Sekretariat Negara Republik Indonesia
Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010
Teori Thomas Robert Malthus yang terkenal adalah tentang teori kependudukan dimana dikatakan bahwa penduduk cenderung meningkat secara deret ukur sedangkan penyediaan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara deret hitung.
Artinya pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan kebutuhan hidup riil. Hal ini kemudian menciptakan suatu kegoncangan dan kepincangan antara jumlah penduduk dan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti bahan pangan.
Perubahan yang tak sebanding ini memberikan berbagai permasalahan kompleks yang memaksa otoritas kebijakan memaksimalkan strategi dalam menghadapinya. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat adalah dengan melakukan pemantauan harga kebutuhan pokok. Pemantauan terhadap komoditi pokok terus dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, dan hasilnya antara lain sebagai berikut. :
Â
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 12 January, 2017, 02:16
Sekretariat Negara Republik Indonesia
 Â
Dari tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada sepekan terakhir terjadi penurunan harga pada beberapa komoditi pokok yang diamati, dengan persentase penurunan tertinggi pada komoditi beras Rp. 22,- (0,34%), disusul kedelai impor sebesar Rp. 21,- (0,25%) dan gula pasir lokal sebesar Rp. 17,(0,16%). Sedangkan kenaikan harga tertinggi terjadi pada komoditi minyak goreng curah sebesar Rp. 59,- (0,62%), disusul tepung terigu sebesar Rp. 30,- (0,40%), kedelai lokal sebesar Rp. 27,- (0,33%) dan minyak goreng kemasan sebesar Rp. 5,- (0,06%).
Dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Februari 2010, pada 1 Maret 2010 terjadi penurunan harga pada beras, tepung terigu, gula pasir lokal, minyak goreng kemasan dan kedelai lokal. Sementara kenaikan harga terjadi pada komoditi minyak goreng curah dan kedelai impor.
Jika dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Januari 2010, pada 1 Maret 2010 penurunan harga terjadi pada komoditi pokok tepung terigu, gula pasir lokal, minyak goreng kemasan dan kedelai lokal. Sedangkan kenaikan harga terjadi pada komoditi pokok beras, minyak goreng curah dan kedelai impor.
Atau untuk lebih jelasnya, perkembangan harga tujuh komoditi pokok dapat dilihat melalui grafik di bawah ini.
Â
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 12 January, 2017, 02:16
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal
Berdasarkan teori Malthus diatas, penduduk yang meningkat secara deret ukur tak sebanding dengan peningkatan ketersediaan kebutuhan hidup secara deret hitung. Hal ini tentu mengindikasikan persaingan yang ketat antar penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan akan bahan pangan.
Negara tentu harus mengatur persaingan tersebut sehingga tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian diperlukan serangkaian kebijakan dan strategi dalam mengatur penduduk dalam mengakses kebutuhan akan pangan.
Bukanlah hal yang mudah dalam mengatur dan mencukupi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa. Perlunya kerjasama dan kesinergisan antara pemerintah pusat dan daerah. Apalagi dengan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan permasalahan ketidakmerataan penyebaran penduduk.
Salah satu kebijakan pangan yang diterapkan adalah dengan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal yang dirumuskan dalam Peraturan Presiden Nomor 22/2009. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh beragamnya potensi daerah yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan.
Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat dunia pada saat ini adalah perebutan lahan untuk pengembangan energi dan budidaya tanaman pangan. Dalam upaya memaksimalkan ketersediaan pangan maka penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal perlu segera diterapkan. Selain itu, kebijakan pangan seringkali hanya dilihat dari aspek produksi, ketersediaan, dan pasokan. Sementara sisi konsumsi dan permintaan justru diabaikkan. Padahal terdapat pola pengerucutan konsumsi penduduk Indonesia menuju kepada komoditi beras. Ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok perlu dikurangi secara perlahan-lahan dan tergantikan dengan jagung, sagu dan umbi-umbian. Konsumsi beras masyarakat Indonesia tercatat masih yang tertinggi di dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 139 kilogram (kg) per kapita per tahun. Sementara itu, konsumsi beras negara lain di Asia, seperti Jepang 60 kg, dan Malaysia 80 kg per kapita per tahun.
Saat ini implementasi strategi kebijakan pangan nasional memang belum optimal. Lemahnya kerja sama pusat dan daerah menjadi salah satu alasannya. Padahal untuk kebijakan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal diperlukan kampanye, sosialisasi, dan edukasi di tiap daerah sehingga terbentuklah gerakan massal pengembangan http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 12 January, 2017, 02:16
Sekretariat Negara Republik Indonesia
konsumsi pangan lokal. Suksesnya penganekaragaman pangan sangat berpengaruh terhadap kemandirian pangan nasional karena akan mengurangi impor bahan pangan.
Dengan demikian peningkatan komunikasi antara pusat dan daerah perlu terus ditingkatkan. Selain itu, perlu juga dilakukan revitalisasi fungsi koordinasi, perencanaan, dan implementasi kebijakan pangan Dewan Ketahanan Pangan Nasional agar kemandirian pangan dapat tercipta dan target swasembada lima komoditas pangan (beras, gula, jagung, kedelai, dan daging sapi) di tahun 2014 dapat terwujud.
Moratorium Lahan Sawit
Perkebunan kelapa sawit memang secara nyata telah memacu peningkatan perekonomian nasional. Pembukaan perkebunan kelapa sawit telah dapat mengurangi pengangguran di Indonesia. Kelapa sawit pun telah menjadi primadona komoditi dunia dengan harga yang bagus. Kelapa sawit saat ini dianggap sebagai sumber minyak nabati yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia. Tanaman tropis ini mampu menghasilkan rata-rata 3-5 ton tandan buah segar per ha sedangkan kedelai hanya sekitar 1 ton per ha (Bisnis Indonesia 2/3/10). Hal inilah yang menyebabkan luas tanam kelapa sawit berkembang dengan pesat melebihi komoditi perkebunan lainnya. Perkembangan luas tanam kelapa sawit dapat dilihat dari grafik berikut:
 http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 12 January, 2017, 02:16
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Namun, perkebunan kelapa sawit dituding sebagai sumber penyumbang utama terhadap pemanasan global karena umumnya dikembangkan dengan mengambil alih fungsi hutan. Kontribusi kebun sawit terhadap pengurangan emisi karbon secara global dinilai relatif kecil yakni rata-rata 40 ton per ha, jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan hutan tropis yang mampu mereduksi karbon hingga 200-300 ton per ha (Bisnis Indonesia 2/3/10).
Kompleksitas masalah dalam bisnis kelapa sawit terkait dengan isu kelestarian lingkungan hidup inilah yang menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan, terlebih mengingat Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki sejumlah aturan pengelolaan kebun sawit yang memperhatikan kaidah kelestarian lingkungan, hanya saja kebijakan yang ada saat ini masih banyak yang saling tumpang tindih.
Kebijakan yang tumpang tindih tersebut misalnya Kemeterian Kehutanan mensyaratkan luas kawasan konservasi di areal kebun sawit minimal 30%. Namun pada sisi lain Kementerian Pertanian sedang menyusun regulasi baru yang menetapkan kawasan konservasi yang disyaratkan hanya 10% (Bisnis Indonesia 2/3/10). Hal ini tentu membuat bingung pengusaha dan menyebabkan perlambatan investasi lahan kebun sawit.
Menyikapi hal tersebut, para pembuat kebijakan disarankan segera melakukan moratorium (jeda sementara) perluasan kebun sawit untuk mencegah deforestasi (penebangan hutan) dan untuk memenuhi kebutuhan CPO dunia bisa dilakukan dengan melakukan program intensifikasi kebun milik rakyat.
Moratorium tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan untuk mengidentifikasi, mempertahankan, dan memulihkan lahan. Dengan demikian kerusakan akibat pembukaan lahan sawit dapat diminimalisir.
Peningkatan produksi CPO untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan impor dunia memang penting, tetapi jangan sampai mengabaikan pelestarian lingkungan hidup. Hal inilah yang perlu disadari karena menuju kemandirian pangan bukan hanya soal peningkatan produksi namun juga perbaikan kualitas hidup.
Â
( Ibnu Purna/ Hamidi/ Prima ) http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 12 January, 2017, 02:16
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 12 January, 2017, 02:16