V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penggunaan Lahan Prioritas Diskusi pakar untuk menentukan penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa dilakukan melalui penilaian bobot kriteria dan nilai relatif alternatif beberapa tipe penggunaan lahan yang dominan.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan prioritas tipe
penggunaan lahan di DAS Gumbasa adalah kelestarian tanah, teknologi budidaya, teknologi pasca panen, pemasaran produksi usahatani, keuntungan ekonomis usahatani, penyerapan tenaga kerja, dan kebiasaan bercocok tanam. Nilai bobot kriteria dan alternatif tipe penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa disajikan pada Tabel 8. Penetapan skala prioritas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) setiap penggunaan lahan
yang telah
dikembangkan di DAS Gumbasa (Tabel 9). Tabel 8. Nilai bobot kriteria dan alternatif pemilihan tipe penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. No.
Kriteria
Bobot
1 2 3
Kelestarian Tanah Teknologi Budidaya Teknologi Pasca Panen Pemasaran Produksi Usahatani Keuntungan Ekonomis Usahatani Penyerapan Tenaga Kerja Kebiasaan BercocokTanam
4 5 6 7
Nilai Alternatif C D 7 5 7 7
Tipe Penggunaan Lahan E F G H 5 9 3 5 3 7 7 7
I 3 7
5
3
5
7
7
7
5
6
5
9
7
7
7
9
4
5
6
6
3
3
4
3
6
5
3
7
9
9
9
6
3
9
3
3
3
9
7
6
6
6 6
A 9 9
B 7 7
5
3
5
5
9
3
9
9
1
7 5
Keterangan: A : Hutan; B : Kakao; C : Cengkeh; D : Kelapa; E : Vanili; F : Padi Beririgasi ; G : Jagung; H : Kacang Tanah; I : Ubikayu
Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot kriteria tertinggi dalam penentuan skala penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian berkelanjutan adalah pemasaran produksi usahatani, keuntungan ekonomis usahatani, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian.
Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek
ekonomi dan sosial merupakan tolok ukur yang sangat menentukan dalam
55
menentukan prioritas penggunaan lahan di daerah penelitian.
Yantu (2000)
menyatakan bahwa pemberian fasilitas kredit pada usahatani jagung dapat meningkatkan produktivitas lahan sebesar 7,31 %. Aspek kelestarian tanah, teknologi budidaya tanaman, teknologi pasca panen, dan kebiasaan bercocok tanam yang menunjukkan hasil penilaian bobot kriteria yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan aspek pemasaran produksi, keuntungan ekonomis, dan penyerapan tenaga kerja memberikan arti bahwa aspek ekonomi dan sosial merupakan permasalahan yang perlu segera mendapatkan penanganan secara serius dibandingkan dengan aspek ekologis dan teknologi. Tabel 9. Skala prioritas penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Tipe Penggunaan Lahan Kakao Padi Beririgasi Kacang Tanah Jagung Ubikayu Vanili Kelapa Cengkeh Hutan
Nilai MPE
Skala Prioritas
775.418.386 402.992.418 45.314.116 45.308.251 41.038.648 12.871.204 12.169.650 2.532.060 1.085.239
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 9 menunjukkan bahwa pengembangan pertanian melalui budidaya kakao merupakan prioritas tertinggi bagi masyarakat di DAS Gumbasa, selanjutnya diikuti oleh budidaya padi beririgasi, kacang tanah, jagung, ubikayu, vanili, kelapa, cengkeh, dan hutan.
Perbedaan nilai MPE antara prioritas
pengembangan kakao dan padi beririgasi disebabkan karena perbedaan bobot kriteria keuntungan ekonomis yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan nilai MPE yang relatif tinggi antara kedua tipe penggunaan lahan tersebut. Hasil penilaian MPE tersebut sejalan dengan pendapat Amar (2002) yang menyatakan bahwa kakao merupakan komoditas unggulan untuk pengembangan perkebunan, sedangkan padi beririgasi merupakan komoditas unggulan untuk pengembangan tanaman pangan bagi masyarakat di Kabupaten Donggala.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
56
Perbedaan nilai MPE yang relatif rendah antara tipe penggunaan lahan kacang tanah, jagung, dan ubikayu mengindikasikan bahwa minat masyarakat untuk membudidayakan ke tiga tipe penggunaan lahan tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa minat mayarakat untuk membudidayakan kacang tanah, jagung, dan ubikayu tidak mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang spesifik. Rendahnya nilai MPE pada penetapan prioritas penggunaan lahan untuk pengembangan vanili, kelapa, cengkeh, dan hutan mengindikasikan bahwa sebenarnya minat masyarakat untuk membudidayakan tipe penggunaan lahan tersebut relatif rendah.
5.2. Analisis Prospektif Untuk mempelajari faktor-faktor yang mempunyai pengaruh penting dalam penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa digunakan pendekatan analisis prospektif.
Hardjomidjojo (2005) menyatakan
analisis prospektif bertujuan untuk menentukan tindakan strategis dalam membuat perencanaan dengan cara menentukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi berbagai kemungkinan yang terjadi di masa depan.
Tahapan-tahapan yang
diperlukan dalam analisis prospektif adalah: 1) mengidentifikasi faktor-faktor penting, 2)
menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama, 3)
mendeskripsikan evolusi kemungkinan yang dapat terjadi di masa mendatang yang sekaligus menentukan strategi prioritas sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku utama (stakeholder) dan implikasinya. Berdasarkan hasil diskusi stakeholder pada kondisi aktual (existing condition) terdapat 16 gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Faktor-faktor tersebut meliputi kepentingan dari setiap dimensi dalam pembangunan berkelanjutan. Secara lebih rinci penjelasan dari setiap dimensi tersebut adalah sebagai berikut: I.
Dimensi Ekologi a. Konservasi Tanah b. Kesesuaian Lahan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
57
II. Dimensi Ekonomi a. b. c. d.
Pendapatan Petani Pemasaran Modal Sarana Produksi
III. Dimensi Sosial a. b. c.
Tipe Penggunaan Lahan Penyerapan Tenaga Kerja Bimbingan dan Penyuluhan
IV. Dimensi Teknologi a. b. c.
Infrastruktur Teknologi Budidaya Teknologi Pasca Panen
V. Dimensi Kelembagaan (Hukum) a. b. c. d.
Penegakan Hukum Dukungan Organisasi Non Pemerintah Dukungan Pemerintah Daerah Kerjasama Pengelolaan DAS
Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa disajikan pada Gambar 10. Berdasarkan penilaian pengaruh langsung antar faktor pada sistem yang dikaji terhadap terdapat 6 faktor penting yang perlu dikaji sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa, yaitu: tipe penggunaan lahan, kesesuaian lahan, pendapatan petani, kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS, konservasi tanah, dan teknologi pasca panen. Berdasarkan 6 aspek penting yang dapat digunakan sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan terdapat 2 faktor penting yang mempunyai pengaruh diantara faktor tinggi dan ketergantungan rendah, yaitu: konservasi tanah dan teknologi pasca panen. Selain itu terdapat 4 faktor penting yang mempunyai pengaruh antar faktor dan ketergantungan antar faktor yang tinggi, yaitu: kesesuaian lahan, pendapatan petani, tipe penggunaan lahan, dan kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
58
2.00 TIPE PENGGUNAAN LAHAN
1.80
KESESUAIAN LAHAN
1.60
Pengaruh
PENDAPATAN PETANI
KONSERVASI TANAH
1.40
KERJASAMA PENGELOLAAN DAS
TEKNOLOGI PASCA PANEN
1.20 1.00
PEMASARAN INFRASTRUKTUR
0.80
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
DUKUNGAN PEMDA TEKNOLOGI BUDIDAYA
MODAL DUKUNGAN ORNOP
0.60
SARANA PRODUKSI
PENEGAKAN HUKUM PENYERAPAN TENAGA KERJA
0.40 0.20 -
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Ketergantungan
Gambar 10. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan Di DAS Gumbasa .
Kesesuaian lahan berkaitan erat dengan produktivitas lahan yang terdapat pada areal pengembangan pertanian. Semakin meningkat kelas kesesuaian lahan maka terdapat kecenderungan semakin meningkatnya produktivitas lahan pada suatu wilayah yang direncanakan. Sys et al (1985) dan Gaiser dan Graef (2001) mengemukakan bahwa kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman tertentu dapat ditingkatkan melalui perbaikan faktor-faktor pembatas yang terdapat pada suatu wilayah yang direncanakan. Sebagai akibat perbaikan faktorfaktor pembatas utama yang terdapat pada lahan yang direncanakan maka kelas kesesuaian lahan menjadi dapat ditingkatkan. Meninjau hasil diskusi stakeholder yang menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu jangka menengah mendatang (5 – 10 tahun) belum ada perencanaan jaringan irigasi, maka pengembangan pertanian di daerah penelitian di titik beratkan pada lahan kering. Tipe penggunaan lahan yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pertanian adalah tanaman perkebunan dan palawija. Kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS merupakan kebijakan yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus untuk mencapai tujuan pembangunan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
59
pertanian yang efektif. Pendanaan dan administrasi seringkali merupakan faktor penghambat utama dalam berbagai kegiatan pembangunan, sehingga kerjasama lintas sektoral baik yang dilakukan antara institusi pemerintah maupun antara institusi pemerintah dan lembaga non pemerintah diperlukan sebagai upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan. Pengembangan pertanian melalui budidaya kakao merupakan kebijakan sektor pertanian yang telah mendapatkan perhatian utama bagi stakeholder, baik dari instansi pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Peningkatan kualitas produksi dan teknologi budidaya kakao merupakan satu kesatuan yang telah mendapatkan penanganan dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat (pendapatan petani) di DAS Gumbasa. Skenario yang dapat dikembangkan dalam mendukung kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa ditentukan berdasarkan faktor-faktor penting yang mempunyai pengaruh di antara faktor tinggi akan tetapi mempunyai ketergantungan di antara faktor rendah.
Hasil
analisis prospektif menunjukkan bahwa faktor-faktor penting yang mempunyai pengaruh tinggi dan ketergantungan rendah adalah teknologi konservasi tanah dan teknologi pasca panen. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang konservasi tanah dan teknologi pasca panen perlu mendapatkan perhatian secara mendalam sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kelas kesesuaian lahan, dan menetapkan penggunaan lahan prioritas dalam pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap teknologi konservasi tanah dapat dilakukan melalui pembinaan kelompok tani konservasi, penelitian pada lahan milik petani (on farm research ) dengan mengikutsertakan petani dalam kegiatan penelitian, dan pemberian penghargaan bagi petani yang berprestasi. Mappatoba dan Laapo (2001) menyatakan bahwa pengembangan sistem usahatani terpadu antara tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan dapat disarankan sebagai alternatif pengembangan model sistem usahatani pada daerah di sekitar Taman Nasional Lore-Lindu. Selanjutnya Rahman (2002) menyebutkan bahwa pengelolaan hutan di Kabupaten Donggala yang dilakukan secara konvensional DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
60
telah menyebabkan semakin memburuknya kondisi ekosistem dan pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Pengembangan model agroforestry diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dari Rp 477.100 ,- jiwa-1 tahun-1 melalui usahatani tanaman pangan menjadi Rp 733.667,- jiwa-1 tahun-1 melalui pengembangan penggunaan lahan campuran antara hutan dengan tanaman perkebunan kakao dan kopi. Alih teknologi industri pakan ternak pada skala rumah tangga merupakan upaya yang dapat diterapkan untuk meningkatkan pengetahuan petani terhadap teknologi pemanfaatan sisa hasil usahatani yang belum dapat dimanfaatkan. Pendanaan dan pendampingan yang bersifat keproyekan untuk pengadaan peralatan fermentasi buah kakao dan pelatihan kewirausahaan pada sektor usahatani kakao merupakan aspek yang penting untuk dikembangkan untuk mempertahankan pendapatan petani dan memotivasi kesadaran petani terhadap aspek kelestarian sumberdaya lahan.
5.3. Perancangan Skenario Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa Mengacu pada hasil analisis skala prioritas penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa maka untuk tujuan pengembangan budidaya pertanian dititik beratkan pada penggunaan lahan yang mempunyai urutan prioritas tertinggi, yaitu:
kakao, kacang tanah, jagung, dan
ubi kayu. Kebiasaan masyarakat menanam komoditas kacang tanah, jagung, dan ubikayu secara tumpang gilir maka dalam perencanaan skenario kebijakan penggunaan lahan tidak dilakukan perencanaan komoditas tersebut secara monokultur, akan tetapi direncanakan sebagai penggunaan lahan palawija dengan pola tanam tumpang gilir Walaupun berdasarkan diskusi pakar menunjukkan bahwa penggunaan lahan padi beririgasi merupakan prioritas ke dua yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan pertanian di DAS Gumbasa, akan tetapi berdasarkan hasil diskusi stakeholder dinyatakan bahwa dalam jangka menengah pembangunan fasilitas irigasi dan pencetakan sawah baru belum merupakan prioritas dalam perencanaan pengembangan pertanian di DAS Gumbasa sehingga skenario DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
61
pengembangan budidaya padi beririgasi tidak dilakukan dalam perencanaan penggunaan lahan.
Sebagai konsekuensinya maka dalam skenario kebijakan
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian usahatani padi beririgasi hanya dititik beratkan pada unit lahan yang pada kondisi aktual telah digunakan sebagai areal budidaya padi beririgasi. Selanjutnya unit lahan tersebut tidak diubah pemanfaatannya menjadi tipe penggunaan lain. Berdasarkan atas kriteria klasifikasi kemampuan lahan untuk penggunaan pertanian (Sitorus, 1998; Arsyad, 2000) penggunaan lahan yang terletak pada kelerengan yang lebih besar dari 35 % tidak dapat diperuntukkan penggunaannya sebagai areal budidaya pertanian sehingga dalam penelitian skenario penggunaan lahan yang diterapkan adalah unit lahan yang terletak pada kelerengan lebih kecil dari 35 %, kecuali unit lahan yang pada kondisi aktual berada pada kelerengan di atas 35 % akan tetapi sedang digunakan sebagai areal budidaya pertanian. Diskusi stakeholder untuk menentukan arahan tipe penggunaan lahan telah mempertimbangkan bahwa usahatani yang menjadi prioritas jangka menengah di Kabupaten Donggala adalah pengembangan komoditas kakao dan palawija. Oleh sebab itu, mengacu pada hasil diskusi kebijakan tersebut pengembangan komoditas yang tergolong urutan prioritas 6, 7, dan 8 (vanili, kelapa, dan cengkeh) tidak ditentukan sebagai skenario dalam membuat arahan kebijakan pengembangan pertanian di daerah penelitian. Hasil analisis prospektif menunjukkan bahwa faktor-faktor penting yang perlu dikembangkan dalam perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan adalah konservasi tanah dan teknologi pasca panen. Skenario yang dapat dikembangkan dalam pengembangan teknologi konservasi tanah secara mekanik di daerah penelitian adalah guludan, guludan bersaluran, dan teras kredit. Pengembangan teknologi konservasi tanah secara vegetatif yang dapat diterapkan pada areal budidaya palawija adalah pola tanam tumpang gilir. Kombinasi antara konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik dapat direncanakan apabila penerapan salah satu teknik konservasi tanah tidak dapat mengurangi laju erosi tanah hingga berada di bawah TSL.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
62
Pengembangan teknologi pasca panen pada penggunaan lahan kakao dilakukan melalui teknologi fermentasi, sedangkan pada penggunaan lahan kacang tanah, jagung, dan ubikayu (palawija) di lakukan melalui pengolahan hasil pertanian yang berasal dari sisa panen untuk tujuan produksi pakan ternak. Mengacu pada hasil diskusi pakar dalam penentuan skala prioritas penggunaan lahan dan analisis prospektif untuk analisis kebijakan penggunaan lahan maka dapat dirancang skenario model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa (Tabel 10). Tabel 10. Skenario model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa. Unit Lahan 3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
Luas Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1.566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Skenario
Kelerengan (%)
1
2
3
4
5
6
6 7 11 25 9 12 18 36 6 11 14 17 5 5 9 12 34
KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT PPK0 KPT H KPT KPT KPT KPT H H
PPK0 PPK0 KPT KPT KPT KPT KPT KPT PPK0 KPT KPT KPT PPK0 PPK0 KPT KPT KPT
KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT
KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP
PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP
PPK1-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP
7 PPK3-TP PPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP PPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP PPK3-TP PPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP
H : Hutan; KPT: Budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional; KPK2-TP : Budidaya kakao dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan guludan bersaluran dan penerapan teknologi pasca panen; KPK3-TP : Budidaya kakao dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teras kredit dan penerapan teknologi pasca panen; PPK0: Budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teknologi pola tanam tumpang gilir dan penggunaan mulsa; PPK1-TP : Budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teknologi pola tanam tumpang gilir, mulsa, guludan dan penerapan teknologi pasca panen; PPK3-TP: Budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teknologi pola tanam tumpang gilir, mulsa, teras kredit, dan teknologi pasca panen
5.4. Perancangan Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Perancangan model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan ditujukan untuk menganalisis proses yang terjadi pada setiap sub model dan menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan dalam merancang struktur model. Terdapat 3 sub model yang dirancang untuk membangun model DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
63
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan dalam penelitian ini, yaitu: 1) sub model evaluasi lahan, 2) sub model erosi tanah, dan 3) sub model usahatani.
5.4.1. Perancangan Sub Model Evaluasi Lahan Berdasarkan data curah hujan, suhu udara, dan persyaratan iklim
untuk
budidaya tanaman kakao maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya kakao di daerah penelitian. Kriteria penilaian kesesuaian iklim untuk budidaya kakao berdasarkan metode Sys et al. (1993) masih memerlukan penyesuaian/modifikasi dalam penerapannnya, terutama dalam penentuan harkat/bobot curah hujan tahunan. Modifikasi kriteria penilaian kesesuaian iklim tersebut diperlukan untuk menyesuaikan kondisi iklim di lapang dengan persyaratan penggunaan lahan untuk budidaya kakao berdasarkan kriteria Sys et al. (1993).
Lopulisa dan Hernusye (1995) menyatakan bahwa penilaian
kesesuaian lahan berdasarkan kriteria yang telah dikemukakan oleh Sys et al. (1993) dapat digunakan di Indonesia, akan tetapi masih memerlukan penyesuaian/modifikasi. Dasar diperlukannya modifikasi kriteria evaluasi iklim untuk budidaya tanaman kakao ditentukan berdasarkan analisis neraca air tanah di daerah penelitian (Gambar 11).
CH Bulanan KAT fc
Kb. Air Kakao SAT cum
Jumlah Air (mm)
180 150 120 90 60 30 0 Jan Peb Mart Apr
Mei Jun
Jul Agst Sept Okt Nop Des
Bula n
Gambar 11. Analisis neraca air tanah untuk budidaya tanaman kakao.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
64
Gambar 11 menunjukkan bahwa walaupun curah hujan di daerah penelitian tergolong rendah (berkisar 1200 mm tahun-1) dengan intensitas terendah pada bulan Pebruari, akan tetapi sepanjang tahun pada areal budidaya kakao tersebut tidak mengalami cekaman air karena mendapatkan suplai air tanah yang cukup dari bulan sebelumnya. Curah hujan yang lebih tinggi dari kemampuan menahan air tanah dalam kondisi kapasitas lapang (KAT fc) memberikan sumbangan kehilangan air tanah melalui perkolasi dan aliran permukaan pada bulan April hingga Agustus. Pada umumnya kebutuhan air tanaman kakao menunjukkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan bulanan yang terdapat di daerah penelitian. Kandungan air tanah pada kondisi kapasitas lapang (KAT fc) sebesar 99 mm bulan-1 (kedalaman tanah yang dipertimbangkan sedalam 500 mm) ditentukan berdasarkan hasil penelitian Widjajanto et al. (2003) yang menyatakan bahwa kandungan air tanah pada areal budidaya kakao di DAS Gumbasa hulu adalah sebesar 18 % (w/w). Kandungan air tanah pada kondisi kapasitas lapang pada areal budidaya kakao telah memberikan sumbangan air tanah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air sepanjang periode pertumbuhan tanaman. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh kandungan air tanah kumulatif tersisa (SAT cum) yang selalu menunjukkan nilai positif.
Evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya
tanaman kakao disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Evaluasi kesesuaian iklim untuk pengembangan kakao di DAS Gumbasa. NO 1 2
KARAKTERISTIK IKLIM Curah Hujan Tahunan (mm) Panjang Periode Kering
3 4 5
Temperatur Rata-Rata Tahunan (0C) Temperatur Rata-Rata Maksimum Tahunan (0C) Temperatur Rata-Rata Minimum Tahunan (0C) Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim
HARKAT / BOBOT 84,00 85,00 92,00 100,00 100,00 77,28 83,70 S2
Hasil evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya kakao di DAS Gumbasa (Tabel 11) menunjukkan bahwa daerah tersebut tergolong dalam kelas kesesuaian iklim Cukup Sesuai (S2) dengan pembatas curah hujan rata-rata tahunan dan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
65
temperatur rata-rata tahunan.
Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 1200
mm/tahun dan temperatur udara rata-rata tahunan sebesar 24,4 oC merupakan pembatas yang dapat menghambat pertumbuhan dan produksi kakao di DAS Gumbasa. Doorenbos et al. (1984) menyatakan bahwa tanaman kakao merupakan tanaman yang peka terhadap kekeringan. Koefisien tanaman kakao yang tumbuh dengan tanpa tanaman penutup tanah di bawahnya berkisar antara 0,9 hingga 1,0 akan tetapi apabila terdapat tanaman penutup tanah di bawahnya maka koefisien tanaman meningkat antara 1,1 hingga 1,5. Kondisi areal budidaya kakao di daerah penelitian pada umumnya terdapat tanaman penutup tanah di bawah kanopi tanaman kakao. Oleh sebab itu, kebutuhan air tanaman menjadi meningkat dan tanaman lebih mudah mengalami cekaman air (water stress). Hasil penelitian Nachabe et al. (2005) menunjukkan bahwa laju evapotranspirasi tanaman tahunan dengan keberadaan tanaman penutup tanah di bawahnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa tanaman penutup tanah. Berdasarkan data curah hujan, suhu udara, dan persyaratan iklim untuk budidaya jagung, kacang tanah, dan ubikayu dilakukan analisis neraca air pada areal budidaya tanaman palawija dan evaluasi kesesuaian iklim. Analisis neraca air tanah pada areal budidaya palawija disajikan pada Gambar 12 , sedangkan evaluasi kesesuaian iklim disajikan pada Tabel 12. CH Bulanan KAT fc
Kb. Air Palawija SAT cum
Jumlah Air (mm)
150 120 90 60 30 0 -30
Jan Peb Mart Apr Mei Jun
Jul Agst Sept Okt Nop Des
-60 Bula n
Gambar 12. Analisis neraca air tanah untuk budidaya palawija.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
66
Gambar 12 menunjukkan bahwa pada umumnya kehilangan air tanah sebagai akibat aliran permukaan dan perkolasi pada areal budidaya palawija sepanjang musim.
terjadi
Berdasarkan hasil penelitian Widjajanto et al. (2003) yang
menyatakan bahwa kandungan air tanah kondisi kapasitas lapang pada lahan kering untuk budidaya palawija berkisar 20 % (w/w). Tabel 12. Evaluasi kesesuaian iklim untuk pengembangan palawija di DAS Gumbasa No
Karakteristik Iklim JAGUNG Curah Hujan Selama Siklus Pertumbuhan (mm) Curah Hujan Pada Bulan Pertama (mm) Curah Hujan Pada Bulan Kedua (mm) Curah Hujan Pada Bulan Ketiga (mm) Curah Hujan Pada Bulan Keempat (mm) Rata-Rata Temperatur Selama Siklus Pertumbuhan (°C) Rata-Rata Temperatur Minimum Selama Siklus Pertumbuhan (°C) Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim untuk Jagung
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4
KACANG TANAH Curah Hujan Selama Siklus Pertumbuhan (mm) Curah Hujan Pada Bulan Pertama (mm) Curah Hujan Pada Bulan Kedua (mm) Curah Hujan Pada Bulan Ketiga (mm) Rata-Rata Presipitasi Bulan Keempat (mm) Rata-Rata Temperatur Selama Siklus Pertumbuhan (°C) Rata-Rata Temperatur Maksimum Selama Siklus Pertumbuhan (°C) Rata-Rata Temperatur Minimum Selama Siklus Pertumbuhan (°C) Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim untuk Kacang Tanah UBIKAYU Curah Hujan Tahunan Rata-Rata Temperatur Tahunan Temperatur Minimum pada Bulan Paling Dingin (oC) Rata-Rata Temperatur Minimum Selama Siklus Pertumbuhan (oC) Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim untuk Ubikayu
Harkat / Bobot 88,39 82,38 59,18 62,56 76,44 98,13 88 52,08 59,07 S3 84,53 93,79 77,95 85 96,02 99 91,17 93,09 71.07 81,07 S2 88 100 100 100 88 93 S1
Terbatasnya kemampuan tanah untuk menahan air pada kondisi kapasitas lapang
(KAT
fc)
sebesar
67,7
mm
bulan-1
(kedalaman
tanah
yang
dipertimbangkan sedalam 300 mm) menyebabkan terjadinya defisit air pada bulan Mei – Juni, akan tetapi kekurangan air tersebut dapat dicukupi oleh sisa air tanah pada bulan sebelumnya. Kandungan suplai air tanah yang cukup pada areal budidaya palawija di DAS Gumbasa ditunjukkan oleh kandungan air tanah
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
67
kumulatif sisa (SAT cum) yang selalu menunjukkan nilai positif selama periode pertumbuhan tanaman (Maret – Mei dan September – Nopember). Hasil evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya jagung, kacang tanah, dan ubikayu (Tabel 12) menunjukkan bahwa kelas kesesuaian iklim untuk budidaya jagung di daerah penelitian tergolong atas kelas kesesuaian iklim Sesuai Marjinal (S3) dengan pembatas terendah curah hujan pada bulan pertumbuhan ke dua. Kelas kesesuaian iklim untuk budidaya kacang tanah tergolong dalam kelas Cukup Sesuai (S2) dengan pembatas terendah curah hujan pada bulan ke dua. Kelas kesesuaian iklim untuk budidaya ubikayu yang tergolong pada kelas Sangat Sesuai (S1). Jadwal tanam palawija di DAS Gumbasa terdapat 2 kali penanaman dalam setahun, yaitu pada Bulan Pebruari – Juni dan Agustus – Nopember. Rendahnya curah hujan pada bulan Maret dan September telah membatasi pertumbuhan jagung. Doorenbos et al. (1986) menjelaskan bahwa pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman jagung yang berumur 25 – 60 hari maka besarnya koefisien tanaman mencapai 0,7 – 1,2. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi kecukupan air maka laju evapotranspirasi maksimum pada tanaman jagung adalah sebesar 0,7 – 1,2 kali laju evapotranspirasi referensi.
Norwood (2000)
menyatakan bahwa pemberian air irigasi dalam jumlah yang cukup pada saat tanaman jagung mengalami masa vegetatif dapat meningkatkan produksi jagung hingga 29 % dibandingkan tanpa pemberian irigasi. Rendahnya curah hujan pada bulan kedua setelah tanam (Maret dan September) dapat membatasi pertumbuhan dan produksi kacang tanah untuk mencapai optimum.
Kebutuhan air tanaman yang tinggi pada saat tanaman
kacang tanah berumur 25 – 60 hari disebabkan karena tanaman tersebut mempunyai koefisien tanaman sekitar 0,7 – 1,1. Koefisien tanaman berkisar antara 0,7 – 1,1 menunjukkan bahwa dalam kondisi kecukupan air maka terjadi laju evapotranspirasi maksimal sebesar 0,7 – 1,1 kali laju evapotranspirasi referensi. Doorenbos et al. (1986) menyatakan bahwa evapotranspirasi referensi pada daerah yang mempunyai temperatur udara berkisar antara 20 – 30 0C adalah berkisar 4 – 5 mm/hari.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
68
Tanaman ubikayu adalah jenis tanaman yang relatif tahan terhadap kekeringan.
Rendahnya suplai air selama siklus pertumbuhan tanaman tidak
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman ubikayu di daerah penelitian. Berdasarkan hasil analisis lansekap dan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya tanaman kakao serta informasi produksi usahatani kakao maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya kakao dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa (Tabel 13) . Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan kakao dan produktifitas lahan menunjukkan bahwa pembatas utama penggunaan lahan untuk pengembangan kakao di DAS Gumbasa adalah curah hujan, kelerengan, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Tabel 13. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman kakao dan Produktifitas Lahan di DAS Gumbasa . Unit Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Harkat / Bobot A 36 33 90 90 88 76 47 82 73 58 36 90 96 76 66 62 93 93 30 30 36 82 88 34 73 37 29
B 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
C 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
D 93 98 98 100 94 94 94 93 93 93 94 98 100 100 94 93 98 98 93 93 89 93 100 94 89 89 89
E 59 58 59 57 63 57 54 55 67 58 67 63 55 73 78 90 74 84 59 61 58 66 63 77 59 58 63
F 100 100 85 95 85 100 100 85 95 100 85 95 95 100 85 100 100 100 95 85 95 95 95 95 95 95 95
G 100 100 87 100 100 100 88 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 90 100 100 100 91 100 100 100 100
H 94 100 100 87 66 82 85 69 100 70 95 79 88 89 70 87 71 75 100 100 100 73 96 89 87 92 77
Indeks Lahan I 100 100 100 100 100 100 94 100 100 94 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
J 100 100 97 97 100 100 97 100 97 100 100 100 100 98 97 100 100 100 100 97 100 100 97 100 97 100 97
K 89 84 89 81 100 100 67 83 82 68 100 87 59 67 100 100 100 87 83 84 84 65 55 82 100 100 100
L 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7 83.7
13,83 13,19 27,81 27,88 24,47 27,95 9,12 17,09 28,77 11,72 15,32 30,37 21,8 27,14 23,38 37,79 40,08 41,81 9,78 9,87 12,41 18,99 20,55 14,28 25,72 13,97 9,66
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf
Produktifitas Lahan (kg ha-1)
A = Harkat / Bobot Kelerengan; B = Harkat/Bobot Banjir; C = Harkat/Bobot Drainase; D = Harkat/Bobot Fragmen Kasar; E = Harkat/Bobot Kedalaman Tanah; F = Harkat/Bobot Tekstur ; Tanah; G = Harkat/Bobot Kapasitas Tukar Kation; H = Harkat/Bobot Kejenuhan Basa; I = Harkat/Bobot Jumlah kation Dasar; J = Harkat/Bobot pH H2O; K = Harkat/Bobot Karbon Organik; L = Harkat/Bobot Ekuivalensi Iklim; - = Tidak Dilakukan Survai
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
1.290 1180 1260 650 960 1.230 810 930 1.300 1.590 1.685 1.670 1.045 -
69
Tabel 13 menunjukkan bahwa lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai (N) terdapat pada unit lahan 1, 2, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 15, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, dan 27. Lahan yang tergolong atas kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3) terdapat pada unit lahan 3, 4, 6, 9, 12, 14, 16, 17, 18, dan 25. Produktifitas lahan untuk pengembangan kakao menunjukkan peningkatan sejalan dengan meningkatnya kelas kesesuaian lahan.
Lahan yang tergolong kelas
kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3) mempunyai produktifitas lahan berkisar 1200 – 1700 kg ha-1, sedangkan lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N) mempunyai produktifitas lahan yang lebih rendah dari 1.200 kg ha-1. Noorwood (2000) menyatakan bahwa rendahnya kapasitas menahan air tanah yang diikuti oleh kekurangan air pada saat pembungaan dapat pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal.
membatasi
Lalu lintas peralatan
pemanenan pada saat musim hujan menyebabkan terjadinya kerusakan sifat fisik tanah dan menurunnya produktivitas tanaman dalam jangka panjang. Pemadatan tanah, terganggunya mineralisasi nitrogen, dan kompetisi unsur hara sebagai akibat tanpa perlakuan pengelolaan tanah telah merugikan usaha pertanian dalam jangka panjang. Freebairn (2004b) menyatakan bahwa penggunaan jerami sebagai mulsa dapat digunakan untuk menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan kandungan karbon organik tanah. Zheng et al. (2004) dan Terra et al. (2006) mendukung pendapat tersebut dan menyatakan bahwa peningkatan karbon organik tanah pada lahan yang berada dibawah program konservasi cenderung menurunkan koefisien erodibilitas tanah dan aliran permukaan dibandingkan dengan program pengelolaan konvensional. Shaver et al. (2002), Baker et al. (2004) dan Lado et al. (2004) menyatakan bahwa pemberian bahan organik dan penggunaan tanaman penutup tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Peningkatan jumlah porositas makro tanah melalui pemberian bahan organik dapat menurunkan kekuatan tanah (soil strength) dan bobot isi tanah. Sebaliknya pengaruh pemberian bahan organik dan penggunaan tanaman penutup tanah dapat meningkatkan kapasitas menahan air tanah, kandungan bahan organik, dan stabilitas agregat tanah.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
70
Berdasarkan hasil analisis lansekapdan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya tanaman jagung serta informasi produksi usahatani jagung maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman jagung dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa (Tabel 14). Tabel 14. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman jagung dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa .
Unit Lahan 1 2 3 4** 5 6 7 8 9 10 11 12* 13** 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23** 24 25 26 27
Harkat / Bobot A 36 33 90 90 88 76 47 82 73 60 36 90 96 76 66 62 93 93 30 30 36 82 88 34 73 37 29
B 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
C 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
D 81 95 95 100 85 85 85 81 81 81 85 95 100 100 85 81 95 95 81 81 70 81 100 85 70 70 70
E 94 93 94 91 100 91 89 90 100 93 100 100 89 100 100 100 100 100 94 100 92 100 100 100 94 93 100
F 95 95 100 100 100 95 95 100 100 95 100 100 100 95 100 100 95 95 100 100 100 100 100 100 100 100 100
G 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H 93 100 100 87 60 60 85 60 100 60 93 86 87 88 60 87 60 60 100 100 100 60 94 88 86 90 60
I 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
J 90 90 98 98 90 90 98 90 98 90 90 90 90 100 98 90 90 59 90 98 90 59 98 90 98 90 98
K 100 100 100 94 100 100 90 100 100 91 100 100 80 90 100 100 100 100 100 100 100 88 81 100 100 100 100
L 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07 59,07
Indeks Lahan 12,87 14,72 46,53 38,77 23,86 17,81 14,96 19,07 34,23 12,46 15,13 39,09 31,61 33,78 19,49 23,23 26,77 17,55 12,14 14,07 12,33 12,22 38,79 13,52 23,91 11,52 7,05
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf
Produktifitas Lahan (kg ha-1)
A = Harkat / Bobot Kelerengan; B = Harkat/Bobot Banjir; C = Harkat/Bobot Drainase; D = Harkat/Bobot Fragmen Kasar; E = Harkat/Bobot Kedalaman Tanah; F = Harkat/Bobot Tekstur ; Tanah; G = Harkat/Bobot Kapasitas Tukar Kation; H = Harkat/Bobot Kejenuhan Basa; I = Harkat/Bobot Jumlah kation Dasar; J = Harkat/Bobot pH H2O; K = Harkat/Bobot Karbon Organik; L = Harkat/Bobot Ekuivalensi Iklim; * Penggunaan lahan dominan untuk budidaya jagung; ** : Penggunaan lahan tidak dominan untuk budidaya jagung; - = Tidak Dilakukan Survai
Tabel 14 menunjukkan bahwa pada umumnya pembatas utama penggunaan lahan untuk budidaya jagung di DAS Gumbasa adalah curah hujan, kelerengan, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai (N) untuk budidaya jagung terdapat pada unit lahan 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, dan 27. Lahan yang DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
1.056 931 1.043 1.049 -
71
tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Sesuai Marjinal (S3) untuk budidaya jagung terdapat pada unit lahan 3, 4, 9, 12, 13, 14, 17, dan 23. Produktifitas lahan untuk pengembangan jagung pada kondisi penggunaan lahan aktual (unit lahan 4, 12, 13, dan 23) menunjukkan kisaran antara 931 hingga 1.056 kg ha-1. Produktifitas lahan pada unit lahan 4, 13, dan 23 berada di atas 1000 kg ha-1 pada lahan – lahan yang mendapatkan irigasi (di dominasi oleh penggunaan lahan padi beririgasi), sedangkan pada unit lahan 12 menunjukkan produktifitas di bawah 1000 kg ha-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian mempunyai pembatas utama suplai air tanah untuk pengembangan jagung. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa apabila terdapat suplai air tanah (kondisi lahan beririgasi)
yang cukup maka produktifitas lahan untuk
pengembangan jagung di daerah masih dapat ditingkatkan. Pengolahan tanah dan pemberian bahan organik merupakan perbaikan lahan yang layak untuk diterapkan di DAS Gumbasa.
Licht dan Al-Kaisi (2005)
berpendapat bahwa pengolahan tanah pada areal budidaya jagung dapat meningkatkan serapan nitrogen tanah, efisiensi penggunaan air, dan produksi berat kering jagung. Arriaga et al.(2003) menyatakan bahwa cekaman air pada masa pertumbuhan vegetatif jagung dapat menurunkan produksi jagung yang ditumbuhkan pada lahan berlereng. Menurut Kelly dan Mays (2005) kandungan karbon organik tanah meningkat sebesar 73 % pada lahan yang mendapatkan program konservasi melalui pemberian bahan organik tanah dibandingkan dengan lahan tanpa program konservasi. Whalen et al. (2003), Allmaras et al. (2004), Wiliams dan Weil (2004), Wilts et al. (2004), dan Canqui et al. (2006) berpendapat bahwa penggunaan tanaman penutup tanah, pemberian bahan organik, dan rotasi tanaman dapat meningkatkan kandungan karbon organik tanah pada daerah perakaran dan memperbaiki struktur tanah sehingga kandungan air tanah dapat dipertahankan untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Berdasarkan hasil analisis lansekap dan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk pengembangan tanaman kacang tanah serta informasi produksi usahatani kacang tanah maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
72
pengembangan tanaman kacang tanah dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa (Tabel 15).. Tabel 15. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman kacang tanah dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa . Unit Lahan
1 2 3 4** 5 6 7 8 9 10 11 12* 13** 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23** 24 25 26 27
Harkat / Bobot A 36 33 90 90 88 76 47 82 73 60 36 90 96 76 66 62 93 93 30 30 36 82 88 34 73 37 29
B 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
C 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
D 81 95 95 100 85 85 85 81 81 81 85 95 100 100 85 81 95 95 81 81 70 81 100 85 70 70 70
E 94 93 94 91 100 91 89 90 100 93 100 100 89 100 100 100 100 100 94 100 92 100 100 100 94 93 100
F 95 95 100 100 100 95 95 100 100 95 100 100 100 95 100 100 95 95 100 100 100 100 100 100 100 100 100
G 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H 93 100 100 87 60 60 85 60 100 60 93 86 87 88 60 87 60 60 100 100 100 60 94 88 86 90 60
I 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
J 90 90 98 98 90 90 98 90 98 90 90 90 90 100 98 90 90 59 90 98 90 59 98 90 98 90 98
K 100 100 100 94 100 100 90 100 100 91 100 100 80 90 100 100 100 100 100 100 100 88 81 100 100 100 100
L 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07 81,07
Indeks Lahan 17,67 20,21 63,85 53,21 32,75 24,45 20,53 26,17 46,98 17,11 20,76 53,65 43,39 46,36 26,74 31,88 36,74 24,09 16,67 19,31 16,92 16,77 53,23 18,56 32,82 15,82 9,68
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual N-ctsf N-ctsf S2-ctsf S2-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S2ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S2-ctf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf
Produktifitas Lahan (kg ha-1) 439 457 409 465 -
A = Harkat / Bobot Kelerengan; B = Harkat/Bobot Banjir; C = Harkat/Bobot Drainase; D = Harkat/Bobot Fragmen Kasar; E = Harkat/Bobot Kedalaman Tanah; F = Harkat/Bobot Tekstur ; Tanah; G = Harkat/Bobot Kapasitas Tukar Kation; H = Harkat/Bobot Kejenuhan Basa; I = Harkat/Bobot Jumlah kation Dasar; J = Harkat/Bobot pH H2O; K = Harkat/Bobot Karbon Organik; L = Harkat/Bobot Ekuivalensi Iklim; * Penggunaan lahan dominan untuk budidaya kacang tanah; ** : Penggunaan lahan tidak dominan untuk budidaya kacang tanah; - = Tidak Dilakukan Survai
Tabel 15 menunjukkan bahwa kesesuaian lahan aktual dan produktifitas lahan untuk pengembangan tanaman kacang tanah di daerah penelitian tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N), Sesuai Marjinal (S3), dan Cukup Sesuai (S2) dengan pembatas utama faktor iklim, kelerengan, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Unit lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai (N) untuk budidaya kacang tanah terdapat pada unit lahan 1, 2, 6, 7, 10, 11, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 26, dan 27. Unit lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
73
Marjinal (S3) untuk budidaya kacang tanah terdapat pada unit lahan 5, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 17, dan 25. Unit lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2) terdapat pada unit lahan 3, 4, 12, dan 23. Produktifitas lahan untuk pengembangan kacang tanah pada kondisi penggunaan lahan aktual (unit lahan 4, 12, 13, dan 23) menunjukkan kisaran antara 409 hingga 465 kg ha-1.
Meningkatnya kelas kesesuaian lahan
menyebabkan semakin meningkatnya produktifitas lahan untuk pengembangan kacang tanah. Curah hujan tahunan sebesar 1200 mm di daerah penelitian tidak menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan produksi kacang tanah yang cukup berarti, hal ini disebabkan karena kebutuhan air untuk pertumbuhan kacang tanah hanya sekitar 450 – 600 mm/musim (Doorenbos et al, 1986). Berdasarkan hasil analisis lansekap dan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya tanaman
ubikayu serta informasi produksi usahatani
ubikayu maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk budidaya ubikayu dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa (Tabel 16). Tabel 16 menunjukkan bahwa kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan ubikayu di daerah penelitian tergolong Tidak Sesuai (N), Sesuai Marjinal (S3), dan Cukup Sesuai (S2). Unit lahan 1, 2, 7, 10, 11, 19, 20, 21, 24, 26, dan 27 tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai (N) untuk budidaya ubikayu. Unit lahan 4, 5, 6, 8, 9, 15, 16, 18, 22, 23, dan 25 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3). Unit lahan 3, 12, 13, 14, dan 17 tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Cukup Sesuai (S2) untuk pengembangan tanaman ubikayu. Produktifitas lahan untuk budidaya ubikayu menurun pada unit lahan 4, 13, dan 23 (lahan yang di dominasi oleh penggunaan lahan padi beririgasi), sedangkan pada unit lahan 12 menunjukkan produktifitas yang relatif lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi ubikayu cenderung berkurang apabila dikembangkan pada lahan-lahan yang sudah terbiasa digunakan sebagai lahan persawahan beririgasi. Perbaikan sifat fisik tanah dapat dilakukan melalui perbaikan pola tanam, pemberian bahan organik, pemupukan, dan pengolahan tanah (Gicheru et al., 2004; Humberto et al., 2005). Pendapat tersebut mendukung Grant et al. (2001), Kladivko (2001), Takken et al. (2001), dan Imhoff et al. (2002) yang menyatakan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
74
bahwa rotasi tanaman dengan menggunakan jenis tanaman kacang-kacangan (legume) dapat meningkatkan nisbah C/N tanah pada lapisan permukaan, menurunkan laju erosi tanah dan aliran permukaan, dan memperbaiki kekuatan tarik tanah (tensile strength), dan mengurangi pemadatan tanah. Tabel 16. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman ubikayu dan produktivitas lahan di DAS Gumbasa . Unit Lahan 1 2 3 4** 5 6 7 8 9 10 11 12* 13** 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23** 24 25 26 27
Harkat / Bobot A 36 33 88 88 84 73 47 78 70 57 36 88 96 73 65 58 91 91 30 30 36 78 84 34 70 37 29
B 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
C 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
D 76 100 100 100 80 80 80 76 76 76 80 100 100 100 80 76 100 100 77 77 68 76 100 80 68 68 68
E 78 76 78 73 83 74 68 70 88 76 88 83 70 100 100 100 100 100 78 81 75 87 84 100 78 76 83
F 95 95 100 100 100 95 95 100 100 95 100 100 100 95 100 100 95 95 100 100 100 100 100 100 100 100 100
G 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
H 100 100 100 100 84 93 100 75 100 76 100 100 100 100 76 100 77 79 100 100 100 78 100 100 100 100 80
I 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
J 100 100 95 95 100 100 95 100 95 100 100 100 100 95 95 100 100 95 100 95 100 95 95 100 95 100 95
K 100 92 100 88 100 100 85 91 89 85 100 100 80 84 100 100 100 100 92 100 93 83 80 90 100 100 100
L 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93
Indeks Lahan 18,85 20,39 60,64 49,95 43,57 35,51 18,24 26,34 36,81 18,79 23,57 67,93 50 51,47 34,92 40,99 61,91 60,34 15,42 16,53 15,88 29,5 49,87 22,77 32,8 17,78 11,57
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual N-ctsf N-ctsf S2-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S2-ctsf S2-ctsf S2-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S2-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf
Produktifitas Lahan (kg ha-1)
A = Harkat / Bobot Kelerengan; B = Harkat/Bobot Banjir; C = Harkat/Bobot Drainase; D = Harkat/Bobot Fragmen Kasar; E = Harkat/Bobot Kedalaman Tanah; F = Harkat/Bobot Tekstur ; Tanah; G = Harkat/Bobot Kapasitas Tukar Kation; H = Harkat/Bobot Kejenuhan Basa; I = Harkat/Bobot Jumlah kation Dasar; J = Harkat/Bobot pH H2O; K = Harkat/Bobot Karbon Organik; L = Harkat/Bobot Ekuivalensi Iklim; * Penggunaan lahan dominan untuk budidaya ubikayu; ** : Penggunaan lahan tidak dominan untuk budidaya ubikayu; - = Tidak Dilakukan Survai
Pengaruh pengelolaan lahan dalam jangka panjang terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah telah dipelajari oleh Hooker et al. (2005), Kubota et al. (2005), Tomer et al. (2006), dan Manna et al. (2006) yang menyatakan bahwa pengolahan tanah, pemberian bahan organik, dan rotasi tanaman dapat menekan kehilangan lapisan olah tanah oleh erosi, meningkatkan ketersediaan unsur hara DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
5.224 6.160 5.120 5.310 -
75
nitrogen dan fosfor, mengurangi pemadatan tanah bertekstur liat, dan menurunkan daya hantar air tanah pada tanah bertekstur pasir. Kelerengan adalah merupakan pembatas yang dominan untuk budidaya ubikayu di daerah penelitian. Upaya memperbaiki pengaruh kelerengan lahan terhadap kerusakan sumberdaya lahan dapat dilakukan melalui sistem pola tanam berganda (multiple cropping systems) sehingga dapat menekan laju erosi tanah dan perbaikan sifat fisik tanah (Arsyad, 2000). Pada hakekatnya pola usahatani palawija yang bersifat subsisten di DAS Gumbasa menyebabkan pola tanam jagung, kacang tanah, dan ubikayu tidak pernah dilakukan secara monokultur, akan tetapi dilakukan dengan pola lebih dari satu jenis penggunaan atau penggunaan lahan majemuk (Compound land use). Evaluasi kesesuaian lahan majemuk ditentukan oleh kelas kesesuaian lahan yang terendah dari setiap kelas kesesuaian lahan pada penggunaan lahan yang direncanakan (Tabel 17). Tabel 17. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman palawija di DAS Gumbasa Indeks Lahan
Unit Lahan Jagung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
12,87 14,72 46,53 38,77 23,86 17,81 14,96 19,07 34,23 12,46 15,13 39,09 31,61 33,78 19,49 23,23 26,77 17,55 12,14 14,07 12,33 12,22 38,79 13,52 23,91 11,52 7,05
Kacang Tanah 17,67 20,21 63,85 53,21 32,75 24,45 20,53 26,17 46,98 17,11 20,76 53,65 43,39 46,36 26,74 31,88 36,74 24,09 16,67 19,31 16,92 16,77 53,23 18,56 32,82 15,82 9,68
Ubikayu 18,85 20,39 60,64 49,95 43,57 35,51 18,24 26,34 36,81 18,79 23,57 67,93 50 51,47 34,92 40,99 61,91 60,34 15,42 16,53 15,88 29,5 49,87 22,77 32,8 17,78 11,57
Palawija 12,87 14,72 46,53 38,77 23,86 17,81 14,96 19,07 34,23 12,46 15,13 39,09 31,61 33,78 19,49 23,23 26,77 17,55 12,14 14,07 12,33 12,22 38,79 13,52 23,91 11,52 7,05
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf S3-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf S3-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf N-ctsf
76
Tabel 17 menunjukkan bahwa hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk budidaya palawija di DAS Gumbasa di dominasi oleh kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N) yang terdapat pada unit lahan 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, dan 27. Lahan yang tergolong Sesuai Marjinal (S3) untuk pengmbangan palawija terdapat pada unit lahan 3, 4, 9, 12, 13, 14, 17, dan 23.
Dominasi kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai (N) untuk
pengembangan
palawija
disebabkan
karena
pada
umumnya
palawija
membutuhkan suplai air dalam jumlah tinggi untuk berlangsungnya proses fotosintesa. Keterbatasan curah hujan pada periode tertentu merupakan sumber utama penyebab rendahnya kelas kesesuaian lahan untuk budidaya palawija di DAS Gumbasa. Arsyad (2000) menyatakan bahwa pola tanam tumpang gilir dan pemberian mulsa pada areal budidaya palawija dapat menurunkan faktor tanaman (C) dan faktor pengelolaan (P) sehingga erosi tanah dapat dikendalikan. Lebih lanjut Wu dan Tiessen (2002), Grandy et al.(2002), Huang et al. (2003), Chapplot dan Bissonnais (2003), dan Turley et al. (2003) menyatakan bahwa degradasi struktur tanah pada lahan yang dikelola secara intensif dapat diperbaiki melalui praktek pengelolaan lahan dengan menerapkan rotasi tanaman, pemberian kompos, dan pupuk kandang. Perubahan perilaku fisik tanah sebagai akibat perbedaan pola tanam campuran antara leguminoceae dan rumput-rumputan dengan pola tanam jagung dan kedelai secara monokultur telah dipelajari oleh Seobi et al. (2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bobot isi tanah (bulk density) pada perlakuan pola tanam campuran leguminoceae dan rumput-rumputan turun sebesar 2,3 % dibanding dengan pola tanam jagung dan kedelai secara monokultur. Zotarelli et al. (2005) menyatakan bahwa rotasi tanaman antara gandum dan kedelai dapat memperbaiki stabilitas agregat tanah dan ruang pori tanah.
5.4.2. Perancangan Sub Model Erosi Tanah 5.4.2.1. Pengukuran Erosi Tanah Aktual Pengukuran erosi tanah aktual di lapang digunakan untuk menentukan faktor tanaman pada beberapa penggunaan lahan yang dominan di DAS Gumbasa DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
77
dengan cara membagi jumlah erosi aktual selama 1 musim dengan hasil perkalian faktor erosivitas (R), erodibilitas (K), kelerengan (LS), dan tindakan konservasi (P). Data erodibilitas tanah pada setiap plot pengukuran erosi tanah disajikan pada Lampiran 32. Berdasarkan faktor tanaman yang didapatkan melalui pengukuran erosi tanah aktual tersebut maka dapat diidentifikasi faktor tanaman dalam beberapa pustaka yang paling mendekati dan dapat digunakan acuan dalam perancangan model erosi tanah (Tabel 18).
Tabel 18. Faktor tanaman berdasarkan pengukuran erosi tanah aktual. Tipe Penggunaan Lahan
Kelerengan (%)
R
Kebun Campuran Ubikayu-Gamal
5
Kakao Pola Kebun Campuran
K
LS
497,42
0,34
0,23
1
8,12
0,20
3
497,55
0,26
0,13
1
0,79
0,047
Kacang Tanah
3
369,27
0,34
0,13
1
3,60
0,221
Kakao Pola Monokultur
9
462,04
0,22
0,5
1
3,86
0,076
Kakao Pola Kebun Campuran
22
462,04
0,21
2,1
1
7,27
0,036
Hutan
24
462,04
0,21
2,44
1
0,255
0,001
Jagung
10
334,51
0,21
0,58
0,35
10,92
0,67
Kakao Pola Kebun Campuran
14
394,37
0,21
0,98
1
2,01
0,025
462,04
0,17
0,23
1
16,84
0,932
344,35
0,31
0,58
1
57,04
0,921
Tanah Terbuka Tanah Terbuka
5 10
P
Erosi Tanah Aktual (ton ha-1 musim-1)
C
Pendekatan Faktor Tanaman Berdasarkan Pustaka Penggunaan Lahan Ubikayu + Kedelai (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Kacang Tanah (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Hutan Alam dengan Seresah Banyak (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan untuk Tanaman Jagung (Utomo, 1993) Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi (Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Terbuka(Arsyad, 2000) Penggunaan Lahan Terbuka(Arsyad, 2000)
R : Faktor Erosivitas; K : Faktor Erodibilitas Tanah; LS : Faktor Kelerengan; C: Faktor Tanaman ; P : Faktor Pengelolaan Konservasi Tanah
Hasil analisis erosi tanah berdasarkan pengukuran erosi tanah aktual (Tabel 18) menunjukkan bahwa faktor tanaman yang sesuai untuk digunakan dalam prediksi erosi tanah di daerah penelitian adalah melalui pendekatan pustaka Utomo (1993) dan Arsyad (2000).
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
78
Pengujian kesahihan nilai faktor tanaman dari percobaan erosi di lapang dilakukan melalui penggunaan tehnik pembandingan nilai tengah berpasangan dan uji keeratan hubungan antara faktor tanaman yang dihasilkan dari percobaan erosi aktual dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka. Hasil uji pembandingan nilai tengah berpasangan dan uji keeratan hubungan antara faktor tanaman dari pengukuran erosi di lapang dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 . Hasil pengujian faktor tanaman dari pengukuran erosi tanah aktual dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka. Tipe Penggunaan Lahan Ubikayu – Gamal Kelerengan 5 % Kakao Pola Kebun Campuran Kelerengan 3 % Kacang Tanah Kelerengan 3 % Kakao Pola Monokultur Kelerengan 9 % Kakao Pola Kebun Campuran Kelerengan 22 % Hutan Kelerengan 24 % Jagung Kelerengan 10 % Kakao Pola Kebun Campuran Kelerengan 14 % Tanah Terbuka Kelerengan 5 % Tanah Terbuka Kelerengan 10 %
Faktor Tanaman Berdasarkan Percobaan Erosi Tanah Aktual
Faktor Tanaman Berdasarkan Pustaka
0,200
0,18
0,047
0,10
0,221
0,20
0,076
0,10
0,036
0,10
0,001
0,001
0,670
0,64
0,025
0,10
0,932
1
0,921
1
Nilai t HITUNG
TABEL
-2.11
2,26
Perbedaan Pada Selang Kepercayaan 95 %
Koefisien Korelasi
Tidak Berbeda Nyata
0,99
Hasil uji t-student menunjukkan bahwa pada umumnya faktor tanaman yang didapatkan melalui pengukuran erosi tanah di daerah penelitian selama 1 musim tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % dengan faktor tanaman yang terdapat pada pustaka Arsyad (2000).
Plot pengukuran erosi tanah pada
penggunaan lahan jagung lebih mendekati koefisien tanaman pada pustaka Utomo (1993). Hasil uji keeratan hubungan antara faktor tanaman dari pengukuran erosi aktual di lapang dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka Utomo
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
79
(1993) dan Arsyad (2000) pada Tabel 19 menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,99.
5.4.2.2. Prediksi Erosi Tanah dan Erosi Tanah Dapat Ditoleransi Prediksi erosi tanah dan erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL) pada setiap unit lahan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Prediksi erosi tanah dan erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL) di DAS Gumbasa. Unit Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Prediksi Erosi Tanah TPL
H H KKC Sw KM KKC KKC KKC KM KKC KKC Pl Sw KM H KKC KM KM H H H KM Sw H H H H
R
624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69 624,69
K
0,55 0,49 0,41 0,47 0,33 0,49 0,48 0,41 0,27 0,51 0,48 0,29 0,52 0,22 0,22 0,29 0,32 0,48 0,33 0,34 0,45 0,50 0,44 0,40 0,34 0,41 0,44
LS
69,24 69,20 5,14 7,03 5,76 8,75 31,55 7,28 17,70 21,19 71,73 4,84 3,16 12,09 22,09 20,01 4,18 6,01 78,64 78,45 68,64 7,09 2,76 77,44 13,25 46,94 83,51
C
0,001 0,001 0,1 0,02 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,64 0,02 0,1 0,001 0,1 0,1 0,1 0,001 0,001 0,001 0,1 0,02 0,001 0,001 0,001 0,001
P
1 1 0,5 0,04 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,04 0,5 1 0,5 0,5 0,5 1 1 1 0,5 0,04 1 1 1 1
ton ha-1 tahun-1 23,8 21,2 65,8 1,7 59,4 133,9 473,0 93,2 149,3 337,5 1.075,4 280,6 0,8 83,1 3,0 181,3 41,8 90,1 16,2 16,7 19,3 110,7 0,6 19,4 2,8 12,0 23,0
cm tahun-1 0,20 0,20 0,59 0,01 0,44 1,05 4,08 0,73 1,28 3,31 8,81 2,13 0,01 0,72 0,03 1,46 0,31 0,76 0,15 0,13 0,18 0,89 0,00 0,16 0,03 0,12 0,22
Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (TSL) ton ha-1 tahun-1 23,75 20,25 23,18 35,99 31,49 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 44,22 31,56 36,23 37,70 63,86 43,61 48,03 21,52 28,54 21,01 32,12 45,77 41,42 21,94 20,28 24,44
cm tahun1
0,20 0,19 0,21 0,28 0,24 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,34 0,26 0,32 0,36 0,52 0,32 0,41 0,20 0,22 0,19 0,26 0,34 0,35 0,21 0,20 0,24
TPL : Tipe Penggunaan Lahan; H : Hutan; KKC : Kakao Pola Kebun Campuran, KM : Kakao Pola Monokultur; Sw : Sawah Beririgasi; Pl : Palawija
Tabel 20 menunjukkan bahwa prediksi erosi tanah pada unit lahan 1, 4, 13, 15, 17, 23, 24, 25, 26, dan 27 lebih rendah dari erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL). Unit lahan 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 21, dan 22 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih tinggi dari laju erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL).
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
80
Eisenbies et al. (2005) dan Kimaro et al. (2005) menyatakan bahwa pengolahan tanah dangkal merupakan penyebab utama yang mempengaruhi laju erosi tanah permukaan.
Lebih lanjut Slobodian et al. (2002) dan Zhang et al.
(2004) menyatakan bahwa pemadatan tanah yang diakibatkan oleh lalu lintas peralatan pemanenan diduga penyebab utama memburuknya sifat fisik tanah. Fenton et al. (2005), Shukla et al. (2005), dan McVay et al. (2006) menyatakan bahwa rotasi tanaman dan pengelolaan tanah pada jangka panjang dapat menyebabkan meningkatnya kandungan bahan organik tanah, dan kandungan nitrogen tanah pada lapisan permukaan.
5.4.3. Perancangan Sub Model Pendapatan Usahatani Analisis usahatani yang dilakukan dalam penelitian merupakan analisis kelayakan finansial untuk menentukan pendapatan usahatani pada setiap tipe penggunaan lahan yang direncanakan. Analisis kelayakan finansial usahatani kakao disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 menunjukkan bahwa Analisis jumlah pendapatan bersih usahatani kakao (NPV 18 %) pada awal tahun persiapan lahan hingga pohon kakao berumur 2 tahun mempunyai nilai –Rp 6.272.841. Biaya investasi yang meliputi persiapan lahan, pembelian bibit, dan pembuatan gudang pada perhitungan tahun ke 0 membutuhkan pengeluaran sebesar Rp 4.572.203,- ha-1, demikian juga pada tahun ke 1 dan 2 usahatani kakao menunjukkan pengeluaran untuk biaya produksi sebesar Rp 2.173.340,- ha-1. Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun ke 0 hingga tahun ke 2 petani membutuhkan biaya sebesar Rp 6.745.543,- ha-1. Biaya usahatani kakao dapat impas dengan adanya produksi usahatani kakao pada saat tahun ke 3 hingga 5 yang mencapai jumlah pendapatan sebesar Rp 12.245.979,-. Proyeksi hubungan antara umur pohon kakao dan pendapatan usahatani kakao (NPV 18 %) menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani kakao mencapai optimal pada saat pohon kakao mencapai umur 8 tahun, selanjutnya berangsur-angsur menurun sejalan dengan bertambahnya umur pohon (Gambar 13). Di lain pihak pendapatan usahatani aktual tanpa memperhitungkan suku bunga sebesar 18 % menunjukkan pola yang semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya umur tanaman. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
81
Tabel 21. Analisis kelayakan finansial usahatani kakao pola pengelolaan pertanian tradisional (KPT) di DAS Gumbasa. Kriteria
0
1
2
3
4
5
Tahun Ke 6 -1
7
8
9
10
11
9.438.546 0 1.704.580 7.733.966 2.428.465
13.513.259 0 1.893.978 11.619.281 3.090.729
13.513.259 0 1.893.978 11.619.281 2.614.338
13.513.259 0 1.893.978 11.619.281 2.219.283
13.006.718 0 2.228.209 10.778.509 1.746.118
12
-1
Rp ha tahun Penerimaan Biaya Investasi Biaya Produksi Pendapatan NPV (18 %) BCR
0 4.572.203 0 0 -4.572.203
0 0 1.086.670 -1.086.670 -920.409
0 0 1.086.670 -1.086.670 -780.229
4.378.296 0 1.278.435 3.099.861 1.887.815
4.378.296 0 1.278.435 3.099.861 1.599.528
7.550.837 0 1.504.580 6.046.257 2.642.214
9.438.546 0 1.704.580 7.733.966 2.861.567
3,36
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
13.006.718 0 2.228.209 10.778.509 1.476.656
82
14000000 12000000 Pendapatan
10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 -2000000 0
2
4
6
8
10
12
14
-4000000 Waktu Aktual
NPV (18 %)
Poly. (NPV (18 %))
Poly. ( Aktual)
Gambar 13. Proyeksi hubungan antara waktu usahatani dengan pendapatan usahatani kakao di DAS Gumbasa. Perhitungan tingkat pendapatan dengan memperhitungkan suku bunga 18 % yang menurun pada tahun ke 8 menunjukkan bahwa pendapatan usahatani kakao mempunyai kecenderungan yang semakin berkurang apabila petani di daerah penelitian mendapatkan modal usahatani dari peminjaman kredit bank. Berdasarkan data usahatani jagung, kacang tanah dan ubikayu (Lampiran 42, 43, dan 44) maka dapat dibuat rekapitulasi analisis usahatani palawija dengan pola tanam tumpang gilir. Hasil analisis finansial usahatani palawija dengan pola tanam tumpang gilir di DAS Gumbasa disajikan pada Tabel 22. Analisis kelayakan finansial usahatani palawija pola tanam tumpang gilir antara ubikayu, jagung, dan kacang tanah (Tabel 22) menunjukkan bahwa penerimaan tahunan tertinggi terdapat pada pengelolaan komoditas ubikayu, selanjutnya diikuti oleh komoditas kacang tanah dan jagung.
Tabel 22 . Analisis kelayakan finansial usahatani palawija pola tanam tumpang gilir di DAS Gumbasa Komoditas
Penerimaan (Rp ha-1)
Biaya Produksi (Rp ha-1)
Pendapatan (Rp ha-1)
BCR
Jagung Kacang Tanah Ubikayu Total
1.377.615 2.213.750 2.726.750 6.318.115
1.301.746 1.675.928 964.409 3.942.083
75.869 537.822 1.762.341 2.376.032
0,06 0,32 1,83 0,60
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
83
Biaya produksi yang relatif tinggi pada pengelolaan komoditas kacang tanah dan jagung yang diikuti oleh rendahnya harga produksi menyebabkan kerugian finansial pada usahatani palawija pola tanam tumpang gilir. Nilai BCR usahatani palawija pola tanam tumpang gilir yang lebih rendah dari 1 (0,6) menunjukkan bahwa secara finansial usahatani tersebut tidak layak untuk pengembangan pertanian di DAS Gumbasa.
Basit (1996) dan Marwah (2000) menyatakan
bahwa usahatani palawija pada lahan kering tidak dapat mencukupi batas kebutuhan hidup layak bagi keluarga petani.
Harga produksi palawija yang
rendah tidak dapat memberikan dukungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani.
5.5. Simulasi Model Penggunaan Lahan Simulasi model penggunaan lahan pada skenario 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 di dasarkan atas data yang didapatkan dari perancangan sub model evaluasi lahan, sub model erosi tanah, dan sub model pendapatan usahatani.
5.5.1. Simulasi Menurut Skenario 1 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering berkelanjutan yang ditinjau berdasarkan kriteria indeks lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani pada skenario 1 (penggunaan lahan aktual) menunjukkan hasil sebagai berikut: Simulasi Indeks Lahan.
Hasil simulasi
indeks lahan (Tabel 23) pada
skenario 1 menunjukkan bahwa unit lahan 5, 7, 8, 10, 11, dan 22 berada pada nilai kisaran di bawah indeks lahan 25, sedangkan pada unit lahan 3, 6, 9, 12, 14, 16, 17, dan 18 berada pada kisaran nilai indeks lahan di atas 25.
Hal tersebut
menyatakan bahwa unit lahan 5, 7, 8, 10, 11, dan 22 berada pada kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N) untuk areal budidaya kakao dengan pola pengelolaan pertanian tradisional, sedangkan unit lahan 3, 6, 9, 14, 16, 17, dan 18 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3).
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
84
Pembatas utama berupa sifat fisik tanah (kedalaman salum) dan kesuburan tanah (bahan organik tanah) menyebabkan unit lahan 5, 7, 8, 10, 11, dan 22 tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N). Berdasarkan hasil simulasi indeks lahan pada skenario 1 maka luas lahan yang berada pada kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N) penggunaannya untuk areal pertanian lahan kering adalah 2.179,15 ha atau 23,5 % dari luas keseluruhan lahan yang telah direncanakan untuk pengembangan lahan pertanian, sedangkan lahan yang sesuai penggunaannya sebagai areal pertanian sebesar 7.088 ha atau 76,5 %. Penerapan teknologi konservasi tanah dengan menggunakan seresah sedang (setara 3 ton ha-1) pada areal budidaya kakao pada pola pengelolaan pertanian tradisional pada hakekatnya telah sesuai untuk di terapkan pada lahan yang mempunyai kelerengan landai hingga berbukit. Hal tersebut diindikasikan oleh perubahan indeks lahan yang relatif rendah selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020 pada lahan telah digunakan untuk budidaya kakao. Pemanfaatan seresah kakao sebagai mulsa penutup tanah dalam ukuran sedang dapat mengendalikan laju erosi tanah pada lahan-lahan yang pada kondisi aktual telah digunakan untuk budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional, sebaliknya pada lahan-lahan berlereng curam (unit lahan 7, 10, dan 11) maka penerapan konservasi tanah dengan menggunakan seresah kakao dalam ukuran sedang sebagai mulsa penutup tanah relatif kurang efektif. Unit lahan 12 berada pada kisaran nilai indeks lahan antara 25 dan 50 selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020, berdasarkan kondisi tersebut maka unit lahan 12 tergolong atas kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3) untuk penggunaan lahan palawija pola pengelolaan pertanian konservasi tanah dengan pola tanam tumpang gilir dan penggunaan mulsa. Keberhasilan penerapan teknologi pola tanam tumpang gilir dan penggunaan mulsa untuk budidaya palawija pada unit lahan 12 dapat menekan laju erosi tanah sehingga hasil simulasi indeks lahan pada tahun simulasi 2005 – 2020 pada unit lahan 12 tidak menunjukkan menurunnya kelas kesesuaian lahan.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
85
Tabel 23. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 1 (Penggunaan lahan aktual) Unit Lahan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
3 28,19 28,13 28,07 28,00 27,94 27,88 27,82 27,75 27,69 27,63 27,57 27,50 27,44 27,38 27,32 27,26
5 24,59 24,53 24,46 24,39 24,32 24,25 24,18 24,11 24,04 23,98 23,91 23,84 23,77 23,70 23,63 23,56
6 28,21 28,08 27,95 27,78 27,61 27,43 27,26 27,08 26,91 26,73 26,56 26,38 26,20 26,03 25,85 25,68
7 9,30 9,04 8,77 8,51 8,24 7,97 7,71 7,40 7,07 6,70 5,97 5,24 4,58 3,98 3,39 2,79
8 17,36 17,29 17,21 17,14 17,07 17,00 16,93 16,86 16,79 16,71 16,64 16,57 16,50 16,43 16,36 16,29
Indeks Lahan pada Unit Lahan 9 10 11 12 29,00 11,93 15,53 43,71 28,71 11,73 14,34 43,71 28,42 11,51 13,44 43,71 28,13 11,26 12,78 43,71 27,84 11,00 11,99 43,71 27,55 10,74 11,19 43,71 27,27 10,48 10,40 43,71 26,98 10,23 9,43 43,71 26,69 9,97 7,57 43,71 26,40 9,71 5,61 43,71 26,11 9,45 3,83 43,71 25,82 9,20 2,15 43,71 25,60 8,88 0,83 43,71 25,45 8,56 0,03 43,71 25,31 8,23 0 43,65 25,16 7,62 0 43,65
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
14 27,49 27,38 27,28 27,17 27,06 26,96 26,85 26,75 26,64 26,53 26,40 26,28 26,15 26,02 25,90 25,77
16 37,83 37,72 37,61 37,50 37,39 37,28 37,17 37,06 36,95 36,84 36,73 36,62 36,48 36,31 36,15 35,98
17 41,14 41,10 41,05 41,01 40,97 40,92 40,88 40,83 40,79 40,75 40,70 40,66 40,62 40,57 40,53 40,49
18 41,55 41,46 41,37 41,27 41,18 41,09 41,00 40,91 40,81 40,72 40,63 40,54 40,45 40,36 40,24 40,11
22 19,20 19,07 18,94 18,81 18,68 18,56 18,48 18,30 18,17 18,04 17,91 17,78 17,66 17,53 17,40 17,28
86
Simulasi Erosi Tanah.
Hasil simulasi menurut skenario 1 (Tabel 24)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,12, 14, 16, 18, dan 22 lebih tinggi dari erosi tanah yang dapat ditoleransi, sedangkan unit lahan 17 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih rendah dari laju erosi tanah yang dapat ditoleransi. Luas lahan yang dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang masih berada di bawah laju erosi yang dapat ditoleransi mencapai 1.780,9 ha (unit lahan 17) atau 19,2 % dari luas lahan total yang telah digunakan untuk pengembangan pertanian. Penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering yang didominasi oleh lahan untuk budidaya kakao dengan pola pengelolaan pertanian tradisional dengan memanfaatan seresah kakao sebagai mulsa dalam ukuran sedang (setara 3 ton ha-1) pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 18, dan 22 tidak dapat menekan laju erosi tanah hingga berada di bawah laju erosi yang dapat ditoleransi (TSL). Demikian pula dengan penggunaan lahan untuk budidaya palawija dengan pola tanam tumpang gilir antara jagung kacang tanah, dan ubikayu pada unit lahan 12 menunjukkan kondisi erosi tanah yang masih lebih tinggi dari batas TSL, walaupun lahan tersebut tergolong atas lahan yang memiliki kelerengan landai. Secara umum jumlah erosi tanah yang terjadi di daerah penelitian menurut skenario 1 menunjukkan bahwa total laju erosi tanah (1.509.608,45 ton tahun-1) yang lebih tinggi dari dari erosi tanah yang dapat ditoleransi (346.462,32 ton tahun-1). Perbedaan laju erosi tanah jauh lebih tinggi dari erosi tanah yang dapat ditoleransi pada hasil simulasi menurut skenario 1 menunjukkan bahwa pengelolaan pertanian lahan kering di daerah penelitian memerlukan tindakan konservasi tanah yang lebih baik sehingga dapat mengendalikan laju erosi tanah hingga lebih rendah dari laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL). Kurnia (1996) menyatakan bahwa penggunaan mulsa sebagai penutup tanah untuk melindungi permukaan tanah terhadap pukulan air hujan cukup efektif dalam menurunkan erosi tanah. Pemanfaatan mulsa jerami menyebabkan laju erosi tanah turun hingga 86 % dan produksi tanaman meningkat 47,5 % pada lahan yang ditanami jagung.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
87
Tabel 24. Hasil simulasi erosi tanah menurut Skenario 1 (Penggunaan lahan aktual).
Unit Lahan
Penggunaan Lahan Aktual
Luas Unit Lahan (ha)
Bobot Isi Tanah (g cm-3)
3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 16 17 18 22
KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT PPK0 KPT KPT KPT KPT KPT
262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34
1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,24 1,35 1,18 1,24
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah Tahun 2005 - 2020 (cm tahun-1) 0,59 0,44 1,05 4,08 0,73 1,28 3,31 8,81 0,53 0,72 1,46 0,31 0,76 0,89 Jumlah
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,21 0,24 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,34 0,32 0,52 0,32 0,41 0,26
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton ha-1 thn-1) 65,74 59,36 134,40 473,28 93,31 149,76 337,62 1.074,82 69,30 83,15 181,04 41,85 90,15 110,73
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 thn1 ) 23,18 31,49 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 44,22 31,02 37,70 63,86 43,61 48,03
KPT : Kakao Pola Pengelolaan Pertanian Tradisional; PPK0 : Palawija Pola Pengelolaan Pertanian Konservasi dengan Pola Tanam Tumpang Gilir dan Mulsa
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton tahun-1)
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton tahun-1)
17.237,03 17.808,00 37.615,87 144.468,72 26.115,60 234.645,47 159.822,56 310.945,43 29.332,61 75.540,11 238.058,55 44.261,82 114.921,42 58.835,28 1.509.608,45
6.077,80 9.447,00 6.554,79 5.488,40 5.983,83 48.947,14 9.415,53 9.422,50 18.717,00 28.181,05 49.573,62 67.540,25 55.593,16 25.520,26 346.462,32
88
Simulasi Pendapatan Usahatani. Hasil simulasi pendapatan usahatani (Tabel 25) menunjukkan bahwa rata-rata tertimbang pendapatan usahatani menurut skenario 1 (penggunaan lahan aktual) adalah sebesar Rp 13.523.252,- ha-1 tahun-1 pada awal tahun simulasi 2005 hingga Rp 12.347.261,- ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Berdasarkan rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani di daerah penelitian sebesar 1,35 ha maka rata-rata pendapatan usahatani per keluarga setiap tahun adalah sebesar Rp 18.256.390,- keluarga-1 tahun-1 pada awal tahun simulasi 2005 hingga Rp 16.668.802,- keluarga-1 tahun-1. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa pengelolaan pertanian lahan kering menurut skenario 1 menyebabkan menurunnya pendapatan usahatani sebesar 9,52 % selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 1 yang menunjukkan nilai rata-rata tertimbang lebih tinggi dari kriteria batas kebutuhan hidup layak sebesar Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun-1 mengindikasikan bahwa usahatani dengan pola penggunaan lahan aktual di daerah penelitian secara finansial masih layak untuk dikembangkan. Pendapatan usahatani kakao pada unit lahan 3, 5, 6, 9, 14, 16, 17, 18, dan 22 selama periode tahun simulasi antara 2005 hingga 2020 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari batas kebutuhan hidup layak, sedangkan pada unit lahan 7, 8, 10, 11, dan 22 menunjukkan pendapatan usahatani berada di bawah batas kebutuhan hidup layak.
Pendapatan usahatani untuk budidaya kakao pola pengelolaan
pertanian tradisional pada unit lahan 7, 8, 10, 11, dan 22 yang lebih rendah dari kriteria batas kebutuhan hidup layak bagi masyarakat di daerah penelitian disebabkan karena rendahnya produktivitas lahan pada unit lahan tersebut yang diindikasikan oleh lahan yang tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N) untuk budidaya kakao. Pendapatan usahatani palawija pola pengelolaan pertanian konservasi pada unit lahan 12 menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan batas kebutuhan hidup layak bagi masyarakat di daerah penelitian, hal ini disebabkan karena harga jual produksi usahatani palawija yang relatif rendah.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
89
Tabel 25. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 1 (Penggunaan lahan aktual)
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 13.498.977 13.477.674 13.456.372 13.535.069 13.413.766 13.392.464 13.371.161 13.349.858 13.328.556 13.307.253 13.285.950 13.264.648 13.243.345 13.222.042 13.200.740 13.179.437
Unit Lahan 5 (300 ha) 12.269.058 12.245.594 12.222.131 12.198.667 12.175.203 12.151.740 12.128.276 12.104.812 12.081.349 12.057.885 12.034.421 12.010.958 12.987.494 12.964.030 12.940.566 12.917.103
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 13.506.912 13.461.879 13.416.846 13.360.283 13.300.239 13.240.195 13.180.151 13.120.107 13.060.063 13.000.019 12.939.976 12.879.932 12.819.888 12.759.844 12.699.800 12.639.756
Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Unit Lahan 7 Unit Lahan 8 Unit Lahan 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 6.454.641 9.734.030 13.775.498 6.227.422 9.707.958 13.676.706 6.000.203 9.681.885 13.577.914 5.772.985 9.655.813 13.479.121 5.545.767 9.629.740 13.380.329 5.318.548 9.603.668 13.281.536 5.091.330 9.577.595 13.182.744 4.828.053 9.551.523 13.083.951 4.544.030 9.525.451 12.985.159 4.229.785 9.499.378 12.886.367 3.604.934 9.473.306 12.787.574 2.980.084 9.447.233 12.688.782 2.416.875 9.421.161 12.612.268 1.905.633 9.395.088 12.562.872 1.394.392 9.369.016 12.513.476 883.150 9.342.943 12.464.080
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan10 (473,38 ha) 7.753.244 7.682.746 7.602.441 7.508.445 7.414.449 7.320.453 7.226.456 7.132.460 7.022.963 6.802.660 6.582.356 6.362.052 6.090.988 5.815.609 5.540.229 5.014.893
Unit Lahan11 (289,3 ha) 9.066.036 8.631.722 8.305.915 8.063.744 7.774.201 7.484.658 7.195.116 6.561.650 4.971.147 3.300.077 1.773.192 336.855 -793.330 -1.471.946 -1.500.000 -1.500.000
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.036.721 2.029.787
90
Tabel 25. (Lanjutan) Pendapatan Usahatani (Rpha-1 tahun-1) Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 14 (908,48 ha) 13.258.466 13.222.340 13.186.214 13.150.088 13.113.962 13.077.836 13.041.710 13.005.584 12.969.458 12.931.395 12.888.044 12.844.692 12.801.341 12.757.990 12.714.638 12.671.287
Unit Lahan 16 (1314,95 ha)
Unit Lahan 17 (1057,63 ha)
Unit Lahan 18 (1274,78 ha)
Unit Lahan 22 (531,34 ha)
16.617.567 16.582.369 16.547.170 16.511.971 16.476.772 16.441.573 16.406.375 16.371.176 16.335.977 16.300.778 16.265.580 16.230.381 16.185.249 16.132.451 16.079.653 16.026.855
17.699.527 17.684.654 17.669.780 17.654.906 17.640.033 17.625.159 17.610.286 17.595.412 17.580.538 17.565.665 17.550.791 17.535.918 17.521.044 17.506.170 17.491.297 17.476.423
17.839.557 17.808.195 17.776.834 17.745.473 17.714.112 17.682.751 17.651.389 17.620.028 17.588.667 17.557.306 17.525.945 17.494.584 17.463.222 17.431.861 17.390.451 17.348.636
10.405.540 10.358.652 10.311.763 10.264.874 10.217.985 10.171.097 10.124.208 10.077.319 10.030.431 9.983.542 9.936.653 9.889.764 9.842.876 9.795.987 9.749.098 9.706.853
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani Di DAS Gumbasa (Rp ha-1 tahun-1) 13.523.252 13.461.159 13.401.953 13.347.140 13.285.084 13.225.857 13.166.631 13.095.479 12.992.977 12.881.114 12.763.002 12.647.717 12.576.157 12.491.309 12.425.180 12.347.261
91
5.5.2. Simulasi Menurut Skenario 2 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 2 melalui penggunaan lahan untuk budidaya palawija pola pengelolaan pertanian konservasi pada kelerengan antara 0 hingga 8 % dan budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional pada kelerengan antara 9 hingga 36 % adalah sebagai berikut: Simulasi Indeks Lahan. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 2 (Tabel 26) menunjukkan bahwa lahan yang direncanakan untuk areal budidaya palawija pola pengelolaan pertanian konservasi pada unit lahan 3 mempunyai indeks lahan berada di atas 50 (kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai). Unit lahan 5, 12, dan 17 mempunyai indeks lahan antara 25 dan 50 (kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal), sedangkan pada unit lahan 18 mempunyai indeks lahan berada pada kisaran di bawah 25 (kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai). Hasil simulasi indeks lahan pada unit lahan 6, 9, 14, dan 16 menunjukkan indeks lahan berada antara 25 dan 50 memberikan arti bahwa unit lahan tersebut tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3) untuk areal budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional, sedangkan pada unit lahan 7, 8, 10, 15, 22, 25, dan 26 menunjukkan indeks lahan di bawah 25 memberikan arti bahwa unit lahan tersebut tergolong kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai untuk areal pengembangan budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional. Luas lahan yang sesuai untuk perencanaan pengembangan palawija pola pengelolaan pertanian konservasi dan pengembangan kakao pola pengelolaan pertanian tradisional menurut skenario 2 mencapai 6.113,22 ha atau sekitar 42, 0 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan. Di lain pihak luas lahan yang berada pada kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N) untuk pengembangan palawija pola pengelolaan pertanian konservasi dan kakao pola pengelolaan pertanian tradisional mencapai 8.719,36 ha atau sekitar 58,0 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
92
Tabel 26. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 2. Unit Lahan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
3 54,28 54,02 53,76 53,51 53,25 52,99 52,74 52,48 52,22 51,97 51,71 51,45 51,20 50,94 50,68 50,43
5 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,09 27,00 26,91 26,82 26,73 26,64
6 28,21 28,08 27,95 27,78 27,61 27,43 27,26 27,08 26,91 26,73 26,56 26,38 26,20 26,03 25,85 25,68
7 9,30 9,04 8,77 8,51 8,24 7,97 7,71 7,40 7,07 6,70 5,97 5,24 4,58 3,98 3,39 2,79
8 17,36 17,29 17,21 17,14 17,07 17,00 16,93 16,86 16,79 16,71 16,64 16,57 16,50 16,43 16,36 16,29
9 29,00 28,71 28,42 28,13 27,84 27,55 27,27 26,98 26,69 26,40 26,11 25,82 25,60 25,45 25,31 25,16
10 11,93 11,73 11,51 11,26 11,00 10,74 10,48 10,23 9,97 9,71 9,45 9,20 8,88 8,56 8,23 7,62
Indeks Lahan pada Unit Lahan 11 12 14 15 15,53 43,71 27,49 23,69 14,34 43,71 27,38 23,53 13,44 43,71 27,28 23,38 12,78 43,71 27,17 23,22 11,99 43,71 27,06 23,07 11,19 43,71 26,96 22,90 10,40 43,71 26,85 22,70 9,43 43,71 26,75 22,51 7,57 43,71 26,64 22,32 5,61 43,71 26,53 22,13 3,83 43,71 26,40 21,93 2,15 43,71 26,28 21,74 0,83 43,71 26,15 21,55 0,03 43,71 26,02 21,33 0,00 43,65 25,90 21,10 0,00 43,65 25,77 20,86
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
16 37,83 37,72 37,61 37,50 37,39 37,28 37,17 37,06 36,95 36,84 36,73 36,62 36,48 36,31 36,15 35,98
17 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94
18 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90
22 19,20 19,07 18,94 18,81 18,68 18,56 18,48 18,30 18,17 18,04 17,91 17,78 17,66 17,53 17,40 17,28
25 25,77 25,62 25,46 25,31 25,18 25,00 24,85 24,69 24,48 24,28 24,07 23,87 23,66 23,46 23,26 23,05
26 14,13 13,71 13,16 12,62 12,08 11,53 10,99 10,34 9,65 8,16 6,72 5,5 4,28 3,05 2,01 1,06
93
Simulasi Erosi Tanah.
Hasil simulasi menurut skenario 2 (Tabel 27)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18, 22, 25, dan 26 lebih tinggi dari pada erosi tanah yang dapat ditoleransi, sedangkan pada unit lahan 17 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi. Berdasarkan simulasi erosi tanah pada skenario 2 maka luas lahan yang dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang masih berada di bawah batas laju erosi yang dapat ditoleransi mencapai 1.057, 63 ha yang terdapat pada unit lahan 17. Pengembangan pertanian melalui budidaya palawija dengan menerapkan pola tanam tumpang gilir dan pemberian mulsa pada unit lahan 3, 5, 12, dan 18 tidak dapat mengendalikan laju erosi tanah hingga lebih rendah dari erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL) karena unit lahan tersebut mempunyai tingkat erodibilitas yang tergolong sedang hingga tinggi yang terdapat pada lahan dengan kemiringan landai hingga berbukit. Penggunaan lahan untuk budidaya kakao dengan pola pengelolaan pertanian tradisional dengan menerapkan pemanfaatan seresah kakao sebagai mulsa dalam ukuran sedang (setara 3 ton ha-1) pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18, 22, 25, dan 26 tidak dapat mengendalikan laju erosi tanah yang terdapat di daerah tersebut hingga menyebabkan laju erosi tanah yang lebih tinggi dari erosi yang dapat ditoleransi (TSL). Secara umum laju erosi tanah total di seluruh daerah penelitian (2.598.307,51 ton tahun-1) relatif jauh lebih tinggi dari batas laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (558.831,71 ton tahun-1). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 2 dinyatakan tidak sesuai secara ekologi. Pengendalian laju erosi tanah secara vegetatif pada daerah tersebut tidak dapat mengendalikan laju erosi tanah dan menyebabkan kerusakan sumberdaya lahan yang lebih parah. (Eppink, 1985) menyatakan bahwa Pengendalian erosi tanah secara mekanik baik melalui teras saluran dengan rumput permanen dapat digunakan sebagai alternatif pada lahan berlereng curam, sedangkan metode pengendalian erosi tanah dengan teras guludan efektif untuk mengendalikan erosi tanah pada lahan berlereng landai. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
94
Tabel 27 . Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 2.
Unit Lahan 3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
Penggunaan Lahan Aktual PPK0 PPK0 KPT KPT KPT KPT KPT KPT PPK0 KPT KPT KPT PPK0 PPK0 KPT KPT KPT
Luas Unit Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Bobot Isi Tanah (g cm-3) 1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,05 1,24 1,35 1,18 1,24 1,06 1,04
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (cm tahun-1) 0,93 0,70 1,05 4,08 0,73 1,28 3,31 8,81 0,53 0,72 1,45 1,46 0,49 1,21 0,89 1,33 5,78 Jumlah
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,31 0,34 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,34 0,32 0,36 0,52 0,42 0,51 0,26 0,21 0,20
Hasil Simulasi Erosi Tanah (ton ha-1 tahun-1) 104,16 93,80 134,40 473,28 93,44 149,76 337,62 1.074,82 69,96 82,80 152,25 181,04 66,15 142,78 110,36 140,98 601,12
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 tahun-1) 34,38 44,89 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 44,22 31,02 36,23 37,70 57,11 59,83 48,03 32,12 21,94
PPK0 : Palawija Pola Pengelolaan Pertanian Konservasi dengan Pola tanam Tumpang Gilir dan Mulsa; KPT : Kakao Pola Pengelolaan Pertanian Tradisional.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Hasil Simulasi Erosi Tanah (ton tahun-1) 27.310,75 28.140,00 37.615,87 144.468,72 26.151,99 234.645,47 159.822,56 310.945,43 29.611,97 75.222,14 605.626,14 238.058,55 69.962,22 182.013,09 58.638,68 179.007,95 191.065,99 2.598.307,51
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton tahun-1) 9.014,44 13.467,00 6.554,79 5.488,40 5.983,83 48.947,14 9.415,53 9.422,50 18.717,00 28.181,05 144.117,14 49.573,62 60.401,25 76.270,09 25.520,26 40.784,05 6.973,63 558.831,71
95
Simulasi Pendapatan Usahatani.
Berdasarkan hasil simulasi pendapatan
usahatani menurut skenario 2 (Tabel 28)
di dapatkan rata-rata tertimbang
pendapatan usahatani sebesar Rp 9.808.593,- ha-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga Rp 8.585.751,- ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa berdasarkan rata-rata luas kepemilikan lahan milik petani di daerah penelitian sebesar 1,35 ha keluarga-1 maka di dapatkan rata-rata terrtimbang pendapatan usahatani menurut skenario 2 sebesar Rp 13.241.601 keluarga-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga Rp 11.590.764,- keluarga-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020.
Rata-rata
tertimbang pendapatan usahatani menurut skenario 2 yang melebihi batas minimum kebutuhan hidup layak bagi masyarakat di DAS Gumbasa (Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun-1) mengindikasikan bahwa secara finansial usahatani menurut skenario 2 tersebut layak untuk diterapkan di daerah penelitian. Perencanaan pengembangan pertanian lahan kering menurut skenario 2 telah menyebabkan berkurangnya rata – rata tertimbang pendapatan usahatani sebesar 12,5 % selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020 dibandingkan dengan skenario 1. Meningkatnya luas lahan yang direncanakan untuk budidaya palawija menurut skenario 2 menyebabkan menurunnya rata – rata pendapatan usahatani dibandingkan dengan skenario penggunaan lahan aktual (skenario 1). Harga jual produksi palawija yang relatif rendah merupakan penyebab menurunnya rata – rata tertimbang pendapatan usahatani menurut skenario 2 dibandingkan dengan skenario 1. Peningkatan pendapatan petani dapat dilakukan melalui peningkatan harga jual produksi pertanian. Penerapan teknologi pasca panen melalui fermentasi pada produksi usahatani kakao dan pemanfaatan sisa hasil panen palawija untuk produksi pakan ternak dapat diharapkan sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani. Selain dari pada itu, peningkatan produksi pertanian lahan kering per satuan luas dapat dilakukan melalui pengelolaan lahan untuk mengatasi faktor-faktor pembatas yang dominan untuk budidaya kakao dan palawija, seperti: iklim, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
96
Tabel 28. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut Skenario 2
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 2.701.917 2.688.899 2.675.881 2.662.862 2.649.844 2.636.826 2.623.807 2.610.789 2.597.770 2.584.752 2.571.734 2.558.715 2.545.697 2.532.679 2.519.660 2.506.642
Unit Lahan 5 (300 ha) 902.946 902.946 902.946 902.946 902.946 902.946 902.946 902.946 902.946 902.946 897.133 890.715 884.297 877.879 871.461 865.043
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 13.506.912 13.461.879 13.416.846 13.360.283 13.300.239 13.240.195 13.180.151 13.120.107 13.060.063 13.000.019 12.939.976 12.879.932 12.819.888 12.759.844 12.699.800 12.639.756
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan 7 Unit Lahan 8 Unit Lahan 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 6.454.641 9.734.030 13.775.498 6.227.422 9.707.958 13.676.706 6.000.203 9.681.885 13.577.914 5.772.985 9.655.813 13.479.121 5.545.767 9.629.740 13.380.329 5.318.548 9.603.668 13.281.536 5.091.330 9.577.595 13.182.744 4.828.053 9.551.523 13.083.951 4.544.030 9.525.451 12.985.159 4.229.785 9.499.378 12.886.367 3.604.934 9.473.306 12.787.574 2.980.084 9.447.233 12.688.782 2.416.875 9.421.161 12.612.268 1.905.633 9.395.088 12.562.872 1.394.392 9.369.016 12.513.476 883.150 9.342.943 12.464.080
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan10 (473,38 ha) 7.753.244 7.682.746 7.602.441 7.508.445 7.414.449 7.320.453 7.226.456 7.132.460 7.022.963 6.802.660 6.582.356 6.362.052 6.090.988 5.815.609 5.540.229 5.014.893
Unit Lahan11 (289,3 ha) 9.066.037 8.631.723 8.305.915 8.063.744 7.774.201 7.484.658 7.195.116 6.561.650 4.971.147 4.300.077 1.773.193 336.855 -793.330 -1.471.946 -1.500.000 -1.500.000
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.041.284 2.036.721 2.029.787
97
Tabel 28. (Lanjutan)
Tahun
Unit Lahan 14 (908,48 ha)
Unit Lahan 15 (3977,84)
Unit Lahan 16 (1314,95 ha)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
13.258.466 13.222.340 13.186.214 13.150.088 13.113.962 13.077.836 13.041.710 13.005.584 12.969.458 12.931.395 12.888.044 12.844.692 12.801.341 12.757.990 12.714.638 12.671.287
11.958.461 11.905.585 11.852.709 11.799.833 11.746.957 11.689.199 11.623.104 11.557.009 11.490.914 11.424.819 11.358.724 11.292.629 11.226.534 11.151.825 11.072.511 10.993.197
16.617.567 16.582.369 16.547.170 16.511.971 16.476.772 16.441.573 16.406.375 16.371.176 16.335.977 16.300.778 16.265.580 16.230.381 16.185.249 16.132.451 16.079.653 16.026.855
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan Unit Lahan 17 18 (1057,63 ha) (1274,78 ha) 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828 1.029.828
313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764 313.764
Unit Lahan 22 (531,34 ha)
Unit Lahan 25 (1269,74 ha)
Unit Lahan 26 (317,85 ha)
10.405.540 10.358.652 10.311.763 10.264.874 10.217.985 10.171.097 10.124.208 10.077.319 10.030.431 9.983.542 9.936.653 9.889.764 9.842.876 9.795.987 9.749.098 9.706.853
12.670.907 12.618.503 12.566.100 12.513.696 12.461.292 12.408.888 12.356.484 12.300.497 12.230.626 12.160.754 12.090.882 12.021.011 11.951.139 11.881.267 11.811.395 11.741.524
8.557.045 8.402.665 8.204.224 8.005.784 7.807.343 7.608.903 7.410.462 7.173.173 6.752.552 5.473.541 4.248.150 3.201.687 2.155.223 1.108.760 219.976 -593.939
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani Di DAS Gumbasa (Rp ha-1 tahun-1) 9.808.593 9.752.201 9.696.668 9.642.111 9.586.566 9.529.710 9.470.620 9.402.939 9.310.554 9.213.430 9.074.425 8.960.512 8.853.692 8.756.486 8.673.982 8.585.751
98
5.5.3. Simulasi Menurut Skenario 3 Hasil simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering berkelanjutan di DAS Gumbasa dengan skenario penggunaan lahan untuk budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional (skenario 3) adalah sebagai berikut: Simulasi Indeks Lahan.
Luas lahan total yang direncanakan untuk
pengembangan budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional mencapai 14.832, 58 ha. Hasil simulasi pada Tabel 29 menunjukkan bahwa unit lahan 5, 7, 8, 10, 11, 15, 22, 25, dan 26 tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N) untuk pengembangan kakao pola pengelolaan pertanian tradisional, sebaliknya unit lahan 3, 6, 9, 12, 14, 16, 17, dan 18 tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S3). Unit lahan 5, 7, 8, 10, 11, 15, 22, dan 26 menunjukkan nilai indeks lahan yang berada dibawah 25 sejak awal simulasi tahun 2005.
Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa unit lahan tersebut selain mempunyai pembatas berat kelerengan (lansekap) juga mempunyai pembatas lain yang perlu mendapatkan penanganan secara lebih baik. Pembatas tersebut adalah berupa iklim, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Indeks lahan yang menurun secara tajam pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 selama periode tahun simulasi 2005 hingga 2020 disebabkan karena menurunnya bobot kedalaman solum secara tajam sebagai akibat tingginya laju erosi tanah. Berdasarkan hasil simulasi tersebut maka luas lahan yang tidak sesuai untuk pengembangan skenario 3 mencapai 8.407,17 ha atau sekitar 57, 8 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan, sedangkan lahan yang sesuai mencapai 6.425,41 ha atau sekitar 42,2 % dari luas lahan keseluruhan yang direncanakan untuk pengembangan pertanian di daerah penelitian.
Berdasarkan atas hasil
simulasi indeks lahan pada kebijakan yang menjalankan perencanaan skenario 3 maka dapat dinyatakan bahwa penerapan pengembangan kakao pola pengelolaan pertanian tradisional dengan menerapkan teknik konservasi pemanfaatan mulsa seresah kakao setara 3 ton ha-1 mempunyai efektivitas setara 57,8 % terhadap keberhasilan perencanaan pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
99
Tabel 29. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 3 Unit Lahan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
3 28,19 28,13 28,07 28,00 27,94 27,88 27,82 27,75 27,69 27,63 27,57 27,50 27,44 27,38 27,32 27,26
5 24,59 24,53 24,46 24,39 24,32 24,25 24,18 24,11 24,04 23,98 23,91 23,84 23,77 23,70 23,63 23,56
6 28,21 28,08 27,95 27,78 27,61 27,43 27,26 27,08 26,91 26,73 26,56 26,38 26,20 26,03 25,85 25,68
7 9,30 9,04 8,77 8,51 8,24 7,97 7,71 7,40 7,07 6,70 5,97 5,24 4,58 3,98 3,39 2,79
8 17,36 17,29 17,21 17,14 17,07 17,00 16,93 16,86 16,79 16,71 16,64 16,57 16,50 16,43 16,36 16,29
9 29,00 28,71 28,42 28,13 27,84 27,55 27,27 26,98 26,69 26,40 26,11 25,82 25,60 25,45 25,31 25,16
Indeks Lahan pada Unit Lahan 11 12 14 15 10 15,53 11,93 30,37 27,49 23,69 11,73 14,34 30,32 27,38 23,53 11,51 13,44 30,27 27,28 23,38 11,26 12,78 30,21 27,17 23,22 11,00 11,99 30,16 27,06 23,07 10,74 11,19 30,11 26,96 22,90 10,48 10,40 30,06 26,85 22,70 9,43 30,00 26,75 22,51 10,23 7,57 29,95 26,64 22,32 9,97 5,61 29,90 26,53 22,13 9,71 3,83 29,85 26,40 21,93 9,45 2,15 29,79 26,28 21,74 9,20 0,83 29,74 26,15 21,55 8,88 0,03 29,69 26,02 21,33 8,56 0,00 29,64 25,90 21,10 8,23 0,00 29,59 25,77 20,86 7,62
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
16 37,83 37,72 37,61 37,50 37,39 37,28 37,17 37,06 36,95 36,84 36,73 36,62 36,48 36,31 36,15 35,98
17 41,14 41,10 41,05 41,01 40,97 40,92 40,88 40,83 40,79 40,75 40,70 40,66 40,62 40,57 40,53 40,49
18 41,55 41,46 41,37 41,27 41,18 41,09 41,00 40,91 40,81 40,72 40,63 40,54 40,45 40,36 40,24 40,11
22 19,20 19,07 18,94 18,81 18,68 18,56 18,48 18,30 18,17 18,04 17,91 17,78 17,66 17,53 17,40 17,28
25 25,77 25,62 25,46 25,31 25,18 25,00 24,85 24,69 24,48 24,28 24,07 23,87 23,66 23,46 23,26 23,05
26 14,13 13,71 13,16 12,62 12,08 11,53 10,99 10,34 9,65 8,16 6,72 5,5 4,28 3,05 2,01 1,06
100
Simulasi Erosi Tanah.
Hasil simulasi pada skenario 3 (Tabel 30)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18, 22, 25, dan 26 lebih tinggi dari erosi tanah yang dapat ditoleransi, sedangkan pada unit lahan 17 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih rendah dari pada laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL ). Hasil simulasi pengembangan pertanian lahan kering menurut skenario 3 (budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional) menunjukkan laju erosi tanah 2.474.787,97 ton tahun-1 dan laju erosi dapat ditoleransi (TSL) 532.749,98 ton tahun-1. Perbedaan antara hasil prediksi laju erosi tanah pada areal budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional di seluruh daerah yang direncanakan terhadap TSL mengindikasikan bahwa penerapan konservasi tanah dengan memanfaatkan seresah kakao dalam ukuran sedang (setara 3 ton ha-1) tidak dapat menekan laju erosi tanah hingga berada di bawah TSL. Penggunaan lahan untuk budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional (skenario 3) yang terletak pada kelerengan berombak, kedalaman solum relatif
dalam, dan tingkat erodibilitas tanah yang tergolong sedang
menyebabkan laju erosi tanah pada unit lahan 17 masih berada dibawah erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL), sedangkan pengembangan pertanian melalui budidaya kakao pola pengelolaan tradisional pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9,10, 12, 14, 15, 17, 18, 22, 25 dan 26 tidak dapat mengendalikan laju erosi tanah hingga lebih kecil dari erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL). Berdasarkan hasil simulasi erosi tanah pada skenario 3 maka luas lahan yang dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang masih berada di bawah batas laju erosi yang dapat ditoleransi (TSL) di daerah penelitian mencapai 1.057, 63 ha. Meninjau laju erosi tanah yang relatif tinggi hingga melebihi batas laju erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL) sebagai akibat pengembangan pertanian melalui budidaya kakao pola pengelolaan tradisional maka dapat dinyatakan bahwa penerapan kebijakan pengembangan pertanian lahan kering melalui skenario 3 tidak layak secara ekologis untuk digunakan dalam perencanaan pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
101
Tabel 30. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 3. Unit Lahan
Penggunaan Lahan Aktual
3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT KPT
Luas Unit Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Bobot Isi Tanah (g cm-3) 1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,05 1,24 1,35 1,18 1,24 1,06 1,04
Hasil Simulasi Erosi Tanah (cm tahun-1) 0,59 0,44 1,05 4,08 0,73 1,28 3,31 8,81 0,33 0,72 1,45 1,46 0,31 0,76 0,89 1,33 5,78 Jumlah
Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,21 0,24 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,24 0,32 0,36 0,52 0,32 0,41 0,26 0,21 0,20
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton ha-1 tahun-1) 65,7 59,4 134,4 473,3 93,3 149,8 337,6 1.074,8 43,8 83,1 152,3 181,0 41,9 90,2 110,7 141,0 601,1
KPT : Kakao Pola Pengelolaan Pertanian Tradisional.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 tahun-1) 23,18 31,49 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 31,02 31,02 36,23 37,70 63,86 43,61 48,03 32,12 21,94
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton tahun-1) 17.226,54 17.820,00 37.615,87 144.474,83 26.112,80 234.708,14 159.813,09 310.939,64 18.539,23 75.494,69 605.825,03 238.005,95 44.314,70 114.985,16 58.819,34 179.033,34 191.059,64
2.474.787,97
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton tahun-1) 6.077,80 9.447,00 6.554,79 5.488,40 5.983,83 48.947,14 9.415,53 9.422,50 13.129,84 28.181,05 144.117,14 49.573,62 67.540,25 55.593,16 25.520,26 40.784,05 6.973,63
532.749,98
102
Simulasi Pendapatan Usahatani.
Hasil simulasi rata-rata tertimbang
pendapatan usahatani pada skenario 3 (Tabel 31) menunjukkan rata-rata tertimbang pendapatan usahatani kakao pola pengelolaan pertanian tradisional Rp 13.272.241,- ha-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 12.264.015,- ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Berdasarkan atas rata-rata kepemilikan lahan petani di DAS Gumbasa yang mempunyai luas lahan 1,35 ha maka pendapatan usahatani kakao bagi masyarakat di DAS Gumbasa setara dengan Rp 17.917.525,- keluarga-1 tahun-1 pada awal tahun simulasi 2005 hingga Rp 16.556.420,- keluarga-1 tahun-1 pada akhir tahun simulasi 2020.
Pendapatan
usahatani kakao yang melebihi batas kebutuhan hidup layak sebesar Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun-1 menyebabkan skenario 3 dinyatakan layak secara finansial untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Perencanaan penggunaan lahan yang menerapkan kebijakan skenario 3 menyebabkan menurunnya rata-rata tertimbang pendapatan usahatani 7,6 % dibandingkan dengan skenario 1 (penggunaan lahan aktual).
Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengembangan usahatani kakao pola pengelolaan pertanian tradisional tidak dapat memperbaiki tingkat pendapatan petani di DAS Gumbasa. Hasil simulasi pendapatan usahatani pada unit lahan 3, 5, 6, 9, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 22, dan 25 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari batas kebutuhan hidup layak, sedangkan pada unit lahan 7, 8, 10, 11, 22, dan 26 sejak awal tahun simulasi 2005 menunjukkan nilai yang lebih rendah dari batas pendapatan untuk kebutuhan hidup layak. Pendapatan yang relatif rendah pada unit lahan 7, 8, 10, 11, 22, dan 26 menunjukkan bahwa budidaya kakao di DAS Gumbasa perlu memerlukan perbaikan dalam pengelolaannya sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan. Pengelolaan lahan yang dapat memperbaiki pembatas utama iklim, topografi, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah diperlukan untuk meningkatkan produktivitas lahan pada unit lahan 7, 8, 10, 11, 22, dan 26.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
103
Tabel 31. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 3
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 13.498.977 13.477.674 13.456.372 13.535.069 13.413.766 13.392.464 13.371.161 13.349.858 13.328.556 13.307.253 13.285.950 13.264.648 13.243.345 13.222.042 13.200.740 13.179.437
Unit Lahan 5 (300 ha) 12.269.058 12.245.594 12.222.131 12.198.667 12.175.203 12.151.740 12.128.276 12.104.812 12.081.349 12.057.885 12.034.421 12.010.958 12.987.494 12.964.030 12.940.566 12.917.103
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 13.506.912 13.461.879 13.416.846 13.360.283 13.300.239 13.240.195 13.180.151 13.120.107 13.060.063 13.000.019 12.939.976 12.879.932 12.819.888 12.759.844 12.699.800 12.639.756
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan 7 Unit Lahan 8 Unit Lahan 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 6.454.641 9.734.030 13.775.498 6.227.422 9.707.958 13.676.706 6.000.203 9.681.885 13.577.914 5.772.985 9.655.813 13.479.121 5.545.767 9.629.740 13.380.329 5.318.548 9.603.668 13.281.536 5.091.330 9.577.595 13.182.744 4.828.053 9.551.523 13.083.951 4.544.030 9.525.451 12.985.159 4.229.785 9.499.378 12.886.367 3.604.934 9.473.306 12.787.574 2.980.084 9.447.233 12.688.782 2.416.875 9.421.161 12.612.268 1.905.633 9.395.088 12.562.872 1.394.392 9.369.016 12.513.476 883.150 9.342.943 12.464.080
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan10 (473,38 ha) 7.753.244 7.682.746 7.602.441 7.508.445 7.414.449 7.320.453 7.226.456 7.132.460 7.022.963 6.802.660 6.582.356 6.362.052 6.090.988 5.815.609 5.540.229 5.014.893
Unit Lahan11 (289,3 ha) 9.066.037 8.631.723 8.305.915 8.063.744 7.774.201 7.484.658 7.195.116 6.561.650 4.971.147 4.300.077 1.773.193 336.855 -793.330 -1.471.946 -1.500.00 -.1500.000
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 14.237.079 14.220.256 14.203.433 14.186.610 14.169.787 14.152.964 14.136.141 14.119.318 14.101.388 14.083.363 14.065.338 14.047.314 14.029.289 14.011.264 13.993.240 13.975.215
104
Tabel 31. (Lanjutan)
Tahun
Unit Lahan 14 (908,48 ha)
Unit Lahan 15 (3977,84)
Unit Lahan 16 (1314,95 ha)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
13.258.466 13.222.340 13.186.214 13.150.088 13.113.962 13.077.836 13.041.710 13.005.584 12.969.458 12.931.395 12.888.044 12.844.692 12.801.341 12.757.990 12.714.638 12.671.287
11.958.461 11.905.585 11.852.709 11.799.833 11.746.957 11.689.199 11.623.104 11.557.009 11.490.914 11.424.819 11.358.724 11.292.629 11.226.534 11.151.825 11.072.511 11.993.197
16.617.567 16.582.369 16.547.170 16.511.971 16.476.772 16.441.573 16.406.375 16.371.176 16.335.977 16.300.778 16.265.580 16.230.381 16.185.249 16.132.451 16.079.653 16.026.855
Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Unit Lahan Unit Lahan 17 18 (1057,63 ha) (1274,78 ha) 17.699.527 17.684.654 17.669.780 17.654.906 17.640.033 17.625.159 17.610.286 17.595.412 17.580.538 17.565.665 17.550.791 17.535.918 17.521.044 17.506.170 17.491.297 17.476.423
17.839.557 17.808.195 17.776.834 17.745.473 17.714.112 17.682.751 17.651.389 17.620.028 17.588.667 17.557.306 17.525.945 17.494.584 17.463.222 17.431.861 17.390.451 17.348.636
Unit Lahan 22 (531,34 ha)
Unit Lahan 25 (1269,74 ha)
Unit Lahan 26 (317,85 ha)
10.405.540 10.358.652 10.311.763 10.264.874 10.217.985 10.171.097 10.124.208 10.077.319 10.030.431 9.983.542 9.936.653 9.889.764 9.842.876 9.795.987 9.749.098 9.706.853
12.670.907 12.618.503 12.566.100 12.513.696 12.461.292 12.408.888 12.356.484 12.300.497 12.230.626 12.160.754 12.090.882 12.021.011 11.951.139 11.881.267 11.811.395 11.741.524
8.557.045 8.402.665 8.204.224 8.005.784 7.807.343 7.608.903 7.410.462 7.173.173 6.752.552 5.473.541 4.248.150 3.201.687 2.155.223 1.108.760 219.976 -593.939
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani Di DAS Gumbasa (Rp ha-1 tahun-1) 13.272.241 13.210.992 13.150.602 13.092.957 13.030.786 12.969.074 12.905.126 12.832.589 12.735.315 12.633.300 12.489.521 12.370.847 12.279.491 12.177.523 12.089.525 12.264.015
105
5.5.4. Simulasi Menurut Skenario 4 Hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario penggunaan lahan untuk budidaya kakao yang telah menerapkan teknologi konservasi tanah guludan bersaluran serta penerapan teknologi pasca panen (skenario 4) adalah sebagai berikut: Simulasi Indeks Lahan.
Hasil simulasi menurut skenario 4 (Tabel 32)
menunjukkan bahwa penerapan teknologi konservasi tanah dengan guludan bersaluran pada unit lahan 16 dapat mengurangi pembatas utama kelerengan lahan hingga menyebabkan unit lahan tersebut tergolong
kesesuaian lahan Cukup
Sesuai (S2). Unit lahan 3, 5, 6, 9, 12, 14, 15, 17, 18, dan 25 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3), sedangkan unit lahan 7, 8, 10, dan 22 tergolong kelas kesesuaian lahan
Tidak Sesuai (N).
Indeks lahan yang
menunjukkan nilai di bawah 25 sejak awal tahun simulasi 2005 menunjukkan bahwa disamping pembatas utama kelerengan pada unit lahan 7, 8, 10, dan 22 juga mempunyai pembatas utama lain (iklim, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah) yang memerlukan perbaikan dalam pengelolaannya. Penerapan teknologi konservasi tanah dengan guludan bersaluran sebagai upaya konservasi tanah pada areal pengembangan kakao menunjukkan efektivitas yang tinggi pada unit lahan 7, 11, dan 26. Penurunan indeks lahan yang tidak terlalu tajam pada unit lahan tersebut dibandingkan dengan apabila lahan tersebut digunakan sebagai areal pengembangan kakao pola pengelolaan pertanian tradisional mengindikasikan bahwa tindakan konservasi sumberdaya lahan pada unit lahan tersebut perlu mendapatkan perhatian secara khusus dalam kebijakan pengembangan sumberdaya lahan di DAS Gumbasa. Berdasarkan hasil simulasi model penggunaan lahan maka dapat ditentukan bahwa lahan yang sesuai untuk pengembangan kakao pola pengelolaan pertanian konservasi dengan menerapkan teknik konservasi tanah guludan bersaluran di daerah penelitian mencapai 12.924,88 ha atau sekitar 88, 9 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan, sedangkan lahan yang tidak sesuai mencapai 1.907,7 ha atau sekitar 11, 1 %.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
106
Tabel 32. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 4. Unit Lahan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Indeks Lahan pada Unit Lahan 11 12 14 15
3
5
6
7
8
9
10
31,32 31,34 31,35 31,37 31,39 31,40 31,42 31,44 31,45 31,47 31,49 31,50 31,52 31,53 31,55 31,57
27,95 27,98 28,01 28,04 28,07 28,10 28,13 28,16 28,19 28,22 28,25 28,28 28,31 28,34 28,37 28,40
37,12 37,14 37,15 37,16 37,17 37,19 37,20 37,21 37,23 37,24 37,25 37,26 37,28 37,29 37,30 37,31
19,80 19,77 19,74 19,72 19,69 19,67 19,64 19,62 19,59 19,57 19,54 19,52 19,49 19,47 19,44 19,41
21,17 21,18 21,20 21,21 21,22 21,24 21,25 21,26 21,28 21,29 21,31 21,32 21,33 21,35 21,36 21,38
39,72 39,74 39,76 39,77 39,79 39,81 39,83 39,84 39,86 39,88 39,89 39,91 39,93 39,94 39,96 39,98
20,57 20,55 20,54 20,53 20,52 20,50 20,49 20,48 20,47 20,46 20,44 20,43 20,42 20,41 20,40 20,38
43,13 42,92 42,71 42,49 42,28 42,07 41,86 41,65 41,43 41,22 41,01 40,80 40,59 40,37 40,16 39,95
33,75 33,79 33,83 33,87 33,91 33,95 33,99 34,03 34,07 34,10 34,14 34,18 34,22 34,26 34,30 34,34
36,17 36,19 36,21 36,23 36,26 36,28 36,30 36,32 36,35 36,37 36,39 36,41 36,44 36,46 36,48 36,50
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
35,89 35,89 35,90 35,91 35,91 35,92 35,92 35,93 35,94 35,94 35,95 35,96 35,96 35,97 35,97 35,98
16
17
18
22
25
26
61,02 61,02 61,03 61,03 61,04 61,04 61,04 61,05 61,05 61,06 61,06 61,07 61,07 61,08 61,08 61,08
44,24 44,27 44,31 44,35 44,38 44,42 44,46 44,49 44,53 44,57 44,60 44,64 44,68 44,71 44,75 44,79
44,68 44,69 44,70 44,72 44,73 44,75 44,76 44,78 44,79 44,80 44,82 44,83 44,85 44,86 44,88 44,89
23,41 23,43 23,45 23,46 23,48 23,50 23,51 23,53 23,55 23,56 23,58 23,59 23,61 23,63 23,64 23,66
35,30 35,31 35,32 35,32 35,33 35,34 35,35 35,35 35,36 35,37 35,38 35,39 35,39 35,40 35,41 35,42
38,19 38,13 38,07 38,01 37,95 37,89 37,83 37,76 37,70 37,64 37,58 37,52 37,46 37,40 37,34 37,27
107
Simulasi Erosi Tanah..
Hasil simulasi menurut skenario 4 (Tabel 33)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 lebih tinggi dari erosi tanah yang dapat ditoleransi(TSL), sedangkan pada unit lahan 3, 5, 6, 8, 9, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 22, dan 25 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih rendah dari pada laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL). Hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario 4 menunjukkan laju erosi tanah total di seluruh daerah penelitian adalah 201.768,36 ton tahun-1 dan laju erosi dapat ditoleransi (TSL) 532.749,98 ton tahun-1. Berdasarkan hasil simulasi erosi tanah pada skenario 4 maka luas lahan yang dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang masih berada di bawah batas laju erosi yang dapat ditoleransi (TSL) di daerah penelitian mencapai 13.446,8 ha atau sekitar 90,7 % dari seluruh luas lahan yang direncanakan untuk pengembangan kakao.
Laju erosi tanah yang lebih rendah dari TSL menunjukkan bahwa
pengendalian erosi tanah dengan mengunakan guludan bersaluran di pandang efektif untuk mengendalikan erosi tanah di daerah penelitian, kecuali pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26. Erodibilitas yang tergolong atas kriteria agak tinggi hingga tinggi, dan kelerengan antara 15% hingga 36 % pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 menyebabkan tanah pada unit lahan tersebut peka terhadap erosi. Kedalaman efektif tanah yang relatif dangkal (85 – 113 cm) merupakan penyebab utama yang membatasi besarnya laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL) untuk pertumbuhan tanaman kakao. Berdasarkan hasil simulasi erosi tanah yang menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 yang lebih tinggi dari TSL maka unit lahan tersebut tidak dapat direncanakan sebagai areal untuk pengembangan budidaya kakao melalui teknik konservasi guludan bersaluran. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk mengendalikan erosi tanah pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 adalah penerapan teknik konservasi dengan teras bangku, teras kredit, dan kombinasi antara teknik konservasi secara vegetatif dan mekanik. Eppink (1985) dan Kurnia (1996) menyebutkan bahwa penggunaan teknik kombinasi konservasi tanah dengan mulsa setara 5 ton ha-1 dan guludan dapat digunakan untuk mengendalikan erosi tanah pada lahan-lahan yang mempunyai laju erosi tanah 10 cm tahun-1. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
108
Tabel 33. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 4.
Unit Lahan
Penggunaan Lahan Aktual
3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP
Luas Unit Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Bobot Isi Tanah (g cm-3) 1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,05 1,24 1,35 1,18 1,24 1,06 1,04
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (cm tahun-1) 0,05 0,04 0,08 0,33 0,06 0,10 0,27 0,71 0,03 0,06 0,12 0,12 0,03 0,06 0,07 0,11 0,46 Jumlah
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,21 0,24 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,24 0,32 0,36 0,52 0,32 0,41 0,26 0,21 0,20
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton ha-1 tahun-1)
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 tahun-1)
5,60 5,36 10,24 38,28 7,68 11,70 27,54 86,62 3,96 6,90 12,60 14,88 4,05 7,08 8,68 11,66 47,84
23,18 31,49 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 31,02 31,02 36,23 37,70 63,86 43,61 48,03 32,12 21,94
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton tahun-1) 1.468,32 1.608,00 2.865,97 11.684,97 2.149,48 18.331,68 13.036,89 25.059,17 1.676,15 6.268,51 50.120,78 19.566,46 4.283,40 9.025,44 4.612,03 14.805,17 15.205,94 201.768,36
KPK2-TP : Kakao Pola Pengelolaan Pertanian Konservasi dengan Menerapkan Teknik Konservasi Tanah Guludan Bersaluran dan Teknologi Pasca Panen
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton 1 tahun-1) 6.077,80 9.447,00 6.554,79 5.488,40 5.983,83 48.947,14 9.415,53 9.422,50 13.129,84 28.181,05 144.117,14 49.573,62 67.540,25 55.593,16 25.520,26 40.784,05 6.973,63 532.749,98
109
Simulasi Pendapatan Usahatani.
Berdasarkan hasil simulasi pendapatan
usahatani menurut skenario 4 (Tabel 34) di dapatkan rata-rata tertimbang usahatani kakao pola pengelolaan pertanian konservasi dan teknologi pasca panen sebesar Rp 16.506.798,- ha-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 16.538.907,- ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Pendapatan tersebut setara dengan Rp 22.284.177,- keluarga-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 22.327.524,- keluarga-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Pendapatan usahatani yang relatif stabil selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020 mengindikasikan bahwa pengembangan pertanian lahan kering menurut skenario 4 tidak menyebabkan menurunnya produktivitas lahan dalam jangka panjang. Pendapatan petani per hektar pada unit lahan 7, 8, dan 10 menunjukkan nilai yang masih berada di bawah batas kebutuhan minimum untuk hidup layak bagi masyarakat di DAS Gumbasa, akan tetapi meninjau luas kepemilikan lahan ratarata yang dimiliki oleh petani di DAS Gumbasa 1,35 ha maka pendapatan keluarga petani per tahun dengan menerapkan skenario 4 pada unit lahan 7, 8, dan 10 adalah Rp 13.644.919,-, Rp 14.349.002,-,
dan Rp14.042.938,- pada awal
tahun simulasi 2005. Pada akhir tahun simulasi 2020 pendapatan usahatani pada unit lahan 7, 8, dan 10 adalah adalah Rp 13.438.786,-, Rp 14.454.272,-,
dan
Rp13.950.752,-. Peningkatan produktivitas lahan melalui pengelolaan lahan dengan menggunakan teknik konservasi tanah guludan bersaluran yang disertai dengan peningkatan harga produksi kakao sebesar 10 % sejalan dengan peningkatan kualitas produksi melalui perbaikan teknologi pasca panen (fermentasi) menyebabkan pendapatan usahatani kakao pada skenario 4 lebih tinggi dibandingkan dengan skenario 1, 2, dan 3. Berdasarkan hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 4 yang menunjukkan rata-rata tertimbang pendapatan usahatani yang lebih tinggi dari batas kebutuhan hidup layak bagi keluarga petani di daerah penelitian maka dapat dinyatakan bahwa penggunaan lahan menurut skenario 4 layak untuk digunakan sebagai arahan kebijakan pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
110
Tabel 34. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 4
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 14.415.847 14.421.568 14.427.289 14.433.010 14.438.731 14.444.452 14.450.173 14.455.895 14.461.616 14.467.337 14.473.058 14.478.779 14.484.500 14.490.221 14.495.942 14.501.663
Unit Lahan 5 (300 ha) 13.179.414 13.190.886 13.202.357 13.213.829 13.225.301 13.236.773 13.248.245 13.259.716 13.271.188 13.282.660 13.294.132 13.305.604 13.317.075 13.328.547 13.340.019 13.351.491
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 16.452.486 16.456.988 16.461.490 16.465.992 16.470.494 16.474.995 16.479.497 16.483.999 16.488.501 16.493.003 16.497.505 16.502.006 16.506.508 16.511.010 16.515.512 16.520.014
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan 7 Unit Lahan 8 Unit Lahan 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 10.107.348 10.628.891 17.365.888 10.097.169 10.634.089 17.371.807 10.086.989 10.639.288 17.377.725 10.076.810 10.644.486 17.383.644 10.066.630 10.649.684 17.389.562 10.056.451 10.654.883 17.395.481 10.046.272 10.660.081 17.401.399 10.036.092 10.665.280 17.407.318 10.025.913 10.670.478 17.413.236 10.015.733 10.675.677 17.409.154 10.005.554 10.680.875 17.425.073 9.995.374 10.686.074 17.430.991 9.985.195 10.691.272 17.436.910 9.975.015 10.696.471 17.442.828 9.964.836 10.701.669 17.448.747 9.954.656 10.706.868 17.454.665
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan 10 (473,38 ha) 10.402.177 10.397.625 10.393.072 10.388.520 10.383.967 10.379.415 10.374.862 10.370.310 10.365.757 10.361.205 10.356.653 10.352.100 10.347.548 10.342.995 10.338.443 10.333.890
Unit Laha 11 (289,3 ha) 18.639.896 18.560.181 18.480.465 18.400.750 18.321.034 18.241.318 18.161.603 18.081.887 18.002.172 17.922.456 17.842.741 17.763.025 17.683.309 17.603.594 17.523.878 17.445.405
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 15.267.532 15.281.461 15.295.390 15.309.318 15.323.247 15.337.176 15.351.105 15.365.034 15.378.962 15.392.891 15.406.820 15.420.749 15.434.677 15.448.606 15.462.535 15.476.464
111
Tabel 34. (Lanjutan)
Tahun
Unit Lahan 14 (908,48 ha)
Unit Lahan 15 (3977,84)
Unit Lahan 16 (1314,95 ha)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
16.116.867 16.124.724 16.132.581 16.140.438 16.148.296 16.156.153 16.164.010 16.171.867 16.179.725 16.187.582 16.195.439 16.203.296 16.211.153 16.219.011 16.226.868 16.234.725
16.018.708 16.020.889 16.023.069 16.025.249 16.027.429 16.029.609 16.031.789 16.033.969 16.036.149 16.038.329 16.040.509 16.042.689 16.044.869 16.047.049 16.049.229 16.051.410
21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791
Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Unit Lahan Unit Lahan 17 18 (1057,63 ha) (1274,78 ha) 19.056.167 19.069.969 19.083.770 19.097.571 19.111.372 19.125.174 19.138.975 19.152.776 19.166.578 19.180.379 19.194.180 19.207.961 19.221.763 19.235.584 19.249.385 19.263.187
19.221.793 19.227.169 19.232.544 19.237.920 19.243.296 19.248.671 19.254.047 19.259.422 19.264.798 19.270.173 19.275.549 19.280.924 19.286.300 19.291.675 19.297.051 19.302.426
Unit Lahan 22 (531,34 ha)
Unit Lahan 25 (1269,74 ha)
Unit Lahan 26 (317,85 ha)
11.473.397 11.479.630 11.485.863 11.492.095 11.498.329 11.504.561 11.510.794 11.517.027 11.523.259 11.529.492 11.535.725 11.541.958 11.548.191 11.554.423 11.560.656 11.566.889
15.812.399 15.815.142 15.817.884 15.820.627 15.823.369 15.826.112 15.828.854 15.831.597 15.834.339 15.837.082 15.839.824 15.842.567 15.845.309 15.848.052 15.850.794 15.853.537
16.828.074 16.806.592 16.785.109 16.763.627 16.742.144 16.720.662 16.699.179 16.677.696 16.656.214 16.634.731 16.613.249 16.591.766 16.570.283 16.548.801 16.527.318 16.505.836
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani Di DAS Gumbasa (Rp ha-1 tahun-1) 16.506.798 16.508.937 16.511.076 16.513.215 16.515.354 16.517.493 16.519.632 16.521.771 16.523.910 16.524.992 16.528.187 16.530.325 16.532.464 16.534.604 16.536.743 16.538.907
112
5.5.5. Simulasi Menurut Skenario 5 Hasil simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa dengan skenario penggunaan lahan untuk budidaya palawija yang telah menerapkan teknologi konservasi tanah dengan pola tanam tumpang gilir, pemberian mulsa, dan guludan yang disertai dengan teknologi pasca panen (skenario 5) adalah sebagai berikut:. Simulasi Indeks Lahan. Hasil simulasi indeks lahan pada skenario 5 (Tabel 35) menunjukkan bahwa unit lahan 3 berada pada kelas kesesuaian lahan Cukup sesuai (S2) dengan indeks lahan yang berada pada nilai antara 51 dan 75, sedangkan unit lahan 5, 9, 12, 14, 15, 16, 17, dan 25 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3) dengan indeks lahan antara 25 dan 50. Perbaikan pembatas kelerengan melalui teknologi pola tanam tumpang gilir pemberian mulsa, dan guludan untuk penggunaan lahan palawija pada unit lahan 6, 8, 10, 18, dan 22 tidak dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai (N) menjadi kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3). Kondisi tersebut disebabkan selain pembatas kelerengan pada unit lahan tersebut mempunyai pembatas iklim, sifat fisik dan kesuburan tanah. Berdasarkan hasil simulasi model penggunaan lahan maka luas lahan yang sesuai untuk pengembangan palawija pola pengelolaan pertanian konservasi dan teknologi pasca panen (PPK1-TP) adalah sebesar 11.080, 92 ha atau sekitar 76,2 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan, sedangkan lahan yang tidak sesuai untuk pengembangan palawija pola pengelolaan pertanian konservasi dan teknologi pasca panen mencapai 3.462, 36 ha atau sekitar 23, 8 %. Berdasarkan hasil simulasi indeks lahan yang menerapkan perencanaan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 5 dapat dinyatakan bahwa pengelolaan pertanian konservasi dengan menggunakan pola tanam tumpang gilir, penggunaan mulsa, dan guludan mempunyai efektivitas yang relatif tinggi (76,2 %) dalam menyediakan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan bagi masyarakat di DAS Gumbasa.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
113
Tabel 35 . Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 5. Unit Lahan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
3 54,28 54,30 54,33 54,35 54,38 54,41 54,43 54,46 54,49 54,51 54,54 54,56 54,59 54,62 54,64 54,67
5 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17
6 24,74 24,75 24,75 24,75 24,76 24,76 24,77 24,77 24,77 24,78 24,78 24,79 24,79 24,79 24,80 24,80
7 32,79 32,72 32,64 32,57 32,50 32,42 32,35 32,28 32,20 32,13 32,06 31,98 31,91 31,84 31,76 31,68
8 24,12 24,13 24,14 24,15 24,16 24,17 24,18 24,19 24,20 24,21 24,22 24,23 24,24 24,25 24,26 24,27
9 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67 46,67
Indeks Lahan pada Unit Lahan 11 12 14 15 10 21,77 41,94 43,71 44,30 29,54 21,74 41,94 43,71 44,30 29,54 21,71 41,94 43,71 44,30 29,54 21,67 41,94 43,71 44,30 29,54 21,64 41,94 43,71 44,30 29,54 21,61 41,94 43,71 44,30 29,54 21,57 41,94 43,71 44,30 29,54 21,54 41,94 43,71 44,30 29,54 21,51 41,94 43,71 44,30 29,54 21,47 41,94 43,71 44,30 29,54 21,44 41,94 43,71 44,30 29,54 21,41 41,94 43,71 44,30 29,54 21,37 41,94 43,71 44,30 29,54 21,34 41,94 43,71 44,30 29,54 21,31 41,94 43,71 44,30 29,54 21,27 41,78 43,71 44,30 29,54
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
16 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21 37,21
17 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94
18 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90
22 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77 14,77
25 34,43 34,43 34,43 34,43 34,43 34,42 34,42 34,42 34,42 34,42 34,41 34,41 34,41 34,41 34,41 34,40
26 32,66 32,55 32,44 32,33 32,22 32,11 32,00 31,89 31,78 31,67 31,56 31,45 31,34 31,23 31,12 31,01
114
Simulasi Erosi Tanah..
Hasil simulasi menurut skenario 5 (Tabel 36)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18, 22, 25, dan 26 lebih tinggi dari erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL), sedangkan pada unit lahan 17 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih rendah dari laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL) . Secara umum hasil simulasi pada Tabel 40 menunjukkan bahwa perbaikan teknologi konservasi tanah melalui pola tanam tumpang gilir, penggunaan mulsa, dan guludan untuk mengatasi pembatas utama kelerengan efektif untuk mengendalikan erosi tanah untuk pengembangan palawija pada sebagian besar unit lahan di DAS Gumbasa, kecuali pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26. Hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya laju erosi tanah di seluruh daerah penelitian (296.392,10 ton tahun-1) yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (711.173,37 ton tahun-1). Laju erosi tanah pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 yang lebih tinggi dari nilai TSL mengindikasikan bahwa pada unit lahan tersebut memerlukan tindakan konservasi tanah yang lebih baik. Penggunaan teknik konservasi tanah secara mekanik dengan teras kredit maupun kombinasi antara teknik konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengendalian erosi tanah untuk pengembangan palawija pada unit lahan tersebut. Berdasarkan hasil simulasi erosi tanah pada skenario 5 maka luas lahan yang dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang masih berada di bawah batas laju erosi yang masih dapat ditoleransi mencapai 13.446,8 ha atau 90,7 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan. Meninjau laju erosi tanah total pada pengembangan budidaya palawija menurut skenario 5 yang relatif berada di bawah batas laju erosi tanah yang dapat ditoleransi
(TSL)
maka
dapat
dinyatakan
bahwa
penerapan
kebijakan
pengembangan pertanian lahan kering melalui skenario 5 telah memenuhi kriteria kesesuaian ekologi (ecological friendly) dan dapat digunakan sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering berkelanjutan di DAS Gumbasa.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
115
Tabel 36. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 5. Unit Lahan
Penggunaan Lahan Aktual
3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK1-TP
Luas Unit Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Bobot Isi Tanah (g cm-3) 1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,05 1,24 1,35 1,18 1,24 1,06 1,04
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (cm tahun-1) 0.07 0.05 0.13 0.49 0.09 0.15 0.40 1.06 0.04 0.09 0.17 0.18 0.04 0.09 0.11 0.16 0.69 Jumlah
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,31 0,34 0,28 0,26 0,27 0,37 0,30 0,37 0,34 0,42 0,46 0,62 0,42 0,51 0,36 0,31 0,30
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton ha-1 tahun-1) 7,95 7,10 16,13 56,72 11,14 17,90 40,49 129,32 5,15 10,01 18,17 21,70 5,00 10,86 13,27 16,85 72,18
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 tahun-1) 34,38 44,89 36,22 29,58 34,18 42,94 30,09 44,77 44,22 47,73 48,20 76,26 57,11 59,83 44,52 32,54 30,68
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton tahun-1) 2.084,49 2.130,00 4.514,46 17.313,78 3.117,86 28.045,90 19.167,16 37.412,28 2.179,84 9.093,88 72.277,35 28.534,42 5.288,15 13.844,11 7.050,88 21.395,12 22.942,41 296.392,10
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton tahun-1) 9.014,44 13.467,00 10.137,25 9.029,30 9.566,30 67.278,82 14.244,00 12.951,96 18.717,00 43.361,75 191.731,89 100.278,09 60.401,25 76.270,09 23.655,26 41.317,34 9.751,64 711.173,37
PPK1-TP : Palawija Pola Pengelolaan Pertanian dengan Menerapkan Teknik Konservasi Tanah Pola Tanam Tumpang Gilir, Pemberian Mulsa, Guludan, dan Penerapan Teknologi Pasca Panen.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
116
Simulasi Pendapatan Usahatani.
Berdasarkan hasil simulasi pendapatan
usahatani menurut skenario 5 (Tabel 37) didapatkan rata-rata tertimbang pendapatan usahatani Rp 4.544.158,- ha1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 4.536.419,- ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020.
Pendapatan
usahatani palawija menurut skenario 5 tersebut setara dengan Rp 6.134.613,keluarga-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 6.124.166,- keluarga-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Penerapan teknologi konservasi tanah menggunakan teras guludan dan teknologi pasca panen melalui pemanfaatan sisa hasil panen untuk produksi pakan ternak belum dapat meningkatkan pendapatan petani pada seluruh unit lahan penelitian. Pendapatan usahatani palawija yang berada di bawah batas kebutuhan hidup layak bagi petani (Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun-1) menyebabkan skenario 5 dinyatakan tidak layak untuk digunakan sebagai arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Rendahnya rata-rata pendapatan usahatani menurut skenario 5 dibandingkan dengan skenario 1, 2, 3, dan 4 disebabkan karena harga produksi palawija di daerah penelitian yang relatif rendah dan produksi tanaman yang tidak dapat mencapai optimum sebagai akibat keterbatasan faktor iklim, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan palawija maka faktor iklim merupakan pembatas utama yang menghambat produksi palawija di daerah penelitian. Peningkatan ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan konsumsi air bagi palawija selama periode pertumbuhan tanaman yang disertai dengan pemupukan merupakan upaya yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan produktivitas lahan di DAS Gumbasa. Wihardjaka et al. (2000) dan Anshar (2002) menyatakan bahwa pemberian bahan organik tanah yang disertai dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung dari 1,48 ton ha-1 menjadi 2,25 ton ha-1.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
117
Tabel 37 . Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 5.
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 6.974.315 6.976.679 6.979.044 6.981.409 6.983.774 6.986.139 6.988.504 6.990.869 6.993.234 6.995.599 6.997.964 7.000.329 7.002.694 7.005.058 7.007.423 7.009.788
Unit Lahan 5 (300 ha) 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 3.637.503 3.637.962 3.638.422 3.638.881 3.639.340 3.639.800 3.640.259 3.640.719 3.641.178 3.641.638 3.642.097 3.642.556 3.643.016 3.643.475 3.643.935 3.644.394
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan Unit Lahan Unit Lahan 7 8 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 4.588.728 3.562.400 6.195.922 4.580.358 3.563.575 6.195.922 4.571.988 3.564.750 6.195.922 4.563.617 3.565.925 6.195.922 4.555.247 3.567.100 6.195.922 4.546.877 3.568.275 6.195.922 4.538.507 3.569.449 6.195.922 4.530.137 3.570.624 6.195.922 4.521.767 3.571.791 6.195.922 4.513.397 3.572.974 6.195.922 4.505.027 3.574.149 6.195.922 4.496.657 3.575.324 6.195.922 4.488.287 3.576.499 6.195.922 4.479.916 3.577.674 6.195.922 4.471.546 3.578.849 6.195.922 4.462.439 3.580.024 6.195.922
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan 10 (473,38 ha) 3.279.910 3.275.903 3.271.896 3.267.889 3.263.882 3.259.874 3.255.867 3.251.860 3.247.853 3.243.846 3.239.839 3.235.832 3.231.825 3.227.817 3.223.810 3.219.803
Unit Lahan 11 (289,3 ha) 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719 5.639.719
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295
118
Tabel 37. (Lanjutan)
Tahun
Unit Lahan 14 (908,48 ha)
Unit Lahan 15 (3977,84)
Unit Lahan 16 (1314,95 ha)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821 5.917.821
4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431 4.214.431
5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545 5.093.545
Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Unit Lahan Unit Lahan 17 18 (1057,63 ha) (1274,78 ha) 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310 4.143.310
2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670 2.938.670
Unit Lahan 22 (531,34 ha)
Unit Lahan 25 (1269,74 ha)
Unit Lahan 26 (317,85 ha)
2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419 2.457.419
4.776.231 4.776.010 4.775.788 4.775.567 4.775.345 4.775.124 4.774.903 4.774.681 4.774.460 4.774.238 4.774.017 4.773.795 4.773.574 4.773.352 4.773.131 4.772.909
4.573.900 4.561.370 4.548.841 4.536.311 4.523.781 4.511.252 4.498.722 4.486.192 4.473.663 4.461.133 4.448.603 4.436.074 4.423.544 4.411.014 4.398.485 4.385.955
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani Di DAS Gumbasa (Rp ha-1 tahun-1) 4.544.158 4.543.643 4.543.128 4.542.613 4.542.098 4.541.584 4.541.069 4.540.554 4.540.039 4.539.524 4.539.009 4.538.494 4.537.979 4.537.464 4.536.949 4.536.419
119
5.5.6. Simulasi Menurut Skenario 6 Hasil simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 6 dengan perencanaan penggunaaan lahan kombinasi budidaya palawija pola tanam tumpang gilir pada kelerengan 0 – 8 % dengan menerapkan teknik konservasi tanah pemberian mulsa dan guludanyang disertai dengan teknologi pasca panen (PPK1-TP) dan budidaya kakao pada kelerengan 9 – 36 % dengan menerapkan teknik konservasi tanah guludan bersaluran dan teknologi pasca panen (KPK2-TP) adalah sebagai berikut: Simulasi Indeks Lahan. Hasil simulasi indeks lahan pada skenario 6 (Tabel 38) menunjukkan bahwa perbaikan pembatas kelerengan pada penggunaan lahan untuk budidaya palawija dengan menerapkan teknik konservasi tanah teras guludan pada unit lahan 3 menyebabkan unit lahan tersebut tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2), sedangkan unit lahan
5, 12, dan 17
tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3). Pengelolaan lahan untuk mengendalikan erosi tanah dengan menerapkan teknik konservasi tanah menggunakan guludan tidak dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan pada unit lahan 18 sehingga tetap tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N). Pembatas utama kesuburan tanah pada unit lahan 18 menyebabkan unit lahan tersebut memerlukan tindakan pengelolaan tanah yang bersifat memperbaiki kesuburan tanah. Pemberian bahan organik merupakan alternatif yang dipandang relevan untuk meningkatkan pH dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang bereaksi masam. Monde et al. (2001) dan Cyio (2002) menyatakan bahwa pemberian bahan organik dalam bentuk pupuk kandang 13 ton ha-1 dapat meningkatkan pH, KTK, dan P tersedia dalam tanah yang bereaksi masam di Kulawi, Donggala. Perbaikan pembatas kelerengan dengan menggunakan teknik konservasi tanah menggunakan guludan bersaluran untuk budidaya kakao pada unit lahan 7, 8, 10, dan 22 tidak dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan sehingga tergolong kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N). Perencanaan penggunan lahan menurut skenario 7 dapat meningkatkan luas lahan yang sesuai di daerah penelitian hingga mencapai 11.967,95 ha atau 80,7 % dari total luas lahan yang direncanakan.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
120
Tabel 38 . Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 6 Unit Lahan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
3 54,28 54,30 54,33 54,35 54,38 54,41 54,43 54,46 54,49 54,51 54,54 54,56 54,59 54,62 54,64 54,67
5 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17
6 37,12 37,14 37,15 37,16 37,17 37,19 37,20 37,21 37,23 37,24 37,25 37,26 37,28 37,29 37,30 37,31
7 19,80 19,77 19,74 19,72 19,69 19,67 19,64 19,62 19,59 19,57 19,54 19,52 19,49 19,47 19,44 19,41
8
9
21,17 21,18 21,20 21,21 21,22 21,24 21,25 21,26 21,28 21,29 21,31 21,32 21,33 21,35 21,36 21,38
39,72 39,74 39,76 39,77 39,79 39,81 39,83 39,84 39,86 39,88 39,89 39,91 39,93 39,94 39,96 39,98
Indeks Lahan pada Unit Lahan 11 12 14 15 10 20,57 43,13 35,89 43,71 36,17 20,55 42,92 35,89 43,71 36,19 20,54 42,71 35,90 43,71 36,21 20,53 42,49 35,91 43,71 36,23 20,52 42,28 35,91 43,71 36,26 20,50 42,07 36,28 35,92 43,71 20,49 41,86 35,92 43,71 36,30 20,48 41,65 35,93 43,71 36,32 20,47 41,43 35,94 43,71 36,35 20,46 41,22 35,94 43,71 36,37 20,44 41,01 35,95 43,71 36,39 20,43 40,80 35,96 43,71 36,41 20,42 40,59 35,96 43,71 36,44 20,41 40,37 36,46 35,97 43,71 20,40 40,16 35,97 43,71 36,48 20,38 39,95 35,98 43,71 36,50
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
16 61,02 61,02 61,03 61,03 61,04 61,04 61,04 61,05 61,05 61,06 61,06 61,07 61,07 61,08 61,08 61,08
17 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94
18 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90
22
25
26
23,41 23,43 23,45 23,46 23,48 23,50 23,51 23,53 23,55 23,56 23,58 23,59 23,61 23,63 23,64 23,66
35,30 35,31 35,32 35,32 35,33 35,34 35,35 35,35 35,36 35,37 35,38 35,39 35,39 35,40 35,41 35,42
38,19 38,13 38,07 38,01 37,95 37,89 37,83 37,76 37,70 37,64 37,58 37,52 37,46 37,40 37,34 37,27
121
Simulasi Erosi Tanah..
Hasil simulasi menurut skenario 6 (Tabel 39)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 lebih tinggi dari erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL), sedangkan pada unit lahan 3, 5, 6, 8, 9, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 22, dan 25 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih rendah dari laju erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL). Secara umum hasil simulasi erosi tanah menunjukkan bahwa besarnya laju erosi tanah di seluruh unit lahan yang direncanakan (205.970,27 ton tahun-1) jauh lebih rendah dibandingkan dengan laju erosi tanah yang dapat ditoleransi (558.831,71 ton tahun-1). Luas lahan yang dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang berada di bawah batas TSL mencapai 13.446,8 ha atau 90,7 % dari luas keseluruhan lahan yang direncanakan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Hasil simulasi model penggunaan lahan menunjukkan bahwa perbaikan teknologi konservasi tanah melalui pola tanam tumpang gilir, penggunaan mulsa, dan guludan untuk mengatasi pembatas kelerengan dapat mengendalikan erosi tanah pada areal pengembangan palawija di DAS Gumbasa hingga berada di bawah batas TSL (unit lahan 3, 5, 12, 17, dan 18), sedangkan pada areal budidaya kakao penerapan teknik konservasi tanah menggunakan guludan bersaluran di dapatkan hasil yang kurang efektif pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26. Penggunaan teknik konservasi tanah secara mekanik dengan teras kredit maupun kombinasi antara teknik konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengendalian erosi tanah untuk budidaya kakao pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26. Rendahnya efektifitas penerapan guludan bersaluran pada unit lahan 7, 10, 11, dan 26 dalam mengendalikan erosi tanah disebabkan karena unit lahan tersebut mempunyai kelerengan lahan yang tergolong berbukit hingga curam, erodibilitas tanah tergolong agak tinggi hingga tinggi, dan kedalaman efektif yang relatif dangkal. Berdasarkan hasil simulasi erosi tanah maka dapat dinyatakan bahwa skenario 6 telah memenuhi kriteria kesesuaian ekologis untuk digunakan sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
122
Tabel 39. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 6
Unit Lahan
Penggunaan Lahan Aktual
3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
PPK1-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK2-TP KPK2-TP
Luas Unit Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Bobot Isi Tanah (g cm-3) 1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,05 1,24 1,35 1,18 1,24 1,06 1,04
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (cm tahun-1) 0,07 0,05 0,08 0,33 0,06 0,10 0,26 0,71 0,04 0,06 0,12 0,12 0,04 0,09 0,07 0,11 0,46 Jumlah
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,31 0,34 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,34 0,32 0,36 0,52 0,42 0,51 0,26 0,21 0,20
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton ha-1 tahun-1)
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 tahun-1)
7,95 7,10 10,75 37,82 7,42 11,93 26,11 86,01 5,15 6,67 12,18 14,51 5,00 10,86 8,93 11,24 48,05
34,38 44,89 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 44,22 31,02 36,23 37,70 57,11 59,83 48,03 32,12 21,94
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton tahun-1) 2.084,49 2.130,00 3.008,71 11.544,56 2.076,71 18.692,04 12.359,95 24.882,69 2.179,84 6.059,56 48.450,09 19.079,92 5.288,15 13.844,11 4.744,87 14.271,88 15.272,69 205.970,27
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton tahun-1) 9.014,44 13.467,00 6.554,79 5.488,40 5.983,83 48.947,14 9.415,53 9.422,50 18.717,00 28.181,05 144.117,14 49.573,62 60.401,25 76.270,09 25.520,26 40.784,05 6.973,63 558.831,71
PPK1-TP : Budidaya Palawija Pola Pengelolaan Pertanian dengan Menerapkan Teknik Konservasi Tanah Tumpang Gilir, Mulsa, Guludan, dan Penerapan Teknologi Pasca Panen. KPK2-TP : Budidaya Kakao Pola Pengelolaan Pertanian dengan Menerapkan Teknik Konservasi Tanah Guludan Bersaluran dan Penerapan Teknologi Pasca Panen.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
123
Simulasi Pendapatan Usahatani.
Berdasarkan hasil simulasi pendapatan
usahatani menurut skenario 6 (Tabel 40) di dapatkan rata-rata tertimbang sebesar Rp 13.444.446,- ha-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 13.444.531,ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa berdasarkan rata-rata luas kepemilikan lahan milik petani di daerah penelitian sebesar 1,35 ha keluarga-1 maka di dapatkan rata-rata terrtimbang pendapatan usahatani Rp 18.150.002,- keluarga-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga Rp 18.150.117,- keluarga-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020 Perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan menurut skenario 6 menyebabkan meningkatnya rata – rata tertimbang pendapatan usahatani sebesar 9 % dibandingkan dengan skenario 1 (penggunaan lahan aktual). Peningkatan pendapatan petani menurut skenario 6 disebabkan karena perbaikan pengelolaan lahan melalui konservasi tanah yang dalam jangka panjang menyebabkan meningkatnya produktivitas lahan di daerah penelitian. Penerapan teknologi pasca panen melalui fermentasi kakao dan produksi pakan ternak dengan memanfaatkan sisa hasil panen palawija menyebabkan meningkatnya harga jual produksi pertanian. Peningkatan harga jual produksi pertanian dengan adanya penerapan teknologi pasca panen tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani. Walaupun pada beberapa unit lahan yang direncanakan untuk penggunaan palawija (unit lahan 3, 5, 12, 17, dan 18) di dapatkan pendapatan usahatani yang masih berada di bawah batas kebutuhan hidup layak bagi petani, namun secara umum rata-rata pendapatan usahatani menurut skenario 6 berada di atas batas minimum untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun-1). Berdasarkan atas hal tersebut maka dapat dinyatakan bahwa skenario 6 layak untuk digunakan sebagai arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
124
Tabel 40 . Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 6.
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 6.974.315 6.976.679 6.979.044 6.981.409 6.983.774 6.986.139 6.988.504 6.990.869 6.993.234 6.995.599 6.997.964 7.000.329 7.002.694 7.005.058 7.007.423 7.009.788
Unit Lahan 5 (300 ha) 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949 3.329.949
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 16.452.486 16.456.988 16.461.490 16.465.992 16.470.494 16.474.995 16.479.497 16.483.999 16.488.501 16.493.003 16.497.505 16.502.006 16.506.508 16.511.010 16.515.512 16.520.014
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan Unit Lahan Unit Lahan 7 8 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 10.107.348 10.628.891 17.365.888 10.097.169 10.634.089 17.371.807 10.086.989 10.639.288 17.377.725 10.076.810 10.644.486 17.383.644 10.066.630 10.649.684 17.389.562 10.056.451 10.654.883 17.395.481 10.046.272 10.660.081 17.401.399 10.036.092 10.665.280 17.407.318 10.025.913 10.670.478 17.413.236 10.015.733 10.675.677 17.409.154 10.005.554 10.680.875 17.425.073 9.995.374 10.686.074 17.430.991 9.985.195 10.691.272 17.436.910 9.975.015 10.696.471 17.442.828 9.964.836 10.701.669 17.448.747 9.954.656 10.706.868 17.454.665
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan 10 (473,38 ha) 10.402.177 10.397.625 10.393.072 10.388.520 10.383.967 10.379.415 10.374.862 10.370.310 10.365.757 10.361.205 10.356.653 10.352.100 10.347.548 10.342.995 10.338.443 10.333.890
Unit Lahan 11 (289,3 ha) 18.639.896 18.560.181 18.480.465 18.400.750 18.321.034 18.241.318 18.161.603 18.081.887 18.002.172 17.922.456 17.842.741 17.763.025 17.683.309 17.603.594 17.523.878 17.445.405
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295 5.848.295
125
Tabel 40. (Lanjutan)
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 14 (908,48 ha) 16.116.867 16.124.724 16.132.581 16.140.438 16.148.296 16.156.153 16.164.010 16.171.867 16.179.725 16.187.582 16.195.439 16.203.296 16.211.153 16.219.011 16.226.868 16.234.725
Unit Lahan 15 (3977,84) 16.018.708 16.020.889 16.023.069 16.025.249 16.027.429 16.029.609 16.031.789 16.033.969 16.036.149 16.038.329 16.040.509 16.042.689 16.044.869 16.047.049 16.049.229 16.051.410
Unit Lahan 16 (1314,95 ha) 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791 21.224.791
Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Unit Lahan Unit Lahan 17 18 (1057,63 ha) (1274,78 ha) 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670 4.143.310 2.938.670
Unit Lahan 22 (531,34 ha) 11.473.397 11.479.630 11.485.863 11.492.095 11.498.329 11.504.561 11.510.794 11.517.027 11.523.259 11.529.492 11.535.725 11.541.958 11.548.191 11.554.423 11.560.656 11.566.889
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan 25 (1269,74 ha) 15.812.399 15.815.142 15.817.884 15.820.627 15.823.369 15.826.112 15.828.854 15.831.597 15.834.339 15.837.082 15.839.824 15.842.567 15.845.309 15.848.052 15.850.794 15.853.537
Unit Lahan 26 (317,85 ha) 16.828.074 16.806.592 16.785.109 16.763.627 16.742.144 16.720.662 16.699.179 16.677.696 16.656.214 16.634.731 16.613.249 16.591.766 16.570.283 16.548.801 16.527.318 16.505.836
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani (Rp ha-1 tahun-1)
13.444.446 13.444.450 13.444.454 13.444.458 13.444.462 13.444.467 13.444.470 13.444.475 13.444.479 13.443.426 13.444.487 13.444.491 13.444.495 13.444.499 13.444.503 13.444.531
126
5.5.7. Simulasi Menurut Skenario 7 Hasil simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan melalui budidaya palawija pola tanam tumpang gilir penerapan teknik konservasi tanah dengan mulsa dan guludan pada kelerengan 0 – 8 % dan budidaya kakao pada kelerengan 9 – 36 % dengan menerapkan teknik konservasi tanah teras kredit (skenario 7) adalah sebagai berikut: Simulasi Indeks Lahan. Hasil simulasi indeks lahan pada skenario 7 (Tabel 41) menunjukkan bahwa perbaikan pembatas kelerengan pada penggunaan lahan untuk budidaya palawija dengan menerapkan teknik konservasi tanah teras kredit pada unit lahan 3 menyebabkan unit lahan tersebut tergolong atas kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2), sedangkan unit lahan
5, 12, dan 17
tergolong atas kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3). Pengelolaan lahan untuk mengendalikan erosi tanah dengan menerapkan teknik konservasi tanah menggunakan pola tanam tumpang gilir, mulsa, dan teras kredit tidak dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya palawija pada unit lahan 18 sehingga tetap tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N). Pembatas utama kesuburan tanah pada unit lahan 18 menyebabkan unit lahan tersebut memerlukan tindakan pengelolaan tanah yang bersifat memperbaiki kesuburan tanah. Perbaikan pengelolaan lahan dengan menggunakan teras kredit menyebabkan meningkatnya kelas kesesuaian lahan untuk budidaya kakao pada unit lahan 16 sehingga tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2). Di lain pihak, perbaikan pembatas kelerengan dengan menggunakan teras kredit untuk budidaya kakao pada unit lahan 7, 8, 10, dan 22 tidak dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan sehingga tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N). Faktor pembatas sifat fisik tanah dan kesuburan tanah merupakan penghambat pertumbuhan tanaman kakao selain kelerengan.
Perbaikan lahan dengan
menerapkan teknik konservasi tanah dengan teras kredit dapat meningkatkan luas lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian di daerah penelitian hingga mencapai 13.557,8 ha atau 91,4 % dari total luas lahan yang direncanakan.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
127
Tabel 41 . Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 7 Tahun Ke 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
3 54,28 54,32 54,37 54,41 54,46 54,50 54,54 54,59 54,63 54,68 54,72 54,77 54,81 54,86 54,90 54,94
5 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17 27,17
6 37,12 37,15 37,17 37,19 37,21 37,24 37,26 37,28 37,31 37,33 37,35 37,37 37,40 37,42 37,44 37,47
7 19,80 19,80 19,80 19,81 19,81 19,81 19,82 19,82 19,83 19,83 19,83 19,84 19,84 19,85 19,85 19,85
8
9
21,17 21,19 21,21 21,23 21,24 21,26 21,28 21,30 21,32 21,34 21,36 21,38 21,40 21,42 21,44 21,46
39,72 39,76 39,80 39,84 39,88 39,92 39,96 40,00 40,04 40,08 40,12 40,16 40,20 40,23 40,27 40,31
Indeks Lahan pada Unit Lahan 11 12 14 15 10 20,57 43,13 35,89 43,71 36,17 20,57 43,09 35,91 43,71 36,20 20,58 43,04 35,93 43,71 36,23 20,58 43,00 35,95 43,71 36,26 20,59 42,95 35,96 43,71 36,29 20,59 42,91 36,32 35,98 43,71 20,60 42,87 36,00 43,71 36,35 20,60 42,82 36,02 43,71 36,38 20,61 42,78 36,04 43,71 36,42 20,61 42,74 36,06 43,71 36,45 20,62 42,69 36,08 43,71 36,48 20,62 42,65 36,10 43,71 36,51 20,63 42,60 36,12 43,71 36,54 20,63 42,56 36,57 36,14 43,71 20,64 42,52 36,16 43,71 36,60 20,65 42,47 36,18 43,71 36,63
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
16 61,02 61,03 61,05 61,06 61,07 61,09 61,10 61,12 61,13 61,15 61,16 61,18 61,19 61,20 61,22 61,23
17 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94 28,94
18 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90 18,90
22
25
26
23,41 23,44 23,46 23,49 23,52 23,54 23,57 23,59 23,62 23,65 23,67 23,70 23,72 23,75 23,78 23,80
35,30 35,32 35,34 35,36 35,38 35,40 35,42 35,44 35,46 35,48 35,50 35,52 35,54 35,55 35,57 35,59
38,19 38,19 38,18 38,18 38,17 38,17 38,16 38,16 38,16 38,15 38,15 38,14 38,14 38,13 38,13 38,12
128
Simulasi Erosi Tanah..
Hasil simulasi menurut skenario 7 (Tabel 42)
menunjukkan bahwa laju erosi tanah pada seluruh unit lahan penelitian lebih rendah dari erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL) dengan kisaran laju erosi tanah antara 0,95 – 32,21 ton ha-1 tahun-1. Jumlah total laju erosi tanah di seluruh daerah penelitian (72.500,13 ton ha-1 tahun-1) yang lebih rendah dari TSL (558.831,71) menunjukkan bahwa pengendalian erosi tanah pada usahatani palawija dan kakao melalui penerapan teras kredit dapat berlangsung secara efektif. Secara umum hasil simulasi erosi tanah di seluruh daerah penelitian menunjukkan
bahwa
skenario 7 layak digunakan sebagai arahan kebijakan
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Secara umum hasil simulasi model penggunaan lahan menunjukkan bahwa perbaikan teknologi konservasi tanah melalui pola tanam tumpang gilir dan teras kredit pada usahatani palawija untuk mengatasi pembatas kelerengan dapat mengendalikan erosi tanah pada seluruh unit lahan yang direncanakan hingga berada di bawah batas TSL (unit lahan 3, 5, 12, 17, dan 18). Demikian pula pengendalian erosi tanah pada usahatani kakao dengan menerapkan teras kredit dapat menunjukkan keefektifan yang tinggi pula. Unit lahan 7, 11, dan 26 mempunyai kecenderungan terdapat laju erosi yang masih tinggi. Erodibilitas tanah yang tergolong agak tinggi hingga tinggi pada unit lahan tersebut merupakan penyebab tingginya laju eosi tanah pada areal budidaya kakao. Penggunaan lahan menurut skenario 7 mampu menurunkan laju erosi tanah sebesar 1.437.108,32 ton tahun-1 atau 95,2 % dari jumlah total tanah tererosi tanah menurut skenario 1 (penggunaan lahan aktual).
Efektifitas teknik
konservasi tanah dengan menerapkan teras kredit pada tanaman kakao dan kombinasi teknik konservasi metode vegetatif dan teknik konservasi metode mekanik memberikan manfaat yang besar dalam upaya mencegah kerusakan sumberdaya lahan dalam jangka panjang.
Hal tersebut diindikasikan oleh
semakin meningkatnya indeks lahan selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
129
Tabel 42. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 7
Unit Lahan
Penggunaan Lahan Aktual
3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 22 25 26
PPK3-TP PPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP PPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP PPK3-TP PPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP KPK3-TP
Luas Unit Lahan (ha) 262,20 300,00 279,88 305,25 279,88 1,566,81 473,38 289,30 423,27 908,48 3.977,84 1.314,95 1.057,63 1.274,78 531,34 1.269,74 317,85
Bobot Isi Tanah (g cm-3) 1,12 1,34 1,28 1,16 1,28 1,17 1,02 1,22 1,32 1,15 1,05 1,24 1,35 1,18 1,24 1,06 1,04
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (cm tahun-1) 0,014 0,011 0,031 0,122 0,022 0,038 0,099 0,264 0,008 0,022 0,043 0,044 0,007 0,018 0,027 0,039 0,173 Jumlah
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (cm tahun-1) 0,31 0,34 0,18 0,16 0,17 0,27 0,20 0,27 0,34 0,32 0,36 0,52 0,42 0,51 0,26 0,21 0,20
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton ha-1 tahun1 ) 1,57 1,47 3,97 14,15 2,82 4,45 10,10 32,21 1,06 2,53 4,52 5,46 0,95 2,12 3,35 4,13 17,99
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton ha-1 tahun-1)
Hasil Simulasi Laju Erosi Tanah (ton tahun-1)
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (ton tahun-1)
34,38 44,89 23,42 17,98 21,38 31,24 19,89 32,57 44,22 31,02 36,23 37,70 57,11 59,83 48,03 32,12 21,94
411,65 441,00 1.111,12 4.319,29 789,26 6.972,30 4.781,14 9.318,35 448,67 2.298,45 17.979,84 7.179,63 1.004,75 2.702,53 1.779,99 5.244,03 5.718,12 72.500,13
9.014,44 13.467,00 6.554,79 5.488,40 5.983,83 48.947,14 9.415,53 9.422,50 18.717,00 28.181,05 144.117,14 49.573,62 60.401,25 76.270,09 25.520,26 40.784,05 6.973,63 558.831,71
PPK3-TP : Palawija Pola Pengelolaan Pertanian Konservasi dengan Menerapkan Teknik Konservasi Tanah melalui Pola Tanam Tumpang Gilir, Mulsa, Teras Kredit, dan Teknologi Pasca Panen KPK3-TP : Kakao Pola Pengelolaan Pertanian Konservasi dengan Menerapkan Teknik Konservasi Tanah melalui Teras Kredit dan Teknologi Pasca Panen
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
130
Simulasi Pendapatan Usahatani.
Berdasarkan hasil simulasi pendapatan
usahatani pada skenario 7 (Tabel 43) di dapatkan rata-rata tertimbang sebesar Rp 12.822.369,- ha1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga 12.896.069,- ha-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa berdasarkan rata-rata luas kepemilikan lahan milik petani di daerah penelitian sebesar 1,35 ha keluarga-1 maka di dapatkan rata-rata terrtimbang pendapatan usahatani adalah Rp 17,310,198.15 ,- keluarga-1 tahun-1 pada awal simulasi tahun 2005 hingga Rp 17,409,693.15 ,- keluarga-1 tahun-1 pada akhir simulasi tahun 2020. Pendapatan usahatani pada skenario 7 yang berada di atas batas kebutuhan minimum untuk memenuhi
kebutuhan hidup layak bagi petani di daerah
penelitian (Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun-1) menyebabkan skenario 7 dinyatakan layak untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Hasil simulasi tahun 2020 di dapatkan rata-rata pendapatan usahatani menurut skenario 7 meningkat sebesar 4,4 % dan 184,3 % dibandingkan dengan skenario 1 (penggunaan lahan aktual) dan 5 (penggunaan lahan palawija dengan pola tanam tumpang gilir yang menerapkan teknik konservasi tanah teras kredit ), akan tetapi menurun sebesar 22,0 % dan 4,1 % dibandingkan dengan skenario 4 (penggunaan lahan untuk budidaya kakao yang menerapkan teknok konservasi tanah teras guludan bersaluran dan teknologi pasca panen) dan skenario 6 (penggunaan lahan untuk budidaya palawija pola tanam tumpang gilir dan kakao yang menerapkan teknik konservasi tanah teras guludan bersaluran dan teknologi pasca panen). Meningkatnya pendapatan usahatani menurut skenario 7 dibandingkan dengan skenario 1, 2, 3, dan 5 disebabkan karena meningkatnya indeks lahan selama periode simulasi tahun 2005 hingga 2020.
Pengendalian erosi tanah
melalui teras kredit dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan dan produktivitas lahan. Meningkatnya pengeluaran usahatani palawija dan kakao sebesar Rp 1.500.000,- ha-1 tahun-1 untuk untuk biaya pembuatan dan pemeliharaan teras kredit menyebabkan semakin menurunnya rata-rata pendapatan usahatani menurut skenario 7 dibandingkan dengan skenario 4 dan 6. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
131
Tabel 43 . Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 7.
Tahun Ke 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Unit Lahan 3 (262,2 ha) 5.874.315 5.878.362 5.882.410 5.886.458 5.890.506 5.894.554 5.898.602 5.902.650 5.906.698 5.910.746 5.914.794 5.918.842 5.922.889 5.926.937 5.930.985 5.933.809
Unit Lahan 5 (300 ha) 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949 2.829.949
Unit Lahan 6 (279,88 ha) 15.952.487 15.960.539 15.968.592 15.976.645 15.984.697 15.992.750 16.000.803 16.008.856 16.016.908 16.024.961 16.033.014 16.041.066 16.049.119 16.057.172 16.065.224 16.073.277
Pendapatan Usahatani (Rp ha-1) Unit Lahan Unit Lahan Unit Lahan 7 8 9 (305,25 ha) (279,88 ha) (1566,81 ha) 9.607.349 10.128.891 16.865.889 9.608.947 10.136.154 16.879.680 9.610.546 10.143.417 16.893.471 9.612.145 10.150.680 16.907.263 9.613.743 10.157.943 16.921.054 9.615.342 10.165.206 16.934.845 9.616.940 10.172.469 16.948.636 9.618.539 10.179.732 16.962.428 9.620.138 10.186.995 16.977.178 9.621.736 10.194.258 16.991.954 9.623.335 10.101.521 17.006.731 9.624.934 10.108.784 17.021.507 9.626.532 10.116.047 17.036.283 9.628.131 10.123.310 17.051.060 9.629.730 10.130.573 17.065.836 9.631.328 10.137.836 17.080.612
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Unit Lahan 10 (473,38 ha) 9.902.178 9.907.735 9.913.293 9.918.850 9.924.407 9.929.965 9.935.522 9.941.079 9.946.637 9.952.194 9.957.751 9.963.309 9.968.866 9.974.423 9.979.980 9.932.363
Unit Lahan 11 (289,3 ha) 18.139.897 18.123.464 18.107.032 18.090.600 18.074.168 18.057.735 18.041.303 18.024.871 18.008.439 17.992.007 17.975.574 17.959.142 17.942.710 17.926.278 17.909.845 17.893.413
Unit Lahan 12 (423,27 ha) 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295 4.748.295
132
Tabel 43. (Lanjutan)
Tahun Ke
Unit Lahan 14 (908,48 ha)
Unit Lahan 15 (3977,84)
Unit Lahan 16 (1314,95 ha)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
15.616.867 15.627.804 15.638.740 15.649.677 15.660.613 15.671.560 15.682.486 15.693.423 15.704.359 15.715.296 15.726.233 15.737.169 15.748.106 15.759.042 15.769.979 15.780.915
15.518.709 15.525.478 15.532.246 15.539.015 15.545.784 15.552.553 15.559.321 15.566.090 15.572.859 15.579.628 15.586.396 15.593.165 15.599.934 15.606.703 15.613.471 15.620.240
20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791 20.724.791
Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Unit Lahan Unit Lahan 17 18 (1057,63 ha) (1274,78 ha) 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310 3.043.310
1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670 1.838.670
Unit Lahan 22 (531,34 ha)
Unit Lahan 25 (1269,74 ha)
Unit Lahan 26 (317,85 ha)
10.973.398 10.983.174 10.992.950 11.002.727 11.012.503 11.022.279 11.032.055 11.041.832 11.051.608 11.061.384 11.071.161 11.080.937 11.090.713 11.100.490 11.110.266 11.120.042
15.312.400 15.319.297 15.326.194 15.333.091 15.339.988 15.346.885 15.353.782 15.360.679 15.367.576 15.374.473 15.381.370 15.388.267 15.395.164 15.402.061 15.408.958 15.415.855
16.328.075 16.326.466 16.324.857 16.323.248 16.321.640 16.320.031 16.318.422 16.316.813 16.315.204 16.313.596 16.311.967 16.310.378 16.308.769 16.307.160 16.305.552 16.303.943
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
Rata-Rata Tertimbang Pendapatan Usahatani Di DAS Gumbasa (Rp ha-1 tahun-1) 12.822.369 12.827.467 12.832.565 12.837.664 12.842.762 12.847.861 12.852.959 12.858.058 12.863.257 12.868.460 12.871.775 12.876.978 12.882.180 12.887.383 12.892.585 12.896.069
133
5.6. Arahan Kebijakan Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa Arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian ditentukan berdasarkan hasil diskusi pakar, stakeholder, dan simulasi model pada setiap skenario yang telah direncanakan. Diskusi pakar untuk menentukan arahan penggunaan lahan menghasilkan penilaian pengembangan pertanian melalui budidaya kakao, padi beririgasi, dan palawija (jagung, kacang tanah, dan ubikayu) sebagai prioritas 1, 2, dan 3 untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Di lain pihak, pengembangan penggunaan lahan untuk budidaya vanili, kelapa, cengkeh, dan hutan mempunyai prioritas yang relatif rendah. Pengembangan padi beririgasi sebagai sektor penunjang kebutuhan pangan bagi masyarakat di DAS Gumbasa tidak dapat dikembangkan lebih lanjut, mengingat kondisi topografi di DAS Gumbasa merupakan lahan dengan kelerengan berbukit hingga curam.
Disamping itu, hasil diskusi stakeholder
menunjukkan bahwa di DAS Gumbasa hulu belum terdapat rencana pengembangan jaringan irigasi dalam jangka waktu menengah (5 – 10 tahun mendatang) sehingga pengembangan pertanian di daerah tersebut lebih dititikberatkan pada pengembangan lahan kering melalui budidaya kakao dan palawija (jagung, kacang tanah, dan ubikayu).
Selanjutnya lahan yang pada
kondisi aktual telah dikelola sebagai lahan padi beririgasi (unit lahan 4, 13, dan 23) tidak perlu diubah pemanfaatannya sebagai penggunaan lahan lainnya. Walaupun hasil diskusi pakar menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan mempunyai tingkat prioritas yang paling rendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya, akan tetapi penggunaan lahan hutan tersebut diperlukan sebagai upaya untuk mengendalikan erosi tanah pada lahan-lahan yang mempunyai kelerengan tinggi. Rencana penggunaan lahan sebagai hutan pada unit lahan yang terdapat pada kelerengan lebih besar dari 35 % (unit lahan 1, 2, 19, 20, 21, 24, dan 27) dipandang merupakan pertimbangan yang relevan sebagai upaya menjaga kelestarian sumberdaya lahan. Di lain pihak unit lahan 11 pada kondisi aktual didominasi penggunaan lahan kakao pola agroforestri tidak diubah perencanaannya sebagai areal budidaya kakao walaupun terdapat pada kelerengan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
134
36 %. Penggunaan lahan pada unit lahan tersebut memerlukan pertimbangan tindakan konservasi tanah secara lebih mendalam. Penggunaan lahan yang dipertimbangkan dalam penelitian didasarkan atas pengembangan komoditas pertanian yang telah terbiasa di budidayakan oleh masyarakat di DAS Gumbasa, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan pengkajian penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berdasarkan komoditas yang telah terbiasa di usahakan oleh masyarakat di sekitar lokasi penelitian, seperti: mangga, kopi, kelapa sawit, teh, bawang merah, cabai, tomat, dan tumbuhan obat. Diskusi stakeholder menghasilkan pertimbangan faktor-faktor penting yang perlu dikaji sebagai arahan dalam perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa, yaitu : tipe penggunaan lahan, kesesuaian lahan, pendapatan petani, kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS, konservasi tanah, dan teknologi pasca panen. Faktor-faktor penting yang mempunyai ketergantungan tinggi dan pengaruh tinggi adalah kesesuaian lahan, tipe penggunaan lahan, pendapatan petani, dan kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS.
Faktor-faktor penting yang mempunyai
ketergantungan rendah dan pengaruh tinggi adalah konservasi tanah dan teknologi pasca panen. Meninjau hasil diskusi pakar dan stakeholder maka faktor-faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam skenario perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa adalah pengembangan pertanian yang mengacu pada peningkatan konservasi tanah dan teknologi pasca panen. Melalui pengembangan faktor-faktor tersebut diharapkan penggunaan lahan di daerah penelitian dapat berlangsung secara lestari dengan memenuhi pertimbangan indeks lahan minimum 25, laju erosi tanah yang lebih rendah dari TSL, pendapatan petani yang dapat mencukupi kebutuhan hidup layak sehingga tidak menyebabkan konflik kepentingan antara upaya konservasi sumberdaya lahan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap kepentingan konservasi tanah dengan tujuan untuk meningkatkan kesesuaian lahan dan pendapatan petani perlu dilakukan melalui program-program pemberdayaan masyarakat dan penelitian yang bersifat on farm research.
Pembinaan kelompok tani dalam kaitannya
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
135
dengan alih teknologi konservasi sumberdaya lahan dan teknologi pasca panen merupakan faktor-faktor penting yang dapat dipertimbangkan dalam upaya mencapai pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa Kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS merupakan faktor penentu keberhasilan perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Penetapan strategi perencanaan tunggal (one plan strategy) diperlukan dalam upaya untuk menghindari program-program pengembangan sumberdaya lahan yang saling timpang tindih antara stakeholder yang terkait dengan pengembangan pertanian di daerah tersebut. Secara umum model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan menurut skenario 1 (penggunaan lahan aktual), skenario 2 (kombinasi penggunaan lahan KPT dan PPK0), dan skenario 3 (penggunaan lahan KPT) menunjukkan hasil simulasi yang tidak dapat memenuhi kriteria laju erosi tanah yang lebih rendah dari TSL, sehingga skenario tersebut tidak layak untuk diterapkan sebagai arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian. Meninjau hasil pengukuran erosi tanah aktual pada areal penggunaan lahan untuk budidaya kakao baik secara monokultur maupun kebun campuran antara hutan dan kakao (agroforestry) yang menunjukkan laju erosi yang lebih rendah dari TSL maka dapat dinyatakan bahwa hasil simulasi laju erosi tanah dengan menggunakan model memperoleh hasil prediksi yang bersifat over estimate. Oleh sebab itu dalam melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan model penggunaan lahan untuk pengembangan kakao masih memerlukan pengkajian erosi tanah secara lebih mendalam berdasarkan hasil penelitian di lapang sehingga dapat diperoleh model yang representatif untuk digunakan dalam perancangan sub model erosi tanah dalam pemodelan penggunaan lahan.
Penelitian model erosi tanah berbasis proses
terjadinya erosi tanah (white box) pada areal budidaya kakao di daerah penelitian dipandang merupakan pemecahan masalah yang tepat untuk memperbaiki perancangan sub model erosi tanah dalam pemodelan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario 5 (penggunaan lahan PPK1-TP) yang menunjukkan rata-rata tertimbang pendapatan usahatani DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
136
berada di bawah batas pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (Rp 10.800.000,- keluarga-1 tahun) menyebabkan skenario tersebut tidak layak untuk diterapkan sebagai arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian, walaupun memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam variabel keputusan indeks lahan dan erosi tanah. Hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario 4 (penggunaan lahan KPK2-TP), skenario 6 (kombinasi penggunaan lahan KPK2-TP dan PPK1TP), dan skenario 7 (kombinasi penggunaan lahan KPK3-TP dan PPK3-TP) menunjukkan meningkatnya luas lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian, laju erosi tanah berada di bawah batas TSL, dan pendapatan usahatani berada di atas batas kebutuhan hidup layak bagi masyarakat di DAS Gumbasa. Meninjau hasil simulasi pada skenario tersebut maka dalam pembahasan lebih lanjut akan lebih ditekankan pada perencanaan penggunaan lahan menurut skenario 4, 6, dan 7. Model penggunaan lahan menurut skenario 4 menunjukkan bahwa berdasarkan variabel keputusan indeks lahan maka unit lahan 7, 8, 10, dan 22 tergolong kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N). Unit lahan 3, 5, 6, 9, 11, 12, 14, 15, 17, 18, 22, 25, dan 26 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3). Unit lahan 16 tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2). Hasil simulasi menurut skenario 4 berdasarkan variabel keputusan erosi tanah menunjukkan bahwa unit lahan 7, 10, 11, 22, dan 26 mempunyai laju erosi tanah yang lebih tinggi dari laju erosi yang dapat ditoleransi (TSL). Secara umum hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 4 menunjukkan rata-rata tertimbang lebih tinggi dari batas pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Mengacu pada hasil simulasi indeks lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani menurut skenario 4 maka unit lahan 7, 8, 10, 11, 22, dan 26 tidak sesuai untuk digunakan sebagai arahan penggunaan lahan menuju pengembangan pertanian berkelanjutan sehingga direkomendasikan digunakan sebagai lahan hutan. Secara keseluruhan berdasarkan hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario 4 terdapat 12.635,58 ha atau 85,2 % dari seluruh luas lahan yang direncanakan merupakan lahan yang memenuhi kriteria pengembangan pertanian berkelanjutan. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
137
Model penggunaan lahan menurut skenario 6 menunjukkan bahwa berdasarkan variabel keputusan indeks lahan pada unit lahan 7, 8, 10, 18. dan 22 tergolong kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N), unit lahan 5, 6, 9, 11, 12, 14, 15, 17, 25, dan 26 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3), sedangkan unit lahan 3 dan 16 tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2). Hasil simulasi menurut skenario 6 berdasarkan variabel keputusan erosi tanah menunjukkan bahwa unit lahan 7, 10, 11, 22, dan 26 mempunyai laju erosi tanah yang lebih tinggi dari laju erosi yang dapat ditoleransi (TSL). Rata-rata tertimbang pendapatan usahatani menurut skenario 6 yang lebih tinggi dari batas minimum pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak menyebabkan skenario 6 layak untuk diterapkan sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian di daerah penelitian. Meninjau hasil simulasi menurut skenario 6 berdasarkan variabel keputusan indeks lahan, erosi tanah, dan pendapatan petani maka dapat ditentukan bahwa unit lahan 7, 8, 10, 11, 18, 22, dan 26 tidak layak digunakan sebagai lahan pertanian dan direkomendasikan digunakan sebagai lahan hutan. Oleh sebab itu, secara keseluruhan menurut skenario 6 didapatkan 11.360,81 ha lahan yang memenuhi kriteria perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa atau 76,6 % dari luas seluruh unit lahan yang direncanakan. Hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario 7 menunjukkan bahwa berdasarkan variabel keputusan indeks lahan pada unit lahan 7, 8, 10, 18. dan 22 tergolong kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai (N), unit lahan 5, 6, 9, 11, 12, 14, 15, 17, 25, dan 26 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3), sedangkan unit lahan 3 dan 16 tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2). Berdasarkan variabel keputusan erosi tanah menurut skenario 7 menunjukkan bahwa semua unit lahan yang direncanakan untuk pengembangan pertanian mempunyai laju erosi tanah yang lebih rendah dari TSL. Rata-rata tertimbang pendapatan usahatani menurut sekenario 7 menunjukkan nilai yang berada di atas batas pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi masyarakat di DAS Gumbasa.
Berdasarkan hasil simulasi model menurut
skenario 7 dapat dinyatakan bahwa bahwa unit lahan 7, 8, 10, 18, dan 22 tidak DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
138
memenuhi kriteria untuk digunakan sebagai arahan pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa dan direncanakan digunakan sebagai lahan hutan. Berdasarkan hal tersebut secara keseluruhan terdapat 11.967,95 ha lahan yang memenuhi kriteria sebagai arahan pengembangan pertanian berkelanjutan atau 80,7 % dari luas seluruh unit lahan yang direncanakan. Secara umum rekapitulasi hasil simulasi model penggunaan lahan menurut skenario 1, 4, 6, dan 7 disajikan dalam Tabel 44. Tabel 44. Rekapitulasi hasil simulasi luas lahan sesuai, laju erosi tanah, dan rata-rata pendapatan usahatani pada tahun 2020 menurut skenario 4, 6, dan 7. Kriteria
Skenario
1 4 6 7
Luas Lahan Sesuai (ha)
Laju Erosi Tanah (ton tahun-1)
Laju Erosi Tanah Dapat Ditoleransi (TSL) (ton tahun-1)
7.088 12.635,58 11.360,81 11.967,95
1.509.608,45 201.768,36 205.970,27 72.500,13
346.462,32 532.749,98 558.831,71 558.831,71
Rata-Rata Pendapatan Usahatani pada Tahun Simulasi 2020 (Rp ha-1 tahun-1) 12.347.261 16.538.907 13.444.531 12.896.069
Pendapatan Usahatani Total pada Tahun Simulasi 2020 (Rp tahun-1) 87.517.385.968 208.978.682.511 152.740.762.230 154.339.508.989
Hasil simulasi pada Tabel 44 menunjukkan bahwa luas lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian tertinggi terdapat pada skenario kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 4, selanjutnya diikuti oleh skenario 7, 6 dan 1 secara berturut-turut. Hasil simulasi laju erosi tanah total pada seluruh daerah penelitian menunjukkan bahwa skenario kebijakan penggunaan lahan aktual (skenario 1) lebih tinggi dari laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (TSL), sedangkan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 4, 6, dan 7 mempunyai laju erosi tanah berada di bawah TSL. Hasil simulasi pendapatan usahatani total tertinggi terdapat pada kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 4, selanjutnya diikuti oleh skenario 7, 6, dan 1 secara berurutan. Meninjau hasil simulasi indeks lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani pada skenario 1, 4, 6, dan 7 maka dapat dinyatakan bahwa skenario 4 merupakan arahan penggunaan lahan yang terbaik untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa.
Luas lahan yang dapat digunakan untuk
pengembangan pertanian berkelanjutan mencapai 12.635,58 ha, laju erosi tanah DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
139
yang lebih rendah dari TSL, dan pendapatan usahatani total di daerah penelitian pada tahun 2020 mencapai Rp 208.978.682.511,- tahun-1. Sebagai konsekuensi dari penerapan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 4 maka pada unit lahan 7, 8, 10,11, dan 22 yang pada kondisi aktual telah digunakan sebagai areal budidaya kakao baik secara monokultur maupun sebagai kebun campuran harus mengalami perubahan penggunaan lahan sebagai hutan. Buruknya sifat fisik dan kesuburan tanah selain iklim dan kelerengan merupakan pembatas utama yang menyebabkan unit lahan tersebut tidak sesuai untuk pengembangan kakao. Di lain pihak, unit lahan 15 dan 25 yang pada kondisi aktual masih digunakan sebagai hutan maka berdasarkan skenario 4 dapat digunakan sebagai areal pengembangan kakao dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian teknik konservasi tanah guludan bersaluran dan teknologi pasca panen. Demikian pula dengan unit lahan 12 yang pada kondisi aktual telah digunakan sebagai areal budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian tumpang gilir dan pemberian mulsa dapat diubah penggunaannya menjadi areal pengembangan kakao dengan menerapkan teknik konservasi tanah guludan bersaluran dan teknologi pasca panen (skenario 4). Berdasarkan perancangan model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa maka dapat dirumuskan arahan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 4 adalah lahan sawah beririgasi (2.924,52 ha), kakao (12.924,88 ha), dan hutan (3.998,23 ha). Arahan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 6 adalah penggunaan lahan sawah beririgasi (2.924,52 ha), palawija (2.043,10 ha), kakao (8.365,81 ha), dan hutan (6.514,20 ha). Arahan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 7 adalah lahan sawah beririgasi (2.924,52 ha), palawija (2.043,10ha), kakao (8.939,92 ha), dan hutan (5.941,02 ha). Luas lahan yang dapat memenuhi kriteria pengembangan pertanian berkelanjutan menurut skenario 1, 4, 6, dan 7 secara berturut-turut adalah 7.088 ha, 12.924,88 ha, 10.408,91 ha, dan 10.982,02 ha.
Peta arahan kebijakan
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 1, 4, 6, dan 7 berturut-turut disajikan pada Gambar 14, 15, 16, dan 17.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
140
Gambar 14. Peta arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 1 (Penggunaan Lahan Aktual).
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
141
Gambar 15. Peta arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 4.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
142
Gambar 16. Peta arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 6.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB
143
Gambar 17. Peta arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 7.
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 / PSL / IPB