SKRIPSI
FORMULASI SNACK BAR TINGGI SERAT BERBASIS TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L), TEPUNG MAIZENA, DAN TEPUNG AMPAS TAHU
Oleh: FERIANA CHANDRA F24060576
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FORMULASI SNACK BAR TINGGI SERAT BERBASIS TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L), TEPUNG MAIZENA, DAN TEPUNG AMPAS TAHU
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: FERIANA CHANDRA F24060576
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
: Formulasi Snack Bar Tinggi Serat Berbasis Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L), Tepung Maizena, dan Tepung Ampas Tahu
Nama
: Feriana Chandra
NIM
: F24060576
Menyetujui Bogor, Juli 2010
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS) NIP: 19480409. 197302. 1. 001
(Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc.) NIP: 19490505. 199203. 2. 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814. 199002. 1. 001
Tanggal Lulus :
Feriana Chandra. F24060576. Formulasi Snack Bar Tinggi Serat Berbasis Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L), Tepung Maizena, dan Tepung Ampas Tahu. Dibawah bimbingan Rizal Syarief dan Fransiska Rungkat Zakaria RINGKASAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan produk snack bar yang sehat, kaya serat, dan dapat menjadi pangan fungsional. Selain memanfaatkan aktivitas antioksidan komponen fitokimia dan mineral yang terdapat dalam sorgum, snack bar ini juga memanfaatkan komponen serat pangan yang banyak terkandung dalam tepung ampas tahu. Untuk memperoleh snack bar sorgum ampas tahu yang begizi, disukai dan dapat diterima secara organoleptik, maka dilakukan formulasi snack bar dalam 3 tahap yaitu penentuan formula snack bar (tahap I), penentuan suhu pemanggangan (tahap II), dan pembuatan snack bar (tahap III). Uji organoleptik tahap I dilakukan untuk mendapatkan dua taraf pada variabel perbandingan sorgum dengan maizena, sedangkan uji organoleptik tahap II dilakukan untuk memperoleh formula yang disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tekstur, dan overall. Pada hasil uji organoleptik tahap I diperoleh taraf variabel perbandingan sorgum maizena yang disukai adalah 3:1 dan 1:1. Variabel yang digunakan pada formulasi (tahap III) adalah persentase penambahan tepung ampas tahu (20%, 12%, dan 8%) dan perbandingan antara sorgum maizena (3:1 dan 1:1) yang diperoleh dari uji organoleptik tahap I. Oleh karena itu, pada formulasi ini didapatkan 6 variasi formula. Pemilihan formula terbaik berdasarkan hasil uji rating hedonik, analisis total serat pangan, dan aktivitas antioksidan. Formulaformula tersebut dipanggang pada suhu atas oven 160⁰C dan suhu bawah oven 140⁰C (hasil tahap II). Formula yang paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tektur, dan keseluruhan (uji organoleptik tahap II) adalah formula-formula dari variasi dua variabel, yaitu perbandingan sorgum dengan maizena (3:1 dan 1:1) dan persentase penambahan tepung ampas tahu (12% dan 8%) paling disukai. Formula-formula tersebut antara lain: A1B2 (3:1 dan 12%), A2B2 (1:1 dan 12%), A1B3 (3:1 dan 8%), dan A2B3 (1:1 dan 8%). Semakin tinggi persentase penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi kadar total serat pangan. Perbandingan sorgum dengan maizena 3:1 menghasilkan produk dengan kandungan serat pangan lebih tinggi dibandingkan dengan 1:1. Aktivitas antioksidan akan semakin tinggi jika proporsi penambahan sorgum dalam produk tinggi. Formula terbaik pada penelitian ini adalah formula dengan penambahan tepung ampas tahu sebesar 12% dan perbandingan antara sorgum dan maizena 3:1. Selain disukai secara organoleptik, formula ini mengandung total serat pangan 10.68%bk, aktivitas antioksidan 16.59 mg eqivalen vitamin C/100g produk, kadar air 13.21 %bk, mineral 1.65 %bk, protein 9.50 %bk, lemak 16.06 %bk, dan karbohidrat 72.79 %bk. Kandungan mineral Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula terbaik berturut-turut adalah 64 ppm, 23 ppm, dan 2046 ppm. Hasil pengukuran warna formula A1B2 adalah L= 59.63, a= +8.23, b=
+23.10, dan ⁰Hue= 70.38. Tingkat kekerasan snack bar sorgum ampas tahu terpilih adalah 1600 gram force. Formula terbaik dapat memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) serat pangan harian manusia sebesar 15.68%, karbohidrat 8.89%, lemak 9.08%, protein 6.98%, kalsium 10.64%, zat besi 10.23%, dan Zn 8%. Snack bar ini dapat diklaim sebagai pangan sumber serat, kalsium, dan zat besi dengan takaran saji 1 bar.
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Kok Hian Tat dan Ho Hon Tju. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1988. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Santa Cicilia (1994-2000), kemudian SMP Kristen Kanaan (2000-2003), lalu SMU Kristen Kanaan (2003-2006). Penulis diterima di IPB pada tahun 2006 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi maupun kepanitiaan. Penulis menjadi staff pengurus KMB IPB (Keluarga Mahasiswa Buddhist Institut Pertanian Bogor) divisi Manajemen dan Kewirausahaan tahun 2007, KMB IPB divisi Pengembangan Kerohanian tahun 2008, kemudian pada tahun berikutnya penulis menjadi staff HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan) divisi Pengembangan dan Sumber Daya Manusia. Penulis juga terlibat dalam kepanitiaan NSPC, LCTIP, Vegetarian Day, Baur, dan banyak kepanitiaan lainnya. Penulis pun telah menjalani pelatihan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang diadakan oleh M-Brio. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Formulasi Snack Bar Kaya Serat Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L), Tepung Maizena, dan Tepung Ampas Tahu” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat, M.Sc.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat TRIRATNA yang telah melimpahkan bimbingan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi, yang berjudul “FORMULASI SNACK BAR TINGGI SERAT BERBASIS TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L), TEPUNG MAIZENA, DAN TEPUNG AMPAS TAHU” ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian yang telah dilaksanakan sejak Juni 2009 sampai Mei 2010 di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta Pilot Plan SEAFAST. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Mama Ho Hon Tju dan papa Kok Hian Tat yang sangat kucintai, yang tiada hentihentinya memberikan kasih sayang, doa, nasihat, dan dukungan moril maupun materi kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan waktu di tengah-tengah kesibukannya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis. 3. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc atas kesediaannya sebagai dosen pembimbing kedua yang selalu dengan senang hati mendengar masalah yang dihadapi penulis dan memberi masukkan yang sangat berarti. 4. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc atas waktu dan kesediannya sebagai dosen penguji pada sidang skripsi penulis. 5. Ibu Elvira Syamsir, STP, M.Si , Pak Ir. Subarna, M.Si serta seluruh staf pengajar ITP. Terima kasih atas bimbingannya selama penulis menjalani penelitian, mengolah data, dan ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Anak-anakku (Fenny, Abu, Ndut, Ndit, dan Ucil) yang telah memberi banyak hiburan disaat penulis penat. Terima kasih atas aroma terapi yang telah kalian berikan.
ii
7. Teman sepenelitianku: Stephanie, Erinna, dan Yessica. Terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kalian disaat suka maupun duka. 8. Sahabat-sahabat terbaikku di kostan (Puri Riveria 99) : Yurina, Margaret, Ko Goto, Ko Suhendri, Ko Ica, Ko Dika, Ko Dial, Ko Glenn, Ko Deni, Martin, Ko Icoez, Ko Budi, Lolo, Ko Sipit, Ko Baba, Babe, dan semua penghuni lainnya yang telah memberi dukungan dan kehangatan layaknya keluarga. 9. Sahabat-sahabat terbaikku di ITP 43: Syenny, Richie, Stefanus, Stephanie G H, Felicia, Dyas, Desonk, Nina, Stella, Jessica, Dessyana, Prima, Federika, Saphie, Mario, Dyah, Widi, Risma, Rina B, Rina, Ius, Riza, Wonojatun, Zatil, Anto, Rijali, Helena, Selma, dan teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan, doa, kebersamaan, dan nasehatnya. Semoga tetap menjadi sahabat kemarin, hari ini, esok, dan selamanya. 10. Sahabat-sahabat terbaikku KMB IPB: Yuni, Theresia, Diana, Nadya, Limpey, Ko Leo, Ko Kenci, Ko Andi, Ci Vero, Ci Stef, Eliana, Trancy, Kenny, Yunko, Edi, Sally, Wahyu, Irene, Siska, dan teman-teman KMB yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian selama ini. 11. Teman-teman ITP 42 dan IPN : Ci Irene, Ko Acel, Ci Eveline, Ci Teresia, Ci Stella, Ci Yusi, Ci Diana, Ko Adi, Ci Beli, Ci Cha Cha, Ci Kalista, Kak Ester, Kak Tuthie, Kak Midun, Kak Sina (trims atas pinjaman botolnya), Kak Siyam, Kak Nono, Mbak Alina, Mbak Mutiara, Mbak Fonna, Bu Yuzda, Kak Anaz, Kak Dito. Terima kasih atas bantuan, motivasi, saran, dan bimbingannya selama di laboratorium dan saat pengolahan data. 12. Teman-temanku di Jakarta: Rosita, Henny, Elvira, Yohana, dan seluruh alumni XII IPA 2006. Terima kasih atas dukungan dan dorongannya. 13. Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Yahya, Pak Rojak, Bu Antin, Bu Rubiah, Pak Jun, Pak Nur, Pak Yas, Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Pak Taufik, dan teknisi lainnya. Terimakasih atas bantuannya, bimbingannya, masukkan, dan nasehat yang diberikan selama di laboratorium. 14. Bapak-bapak di PITP, yang selalu melayani penulis dengan senang hati mencari skripsi, buku, artikel, jurnal, dan fotokopi semua bahan-bahan tersebut untuk kepentingan penulisan skripsi ini.
iii
15. Kepada staf-staf di UPT ITP: Bu Novi, Mbak Ani, Bu Kokom, Bu Sofi. Terima kasih atas kesediaannya membantu penulis dalam menyelesaikan masalah birokrasi. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 2 C. Manfaat Penelitian .............................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sorgum (Sorghum bicolor L) ................................................................ 4
B. Tepung Ampas Tahu (Okara Flour) ................................................... 11 C. Maizena ............................................................................................... 13 D. Snack Bar ............................................................................................ 14 E. Aktivitas Antioksidan ......................................................................... 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan .................................................................................................. 18 B. Alat dan Instrumen .............................................................................. 18 C. Metode Penelitian ............................................................................... 19 1. Penepungan sorgum ...................................................................... 19 2. Penepungan ampas tahu ................................................................ 20 3. Formulasi snack bar ...................................................................... 21 3.1. Penentuan formula snack bar .............................................. 21 3.2. Penentuan suhu pemanggangan snack bar .......................... 22 3.3. Pembuatan snack bar ........................................................... 23 4. Analisis bahan baku (tepung ampas tahu dan tepung sorgum) dan snack bar ......................................................................... 25 4.1. Uji organoleptik ................................................................... 25 4.2. Analisis kimia ...................................................................... 25
v
4.2.1. Kadar serat pangan metode enzimatis...................... 25 4.2.2. Aktivitas antioksidan ............................................... 26 4.2.3. Kadar air metode oven ............................................. 27 4.2.4. Kadar abu ................................................................. 27 4.2.5. Kadar lemak metode soxhlet.................................... 28 4.2.6. Kadar protein metode Mikro-Kjeldhal..................... 28 4.2.7. Kadar karbohidrat .................................................... 29 4.2.8. Komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn .......................... 29 4.3. Analisis fisik ........................................................................ 30 4.3.1. Analisis Warna ......................................................... 30 4.3.2. Analisis tekstur ........................................................ 31 5. Pemilihan formula terbaik snack bar ............................................ 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 34 A. Penepungan Sorgum ........................................................................... 34 B. Penepungan Ampas Tahu ................................................................... 35 C. Formulasi Snack Bar ........................................................................... 36 1. Penentuan formulasi snack bar ..................................................... 36 2. Penentuan suhu pemanggangan .................................................... 40 3. Pembuatan snack bar .................................................................... 41 D. Analisis Kimia Tepung Ampas Tahu dan Tepung Sorgum ................ 42 E. Analisis Formula Snack Bar ............................................................... 45 1. Uji organoleptik ............................................................................ 45 1.1. Rasa...................................................................................... 46 1.2. Aroma .................................................................................. 47 1.3. Tekstur ................................................................................. 48 1.4. Overall ................................................................................. 49 2. Kadar serat pangan ........................................................................ 51 3. Aktivitas antioksidan .................................................................... 53 4. Pemilihan formula terbaik............................................................. 55 5. Analisis proksimat keenam formula ............................................. 56 6. Analisis komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn .................................. 59 7. Analisis warna ............................................................................... 61
vi
8. Analisis kekerasan bar .................................................................. 62 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 63 A. Kesimpulan ......................................................................................... 63 B. Saran ................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 65 LAMPIRAN .............................................................................................. 70
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia biji sorgum .......................................................... 5 Tabel 2. Karakteristik ampas tahu dan tepung ampas tahu ........................... 11 Tabel 3. Formulasi snack bar ........................................................................ 21 Tabel4. Penentuan suhu pemanggangan ....................................................... 23 Tabel 5. Formula snack bar ........................................................................... 23 Tabel 6. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar.......................... 32 Tabel 7. Formula I pada tahap formulasi snack bar ...................................... 36 Tabel 8. Formula II pada tahap formulasi snack bar ..................................... 37 Tabel 9. Formula III pada tahap formulasi snack bar ................................... 38 Tabel 10. Formula IV pada tahap formulasi snack bar ................................... 39 Tabel 11. Formula V pada tahap formulasi snack bar..................................... 40 Tabel 12. Penentuan suhu pemanggangan ....................................................... 40 Tabel 13. Enam formulasi snack bar sorgum ampas tahu ............................... 42 Tabel 14. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung sorgum ..................... 43 Tabel 15. Hasil analisis proksimat keenam formula ........................................ 57 Tabel 16. Kandungan mineral Ca, Fe, Zn formula terbaik (20 tepung ampas tahu; sorgum:maizena= 3:1) ............................................................ 60 Tabel 17. Hasil analisis warna dengan chromameter ...................................... 61
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Struktur biji sorgum .................................................................. 4
Gambar 2.
Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu turunan asam benzoat dan turunan asam sinamat ........................................... 6
Gambar 3.
Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin................................................................................ 7
Gambar 4.
Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum ..................... 8
Gambar 5.
Tepung ampas tahu dan produk berbahan baku ampas tahu .... 12
Gambar 6.
Snack bar yang ada di pasaran ................................................. 14
Gambar 7.
Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH ................ 17
Gambar 8.
Diagram alir pembuatan tepung sorghum ................................ 19
Gambar 9.
Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu ............................ 20
Gambar 10. Diagram alir pembuatan snack bar........................................... 24 Gambar 11. Texture Analyzer ....................................................................... 32 Gambar 12. Diagram alir penentuan formula terbaik................................... 33 Gambar 13. Snack bar sorgum ampas tahu .................................................. 42 Gambar 14. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut rasa produk ....................................................................................... 46 Gambar 15. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut aroma produk ....................................................................................... 48 Gambar 16. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut tekstur produk ....................................................................................... 49 Gambar 17. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap keseluruhan atribut produk ........................................................................... 50 Gambar 18. Kadar serat pangan dari keenam formula ................................. 52 Gambar 19. Grafik aktivitas antioksidan dari keenam formula ................... 54
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Kuesioner uji rating hedonik tahap I .........................................70
Lampiran 2.
Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tahap I .....................71
Lampiran 3.
Hasil analisis uji rating hedonik tahap I ....................................72
Lampiran 4.
Kuesioner uji rating hedonik tahap II........................................73
Lampiran 5.
Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut rasa ............................................................................................74
Lampiran 6.
Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan .........................................................75
Lampiran 7.
Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut aroma .........................................................................................76
Lampiran 8.
Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan ...........................................77
Lampiran 9.
Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut tekstur ........................................................................................78
Lampiran 10. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan ...........................................79 Lampiran 11. Rekapitulasi Data Hasil Uji Ranting Hedonik Keseluruhan (overall) .....................................................................................80 Lampiran 12. Hasil analisis uji rating hedonik overall metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan ..........................................................81 Lampiran 13. Hasil analisis kandungan serat pangan keenam formula...........82 Lampiran 14. Hasil pengolahan data total serat pangan dengan SPSS 15.......83 Lampiran 15. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk ...................................84 Lampiran 16. Lanjutan kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk .......................85 Lampiran 17. Data analisis aktivitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk.............................................................86 Lampiran 18. Hasil pengolahan data aktivitas antioksidan dengan SPSS 15 ..87 Lampiran 19. Data analisis kadar air tepung sorgum, tepung ampas tahu, x
dan produk.................................................................................88 Lampiran 20. Hasil pengolahan data kadar air dengan SPSS 15 .....................89 Lampiran 21. Data analisis kadar mineral tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk ........................................................................90 Lampiran 22. Hasil pengolahan data kadar mineral dengan SPSS 15 .............90 Lampiran 23. Data analisis kadar protein tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk ........................................................................91 Lampiran 24. Hasil pengolahan data kadar protein dengan SPSS 15..............92 Lampiran 25. Data analisis kadar lemak tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk.................................................................................93 Lampiran 26. Hasil pengolahan data kadar lemak dengan SPSS 15 ...............94 Lampiran 27. Data analisis kadar karbohidrat tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk.............................................................95 Lampiran 28. Hasil pengolahan data kadar karbohidrat dengan SPSS 15 ......96 Lampiran 29. Data kandungan mineral snack bar formula terbaik .................97 Lampiran 30. Hasil pengukuran warna snack bar formula terbaik .................97 Lampiran 31. Data analisis kekerasan dengan Texture Analyzer ....................97 Lampiran 32. Informasi nilai gizi snack bar sorgum ampas tahu terpilih .......98
xi
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi menimbulkan persoalan bagi bangsa Indonesia dalam hal penyediaan pangan, sandang, dan papan yang cukup sulit. Demikian pula dengan masalah kekurangan gizi dan pangan yang tidak membawa manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsi semakin hari semakin bertambah, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Keadaan tersebut disebabkan kurangnya pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Indonesia merupakan negara penghasil berbagai serealia yang mengandung banyak nutrisi penting bagi tubuh manusia. Serealia berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan. Namun, saat ini masyarakat Indonesia sangat bergantung pada gandum dan beras. Tingginya permintaan masyarakat Indonesia akan beras dan gandum mengharuskan pemerintah untuk mengimpor komoditi tersebut dari luar negeri padahal masih banyak sumber pertanian yang dapat berfungsi sebagai pengganti gandum maupun beras guna menjadi bahan baku pangan berkualitas. Saat ini banyak berkembang produk makanan baru yang menawarkan berbagai manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Banyaknya variasi produk makanan baru kian menambah variasi pilihan konsumen dalam memilih makanan yang akan dikonsumsinya sehingga konsumen akan memilih makanan yang lebih berguna bagi tubuhnya. Berbagai kandungan gizi dapat diperoleh hanya dengan mengkonsumsi satu jenis makanan. Semakin praktis dan bergizi suatu produk makanan, maka akan memberikan nilai jual lebih bagi produk tersebut. Sorgum (Sorghum bicolor L) merupakan salah satu jenis serealia yang dapat tumbuh di Indonesia. Penggunaan hasil sorgum di Indonesia sebagian besar untuk industri makanan ternak. Di samping itu peningkatan penggunaan sorgum sebagai bahan pangan yang memiliki kandungan gizi lengkap masih sangat terbatas. Sorgum mengandung senyawa – senyawa polifenol yang memiliki daya antioksidan sangat besar, lebih besar dari vitamin E dan vitamin C yang selama ini dikenal sebagai antioksidan alami (Awika dan Rooney, 2004).
1
Konsumsi suplemen serat bukan hal yang harus dipromosikan di negara Indonesia, apabila masyarakat telah mengenal dan mengkonsumsinya dari berbagai sumber, khususnya sayuran, buah, dan biji-bijian. Mengkonsumsi serat lebih dari 35 gram, sebenarnya sudah tidak membutuhkan tambahan lagi. Namun demikian, pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini tengah berlangsung secara dramatis, khususnya pada mereka yang tinggal di perkotaan. Sesuai dengan irama hidupnya orang kota cenderung meninggalkan produkproduk pangan konvensional yang umumnya kaya akan serat. Serat kedelai yang diperoleh dari pengeringan ampas tahu merupakan salah satu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat bagi tubuh. Pemanfaatan ini menambah diverifikasi dan memberikan nilai tambah gizi limbah ampas tahu selain sebagai pakan ternak dan bahan baku dalam pembuatan oncom. Tepung ampas tahu dapat memenuhi kecukupan serat pangan harian hingga lebih dari 100% tiap 100 gram. Oleh karena itu, tepung ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan baku pangan fungsional. Penggabungan serat kedelai dan sorgum sebagai bahan dasar produk pangan memungkinkan untuk dihasilkannya suatu pangan fungsional berupa snack bar kaya serat dengan efek sinergis serat pangan dan senyawa polifenol sebagai pangan antioksidan yang diterima konsumen. Dengan adanya produk snack bar tersebut diharapkan konsumsi sorgum dan serat kedelai sebagai sumber serat dan antioksidan dapat ditingkatkan. B. Tujuan Penelitian 1.
Mendapatkan formulasi snack bar sorgum ampas tahu yang dapat diterima, disukai secara organoleptik, mengandung zat gizi serat pangan, antioksidan, dan mineral yang tinggi.
2.
Menentukan karakteristik kimia dan fisik snack bar sorgum ampas tahu.
C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah snack bar sorgum ampas tahu dapat memenuhi kebutuhan zat gizi harian manusia yang mengkonsumsi terutama serat pangan, antioksidan berupa senyawa polifenol, dan mineral (Ca, Fe, dan Zn). Zat-zat gizi tersebut diharapkan dapat membantu
2
menurunkan kolesterol, mencegah pertumbuhan kanker kolon, mengatasi sembelit, dan berbagai masalah nutrisi lainnya. Informasi data snack bar sorgum ampas tahu yang diperoleh, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri kecil dan industri rumah tangga.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sorgum (Sorghum bicolor L) Sorgum (Sorgum bicolor L) adalah serealia yang berpotensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah marginal dan kering di Indonesia. Biji sorgum memiliki bentuk bulat lonjong dengan ukuran sekitar 4 x 2,5 x 3,5 mm. Komponen utama biji sorgum adalah perikarp, testa, endosperm dan embrio (Laimeheriwa, 1990). Untuk lebih jelasnya struktur penampang melintang dari biji sorgum disajikan pada Gambar 1.
lembaga perikarp
Gambar 1. Struktur biji sorgum (www.fao.org) Keunggulan sorgum adalah daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan alternatif. Biji sorgum memiliki kandungan karbohidrat tinggi dan sering digunakan sebagai bahan baku industri bir, pati, gula cair atau sirup, etanol, lem, cat, kertas dan industri lainnya. Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa
4
Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sirappa, 2003). Menurut Hulse et al. (1980) sorgum termasuk famili Graminae dan merupakan tanaman musim panas meskipun beberapa varietasnya dapat beradaptasi dengan iklim setempat. Sorgum tumbuh secara efektif pada daerah tropis dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, suhu 20-380C, kelembaban udara 20-40%, curah hujan 380-1100 mm/tahun, dan kisaran pH 5,58,5. Komposisi kimia dari biji sorgum dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia biji sorgum Komposisi Kimia Biji Sorgum (%) Bagian Biji Karbohidrat
Protein
Lemak
Abu
Serat
Endosperm
73.80 70.00 * 71.00 ** 80.96 *** 82.50
12.30 11.00 * 10.40 ** 6.23 *** 12.30
3.60 3.00 * 3.40 ** 0.98 *** 0.60
1.67 1.80 * 1.49 *** 0.37
2.20 3.00 * 2.00 ** 10.34 *** 1.30
Kulit biji
34.60
6.70
4.90
2.02
8.60
Lembaga
13.40
18.90
28.10
10.36
2.60
Biji utuh
Kandungan Mineral Biji utuh
Ca
Fe
Zn
P
320
45
26
358
Sumber : www.fao.org *Hulse, et al. (1980) **Platt (1962) *** Yanuar (2009) Sorgum mengandung berbagai senyawa bioaktif yang beberapa diantaranya adalah komponen fenolik, sterol tanaman dan polikosanol (stanol). Fenol membantu dalam pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit, sedangkan sterol tanaman dan polikosanol merupakan komponen penting dari lilin dan minyak tanaman (Rooney dan Serna, 2000). Senyawa fenolik pada sorgum memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan berbagai kegunaan lain untuk kesehatan. Fenol dalam sorgum terbagi menjadi dua kategori yaitu asam fenolat dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan asam sinamat dan
5
benzoat, sedangkan flavonoid meliputi tanin dan antosianin sebagai konstituen yang paling banyak diisolasi dari sorgum (Awika dan Rooney, 2004). Struktur asam fenolik dari sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu turunan asam benzoat dan turunan asam sinamat (Awika dan Rooney, 2004) Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang paling banyak dipelajari dari sorgum (Awika dan Rooney, 2004). Antosianin pada sorgum tidak seperti antosianin pada umumnya. Antosianin yang terkandung dalam sorgum dinilai unik karena strukturnya tidak memiliki gugus hidroksil pada cincin karbon (C) nomor 3 sehingga dinamakan 3-deoksiantosianin. Keunikan tersebut menyebabkan antosianin pada sorgum lebih stabil pada pH tinggi dibanding antosianin yang diisolasi dari buah-buahan atau sayur-sayuran pada umumnya. Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigenidin dan luteolinidin. Struktur apigenidin dan luteolinidin dapat dilihat pada Gambar 3.
6
R1 = H1R2 = H1R3 = H :apigenidin R1 = OH1R2 = H1R3 = H : luteolinidin
Gambar 3. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin (Awika dan Rooney, 2004) Komponen flavonoid yang lain dari sorgum selain antosianin adalah senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul antara 500-3000 kDa. Senyawa tanin pada sorgum memiliki berbagai peranan, antara lain untuk melindungi biji dari predator burung, serangga, dan kapang (Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus) dengan bertindak sebagai fitoaleksin dan meningkatkan rasa astringen sehingga sorgum tidak disukai. Tanin dari sorgum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro. Tanin dengan berat molekul tinggi memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan antioksidan alami lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan banyaknya jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil yang dimiliki oleh tanin, dimana semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Tanin tidak dapat berperan sebagai prooksidan sehingga dinilai sebagai salah satu antioksidan yang potensial bagi tubuh. Struktur tanin pada sorgum dapat dilihat pada Gambar 4.
7
Gambar 4. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum (Awika dan Rooney, 2004) Menurut Deprez et al. (2001), proantosianidin dalam bentuk monomer sampai trimer dapat diserap dengan baik oleh sel monomer usus. Ikatan interflavan pada proantosianidin tidak stabil pada lingkungan asam lambung (pH 2) sehingga dapat didegradasi dari proantosianidin dengan berat molekul besar menjadi monomer dan dimer. Hal tersebut tentunya akan meningkatkan ketersediaan biologis proantosianidin. Proantosianidin yang tidak terdegradasi oleh enzim-enzim percernaan akan didegradasi oleh mikroflora di usus besar menjadi asam fenolik yang kemudian dapat diserap dan mendatangkan banyak manfaat. Asam fenolik lebih mudah diserap daripada komponen fenol lainnya karena ukurannya yang kecil (Scalbert et al., 2002). Pada buah-buahan, senyawa ini umumnya dalam bentuk bebas, namun sorgum dan serealia lainnya sebagian besar asam fenolik dalam bentuk teresterifikasi dengan dinding sel. Meskipun demikian, mikroflora
di
usus memiliki
kemampuan untuk memisahkan diferulat
teresterifikasi dan asam hidroksisinamat. Asam fenolik terikat yang terkandung pada sorgum berjumlah kurang lebih 85% dari total asam fenolik. Polikosanol merupakan campuran alkohol alifatik berbobot molekul tinggi dan merupakan komponen lapisan lilin tanaman. Polikosanol yang terkandung dalam sorgum sekitar 0.2% dari bijinya dan lebih tinggi dari serealia lainnya. Setiap 100 gram sorgum diperkirakan mengandung 30 mg polikosanol. Menurut 8
Mc Carthy (2002), polikosanol berpotensi menurunkan kolesterol dibandingkan statin, obat penurun kolesterol yang mahal dan berpotensi bahaya. Castano et al. melaporkan, 10 mg polikosanol per hari lebih efektif dalam menurunkan LDL dan meningkatkan HDL daripada 20 mg lovastatin per hari serta tidak menimbulkan efek toksik bagi yang mengkonsumsi bahkan hingga dosis yang tinggi. Manfaat lain dari polikosanol adalah pada peroksidasi lipid, agregasi platelet, dan proliferasi sel otot halus. Oleh karena itu, polikosanol dapat menjadi pangan alternatif pengganti statin. Sorgum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan erat dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang dimilikinya (Awika dan Rooney, 2004). Peranan sorgum dalam mencegah cardiovascular disease (CVD) dilaporkan oleh Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksana sorgum dapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase pada sel hati tikus. Penelitian dari Lee dan Pan (2003) juga melaporkan bahwa senyawa tanin sorgum dapat menghambat 63-97% oksidasi asam linoleat pada hemoglobin dibandingkan kedelai (13%) dan dedak padi (78%). Kemampuan sorgum dalam menurunkan kadar kolestrol darah juga dilaporkan oleh yang menyatakan bahwa dedak sorgum memiliki kemampuan menurunkan kadar kolestrol darah lebih baik dibanding gandum dan jagung. Manfaat kesehatan sorgum lainnya adalah peranannya dalam membantu ketersediaan pangan bagi penderita diabetes militus dan obesitas yang dibuktikan oleh penelitian Awika dan Rooney (2004) yang menyatakan bahwa senyawa tanin pada sorgum menyebabkan sorgum dicerna lebih lambat dibanding serealia lain. Menurut Muriu et al. (2002), mekanisme yang terjadi disebabkan senyawa tanin yang terdapat pada sorgum akan menurunkan nilai gizi makanan yang dikonsumsi dengan cara berikatan dengan protein dan karbohidrat membentuk suatu komplek yang lambat didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme peranan sorgum dalam menghambat obesitas lainnya adalah kemampuan senyawa tanin pada sorgum untuk berikatan dengan enzim-enzim pencernaan seperti sukrase, amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase (Al-Mamary et a.l, 2001; Lizardo et al., 1995).
9
Aktivitas anti mutagenik sorgum dibuktikan oleh penelitian Grimmer et al. (1992) yang menunjukkan bahwa senyawa tanin pada sorgum memiliki aktivitas anti mutagenik lebih tinggi dibanding senyawa tanin dengan berat molekul lebih rendah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Turner et al. (2006) melaporkan bahwa tanin dari dedak sorgum dapat mereduksi kanker kolon pada tikus percobaan, dimana studi dilakukan dengan cara pemberian diet berupa dedak sorgum hitam, selulosa dan sorgum putih. Aktivitas antikanker kolon terbaik didapat pada dedak sorgum hitam dimana hasil yang didapat diduga berkorelasi dengan adanya aktivitas antioksidan dari sorgum. Mekanisme anti kanker kolon dari sorgum memiliki hubungan erat dengan senyawa tanin pada sorgum. Mekanisme tersebut mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rios et al. (2002) yang melaporkan bahwa senyawa tanin tidak terdegradasi setelah melewati saluran pencernaan pada manusia. Tanin baru akan terdegradasi oleh mikroflora yang terdapat di kolon menjadi asam fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan di dalam sistem pencernaan di kolon (Rios et al., 2002). Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar. Beberapa varietas sorgum yang telah dikenal di Indonesia adalah Malang 26, Birdproof, Ketengu, Pretoria, Darsa dan Cempaka. Varietas-varietas yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor diantaranya adalah varietas UPCA-S1, UPCA-S2, No.46, No.6c dan No.7c. Menurut Suarni (2004), balai penelitian tanaman serealia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas dua varietas sorgum unggul baru yaitu Kawali dan Numbu yang berasal dari India. Potensi hasil kedua varietas tersebut masing-masing 4,76 ton/ha dan 5,05 ton/ha dengan rata-rata hasil 3,0 ton/ha dan berumur 90 hari. Varietas Kawali dan Numbu memiliki tangkai yang kompak dan besar, tahan terhadap rebah, penyakit karat serta penyakit bercak daun. Kedua varietas ini ditanam di beberapa daerah antara lain di Demak (Jawa Tengah), Gunungkidul dan daerah Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta).
10
B. Tepung Ampas Tahu Ampas tahu atau okara (Martos dan Rupérez, 2009) merupakan residu berserat yang diperoleh dari pengolah susu kedelai dan tahu. Ampas tahu masih mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi karena pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian protein kedelai bisa terekstrak. Ampas tahu mengandung 20% - 27% bk protein (Katayama dan Wilson, 2008) dan 53.23% bb serat pangan (Hartono, 2004). Tepung ampas tahu diperoleh dari penepungan ampas tahu yang telah dikeringkan. Pemanfaatan ampas tahu dalam bentuk tepung memudahkan dalam penyimpanannya, pengaplikasian, dan pengoptimalan kadar protein dan serat. Pembuatan tepung ampas tahu sebagai alternatif ingredient pangan fungsional meliputi tahap pengepresan, pembersihan, pengeringan dengan drum drier, penghalusan dengan disc mill, dan pengayakan hingga diperoleh tepung ampas tahu dengan tingkat kehalusan 100 mesh (Sulistiani, 2004). Tabel 2. Karakteristik ampas tahu dan tepung ampas tahu Ampas Tahu (% basis basah)
Tepung Ampas Tahu (% basis basah)
Air
89.88
Protein
1.32
5.74 7.99 10.80 16.45 14.49 8.84 9.02 2.86 59.95 63.86 9.46 16.56 38.26 36.67
Hasil Analisis
Lemak Abu
2.20 0.30
Karbohidrat Serat pangan larut
6.33 0.96
Serat pangan tidak larut
4.73
Total serat pangan
5.69
53.23
* * * * * * * *
Sumber: Sulistiani (2004) *Hartono (2004)
11
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat perubahan ampas tahu sebelum dan sesudah menjadi tepung ampas tahu atau tepung serat kedelai. Tepung ampas tahu ternyata masih memiliki karakteristik kimia yang baik. Dalam kaitannya dengan pemenuhan kecukupan konsumsi serat, 100 g tepung ampas tahu mampu memenuhi kebutuhan serat pangan (dietary fiber) sebesar 190.88%, dengan rata-rata kecukupan serat pangan
sebesar 25
g/orang/hari (Hartono,2004). Menurut FDA (2009), bahan pangan dapat dikatakan tinggi serat pangan (high dietary fiber) apabila dapat memenuhi 20% Angka Kecukupan Gizi (AKG), sehingga tepung ampas tahu ini dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat. Gambar tepung ampas tahu dan produk berbahan baku ampas tahu yang dijual dipasaran dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tepung ampas tahu dan produk berbahan baku ampas tahu Tepung ampas tahu banyak dimanfaatkan diberbagai negara. Salah satu makanan Jepang terkenal dibuat dari ampas tahu adalah Unohana-iri., sedangkan di Indonesia adalah oncom. Seiring berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi serat pangan, penggunaan ampas tahu sebagai bahan baku pangan meningkat. Saat ini, perkembangan tersebut bukan hanya terbatas
12
pada produk fermentasi ampas tahu, melainkan mulai dijadikan bahan baku kue antara lain muffin, cookies, brownies, dan produk lainnya. Ampas tahu yang telah ditepungkan sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai pangan fungsional (functional food) berupa snack bar karena tepung ampas tahu mengandung serat pangan dalam jumlah cukup tinggi. Tingginya kandungan serat pangan yang dimiliki tepung ampas tahu sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan serat harian manusia (25g/orang/hari). Serat pangan yang terkandung dalam tepung ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai prebiotik bagi mikroflora di usus manusia (Martos dan Rupérez, 2009). C. Maizena Maizena merupakan salah satu jenis bahan pengikat. Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Fungsi bahan pengikat adalah untuk menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat, dan menarik air dari adonan. Maizena dibuat dari jagung yang telah mengalami tahap-tahap proses pembersihan dalam air 50⁰C selama 30-36 jam, pemisahan lembaga, pengembangan, penggilingan halus, penyaringan, sentrifugasi, pencucian, dan pengeringan pati (Winarno, 1997). Maizena mempunyai granula-granula yang berbentuk poligonal dan bulat. Diameter maizena berkisar antara 5-25 mikron (Elingosa, 1994). Kandungan zat gizi tepung maizena per 10 gram adalah sebagai berikut: kadar air 14%, kadar abu 0.8%, protein 0.3%, lemak 0%, dan karbohidrat 98.8%. Maizena mempunyai rasa yang tidak manis dan tidak larut dalam air dingin, tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus, sedangkan amilopektin memiliki struktur bercabang (Winarno, 1997). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin berbeda untuk setiap jenis pati dan tergantung tumbuhan spesies asalnya. Kandungan amilosa maizena adalah 24%, sedangkan amilopektin maizena sebesar 76%. Perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin berperan dalam pembentukan adonan. Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil 13
kandungan amilosa bahan yang digunakan, semakin lekat produk olahannya (Winarno, 1997). D. Snack bar Snack bar merupakan produk baru bagi masyarakat Indonesia. Snack bar adalah peganan padat yang berbentuk batang dan merupakan campuran dari berbagai bahan kering seperti sereal, kacang-kacangan, buah-buahan kering yang digabungkan menjadi satu dengan bantuan binder. Binder dalam bars dapat berupa sirup, nougat, karamel, coklat, dan lain-lain. Snack bar disukai oleh masyarakat negara lain karena bentuknya yang praktis sehingga dapat dimakan tanpa kesulitan. Gambar 6 memperlihatkan berbagai produk snack bar yang ada di pasaran.
Gambar 6. Snack bar yang ada di pasaran Kebanyakan snack bar saat ini digunakan sebagai pangan fungsional. Menurut FAO (2007), pasar pangan fungsional meningkat sebesar 8% sampai 14 %. Hal tersebut diperkirakan akan berlanjut dan meningkatkan permintaan terhadap pangan fungsional seiring perubahan demografi populasi serta peningkatan penyakit yang disebabkan gaya hidup. Formulasi produk bar seperti formulasi cookies. Kemudahan tersebut memberi kesempatan besar kepada pembuat untuk berkreasi. Dalam penelitian ini bars diasumsikan mampu bertindak sebagai media peningkatan gizi terutama serat pangan baik bagi kelompok umum dan kelompok khusus karena formula bahan dapat
disesuaikan
dengan
kebutuhan
gizi
serta
keperluan
penerimaan
organoleptik. Biasanya snack bar dikemas dalam kemasan sekali makan demi kepraktisan. Untuk melayani permintaan masyarakat akan makanan yang praktis dan mudah
14
dikonsumsi, akan dikembangkan produk snack bar berbasis sorgum dan tepung ampas tahu. Setelah ditemukan produk yang memiliki tingkat penerimaan terbaik, maka produk snack bar tersebut akan dianalisis untuk mengetahui sifat fisikokimianya. E. Aktivitas Antioksidan Antioksidan mempunyai arti perlawanan oksidasi. Pada saat radikal bebas menerima elektron dari antioksidan, maka senyawa ini tidak reaktif lagi dan tidak merusak sel akibat proses oksidasi telah terputus. Menurut Pokorny et al. (2008), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan flavonol. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam fenolat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini bersifat multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksidan. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua jenis tumbuhan, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. Kebanyakan golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan. Proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ; Inisiasi Propagasi
Terminasi
→ R• + H• : R• + O2 → ROO• : ROO• + RH → ROOH + R• : RH
: ROO• + ROO•
(1) (2) (3) (4)
R• + ROO• R• + R•
15
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan senyawa radikal yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi dengan membentuk kompleks radikal bebas (reaksi 4). Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil kemudian terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawasenyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida, keton dan alkohol. Tang (1992) menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat mencegah terjadinya autooksidasi yang disebabkan radikal bebas karena termasuk golongan antioksidan. Peranan senyawa fenolik sebagai antioksidan berkaitan dengan peranannya sebagai donor atom hidrogen pada senyawa radikal. Antioksidan akan bereaksi dengan senyawa radikal, terutama radikal peroksi (ROO•), reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ;
→ ROOH + AH• AH• + AH• → A + AH2 ROO• + AH2
(5) (6)
Senyawa fenolik akan bertindak sebagai donor hidrogen (reaksi 5) atau akseptor radikal peroksi terhadap senyawa radikal. Setelah terjadi reaksi antara antioksidan fenolik dengan senyawa radikal, akan terbentuk radikal fenolik yang tidak cukup aktif untuk melakukan reaksi propagasi. Radikal fenolik ini pada umumnya akan diinaktivasi menggunakan radikal lainnya sehingga membentuk produk yang tidak aktif (reaksi 6). Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH (2,2-dyphenyl-1picrylhydrazil) merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan metanol yang berwarna ungu tua. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH dapat dilihat pada Gambar 6.
16
Gambar 7. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH (www.naturalsolution.co.kr ) Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan α, α-diphenyl-βpicrylhydrazine, melalui kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin besar pula.
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar ini, yaitu sorgum varietas kawali, tepung maizena (Maizenaku), tepung ampas tahu yang dibuat di laboratorium, selai nenas yang yang dibuat di laboratorium (TPT=67%), susu bubuk fullcream (Dancow Enrich rasa vanila), telur, dan minyak goreng (Bimoli Special). Bahan yang digunakan untuk analisis, yaitu heksana, HCl, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator MR-MB (campuran 2 bagian merah metal 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol), indikator phenoptalein, DPPH (1,1-diphenil-2-picrylhydrazil), metanol pro analysis, 0.1 M buffer fosfat pH 6.0, alpha amylase, HCl, pepsin, aluminium foil, NaOH, pankreatin, aseton, etanol 78%, etanol 95% , kertas saring, dan aquades. B. Alat dan Instrumen Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disc mill, mixer, ayakan 100 mesh, kain saring, pengaduk, gelas ukur, loyang aluminium, oven, pisau stainless steel, blender, pengaduk, wadah alumunium, panci, kompor gas, dan wadah plastik. Alat untuk analisis yang digunakan adalah pipet mohr, neraca analitik, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, pipet tetes, hot plate, centrifuse, tray dryer, desikator, Atomic Absorption Spectrophotometer, Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029), Texture Analyzer dan Spectrophotometer.
18
C. Metode Penelitian 1.
Penepungan sorgum (modifikasi Yanuar, 2009) Sorgum varietas kawali yang diperoleh dari salah satu supplier di
Gunung Kidul disosoh dengan Satake Grain Mill selama 20 detik dengan kapasitas 200 gram sekali sosoh. Setelah menjadi biji sorgum bebas kulit, sorgum ditepungkan dengan disc mill. Untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung, dilakukan pengayakan dengan automatic siever dengan kerapatan 100 mesh. Oleh karena itu, diperoleh tepung sorgum lolos ayakan 100 mesh dan yang tidak lolos ayakan 100 mesh.
\ Biji sorgum utuh
Penyosohan 20 detik 200 g dengan Satake Grain Mill
Biji sorgum (bebas dari kulit luar dan lapisan tesla) dengan kadar air 10.34% bb
Penepungan dengan alat disc mill
Tepung tidak lolos ayakan 100 mesh
Pengayakan 100 mesh dengan automatic siever
Tepung sorgum
Gambar 8. Diagram alir pembuatan tepung sorgum
19
2.
Penepungan ampas tahu (modifikasi Sulistiani, 2004) Ampas tahu yang diperoleh dari pembuatan tahu skala laboratorium
dikeringkan ke dalam tray drier selama 5 jam pada suhu 50⁰C - 65⁰C. Ampas tahu kering yang diperoleh ditepungkan dengan disc mill. Tepung ampas tahu yang belum seragam ukuran partikelnya, diayak dengan automatic siever ukuran 100 mesh. Tepung yang tidak lolos ayakan akan ditepungkan kembali untuk meningkatkan rendemen tepung ampas tahu. Ampas tahu
Pengeringan dalam tray dryer selama 5 jam (50⁰C 65⁰C) Ampas tahu kering kadar air 7.90% bb
Penepungan dengan pin disc mill selama 5 jam Pengayakan 100 mesh dengan automatic siever
Tepung ampas tahu
selama 5 jam Tepung ampas tahu
Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu selama 5 jam
20
3.
Formulasi snack bar Formulasi snack bar ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu penentuan
formulasi snack bar, penentuan suhu pemanggangan, dan pembuatan snack bar menjadi enam formula berdasarkan variabel yang diberikan. 3.1. Penentuan formula snack bar (tahap I) Tahap formulasi snack bar ini menggunakan berbagai bahan baku yang biasa digunakan sebagai bahan baku utama snack bar seperti tepung dan bahan pengikat. Formula terakhir yang diperoleh (formula V) digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu tahap pembuatan snack bar. Tabel 3. Formulasi snack bar Formula
Bahan Tepung terigu
I
125
Tepung sorgum
14
Tepung ampas tahu
11
Margarin
20
Madu
10
High frutose syrup
10
Susu full cream Gula bubuk
8 32
Telur
8
Tepung terigu (sangrai)
5
Tepung tapioka (sangrai)
5
Tepung sorgum Tepung ampas tahu
II
Jumlah (gram)
10 5
Margarin
10
Peanut butter
10
Madu
4
High frutose syrup
4
Susu full cream
4
Gula bubuk
5
Telur
4
Air
2
21
III
IV
Tepung tapioka
10
Tepung sorgum
10
Tepung ampas tahu
5
High frutose syrup
10
Susu full cream
4
Gula bubuk
5
Putih telur
4
Bubuk kayu manis
1
Air
2
Tepung tapioka
10
Tepung sorgum
10
Tepung ampas tahu
5
High frutose syrup
10
Susu full cream
4
Gula bubuk
5
Putih telur
4
Bubuk kayu manis
1
Minyak goreng
2
Tepung maizena
10
Tepung sorgum
10
Tepung ampas tahu V
Selai nenas
5 14
Susu full cream
4
Telur
6
Minyak goreng
3
3.2. Penentuan suhu pemanggangan snack bar (tahap II) Alat pemanggang yang digunakan dalam formulasi ini adalah oven dengan sumber bahan bakar gas elpiji. Penentuan suhu ini pertama-tama dicari suhu yang tepat untuk bagian atas oven. Selanjutnya dicari suhu bagian bawah yang tepat serta seragam hasilnya dengan suhu bagian atas oven.
22
Tabel 4. Penentuan suhu pemanggangan Bagian atas
Bagian bawah
180⁰C
180⁰C
160⁰C
160⁰C
140⁰C
140⁰C
3.3. Pembuatan snack bar (tahap III) Formula snack bar yang telah diperoleh pada tahap penentuan formula (tahap I) diberi 2 perlakuan variabel antara lain persentase penambahan tepung ampas tahu dan perbandingan sorgum dengan maizena. Persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan adalah 20%, 12%, dan 8% dari basis total tepung yang digunakan. Variabel perbandingan sorgum dengan maizena yang digunakan adalah 3:1 dan 1:1. Oleh karena itu, diperoleh enam formula yang dibuat menjadi enam produk snack bar. Tabel 5. Formula snack bar Bobot (gram) Bahan
1
A1B1
A2B1
A1B2
A2B2
A1B3
A2B3
(F1)
(F2)
(F3)
(F4)
(F5)
(F6)
Sorgum
180
120
198
132
207
138
Maizena
60
120
66
132
69
138
Ampas tahu
60
60
36
36
24
24
Selai nenas
168
168
168
168
168
168
Telur
72
72
72
72
72
72
Susu bubuk
48
48
48
48
48
48
Minyak goreng
36
36
36
36
36
36
Formulasi dibuat dengan basis tepung 300 gram.
2
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas tahu
(B1=20%; B2=12%; B3=8%)
23
Bahan kering seperti tepung sorgum, tepung maizena, tepung ampas tahu, dan susu bubuk full cream dicampur kering. Setelah itu ditambahkan bahan basah seperti telur, selai nenas (TPT=67%), dan minyak. Adonan dicampur sampai merata dan tidak lengket. Adonan tersebut kemudian digiling (sheeting) dengan mesin sheeter pada ketebalan 1.3 cm. Adonan yang telah digiling dengan ketebalan 1.3 cm, dicetak dengan ukuran 10 cm x 3 cm. Adonan yang telah siap tersebut dipanggang dengan suhu atas 160⁰C dan suhu bawah 140⁰C selama 25 menit. Setelah matang, bar didinginkan selama 30 menit lalu dikemas dengan kemasan plastik aluminium.
Tepung sorgum, maizena, tepung serat kedelai, dan susu bubuk
Pencampuran kering Selai nenas, telur, dan minyak goreng
Pencampuran Sheeting
Pencetakan 10 cm x 3cm x 1.3 cm
Pemanggangan suhu atas 160⁰C suhu bawah 140⁰C selama 25 menit Pendinginan selama 30 menit suhu bawah 140⁰C Snack Bar
Gambar 10. Diagram alir pembuatan snack bar
24
4.
Analisis bahan baku (tepung ampas tahu dan tepung sorgum) dan snack bar 4.1. Uji organoleptik (Adawiyah dan Waysima, 2008) Uji organoleptik pada penelitan ini terdiri dari 2 tahap, yaitu penentuan dua perbandingan sorgum dengan maizena yang disukai (tahap I) dan uji organoleptik enam formula yang diperoleh dari perlakuan dua variabel. Keenam formula tersebut (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) dilakukan uji ranting hedonik pada atribut rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall). Skala yang digunakan adalah skala 1 hingga 5 (1 = sangat tidak disukai hingga 5 = sangat disukai). Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data akan diolah dengan uji ANOVA dengan α=0.05 dan uji lanjut adalah uji Duncan. 4.2. Analisis kimia 4.2.1. Kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC, 1995) Sampel yang diukur kadar serat pangannya dalam penelitian ini yaitu bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Dua gram sampel diekstrak lemaknya dengan heksana selama 15 menit. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6.0. Lalu ditambahkan 0.1 ml alpha amylase (termamyl 120 l) dan labu ditutup. Diinkubasi dalam penangas air panas (80⁰C) bergoyang selama 15 menit. Selanjutnya dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata, dan pH diatur menjadi 1.5 dengan HCl. Lalu ditambahkan 0.1 gram pepsin, ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40⁰C selama 60 menit, kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pH menjadi 6.8 dengan NaOH. Selanjutnya ditambahkan 0.1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40⁰C selama 60 menit, serta pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl. Kemudian disaring 25
dengan kertas saring Whatman no. 4.2, dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata. Residu (Insoluble Fiber). Residu dalam kertas saring dicuci dengan dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105⁰C sampai bobot tetap dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (DI). Kemudian diabukan pada suhu 550⁰C kurang lebih 5 jam setelah didinginkan dalam desikator (LI). Filtrat (Soluble Fiber). Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60⁰C) dan dibiarkan prespitasi selama satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan Whatman no.4.2, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah kertas saring dikeringkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu 550⁰C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam desikator (L2). Dilakukan pula perhitungan nilai serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti di atas tetapi tanpa menggunakan sampel. Perhitungan: %serat makanan tidak larut= [(D1-L1-B1)/W]x100% (1) % serat makanan larut
= [(D2-L2-B2)/W]x100% (2)
% total serat pangan
= (1) + (2)
4.2.2. Aktivitas antioksidan (Choi, et al., 2007) Sampel yang diukur aktivitas antioksidannya yaitu bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Sebanyak 10 gram sampel dilarutkan dengan 50 ml metanol dalam erlenmeyer 300 ml. Sampel diaduk dengan shaker kecepatan 35 rpm selama 24 jam. Sampel disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan disaring dengan kertas saring dan akan menjadi larutan sampel. Sebanyak 2 ml larutan sampel 26
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol (sebagai kontrol negatif adalah 9 ml metanol). Sebanyak 2 ml larutan DPPH 1mM ditambahkan ke tabung reaksi lalu dikocok kuat (vortex). Selanjutnya didiamkan selama 30 menit dalam suhu ruang di ruang gelap. Setelah 30 menit, sampel diukur absorbansinya (A) pada 517 nm. Hasil pengukuran absorbansi sampel dibandingkan dengan kurva standar aktivitas antioksidan vitamin C (asam askorbat) dengan satuan mg vitamin C equivalen/100g produk. 4.2.3. Kadar air metode oven (AOAC, 1995) Sampel bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur kadar airnya. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan di dalam oven bersuhu 100⁰C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Perghitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar air (% berat basah)= Keterangan:
x 100 %
a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g)
4.2.4. Kadar abu (AOAC, 1995) Sampel yang diukur kadar abunya adalah bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sebanyak 3 gram – 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipanaskan di atas hot
27
plate sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400⁰C-600⁰C selama 4 jam-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih, sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu (% berat basah): Keterangan:
x 100%
a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g)
4.2.5
Kadar lemak metode soxhlet (AOAC, 1995) Sampel bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu)
dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur kadar lemaknya. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan ke dalam oven bersuhu 100⁰C-110⁰C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gram, bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana. Refluks dilakukan selama 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam over bersuhu 100⁰C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak (% berat basah) = Keterangan:
x 100%
a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g) c = berat sampel awal (g)
4.2.6. Kadar protein metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995) Sampel yang diukur kadar proteinnya adalah bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Sejumlah kecil sampel sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke
28
dalam labu Kjeldhal. kemudian ditambahkan 1 gram K2SO4 , 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organic di atas 15 mg. sampel didihkan sampai cairan menjadi jernih. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 8 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H3BO3 dalam Erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Kondesat tersebut kemudian dititrasi dengan HCL 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar N(%)= Kadar Protein (% berat basah) = %N x factor konversi (6.25) 4.2.7. Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) serta keenam produk hasil formulasi (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur secara by difference. Kadar karbohidrat (% berat basah) = 100% - (P+KA+A+L) Keterangan:
P
= kadar protein (%)
KA
= kadar air (%)
A
= kadar abu (%)
L
= kadar lemak (%)
4.2.8. Komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn (Faridah et al., 2009) Analisis komposisi mineral dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer. Hanya produk formula terbaik yang diukur kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn. Persiapan 29
sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut. Mula-mula sampel sebanyak 1-2 g (untuk blanko tidak ditambahkan sampel) dimasukkan ke dalam cawan porselin ukuran 50 ml yang telah dikeringkan (1000C, 15 menit) dan telah didinginkan. Selanjutnya sampel dibakar atau dioven 2500C sampai asapnya habis (2 jam) dan diletakkan dalam tanur pengabuan 5500C selama 6 jam. Apabila sampel tetap berwarna hitam ditambahkan 1 ml air destilata bebas ion dan 1 ml HNO3 pekat. Kemudian diupakan sampai kering (1101500C), dan diabukan lagi 3500C selama 30 menit. Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih, ditambahkan 5 – 6 ml HCl pekat dan dipanaskan di hot plate dengan suhu rendah sampai kering. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl encer (HCL: air = 1:1) dan dipanaskan kembali sampai mulai mendidih, dan didinginkan. Larutan abu dituangkan ke dalam labu takar melalui kertas saring. Cawan dibilas dengan HCl encer 10 ml dan dipanaskan sampai mulai mendidih. Setelah didinginkan larutan dituang kembali melalui kertas saring ke dalam labu takar. Selanjutnya cawan dibilas dengan air destilata bebas ion minimal 3 kali, dan air bekas pembilasan juga dituang melalui kertas saring ke dalam labu takar. Setelah itu labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan air destilata, dan sampel siap dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer. Kadar mineral (mg/l) = Keterangan: a= konsentrasi sampel dari kurva standar (mg/L) FP= faktor pengenceran W= berat sampel (g) 4.3. Analisis fisik 4.3.1. Analisis Warna (Metode Hunter) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029) untuk formula terbaik. Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi dengan
30
standar warna putih. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, setelah menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri notasi warna Hunter. Notasi L berkisar antara 0 (hitam) hingga
100 (putih).
Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dangan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70
untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0
sampai –80 untuk warna biru. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung 0Hue dengan rumus: 0
Hue = tan-1
Jika hasil yang diperoleh: 180 – 540
=
produk berwarna red (R)
540 – 900
=
produk berwarna yellow red (YR)
900 – 1260 = produk berwarna yellow (Y) 1260 – 1620 = produk berwarna yellow green (YG) 1620 – 1980 = produk berwarna green (G) 1980 – 2340 = produk berwarna blue green (BG) 2340 – 2700 = produk berwarna blue (B) 2700 – 3060 = produk berwarna blue purple (BP) 3060 – 3420 = produk berwarna purple (P) 3420 - 180 =
produk berwarna red purple (RP)
4.3.2. Analisis tekstur Kekerasan snack bar formula terbaik diukur dengan menggunakan texture analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Texture analyzer XT2i dapat dilihat pada gambar 10. Alat ini dilengkapi dengan sistem komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk yang diuji. Sebelum dilakukan pengukuran contoh, terlebih dahulu dilakukan 31
kalibrasi probe. Bar yang diukur kekerasannya diletakkan dibawah probe dan “Quick Run Test” ditekan.
Gambar 11. Texture Analyzer Probe yang digunakan adalah P2, jarak probe yang dikalibrasi sesuai dengan tinggi bar yaitu 4 mm dari bar. Probe P2 dapat dilihat pada gambar 11. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan bar dapat dilihat pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar dapat dilihat Tabel 6. Tabel 6. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar Test Mode Option Parameters
Trigger
Data acquisition rate
Measure Force in Compression Return to Start Pre test speed
2.0 mm/s
Test speed
0.5 mm/s
Post test speed
10.0 mm/s
Distance
4 mm
Type
Auto
Force
5g
Force
Grams
Distance
Milimeters
200 pps
32
5.
Pemilihan formula terbaik snack bar Pemilihan formula snack bar terbaik pada penelitian ini didasarkan pada hasil
uji organoleptik, analisis serat pangan, dan analisis aktivitas antioksidan. Prioritas pertama pemilihan formula terbaik ini adalah uji organoleptik sedangkan yang kedua adalah kadar serat pangan dan aktivitas antioksidan. Enam formula hasil formulasi (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3)
Uji organoleptik (Rating hedonik atribut rasa, aroma, tekstur, dan overall)
Formula yang paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tekstur, dan overall
Analisis aktivitas antioksidan tertinggi
Analisis kadar serat pangan tertinggi
Formula terbaik
Gambar 12. Diagram alir penentuan formula terbaik
33
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penepungan Sorgum Penelitian ini menggunakan sorgum dengan varietas kawali yang diperoleh dari kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Varietas ini banyak digunakan di beberapa daerah penghasil sorgum. Selain itu, varietas ini mudah dibiakkan dan memiliki potensi hasil yang tinggi. Biji sorgum utuh harus disosoh untuk menghilangkan sekamnya sehingga memudahkan proses penepungan. Pemilihan waktu penyosohan 20 detik berdasarkan tingkat efisiensi penyosohan terhadap aktivitas antioksidan setelah disosoh dan penerimaan panelis (Yanuar, 2009). Lapisan testa dalam perikarp pada sorgum, banyak terdapat senyawa fenolik. Dua jenis pigmen yang terdapat pada biji sorgum yaitu senyawa karotenoid dan senyawa polifenol yang terdapat pada lapisan testa. Penyosohan dilakukan menggunakan alat penyosoh Satake Grain Mill dengan bobot sorgum sekali penyosohan adalah 200 gram selama 20 detik. Alat penyosoh berfungsi untuk mengupas kulit biji sorgum dengan gaya gesekan yang terjadi antara batu gerinda dengan biji sorgum,dan gesekan antar biji sorgum itu sendiri. Berdasarkan penelitian Yanuar (2009), sorgum yang disosoh selama 20 detik akan memiliki rendemen sebesar 85.6% .dan kadar air 10.34% Tahap selanjutnya setelah penyosohan yaitu penepungan. Alat-alat yang dapat digunakan untuk menepungkan sorgum antara lain hammer mill, roller mill, dan pin mill. Alat penepung yang digunakan pada penelitian ini yaitu disc mill. Alat ini terdiri dari dua piringan , satu piringan bersifat statis sedangkan piringan lainnya berputar (dinamis). Prinsip kerja alat ini yaitu adanya gesekan antara kedua piringan tersebut yang menyebabkan hancurnya biji menjadi partikel yang lebih kecil. Menurut Fellows (2000), disc mill cocok untuk menggiling produk-produk pangan kering seperti pati, sedangkan hammer mill cocok untuk pangan berserat seperti rempah-rempah. Selain itu, kecepatan putar disc mill lebih tinggi yaitu 80160 m/s dibandingkan hammer mill (40-50 m/s). Kecepatan putar yang lebih tinggi diperlukan untuk menghasilkan tepung dengan ukuran partikel kecil.
34
Hancuran biji sorgum yang keluar dari alat penepung memiliki ukuran yang tidak seragam sehingga perlu dilakukan pengayakan. Ukuran ayakan yang digunakan yaitu 100 mesh dengan menggunakan automatic siever di pilot plan SEAFAST. Rendemen tepung hasil penepungan dan pengayakan yaitu 28.67% dari berat biji awal sebelum disosoh. Tepung yang tidak lolos ayakan dapat digunakan sebagai bahan baku makanan lain untuk memaksimalkan penggunaan sorgum seperti pembuatan bubur, flakes, tortilla, dan minuman pengganti sarapan. B. Penepungan Ampas Tahu Tepung adalah produk olahan pangan setengah jadi yang diolah dari bahan asalnya menjadi berbentuk butiran halus. Tepung belum dapat dikonsumsi secara langsung, tetapi harus diolah menjadi produk pangan siap santap. Ampas tahu yang telah diubah menjadi bentuk tepung dimaksudkan untuk memudahkan aplikasinya dalam pembuatan snack bar dibandingkan dalam bentuk asalnya yang berupa ampas tahu basah yang tentunya sangat sulit untuk diformulasikan ke dalam bentuk snack bar. Ampas tahu dalam bentuk tepung juga memudahkan dalam hal penyimpanan karena memiliki daya simpan yang jauh lebih lama dibandingkan ampas tahu basah. Proses pembuatan tepung ampas tahu diawali dengan proses pengepresan ampas tahu dengan menggunakan kain saring. Pengepresan bertujuan untuk mengurangi kadar air ampas tahu. Hal ini tentunya akan mempermudah proses selanjutnya, yaitu pada proses pengeringan. Setelah melalui proses pengepresan, ampas tahu dikeringkan dengan menggunakan tray dryer pada suhu 50⁰C - 65⁰C selama 5 jam dan menghasilkan ampas tahu kering dengan kadar air 7.90%. Setelah itu, proses dilanjutkan dengan penggilingan tepung menggunakan disc mill. Untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih seragam, ampas tahu kering yang telah dihancurkan diayak dengan automatic siever ukuran 100 mesh, sehingga diperoleh tepung ampas tahu yang halus dan mudah untuk diaplikasi pada pembuatan snack bar. Tepung yang tidak lolos ayakan 100 mesh kembali ditepungkan dengan disc mill untuk memaksimalkan rendemen ampas tahu. Rendemen tepung ampas tahu yang diperoleh adalah 9.89% dari ampas tahu basah. Sisa tepung ampas tahu yang tidak lolos ayakan masih dapat digunakan
35
kembali sebagai bahan baku pangan lainnya, antara lain brownies ampas tahu, cookies, flakes, dan cereal pengganti sarapan. C. Formulasi Snack Bar 1.
Penentuan formulasi snack bar Formulasi snack bar dibagi menjadi tiga tahap yaitu, penentuan
formulasi snack bar, penentuan suhu pemanggangan, dan pembuatan snack bar menjadi enam formula berdasarkan variabel yang diberikan. Tahap I formulasi ini menggunakan berbagai bahan baku yang pada umumnya menjadi bahan baku utama snack bar seperti tepung dan bahan pengikat. Formula pertama yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Formula I pada tahap formulasi snack bar Bahan
Bobot (gram)
Tepung terigu
Keterangan
125
Tepung sorgum
14
Tepung ampas tahu
11
Margarin
20
Renyah dan aroma langu
Madu
10
yang kuat
High frutose syrup
10
Susu full cream Gula bubuk Telur
8 32 8
Formula I tersebut memiliki karakteristik yang masih jauh dari karakteristik snack bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena penambahan margarin yang cukup banyak, selain itu terdapat aroma langu yang sangat tajam pada produk, sehingga diperlukan penambahan flavor tambahan untuk mengurangi aroma langu tersebut serta mengurangi penggunaan margarin pada produk. Tahap formulasi selanjutnya menggunakan bahan pengikat berupa tepung tapioka dan peanut butter sebagai pemberi rasa. Tepung tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin
36
akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinya, maka pati cenderung menyerap air lebih banyak. Pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati yang kandungan amilopektinnya rendah akan membentuk gel yang kaku (Winarno, 1997). Untuk memaksimalkan proses gelatinisasi, semua bahan dasar tepung disangrai terlebih dahulu, selain itu, ditambahkan pula sedikit air agar membantu proses gelatinisasi tersebut. Formula II dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Formula II pada tahap formulasi snack bar Bahan
Bobot (gram)
Tepung terigu (sangrai)
10
Tepung tapioka (sangrai)
10
Tepung sorgum
20
Tepung ampas tahu
10
Margarin
20
Peanut butter
20
Madu
8
High frutose syrup
8
Susu full cream
8
Gula bubuk
Keterangan
Tekstur padat dan retak pada permukaan
10
Telur
8
Air
4
Penggunaan tepung tapioka membuat tekstur bar lebih padat daripada bar yang tidak ditambahkan tapioka. Akan tetapi, tidak ada perbedaan yang nyata antara tepung yang disangrai dengan yang tidak disangrai. Formula ini memiliki tekstur permukaan bar yang retak setelah proses pemanggangan. Hal ini karena pengembangan yang terlalu berlebihan sehingga tekstur permukaan mengalami keretakan yang tentunya akan mengurangi nilai penerimaan sensori produk bar tersebut.
37
Oleh karena itu, formula yang dibuat selanjutnya (formula III) tidak ada penambahan margarin maupun peanut butter untuk mencegah pengembangan yang berlebihan dan tidak dilakukan penyangraian pada bahan tepung, selain itu bagian telur yang ditambahkan hanya bagian putih telur karena kuning telur berfungsi sebagai perenyah sedangkan putih telur sebagai perekat pada produk. HFS yang ditambahkan pada formula ini lebih banyak daripada formula sebelumnya agar adonan tidak kering akibat tidak ditambahkan margarin dan peanut butter. Formula III juga ditambahkan bubuk kayu manis untuk mengurangi aroma langu yang disebabkan tepung ampas tahu. Formula III dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Formula III pada tahap formulasi snack bar Bahan
Keterangan
Bobot (gram)
Tepung tapioka
10
Tepung sorgum
10
Tepung ampas tahu
5
High frutose syrup
10
Susu full cream
4
Gula bubuk
5
Putih telur
4
Bubuk kayu manis
1
Air
2
Tekstur sangat keras dan bagian
dalam
belum
matang
Namun, produk dari formula III memiliki tekstur yang sangat keras sehingga sulit untuk dikonsumsi, selain itu bagian dalam bar tidak matang. Hal tersebut mungkin dikarenakan tidak ada penambahan lemak pada produk sehingga produk tersebut menjadi sangat keras. Berdasarkan hasil formula III, formula IV yang dibuat selanjutnya diberi penambahan minyak goreng agar tekstur menjadi lebih baik dan dapat matang merata. Komposisi formula IV dapat dilihat pada Tabel 10.
38
Tabel 10. Formula IV pada tahap formulasi snack bar Bahan
Keterangan
Bobot (gram)
Tepung tapioka
10
Tepung sorgum
10
Tepung ampas tahu
5
High frutose syrup
10
Susu full cream
4
Gula bubuk
5
Putih telur
4
Bubuk kayu manis
1
Minyak goreng
2
Produk sangat kering dan sangat beremah
Formula IV ini menghasilkan produk yang sangat kering dengan remah yang sangat banyak. Hal tersebut tentunya akan mempersulit orang yang mengkonsumsi produk ini. Oleh karena itu, diperlukan binder yang lebih baik daripada HFS agar masalah remah ini dapat teratasi. Maizena banyak digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan pangan. Proses pembuatan banana bar yang dilakukan oleh Vera (2009) menggunakan maizena sebagai bahan pengikat. Berdasarkan acuan literatur tersebut, formula selanjutnya (formula V) menggunakan bahan pengikat yaitu tepung maizena untuk menggantikan tepung tapioka. Selain itu, selai nenas akan digunakan dalam formulas V ini berfungsi sebagai pemberi flavor dan sebagai bahan pelekat seperti karamel yang sering terdapat pada snack bar komersial. Telur yang digunakan pada formula ini adalah campuran kuning telur dan putih telur. Air dan HFS tidak ditambahkan pada formula ini. Komposisi formula V dapat dilihat pada Tabel 11.
39
Tabel 11. Formula V pada tahap formulasi snack bar Bahan
Bobot (gram)
Tepung maizena
10
Tepung sorgum
10
Tepung ampas tahu Selai nenas
Keterangan
Permukaan
tidak
retak,
5
aroma nenas mengurangi
14
aroma langu, dan remah
Susu full cream
4
Telur
6
Minyak goreng
3
sedikit
Formula ini memiliki karakteristik yang baik. Produk yang tidak retak dengan remah yang sedikit serta adanya aroma nenas sehingga mengurangi bau langu yang disebabkan oleh ampas tahu. Oleh karena itu, formula ini akan menjadi formula snack bar sorgum ampas tahu. 2.
Penentuan suhu pemanggangan Tahap selanjutnya (tahap II) adalah penentuan suhu pemangganan. Alat
pemanggang yang digunakan adalah oven dengan panas berasal dari api yang dikendalikan oleh sumber gas. Alat ini mempunyai kontrol masing-masing untuk suhu bagian atas dan bagian bawah. Suhu penentuan yang diuji adalah 180⁰C, 160⁰C, dan 140⁰C untuk suhu bagian atas maupun bagian bawah. Hasil penentuan suhu pemanggangan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Penentuan suhu pemanggangan Bagian
Atas
Bawah
Suhu (⁰C)
Keterangan
180
Case hardening, 20 menit
160
Matang, 25 menit
140
Keras, 35 menit
180
Hangus
160
Hangus
150
Matang
140
Matang, warna seperti suhu atas 160⁰C
40
Suhu 180⁰C terlalu tinggi untuk pembuatan bar sorgum ampas tahu. Produk yang dihasilkan mengalami case hardening yaitu bagian permukaan produk sudah matang kecoklatan namun bagian dalam produk masih belum matang sempurna. Bagian atas permukaan produk yang dipanggang pada suhu 160⁰C matang sempurna, namun bagian bawah produk memiliki warna yang lebih coklat. Pemanggangan pada suhu 160⁰C membutuhkan waktu 25 menit.
Suhu
140⁰C
membutuhkan
waktu
35
menit
pada
proses
pemanggangan, selain itu tekstur produk yang dihasilkan lebih keras dibandingkan dengan produk yang dipanggang ada suhu 160⁰C. Oleh sebab itu, suhu pemanggangan atas yang digunakan adalah suhu 160⁰C. Suhu bagian bawah yang diujikan adalah suhu 180⁰C, 160⁰C, 150⁰C, dan 140⁰C. Suhu bawah 180⁰C dan 160⁰C menghasilkan warna bagian dasar produk hangus. Suhu 150⁰C menghasilkan bar yang matang, namun menghasilkan warna yang lebih gelap dibandingkan bagian atas produk yang dipanggang pada suhu atas oven 160⁰C. Suhu oven bagian bawah yang dapat menghasilkan kematangan yang merata dengan suhu bagian atas 160⁰C adalah suhu 140⁰C. 3.
Pembuatan snack bar Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah persentase tepung
ampas tahu (basis berat total tepung) dan perbandingan sorgum terhadap maizena. Pemilihan dua taraf untuk variabel perbandingan sorgum terhadap maizena dilakukan dengan uji organoleptik tahap I. Hasil uji organoleptik rating kesukaan (Lampiran 3) terhadap keseluruhan atribut produk menunjukkan sampel dengan perbandingan sorgum maizena 3:1 dan 1:1 merupakan sampel yang paling disukai diantara perbandingan sorgum dengan maizena lainnya, yaitu 100% sorgum, 4:1, dan 2:1. Selanjutnya, kedua perbandingan tersebut akan di formulasikan dengan tepung ampas tahu dan bahan baku lainnya. Ampas tahu yang digunakan pada formulasi ini terdiri dari tiga persentase, yaitu 20%, 12%, dan 8%. Oleh karena itu akan diperoleh enam formulasi snack bar sorgum ampas tahu (Tabel 13) yang selanjutnya akan dilakukan uji orgnoleptik tahap II, uji kadar
41
serat pangan, dan aktivitas antioksidan untuk menentukan formula terbaik dari keeenam formula tersebut. Gambar snack bar sorgum ampas tahu dapat dilihat pada Gambar 13. Tabel 13. Enam formulasi snack bar sorgum ampas tahu Perbandingan sorgum
Persentase tepung ampas tahu basis total tepung
dengan maizena
20% (B1)
12% (B2)
8% (B3)
3:1 (A1)
A1B1
A1B2
A1B3
1:1 (A2)
A2B1
A2B2
A2B3
Gambar 13. Snack bar sorgum ampas tahu D. Analisis Kimia Tepung Ampas Tahu dan Tepung Sorgum Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal kandungan bahan terutama yang terkait dengan karakter snack bar berbahan baku tepung ampas tahu dan tepung sorgum. Analisis proksimat terhadap tepung ampas tahu dan sorgum meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, aktivitas antioksidan, dan kadar serat pangan (total serat pangan, serat pangan larut, dan serat pangan tidak larut).
42
Tabel 14. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung sorgum Kandungan Zat Gizi Tepung Ampas Tahu (bk) Tepung Sorgum (bk) Kadar air
10.21 %
9.43 %
Kadar abu
2.92 %
1.45 %
Kadar lemak
19.80 %
4.16 %
Kadar protein
35.16 %
7.58 %
Kadar karbohidrat
31.91 %
77.38 %
3.25 %
2.44 %
Kadar serat pangan tak larut
32.65 %
7.55 %
Kadar total serat pangan
35.90 %
9.98 %
Kadar serat pangan larut
Aktivitas antioksidan
3.39 mg vit C eqi/100g
43.58 mg vit C eqi/100g
Kadar air perlu ditetapkan karena sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan, maka makin besar pula kemungkinan bahan tersebut rusak atau tidak tahan lama. Menurut Winarno (1997), jumlah kandungan air pada bahan-bahan terutama bahan-bahan pertanian akan mempengaruhi
daya
tahan
bahan
terhadap
serangan
mikroba.
Untuk
memperpanjang daya simpan suatu bahan, maka sebagian air dari bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu. Pengeringan pada tepung bertujuan untuk mengurangi kadar airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dan pati dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (basis basah) (Winarno,1997). Kadar air maksimal yang ditetapkan SNI untuk tepung-tepungan adalah 15% (bb). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 14 , nilai kadar air tepung ampas tahu sebesar 10.21% (bk) dan tepung sorgum adalah 9.43% (bk). Kadar air hasil analisis cukup baik karena sesuai dengan ketentuan SNI dan mencapai kadar air yang aman (dari mikroba), yaitu kurang dari 15%. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran di dalam tanur. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan pada analisis mineral.
43
Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dianalisis. Secara kuantitatif nilai kadar abu dalam tepung yang dihasilkan berasal dari mineralmineral ampas tahu. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu tepung ampas tahu adalah 2.92% (bk), sedangkan tepung sorgum adalah 1.45% (bk). Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik nonpolar seperti heksana, petroleum eter, dan dietil eter. Ekstraksi dilakukan dengan cara refluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Jumlah lemak perberat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar (curd fat) artinya komponen yang terekstrak oleh pelarut organik bukan hanya lemak/minyak, tetapi komponen lain yang larut pelarut organik, seperti vitamin larut lemak A,D,E,dan K serta karotenoid (Faridah et al., 2009). Berdasarkan Tabel 14, hasil analisis kadar lemak tepung ampas tahu diperoleh sebesar 19.80% (bk) dan tepung sorgum adalah 4.16% (bk). Kadar lemak tepung ampas tahu yang relatif tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi karena lemak mampu membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granula pati (Lopulalan,2008). Lemak juga dapat menghambat proses gelatinisasi dengan cara sebagian lemak akan diserap oleh permukaan granula, sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekeliling granula pati. Hal ini akan menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati (Marissa, 2010). Data menunjukkan kadar protein tepung ampas tahu sebesar 35.16% dan tepung sorgum adalah 7.58%. Kadar protein yang dihasilkan tepung ampas tahu tinggi. Tingginya kadar protein dalam tepung ampas tahu sangatlah diharapkan. Tepung dengan kandungan protein yang tinggi tidak memerlukan bahan subsitusi protein lagi dalam aplikasinya. Kadar protein yang terkandung dalam tepung sorgum pun cukup tinggi. Serat merupakan golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh usus manusia. Namun keberadaan serat ini sangatlah penting. Pada dasarnya serat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok serat kasar (Crude Fiber) dan kelompok serat pangan (Dietary Fiber). Kelompok serat kasar terdiri dari selulosa,
44
hemiselulosa, dan lignin. Tabel 14 menunjukkan total serat pangan (TDF) tepung ampas tahu sebesar 35.90%, dengan rincian 32.65% (bk) untuk IDF dan 3.25% (bk) untuk SDF sedangkan TDF yang terkandung pada tepung sorgum adalah 9.98% dengan IDF 7.55% dan SDF sebesar 2.44%. Tingginya kandungan serat pangan pada tepung ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber utama serat untuk produk snack bar ini. Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding substrat yang dapat dioksidasi (Pokorny et al, 2008). Aktivitas antioksidan tepung sorgum adalah 43.58 mg eqivalen vitamin C/100g sampel, sedangkan tepung ampas tahu adalah 3.39 mg eqivalen vitamin C/100g sampel. Kandungan antioksidan yang tinggi pada tepung sorgum, umumnya didominasi oleh komponen fenolik. Tepung sorgum yang digunakan dalam formulasi snack bar ini akan menjadi sumber utama ketersediaan antioksidan pada produk. E. Analisis Formula Snack Bar 1.
Uji organoleptik (Adawiyah dan Waysima, 2008) Penilaian organoleptik (daya terima) banyak digunakan untuk menilai
mutu komoditas hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini sering dilakukan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Penilaian daya terima dapat dilakukan dengan mencicipi, mencium aroma, melihat warna, walaupun penilaiannya bersifat subyektif. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Panelis diminta untuk menilai keenam sampel (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) dari tingkat sangat tidak disukai (nilai 1) hingga sangat disukai (nilai 5) pada uji rating hedonik dengan tanpa membandingkan karakteristik antar produk. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4.
45
Karakteristik sensori yang diujikan melalui uji rating hedonik adalah rasa, aroma, teksur, dan overall. Hasil rekapitulasi data uji rating hedonik yang diperoleh tersebut kemudian diolah dengan program SPSS 15 dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan Test. Output data dari ANOVA adalah tabel Test of Between-Subjects Effects dan uji lanjut Duncan Test adalah tabel Multiple Comparison. Hasil uji rating hedonik ini untuk menyeleksi dan mendapatkan formula terbaik berdasarkan penerimaan sensori yang selanjutnya akan dibandingkan dengan kadar total serat pangan dan aktivitas antioksidan. Hasil yang diperoleh dari uji rating hedonik antara lain: 1.1. Rasa Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, asam, manis, pahit, dan umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangat rendah. Rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan
Tingkat Kesukann Rasa
kimiawi oleh lidah. 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
2.97b
3.50c 3.57c 3.27bc 3.43c
2.63a
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3 Formula 1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Gambar 14. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut rasa produk
46
Hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa dapat dilihat pada Gambar 14. Pada saat pengujian panelis diminta menilai tingkat kesukaannya terhadap rasa sampel tanpa membandingkan antar sampel. Setelah dilakukan sidik ragam (ANOVA) menggunakan program SPSS versi 15 terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara keenam sampel pada taraf 95% dengan nilai signifikansi sampel (0.000) jauh lebih kecil daripada nilai signifikansi acuan (0.05). Berdasarkan hasil uji lanjut (uji Duncan), formula A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3 tidak berbeda nyata (p<0.05). Keempat formula tersebut memiliki penerimaan netral hingga suka (3.27 – 3.57). Formula A1B1 memiliki skor penerimaan atribut terendah dibanding kelima formula lainnya, yaitu 2.63 (agak tidak suka – netral). Grafik menunjukan semakin banyak penambahan tepung ampas tahu, semakin rendah tingkat kesukaan produk pada atribut rasa. Perbandingan sorgum dan maizena 3:1 dan 1:1 tidak mempengaruhi penerimaan atribut rasa. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating hedonik yang dapat dilihat pada Lampiran 6. 1.2. Aroma Aroma atau bau makanan sering menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Aroma baru dapat dikenali apabila berbentuk uap dan molekulmolekul komponen aroma tersebut harus sampai menyentuh silia sel olfaktori. Aroma yang diterima oleh hidung dan otak merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 1997).
47
Tingkat Kesukaan Aroma
3.50 3.00
2.77a
3.10ab 3.03ab
3.33b
3.03ab
3.20b
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 A1B1
A2B1
A1B2 A2B2 Formula
A1B3
A2B3
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Gambar 15. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut aroma produk Hasil organoleptik menunjukkan formula A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3 tidak berbeda untuk atribut aroma pada taraf kepercayaan 95%. Penerimaan kelima formula tersebut adalah netral – suka (3.03 – 3.33). Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating hedonik aroma yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Aroma keenam formula (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) hampir serupa satu sama lain sehingga saat dilakukan uji organoleptik, panelis kesulitan untuk merating keenam formula tersebut. Pola yang terlihat pada Gambar 15 menunjukkan aroma produk dengan perbandingan sorgum maizena 1:1 lebih tidak disukai daripada produk yang mengandung sorgum banding maizena 3:1. Namun berdasarkan hasil olahan data secara statistik, perbedaan tersebut tidak nyata. 1.3. Tekstur Tekstur merupakan salah satu parameter kritis pada penerimaan keseluruhan suatu produk pangan. Tekstur merupakan atribut yang cukup penting karena penilaian utama bars biasanya dari teksturnya. Penilaian terhadap tekstur dapat berupa ukuran remahan bars ketika dikonsumsi.
48
Tingkat Kesukaan Tekstur
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
3.07b
3.27b 3.43b 3.40b
2.67a 2.63a
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3 Formula
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Gambar 16. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut tekstur produk Berdasarkan Gambar 16, formula A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3 memiliki skor penerimaan atribut tekstur tertinggi yaitu 3.07 – 3.40 (netral – suka). Hal tersebut menunjukkan semakin banyak penambahan tepung ampas tahu, tekstur permukaan serta remah yang dihasilkan produk semakin tidak disukai panelis. Keempat formula tersebut tidak berbeda berdasarkan hasil analisis ANOVA (p<0.05) (Lampiran 10). Formula A1B1 dan A2B1 memiliki skor penerimaan atribut tekstur terendah, yaitu 2.67 dan 2.63. Kedua formula tersebut tidak berbeda nyata karena pada tabel Duncan test berada pada satu subset yang sama. Menurut komentar tambahan panelis, formula A1B1 dan A2B1 memiliki tekstur permukaan yang retak serta remah yang banyak saat dikonsumsi. Perlakuan
perbandingan
sorgum
maizena
3:1
dan
1:1
tidak
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap atribut tekstur produk. 1.4. Overall Pengujian organoleptik secara keseluruhan (overall) ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk dari keseluruhan atribut yang ada pada produk. Panelis diminta untuk membandingkan antar sampel secara keseluruhan dan menentukan rating
49
terkecil untuk sampel yang paling tidak disukai hingga rating tertinggi untuk sampel yang paling disukai. Hasil uji rating hedonik
secara
Tingkat Kesukaan Keseluruhan (Overall)
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 17.
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
3.30b 3.40b 3.40b 3.47b 2.67a
2.87a
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3 Formula 1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Gambar 17. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap keseluruhan atribut produk Berdasarkan hasil analisis rating hedonik secara overall, formula A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3 memiliki skor penerimaan overall tertinggi yaitu 3.30 – 3.47 (netral – suka). Keempat formula tersebut tidak berbeda berdasarkan hasil analisis ANOVA (p<0.05). Formula dengan penambahan tepung ampas tahu tertinggi yaitu 20% memperoleh skor penerimaan atribut tekstur terendah adalah A1B1 dan A2B1 dengan nilai 2.67 dan 2.63. Kedua formula tersebut tidak berbeda nyata karena pada tabel Duncan test (Lampiran 12) berada pada satu subset yang sama. Grafik memperlihatkan semakin
banyak penambahan tepung
ampas tahu semakin menurun tingkat kesukaan overall produk. Perlakuan perbandingan sorgum dan maizena 3:1 dan 1:1 tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan overall keenam produk (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3).
50
2.
Kadar serat pangan Codex (ALINORM, 2009) mendefinisikan serat pangan sebagai polimer
karbohidrat dengan 10 atau lebih unit monomer yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim endogenus dalam saluran pencernaan manusia (ALINORM 09/32/26,2009). Fungsi dari serat pangan dalam kesehatan dan penyakit terutama kesehatan pencernaan, keseimbangan energi, kanker, jantung, dan masalah diabetes menambah permintaan untuk meningkatkan kandungan serat pangan (Lunn dan Butriss, 2007; Prosky, 2000; Scott et al., 2008; Slavin dan Green, 2007). Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat pangan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber). Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut di dalam air dan juga dalam saluran pencernaan. Komponen serat ini dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Serat yang termasuk dalam kelompok serat pangan larut air adalah pektin, psillium, gum, musilase, karagenan, asam alginat, dan agar-agar (Southgate, 2001). Fungsi utama serat larut air yaitu memberi perasaan kenyang yang lebih lama, memperlambat kemunculan gula darah (glukosa), membantu mengendalikan berat badan dengan memperlambat munculnya rasa lapar, meningkatkan kesehatan saluran penernaan dengan cara meningkatkan pergerakan usus besar, mengurangi resiko penyakit jantung, mengikat lemak dan kolesterol (Jenkins et al., 2001). Serat pangan tidak larut air adalah serat yang tidak dapat larut, baik di dalam
air maupun di saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari
komponen serat tidak larut air adalah kemampuannya menyerap air serta meningkatkan volume feses, sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan mudah. Yang termasuk serat pangan tidak larut adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Southgate, 2001). Fungsi utama serat pangan tidak larut air adalah mempercepat waktu transit (waktu tinggal) makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses, memperlancar proses
51
buang air besar, dan mengurangi resiko wasir, divertikulosis, dan kanker usus besar (Cummings, 2001). 12
11.08d
10.68c 9.90b
10
Kadar Serat Pangan (%)
10.77cd
9.19
8.83
9.84b
9.44a
8.60 7.90
7.94 7.42
8
Larut
6
Tidak Larut Total
4 2
1.94
1.89
2.08
1.99
1.90
2.02
0 A1B1
A2B1
A1B2
A2B2
A1B3
A2B3
Formula 1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas
tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Gambar 18. Kadar serat pangan dari keenam formula Pengolahan data dengan SPSS 15 dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel perbandingan sorgum dengan maizena, persentase tepung ampas tahu, dan interaksi antara variabel tersebut. Variabel persentase penambahan tepung ampas tahu mempengaruhi kadar serat pangan total (Lampiran 14). Semakin tinggi persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan, semakin tinggi pula kandungan total serat pangannya. Variabel perbandingan antara sorgum dengan maizena pun mempengaruhi kadar total serat pangan pada taraf α=0.05. Kadar total serat pangan untuk formula dengan perbandingan sorgum maizena 3:1 lebih besar dibandingkan dengan perbandingan sorgum maizena 1:1. Total serat pangan hasil interaksi antara kedua variabel tersebut tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, interaksi antara kedua variabel tidak mempengaruhi kadar total serat pangan formula.
52
Berdasarkan Gambar 18, formula A1B1 mengandung serat pangan total tertinggi yaitu 11.08% (4.08g per bar), sedangkan formula A2B3 mengandung serat pangan total terendah yaitu 9.44% (3.40g per bar). FDA (2009) menyatakan suatu pangan dapat diklaim mengandung serat tinggi apabila dapat memenuhi 20% Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran saji. Oleh karena itu, semua formula snack bar ini dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat mengacu pada FDA apabila dikonsumsi dua bar pertakaran saji sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan serat pangan harian manusia. Peraturan Uni Eropa (EC) No 1924/2006 (OJ 409 p9 2006/12/30 tentang gizi dan klaim kesehatan pada pangan) menetapkan suatu pangan dapat diklaim mengandung tinggi serat jika mengandung paling sedikit setidaknya 6 gram total serat per 100 gram produk atau 3 gram total serat per 10 kkal. Berdasarkan Peraturan Uni Eropa (EC) No 1924/2006 (OJ 409 p9 2006/12/30, snack bar sorgum ampas tahu ini dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat per takaran saji sebanyak satu bar. 3.
Aktivitas antioksidan Asam askorbat digunakan sebagai standar pada penelitian ini. Hasil
pengujian dibaca sebagai mg vitamin C equivalen/g sampel, dimana nilai tersebut menunjukkan kesetaraan aktivitas antioksidan 1 gram produk snack bar dengan vitamin C. Vitamin C digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas antioksidan dari ekstrak snack bar, dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya peredaman radikal bebas oleh vitamin C. Semakin tinggi konsentrasi dari vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya. Vitamin C mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan demikian maka vitamin C dinilai berperan dalam menghambat reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh dengan cara bertindak sebagai antioksidan. Nilai aktivitas antioksidan snack bar akibat pengaruh perbandingan sorgum dan maizena serta penambahan tepung ampas tahu disajikan pada Gambar 19.
53
Kapasitas Antioksidan mg vitamin C eqivalen/100g produk)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
18.52d 16.95c 15.06ab
14.37a
A1B1
A2B1
16.71c
15.85bc
A1B2 A2B2 Formula
A1B3
A2B3
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas
tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Gambar 19. Grafik aktivitas antioksidan dari keenam formula Hasil analisis ANOVA (Lampiran 18) menunjukkan adanya pengaruh persentase penambahan tepung ampas tahu terhadap kandungan antioksidan. Hal tersebut dikarenakan, semakin banyak proporsi tepung ampas tahu yang ditambahkan semakin sedikit pula proporsi sorgum pada formula. Perbandingan sorgum dan maizena juga mempengaruhi aktivitas antioksidan produk snack bar pada taraf α=0.05. Aktivitas antioksidan formula dengan perbandingan sorgum maizena 3:1 lebih besar dibandingkan dengan formula yang ditambahkan sorgum dan maizena 1:1. Hal tersebut dikarenakan sumber utama antioksidan dari bar sorgum ampas tahu ini adalah komponen fenolik yang terkandung pada tepung sorgum dengan aktivitas antioksidan yang mencapai 43.58 mg eqivalen vitamin C/100g produk. Interaksi antara kedua variabel yang diberikan pada formula tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan produk. Berdasarkan uji lanjut DUNCAN, aktivitas antioksidan formula A1B1 (15.06 mg eqivalen vitamin C/100g produk) dan A2B1 (14.37 mg eqivalen vitamin C/100g produk) tidak berbeda nyata berdasarkan selang kepercayaan 95%. Aktivitas antioksidan formula A1B3 berbeda nyata dari formula lainnya. Aktivitas antioksidan tertinggi adalah formula A1B3 (18.52 mg
54
eqivalen vitamin C/100g produk) dengan perbandingan sorgum terhadap maizena 3:1 dan penambahan tepung ampas tahu 8%, sedangkan aktivitas antioksidan terendah adalah formula A2B1 (14.37 mg eqivalen vitamin C/100g produk) dengan perbandingan sorgum terhadap maizena 1:1 dan penambahan tepung ampas tahu 20%. Menurut Calixto dan Jimenez (2009), aktivitas antioksidan serealia yang biasanya mengandung banyak komponen polifenol terutama asam fenolik, dipengaruhi oleh kompleks “serat pangan-asam fenolik”. Asam fenolik merupakan salah satu jenis antioksidan tidak larut (insoluble antioxidant) yang terikat secara kovalen pada ikatan ester sisi rantai arabinosa (Spiller, 2001). Ikatan kovalen pada komponen fenolik resisten terhadap enzim pencernaan di perut dan usus besar. Antioksidan tersebut tidak dapat diserap kecuali dengan cara pengdegradasian serat oleh bakteri di usus besar. Arabino-ferulat dan asam fenolik bebas dibebaskan selama fermentasi mikroorganisme. 4.
Pemilihan formula terbaik Pemilihan formula terbaik pada penelitian ini berdasarkan hasil uji
organoleptik, kadar serat total, dan aktivitas antioksidan. Hasil uji organoleptik menunjukkan formula A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3 merupakan formula-formula yang paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall). Kadar serat total tertinggi adalah formula A1B1 (11.08%). Namun, formula A1B1 tidak termasuk salah satu formula yang disukai berdasarkan hasil uji organoleptik. Oleh karena itu, dipilih formula yang mengandung kadar serat tertinggi selanjutnya dan disukai secara organoleptik yaitu A1B2 dengan total kadar serat 10.68% . Formula A1B3 merupakan formula dengan aktivitas antioksidan tertinggi, yaitu 18.52 mg vitamin C equivalen/100g produk. Namun formula ini memiliki kadar serat pangan total yang rendah sehingga untuk pemilihan formula terbaik berdasarkan aktivitas antioksidan akan dipilih formula yang mengandung aktivitas antioksidan tertinggi selanjutnya, yaitu formula A1B2 dengan aktivitas antioksidan 16.95 mg vitamin C equivalen/100g produk. 55
Berdasarkan perbandingan hasil uji rating kesukaan, analisis total serat pangan, dan analisis aktivitas antioksidan, formula (A1B2) dengan penambahan tepung ampas tahu 20% dan perbandingan sorgum terhadap maizena 3:1 merupakan formula terpilih untuk snack bar tinggi serat. Formula tersebut paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan pada α=0.05 dan memiliki berat rata-rata 41.6g per bar. Formula A1B2 mengandung total serat pangan 10.68 % bk (3.92g serat pangan per takaran saji satu bar) dan aktivitas antioksidan sebesar 16.95 mg vitamin C equivalen/100g produk (6.22 mg vitamin C equivalen per takaran saji satu bar). Komposisi gizi snack bar terbaik dapat dilihat pada Lampiran 32. Oleh karena itu, formula A1B2 dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat (High in Fiber) dengan takaran saji dua bar karena mengandung lebih dari 5 gram serat pangan sesuai dengan anjuran FDA (2009) yaitu 20% atau lebih berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan FDA, snack bar ini akan diklaim sebagai pangan sumber serat harian manusia yang baik jika takaran saji produk ini adalah satu bar. Namun, snack bar ini dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat dengan takaran saji satu bar jika mengacu pada Peraturan Uni Eropa (EC) No 1924/2006 (OJ 409 p9 2006/12/30 tentang gizi dan klaim kesehatan pada pangan) yang menetapkan suatu pangan dapat diklaim mengandung tinggi serat jika mengandung paling sedikit setidaknya 6 gram total serat per 100 gram produk atau 3 gram total serat per 10 kkal. 5.
Analisis proksimat keenam formula Keenam formulasi yang diuji proksimat bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variabel terhadap kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Hasil analisis tersebut (Tabel 15) selanjutnya diuji dengan SPSS 15 untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.
56
Tabel 15. Hasil analisis proksimat keenam formula Formula
Analisis Proksimat (% bobot kering) Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
A1B1
12.84
1.62
10.97
16.15
71.25
A2B1
13.27
1.66
11.03
15.94
71.37
A1B2
13.21
1.65
9.50
16.06
72.79
A2B2
13.31
1.58
9.06
15.84
75.17
A1B3
14.10
1.66
8.74
14.88
75.91
A2B3
13.93
1.49
8.73
13.35
78.09
1
Formulasi dibuat dengan basis tepung 300 gram.
2
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas
tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Berdasarkan hasil SPSS, kadar air keenam formula (Lampiran 19) tidak dipengaruhi oleh persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan dan perbandingan sorgum dengan maizena. Hasil interaksi antara antara kedua variabel tersebut pun menunjukkan tidak adanya pengaruh interaksi antara kedua variabel terhadap kadar air sampel. Hasil pengolahan data dengan SPSS menunjukkan signifikansi ketiga variabel tersebut lebih besar dari nilai α=0.05 dan dapat dilihat pada Lampiran 20. Kadar abu (Lampiran 21) tidak dipengaruhi oleh variabel perbandingan sorgum dengan maizena, variabel persentase tepung ampas tahu, maupun interaksi antara kedua variabel tersebut. Hal tersebut terlihat dari signifikasi masing-masing interaksi lebih besar dari taraf α=0.05, yaitu 0.343 (variabel persentase tepung ampas tahu), 0.124 (variabel perbandingan sorgum dengan maizena), dan 0.136 (interaksi kedua variabel) pada Lampiran 22. Kadar protein keenam formula (Lampiran 23) hanya dipengaruhi oleh variabel persentase tepung ampas tahu. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis data dengan SPSS 15 (Lampiran 24). Semakin tinggi persentase penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi pula kadar protein sampel. Hal tersebut dikarenakan tepung ampas tahu merupakan salah satu bahan baku yang menyumbangkan protein bagi snack bar sorgum ampas tahu ini.
57
Variabel tepung ampas tahu merupakan satu-satunya variabel yang mempengaruhi kadar lemak keenam formula snack bar sorgum ampas tahu (Lampiran 25). Semakin tinggi persentase tepung ampas tahu, semakin tinggi pula kadar lemaknya. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil uji Duncan (Lampiran 26). Kedelai banyak mengandung asam lemak tak jenuh, selain itu pada proses pengepresan ampas tahu komponen lemak tidak ikut larut dan umumnya masih tertinggal di ampas tahu. Variabel persentase tepung ampas tahu mempengaruhi kadar karbohidrat (Lampiran 25) karena nilai signifikansinya (0.026) lebih kecil dari taraf α=0.05 (Lampiran 26). Semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu, semakin banyak penambahan tepung sorgum dan tepung maizena, sehingga kadar karbohidrat semakin meningkat. Variabel perbandingan tepung sorgum dengan maizena dan interaksi kedua variabel tidak mempengaruhi kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat yang tinggi biasanya mengindikasikan Indeks Glikemik (IG) yang tinggi pula. Fruit soy bar di pasaran memiliki IG yang rendah yaitu antara 24 – 28 dengan kadar karbohidrat by difference 39% – 43%. Produk biskuit, wafer coklat, dan coklat batang memiliki kadar karbohidrat (60% – 70%) yang hampir setara dengan snack bar sorgum ampas tahu. Apabila dilihat dari kandungan karbohidrat yang hampir setara dengan produk-produk tersebut, IG snack bar sorgum ampas tahu juga hampir sama dengan produk-produk tersebut yaitu 42 – 67 (IG sedang). Namun, IG dari suatu pangan dapat dipengaruhi oleh komponen-komponen yang yang terkandung di dalamnya (Natalia, 2010). Kandungan serat pangan yang tinggi pada snack bar sorgum ampas tahu dapat menyebabkan rendahnya nilai IG. Serat dapat menurunkan kerapatan (densitas) energi. Pangan berserat tinggi juga dapat meningkatkan distensi (pelebaran) lambung sehingga memberikan efek cepat kenyang. Serat juga dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan sehingga memperlambat lewatnya makanan dan pergerakan enzim. Pencernaan yang lambat menyebabkan respon glukosa darah juga menjadi rendah. Selain itu, kandungan senyawa fitokimia terutama
58
tanin yang terkandung dalam sorgum dapat menghampat penyerapan glukosa dan protein dengan berikatan dengan protein dan karbohidrat membentuk suatu komplek yang sulit didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, IG snack bar sorgum ampas tahu dapat lebih rendah daripada IG wafer coklat, coklat batangan, dan biskuit karena dipengaruhi oleh komponen fungsional yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan snack bar sorgum ampas tahu merupakan pangan dengan IG rendah yaitu IG<55. 6.
Analisis komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn Sampel bar yang akan digunakan dalam pengukuran kadar mineral harus
terlebih dahulu diubah menjadi larutan abu melalui proses pengabuan. Proses pengabuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengabuan kering (dry digestion). Sampel bar hasil pengabuan kering selanjutnya digunakan untuk analisis kadar Ca, Zn, dan Fe dengan menggunakan flame AAS. AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada absorpsi sinar UV atau visible oleh atom-atom bebas pada fase gas. Instrumen AAS memiliki sensitivitas pengukuran yang tinggi, yaitu hingga satuan ppm (part per milion). Metode AAS menghasilkan data yang akurat dengan tingkat reprodusibilitas yang tinggi. AAS mampu menganalisis lebih dari 60 unsur dari jumlah yang sangat kecil hingga jumlah besar. Metode AAS berdasarkan pada prinsip pengukuran sinar yang diserap oleh atom dari unsur-unsur. Setiap atom memiliki nilai absorbansi yang khas yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Agar atom dapat menyerap energi radiasi, maka atom dalam bentuk gas diradiasi oleh sumber cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai dengan unsur yang dianalisis sehingga menyebabkan terjadinya eksitasi, yaitu atom mengalami kenaikan tingkat energi. Penyerapan energi ini bersifat selektif, yaitu hanya sinar dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap oleh suatu atom. Pengujian kadar mineral Ca, Fe, dan Zn dikarenakan kandungan mineral tertinggi pada sorgum adalah mineral-mineral tersebut. Ca (kalsium) berfungsi untuk kekuatan tulang, gigi, dan jaringan otot. Ca merupakan salah 59
satu mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Fe atau yang sering disebut zat besi merupakan mineral minor yang berfungsi sebagai carrier oksigen ke jaringan, enzim heme dan enzim non-heme (sitokrom, katalase, peroksidase, dan lainnya), ferritin, dan hemosiderin. Zn (zinc) merupakan mineral penyusun lebih dari 200 metalo-enzim beberapa diantaranya antara lain karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase,
superoksida dismutase,
DNA-polimerase, RNA-polimerase, alkalin fosfatase, dan karboksi peptidase. Zn berperan menstabilkan struktur komponen organik dan membran seperti DNA, RNA, dan ribosom. Zn juga esensial bagi sistem imun dan sistem pertahanan tubuh (Desai, 2000). Hasil analisis kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn (Tabel 16) pada formula bar terbaik
(sorgum:maizena= 3:1 ; tepung ampas tahu 12%)
berturut-turut adalah 2046 ppm, 64 ppm, dan 23 ppm. Menurut hasil analisis Natalia (2010), snack bar yang beredar dipasaran mengandung Ca sekitar 3000 ppm dan Fe 80 ppm. Hal tersebut menunjukkan bar sorgum ampas tahu memiliki kadar kalsium dan zat besi yang lebih rendah dibandingkan dengan produk komersial sejenis dipasaran. Perbedaaan mineral kalsium cukup besar antara bar komersial dipasaran dan bar sorgum ampas tahu hingga mencapai 1000 ppm, sedangkan untuk zat besi selisih 16 ppm. Tabel 16. Kandungan mineral Ca, Fe, Zn formula terbaik (20 tepung ampas tahu; sorgum:maizena= 3:1) Mineral
Kadar (ppm)
Ca
2045.87
Fe
63.89
Zn
23.26
Satu bar formula terbaik (A1B2) dapat memenuhi kecukupuan kalsium (Ca) dan zat besi (Fe) sebesar 10.64% dan 10.23% berdasarkan Acuan Label Gizi Indonesia (2004). Oleh karena itu, snack bar sorgum ampas tahu dapat diklaim sebagai pangan sumber kalsium dan zat besi. Kandungan Zn (zinc) pada snack bar dapat memenuhi kebutuhan zinc harian sebesar 8%, sehingga
60
pada label kemasan snack bar dapat diklaim bahwa snack bar sorgum ampas tahu mengandung Zinc. 7.
Analisis warna
Warna merupakan salah satu atribut penting yang mempengaruhi penilaian konsumen. Pengujian warna bar dimaksudkan untuk melihat warna produk secara objektif karena pengujian warna secara subjektif dapat menghasilkan data yang sangat beragam. Pengujian warna bar dilakukan dengan menggunakan instrument chromameter dengan metode Hunter. Hasil pengukuran warna (Tabel 17) bar berbasis tepung sorgum dan tepung ampas tahu (sorgum:maizena= 3:1 ; tepung ampas tahu 12%) adalah L sebesar 59.63, a sebesar +8.23, dan b sebesar +23.10. Tabel 17. Hasil analisis warna dengan chromameter ⁰Hue
L
Nilai 59.63
a
8.23
70.38
b
23.10
Jenis pengukuran
Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel uji (Marissa, 2010). Semakin mendekati nilai angka 100 maka sampel uji memiliki warna yang sangat cerah (putih). Bar sorgum ampas tahu memiliki nilai L yang tidak terlalu tinggi yaitu 59.63, sehingga warna tidak terlalu putih. Nilai a menunjukkan derajat kemerahan atau kehijauan (Marissa, 2010)). Nilai a sebesar +8.23 yang bernilai positif menandakan bahwa bar sorgum ampas tahu cenderung berwarna merah daripada hijau. Nilai hasil pengujian yang cukup jauh dari nilai 100 menunjukkan bahwa warna merah pada bar yang dimiliki tidak pekat. Nilai b menunjukkan kecenderungan sampel uji berwarna kuning atau biru. Nilai b bar sorgum ampas tahu bernilai +23.10. Hal ini menandakan bahwa bar sorgum ampas tahu memiliki warna kuning, namun warna kuning tersebut tidak terlalu pekat. Pengujian warna ini pun menghasilkan nilai ⁰Hue sebesar 70.38. Nilai pengujian ⁰Hue dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik warna suatu
61
produk pangan. ⁰Hue bar sorgum ampas tahu tergolong dalam kisaran warna 54-90. Berdasarkan kisaran warna ⁰Hue ini, maka bar sorgum ampas tahu tergolong berwarna kuning merah (Yellow-Red). Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna yang dominan pada bar adalah warna kuning dan merah. 8.
Kekerasan bar Kekerasan adalah daya tahan untuk pecah akibat daya tekan yang
diberikan. Nilai kekerasan pada bar dapat diakibatkan oleh proses retrogradasi pati. Retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara amilosa yang telah terdispersi kedalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses retrogradasi pati semakin mungkin terjadi dan semakin keras produk tersebut. Hasil analisis tingkat kekerasan bar formula terbaik (sorgum:maizena= 3:1 ; tepung ampas tahu 12%) dengan texture analyzer menunjukkan nilai tingkat kekerasan yang diperoleh adalah 1600 g force. Semakin besar nilai tingkat kekerasan maka semakin keras pula tekstur dari bar. Berdasarkan Daisy (2010), bar komersial (fruit soy bar) yang ada di pasaran memiliki nilai tingkat kekerasan sekitar 1100 g force, sedangkan banana bar hasil penelitian Ferawati (2009) adalah 1387.5 g force. Hal tersebut menunjukkan bar sorgum ampas tahu memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan bar komersial dan banana bar hasil penelitian Vera. Walaupun memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi, kekerasan snack bar sorgum ampas tahu masih dapat diterima secara organoleptik.
62
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Snack bar yang ditambahkan tepung ampas tahu 20% (basis total tepung 300g) cenderung memiliki tingkat kesukaan terhadap atribut rasa, tekstur dan overall yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditambahkan tepung ampas tahu 12% dan 8%. Produk bar yang ditambahkan sorgum maizena 1:1 lebih disukai aromanya daripada bar yang ditambahkan sorgum maizena 3:1. Kadar serat pangan produk bar semakin meningkat jika penambahan tepung ampas tahu meningkat. Produk yang mengandung sorgum maizena 3:1 memiliki kadar serat pangan yang lebih tinggi daripada produk yang ditambahkan sorgum maizena 1:1. Nilai aktivitas antioksidan snack bar dipengaruhi oleh persentase penambahan tepung ampas tahu dan perbandingan sorgum dengan maizena. Semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi aktivitas antioksidan. Produk yang ditambahkan sorgum maizena 3:1 memiliki nilai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang ditambahkan sorgum maizena 1:1. Kadar protein, lemak, dan karbohidrat produk dipengaruhi oleh persentase penambahan tepung ampas tahu. Semakin banyak tepung ampas tahu, semakin tinggi kadar protein dan lemak produk. Semakin sedikit tepung ampas tahu yang ditambahkan, semakin tinggi kadar karbohidrat produk. Formula terbaik snack bar sorgum ampas tahu adalah A1B2 dengan persentase penambahan tepung ampas tahu 12 % (36g basis tepung 300 g), perbandingan antara sorgum maizena 3:1 (sorgum=198g ; maizena=66g), selai nenas =168g, telur =72g, susu bubuk full cream =48g, dan minyak goreng =36g. Formula ini mengandung total serat pangan 10.68 %bk, aktivitas antioksidan 16.59 mg eqivalen vitamin C/gram produk, kadar air 13.21 %bk, mineral 1.65 %bk, protein 9.50 %bk, lemak 16.06 %bk, dan karbohidrat 72.79 %bk. Kandungan mineral Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula terbaik berturutturut adalah 64 ppm, 23 ppm, dan 2046 ppm. Hasil pengukuran warna formula A1B2 adalah L= 59.63, a= +8.23, b= +23.10, dan ⁰Hue= 70.38. Tingkat kekerasan snack bar sorgum ampas tahu terpilih adalah 1600 g force.
63
Formula terbaik dapat memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) serat pangan harian manusia sebesar 15.68%, karbohidrat 8.89%, lemak 9.08%, protein 6.98%, kalsium 10.64%, zat besi 10.23%, dan Zn 8%.
Snack bar ini dapat
diklaim sebagai pangan sumber serat, kalsium, dan zat besi dengan takaran saji 1 bar.
B. Saran Snack bar yang telah berhasil diformulasikan perlu diteliti lebih lanjut. Penelititan ini antara lain meliputi flavor, pengaruh jenis pengemas bar yang dapat mempertahankan komponen gizinya, dan analisis finansial produk snack bar skala industri rumah tangga dan scale-up nya.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D dan Waysimah. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. ALINORM 09/32/26 (2009). Report of the 30th session of the Codex committee on nutrition and foods for special dietary uses 3–7 November 2008 (p. 46, Appendix II). Al-Mamary, M., Al-Habori, M., Al-Aghbari, A., and Al-Obeidi, A. 2001. In vivo effects of dietary sorghum tannins on rabbit digestive enzymes and mineral absorption. Journal of Nutrition Research. 21: 1393-1401. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Agricultural Chemist 16th edition. Virginia: AOAC International. Awika, J. M. and Rooney, L. W. 2004. Sorghum phytochemicals and their potential impact on human health. Phytochemistry. 65: 1199-1221. Castano, G., Menendez, R., Mas, R., Amor, A., Fernandez, J. L., Gonzalez, R. L., and Alvarez, E. 2002. Effects of lovastatin on lipid profile and lipid peroxidation in patients with dyslipidemia associated with type 2 diabetes mellitus. Journal of Clinical Pharmacolology Research. 22:89–99. Cho, S. H., Choi, Y., and Ha, T. Y. 2000. In vitro and in vivo effects of proso millet, buckwheat and sorghum on cholesterol metabolism. Journal of the Federation of American Societies for Experimental Biology. 14: A249. Choi, Y., Jeong, H. S., and Lee, J. 2007. Antioxidant activity of methanolic extracts from some grains consumed in Korea. Food Chemistry. 103: 130– 138. Cummings, J. H. 2001. The Effect of Dietary Fiber on Fecal Weight and Composition. California: Health Research and Studies Center, Inc. Deprez, S., Mila, I., Huneau, J. F., Tome, D., and Scalbert, A.2001.Transport of proanthocyanidin dimer, trimer, and polymer across monolayers of human intestinal epithelial Caco-2 cells. Food Chemistry. 3:957–967. Desai, B. B. 2000. Handbook of Nutrition and Diet. New York: Marcel Dekker, Inc. Elingosa, T. 1994. Pembuatan fish nugget dari ikan tenggiri. Skripsi Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. FAO. 2007. Report on functional food. Roma: Food Quality and Standard Services.
65
FAO. 2010. Chemical composition and nutritive value of sorghum and pearl millet.http://www.fao.org/docrep/t0818e/T0818E0a.htm#Chapter4chemical compositionandnutritivevalue. [28 Juni 2010] FAO. 2010. Introduction Sorghum bicolor(L) Moench. http://www.fao.org/inpho/ content/compend/text/ch07.htm. [28 Juni 2010] Faridah, D. N., Kusnandar, F., Herawati, D., Kusumaningrum, H. D., Wulandari, N., dan Indrasti, D. 2009. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. FDA. 2009. Food And Drugs Administration Departement of Health and Human Services Subchapter B-Food for Human Consumption. http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfCFR/CFRSearch.cfm?f r=101.54. [2 April 2010] Fellows, P. 2000. Food Processing Technology, Principle, and Practise 2nd Edition. Cambrige: Wood Head. Ferawati. 2009. Formulasi dan pembuatan banana bars berbahan dasar tepung kedelai, terigu, singkong, dan pisang sebagai alternatif pangan darurat. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Grimmer, H. R., Parbhoo, V., and McGrath, R. M. 1992. Antimutagenicity of polyphenol rich fractions from sorghum bicolor grain. Journal of the Science of Food and Agriculture. 59: 251-256. Hartono, U. 2004. Pemanfaatan potensi tepung ampas tahu (okara) sebagai bahan baku minuman probiotik (okara probiotic drink). Skripsi Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Hulse, J. H., Laing, E. M., Pearson, O. E. 1980. Sorghum and the Millets: Their Composition and Nutritive Value. Ottawa: Academic Press. IFST Information Statement. 2007. Dietary Fiber. Cambrige: IFST. Jenkins, A.L., Vuksan, V., and Jenkins, D.J.A. 2001. Fiber in Treatment of Hyperlipidemia. California: Health Research and Studies Center, Inc. Katayama, M. and Wilson, L.A. 2008. Utilization of okara, a byproduct from soymilk production, through the development of soy-based snack food. Journal of Food Science. 73: 152-157. Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi budidaya sorgum. Irian Jaya: Balai Informasi Pertanian, Departemen Pertanian.
66
Lee, S.M. and Pan, B.S. 2003. Effects of dietary sorghum distillery residue on hematological characteristics of cultured grey mullet (Mugil cephalus) an animal model for prescreening antioxidant and blood thinning activities. Journal of Food Biochemistry. 27: 1-18. Lizardo, R., Peiniau, J., and Aumaitre, A. 1995. Effect of sorghum on performance, digestibility of dietary-components and activities of pancreatic and intestinal enzymes in the weaned piglet. Journal of Animal Feed Science and Technology. 56: 67-82. Lopulalan, C.G. 2008. Kajian formulasi dan isotherm sorpsi air biskuit jagung. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Bogor: IPB. Lunn, J. and Buttriss, J. L. 2007. Carbohydrates and dietary fibre. Journal of British Nutrition Foundation. 32: 21–64. Marissa, D. 2010. Formulasi cookies jagung dan pendugaan umur simpan produk dengan pendekatan kadar air kritis. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Martos, I. E. and Rupérez, P. 2009. Indigestible fraction of okara from soybean: composition, physicochemical properties and in vitro fermentability by pure cultures of Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium bifidum. Eur Food Res Technol (2009) 228:685–693 McCarthy, M.F. 2002. Policosanol safely down-regulates hmg-coa reductase– potential as a component of the esselstyn regimen. Medical Hypotheses. 59: 268–279. Muriu, J. I., Njoka-Njiru, E. N., Tuitoek, J. K., and Nanua, J. N. 2002. Evaluation of Sorghum (Sorghum bicolor) as Replacement for Maize in The Diet of Growing Rabbits (Oryctolagus cuniculus). Asian-Australian Journal of Animal Science. 15: 565-569. Natalia, D. 2010. Sifat fisikokimia dan indeks glikemik berbagai produk snack. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Natural Solution. Mechanism of co.kr/tech21e.html [28 Juni 2010]
DPPH.
http://www.naturalsolution.
Platt, B.S. 1962. Tables of Representative Values of Foods Commonly Used in Tropical Countries. London: H.M. Stationery Office. Pokorny, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M. 2008. Antioxidants in Food : Practical Application. London: Woodhead Publishing Limited. Prosky, L. 2000. What is fibre? Current controversies. Trends in Food Science and Technology. 10: 271–275.
67
Rios, L.Y., Bennett, R.N., Lazarus, S.A., Remesy, C., Scalbert, A., and Williamson, G. 2002. Cocoa procyanidins are stable during gastric transit in humans. Journal of Clinical Nutrition. 76:1106–1110. Rooney, L.W. and Serna, S. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology. New York: Marcel Dekker. Saura-Calixto, F., Jimenez, P., and Goni, I. 2009. Contribution of cereals to dietary fibre and antioxidant intakes: Toward more reliable methodology. Journal of Cereal Science. 48:291-294. Scalbert, A., Morand, C., Manach, C., and Remesy, C. 2002. Absorption and metabolism of polyphenols in the gut and impact on health. Journal of Biomedicine and Pharmacotherapy. 56:276–282. Scott, K.P., Duncan, S.H., and Flint, H.J. 2008. Dietary fibre and the gut microbiota. Journal of British Nutrition Foundation. 33: 201–211. Sirappa, M.P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian. 22:4. Slavin, J. and Green, H. 2007. Dietary fibre and satiety. Nutrition Bulletin. 32: 3242. Southgate, D.A.T. 2001. Dietary Fiber Parts of Food Plants and Algae. California: Health Research and Studies Center, Inc. Spiller, G.A. 2001. Dietary Fiber in Human Nutrition 3 rd Edition. California: Health Research and Studies Center, Inc. Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorghum untuk produk olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23:4. Soekirman, S., Ananto, K., Pribadi, N., Martianto, D., Ariani, M., Jus'at, I., Hardinsyah, D., dan Firdausy, C. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI Sulistiani. 2004. Pemanfaatan Ampas Tahu dalam Pembuatan Pangan Tinggi Serat dan Protein sebagai Alternatif Bahan Baku Pangan Fungsional. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB. Tang, C. 1992. Phenolic compounds in food. American Chemical Society. Washington DC: ACS Symposium Series.
68
Turner, N.D., Diaz, A., Taddeo, S.S., Vanamala, J., McDonough, C.M., Dykes, L., Murphy, M.E., Caroll, R.J., and Rooney, L.W. 2006. Bran from black or brown sorghum supresses colon carsinogenesis. Journal of Food Science and Agriculture. 20: 599-610. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Yanuar, W. `2009. Aktivitas antioksidan dan imunomodulator serealia non-beras. Tesis Jurusan Ilmu Pangan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB.
69
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner uji rating hedonik tahap I KUESIONER UJI RATING HEDONIK Produk : Bar nenas Tanggal : 29 Oktober 2009 Nama : Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 5 contoh bar nenas. Anda diminta untuk mencicipi contoh sesuai dengan urutan penyajian dari kiri ke kanan. Berilah penilaian pada tiap contoh dengan skor 5 (paling Anda sukai) hingga skor terkecil yaitu 1 (paling tidak Anda sukai). Harap diingat dan diperhatikan bahwa TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN ANTAR SAMPEL. Penilaian dilakukan secara keseluruhan (overall). Netralkan indra pencicip Anda dengan menggunakan air sebelum Anda memulai tiap pengujian. Terima kasih. Kode sampel
Rating
896 889 511 335 723 Keterangan : 1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. netral 4. suka 5. sangat suka
70
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tahap I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
F1 3 4 3 2 2 4 2 4 1 2 2 4 4 2 3 3 3 4 2 3 2 4 2 3 1 3 2 2 3 2
F2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 5 2 2 2 5 2 3 3 1 2 5 3 4 3 4 3 3 4 1
F3 4 5 4 4 3 2 3 4 4 2 3 4 4 4 2 5 4 4 3 2 4 5 4 3 2 5 3 3 3 2
F4 2 1 2 4 3 2 4 3 2 3 4 4 5 2 3 5 2 4 4 4 4 2 3 3 2 1 2 3 3 1
F5 2 3 4 2 3 3 3 5 4 2 3 5 3 3 4 4 3 3 3 5 5 4 4 5 4 1 3 3 2 2
71
Lampiran 3. Hasil analisis uji rating hedonik tahap I Between-Subjects Factors sampel
Value Label S100% 4:1 3:1 2:1 1:1
1 2 3 4 5
N 30 30 30 30 30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Squares 1407.033a 1407.033 151.967 1559.000
Source Model sampel Error Total
df 5 5 145 150
Mean Square 281.407 281.407 1.048
F 268.506 268.506
Sig. .000 .000
a. R Squared = .903 (Adjusted R Squared = .899)
skor Duncan sampel S100% 4:1 2:1 1:1 3:1 Sig.
a,b
N 30 30 30 30 30
1 2.70 2.80 2.90
.480
Subset 2 2.80 2.90 3.33 .057
3
3.33 3.50 .529
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.048. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
72
Lampiran 4. Kuesioner uji rating hedonik tahap II KUESIONER UJI RATING HEDONIK Produk : Bar nenas Tanggal : 6 November 2009 Nama : Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 6 contoh bar nenas. Anda diminta untuk mencicipi contoh sesuai dengan urutan penyajian dari kiri ke kanan. Berilah penilaian pada tiap contoh dengan skor 5 (paling Anda sukai) hingga skor terkecil yaitu 1 (paling tidak Anda sukai). Harap diingat dan diperhatikan bahwa TIDAK BOLEH MEMBANDINGKAN ANTAR SAMPEL. Penilaian dilakukan secara atribut rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall). Netralkan indra pencicip Anda dengan menggunakan air sebelum Anda memulai tiap pengujian. Terima kasih. Kode sampel
879
296
754
641
489
363
Rasa Aroma Tekstur Overall Keterangan : 1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. netral 4. suka 5. sangat suka
73
Lampiran 5. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut rasa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
F1 2 2 3 1 2 2 3 4 2 3 4 3 3 3 4 3 3 2 2 1 4 2 3 1 3 4 4 2 3 4
F2 2 3 3 2 2 1 4 5 3 4 4 3 3 4 4 3 3 2 1 2 4 4 3 2 3 4 4 3 3 5
F3 3 3 4 4 3 1 3 5 3 5 3 3 4 4 4 3 3 1 3 2 4 1 4 2 3 5 4 3 3 4
F4 3 4 3 2 2 3 3 5 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 2 4 2 4 5 3 4 4 4
F5 3 4 4 3 3 2 4 5 3 5 4 4 4 4 3 4 4 3 3 2 5 3 3 2 3 4 3 5 4 3
F6 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 1 3 1 3 3 4 2 3 3 5
Lampiran 6. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model sampel panelis Error Total
Type III Sum of Squares 1986.461a 19.628 91.494 58.539 2045.000
df 35 5 29 145 180
Mean Square 56.756 3.926 3.155 .404
F 140.584 9.724 7.815
Sig. .000 .000 .000
a. R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .964)
74
Ket: sig. sampel .000 < 0.05 berarti rasa berbeda nyata
skor Duncan sampel A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3 Sig.
a,b
N 30 30 30 30 30 30
1 2.63
Subset 2 2.97 3.27
1.000
.070
3
3.27 3.43 3.50 3.57 .097
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .404. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Ket: formula yang berada dalam 1 subset yang sama tidak berbeda nyata
75
Lampiran 7. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut aroma No 1 2 3 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
F1 3 4 2 3 3 4 1 3 4 4 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 4 4
F2 3 3 3 4 4 5 1 3 2 5 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 3 4 2 4 3 4 3 3 4 3
F3 3 4 4 3 4 3 1 4 3 5 3 2 1 2 2 1 4 4 3 3 4 4 3 2 3 2 3 3 4 4
F4 3 4 4 3 4 4 1 3 1 5 3 3 1 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 3 5
F5 3 4 4 2 3 4 1 3 1 4 3 2 1 3 3 2 4 4 4 3 4 5 3 4 2 4 3 2 3 3
F6 3 3 4 2 4 3 1 3 2 5 4 2 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 2 3 6
76
Lampiran 8. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total
Type III Sum of Squares 1801.111a 90.578 5.444 68.889 1870.000
df 35 29 5 145 180
Mean Square 51.460 3.123 1.089 .475
F 108.316 6.574 2.292
Sig. .000 .000 .049
a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .954)
Ket: sig.sampel .000 < 0.05 berarti aroma berbeda nyata skor Duncan sampel A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B3 A2B2 Sig.
a,b
N 30 30 30 30 30 30
Subset 1 2.77 3.03 3.03 3.10
.089
2 3.03 3.03 3.10 3.20 3.33 .137
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .475. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Ket: formula yang berada dalam satu subset yang sama berarti tidak berbeda nyata
77
Lampiran 9. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut tekstur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
F1 3 3 1 4 3 4 1 3 3 4 1 2 2 3 3 3 2 3 2 4 2 2 3 3 3 2 2 3 2 4
F2 4 2 2 3 3 2 2 3 4 4 2 1 2 3 2 3 3 4 2 4 3 3 2 4 1 2 2 3 1 3
F3 5 1 3 3 3 3 1 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 2 4 4 3 5 3 1 3 3 4 3 4
F4 5 3 4 3 4 2 2 4 1 4 3 4 4 4 3 2 3 3 3 4 4 3 5 3 4 3 3 3 2 3
F5 3 4 4 3 3 3 2 3 2 5 2 4 4 4 3 3 2 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 3 3 4
F6 4 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3
78
Lampiran 10. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Squares 1773.644a 18.978 49.578 80.356 1854.000
Source Model sampel panelis Error Total
df 35 5 29 145 180
Mean Square 50.676 3.796 1.710 .554
F 91.443 6.849 3.085
Sig. .000 .000 .000
a. R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .946)
Ket: sig.sampel .000 < 0.5 berarti tekstur berbeda nyata skor Duncan
a,b
Subset sampel A2B1 A1B1 A1B2 A2B2 A2B3 A1B3 Sig.
N 30 30 30 30 30 30
1 2.63 2.67
.863
2
3.07 3.27 3.40 3.43 .083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .554. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Ket: formula yang berada dalam satu subset yang sama berarti tidak berbeda nyata
79
Lampiran 11. Rekapitulasi Data Hasil Uji Ranting Hedonik Keseluruhan (overall) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
F1 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 1 3 3 3 1 3 3 4 2 4 3
F2 2 2 3 2 3 2 4 4 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 2 4 4 3 1 3 4 3 2 2 4
F3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 2 3 2 4 5 3 2 3 4 3 3 3 4
F4 3 2 3 3 3 4 3 5 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 5 1 4 2 4 4 3 3 4 5
F5 4 3 4 3 4 2 4 4 4 5 4 4 4 3 3 3 4 4 3 2 4 2 3 2 3 3 3 4 5 2
F6 3 3 2 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 2 3 5 4 3 2 4 4 3 4 3 5
80
Lampiran 12. Hasil analisis uji rating hedonik overall metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Squares 1887.483a 16.650 46.783 63.517 1951.000
Source Model sampel panelis Error Total
df 35 5 29 145 180
Mean Square 53.928 3.330 1.613 .438
F 123.111 7.602 3.683
Sig. .000 .000 .000
a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .960)
Ket: sig.sampel .000 < 0.5 berarti secara keseluruhan produk berbeda nyata skor Duncan sampel A1B1 A2B1 A1B2 A1B3 A2B2 A2B3 Sig.
a,b
N 30 30 30 30 30 30
Subset 1 2.67 2.87
.244
2
3.30 3.40 3.40 3.47 .382
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .438. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Ket: formula yang berada dalam satu subset yang sama berarti tidak berbeda nyata
81
Lampiran 13. Hasil analisis kandungan serat pangan keenam formula
Formula Ulangan A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Serat Pangan Tidak Larut 9.1753 9.2022 8.7121 8.9538 8.7235 8.4688 7.9352 7.8735 7.9733 7.9000 7.4365 7.4142
9.1887± 0.0190 8.8329± 0.1709 8.5961± 0.1801 7.9043± 0.0436 7.9367± 0.0518 7.4254± 0.0157
Serat Pangan Larut 1.9395 1.8472 2.0030 1.8785 2.1415 2.0179 1.9811 2.0016 1.9642 1.8467 2.0098 2.0242
1.8933± 0.0653 1.9407± 0.0880 2.0797± 0.0874 1.9913± 0.0145 1.9055± 0.0830 2.0170± 0.0102
Total Serat Pangan 11.1147 11.0493 10.7151 10.8322 10.8650 10.4867 9.9163 9.8751 9.9375 9.7468 9.4463 9.4384
11.0820± 0.0462 10.7737± 0.0828 10.6758± 0.2675 9.8957±0 .0291 9.8421±0 .1348 9.4424±0 .0056
82
Lampiran 14. Hasil pengolahan data total serat pangan dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
1 2 3 1 2
A
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TOT.SERAT Type III Sum of Squares 4.169a 1269.445 3.305 .738 .125 .100 1273.713 4.269
Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square .834 1269.445 1.653 .738 .063 .017
F 50.222 76462.282 99.547 44.473 3.771
Sig. .000 .000 .000 .001 .087
a. R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .957)
TOT.SERAT Duncan
a,b
B 8% 12% 20% Sig.
N 4 4 4
Subset 2
1 9.642250
3
10.285775 1.000
1.000
10.927825 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .017. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Group Statistics
TOT.SERAT
A 3:1 1:1
N 6 6
Mean 10.533333 10.037233
Std. Deviation .5813843 .6066615
Std. Error Mean .2373491 .2476685
83
Lampiran 15. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Tepung sorgum
Absorbansi
Konsentrasi (ppm) 40 45 50 55 60 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Absorbansi
kontrol-absorbansi
0.7340 0.6505 0.5110 0.4310 0.3280
0.7860 0.8695 1.0090 1.0890 1.1920
y = 0.020x - 0.042 R² = 0.993
0
20
40
60
80
Konsentrasi asam askorbat (ppm) Tepung ampas tahu Konsentrasi (ppm) 5 10 15 20 25
Absorbansi
kontrol-absorbansi
0.8575 0.7280 0.5930 0.4580 0.2625
0.1865 0.3160 0.4510 0.5860 0.7815
84
Lampiran 16. Lanjutan kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk
Absorbansi
1.0000 0.8000
y = 0.029x + 0.026 R² = 0.992
0.6000 0.4000 0.2000 0.0000 0
5
10
15
20
25
30
Konsentrasi asam askorbat (ppm) Produk Konsentrasi (ppm) 40 45 50 55 60
Absorbansi
kontrol-absorbansi
0.7340 0.6505 0.5110 0.4310 0.3280
0.7860 0.8695 1.0090 1.0890 1.1920
1.4 1.2 1 0.8 y = 0.020x - 0.042 R² = 0.993
0.6 0.4
0.2 0 0
20
40
60
80
85
Lampiran 17. Data analisis aktivitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Formula A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Aktivitas Antioksidan (mg vitamin C/g produk) 1 0.1477 0.1506±0.0041 2 0.1535 1 0.1392 0.1437±0.0063 2 0.1482 1 0.1642 0.1695±0.0074 2 0.1747 1 0.1559 0.1585±0.0037 2 0.1612 1 0.1806 0.1852±0.0065 2 0.1898 1 0.1636 0.1671±0.0048 2 0.1705 Tepung sorgum 0.4358±0.0162 Tepung ampas tahu 0.0339±0.0004 Ulangan
86
Lampiran 18. Hasil pengolahan data aktivitas antioksidan dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
1 2 3 1 2
A
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KAP.ANTIOKSIDAN Type III Sum of Squares 21.897a 3166.060 16.943 4.303 .651 1.916 3189.873 23.813
Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square 4.379 3166.060 8.472 4.303 .325 .319
F 13.711 9912.157 26.523 13.472 1.018
Sig. .003 .000 .001 .010 .416
a. R Squared = .920 (Adjusted R Squared = .852)
KAP.ANTIOKSIDAN Duncan B 20% 12% 8% Sig.
a,b
N 4 4 4
1 14.715225
Subset 2
3
16.401125 1.000
1.000
17.612950 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .319. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
Group Statistics A KAP.ANTIOKSIDAN 3:1 1:1
N 6 6
Mean 16.841917 15.644283
Std. Deviation 1.6219890 1.1274999
Std. Error Mean .6621742 .4602999
87
Lampiran 19. Data analisis kadar air tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Formula A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Ulangan
Kadar Air (% Bobot Kering)
1 13.2763 2 12.3989 1 13.7324 2 12.8031 1 13.5068 2 12.9056 1 13.3851 2 13.2518 1 13.7450 2 14.4551 1 13.7926 2 14.0635 Tepung sorgum Tepung ampas tahu
12.8376±0.6204 13.2678±0.6571 13.2062±0.4251 13.3185±0.0942 14.1000±0.5021 13.9280±0.1915 9.2724±0.3675 10.2093±0.2797
88
Lampiran 20. Hasil pengolahan data kadar air dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
1 2 3 1 2
A
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KADAR.AIR Type III Sum of Squares 2.271a 2168.574 2.044 .046 .181 1.295 2172.140 3.567
Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square .454 2168.574 1.022 .046 .091 .216
F 2.105 10047.010 4.736 .212 .420
Sig. .196 .000 .058 .662 .675
a. R Squared = .637 (Adjusted R Squared = .334)
KADAR.AIR Duncan B 20% 12% 8% Sig.
a,b
N 4 4 4
Subset 1 2 13.052684 13.262314 13.262314 14.014029 .547 .062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .216. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
89
Lampiran 21. Data analisis kadar mineral tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Formula A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Ulangan
Kadar Abu (% Bobot Kering) 1 1.5698 1.6258±0.0792 2 1.6817 1 1.6470 1.6655±0.0262 2 1.6840 1 1.5902 1.6461±0.0791 2 1.7021 1 1.5290 1.5832±0.0766 2 1.6374 1 1.6197 1.6603±0.0574 2 1.7009 1 1.4634 1.4888±0.0110 2 1.1542 Tepung sorgum 1.4477±0.0095 Tepung ampas tahu 2.9254±0.0888
Lampiran 22. Hasil pengolahan data kadar mineral dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
A
1 2 3 1 2
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KADAR.ABU Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .045a 31.168 .010 .013 .022 .024 31.236 .069
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square .009 31.168 .005 .013 .011 .004
F 2.287 7901.082 1.288 3.203 2.829
Sig. .171 .000 .343 .124 .136
a. R Squared = .656 (Adjusted R Squared = .369)
90
Lampiran 23. Data analisis kadar protein tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Formula
Ulangan Kadar protein (% Bobot Kering) 1 11.2675 A1B1 10.9686±0.4228 2 10.6697 1 11.2553 A2B1 11.0302±0.3184 2 10.8050 1 9.6931 A1B2 9.5011±0.2716 2 9.3091 1 8.9265 A2B2 9.0571±0.1846 2 9.1876 1 9.0059 A1B3 8.7431±0.3716 2 8.4804 1 8.2392 A2B3 8.7264±0.2477 2 8.9016 Tepung sorgum 6.9100±0.2679 Tepung ampas tahu 35.1651±0.0400
91
Lampiran 24. Hasil pengolahan data kadar protein dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
1 2 3 1 2
A
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KADAR.PROTEIN Type III Sum of Squares 11.380a 1122.356 11.179 .053 .148 .587 1134.324 11.967
Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square 2.276 1122.356 5.589 .053 .074 .098
F 23.250 11465.092 57.098 .542 .756
Sig. .001 .000 .000 .489 .509
a. R Squared = .951 (Adjusted R Squared = .910)
KADAR.PROTEIN Duncan B 8% 12% 20% Sig.
a,b
N 4 4 4
1 8.734767
Subset 2
3
9.279074 1.000
1.000
10.999382 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .098. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
92
Lampiran 25. Data analisis kadar lemak tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Kadar lemak (% Bobot Kering) 1 15.7898 A1B1 16.1512±0.5111 2 16.5126 1 16.0884 A2B1 15.9362±0.2151 2 15.7841 1 16.6750 A1B2 16.0605±0.8691 2 15.4460 1 15.3209 A2B2 15.8455±0.7419 2 16.3702 1 14.3903 A1B3 14.8787±0.6908 2 15.3671 1 12.8983 A2B3 13.3481±0.6360 2 13.7979 Tepung sorgum 4.1637±0.1890 Tepung ampas tahu 19.8021± 0.9622
Formula
Ulangan
93
Lampiran 26. Hasil pengolahan data kadar lemak dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
1 2 3 1 2
A
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KADAR.LEMAK Type III Sum of Squares 11.927a 2834.860 9.491 1.281 1.154 2.495 2849.282 14.421
Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square 2.385 2834.860 4.746 1.281 .577 .416
F 5.736 6817.546 11.413 3.081 1.388
Sig. .028 .000 .009 .130 .320
a. R Squared = .827 (Adjusted R Squared = .683)
KADAR.LEMAK Duncan B 8% 12% 20% Sig.
a,b
N 4 4 4
Subset 1 2 14.113403 15.953025 16.043715 1.000 .849
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .416. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
94
Lampiran 27. Data analisis kadar karbohidrat tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk Kadar karbohidrat (% Bobot Kering) 1 71.3729 A1B1 71.2545±0.1675 2 71.1360 1 71.0092 A2B1 71.3680±0.5075 2 71.7268 1 72.0417 A1B2 72.7923±1.0915 2 73.5429 1 77.5430 A2B2 75.1739±3.3504 2 72.8048 1 77.3678 A1B3 75.9097±2.0621 2 74.4516 1 80.3995 A2B3 78.0929±3.2620 2 75.7863 Tepung sorgum 87.479±0.1300 Tepung ampas tahu 42.1073±0.6593
Formula
Ulangan
95
Lampiran 28. Hasil pengolahan data kadar karbohidrat dengan SPSS 15 Between-Subjects Factors B
Value Label 20% 12% 8% 3:1 1:1
1 2 3 1 2
A
N 4 4 4 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KADAR.KARBOHIDRAT Type III Sum of Squares 75.286a 65887.135 64.834 7.296 3.156 27.530 65989.951 102.816
Source Corrected Model Intercept B A B*A Error Total Corrected Total
df 5 1 2 1 2 6 12 11
Mean Square 15.057 65887.135 32.417 7.296 1.578 4.588
F 3.282 14359.525 7.065 1.590 .344
Sig. .090 .000 .026 .254 .722
a. R Squared = .732 (Adjusted R Squared = .509)
KADAR.KARBOHIDRAT Duncan B 20% 12% 8% Sig.
a,b
N 4 4 4
Subset 1 2 71.311225 73.983093 73.983093 77.001323 .128 .093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.588. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
96
Lampiran 29. Data kandungan mineral snack bar formula terbaik Mineral Ulangan 1 2 1 2 1 2
Fe Zn Ca
Kadar (mg/1000g) 62.4275 65.3562 65.3562 22.5299 24.0067 1992.4650
63.8918±2.0709 23.2683±1.0442 2045.8760±75.5335
Lampiran 30. Hasil pengukuran warna snack bar formula terbaik Jenis Pengukuran L a b ⁰Hue L a b ⁰Hue L a b ⁰Hue
Ulangan
I
II
III
Data Pengukuran 60.01 8.63 23.08 69.50 58.162 8.62 22.93 69.40 61.48 7.55 22.10 71.14
58.44 8.89 24.36 69.95 58.72 8.04 21.21 69.24 61.13 7.66 22.77 71.41
Rata-rata
59.10 8.34 25.18 71.67 59.10 8.13 22.10 69.8 60.52 8.19 24.19 71.30
59.18±0.7883 9.45±0.4900 24.87±0.4474 70.37±1.1453 58.66±0.4729 8.26±0.3121 22.08±0.8602 69.48±0.2884 61.04±0.4858 7.80±0.3422 23.19±1.3443 71.28±0.1358
L = 59.63±1.2526
a = 8.23±0.4111
b = 23.10±1.0657
⁰Hue =70.38±0.9017
Lampiran 31. Data analisis kekerasan dengan Texture Analyzer Ulangan I
II
Kekerasan (gram force) 1507.3 1578.6 1759.2 1604.3 1557.2 1590.6
Rata-rata 1615.03333 1599.5333±21.9203 1584.0330
97
Lampiran 32. Informasi nilai gizi snack bar sorgum ampas tahu terpilih (Soekirman et al., 2004) INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji 1 bar (41.6g) Mineral 0.60g Antioksidan 6.23 mg eqivalen vit C
Jumlah persajian AKG% Karbohidrat 26.68g 8.89 Lemak 5.90g 9.08 Protein 3.49g 6.98 Total serat 3.92g 15.68 IDF 0.76g SDF 3.16g Ca 85.11mg 10.64 Fe 2.66mg 10.23 Zn 0.96mg 8.00
98