Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH Pre-weaning Mortality of Kacang and Boerka Kids at Sungei Putih Goat Research Station) M. SYAWAL HASIBUAN dan F. MAHMILIA Loka Penelitian Kambing Potong, Sungei Putih, Galang 20585, PO Box 1, Sumatera Utara
ABSTRACT A study on mortality rates and factors affecting mortality of goats at the age of pre-weanning was conducted at the Research Station for Goat Production in Sei putih sub district of Galang, Deli Serdang, North Sumatra. Observations were made on 57 lambs kacang goat and 142 crossbred goat (Boerka). Starting from January to December 2008. Observations were preweaning mortality by sex, type of birth, parity and season when the incidence partus. The results can be concluded that the average preweaning mortality was influenced (P < 0.05) by genotype, type of birth, parity and child during the birth season, but was not affected (P > 0.05) by gender. Kacang goat mortality (42.10%) was higher (P < 0.05) than goats Boerka (24.65%). Key Words: Kacang Goat, Boerka Goat, Mortality, Pre-Weaning ABSTRAK Suatu penelitian mengenai tingkat mortalitas dan Faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas kambing pada umur pra sapih telah dilakukan di Loka penelitian Kambing Potong Sei Putih Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Pengamatan dilakukan terhadap 57 ekor anak Kambing Kacang dan 142 ekor anak kambing persilangannya (Boerka) mulai dari bulan Januari sampai dengan Desember 2008. Parameter yang diamati adalah mortalitas prasapih berdasarkan jenis kelamin, tipe lahir, paritas dan musim saat kejadian beranak.Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa rataan mortalitas prasapih dipengaruhi (P < 0,05) oleh genotipe, tipe lahir, paritas anak serta musim saat kelahiran, tetapi tidak dipengaruhi (P > 0,05) oleh jenis kelamin. Mortalitas kambing Kacang (42,10%) lebih tinggi (P < 0,05) dibanding kambing Boerka (24,65%). Kata Kunci: Kambing Kacang, Kambing Boerka, Mortalitas, Prasapih
PENDAHULUAN Mortalitas sangat erat hubungannya dengan produktivitas (GALL, 1981). Kematian sesudah kelahiran pada anak kambing sangat mempengaruhi produktivitas ternak (SUTAMA et al., 1993). Masa periode tiga bulan antara lahir dengan penyapihan (masa prasapih) adalah saat-saat rawan kematian pada ternak anak kambing. Faktor - faktor yang mungkin terlibat dalam tingkat kelangsungan hidup anak adalah berat kelahiran anak, genetika, kemampuan pengasuhan dan produksi susu induk, lingkungan, nutrisi, penyakit dan predator (SYNMAN, 2010). Kematian anak, khususnya prasapih yang dapat mencapai
10 – 50% dan merupakan kerugian yang sangat besar bagi usaha peternakan kambing (SUTAMA et al., 1993; ADRIAN et al., 2003). Kambing Kacang adalah salah satu kambing lokal Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi dan tersebar luas. Namun kambing Kacang memiliki keterbatasan ukuran tubuh yang relatif kecil, dengan rataan bobot hidup dewasa yang cukup rendah yaitu sekitar 22 kg. Salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas kambing lokal yang hasilnya relatif cepat dan cukup memuaskan serta telah meluas dilaksanakan, adalah dengan menyilangkannya (cross breeding) dengan
633
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
genotip kambing unggul impor (BRADFORD, 1993; SAKUL et al., 1994). Dalam hal ini dengan kambing Boer, karena dianggap kambing unggul sebagai penghasil daging terbaik (ERASMUS, 2000). Metode ini telah banyak digunakan dan umumnya berhasil cukup baik. Loka Penelitian Kambing Potong telah mengembangkan program pembentukan kambing unggul melalui pendekatan perkawinan silang (cross breeding) antara pejantan kambing Boer dengan kambing Kacang. Hasil silangan kedua ras kambing tersebut adalah kambing ’Boerka’. Penelitian ini bertujuan mempelajari mortalitas prasapih kambing Kacang dan Boerka di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
bagi kambing induk adalah hijauan pakan ternak yang diambil dari lapangan dalam bentuk cut and carry (+ 10% dari bobot hidup). Pakan tambahan berupa konsentrat (+ 250 g) yang diberikan pada waktu pagi hari, sedangkan hijauan diberikan siang dan sore hari. Air minum disediakan ad libitum. Pencatatan data meliputi tanggal lahir, jenis kelamin anak, tipe lahir (jumlah anak yang lahir dari 1 kali kelahiran), paritas dan musim saat anak dilahirkan. Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis dengan uji rata-rata menggunakan metode linear serta uji analisis lanjutan (Duncan) dari paket SPSS versi 15.
MATERI DAN METODE
Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa genotipe kambing nyata berpengaruh (P < 0,05) terhadap mortalitas prasapih. Rataan mortalitas prasapih pada kambing Kacang 42,10% lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Persilangan (Boerka) 24,65%. KOSTAMAN dan SUTAMA (2005), melaporkan bahwa salah satu keuntungan yang didapat dari heterosis adalah meningkatnya kemampuan hidup. Tingginya kemampuan hidup dalam satu populasi ditunjukkan dengan rendahnya laju kematian. Ditambahkan oleh KINNE (2002) bahwa genetika ikut berperan dalam mempengaruhi mortalitas.
Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Data yang digunakan adalah data dari pengamatan yang dilakukan sepanjang tahun 2008. Dengan mengamati anak hasil perkawinan yaitu: 1) Betina Kacang dengan jantan Kacang; dan 2) Betina Kacang dengan jantan Boer. Kambing induk dipelihara dalam kandang kelompok (3 × 3 m) masing-masing berisi 6 – 7 ekor per kelompok. Sumber makanan pokok
HASIL DAN PEMBAHASAN Genotipe
Tabel 1. Tingkat mortalitas prasapih kambing berdasarkan genotipe, jenis kelamin dan tipe lahir Parameter
Mortalitas (%)
Jumlah anak Lahir
Mati (n)
199
63
29,64
Kacang
57
25
42,10b
Boerka (50B:50K)
142
38
24,65a
Jantan
91
31
31,87a
Betina
108
32
27,78a
Tunggal
101
25
22,77a
Kembar 2
98
38
36,74b
Rataan Genotipe
Jenis kelamin
Tipe lahir
Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
634
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
anak yang terlahir kembar sehingga daya hidup meningkat.
Jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas jantan (31,87 %) tidak berbeda dengan betina (27,78%). Hasil yang berbeda dilaporkan oleh ZAKELE (2007) pada kambing Somalia jantan (10,94%) dan betina (12,06%). Tipe lahir Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa tipe lahir nyata mempengaruhi (P < 0,05) mortalitas prasapih. Mortalitas prasapih pada kelahiran tunggal dan kembar 2 pada penelitian ini masing-masing adalah 22,77% dan 36,74%. Kenyataan menunjukkan bahwa persentase mortalitas prasapih cenderung meningkat dengan meningkatnya jumlah anak sekelahiran. Didukung pendapat lain yang menyatakan litter size yang lebih tinggi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas (SUTAMA et al., 1993). Pada fase prasapih keberhasilan anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang sangat tergantung pada susu yang dihasilkan induk. Keterbatasan penyediaan air susu induk terutama untuk anak kembar menjadi penyebab utama tingginya kematian prasapih. Anak yang terlahir tunggal akan memperoleh susu dan perhatian yang lebih baik dibanding dengan
Paritas Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada paritas ke 6 yaitu sebesar 75,00% dan terendah paritas pertama sebesar 14,29%. Untuk paritas 2 sampai 4 tidak menunjukan adanya perbedaan (P > 0,05). Namun di atas paritas empat persentase mortalitas prasapih jadi meningkat. Hal ini diduga adanya hubungan dengan umur induk, yang makin tua sehingga akan berpengaruh terhadap produksi susu induk sehingga yang akan dikonsumsi anak jadi berkurang. WAHOME et al. (1994) melaporkan bahwa paritas berpengaruh terhadap produksi susu pada kambing. Ditambahkan oleh TIESNAMURTI et al. (2002) melaporkan bahwa estimasi total produksi susu induk tertinggi terjadi pada paritas 3 dibanding paritas lainnya. Musim Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa musim atau keadaan cuaca lingkungan ternak nyata mempengaruhi (P < 0,05) mortalitas
Tabel 2. Tingkat mortalitas kambing berdasarkan paritas dan musim Parameter
Jumlah anak
Mortalitas (%)
Lahir
Mati
1
21
3
14,729a
2
45
15
33,33ab
3
39
11
28,21ab
4
67
19
28,36ab
5
19
9
47,37bc
6
8
6
75,00c
Kemarau (April – September)
73
9
12,33a
Penghujan (Oktober - Maret)
126
54
39,68b
Paritas
Musim:
Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
635
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
prasapih. Dengan mortalitas tertinggi 39,68% terjadi pada musim penghujan dan 12,33% pada musim kemarau. Hambatan utama yang dihadapi dalam memelihara ternak kambing adalah tingginya angka kematian. Beberapa penyebab diantaranya lahir prematur, terjepit saat dilahirkan, terserang diare (mencret) dan yang terbanyak adalah mati karena tidak tahan terhadap lingkungan (SUKMAWATI dan SASONGKO (2008). Kondisi ini terjadi pada anak-anak kambing yang dilahirkan pada saat musim hujan. Kenyataannya menunjukkan bahwa selama pengamatan pada musim kemarau 9 dari 73 ekor anak yang dilahirkan pada bulan April – September, mati pada bulan yang sama. Sedangkan anak yang lahir pada musim hujan yaitu antara bulan Oktober – Maret, 54 dari 126 ekor juga mati pada bulan yang sama. Berdasarkan laporan BADAN METEROLOGI dan GIOFISIKA DELI SERDANG (2008) bulan September dan Juli merupakan puncak musim hujan dengan curah hujan masing-masing 373 dan 359 mm/bulan. Hal ini akan berdampak pada kelangsungan hidup anak kambing, karena tidak mampu bertahan dengan lingkungan yang dingin. Menurut DEVENDRA dan BURNS (1994), kedinginan merupakan salah satu faktor penyebab mortalitas anak yang baru dilahirkan. Ditambahkan oleh KINNE (2002) kematian anak meningkat karena suhu udara semakin berkurang atau curah hujan meningkat. Cuaca dingin dengan cepat menguras energi anak dan menghasilkan kelemahan progresif atau kematian. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rataan mortalitas prasapih dipengaruhi (P < 0,05) oleh genotipe, tipe lahir, paritas dan musim, tetapi tidak dipengaruhi (P > 0,05) oleh jenis kelamin. Mortalitas kambing Kacang (42,10%) lebih tinggi dibanding kambing Boerka (24,65%).
636
DAFTAR PUSTAKA ADRIANI, A. S UDONO, T. SUTARDI, W. MANALU dan I.K. SUTAMA. 2003. Optimasi produksi anak dan susu kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasi dan suplementasi seng. Forum Pascasarjana. Sekolah Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor 26 (4): 335 – 352. BADAN METEOROLOGI Serdang. 2008.
dan
GEOFISIKA.
Deli
BRADFORD, G.E. 1993. Small Ruminan Breeding Strategies for Indonesia. Proc. Workshop Held at the Research Intstitue for Animal Production, Ciawi - Bogor, Indonesia, August 3 – 4 1993Small Ruminant - Collaborative Research Sopport Program, University of California Davis, Davis, CA, USA. pp. 83 – 94. DEVENDRA, C. and M. BURNS. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Diterjemahkan oleh IDK. PUTRA. Penerbit ITB dan Universitas Udayana. ERASMUS, J.A. 2000. Adaptation to various environments and resistance to disease of improved Boer goat. Small Ruminan. GALL, C. 1981. Goat Production . Academic Press London. pp. 51 – 89; 542 – 544. KOSTAMAN, T. and I-K. SUTAMA. 2005. Preweaning growth of Boer x Peranakan Etawah goats. JITV 10(2): 106-112. KINNE, M. 2002. Neonatal mortality in kids. http://kinne.net/neomort.htm (2 Juni 2010). SAKUL, H.G.E. BRADFORD and SUBANDRIYO . 1994. Prospects for genetic improvement of small ruminant in Asia. Proc. Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and the Pasific. SR-CRSP, Univ. of California Davis SAS, 1987. SUKMAWATI, F. dan W.R. SASONGKO. 2008. Manajemen pembiakan kambing (mengurangi tingkat kematian pada anak kambing). BPTP NTB.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
SUTAMA, I.K., I.G. PUTU dan M.W. TOMASZEWSKA. 1993. Peningkatan produktivitas ternak ruminansia kecil melalui sifat reproduksi yang lebih efisien. Dalam: Reproduksi kambing dan domba di Indonesia. M. Wodzisca-Tomaszewska, IM. Mastka, A. Djadjanegara, S. Garner dan T. Wiradarya. (Ed.). Sebelas Maret University Press, Surakarta.
TIESNAMURTI, B., ISMETH INOUNU dan SUBANDRIYO. 2002. Kapasitas Produksi Susu Domba Priangan Periode: I Performans Anak Prasapih. JITV 7(4): 227 – 236.
SYNMAN, M.A. 2010. Factors affecting pre-weaning kids mortality in South African Anggora. Outh African Journal of animal Science; 40 (54 – 64)
ZAKELE, Z.M. 2007. Enviromental influence on pre-weaning growth performances and mortality rates of extensively managed Somali goats in eastern Ethiopia. Livestock Research of rural development 19(12).
WAHOME, R.G., A.B. CARLES and H.J. SCHWARTZ. 1994. Analysis of the variance of lactation curve of small East African Goats. Small Ruminan.
637