PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING BOER (Studi Kasus di Pusat Bioteknologi Jabatan Perkhidmatan Haiwan dan Perusahaan Ternak (JPHPT) Keningau, Sabah, Malaysia)
SYAFIAH NORSYAMIMI JUBIDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penampilan Reproduksi Kambing Boer (Studi Kasus di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Syafiah Norsyamimi Jubidin NIM B04088006
ABSTRAK SYAFIAH NORSYAMIMI JUBIDIN. Penampilan Reproduksi Kambing Boer (Studi Kasus di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia). Dibimbing oleh R. KURNIA ACHJADI. Studi kasus ini bertujuan untuk mempelajari manajemen pemeliharaan kambing Boer, mengetahui berbagai masalah yang sering muncul dalam pemeliharaan kambing Boer dan upaya mencari solusinya serta mengetahui penampilan reproduksi kambing Boer untuk peningkatan populasi. Data populasi yang diperoleh pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masing-masing sebesar 108, 179, dan 116 ekor kambing. Data kelahiran ketiga tahun tersebut masing-masing adalah 19, 60 dan 56 ekor anak kambing dengan data kematian masing-masing sebanyak 4, 14, dan 19 ekor kambing. Hasil studi menunjukkan metode perkawinan kambing digunakan cara perkawinan alami dan inseminasi buatan (IB) baru diperkenalkan pada tahun 2011. Masalah reproduksi yang ditemukan di pusat ini adalah induk yang melahirkan dua ekor anak, hanya akan menyusui satu ekor anaknya dan satu ekornya lagi akan diabaikan. Kasus penyakit yang tertinggi yang menyerang pada kambing adalah Strongylosis (29,5%), Meliodiosis (28,7%), Koksidiosis (22,4%), dan Pasteurellosis (12,7%). Kata kunci: kambing boer, penampilan reproduksi, pusat bioteknologi, sabah
ABSTRACT SYAFIAH NORSYAMIMI JUBIDIN. The Appearance of Boer Goat’s Reproduction (Case Study at Biotechnology Center JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia). Supervised by R. KURNIA ACHJADI. The aim of this research was to study the management of Boer goat handling, to identify the impacts that often risen in Boer goat handling and search for solution and to determine the increased appearance of Boer goat reproduction for population. Population data that is obtained in 2008, 2009 and 2010 amounted to 108, 179 and 116 goats respectively. Birth data for the three years respectively was 19, 60 and 56 goatling with their mortality data by 4, 14 and 19 goats. The results of this study showed that the method of goat breeding is still used mating and artificial insemination (AI) was introduced in 2011. Reproductive problems that arise at the center is the goats who gave birth of goats, only first/second goatling would be nursed and the other goatling will be ignored. The highest case of disease that infected the goat was Strongylosis (29.5%), Meliodiosis (28.7%), Coccidiosis (22.4%) and Pasteurellosis (12.7%) respectively. Keywords: Biotechnology Center, Boer goats, reproductive performance, Sabah
PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING BOER (Studi Kasus di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia)
SYAFIAH NORSYAMIMI JUBIDIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penampilan Reproduksi Kambing Boer (Studi Kasus di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia) Nama : Syafiah Norsyamimi Jubidin NIM : B04088006
Disetujui oleh
drh.R. Kurnia Achjadi, MS NIP. 19500907 197603 1 002 Pembimbing
Diketahui oleh
drh. Agus Setiyono, M.S., Ph.D, APVet NIP. 19630810 198803 1 004 Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Tanggal Lulus:
PRAKATA Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan lapangan dan penulisan skripsi yang berjudul Penampilan Reproduksi Kambing Boer (Studi Kasus di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT. 2. Kedua orang tuaku tercinta, Ayah dan Ibu, dan adik-adikku Ira, Nonoi, Killa, Toha dan Inaz yang selalu mendoakan, mendidik dan mendukung kepada penulis selama menjadi mahasiswa sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.. 3. Drh. R. Kurnia Achjadi, MS, sebagai pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingannya kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, P.hD sebagai pembimbing akademik yang telah membantu selama penulis menjalankan studi di FKH IPB. 5. Pihak Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah dan JPHPT Sabah, Malaysia karena memberikan ijin dalam pengambilan data bagi menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran Hewan. 7. Pihak Biasiswa Kerajaan Negeri Sabah, Jabatan Perkhidmatan Awan Negeri Sabah terutama En. Sebrini dan Puan Mahasitah karena banyak membantu dari segi keuangan. 8. Kak Astri dan Kak Kuya yang sama-sama memberikan bantuan dan dukungan semasa penulisan skripsi ini. 9. Rekan-rekanku FKH 45 “AVENZOAR” yang telah bersama-sama berjuang dalam menempuh studi di FKH IPB. 10. Rekan-rekan mahasiswa Malaysia angkatan 42, 44, 45, 46, 47, dan 48. 11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan moril dan materil yang penulis tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013 Syafiah Norsyamimi Jubidin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Sejarah Singkat Asal Usul Rumpun Kambing
2
Sejarah Singkat Kambing Boer di Sabah
2
Fisiologi Reproduksi
4
Efisiensi Reproduksi
8
Hormon-hormon Reproduksi
8
METODE
10
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
10
Materi dan Metode
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Gambaran Umum Sabah, Malaysia
10
Sejarah Singkat Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia
11
Perkembangan Populasi Ternak Kambing
11
Pengetahuan Manajemen Ternak
12
Aspek Reproduksi
12
Manajemen Reproduksi Kambing Boer Betina
13
Gangguan Reproduksi dan Penyakit
14
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Karakteristik Kualitatif dan Kuantitatif Kambing Boer Hormon penting yang berhubungan dengan reproduksi Populasi kambing Boer pada tahun 2008-2010 Data Kelahiran dan Kematian anak pada tahun 2008-2010 Data Kelahiran dan Kematian anak bagi induk yang melahirkan anak kambing lebih dari satu ekor anak kambing 6 Data Penyakit pada kambing di seluruh Sabah pada tahun 2008-2010
4 8 12 14 14 15
DAFTAR GAMBAR 1 Kambing Boer betina di Unit Kambing, Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah 2 Kelompok kambing Boer di ladang salah satu peternak di Australia 3 Kambing Boer betina 4 Proses oogenesis 5 Kambing Boer jantan 6 Proses spermatogenesis 7 Wilayah di Sabah 8 Unit Kambing, Pusat Bioteknologi, Keningau 9 Pennisetum purpureum 10 Kandang panggung di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah
3 3 5 6 7 7 10 11 12 16
DAFTAR BAGAN 1 Struktur organisasi Pusat Bioteknologi JPHPT, Keningau tahun 2010
19
PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing Boer (Capra aegragus) merupakan kambing pedaging unggul yang memiliki karakteristik yang khas, meliputi ciri fisik kambing (bobot badan, ukuran badan, warna rambut), produksi (laju pertumbuhan badan dan berat badan yang relatif cepat), serta penampilan reproduksinya (fisiologi reproduksi jantan dan betina. Kambing ini berasal dari Afrika Selatan dan masuk ke Sabah sejak tahun 1992. Laju pertumbuhan yang cepat, karakteristik sifat yang jinak, dan kandungan protein yang tinggi dari daging kambing ini menyebabkan kambing Boer banyak diternakan sebagai kambing pedaging. Permintaan daging kambing sebagai substitusi daging sapi sekarang ini semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi, perkembangan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Permintaan daging kambing di Sabah, Malaysia, cukup tinggi namun pemerintah hanya mampu memenuhi sebanyak 10% dari jumlah permintaan dan selebihnya pemerintah melakukan impor daging beku kambing dari Australia. Hal ini mengakibatkan perlu adanya suatu usaha untuk memenuhi jumlah permintaan kambing pedaging. Sifat unggul kambing Boer ini menjadikan pilihan utama para peternak untuk mendapatkan dagingnya. Sabah merupakan provinsi bagian dari Malaysia yang berada di Kepulauan Borneo. Letak geografis dan topografi dari Sabah sangat berpotensi untuk melakukan perkembangbiakan kambing pedaging terutama kambing Boer. Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau didirikan untuk mengembangkan kambing Boer sebagai kambing pedaging untuk memenuhi kebutuhan daging kambing di Sabah. Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pengembangbiakan kambing Boer namun pengetahuan dalam pengembangbiakan dan manajemen kambing Boer di Sabah masih rendah. Berdasarkan alasan tersebut maka dilakukan studi kasus untuk mengetahui manajemen pemeliharaan kambing Boer sehingga dapat dijadikan sumber informasi dalam meningkatkan pengetahuan para peternak dan masyarakat. Tujuan Penelitian Penulisan skripsi ini bertujuan antara lain adalah mempelajari manajemen pemeliharaan kambing Boer, mengetahui berbagai masalah yang sering muncul dalam pemeliharaan kambing Boer dan upaya mencari solusinya, serta mengetahui penampilan reproduksi kambing Boer sebagai upaya untuk peningkatan populasi. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai penampilan reproduksi kambing Boer di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia serta upaya peningkatan populasi dan produktivitasnya.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Singkat Asal Usul Rumpun Kambing Asia merupakan pusat domestikasi kambing. Domestikasi kambing diperkirakan terjadi 9.000 sampai 11.000 tahun sebelumnya. Kambing merupakan hewan ternak yang pertama kali didomestikasikan atau nomor dua setelah anjing. Nenek moyang ternak kambing tersebut diyakini berasal dari hewan bezoar atau kambing jinak ( Capra aegragus hircus) yang merupakan subspecies dari Capra aegragus (kambing liar aegragus). Ternak kambing digolongkan menjadi 6 kelompok, yaitu berdasarkan daerah asal, kegunaan, ukuran tubuh, bentuk telinga, panjang telinga, serta tanduk. Penggolongan berdasarkan daerah asal memberi petunjuk kemampuan adaptasi terhadap iklim dan kondisi lingkungan tertentu. Berdasarkan kegunaannya, kambing diklasifikasikan atas produk yang dihasilkan, yaitu susu (kambing perah), daging (kambing potong), dan bulu (Khasmier). Perbedaan ukuran tubuh kambing umumnya ditentukan dengan menggunakan tinggi pundak. Kambing dapat digolongkan atas tiga kelompok berdasarkan cara ini, yaitu kelompok besar (di atas 65 cm), kecil (51-65 cm), dan kerdil atau mini (kurang dari 50 cm). Kambing kelompok besar dengan berat tubuh diantara 20-63 kg untuk produksi daging dan/atau susu. Kelompok kecil dengan berat tubuh diantara 19-37 kg dan kelompok mini dengan berat tubuh diantara 18-25 kg dipelihara untuk produksi daging. Bentuk telinganya digolongkan berdasarkan daun telinga (terbuka lebar atau melipat) dan ukuran panjang telinga (pendek, sedang, dan panjang) yang sangat spesifik untuk setiap breed tertentu. Bentuk telinga sering menjadi faktor yang mempengaruhi harga ternak bersangkutan. Hal yang sama juga terjadi pada tanduk yang digolongkan menjadi panjang, pendek, atau tidak bertanduk (Sutama dan Budiarsana, 2009).
Sejarah Singkat Kambing Boer di Sabah Menurut JPHPT (2007), kambing Boer juga dikenal dengan nama Africanda, Africaner dan South African kambing yang dikembangbiakkan dari ras asli dengan sedikit persilangan dari Eropa, Angora dan kambing India yang telah dikembangbiakkan beberapa tahun sebelumnya. Sebagian peneliti menyetujui bahwa populasi ras asli berkemungkinan berasal dari Namaqua Hotentos dan dari arah selatan perpindahan Suku Bantu. Kata “Boer” berasal dari kata Belanda yang bermaksud peternak dan mungkin digunakan untuk membedakan kambing yang berasal dari Angora yang telah diimpor ke Afrika Selatan waktu abad ke-19. Tahun 1900, kambing Boer telah diperkenalkan ketika peternak di Easter Capa Privince mulai memilih untuk kegunaan kambing pedaging dan masuk ke Sabah sejak tahun 1992.
3
Gambar 1 Kambing Boer betina di Unit Kambing, Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah (Sumber: JPHPT, Sabah)
Gambar 2 Kelompok kambing Boer di ladang salah satu peternak di Australia (Sumber: Achjadi RK, Staf Pengajar, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH IPB) Klasifikasi kambing Boer tersebut menurut Sutama dan Budiarsana (2009) ialah: Kingdom Fillum Kelas Ordo Subordo Famili Subfamili Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Mamalia : Artiodactyla : Ruminansia : Bovidae : Caprini : Capra : Capra aegragus
Karakteristik kualitatif dan kuantitatif kambing Boer tersebut menurut Mahmilia dan Tarigan (2004), seperti pada Tabel 1;
4 Tabel 1 Karakteristik Kualitatif dan Kuantitatif Kambing Boer Karakteristik Postur tubuh Warna rambut Kepala Tanduk Telinga Rambut Ekor Bobot tubuh
Tinggi pundak Panjang badan Tinggi pinggul Lebar dada Lingkar dada Panjang tanduk Panjang telinga Panjang ekor Lebar ekor
Ciri-ciri Panjang, dalam dan lebar. Garis punggung realtif lurus dan kokoh dan bahu bundar. Pola warna dasar putih dan biasanya dengan kombinasi warna coklat atau merah bata pada bagian leher dan kepala Bentuk muka agak cembung, berjenggot dan hidungnya cembung. Tanduk melengkung ke atas dan ke belakang. Telinga lebar dan menggantung. Rambut relatif pendek sampai sedang. Ekornya pendek dan umumnya mengarah ke depan. Kambing jantan dewasa antara 80-130 kg atau 110-135 kg (JPHPT 2007), dan betina dewasa antara 50-75 kg atau 90-100 kg (JPHPT 2007). Kambing jantan dewasa 50-75 cm, kambing betina antara 60-70 cm. Rataan jantan dewasa, 76,5 ± 6,36 cm; Betina dewasa, 74,33 ± 2,08 cm. Rataan jantan dewasa, 74,5 ± 2,12 cm; Betina dewasa, 73,67 ± 5,51 cm. Rataan jantan dewasa, 26 ± 4,24 cm; Betina dewasa, 22 ± 4,36 cm. Rataan jantan dewasa, 86,75 ± 5,30 cm; Betina dewasa, 83 ± 7,81 cm. Rataan jantan dewasa, 32,75 ± 1,77 cm; Betina dewasa, 23,5 ± 9,26 cm. Rataan jantan dewasa, 22 ± 4,95 cm; Betina dewasa, 24,5 ± 1,80 cm. Rataan jantan dewasa, 15,5 ± 2,12 cm; Betina dewasa, 15 ± 1,73 cm. Rataan jantan dewasa, 6,25 ± 1,06 cm; Betina dewasa, 7,83 ± 0,58 cm.
Fisiologi Reproduksi Fisiologi reproduksi mempunyai hubungan erat dengan siklus reproduksi. Berbagai hal yang mencakup siklus reproduksi antara lain adalah pubertas, siklus estrus, dan perubahan organ seksual post partus. Siklus ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, genetik, mekanisme hormon, tingkah laku, serta faktorfaktor fisik dan psikis (Hafez, 2000).
Fisiologi Reproduksi Kambing Boer Betina Pubertas Pubertas merupakan periode pada saat organ reproduksi betina untuk pertama kalinya dapat berfungsi. Menurut Hafez (2000), pubertas pertama kali ditandai dengan proses ovulasi kira-kira 5-7 bulan. Kambing betina mencapai pubertas sekitar 5-6 bulan, namun akan mencapai pubertas lebih awal sekitar 4 bulan pada anakan yang mendapat nutrisi berupa susu yang baik. Pada kambing
5 Boer betina (Gambar 3), pubertas tercapai pada umur 6 bulan dan pertama kalinya dapat dikawinkan pada umur 10-12 bulan (Nurrohmawati, 2008).
Gambar 3 Kambing Boer betina (Sumber: JPHPT, Sabah) Siklus Estrus Setelah masa pubertas tercapai dan musim reproduksi telah dimulai, estrus terjadi pada hewan betina yang sedang tidak bunting dan mengikuti suatu siklus ritmik yang khas. Siklus berahi atau siklus estrus adalah interval antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berahi berikutnya. Mekanisme hormonal secara langsung yaitu dari ovari dan secara tidak langsung dari kelenjar pituitary bagian adenohipofise yang mengendalikan siklus estrus ini. Lama estrus kambing bervariasi tergantung pada bangsa kambing, umur, musim, dan pengaruh dari hewan jantan itu sendiri (Hafez, 2000). Siklus estrus umumnya mempunyai 4 fase, yaitu prosetrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase sebelum estrus, yaitu periode di mana folikel de graaf tumbuh di bawah pengaruh hormon FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang makin bertambah merupakan fase proestrus (Marawali et al, 2001). Sistem reproduksi pada fase ini mulai mempersiapkan untuk pelepasan ovum dari ovarium. Fase estrus merupakan periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Lamanya estrus pada kambing Boer, umumnya bervariasi, namun rata-rata antara 22-60 jam (Greyling, 2000). Periode segera sesudah estrus di mana corpus luteum bertumbuh cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah di bawah pengaruh hormon LH dari adenohipofise merupakan fase metestrus. Metestrus ditandai dengan berhentinya puncak estrus dan bekas folikel setelah ovulasi mengecil dan berhentinya pengeluaran lendir. Fase diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, corpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata (Marawali et al, 2001).
6
Gambar 4 Proses oogenesis (Ldysinger, 2012) Kebuntingan Saat setelah terjadi pembuahan (fertilisasi) ovum oleh sperma hingga lahirnya anak merupakan periode kebuntingan atau gestasi. Lama kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor maternal, fetus, dan lingkungan. Kebuntingan terbagi dari 3 periode berdasarkan keadaan embrionya. Periode pertama, embrio sangat sensitif terhadap faktorfaktor berbahaya, seperti virus, protozoa, dan obat-obatan yang dapat menyebabkan kematian dan cacat. Periode ini berhubungan dengan proses differensiasi sel dan pembentukan organ. Embrio relatif kurang sensitif terhadap virus, protozoa, dan obat-obatan menunjukkan keadaan embrio pada periode kedua. Periode terakhir, embrio akan tumbuh dengan cepat. Kambing betina yang bunting akan menunjukkan beberapa gejala seperti tidak adanya tanda-tanda estrus pada siklus estrus berikutnya akibat adanya hormon progesteron yang dihasilkan dari corpus luteum dan uterus, membesarnya abdomen sebelah kanan, badan sering digesekkan ke dinding kandang, ambing mulai membesar, relatif lebih tenang, rambut terlihat lebih bersih, dan menjelang kelahiran, puting dapat mengeluarkan susu (Mulyono, 2005). Kambing boer betina setelah melahirkan akan dapat dikawinkan lagi setelah 3 bulan setelah bunting selama 5 bulan (Nurrohmawati, 2008).
Fisiologi Reproduksi Kambing Boer Jantan Pubertas Waktu pubertas pada hewan jantan hampir bersamaan dengan waktu pubertas hewan betina pada spesies yang sama. Pubertas pada hewan jantan ditandai oleh sifat-sifat kelamin sekunder, keinginan seksual, kesanggupan berkopulasi, dan adanya sperma hidup di dalam ejakulat, namun timbulnya pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi sepenuhnya. Penjantan Boer (Gambar 5) mulai aktif kawin pada umur 7-8 bulan, dimana aktivitas seksual ini bisa dipertahankannya sehingga umur 7-8 tahun (Nurrohmawati, 2008).
7
Gambar 5 Kambing Boer jantan (Sumber: JPHPT, Sabah)
Gambar 6 Proses spermatogenesis (Ldysinger, 2012) Testis menghasilkan spermatozoa melalui suatu proses yang disebut spermatogenesis (Gambar 6). Spermatozoa pertama dikeluarkan pada waktu pubertas. Spermatogenesis merupakan proses yang berkesinambungan selama hidup dan dimulai dengan pembelahan sel benih atau spermatogenia. Tahap berikutnya adalah dari spermatogonia menjadi fase spermatosit dan spermatid, kemudian menjadi spermatozoa bersamaan dengan meiosis atau pengurangan jumlah kromosom dari diploid (2N) menjadi haploid (H). Sel telur yang telah dibuahi akan mempunyai 2N (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991). Produksi Spermatozoa Hewan jantan setiap harinya dapat memproduksi spermatozoa dalam jumlah yang banyak. Pejantan dewasa saat ejakulat, menghasilkan spermatozoa yang berlipat ganda, lebih banyak daripada jumlah yang diperlukan bagi keberhasilan fertilisasi seekor betina. Beberapa laporan menunjukkan bahwa
8 volume ejakulat kambing Boer cukup tinggi yaitu 1,2-2,03 ml/ejakulat dan 0,691,03 ml/ejakulat (Mahmilia et al., 2006).
Efisiensi Reproduksi Efisiensi reproduksi dalam populasi ternak tidak dapat diukur semata-mata oleh proporsi ternak yang tidak mampu memproduksi ternak (Partodihardjo S, 1980). Hewan betina mampu menghasilkan anak hanya jika dikawinkan dengan pejantan yang menghasilkan spermatozoa yang selanjutnya dapat dibuahi ovum dan memulai proses-proses yang berhubungan dengan konsepsi, implantasi, atau differensiasi normal dari embrio dan pertumbuhan janin. Tingkat kesuburan kambing betina dapat ditentukan dengan menggunakan parameter seperti Kidding Internal (KI) dan jarak estrus pertama ke post partus (EI). Kidding Interval (KI) Jarak antara dua kelahiran yang berurutan yang dapat dihitung dengan menjumlahkan lama kebuntingan dan jarak dari melahirkan sampai terjadi konsepsi kembali adalah kidding interval. Menurut Abebe G (2012), Nilai CI pada kambing sekurang-kurangnya tiga kali dalam 2 tahun (tidak lebih dari 8 bulan). Jarak Estrus Pertama ke Post Partus (EI) Involusi uteri atau uterus kembali pada ukuran dan posisi semula dan mempersiapkan diri untuk kebuntingan berikutnya. Hewan betina sesudah partus harus menghasilkan susu untuk anaknya dan menyiapkan estrus, ovarium dan organ-organ kelamin lainnya dan sistem endokrin untuk memulai lagi suatu siklus normal dan untuk kebuntingan baru. Lamanya siklus estrus pada kambing bervariasi antara 18 sampai dengan 22 hari dengan rata-rata 21 hari (Hafez, 2000).
Hormon-hormon Reproduksi Hormon adalah satu zat yang dihasilkan oleh kelenjar dan disebarkan melalui peredaran darah untuk memberi efek tertentu pada sel-sel tubuh. Kerja hormon mempengaruhi kinerja pertumbuhan dan reproduksi. Agar efisien, semua hormon yang berkaitan dengan repoduksi harus berfungsi secara baik. Beberapa hormon penting yang berhubungan dengan reproduksi ternak ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Hormon penting yang berhubungan dengan reproduksi Tempat Dihasilkan Hipotalamus
Hormon
Jenis/Susunan Kimia Releasing Peptida
Gonadotrophin Hormone (GnRH) Prolactin Inhibiting Peptida Hormone (PIH) Corticotrophic Releasing Peptida Hormone (CRH)
Fungsi - Pelepas FSH dan LH - Menahan keluarnya prolaktin - Pelepas ACTH
9 Pituitari anterior
Follicle Stimulating Protein Hormone (FSH)
Luteinizing Hormone (LH)
Protein
Prolaktin (PRL) Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH) Oksitosin
Protein Polipeptida
Estrogen
Steroid
Progesteron
Steroid
Relaksin
Polipeptida
Testis
Inhibin Androgen (testosterone)
Protein Steroid
Korteks ginjal
Inhibin Glucocorticoids (kortisol)
Protein Steroid
Konseptus
Early pregnancy factor
Protein
Uterus
Trofoblastin Prostaglandin F2α (PG F2 α)
Protein Asam lemak
Pituitari posterior Ovarium
Plasenta
Peptida
Human Chorionic Protein Gonadotrophin (HCG) Pregnant Mare Serum Protein Gonadotrophin (PMSG)
Gonadotrophin lain
Protein
Estrogen
Steroid
Progesteron Relaksin
Steroid Polipeptida
Sumber: Sutama dan Budiarsana, 2009
- Pertumbuhan folikel - Produksi dan pelepasan estrogen - Spermatogenesis - Ovulasi - Pembentukan dan fungsi Corpus Luteum (CL) - Sintesis susu - Pelepasan glukokorticoids - Kelahiran - Keluarnya susu - Tingkah laku kawin -Sifat-sifat seksual sekunder -Mempertahankan sistem saluran ambing betina. - Pertumbuhan ambing -Mempertahankan kebuntingan - Pertumbuhan ambing - Pembesaran pinggul - Pengendoran serviks - Mengurangi konstraksi uterus - Mencegah pelepasan FSH - Tingkah laku kawin jantan - Spermatogenesis - Mempertahankan system saluran kelamin jantan - Mencegah pelepasan FSH - Kelahiran - Sintesis susu - Pengenalan kebuntingan oleh induk - Mempertahankan CL - Mempertahankan CL - Regresi CL - Kelahiran - Seperti LH - Seperti LH dan sebagian seperti LH. - Supplemen terhadap CL kuda - Pengenalan kebuntingan pada kuda - Pengenalan kebuntingan oleh induk - Pengenalan kebuntingan oleh induk pada babi -Mempertahankan kebuntingan - Pembesaran pinggul (pelvis)
10
METODE Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Desember 2011 di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia. Materi dan Metode Pelaksanaan Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Pusat Bioteknologi, JPHPT Keningau, Sabah mulai tahun 2008 sampai 2010 dan JPHPT, Sabah mulai tahun 2008 sampai 2010. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sabah, Malaysia Sabah (Gambar 7) merupakan salah satu provinsi bagian terbesar kedua di Malaysia dan terletak di utara Pulau Borneo. Luas dari daerah ini adalah 72.500 km2 dengan pantai sepanjang 1.440 km yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian barat, Laut Sulu di bagian timur laut, dan Laut Celebes di bagian selatan. Sabah dikenal dengan nama Negeri di bawah bayu karena kedudukannya yang dilewati angin hujan (Sabah Gov, 2012). Salah satu wilayah di Sabah adalah Keningau yang memiliki luas sebesar 353.274 hektar dan terdiri 14 kecamatan dan 245 desa. Topografi dari Keningau adalah berbukit-bukit dengan curah hujan yang sangat tinggi yaitu antara 30% hingga melebihi 100% di atas rata-rata (JMM, 2012). Komoditas utama wilayah ini adalah daging sapi, kerbau, kambing, rusa dan susu segar (JPHPT, 2012).
Gambar 7 Wilayah di Sabah (JPHPT, 2012)
11 Sejarah Singkat Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah, Malaysia
Gambar 8 Unit Kambing, Pusat Bioteknologi, Keningau (Sumber: JPHPT, Sabah) Pusat Bioteknologi Keningau (Gambar 8) adalah salah satu pusat yang didirikan oleh JPHPT Sabah di kota Keningau sebagai usaha untuk meningkatkan industri ternak ruminan khususnya dalam perbaikan mutu genetiknya. Luas dari JPHPT adalah 24 hektar yang dulunya merupakan bagian dari Stesen Pembiakan Ternakan (Balai Pembibitan Ternak) Sebrang. Laboratorium dan kantor administrasi pusat dibangun dan mulai digunakan pada pertengahan 1998 sebagai laboratorium pengolahan semen. Pada 2002 hingga 2003, JPHPT berencana untuk memulai program transfer embrio pada kambing dan sapi, disamping menjalankan penelitian terhadap semen ternak lain.
Perkembangan Populasi Ternak Kambing Data perkembangan jumlah populasi ternak kambing Boer di JPHPT Keningau diperoleh dengan membandingkan jumlah populasi pada tiga tahun terakhir yaitu tahun 2008, 2009, dan 2010. Perbandingan jumlah populasi dibagi menjadi populasi induk dan anakan baik hewan jantan maupun betina (Tabel 3). Data populasi kambing Boer pada tahun 2009 menunjukkan adanya peningkatan jumlah populasi sebanyak 71 ekor kambing dari 108 ekor kambing pada tahun 2008. Pada tahun 2010, jumlah populasi kambing Boer mengalami penurunan sebanyak 63 ekor kambing dari 179 ekor kambing yang diduga akibat beberapa kasus penyakit seperti melioidiosis dan pasteurellosis yang menyerang kambing hingga produktivitas kambing menurun dan kematian anak kambing dari induk yang melahirkan lebih dari dua anak kambing pada tahun 2009. Pemindahan beberapa ekor kambing Boer dari Unit Kambing, Pusat Bioteknologi JPHPT Sabah ke beberapa tempat di Sabah juga mengakibatkan penurunan populasi kambing di JPHPT.
12
Tabel 3 Populasi kambing Boer pada tahun 2008-2010 Struktur Populasi Ekor
2008 Persentase
Tahun 2009 Ekor Persentase
Induk Jantan 9 8 22 12 Betina 65 60 67 37 Anak Jantan 16 15 42 24 Betina 18 17 48 27 Jumlah 108 100 179 100 Sumber: Pusat Bioteknologi JPHPT, Keningau, Sabah
Ekor
2010 Persentase
30 59
26 51
19 8 116
16 7 100
Pengetahuan Manajemen Ternak Pengetahuan manajemen ternak kambing untuk para peternak di luar JPHPT diupayakan melalui pelatihan dan pendidikan dari pemerintah untuk memberikan pengetahuan mengenai manajemen peternakan kambing secara cuma-cuma. Peternak di luar JPHPT dapat membeli bakalan induk dari pemerintah yang disediakan oleh JPHPT Sabah. Pakan hijauan umum diberikan peternak adalah Pennisetum purpureum atau dikenali dengan nama rumput gajah (Gambar 9). Ternak menggemari hijauan tersebut karena lebat daunnya dan garing. Hijauan tersebut dapat menghasilkan produksi yang tinggi dan tahan kemarau (MARDI 2008). Konsentrat diberikan terlebih dahulu untuk melancarkan sistem pencernaan ternak sebelum diberikan hijauan.
Gambar 9 Pennisetum purpureum (MARDI 2008) Aspek Reproduksi Pelatihan Inseminasi Buatan (IB) mulai diperkenalkan pada tahun 2011. Sebelumnya pengelolaan sistem reproduksi ternak pada peternakan umum di luar JPHPT belum mengenal sistem IB. IB diperkenalkan dengan tujuan untuk
13 memperbanyak jumlah populasi kambing karena banyaknya permintaan induk oleh peternak untuk dipelihara baik secara individu maupun komersial. Para peternak umumnya melakukan perkawinan alami pada ternaknya. Perkawinan secara alami dipilih karena dinilai lebih praktis dan lebih murah. Perkawinan alami yang dilakukan adalah dengan cara memelihara kambing pejantan dan kambing betina dalam satu kandang yang sama. Menurut Sutama dan Budiarsana (2009), kendala yang dihadapi IB pada kambing adalah sulitnya penetrasi serviks untuk dapat mendeposisikan semen di dalam uterus. Deposisi semen, umumnya hanya dapat dilakukan di depan seviks atau dalam vagina sehingga tingkat kebuntingan yang diperoleh rendah (30-56%). Perkawinan secara alami menjadi pilihan dalam meningkatkan populasi kambing, disamping perkawinan secara IB tergantung keperluan. Nilai rataan kidding interval kambing di Sabah adalah 420-450 hari (13-15 bulan), sedangkan nilai rataan siklus estrus (Estrus cycle) adalah 21 hari. Kidding interval yang diperoleh berada diluar dari nilai optimum, mungkin disebabkan perubahan suhu yang fluktuatif sehingga menyebabkan siklus estrus bertambah panjang ( Elieser et al. 2012).
Manajemen Reproduksi Kambing Boer Betina Pengetahuan mengenai manajemen reproduksi kambing sangat penting dalam meningkatkan jumlah populasi dari kambing Boer. JPHPT sendiri menggunakan modifikasi antara perkawinan alami dan inseminasi buatan, walaupun perkawinan alami lebih banyak digunakan dalam manajemen reproduksi. Perkawinan alami dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memelihara jantan dan betina dalam satu kandung ataupun dengan memelihara jantan dan betina secara terpisah, jantan akan disatukan dengan betina apabila betina mengalami estrus. Umumnya, perkawinan alami yang dilakukan di JPHPT adalah dengan memelihara jantan dan betina di dalam satu kandang dengan jantan berbanding betina yaitu sebesar 1:20 ekor kambing. Tabel 4 menunjukkan data angka kelahiran dan kematian dari anakan pada tahun 2008 hingga 2009. Tahun 2008 menunjukkan angka kelahiran sebanyak 19 ekor anak dengan presentasi perbandingan jumlah kelahiran jantan dan betina 50% yang terdiri atas jantan sebanyak 9 ekor dan betina 10 ekor. Angka kematian pada tahun 2008 menunjukkan kematian sebanyak 4 ekor kambing dengan perbandingan presentasi kematian jantan dan betina masing-masing sebanyak 50%. Angka kelahiran dan kematian anak pada tahun 2009 masing-masing meningkat sebanyak 41 ekor anak kambing dan 10 ekor kambing dari tahun sebelumnya. Berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2009 menunjukkan angka kelahiran sebanyak 27 ekor untuk jantan dan selebihnya adalah betina, sedangkan angka kematiannya sebanyak 4 ekor pada kambing jantan dan 10 ekor pada kambing betina. Pada tahun 2010, angka kelahiran pada kambing Boer menunjukan penurunan sebanyak 4 ekor anak kambing dan angka kematian meningkat sebanyak 5 ekor kambing dari tahun sebelumnya. Berdasarkan dari data yang diperoleh, menurunnya angka kelahiran pada tahun 2010 diduga akibat
14 tingginya kematian pada anak kambing dari induk yang melahirkan lebih dari dua anak pada tahun 2009. Tabel 4 Data Kelahiran dan Kematian anak pada tahun 2008-2010 Jenis Kelamin
Tahun (ekor) 2009 Lahir Mati Lahir Mati Jantan 9 2 27 4 Betina 10 2 33 10 Jumlah 19 4 60 14 Sumber: Pusat Bioteknologi JPHPT, Keningau, Sabah 2008
2010 Lahir 31 25 56
Mati 12 7 19
Gangguan Reproduksi dan Penyakit Salah satu permasalahan umum yang dihadapi oleh JPHPT dan peternak pada saat ini adalah induk yang melahirkan anak lebih dari satu. Umumnya induk hanya akan menyusui satu anak dan mengabaikan anak yang lain. Kasus ini diselesaikan dengan dua cara yaitu dengan memberikan susu formula kepada anak kambing tersebut dan/atau dengan cara memegang induk kambing, kemudian anaknya dibiarkan menyusui pada induk tersebut. Tabel 5 menunjukkan data kelahiran dan kematian anak bagi induk yang melahirkan anak kambing lebih dari satu ekor anak kambing. Tabel 5 Data Kelahiran dan Kematian anak bagi induk yang melahirkan anak kambing lebih dari satu ekor anak kambing Tahun Lahir Mati (pasang ekor anak) (ekor) 2008 3 1 2009 19 12 2010 14 5 Jumlah 36 18 Sumber: Pusat Bioteknologi JPHPT, Keningau, Sabah Tahun 2009 menunjukkan data kematian anak dari induk yang melahirkan anak kembar paling tinggi yaitu sebesar 31,6% berbanding dengan tahun 2008 dan 2010 masing-masing sebesar 16,7% dan 17,9%. Kekurangan nutrisi pada induk mengakibatkan ia membiarkan anak kambingnya yang lain diabaikan sehingga anak kambing tersebut tidak mendapatkan nutrisi dan sistem imunnya juga rendah dan menyebabkan ia lemah dan mati. Tabel 6 menunjukkan bahwa kasus Strongylosis merupakan kasus penyakit tertinggi yang menyerang kambing bagi seluruh Sabah yaitu sebesar 29.5%, diikuti oleh meliodiosis, koksidiosis, pasteurellosis dan haemonchosis masingmasing sebanyak 28.7%, 22.4%, 12.7%, dan 2.9%. Jenis penyakit lain yang menyerang pada kambing selama tiga tahun tersebut adalah Monieziosis dan Salmonellosis dengan presentasi kasus masing-masing sebanyak 2.1% dan 0.8%,
15 sedangkan jenis penyakit seperti Caseous lymphadenitis, Johne’s Disease dan Heavy worm burden terjadi sebanyak 0.4%. Penyajian Tabel 6 mengambarkan status penyakit di seluruh Sabah sehingga dapat diketahui solusi penanganan penyakit dan pusat dapat mempraktikkan sistem penanganan penyakit di kandang tersebut. Penyakit endoparasit umumnya ditangani dengan merubah sistem pemeliharaan kambing dari sistem semi-intensif (siang dilepas, malam di kandang) menjadi sistem intensif (selalu dikandangkan) karena pengobatan menggunakan obat anthelmintik tidak lagi digunakan karena parasit telah resistan terhadap obat anthelmintik seperti Thiabendazole, Levimisole, Ivermectin, dan Oxfendazole (MARDI 2008). Penyakit yang bersifat zoonosis seperti meliodiosis dan salmonellosis ditangani dengan menjalankan pemeriksaan penyakit setiap tahun sehingga hewan yang menunjukkan uji serologi positif akan dipotong. Penanganan penyakit yang diterapkan oleh pihak JPHPT umumnya adalah dengan merubah sistem pemeliharaan kambing dan pakan yang diberikan mengikut sistem potong dan angkut dimana, pakan diberikan di dalam kandang. Jenis kandang kambing yang digunakan di pusat ini adalah kandang panggung (Gambar 10). Tabel 6 Data Penyakit pada Kambing di Seluruh Sabah pada Tahun 2008-2010 Penyakit 2008
2009
2010
Total (ekor)
Strongylosis
7
34
29
70
29,5
Meliodiosis
5
24
38
67
28,7
Koksidiosis
25
14
14
53
22,4
Pasteurellosis
17
12
1
30
12,7
Haemonchosis
4
3
0
7
2,9
Monieziosis
0
2
3
5
2,1
Salmonellosis
0
2
0
2
0,8
Caseous lymphadenitis
1
0
0
1
0,4
Johne’s Disease
0
1
0
1
0,4
Heavy worm burden (Srkjabinema ovis)
0
0
1
1
0,4
Jumlah
59
92
86
237
100
Sumber: JPHPT, Sabah
Tahun (ekor)
Persentase (%)
16
Gambar 10 Kandang panggung di Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau, Sabah (JPHPT, Sabah).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nilai rataan kidding interval kambing di Sabah adalah 420-450 hari (13-15 bulan), sedangkan nilai rataan siklus estrus kambing adalah 21 hari. Nilai kidding interval berada di luar dari nilai optimum, disebabkan perubahan suhu yang fluktuatif sehingga menyebabkan siklus estrus bertambah panjang. Populasi kambing menurun pada tahun 2010 karena banyaknya kambing betina mati dan perpindahan kambing dari pusat tersebut ke beberapa lokasi di Sabah. Metode perkawinan kambing di JPHPT masih menggunakan cara perkawinan alami dan kemudian dimodifikasi dengan sistem inseminasi buatan (IB) yang baru diperkenalkan pada tahun 2011. Kasus penyakit yang menyerang pada kambing dan mengakibatkan penurunan produksi kambing diantaranya adalah Strongylosis (29,5%), Meliodiosis (28,7%), Koksidiosis (22,4%), dan Pasteurellosis (12,7%). Pihak JPHPT menangani masalah tersebut umumnya dengan mengganti sistem pemeliharaan kambing dari sistem semi-intensif (siang dilepas, malam dikandang) menjadi sistem intensif (selalu dikandangkan). Saran Penambahan beberapa dokter hewan di kandang diharapkan dapat mengurangi kasus penyakit di pusat tersebut.
17
DAFTAR PUSTAKA Abebe G. 2012. Reproduction in Sheep and Goats [internet]. [diacu 2012 Des 15]. Tersedia dari: http://www.esgpip.org/handbook/Handbook_PDF/Chapter% 205_%20Reproduction%20in%20Sheep%20and%20Goats.pdf Achjadi RK. 2007. Manajemen Pengembangan Bioteknologi Reproduksi pada Kambing. Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. [tidak dipublikasikan] [CFSPH] The Center for Food Security & Public Health. 2007. Melioidosis [internet]. [diacu 2012 Sep 30]. Tersedia dari: http: //www.cfsph.iastate. edu/Factsheets/pdfs/melioidosis.pdf Elieser S, Sumadi, Budisatria GS, Subandriyo. 2012. Productivity comparison between Boer and Kacang Goat dam. J. Indonesian Trop. Anim. Agric 37(1):15-21 Fatet A, Pellicer-Rubio MT, Leboeuf B. 2010. Reproductive cycle of goats. Ani Repro Sci 124(2011):211-219. doi:10.1016/j.anireprosci.2010.08.029 Greyling JPC. 2000. Reproduction traits in the Boer goat doe. Small Ruminant Res 36(2000):171-177. Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animal. Ed 7.Philadelphia: Lea and Fabiger Ldysinger. 2012. Spermatogenesis and Oogenesis [internet]. [diacu 2012 Mei 29]. Tersedia dari: http://ldysinger.stjohnsem.edu/ThM_599d_Beg/02_Biology /02_spermat-oogen.htm [JMM] Jabatan Meteolorogi Malaysia. 2012. Statistik Hujan Bulanan Bagi Sabah Dan Sarawak [internet]. [Diunduh 2012 Nov 30]. Tersedia dari: http://www.met.gov.my/images/Docs/laporan_monsun.pdf [JPHPT] Jabatan Perkhidmatan Haiwan dan Perusahaan Ternak. 2007. Baka Kambing [internet]. [diacu 2011 Jul 21]. Tersedia dari: http://vet.sabah.gov.my/sites/default/files/file_upload/pamphlet/Baka%20 Kambing.pdf . 2012. Wilayah [internet]. [diacu 2012 Oct 21]. Tersedia dari: http://vet.sabah.gov.my/index.php?q=content/wilayah Mahmilia F, Doloksaribu M, dan Pamungkas FA. 2006. Karakteristik Semen Kambing Boer [internet]. [diacu 2012 Mei 29]. Tersedia dari: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro06-79.pdf Mahmilia F dan Tarigan A. 2004. Karakteristik morfologi dan performans kambing Kacang, kambing Boer dan persilangannya [internet]. [diacu 2012 Aug 5]. Tersedia dari: http://peternakan.litbang. 4deptan.go.id/fullteks/lokakarya/prokpo04-23.pdf Malan SW. 2000. The improved Boer goat. Small Ruminant Res 36(2000):165170 Marawali A, Hine MT, Burhanuddin, dan Belli HLL. 2001. Dasar-dasar ilmu reproduksi ternak.Jakarta:Departemen Pendidikan nasional direktorat pendidikan tinggi badan kerjasama perguruan tinggi negeri Indonesia Timur.
18 [MARDI] Malaysian Agricultural Research and Development Instiute. 2008. Penternakan Boer untuk usahawan. Mohamed WZ, Amin MNM, Azmin AA, editor. Malaysia: Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani. Mashishi MSK. 2007. Respiratory disease in goats and sheep [internet]. [diacu 2012 Sep 30]. Tersedia dari: http://www.nda.agric.za/docs/Infopaks/ Respiratorydiseases.pdf Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta: Penebar Swadaya New Sabah Times. 2012. Profile [internet]. [diacu 2012 Jun 8]. Tersedia dari: //www.newsabahtimes. com.my/nstweb/profile Nurrohmawati L. 2008. Berharap Kemakmuran dari Kambing Boer [internet]. [diacu 2012 Mei 12]. Tersedia dari: http://www.suaramerdeka.com/v1/ index.php/read/cetak/2008/05/12/12942/Berharap-Kemakmuran-dariKambing-Boer Partodihardjo S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan, edisi 1. Jakarta: Mutiara Sumber Widjaya [Sabah Gov] Sabah Goverment. 2012. Pengenalan Kepada Sabah [internet]. [diacu 2012 Jun 7]. Tersedia dari: http://www.sabah.gov.my/about.asp [7 Juni 2012]. Sarwono B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya Schoenion S. 2012. The internal parasites that affect sheep and goats [internet]. [diacu 2012 Okt 18]. Tersedia dari: http://www.sheepandgoat.com/ articles/sheepgoatparasites.pdf Sutama IK dan Budiarsana IGM. 2009. Panduan Lengkap Kambing dan Domba.Jakarta:Penebar Swadaya Wodzicka-Tomaszewska M, Sutama IK, Putu IG, dan Chaniago TD. 1991. Reproduksi, Tingkah laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
19 LAMPIRAN Struktur Organisasi Bagan 1 Struktur Organisasi Pusat Bioteknologi JPHPT Keningau Tahun 2010 PENGARAH (Direktorat Jenderal) Jabatan Perkhidmatan Haiwan dan Perusahaan Ternak Sabah TIMBALAN PENGARAH (Wakil Direktorat Jenderal) Bahagian Pengeluaran & Penyelidikan (Divisi Pengeluaran & Penyelidikan) PENOLONG PENGARAH (Deptan) Bahagian Bioteknologi PEGAWAI PENGUASA (Dokter Hewan) PEMBANTU VETERINAR (Wakil Dokter Hewan) PEMBANTU AM RENDAH (Karyawan)
PEKERJA RENDAH AWAM (Karyawan)
PEMANDU (Sopir)
TUKANG PAM (Montir)
Sumber: Pusat Bioteknologi JPHPT, Keningau, Sabah
PEKERJA RENDAH AWAM (Karyawan) (Gaji Hari)
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sabah, Malaysia pada tanggal 23 Oktober 1988 sebagai anak sulung dari enam bersaudara pasangan Bapak Jubidin Bin Erak dan Ibu Rusina @ Victoria Malasius @ Dumporoh. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SK Sungai Damit, Tamparuli, Sabah pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMK Sungai Damit, Tamparuli, Sabah dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan pra universitas di SMK Tamparuli, Sabah. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB ( USMI ) pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis aktif dalam organisasi internal kampus Himpunan Minat Profesi ( HIMPRO ) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) IPB dan juga eksternal kampus, yaitu Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia ( PKPMI ) Cabang Bogor sebagai Timbalan Pengerusi Tetap bagi sesi 2011/2012.