21
TINJAUAN PUSTAKA Pegagan (Centella asiatica) Pegagan (Centella asiatica) merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran sangat luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Gelar Asiatica yang ada dibelakang nama genusnya menunjukkan bahwa pegagan berasal dari benua Asia. Pegagan menyebar liar dan dapat tumbuh subur di atas tanah dengan ketinggian 1-2.500 meter dari permukaan laut (Winarto dan Surbakti 2000). Botani tanaman pegagan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo Monocotyledonae; Family: Umbelliferae; Genus: Centella; Spesies Cetella asiatica L. , Hydrocotile asiatica L. Nama daerah : daun kaki kuda (Sumatera); pegagan, antanan gede (Jawa/Sunda); kos tekosan (Madura); kisu-kisu (Sulawesi). Nama asing: Gotu kola (Amerika), Indian hydrocotyle (Inggris), Ji xue cao (Cina) (Winarto dan Surbakti 2000). Selain namanya yang beragam, bentuk daun pegagan ini juga beragam. Tiap daerah memiliki pegagan dengan bentuk daun yang berbeda walaupun masih berada dalam satu spesies yang sama. Ada yang daunnya lebar tipis, ada yang daunnya kecil-kecil tapi tebal, ada yang sisi daunnya bergerigi, ada yang bergelombang, dan ada yang bulat persis seperti tombol. Pegagan tumbuh merayap menutupi tanah, tidak berbatang, tingginya antara 10-50 cm, memiliki daun satu helaian yang tersusun dalam roset akar dan terdiri dari 2-10 helai daun. Daun berwarna hijau, berbentuk seperti kipas, buah pinggang atau ginjal, permukaan dan punggungnya licin, tepinya agak melengkung ke atas, bergerigi dan kadang-kadang berambut, tulangnya berpusat di pangkal dan tersebar ke ujung, serta berdiameter 1-7 cm (Winarto dan Surbakti 2000). Tanaman pegagan dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan penelitian, pegagan mengandung beberapa senyawa saponin, termasuk asiacoside, asam asiatat, dan madecassoside, triterpen acid, carotenoid, garam K, Na, Ca, Fe, Posfor, vellarine, tannin, resin, pektin, gula, vitamin B, minyak lemak, kalsium oksalat dan amygladin (Mahendra 2006). Hasil penelitian Ullah et al (2007), menunjukkan bahwa serbuk tabur pegagan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 4,0 ig/ml dan 7,0 ig/ml.
22
Gambar 1 Tanaman pegagan Efek farmakologis atau efek pengobatan dari pegagan secara tradisional dan secara ilmiah sudah lama berkembang . Efek farmakologis yang dimiliki tanaman pegagan antara lain bersifat anti-infeksi, antiracun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum), antilepra, antisifilis sekaligus merevitalisasi sel kulit dan antilepra. Antilepra dan antisifilis berasal dari triterpenoida, asiaticoside dan vellarine. Daun pegagan sebagai astringensia dan tonikum (Mahendra 2006). Berdasarkan pengakuan Agora Health Publishing, pegagan tergolong the most powerful healing herbs atau tanaman obat paling mujarab. Julukan itu diperoleh setelah melalui uji klinis, terbukti pegagan bisa merevitalisasi pembuluh darah, sehingga peredaran darah ke otak menjadi lancar, sehingga penambahan kapasitas kerja neurotransmitter di otak yang berfungsi untuk mengingat dan belajar, dengan kata lain pegagan dapat meningkatkan kerja otak, mempertajam ingatan serta menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa (Winarto dan Surbakti 2000). Sebuah
percobaan dengan objek tikus yang diberi ekstrak pegagan
membuktikan bahwa kapasitas kerja otak tikus tersebut menunjukkan peningkatan 3-60 kali dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi. Ekstrak tersebut juga diberikan kepada anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, hasilnya skor tes intelegensia mereka (IQ) meningkat (Winarto dan Surbakti 2000). Formula yang menggunakan pegagan mampu menyembuhkan lepra, hal ini disebabkan karena zat asiaticoside yang dikandung pegagan dapat mengalahkan bakteri penyebab lepra dengan jalan menembus lapisan lilin atau wax yang
23
melindungi bakteri dan kemudian mematikan bakteri tersebut (Winarto dan Surbakti 2000). Efek farmakologi pegagan sebagai fungsi kognitif diketahui berasal dari kandungan senyawa triterpenoid khususnya asiaticacid dan asiaticoside. Asiaticacid yang merupakan senyawa triterpenoid yang terkandung dalam pegagan digunakan dalam pengobatan demensia dan meningkatkan kecerdasan. Selain itu asiaticoside yang merupakan ester dari asiaticacid sangatlah berkhasiat untuk melindungi neuron dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh kelebihan glutamat (Lee, et al 2000). Struktur asiaticacid dan asiaticoside disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2 Asiatic acid
Gambar 3 Asiaticoside
Mohandas et al, 2005 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dapat
meningkatkan
kemampuan
mengingat
dan
belajar
pada
periode
pertumbuhan tikus. Pemberian ekstrak pegagan dapat meningkatkan kemampuan belajar dan mengingat bahkan dapat meningkatkan kemampuan mental karena pegagan dapat meningkatkan level neurotransmitter GABA yang bekerja pada daerah hipokampus (Chatterjee, et al 1992). Selama ini kebanyakan pegagan dikonsumsi segar untuk lalapan, dikeringkan untuk dijadikan teh, serta diambil ekstraknya untuk dibuat kapsul. Belum ada ditemukannya referensi pengolahan pegagan menjadi serbuk tabur untuk makanan bayi sebagai pangan fungsional. Pengolahan pegagan menjadi serbuk tabur merupakan salah satu bentuk yang dapat ditambahkan dalam makanan
bayi
dengan
meminimalkan
pengaruhnya
terhadap
perubahan
organoleptik pada makanan yang ditambahkan, selain itu juga dimaksudkan agar bentuknya
menjadi lebih
ringkas
pengangkutan, dan penyajiannya.
sehingga
mudah dan
ringan
dalam
24
Pengolahan pegagan menjadi serbuk tabur ini melalui proses pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah permukaan benda sehingga kandungan air berkurang, hal ini dimaksudkan agar produk dapat disimpan lebih lama dan juga kemudahan pengangkutannya. Pengeringan yang baik harus mampu meminimumkan penurunan kandungan gizi yang ada pada bahan. Proses pengeringan dengan teknologi Far Infra Red (FIR) merupakan proses pengeringan yang sangat efisien karena panas radiasi langsung menembus bagian dalam molekul dan memutus ikatan molekul air pada molekul bahan tanpa melalui media perantara (udara) jika dibandingkan dengan pengeringan konveksi dan konduksi. Proses penggilingan dimaksudkan untuk merubah ukuran produk menjadi lebih kecil, dan proses pengayakan dimaksudkan agar diperoleh ukuran produk yang seragam. Proses perubahan daun pegagan segar menjadi serbuk tabur diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk yang memudahkan dalam proses penyajiannya pada MP-ASI.
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) didefinisikan sebagai makanan bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi (BSN 2005). Menginjak usia 6 bulan ke atas, pemberian ASI saja sebagai sumber nutrisi sudah tidak dapat mencukupi lagi kebutuhan gizi bayi yang terus menerus berkembang, oleh karena itu perlu diberikan MP-ASI. Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus-menerus (Dewi dan Wibowo 2011). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang MP-ASI, produk MP-ASI terdiri dari 4 jenis yaitu (a) MP-ASI bubuk instan yaitu MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat disajikan seketika dengan hanya penambahan air minum atau cairan lain yang sesuai, (b) MP-ASI biskuit yaitu MP-ASI yang diproduksi melalui proses pemanggangan yang dapat dikonsumsi setelah dilumatkan dengan penambahan air, susu, atau cairan lain yang sesuai untuk bayi
25
di atas 6 (enam) bulan atau berdasarkan indikasi medik, atau dapat dikonsumsi langsung sesuai umur dan organ pencernaan bayi/anak, (c) MP-ASI siap masak yaitu MP-ASI yang telah diproses dan harus dimasak dengan cairan atau cairan lain yang sesuai sebelum dikonsumsi, dan (d) MP-ASI siap santap yaitu MP-ASI yang siap langsung untuk dikonsumsi. MP-ASI sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Nilai energi dan kandungan proteinnya tinggi 2. Memiliki nilai suplementasi dan yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup 3. Dapat diterima dengan baik 4. Harganya relatif murah 5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Menurut BSN 2005, MP-ASI bubuk instan dibuat dari salah satu atau campuran bahan-bahan berikut dan atau turunannya: serealia (misal beras, jagung, gandum, sorgum), umbi-umbian (misal ubi jalar, ubi kayu, garut, kentang) bahan berpati (misal sagu, pati aren), kacang-kacangan (misal kacang hijau, kacang merah, kacang tunggak), biji-bijian yang mengandung minyak (misal kedelai, kacang tanah, wijen), susu, ikan, unggas, buah dan atau bahan makanan lain yang sesuai. Selain bahan utama seperti di atas dapat ditambahkan bahan lain dan atau turunannya yang sesuai untuk bayi dan anak usia 6 bulan sampai 24 bulan seperti minyak, lemak, gula, madu, sirup gula, garam, sayuran, buah dan atau rempah. MP-ASI dapat merupakan suatu makanan campuran, yaitu campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi. Campuran dari dua bahan pangan disebut campuran dasar (basic mix), sebagai contoh adalah campuran dari kacangkacangan dan serealia, atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan. Campuran dari tiga bahan pangan yang menyusunnya disebut sebagai triple mix, sebagai contoh campuran serealia, kacang-kacangan dan suplemen bahan pangan nabati lainnya, sedangkan yang tersusun oleh lebih dari tiga bahan pangan disebut sebagai multi mix, sebagai contoh adalah campuran serealia dengan sumber protein hewani seperti susu, daging, ikan dan disuplementasi dengan vitamin dan
26
mineral dari sayuran dan buah-buahan, diberi suplementasi sumber energi dari minyak (lemak) atau gula mineral (Muchtadi 2002). Bahan-bahan yang digunakan harus bermutu, bersih dan aman dan sesuai untuk bayi dan anak berusia 6 bulan sampai 24 bulan. Zat gizi yang dikandung harus dapat mendampingi ASI untuk mencapai kecukupan gizi pada kelompok umur tersebut (BSN 2005). Pengolahan makanan bayi harus dilakukan dengan benar dan cermat. Kebersihan tangan, alat yang digunakan dan bahan pangan harus dalam keadaan bersih agar menghindari bayi dari pencemaran bakteri (Sutomo dan Anggraini 2010). Salah satu contoh proses pengolahan MP-ASI disajikan pada Gambar 4.
Tepung serealia, susu bubuk, gula, minyak, air
Air
Pencampuran Pasteurisasi
Pengeringan (drum dyer)
Pencampuran vitamin dan mineral
Penggilingan
Pengayakan
Pengisian ke dalam wadah
Pengepakan dan penyimpanan Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan MP-ASI bubuk instan Sumber : Muchtadi 2002
27
Bahan-bahan dasar untuk membuat MP-ASI haruslah diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Sesudah bahan mentahnya dibersihkan, dicampur dengan perbandingan yang telah ditetapkan kemudian ditambahkan air hingga total solid 40-50 persen. Campuran tersebut kemudian dimasak dalam suhu pasteurisasi yaitu berkisar 60-75⁰C sambil diaduk terus selama 10 menit. Adonan tersebut akhirnya dikeringkan dengan drum dryer hingga berbentuk flake (serpihan) dan digiling halus, dan ditambahkan beberapa vitamin dan mineral yang kemudian dikemas langsung serta disimpan (Muchtadi 2002). Syarat mutu MP-ASI adalah zat gizi yang dikandungnya harus dapat mendampingi ASI untuk mencapai kecukupan gizi pada kelompok tersebut. Syarat mutu produk MP-ASI Bubuk Instan meliputi kadar air, kadar abu, kepadatan energi, protein dan karbohidrat (termasuk serat pangan), lemak (termasuk asam lemak trans), vitamin dan mineral disajikan pada Tabel 1 (BSN 2005). Tabel 1 Syarat mutu MP-ASI bubuk instan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Zat Gizi Energi Protein Lemak Gula Serat Air Vitamin A Vitamin D Vitamin C Kalsium (Ca) Besi (Fe) Zn Natrium (Na) Iodium (I)
Satuan kkal g g g g g mcg mcg mg mg mg mg mg mcg
Kadar 400-440 8-22 6-15 maksimal 30 maksimal 5 maksimal 4 250-350 3-10 min 27 min 200 min 5 2,5-4,0 240-400 45-70
Sumber : BSN 2005
Kepadatan energi tidak kurang dari 400 kkal, protein tidak lebih dari 22 gram per seratus gram dengan mutu protein tidak kurang dari 70% kasein standar, lemak tidak lebih dari 15 gram per seratus gram, gula maksimum 30 gram, serat 5 gram, air tidak lebih dari 4 gram, vitamin yang wajib ada adalah A,D dan C, mineral yang wajib ada adalah Na, Ca, Fe, Zn dan I.
28
Selain persyaratan wajib SNI, Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan untuk bayi dan balita/hari (per orang per hari) tersajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 menjelaskan bahwa bayi memerlukan konsumsi zat gizi yang selalu meningkat pada setiap tahap pertumbuhannya. Konsumsi energi pada usia 0-6 bulan 550 kkal dan terus meningkat hingga mencapai usia 4-6 tahun 1550 kkal, hal ini berkaitan dengan pertambahan bobot badan dan aktivitas dari bayi tersebut. Begitu juga dengan konsumsi protein, vitamin dan mineral juga mengalami peningkatan pada setiap tahap pertumbuhannya. Pengujian makanan tambahan untuk bayi terdiri dari dua tahap, yaitu uji pra klinis yang meliputi pemeriksaan ada/tidaknya zat racun (toksin) dan pengaruhnya pada hewan percobaan, uji mikrobiologis, uji komposisi kimia dan evaluasi nilai gizi produk. Pada tahap kedua dilakukan uji klinis yang meliputi pengujian toleransi dan penerimaan psikologis terhadap produk (Muchtadi 2002).
Tabel 2 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk bayi dan balita/hari Kelompok Umur Zat Gizi 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun Energi (kkal) 550 650 1000 1550 Protein (g) 10 16 25 39 Vitamin A (RE) 375 400 400 450 Vitamin D (mcg) 5 5 5 5 Vitamin C (mg) 40 40 40 45 Kalsium (mg) 200 400 500 500 Besi (mg) 0,5 7 8 9 Yodium (mcg) 90 90 90 120 Selenium (mcg) 5 10 17 20 Thiamin (mg) 0,3 0,4 0,5 0,6 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004
Menurut Winarno (1987); Muchtadi 2002, terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu formula makanan tambahan untuk bayi atau anak kecil dapat diterima atau tidak, yaitu: 1. Kriteria penerimaan bayi/anak, terdiri dari : a. Jumlah persentase bayi/anak yang menolak makanan tambahan tersebut tidak lebih dari 25%.
29
b. Anak-anak harus mampu mengkonsumsi makanan tambahan tersebut, yang mengandung 300 kkal kalori dan 6-8 gram protein, sebagai tambahan dari konsumsi ASI tiap hari. 2. Kriteria penerimaan ibu-ibu, terdiri dari: a. Ibu menyenangi rasa makanan tambahan tersebut. b. Cara menyiapkannya mudah atau sederhana dan cepat, tidak lebih dari 15 menit. c. Harus tahan selama 12 jam tanpa ada penyimpangan rasa dan bau. d. Setelah mengkonsumsi makanan tambahan tersebut bayi/anak tidak mengalami akibat buruk, seperti diare atau muntah-muntah.
Pangan Fungsional Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM RI 2005). Komponen pangan fungsional harus: a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; b. Mempunyai manfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen pangan fungsional berdasarkan kajian ilmiah Tim Mitra Bestari; c. Disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman; d. Memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen. Pangan fungsional berbeda dengan suplemen dan obat. Sesuai dengan definisinya bahwa pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, enak dan bergizi (Astawan 2010). Komponen-komponen tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan yang bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses pengolahan. Contoh komponen aktif yang terdapat secara alami dalam bahan pangan adalah kurkumin pada rimpang kunyi, serat
30
pangan dari berbagai sayuran, buah-buahan, serealia, kacang-kacangan yang berperan untuk pencegahan timbulnya berbagai penyakit yang berkaitan dengan pencernaan. Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah, vitamin A, vitamin E, beta-karoten, seng, kalsium, zat besi, iodium serta asam lemak Omega-3 (Astawan 2010). Pangan fungsional merupakan bahan pangan yang dikonsumsi dengan tujuan tertentu yang biasanya berkaitan dengan masalah kesehatan, misalnya produk-produk minuman tinggi serat yang dikonsumsi dengan tujuan antara lain untuk diet atau mencegah kanker usus besar. Hadirnya pangan fungsional tidak lepas dari kenaikan taraf hidup masyarakat sehingga ingin mendapatkan nilai lebih dari makanan yang dikonsumsi dan tujuan makan tidak lagi hanya untuk mengenyangkan (Sandjaja et al 2009). Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah : 1. Harus merupakan
produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau
bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami; 2. Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu seharihari; 3. Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertanahanan
tubuh,
mencegah
penyakit
tertentu,
membantu
mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan.