4
TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia. Dari berbagai bangsa kambing yang terdapat di wilayah ini, kambing Kacang merupakan yang terpenting ditinjau dari segi jumlah. Kegunaan utamanya adalah sebagai penghasil daging (Davendra dan Marca 1994). Menurut Mulyono dan Sarwono (2008) , tanda-tanda umum dari kambing Kacang adalah : garis profil kepala lurus atau cekung, daun telinga pendek dengan sikap berdiri dan mengarah ke depan, panjangnya ±15 cm, panjang tanduk jantan ±10 cm sedangkan pada betina ±8 cm, kambing betina rambutnya pendek kecuali bagian ekor dan kambing jantan rambutnya lebih panjang pada dagu (jenggot), tengkuk, pundak, punggung sampai ekor dan pada badan bagian belakang; warna rambut putih, hitam dan coklat atau kombinasi dari dua atau tiga warna tersebut. Kambing jantan tingginya 60-65 cm dan betina 56 cm, dengan bobot badan jantan 25-30 kg dan betina 20-25 kg. Selanjutnya Mulyono dan Sarwono (2008) juga mengatakan bahwa beberapa sifat unggul dari kambing Kacang yang ingin dimiliki adalah sifat resistensi tinggi terhadap parasit, daya tahan tinggi terhadap perubahan cuaca, kemampuan bertahan hidup pada kondisi pakan berkualitas rendah serta tingkat reproduktivitas yang cukup tinggi, setiap kelahiran menghasilkan keturunan lebih dari satu, cepat berkembang biak dan memiliki kesuburan yang tinggi. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Boer Kambing Boer merupakan kambing yang berasal dari daerah Afrika, merupakan turunan dari kambing Hottentot yang hidup di negara beriklim setengah kering di sebelah utara Semenanjung Kaap. Davendra dan Marca (1994) mengatakan bahwa kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 - 45 kg pada umur lima hingga
5
enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02 - 0,04 kg per hari (Ted dan Shipley 2005). Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya (Ted dan Shipley 2005). Selain itu juga, Ted dan Shipley (2005) mengatakan bahwa dalam kondisi baik, kambing Boer betina dewasa yang telah dimuliakan mempunyai berat 60-75 kg, dan kambing kebirian dewasa dapat mencapai berat badan 100 kg tanpa makanan pelengkap. Kambing Boer memiliki derajat kelahiran yang tinggi yaitu 97% kembar tiga dan 50% kembar dua), menghasilkan susu cukup baik 91,3-1,8 kg/hari) dan juga menghasilkan kulit yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Persilangan Kambing Boer dan Kacang Harris (2008) mengatakan bahwa persilangan merupakan jalan pintas untuk memperoleh individu-individu yang memiliki sejumlah sifat unggul yang dipunyai oleh kedua bangsa tetuanya. Persilangan dilakukan secara grading up (upaya cepat untuk memperbaiki mutu genetik ternak lokal terutama untuk sifatsifat tertentu ke arah bangsa pejantan). Persilangan antara kambing Kacang (tipe prolifik) yang merupakan kambing khas Indonesia dan kambing Boer (tipe pedaging) yang berasal dari Afrika akan menghasilkan kambing dengan julukan Kaboer atau Boerka. Kambing Boerka memiliki performans yang baik yaitu laju pertumbuhan dan kapasitas bobot tubuh yang tinggi serta mampu beradaptasi dalam kondisi yang relatif terbatas.
6
Boer ♂
Kacang ♀
Boerka ♂ dan Boerka ♀ Gambar 1. Bagan Pembentukan Kambing Boerka (Sumber: arsip PT. Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung)
Kambing lokal yang dipelihara di Indonesia berasal dari berbagai varietas kambing jenis perah. Jika Boer jantan dikawinkan dengan kambing lokal, baik secara alam atau dengan inseminasi buatan, hasil persilangannya (F1) yang memiliki 50% Boer sangatlah mengagumkan. Keturunan F1 ini akan membawa kecenderungan genetik yang kuat dari Boer. Besarnya tubuh dan kecepatan pertumbuhannya akan tergantung pada besarnya kambing lokal yang dikawinkan. Tergantung dari ransum pakannya, hasil silangan jantan dapat mencapai berat dipasarkan 35 - 45 kg dalam waktu enam sampai delapan bulan, dengan peningkatan jumlah daging pada karkas lebih banyak dari yang dihasilkan anak kambing lokal dengan umur yang sama (Ted dan Shipley 2005).
7
Gambar 2. Skema Perkawinan antara Induk dan Pejantan yang Benar (Cahyono 1998)
Perkawinan sedarah dapat dihindari dengan melakukan pergiliran pejantan dengan cara saling meminjamkan pejantan dengan peternak lain. Namun, cara ini tidak efektif bila dilakukan pada perusahaan peternakan berskala besar. Dalam skema perkawinan di atas terlihat bahwa jika kambing jantan Boer dan betina Kacang dikawinkan akan menghasilkan keturunan yang mengandung darah Boer sebesar 50%. Jika menginginkan anak yang mengandung darah Boer lebih tinggi, maka hasil F1 dapat dikawinkan lagi dengan pejantan Boer yang berasal dari luar sampai didapatkan keturunan yang memiliki darah Boer yang lebih tinggi lagi. Siklus Reproduksi Siklus Reproduksi Betina Siklus reproduksi pada betina merupakan suatu siklus yang kompleks. Siklus reproduksi betina akan mempengaruhi masa pubertas atau masa dewasa kelamin. Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organorgan reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Pada
8
hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai, sehingga hewan betina
tersebut
harus
menyediakan
makanan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan tubuhnya maupun untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anaknya. Jadi, seekor hewan betina muda yang baru dewasa kelamin membutuhkan lebih banyak makanan dan akan menderita lebih banyak stress apabila dikawinkan pada umur tersebut dibandingkan dengan hewan betina yang sudah dewasa tubuh (Toelihere 1981). Selain itu juga, Toelihere (1981) mengatakan bahwa sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan-lahan bertambah dalam ukuran dan tidak memperlihatkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertambahan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa. Apabila suatu umur atau berat badan tertentu telah dicapai estrus dan ovulasi pertama terjadi walaupun dalam beberapa kasus ovulasi pertama mungkin tidak disertai oleh estrus. Estrus dan ovulasi pertama disertai oleh kenaikan ukuran dan berat organ reproduksi secara cepat. Tanda-tanda domba atau kambing dalam keadaan berahi menurut Cahyono (1998) adalah sering mengibas-ibaskan ekornya, gelisah (tidak tenang) dan nafsu makannya berkurang, bibir kelamin luar (membengkak, berlendir, basah dan berwarna kemerah-merahan), sering kencing, menaiki teman-temannya, selalu mengembik, diam saja apabila dinaiki ternak lainnya dan produksi susu menurun (terutama pada ternak yang sedang laktasi). Faktor-faktor yang mempengaruhi pubertas adalah faktor herediter (faktor genetik) dan lingkungan (musim, suhu, makanan). Lamanya waktu berahi pada domba atau kambing umumnya berlangsung selama 1-2 hari. Berahi pada domba akan terulang lagi setiap 15-19 hari dan pada kambing berahi akan terulang lagi setiap 18-24 hari. Keadaan berahi tersebut akan terulang jika domba atau kambing tidak dikawinkan atau jika telah dikawinkan tetapi gagal bunting (Cahyono 1998). Selanjutnya,
Cahyono
(1998)
juga
mengatakan
bahwa
waktu
mengawinkan domba atau kambing perlu memperhatikan tanda-tanda berahi.
9
Waktu yang tepat untuk mengawinkan adalah 12-18 jam setelah domba atau kambing menampakkan tanda-tanda pertama berahi. Perkawinan domba atau kambing yang masih dekat dengan hubungan keturunan harus dihindari, misalnya anak dengan bapak, anak dengan induk, dan antar saudara kandung. Apabila hal ini dilanggar, maka anak yang dilahirkan kemungkinan akan cacat, kecil, tidak sehat, dan kadang-kadang mati. Untuk menghindari perkawinan sedarah, sebaiknya hasil perkawinan dari kedua induk setelah dewasa dipisah-pisahkan dan diberi tanda agar tidak terjadi kekeliruan pada saat mengawinkan domba atau kambing yang berikutnya. Siklus Reproduksi Jantan Pubertas pada hewan jantan ditandai dengan kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan sperma di samping perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya. Pubertas dicapai secara gradual, dan terjadi pada umur yang berbedabeda tergantung pada makanan, bangsa ternak, persilangan, tata laksana, penyakitpenyakit menahun, dan perbedaan-perbedaan individual (Toelihere 1981). Kualitas libido jantan dapat ditentukan dengan melihat volume ejakulat, gerakan sperma, konsentrasi sperma, serta jumlah total spermatozoa perejakulat dan presentase spermatozoa hidup (Davendra dan Marca 1994). Kebuntingan dan Kelahiran Cahyono (1998) mengatakan bahwa setelah terjadi proses pembuahan antara sperma dan sel telur, maka akan terbentuk fetus di dalam uterus. Jangka waktu selama perkembangan fetus sampai dengan masa kelahiran anak disebut kebuntingan. Lamanya kebuntingan pada domba atau kambing bervariasi antara 144-152 hari dengan rata-rata masa kebuntingan adalah 150 hari. Lama kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dapat dimodifikasi oleh faktorfaktor maternal (umur induk), fetus (jumlah fetus dan kelamin fetus), faktor genetik (bangsa ternak dan persilangan), dan lingkungan fisik (musim, suhu, dan makanan).
10
Selanjutnya, Cahyono (1998) juga mengatakan bahwa tanda- tanda kebuntingan ini dapat dilihat dari perubahan fisik dan tingkah laku domba atau kambing itu sendiri, seperti: tanda-tanda berahi pada sikus berikutnya tidak timbul lagi, domba atau kambing tampak lebih tenang dan apabila dinaiki pejantan atau sesama betina yang lain akan menghindar, nafsu makan bertambah, sering menggosok-gosokkan badan ke dinding kandang, pada bagian perut sebelah kanan kelihatan membesar, dan ambing tampak menurun. Induk domba atau kambing yang akan melahirkan dapat diketahui melalui perubahan fisik dan perilaku seperti: keadaan perut menurun, ambing membesar dan puting susu terisi penuh, alat kelamin membengkak, berwarna kemerahmerahan, dan lembab, pinggul mengendur, selalu gelisah, menggaruk-garuk tanah atau lantai kandang dan mengembik-embik, nafsu makan berkurang, dan sering kencing. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penampilan Reproduksi
Hormon-hormon Reproduksi Dalam tulisannya, Toelihere (1981) mengatakan bahwa hormon-hormon reproduksi memegang peranan penting dalam inisiasi dan regulasi siklus berahi, ovulasi, fertilisasi, mempersiapkan uterus untuk menerima ovum yang telah dibuahi,
melindungi,
mengamankan
dan
mempertahankan
kebuntingan,
menginisiasi kelahiran, perkembangan kelenjar susu dan laktasi. Susunan syaraf pusat maupun otonom memegang peranan sekunder dalam reproduksi tetapi sangat erat berhubungan dengan kerja hormon-hormon yang diproduksikan. Hormon reproduksi berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hormon reproduksi primer dan hormon repoduksi sekunder. Hormon reproduksi primer bekerja langsung mempengaruhi berbagai aspek reproduksi seperti spermatogenesis, ovulasi, kelakuan kelamin, fertilisasi, perjalanan ovum, implantasi, kelangsungan kebuntingan, kelahiran, laktasi, dan kelakuan induk. Kelompok sekunder perlu untuk mempertahankan keadaan dan
11
kesejahteraan
umum
dan
keadaan
metabolik
suatu
organisme
yang
memungkinkan terjadinya reproduksi. Lingkungan Menurut Cahyono (1998) keadaan lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam yang mendukung usaha beternak domba atau kambing adalah yang berada di lokasi yang cukup luas, udaranya segar, dan sekelilingnya tenang. Selain itu juga, menurut Tomaszewska et al (1991) dipengaruhi oleh faktor cuaca. Keadaan cuaca yang tidak baik sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk bertahan hidup. Indonesia terletak dekat dengan khatulistiwa. Iklim tropisnya menyebabkan terdapatnya perbedaan yang kecil pada suhu dan panjangnya hari terang. Di bawah panas matahari, anak domba dan anak sapi dapat mati karena stress panas terutama di daerah Australia bagian utara. Genetik Menurut Davendra dan Marca (1994) mengatakan bahwa setiap upaya peningkatan genetik akan menyangkut pembatasan pembiakan dengan individu ternak terpilih, walaupun dalam lingkungan yang jelek, dan khususnya bila jumlah kawanan perlu ditingkatkan, seleksi hewan betina hanya terbatas pada pengeluaran individu yang telah terbukti tidak produktif. Seleksi pejantan bibit dapat jauh lebih ketat, dan karena itu lewat pejantanlah sebagian besar perbaikan genetik dapat diperoleh. Umur Menurut Tomaszewska et al (1991) mengatakan bahwa umur ternak sangat mempengaruhi reproduksi dan produktivitas. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya pubertas. Umur pubertas pada ternak jantan, bergantung pada kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan pubertas serta faktorfaktor yang mempengaruhi saat terjadi pubertas. Parameter tingkah laku seksual kurang cukup mengingat sifat-sifat tersebut mulai diperlihatkan sejak umur sangat muda dan ekspresinya sangat penuh berkembang secara bertahap.
12
Kesehatan atau Nutrisi Menurut Mulyono dan Sarwono (2008), kambing akan tumbuh sehat dan produktif dalam menghasilkan susu maupun daging bila volume pakan yang diperoleh cukup dan bergizi. Pakan hijaun yang banyak mengandung gizi cocok dikonsumsi kambing, yaitu rumput gajah, rumput benggala, rumput raja, rumput lapangan, daun turi, daun lamtoro, daun dadap, daun nangka, dun gamal, daun kembang sepatu, daun pisang, daun ubi jalar, dan daun singkong. Daun-daunan hijau lebih disukai kambing dibandingkan rumput. Selain hijauan dari daundaunan dan rumput, kambing juga menyukai pakan dari limbah industri (dedak padi, dedak jagung, ampas tahu, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, dan bungkil kelapa), limbah pertanian (jerami kacang tanah, jerami kedelai, daun singkong, batang dan daun ubi jalar, batang dan daun kacang panjang atau buncis), pakan penguat, dan hijaun yang diawetkan (silase).
Parameter Pengukuran Penampilan Reproduksi dan Produksi pada Kambing Betina Keberhasilan Inseminasi Buatan Menurut Salisbury et al (1978), inseminasi buatan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh ternak unggul. Inseminasi buatan merupakan suatu bentuk modifikasi memasukkan semen ke dalam saluran kelamin betina melalui alat buatan manusia. Keuntungan dari IB yaitu memperbaiki genetik kambing sehingga diperoleh bibit unggul, menambah keragaman genetik, mempermudah transportasi material genetik, memperpanjang masa hidup sperma, menambah efisiensi dari perkawinan antar kambing, mencegah dan mengurangi penyakit menular kelamin, mengontrol peluang kejadian penyakit, dapat memperoleh semen secara maksimal dari pejantan unggul, dan memungkinkan untuk penggunaan pejantan yang cacat dengan kondisi semen yang unggul. Kekurangan dari IB adalah inbreeding, infeksi saluran reproduksi terjadi karena teknik IB yang tidak dilakukan secara aseptis, dan rendahnya angka fertilitas dan tingginya kasus-kasus reproduksi
13
karena minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh inseminator dalam melakukan teknik IB. Jarak Antar Kelahiran (kidding interval) Menurut Davendra dan Marca (1994), jarak antar kelahiran adalah periode diantara dua beranak yang berurutan, dan terdiri atas periode perkawinan (periode dari beranak sampai konsepsi) dan periode bunting. Lama bunting pada kambing ditemukan agak konstan pada sekitar 146 hari, meskipun kisaran yang dilaporkan antara 143 sampai 153 hari. Penyebab keragaman dalam periode bunting tidak diketahui secara rinci, tetapi seperti pada spesies hewan lainnya, hal itu barangkali dipengaruhi oleh jenis kelamin janin, habis beranak, dan keragaman lingkungan lainnya, khususnya makanan dan oleh faktor keturunan. Service per conception Service per conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi yang diperlukan hewan betina untuk mendapatkan kebuntingan (Priyanto dan Setiadi 1998). Menurut Achjadi (2007), nilai S/C optimal pada kambing berkisar antara 1,1-1,3. Makin kecil nilai S/C, makin tinggi tingkat kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut. Conception rate Conception rate (CR) adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil inseminasi yaitu presentasi sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40-60 hari sesudah
inseminasi (Toelihere 1981). Faktor-faktor yang
mempengaruhi angka kebuntingan adalah kesuburan semen beku, efisiensi inseminator, fertilisasi pejantan, dan efisiensi deteksi estrus. Menurut Achjadi (2007) , nilai optimal CR pada kambing 50-80%.
14
Parameter Pengukuran Penampilan Reproduksi dan Produksi pada Kambing Pejantan
Tingkat Fertilitas Menurut Davendra dan Marca (1994), salah satu parameter yang sering digunakan untuk mengukur tingkat reproduksi jantan adalah dengan pengukuran fertilitas. Tingkat fertilitas dapat diukur dari karakteristik semen yang dihasilkan. Seekor hewan dikatakan subur bila dia menghasilkan spermatozoa atau sel telur yang normal yang mampu melakukan pembuahan (fertilisasi). Seekor hewan dikatakan peridi jika dia menghasilkan keturunan yang banyak. Kesuburan sulit diukur secara tepat, pada hewan jantan kesuburan diukur dari presentase perkawinan yang menghasilkan konsepsi. Kualitas Semen Menurut Norton (2001), kualitas air mani (semen) kambing pribumi dan kambing impor serta silangannya telah diteliti dan dihitung kuantitasnya dalam volume ejakulat, gerakan, konsentrasi, serta jumlah total spermatozoa perejakulat dan presentase spermatozoa hidup. Menurut Davendra dan Marca (1994), nilai yang wajar untuk contoh air mani normal dari kambing di daerah tropis adalah: volume ejakulat, 0,5-1,0 mL, gerakan spermatozoa pada saat air mani ditampung (50-90%); jumlah spermatozoa perejakulat (1,8 x 108 sampai 40 x 108). Penampilan reproduksi pejantan dapat juga diukur melalui komposisi tubuhnya seperti persentasi otot, tulang, lemak total dan rasio otot. Pemeriksaan kualitas sperma dapat dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan gerakan massa secara mikroskopik, pemeriksaan gerakan individu secara mikroskopik dan pemeriksaan sperma yang hidup. Pemeriksaan yang sering dipakai adalah pemeriksaan makro dan pemeriksaan gerakan massa secara mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik dapat dilakukan dengan mengamati langsung dengan mata mengenai kekentalan, warna, dan gerakan sperma. Adapun sperma yang dikatakan baik bila kekentalannya cukup tinggi yang dilihat dengan sedikit menggoyangkan, warnanya abu-abu dan terdapat gerakan massa seperti semut kecil. Adapun sperma yang tidak baik bila
15
spermanya encer, warna hijau, kuning, atau merah, kotor dan tidak terlihat gerakan massa. Pemeriksaan gerakan massa secara mikroskopik dilakukan untuk mengetahui gerakan massa. Cara memeriksanya dengan mengambil 1 tetes sperma pada gelas kaca, kemudian langsung dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 5-10 x 10. Di bawah mikroskop akan terlihat beberapa kemungkinan, yaitu: gumpalan gelap (gerakan banyak dan cepat) dengan nilai 3+, gumpalan gelap (gerakan sedang dan kurang cepat) dengan nilai 2+, gumpalan agak terang (gerakan relatif lambat) dengan nilai 1+, dan gumpalan terang (gerakan lambat dan sedikit) dengan nilai 0 (nol).
Masalah-masalah Reproduksi yang Sering Muncul Distokia Distokia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami kesulitan melahirkan atau partus. Apabila ditinjau dari segi induk atau anak, maka distokia dapat dibagi menjadi distokia maternalis dan distokia fetalis. Distokia maternalis disebabkan oleh perbandingan yang tidak sesuai antara besarnya fetus dengan jalan kelahiran (rongga pelvis), atoni uteri atau inersia uteri dan torsio uteri. Sedangkan distokia fetalis disebabkan oleh ukuran fetus yang terlampau besar serta kedudukan fetus (Jackson 2007). Abortus Abortus adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk (Toelihere 1981). Abortus dapat terjadi pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa kebuntingan. Abortus dapat terjadi bila kematian fetus di dalam uterus disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara bersama-sama dari hormon estrogen, oksitosin, dan prostaglandin F2α pada waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati terdorong keluar dari saluran alat kelamin.
16
Penyebab abortus secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu abortus karena infeksius dan non infeksius. Abortus infeksius disebabkan oleh Brucellosis, Leptospirosis dan Trichomoniasis. Abortus non infeksius disebabkan oleh faktor genetik (inbreeding), hormonal (esterogen), defisiensi makanan, keracunan, adanya gangguan dari luar tubuh induk, sebab-sebab fisik dan karena anak kembar.