Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
PENAMPILAN KARKAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DAN INDUK KACANG (Goat Carcass Performance Between Boer Crossed Kacang) Simon Elieser Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang, Sumatera Utara
ABSTRACT This study was conducted to determine performance of goat carcass from crosses between Boer bucks and Kacang males goats. The study was conducted at the Research Institute for Goat Productioan, Sungei Putih goats Boerka; BC Kacang; Boer BC which is the offspring of a cross between Boer bucks and Kacang males goats age of one year each as much as 3 heads and Kacang and Boer goats for comparison. Data were analyzed using a completely randomized design according to (SAS, 1987). The results showed that the percentage of fresh goat carcass weight of Kacang was the highest (44,4%) and then followed by goat BC Kacang (43.2%) and goat Boerka (40.9%), significantly (P<0.05) higher than the BC Boer goats (39.7%) and Boer goats (39.6%). Carcass weight percentages after withered were found smallest in Kacang (0.5%) then followed by goat BC Kacang (0.8%), goat Boerka (1.6%), BC Boer goats (1.6%) and Boer goat (4.4%). The percentage of bone against goat carcass withered Kacang (17.1%), BC Kacang (17.5%) were significantly different (P<0.05) with Boer goats (19.8%), BC Boer (19.5 %) and Boerka (19.4%). Withered flesh and fat percentage were statistically different (P<0.05) between the Boer goat, Kacang and cross-bred. Based on this research it is concluded that slaughtering at 1 year of age: the higher Boer percentage, the lower the fresh carcass and carcass withered value would be higher. Key Words: Carcass, Crosses, Performance, Boer Goats, Nuts ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk mengetahui penampilan karkas kambing hasil persilangan antara pejantan Boer dan induk Kacang. Penelitian dilakukan di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih menggunakan kambing jantan Boerka (50% Boer : 50% Kacang); BC Kacang (25% Boer : 75% Kacang); BC Boer (75% Boer : 25% Kacang) yang merupakan keturunan hasil persilangan antara pejantan Boer dan induk Kacang umur satu tahun masing-masing sebanyak tiga ekor dan kambing jantan Kacang serta Boer sebagai pembanding. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap menggunakan program SAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bobot karkas segar kambing Kacang paling tinggi (44,4%) kemudian kambing BC Kacang (43,2%) dan kambing Boerka (40,9%) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kambing BC Boer (39,7%) dan dari kambing Boer (39,6%). Persentase penyusutan bobot karkas setelah dilayukan paling kecil ditemukan pada kambing Kacang (0,5%) kemudian diikuti oleh kambing BC Kacang (0,8%), kambing Boerka (1,6%), kambing BC Boer (1,6%) dan kambing Boer (4,4%). Persentase tulang terhadap karkas yang telah dilayukan dari kambing Kacang (17,1%), BC Kacang (17,5%) berbeda secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kambing Boer (19,8%), BC Boer (19,5%) dan Boerka (19,4%). Persentase daging dan lemak dilayukan secara statistik menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antara kambing Kacang dengan Boer dan hasil persilangannya. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umur pemotongan 1 tahun semakin tinggi darah kambing Boer pada hasil persilangan maka persentase karkas segarnya akan semakin rendah dan nilai penyusutan karkasnya akan semakin tinggi. Kata Kunci: Karkas, Persilangan, Kambing Boer, Kambing Kacang
PENDAHULUAN Seekor ternak potong dianggap mempunyai nilai ekonomis tinggi apabila produksi karkas yang dihasilkan juga tinggi. Oleh
310
karena itu, karkas dapat digunakan sebagai tolak ukur produktivitas ternak potong, karena karkas merupakan bagian dari hasil pemotongan ternak yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Karkas adalah bobot hidup
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
setelah dikurangi bobot saluran pencernaan, darah, kepala, kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah. Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot karkas dan persentase karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali 100% (Judge et al. 1989). Komponen utama karkas terdiri atas daging, tulang dan lemak. Kualitas karkas sangat ditentukan oleh imbangan ketiga komponen tersebut. Daging merupakan produksi utama dari karkas, kemudian diikuti oleh tulang dan lemak. (Herman 2003; Colomer Rocker et al. 1992). Daging kambing merupakan sumber protein penting seluruh dunia terutama di negara berkembang (Biswas et al. 2007). Ternak yang status gizinya baik, mendapat pakan dengan kandungan energi tinggi akan menghasilkan karkas yang lebih berlemak daripada pakan dengan energi rendah (Marinova et al. 2001). Persentase bobot karkas domba lebih rendah dibandingkan dengan kambing karena proporsi kulit, bulu dan alat pencernaannya lebih tinggi pada domba. Kambing Boer menghasilkan daging berkualitas tinggi dengan kandungan lemak sedikit, rasa empuk dan lezat terutama pada kambing muda (Campbell 2003). Malan (2000) menyatakan bahwa kambing Boer menghasilkan daging dengan kandungan lemak sedikit (lean meat) dan berkualitas tinggi, terutama pada umur muda. Daging memiliki rasa lezat, lembut, sangat menarik dan enak. Daging kambing Boer saat ini dicari untuk barbeque dan untuk dipanggang. Untuk alasan ini, kambing harus dipasarkan antara umur 6-15 bulan, dan bobot karkas tidak lebih dari 23 kg. Selain itu, daging kambing Boer dapat dijadikan dendeng dan dikeringkan untuk sosis dengan kualitas yang sangat baik, yang dapat bersaing dengan yang terbaik di pasar. Daging kambing Boer agak lebih mahal per kg dari kambing lain di Afrika Selatan. Persilangan kambing Boer dengan kambing lokal China meningkatkan karkas dan kualitas daging (Shrestha dan Fahmi 2007; Ding et al. 2010). Hasil penelitian Sunarlim dan Setiyanto (2005) terhadap komponen karkas pada domba dan kambing menunjukkan bahwa persentase tulang pada kambing lebih
tinggi dibandingkan dengan tulang domba. Setiap bangsa ternak akan menghasilkan karkas dengan karakteristiknya masingmasing demikian pula proporsi komponen karkasnya. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih, di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada bulan November tahun 2009. Penelitian menggunakan anak kambing jantan hasil persilangan antara kambing Boer dan Kacang dengan komposisi darah 50% Boer : 50% Kacang (Boerka); 25% Boer : 75% Kacang (BC Kacang); 75% Boer : 25% Kacang (BC Boer) yang telah berumur sekitar satu tahun masing-masing sebanyak 3 ekor dan sebagai pembanding digunakan kambing jantan Kacang sebanyak 3 ekor dan jantan Boer sebanyak 2 ekor umur sekitar satu tahun. Kambing yang dipotong mendapat pakan yang sama yaitu rumput lapangan dari bawah pohon karet secara ad libitum ditambah konsentrat komersial dengan kandungan protein kasar 12% dan energi 3,9 kcal/g sebanyak 1,25% BK/kg BB/ekor/hari. Pemotongan kambing dilakukan setelah dipuasakan terhadap pakan selama 22 jam. Kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi carpometacarpal dan sendi tarso-metatarsal. Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu hati, limpa, jantung, paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu, dan pankreas kecuali ginjal. Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong (bobot tubuh puasa) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), dan alat reproduksi disebut bobot karkas segar (bobot karkas panas). Karkas segar ini dipotong ekornya, kemudian dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sacralis) dan ditimbang bobotnya (bobot karkas segar kiri dan kanan). Karkas kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik yang diikat erat lalu disimpan dalam alat pendingin dengan suhu 2-3°C selama semalam untuk dilayukan.
311
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Bobot karkas segar (g), didapat dari selisih bobot potong dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor. Persentase karkas segar (%) didapat dari perbandingan antara bobot karkas segar dengan bobot hidup setelah puasa dikali 100. 2. Persentase bobot karkas layu (%) didapat dari perbandingan antara bobot karkas layu dengan bobot hidup setelah puasa dikali 100. 3. Persentase bobot komponen karkas (%) didapat dari perbandingan antara bobot komponen karkas layu dengan bobot karkas layu dikali 100. Analisis data Data produksi komponen karkas yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan apabila ada perbedaan nyata dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT) menurut (SAS, 1987). Model matematik analisis sebagai berikut: WTj k= µ + Tj + € j k Keterangan: WTj k = Bobot karkas µ = Rataan umum Tj = Pengaruh bangsa anak (j= 11; 12; 13; 22; 31) €jk = Pengaruh sisa HASIL DAN PEMBAHASAN Karkas Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bobot karkas segar kambing Kacang paling tinggi (44,4%) kemudian diikuti oleh kambing BC Kacang (43,2%) dan kambing Boerka (40,9%) secara nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan kambing BC Boer
312
(39,7%) dan kambing Boer (39,6%). Persentase karkas segar semakin rendah dengan semakin tingginya komposisi darah kambing Boer. Persentase penyusutan bobot karkas setelah dilayukan paling kecil ditemukan pada kambing Kacang (0,5%) kemudian di ikuti oleh kambing BC Kacang (0,8%), kambing Boerka (1,6%), kambing BC Boer (1,6%) dan paling tinggi nilai penyusutan karkasnya ditemukan pada kambing Boer (4,4%). Semakin tinggi darah kambing Kacang semakin tinggi persentase karkas layunya atau sebaliknya semakin tinggi komposisi darah kambing Boer semakin rendah persentase karkas layunya. Rataan bobot karkas segar dan layu kambing Boer, Kacang dan hasil persilangannya serta persentase karkas terhadap bobot hidup tersaji pada Tabel 1. Dalam kondisi normal dimana gizi yang diberikan mencukupi untuk pertumbuhan ternak tipe kecil, dewasa tubuh dicapai lebih cepat dibandingkan dengan tipe besar. Sebagai contoh domba Jantan SA Mutton Merinodewasa tubuh dicapai pada bobot antara 10 sampai 41 kg berat, domba SA Merino, Dorper dan Pedi dewasa tubuh dicapai pada bobot badan masing-masing 42,3; 27,8; 27,2 dan 22,2 kg, dan kambing Boer dewasa tubuh mencapai bobot badan hampir 50 kg (Casey dan Webb 2010). Ini mengindikasikan bahwa bangsa kambing mempengaruhi dewasa tubuh masing-masing ternak. Kecepatan dewasa tubuh mempengaruhi tingkat perkembangan karkas, tingkat perlemakan dan penyusutan. Kambing Boer adalah kambing tipe besar, untuk mencapai umur bobot potong akan lebih lama bila dibandingkan dengan kambing Kacang tipe kecil. Pada umur satu tahun kambing Boer masih fase pertumbuhan sehingga tingkat penyusutan karkasnya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kambing Kacang telah mencapai bobot potong. Bobot daging, lemak dan tulang Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) persentase tulang terhadap karkas yang telah dilayukan antara kambing Kacang (17,1%), BC Kacang (17,5%) dengan kambing Boer
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 1. Rataan bobot karkas segar dan layu kambing Boer, Kacang dan hasil persilangannya serta persentase karkas terhadap bobot hidup Bangsa Kacang
Bobot hidup Kg c
20,8 ±0,95 bc
Bobot karkas segar
Bobot karkas layu
Kg
%
Kg
9,2±0,15
b
44,4 ±1,3 b
9,06±0,17
%
Penyusutan %
a
0,5
b
43,6 ±1,29
Boerka
21,6 ±0,81
8,8±0,55
40,9 ±1,2
8,58±0,50
39,7 ±1,15
1,2
Boer
27,5a±0,71
11,4±0,57
39,6a±0,5
9,75±0,02
35,2c±0,35
4,4
9,1±0,25
a
BC Boer
b
22,8 ±0,21
8,67±0,21
38,1 ±1,14
1,6
BC Kacang 21,5bc±0,69 9,3±0,38 43,2b±0,4 9,11±0,38 a,b,c Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan (P<0,05)
42,4a±0,42
0,8
(19,8%), BC Boer (19,5%) dan Boerka (19,4%). Persentase tulang paling rendah dijumpai pada kambing Kacang dan paling tinggi pada kambing Boer. Persentase tulang akan semakin tinggi dengan semakin meningkatnya komposisi darah kambing Boer. Peningkatan ini dikarenakan sifat kambing Boer yang mempunyai bobot tubuh cukup besar, maka kerangka ataupun tulangnyapun juga harus cukup besar untuk menopang bobot tubuhnya. Tulang sebagai kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir oleh jaringan lemak (Soeparno 1994). Persentase daging dan lemak dilayukan secara statistik menunjukkan perbedaan (P<0,05) antara kambing Kacang dengan Boer dan hasil persilangannya. Persentase daging dilayukan paling tinggi dijumpai pada kambing Kacang dan semakin kecil dengan semakin meningkatnya darah kambing Boer. Rataan bobot tulang, daging dan lemak serta persentase terhadap bobot karkas bagian kanan yang telah dilayukan (Tabel 2). Perbedaan persentase lemak, tulang dan daging setelah dilayukan disebabkan oleh perbedaan bangsa, sesuai dengan hasil penelitian pada domba Merino Afrika Selatan yang menghasilkan karkas dengan proporsi terbesar otot, yaitu 69,14%, dibandingkan dengan Dorper (66,01%), Pedi (61,44%) dan kambing Boer (66,48%) dan total persentase lemak karkas masing-masing adalah 14,12, 19,29, 18,95, 24,75 dan 18,24% (Casey 2010). Keadaan sebaliknya terjadi pada persentase lemak, semakin tinggi komposisi darah
39,7 ±1,3
b
kambing Boer persentase lemaknya akan semakin tinggi. Setiap bangsa ternak akan menghasilkan karkas dengan karakteristiknya masing-masing (Oman et al. 2000; Tshabalala et al. 2003), demikian pula proporsi komponen karkasnya. Bangsa kambing berpengaruh secara nyata terhadap karakteristik karkas dan kandungan lemak internal. Kambing LongEared Somali (LES) menunjukkan karakteristik lambat dewasa tubuh dibandingkan dengan kambing Central Highland (CHG) dan kambing Afar. Kambing LES memiliki karkas lebih kompak dengan lingkar pantat lebih besar. Kambing LES memiliki bobot potong dan bobot karkas lebih berat, lemak lebih banyak dan lemak subkutan lebih tebal daripada keturunan lainnya (Sebsibe et al. 2007). Pola penumpukan lemak pada bangsa domba Horro dan Menz di Ethiopia diperoleh bahwa lemak subkutan merupakan depot lemak utama pada domba Menz dan lemak usus pada domba Horro. Juga ditemukan ada variasi genotip, jumlah lemak dalam karkas merupakan proporsi terbesar dari total lemak pada domba Menz dan non karkas mewakili proporsi terbesar pada domba Horro. Namun, proporsi dan distribusi lemak pada ekor tidak berbeda pada kedua bangsa tersebut (Nigussie et al. 2000; Ermias et al. 2002.). Bila proporsi salah satu komponen karkas lebih tinggi maka proporsi salah satu atau kedua komponen lainnya lebih rendah dan sebaliknya. Meningkatnya bobot hidup maka persentase karkas meningkat yang diikuti oleh penurunan persentase otot, tulang dan jaringan pengikat, sedangkan persentase lemak mengalami peningkatan (Herman 2003).
313
Seminar Nsional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 2. Rataan bobot tulang, daging dan lemak serta persentasenya terhadap bobot karkas bagian kanan yang telah dilayukan dikelompokkan berdasarkan bangsa anak kambing Bangsa kambing Kacang Boerka
Bobot karkas layu g 4515±190 4290±520
Bobot tulang
Bobot daging
g
g
% b
770 17,1 ±0,40 a
830 19,4 ±0,81 a
3580
%
Bobot lemak g
%
a
120
2,7 ±0,25
b
225
5,2c±0,75
d
79,3 ±0,78
3190 74,4 ±0,96
d
Boer
4965±65
980 19,8 ±0,21
3390 68,3 ±0,07
535
10,8a±0,21
BC Boer
4285±225
825 19,5a±0,89
3095
72,2c±0,79
320
7,4b±0,47
BC Kacang 4555±310 795 17,5 ±0,10 3575 78,5 ±0,53 140 a,b,c Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)
3,0d±0,55
b
KESIMPULAN Pada umur pemotongan 1 tahun, persentase bobot karkas segar dan karkas setelah dilayukan semakin rendah dengan semakin meningkatnya komposisi darah kambing Boer sebaliknya persentase nilai penyusutan karkas dan bobot tulang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya komposisi darah kambing Boer. Persentase daging dilayukan paling tinggi dijumpai pada kambing Kacang dan semakin kecil dengan semakin meningkatnya darah kambing Boer. Keadaan sebaliknya terjadi pada persentase lemak, semakin tinggi komposisi darah kambing Boer persentase lemaknya akan semakin tinggi. DAFTAR PUSTAKA Biswas S, Banerjee R, Sharma N. 2007. Effect of electrical stimulation on quality of tender stretched chevon sides. Meat Sci. 75:332-336. Campbell QP. 2003. The origin and description of Southern Africa’s indigenous goats. Anim Sci. 4:18-22. Casey NH, Webb EC. 2010. Managing goat production for meat quality. Small Rumin Res. 88:218-224. Ding W, Kou L, Cao B, Wei Y. 2010. Meat quality parameters of descendants by grading hybridization 0f Boer goat and Guanzhong Dairy goat. Meat Science. 84:323-328. Ermias E, Yami AJEO, Rege. 2002. Fat deposition in tropical sheep as adaptive attribute to periodic feed fluctuation. J Anim Breed Gen. 119:235-246.
314
a
Herman R. 2003. Studi komposisi dan distribusi otot karkas domba Ekor Gemuk jantan dewasa. J Peternakan dan Lingkungan. 10:64-71. Judge MD, Martin TG, Outhouse JB. 1989. Prediction of carcass compositon of ewe and wether lambs from carcass weight and measurement. J Anim Sci. 25:92. Malan SW. 2000. The improved Boer goat. Small Rumin Res. 36:165-170. Marinova P, Banskalieva V, Alexandrov S, Tzvetkova V, Stanchev H. 2001. Carcass composition and meat quality of kids fed sunflower oil supplemented diet. Small Rumin Res. 42:219-227. Nigussie E, Rottmann OJ, Pirchner F, Rege JEO. 2000. Allometric growth coefficients and partitioning of fat deposits in indigenous Ethiopian Menz and Horro sheep breeds. Langstone University, Langstone. p. 151-163. Oman JS, Waldron DF, Griffin DB, Savell JW. 2000. Carcass traits and retail display-life of chops from different goat breed types. J Anim Sci. 78:1262-1266. SAS.
1987. SAS/STAS Guide for Personal Computer Release 6.03 Edition. SAS Institite Inc., Cary, NC., USA.
Sebsibe A, Casey NH, van Niekerkl WA, Tegegne A, Coertze RJ. 2007. Growth performance and carcass characteristics of three Ethiopian goat breeds fed grainless diets varying in concentrate to roughage ratios. S Afr J Anim Sci. 37:221-232. Shrestha JNB, Fahmy MH. 2007. Breeding goats for meat production 3. Selection and breeding strategies. Small Rumin Res. 67:113-125. Soeparno. 1994. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Sunarlim R, Setiyanto H. 2005. Potongan komersial karkas kambing Kacang jantan dan domba Lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. Prosiding Seminar teknologi peternakan dan veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. hlm. 672-679.
Tshabalala PA, Strydom PE, Webb EC, de Kock HL. 2003. Meat quality of designated South African indigenous goat and sheep breeds. Meat Sci. 65: 563-570.
315