Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur Burhanuddin Abdullah
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur Senior
Maulana Ibrahim
Deputi Gubernur
Maman H. Soemantri
Deputi Gubernur
Bun Bunan E.J. Hutapea
Deputi Gubernur
Aslim Tadjuddin
Deputi Gubernur
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
1
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter ................................................ 3 II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ................................. 4 Inflasi .......................................................................................... 5 Nilai Tukar Rupiah ........................................................................ 7 Kebijakan Moneter ...................................................................... 9 Strategi Kebijakan .................................................................. 9 Suku Bunga .......................................................................... 10 Dana, Kredit, dan Uang Beredar ........................................... 12 Pasar Modal ......................................................................... 13 Kondisi Perbankan ................................................................ 14 III. Respon Kebijakan Moneter ................................................... 15
2
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 7 Maret 2006, Bank Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan arah kebijakan moneter ketat (tight biased). Keputusan tersebut merupakan cerminan komitmen BI dalam mengendalikan tekanan inflasi ke depan yang diperkirakan masih relatif tinggi. Terkait dengan itu, Bank Indonesia memutuskan tidak mengubah BI Rate yang berlaku saat ini yaitu sebesar 12,75% 12,75%.ΩKeputusan tersebut juga sudah mempertimbangkan perkembangan terkini dan prospek ekonomi moneter ke depan serta memperhatikan upaya pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang dan guna memelihara momentum pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Keputusan mempertahankan tingkat BI Rate diambil berdasarkan beberapa pertimbangan pokok. Pertama, mempertimbangkan bahwa tekanan inflasi kedepan masih tinggi dan dalam rangka menjaga konsistensi kebijakan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap prospek kestabilan makroekonomi. Kedua, untuk tetap memberikan sinyal yang kuat kepada masyakarat akan komitmen BI dalam mengarahkan kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi sehingga dapat mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar sesuai dengan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Penjelasan rinci mengenai evaluasi inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter terkini disajikan dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) bulan Maret 2006 ini. Kondisi suku bunga BI Rate yang berlaku saat ini dipandang masih dapat mendukung kelangsungan proses pemulihan ekonomi. Selain itu, tingkat BI Rate tersebut juga dinilai masih dapat menjaga kestabilan kondisi pasar keuangan dan tetap mencerminkan tingkat suku bunga riil yang wajar serta masih mampu menjaga keberlangsungan pertumbuhanan ekonomi dalam jangka panjang. Asesmen menyeluruh dan prakiraan perekonomian Indonesia untuk periode 2 (dua) tahun ke depan telah dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2006 yang hasilnya telah dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan IV-2005. Dalam laporan tersebut disampaikan bahwa secara umum perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2005 masih mengalami perlambatan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan semula, meskipun demikian secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi selama 2005 lebih tinggi
3
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
dibandingkan tahun 2004. Menurunnya daya beli riil masyarakat akibat inflasi yang melonjak tinggi menyebabkan pertumbuhan konsumsi melambat. Investasi juga tumbuh lebih lambat seiring dengan melemahnya konsumsi, meningkatnya biaya produksi, dan belum tuntasnya berbagai peraturan di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur.
II. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER Secara umum, kondisi kestabilan makroekonomi hingga Februari 2006 masih terjaga, meskipun masih terdapat beberapa faktor risiko yang perlu dicermati. Kestabilan makroekonomi tersebut tercermin dari kondisi positif yang terjadi pada nilai tukar dan inflasi. Pada bulan Februari, nilai tukar rupiah kembali terus menguat dan diikuti dengan tingkat volatilitas yang menurun. Rupiah menguat cukup signifikan sebesar 2,3% dibandingkan bulan Januari 2006 sehingga rata-rata menjadi Rp9.256 per dolar AS. Sementara itu, inflasi Februari 2006 juga menunjukkan perkembangan yang positif, yaitu mencapai 0,58% (m-t-m) atau menurun dibandingkan dengan Januari 2006, sebesar 1,36% (m-t-m). Meskipun situasi makroekonomi relatif terkendali namun masih terdapat beberapa faktor risiko, baik dari sisi internal maupun eksternal, yang perlu dicermati dicermati. Beberapa faktor risiko tersebut perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan gangguan pada stabilitas makroekonomi. Dari sisi internal, beberapa hal beberapa hal yang berpotensi memberikan tekanan pada inflasi yang berasal dari antara lain masih tingginya ekses likuiditas, rencana kenaikan beberapa administered prices, dan adanya tekanan inflasi volatile food akibat masih besarnya gangguan pasokan dan distribusi sebagai akibat bencana alam di beberapa tempat. Dari sisi eksternal, harga minyak dunia yang tinggi masih menjadi faktor yang patut mendapat perhatian disamping faktor berlanjutnya siklus pengetatan moneter di AS yang kemungkinan lebih lama dari yang diperkirakan. Walaupun masih terdapat beberapa faktor risiko, kebijakan investasi yang diumumkan Pemerintah beberapa waktu yang lalu diharapkan dapat memberikan dampak positif yang besar bagi perekonomian. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Bank Indonesia tetap melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat.
4
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Sehubungan dengan asesmen kondisi makroekonomi tersebut, Rapat Dewan Gubernur memutuskan dan mempertahankan BI Rate pada level 12,75%. Keputusan untuk mempertahankan arah kebijakan moneter ketat (tight biased) tersebut dipandang masih perlu dipertahankan untuk tetap memberikan sinyal yang kuat terhadap komitmen Bank Indonesia dalam mengendalikan tingginya tekanan inflasi. Sinyal kebijakan melalui suku bunga instrumen moneter (BI Rate) secara bertahap mulai ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai jalur, meskipun dengan skala yang bervariasi. Di pasar uang, stabilnya BI Rate diikuti dengan stabilnya suku bunga perbankan. Di pasar saham, BI Rate berkontribusi pada terbatasnya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kendatipun faktor sentimen dan mikro emiten cukup berperan dalam menahan tekanan lebih jauh terhadap pergerakan indeks tersebut. Di pasar utang, tekanan penjualan (redemption) pada industri reksa dana mulai mereda seiring dengan tingginya minat (net subscription) pada reksa dana-pendapatan tetap. Di sisi lain, likuiditas perekonomian yang tercermin pada perkembangan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan arti luas (M2) masih mengalami perkembangan yang normal.
Inflasi Inflasi IHK pada bulan Februari 2006 mencapai 0,58% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi IHK pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,36% (mtm). Namun demikian, secara tahunan inflasi IHK mengalami sedikit peningkatan menjadi sekitar 17,92% (yoy)1 dari 17,03% (yoy) di bulan Januari (Grafik 2.1). Berdasarkan kelompoknya, penyumbang terbesar inflasi adalah kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Kenaikan inflasi bahan makanan terutama didorong oleh kenaikan harga beras, tomat sayur, dan bawang merah yang masingmasing memberikan sumbangan sebesar 0,39%, 0,03% dan 0,02%. Sementara itu, inflasi di kelompok perumahan terutama didorong oleh kenaikan tarif sewa rumah dan tarif kontrak rumah yang memberikan sumbangan sebesar 0,06% dan 0,03%. Inflasi administered price pada bulan Februari sedikit meningkat menjadi sebesar 0,09% (mtm) dibandingkan dengan bulan Januari sebesar 0,06% (mtm). Meskipun secara bulanan meningkat namun apabila dibandingkan
1 Bulan Februari tahun 2005 terjadi deflasi 0,17%(mtm)
5
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
secara tahunan, inflasi administered turun menjadi 39,81%(yoy) dari 40,22% (yoy) pada bulan sebelumnya. Peningkatan inflasi administered (m-t-m) ini sehubungan dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah pada bulan Februari ini. Kebijakan pemerintah tersebut meliputi kenaikan tarif PAM2 , kenaikan bensin Pertamax dan Pertamax Plus sekitar 5% yang pencatatannya masuk ke dalam harga bensin premium (administered price). Selain itu, pada bulan Februari ini terdapat beberapa kenaikan administered prices yang tidak berpengaruh langsung terhadap IHK namun semakin mendorong peningkatan biaya produksi, kenaikan ini antara lain berupa kenaikan Harga BBM nonsubsidi untuk keperluan industri maupun transportasi yang naik rata-rata 5%, kenaikan harga bahan bakar gas (BBG) sebesar 93,5%3 per 1 Februari 2006 maupun kenaikan tarif listrik sebesar 180% untuk industri dan pelanggan besar dengan pemakaian di atas 3 KVA4 . Di samping itu, tarif listrik industri untuk Jawa Barat dan Banten juga telah mengalami kenaikan dari Rp.300,-/kwh menjadi Rp.1380,-/kwh. Inflasi volatile food selama bulan Februari tercatat sebesar 1,21%(mtm) menurun bila dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 5,59% (mtm). Meskipun demikian secara tahunan inflasi volatile food tetap meningkat menjadi sebesar 20,98%(yoy) dari yang semula 17,53% (yoy)5 . Masih cukup tingginya inflasi volatile food ini disebabkan antara lain oleh kenaikan harga beras akibat belum masuknya masa panen beras dan gangguan pasokan. Untuk mengurangi tekanan harga beras tersebut Pemerintah telah melakukan Operasi Pasar (OP) dan menurunkan harga eceran beras OP sebesar Rp 200,- lebih rendah dari harga pasar (walau masih diatas HPP sebesar Rp3.550,-/kg), meskipun hasilnya masih sangat terbatas. Selain disebabkan oleh kenaikan harga beras, masih tingginya inflasi volatile food juga didorong oleh meningkatnya harga sayur mayur antara lain tomat sayur dan bawang merah.
(%) y-o-y 25 23 21 19 17 15 13 11 9 7 5 3 1
(%) y-o-y 43
IHK Inti (exclusion) Volatile Food Administered (kanan)
38 33 28 23 18 13 8 3 -2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2004
2005
2006
Grafik 2.1. Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
%, yoy
%, yoy
-15
Memasuki bulan kedua 2006, perkembangan inflasi inti terlihat relatif stabil. Pada bulan Februari, inflasi inti tercatat sebesar 0,63% atau relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,72%. Meskipun relatif stabil namun secara tahunan tingkat inflasi inti masih cukup tinggi yaitu sebesar 10,20% (yoy). Masih tingginya tingkat inflasi inti tersebut antara lain terkait dengan ekspektasi inflasi yang masih
12 -10 Depresiasi
8
0
6
5
4
10
Apresiasi
3 5
7 9 11 1
2003
6
Kenaikan tercatat sebesar 0,39% (mtm) naik dari Rp1.550,-/l menjadi Rp3.000,-/l Tarif yang semula Rp.493/kwh naik menjadi Rp.1380/kwh (naik 180%). Inflasi volatile food bulan Februari 2005 mengalami deflasi 1,68%(mtm).
2
15 1
2 3 4 5
10
-5
3 5
7
9 11 1 3
2004
Depresiasi / Apresiasi Rp/USD (LHS)
Grafik 2.2. Inflasi Komoditi Impor
5 7
2005
9 11 1
2006
Inflasi Barang Impor
0
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Indeks
yoy(%) 19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 -1
210 190 170 150 130 Ekspektasi harga 6 bl ke depan
110
IHK (yoy)
Survei Konsumen - BI
90 4
6
8 10 12 2
2003
4
6
8 10 12 2
2004
4
6
8 10 12 2
2005
2006
berada pada level yang tinggi. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan dan penawaran maupun dari sisi eksternal masih minimal. Minimalnya tekanan dari sisi eksternal terkait dengan menguatnya nilai tukar sejak pertengahan triwulan IV-2005 (Gambar 2.1 dan 2.2). Dalam perkembangan terakhir, ekspektasi inflasi baik dari sisi konsumen dan pedagang sudah cenderung membaik dan relatif stabil meskipun masih berada pada level yang tinggi. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) dan Survei Konsumen yang memberikan gambaran cukup stabilnya ekspektasi inflasi tersebut (Grafik 2.3 dan 2.4).
Grafik 2.3. Ekspektasi Inflasi Konsumen
Nilai Tukar Rupiah Indeks
%(yoy)
200
4
12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi inflasi 1 bln yad) 12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 3 bln yad) 12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 6 bln yad) 12 per. Mov. Avg. (Inflasi Administered Prices (RHS))
180
3
160
2
140 1
120
0
100 80
-1
11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2000
2001
2002
2003
2004
2005 2006
Grafik 2.4. Ekspektasi Inflasi Pedagang
Rp/USD 10.500 Rata-rata Nilai tukar 1 bulan
10.000 9.500 9.000 8.500 8.000
Rata-rata harian selama 1 triwulan
10218 10003 10085
9810 9558 9631 9480 9392 9377 9254 9234 9252 9185 9028 9049 9022 9201 9099
9852 10042 9479 9256
8580 8431 8617 8387 Jan Mar Mei
Jul
2004
Sep Nov
Jan
Mar Mei Jul
2005
Grafik 2.5. Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
Pada bulan Februari, nilai tukar rupiah terus menunjukkan kecenderungan menguat dan diiringi dengan volatilitas yang menurun. Rupiah menguat cukup signifikan sebesar 2,3% dibandingkan bulan Januari 2006 sehingga rata-rata menjadi Rp9.256 per dolar AS (Grafik 2.5). Secara point to point, Rupiah di akhir bulan Februari di tutup di level Rp9.185/USD atau terapresiasi 1,9% dibandingkan posisi yang sama pada bulan sebelumnya. Penguatan nilai tukar tersebut ternyata diikuti pula dengan adanya penurunan pada volatilitas rupiah. Pada bulan Februari, volatilitas rupiah menurun menjadi 1,03%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 2,05% (Grafik 2.6). Secara fundamental, penguatan rupiah tersebut ditopang oleh kinerja neraca pembayaran (NP) yang semakin membaik. Pada triwulan I-2006 neraca pembayaran secara keseluruhan diperkirakan akan mencatat surplus sebagai akibat dari surplus pada kinerja transaksi berjalan dan necara modal. Untuk transaksi berjalan, surplus tersebut utamanya diakibatkan oleh menurunnya impor minyak sebagai penurunan konsumsi BBM dan mulai stabilnya harga minyak (volume & price effect). Penurunan impor tersebut pada akhirnya berdampak pada menurunnya permintaan valas. Sementara itu, neraca modal (khususnya private financial account) masih tetap mengalami surplus sejalan berlanjutnya aliran masuk modal ke investasi portofolio, yang menjadi penopang pasokan valas sejak triwulan IV-2005.
Sep Nov Jan
2006
Dari sisi perkembangan mata uang internasional, penguatan nilai rupiah sejalan dengan penguatan mata uang beberapa negara di Asia namun berbeda arah terhadap beberapa mata uang kuat seperti yen dan euro
7
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
(Gambar 2.7). Di kawasan Asia, penguatan nilai tukar mata regional Asia terhadap US Dolar disebabkan oleh beberapa faktor utama yaitu, masih relatif tingginya imbal beli dari mata uang regional tersebut terhadap US dolar dan masih tingginya aliran modal jangka pendek ke pasar finansial domestik (push factors). Masuknya aliran modal global ke ke pasar keuangan regional Asia tersebut juga ditopang oleh ekspektasi positif atas pertumbuhan ekonomi kawasan Asia, sehingga mendorong penguatan mata uang beberapa negara Asia terhadap US dollar. Namun di sisi yang lain, beberapa mata uang kuat dunia seperti yen dan euro masih ternyata melemah terhadap US dolar sebagai akibat masih berlanjutnya ekspektasi kenaikan suku bunga Fedres sehingga semakin memperlebar spread imbal hasil mata uang yen dan euro terhadap US dolar. Dari sisi domestik, penguatan rupiah tersebut juga terkait oleh masih cukup rupiah. Di pasar uang, suku bunga tingginya imbal hasil penanaman dalam rupiah nominal yang mencapai level dua digit menjadikan posisi uncovered interest rate differential mencapai 8,5%, jauh lebih tinggi dibanding negara regional lainnya (Grafik 2.10). Sementara itu, risiko penanaman dalam rupiah juga mengalami perbaikan seiring dari semakin terpeliharanya kesinambungan fiskal serta kestabilan nilai tukar (currency risk rendah).6 Penurunan risiko tersebut tercermin dari perbedaan yield tenor pendek 1 bulan dengan tenor 5 tahun yang cenderung menyempit bahkan telah negatif. Selain itu, beberapa indikator risiko seperti premi swap berbagai tenor menurun hingga mendekati 8% dan country risk seperti tercermin dari yield spread juga menyempit mendekati 200 bps (Gambar 2.8 dan 2.9). Membaiknya indikator risiko tersebut juga didukung pula oleh hasil penilaian lembaga rating internasional Standards & Poor»s (S&P). Dalam bulan ini, lembaga pemeringkat S&P memperbaiki outlook atas sovereign credit rating long-term debt dalam valas dari pemerintah Indonesia dari stabil menjadi positif. Perbaikan rating tersebut didasarkan atas membaiknya iklim politik, kestabilan makroekonomi dan manajemen fiskal, sejalan dengan semakin baiknya koordinasi kebijakan moneter dan fiskal. Penguatan rupiah terutama disebabkan oleh masih berlanjutnya aliran modal masuk di tengah stabilnya permintaan valas korporasi. Berlanjutnya aliran masuk dana asing ini tercermin dari transaksi spot bank domestik dengan pihak asing yang secara kumulatif mencatatkan posisi net beli valas. Meskipun demikian, pada pekan ketiga Februari 2006, aliran modal
Persen 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1.5 1,0 0,5 0,0
Volatilitas harian Rata-rata Volatilitas Bulanan 2.97 2.13
2.05 1.03
Jan Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan
Mar
2004
Mei
Jul
Sep
2006
Grafik 2.6. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Indeks 108.0 106.0 104.0 102.0 100.0 98.0 96.0 94.0 92.0 90.0 88.0 86.0 84.0
Apresiasi Depresiasi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
2005
2005
JPY Curncy
KRW Curncy
THB Curncy
PHP Curncy
IDR Curncy
EUR Curncy
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar di Beberapa Negara
Persen (%) 16,0 14,0
Premi 1 M Premi 6 M
Premi 3 M Premi 12 M
12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0
Jan Mar Mei Jul
2004
Sep Nov Jan Mar Mei Jul
2005
Sumber : Reuters (diolah)
6 Di bulan ini, UBS dan Forecast merevisi naik atas perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia masing-masing 5,3% dari sebelumnya 4,3% dan 5,2% dari sebelumnya 4,6%.
8
Nov Jan
2005
Grafik 2.8. Perkembangan Premi Swap
Sep Nov Jan
2006
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Rp/USD
Persen
11.000
4,0
10.500
3,5
10.000
3,0
9.500
2,5
9.000
2,0
8.500
1,5 IDR/USD
8.000
Yield Spread
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
2005
1,0
masuk tersebut sedikit tertahan akibat kuatnya ekspektasi kenaikan suku bunga Fedres oleh investor sehingga mendorong mereka untuk melakukan penarikan dana (profit taking) terutama dari pasar saham Asia termasuk Indonesia. Seperti dengan pola sebelumnya, dana tersebut masih ditempatkan dalam bentuk investasi portofolio baik di pasar uang maupun pasar modal. Di tengah masih berlangsungnya pasokan, permintaan valas dari pelaku domestik sedikit menurun dibanding beberapa bulan sebelumnya.
2006
Grafik 2.9. Yield Spread dan Kurs
Kebijakan Moneter
Strategi Kebijakan
Persen 12.0 Indonesia Philipina Malaysia
10.0 8.0
Thailand Korea Singapura
6.0 4.0 2.0 0.0 -2.0 Australia
-4.0
Feb Apr Jun Ags
2004
Okt Des Feb
New Zealand Apr Jun
Ags Okt Des Feb
2005
Grafik 2.10. Perbandingan Uncovered Interest
Dengan memperhatikan kondisi makroekonomi sampai dengan bulan Februari 2006, kebijakan moneter cenderung ketat (tight biased) tetap dilanjutkan. Kebijakan tersebut diambil sebagai upaya pengendalian inflasi jangka menengah panjang dan guna memelihara momentum pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sehubungan dengan itu, RDG Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 12,75% 12,75%. Terlebih tekanan inflasi ke depan masih tetap tinggi terkait dengan masih tingginya ekspektasi inflasi kedepan. Selain itu, masih terdapat beberapa risiko (internal dan eksternal) yang dapat memberikan tekanan terhadap kestabilan makroekonomi. Dari sisi internal, terdapat beberapa hal yang berpotensi memberikan gangguan antara lain ekses likuiditas di pasar uang yang cukup besar, rasio non performing loan (NPL) perbankan yang relatif masih tinggi dan tingkat undisbursed loan perbankan yang cukup besar, serta rencana kenaikan beberapa administered prices yang belum dipastikan besaran maupun waktu penetapannya. Dari sisi eksternal, harga minyak dunia yang tinggi dan masih berfluktuasi menjadi faktor yang patut mendapat perhatian. Dalam implementasinya, stance kebijakan moneter ini ditempuh dengan dibarengi upaya pengelolaan likuiditas secara lebih optimal. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia dari waktu ke waktu akan melakukan asesmen perkembangan dan prospek perekonomian sehingga, apabila diperlukan, melakukan penyesuaian BI Rate pada RDG bulan-balan berikutnya.
2006
Bank Indonesia juga memberlakukan secara efektif kebijakan-kebijakan di bidang nilai tukar. Kebijakan ini meliputi; (1) Pelarangan margin trading
9
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
rupiah terhadap semua valas, (2) Pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari, (3) Penyediaan fasilitas swap untuk kepentingan investor dalam rangka lindung nilai (hedging) risiko nilai tukar untuk jangka waktu 3 s.d. 6 bulan dengan kemungkinan diperpanjang, (4) Penyempurnaan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) yaitu mencabut ketentuan kewajiban memelihara PDN antar valuta asing, mewajibkan bank untuk memelihara PDN sepanjang hari dan mengenakan sanksi denda dan administratif bagi pelanggaran ketentuan PDN, dan (5) Pembatasan transaksi rupiah antara bank dengan pihak nonresiden. Sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah kebijakan moneter di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan stabilisasi makroekonomi secara keseluruhan. Sebagaimana dijelaskan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan IV-2005, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari perkiraan semula di tengah adanya gangguan keseimbangan internal dan eksternal. Untuk itu, sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah perlu segera ditempuh guna mempercepat pembalikan siklus ekonomi atau mengurangi akselerasi perlambatan pertumbuhan. Demikian pula, upaya mendorong perekonomian menuju keseimbangan internal dan eksternal perlu diprioritaskan dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih konsisten. Baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal perlu terus diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Sejumlah perbaikan yang perlu diprioritaskan adalah penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif kondusif. Pilihan ini utamanya ditujukan untuk memperbaiki persepsi investor asing akan prospek ekonomi Indonesia. Selain itu, peningkatan daya saing ekspor juga menjadi prioritas, mengingat kinerja ekspor saat ini lebih didorong oleh faktor harga dan belum ditopang penuh oleh peningkatan kapasitas produksi.
Suku Bunga Stance kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight biased) sebagaimana tercermin dari tidak berubahnya suku bunga BI Rate, diperkuat pula dengan relatif stabilnya beberapa indikator suku bunga instrumen moneter. Pada akhir Februari, suku bunga hasil lelang untuk SBI
10
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
1 bulan dan 3 bulan relatif stabil dimana untuk SBI 1 bulan suku bunganya hanya turun 1 basis point menjadi 12,74% sedangkan suku bunga SBI 3 bulan tetap dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 12,92%. Sementara itu, suku bunga penjaminan untuk deposito 1 bulan dan 3 bulan turun sebesar 25 basis points menjadi sebesar 12,75% dan 12,8%. Namun demikian suku bunga penjaminan tersebut, khususnya untuk SBI 1 bulan, masih sama dengan BI Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Gambar 2.11).
Persen 21 19 17 15 13 11 9 7 5 3
1
3
5
7
9
11
1
3
5
7
2004 BI Rate* Depo 1 bl
9
11
2005 KMK KI
1
2006
Penjaminan Depo 1 bl KK
Grafik 2.11. Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Secara umum, tidak berubahnya BI Rate juga diikuti oleh relatif stabilnya suku bunga pasar uang. Selama bulan Februari, BI Rate yang tidak berubah telah direspon dengan stabilnya suku bunga pasar uang seperti tercermin pada relatif stabilnya suku bunga JIBOR 1 bulan yang hanya turun sebesar 12 basis point menjadi 13,15% dibandingkan bulan sebelumnya. Di pasar uang antar bank, suku bunga PUAB pagi dan sore mengalami sedikit peningkatan dimana PUAB pagi dan sore meningkat masing-masing menjadi 10,1% dan 9,3% dari 9,3% dan 8,8% pada bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut sebagai akibat dari ketatnya likuiditas yang terjadi di pasar uang terkait dengan kewajiban setoran pajak yang lebih tinggi dari perkiraan semula serta setelmen SBI dan SUN. Meskipun demikian kondisi pasar relatif terkendali sebagaimana terlihat dari volatilitas PUAB terutama pada sesi pagi dimana volatilitasnya menurun dari 1,5% pada bulan sebelumnya menjadi 1,4% pada bulan ini. Demikian pula, respon suku bunga simpanan relatif stabil stabil.. Penetapan BI Rate di level 12,75% telah diikuti pula dengan relatif stabilnya suku bunga deposito. Pada bulan Februari, rata-rata suku bunga deposito 1 bulan counter rate relatif tidak mengalami perubahan yaitu 10,4%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 10,3%. Sementara itu, secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito Rupiah 1 bulan pada akhir Januari juga relatif stabil dimana tercatat sebesar 12,0% atau tidak berubah dari posisi akhir Desember 2005 (Gambar 2.11).
(%, y-o-y) 40 30 20 10 (10)
Total DPK Tabungan
Giro Deposito
(20) Jan
Mar Mei
Jul
Sep Nov Jan
Mar Mei
sumber: DPNP
Grafik 2.12. Perkembangan Dana
Jul
Sep Nov
Jan
Stabilnya suku bunga dana juga diikuti oleh cukup stabilnya suku bunga kredit. Pada Februari, base lending rate (BLR) cenderung stabil, kendatipun secara weighted average semua jenis kredit pada Januari mengalami peningkatan secara terbatas. Secara weighted average, suku bunga kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) tercatat masing-masing mencapai 16,32%, 15,81%, dan 17,08%,
11
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
atau masing-masing meningkat 9 bps, 15 bps dan 25 bps dari akhir bulan sebelumnya. Dengan perkembangan suku bunga dana dan kredit yang demikian, selisih suku bunga di antara keduanya masih cenderung menipis (Gambar 2.11).
Dana, Kredit, dan Uang Beredar Stabilnya BI Rate direspon oleh kenaikan mobilisasi dana masyarakat dan kredit. Meskipun BI Rate masih tetap di level melambatnya pertumbuhan kredit 12,75% namun suku bunga tersebut masih dianggap menarik oleh masyarakat sebagaimana tercermin dari tetap positifnya pertumbuhan deposito pada bulan Januari 2006. Pada bulan tersebut, dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan sebesar 17,5%, sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya (17,1%) (Gambar 2.12). Sementara itu, pada periode yang sama kredit perbankan mengalami pertumbuhan sekitar 20,9% (y-oy), melambat dari bulan sebelumnya (22,7%), maupun dari periode yang sama tahun sebelumnya (24,4%). Perlambatan tersebut terjadi pada seluruh jenis kredit pada seluruh sektor ekonomi. Secara year to date, pertumbuhan kredit mengalami penurunan dan tumbuh negatif, sebagaimana pola musimannya di awal tahun (Tabel 1).
Tabel 2.1 Perkembangan Kredit Perbankan Perkembangan (triliun Rp) Keterangan
2001 2002
2003
2004
Pangsa
Pertumbuhan (y-t-d)
2005 2006* 2002 2003 2004 2005 2006* 2001 2002 2003
2004 2005 2006*
OUTSTANDING KREDIT - Kredit Modal Kerja 181,63 206,65 231,25 289,67 354,56 342,27 13,77
11,91
25,26 22,40
- Kredit Investasi
75,84
84,42
94,46 118,72 134,40 132,38 11,32
11,89
25,68 13,20
(1,51) 21,1% 20,6% 19,8% 20,0% 18,4% 18,5%
- Kredit Konsumsi
58,59
79,99 109,39 151,08 206,69 204,24 36,52
36,75
38,12 36,81
(1,19) 16,3% 19,5% 22,9% 25,4% 28,3% 28,6%
- Kredit channeling
42,58
39,23
Total
42,09
35,59
34,52
35,33 (7,87)
358,64 410,29 477,19 595,06 730,16 714,22 14,40
7,28 (15,43) (3,02) 16,31
24,70 22,70
*Januari
Pada akhir Januari, uang beredar dalam arti sempit (M1) dan arti luas (M2) mengalami perkembangan yang positif positif. Secara nominal, laju pertumbuhan tahunan M1 dan M2 pada bulan laporan tercatat masing-masing mencapai 13,4% dan 17,2%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya (M1
12
(3,47) 50,6% 50,4% 48,5% 48,7% 48,6% 47,9%
2,36 11,9%
9,6%
8,8%
6,0%
4,7% 4,9%
(2,18) 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%100,0%
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Persen 8
2,40
6
2,30
4
2,20
2 0
2,10
-2
2,00
-4
1,90
-6 -8
PDB
M2 Riil
Velocity
1,80 1,70
-10 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4*
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.13. Perkembangan Likuiditas Perekonomian
IHSG
SBI/BI Rate (%)
1.300
14
1.250
13
1.200
12
1.150
11
1.100
10
1.050
9
1.000
8 IHSG BI Rate
950 900
7 6
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
2005
Feb
2006
Sumber: CEIC
Grafik 2.14. IHSG dan BI Rate
Net Foreign (Miliar Rp)
IHSG
1.500
1300 IHSG
1.250
1250
1.000
1200
750
1150
500
1100
250
1050
0
1000 Net Foreign
-250 -500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb
2005
950 900
tumbuh 11,1%, M2 tumbuh 16,42%). Kendatipun pertumbuhan nominal M2 tersebut jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, secara riil7 masih tumbuh jauh lebih rendah dari sebelum krisis8 . Sementara itu, penciptaan uang (money multiplier) M2 relatif stabil dengan kecenderungan melambat. Kondisi tersebut antara lain bersumber dari masih tingginya keinginan masyarakat terhadap uang kartal sebagaimana tercermin pada cenderung meningkatnya rasio uang kartal terhadap DPK (Gambar 2.13).9 Hal ini berimplikasi pada berlanjutnya kecenderungan peningkatan perputaran uang (velocity) untuk memfasilitasi kegiatan perekonomian. Kondisi yang demikian mengisyaratkan cukup besarnya peran sektor ekonomi dari usaha kecil yang banyak menggunakan uang kartal di dalam perekonomian.
Pasar Modal Di tengah stabilnya BI Rate, aktivitas perdagangan saham dan indeks menunjukkan sedikit penurunan penurunan. Setelah pada bulan-bulan sebelumnya kegiatan pasar saham menunjukkan perkembangan yang cukup pesat seiring dengan cukup tingginya arus dana asing yang masuk ke sektor keuangan, pasar saham pada bulan Februari sedikit melambat akibat adanya sentimen negatif berupa ketidakpastian kenaikan TDL yang akan dilakukan Pemerintah. Kendatipun demikian, penantian investor atas pengumuman kinerja keuangan emiten tahun 2005 diperkirakan ikut mempengaruhi pergerakan pasar saham ke arah positif. Secara point to point, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis sebesar 1,657 poin menjadi 1.230 (Gambar 2.14). Secara umum, pergerakan indeks komposit tersebut diikuti dengan arah yang sama oleh indeks sektoralnya, kecuali indeks sektor keuangan, perdagangan, dan industri lain-lain. Di sisi aktivitas pemodal, net beli asing tercatat rata-rata mencapai Rp34miliar dari sebelumnya sebesar Rp109 miliar. Ke depan pasar saham berpotensi tetap dalam kondisi bullish, antara lain untuk saham infrastruktur seiring dengan sentimen paket kebijakan infrastruktur. Aktivitas perdagangan Surat Utang Negara (SUN) selama bulan Februari tetap marak seiring dengan sinyal suku bunga BI Rate yang tetap. Seperti pada bulan sebelumnya,, ekspektasi investor terhadap arah kebijakan suku
2006
Sumber : BEJ
Grafik 2.15. IHSG dan Net Beli Asing
7 diperhitungkan dengan inflasi IHK 8 pada 1996 rata-rata pertumbuhan tahunan M2 riil mencapai 20,3% 9 Untuk simpanan valas menggunakan kurs tetap Rp9.500/USD.
13
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
bunga ke depan yang cenderung tetap diduga masih menjadi faktor pendorong aktivitas perdagangan SUN (Gambar 2.16). Kelompok nonresiden terlihat masih mencatatkan sebagai net beli terbesar dengan countery party kelompok perbankan. Penambahan posisi kepemilikan SUN oleh kelompok asing juga terlihat pada meningkatnya porsi asing pada instrumen SBI. Pada kelompok lain, perilaku pembelian SUN juga masih dilakukan oleh kelompok reksa dana dengan volume yang sangat kecil. Dengan perkembangan tersebut, permintaan yang cukup besar dari dua kelompok investor secara gradual membentuk harga yang kembali mendekati harga par dan pada gilirannya menggeser posisi yield curve ke arah bawah (Grafik 2.17).
Vol (Rp t)
Frek 4.000
100,0 Vol
Frek
80,0
3.200
60,0
2.400
40,0
1.600
20,0
800
0,0
0 Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
2005
Jan
2006
Grafik 2.16. Aktivitas Perdagangan SUN
Kondisi Perbankan Dari sisi perbankan, kinerja perbankan sampai akhir Januari 2006 mengalami sedikit penurunan namun secara umum tetap baik karena masih pada level yang dapat ditoleransi dan perbankan masih dapat mengatasi risiko usaha yang dihadapinya dihadapinya. Walaupun mengalami penurunan sebagaimana telah diperkirakan sebelumnya sebagai faktor musiman di awal tahun (January effect), pangsa kredit kepada UMKM pada Januari 2006 justru meningkat dari 51% menjadi 51,9%.Ω Kenaikan pangsa dan posisi kredit UMKM ini diperkirakan akan berlanjut seiring dengan berbagai pelonggaran yang diberikan Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Paket Kebijakan Perbankan Januari 2006.
Persen 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7
FR020 FR5 Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
2005
FR2 BI Rate Jan
Feb
2006
Grafik 2.17. BI Rate dan Yield SUN
Tabel 2.2 Kondisi Umum Perbankan 2004
Indikator Utama
14
Des
Total Aset DPK Kredit
(T Rp) (T Rp) (T Rp)
LDR NPLs Gross NPLs Net CAR NIM
(%) (%) (%) (%) (%)
2005 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
2006
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
1.272,3 1.258,4 1.262,6 1.280,6 1.312,8 1.324,7 1.344,6 1.353,2 1.346,6 1.418,6 1.420,3 1.428,1 1.469,8 1.465,6 963,1 950,1 948,8 959,3 978,6 986,7 1.011,0 1.016,0 1.046,8 1.077,5 1.071,1 1.091,3 1.127,9 1.116,2 595,1 590,7 601,8 617,8 629,7 650,8 664,3 677,6 702,2 715,3 719,9 722,4 730,2 714,2 50,0 5,8 1,7 19,4 0,6
49,5 5,9 1,7 22,3 0,5
50,5 6,0 1,7 22,0 0,5
51,3 5,6 1,9 21,7 0,5
51,3 5,7 1,8 21,2 0,5
52,9 7,3 3,6 20,0 0,5
53,1 7,9 3,7 19,5 0,5
53,9 8,5 4,5 19,4 0,5
54,5 8,9 5,0 18,9 0,5
54,2 8,8 5,0 19,4 0,5
54,8 8,4 4,7 19,4 0,5
54,1 8,7 5,0 19,6 0,5
53,2 8,3 4,8 19,5 0,5
51,8 8,7 5,1 21,5 0,5
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
III. RESPON KEBIJAKAN MONETER Asesmen terkini terhadap perkembangan perekonomian selama bulan Februari 2006 menunjukkan bahwa stabilitas makroekonomi relatif terjaga meskipun masih terdapat faktor risiko yang perlu dicermati dicermati. Faktor risiko tersebut baik internal maupun eksternal berpotensi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan gangguan pada stabilitas makroekonomi. Dari sisi internal, beberapa hal yang tercatat berpotensi memberikan tekanan pada inflasi yang berasal dari antara lain masih tingginya ekses likuiditas, rencana kenaikan beberapa administered prices, dan adanya tekanan inflasi volatile food akibat masih besarnya gangguan pasokan dan distribusi sebagai akibat bencana alam di beberapa tempat.Ω Dari sisi eksternal, harga minyak dunia yang tinggi masih menjadi faktor yang patut mendapat perhatian disamping faktor berlanjutnya siklus pengetatan moneter di AS yang kemungkinan lebih lama dari yang diperkirakan. Walaupun masih terdapat beberapa faktor risiko, kebijakan investasi yang diumumkan Pemerintah beberapa waktu yang lalu diharapkan dapat memberikan dampak positif yang besar bagi perekonomian. Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 7 Maret 2006 memutuskan untuk tetap mempertahankan BI Rate 12,75%. Keputusan ini sejalan dengan langkah untuk memperkuat sebesar 12,75% stance kebijakan moneter cenderung ketat (tight biased) setelah mempertimbangkan asesmen terkini kondisi moneter serta upaya pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Posisi BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukung kelangsungan proses pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas di pasar keuangan. Secara operasional implementasi BI Rate dilakukan dengan instrumen OPT melalui lelang mingguan SBI tenor 1 (satu) bulan. Selanjutnya, dalam upaya mendukung pertumbuhan yang berkesinambungan, Dewan Gubernur mengidentifikasikan perlunya upaya berkelanjutan dalam mengorientasikan perekonomian Indonesia di dalam jangka panjang, baik di sektor riil maupun di sektor keuangan.Ω Di sektor riil, upaya untuk memperbaiki faktor-faktor fundamental baik iklim investasi, perpajakan dan lainnya perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak untuk segera direalisasikan. Dari sisi perbankan, upaya untuk meningkatkan fungsi intermediasi tidak cukup hanya dilakukan oleh otoritas moneter tetapi harus didukung juga oleh berbagai pihak.Ω Berkaitan dengan itu, Bank Indonesia dan Pemerintah akan melakukan koordinasi kebijakan untuk terus meningkatkan upaya-upaya yang menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan kepastian bagi dunia usaha.
15
Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2006
Indikator Terkini SEKTOR KEUANGAN
2006
2005 Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 1 bln 1) Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3)
8,49 8,45 7,22 7,03 7,80 1.182.301
9,51 8,54 7,55 7,19 7,98 1.050.090
10,00 9,25 9,16 8,51 10,78 1.079.275
11,00 12,09 10,43 9,38 10,40 1.066.224
12,25 12,83 11,46 10,72 10,71 1.096.641
12,75 12,83 11,98 11,75 11,35 1.162.635
12,75 12,92 12,01 12,23 11,49 1.232.320
12,74 12,92 11,66 1.230.664
BESARAN MONETER (miliar Rp) Base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah
193.796 266.868 109.772 157.096 1.088.375 821.507 663.157 380.356 282.801 158.350 930.025
195.008 274.841 109.126 165.715 1.115.874 841.033 662.728 378.547 284.181 178.305 937.569
224414 273.954 114.998 158.956 1.150.451 876.497 684.496 405.154 279.342 192.001 958.450
256.912 286.715 134.245 152.470 1.165.741 879.026 689.948 418.463 271.485 189.078 976.663
226108 276.729 114.130 162.599 1.168.267 891.538 699.594 428.140 271.454
239.781 281.905 124.316 157.589 1.203.215 921.310 732.364 452.522 279.842
232.691 281.412 114.318 167.094 1.190.834 909.422 725.378 452.894 272.484
229141 113.965 -
1.168.267
1.203.215
1.190.834
-
699.407 635.958
722.903 659.571
737.823 673.243
742.942 678.351
741.920 679.466
738.843 689.671
721.135 673.232
-
0,78 7,84
0,55 8,33
0,69 9,06
8,70 17,89
1,31 18,38
-0,04 17,11
1,36 17,03
0,58 17,92
9.819 5.488 4.331 21,99
10.240 5.270 4.306 21,02
10.310 5.650 4.071 20,22
10.090 6.141 4.266 22,58
10.065 5.253 3.598 23,29
9.830 6.149 4.615 24,83
9.395 5.981 3.873 24,95
9.230 25,71
Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum
HARGA Inflasi bulanan (%) y-y %
SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) Net International Reserve (juta USD)
INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (% yoy) Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor
2003
2004
Tw. IV
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
2 0 0 5*
3,71 4,03 11,41 -9,10 -1,51 -6,33
7,49 8,97 11,17 -33,65 10,52 9,80
11,89 10,98 9,01 -143,42 18,04 12,24
12,42 9,28 8,00 -1375,65 15,45 15,98
Transaksi Berjalan (juta USD) Gross Foreign Assets (million USD) Import Coverage (Months) 2) Transaksi Modal (juta USD) Aktiva Luar Negeri (gross) (juta USD)
16
* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 ** angka sangat sementara *** terdapat penyesuaian data karena adanya pemindahan kredit BBO, BTO dan kredit bermasalah ke AMU-BPPN r) revisi 1) minggu terakhir 2) rata2 tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
Tw. III 13,43 10,65 9,20 23,12 15,55 17,77
Tw. IV 19,19 15,22 16,85 -48,25 14,27 9,83