J. Tek. Ling
Edisi Khusus
Hal. 65 - 72
Jakarta, Juni 2009
ISSN 1441-318X
UPAYA MENUJU KEMANDIRIAN BAHAN SEMAI FLARE DALAM MENDUKUNG TMC DI INDONESIA Erwin Mulyana, Untung Haryanto, Ham Hilala, R Djoko Gunawan, Pitoyo S Sarwono, Dini Harsanti, Jon Arifian Peneliti di UPT Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Global warming and climate change has been continuous issue for more than two decades.Rainfall deficits and droughst are projected to become more extreme due to climate change particularly in the tropics. Weather Modification or cloud seeding is one alternative of adaptations the climate changes in Indonesia. Work Packet Teknologi Pengembangan Bahan Semai in FY 2008 has made a small scale hygroscopic cloud seeding flare production equipment (ball mill, hydraulic press and oven). The hygroscopic flare prototype has 60% KCl, 20% MgCl, and 6.2% NaCl, while th e burning flare particle size was 0.3 micron. Key words: global warming, weather modification, cloud seeding, hygroscopic flare
1.
PENDAHULUAN
Telah terjadi perubahan pola hujan global dalam 100 tahun terakhir seperti yang dilaporkan oleh IPCC1). Curah hujan cenderung meningkat di sebagian Amerika, Eropa Utara dan Asia Tengah. Sebaliknya di Afrika Selatan, Sahel, Mediterania dan Asia Selatan curah hujan cenderung berkurang. Indikasi terjadinya perubahan pola hujan di Indonesia juga telah dilaporkan2). Dengan perubahan pola hujan yang kian tidak menentu maka kejadian banjir dan kekeringan di Indonesia akan semakin sering terjadi. Salah satu alternatif untuk mengantisipasi tidak menentunya pola hujan terutama pada saat ketersediaan air sangat kritis adalah dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) melalui penyemaain awan. Saat ini bahan semai higroskopis yang digunakan di Indonesia selain berupa powder juga dalam bentuk flare. Penyemaian awan dengan flare higroskopis di antaranya telah dilakukan di Afrika Selatan3-4), Thailand5) dan Mexico6).
Berbeda dengan cara konvensional (powder), dengan model flare modifikasi cuaca lebih efektif, di mana bubuk semai dan bahan lainnya dimampatkan dalam selongsong yang dalam operasinya dibakar di dasar awan. Partikel higroskopis yang beterbangan dalam bentuk asap masuk ke daam awan melalui medan updraft. Secara alami sesungguhnya proses awan menjadi hujan melalui suatu proses yang sangat panjang yang diawali dengan adanya embrio awan, kemudian tumbuh menjadi awan yang besar. Proses tumbukanpenggabungan yang efisien akan memicu dan mempercepat terjadinya hujan. Proses itu berlangsung antara butiran yang besar dan yang kecil. Dengan menambahkan partikel Cloud Condensation Nuclei (CCN) yang lebih besar dari partikel CCN yang ada di alam maka efisiensi tumbukan-penggabungan akan meningkat dan akhirnya hujan akan lebih cepat turun bila dibandingkan dengan dibiarkan secara alami.
Upaya Menuju Kemandirian...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 65 - 72
65
1.1
Jenis Bahan Semai Flare
Flare yang digunakan dalam penyemaian awan terdiri dari dua jenis yaitu flare higroskopik dan flare AgI. Flare higroskopis terdiri dari campuran bahan kimia piroteknik yang ditambah garam higroskopis, NaCl atau CaCl2. Sedangkan flare AgI terdiri dari campuran bahan kimia piroteknik dan perak iodida (lihat Gambar 1). Flare higroskopik digunakan untuk jenis awan hangat (warm cloud) yaitu awan yang memiliki temperatur lebih dari 0o derajat Celsius. Sedangkan flare AgI digunakan untuk awan dingin (cold cloud) yaitu awan dengan temperatur kurang dari 0o Celsius.
banyak, yaitu sekitar 800-1000 kg untuk setiap misi penyemaian, sedangkan dengan flare higroskopis berukuran 1 kg cukup 2-4 buah. Dengan demikian pemakaian flare higroskopis memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan menggunakan powder ditinjau dari sisi mikrofisik dan efisiensi.
Gambar 2. Flare yang Terbakar Saat digunakan dalam Penyemaian Awan di DAS Larona, Sulawesi Selatan. Bahan semai flare telah digunakan UPT Hujan Buatan sejak tahun 1999 di Sorowako Sulawesi Selatan. Penyemaian awan di Sorowako dilakukan untuk menambah curah hujan di DAS Larona yang memilki 3 buah Danau Kaskade yaitu Danau Matano, Mahalona dan Towuti. Air di ketiga danau tersebut digunakan sebagai pembangjkit listrik tenaga air (PLTA). Gambar 2 menunjukkan flare yang sedang digunakan untuk penyemaian awan di DAS Larona, Sorowako, Sulawesi Selatan. Gambar 1. Flare Higroskopik (atas) dan AgI (bawah). Flare menjadi alternatif bahan semai yang selama ini telah digunakan yaitu bahan semai garam higroskopis berbentuk bubuk atau powder dengan sebaran ukuran partikel dalam kisaran 50 hingga 100 mikron. Penyemaian awan hangat di Indonesia membutuhkan jumlah bahan semai higroskopik bentuk powder yang sangat 66
1.2
Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah membuat sistem produksi flare higroskopik skala kecil. Pekerjaan yang dilakukan selain mengembangkan jenis flare higroskopis, juga membuat peralatan pendukung produksi yang terdiri dari ball mill, alat pres dan oven.
Erwin Mulyana, dkk. 2009
1.3
Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dari kegiatan ini adalah didapatnya kemampuan memproduksi sendiri bahan semai flare higroskopik untuk operasional penyemaian awan yang dilakukan UPT Hujan Buatan. Dengan demikian maka ketergantungan UPT Hujan Butan terhadap flare higroskopis yang selama ini diimpor dari Amerika Serikat diharapkan dapat dikurangi. Gambar 3. Disain Ball Mill Sederhana 2.
METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan penelusuran informasi melalui Web. Informasi yang dicari meliputi bahan piroteknik, material penyusun higroskopic flare, black powder, ignitor, casing, bahan pirogen, binder dan lain lain. Selain itu dilakukan juga penelusuran informasi tentang peralatan utama untuk membuat flare yang terdiri dari ball mill, alat press dan oven. Dari informasi yang diperoleh selanjutnya dibuat gambar disain ball mill, alat pres dan oven. Kemudian gambar tersebut dibawa ke bengkel untuk dibuat barangnya. Ball mill digunakan untuk menghaluskan bahan baku flare, sementara alat press digunakan untuk memadatkan bahan flare, sedangkan oven digunakan untuk mengeringkan bahan flare yang sudah dipadatkan. 2.1
Disain Ball Mill, Alat Press dan Oven
Bahan dasar flare yang termasuk bahan piroteknik diperlukan dalam bentuk bubuk halus dengan ukuran 70 – 120 mikron. Spesifikasi ini meningkatkan resiko pada orang yang melaksanakan pekerjaannya, karena bahan-bahan mudah terbakar itu menjadi sangat peka, baik akibat benturan fisik dengan benda keras lainnya, maupun menjadi aktif karena terkontaminasi dengan bahan lain. Untuk keperluan ini digunakan ball mill.
Komponen utama ball mill adalah motor yang berfungsi untuk memutar wadah ball mill 7). Motor harus berputar paling sedikit 500 rpm. Wadah milling dibuat dari sejenis plastik keras yang dilengkapi dengan penutup, bisa juga dibuat dari PVC. Ukuran maksimum wadah bergantung pada kekuatan motor. Media penggiling berupa bola-bola timah/kuningan. Disain ball mill sederhana ditunjukkan pada Gambar 3. Kecepatan putaran wadah sangat berpengaruh terhadap proses penghalusan bahan. Jika putaran wadah terlalu lambat, bola hanya akan rolling di tempat, sebaliknya jika terlalu cepat maka gaya sentripetal akan terlalu kuat dan bola-bola akan rolling/ meluncur pada sisi wadah. Dengan demikian ball mill harus berputar pada putaran yang tidak terlalu besar agar bola mencapai bagian atas kontainer dan kemudian jatuh menimpa bahan/material yang digiling. Material yang sudah dalam bentuk bubuk halus dicampur secara hati-hati dengan material lain yang juga berbentuk bubuk dengan komposisi tertentu. Tuntutan lainnya adalah bahan ini harus terbakar tanpa padam hingga material ini habis, dengan laju pembakaran yang konstan. Hal ini tidak akan tercapai bila material tetap dalam bentuk bubuk. Untuk keperluan ini, jarak partikel harus didekatkan sedekat mungkin dan kemudian diikat sehingga jaraknya tidak berubah lagi, dan ruang di antara partikel harus diisi dengan pengikat (binder) yang juga harus bersifat mudah terbakar.
Upaya Menuju Kemandirian...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 65 - 72
67
Beberapa jenis binder bisa digunakan, di antaranya adalah lacquer NC (larutan kental Nitro-cellulose) atau binder lain yang memenuhi kriteria itu. Jadi peralatan dasar lain adalah mesin untuk memampatkan/ memadatkan bahan piroteknik, yang telah dicampurkan dengan binder yang sesuai. Mesin press untuk flare terdiri dari hidraulik press (Gambar 4), namun pada arah geraknya ditahan sehingga material yang ada diantaranya tergencet. Namun karena material kerja memiliki sifat ekspansif ke segala arah, maka arah ekspansif ke kiri dan kekanan (mendatar) harus ditiadakan, dengan cara memasukkannya dalam molding (cetakan). Jadi molding merupakan kesatuan yang tak terpisahkan pada pemampatan bahan piroteknik.
Penekan atas (Besi ulir trapesium)
X
Rangka
125 cm
H
mesin CSF
Pressure gage
X
60 cm
X
Hand
X
Hibra
Gambar 4. Disain Mesin Press untuk Memampatkan Bahan Flare Pada umumnya, briket material yang baru dilepaskan dari molding, masih rapuh dan basah. Untuk mempercepat pencapaian target produksi, grain atau briket dikeringkan dengan menggunakan oven yang memiliki pengatur suhu konstan. Bagian pekerjaaan ini merupakan tahapan yang sangat berbahaya, karena penyesuaian suhu yang tidak tepat dapat mengaktifkan BP atau grain. Bila bahan yang akan dikeringkan memiliki suhu aktifasi berbeda, maka suhu harus di set pada suhu aktifasi material yang terendah. 68
2.2
Disain Pembuatan Flare Higroskopik
Cloud Seeding flare merupakan generator partikel berukuran sub-mikron hingga mikron, yang dihasilkan dengan teknik pembakaran bersuhu tinggi (pyrotechnics). Dari berbagai sumber, flare piroteknik secara umum berupa tabung kertas yang diperkuat dan kedap air (atau tabung polimer) panjangnya antara 20 – 30 cm. Didalamnya (dimulai dari ujung yang menyala) terdapat tutup, sistem penyalaan awal, grain, dan stopper. Baik sistem penyalaan awal maupun grain berbentuk padat (sangat keras), dengan maksud agar nyala dapat terus berlangsung tanpa terputus dan baru padam setelah grain habis, yaitu ketika sudah mencapai stopper. Tabung kertas bisa dibuat sendiri, namun untuk keperluan kegiatan ini digunakan tabung kertas yang banyak terdapat di Jakarta, yang merupakan tabung untuk penggulung tekstil. Diameter bagian dalam tabung dicari yang sesuai dengan mounting yang sudah terpasang pada pesawat Pepper Cheyenne yang telah digunakan untuk operasional cloud seeding di Sorowako, diameternya kurang lebih 5.3 cm, dengan tebal dinding 3 mm. Tabung dipotong dengan panjang seragam yaitu 30 cm. Kekuatan tabung kemudian ditingkatkan dengan cara merendam dalam parafin (wax) cair selama 10 menit, kemudian diangkat, dan ditiriskan selama 24 jam. Sistem penyalaan awal (ignitor) terdiri dari kawat yang membara bila dihubungkan dengan sumber arus DC, yang dibenamkan dalam Black Powder (BP). Geometri kawat bara secara umum hanya ada dua, yaitu “bridge wire” dan e-match. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, dalam uji coba keduanya sering digunakan, namun untuk produksi yang lebih banyak, digunakan e-match. Lacquer Pirogen yang merupakan bahan mudah terbakar digunakan untuk melapisi e-match, kemudian dikeringkan. Untuk penyimpanan yang lama (atau menunggu pemasangan), E-match yang
Erwin Mulyana, dkk. 2009
telah kering dibungkus dengan alumunium foil dan setiap 5 unit dimasukkan kedalam kantong plastik yang sesuai. Black Powder dibuat dari campuran KNO3, Sulfur, dan belerang. Masing-masing bahan dihaluskan dengan ball mill untuk mendapatkan bubuk berukuran 70-100 mikron. Masing-masing ditimbang secara teliti dengan timbangan dengan kepekaan 0.1 gram, dengan komposisi mengikuti stochiometri, kemudian dicampur dan dimasukkan stoples plastik, dan diputar-putar hingga merata. Pada campuran ini kemudian ditambahkan “lackuer binder”, dan diaduk lagi hingga merata hingga berbentuk campuran yang lembab. Binder bisa digunakan dextrin atau yang lain. Dari sini kemudian dimasukkan kedalam molding dan ditekan dengan kekuatan 100 kgr/cm2, hingga berbentuk briket dengan ketebalan (setelah di tekan) 2 cm. Briket dilepaskan dari molding dan di biarkan pada suhu kamar selama 24 jam atau dijemur pada panas matahari. Grain cloud seeding flare disiapkan dari campuran KCLO4 (Kalsium Perklorat), Mg (Magnesium), Li2CO3 (Lithium Carbonate), NaCl (garam dapur). Masing-masing bahan secara terpisah dihaluskan dengan ball mill hingga diperoleh bubuk halus 70-100 mikron. Bahan tersebut kemudian dicampur lalu dimasukkan kedalam kantung plastik, aduk hingga merata, dan tambahkan binder hingga terasa lembab. Sejumlah campuran yang dibutuhkan dimasukkan dalam molding dan ditekan dengan hidraulik press hingga tekanan mencapai 100 kgr/cm2 dan biarkan selama 5 menit, setelah itu dilepaskan dari molding. Grain didesain untuk panjang 10 cm. Pasangkan stopper pada casing yang telah siap digunakan, dan rekatkan menggunakan lem kayu untuk menyatukannya dengan casing. Selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC selama 10 jam. Setelah mencapai suhu kamar lalu masukkan grain cloud seeding flare kedalam casing hingga mencapai stopper. Tuangkan resin untuk mengisi celah antar grain dan
dinding bagian dalam casing yang masih ada dan diamkan pada suhu kamar selama 24 jam, Setelah resin kering, masukkan briket BP ke dalam tabung, tuangkan resin hingga masuk ke celah-celah, dan biarkan pada suhu kamar hingga resin mengeras. Siapkan bor besi ukuran 6 mm, gunakan untuk membuat lubang pada Briket BP, dengan kemiringan 45 derajat, hingga mencapai grain (tembus briket BP). Masukkan e-match kedalam lubang,hingga mencapau grain, bubuk dari hasil pengeboran dikembalikan atau dimasukkan ke dalam lubang, di antara e-match dengan dinding briket BP Kabel yang menyertai e-match dibentuk mengikuti permukaan briket BP dan dinding casing serta direkatkan pada dinding luar casing dengan glue stick. Di atas e-match dan briket BP diletakkan tumpukan karton tebal 1mm, hingga tumpukannya rata dengan bagian paling ujung casing / tabung. Setelah itu dipasangkan cap sebagai penutup akhir dan di rekatkan dengan glue stik. Cloud Seeding Flare siap digunakan atau di simpan untuk stok. Bila untuk stok maka tiap unit Cloud seeding flare dibungkus dengan kertas almunium sebanyak 3 lapis dan tiap ujungnya dipilin dan terakhir dimasukkan dalam kantong plastik kedap udara. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Black Powder merupakan bagian dari sistem penyalaan pertama, yang bertugas menyalakan grain. Di dalam grain inilah terdapat bahan seeding yaitu NaCl, yang diandalkan untuk memodifikasi awan. Jadi kegagalan penyalaan flare kuncinya terdapat pada penyalaan BP. Baik BP dan grain yang digunakan untuk flare mempunyai satu kesamaan dalam hal ukuran partikel material penyusunnya, yaitu 70 – 100 mikron, serta jarak partikel harus sangat dekat. Ketentuan ini disyaratkan agar pembakaran berlangsung terus menerus tanpa terputus. Komponen material pembuat flare dihaluskan dengan ball mill. Di dalam silinder
Upaya Menuju Kemandirian...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 65 - 72
69
terdapat satu jenis saja material piroteknik, seperti charcoal, atau KNO3. Selain itu, bolabola timah dimasukkan juga ke dalam silinder, silinder diputar oleh motor. Material kerja menjadi halus setelah waktu tertentu akibat sering terjepit atau tertumbuk di antara bolabola timah, Jangka waktu yang dibutuhkan untuk kehalusan 70-100 mikron sangat tergantung pada banyaknya material kerja, banyaknya bola-bola, serta jenis materialnya. 10 hingga 48 jam adalah waktu yang umum diperlukan. Gambar 5 merupakan ball mil yang telah berhasil dibuat WP Teknologi Pengembangan Bahan Semai.
yang selesai dibuat seperti diperlihatkakn pada Gambar 7 merupakan kotak stainless steel berdinding dua lapis, salah satunya dapat dibuka dan ditutup. Di antara kedua dinding di pasangi bahan isolator berupa serabut gelas (glass wool) untuk menahan panas agar tidak keluar. Pada sisi sebelah kiri terdapat panel kontrol suhu, lampu indicator power (Pilot lamp), dan indikator bekerjanya pemanas. Pada suhu yang sudah konstan lampu indikator ini mati, artinya suhu sudah mencapai seperti yang ditetapkan oleh seting termostat.
Gambar 5. Ball Mill yang Berhasil Dibuat. Diperoleh juga informasi bahwa makin halus suatu material piroteknik, makin tinggi pula kepekaan / kestabilannya, sehingga potensi terjadinya penyalaan atau ledakan semakin tinggi. Menyadari ini maka proses pengoperasian Ball Mill pada produksi piroteknik harus dilakukan di luar gedung, dengan diberi pelindung (barikade) yang tebal dan tinggi. Bangunan sederhana semacam saung yang memiliki atap dan dinding kayu serta diberi barikade merupakan cara untuk pengamanan dari resiko ledakan ketika bekerja dengan ball mill.
Gambar 6.Alat Press (kiri), Briket Black Powder (kanan atas), dan Briket Grain (kanan bawah).
Material pembuat flare yang telah dihaluskan dengan ball mill selanjutnya diracik menjadi campuran yang siap untuk membuat flare. Pemadatan material flare yang telah dicampur menggunakan alat press (Gambar 6).
Di dalam pengering ini terdapat 3 baris rak bertingkat yang juga merupakan bahan stainless yang berlubang-lubang. Setiap tingkat mampu menampung 5 batang flare higroskopik, sehingga secara total bisa mengeringkan 15 batang flare higroskopik secara serentak. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa flare yang telah selesai dibuat 6 hari sebelumnya dan di tempatkan pada ruang ber AC terus menerus ternyata masih sangat lembab. Berdasarkan kenyataan tersebut, memang diperlukan proses pengeringan menggunakan oven (atau menggunakan sistem yang lain) untuk mengeluarkan cairan yang terjebak di dalamnya).
Untuk mempercepat proses pengeringan flare digunakan oven. Oven
Ketiga peralatan pokok ini yang terdiri dari ball mill, alat press dan oven telah
70
Erwin Mulyana, dkk. 2009
digunakan untuk membuat 12 batang flare hihroskopik dengan hasil sangat memuaskan. Setelah keluar dari oven, briket BP dan grain menjadi sangat padat dan keras.
Tahapan penting dari pembuatan flare adalah pengujian statik di darat. Pada uji ini dapat terlihat fungsi pemantik, dan kualitas proses, serta karakter lidah api dan asap. Uji coba pembakaran flare menunjukkan kontinuitas pembakaran berjalan dengan baik. Semburan lidah api tampak kuat, Asap tebal keluar dari hasil pembakaran. Gambar 9 di bawah ini memperlihatkanan hasil uji coba pembakaran flare yang telah berhasil dibuat. Hasil pengujian dengan X-Ray Flourescend (XRF) menunjukkan unsur K dan Cl paling dominan (lihat Tabel 1), sedangkan pengujian dengan X-Ray Difraktion (XRD) menunjukkan senyawa yang paling dominan adalah KCl dan MgCl2 (lihat Tabel 2).
Gambar 7. Alat Pengering Flare. Bagian-bagian flare yang juga dibuat adalah e-match. E-match berfungsi sebagai igniter dalam penyalaan awal flare supaya semua komponen flare dapat terbakar seluruhnya dengan sempurna. Gambar 8 memperlihatkan e-match dan flare yang telah berhasil dibuat .
Gambar 9. Persiapan Uji bakar, semburan api, serta asap dari flare
Gambar 8. Igniter flare yg terbuat dari kawat nikelin (kiri atas) dan igniter yang telah diberi black powder (kanan atas), serta flare yang telah jadi (bawah)
Pengujian lain yang dilakukan adalah mengetahui jumlah konsentrasi ukuran partikel flare yang terbakar. Pengujian ini menggunakan Lighthouse 3016 Partikel Counter milik BATAN. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ukuran partikel yang paling banyak adalah 0,3 mikron (lihat Tabel 3). Selama kegiatan pembuatan flare higroskopis ada beberapa kendala yang dihadapi sehingga tidak seluruhnya bisa sesuai dengan yang telah direncanakan.
Upaya Menuju Kemandirian...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 65 - 72
71
Tabel 1. Hasil uji Flare dengan XRF. Sample
K
Mg
4.2.
Na
Cl
Lainnya
Saran
Dengan peralatan tersebut maka bila bahan baku spek teknis tersedia, maka produksi untuk keperluan sendiri dengan spesifikasi mendekati flare impor siap dilakukan. Namun demikian masih diperlukan penyempurnaan atau perbaikan terutama dengan standar produksi bahan piroteknik baik aspek legal maupun operasional.
U2.0
43.05 13.24
2.76
38.32
2.63
U2.1
42.06 14.29
1.63
39.10
2.92
U2.2
41.95 13.69
3.02
38.26
3.08
U2.3
40.80 13.94
3.41
37.12
4.73
U2.4
41.31 14.14
4.9
35.15
4.5
U2.5
41.03 15.14
3.79
34.73
5.31
U2.6
45.16 15.46
-
32.74
6.64
DAFTAR PUSTAKA
U2.7
45.76 11.29
1.48
39.00
2.47
1
2.
Tabel 2. Hasil uji Flare dengan XRD KCl
MgCl2
NaCl
K,Na,Mg
Lainnya
60 %
20 %
6.2 %
12..2 %
1.6 %
Kendala tersebut diantaranya adalah bahan baku flare spek teknis sulit di dapat, sehingga disubstitusi dengan spek analis (PA). Sebagai akibatnya jumlah flare yang disiapkan menjadi berkurang.
3.
Tabel 3. Konsentrasi partikel Flare No.
Diameter (μm)
Konsentrasi (partikel/m3)
1.
0,3
1139576026
2.
0,5
24204672
3.
1,0
7063
4.
2,5
0
5.
5,0
0
6.
10
0
5.
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
6.
Peralatan pokok untuk membuat flare yaitu ball mill, alat press dan alat pengering telah berhasil dibuat. Dengan peralatan tersebut berhasil dibuat propotipe flare higroskopis untuk keperluan penyemaian awan. Hasail uji pembakaran bahan semai flare menunjukkan kandungan KCl sebanyak 60 persen, MgCl2 20 persen dan NaCl 6 persen. Sedangkan ukuran partikel yang paling banyak pada saat pembakaran adalah 0,3 mikron. 72
4.
7.
Clmate Change 2007 The Physical Science Basis. Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007. Juaeni. I, Ruminta, Mezak A.Ratag, 2007 : Perubahan Curah Hujan 30 Tahunan, di Wilayah Indonesia Berdasarkan Data GHCN. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol. 8, No. 1. 35-40. Mather, GK., D.E. Terblanche, F.E. Steffens and L. Fletcher, 1997 : results of South African seeding experiments using hygroscopic flares. J. Appl. Meteor., 36, 1433-1447. Silverman, B.A., 2000 : An independent statistical reevaluation of the South African hygroscopic flare seeding experiment. J. Appl. Meteor., 39,13731378. Silverman, B.A., and Sukarnjanasat, 2000 : Result of the Thailand warm cloud hygroskopic particle seeding experiment. J. Appl. Meteor., 39,1160-1175. Bruintjes, R.T., D.W. Breed, V. Salazar, M.J. Dixon, T. Kane, B.G. Foote and B.G. Brown, 2001: Overview and result from the Mexican hygroscopic seeding experiment. Preprint, 15th Conf. on Planned and Inadvertent Weather Modification, Albuquerque, N.M., Amer. Meteor. Soc., 45-48. Building a Ball Mill, 2008 : Di download tahun 2008 dari http://www. unitednuclear.com/ballmill.htm.
Erwin Mulyana, dkk. 2009