TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN KELINCI LOKAL PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA
SKRIPSI MERLYN PRIWAHYUNINGSIH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN KELINCI LOKAL PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA
MERLYN PRIWAHYUNINGSIH D14096007
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i
RINGKASAN Merlyn Priwahyuningsih. D14096007. 2012. Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda. Skripsi. Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Moh Yamin, M. Agr. Sc : M. Baihaqi, S.Pt. M. Sc.
Kelinci merupakan ternak pedaging yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pada umumnya kelinci dipelihara secara intensif didalam kandang, sehingga kenyamanan di dalam kandang perlu diperhatikan. Salah satu faktor penentu kenyamanan tersebut adalah jenis lantai kandang yang digunakan yaitu dapat berupa bambu, kawat besi, kayu dan kombinasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku harian (makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, stereotypes, dan istirahat) dan pola makan kelinci (mengamati, mencium, menggigit, mengunyah, dan menelan) yang dipelihara pada lantai kandang bambu, sekam dan kawat. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus sampai dengan September 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan lokal sebanyak 15 ekor berumur 4 bulan. Bobot hidup rata-rata adalah 824±74,43 g (KK= 9,03%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga jenis kandang sebagai perlakuan dan lima ulangan. Kandang yang digunakan adalah kandang individu dan terbuat dari kayu dengan jenis lantai yang berbeda (bambu, sekam, dan kawat). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik Kruskal-Wallis. Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8°C, pagi 22-26°C, siang 30-32,5°C dan sore 24-32,8°C. Pada seluruh perlakuan jenis lantai kandang yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadah tingkah laku harian kelinci. Kelinci yang dipelihara pada lantai kandang bambu memperlihatkan aktivitas tingkah laku minum pada siang yang nyata lebih tinggi daripada pagi atau sore hari (P<0,05) dan tingkah laku bergerak pada pagi hari yang lebih tinggi dibanding siang dan sore hari. Pada lantai kawat, tingkah laku istirahat pada siang hari nyata lebih tinggi dibandingkan pagi atau sore hari (P<0,05). Jenis lantai kandang yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan kelinci yaitu proses mengamati, mencium, mengigit, mengunyah kemudian menelannya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan bahan lantai kandang tersebut. Kata-kata kunci : kelinci lokal, tingkah laku harian, bambu, sekam, kawat
ii
ABSTRACT Daily and Ingestive Behaviour of Local Rabbit in Different Cage Floor Merlyn. P, M. Yamin and M. Baihaqi The aim of this study was to analyze daily and ingestive behaviour of male local rabbit in different cage floor. Total rabbits used in this study were 15 heads (average body weight was 824±74,43 g) that were allocated into 3 treatments (bamboo, husk mats and wire cagefloor). The data of daily behaviours including ingestive (eating and drinking), locomotion, elimination, grooming, stereotype and resting behaviors were collected during 57 days. The data were analyzed with non parametric KruskalWallis analysis. The results showed that effect of different cage floors was not significantly different on the rabbit daily behaviours. The observations also showed that rabbit that were kept in bamboo cage floor showed that drinking behaviours was significantly higher around noon than in the morning or late afternoon and the behaviours of locomotions in the morning was higher than around noon and late afternoon. In wire cage floor, resting behaviour during the day was significantly higher than in the morning or late afternoon. However, between the three cage types were similar the eating patterns behaviours observed, smelling, biting, chewing and swallowing. It can be concluded that the use of bamboo cage floor types, husks and wire can be used for raising local rabbits by considering the availability of the cage floor materials. Keywords : local rabbit, daily behavior, bamboo, husk mats, wire
iii
Judul
: Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda
Nama : Merlyn Priwahyuningsih NRP
: D14096007
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Dr. Ir. Moh Yamin, M. Agr. Sc.) NIP: 19630928 198803 1 002
(Muhamad Baihaqi, S.Pt. M. Sc.) NIP: 19800129 200501 1 005
Mengetahui : Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc) NIP : 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 4 September 2012
Tanggal Lulus : iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bojong Gede, Bogor pada tanggal 9 April 1988. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukirman Alamsyah dan Ibu Srimaya. Tahun 1994 penulis masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bojong Gede dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Bojong Gede dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Depok dan lulus tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Ujian Masuk di Program Studi Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktorat Program Diploma III dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis kemudian melanjutkan pendidikan dalam Program Alih Jenis, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
v
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil (Kompleks kandang B), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus sampai September 2011. Penelitian yang berjudul Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari tingkah laku harian dan pola makan kelinci lokal yang dipelihara dengan jenis lantai kandang yang berbeda yaitu lantai kandang bambu, sekam dan kawat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan. Bogor, Oktober 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................. Tujuan .............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Kelinci ............................................................................................. Anatomi ................................................................................. Reproduksi ............................................................................. Tingkah Laku .................................................................................. Tingkah Laku Harian ...................................................................... Tingkah Laku Makan ............................................................ Tingkah Laku Minum ........................................................... Tingkah Laku Eliminasi ........................................................ Tingkah Laku Merawat Diri ................................................. Tingkah Laku Istirahat .......................................................... Tingkah Laku Bergerak ........................................................ Tingkah Laku Stereotypes .................................................... Perkandangan .................................................................................. Lantai Kandang ............................................................................... Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan ............................................
3 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 9 10 11
MATERI DAN METODE ...........................................................................
12
Lokasi dan Waktu ........................................................................... Materi .............................................................................................. Ternak .................................................................................... Kandang dan Peralatan .......................................................... Pakan ...................................................................................... Prosedur .......................................................................................... Persiapan ................................................................................
12 12 12 12 13 13 13 vii
Pemeliharaan .......................................................................... Pelaksanaan Penelitian ........................................................... Pengumpulan Data ................................................................. Rancangan dan Analisis Data ............................................................. Peubah ...................................................................................
14 14 14 15 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 17 Keadaan Umum Penelitian .............................................................. 18 Kondisi Lingkungan .................................................... 18 Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Jantan Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda ............................................. 19 Tingkah Laku Makan .................................................. 19 Tingkah Laku Minum .................................................. 20 Tingkah Laku Eliminasi .............................................. 21 Tingkah Laku Merawat Diri ........................................ 22 Tingkah Laku Bergerak ............................................... 23 Tingkah Laku Stereotypes ........................................... 23 Tingkah Laku Istirahat ................................................ 24 Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Lantai Kandang yang Sama ............. 25 Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Bambu ........................................................................ 225 Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Sekam ........................................................................... 27 Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Kawat ........................................................................... 28 Pola Makan Kelinci Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda .............................................. 31 Pola Makan Kelinci Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Lantai Kandang yang Sama ........................... 31 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
34
Kesimpulan ........................................................................................ Saran ...................................................................................................
34 34
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
36
LAMPIRAN .................................................................................................
38
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Kebutuhan Zat Gizi Pakan Kelinci ..................................................
11
2.
Kebutuhan Bahan Kering Pakan Periode Pemeliharaan ...................
11
3.
Komposisi Zat Makanan Ransum Pellet Komersial .........................
13
4.
Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian ..................................................................................
18
5.
Frekuensi Tingkah Laku Harian .......................................................
19
6.
Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Bambu ....................................................................
25
Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Sekam .....................................................................
28
7. 8.
Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Kawat .....................................................................................29
9.
Rataan Frekuensi Pola Makan Kelinci Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda ....................................................................
31
Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Bambu ............................................................
31
Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Sekam .............................................................
31
Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Kawat .............................................................
31
10. 11. 12.
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Saluran Pencernaan Kelinci ................................................................
4
2.
Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat ...........................
12
3.
Aktivitas Kelinci Makan ....................................................................
20
4.
Tingkah Laku Kelinci Minum ...........................................................
21
5.
Posisi Kelinci Defekasi ......................................................................
21
6.
Tingkah Laku Kelinci Grooming ......................................................
22
7.
Tingkah Laku Istirahat.......................................................................
24
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Harian ....................................
39
2.
Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Bambu ..............................................................................................
39
Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Sekam ...............................................................................................
39
Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Kawat ...............................................................................................
40
5.
Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Harian ...................................
40
6.
Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Bambu ..............................................................................................
40
Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Sekam ...............................................................................................
41
Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Kawat ...............................................................................................
41
Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Harian................................
41
10. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Bambu ...............................................................................
42
11. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Sekam................................................................................
42
12. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Kawat ................................................................................
42
13. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Harian .........................
43
14. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Bambu ...............................................................................
43
15. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Sekam................................................................................
43
16. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Kawat ................................................................................
44
17. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Harian ................................
44
18. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Bambu ...............................................................................
44
19. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Sekam................................................................................
45
20. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Kawat ................................................................................
45
3. 4.
7. 8. 9.
xi
Nomor
Halaman
21. Tingkah Laku Stereotypes Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda ..................................................................................
45
22. Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Bambu ...............
46
23. Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Kawat .................
46
24. Tingkah Laku Istirahat Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda ...........................................................................................
46
25. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Bambu .....................
47
26. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Sekam .....................
47
27. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Kawat ......................
47
28. Gambar Dokumentasi Selama Penelitian a) Lantai Kandang Bambu, b) Lantai Kandang Sekam, c) Lantai Kanang Kawat, d) Kelinci Grooming¸e) Letak Kandang Perlakuan, f) Kelinci Istirahat .........................................................
49
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelinci merupakan ternak pedaging yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Kelinci dikenal sebagai ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien. Daging kelinci yang dikenal memiliki kadar protein tinggi dengan kandungan lemak dan kolesterol yang rendah dibandingkan ternak lain mulai banyak diminati oleh konsumen. Selain daging, kelinci juga dapat menghasilkan kulit dan bulu yang dapat diolah menjadi berbagai jenis kerajinan. Beternak kelinci memiliki beberapa keunggulan seperti pertumbuhan kelinci yang pesat dan tingkat reproduksi yang tinggi, modal cepat berputar, selain itu pemeliharaanya lebih mudah jika dibandingkan ternak lainnya. Pada umumnya kelinci dipelihara secara intensif didalam kandang, sehingga kenyamanan didalam kandang perlu diperhatikan. Salah satu faktor penentu kenyamanan tersebut adalah jenis lantai kandang yang digunakan yaitu dapat berupa bambu, kawat besi, kayu atau kombinasinya. Kenyamanan ternak akibat penerapan teknologi produksi ternak perlu terjamin sejalan dengan usaha peningkatan produksi ternak. Kenyamanan tersebut mencerminkan kesejahteraan ternak yang juga harus diperhatikan. Penelitian tentang pengaruh lantai kandang terhadap produktivitas ternak kelinci masih sangat terbatas. Siloto (2008) melaporkan bahwa kelinci yang ditempatkan pada kandang yang diberi sekam menunjukkan dampak positif bagi kesejahteraan kelinci karena kelinci terlihat lebih aktif dibandingkan kelinci yang berada dalam kandang kawat. Informasi lebih lanjut mengenai tingkah laku dan pola makan kelinci lokal yang dipelihara pada lantai kandang yang berbeda perlu terus dikaji. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati dan membandingkan tingkah laku kelinci pada penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang jenis lantai kandang yang baik untuk menjaga produksi dengan tetap memperhatikan kesejahteraan kelinci.
1
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari (1) tingkah laku harian kelinci (makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, stereotypes, dan istirahat) yang dipelihara pada jenis lantai kandang yang berbeda, (2) tingkah laku harian kelinci pada waktu yang berbeda pada lantai kandang sama, (3) pola makan kelinci meliputi mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan pellet pada jenis lantai kandang yang berbeda dan 4) pola makan kelinci pada waktu yang berbeda pada lantai kandang yang sama.
2
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Orytologus cuniculus) yang ada saat ini berasal dari kelinci liar di Eropa dan Afrika Utara. Mulanya kelinci diklasifikasikan dalam ordo rodensia (binatang mengerat) yang bergigi seri empat, tetapi akhirnya dimasukkan dalam ordo logomorpha karena bergigi seri enam (Cheeke et al., 1987). Kelinci termasuk hewan herbivora non-ruminan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti rumen ruminansia, sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke et al., 1982). Menurut Cheeke (1981), kelinci adalah ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien, sedikit menggunakan makanan konsentrat dan tidak bersaing dengan makanan manusia. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) memiliki beberapa ciri khas seperti ukuran tubuh kecil, jarak beranak pendek, potensi reproduksi tinggi, laju pertumbuhan cepat dan sifat genetik relatif beragam (Cheeke et al., 1987). Kelinci dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeliharaannya, yaitu untuk menghasilkan daging, kulit-rambut (fur) atau sebagai kelinci hias, ada juga yang bertujuan ganda. Kelinci dengan berbagai ragamnya menghasilkan lima jenis produk yang dapat dimanfaatkan, yaitu daging (food), kulit-rambut (fur), kelinci hias (fancy), pupuk (fertilyzer) dan hewan percobaan (laboratoty animal) (Raharjo, 2005). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas dagingnya cukup tinggi (Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci sangat peka terhadap suhu lingkungan tinggi, terutama kalau kelembaban udara juga tinggi. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) suhu ideal bagi kelinci adalah 15 sampai 20° C. Jika suhu lebih dari 27 sampai 32° C dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas. Manure atau kotoran kelinci, termasuk urinenya dikenal memiliki mutu tinggi sebagai pupuk organik. Petani sayur, bunga hias dan buah-buahan jangka pendek (strawberry, semangka, tomat) umumnya membutuhkan pupuk ini (Raharjo, 2005).
3
Anatomi Sistem pencernaan kelinci menurut Cheeke et al. (2000) bahwa alat pencernaan kelinci dibagi dua bagian yaitu perut depan (foregut) terdiri dari lambung, pankreas dan usus kecil (duodenum, jejunum, ileum) dan perut belakang (hindgut) yang terdiri dari sekum, appendix dan kolon (Gambar 1).
Perut Usus halus Sekum
Hati Pankreas
Kolon Rektum
Anus
Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelinci Sumber : Nheyla (2010)
Pertumbuhan bakteri pada pencernaan kelinci terdapat pada kolon yang memiliki fungsi yang sama dengan rumen pada sapi yaitu sebagai tempat terjadinya proses pencernaan makanan (Cheeke et al., 2000). Kelinci merupakan hewan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan pembesaran dibagian sekum dan kolon (hindgut) seperti alat pencernaan pada kuda dan babi (Cheeke et al., 2000). Proporsi sekum pada saluran pencernaan kelinci yaitu 40% dari total saluran pencernaannya (Irlbeck, 2001). Kelinci mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak ruminansia yaitu kebiasaannya memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut dengan coprophagy (Blakely dan Bade, 1991). Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Sifat tersebut memungkinkan kelinci memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri disaluran bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi,
4
mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat menjadi energi yang berguna (Blakely dan Bade, 1991). Kelinci dapat memfermentasikan pakan yang berupa serta kasar di usus belakangnya. Fermentasi umumnya terjadi di caecum yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaan (Postsmouth, 1977). Umur tiga minggu biasanya kelinci mulai makan kembali kotoran lunaknya langsung dari anus (caecotrophy) tanpa pengunyahan. Kotoran ini terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mukus (Hornicke, 1977). Reproduksi Masa birahi induk akan mulai kelihatan jelas bila sudah mencapai umur 7 bulan. Untuk jenis kelinci tipe berat dengan ciri-ciri bila diusap-usap bagian punggung dia akan mengangkat bagian pantat lebih tinggi atau menungging (Widodo, 2005). Proses ovulasi kelinci terjadi sesudah dilakukan induksi dengan rangsangan dari luar. Rangsangan ini dapat berupa penggunaan pejantan dengan atau tanpa vasektomi, rangsangan listrik dan mekanis dan penggunaan hormon perangsang ovulasi (Cheeke et al., 1987). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), siklus estrus (birahi) kelinci berkisar selama 15-20 hari. Herman (1989) menyatakan kelinci mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan, tergantung pada bangsa, makanan dan kesehatan. Kelinci tipe ringan mencapai dewasa kelamin pada umur empat bulan, tipe medium 5-6 bulan dan tipe berat umur 7-8 bulan. Raharjo (2005) menambahkan umur kawin yang baik pada kelinci adalah 6 bulan bagi betina dan 7 bulan bagi jantan. Kelinci induk dapat dikawinkan kembali 3-4 minggu setelah melahirkan. Pemeliharaan yang baik pada induk menyebabkan induk dapat dikawinkan 2 minggu setelah melahirkan. Lama bunting dihitung sejak betina kawin sampai beranak. Lamanya berkisar antara 31-32 hari, tetapi kemungkinan paling singkat 29 hari atau paling lama 35 hari (Cheeke et al., 1987). Tingkah Laku Ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku hewan disebut ethology, yang berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti ilmu. Mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakteristik hewan dan 5
bagaimana responnya terhadap lingkungan. Selama interaksi tersebut ternak akan menimbulkan respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya (Gonyou, 1991). Tingkah laku khusus hewan merupakan bawaan sejak lahir atau sebagai refleksi karakteristik spesies tersebut, yang tidak berubah oleh proses belajar. Tingkah laku ini tidak akan pernah banyak berubah oleh domestikasi, sedangkan tingka laku lainnya dapat berubah oleh proses belajar (Tomaszewska, 1991). Fungsi utama tingkah laku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (makanan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990). Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu (1) tingkah laku makan dan minum (ingestif); (2) tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking) yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku agonistik yaitu persaingan antara dua hewan yang sejenis, biasanya terjadi selama musim kawin; (4) tingkah laku seksual (courtship), kopulasi dan halhal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis; (5) tingkah laku epimelitic atau care giving yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behavior); (6) tingkah laku et-epimelitic merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa (care soliciting); (7) tingkah laku eliminative yaitu tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku allelomimetik yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok atau melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; (9) tingkah laku investigative yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah Laku Harian Tingkah Laku Makan Tingkah laku ingestif bukan hanya meliputi memakan pakan padat tetapi juga menyusui anak dan meminum air. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi 6
semua hewan ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan (Tomaszewska, 1991). Kelinci sangat selektif dalam memilih pakannya. Kelinci akan lebih memilih bagian yang disukainya seperti daun yang lebih hijau dibandingkan yang kering, memilih daun dibandingkan batang, tanaman yang muda dibandingkan yang tua, sehingga pakan yang tinggi protein dan energi dicerna dan rendah serat yang diperoleh dari bahan tanaman. Tingkah laku makan pada kelinci juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial. Kelinci akan makan lebih banyak jika dikandangkan secara kelompok karena adanya peningkatan stimulasi dan adanya kompetisi. Selain itu tingkah laku makan kelinci yaitu menggaruk atau scrabbling yaitu mengais makanan keluar dari tempat pakan sehingga menyebabkan pakan terbuang. Scrabbling sering dijadikan acuan jika pelet yang diberikan kurang baik maka pellet tersebut diganti dengan kualitas yang lebih baik. Mengunyah bulu juga merupakan tingkah laku makan pada kelinci. Hal ini biasanya diartikan bahwa pakan yang diberikan rendah serat kasar atau protein. Pemberian hay dapat menghentikan tingkah laku ini. Blok kayu dalam kandang biasanya akan digigiti karena memberikan serat dan menjaga gigi bawah kelinci dari cacing (Cheeke et al., 2000). Tingkah Laku Minum Minum diperlukan untuk mengganti air yang hilang seperti urin dan kadar air yang menguap. Minum juga dibutuhkan untuk pendingin bagi kelinci jika berada di suhu tinggi. Anak kelinci belajar minum saat pertama kali saat menyusui pada induknya. Kelinci harus belajar untuk minum di tempat minum otomatis nipple. Kelinci yang tidak belajar minum menggunakan nipple, biasanya air akan tumpah mengenai bulu dan kandang kelinci (Cheeke et al., 2000). Tingkah Laku Eliminasi Menurut Fraser & Broom (2005) perilaku eliminasi atau perilaku membuang kotoran (defekasi) dan urinasi termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang berguna untuk membersihkan diri. Hewan menghindari mengkonsumsi kotoran mereka dan menghindari penggembalaan di mana ada kontaminasi fekal, kecuali
7
kelinci yang mempunyai kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut dengan coprophagy. Urinasi berfungsi untuk membersihkan diri dan juga sebagai bagian dari tingkah laku territorial. Urinasi juga merupakan fungsi dari tingkah laku agresif, seekor kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk menandakan kekuasaannya pada saingannya. Urinasi juga merupakan salah satu bagian dari tingkah laku seksual (Cheeke et al., 2000). Tingkah Laku Merawat Diri Perawatan tubuh meliputi kebersihan kulit, menjaga suhu tubuh dan variabel fisik dan kimia lain yang penting dari bagian perilaku perawatan diri yang komplek pada hewan
ternak. Aktivitas dari perawatan
tubuh, meliputi menggaruk,
mengusap, menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan menjilati, yang biasanya berbeda dari setiap jenis hewan dengan waktu yang singkat. Saat kesehatan hewan sedang buruk umumnya kegiatan perawatan tubuh menjadi berkurang. Kelinci biasanya merawat tubuhnya dengan menjilati sendiri tubuh mereka dengan lidahnya. Biasanya dapat dilihat saat kelinci duduk pada pinggulnya kemudian kelinci menjilati bagian perut, dan bagian dalam kedua kaki belakangnya. Kelinci akan mengalami rontok bulu saat akan melahirkan, sehingga banyak bulu yang tertelan dan menyebabkan segumpal hairball mengganggu pencernaannya. Aktivitas grooming dibedakan menjadi dua macam, yaitu autogrooming dan allogrooming. Autogrooming yaitu merawat diri yang dilakukan untuk diri sendiri, sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama dan untuk individu lain. Memijat dan menggosok hidung individu lain biasanya dilakukan oleh babi (Fraser & Broom, 2005). Tingkah Laku Istirahat Tingkah laku istirahat merupakan tingkah laku yang tidak aktif seperti duduk, diam tidak bergerak, berbaring, mengantuk dan tidur. Pada saat hewan mengantuk biasanya keadaan stabil terjadi ada tanda-tanda tidur ringan dengan gerakan kepala dan penutupan mata. Istirahat yang dilakukan biasanya dalam posisi rebah, kaki depan yang tertekuk di bawah dada dan tulang belakang dengan kepala dapat diputar ke sisi tubuh. 8
Fungsi istirahat dan tidur awalnya mungkin untuk meminimalkan bahaya predator. Individu yang dalam posisi tidak bergerak mungkin kurang mencolok untuk terdeteksi. Fungsi kedua untuk memulihkan energi, pada beberapa jenis hewan dan dalam beberapa keadaan yang memungkinkan untuk proses metabolisme (Fraser & Broom, 2005). Tingkah Laku Bergerak Tingkah laku bergerak memiliki berbagai pola berbeda yang masing-masing disebut gaya berjalan. Gaya berjalan asimetris yaitu tungkai dari satu sisi tidak mengulangi yang lain. Gaya berjalan simetris meliputi berjalan cepat dan berlari. Gaya berjalan asimetris termasuk berbagai bentuk berderap, termasuk melompatlompat dan lari kencang berputar (Fraser dan Broom, 2005). Tingkah Laku Stereotypes Tingkah laku stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Tingkah laku ini biasanya muncul pada hewan yang berada dalam kandang dan melakukan rutinitas yang sama terus menerus. Tingkah laku ini seperti mengigiti pagar kandang, menggigiti kawat, mengunyah semu, menggigiti tempat pakan, menekan tempat minum, kepala gemetar, mengais-ngais dan menggosokkan badan pada dinding kandang (Fraser dan Broom, 2005). Perkandangan Sistem perkandangan merupakan faktor yang sangat penting karena berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam kandang tersebut sehingga akan mempengaruhi stress panas pada kelinci (Finzi et al., 1992). Jenis bangunan kandang dan peralatan yang digunakan untuk memelihara kelinci tergantung dari lokasi, iklim, keperluan pemeliharaan dan biaya yang dimiliki oleh peternak (Templeton, 1959). Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci terdapat beberapa jenis seperti kandang sistem postal, kandang sistem battery, kandang bibit dan kandang model ranch. Kandang sistem postal, mempunyai ruangan agak luas dan diisi 4 – 6 ekor kelinci dengan ukuran ideal 100 cm x 100 cm x 55 cm. Kandang sistem battery seperti sangkar berderet biasanya satu sangkar untuk satu ekor dengan ukuran 1 m x 60 cm x 60 cm, kandang bibit berukuran panjang 1 m x 75 cm x 60 cm, sedangkan 9
kandang model ranch yang dilengkapi halaman umbaran biasanya berisi satu jantan satu betina dan anak-anaknya (Gunawan, 2008). Kepadatan kandang yang tinggi dapat memunculkan sifat agresif dan hal itu merupakan permasalahan yang dihadapi terutama pada saat mendekati dewasa kelamin. Kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan namun berpengaruh terhadap tingkah laku kelinci (Verga et al., 2004). Ternak yang dikandangan pada kepadatan yang rendah memperlihatkan keragaman tingkah laku alami yang tinggi. Lingkungan tersebut mempengaruhi tingkah laku dan bukan pada performa produksi. Kepadatan kandang 15 ekor/m2(38 kg/m2) dapat digunakan sebagai batasan untuk menjaga kenyamanan kelinci yang ditempatkan dalam kandang koloni. Pada kepadatan kandang tersebut menunjukkan tingkah laku yang normal (Morrise dan Maurice, 1996). Lantai Kandang Lantai kandang yang digunakan juga penting untuk merawat kelinci, menjaga sanitasi, dan mudah dibersihkan. Lantai kandang ada yang berupa papan, bambu dan kawat. Pada peternak kelinci komersial biasanya tidak menggunakan kandang bambu, tetapi menggunakan kandang dari kawat. Kandang yang tebuat dari kawat ini memiliki kelebihan yaitu vantilasi udara yang baik dan sistem pembersihan kotoran yang mudah (Cheek et al., 2000). Menurut Krisdianto (2007) bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Sekam padi merupakan bagian terluar dari butir padi (kulit padi) dan merupakan salah satu hasil sampingan yang dihasilkan dari industri penggilingan padi. Sekam padi dapat digunakan dalam berbagai hal, diantaranya yaitu untuk alas kandang pada tipe ternak tertentu, sebagai pupuk dan sebagai penunjang media bagi sayuran hidroponik (Grist, 1995).
10
Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan Kelinci Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Menurut Gunawan (2008) pemberian pakan ditentukan berdasarkan bahan kering. Jumlah pemberian bervariasi pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci. Kebutuhan zat gizi kelinci dapat dilihat pada (Tabel 1) dan kebutuhan bahan kering dapat dilihat pada (Tabel 2). Tabel 1. Kebutuhan Zat Gizi Kelinci Pada Kondisi Fisiologi yang Berbeda Kebutuhan gizi (%)
Status
Protein
Lemak
SeratKasar
Bunting
15-17
3-6
12-16
Menyusui
20-22
3-6
12-16
Dewasa
12-15
2-4
12-16
Muda
16-18
3-6
12-16
Sumber : Cheeke (1987)
Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Pakan untuk Kelinci Pada Berbagai Periode Pemeliharaan Kelinci Status
Bobot (kg)
Bahan Kering
Keb. BK
(%)
(g/ekor/hr)
Bunting
2,3 – 6,8
3-5
115-250
Menyusui
2,3 – 3
5-7
350-520
Dewasa
2 – 4,5
3-5
100-150
Muda
0,6 – 2,7
3-5
40-100
Sumber : National Research Council’s (NRC) (1977) dalam Ensminger (1991)
11
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai dari Agustus sampai September 2011. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 15 ekor kelinci jantan lokal dengan bobot hidup rata-rata adalah 824±74,43 g. Kelinci yang digunakan merupakan jenis kelinci lokal dengan umur 4 bulan. Kelinci diperoleh dari peternakan rakyat di Jl. Raya Cibanteng Agatis Ciampea-Bogor. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu dan terbuat dari kayu dengan alas yang berbeda-beda, yang terbuat dari kawat, bambu, dan kotak papan yang ditaburi dengan sekam. Kotak papan yang telah dilapisi dengan terpal kemudian ditaburi sekam dengan ketebalan ± 1,5 - 2 cm. Kandang berbentuk panggung dengan jarak dari lantai ± 100 cm. Kandang berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum berbentuk mangkuk yang terbuat dari tanah liat. Bentuk kandang perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, buku tulis, sapu lidi, serokan, ember, pipa selang untuk membersihkan tempat pakan dan minum, timbangan, thermohygrometer, dan kamera digital.
c b a Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat
12
Pakan Pakan yang digunakan adalah ransum komersial berbentuk pellet khusus kelinci yang didapat dari PT. Indofeed. Pemberian pakan diberikan berupa pellet tanpa penambahan hijauan karena ransum komplit yang diberikan sudah terdapat hijauan. Pakan tersebut dikemas dalam karung dengan bobot 25 kg. Persentase zat makanan ransum penelitian terdapat pada Tabel 4. Air minum bersih selalu tersedia dalam kandang. Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Pellet Komersial Zat Nutrisi
Kandungan (%)
Bahan Kering
87,08
Abu
9,36
Protein Kasar
14,44
Serat Kasar
22,91
Lemak Kasar
4,02
Beta-N
36,35
Sumber : Hasil Analisis Kimia Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011).
Prosedur Persiapan Bahan, peralatan dan kandang dipersiapkan sebulan sebelum penelitian. Kelinci jantan lokal sebanyak lima belas ekor dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan yang berumur dibawah lima bulan. Kelinci tersebut dimasukkan ke dalam kandang individu secara acak. Sebelum pemberian perlakuan, kelinci terlebih dahulu mengalami periode adaptasi selama 2 minggu agar tidak terjadi stress yang akan menggangu selama penelitian berlangsung. Adaptasi tersebut meliputi adaptasi pakan dan lingkungan. Pada akhir periode adaptasi dilakukan penimbangan bobot badan kelinci. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan kelinci tersebut.
13
Pemeliharaan Ternak diberikan pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari (06.30-07.00) dan sore hari (15.30-16.00). Sebelum diberikan pakan ditimbang terlebih dahulu. Pakan diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering yaitu 5% dari bobot badan. Sisa pakan ditimbang keesokan harinya. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Pemeliharaan kelinci dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan. Penimbangan ternak kelinci dilakukan dengan cara meletakkan kotak plastik diatas timbangan duduk kemudian kelinci dimasukkan ke dalam kotak plastik tersebut. Hal ini agar ternak kelinci merasa lebih nyaman dan tidak banyak bergerak selama proses penimbangan. Penimbangan kelinci dilakukan setiap dua minggu sekali. Pembersihan kandang dari kotoran dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Hal itu bertujuan agar kebersihan kandang dapat terjaga dan kesehatan ternak tidak terganggu. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi pukul 06.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB, dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan RAL dengan tiga perlakuan berupa penggunaan alas kandang yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Kelinci sebanyak 15 ekor dibagi secara acak ke dalam tiga perlakuan yaitu alas kandang kawat, alas kandang bambu dan alas kandang sekam. Pemeliharaan dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Agustus hingga September 2011. Air minum diberikan secara ad libitum. Setiap hari dilakukan pemberian pakan, pembersihan kandang dan alat, serta pemeriksaan kesehatan. Pengumpulan Data Pengamatan tingkah laku harian dan pola makan dilakukan pada waktu pagi hari (06.00-09.00 WIB), siang hari (11.00-14.00 WIB) dan sore hari (15.00-18.00 WIB) dengan lama waktu pengamatan untuk pengamatan tingkah laku harian 15 ekor kelinci selama 150 menit, sedangkan untuk pengamatan pola makan 15 ekor kelinci selama 75 menit. Per ekor kelinci dilakukan pengamatan dengan lama pengamatan selama lima menit dan jeda waktu istirahat antar kelinci yang diamati dengan lama waktu jeda selama lima menit. Pengamatan dilakukan dengan lima kali ulangan selama dua bulan. Metode pengamatan yang digunakan yaitu metode one-
14
zero yaitu jika kelinci melakukan suatu aktivitas diberi nilai satu, tapi jika tidak melakukan aktivitas diberi nilai nol. Rancangan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan penggunaan alas kandang yang berbeda yaitu kawat, bambu dan papan yang ditambah sekam dan dengan lima ulangan. Perlakuan penggunaan alas kandang yang diberikan adalah : P1 : Alas Kandang yang terbuat dari kawat P2 : Alas Kandang yang terbuat dari bambu P3 : Alas Kandang yang terbuat dari sekam Disamping itu data juga diolah berdasarkan perbedaan 3 periode waktu pengamatan yaitu pagi, siang dam sore pada jenis lantai kandang yang sama, untuk mengetahui perbedaan tingkah laku kelinci pada ketiga waktu tersebut. Data dikoleksi dengan menggunakan metode one zero sampling. Nilai satu diberikan bila ada aktivitas yang dilakukan dan nol bila tidak ada aktivitas (Martin dan Batesson, 1999). Data yang diperoleh diuji dengan analisis non-parametrik dengan menggunakan uji Kruskal –Wallis. Rumus dari Kruskal-Wallis menurut Gasperz (1995) yaitu :
H
: Statistik Uji Kruskal-Wallis
S2
: Ragam
Ri2
: Jumlah pangkat dari perlakuan ke-i
ri
: Jumlah ulangan pada perlakuan ke-i
N
: Jumlah pengamatan
15
Peubah Tingkah Laku Harian. Pengamatan tingkah laku harian dilakukan dengan menghitung jumlah tingkah laku setiap dilakukan. Peubah tingkah laku harian kelinci yang diamati mencakup : 1) Tingkah laku makan, yaitu tingkah laku kelinci mencari makan, mengambil, mengunyah dan menelannya. 2) Tingkah laku minum, yaitu tingkah laku kelinci mengambil air dari tempat minum kemudian menelannya. 3) Tingkah laku eliminasi (defekasi dan urinasi), yaitu tingkah laku kelinci dalam membuang kotoran cair maupun padat. 4) Tingkah laku merawat tubuh (Grooming), yaitu tingkah laku kelinci untuk merawat tubuh sendiri seperti : berdiri pada dua kakinya sambil tangan mengusap dan menjilati, menggaruk kepala dan muka dan telinganya, menjilati alat kelaminnya, dan menggigiti tubuhnya. 5) Tingkah laku istirahat, yaitu tingkah laku kelinci berdiam diri tanpa melakukan apapun ; berbaring sepenuhnya, meringkuk. 6) Tingkah laku bergerak (lokomosi), yaitu tingkah laku kelinci berpindah dari satu tempat ke tempat lain. 7) Tingkah laku stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan merode ad libitum sampling untuk mengetahui jenis tingkah laku harian (Martin dan Bateson, 1999). Pencatatan pengamatan dengan menggunakan metode one-zero yaitu jika kelinci melakukan suatu aktivitas diberi nilai satu, tapi jika tidak melakukan aktivitas diberi nilai nol (Martin dan Bateson, 1999). Pengamatan tingkah laku harian dibagi tiga periode yaitu pagi hari (06.00-09.00), siang hari (11.00-14.00) dan sore hari (15.00-18.00) dengan interval waktu pengamatan selama 10 menit. Pembagian waktu pengamatan diatur sebagai berikut : 10 menit pertama tingkah laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan satu, 10 menit kedua tingkah laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan dua, 10 menit ketiga tingkah laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan tiga dan seterusnya hingga pada perlakuan 3
16
ulangan lima. Pengamatan tingkah laku harian ini dilakukan setelah pemberian pakan selesai, agar tingkah laku kelinci kembali pada kondisi stabil. Tingkah Laku Makan. Tingkah laku makan diamati dengan Focal animal sampling. Focal animal sampling yaitu mencatat semua tingkah laku makan dalam interval waktu yang sudah ditentukan dan mencatat secara rinci semua gerakan yang terjadi (Martin dan Bateson, 1999). Periode waktu focal animal sampling adalah langsung setelah kelinci diberi makan. Pengamatan tingkah laku makan dilakukan langsung setelah kelinci diberi makan dan dilakukan pengamatan selama 5 menit. Perilaku makan kelinci meliputi tingkah laku kelinci dalam mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan pellet. Pencatatan meliputi deskripsi perilaku secara rinci dan waktu berlangsungnya perilaku makan.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari asbes. Kandang digunakan agar proses pemeliharaan lebih efisien dan memudahkan dalam pemantauan ternak. Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8°C pagi 22-26°C, siang 30-32,5°C dan sore 24-32,8°C. Kelembaban kandang juga cukup tinggi pada pagi hari namun siang dan sore hari rendah. Rataan suhu kandang pada pagi, siang dan sore hari terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian Waktu
Suhu (C)
Kelembaban (%)
Pagi (06.00)
23,15±0,87
98,31± 2,31
Siang (12.00)
31,34±0,59
81,67±12,35
Sore (16.00)
31,54±1,57
64,19±11,67
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu lingkungan dilokasi penelitian memiliki suhu yang tinggi diatas suhu ideal untuk kelinci. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mengatakan suhu ideal kelinci yaitu 15 - 20C. jika suhu lebih dari 27 - 32C dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas. Suhu kandang yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang besar yang terbuat dari asbes, sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang. Kelinci yang kepanasan biasanya melakukan aktivitas minum untuk mengurangi panas dalam tubuh. Menurut Anggorodi (1990) iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan yang rendah pula. Suhu pada lingkungan di lokasi penelitian yang kurang ideal ini harus diminimalkan dengan kandang individu yang 18
nyaman dan dengan penggunaan lantai kandang yang dimodifikasi. Penggunaan lantai kandang yang berbeda ini juga akan menampilkan tingkah laku yang berbeda pula. Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Kelinci merupakan hewan nocturnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari. Pengamatan aktivitas kelinci lokal jantan dilakukan mulai dari pukul 06.00 sampai pukul 18.00 WIB. Pada saat penelitian kelinci memulai aktivitasnya dengan tingkah laku bergerak yaitu berdiri dari posisi rebahannya kemudian melakukan aktivitas bergerak mengelilingi kandang. Tingkah laku bergerak ini bertujuan memeriksa keadaan sekitar. Setelah itu biasanya kelinci langsung mendekati tempat pakan dan memeriksanya. Aktivitas lain yang dilakukan saat pagi hari yaitu merawat diri dan eliminasi yaitu proses defekasi dan urinasi. Aktivitas kelinci jantan lokal yang diamati adalah aktivitas makan, minum, eliminasi, merawat diri, lokomosi, stereotypes dan istirahat. Frekuensi tingkah laku harian kelinci selama pengamatan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Frekuensi Tingkah Laku Harian Frekuensi Tingkah Laku Pada Lantai Kandang yang Berbeda Tingkah Laku
Bambu (P1)
Sekam (P2)
Kawat (P3)
……........................Kali/10 menit……………………… Makan
2,00±0,41
2,18±0,65
1,95±0,59
Minum
1,43±0,60
1,28±0,81
1,16±0,52
Eliminasi
0,75±0,53
0,33±0,62
0,22±0,46
Merawat Diri
1,91±0,95
2,11±0,49
2,07±0,44
Bergerak
2,60±0,68
2,53±0,54
2,51±0,64
Stereotype
0,22±0,54
0,00±0,00
0,13±0,52
Istirahat
1,15±0,26
1,04±0,14
1,16±0,24
Tingkah Laku Makan Tingkah laku makan adalah pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan yang penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan (Tomaszewska, 1991). Hasil 19
pengamatan menunjukkan kelinci menjadi aktif ketika akan diberi pakan saat peneliti membuka pintu kandang dan pakan mulai diletakkan pada tempat pakan. Hal ini dikarenakan kelinci mendapatkan rangsangan dari luar. Tingkah laku makan kelinci diawali dengan mengamati dan mengendus (mencium) pakan lalu mengambil pakan yang dipilih dengan mulutnya. Aktivitas makan ini biasanya diselingi dengan sedikit minum dan diakhiri dengan melakukan aktivitas lain seperti merawat diri dan istirahat. Tingkah laku makan kelinci diperlihatkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Aktivitas Kelinci Makan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku makan kelinci P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 2,00±0,41, 2,18±0,65, dan 1,95±0,59 kali/10 menit dengan rataan 2,04±0,36 kali/10 menit. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa tingkah laku makan kelinci P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelinci melakukan aktivitas makan relatif sama tanpa terganggu dengan jenis lantai kandang bambu, sekam, dan kawat. Hal ini sesuai dengan penelitian Vania (2012) yang mengatakan bahwa konsumsi bahan kering pada kelinci jantan lokal (59,37±4,92) tidak berpengaruh pada penggunaan lantai kandang P1, P2 dan P3 (Tabel 5). Tingkah Laku Minum Minum merupakan kebutuhan kelinci untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena proses penguapan tubuh atau urinasi. Tingkah laku minum kelinci biasanya dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya pada air, kemudian air tersebut dijilat dengan menggunakan lidahnya. Saat kelinci minum kedua kaki depannya memegang sisi tempat minum. Aktivitas tingkah laku minum kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.
20
Gambar 4. Tingkah Laku Kelinci Minum Tabel 5 menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku minum kelinci P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 1,43±0,60, 1,28±0,81, dan 1,16±0,52 kali/10 menit dengan rataan 1,28±0,36 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku minum kelinci P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Tingkah laku minum merupakan tingkah laku yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk iklim dan jenis pakan yang diberikan. Pakan kering yang diberikan selama penelitian kepada kelinci mendorong kelinci minum setelah selesai aktivitas makan. Penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci. Tingkah Laku Eliminasi Menurut Fraser & Broom (2005) perilaku eliminasi atau perilaku membuang kotoran (defekasi) dan urinasi termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang berguna untuk membersihkan diri. Kelinci biasanya melakukan aktivitas eliminasi pada satu sudut dalam kandangnya. Tingkah laku eliminasi ini biasanya dilakukan secara terpisah baik defekasi atau urinasi. Ekor kelinci akan sedikit naik ketika melakukan urinasi. Kelinci akan terdiam di sudut yang sama saat melakukan defekasi (Gambar 5).
Gambar 5. Posisi Kelinci Defekasi Tingkah laku urinasi kelinci jantan merupakan salah satutingkah laku agresif. Kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk menandakan kekuasaannya pada 21
saingannya (Cheeke et al., 2000). Kelinci yang digunakan dalam penelitian adalah kelinci jantan sehingga pada saat pengamatan tingkah laku tersebut sering terlihat. Pada kelinci terdapat dua tipe feses yaitu feses lembek (soft feces) dan feses keras (hard feces). Feses lembek berbentuk pellet yang dibungkus dengan mukosa (Herman, 2000). Feses yang dikeluarkan kelinci pada siang hari biasanya berbentuk pellet yang keras, sehingga kelinci tidak memakannya kembali. Sesuai dengan pernyataan Protsmouth (1977) feses berbentuk pellet yang diproduksi pada siang hari mempunyai kandungan zat makanan yang rendah dan tidak digunakan oleh ternak. Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan pada kelinci jantan lokal bahwa tingkah laku eliminasi pada P1 (0,75±0,53kali/10 menit), P2 (0,33±0,62kali/10 menit) dan P3 (0,22±0,46 kali/10 menit), namun secara statistik penggunaan jenis lantai kandang tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan kemungkinan karena kebutuhan ternak kelinci untuk melakukan eliminasi tidak terganggu dengan penggunaan lantai kandang yang berbeda-beda. Tingkah Laku Merawat Diri Kelinci dikenal sebagai hewan yang bersih karena terlihat dari kebiasaannya yang selalu merawat diri. Tingkah laku merawat diri seperti menjilat, menggesekkan badannya ke dinding kandang, menggaruk atau mengusap sering dikenal dengan istilah grooming. Aktivitas ini biasanya dilakukan saat kelinci setelah selesai makan atau minum (Gambar 6).
Gambar 6. Tingkah Laku Kelinci Grooming Rataan Frekuensi tingkah laku merawat diri pada P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 1,91±0,95, 2,11±0,49, dan 2,07±0,44 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku merawat diri pada P1, P2, dan P3 tidak berbeda 22
nyata secara statistik (P>0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Siloto (2008) bahwa pada kandang tanpa sekam kelinci melakukan grooming lebih sering dibandingkan pada kandang yang ditambah sekam. Berdasarkan penelitian Siloto (2008) tingkah laku merawat diri pada kandang tanpa sekam merupakan ekspresi stereotypes karena tidak adanya stimuli lingkungan. Hal ini berarti penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci karena tidak mengganggu tingkah laku alaminya. Tingkah Laku Bergerak Tingkah laku bergerak merupakan tingkah laku yang paling banyak dilakukan oleh kelinci. Aktivitas kelinci dimulai dengan berdiri dari posisi rebahan kemudian melakukan aktivitas lokomosi mengelilingi kandang. Kelinci biasanya bergerak jika adanya gerakan tiba-tiba dari lingkungan. Tingkah laku ini biasanya banyak dilakukan kelinci pada saat kelinci akan diberi pakan ataupun saat kandang akan dibersihkan. Pada penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku bergerak kelinci pada jenis lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, sekam, dan kawat tidak berpengaruh nyata terhadap perbedaan lantai kandang (P>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena jenis lantai kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci masih nyaman untuk melakukan aktivitas harian sehingga kelinci dapat tetap melakukan aktivitas bergerak meskipun dengan jenis lantai kandang berbeda. Tingkah Laku Stereotypes Tingkah laku stereotypes adalah tingkah laku yang dilakukan tanpa tujuan yang jelas dan biasanya terjadi pada hewan yang berada dalam kandang dan melakukan rutinitas yang sama terus menerus (Fraser and Broom, 2005). Tingkah laku stereotypes yang muncul saat penelitian berlangsung adalah kelinci menggigit dinding kawat dan kayu kandang. Tingkah laku stereotypes ini biasanya muncul dengan melakukan menggigiti dinding-dinding kawat kandang beberapa kali dan menjilati bagian kayu kandang. Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku stereotypes pada P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 0,22±0,54, 0,00±0,00, dan 0,13±0,52kali/10 menit. Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil penelitian tingkah laku stereotypes pada 23
P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci karena tidak menimbulkan tingkah laku stereotypes yang berlebihan. Tingkah Laku Istirahat Tingkah laku istirahat merupakan suatu fase dimana ternak mulai memperhatikan tempat atau mempersiapkan tempat yang nyaman untuk istirahat. Kelinci beristirahat dalam keadaan berbaring dengan kedua kaki depan terjulur kedepan, berbaring dengan menopang kepala diatas kedua tangan depan yang sedikit ditekuk (Gambar 7) atau diam ditempat beberapa saat. Istirahat terbagi menjadi dua tipe yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya kelinci merebahkan tubuh pada posisi miring, diam tak bergerak dan tidur (kondisi mata tertutup), sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan di antara aktivitas hariannya. Aktivitas istirahat sementara dilakukan kelinci dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan aktivitas istirahat total. Istirahat yang dilakukan kelinci adalah dengan cara merebahkan badan di atas lantai kandang.
Gambar 7. Tingkah Laku Istirahat Dilihat dari Tabel 5 Rataan frekuensi tingkah laku istirahat pada P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 1,15±0,26, 1,04±0,14, dan 1,16±0,24 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku istirahat pada P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan jenis lantai kandang tidak mempengaruhi tingkah laku istirahat sehingga penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal.
24
Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Kandang yang Sama Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Bambu Tingkah laku harian kelinci merupakan tingkah laku yang biasa dilakukan kelinci sehari-harinya mulai dari pagi sampai malam hari. Rataan frekuensi dari tingkah laku harian pada lantai kandang bambu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Bambu Waktu Tingkah Laku
Pagi
Siang
Sore
Rataan
……........................Kali/10 menit………………………
Makan
2,32±0,43
1,83±0,30
1,83±0,33
2,00±0,41
Minum
1,22±0,91b
1,83±0,30a
1,25±0,24b
1,43±0,60
Eliminasi
0,75±0,71
0,83±0,47
0,68±0,51
0,75±0,53
Merawat Diri
2,44±1,15
1,35±0,86
1,94±0,61
1,91±0,95
Bergerak
3,03±1,01a
2,19±0,23b
2,58±0,31ab
2,60±0,68
Stereotype
0,00±0
0,4±0,89
0,27±0,37
0,22±0,54
1,23±0,42
1,11±0,19
1,11±0,14
1,15±0,26
Istirahat
Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Pada Tabel 6, terlihat kelinci memiliki nilai rataan tingkah laku makan sebesar 2,00±0,41 kali/10 menit dalam satu hari. Aktivitas makan kelinci diberikan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore hari dengan puncak (2,32±0,43 kali/ 10 menit) pada pagi hari. Hal ini disebabkan pemberian pakan diberikan pada waktu ini dan kelinci dalam keadaan lapar selama semalam sehinga pada pagi hari kelinci langsung makan pakan yang diberikan. Aktivitas makan meningkat kembali pada sore hari. Sedangkan frekuensi tingkah laku makan yang terendah pada waktu siang hari yaitu 1,83±0,30 kali/ 10 menit. Rendahnya frekuensi tingkah laku makan pada siang hari diduga karena pada waktu siang hari kelinci lebih biasanya melakukan aktivitas istirahat. Meskipun begitu hasil penelitian tingkah laku makan pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hasil penelitian tingkah laku minum pada waktu yang berbeda menunjukkan berbeda nyata secara statistik (P<0,05). Kelinci melakukan aktivitas minum pada 25
siang hari lebih tinggi yaitu 1,83±0,30 kali/ 10 menit (Tabel 6) karena suhu pada waktu siang hari sangat tinggi, sehingga untuk menurunkan panas tubuhnya kelinci melakukan aktivitas minum. Kelinci akan mulai melakukan aktivitas minum saat suhu lingkungan disekitarnya mulai naik. Sesuai dengan pernyataan Blakely dan Bade (1991) bahwa konsumsi air minum juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena air berfungsi sebagai thermoregulator. Pakan yang diberikan berupa pellet juga dapat menjadikan kelinci lebih banyak melakukan aktivitas minum. Tingkah laku eliminasi banyak dilakukan kelinci pada siang hari yaitu 0,83±0,47 kali/ 10 menit. Hal ini diduga karena hasil metabolisme konsumsi pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh dikeluarkan pada esok harinya. Aktivitas ini sering dilakukan pada pagi hari menjelang matahari terbit, walaupun terkadang dilakukan pada siang hari. Hasil penelitian tingkah laku eliminasi pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Kelinci melakukan tingkah laku defekasi biasanya dilakukan bersamaan dengan urinasi, namun tidak selalu demikian. Hasil penelitian tingkah laku merawat diri pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Kelinci pada lantai kandang bambu ini banyak melakukan aktivitas merawat diri pada pagi dan sore hari (Tabel 6) dengan rata-rata perhari 1,91±0,95 kali/ 10 menit. Aktivitas ini biasanya dilakukan ketika kelinci sedangistirahat (diam dan merebahkan tubuh). Aktivitas merawat diri dilakukan pada pagi hari disela-sela aktivitas makan. Siang hari aktivitas grooming menurun karena biasanya kelinci istirahat pada waktu ini. Selain itu suhu kandang yang cukup tinggi yaitu 31,34C sehingga kelinci mengurangi aktivitas merawat diri. Hasil penelitian tingkah laku bergerak pada waktu yang berbeda menunjukkan berbeda nyata secara statistik (P<0,05). Tingkah laku bergerak hampir mendominasi aktivitas kelinci sehari-harinya, yaitu 2,60±0,68 kali/ 10 menit dalam satu hari. Hal ini menunjukkan bahwa kelinci merupakan ternak yang aktif dalam kandang dan sangat menyukai bergerak atau lokomosi. Aktivitas bergerak kelinci tertinggi pada waktu pagi hari 3,03±1,01 kali/ 10 menit (Tabel 6). Lokomosi tinggi pada waktu pagi karena kelinci mendapatkan rangsangan dari luarberupa pakan yang akan diberikan.
Hal
ini
membuat
kelinci
menjadi
aktif
bergerak
karena 26
mempunyairangsangan rasa lapar dan keinginan untuk mendapatkan makanan tersebut. Rataan tingkah laku stereotypes harian kelinci yaitu 0,26±0,36 kali/ 10 menit (Tabel 6). Hasil penelitian tingkah laku stereotypes pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Tingkah laku stereotypes yang muncul pada lantai kandang bambu ini biasanya kelinci menggigiti kawat dinding kandang. Hal ini terjadi karena kelinci merupakan hewan pengerat sehingga senang menggigiti kawat tersebut. Rataan tingkah laku istirahat harian kelinci yaitu 1,15±0,26 kali/ 10 menit (Tabel 6). Hasil penelitian tingkah laku istirahat pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelinci melakukan semua tingkah laku secara normal berada pada lantai kandang bambu. Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Sekam Rataan tingkah laku harian kelinci pada lantai kandang sekam dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, hasil penelitian menunjukkan rataan tingkah laku makan kelinci pada waktu yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini berarti kelinci dapat tetap melakukan aktivitas makan secara normal. Kelinci pada lantai sekam melakukan aktivits minum lebih tinggi pada waktu sore hari yaitu 1,27±0,19 kali/ 10 menit. Hal ini disebabkan karena kelinci memerlukan air untuk menstabilkan suhu rektal agar tetap berada pada daerah termonetral. Aktivitas eliminasi yang dilakukan kelinci pada lantai sekam rataan per harinya 0,22±0,46 kali/ 10 menit. Perbedaan waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku minum dan eliminasi kelinci.
27
Tabel 7. Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang
Sekam Waktu Tingkah Laku
Pagi
Siang
Rataan
Sore
..……........................Kali/10 menit………………………
Makan
2,58±0,72
1,75±0,47
2,21±0,57
2,18±0,65
Minum
0,75±0,70
1,77±0,46
1,32±0,97
1,28±0,81
Eliminasi
0,20±0,45
0,40±0,55
0,40±0,89
0,33±0,62
Merawat Diri
2,28±0,49
1,80±0,63
2,24±0,21
2,11±0,49
Bergerak
2,78±0,71
2,08±0,29
2,73±0,25
2,53±0,54
Stereotype
0,00±0
0,00±0,00
0,00±0,00
0,00±0,00
1,00±0,00
1,11±0,24
1,00±0,00
1,04±0,14
Istirahat
Hasil analisis
statistik
menunjukkan
bahwa
perlakuan
waktu
tidak
mempengaruhi aktivitas grooming pada jenis lantai sekam (P>0,05). Aktivitas grooming paling tinggi dilakukan kelinci pada waktu pagi hari yaitu 2,28±0,49 kali/ 10 menit dengan rataan grooming per hari 2,07±0,44 kali/ 10 menit. Hasil analisis
statistik
menunjukkan
bahwa
perlakuan
waktu
tidak
mempengaruhi aktivitas bergerak (P>0,05) pada jenis lantai kandang sekam. Rataan tingkah laku bergerak yaitu 2,51±0,64 kali/ 10 menit. Aktivitas bergerak paling rendah dilakukan kelinci pada waktu siang hari yaitu 2,03±0,33 kali/ 10 menit. Berdasarkan Tabel 7 rataan tingkah laku stereotypes pada kelinci yaitu 0,13±0,52 kali/ 10 menit. Kelinci biasanya melakukan menggigiti kawat dinding dan tempat pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku stereotypes. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu tidak mempengaruhi aktivitas istirahat (P>0,05) pada jenis lantai kandang sekam. Rataan tingkah laku istirahat yaitu 1,16±0,24 kali/ 10 menit. Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Kawat Rataan frekuensi dari tingkah laku harian pada lantai kandang kawat dapat dilihat pada Tabel 8.
28
Tabel 8. Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Kawat Waktu Pagi
Tingkah Laku
Siang
Sore
Rataan
…..……........................Kali/10 menit………………………
Makan
2,27±0,57
1,59±0,61
2,01±0,47
1,95±0,59
Minum
1,12±0,70
1,08±0,62
1,27±0,19
1,16±0,52
Eliminasi
0,20±0,45
0,20±0,45
0,26±0,57
0,22±0,46
Merawat Diri
2,28±0,49
1,84±0,36
2,10±0,46
2,07±0,44
Bergerak
2,78±0,71
2,03±0,33
2,71±0,62
2,51±0,64
Stereotypes
0,00±0,00
0,00±0,00
0,40±0,89
0,13±0,52
Istirahat
1,00±0,00b
1,41±0,24a
1,06±0,14ab
1,16±0,24
Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Berdasarkan Tabel 8 tingkah laku makan pada waktu pagi, siang dan sore hari ternyata tidak berbeda nyata (P>0,05). Kelinci melakukan tingkah laku makan pada pagi hari cukup tinggi (2,27±0,57 kali/ 10 menit) untuk memperoleh sumber energi agar dapat melakukan aktivitas di sepanjang hari tersebut. Tingkah laku makan pada sore hari dilakukan untuk menjaga energi yang akan digunakan beraktivitas pada malam hari. Kelinci yang merupakan hewan nokturnal juga membutuhkan energi untuk aktivitasnya dimalam hari. Cheeke et al. (2000) menyatakan kelinci akan makan lebih banyak saat suhu rendah dibandingkan saat suhu tinggi, hal ini untuk membiarkan kelinci menghasilkan panas yang mereka butuhkan dari konsumsi pakan yang lebih tinggi. Selama penelitian tingkah laku minum kelinci biasanya dilakukan sesaat setelah makan selesai atau ketika sedang makan. Suhu lingkungan juga mempengaruhi dalam aktivitas minum kelinci. Berdasarkan Tabel 8, rataan aktivitas minum harian kelinci dengan nilai 1,16±0,52 kali/ 10 menit. Meskipun begitu hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak berbeda (P>0,05) terhadap perilaku minum. Tingkah laku eliminasi erat kaitannya dengan tingkah laku makan, setelah mengkonsumsi pakan maka kelinci akan membuang kotoran baik berupa feses maupun urine. Kelinci melakukan tingkah laku eliminasi ini biasanya terjadi hanya pada salah satu sudut yang sama dalam kandang. Bentuk feses yang normal pada 29
umumnya cukup padat dan berbentuk bulat. Adakalanya bentuk feses kelinci terlihat tidak normal yaitu berbentuk cair dan lembek. Hal ini diduga pencernaan kelinci sedang terganggu. Rataan tingkah laku eliminasi pada P3 adalah 0,22±0,46 kali/ 10 menit. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan waktu tidak mempengaruhi aktivitas eliminasi (P>0,05) pada jenis lantai kandang kawat. Tingkah laku grooming
adalah perilaku merawat diri atau bersolek dan
membersihkan diri. Perawatan tubuh ataubersolek digolongkan menjadi beberapa aktivitas, yaitudefekasidanurinasi, berlindung dariangin,bernaungdari sinar matahari, mandi danmembasahitubuh. Berdasarkan Tabel 8, rataan tingkah laku merawat diri kelinci paling tinggi pada waktu pagi hari yaitu 2,28±0,49 kali/ 10 menit. Hal ini karena pagi hari suhu lingkungan masih rendah dan saat ini biasanya kelinci diberi pakan. Meskipun begitu waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku grooming pada jenis lantai kandang kawat. Sebelum kelinci melakukan aktivitas yang lainnya pada pagi hari terutama yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup pokok seperti aktivitas makan, biasanya kelinci memulai dengan melakukan aktivitas bergerak. Tingkah laku bergerak pada waktu pagi, siang dan sore hari ternyata tidak berbeda nyata (P>0,05). Jenis lantai kandang yang terbuat dari kawat ini dengan lantai yang sedikit berlubang-lubang dan tidak datar menjadikan kelinci lebih banyak bergerak untuk mengurangi rasa sakit karena lantai kandang kawat tersebut dengan rataan tingkah laku bergerak harian adalah 2,51±0,64 kali/ 10 menit. Aktivitas bergerak ini selain dilakukan untuk mendapat kenyamanan dan juga agar dapat memperoleh sesuatu yang diinginkan seperti bergerak untuk minum, makan, bereliminasi dan merawat diri. Tingkah laku stereotypes biasanya muncul pada kelinci tidak secara rutin. Rataan harian tingkah laku kelinci yang dilakukan adalah 0,13±0,52 kali. Tingkah laku yang biasa muncul adalah kelinci menggigiti dinding kawat, dengan dimulai dengan mengendus dinding kawat kemudian menjilati baru menggigit kawat Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku stereotypes. Kelinci juga kadang melakukan menggosokkan dagu pada benda yang ada dalam kandang. Kelinci memiliki kelenjar bau yang
30
sensitif yang terletak dibawah dagunya. Fungsi kelenjar ini adalah untuk menandai area yang menjadi kekuasaan wilayahnya. Pada jenis lantai kandang kawat setelah diuji lanjut tingkah laku istirahat siang hari (1,41±0,24 kali/ 10 menit) sangat nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pagi hari, dan sore hari tidak berbeda dengan waktu siang dan pagi hari. Hal ini karena kelinci merupakan hewan nokturnal sehingga seluruh aktivitas pada siang hari dilakukan untuk istirahat. Istirahat juga digunakan kelinci untuk mencerna makanan yang telah dikonsumsi. Pola Makan Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Pola makan kelinci yang diamati meliputi mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan. Frekuensi rataan pola makan kelinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Frekuensi Pola Makan Kelinci Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Frekuensi Pola Makan Pada Lantai Kandang yang Berbeda Pola Makan
Bambu (P1)
Sekam (P2)
Kawat (P3)
………………………Kali/5 menit……………………. Mengamati
1,56 ± 0,20
10,97 ± 21,27
1,29 ± 0,34
Mencium
1,41 ± 0,09
1,46 ± 0,20
1,36 ± 0,09
Menggigit
7,55± 1,69
6,83± 0,77
7,06± 1,32
178,01 ±53,47
154,19 ±38,69
168,79 ±25,88
7,44 ± 1,72
6,71 ± 0,96
7,06 ± 1,32
Mengunyah Menelan
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan (P>0,05). Hal ini menunjukkan semua jenis lantai kandang yang digunakan dalam penelitian layak digunakan dalam pemeliharaan kelinci karena tidak mengganggu atau tidak merusak pola makan pada kelinci. Kelinci akan mulai terlihat aktif saat mendekati waktu pemberian pakan. Kelinci mulai menghampiri pintu kandang dan mencium saat pakan diletakkan pada tempat pakan. Kelinci akan mulai mengamati pakan yang ada kemudian mencium pakan tersebut. Setelah itu kelinci mencium pakan dan mengigit pellet tersebut. 31
Biasanya kelinci paling banyak menggigit dua atau tiga butir pellet yang kemudian akan dikunyah (dimakan) dan ditelan. Pola makan kelinci yang paling tinggi adalah memakan, karena saat memakan kelinci akan lebih banyak menggerakkan mulut untuk mengunyah makanan tersebut. Menggigit dan menelan pada kelinci relativ sama karena jumlah pakan yang digigit oleh kelinci akan sama dengan pakan saat ditelan. Scrabbling atau mengais pakan pada saat pengamatan tidak muncul. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa pellet yang diberikan telah cukup baik untuk memenuhi nutrisi kelinci. Pola Makan Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Kandang yang Sama Pola makan kelinci pada kelinci lokal dimulai dari mengamati, mencium, menggigit, mengunyah, dan menelan pakan. Rataan frekuensi pola makan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Bambu Bambu Pola Makan Mengamati Mencium Menggigit Mengunyah Menelan
Pagi Sore ………………….Kali/5menit……………….. 1,46 ± 0,32 1,65 ± 0,31 1,35 ± 0,21
1,47 ± 0,17
7,41± 1,52
7,69 ± 1,94
180,48 ±60,01
175,54± 53,05
7,50 ± 1,73
7,39 ± 1,82
Tabel 10. Menunjukkan rataan frekuensi pada lantai kandang bambu dengan waktu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan kelinci artinya pola makan kelinci tidak terganggu oleh waktu yang berbeda. kelinci masih dapat melakukan pola makan dengan secara normal tanpa mengurangi kemampuannya mengkonsumsi pakan. Pada lantai kandang sekam pola makan mencium dan mengigit pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) dengan sore hari (Tabel 11). Hal ini disebabkan karena kelinci merupakan hewan nokturnal yang melakukan banyak aktivitas pada waktu 32
malam hari sehingga pada pagi hari kelinci yang mempersiapkan asupan energi untuk dapat melakukan kembali aktivitas disepanjang hari. Tabel 11. Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Sekam Sekam Pola Makan Pagi Sore ………………….Kali/5menit……………….. 1,61 ± 0,31 20,34 ± 42,30 Mengamati 1,49 ± 0,34 1,44 ± 0,07 Mencium 6,80± 0,72 6,86 ± 1,00 Menggigit 151,14 ±34,69 157,24± 43,32 Mengunyah 6,39 ± 0,93 7,03 ± 1,09 Menelan Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Tabel 12. Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Kawat Kawat Pola Makan Pagi Sore ………………….Kali/5menit……………….. 1,30 ± 0,37 1,29 ± 0,31 Mengamati 1,25 ± 0,17 1,47 ± 0,20 Mencium 6,76± 1,33 7,37 ± 1,90 Menggigit 162,78 ±30,35 174,79± 21,67 Mengunyah 6,72 ± 1,23 7,40 ± 1,94 Menelan Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Pada lantai kandang kawat pola makan kelinci dimulai dari mengamati sampai dengan mengunyah menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Pola makan menelan menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05) antara pagi dan dan sore hari. Hal ini karena pada sore hari kelinci mempersiapkan energi untuk aktivitas dimalam hari sehingga kelinci lebih banyak menelan pellet pada sore hari dibandingkan pagi.
33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan lantai kandang yang berbeda baik bambu, sekam maupun kawat tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap tingkah laku makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, dan stereotypes kelinci. Kelinci yang dipelihara pada lantai kandang bambu memperlihatkan aktifitas tingkah laku minum pada siang yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dan tingkah laku bergerak pada pagi hari yang lebih tinggi dibanding siang dan sore hari. Pada lantai kawat, tingkah laku istirahat pada siang hari nyata lebih tinggi dibandingkan pagi atau sore hari (P<0,05). Jenis lantai kandang yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan kelinci yaitu proses mengamati, mencium, mengigit, mengunyah kemudian menelannya. Pola makan kelinci pada waktu yang berbeda di lantai kandang bambu menunjukkan pengaruh tidak nyata. Pada lantai kandang sekam pola makan mencium dan menggigit pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan sore hari. Pola makan menelan pada lantai kandang kawat juga menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) lebih tinggi pada sore hari dibandingkan pagi hari. Berdasarkan hasil tersebut ketiga jenis lantai kandang lantai bambu sekam dan kawat dapat digunakan dalam pemeliharaan kelinci. Lantai kandang yang dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam pemeliharaan kelinci dapat berupa bambu, sekam maupun kawat. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan yang ada pada lokasi peternakan. Saran Penelitian tingkah laku harian kelinci sebaiknya dapat menggunakan video kamera untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Waktu pengamatan dari masing-masing kelinci juga dapat lebih diperpanjang. Pengamatan tingkah laku juga perlu dilakukan pada kelinci yang berada dalam kandang kelompok.
34
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirrobbilalamin, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. SHalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Sukirman Alamsyah, BE dan Ibunda Srimaya, S.Pd yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang dan pengorbanan kepada penulis baik secara moril maupun materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Moh. Yamin, M. Agr. Sc dan Muhamad Baihaqi, S.Pt, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran mengarahkan dan membimbing, memberikan semangat, saran dan kritik selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih kepada Muhamad Baihaqi, S.Pt, MSc sebagai dosen pembimbing akademik atas nasihat serta bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si sebagai dosen pembahas seminar atas saran dan masukannya. Terima kasih kepada Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Sc. A.gr, Ahmad Yani, S.TP. M.Si, dan Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si sebagai dosen penguji siding atas saran dan masukannya. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman satu tim penelitian Vania, Pak Ujang, Amir, Haer atas kerjasama, pengertian dan kesabarannya dalam membantu penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Alih Jenis IPTP yang saling memberikan semangat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2012
Penulis 35
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Ed. Ke-4.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Cheeke, P. R., McNitt, J. I., & N. M. Patton. 2000. Rabbit Production. 8th Edition. Interstate Publisher Inc, Denville, Illionois. Cheeke P. R., N. M. Patton., S. D. Lukefahr & J. L. McNitt. 1987. Rabbit Production. 6th Edition. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danvile, Illinois. Cheeke, P.R., N.M Patton & G.S. Templeton. 1982. Rabbit Production. The Interstate Printer and Publisher, Inc.Denville, Illinois. Cheeke, P.R. 1981. The Domestic Rabbit : Its nutrition requirements and its role in world food production. Recent advances in animal nutrition in Australia, Australia. Farrel, D. J. & Y. C. Raharjo. 1984. The Potential for Meat Production from Rabbit. Central Research Institute for Animal Science. Bogor. Finzi, A., S. Nyvold & M. El-Agroudi. 1992. Efficiency of three different housing systems in reducing heat stress in rabbits. J. Appl. Rabbit Res. 15 : 745-750. Fraser, A. F.& D. M. Broom. 2005. Farm Animal Behaviour and Welfare 3th Edition. CABI Publishing, Cambridge. Gaol, V. M. S. L. 2012. Performa produksi kelinci lokal pada jenis lantai kandang yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Peternakan Bogor. Bogor. Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid Pertama. Cetakan ketiga. Tarsito, Bandung. Grist, D. H. 1995.Rice. Longman Co., London. Gonyuo, H. W. 1991. Behavioural methods to answer the question about sheep. J. Anim. Sci. 69: 4155-4159. Gunawan, D. 2008. Pedoman Budidaya Kelinci yang Baik (Good Farming Practice). Direktorat Jendral Peternakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Jakarta. Herman, R. 1989. Produksi Kelinci. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hornicke, H. 1977. Bulettin of the international commite on laboratory animals. No. 41 : 11 Irlbeck, N. A. 2001. How to feed the rabbit (oryctolagus cuniculuc) gastrointestinal tract. J. Anim. Sci. 79: E343-E346. 36
Krisdianto. G, Sumarni & A. Ismanto. 2007. Sari hasil penelitian bambu. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/litbang/teliti/bambu.htm. [21November 2011] Morisse, J. P. & R. Maurice. 1996. Influence of the stocking density on the behavior in fattening rabbits kept in intensive condition. J. 6th World Rabbit Congress. 2: 425-429. Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor. Nheyla. 2010. Morfologi dan anatomi kelinci. nheyla.blogspot.com/2010/11/kelinci-lepus-nigricollis.html. [21November2011]
http://biology-
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. University of Indonesia Press. Jakarta. Porstmouth, J. 1977. In Nutrition and Climatic Environment. London. Raharjo, Y.C. 2005. Prospek, peluang dan tantangan agribisnis ternak kelinci. Lokakarya nasional potensi dan pengembangan usaha kelinci. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Siloto E.V., Zeferino C.P., Moura A.S.A.M.T., Fernandes S., Sartori J.R.,& E.R. Siqueira. 2008. Temperature and cage floor enrichment affect the behavior of growing rabbits. J.Appl. Ethology and Welfare Smith, J.B. & S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Templeton, G. S. 1959. Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers and Publisher Inc, Denville, Illionois. Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama & T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widodo, R. 2005. Usaha budidaya ternak kelinci dan potensinya. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Peternak kelinci, Bandung. Verga, M., I. Zingarelli., E. Heinzl., V. Ferrante., P. A. Martino & F. Luzi. 2004. Effect of housing and environmental enrichment on performance and behavior in fatteng rabbits. J. 8th World Rabbit Congress. http:www.dcam.upv.es.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman Db JK
KT
F hit
P
0,60
0,56
Perlakuan
2
25,60
12,80
Galat
12
254,40
21,20
Total
14
280,00
Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0,00001 Lampiran 2. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman Db
JK
Perlakuan
2
Galat Total
KT
F hit
P
97,20
48,60
3,19
0,07
12
182,80
15,23
14
280,00
Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0,00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 3. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK
KT
F hit
P
Perlakuan
2
79,60
39,80
2,39
0,13
Galat
12
199,90
16,65
Total
14
279,50
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
39
Lampiran 4. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK
KT
F hit
P
Perlakuan
2
66,90
33,45
1,89
0,19
Galat
12
212,60
17,71
Total
14
279,50
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 5. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK
KT
Fhit
P
Perlakuan
2
34,30
17,15
0,84
0,45
Galat
12
245,20
20,43
Total
14
279,00
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 6. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
4,20
0,41
Perlakuan
2
114,30
57,15
Galat
12
163,20
13,60
Total
14
277,50
Total number of values that were tied 5 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
40
Lampiran 7. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
2,62
0,11
Perlakuan
2
84,10
42, 05
Galat
12
192,90
16,07
Total
14
277,00
Total number of values that were tied 7 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 8. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
0,01
0,99
KT
F hit
P
0,06
0,99
Perlakuan
2
0,40
0,20
Galat
12
276,60
23,05
Total
14
277,00
Total number of values that were tied 12 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 9. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Harian Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
Perlakuan
2
2,50
1,25
Galat
12
267,50
22,29
Total
14
270,00
Total number of values that were tied 8 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
41
Lampiran 10. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
0,06
0,99
Perlakuan
2
2,50
1,25
Galat
12
267,50
22,29
Total
14
270,00
Total number of values that were tied 8 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 11. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
0,19
0,82
Perlakuan
2
5,20
2,60
Galat
12
162,80
13,56
Total
14
168,00
Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 12. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
0,01
0,98
Perlakuan
2
0,30
0,15
Galat
12
136,20
11,35
Total
14
136,50
Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
42
Lampiran 13. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
0,59
0,56
Perlakuan
2
25,20
12,60
Galat
12
254,30
21,19
Total
14
279,50
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 14. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
2,12
0,16
Perlakuan
2
73,20
36,60
Galat
12
206,80
17,23
Total
14
280,00
Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0,00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 15. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
1,50
0,26
Perlakuan
2
55,90
27,95
Galat
12
223,60
18,63
Total
14
279,50
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
43
Lampiran 16. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
1,55
0,25
KT
F hit
P
0,10
0,90
Perlakuan
2
57,60
28,80
Galat
12
222,40
18,53
Total
14
280,00
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 17. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Harian Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
Perlakuan
2
4,80
2,40
Galat
12
275,20
22,93
Total
14
280,00
Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 18. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
5,08
0,02
Perlakuan
2
128,10
64,05
Galat
12
151,40
12,61
Total
14
279,50
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15
Missing Cases 0
44
Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test of BERGERAK by PERLAKUAN Perlakuan Mean Homogeneous Groups 1 10,90 A 3 9,10 AB 2 4,00 B Alpha 0,05 Critical Z Value 2,394 Critical Value for Comparison 6,7712 Lampiran 19. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK
KT
F hit
P
3,79
0,05
Perlakuan
2
108,40
54,20
Galat
12
171,60
14,30
Total
14
280,00
Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15
Missing Cases 0
Lampiran 20. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
3,21
0,07
Perlakuan
2
97,60
48,80
Galat
12
182,40
15,20
Total
14
280,00
Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 21. Tingkah Laku Stereotypes Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
0,43
0,66
Perlakuan
2
11,20
5,60
Galat
12
156,80
13,06
Total
14
168,00
45
Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 22. Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber
db
JK
KT
F hit
P
Perlakuan
2
19,90
9,95
1,02
0,38
Galat
12
16,60
9,71
Total
14
36,50
Keragaman
Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 23. Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
1,00
0,39
Perlakuan
2
7,60
3,75
Galat
12
45,00
3,75
Total
14
52,50
Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 24. Tingkah Laku Istirahat Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db
JK
KT
F hit
P
2,84
0,09
Perlakuan
2
86,80
43,40
Galat
12
183,20
15,26
Total
14
270,00
Total number of values that were tied 5 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
46
Lampiran 25. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK
KT
F hit
P
Perlakuan
2
3,90
1,95
0,09
0,91
Galat
12
22
22,13
Total
14
269,50
Total number of values that were tied 7 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 26. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hit
P
1,00
0,39
Perlakuan
2
7,50
3,75
Galat
12
45,00
3,75
Total
14
52,50
Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
Lampiran 27. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman Db
JK
KT
F hit
P
24,30
0,01
Perlakuan
2
176,40
88,20
Galat
12
43,00
3,53
Total
14
220,00
Total number of values that were tied 9 Max. diff. allowed between ties 0.00001 Cases Included 15 Missing Cases 0
47
Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test of STEREOTYPES by PERLAKUAN
Perlakuan 2 3 1 Alpha 0,05 Critical Z Value 2,394
Mean 12,80 6,20 5,00
Homogeneous Groups A AB B
Critical Value for Comparison 6,7712
48
Lampiran 28 Gambar Dokumentasi Selama Penelitian a) Lantai Kandang Bambu, b) Lantai Kandang Sekam, c) Lantai Kanang Kawat, d) Kelinci Grooming¸e) Letak Kandang Perlakuan, f) Kelinci Istirahat
a) Lantai Kandang Bambu
c) Lantai Kandang Kawat
b) Lantai Kandang Sekam
d) Kelinci Grooming
f) Kelinci Istirahat e) Letak Kandang Perlakuan
49