajikan dalam Gambar 18.
Gambar 18. Representasi Fisik Basis Data ShASy 1.0 dalam MS Access 2003
B. Verifikasi Model Verifikasi model dilakukan untuk menguji model yang telah diimplementasikan dalam aplikasi komputer. Wasson (2006) menjelaskan bahwa verifikasi dilakukan dengan menggunakan data aktual untuk memastikan bahwa model telah dibuat dengan benar sesuai spesifikasi yang diinginkan. Verifikasi model ShASy 1.0 bertujuan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat melakukan penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha dengan benar. Hasil verifikasi akan memberikan penilaian terhadap jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha. KKP dalam Santoso (2010) telah melakukan audit dan pengujian terhadap unit budidaya, unit importir, unit pengumpul dan unit pengolahan. Data audit dan pengujian ini akan digunakan sebagai data verifikasi model ShASy 1.0 untuk MP Unit Budidaya, MP Unit Importir, MP Unit Pengumpul, dan MP Unit Pengolahan. Verifikasi untuk MP Unit Laboratorium dilakukan dengan menggunakan data hasil uji profisiensi laboratorium yang dilakukan
47
oleh BBP2HP pada tahun 2008. Verifikasi untuk MP Unit Penangkap tidak dilakukan karena sampai saat ini belum ada aturan baku untuk monitoring unit penangkap. Berikut ini adalah hasil verifikasi untuk model-model tersebut: 1. Verifikasi MP Unit Budidaya Verifikasi pada MP Unit Budidaya dilakukan dengan data audit dan pengujian unit usaha Tambak 1, Tambak 2, Tambak 3, Tambak 4 dan Tambak 5 yang berada di wilayah Jawa Timur. Kelima tambak tersebut merupakan tambak tradisional. Hasil verifikasi MP Unit Budidaya disajikan dalam Tabel 10 dan rincian verifikasi MP Unit Budidaya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 10. Hasil Verifikasi MP Unit Budidaya No 1 2 3 4 5
Unit Usaha Tambak 1 Tambak 2 Tambak 3 Tambak 4 Tambak 5 Rata-Rata
Rata-RataDeviasi (D) 38,29% 79,29% 73,29% 83,29% 88,29% 72,49%
Keterangan TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK -
Hasil verifikasi MP Unit Budidaya menunjukkan bahwa tambak dengan nilai deviasi (D) terkecil adalah Tambak 1 (38,29%) sedangkan tambak dengan nilai deviasi (D) terbesar adalah Tambak 5 (88,29%). Dengan demikian dari lima tambak tersebut belum ada yang dapat dikatakan ‘BAIK’ jaminan mutu dan keamanan pangannya. Rata-rata deviasi dari kelima penilaian relatif tinggi yaitu sebesar 72,49%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan sertifikasi melalui penerapan POSS pada unit budidaya udang yang telah diterapkan oleh pemerintah ternyata belum dapat menjangkau seluruh unit budidaya udang. Menurut Santoso (2010), jumlah petambak yang telah menerapkan dan mendapat sertifikat cara bertambak yang baik baru mencapai 83 unit. Jumlah ini relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah tambak di Indonesia yang telah mencapai 482.181 unit pada tahun 2006.
48
Pada verifikasi MP Unit Budidaya ini juga diketahui bahwa kelengkapan data penilaian pada setiap tambak hanya 60,29%. Sebagian besar sub-unsur penilaian pada SMP Monitoring Parameter GAP bernilai ‘N/A’ (Not Applicable). Penerapan monitoring sesuai dengan yang disyaratkan oleh SMP Monitoring Parameter GAP masih relatif sulit diterapkan oleh para petambak karena keterbatasan dana, informasi dan keahlian. Evaluasi terhadap setiap sub-unsur penilaian pada MP Unit Budidaya perlu dilakukan sehingga nantinya diperoleh kriteria-kriteria penilaian yang tidak terlalu banyak tetapi cukup esensial dan sesuai penerapannya dengan keadaan unit budidaya udang di Indonesia yang sebagian besar masih bersifat tradisional. Sebagai contoh, pemerintah Thailand dalam hal ini telah berhasil menerapkan standar sertifikasi yang dapat diterapkan secara fleksibel oleh komunitas petambak (Vandergeest, 2007).
2. Verifikasi MP Unit Importir Verifikasi pada MP Importir dilakukan dengan data pengujian laboratorium contoh udang dari unit usaha Importir 1, Importir 2, Importir 3, Importir 4 dan Importir 5 yang berasal dari Thailand dan Cina. Hasil verifikasi MP Unit Importir disajikan dalam Tabel 11 dan rincian verifikasi MP Unit Importir dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 11. Hasil Verifikasi MP Unit Importir No 1 2 3 4 5
Unit Usaha Importir 1 Importir 2 Importir 3 Importir 4 Importir 5 Rata-Rata
Rata-Rata Deviasi (D) 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 25,00% 5,00%
Keterangan BAIK BAIK BAIK BAIK TIDAK BAIK -
Hasil verifikasi MP Unit Importir menunjukkan bahwa empat dari lima importir memiliki jaminan mutu dan keamanan pangan yang berkategori ‘BAIK’ (D = 0,00%). Satu importir yang berkategori ‘TIDAK
49
BAIK’ adalah Importir 5 asal China dengan nilai deviasi (D) sebesar 25,00%. Penyimpangan yang ditemukan pada Importir 5 adalah adanya kandungan Salmonella dalam udang. Rata-rata deviasi dari kelima penilaian yaitu sebesar 5,00%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit importir relatif lebih baik jika dibandingkan dengan unit budidaya.
3. Verifikasi MP Unit Pengumpul Verifikasi pada MP Unit Pengumpul dilakukan dengan data audit dan pengujian unit usaha Pengumpul 1, Pengumpul 2, Pengumpul 3, Pengumpul 4 dan Pengumpul 5 yang berada di wilayah Jawa Timur. Kelima pengumpul ini memiliki kapasitas usaha lebih dari 1 ton/hari. Hasil verifikasi MP Unit Pengumpul disajikan dalam Tabel 12 dan rincian verifikasi MP Unit Pengumpul dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 12. Hasil Verifikasi MP Unit Pengumpul No 1 2 3 4 5
Unit Usaha Pengumpul 1 Pengumpul 2 Pengumpul 3 Pengumpul 4 Pengumpul 5 Rata-Rata
Rata-Rata Deviasi (D) 38,46% 50,00% 73,08% 65,38% 80,77% 61,54%
Keterangan TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK -
Hasil verifikasi MP Unit Pengumpul menunjukkan bahwa pengumpul dengan nilai deviasi (D) terkecil adalah Pengumpul 1 (38,46%) sedangkan pengumpul dengan nilai deviasi (D) terbesar adalah Pengumpul 5 (80,77%). Dengan demikian dari lima pengumpul tersebut belum ada yang dapat dikatakan ‘BAIK’ jaminan mutu dan keamanan pangannya. Rata-rata deviasi dari kelima penilaian relatif tinggi yaitu sebesar 61,54%. Tingginya nilai deviasi pada unit pengumpul disebabkan belum adanya pengawasan mutu dan keamanan pangan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Pengawasan mutu melalui penerapan POSS maupun monitoring pada unit pengumpul seharusnya dilakukan karena unit pengumpul merupakan bagian penting
50
dalam rantai pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan. Santoso (2010) menjelaskan bahwa kontaminasi silang dapat terjadi pada mata rantai ini dan bila terjadi demikian maka perbaikan yang memenuhi jaminan mutu dan keamanan pangan sangat sulit dipenuhi.
4. Verifikasi MP Unit Pengolahan Verifikasi pada MP Unit Pengolahan dilakukan dengan data audit dan pengujian UPU 1, UPU 2, UPU 3, UPU 4 dan UPU 5 yang berada di wilayah Jawa Timur. Kelima unit pengolahan tersebut memiliki kapasitas pengolahan udang sekitar 5 ton/hari. Hasil verifikasi MP Unit Pengolahan disajikan dalam Tabel 13 dan rincian verifikasi MP Unit Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 13. Hasil Verifikasi MP Unit Pengolahan No 1 2 3 4 5
Unit Usaha UPU 1 UPU 2 UPU 3 UPU 4 UPU 5 Rata-Rata
Rata-Rata Deviasi (D) 23,26% 18,60% 20,93% 16,28% 23,26% 20,47%
Keterangan TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK TIDAK BAIK -
Hasil verifikasi MP Unit Pengolahan menunjukkan bahwa unit pengolahan udang (UPU) dengan nilai deviasi (D) terkecil adalah UPU 4 (16,28%) sedangkan UPU dengan nilai deviasi (D) terbesar adalah UPU 1 dan UPU 5 (23,26%). Meskipun rata-rata deviasi dari kelima penilaian relatif rendah yaitu sebesar 20,47%, penyimpangan dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan masih ditemukan pada kelima unit pengolahan tersebut. Dengan demikian dari lima UPU tersebut belum ada yang dapat dikatakan ‘BAIK’ jaminan mutu dan keamanan pangannya. Seharusnya kondisi ini tidak terjadi mengingat kelima unit pengolahan tersebut tergolong perusahaan besar dengan total ekspor mencapai 11,8% dari total ekspor Indonesia pada tahun 2008 (Santoso, 2010). Hasil
verifikasi
secara
umum
memperlihatkan
bahwa
penyimpangan yang terjadi pada penerapan POSS menyebabkan
51
penyimpangan yang lebih besar pada pelaksanaan HACCP maupun monitoring. Penerapan prosedur sanitasi pada prinsipnya merupakan dasar atau prasyarat dalam penerapan keamanan pangan melalui HACCP (Kanduri dan Eckhardt, 2002). Oleh karena itu, unit pengolahan perlu menjaga penerapan prosedur sanitasi agar HACCP maupun prosedur monitoring berjalan efektif. Dari 650 unit pengolahan udang yang terdaftar di Indonesia, terdapat 151 unit yang menerapkan POSS dan 114 unit yang telah mengadopsi HACCP. Sebagian unit pengolahan yang melakukan ekspor belum menerapkan POSS dan prosedur HACCP secara konsisten, sedangkan unit pengolahan untuk pasar dalam negeri pada umumnya belum menerapkan POSS (Santoso, 2010).
5. Verifikasi MP Unit Laboratorium Verifikasi pada MP Unit Laboratorium dilakukan dengan data keadaan umum LPPMHP berdasarkan uji profisiensi yang dilakukan BBP2HP pada tahun 2008. Tabel 14. Keadaan Umum LPPMHP Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Uji Merkuri Timbal Cadmium CAP dengan HPLC CAP dengan ELISA Histamin E. coli Salmonella ALT
M 30,8% 41,7% 33,3% 40,0% 51,1% 62,5% -
O/D 69,2% 58,3% 66,7% 60,0% 48,9% 37,5% -
Keadaan Umum
Outlier Outlier Outlier Outlier Memuaskan Memuaskan
43,2% 56,8% Rata-Rata Keterangan: -M: Memuaskan, O: Outlier/menyimpang, D: Diperingati -Nilai dalam % dari LPPMHP yang berpartisipasi -O/D dianggap Outlier pada penentuan keadaan umum
-
Outlier
Data keadaan umum tersebut kemudian digunakan sebagai data verifikasi
MP
Unit
Laboratorium.
Rincian
verifikasi
MP
Unit
Laboratorium disajikan pada Tabel 15.
52
Tabel 15. Rincian Verifikasi MP Unit Laboratorium IDU 1
2
3 4
Unsur Penilaian
Kriteria
Data Aktual
Sub-Model Penilaian Uji Profisiensi Laboratorium Pengujian Logam Berat Merkuri Memuaskan Outlier Timbal Memuaskan Outlier Cadmium Memuaskan Outlier Pengujian CAP CAP dengan HPLC Memuaskan Outlier CAP dengan ELISA Memuaskan Memuaskan Pengujian Histamin Histamin Memuaskan Memuaskan Pengujian Mirobiologi E. coli Memuaskan N/A Salmonella Memuaskan N/A ALT Memuaskan N/A Kesimpulan Penilaian
Skor
Deviasi (di) 62,50% 100,00%
TIDAK BAIK TIDAK BAIK
50,00%
TIDAK BAIK
0,00%
BAIK
Ket
0 0 0 0 1 1 100,00%
TIDAK BAIK
62,50%
TIDAK BAIK
0 0 0
Hasil verifikasi MP Unit Laboratorium menunjukkan bahwa secara umum LPPMHP pada tahun 2008 bernilai ‘TIDAK BAIK’ dengan deviasi (D) sebesar 62,50%. Sebagian besar parameter uji profisiensi belum mencapai
hasil
memuaskan.
Hal
ini
menunjukkan
kemampuan
laboratorium pengujian dalam mendukung pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan belum baik. Meskipun 24 dari 39 LPPMHP telah memperoleh akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), perbaikan kinerja dan kompetensi laboratorium perlu diperhatikan oleh pemerintah. Menurut Santoso (2010), LPPMHP sebagai laboratorium yang berwenang dalam menerbitkan sertifikat kesehatan tidak menunjukkan kemajuan dalam melayani sertifikasi hasil perikanan sejak tahun 1973. Kasus penolakan udang yang telah didukung sertifikat kesehatan di port of entry Amerika Serikat mencapai 94 kasus antara tahun 2005-2008.
C. Rekomendasi Hasil verifikasi model menunjukkan bahwa secara umum unit usaha udang yang bermasalah dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah unit penangkap, unit pengumpul, unit budidaya, dan unit laboratorium. Pada unit penangkap dan unit pengumpul, kebijakan pengawasan belum dilakukan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada kedua unit ini sangat buruk. Pada unit
53
budidaya, pelaksanaan sertifikasi terkendala kemampuan dan akses informasi oleh petambak yang sebagian besar adalah petambak tradisional. Selain itu, kriteria sertifikasi yang diterapkan belum sesuai dengan keadaan tambak tradisonal. Pada unit laboratorium, secara umum laboratorium pengujian untuk penerbitan sertifikat kesehatan belum lulus uji profisiensi sehingga penolakan produk udang bersertifikat sangat mungkin terjadi. Penilaian pada unit pengolahan dan unit importir sebenarnya belum memberikan hasil yang memuaskan tetapi penyimpangan pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada kedua unit tersebut relatif lebih kecil dibandingkan unit usaha udang lainnya. Kedua unit ini langsung berhubungan dengan konsumen dalam perdagangan internasional sehingga sudah terbiasa mengadopsi persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan. Namun demikian, hasil penilaian menunjukkan pelaksanaan prosedur sanitasi masih belum dilakukan secara konsisten oleh unit pengolahan udang, dan masih ditemukannya importir yang tidak memenuhi syarat jaminan mutu dan keamanan pangan. Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemerintah mengenai perbaikan kebijakan sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan perangkat peraturan, personil dan sarana sertifikasi untuk unit penangkap dan unit pengumpul. 2. Pengkajian dan penyesuaian kriteria sertifikasi untuk unit budidaya agar lebih cocok diterapkan oleh unit budidaya tradisional. 3. Pengawasan pelaksanaan prosedur sanitasi pada unit pengolahan yang tersertifikasi perlu diperketat karena masih ditemukannya produk udang bersertifikat yang ditolak oleh negara importir. 4. Perbaikan sarana, kemampuan personil dan manajemen laboratorium pengujian. 5. Pengadaan program sosialisasi dan pelatihan mengenai pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan yang melibatkan seluruh unit usaha udang dalam rantai pengendalian mutu dan keamanan pangan di tingkat kabupaten/kota
untuk
memperluas
jangkauan
program
sertifikasi.
54