Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
KEJADIAN DAN POLA BERANAK KAMBING KACANG DAN BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG (The lambing season and lambing pattern of Kacang and Boer goat at Research Station for Goat Production, Sei Putih) FERA MAHMILIA Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara
ABSTRACT A research was conducted to study the lambing season and pattern of Kacang and Boer goat at Research Institute for Goat Production, Sei Putih, North Sumatera from January 2005 to December 2009. The parameter observed were lambing season and lambing pattern during 5 years. Lambing season were divided in to 4 seasons; 1) the end of the rainy season (January to Maret), 2) the early dry season (April to June), 3) the late and early dry season (July to September), and 4) the rainy season (October to December). The result showed that; the lambing season of Kacang and Boer goat occured throughout the year. Highest percentage was 33,02% which occurred at lambing at the beginning of dry at Kacang goat and 48,00% at the dry of Boer goat. The lambing pattern in both these breeds was also the same at parity 6. Key Word: Kacang, Boer, Lambing Season, Lambing Pattern ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk mempelajari kejadian beranak dan pola beranak kambing Kacang dan Boer yang ada pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Pengamatan dilakukan sejak tahun 2005 sampai 2009. Parameter yang diamati adalah kejadian beranak menurut musim dan pola beranak selama 5 tahun pengamatan. Kejadian beranak dibagi ke dalam 4 musim, yaitu 1) akhir musim hujan (Januari – Maret) 2) awal musim kemarau (April – Juni) 3) akhir musim kemarau (Juli – September) dan 4) Awal musim hujan (Oktober – Desember). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kejadian beranak pada kambing Kacang dan Boer terjadi sepanjang tahun. Persentase kejadian tertinggi pada kambing Kacang terjadi awal musim kemarau sebesar 33,02 dan 48,00% pada kambing Boer di akhir musim kemarau. Sedangkan pola beranak kedua bangsa ini sama yaitu sampai pada paritas 6. Kata Kunci: Kacang, Boer, Kejadian Beranak, Pola Beranak
PENDAHULUAN Kejadian beranak akan sangat tergantung kepada musim kelamin. Musim kelamin adalah musim perkawinan dari spesies tertentu pada musim-musim tertentu sepanjang tahun. Banyak hal yang mempengaruhi datangnya musim kelamin ini, diantaranya; suhu dan makanan (ROBERTSON, 1977) serta iklim (SUARDI, 1998). Ketersediaan makanan (hijauan pakan ternak) sangat dipengaruhi oleh musim. Dimana pada musim kemarau jumlahnya sangat terbatas. Sebaliknya pada musim hujan sangat melimpah. Sehingga ketersediaannya
498
jadi tidak kontinu sepanjang tahun. Sehingga ternak betina yang kekurangan makanan bisa terhenti siklus birahinya. Faktor iklim terutama disebabkan oleh adanya perbedaan rasio antara priode hari siang dan hari malam. Rasio ini pada daerah belahan bumi Utara dan Selatan akan berubah sepanjang tahun sesuai dengan perjalanan bumi mengelilingi matahari (SUARDI 1998). Kambing yang hidup di daerah sub tropis menunjukkan gejala birahi musiman (seasonal breeder) hanya pada siang hari yang relatif pendek dibandingkan dengan malam hari. Sebaliknya di daerah equator (tropis) keragaman panjang hari sangat kecil bahkan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
nyaris seimbang sepanjang tahun. Sehingga kambing lokal dapat menunjukkan gejala birahi sepanjang tahun. SODIQ et al. (2003) menyatakan bahwa breeds dari daerah tropis menunjukkan estrus sepanjang tahun. Sementara itu kambing Boer yang berasal dari Afrika Selatan (DEVENDRA dan BURNS, 1994) yang merupakan daerah subtropis kering dengan keragaman panjang hari yang berbeda. Namun menurut DAGRIS (2005) kambing Boer termasuk poly-estrus. Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing tipe pedaging yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat dan telah menjadi ternak yang teregistrasi selama lebih 65 tahun (TED dan SHIPPLEY, 2005). Sejak tahun 1987, kambing Boer telah diimpor oleh Selandia Baru, Kanada, Jerman, Meksiko, Australia, Inggris, India, Perancis, Malaysia, Denmark, Hindia Barat, Belanda dan hampir setiap negara bagian di Amerika Serikat (BOER GOATS HOME, 2003). Tahun 2005 Loka Penelitian Kambing Potong Sei putih telah mendatangkan kambing Boer dari Australia dalam rangka mengembangkan program pembentukan kambing unggul melalui pendekatan perkawinan silang (cross breeding) antara pejantan kambing Boer dengan kambing Kacang betina. Penelitian ini bertujuan mempelajari kejadian beranak menurut musim dan pola beranak kambing Kacang dan Boer pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Data yang digunakan adalah data pengamatan dari awal tahun 2005 sampai akhir 2009. Jumlah materi yang diamati pada awal kegiatan adalah sebanyak 100 ekor kambing betina Kacang dan 16 ekor betina Boer. Untuk manajemen perkawinan, dilakukan deteksi birahi setiap pagi (jam 8.00 WIB) dengan cara memasukkan pejantan vasectomi ke dalam kelompok kandang betina. Betina yang terdeteksi menunjukkan gejala birahi akan dikawinkan dengan pejantan yang telah ditentukan.
Sumber makanan pokok bagi kambing induk adalah hijauan pakan ternak yang diambil dari lapangan dalam bentuk cut and carry (± 10% bobot hidup). Pakan tambahan berupa konsentrat (± 1,25% bobot hidup) yang diberikan pada waktu pagi hari, sedangkan hijauan diberikan siang dan sore hari. Dan air minum disediakan ad libitum. Parameter yang diamati adalah kejadian beranak berdasarkan musim saat kelahiran dan pola beranak selama 5 tahun pengamatan. Kejadian kelahiran dikelompokkan berdasarkan musim (W IJONO et al., 2007): 1) akhir musim hujan (Januari-Maret) 2) awal musim kemarau (April – Juni) 3) akhir musim kemarau (Juli – September) dan 4) awal musim hujan (Oktober – Desember). Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis dengan uji rata-rata menggunakan metode linear serta uji analisis lanjutan (Duncan) dari paket SPSS versi 15. HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian beranak berdasarkan musim Dari hasil pengamatan selama 5 tahun didapatkan bahwa kejadian beranak kambing Kacang dan Boer terjadi sepanjang tahun (Tabel 1). Sesuai dengan pernyataan AMOAH et al. (1996) bahwa kambing Kacang adalah kambing daerah tropis yang dilaporkan poly estrus dan menunjukkan birahi sepanjang tahun. Begitu juga dengan kambing Boer yang kawinnya tidak musiman (TED dan SHIPPLEY, 2005). Bila dilihat dari kejadian kelahiran antara kambing Kacang dan Boer pada awal dan akhir musim hujan tidak terdapat perbedaan (P > 0,05). Namun pada 2 musim lainnya (awal dan akhir musim kemarau) terjadi perbedaan (P < 0,05). Persentase kejadian beranak tertinggi kambing Kacang terjadi pada awal musim kemarau (antara bulan April dan Juni) yaitu sebesar 33,02%. Bila dihitung mundur berarti perkawinan terjadi pada bulan November sampai Januari, atau berada pada pertengahan awal musim hujan dan akhir musim hujan. Sehingga di duga ada hubungannya dengan ketersediaan hijauan (sebagai pakan ternak) yang semakin baik akibat pengaruh musim hujan. Sedangkan persentase tertinggi dari kejadian beranak pada kambing Boer terjadi
499
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
pada akhir musim kemarau (Juli – September) yaitu sebesar 48,00%. Hal ini mungkin masih terkait dengan genetik kambing Boer. Sesuai dengan DEVENDRA dan BURN (1994) meskipun Boer betina birahi sepanjang tahun, tetapi ada bukti yang menunjukkan bahwa puncak birahinya terjadi selama bulan April, Mei dan Juni. Kejadian beranak yang terjadi sepanjang tahun pada kedua genotipe ini menunjukkan Tabel 1. Persentase kejadian beranak berdasarkan musim pada kambing Kacang dan Boer pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian kambing Potong, Sei Putih Kejadian kelahiran akhir musim hujan (Jan – Mar) awal musim kemarau (Apr – Jun) akhir musim kemarau (Jul – Sep) awal musim hujan (Okt – Des)
Bangsa (%) Kacang
Boer
19,07 a
22,00 a
33,02 a
16,00 b
26,98 b
48,00 a
20,93 a
14,00 a
Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
tidak adanya perbedaan yang mencolok antara keduanya. Hasil pengamatan CURTIS (1966), ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya. Adaptasi lingkungan ini tergantung pada ciri fungsional, struktural atau behavioral yang mendukung daya tahan hidup ternak maupun proses reproduksinya pada suatu lingkungan. Apabila terjadi perubahan maka ternak akan mengalami stress sehingga akan berpengaruh pada reproduksinya. Kambing Boer dikenal dengan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan setempat, mulai dari suhu sangat dingin (-25ºC) hingga sangat panas (43ºC) bahkan ekstrim sekalipun (TED dan SHIPPLEY, 2005). Kenyataannya, iklim antara Australia dan Indonesia tidak berbeda jauh, karena hampir sepertiga Autralia termasuk wilayah tropis dan sisanya termasuk dalam zona sedang (GEOGRAFI A USTRALIA, 2010). Hasil pada pengamatan ini menunjukkan bahwa kambing Boer tidak mengalami perubahan yang berarti dalam reproduksinya. Sementara itu menurut DEVENDRA dan BURN (1994) bahwa musim berbiak sangat tergantung kepada faktor genetik, bukan pada faktor iklim ataupun ketinggian tempat.
Gambar 1. Jumlah anak kambing Kacang yang lahir menurut paritas dari tahun 2005 sampai 2009
500
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Pola beranak Selama pengamatan kambing Kacang dan Boer juga memperlihatkan pola yang sama dalam beranak. Hal ini dapat dilihat, bahwa kedua bangsa kambing ini mampu mencapai paritas 6 dalam kurun waktu 5 tahun pengamatan. Pada kambing Kacang (Gambar 1) 6 ekor anak lahir pada paritas 6. Sedangkan pada kambing Boer (Gambar 2.) jumlah anak yang lahir pada urutan paritas ke-6 adalah sebanyak 4 ekor. Padahal menurut DEVENDRA dan BURN (1994) banyak bangsa kambing daerah tropis dapat beranak tiga kali dalam dua tahun. Begitu juga kambing Boer (TED dan SHIPPLEY, 2005). Sehingga dengan perhitungan tersebut, harusnya kedua bangsa kambing ini sudah mencapai paritas 7. Ditambahkan lagi oleh DEVENDRA dan BURN (1994) agar ternak bisa beranak tiga kali dalam dua tahun, maka interval beranak yang maksimal adalah 243 hari. Interval beranak adalah periode antara dua beranak yang berurutan, yang terdiri atas periode perkawinan (dari beranak sampai konsepsi) dan periode bunting. Dari pengamatan ini didapatkan rataan interval beranak kambing Kacang adalah 309,06 ± 83,64 hari dan Boer 318,03 ± 71,08 hari (Tabel 2). Ketidakmampuan kambing Boer untuk mencapai performans maksimal mungkin disebabkan belum terpenuhinya kebutuhan
nutrisi secara maksimal, baik secara kualitas maupun kuantitas. Karena menurut W ODZICKA-TOMASZEWKA., et al. (1991), kambing Boer berbeda dengan kambing dan domba di Indonesia yang kurang peka terhadap kekurangan pakan yang menyebabkan terhentinya reproduksi. Ditambahkan oleh AMOAH et al. (1996) disamping ketersediaan pakan; variasi curah hujan, suhu dan kelembaban, dapat mempengaruhi munculnya musim kawin. Lebih lanjut dijelaskan oleh SETIADI et al. (2000), pengaruh suhu lingkungan dan panas dapat mengakibatkan stres yang menyebabkan rendahnya libido dan fertilitas (pada kambing jantan) serta panjangnya periode tidak birahi (anestrus) pada kambing betina. Tabel 2. Rataan interval beranak dan standar deviasi pada kambing Kacang dan Boer pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian kambing Potong, Sei Putih Paritas
Bangsa (hari) Kacang
Boer
1–2
329,78 ± 95,12
343,62 ± 55,37
2–3
304,11 ± 78,27
337,50 ± 87,96
3–4
320,06 ± 87,19
297,33 ± 77,30
4–5
280,19 ± 69,32
265,25 ± 48,45
5–6
272,00 ± 38,26
272,50 ± 10,60
Rataan
309,06 ± 83,64
318,03 ± 71,08
Gambar 2. Jumlah anak kambing Boer yang lahir menurut paritas dari tahun 2005 sampai 2009
501
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
KESIMPULAN Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kejadian kelahiran pada kambing Kacang dan kambing Boer terjadi sepanjang tahun. Namun kedua bangsa tersebut Boer belum mampu beranak sebanyak tiga kali dalam dua tahun. DAFTAR PUSTAKA AMOAH, E.A., S. GELAYE, P. GUTHRIE and C.E. REXROAD. 1996. The Breeding Season and Reproduction Aspect of Does. J. Anim. Sci. 74: 723 – 728. BOER GOATS HOME. 2003. The History of Boer Goat. www.boergoatshome.com (29 Maret 2010). CURTIS, S.E. 1999. Enviromental Management in Animal Agriculture. Agricultural Communications, University of Illinois, Urbana. DAGRIS. 2005. http://dagris.ilri.cgiar.org DEVENDRA, C. dan M. BURN. 1994. Produksi Kambing di daerah Tropis. Ltd., Bandung. GEOGRAPHY AUSTRALIA. 2010. http://studyin autralia.gov.au/Sia/id/LivingInAutralia/Geogr aphy. ROBERTSON, H.A. 1977. Reproduction on the ewe and the goat. In: Reproduction in Domestic Animals. 3rd Ed. COLE, H.H. and P.T. CUPPS (Ed.). Acad. Press. N.Y. San Fransisco, London. pp. 475 – 498.
502
SUARDI. 1989. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. SODIQ, A., S. ADJISOEDARMO and E.S. TAWFIK. 2003. Reproduction Rates of Kacang and Peranakan Etawah Goats under Village Production System in Indonesia. International Research on Food security, Natural Resource Managemen and Rural Development. Deutscher Tropentag, Gottingen. pp. 1 – 7. TED dan L. SHIPLEY. 2005. Mengapa harus memelihara kambing boer daging untuk masa depan. Malang, Indonesia. http://www.boer indonesia.com.cc/mengapa-boer-html (29 Maret 2010). WIJONO, D.B., MARIYONO dan E. ROMJALI. 2006. Pengaruh musim terhadap pertumbuhan sapi potong Peranakan Onggole muda di Loka Penelitian Sapi Potong. Pros. Seminar Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 183 – 186. WODZICKA-TOMASZEWSKA. M.. I-K. SUTAMA . IG. P UTU dan THAMRIN D. CHANIAGO. 1991. Reproduksi. Tingkah Laku dan Produksi Ternak di indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.