TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Dendrobium adalah salah satu kelompok terbesar kedua di antara genus dalam keluarga anggrek (Orchidaceae), kurang lebih 1600 spesies tersebar mulai dari Jepang, Korea, Malaysia, Indonesia, New Guinea dan Australia (Teo, 1979 dalam Jenimar, 1990). Anggrek dendrobium termasuk anggrek epifit memiliki sifat hidup menumpang tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpangi. Akar tanaman anggrek berfungsi sebagai tempat menempelkan tubuh tanaman pada media tumbuh. Akar anggrek epifit mempunyai lapisan velamen yang berongga. Lapisan ini berfungsi untuk memudahkan akar dalam menyerap air hujan yang jatuh di kulit pohon media tumbuh anggrek. Di bawah lapisan velamen terdapat lapisan yang mengandung klorofil. Akar anggrek epifit yang berambut pendek atau nyaris tak berambut. Pada anggrek terestrial (jenis anggrek tanah), akar mempunyai rambut yang cukup rapat dan cukup panjang. Fungsi rambut akar ini adalah untuk menyerap air dan zat organik yang ada di tanah (Iswanto, 2002). Anggrek dendrobium berbatang ganda yang tumbuh ke samping dari rhizome yang menjalar ke medium tempat tumbuh. Pada ruas-ruas rhizome atau pangkal batang terdapat tunas tidur yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru dan batangnya di sebut “bulb” atau pseudobulb (Ginting, 1990). Bentuk daun tanaman anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil pada umumnya, yakni memanjang seperti pedang dan ukuran panjang daunya
Universitas Sumatera Utara
5
bervariasi. Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda tergantung jenisnya (Ashari, 1995). Anggrek dendrobium yang tumbuh secara simpodial berbunga saat batang semunya telah dewasa dan dengan cadangan makanan yang memadai sehingga pembungaannya terpacu. Begitu selesai mengalami proses pembungaan, segera tumbuh tunas vegetatif baru yang akan berubah menjadi bunga setelah tunas serabut dewasa. Proses pembungaan dapat terpacu lebih cepat jika jumlah batang semu dan daun dendrobium dewasa sudah cukup banyak (Sandra, 2001). Setelah bunga diserbuki dan dibuahi, sekitar 3-9 bulan kemudian muncul buah yang sudah tua. Kematangan buah sangat tergantung pada jenis anggreknya. Misalnya, pada dendrobium akan matang dalam 3-4 bulan. Pada anggrek vanda, umumnya buah matang setelah 6-7 bulan. Sementara itu, pada anggrek cattleya, buah baru matang setelah 9 bulan. Buah anggrek merupakan buah lentera, artinya buah akan pecah ketika matang. Bagian yang membuka adalah bagian tengahnya, bukan di ujung atau pangkal buah. Bentuk buah anggrek berbeda-beda, tergantung jenisnya (Iswanto, 2002). Syarat Tumbuh Iklim Tanaman anggrek dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat. Di India, tanaman ini dapat tumbuh mulai dari 0-5000 m di atas permukaan laut. Jenis anggrek yang tumbuh pada dataran rendah (0-300 m dpl) antara lain Vanda roxburghii, Acampe praemorsa. Sedangkan jenis anggrek dataran tinggi (ketinggian 3500-5000 m dpl) yang tumbuh di pegunungan Himalaya yaitu jenis
Universitas Sumatera Utara
6
Bulbophyillum retusiusculum, Habenaria cummisiana, Herminium longilobatum (Ashari, 1995). Secara umum dapat dikatakan bahwa anggrek dendrobium memerlukan sinar sebanyak 50-60 %; ini berarti bahwa jenis anggrek tersebut menyukai tipe sinar yang agak teduh. Anggrek dendrobium merupakan jenis anggrek epifit, sehingga keteduhan yang diperlukannya diperoleh dengan selalu berada di bawah dedaunan pohon yang ditumpanginya tersebut (Gunadi, 1985). Suhu maksimum untuk anggrek ialah 40 0 C dan minimum 10 0 C. Suhu berhubungan erat dengan intensitas cahaya dan mempengaruhi proses asimilasi. Intensitas cahaya yang tinggi akan lebih cepat meningkatkan suhu. Proses asimilasi pada anggrek akan meningkat melampaui titik optimumnya. Pembungaan jenis anggrek tertentu dipengaruhi oleh suhu malam hari kira-kira 210 C. Anggrek Cymbidium sp yang berbunga besar membutuhkan suhu malam 15-170 C. Pada dendrobium, suhu malam yang tinggi menyebabkan terbentuknya anakan pada ujung batang (Ginting, 1990). Tanaman anggrek pada umumnya membutuhkan kelembaban cukup tinggi yang disertai dengan kelancaran sirkulasi udara. Kelembaban nisbi (RH) yang dibutuhkan tanaman anggrek berkisar antara 60-80 %. Fungsi kelembaban yang tinggi ini antara lain untuk menghindari proses respirasi atau penguapan yang berlebihan (Iswanto, 2002).
Universitas Sumatera Utara
7
Tempat Tumbuh Berdasarkan habitatnya, anggrek dibedakan menjadi lima jenis, yaitu : 1. Anggrek epifit, yakni anggrek yang tumbuh menumpang pada tanaman lain tanpa merugikan tanaman yang ditumpangi (tanaman inang). Anggrek epifit membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Contohnya, anggrek dendrobium, cattleya, oncidium, dan phalaenopsis. 2. Anggrek semi-epifit. Anggrek ini tumbuh menumpang pada tanaman lain, namun akarnya menggantung sebagai akar udara. Contohnya, anggrek brassavola, epidendrum, laelia. 3. Anggrek terrestrial, yakni anggrek yang tumbuh di atas tanah. Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh dan cahaya matahari langsung. 4. Anggrek litofit, yakni anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Contohnya, anggrek dendrobium dan phalaenopsis. 5. Anggrek saprofit, yakni anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau daun-daun kering. Contohnya, Goodyera sp. (Iswanto, 2002). Aklimatisasi Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembabannya diturunkan dan intensitas cahayanya dinaikkan (Yusnita, 2003). Tahap ini merupakan tahap yang kritis karena kondisi iklim di rumah kaca atau rumah plastik dan
Universitas Sumatera Utara
8
di
lapangan
sangat
berbeda
dengan
kondisi
di
dalam
botol
kultur
(Marlina dan Rusnandi, 2007). Pengeluaran seedling dari dalam botol untuk kemudian dipindahtanamkan dalam pot sering menyebabkan kegagalan perbanyakan. Sewaktu masih di dalam botol, seedling sudah terbiasa manja dengan makanan yang sudah tersedia. Pada saat dikeluarkan, seedling-seedling harus berjuang sendiri membuat makanan. Perubahan inilah yang membuat tanaman anggrek yang baru beranjak dewasa menjadi stres (Sarwono, 2002). Masalah yang ada dalam memindahkan planlet yang telah berakar ke dalam pot dan pemeliharaanya. Biasanya planlet yang ditumbuhkan secara in vitro tersebut lebih peka terhadap cahaya yang kuat, intensitas cahaya perlu dinaikkan dan kelembaban diturunkan, keduanya dilakukan secara bertahap dan tahap ini lazim disebut dengan aklimatisasi. Tahap aklimatisasi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerugian akibat kematian tanaman (Wetherell, 1988 dalam Setiawan, 2002). Masa aklimatisasi merupakan masa yang sangat krisis, karena pucuk atau planlet in vitro menunjukkan beberapa sifat yang tidak menguntungkan, seperti lapisan kutikula tidak berkembang dengan baik, lignifikasi batang kurang, sel-sel palisade daun sedikit, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang, selain itu biasanya stomata pada daun sering kali tidak berfungsi (tidak menutup pada penguapan tinggi) (Gunawan, 1997). Intensitas cahaya tinggi merupakan istilah relatif. Tanaman-tanaman yang ternaungi mengalami kerusakan reversibel bila ditumbuhkan pada intensitas
Universitas Sumatera Utara
9
cahaya harian normal. Pada tanaman Solidago virgaurea yang telah teradaptasi dengan keadaan ternaungi, tumbuh seminggu pada intensitas cahaya tinggi, mempunyai respon yang tidak baik terhadap cahaya dari pada tanaman pembanding, tetapi seminggu pada intensitas rendah kerusakan ini telah dapat teratasi. Penyebab kerusakan adalah terdapat bentuk menyimpang dari struktur kloroplas (Fitter dan Hay, 1991). Media Tumbuh Aklimatisasi Pertumbuhan tanaman anggrek baik vegetatif maupun generatif tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, kelembaban, kadar O2 dan media tumbuh. Media tumbuh merupakan salah satu syarat penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya anggrek, karena media berfungsi sebagai tempat berpijaknya tanaman, mempertahankan kelembaban dan tempat penyimpanan hara serta air yang diperlukan (Batchelor, 1981, dalam Wuryan, 2008). Dalam usaha pengembangan budidaya, salah satu syarat penting yang perlu diperhatikan adalah penggunaan media tumbuh. Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : tidak cepat melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan murah, ramah lingkungan. Beberapa jenis media yang dapat digunakan untuk anggrek dendrobium antara lain : arang sekam, sekam padi, sabut kelapa, pakis, atau mos. Adapun keutamaan dari arang sekam yaitu : tidak lekas melapuk, tidak mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri, sukar mengikat air dan miskin zat hara, hanya mengandung unsur karbon (C)
Universitas Sumatera Utara
10 saja sehingga penggunaannya harus diimbangi dengan pemberian unsur hara lain, daya tahan ± 2 tahun. Sedangkan pada sabut kelapa yaitu, mudah
melapuk,
sehingga
perlu
mempunyai
diatur
daya
penyiramannya,
menyimpan merupakan
air sumber
sangat kalium
baik (K)
(http://jakarta.litbang.deptan.go.id, 2008) Sekam bakar dikenal sebagai campuran media yang cukup baik untuk mengalirkan air, sehingga media tetap terjaga kelembabannya. Arang sekam atau sekam bakar adalah sekam yang sudah melewati proses pembakaran yang tak sempurna. Komposisi kimiawi dari arang sekam terdiri dari SiO2 dengan kadar 52% dan C sebanyak 31%. Sementara kandungan lainnya terdiri dari Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dengan jumlah yang kecil. Karakteristik fisik dari sekam bakar yaitu : berat yang sangat ringan dan kasar, membuat sirkulasi udara dan air dalam media tanam jadi lebih tinggi (http://tabloidgallery.wordpress.com, 2008). Yang dimaksud dengan media tunggal yakni penggunaan satu jenis bahan baku, diantaranya : humus andam, sekam mentah, atau serbuk sabut kelapa (cocopeat). Di tanah air, Dr. Benny Tjia, praktisi tanaman hias di Bogor, menggunakan media serbuk sabut kelapa. Serbuk sabut kelapa itu sanggup menahan air dalam jumlah banyak dan waktu lama. Struktur pori-porinya berkemampuan tinggi menangkap dan menahan air. Apalagi coir dus (nama lainnya) mudah didapat dan harganya relatif murah. Umumnya derajat keasaman coir dust mendekati 6. Pada kondisi hampir netral itu, unsur hara yang bisa diserap tanaman banyak tersedia, seperti nitrogen, kalsium, fosfor, dan sulfur (www.duniaflora.com, 2006).
Universitas Sumatera Utara
11
Penggunaan media campuran cenderung mendorong pertumbuhan anggrek menjadi lebih baik dibanding dengan media tunggal. Karena masing-masing media dapat saling mendukung. Campuran dua macam bahan dapat memperbaiki kekurangan sifat masing-masing bahan antara lain : kecepatan pelapukan, tingkat pelapukan, tingkat tersedianya hara dan kondisi kelembaban dalam media tanam (Ginting, 2008). Intinya, media harus bersifat menyimpan air dan tidak mudah memadat. Media padat menyebabkan air tergenang sehingga aerasi udara rendah. Gejala yang tampak, daun dan batang menjadi layu. Akar sehat biasanya berwarna putih dan memiliki rambut-rambut halus. Jika aerasi rendah, akar yang putih berubah jadi coklat lalu menghitam. Jumlah rambut akar berkurang bahkan tak ada. Padahal akar berfungsi untuk menyerap hara. Selain masalah aerasi, media padat juga mengundang bakteri dan cendawan penyebab busuk (www.duniaflora, 2006) Jenis Pupuk Daun
Untuk
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangannya,
tanaman
memerlukan nutrisi berupa pupuk. Sumber pupuk dapat diperoleh dari bahan organik dan non organik. Di dalam setiap tanaman terdapat potensi genetik untuk dapat memberikan hasil yang maksimal, dimana potensi hasil yang maksimal dapat diberikan dengan dukungan nutrisi yang terukur (misal 1 gram per liter atau 1 ml per liter). Nutrisi tanaman dalam bentuk pupuk organik pada dasarnya sudah memberikan hasil yang baik namun belum maksimal, misal pupuk kandang mempunyai kandungan N yang berfluktuasi (naik-turun), hal ini tergantung dari
Universitas Sumatera Utara
12 makanan yang dimakan oleh hewan tersebut. Untuk itu diperlukan tambahan pupuk non organik yang terukur antara lain : pupuk Urea, Gandasil Hijau, Bayfolan, dan lain-lain untuk memberikan hasil yang maksimal (Yudhie, 2008). Cara yang sering dilakukan dalam memupuk anggrek adalah pemupukan melalui daun. Pemberian pupuk akan lebih efektif melalui daun dari pada melalui media tanam. Hal ini disebabkan daun mampu menyerap pupuk sekitar 90 %, sedangkan akar hanya mampu menyerap sekitar 10 %. Air dan unsur hara tersebut masuk ke dalam daun melalui lapisan kutikula. Pemberian pupuk pada daun sebaiknya dilakukan saat penyinaran cahaya cukup. Pada kondisi seperti ini penyerapan unsur hara akan lebih baik dibandingkan saat penyinaran berlebihan. Penyinaran berlebihan menyebabkan kandungan air dalam jaringan tanaman akan menguap, garam-garam pun mengendap di permukaan jaringan tanaman anggrek. Akibatnya, penyerapan unsur hara menjadi terlambat dan pertumbuhan tanaman menjadi tidak sehat (Iswanto, 2002). Ada satu hal kelebihan yang paling mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibandingkan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan cepat menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak. Oleh karena itu, pemupukan lewat daun dipandang lebih berhasil dibandingkan lewat akar (Lingga dan Marsono, 2004). Jenis media tanam yang digunakan juga sangat berpengaruh. Umumnya semakin porous sebuah media tanam, maka akan semakin membutuhkan dosis pemupukan yang lebih sering, terutama pemupukan lewat akar. Hal ini dikarenakan sifat media yang sangat porous, menyebabkan aliran air (yang umumnya
juga
menghanyutkan
pupuk) menjadi
lebih
besar,
sehingga
Universitas Sumatera Utara
kertersediaan pupuk dalam mediapun akan sering berkurang. Demikian juga iklim dan ukuran tanaman akan sangat berpengaruh dalam aplikasi dan dosis pemupukan (http://emirgarden.com, 2008). Sebenarnya fungsi media tanam bagi anggrek hanya sebatas mengatur tegaknya tanaman. Tidak seperti anggapan yang ada selama ini bahwa 13 media tanam juga menyuplai bahan makanan untuk anggrek. Untuk menyuplai tanaman perlu pupuk dengan kandungan lengkap. Pupuk tersebut diberikan lewat penyemprotan atau penaburan pada media tanam (Sandra, 2001). Pupuk berbentuk cair yang lengkap sebagai bahan makanan secara foliar dan akar, cocok untuk semua tanaman agrikultural dan holtikultural serta tanaman hias dan rumah. Disamping kandungan makronutrisi, Bayfolan juga mengandung besi, magnesium, boron, copper, zinc, cobalt dan molybdenum. Bayfolan masuk ke dalam tanaman melalui daun dan akar. Pemakaian regular pupuk foliar menghindari tanaman dari defisiensi (http://www.bayer.co.id, 2008). Hasil analisis terhadap beberapa merk pupuk di NTB menunjukkan bahwa pupuk Bayfolan berdasarkan analisa laboratorium memiliki kandungan hara N (6,12 %), P2O5 (5,4 %), K2O (6,83 %), sedangkan berdasarkan label kemasan memiliki kandungan N (11%), P2O5 (8 %), K2O (6%). Pada pupuk Seprint berdasarkan analisa laboratorium memiliki kandungan hara N (6,53%), P2O5 (0,13 %), K2O (2,88 %), sedangkan berdasarkan label kemasan memiliki kandungan N (9,6 %), P2O5 (0,67 %), K2O (2,11 %) (Hipi, dkk, 2002).
Universitas Sumatera Utara