III. 3.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan hutan hijau tropis yang banyak ditemukan di daerah Afrika Barat terutama di Kamerun, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan kongo (Poko 2002). Kelapa sawit termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arecales, famili Arecaceae dan genus Elaeis. Tanaman Kelapa sawit ditemukan oleh Nicholas Jacquin pada tahun 1763 sehingga tanaman kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq. Tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bentuk pohon kelapa sawit ( Anonim 2003) Pada mulanya kelapa sawit diperkenalkan di Asia Tenggara sebagai tanaman hias. Ditanam pertama kali pada tahun 1884 di Kebun Raya Bogor, Indonesia (Gunstone 2002). Kelapa sawit terdiri atas tiga varietas, yaitu : 1) Varietas Dura, tebal tempurung 2-8 mm, 2) Varietas Tenera, tebal tempurung 0.5-4 mm, 3) Varietas Pisifera, bagian tempurung tipis (Fauzi et al. 2006).
3.1.1
Ciri-Ciri Fisiologis Kelapa Sawit
A. Daun Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). B. Batang Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). C. Akar Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007) .
6
D. Bunga Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). E. Buah Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dalam tiap pelepah (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). Buah sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3 hingga 30 gram, berwarna ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi berwarna kuning merah pada saat tua dan matang (Muchtadi 1992). Daging buah berwarna putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah matang (Ketaren 2005). Gambar buah kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Bentuk buah kelapa sawit ( Anonim 2003)
Bagian-bagian buah kelapa sawit terdiri dari : 1. Perikarp, terdiri dari : a. Epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin b. Mesokarpium, yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan CPO kasar / Crude Palm Oil (CPO). 2. Biji, terdiri dari : a. Endokarpium (kulit biji = tempurung), berwarna hitam dan keras b. endosperm (kernel = daging biji) berwarna putih yang menghasilkan minyak inti sawit / Palm Kernel Oil (PKO)
3.1.2
Perkembangbiakan Kelapa Sawit
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Pada kondisi tertentu. Embrio buah sawit akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang yang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera merupakan sawit yang buahnya tidak memiliki cangkang namun buah betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera merupakan persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul persentase daging buahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28% (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007) .
7
3.1.3
Produk Kelapa Sawit
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan CPO adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten yang tinggi. CPO juga diolah menjadi bahan baku margarin. Bagian biji buah dijadikan sebagai bahan baku minyak alkohol dari industri kosmetika (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007). Di samping itu masih terdapat potensi terkandung yang peluang pengembangannya cukup potensial yaitu : 1) pemanfaatan limbah batang kayu sawit tua yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri perkayuan, 2) pemanfaatan limbah dan hasil samping kelapa sawit untuk mengembangkan cabang usaha tani ternak, 3) pengembangan tanaman pangan jagung intensif pada pelaksanaan peremajaan perkebunan rakyat (Badrun 2010). Menurut Balfas (2008), pemanfaatan kayu sawit sebagai substitusi kayu tropis memiliki aspek lingkungan dalam kaitannya dengan upaya nasional dan internasional dalam penyelamatan hutan tropis sehingga tidak memerlukan sertifikasi lingkungan.
3.2
Perkebunan Kelapa Sawit
Sejak tahun 2005, pangsa pasar konsumsi CPO dalam konsumsi minyak nabati dunia telah menggeser konsumsi minyak bunga matahari, repeseed, dan kedelai yang sebelumnya mendominasi perdagangan minyak nabati dunia dalam waktu yang cukup lama. Produktivitas minyak kelapa sawit jauh lebih tinggi dari minyak nabati lainnya, yaitu CPO sekitar 3.8 ton/hektar, yang setara dengan 9.3 kali, 7.6 kali, dan 5.8 kali lebih tinggi dibanding produktivitas minyak kedelai, rapeseed, dan bunga matahari (Badrun 2008). Hingga tahun 2003, produksi minyak nabati masih didominasi oleh minyak kedelai. Namun peran minyak kedelai pada tahun-tahun berikutnya mulai tergeser oleh CPO. Produksi minyak nabati dunia tahun 2000-2008 seperti ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Produksi minyak nabati dunia Konsumsi (000) Minyak Kelapa
Minyak Bunga Matahari
Minyak Rapeseed
CPO
Minyak Kedelai
Lainnya
Dunia
2000
3,261
9,745
14,502
21,867
25,563
39,819
114,757
2001
3,499
8,200
13,730
23,984
27,828
40387
117,628
2002
3,145
7,824
13,307
25,392
29,861
41,037
120,566
2003
3,286
8,962
12,660
28,111
31,288
41,074
125,381
2004
3,037
9,402
14,904
30,909
30,713
42,774
131,739
2005
3,143
9,681
16,026
33,326
33,287
43,736
139,199
2006
3,143
11,126
18,451
37,163
35,268
43,735
148,886
2007
3,107
10,841
18,736
38,673
37,347
45,186
153,890
2008
3,067
10,773
19,774
42,904
36,830
46,204
159,552
Tahun
Sumber : Badrun (2008) Pangsa konsumsi CPO telah menggeser pangsa konsumsi minyak kacang kedelai pada tahun 2005. Pangsa CPO sebesar 33,156 ton atau 24%, sedangkan minyak kedelai sebesar 32,879 ribu ton atau 23% dari total perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai 138,028 ribu ton. Pada tahun 2008, pangsa konsumsi CPO meningkat menjadi 26%, sedangkan pangsa konsumsi minyak kedelai 8
tetap sebesar 23% dari total perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai 159,530 ribu ton. Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pangsa konsumsi CPO terhadap minyak nabati dunia Konsumsi (000) CPO
Minyak Kedelai
Minyak Repaseed
Minyak Bunga Matahari
Minyak Kelapa
Lainnya
Dunia
2000
21,771
25,135
14,471
9,404
2,962
39,689
113,432
2001
23,869
27,508
13,952
8,765
3,467
40,444
118,005
2002
25,595
29,964
13,489
7,721
3,291
41,472
121,532
2003
28,201
31,246
12,716
8,921
3,322
41,287
125,693
2004
30,050
31,163
14,829
9,583
3,054
42,421
131,100
2005
33,156
32,879
15,914
9,546
3,047
43,666
138,208
2006
36,192
34,670
18,196
10,946
3,047
43,666
146,717
2007
37,892
37,067
19,073
11,174
3,153
45,424
153,783
2008
42,500
37,930
19,725
10,326
3,142
45,907
159,530
Tahun
Sumber : Badrun (2008)
3.2.1
Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
Produksi CPO Indonesia telah melampaui produksi CPO Malaysia semenjak tahun 2006. Secara bersama produksi minyak sawi Indonesia dan Malaysia pada tahun 2008 menguasai 85.8% produksi CPO dunia. Produksi CPO dunia menurut negara produsen utama 2000-2008 disampaikan pada tabel 5. Tabel 5. Produksi CPO dunia Konsumsi (000 ton)
Tahun Indonesia
Malaysia
Nigeria
Thailand
Colombia
Lainnya
Dunia
2000
7,000
10,842
740
525
524
2,196
21,827
2001
8,396
11,804
770
620
548
2,175
24,313
2002
9,622
11,909
775
600
528
2,224
25,658
2003
10,600
13,354
785
630
543
1,538
27,450
2004
12,380
13,974
790
668
632
2,185
30,629
2005
13,920
14,961
800
685
661
2,563
33,590
2006
16,080
15,881
815
855
711
2,821
37,163
2007
17,270
15,823
835
1,020
732
2,993
38,673
2008
19,100
17,735
860
1,160
800
3,249
42,904
Sumber : Badrun (2008) Pada tahun 1969 total luas areal perkebunan sawit di Indonesia hanya 119,520 Ha dan tahun 1979 meningkat menjadi 257,814 Ha. Pada tahun 1989 total luas areal perkebunan kelapa sawit telah mencapai 973,528 Ha dan diantaranya merupakan perkebunan rakyat sebesar 223,832 Ha (23%). Pada tahun 1999 total luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 3,901,802 Ha dan perkebunan rakyat seluas 1,041,046 Ha (27%). Perluasan ini terus berlanjut dan pada tahun 2009 total luas areal mencapai 7,508,470 Ha dengan luas perkebunan rakyat yang mencapai 3,498,425 Ha (45%). Peta 9
penyebaran kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3, sedangkan luas areal kelapa sawit menurut provinsi dan status pengusahaan keadaan pada tahun 2009 seperti ditunjukkan pada tabel 6.
Gambar 3. Peta Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007) Tabel 6. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut provinsi dan status pengusahaan Tahun 2009 No
Provinsi
Perkebunan Rakyat (Ha)
Perkebunan Besar Negara (Ha)
Perkebunan Besar Swasta (Ha)
Jumlah (Ha)
1
NAD
105,169
41,356
135,807
282,332
2
Sumatera Utara
408,699
269,039
343,954
1,048,692
3
Sumatera Barat
164,925
7,936
166,814
339,675
4
Riau
865,231
79,528
748,810
1,693,569
5
Kep. Riau
529
0
5,610
6,130
6
Jambi
318,479
18,620
149,037
486,136
7
Sumatera Selatan
312,404
34,228
361,424
708,056
8
Bangka Belitung
21,402
0
160,959
182,361
9
Bengkulu
165,476
5,425
56,134
227,035
10
Lampung
78,068
11,379
63,771
153,218
11
Jawa Barat
0
6,548
3,289
9,837
12
Banten
13
Kalimantan Barat
6,866
8,028
0
14,894
197,830
41,966
258,975
498,771
14
Kalimantan Tengah
92,734
0
778,486
871,220
15
Kalimantan Selatan
50,166
4,865
236,703
291,734
16
Kalimantan Timur
98,050
13,551
311,207
423,081
17
Sulawesi Tengah
6,064
5,090
36,207
47,361
18
Sulawesi Selatan
8,401
8,348
601
17,350
19
Sulawesi Barat
67,636
0
53,979
121,615
20
Sulawesi Tenggara
20,067
2,966
0
23,033
21
Papua
9,838
10,000
8,139
27,977
22
Papua Barat
15,939
12,707
5,300
33,946
Jumlah
3,013,973
581,580
3,885,206
7,508,023
Sumber : Business Research Report (2009) 10
Perkebunan kelapa sawit lebih efisien sehingga menjadi lebih kompetitif dibanding dengan minyak nabati lainnya. Perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang cukup prospektif. Potensi tersebut antara lain limbah dan hasil samping kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan, pengembangan tanaman jagung atau kedelai sebagai penganti tanaman penutup tanah pada waktu kegiatan peremajaan, serta pemanfaatan limbah batang kayu untuk bahan baku industri perkayuan. Sesuai dengan pengalaman dan kesiapan yang dimiliki serta memperhatikan potensi permintaan yang sangat prospektif dan potensi sumber daya alam yang ada, Indonesia masih berpotensi untuk terus mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Dari gambaran singkat lintasan fakta tersebut, secara umum dapat dilihat bahwa produktivitas minyak sawit jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lainnya. Di samping itu kelapa sawit merupakan tanaman tahunan, sedangkan tanaman nabati lainnya merupakan tanaman musiman. Kebutuhan energi untuk pembukaan lahan dan penanaman hanya sekali dilakukan sesuai daur ekonomi kelapa sawit yaitu dilakukan sekitar 25-30 tahun. Ini berbeda dengan kedelai misalnya yang pengolahan tanahnya perlu dilakukan setiap musim panen.
3.2.2
Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit
Dalam suatu perkebunan kelapa sawit, kegiatan di sektor hulu dan ketepatan sistem budidaya menjadi syarat mutlak. Sistem budidaya yang semakin baik akan memberikan hasil produksi tanaman yang lebih memadai dan memberikan keuntungan yang lebih besar. Banyak faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan perkebunan kelapa sawit dengan produktivitas yang tinggi. Faktorfaktor tersebut antara lain syarat pertumbuhan, penanaman kelapa sawit, dan pemeliharaan. 1) Syarat Pertumbuhan a) Iklim Secara alami, tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dengan suhu optimal 350C. Tanaman ini memerlukan sinar matahari langsung dengan lama waktu penyinaran 5-7 jam setiap harinya. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit tidak dapat tumbuh di daerah yang kurang mendapatkan sinar matahai dan yang terlalu lembab. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar 1.500-4.000 mm/tahun dengan curah hujan optimal berkisar 2000-3000 mm/tahun (Sumarto 2010). Iklim bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit dapat dilihat di tabel 7. Tabel 7. Keadaan iklim bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit Keadaan Iklim
Baik
Sedang
Kurang Baik
Tidak Baik
200 – 2500
1800 - 2000
1600 - 1800
< 1500
0 – 150
150-250
250 - 400
> 400
< 10
< 10
< 10
> 10
Temperatur (0C)
22 – 33
22 – 33
22 - 33
22 – 33
penyiraman (jam)
6
6
<6
<6
Kelembaban (%)
80
80
< 80
< 80
Curah Hujan (mm) Defisit air/tahun (mm) Hari panjang tidak hujan
sumber : Sumarto (2010) b) Tanah Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus mengandung banyak lempung, beraerasi baik, berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, tidak berbatu, dan subur. Selain 11
itu, tanah Latosol, Ultisol, dan Aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai, dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar antara 4-6. Ketinggian ideal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit berkisar antara 1-400 m dpl (Sumarto 2010). 2) Penanaman Kelapa Sawit a) Pembukaan lahan Metode yang digunakan dalam pembukaan lahan tergantung pada vegetasi dan topografi lahan yang akan dibuka. Beberapa cara yang biasa diterapkan untuk pembukaan lahan, yaitu dengan cara manual, mekanis, dan kimia atau kombinasi dari ketiganya. Cara manual dilaksanakan pada area topografi mulai dari bergelombang sampai berbukit dengan vegetasi hutan sekunder atau semak belukar. Cara mekanis dilaksanakan pada areal topografi rata sampai bergelombang dengan cara vegetasi hutan sekunder, semak belukar, atau padang lalang. Cara kimia dilaksanakan pada semua topografi dengan vegetasi rerumputan dan lalang (Sumarto 2010). b) Penanaman kelapa sawit Penanaman kelapa sawit dimulai dengan pemacangan. Pemacangan ini dilakukan untuk menentukan titik tanam kelapa sawit. Setelah titik tanam telah ditentukan, tanah dibuat lubang dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Lubang tanam ini dibuat minimal 2 minggu sebelum tanam dilakukan dan diberi pupuk. Bibit tanaman kelapa sawit yang sudah berumur 8-10 bulan dan yang telah diseleksi kemudian ditanam ke tanah yang telah dilubangkan tersebut (Sumarto 2010). 3) Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dan pemeliharaan tanaman menghasilkan yang dilakukan meliputi pengendalian gulma, pemeliharaan pokok, pengawetan tanah, pengendalian hama penyakit, dan pemupukan. a) Pengendalian gulma Gulma adalah setiap tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman sawit mengalami gangguan. Pengendalian gulma bertujuan untuk memperkecil dan mengurangi kompetisi makanan antara tanaman pokok dan jenis tanaman penutup tanah dengan gulma (Sumarto 2010). b) Pengawetan tanah Untuk menjaga kesuburan tanah dari pengaruh erosi, maka lahan yang kemiringannya tinggi perlu dibuatkan teras individu. Teras individu yang dibuat tergantung dari besarnya kemiringan tanah tempat tanam (Sumarto 2010). c) Pengendalian hama dan penyakit Hama dan penyakit dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Pertumbuhan yang terganggu akan mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit baik itu bobot buah, kualitas buah, bahkan akan mengakibatkan tanaman mati sehingga tidak menghasilkan buah. Beberapa hama dan penyakit yang menyerang tanaman sawit antara lain : nematoda, tungau, ulat api, oil palm bunch moth, kumbang Oryctes, babi hutan, tikus, root blast, garis kuning, dan dry basal rot. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, pengendalian hama dan penyakit pada perkebunan kelapa sawit dapat menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
12
Teknologi tersebut antara lain pengendalian dengan menggunakan mikroorganisme, feromon, dan biofungisida (Sumarto 2010). d) Pemupukan Pemupukan tiap kebun disusun berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu : dosis pupuk yang ditetapkan berdasarkan kemampuan tanah untuk memasok unsur hara untuk pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit, waktu pemberian pupuk yang ditetapkan berdasarkan pola curah hujan, dan intensitas pemberian pupuk yang ditetapkan berdasarkan penyebaran akar kelapa sawit di dalam tanah. Namun secara umum tanah tropis kekurangan unsur hara N, P dan K sehingga ketiga unsur hara tersebut harus ditambah melalui pemupukan anorganik. Pemberian pupuk pertama sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan dan kedua diakhir musim hujan (Sumarto 2010).
3.2.3
Proses Pemanenan Kelapa Sawit
Hasil utama yang dapat diperoleh dari Tandan Buah Sawit (TBS) ialah CPO yang terdapat pada daging buah dan inti sawit yang terdapat pada kernel. CPO dan inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak telah jenuh. Bila telah matang, buah sawit siap untuk dipanen. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses pemanenan, antara lain : persiapan panen, pemantauan kriteria matang buah, cara memanen, pemeriksaan panen harian, dan pengutipan hasil pemanenan. 1)
Persiapan panen Sebelum melakukan panen buah sawit yang telah matang, perlu dilakukan persiapan panen untuk mempermudah proses panen. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah jalan dan alat dan bahan. Jalan merupakan faktor penunjang dalam pengumpulan produksi mulai dari pohon sampai ke pabrik, sedangkan alat dan bahan merupakan alat bantu selama proses pemanenan buah sawit (Naibaho 1998). 2)
Pemantauan kriteria matang buah Buah yang telah matang akan lepas dari bulirnya yang disebut dengan membrondol. Keadaan ini digunakan sebagai tolak ukur kematangan buah. Semakin banyak buah yang memberondol maka buah dinyatakan semakin matang. Untuk mempermudah pengolahan dan penyeragaman kualitas tandan maka ditetapkan kriteria matang panen didasarkan pada : a) Kandungan minyak dalam tandan semaksimal mungkin Tujuan dari budidaya kelapa sawit ialah untuk memproduksi CPO dan inti sawit. Oleh sebab itu ukuran yang dipakai bukan berat tandan per ha, akan tetapi jumlah minyak dan inti sawit per ha. Kandungan minyak sebagai ukuran kematangan dianjurkan adalah buah berondol, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena kesulitan dalam pengutipan brondolan dan kemungkinan besar persentase asam lemak bebas akan tinggi (Naibaho 1998). b) Kandungan asam lemak bebas yang rendah Umumnya konsumen menginginkan CPO dan inti sawit yang mengandung asam-asam lemak bebas yang rendah. Hal ini dapat dicapai jika buah yang dipanen masih mentah, tetapi memotong buah yang mentah akan menimbulkan masalah di pabrik yaitu rendahnya efisiensi minyak dan inti sawit (Naibaho 1998). c) Biaya panen yang ekonomis Biaya panen merupakan salah satu komponen biaya produksi. Biaya panen dipengaruhi :
13
i. Umur tanaman Tanaman muda lebih mudah dipanen daripada tanaman tua. Tanaman muda di panen dengan menggunakan dodos atau kampak, sedangkan tanaman tua dipanen dengan “egrek”. Pada tanaman tua lebih banyak brondolannya daripada tanaman muda dan akan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mengutip brondolan yang umumnya berserakan disekitar pohon (Naibaho 1998). ii. Topografi areal Pelaksanaan panen pada tanah miring akan lebih sulit dibandingkan dengan tanah datar. Kesalahan kriteria matang pada tanah miring dapat menyebabkan efisiensi pengutipan brondolan yang rendah (Naibaho 1998). iii. Kematangan buah Buah mentah lebih mudah dipanen karena brondolan yang terdapat dipiringan setelah tandan dipotong sangat kecil, sedangkan buah lewat matang jumlah brondolan dipiringan akan lebih banyak dan membutuhkan tenaga tambahan (Naibaho 1998). iv. Kemampuan pemanen Kemampuan pemanen untuk melakukan panen dipengaruhi tenaga fisik pemanen. Untuk meningkatkan kemampuan pemanen mencapai target panen sering dibantu oleh istri dan anak (Naibaho 1998). 3)
Cara memanen Melalui jalan buah, pemanen melihat tanda-tanda buah yang matang. Untuk mempermudah pemotongan tandan buah, pelepah di bawah tandan buah yang menyangga dapat dipotong terlebih dahulu. Memotong pelepah harus merapat ke batang sehingga tidak ada sisa pelepah, hanya pangkal yang masih menempel ke batang. Buah yang telah selesai dipotong kemudian menuju Tempat Penyimpanan Hasil (TPH). Buah disusun di TPH secara berbaris 5 atau 10 dengan pangkal tandan mengarah ke atas dan brondolan ditumpuk menjadi satu pada tempat tersendiri. Setelah itu, buah diangkut menuju ke pabrik dengan segera untuk diolah menjadi CPO dan inti sawit. Pengangkutan dapat dilakukan dengan truk atau diantarkan langsung menuju pabrik (Naibaho 1998). 4)
Rotasi panen Kematangan setiap tandan yang akan dipanen bersifat heterogen. Oleh karena itu diperlukan jumlah pemanen yang cukup dengan pembagian berdasarkan perbandingan pemanenan dengan luas areal. Untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi panen maka dilakukan pembagian ancak panen yang akan dipanen sekali dalam seminggu. Dalam penetapan rotasi panen perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : kerapatan panen, baris borong,dan jumlah pemanen (Naibaho 1998). 5)
Pengutipan hasil pemanenan Tandan yang telah dipotong segera diangkat ke TPH yang berada dipinggir jalan kebun. Tandan diangkut dengan memakai keranjang pikul atau beko. Tandan umumnya terangkat kecuali tandan yang jatuh ke jurang atau lembah pada areal miring. Brondolan sering tinggal dipiringan dan tumbuh menjadi gulma. Pengumpulan brondolan semakin efektif jika diberlakukan premi brondolan yaitu pemberian premi bagi pemanen yang mengutip seluruh brondolan yang terdapat dipiringan. Pelaksanaan dan pemberian premi akan menguntungkan perusahaan dan pemanen. Pengutipan brondolan yang tidak bersih dapat menyebabkan penurunan mutu CPO. Buah yang ditinggal di lapangan dapat mengalami perubahan mutu buah yang disebabkan terjadinya proses hidrolisis yang 14
membentuk asam lemak bebas. Hal ini dapat terjadi karena kondisi jalan yang rusak sehingga pengangkutan buah terganggu, alat angkut yang terbatas, dan stagnasi di pabrik (Naibaho 1998). 6)
Mutu tandan buah sawit Tandan buah sawit yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi CPO dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di loading ramp. Tandan yang telah tiba di pabrik perlu diketahui mutunya dengan cara visual yang dilakukan ditempat penerimaan buah. Pengujian dan sortasi panen sebaiknya dilakukan pada setiap truk yang tiba di pabrik, tetapi hal ini tidak ekonomis sehingga sortasi dilakukan dengan acak (Naibaho 1998). Penilaian terhadap mutu TBS didasarkan pada standar fraksi tandan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Spesifikasi fraksi TBS
Fraksi
Istilah
Kriteria
00 0 1
mentah sekali Mentah kurang matang
brondolan 0 brondolan 1 - 12.5 % buah luar brondolan 12.5 - 25 % permukaan luar
2 3 4
matang I matang II lewat matang
brondolan 25 - 50 % permukaan luar brondolan 50 - 75 % permukaan luar brondolan 75 - 100 %
Ranum
buah dalam ikut membrondol
Sumber : Naibaho (1998) Penimbunan buah yang bermalam di loading ramp dapat menurunkan mutu CPO, yang lebih cepat dari keadaan penimbunan di lapangan. Hal ini disebabkan derajat kelukaan buah yang tinggi akibat frekuensi benturan mekanis lebih banyak dialami setelah sampai di pabrik dan jika ditimbun makan proses hidrolisis akan berjalan dengan cepat.
3.3
Industri Kelapa Sawit
CPO (Crude Palm Oil) dan KPO (Kernel Palm Oil) merupakan produk hulu industri kelapa sawit. CPO dihasilkan melalui perebusan dan pemerasan daging buah, sedangkan KPO berasal dari inti sawit yang di press atau diekstrasi dengan pelarut. Proses produksi CPO dan KPO yang menghasilkan produk ikutan yang cukup memiliki nilai komersial seperti tempurung, serat, tandan kosong dan sludge. Tempurung dapat diolah lebih lanjut menjadi briket arang sebagai bahan bakar atau karon aktif untuk bahan penyerap. Serat dan tandan kosong dapat diolah lebih lanjut untuk mendapatkan selulosa atau langsung digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan sludge dapat digunakan sebagai komponen makanan ternak. CPO dan inti sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang tidak hanya digunakan untuk keperluan pangan, tetapi juga diperuntukkan bagi aneka keperluan industri non pangan (Bagun 2006).
3.3.1
Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit sebagai penghasil CPO dan KPO merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. 15
Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dalam hal pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Peta penyebaran dan produksi CPO di Indonesia (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007)
3.3.2
Sistem Pengolahan Kelapa Sawit
Ada beberapa tahapan penting dalam mengolah buah kelapa sawit menjadi CPO dan inti sawit. Tahapan tersebut antara lain : 1)
Stasiun penerimaan buah Stasiun ini adalah stasiun pertama dalam proses pembuatan CPO dari TBS. Pada stasiun ini, buah sawit yang telah dipanen dari kebun akan ditimbang bobotnya. Penimbangan ini dilakukan dengan menimbang bobot buah kelapa sawit dengan truk yang kemudian dikurangi dengan bobot truk kosong. Bobot kelapa sawit akan didapatkan dari hasil pengurangannya. Bobot yang diperoleh akan menjadi landasan apakah pabrik akan berproduksi atau tidak karena bila bobot yang diperoleh dibawah bobot minimum, pabrik akan mengalami kerugian pada biaya produksi dan upah pekerja. Selain itu, penerimaan dan penimbangan buah sawit ini menjadi stasiun pertama yang paling menentukan hasil pabrik yang dalam hal ini adalah jumlah CPO yang akan dihasilkan (PTPN XIII 2005). 2)
Stasiun perebusan Setelah ditimbang dan diperoleh bobot buah kelapa sawit, TBS kemudian direbus dengan menggunakan panas uap bertekanan. Perebusan ini dilakukan untuk menonaktifkan enzim-enzim lipase yang dapat menaikkan asam lemak bebas (ALB) dimana enzim lipase akan non aktif pada suhu 450C. Perebusan juga berguna untuk memudahkan proses pelepasan berondolan dari janjang. 16
Perebusan ini melunakkan berondolan sehingga memudahkan pemisahan antara daging buah dan biji pada proses digestion dan devericarper. Selain itu, proses perebusan juga berguna untuk memudahkan pemisahan minyak dari ampasnya saat di press dan mengurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan pemecahan dan menaikkan efisiensi pemecahan biji (PTPN XIII 2005). 3)
Stasiun threshing Buah kelapa sawit yang telah direbus kemudian akan ditebah. Proses penebahan ini merupakan proses pemisahan berondolan dari janjangan. Proses ini akan memisahkan buah sawit dengan tandannya. Buah sawit yang telah terpisah dari tandannya akan dibawa dengan fruit conveyor dan fruit elevator menuju digester. Sementara itu, tandan kosong akan diaplikasikan ke kebun sawit dan dijadikan uap untuk menghasilkan energi selama proses produksi CPO berlangsung (PTPN XIII 2005). 4)
Stasiun digester dan press Buah kelapa sawit yang telah dipisahkan dari tandannya kemudian akan dibawa menuju digester. Fungsi dari digestion (pengadukan) antara lain : melepaskan sel-sel minyak dari daging buah dengan cara mencabik dan mengaduknya, memisahkan daging buah dengan biji, menghomogenkan massa berondolan sebelum menuju alat press, dan mempertahankan temperatur massa campuran agar tetap pada suhu 90-950C untuk dapat menghasilkan pengutipan minyak yang efektif pada masa pengepresan. Setelah dilakukan pengadukan, buah sawit yang telah dicabik masuk ke dalam alat press. Tujuan pengepressan adalah untuk mengekstraksi CPO kasar dari buah yang telah dicabik (PTPN XIII 2005). Stasiun devericarper Produk sisa dari hasil ekstraksi minyak pada buah adalah press cake. Press cake ini terdiri dari fiber dan biji. Fiber dan biji akan dipisahkan dimana fiber akan dibawa menuju fiber cyclone sebagai penampung dan biji akan diproses lebih lanjut untuk mendapatkan kernel. Fiber akan dipakai sebagai bahan bakar untuk menjalankan ketel uap sebagai sumber tenaga selama proses produksi CPO. Proses di stasiun devericarper melewati proses pemecahan gumpalan cake, proses pengeringan ampas cake dan proses pemisahan fiber dan biji (PTPN XIII 2005). 5)
6)
Stasiun kernel recovery Tujuan kernel recovery adalah untuk mengekstraksi inti (kernel) dari cangkangnya. Pertama, biji dipisahkan dari batu-batuan dan bahan-bahan metal yang akan mengganggu proses pemecahan biji. Setelah itu, biji dibawa menuju nut silo untuk dikeringkan dengan pemanasan sehingga memudahkan pemecahan cangkang dengan kernelnya. Setelah biji dipanaskan, biji dibawa menuju nut cracker untuk memecahkan kernel dengan cangkangnya. Kernel dan cangkangnya dipisahkan dimana cangkang akan di bawa dengan shell elevator menuju shell hopper dan kernel dibawa dengan kernel elevator menuju kernel silo untuk dipanaskan. Kernel dipanaskan dengan tujuan untuk menghasilkan kernel dengan kadar air kurang dari 7%. Cangkang dipakai sebagai bahan ketel uap (PTPN XIII 2005). 7)
Stasiun klarifikasi Proses klarifikasi adalah proses pemurnian dari minyak kasar yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya. Tahapan proses di stasiun klarifikasi adalah tahap penyaringan crude oil dengan vibrating screen, tahap pemisahan minyak pada tangki, tahap pemurnian minyak, tahap pengambilan 17
minyak dari slludge, dan tahaap pengurangann kadar air. Peenyaringan cruude oil dengan vibrating screeen m b berfungsi untuuk memisahkann pasir, fiber, dan kotoran laainnya. Setelahh itu crude oill dibawa menuuju C Continous Setttling Tank (C CST) untuk dipisahkan d minnyaknya. Selama holding di d CST, minyyak d dipisahkan den ngan lumpur / sludge s untuk mendapatkan m minyak m yang m murni. Minyak dari d CST dibaw wa m menuju oil tan nk yang sebeluumnya melewati vibro, sedaangkan lumpurr dibawa menuju sludge tannk. L Lumpur yang telah t terpisah dari d minyak m murni kemudiann diekstrak kem mbali untuk mendapatkan m sissas sisa minyak yang terpisahh. Tujuannya adalah untukk menghasilkaan losis seminnimal mungkiin. P Pemisahan lum mpur dari miny yak sisa ini deengan mengguunakan sludge separator. Miinyak yang tellah d didapatkan darri sludge tank kemudian k dibaw wa kembali meenuju oil tank yang y sudah terrisi dengan crude o murni dari CST. Crude pa oil alm oil dibawaa menuju oil pu urifier kemudian menuju vaccuum drier untuuk m mengurangi kaadar air kurangg dari 0.2 %. Crrude palm oil murni m disimpann di dalam storrage tank hinggga s siap untuk dippasarkan (PTPN N XIII 2005)... Skema proses secara umuum pengolahann pabrik minyyak s sawit dapat dilihat pada gambbar 5.
G Gambar 5. Skeema proses penngolahan pabrikk minyak sawit (Anonim 20005)
3 3.4
Minyyak Kelapa a Sawit
Produuk utama yang diperoleh darii tanaman kelappa sawit ialah CPO dan KPO O yang tergolonng ddalam lipida. Lipida adalahh suatu kelomppok senyawa heterogen yanng berhubungaan dengan asaam l lemak, termasuuk biomolekul yang tidak llarut atau sebaagian larut dallam air namunn larut di dalaam p pelarut organikk seperti eter, kloroform, daan lain-lainnya. CPO yang berasal dari dagging buah terddiri d asam lemaak jenuh dan tiidak jenuh, yanng sebagian besar terdiri dari asam palmitatt (Pusat Data dan dari d I Informasi Departemen Perind dustrian 2007)
3 3.4.1 Kom mposisi Kimia Minyak Kelapa K Saw wit CPO yang berasal dari daging buuah terdiri darri asam lemakk jenuh dan assam lemak tiddak jjenuh. Minyak k kelapa sawit dan inti minyyak kelapa saw wit merupakan susunan dari asam lemak dan d 18
gliserol yang mengalami esterifikasi. Komposisi terbesar yang terkandung dalam minyak kelapa sawit adalah asam palmitat. Selain itu, minyak sawit mengandung mikronutiren aktif seperti betakaroten, tokotrienol, likopen, vitamin, dan magnesium. Komposisi CPO dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor perlakuan (Naibaho 1998). Komposisi asam lemak buah sawit dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Komposisi asam lemak buah sawit No
Uraian
1 2 3 4
Komposisi Asam Lemak C 14-0
C 16-0
C 18-0
C 18-1
C 18-2
C 18-3
Busuk Segar Layu Fraksi 0, dalam
1.3769 1.2190 1.1468 0.9252
46.3863 46.3985 46.0487 45.3629
3.2911 3.9306 3.8872 3.6250
35.7920 37.0420 37.2485 38.9411
12.4602 11.1178 11.3459 10.8826
0.3536 0.2799 0.2760 0.1913
5 6 7 8 9
fraksi 0, luar Fraksi 1, dalam fraksi 1, luar Fraksi 2, dalam fraksi 2, luar
1.0826 0.7579 0.9994 0.9601 1.3405
42.2841 43.7403 42.5458 45.8088 45.8350
4.2688 3.7608 4.5570 3.9352 4.3650
40.9504 41.2500 40.6824 38.0808 36.0821
11.0322 10.2118 10.8517 11.0056 12.0247
0.1946 0.2094 0.2798 0.1952 0.2786
10 11 12 13
Fraksi 3, dalam fraksi 3, luar Fraksi 4, dalam fraksi 4, luar
1.1902 1.4119 0.8363 1.1614
47.5905 45.5444 46.8250 46.9187
4.0864 4.1446 3.9590 4.3070
35.7292 36.4462 37.6353 35.3227
11.0704 12.0852 10.5946 11.8788
0.2008 0.2532 0.1896 0.3718
Sumber : Naibaho (1998)
3.4.2
Standar Mutu Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit
Mutu CPO dan inti sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pertama bersifat murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu CPO dan inti sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Namun yang menjadi perhatian adalah pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu CPO dan inti sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu CPO dan inti sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan. Standar kualitas minyak kelapa sawit dan inti sawit yang baik dapat dilihat pada tabel 10.
19
Tabel 10. Standar kualitas minyak dan inti sawit
Karakteristik Kualitas CPO Kadar asam lemak bebas (ALB) Kadar air Kadar kotoran Deteoration of Bleach Index (DOBI) Bilangan Peroksida Bilangan Anisidine Total oksigen kadar Fe Kadar Cu Bleachability Kualitas Inti Sawit kadar air Kadar kotoran Inti pecah Inti berubah warna
Batas < 3,5 % dan < 4,0 % < 0,1 % min 5 mek < 5 mek < 10 mek < 20 mek < 3 ppm < 0,3 ppm <2R < 20 Y maks 7 % maks 6 % < 25 % < 40 %
Sumber : Naibaho (1998)
3.5
Supply Chain Management (SCM)
Supply chain management (SCM) dapat diistilahkan sebagai jaringan logistik. SCM membahas keterkaitan antara beberapa stakeholder seperti suplier bahan baku, pabrik pengolahan, gudang penyimpanan, bagian distribusi, dan outlet-outlet pengecer yang kesemuanya berhubungan dengan fasilitas. Hal-hal penting yang dipengaruhi oleh fasilitas tersebut antara lain bahan mentah, inventaris kerja selama proses, dan produk akhir. Rantai SCM selalu dimulai dengan adanya suatu rencana yang telah disusun dengan matang. Rencana ini akan memberikan stimulasi kepada suplier sebagai penghasil bahan baku mentah untuk memberikan respon sesuai dengan yang telah direncanakan. Respon dari suplier tersebut akan berdampak bagi pabrik pengolahan sebagai stakeholder yang berperan dalam mengolah bahan baku dari suplier menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Gudang penyimpanan dan bagian distribusi akan mengirimkan produk-produk hasil pengolahan kepada konsumen sebagai pembeli akhir (Farris and Hutchison 2002). Rantai supply chain management dapat dilihat pada gambar 6.
20
Gambar 6. Rantai supply chain management (RSPO Supply Chain 2002) SCM melakukan pendekatan yang berintergrasi secara efisien antara suplier, pengolah, gudang penyimpanan, pusat distribusi, hingga konsumen yang dimana terdapat aliran material, aliran informasi, dan aliran dana. Pendekatan ini akan menghasilkan produk yang didistribusikan dengan jumlah yang tepat, tempat tujuan yang tepat, dan waktu yang tepat. Sistem ini secara umum akan meminimalkan pengeluaran dengan tingkat pelayanan yang memuaskan. Kunci agar SCM efektif antara lain: informasi yang tepat, komunikasi yang lancar, adanya sikap saling mendukung, dan saling percaya. Elemen rangkaian persediaan terdiri atas tiga aspek yaitu aspek strategi, aspek taktika, dan aspek operasional. Aspek strategi merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu tahunan. Aspek ini berfokus pada penambahan sumber pendapatan perusahaan. Aspek taktikal merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu bulanan. Aspek ini merancang bentuk produksi dan distribusi yang akan membantu sumber alokasi. Aspek operasional merupakan bentuk rangkaian persediaan dalam jangka waktu mingguan atau harian. Aspek ini berfokus pada rancangan jadwal pengiriman produk (Chopra dan Meindl 2001) Penyusunan SCM tidaklah mudah karena adanya ketidaktentuan yang saling berkaitan pada setiap rangkaian persediaan seperti waktu perjalanan, rusaknya mesin dan kendaraan, cuaca yang tidak mendukung, perang, kebijakan politik, kondisi tenaga kerja, dan isu-isu yang sedang berkembang. Kompleksitas dari masalah-masalah tersebut dapat terjadi secara bersamaan yang akan mempersulit pelaksanaan SCM yang baik. Namun bila dapat dikendalikan dengan baik, sistem ini akan meminimalkan pengeluaran internal, mengurangi ketidaktentuan, dan membantu dalam memprediksi ketidaktentuan lainnya. Pentingnya sistem SCM antara lain dapat membantu perusahaan dalam menentukan ketidaktentuan lingkungan dengan menyelaraskan antara permintaan dan persediaan. Sistem ini akan memperpendek alur produk dengan menghasilkan produk dengan bantuan teknologi tinggi karena kecilnya kesempatan dalam mengakumulasikan data-data permintaan konsumen dan semakin banyaknya produk yang berkompetisi sehingga menyulitkan perusahaan untuk memprediksi permintaan. Pertumbuhan teknologi seperti internet akan meningkatkan peran rangkaian persediaan sebagai suatu rantai yang berkaitan.
21