TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Kegunaan Tanaman Pegagan Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tidak berbatang, tumbuh merayap di daerah tropis yang berbunga sepanjang tahun.
Bentuk daun
tunggalnya bulat seperti ginjal manusia (reniformis) dengan letak basalis atau rosette berjumlah 2-10 daun, ukuran 2-5 cm x 3-7 cm. Tangkai daun tegak dan sangat panjang ukurannya 9-17 cm, bagian dalam tangkai daun berlubang. Tepi daun bergerigi dengan penampang 1-7 cm dan kadang berambut. Pangkal dari tangkai daun melekuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari (palmitus). Helaian daun biasanya berwarna hijau dan hijau muda. Batangnya lunak dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5-15 cm, akar berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang merayap dengan panjang 10-80 cm. Akar rimpangnya bercabang-cabang sedangkan akar serabut tumbuh dari buku-buku stolon (geragih) yang menyentuh tanah. Tinggi tanaman berkisar antara 5.39 – 13.3 cm, dengan bunga putih atau merah muda berbentuk payung, tunggal atau 3-5 bunga secara bersama keluar dari ketiak daun dengan tangkai bunga (pedunculus) lebih pendek daripada tangkai daun. Buahnya kecil bergantung lonjong atau pipih 2–2.5 mm termasuk buah tipe schizocarpium. Warna kuning coklat atau merah muda kuning dan buahnya berbelah berlekuk dua (Van Steenis 1997; De Padua et al. 1999; dan Bermawie et al. 2008). Pegagan dapat diperbanyak secara vegetatif dengan tunas akar serta dapat pula diperbanyak dengan biji atau secara generatif. Hingga saat ini perbanyakan menggunakan stek tunas akar lebih banyak dilakukan dibandingkan perbanyakan dengan biji. Perbanyakan dengan biji atau benih jarang dilakukan, karena selain ukuran bijinya yang terlalu kecil juga sangat sulit untuk mendapatkan biji tersebut (Januwati dan Muhammad 1992). Hasil penelitian Ghulamahdi et al. (2007) yang menggunakan analisis clustering dari 18 aksesi pegagan, diperoleh tiga aksesi lokal unggul yang memiliki kandungan asiatikosida di atas rata-rata, dan aksesi Boyolali yang
10
tertinggi yakni 0.94 %. Selanjutnya diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi lebih besar dibandingkan dataran rendah. Khan et al. (2010) menyatakan bahwa biosintesis dipengaruhi oleh ketinggian tempat, yang dibuktikan dengan kandungan bioaktif phyllantin dari tanaman Phyllanthus amarus yang ditanam di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam didataran rendah. Sehingga penelitian ini dilakukan di dataran tinggi yang umumnya memiliki jenis tanah Andisol dengan menggunakan aksesi terpilih yakni aksesi Boyolali. Tanaman pegagan belum dibudidayakan secara intensif dan rasional, sehingga pasokan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan terna pegagan terstandar untuk industri di masa datang.
Pembudidayaan tanaman pegagan
secara intensif memerlukan dukungan teknik budidaya yang tepat dan efisien. Rebusan daun pegagan telah digunakan untuk bermacam-macam penyakit antara lain untuk mengobati keracunan jengkol, peluruh air seni dan diaforetika, penyakit saluran empedu,
wasir, batuk kering pada anak-anak, pendarahan
hidung, tukak lambung, sakit ginjal dan sebagai obat kumur pada sariawan (Anonim 1980). Selain itu digunakan pula untuk obat diare, radang usus, bronchitis
dan
keputihan.
Penggunaan
lokal
yaitu
untuk
mengobati
pembengkakan buah zakar, kaki gajah, luka baru atau borok (Heyne 1987). Di India digunakan untuk mengobati sipilis dan lepra (Martindale 1967). Senyawa asiatikosida yang terdapat di dalam tanaman pegagan mampu meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kewaspadaan. Hal ini dimungkinkan karena asiatikosida yang terkandung di dalamnya mampu membantu kelancaran sirkulasi oksigen dan nutrisi serta melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas karena kandungan asam lemak yang sangat tinggi dan mudah teroksidasi (Bermawi et al.
2005). Cheng et al.
(2004) melaporkan bahwa
ekstrak air pegagan dan senyawa asiatikosida, yang merupakan senyawa aktif dalam ekstrak tersebut potensial sebagai ramuan aktif atau obat untuk mencegah radang usus. Selanjutnya ditemukan pula bahwa glikosida total yang terkandung dalam ekstrak pegagan dapat mencegah secara signifikan efek fibrosis pada jaringan hati tikus percobaan (Ming et al. 2004). Melalui penelitian kultur sel, terbukti bahwa ekstrak pegagan mampu mereduksi oksidan nitrit oksida, yang
11
terbentuk sebagai akibat dari menumpuknya plak beta-amyloid di otak yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer (Rao et al.
2006). Selain itu pegagan
mampu mempercepat proses regenerasi kulit pada bagian yang terluka lebih cepat. Hal ini disebabkan asiatikosida dan mucopolisakarida yang dikandungnya dapat memacu proliferasi sel fibroblast yang berperan besar pada penyembuhan luka, yaitu melalui kemampuannya dalam memproduksi substansi dasar pembentuk serat kolagen. Serat kolagen inilah yang mempertautkan tepi kulit yang luka (Barnes et al. 2002). Selanjutnya Dalimartha (2000) menambahkan bahwa oksiasiatikosida dapat membunuh tuberkolosis. Seluruh bagian tanaman pegagan dapat berfungsi sebagai obat kecuali akar. Khasiat dan manfaat dari pegagan antara lain disebabkan karena pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan komponen zat kimia yang memiliki efek terapeutik.
Dalam 100 g pegagan
terdapat 34 kalori, 8.3 g air, 1.6 g protein, 0.6 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.6 g abu, 170 mg kalsium, 30 mg fosfor, 3.1 mg zat besi, 414 mg kalium, 6580 ug betakaroten, 0.15 g tiamin, 0.14 mg riboflavin, 1.2 mg niasin, 4 mg askorbat, dan 2.0 g serat (Duke 1987). Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu asam amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri.
Asam
amino terdiri atas sejumlah besar alanin flavonoid terdiri atas quercetin, kaempferol, dan bermacam-macam glikosida. Untuk mendukung pertumbuhan dan produksinya tanaman pegagan membutuhkan unsur hara yang cukup terutama pupuk N, P dan K yang merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman. Tetapi keberadaan hara N, P dan K di dalam tanah kurang tersedia bagi tanaman, sehingga selalu menjadi faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, akibatnya pengetahuan tentang hara mineral yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan produksi pegagan belum tersedia.
Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan Senyawa biokimia metabolit primer adalah senyawa yang berperan dalam nutrisi dan proses metabolisme utama di dalam tubuh tanaman, sedangkan
12
metabolit sekunder (termasuk bahan aktif senyawa asiatikosida pada tanaman pegagan) merupakan senyawa-senyawa yang berpengaruh terhadap interaksi ekologi antara tumbuhan dengan lingkungannya (Peltonen et al. 2000). Pada setiap tanaman, bahkan diantara organ tanaman terjadi biosintesis metabolit sekunder yang bervariasi tergantung faktor lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh (Khan et al. 2010). Senyawa metabolit sekunder tanaman dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok utama yaitu terpene atau terpenoid, alkaloid atau produk sekunder yang mengandung nitrogen, serta fenil propanoid dan senyawa
fenolik
lainnya.
Asiatikosida
pada
tanaman
pegagan
banyak
ditranslokasikan di jaringan palisade daun, dalam hal ini tergolong terpene, sehingga tingginya produktivitas dalam budidaya tanaman pegagan ditentukan oleh tingkat produksi herbal (daun) pegagan dikalikan dengan kandungan senyawa bioaktifnya (asiatikosida). Metabolit sekunder yang dikenal dengan istilah natural product (bahan alami), bila dibandingkan dengan molekul-molekul utama (metabolit primer) yang ditemukan pada tumbuhan, digambarkan dalam jumlah yang sedikit, bahkan terkadang kurang dari 1% yang tersimpan dalam sel atau organ khusus dari tumbuhan tertentu (Bourgaud et al. 2001). Pengaruh perubahan faktor lingkungan yang kurang sesuai terhadap produksi metabolit sekunder pada tanaman telah banyak dilaporkan, seperti pengaruh curah hujan, kelembaban udara dan suhu (Vallat et al. 2005), konsentrasi CO2 dan O3 (Peltonen et al. 2005), konsentrasi CO2 dan UV-B (Lavola et al. 2000), serta aktivitas air dan unsur hara (Alfred et al. 1999; Blodgett et al. 2005). Kemampuan deferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk. Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan senyawa kimia yang ada pada organisme/tanaman (Darusman 2003). Bermacam-macam kandungan kimia dari daun pegagan antara lain senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida (suatu senyawa heteroside) yang yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk dalam kelompok terpene ini berkhasiat untuk mempercepat penyembuhan luka, asam asiatikat dan madekasat (Haralampidis et al. 2002). Phillips et al. (2006)
13
mengemukakan bahwa terpene tersebut adalah lemak yang disintesa dari metabolit primer Acetyl CoA melalui lintasan Asam Mevalonat (MAP) atau intermediet dasar glikolisis lewat lintasan Methylerythritol Phosphate (MEP). Tiga molekul Acetyl CoA digabung untuk membentuk asam mevalonik. Senyawa intermediet 6 karbon ini kemudian mengalami pyrophosphorilasi, karboxylasi dan dehidrasi membentuk Isopentenyl pyrophosphate (IPP). IPP adalah senyawa pembentuk (prekusor) blok 5 C terpene. IPP juga dapat dibentuk dari intermediet glycolisis atau siklus reduksi karbon pada proses fotosintesa (Taiz dan Zeiger 2002). Pegagan juga mengandung senyawa alkaloid hidrokotilina, senyawasenyawa steroid, tannin, minyak lemak, minyak atsiri yang disebut valerian yang merupakan senyawa anti lepra dan anti sipilis, vitamin B, saponin, oksiatikosida, gula pereduksi, garam-garam mineral seperti garam kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi (Sutrisno 1996).
Gambar 2 Struktur komponen utama asiatikosida (James dan Dubery 2011) Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.
Senyawa ini berstruktur rumit kebanyakan berupa alkohol,
aldehid atau asam karbosilat. Mereka merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida asetat H2SO4) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau-biru (Borbone 1978). Triterpenoid dapat dibedakan menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa: triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan terakhir sebenarnya triterpen atau steroid, terutama terdapat sebagai
14
glikosida.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pola glikosida saponinnya yang rumit memiliki banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum yaitu asam glukuronat (Harbone 1978). Berbeda dengan saponin steroida, saponin triterpenoid jarang terdapat pada monokotil, tetapi banyak terdapat pada tanaman dikotil terutama Caryo phylaceae, Sapindaceae, Polygalaceae dan Sapotaceae. Saponin triterpenoid dapat dibedakan dalam tiga golongan yang diwakili oleh α-amirin dan β-amirin dan lupeol. Asam triterpenoid yang sekerabat dibentuk dari senyawa-senyawa tersebut
dengan
menggantikan
gugus
metal
dengan
gugus
karboksil
(Brotosisworo 1979). Peranan Nitrogen (N) bagi Tanaman Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik di dalam tumbuhan, dan bergabung dengan C, H, O untuk membentuk asam amino, enzimenzim amino, asam nukleat, klorofil, alkaloid, dan basa purin. Walaupun N anorganik dapat terakumulasi dalam tumbuhan terutama dalam batang dan penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO3-), N organik terutama seperti protein berat molekul tinggi dalam tanaman (Jones 1998). Nitrogen
mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman dan menjadi faktor pembatas utama produksi tanaman, hal ini disebabkan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh tanaman, sedangkan keberadaannya di dalam tanah selalu kurang tersedia karena sifatnya mobil. Nitrogen juga mempengaruhi penyerapan unsur hara lain, pada tingkat ketersediaan hara N yang optimal maka total masa akar dan kedalaman akar akan meningkat. Perluasan akar ini akan memfasilitasi penyerapan air dan hara lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Peranan utama nitrogen dalam pertumbuhan tanaman meliputi : (1) komponen molekul klorofil, (2) komponen asam-asam amino, membangun gugus protein, (3) sebagai komponen enzim, (4) merangsang aktivitas dan perkembangan akar dan (5) membantu penyerapan unsur-unsur hara lain (Olson dan Kurtz 1985). Nitrogen merupakan bagian
15
integral klorofil sehingga fotosintesis berlangsung cepat dan pertumbuhan lebih cepat dengan daun warna hijau bila nitrogen terpenuhi (Halvin et al. 1999). Sumber N diserap dalam bentuk ion NO3¯ (nitrat) dan NH4+ (amonium) dari larutan tanah. Di dalam tanah, nitrat lebih banyak dari pada amonium. Penyerapan ke dua bentuk N ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis tanaman, pH tanah (pada pH rendah tanaman lebih memilih amonium, sedang pada pH tinggi lebih menyukai nitrat). Nitrogen mendapat tempat khusus dalam nutrisi tumbuhan karena diperlukan tumbuhan dalam jumlah banyak. Nitrogen sangat penting dalam tumbuhan karena merupakan komponen penyusun asam amino, asam nukleat, protein (plasma maupun enzim), klorofil, hormon, alkaloid, dan bahan organik lainnya. Defisiensi nitrogen hampir selalu memperlihatkan klorosis daun dewasa secara perlahan-lahan, yang kemudian berubah menjadi kuning dan akhirnya rontok. Biasanya tidak terjadi nekrosis (jaringan menjadi mati). Klorosis menyebar dari daun dewasa ke daun yang lebih muda. Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membatasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari prekusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya di seluruh bagian tanaman. Pembawa (carrier) dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengandung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Kekurangan N juga sebagai penyebab hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun-daun yang kecil dan hijau pucat dan nekrotik berkembang pada ujung daun. Daun tua berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daun. Tanaman yang kekurangan N juga menunjukkan rendahnya kandungan klorofil dan protein. Sedangkan apabila terjadi kelebihan N akan menunjukkan: (a) perkembangan daun yang terlalu pesat sehingga mengorbankan buah; (b)
16
kerebahan buah; dan (c) pertumbuhan mahkota (crown) yang berlebihan (Albrigo 1966).
Peranan Fosfor Bagi Tanaman Fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion fosfat mono (H2PO4¯) atau divalent (HPO4²¯), tergantung pH larutan tanah. Pada pH 7.22 jumlah ion H2PO4¯ sama dengan HPO4²¯, di bawah pH 7.22 sebagian besar dalam bentuk ion H2PO4¯ dan di atas pH 7.22 sebagian besar dalam bentuk ion HPO4²¯.
Tanaman
menyerap ion H2PO4¯ lebih cepat dari pada ion HPO4²¯. Senyawa fosfor organik dapat diserap tanaman, akan tetapi dalam jumlah kecil (Tisdale et al. 1985). Banyak
fosfor
hadir
pada
tumbuhan
dalam
bentuk
organik,
tetapi
pengangkutannya sebagian besar dalam bentuk anorganik. Fosfor dalam tanah terikat kuat dalam suatu kompleks mineral seperti kalium, dan penyerapannya oleh tumbuhan diantagonis oleh kelebihan kalium. Seperti halnya nitrogen, fosfor sangat penting sebagai bagian dari banyak senyawa yang membangun tumbuhan diantaranya asam nukleat dan fosfolipida. Sebagai tambahan, fosfor memegang peran penting dalam energi metabolisme. Defisiensi fosfor berpengaruh pada semua aspek metabolisme dan pertumbuhan. Gejala defisiensi fosfor ditandai dengan hilangnya daun-daun yang lebih tua, pembentukan antosianin pada batang, tulang daun, dan dalam keadaan yang parah timbul daerah nekrotik pada berbagai bagian tumbuhan. Tumbuhan yang mengalami defisiensi fosfor, pertumbuhannya lambat dan tumbuhnya sering menjadi kerdil. Gejala mula-mula timbul pada daun yang dewasa karena tingkat mobilitas fosfor yang tinggi. Berbeda dengan defisiensi nitrogen, tumbuhan cenderung berwarna lebih hijau gelap atau klorosis yang menyebar ke tulang daun. Karbohidrat terlarut dapat terakumulasi pada kekurangan fosfor. Salah satu karakteristik kekurangan fosfor adalah tejadinya peningkatan aktivitas enzim fosfatase, dan hal ini ada kaitannya dengan mobilitas dan penggunaan kembali fosfat yang diperoleh untuk pengganti yang hilang. Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai
17
proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian nukleotida (RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan 2008). Selain itu fosfor berperan sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator, kofaktor, atau penyusun enzim, serta berperan dalam proses fisiologi (Soepardi 1983). Fosfor berperan dalam pembagian sel dan pembentukan lemak serta albumin,
pembentukan
bunga,
buah,
dan
biji,
kematangan
tanaman,
perkembangan akar halus dan akar rambut. Meningkatkan kualitas tanaman dan ketahanan terhadap penyakit (Soepardi 1983). Kadar P rendah pada tanaman berakibat kahat P sehingga mengurangi sintesis protein, sebab P adalah sumber energi untuk mengubah asimilat menjadi nukleo protein. Kekahatan ini menyebabkan terjadinya penimbunan gula pada bagian vegetatif tanaman mendorong pembentukan antosianin sehingga warna daun berubah menjadi hijau tua. Daun tua berwarna coklat gelap dan gugur (Salisbury dan Ross 1995). Tanaman yang mendapat suplai P cukup memiliki kandungan P berkisar 0.3 - 0.5% berat kering tanaman dalam bentuk teroksidasi. P dapat terserap cepat oleh akar tanaman kemudian terlibat dalam proses metabolisme tanaman.
Cairan
xylem (xylem sap) mengandung 100 - 1000 kali lebih tinggi dibandingkan larutan tanah di luar akar. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan konsentrasi P oleh tanaman dilakukan secara aktif yang dikendalikan oleh metabolisme respirasi karbohidrat. Uptake P sangat dipengaruhi oleh nilai pH tanah, pada pH 4 tanaman akan menyerap 4 kali lipat P dibandingkan pH 8.7. Kekurangan P dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan seluruh bagian tanaman (Malezieux dan Bartholomew 2003), hal ini disebabkan karena P merupakan hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup tanaman seperti: fotosintesis, metabolisme, karbohidrat dan proses transfer energi didalam tubuh tanaman (Buchanan et al. 2000). Untuk memenuhi kebutuhan hara P tanaman maka perlu dilakukan pemupukan. Tetapi pemupukan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara P tanah, karena pemupukan P yang berlebihan dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dosis pupuk P yang dianjurkan juga sangat bervariasi. Nakasome dan Paull (1999) menyatakan bahwa biasanya jumlah P yang diaplikasikan untuk tanaman adalah antara 150 dan 250 kg ha-1 seperti P atau P2O5, sedangkan Hiraoka
18
dan Umemia (2000) menyatakan bahwa rata-rata pemberian pupuk P untuk tanaman adalah 115 kg P2O5 ha-1. Pemberian pupuk P terus-menerus akan menyebabkan terjadinya akumulasi P di dalam tanah sehingga tanaman tidak akan tanggap terhadap pemupukan P. Selain itu, pemberian P dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan ketidak seimbangan hara. Kahat P pada tanaman muda menyebabkan pertumbuhan tanaman sangat terhambat. Fosfor di dalam tanaman bersifat mobil, jika terjadi kekahatan, P dari daun tua akan dipindahkan ke daun yang lebih muda, yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan tanaman tidak mampu berproduksi secara optimal. Ismunadji et al. (1991) menyatakan bahwa tanaman yang kahat P tumbuhnya kerdil karena selnya tidak dapat membelah, panen terhambat, dan hasil rendah dengan mutu yang jelek. Kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum tanaman berkisar 0.3-0.5% dari berat kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif, pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bahan kering kemungkinan tanaman akan keracunan (Marschner 1995). Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses hidup seperti; fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan proses alih energi di dalam tubuh tanaman. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985; Marchner 1995). Juga merupakan bahan penyusun fosfolipid seperti lesitin dan kolin yang berperan penting dalam integritas membran (Gardner et al. 1985) Selain itu, fosfor merupakan unsur hara yang mobil dalam tubuh tanaman, dapat diretribusikan dari bagian yang tua ke bagian yang lebih muda. Daun muda atau buah yang sedang berkembang dapat memperoleh suplai fosfor dari jaringan tanaman yang lebih tua dan mengandung fosfor labil walaupun sumber dari tanah terganggu (Gardner et al. 1985). Kecepatan perubahan antara Pi dan ikatan P-ester dan pirofosfor sangat tinggi, sebagai contoh dalam beberapa menit setelah Pi diserap tanaman akan segera di transfer kedalam bentuk P-organik, dan setelah itu dibebaskan kembali kedalam xilem sebagai Pi (Idris 1996) .
19
Fosfor dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga, memperkuat pertahanan terhadap serangan hama dan penyakit (Thomson dan Troch 1978). Menurut Marchner (1995), kebutuhan fosfor untuk pertumbuhan optimum tanaman adalah berkisar antara 0.3% hingga 0.5% dari bobot kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif. Kemungkinan keracunan fosfor pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bobot kering tanaman. Suplai fosfor terutama pada periode pengaturan ratio pati/gula di daun sebagai sumber serta distribusi fotosintat antara daun dan organ-organ reproduktif. Pada keadaan kahat fosfor, perluasan daun dan sel lebih terlambat dari pada pembentukan khlorofil, oleh karena itu kandungan khlorofil per unit luas daun sangat banyak. Tetapi efisiensi fotosintesis per unit khlorofil sangat rendah. Fosfor berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993). Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor akan menampakan gejala-gejala sebagai berikut; pertumbuhan lambat, lemah, kerdil,
dan
berwarna hijau gelap.
Penambahan pupuk fosfor pada tanaman pegagan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fotosintesis dan hasil metabolisme sekunder tanaman (senyawa bioaktif).
Peranan Kalium Bagi Tanaman Sumber K, sedikit yang terlarut dalam larutan tanah, K terutama terdapat sebagai bentuk yang dapat ditukar karena terserap di permukaan partikel tanah. Tumbuhan memerlukan K dalam jumlah banyak, dan defisiensi terhadap hara ini sering terjadi pada tanah pasir, karena tingkat kelarutannya tinggi sehingga mudah hilang karena tercuci. Kalium merupakan kation yang umum pada tumbuhan dan terlibat dalam menjaga keseimbangan ion di dalam sel.
20
Pasokan K cukup dapat memperbaiki ukuran warna, rasa, kulit buah yang penting untuk penyimpanan dan pengangkutan. Oleh karena itu, pasokan K yang cukup akan menjamin fungsi daun selama pertumbuhan buah dan jumlah gula pada buah. Peranan K dalam sintesis protein akan memacu konversi nitrat ke protein, sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan N. Kalium tidak memiliki peran dalam menunjang struktur tumbuhan, tetapi K banyak berperan sebagai katalisator. Banyak enzim yang terlibat dalam sintesis protein, tidak bekerja efisien apabila tidak ada kalium. Kalium diperlukan dalam jumlah banyak melebihi kebutuhan magnesium, dan berperan untuk mengaktivasi enzim-enzim bebas. Kalium terikat dalam bentuk ion pada enzim piruvat kinase, yang berperan penting dalam respirasi dan metabolisme karbohidrat, sehingga kalium menjadi sangat diperlukan untuk keseluruhan metabolisme di dalam tumbuhan. Kalium merupakan komponen penting dalam mekanisme pengaturan osmotik
di
dalam
sel
dan
berpengaruh
langsung
terhadap
tingkat
semipermeabilitas membran dan fosforilasi di dalam kloroplas. Kalium dalam larutan sebagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman dan yang paling penting adalah membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim penting untuk fotosintesis dan respirasi, juga mengaktifkan enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan pati dan protein (Marschner 1995). Kalium merupakan nutrisi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak kemudian didistribusikan ke bagian sel seluruh organ (Banuelos et al. 2002) dan memegang beberapa peranan penting dalam fungsi sel dan termasuk pengaturan: (1) turgor, (2) keseimbangan muatan, serta (3) potensial membran dan aktifitas membran sitosol. Kalium juga diperlukan untuk akumulasi dan translokasi karbonat yang baru saja dibentuk tanaman dari hasil fotosintesis. Selain itu, ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman, termasuk pembukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran (Emulai et al. 2002). Kalium merupakan kation yang paling berlimpah di dalam sitoplasma sehingga menjadi penentu utama potensial tekanan tugor, tetapi akan dimetabolismekan, hanya membentuk kompleks lemah yang siap dipertukarkan.
21
Akibat konsentrasinya yang sangat tinggi dalam sitosol dan kloroplast, kation ini akan menetralisir molekul yang terlarut (anion-anion asam organik dan anorganik) dan anion-anion makromolekul yang tidak larut, serta menstabilkan pH antara 7 sampai 8, dimana reaksi-reaksi enzim dapat berlangsung optimal (Marchner 1995). Kekurangan kalium dapat mempengaruhi pertumbuhan, tanaman cenderung menunjukkan gejala klrorosis, pinggiran daun mengering, produksi daun berkurang, bentuk daun abnormal, dan gula pereduksi meningkat, fotosintesis terganggu dan pembentukan karbohidrat berkurang (Brady 1990).
Defisiensi
kalium biasanya dimulai dengan memperlihatkan bintik klorosis (kehilangan warna hijau) yang khas pada daun dewasa, kemudian merambat ke daun yang lebih muda. Kalium termasuk salah satu unsur yang sangat mobil pada tumbuhan. Daerah-daerah nekrotik berkembang sepanjang pinggiran daun sampai ke ujung daun, dan dapat menyebabkan daun menjadi keriting, berkembang menjadi hitam atau hangus. Defisiensi kalium sering memperlihatkan pertumbuhan roset atau seperti semak. Pertumbuhan batang tereduksi, menjadi lemah, dan resistensi terhadap patogen menurun sehingga mudah terserang penyakit. Gejala biokimia akibat defisiensi kalium adalah tereduksinya protein dan karbohidrat, serta terakumulasinya asam amino. Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K+ (Ahn
1993).
Pengangkutan kalium dari larutan tanah ke akar tanaman terutama adalah melalui difusi dan aliran massa (Tisdale et al. 1985). Hanya sebagian kecil (6 sampai 10%) dari total kalium yang diperlukan tanaman diserap melalui kontak langsung antara akar dan partikel tanah. Jumlah K tersedia yang tinggi dalam larutan tanah atau kompleks permukaan liat menyebabkan tanaman dapat menyerap kalium dalam jumlah berlebih atau terjadi konsumsi mewah. Kalium dalam larutan sebagian besar berada dalam cairan sel yang berfungsi mengatur keseimbangan garam, air dan mengatur tekanan osmotik sel tanaman, dan yang paling penting adalah untuk membantu proses pembentukan dan translokasi karbohidrat. Disamping itu K juga berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, merangsang perkembangan akar, dan serapan hara lainnya.
22
Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman pegagan, perlu dilakukan pemupukan nitrogen, fosfor dan kalium. Namun demikian pemupukan harus dilakukan secara efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara dalam tanah. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila dalam pemupukan memperhatikan status hara, dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut.
Mekanisme Penentuan Batas Kritis Hara Batas kritis adalah kadar hara dalam contoh tanaman dimana kecepatan tumbuh, produksi atau kualitas hasil menurun (Sutandi 1996). Pengertian batas kritis juga mencakup pengertian keadaan defisiensi hara bagi pertumbuhan maksimum, yaitu konsentrasi hara dimana pertumbuhan tanaman menurun dan kadar hara terkecil yang ditemukan untuk menghasilkan produksi tinggi (Tisdale et al. 1985). Ditambahkan oleh Munson dan Nelson (1990) bahwa batasan batas kritis mempunyai beberapa pengertian yaitu: (1) kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (2) kadar hara tanaman dimana tidak cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, (3) titik dimana kadar hara tanaman berada 10% lebih rendah dari pertumbuhan maksimum, (4) kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang, dan (5) jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi. Batas kritis yaitu pada pusat daerah transisi sebelum tejadinya penurunan produksi atau pertumbuhan yang biasanya dipakai titik belok 5 sampai 10% dari pertumbuhan atau produksi maksimum. Metode lain untuk penetapan batas kritis adalah dengan metode Cate dan Nelson.
Metode ini
menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan produksi atau pertumbuhan relatif. Kumpulan data tersebut dibagi menjadi dua cluster (kelompok), kelompok tinggi dan rendah dari pisahan tersebut merupakan titik yang diproyeksikan ke kadar hara, maka didapat batas kritis dari satu kadar hara tanaman. Meskipun batasan-batasan tersebut tampak serupa tapi tidak identik. Namun batasan tersebut bisa digunakan sebagai standar referensi untuk mendiagnosis kadar hara tanaman sampel, karena standar batas kritis tersebut
23
telah dibakukan pada bagian tanaman dengan umur atau stadia tanaman tertentu. Bagian tanaman yang dijadikan sampel untuk dianalisis juga harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalahnya bagaimana menginterpretasikan batasan dari batas kritis tersebut ‘secara nyata’. Ulrich dan Hills (1967) telah menunjukkan bagaimana menetapkan batas kritis pada daerah transisi atau pada titik yang sebelum terjadi penurunan produksi atau pertumbuhan (umumnya dipakai titik belok 5 sampai 10 % dari pertumbuhan atau produksi maksimum). Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan ’nilai kritis’ bagi setiap kategori respon tanaman. Cara pertama adalah metode Cate dan Nelson, metode ini menetapkan batas kritis pada sekumpulan data hubungan kadar hara dengan hasil relatif. Kumpulan data tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok ’rendah dan tinggi’. Pengelompokan ini merupakan titik pemisah yang diproyeksikan ke kadar hara, sehingga akan didapat ’batas kritis’ dari satu kadar hara tanaman. Nilai ini membedakan tanaman yang responsif terhadap pemupukan (kategori rendah) dengan tanaman yang tidak respon terhadap pemupukan (kategori tinggi). Pendekatan ini dikatakan pula sebagai pendekatan ’metode grafik’, karena cara penetapan batas kritis hara tanaman dilakukan dengan memplot titik-titik nilai indeks analisis, kemudian titik tersebut dibagi kedalam empat kuadran dengan memaksimumkan titik-titik di kuadran kiri bawah dan kuadran kanan atas. Nilai indeks analisis daun yang berasosiasi dengan perpotongon kedua garis tegak lurus tersebut merupakan ’nilai kritis’. Di atas nilai kritis ini tidak terdapat respon tanaman terhadap pemupukan, sedangkan untuk yang dibawah nilai ini tanaman akan menunjukkan respon dengan adanya penambahan pupuk. Teknik regresi, adalah cara kedua guna menentukan nilai ’batas kritis’. Melalui teknik ini dimungkinkan untuk mengidentifikasi beberapa nilai kritis. Cara ini dilakukan dengan substitusi % RY (yakni 25%, 50%, 75% dan 100%) ke dalam model untuk memprediksi nilai indeks analisis. Beberapa model regresi yang sering digunakan adalah model kuadratik, logistik, linier dan kuartik. Model yang memenuhi kriteria terbaik secara statistik akan dipakai dalam menentukan status hara N, P, K bagi suatu tanaman.
24
Penyusunan Rekomendasi Pemupukan untuk Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah produksi dan persediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk peningkatan mutu hasil tanaman (Marsono dan Sigit
2001).
Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan pemupukan yang meliputi jenis pupuk, dosis pupuk, cara pemupukan dan waktu pemupukan untuk suatu tanaman pada suatu area tertentu (Sutandi 1996).
Suatu rekomendasi pemupukan
diharapkan tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Metode pendekatan untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan dapat berupa metode uji tanah, analisis jaringan tanaman atau percobaan pemupukan. Untuk menyusun rekomendasi pupuk pada tanaman pegagan perlu diketahui kategori status hara pada daun dan model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Diketahui bahwa ada dua cara pendekatan untuk mengetahui apakah tanaman perlu di pupuk atau tidak. Pendekatan pertama adalah diagnosis gejala visual dan pendekatan kedua adalah analisis tanaman (Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990). Menurut Olson et al. (1985) ada 3 filosofi rekomendasi pemupukan, yakni (1) filosofi nisbah kejenuhan kation (cation saturation ratio), yang menyatakan bahwa tanah yang ideal adalah tanah basa yang dapat mempertukarkan 65% kalsium, 10% magnesium dan 5% kalium atau ratio Ca/Mg = 6.5, Ca/K = 13 dan Mg/K = 2. Di luar ratio ini Mg atau K akan defisiensi. Kelemahan filosofi ini adalah hanya terbatas pada tiga unsur yakni Ca, Mg dan K; (2) filosofi mempertahankan hara tanah (nutrien maintenance concept) yang menjelaskan bahwa penggantian sejumlah hara yang hilang harus ditambahkan sesuai dengan jumlah yang diambil oleh tanaman. Kelemahan filosofi ini adalah tidak dapat diterapkan untuk tanah yang subur, karena pada tanah yang subur tidak diperlukan pemberian pupuk. Pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi, kehilangan hara akibat pencucian (leaching) luput dari perhitungan filosofi ini, dan (3) filosofi level kecukupan hara (sufficiency level approach) yang berdasarkan pada uji korelasi analisis tanah dengan hasil tanaman. Penambahan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman untuk
25
tumbuh dan berproduksi secara maksimum di luar kemampuan tanah untuk menyediakannya. Filosofi ini banyak digunakan karena hanya diperlukan sedikit usaha untuk menjaga hara tanah di atas level kecukupan, sehingga dianggap paling berhasil digunakan untuk memprediksi rekomendasi pemupukan . Pendekatan ini dapat menghindari pemborosan dan pencemaran lingkungan. Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mediagnosis status hara optimasi uji korelasi konsentrasi hara daun dengan tujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun sampel pada umur tertentu. Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara pada tanaman pegagan, maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat di pasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi. Nilai indeks tersebut dikelompokkan pada katagori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanamantanaman yang mempunyai status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Selain itu, penggunaan beberapa model statistik juga telah membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman untuk menyusun rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson 1990).
Tanah Andisol Tanah Andisol merupakan tanah yang berwarna hitam kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan. Karakteristik tanah Andisol diantaranya adalah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, pH 4.5 - 6, bobot isi rendah, mempunyai konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Tanah Andisol memiliki kejenuhan basa sekitar 20 - 40 %, kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah karena terfiksasi
(Rachim dan Suwandi
1999).
Hardjowigeno (2003) menyatakan
bahwa tanah Andisol adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon molik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik, bulk density kurang dari 0.85 g/cm³, banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik atau bahan pyroklastik. Rendahnya kandungan unsur fosfor pada tanah masam seperti Andisol disebabkan karena pada tanah masam
26
mengandung ion-ion A1³+, Fe³+, dan Mn²+ terlarut dan tertukarkan dalam jumlah yang cukup nyata. Hal ini mengakibatkan unsur fosfor terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Tan 1992). Berdasarkan sistem taksonomi tanah, tanah Andisol dikenal mempunyai epipedon histik dan bersifat andik (Soil Survey Staff 1999). Andisol di Indonesia mempunyai sifat yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya, hal ini disebabkan karena keragaman yang tinggi dari bahan induk dan keadaan iklim (Sjarif dan Widjaja 1994). Data analisis tanah Andisol dari berbagai wilayah, menunjukkan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30 - 65% liat), sampai berlempung kasar (10 - 20%), namun sebagian besar tergolong berlempung halus sampai berlempung kasar. Reaksi tanah umumnya agak masam (5.6 - 6.5). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi, dan lapisan bawah umumnya rendah dengan nisbah C/N tergolong rendah (6 - 10). Kandungan P dan K potensial bervariasi sebagian sedang sampai tinggi, dan sebagian lagi rendah sampai sedang. Umumnya lapisan atas lebih tinggi dari pada lapisan bawahnya. Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sedang sampai tinggi, dan didominasi oleh ion Ca dan Mg, sebagian juga K. Kapasitas tukar kation tanah sebagian besar sedang sampai tinggi, dengan kejenuhan basa umumnya sedang. Dengan demikian potensi kesuburan alami Andisol termasuk sedang sampai tinggi (Hidayat dan Mulyani 2005). Selanjutnya dikemukakan oleh (Rachim dan Suwandi 1999) bahwa tanah Andisol memiliki kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah karena terfiksasi. Tanah Andisol pada lahan percobaan yang terletak di Kebun Percobaan (KP) Gunung Putri Cipanas, Pacet, Kabupaten Cianjur memiliki bahan induk terbentuk dari vulkan yang telah mengalami perkembangan. Bentuk struktur pada lapisan atas umumnya remah, berukuran sangat halus sampai kasar dengan tingkat perkembangan sedang. Hasil analisis sifat fisik tanah terdapat kandungan liat (27.06%) dan debu (26.89%) yang didominasi oleh kandungan pasir (46.05%), sehingga tergolong kelas tekstur pasir liat berdebu. Berdasarkan analisis kimia dapat diketahui urutan tingkat kekahatan atau faktor pembatas untuk pertumbuhan pegagan. Sifat kimia tanah yang menjadi faktor pembatas utama adalah pH tanah
27
sangat masam, rendahnya unsur hara makro yaitu hara N (0.19%), P (1.22 ppm), dan K (0.25 me/100g). Faktor pembatas kedua adalah tingginya kadar Fe (5144.05 ppm), Mn (197.98 ppm), Cu (34.98 ppm), dan Zn (55.39 ppm), dan faktor pembatas ketiga yaitu sifat fisik tanah yaitu tekstur pasir (46.05%) sehingga penyangga hara dan pengikatan air rendah. Sebaliknya terdapat faktor yang mendukung tanaman pegagan adalah kadar C-organik tanah tergolong tinggi (3.2%) dan C/N ratio yang tinggi (16.84). Rendahnya kandungan unsur hara fosfor pada tanah Andisol disebabkan karena tanah Andisol mempunyai sifat andik atau retensi P tinggi sehingga sebagian besar P diikat oleh mineral liat amorf, Fe-, dan Al3+ (Swastika et al. 2005). Unsur Al3+, Fe3+, dan Mn2+ dapat mengikat P sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman dan apabila diserap oleh tanaman dalam jumlah banyak dapat meracuni tanaman. Kelebihan Mn juga dapat menginduksi defesiensi unsur hara Fe, Mg, dan Ca. Kandungan Zn yang tinggi dapat menginduksi defesiensi Fe, Mg, dan Mn (Marschner 1995). Hal ini dapat menyebabkan penyerapan hara terhambat dan hasil fotosintat akan berkurang sehingga laju pertumbuhan tanaman juga terhambat.