STUDI TINGKAH LAKU : KAJIAN PERILAKU MAKAN DAN MINUM AYAM KAMPUNG BERBASIS RISET MANAJEMEN ALAS KANDANG Mei Sulistyoningsih1), Dwi Sunarti, Edjeng Suprijatna, Isroli 2) 1)
2)
FPMIPA IKIP PGRI Semarang Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang Fakultas PeternakanUniversitas Diponegoro Kampus Tembalang, Semarang50275 - Indonesia e-mail :
[email protected] ABSTRAK
Domestikasi hewan pertanian dan sejenis tergantung pada pengertian terhadap tingkah laku hewan yang memungkinkan manusia untuk mengeksploitasi tingkah laku tersebut untuk kepentingan manusia. Animal welfare (kenyamanan hewan) adalah kondisi ternak yang dipelihara dalam lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan fisik dan fisiologis. Kenyamanan dan produktivitas adalah dua hal tidak terpisahkan. Produktivitas ternak merupakan implementasi dari pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh berbagai bahan alas kandang renggang terhadap perilaku makan dan minum pada ayam kampung. Penelitian dilakukan di kota Semarang, mewakili dataran rendah dengan suhu lingkungan sehari – hari relative panas. Materi pada penelitian ini adalah 108 ekor DOC ayam kampung yang dipelihara selama 5 minggu. Kandang pemeliharaan yang digunakan adalah kandang panggung. Kepadatan tiap kandang adalah 9 ekor untuk setiap unit percobaan. Setiap kandang dilengkapi dengan rangkaian lampu, thermostat, dan thermometer. Rancangan penelitian ini adalah split plot RAL untuk parameter pertambahan bobot badan, dan rancangan penelitian untuk behavior adalah Klasifikasi Satu Arah. Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), dilanjutkan dengan uji Duncan. Penelitian ini menggunakan perlakuan 3 jenis alas renggang, dengan 4 ulangan, yaitu : B1 = bilah bambu kecil ( lebar bilah bambu 1 cm, jarak antar bilah 1 cm) B2 = bilah bambu besar (lebar bilah bambu 2 cm, jarak antar bilah 1 cm) B3 = ram kawat pola segi empat dengan ukuran 1 cm Parameter penelitian ini adalah pertambahan bobot badan (PBB), tingkah laku minum dan makan. Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata pada PBB, berbeda sangat nyata pada perilaku makan (P<0,01), dan berbeda nyata pada perilaku minum(P<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah keuntungan produksi diperoleh manakala ayam dipelihara pada alas ram kawat, pada 5 minggu pertama kehidupannya. Kata Kunci : Ayam kampung, alas kandang, makan, minum 1
PENDAHULUAN Ahli ethologi secara tradisional telah melakukan studi observasi yang dirancang untuk memastikan pentingnya evolusi tingkah laku pada hewan. Ethologi kemudian berkembang pada konsep yang menekankan pemakaian prinsip ethologic pada bidang manajemen dan kesejahteraan spesies yang penting secara ekonomi, seperti unggas misalnya. Studi tingkah laku hewan dirancang sedemikian rupa, karena sedemikian kompleksnya penyebab dan ekspresi tingkah laku pada hewan. Domestikasi hewan pertanian dan sejenis tergantung pada pengertian terhadap tingfkah laku hewan yang memungkinkan manusia untuk mengeksploitasi tingkah laku tersebut untuk kepentingan manusia (Hale, 1969, dalam Mench, 1991). Hewan bertingkah laku dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungan, di mana faktor genetik dan lingkungan terlibat di dalamnya. Lingkungan sekitar mendorong hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan bahkan terjadi pula penyesuaian hereditas. Implikasinya, jenis atau spesies hewan mempengaruhi reaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Curtis, 1983). Animal Welfare Advissory Committee (1999) adalah sebuah komite penasihat uang peduli terhadap kenyamanan ternak. Komite berkeyakinan, bahwa kenyamanan yang baik tidak hanya menunjang produktivitas, tetapi juga memfasilitasi produktivitas, yang berarti memberi keuntungan ekonomis bagi dunia usaha peternakan. Peningkatan kualitas hidup unggas akan secara otomatis meningkatkan kualitas produk. Animal welfare (kenyamanan hewan) adalah kondisi ternak yang dipelihara dalam lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan fisik dan fisiologis. Kenyamanan dan produktivitas adalah dua hal tidak terpisahkan. Produktivitas
2
ternak
merupakan
implementasi
dari
pertumbuhan,
perkembangan,
dan
reproduksi. Salah satu hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam mewujudkan animal welfare adalah pembebasan unggas dari cekaman. Cekaman dapat disebabkan oleh suhu, kelembaban, cahaya, dan lainnya. Ciri utama daerah tropis adalah tingginya suhu dan angka persentase kelembaban, yang nyata merupakan factor cekaman bagi unggas. Cekaman dapat menurunkan produksi telur sampai 25 %, mortalisa di atas 10 %, bobot badan dan konversi ransum sulit dicapai sesuai dengan potensi genetiknya (Sunarti, 2004). Unggas yang tercekam ditandai dengan beberapa ketidaknormalan kondisi fisik maupun tingkah laku seperti pial kebiruan, telur benjol, kulit telur tipis, lesu, gelisah, nafsu makan berkurang, terengah-engah, bersuara keras terus menerus, panas tubuh naik/turun, minum terlampau banyak, saling mematuk, berkelahi, dan sebagainya. Pola tingkah laku merupakan perilaku yang terorganisir dengan fungsi tertentu, dapat berupa aksi tunggal atau aksi berurutan yang terintegrasi dan biasanya muncul sebagai respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Pola tingkah laku dasar (Basic Behaviour System) pada unggas terdiri dari 7-9 macam. Tingkah laku dasar itu adalah : Tingkah laku ingestif adalah perilaku makan dan minum, tinmgkah laku eliminative (mengeluarkan ekskreta), tingkah laku seksual, tingkah laku social, tingkah laku care and giving, tingkah laku agonistic (memepertahankan diri), tingkah laku allelomimetik (menirukan), tingkah laku shelter seeking (mencari tempat berlindung), tingkah laku investigative (keingintahuan mengeksplorasi lingkungan), Setiap spesies memiliki karakteristik tersendiri dalam memasukkan pakan ke dalam yubuhnya. Anak ayam memilih remahan / crumble saat baru menetas, dan mulai menyukai bentuk pellet setelah dewasa (Curtis, 1983; Ensminger, 1992).
3
Curtis (1983) menyatakan, meski mengalami domestikasi pola tingkah laku unggas tidak jauh beda dengan dari pola tingkah laku nenek moyangnya. Terlihat jelas pada perilaku mengais pakan (feed seeking), mematuk matuk bulu (feather pecking), Ayam mampu belajar dari pengalaman bila dilatih secara tetap dan berulang kali. Bunyi bunyian tertentu, dapat dipakai sebagai sinyal waktu makan telah tiba. Pengetahuan dan ketrampilan ini tidak secara otomatis diturunkan pada generasi berikutnya. Hal yeng perlu mendapat perhatian dalam upaya domestikasi adalah siklus tingkah laku rutin, tingkah laku sosial dan tingkah laku genetis. Hampir semua tingkah laku adalah adaptif. Timngkah laku memungkinkan hewan untuk memenuhi tuntutan tingkat tingkat organisasi biologis di bawah organisme tersebut (system organ, organ-organ, jaringan dan sel) dan untuk menyesuaikan tingkat tingkat biologis di atas organism tersebut ( kelompo social, spesies, komunitas, dan ekosistem), dan juga menyesuaikan pada lingkungan ambiennya (suhu, kelembaban, pengaturan ruang, pakan, air dan lainnya). Ayam mempunyai tingkah laku yang lebih baik untuk domestikasi disbanding hewanpertanian lainnya. Domestikasi adalah proses dimanis di mana hewan secara kontinyu beradaptasi dengan lingkungan buatan ( Siegel, 1970). Ukuran-ukuran tingkah laku, fisiologi dan patologi merupakan indikator yang sama pentingya untuk kesejahteraan dan adaptabilitas. Keberhasilan peternakan ayam ditentukan oleh tiga hal yaitu breeding, feeding dan manajement. Program manajemen di sini adalah masalah yang berkaitan dengan tatalaksana kandang, pencahayaan, perawatan, pemeliharaan kesehatan, pemberian pakan, pemasaran, dan lain-lain. Masalah utama pada peternakan ayam berskala rumah tangga adalah keterbatasan lahan dan kualitas pemeliharaan yang cenderung mengganggu kualitas kesehatan masyarakat. Aplikasi dari manajemen antara lain adalah dengan pemilihan jenis alas kandang. Penggunaan alas kandang secara umum akan berdampak pada 4
temperatur internal kandang dan konsentrasi amonia dalam kandang. Unggas yang terekspos amonia pada 20 ppm (rendah) menunjukkan beberapa tanda ketidaknyamanan pada mata, anorexia, dan kehilangan bobot badan. Alas kandang yang tepat akan menurunkan kelembaban dan kadar amonia. Pengadaan kandang ayam dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dan perlindungan bagi ternak, sehingga ternak dapat memanfaatkan pakan yang dikonsumsi secara efisien untuk pertumbuhan dan produksi. Ayam kampung umumnya dipelihara secara umbaran (tradisional) dan banyak dijumpai di desa. Cara seperti ini diprediksi banyak mengundang resiko di samping tidak ekonomis. MATERI DAN METODE Materi pada penelittian ini adalah 108 ekor DOC ayam kampung. Kandang pemeliharaan yang digunakan adalah kandang panggung berukuran 2,20 x 1 x 0,6 m kubik ( p x l x t). Jarak ketinggian dari lantai 50 cm, dengan dinding dari ram kawat yang ditutup plastik sebagai isolator pada awal pemeliharaan. Kepadatan tiap kandang adalah 9 ekor untuk setiap unit percobaan. Setiap kandang dilengkapi dengan rangkaian lampu, thermostat, dan thermometer. Sebelum DOC tiba dua hari sebelumnya kandang difumigasi terlebih dahulu. Selanjutnya DOC mendapatkan vaksin dan vitamin standar. Penelitian dilakukan selama 5 minggu. Di setiap sisi kandang dilapisi dengan plastik transparan, sehingga kandang sekaligus berfungsi sebagai brooder. Plastik yang ada di setiap sisi kandang, dilepas secara bertahap, disesuaikan dengan temperature dalam kandang yang ideal bagi ayam pada umur tertentu, dengan menempatkan temperature ruangan di dalam setiap kandang dan dikendalikan oleh thermostat. Rancangan penelitian ini adalah split plot RAL untuk parameter pertambahan bobot badan, dan rancangan penelitian untuk behavior adalah Klasifikasi Satu Arah. Penelitian ini menggunakan
perlakuan 3 jenis alas
renggang, dengan 4 ulangan, yaitu : B1 = bilah bambu kecil ( lebar bilah bambu 1 cm, jarak antar bilah 1 cm) B2 = bilah bambu besar (lebar bilah bambu 2 cm, jarak antar bilah 1 cm) 5
B3 = ram kawat pola segi empat dengan ukuran 1 cm Selama sepuluh hari pertama di semua alas renggang di setiap kandang diberi lembaran kertas koran, terkait dengan kondisi anak ayam yang masih kecil dan kakinya masih lemah. Parameter penelitian ini adalah pertambahan bobot badan (PBB), tingkah laku minum dan makan. Pengambilan data pbb menggunakan timbangan digital dengan kepekaan 0,001 g. Data diambil setiap minggu sekali, sehingga selama penelitian ada 6 kali pengambilan data untuk pbb, yaitu data hari pertama, minggu 1,2,3,4, dan ke 5. Data yang diperoleh dianalisis dengan dengan analisis varian, dan dilajutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter pada penelitian ini adalah pertambahan bobot badan (PBB), tingkah laku makan dan minum ayam kampung pada penggunaan beragam alas renggang. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Hasil penelitian menunjukkan, tidak ada pengaruh berbagai alas renggang terhadap pertambahan bobot badan ayam kampung yang dipelihara selama 5 minggu pada pemeliharaan intensif, seperti terlihat pada table 1. Rerata pertambahan bobot badan ayam tertinggi terdapat pada ayam kampung yang dipelihara dengan alas renggang ram kawat, diikuti dengan alas renggang bambu lebar, dan urutan ke tiga adalah PBB pada alas renggang bambu kecil. Tidak adanya perbedaan nyata perlakuan berbagai alas renggang terhadap PBB, diduga karena secara umum tidak ada perbedaan yang ekstrim pada kondisi mikroklimat di dalam kandang. Alas bambu kecil, alas bambu lebar, maupun alas ram kawat semuanya dengan jarak antar alas yang sama sama 1 cm, memberikan kondisi dalam kandang yang diduga
relative sama, baik
kelembaban, kadar ammonia, ataupun sirkulasi udara. Gas ammonia memiliki 6
berat jenis lebih tinggi dibanding dengan udara, sehingga dalam kandang gas ammonia akan berada pada lapisan udara bagian bawah di atas permukaan lantai (Banks, 1979). Metoda yang mungkin dilakukan secara umum secara mekanis dengan cara menyediakan ventilasi kandang yang cukup (Weaver Jr dan Meijerhof, 1991, dalam Suprijatna, 1992). Penelitian ini menggunakan kandang panggung di mana jarak antara alas kandang dengan letak tertimbunnya kotoran yang jatuh, sekitar 30 cm di bawah alas kandang. Kondisi seperti ini menyebabkan ammonia yang ada di sekitar feces ayam dimungkinkan tidak akan mempengaruhi udara di dalam kandang di mana ayam berada, apapun jenis alas renggang yang digunakan, baik alas bambu ataupun ram kawat. Hal ini mengakibatkan secara umum pengaruh PBB pada ke tiga alas kandang tersebut relative sama, meskipun dari data deskriptif terlihat bahwa alas ram kawat ternyata memberikan PBB yang tertinggi.
Tabel 1. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mingguan Perlakuan
Level Perlakuan
Rataan --------g/ekor/minggu--
Alas kandang
Ram Kawat /B3 Bambu Besar / B2 Bambu Kecil / B1
ns 46,368a 37,641a 37,191a
Umur
Minggu 4 Minggu 3 MInggu 2 Minggu 5 MInggu 1
** 64,824a 53,560ab 37,245bc 30,475cd 15,900d
Alas x Umur
ns
Ket : 1. 2.
Superskrip yang sama di belakang angka menunjukkan berbeda sangat nyata (**, P< 0,01) ns berarti tidak berbeda nyata 7
Tabel 2. Rataan Bobot Badan Ayam per Minggu selama 5 Minggu (gram)
Column1
B1
B2
B3
Hari 1
27,543
27,543
27,543
Mg 1
43,14
45,46
41,74
Mg 2
71,58
95,22
75,26
Mg 3
126,92
140,55
135,27
Mg 4
180,75
202,85
213,6
Mg 5
213,5
215,75
246,88
300 B1
250 200
B2
150 100
B3
50 0 Hari 1
Mg 1
Mg 2
Mg 3
Mg 4
Mg 5
Keterangan : B1 = Bilah Bambu Kecil
B2= Bilah Bambu Lebar
B3= Ram Kawat
Tabel 2 memperlihatkan rataan bobot badan ayam kampung yang dipelihara selama 5 minggu pada alas renggang bambu kecil maupun bambu lebar, menunjukkan angka yang relative sama pada umur 5 minggu, sementara ada peningkatan bobot badan yang cukup tinggi pada alas renggang ram kawat di umur yang sama. Hal ini belum terlihat pada minggu minggu sebelumnya. Diduga pada umur 5 minggu proses adaptasi terhadap lingkungan internal dan eksternal kandang sudah mulai berjalan, seiring dengan semakin panjangnya jari kaki ayam, sehingga ayam pada ayam dengan alas ram kawat (B3) menunjukkan bobot badan yang tertinggi dibanding dua alas renggang yang lain. Selain itu, pada alas 8
renggang bilah bambu, baik yang kecil ataupun yang lebar potensi menempelnya kotoran ayam pada alas kandang relatif lebih banyak dibandingklan pada ram kawat. Sedikit banyak diperkirakan, hal ini akan mempengaruhi kandungan ammonia dan kenyamanan udara dalam kandang. Ayam kampung umur 20 minggu
yang
dipelihara secara tradisional
hanya mencapai bobot badan 746,9 g, sedangkan yang dipelihara secara intensif dalam sangkar, pada usia yang sama dapat mencapai 1.435,5 g (Siregar, 1981). Perbaikan lingkungan yang diikuti perbaikan manajemen pemeliharaan dapat meningkatkan bobot badan ayam kampung. Perilaku Makan Hasil penelitian pada table 3 menunjukkan ada pengaruh sangat nyata (P<0,01) perlakuan jenis alas kandang renggang terhadap tingkah laku makan. Alas bambu lebar memberikan rerata tertinggi untuk waktu makan dibandingkan dengan alas bamboo kecil dan ram kawat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Widiastuti et al (2005) yang menunjukkan ada pengaruh sistem alas kandang terhadap konsumsi ransum ayam Merawang. Tabel 3. Rataan Tingkah Laku Makan Perlakuan
Level Perlakuan
Rataan --------detik-----
Alas kandang
Bambu Lebar /B2 Bambu Kecil / B1 Ram Kawat / B3
** 997,50a 806,25b 783,75b
Keterangan : 1. Superskrip yang berbeda di belakang angka menunjukkan berbeda sangat nyata 2. ** berarti P< 0,01 (berbeda sangat nyata) 9
Ayam akan makan pada jam-jam dingin dan tidak makan selama keadaan panas, karena kebutuhan energi yang lebih tinggi. Proses homeostatis ditandai dengan perubahan sikap ayam pada suhu tinggi yang cenderung menurunkan konsumsi pakan namun dikompensasi dengan peningkatan konsumsi minum (Sturkie, 1965). Penelitian ini menunjukkan, di antara ke tiga alas renggang ternyata rerata data deskriptif waktu makan terlama ditemukan pada alas bambu lebar, yang berbeda nyata dengan alas bambu kecil. Alas bambu kecil tidak berbeda nyata dengan alas ram kawat. Penjelasan dari hasil ini adalah, penelitian ini dilakukan pada umur ayam dari DOC sampai periode starter pada umur 5 minggu. Kondisi jari jari kaki anak ayam yang masih sangat lemah dan berukuran kecil sangat mempengaruhi kenyamanannya dalam melangkah. Sebagaimana diungkapkan di pendahuluan, kenyamanan akan berpengaruh pada produktivitas. Ayam yang lebih nyaman melangkah pada alas bambu lebar, menggunakan lebih banyak waktunya untuk makan dibandingkan ayam yang di alas bambu kecil dan ram kawat. Ketidaknyamanan alas bambu kecil dan ram kawat mengakibatkan cekaman yang berdampak pada waktu makan yang menjadi lebih sedikit. Alas ram kawat diduga akan memberikan suhu yang relative lebih tinggi di sekitar kaki ayam, dibandingkan alas bambu kecil apalagi bambu lebar. Suhu di sekitar kaki yang lebih panas akan mempengaruhi waktu makan pada ayam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistyoningsih (2004) dalam thesisnya yang menyatakan, ayam yang dipelihara di kandang dengan suhu rendah menggunakan waktu lebih banyak untuk makan sebesar 14,94 % daripada kontrol. Temperatur yang panas menyebabkan ayam menggunakan waktu untuk makan berkurang sebesar 7,79 % dibanding kontrol. North dan Bell (1990), menyatakan kenaikan suhu tubuh seiring dengan kenaikan suhu lingkungan akan menyebabkan ayam melakukan penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal, yaitu dengan cara mengurangi konsumsi pakan, sehingga dapat menurunkan pertumbuhan. Lingkungan suhu yang panas 10
hewan akan mengurangi kecepatan metabolisme dengan menurunkan konsumsi pakan. Penambahan panas dari metabolisme tubuhnya akan menyebabkan hipothamus merangsang pusat kenyang. Pada kondisi dingin, kegiatan makan akan berlangsung terus sampai saluran pencernaan penuh sesuai dengan kapasitasnya. Perilaku Minum Tabel 4. Rataan Tingkah Laku Minum Perlakuan
Level Perlakuan
Rataan --------detik-----
Alas kandang
Ram Kawat / B3 Bambu Kecil / B1 Bambu Lebar / B2
* 373,75a 303,75ab 270,00b
Keterangan : 1. Superskrip yang berbeda di belakang angka menunjukkan berbeda nyata 2. * berarti P< 0,05 (berbeda nyata)
Sebagaimana dijelaskan pada perilaku makan sebelumnya, bahwa suhu udara di sekitar kaki ayam yang dipelihara di alas ram kawat relatif lebih tinggi daripada di alas bambu kecil atau lebar, terkait dengan perbandingan luas udara terbuka dengan luas permukaan bahan alas di alas kandang. Hasil penelitian ini mendukung hasil thesis Sulistyoningsih (2004) yang menyatakan, perilaku minum berbeda sangat nyata (P<0,01) di perlakuan suhu. Temperatur kandang yang rendah menyebabkan ayam tidak banyak minum, waktu minum berkurang sebesar 42,86 % dibanding kontrol. Kandang yang temperaturnya tinggi, ayam minum 19,05% lebih banyak daripada kontrol. Hasil penelitian Togatorop (1991), konsumsi ransum ayam broiler di lantai kawat nyata lebih tinggi daripada di lantai litter. Pertambahan bobot badan lebih 11
tinggi di lantai kawat. Konsumsi air minum di lantai kawat lebih sedikit daripada di alas litter. Penelitian ini memberi hasil, bahwa ada pengaruh nyata perlakuan jenis alas kandang renggang terhadap tingkah laku minum ayam kampung. Tingkah laku minum secara deskriptif paling lama terdapat pada ayam di alas ram kawat. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa lingkungan yang relative panas akan memacu unggas termasuk ayam akan mengkonsumsi air minum lebih banyak dibanding saat lingkungan lebih dingin. Alas kandang ram kawat secara umum akan memberikan kondisi mikroklimat yang lebih panas dan kering bagi anak ayam, sejalan dengan lebih lancarnya sirkulasi udara yang berbanding terbalik dengan ukuran lebar bilah alas. Semakin lebar ukuran alas bilah bambu makan akan semakin tinggi hambatan permukaan, sehingga laju kecepatan angin di dalam kandang akan lebih terhambat dibandingkan dengan alas ram kawat, ynag dalam hal ini memiliki ukuran permukaan terkecil, praktis tidak ada hambatan permukaan. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan, tidak ada pengaruh berbagai alas renggang terhadap pertambahan bobot badan ayam kampong yang dipelihara selama 5 minggu pada pemeliharaan intensif. Data deskriptif rerata pertambahan bobot badan ayam tertinggi terdapat pada ayam kampung yang dipelihara dengan alas renggang ram kawat, diikuti dengan alas renggang bambu lebar, dan urutan ke tiga adalah PBB pada alas renggang bambu kecil. Ada pengaruh sangat nyata (P<0,01) perlakuan jenis alas kandang renggang terhadap tingkah laku makan, dan ada pengaruh nyata (P<0,05) perlakuan jenis alas kandang renggang terhadap tingkah laku minum ayam kampung. Tingkah laku minum secara deskriptif paling lama terdapat pada ayam di alas ram kawat. Hasil keseluruhan adalah PBB tertinggi pada alas ram kawat, dengan waktu makan yang paling pendek, dan waktu minum yang terlama. Berarti ada efisiensi waktu makan ysng lebih pendek dengan hasil berupa yang PBB yang tertinggi, pada alas ram kawat. 12
DAFTAR PUSTAKA Amakiri and Evereth Heath. 1988. Adaptation to Environment in Heat. E and S. Olusanya (Ed). Anatomy and Physiology of Tropical Livestock. ELBS. Singapore. Anderson. B.E. 1970. Temperature Regulation and Environmental Physiology, in Duke’s Physiology of Domestic Animals, edited by Melvin J. Swenson, Comstock Publishing Associates. Cornell University Press. Ithaca and London. Appleby, M.C., B.O. Hughes and H.A. Elson. 1992. Poultry Production System : Behaviour, Management and Welfare. C.A.B. International, Wallingford. Austic, R.E. and M.C. Nesheim. 1990. Poultry Production. 3rd edition. Lea & Febiger. Philadelpia. London Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand reinhold Co. New York. Bell, D.J. and B.M. Freeman. 1971. Physiology and Biochemistri of The Domestic Fowl. Acedemic Press. London. New York. Card, L.E. and M.C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 4th edition. Lea and Febiger, Philadelphia. Crawford, R.D. 1990. Poultry Breding and Genetic. Elsevier Science. Netherland. Curtis, S.E. 1983. Environmental management in Animal Agriculture. The Iowa State University Press. Iowa. Daliani,SD., Wulandari W.A., D. Zainudin, dan Gunawan. 2005. Rangkuman Hasil Pengkajian Ayam Buras di Kabupaten Bengkulu Utara. Peternakan. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009). Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Buku Statistik Peternakan. Direktorat bina Program. Jakarta. Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science (Animal Aghriculture Series). 2-nd edition. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville. Illionis. Gasperz, V. 1991. Tehnik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito. Bandung.
13
Griffiths. L.S., Leeson and J.D. Summers. 1977. Fat deposition in broiler : Effect of dietary energy to protein balance and early life caloric restriction on productive performance and abdominal fat pad size. Poult Sci. 56 : 638 – 646. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi IV. Gadjahmada Univerity. Yogyakarta. (Terjemahan Bambang Sri Gandono & K. Praseno). Harper, H.A., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Physiological Chemistry. 17th edition. Lange Medical Publication. Los Altos. California. Hartini. 1986. Pengaruh waktu pembatasan makanan terhadap irisan komersial, organ-organ dalam dan lemak abdominal ayam broiler. Karya Ilmiah. Fapet IPB. Bogor. Insulistyowati, A., P. Rahaju, dan Afriani. 2005. Parameter Hematologis Anak Ayam Buras yang Dipleihara pada Dua Jenis Lantai Kandang. Proceedings Seminar Nasional tentang Unggas Lokal III. Universitas Diponegoro. Semarang. Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta. Isroli. 1996. Pengaturan Konsumsi Energi Pada Ternak. Sainteks Vol III No 2: 64-72. Mauldin. J.M. 1992. Applications of behaviour to poultry manajement. Poultry Sci. 71 (4) : 634 – 642. Mench, J.A. 1992. Introduction : applied ethology and poultry science. Poultry Sci. 71. (4) : 631-633. Moreng, R.E. and J. Avens . 1985. Poultry Science and Production. Reston Publishing Company. Inc. A Pretice-Hall Company. Virginia. Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta (Diterjemahkan oleh Sunaryo Keman). North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Produktion Manual. 4 Edition. The Avi Publishing Company. Inc. Wesport Itaca. New York.
th
Nuroso. 2002. Pembesaran Ayam Kampung Pedaging Hari per Hari. Panebar Swadaya. Jakarta. Olanrewaju, H.A., W.W. Miller, W.R. Maslin, J.P. Thaxton, W.A. Dozier, J. Purswell, and S.L. Branton. 2007. Interactive effects of ammonia and light intensity on ocular, fear and leg health in broiler chickens. Int. J. of Poultry Sci. 6 (10) : 762-769. 14
Prasetyo, T. 1989. Keragaman Ayam Kampung yang Dipelihara dengan Sistem Pemisahan Anak di Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional tentang Unggas Lokal. Fakultas Peternakan universitas Diponegoro. Semarang. Prayitno, D.S. 1994. The Effect of Colour and Intensity of Light on The Behaviour and Performance of Broiler. University of Wales. (Disertasi). Prayitno, D.S. 2004. Pencahayaan Sebagai Upaya Pencegahan Cekaman pada Unggas Tropis Berwawasan Animal Welfare. Pidato pengukuhan Guru Besar. Universitas Diponegoro. Semarang ISBN : 979.704.264.2. Resnawati, H., dan Ida A.K. Bintang. 2005 Produktivitas Ayam Lokal yang Dipelihara Secara Intensif. Peternakan. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009). Resnawati, H. dan A.K. Bintang. 2005. Kebutuhan Pakan Ayam Kampung pada Periode Pertumbuhan. Peternakan. Litang Deptan. (download 19 Mei 2009). Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2006. Review hasil-hasil penelitian dan dukungan teknologi dalam pengembangan ayam lokal. Prosiding Lokakarya nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Hal : 10 – 19. Siegel, P.B. 1984. The role behavior in poultry production : A review of research. Applied Animal Ehtology 11 : 299-316. Siregar, A.P., 1981. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group. Jakarta. Sturkie, P.D. 1986. Avian Physiology. 4th edition. Springer-verlag New York. Berlin. Heidelberg. Tokyo. Pp. 37 – 48. Suharyanto, A.A. 2008. Panen Ayam Kampung dalam 7 Minggu. Panebar Swadaya. Jakarta. Sukamto, B. 1997. Kebutuhan Energi dan Protein Berdasarkan Efisiensi Penggunaan Protein dengan Manifestasinya Terhadap Performan Produksi Ayam Kedu. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung. Sulistyoningsih, M. 2004. Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ayam Broiler Periode Starter Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan yang Berbeda. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Suprijatna, E. 1992. Pencemaran amonia dalam kandang ayam, dampaknya terhadap performans dan upaya penanggulangannya. Sintesis no 4 tahun II: 4351. ISSN 0853-9812. Yayasan Dharma Agrika. Semarang. 15
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Panebar Swadaya. Yogyakarta. Suprijatna, E. 2010. Strategi Pengembangan. Universitas Diponegoro. Semarang. ISBN : 978-979-097-019-9. Togatorop, MH. 1991. Pengaruh Sistem Pemeliharaan Lantai Litter vs Lantai Kawat Terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Proceeding Seminar Nasional. Universitas Diponegoro. Semarang. Widiastuti, T., dan D. Garnida. 2005. Evaluasi Performans Ayam Merawang Phase Pertumbuhan (12 Minggu) pada Kandang Sistem Kawat dan Sistem Litter dengan Berbagai Imbangan Energi-Protein di dalam Ransum. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal.Peternakan. Litbang Deptan : 51-55. (download 19 Mei 2009). Yamamoto, Y. Namikawa,T., Okada, I. Nishibori, M. Mansjoer, S.S. and Martoyo, H. 1996. Genetical Studies on Native Chicken in Indonesia. Asian Aust J. Anim Sci. 9(4) : 405 – 410. Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
16