PENGARUH FERMENTASI SPONTAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN COOKIES
SRITINA N. P. PAIKI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Sritina N.P. Paiki NRP. F251090061
ABSTRACT SRITINA N. P. PAIKI. Effect of Spontaneous Fermentation On the Physical and Chemical Characteristics of Sorghum Flour (Sorghum bicolor L. Moench) and Its Application In Cookies. Supervised by SLAMET BUDIJANTO and NANCY DEWI YULIANA. The study aims to observe if sorghum grain spontaneous fermentation can affect physical and chemical characteristics of its flour. Sorghum grain was spontaneously fermented for 5 days. Samples were taken daily, and selected physical and chemical characteristics were studied. Results showed that sorgum spontaneous fermentation significantly (α<0.05) decreased water and ash content, but significantly (α<0.05) increased carbohidrat, starch, amylosa, and amylopectin content. Spontaneous fermentation tended to decrease protein and fat content but not significant. Spontaneous fermentation also significantly (α<0.05) increased yield of the flour and degree of flour whiteness. Fermented flour had significantly (α<0.05) lower water absorbancy capacity and oil absorbancy capacity than non fermented flour. Fermentation decreased gelatinization temperature and setback viscosity, but increased peak viscosity, breakdown viscosity, and diameter of starch granula. Fermented sorghum flour can substitute wheat flour up to 50% in cookies. Spontaneous fermentation also significantly (α<005) increased panelist preference for organoleptic characteristics (color, aroma, flavor, and texture) and decreased gritty texture of sorghum cookies. Key word: sorghum flour, spontaneous fermentation, cookies, gritty texture
RINGKASAN SRITINA N. P. PAIKI. Pengaruh Fermentasi Spontan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies. Di bawah bimbingan SLAMET BUDIJANTO dan NANCY DEWI YULIANA.
Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam usaha memaksimalkan potensi sumber pangan lokal maka perlu digali sumber pangan lain selain beras, sehingga dapat menunjang diversifikasi pangan dan dapat menumbuhkan serta mendorong pengembangan agroindustri. Sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai bahan pangan, karena mengandung nutrisi yang cukup baik. Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan, dapat berupa produk olahan jadi dan produk olahan setengah jadi seperti tepung sorgum. Tepung sorgum yang digunakan sebagai tepung komposit dalam pembuatan roti menghasilkan tekstur roti yang lebih kering, masir dan keras. Efek negatif ini dapat diturunkan dengan proses fermentasi. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini guna melihat pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang berperan dalam menurunkan tekstur masir, kering dan keras pada cookies. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang dihasilkan serta aplikasinya dalam pembuatan cookies. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) Penyosohan biji sorgum, (2) Pembuatan dan karakterisasi tepung sorgum, dan (3) Pembuatan cookies sorgum. Kualitas biji sorgum tersosoh dipengaruhi oleh waktu penyosohan dan kadar air biji sorgum, sehingga pada tahap pertama dilakukan penentuan waktu penyosohan dan kadar air optimal yang ditandai dengan rendemen tersosoh dan derajat putih tinggi dan kadar tanin rendah. Pada tahap kedua dilakukan pembuatan dan karakterisasi fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi. Fermentasi biji sorgum dilakukan secara spontan selama 5 hari dengan menggunakan larutan garam 1% dan 2% sebagai media fermentasi. Cairan fermentasi diisolasikan pada media MRSA dan PDA untuk menentukan jumlah koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) dan khamir. Sedangkan biji sorgum dibuat tepung dan dikarakterisasi sifat fisik dan kimianya. Waktu penyosohan dan kadar air optimal untuk biji sorgum varietas Kawali yang disosoh menggunakan mesin penyosohan Satake Grain Testing Mill dengan jumlah biji saat penyosohan 100 g adalah 140 detik dengan kadar air biji 20% bb. Fermentasi spontan sorgum selama 5 hari melibatkan Bakteri Asam Laktat (BAL) dan khamir. BAL merupakan mikroba yang dominan tumbuh selama fermentasi spontan dengan jumlah maksimum diperoleh pada hari kedua fermentasi dengan penambahan konsentrasi garam 2% yaitu 9.11 log cfu/ml. Fermentasi spontan sorgum berpengaruh nyata terhadap karakteristik kimia tepung sorgum yang meliputi kadar air, abu, karbohidrat, pati, amilosa, dan amilopektin, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak dan kadar protein. Fermentasi spontan juga berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik
tepung sorgum yang meliputi rendemen tepung, derajat putih, viskositas puncak, viskositas minimum, viskositas breakdown, kapasitas menyerap air dan minyak. Sebaliknya fermentasi spontan tidak berpengaruh nyata terhadap waktu gelatinisasi, suhu gelatinisasi, viskositas akhir, dan viskositas setback. Fermentasi spontan biji sorgum dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap sifat sensori (warna, aroma, rasa, dan tekstur) dan menurunkan tingkat kemasiran pada cookies sorgum. Cookies dengan penggunaan 50% substitusi tepung sorgum fermentasi memiliki karakteristik organoleptik tidak berbeda nyata dengan cookies 100% tepung terigu. Namun, apabila dilihat dari skor rata-rata kesukaan panelis, secara umum cookies dengan penggunaan 100% tepung sorgum fermentasi masih dapat diterima oleh panelis.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGARUH FERMENTASI SPONTAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN COOKIES
SRITINA N. P. PAIKI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tesis: Dr. Dra. Suliantari, MS
Judul Tesis
Nama NRP Program Mayor
: Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies : Sritina N.P Paiki : F251090061 : Ilmu Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.
Dr. Nancy Dewi Yuliana, S.TP, M.Sc
Ketua
Anggota
Diketahui Ketua Program Mayor Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 28 Maret 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies”. Pelaksanaan penelitian dan penulisan ini didukung oleh berbagai pihak, untuk itu dengan setulus hati penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr dan Dr. Nancy Dewi Yuliana, S.TP, M.Sc selaku komisi pembimbing yang membimbing selama penelitian dan penulisan tesis. 2. Dirjen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) tahun 2009 di Institut Pertanian Bogor. 3. Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas bantuan biaya penelitian melalui program program insentif nasional bidang pangan. 4. Rektor Universitas Negeri Papua dan Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian UNIPA Manokwari atas kesempatan melanjutkan studi yang diberikan kepada penulis. 5. Dr. Dra. Suliantari, MS selaku penguji luar komisi pembimbing yang bersedia menguji penulis dalam ujian akhir. 6. Azis Boing Sitanggang, S.TP, M.Sc atas bimbingannya selama penulisan proposal dan penelitian. 7. Ibu Zita, Ibu Melan, Ka Irma, sikecil Igo, Rekan-rekan IPN 2009: Wanny, Riyanti, Hermawan, Rangga, Rani, Melina, Vanes, Nandi, Dian, Kiki, Ilul, Dede, Yoni, M’ Wida, M’ Tanti, M’ Indah, M’ Lina, M’ Fenny, P’ Ikhsan, P’ Supri dan Forum Wacana Papua atas kebersamaan dan kerjasamanya. 8. Keluarga F.A. Paiki, keluarga besar Paiki dan keluarga besar Karubaba/Essa atas dukungannya. 9. Seluruh staf F-Technopark, staf administrasi Mayor Ilmu Pangan, staf Laboratorium ITP dan PAU SEAFAST CENTER atas segala bimbingan dan bantuannya. Tesis ini penulis persembahkan untuk ayahanda dan ibunda serta saudarasaudari terkasih dan ponakan tercinta atas segala cinta kasih, doa dan motivasi yang tiada hentinya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan untuk perbaikan penulisan di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2013 Sritina N. P. Paiki
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 30 Juli 1984 sebagai anak kedua dari dari empat bersaudara dari pasangan Riman Paiki dan Septina Karubaba. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua di Manokwari Papua Barat dan diterima sebagai staf dosen pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua pada Bulan Januari 2008. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana pada Program Mayor Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor dengan mendapat bantuan biaya pendidikan dari Dirjen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Selama menempuh studi di IPB, penulis sempat menjadi bendahara Forum Mahasiswa Ilmu Pangan (Formasip) periode 2010-2011. Penulis juga mengikuti Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional di Makasar pada tanggal 36 Desember 2009 yang diselenggarakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Republik Indonesia serta Pelatihan Penerapan Sistem HACCP pada Unit Usaha Pangan Asal Hewan yang diselengggarakan di Bogor pada tanggal 24-26 Januari 2012 oleh Departemen IPHK FKH IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat
1 1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Sorgum Komposisi Kimia Biji Sorgum Pembuatan Tepung Sorgum Fermentasi Pengaruh Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum
4 4 6 7 9 12
BAHAN DAN METODE 14 Waktu dan Tempat 14 Bahan dan Alat 14 Metode Penelitian 14 Tahap 1. Penyosohan Biji Sorgum 15 Tahap 2. Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Sorgum Non Fermentasi dan Fermentasi 16 Tahap 3. Pembuatan Cookies Sorgum 18 Analisis Data 19 Prosedur Analisis 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyosohan Biji Sorgum Penentuan Waktu Sosoh Penentuan Kadar Air Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Sorgum Pembuatan Tepung Sorgum Mikroba yang Berperan selama Fermentasi Spontan Sorgum Karakteristik Kimia Tepung Sorgum Karakteristik Fisik Tepung Sorgum Karakteristik Organoleptik Cookies Sorgum
. . .
. . . .
26 26 26 29 32 32 32 34 39 48
SIMPULAN DAN SARAN
54
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
61
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum di beberapa daerah sentra sorgum di Indonesia
5
2.
Komposisi proksimat, vitamin, dan mineral biji sorgum
7
3.
Persyaratan mutu tepung sorgum
9
4.
Rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan
27
Rendemen tersosoh dan derajat putih biji sorgum pada beberapa kadar air
29
6.
Komposisi proksimat tepung sorgum
35
7.
Komposisi pati, amilosa dan amilopektin tepung sorgum
38
8.
Profil pasting tepung sorgum
41
5.
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)
4
2.
Biji sorgum
6
3.
Diagram alir penentuan waktu sosoh dan kadar air optimal
15
4.
Diagram alir pembuatan tepung sorgum
17
5.
Diagram alir proses pembuatan cookies sorgum
18
6.
Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan
26
7.
Pengaruh waktu sosoh terhadap derajat putih, rendemen dan kadar tanin biji sorgum tersosoh
28
8.
Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa tingkatan kadar air
29
9.
Pengaruh kadar air terhadap derajat putih dan rendemen sorgum 31 tersosoh
10. Jumlah BAL dan khamir yang tumbuh selama fermentasi spontan sorgum
33
11. Koloni khamir yang bersifat amilolitik
34
12. Sifat birefringence granula pati tepung sorgum
38
13. Bentuk granula pati tepung sorgum
39
14. Kurva gelatinisasi tepung sorgum
43
15. Pengaruh fermentasi terhadap rendemen tepung sorgum
44
16. Pengaruh fermentasi terhadap derajat putih tepung sorgum
45
17. Pengaruh fermentasi terhadap kapasitas menyerap air dan menyerap minyak tepung sorgum
47
18. Pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap nilai kesukaan cookies sorgum
48
19. Produk cookies substitusi tepung sorgum
49
20. Pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap tingkat kemasiran cookies sorgum
52
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Hasil uji one-way ANOVA rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan
62
Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan
62
Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan
62
Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan
62
Hasil uji one-way ANOVA kadar tanin tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan
63
Hasil uji lanjut DMRT kadar tanin tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan
63
Hasil uji one-way ANOVA rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa kadar air
63
Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa kadar air
63
Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum pada beberapa kadar air
64
Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum pada beberapa kadar air
64
11.
Jumlah mikroba yang tumbuh selama fermentasi spontan sorgum
64
12.
Hasil uji one-way ANOVA kadar air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
64
Hasil uji lanjut DMRT kadar air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
65
Hasil uji one-way ANOVA kadar lemak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
65
Hasil uji one-way ANOVA kadar abu tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
65
Hasil uji lanjut DMRT kadar abu tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
66
Hasil uji one-way ANOVA kadar protein tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
66
Hasil uji one-way ANOVA kadar karbohidrat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
66
Hasil uji lanjut DMRT kadar karbohidrat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
67
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Hasil uji one-way ANOVA kadar pati tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
67
Hasil uji lanjut DMRT kadar pati tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
67
Hasil uji one-way ANOVA kadar amilosa tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
68
Hasil uji lanjut DMRT kadar amilosa tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
68
Hasil uji one-way ANOVA kadar amilopektin tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
68
Hasil uji lanjut DMRT kadar amilopektin tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
69
Hasil uji one-way ANOVA waktu gelatinisasi tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
69
Hasil uji one-way ANOVA suhu gelatinisasi tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
69
Hasil uji one-way ANOVA viskositas puncak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
69
Hasil uji lanjut DMRT viskositas puncak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
70
Hasil uji one-way ANOVA viskositas minimum tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
70
Hasil uji lanjut DMRT viskositas minimum tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
70
Hasil uji one-way ANOVA viskositas breakdown tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
71
Hasil uji lanjut DMRT viskositas breakdown tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
71
Hasil uji one-way ANOVA viskositas akhir tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
71
Hasil uji one-way ANOVA viskositas setback tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
71
Hasil uji one-way ANOVA rendemen tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
71
Hasil uji lanjut DMRT rendemen tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
72
Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
72
Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
72
40.
Hasil uji one-way ANOVA kapasitas menyerap air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
73
Hasil uji lanjut DMRT kapasitas menyerap air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
73
Hasil uji one-way ANOVA kapasitas menyerap minyak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
73
Hasil uji lanjut DMRT kapasitas menyerap minyak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi
74
44.
Penetapan gula menurut Luff Schoorl
74
45.
Contoh lembar kerja uji hedonik
75
46.
Contoh lembar kerja uji skala
75
47.
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies
76
48.
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies
76
49.
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies
76
50.
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies
76
51.
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies
76
52.
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies
77
53.
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies
77
54.
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies
77
55.
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies
77
56.
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies
77
57.
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap tingkat kemasiran cookies
78
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap tingkat kemasiran cookies
78
59.
Spesifikasi KETT Digital Whiteness Meter Model C-100
78
60.
Spesifikasi Rapid Visco Analyzer
79
61.
Spesifikasi Scanning Electron Microscope Model JSM-5310LV
80
62.
Spesifikasi Ion Coater
81
41. 42. 43.
58.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam usaha memaksimalkan potensi sumber pangan lokal maka perlu digali sumber pangan lain selain beras, sehingga dapat menunjang diversifikasi pangan dan dapat menumbuhkan serta mendorong pengembangan agroindustri. Informasi dasar mengenai produk pangan lokal tersebut masih minim, karena itu penelitian dasar sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik
hasil
pertanian
sehingga
dapat
digunakan
sebagai
dasar
pengembangan agroindustri yang sesuai. Sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai bahan pangan, karena mengandung nutrisi yang cukup baik yaitu karbohidrat (73.06%), protein (8.91%), lemak (4.14%), abu (1.36%), dan serat (8.83%) (Salimi 2012). Selain itu, tanaman sorgum memiliki daya adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan dan genangan air, serta relatif tahan terhadap gangguan hama atau penyakit (Sirappa 2003). Pemanfaatan sorgum diantaranya adalah sebagai bahan pangan, pakan, bioetanol, dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan, pemanfaatan sorgum dibedakan menjadi produk olahan jadi dan produk olahan setengah jadi (Susila 2005). Produk olahan jadi adalah hasil olahan yang siap dikonsumsi sedangkan, produk olahan setengah jadi adalah pengolahan biji sorgum menjadi beras (dhal sorgum), tepung dan pati sorgum. Pemanfaatan sorgum sebagai tepung cukup banyak dibutuhkan, dikarenakan adanya peningkatan daya guna sorgum, umur simpan lebih lama, mudah dicampur (komposit), dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Damardjati et al. 2000). Tahapan pembuatan tepung sorgum meliputi penyosohan, pencucian, penirisan, pengeringan, penepungan dan pengayakan (Dewi 2000). Kualitas biji sorgum sosoh dipengaruhi oleh waktu penyosohan dan kadar air biji saat penyosohan. Sehingga dalam penelitian ini perlu dilakukan penentuan waktu penyosohan dan kadar air biji saat penyosohan untuk sorgum varietas Kawali yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian ini.
2 Tepung sorgum memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi dan kapasitas menahan air yang rendah, sehingga menyebabkan tekstur roti dan biskuit yang dihasilkan dari campuran tepung gandum dan tepung sorgum menjadi lebih kering, masir dan keras (Munck 1994 dan Rooney et al. 1997). Hugo et al. (2000, 2003) melaporkan bahwa fermentasi asam laktat tepung sorgum tidak menurunkan suhu gelatinisasi serta tidak dapat meningkatkan kemampuan mengikat air tepung sorgum, tetapi dapat menurunkan tekstur masir, kering dan keras pada roti yang dihasilkan dari campuran 30% tepung sorgum dan 70% tepung terigu. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini guna melihat pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang berperan dalam menurunkan tekstur masir, kering dan keras tersebut. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah mempelajari pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang dihasilkan. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1.
Menentukan waktu penyosohan dan kadar air optimal biji sorgum saat penyosohan.
2.
Mengamati jumlah koloni BAL dan khamir yang tumbuh selama fermentasi spontan biji sorgum.
3.
Mengetahui karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi.
4.
Mengaplikasikan tepung sorgum sebagai dalam pembuatan cookies.
3 Hipotesis 1.
Proses penyosohan mempengaruhi rendemen biji sosoh, derajat putih tepung, dan kandungan tanin biji sorgum sosoh yang dihasilkan.
2.
Proses fermentasi spontan biji sorgum melibatkan BAL dan khamir.
3.
Fermentasi dapat mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang dihasilkan.
4.
Tepung sorgum dapat digunakan untuk membuat cookies. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data karakteristik fisik dan
kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi sehingga mempermudah aplikasinya dalam produk olahan pangan.
4 TINJAUAN PUSTAKA Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) termasuk tanaman jenis serealia yang berasal dari Afrika. Kedudukan tanaman sorgum dalam taksonomi tumbuhan adalah: Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Poales
Famili
: Gramineae
Genus
: Andropogon
Spesies
: Sorghum bicolor L. Moench
Gambar 1 Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)
5 Sorgum memiliki beberapa keunggulan yaitu daya adaptasi luas, produktivitas tinggi, perlu input relatif lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta lebih toleran terhadap kondisi lahan yang marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam). Dengan daya adaptasi sorgum yang luas tersebut membuat sorgum berpeluang besar untuk dikembangkan di Indonesia sejalan dengan optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang kemungkinan berupa lahan marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya. Didukung data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007) bahwa luas lahan kering yang tersedia untuk perluasan areal pertanian di Indonesia adalah 22.393.917 ha. Sementara, luas panen sorgum di Indonesia secara nasional sebesar 18.000 ha dengan jumlah produksi 0.72 ton/ha (Sirrapa 2003). Produktivitas sorgum di Indonesia fluktuatif, hal ini dikarenakan adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya (Laimeheriwa 1990). Tabel 1 menunjukkan rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum di beberapa daerah sentra sorgum di Indonesia yang terindentifikasi pada tahun 2003. Tabel 1 Rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum di beberapa daerah sentra sorgum di Indonesia Luas Tanam Produksi Produktivitas Tempat (ha) (t) (t/ha) Jawa Tengah 15.309 17.350 1.13 Jawa Timur 5.963 10.522 1.76 DI Yogyakarta 1.813 670 0.37 Nusa Tenggara Barat 30 54 1.80 Nusa Tenggara Timur 26 39 1.50 Sumber : Sirappa (2003)
Biji sorgum umumnya berbentuk bulat agak oval panjang dengan ukuran biji sekitar 4x2.5x3.5 mm. Berat biji bervariasi antara 8-50 mg dengan rata-rata beratnya 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibedakan menjadi sorgum biji kecil (8-10 mg), sorgum biji sedang (12-24 mg), sorgum biji besar (25-35mg) (Laimeheriwa 1990). Ditambahkan pula bahwa kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Komposisi bagian biji sorgum terdiri dari kulit luar 8%, lembaga 10% dan daging biji (endosperm) 82% (Laimeheriwa 1990). Menurut Hubbard et al. (1950) kulit luar (perikarp) terdiri dari epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp adalah
6 bagian terluar yang tersusun atas dua atau tiga lapisan memanjang, dan ada yang mengandung pigmen. Sedangkan mesokarp merupakan lapisan tengah dan cukup tebal, berbentuk poligonal serta mengandung sedikit granula pati, sementara endokarp tersusun oleh sel menyilang dan sel berbentuk tabung. Ditambahkan oleh Mudjisihono dan Suprapto (1987) bahwa pada bagian kulit biji sorgum terdapat lapisan testa. Lapisan testa berada dibawah lapisan endokarp dan disekeliling permukaan endosperm biji. Kebanyakan jenis biji sorgum mempunyai lapisan testa yang terletak di sekeliling permukaan endosperm dengan ketebalan yang bervariasi untuk setiap varietas, biasanya paling tebal terdapat pada puncak biji dan yang tertipis terdapat di dekat lembaga. Ketebalan testa dipuncak biji berkisar antara 100-140 µm, dan paling tipis terdapat antaran10-30 µm. Bagian endosperm meliputi lapisan aleuron, lapisan sub-aleuron, lapisan luar endosperm (honry endosperm) dan lapisan dalam endosperm (floury endosperm). Bagian lembaga meliputi scutellum dan embryonic axis (sumbu lembaga). Bagian-bagian biji sorgum dibagi menjadi bagian kulit biji, endosperm dan lembaga (germ) seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2
Biji sorgum (a) Penampang membujur biji sorgum (Laimeheriwa 1990), (b) Lapisan kulir luar (perikarp) biji sorgum (Awika dan Rooney 2004) Komposisi Kimia Biji Sorgum
Biji sorgum mengandung karbohidrat sekitar 65-80%, sementara kadar karbohidrat bahan pangan lainnya seperti singkong 92.53%, walur 74.28% dan suweg 86.38% (Anggraeni 2011, Das et al. 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa sorgum memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif sumber karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi tubuh yaitu 17 kkal/g (Belitz et al. 2009). Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam
7 menentukan karakteristik bahan pangan, misalnya rasa, warna, dan tekstur. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat dikelompokkan menjadi sorgum ketan (waxy sorghum) memiliki kadar amilosa kurang dari 1%, sedangkan sorgum biasa (non-waxy sorghum) memiliki kadar amilosa sekitar 10-17% (Dicko et al. 2006a). Komposisi proksimat, vitamin dan mineral dalam 100 g biji sorgum disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi proksimat, vitamin, dan mineral biji sorgum Makronutrisi (g/100 g bb) Vitamin (mg/100 g bk) Mineral (mg/100 g bk) * Karbohidrat 65-80 Vitamin A 21 RE Ca 21 Pati 60-75 Tiamin 0.35 Cl 57 Amilosa 12-22 Riboflavin 0.14 Cu 1.8 Amilopektin 45-55 Pirodoksin 2.8 I 0.029 Protein 7-15 Biotin 0.007 Fe 5.7 Lemak 1.5-6 Pantotenat 1 Mg 140 Abu 1-4 Vitamin C <0.0001 P 368 Air 8-12 K 220 Na 19 Zn 2.5 Sumber: Dicko et al. (2006a), *RE = retinol ekuivalen
Protein biji sorgum dapat dikelompokkan menjadi 4 fraksi, berdasarkan kelarutannya yaitu albumin (larut air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutenin (larut dalam larutan alkali) (FAO 2010). Prolamin merupakan fraksi protein terbesar (27-43.1%), diikuti glutenin (26.1-39.6) kemudian globulin (12.9-16%) dan albumin (2-9%). Dijelaskan juga bahwa kandungan tertinggi fraksi albumin dan globulin adalah lisin dan triptofan, sedangkan prolamin mengandung prolin, glutamat, dan leusin. Lemak pada biji sorgum kaya akan asam lemak tidak jenuh. Komposisi asam lemak pada lemak sorgum yaitu linoleat (49%), oleat (31%), palmitat (14%), linolenat (2.7%) dan stearat (2.1%) (FAO 2010). Pembuatan Tepung Sorgum Tepung sorgum merupakan produk yang dihasilkan dari biji sorgum melalui proses penggilingan industri yang dapat menghilangkan sebagian besar kulit biji dan bagian lembaga (germ) sedangkan bagian endosperm dihaluskan sampai pada derajat kehalusan yang diinginkan (Codex 1989). Tahapan pembuatan tepung sorgum meliputi penyosohan yang bertujuan untuk menghilangkan lapisan
8 perikarp dan testa dari bagian endosperm, pencucian untuk memisahkan kotoran yang terikut saat penyosohan, penirisan untuk memisahkan air pencucian dan biji sorgum, pengeringan untuk menurunkan kadar air biji sehingga memudahkan proses selanjutnya, penepungan untuk mengecilkan ukuran biji dan pengayakan untuk menyeragamkan ukuran butiran tepung (Dewi 2000). Prinsip penyosohan biji sorgum umumnya sama dengan prinsip penyosohan serealia lainnya, yaitu penggosokan. Berdasarkan cara penggosokan, mesin penyosoh digolongkan menjadi tipe gerinda dan tipe gesekan (Patiwiri 2006). Mesin penyosoh tipe gerinda lebih dikenal dengan sebutan mesin penyosoh tipe abrasif karena permukaan gesek menggunakan lapisan abrasif , sedangkan tipe gesekan disebut juga tipe tekanan karena memakai tekanan yang tinggi. Mesin penyosoh tipe abrasif biasanya menggunakan permukaan gesek yang terbuat dari batu, sedangkan tipe gesekan terbuat dari besi atau baja. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil sosohan yaitu varietas, jumlah bahan saat penyosohan, waktu penyosohan, dan kadar air biji saat penyosohan. Varietas sorgum memiliki bentuk dan ukuran biji yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Jumlah bahan optimum biji sorgum saat penyosohan tergantung pada tipe mesin penyosoh. Sementara, lamanya waktu penyosohan dipengaruhi oleh varietas sorgum dan tipe mesin penyosoh. Waktu penyosohan berpengaruh terhadap banyaknya lapisan kulit luar biji yang terbuang, warna biji sosoh, rendemen tersosoh, dan keutuhan biji. Amrinola (2010) melaporkan bahwa waktu penyosohan sorgum varietas ZH-30 adalah 5 menit, sedangkan varietas G1.1 adalah 3 menit. Kadar air biji saat penyosohan dipengaruhi oleh metode pengeringan biji setelah panen dan kondisi penyimpanan biji sebelum disosoh. Kadar air biji sorgum saat disosoh berpengaruh terhadap keliatan dan kekuatan dari sorgum sosoh yang dihasilkan. Semakin meningkat kadar air saat penyosohan maka akan menghasilkan sorgum sosoh yang liat dan tidak mudah patah, selain itu juga menyebabkan endosperm menjadi lunak dan lengket. Kadar air terbaik saat penyosohan biji sorgum varietas ZH-30 dengan waktu penyosohan 5 menit adalah 20%.
9 Parameter mutu tepung sorgum menurut Codex (1989) dikategorikan menjadi parameter umum dan parameter khusus. Parameter umum yaitu aman dan dapat dikonsumsi oleh manusia, bebas dari penyimpangan aroma dan flavor, serangga hidup, serta kotoran (kotoran dari hewan, termasuk serangga mati) dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, tepung sorgum juga harus bebas dari logam berat dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan harus memenuhi batas maksimum residu pestisida dan mikotoksin yang ditetapkan. Sedangkan parameter khusus tepung sorgum disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Persyaratan mutu tepung sorgum Deskripsi Air Tannin Abu Protein (N=6.25) Serat kasar Ukuran partikel (granularity)
Batas (%bk) Max 15 Max 0.3 Min 0.9 Max 1.5 Min 8.5 Max 1.8 Min 100% tepung melewati ayakan dengan dimensi mesh berdiameter 0.5 mm untuk tepung baik (fine) dan berdiameter 1 mm untuk tepung sedang (medium)
Sumber: Codex Standar 173-1989
Fermentasi Kata “fermentasi” berasal dari bahasa latin ”ferfere” yang artinya mendidihkan, deskripsi ini muncul karena aksi dari khamir pada ekstrak buah atau gandum yang direndam (Stanbury et al. 2003). Fermentasi adalah proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut. Steinkraus (2002) menjelaskan juga bahwa, makanan fermentasi adalah substrat makanan yang ditumbuhi oleh mikroba penghasil enzim terutama amilase, protease, lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi produk dengan flavor, aroma dan tekstur menyenangkan dan menarik bagi konsumen. Pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dapat dikendalikan dengan proses fermentasi, karena mikroorganisme yang berguna secara selektif dapat tumbuh
10 selama proses fermentasi. Hal itu dapat dicapai dengan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme tersebut, dengan mengatur kondisi lingkungan seperti suhu, oksigen dan pH. Berbagai mikroorganisme dapat memfermentasi berbagai substrat, dimana produk akhir yang dihasilkan tergantung jenis mikroba yang tumbuh, substrat dan enzim yang berperan. Berdasarkan sumber mikroba yang berperan, proses fermentasi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu fermentasi spontan, back slopping, dan fermentasi terkendali (Tortora et al. 2004). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dalam bentuk starter atau ragi, proses fermentasi yang terjadi tergantung mikroba yang terdapat pada bahan baku (Tortora et al. 2004). Fermentasi dengan cara ini menghasilkan mutu produk yang tidak seragam karena jumlah dan jenis mikroba yang berperan belum tentu sama dalam setiap proses. Sedangkan fermentasi back slopping adalah proses fermentasi yang berlangsung dengan menggunakan mikroba yang terdapat pada produk fermentasi sebelumnya. Dengan demikian cara ini juga kemungkinan gagal karena mutu tidak seragam cukup besar. Fermentasi terkendali adalah fermentasi yang berlangsung dengan menambahkan mikroba dalam jumlah dan jenis tertentu secara langsung pada bahan baku yang akan difermentasi. Keseragaman mutu pada fermentasi kemungkinan berhasil sangat besar karena jumlah dan jenis mikroba awal diketahui sehingga hasilnya pun dapat diprediksi (Tortora et al. 2004). Fermentasi spontan sorgum melibatkan bakteri asam laktat dan khamir. Beberapa penelitian melaporkan bahwa mikroba yang dominan tumbuh selama fermentasi spontan sorgum adalah bakteri asam laktat (BAL) (Mohammed et al. 1991, Marcellin et al. 2009, Ali dan Mustafa 2009, Madoroba et al. 2009). Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang, memproduksi asam laktat sebagai produk akhir selama fermentasi karbohidrat, katalase negatif, mikroaerotoleran dan asidotoleran (Axelsson 1998). Ditambahkan oleh Saeed et al. (2009) bahwa BAL bersifat fermentatif,
mikroaerofil,
acidophilic,
toleransi
terhadap
garam
dengan
persyaratan nutrisi yang kompleks untuk karbohidrat, asam amino, peptida, asam lemak, garam, derivat asam nukleat dan vitamin. Menurut Hayakawa (1992), BAL
11 adalah kelompok bakteri yang menguntungkan, karena mampu memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan jika memecah protein, tidak membentuk senyawa putrefaktif (senyawa yang menyebabkan aroma busuk). Terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh bakteri asam laktat menyebabkan penurunan pH substrat sehingga mikroba pesaing tidak dapat tumbuh dengan baik sebaliknya BAL dapat tetap tumbuh. Beberapa BAL dapat tumbuh pada suhu 5 oC dan tertinggi 45 oC, serta dapat bertahan pada pH 3.2 dan pada pH yang lebih tinggi (9.6), beberapa hanya bisa tumbuh pada kisaran pH yang sempit (4.0-4.5) (Jay 1996). BAL diklasifikasikan menjadi 4 genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Streptococcus, Pediococcus, yang didasarkan pada ciri morfologi, tipe fermentasi, kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda, sifat stereospesifik (D atau L laktik), serta toleransi terhadap asam dan basa (Pot, et al. 1994). Berdasarkan kemampuan untuk memetabolisme glukosa dan produk akhir yang dihasilkan, BAL dikelompokan menjadi homofermentasi dan heterofermentasi (Frazier dan Westhoff 1988). BAL homofermentatif mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis. Sedangkan heterofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat dan juga menghasilkan etanol dan asam lain seperti asam asetat serta gas CO 2 melalui jalur fosfoketolase. Isolat BAL yang menghasilkan gas yang tertampung dalam tabung Durham merupakan BAL heterofermentasi, sedangkan isolat yang tidak menghasilkan atau memproduksi gas merupakan BAL homofermentasi. BAL yang bersifat homofermentatif misalnya: Lactobacillus sp. dan Bacillus dextrolacticus. Spesies Lactobacillus antara lain Lactobacillus plantarum, Lactobacillus bulgaricus, Pediococcus cerevisae
dan
Streptococcus
paecalis.
Sedangkan
BAL
yang
bersifat
heterofermentatif yaitu Leuconostoc mesentroides dan Lactobacillus brevis. BAL yang terlibat dalam fermentasi spontan pembuatan tchapalo (bir tradisional dari sorgum) yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Enterococci, Pediococcus (Marcellin et al. 2009). Lactobacillus merupakan BAL yang paling dominan tumbuh yaitu 5.5x108±7.4x108 cfu/ml, kemudian diikuti dengan Enterococci dan Pediococcus masing-masing sebesar 9.8x107±1.7x107 cfu/ml dan 9.7x107±1.8x108 cfu/ml. Leuconostoc terdapat dalam jumlah yang paling rendah
12 yaitu 4.3x107±5.8x107 cfu/ml. Selain BAL, terdapat juga khamir yang dapat tumbuh sebesar 1.2x107±1.8x107 cfu/ml. Ditambahkan juga bahwa, dari 222 strain yang dipilih secara acak menunjukkan bahwa Enterococci dan Pediococcus tidak memproduksi gas, sehingga dikategorikan sebagai BAL homofermentatif. Sedangkan Leuconostoc tergolong strain heterofermentatif. Sementara dari 114 Lactobacilli, 82.5% tergolong strain heterofermentatif dan 17.5% strain homofermentatif. Pengaruh Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum Proses fermentasi dapat menghasilkan perubahan beberapa karakteristik fisik dan kimianya yang akan menentukan aplikasinya dalam pembuatan produk pangan olahan. Hugo et al. (2003) melaporkan bahwa proses fermentasi asam laktat dan pengeringan tepung sorgum dapat menurunkan pH (6.2-3.4), meningkatkan total asam tertitrasi (0.9-11.9), meningkatkan warna (8.4-8.7 agtron), menurunkan kadar pati (68.3-65.6%), meningkatkan kadar protein (12.312.8%) tetapi menurunkan kadar protein larut air (13.1-7.9%). Selain itu, dilaporkan juga bahwa proses fermentasi dan pengeringan tidak merubah suhu pasting tepung sorgum tetapi, meningkatkan peak viskositas (129-143 unit RVA), holding strength (84-85 unit RVA), dan final viskositas (213-238 unit RVA). Tepung sorgum memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi dan kapasitas menahan air yang rendah, sehingga menyebabkan tekstur roti dan biskuit yang dihasilkan dari campuran tepung gandum dan tepung sorgum menjadi lebih kering, masir dan lebih keras (Munck 1994 dan Rooney et al. 1997). Namun, Hugo et al. (2003) melaporkan bahwa fermentasi asam laktat tepung sorgum tidak menurunkan suhu gelatinisasi serta tidak dapat meningkatkan kemampuan mengikat air tepung sorgum, tetapi dapat menurunkan tekstur masir, kering dan keras pada roti yang dihasilkan dari campuran 30% tepung sorgum dan 70% tepung terigu. Selain itu, penggunaan campuran tepung sorgum fermentasi juga dapat meningkatkan volume roti, yang disebabkan karena meningkatnya viskositas tepung sehingga akan meningkatkan kemampuan mengikat gas pada adonan roti yang dihasilkan.
13 Pengaruh fermentasi dengan metode tradisional Sudan terhadap sifat fungsional tepung sorgum juga dilaporkan oleh Elkhalifa et al. (2005) yang menyatakan bahwa fermentasi tepung sorgum dapat menurunkan kemampuan mengikat air tepung sorgum. Semakin lama waktu fermentasi maka, kemampuan mengikat air semakin menurun. Kemampuan mengikat air pada fermentasi 0 jam adalah 4.69 g/2 g sampel, menurun menjadi 4.41 g/2 g sampel pada fermentasi 8 jam, 4.37 g/2 g sampel pada fermentasi 16 jam dan 4.40 g/2 g sampel pada fermentasi 24 jam. Fermentasi sorgum juga dapat meningkatkan kemampuan membentuk gel, menurunkan densitas kamba, dan meningkatkan kemampuan mengikat minyak (Elkhalifa et al. 2005). Densitas kamba tepung semakin menurun dengan meningkatnya waktu fermentasi yaitu 0.73 g/ml (0 jam) menjadi 0.66g/ml (24 jam). Sedangkan kemampuan mengikat minyak meningkat dari 3.43 g/2 g sampel (0 jam) menjadi 3.59 g/2 g sampel (24 jam).
14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2011 s/d Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Technopark, Labolatorium Mikrobiologi SEAFAST CENTER PAU, dan Laboratorium Kimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum varietas Kawali yang diperoleh dari UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI Yogyakarta. Bahan yang dibutuhkan dalam analisis mikrobiologi adalah media Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), media Potato Dextrose Agar (PDA), dan KH 2 PO 4 . Sedangkan bahan yang dibutuhkan dalam analisis fisik adalah minyak goreng dan aquades. Sementara, pada analisis kimia bahan yang dibutuhkan adalah NaCl, asam tanat, reagen Folin-Denis, Na 2 CO 3 , heksan, K 2 SO 4 , HgO, H 2 SO 2 , HCl, NaOH, etanol 85%, asam perklorat, pereaksi DNS, maltosa standar, CH 3 COOH, KI iod, indikator fenolftalein, dan amilosa standar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penyosohan model Santake Grain Mill, disc mill, ayakan, oven, timbangan, whiteness meter, spektofotometer, autoclave, vorteks, mikropipet, inkubator, mikroskop, sentrifus, penangas air, Rapid Visco Analyzer (RVA), Scanning Electron Microscope (SEM), mikroscope polarization, dan peralatan gelas untuk analisis. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu (1) penyosohan biji sorgum, (2) pembuatan dan karakterisasi sifat fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan tepung sorgum fermentasi, dan (3) pembuatan cookies tepung sorgum. Pada tahap satu dilakukan pengukuran waktu penyosohan dan kadar air optimal biji saat penyosohan. Sementara, yang dilakukan pada tahap dua adalah membuat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi, mengamati mikroba yang terlibat selama fermentasi biji sorgum, dan menganalisis karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi. Sedangkan, yang dilakukan
15 pada tahap ketiga adalah mengaplikasikan tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi yang dihasilkan dalam pembuatan produk cookies, serta pengujian organoleptiknya. Tahap 1. Penyosohan Biji Sorgum Penyosohan biji sorgum bertujuan menghilangkan lapisan terluar (kulit), dan kulit ari. Kualitas penyosohan dipengaruhi oleh waktu penyosohan dan kadar air biji sorgum saat penyosohan, sehingga pada tahap ini dilakukan penentuan waktu penyosohan dan kadar air biji optimal yang ditandai dengan rendemen tersosoh dan derajat putih tinggi dan kadar tanin rendah. Diagram alir tahapan penyosohan biji sorgum disajikan pada Gambar 3. Penentuan waktu penyosohan bertujuan untuk mendapatkan waktu penyosohan optimal untuk menghasilkan sorgum sosoh terbaik. Penentuan waktu penyosohan dilakukan dengan cara menyosoh biji sorgum menggunakan Satake Grain Mill selama 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160 dan 180 detik dengan kapasitas 100 g biji sorgum sekali sosoh (Wiratama 2010). Waktu penyosohan terbaik digunakan untuk menentukan kadar air terbaik. Biji Sorgum Sortasi Penyosohan Santake Grain Mill Kapasitas: 100 g Waktu: 20, 40, 60, 80, 100, 120,140 & 180 detik Sorgum Sosoh
Sortasi Conditioning Air (%): 0, 5, 10, 15, 20 & 25 Penyosohan Santake Grain Mill Kapasitas: 100 g Waktu: terbaik dari tahap sebelumnya Sorgum Sosoh
Gambar 3 Diagram alir penentuan waktu sosoh dan kadar air optimal Penentuan kadar air bertujuan mendapatkan kadar air yang tepat pada saat penyosohan sehingga menghasilkan sorgum sosoh dengan rendemen dan derajat
16 putih tertinggi serta kadar tanin terendah. Penentuan kadar air dilakukan dengan cara melakukan conditioning atau tempering, yaitu menambahkan sejumlah air ke dalam biji sorgum yang bertujuan untuk meningkatkan kadar air biji sorgum. Conditioning dilakukan dengan cara menambahkan air sebanyak 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 % (b/v) ke dalam biji sorgum lalu dikemas menggunakan kemasan aluminium foil dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah itu, diukur kadar air biji kemudian biji sorgum disosoh dengan kapasitas 100 g menggunakan Satake Grain Mill selama waktu terbaik yang diperoleh dari hasil sebelumnya. Parameter yang diamati adalah rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin. Perlakuan dengan hasil rendemen tersosoh dan derajat putih tertinggi, dengan kadar tanin terendah yang digunakan dalam penelitian selanjutnya. Tahap 2. Pembuatan dan Karakterisasai Tepung Sorgum Non Fermentasi dan Fermentasi Tahapan ini bertujuan untuk membuat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi, mengamati mikroba yang terlibat selama fermentasi biji sorgum, dan menganalisis karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi yang dihasilkan. Diagram alir tahapan pembuatan tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi disajikan dalam Gambar 4. Tahapan pembuatan tepung sorgum non fermentasi yaitu biji sorgum yang telah disosoh, direndam dalam air pada suhu ruang selama 1 jam yang bertujuan untuk melunakkan biji sorgum. Setelah itu, biji sorgum dicuci dan dikeringkan hingga kadar air maksimum 15% bk (Codex 1989). Selanjutnya, biji sorgum ditepungkan dan diayak (80 mesh) (Dewi 2000). Tahapan pembuatan tepung sorgum fermentasi meliputi fermentasi biji sorgum, pencucian, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Fermentasi biji sorgum yang dilakukan merupakan modifikasi metode fermentasi (fermentasi asam laktat) dari Hugo et al. (2003) yaitu biji sorgum yang telah disosoh difermentasikan secara alami (spontan) dengan dua perlakuan konsentrasi larutan garam sebagai media fermentasi yaitu konsentrasi larutan garam 1% dan 2%. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang (± 28 °C) dengan perbandingan larutan garam:sorgum adalah 1:2 (b/v) selama 0, 24, 48, 72, 96, 120 jam. Hasil fermentasi berupa cairan fermentasi selama waktu pengamatan diisolasi BAL dan khamir
17 yang terlibat selama fermentasi spontan sedangkan hasil berupa biji sorgum dicuci, dikeringkan, ditepungkan, dan diayak. Isolasi BAL dan khamir bertujuan untuk mengetahui jumlah BAL dan khamir yang terlibat selama waktu fermentasi. Isolasi ini menggunakan metode Ali dan Mustafa (2009). Pengamatan dilakukan terhadap cairan fermentasi selama 0, 24, 48, 72, 96, 120 jam untuk menghitung jumlah koloni BAL dan khamir. Pemupukan cairan fermentasi pada media MRS (Man Rogosa Sharpe) agar untuk menghitung jumlah koloni BAL dan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) untuk menghitung jumlah koloni khamir. Masing-masing perlakuan dilakukan secara duplo. Parameter yang diamati adalah jumlah koloni khamir, jumlah koloni BAL, rendemen tepung, derajat putih tepung, bentuk dan ukuran granula, sifat pasting, daya serap air, daya serap minyak, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin dan proksimat (kadar air, karbohidrat, lemak, protein, abu). Sorgum Sosoh
Perendaman dalam air
Fermentasi spontan Kons garam: 1 & 2% Suhu kamar, 5 hari
Cairan fermentasi
Pencucian Pengeringan Penepungan
Biji sorgum Pencucian Pengeringan
Pengayakan
Pemupukan Media MRSA
Pemupukan Media PDA
Inkubasi Suhu 37 ºC, 2 hari
Inkubasi Suhu ruang, 2 hari
Koloni BAL
Koloni Khamir
Penepungan Tepung Sorgum Non
Pengayakan Tepung Sorgum
Gambar 4 Diagram alir tahapan pembuatan tepung sorgum
18 Tahap 3. Pembuatan Cookies Sorgum Tahapan ini bertujuan untuk menghasilkan produk cookies dari tepung sorgum
non
fermentasi
dan
fermentasi
serta
menguji
karakteristik
organoleptiknya. Pembuatan cookies dilakukan dengan menggunakan tepung komposit, yaitu campuran antara tepung terigu dan tepung sorgum. Persentase jumlah tepung sorgum yang ditambahkan adalah 0, 50, dan 100%. Formulasi pembuatan cookies yaitu tepung komposit (46%), margarin (28%), gula halus (18%), baking soda (0.16%), garam (0.16%), vanili (0.46%). Semua bahan kecuali tepung dicampur dan diaduk menggunakan mixer selama ± 10 menit. Selanjutnya, ke dalam adonan tersebut ditambahkan tepung secara perlahan-lahan sambil diaduk hingga merata. Setelah tercampur adonan tersebut dicetak dan dipanggang dalam oven selama 15 menit pada suhu 150-160 °C. Cookies
yang
dihasilkan
didinginkan,
dikemas
dan
siap
untuk
diuji
organoleptiknya. Diagram alir pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 5.
Gula halus, margarin, 1 susu skim, kuning telur, garam dan soda Pencampuran (±10 menit) Pencampuran
Tepung sesuai formula
Pencetakan Pemanggangan 130-150 ºC selama 20-30 menit Cookies tepung sorgum Gambar 5 Proses pembuatan cookies sorgum Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik dan uji skala. Uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk
19 cookies tepung sorgum. Penilaian tingkat kesukaan didasarkan pada karakteristik produk meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu, skor 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Uji skala bertujuan untuk mengetahui tingkat kemasiran dari produk cookies yang dihasilkan menggunakan komposit tepung sorgum. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu, skor 1 (sangat masir), 2 (masir), 3 (agak masir), 4 (netral), 5 (agak tidak masir), 6 (tidak masir), dan 7 (sangat tidak masir). Panelis yang digunakan untuk uji organoleptik adalah panelis tidak terlatih sebanyak 25 orang panelis. Analisi Data Data hasil penelitian akan dianalisis dengan ANOVA one-way dan jika hasil uji anova (p< 0.05) menunjukkan perbedaan yang nyata maka dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (p< 0.05) dengan menggunakan program SAS 9.1.3. Prosedur Analisis Analisis mikrobiologi a.
Enumerasi Mikroba (Marcellin et al. (2009) Enumerasi dilakukan dengan cara 10 ml cairan fermentasi yang diperoleh
dari masing-masing sampel ditambahkan ke dalam 90 ml larutan pengencer KH 2 PO 4 yang sudah disterilkan kemudian divortex. Serial pengenceran dilakukan sebanyak 10-1-10-7, kemudian dari masing-masing pengenceran 10-5-10-7 diambil secara tepat 1 ml dan diinokulasikan pada masing-masing media dengan menggunakan metode tuang sesuai dengan tujuannya masing-masing sebagai berikut: a.
Bakteri asam laktat (Saeed et al. 2009) Bakteri asam laktat ditentukan dengan menumbuhkan masing-masing serial pengenceran (10-5-10-7) pada media agar Man Rogosa Sharpe (MRSA) dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 48 jam lalu dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
20 b.
Total khamir (Saeed et al. 2009) Total khamir ditentukan dengan menumbuhkan masing-masing serial pengenceran (10-5-10-7) pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam, lalu dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
b.
Perhitungan Total Koloni (BAM 2001) Perhitungan koloni dilakukan dengan menggunakan rumus Standar Plate
Count (BAM 2011) dalam satuan cfu/ml: N = ΣC / [((1*n 1 ) + (0.1*n 2 )) * (d)] Keterangan: N
= Jumlah koloni per ml atau per gram produk
∑C = Jumlah semua koloni pada semua cawan yang dihitung n1
= Jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2
= Jumlah cawan pada pengenceran kedua
d
= Pengenceran pertama yang dihitung
Limit deteksi metode plating berkisar 25 hingga 250 koloni. Ketika dalam cawan terdapat koloni kurang dari 25, maka dalam pelaporannya dikatakan bahwa jumlahnya 2.5x101 CFU/ml. Jika tidak ditemukan koloni dalam cawan hingga pengenceran terendah, maka pelaporannya sebanyak 1.0x 101CFU/ml. Namun jika koloninya melebihi 250, maka pelaporannya dianggap sebagai TBUD (tidak bisa dihitung). Dengan demikian, hanya cawan yang jumlah koloninya berkisar 25 hingga 250 saja yang dapat dihitung sebagai jumlah koloni bakteri yang diinokulasikan. Analisis Fisik a.
Rendemen (AOAC 2005) Rendemen merupakan perbandingan antara bobot hasil akhir dengan bobot
bahan awal dikalikan 100%. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap rendemen tersosoh dan rendemen tepung. Rendemen tersosoh merupakan persentase jumlah biji sorgum sosoh yang dihasilkan dari penyosohan sejumlah biji sorgum yang ditentukan dengan rumus berikut:
21
Rendemen tepung merupakan persentase jumlah tepung sorgum yang dihasilkan dari penepungan sejumlah biji sorgum sosoh yang ditentukan dengan rumus:
b.
Derajat Putih Tepung (Whiteness meter) Derajat putih diukur dengan menggunakan alat KETT Digital Whiteness
Meter Model C-100. Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam wadah sampel hingga tidak terdapat rongga, kemudian wadah sampel ditutup. Masukkan wadah berisi MgO 3 ke dalam alat sebagai standar. Selanjutnya keluarkan wadah berisi MgO 3 dan masukkan wadah berisi sampel ke dalam alat. Persentase derajat putih sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
c.
Kapasitas Menyerap Air dan Minyak (Elkhalifa et al. 2005) Tabung sentrifuse yang telah ditimbang beratnya lalu diisi dengan 2 g
sampel (a), kemudian tambahkan 20 ml aquades untuk pengukuran kapasitas menyerap air dan 20 ml minyak untuk pengukuran kapasitas menyerap minyak lalu divortex. Selanjutnya diamkan selama 30 menit lalu disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 25 menit dan didekantasi, kemudian ditimbang beratnya (b). Daya serap air/minyak dihitung dengan menggunakan persamaan: Daya serap air/minyak (%) =
b− a 10000 × a (100 − kadar air)
22 d.
Profil Pasting Tepung (RVA) (Sanchez-Rivera et al. 2010) Profil pasing tepung diukur dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer
(RVA). Sampel ditimbang langsung di dalam tabung sampel aluminium RVA sebanyak 2.24 g dengan kadar air 8% db, dan aquades ditambahkan kedalamnya hingga berat total sampel 28 g. Jika kadar air sampel berbeda maka jumlah aquades yang ditambahkan harus disesuaikan dengan jumlah kadar air sehingga berat akhir sampel dalam tabung aluminium tetap konstan 28 g. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk rata menggunakan paddle plastik untuk menghindari pembentukan gumpalan sebelum dimasukan ke dalam RVA. Sampel tersebut dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis. Selanjutnya, dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan yang diatur selama 23 menit. Sampel dipanaskan hingga suhu 30 °C dan dipertahankan selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga suhu 95 °C selama 7.5 menit, lalu suhu 95 °C dipertahankan selama 5 menit sebelum didinginkan hingga suhu 50 °C selama 7.5 menit, lalu suhu 50 °C dipertahankan selama 2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pada suhu 95 °C (HPV), viskositas pada suhu 50 °C (CPV), breakdown (BD) (1/4 PV-HPV), dan setback (SB) (1/4 CPVHPV). e.
Bentuk dan Ukuran Granula Tepung (Sanchez-Rivera et al. 2010) Bentuk dan ukuran dan bentuk granula tepung diukur dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM) s-3000N. Sebanyak 2 mg sampel ditaburkan setipis mungkin di atas wadah logam yang telah diberikan perekat. Penaburan sampel setipis mungkin bertujuan agar gambar granula yang diperoleh tidak saling bertumpuk. Selanjutnya dilapisi dengan menggunakan emaspalladium (60:40). Proses pelapisan bertujuan menjadikan sampel bersifat konduktif. Setelah itu, bentuk dan ukuran granula difoto dan diukur dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) s-3000N. Sifat birefringence granula pati diukur dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Tepung dibuat suspensi encer dengan melarutkan 1 sudip sampel dalam ±20 mL aquades. Setelah itu, diteteskan beberapa tetes suspensi ke atas sebuah gelas objek. Gelas penutup dipasang, lalu preparat diamati dengan menggunakan
23 mikroskop polarisasi cahaya dengan perbesaran 400 kali dan gambar yang teramati dipotret dengan kamera dan foto granula pati yang dihasilkan dicetak pada film. Analisis Kimia a.
Kadar Tanin (AOAC 2005) Kadar tanin ditentukan dengan metode spektrofotometer yaitu membuat
kurva standar
sebelumnya dengan cara mengambil masing-masing 0-10 ml
larutan asam tanin standar, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml yang berisi 75 ml aquades. Setelah itu, ditambahkan 5 ml reagen Folin-Denis dan 10 ml larutan Na 2 CO 3 lalu tambahkan aquades hingga tanda tera, kemudian diamkan selama 30 menit dan ukur menggunakan sprektrofotometer pada panjang gelombang 760 nm. Data yang diperoleh kemudian dibuat kurva standar. Setelah itu, sampel diukur dengan prosedur yang sama dengan menggantikan tannin stadard dengan 1 ml sampel. b.
Kadar Air (AOAC 2005) Kadar air diukur dengan menggunakan metode oven yaitu suhu oven diatur
105 oC
dan sampel dikeringkan di dalamnya sampai dicapai berat konstan.
Persen kadar air berdasarkan berat basah dihitung dengan rumus berikut :
c.
Kadar Lemak (AOAC 2005) Kadar lemak diukur dengan menggunakan metode Soxhlet dengan prinsip
lemak diekstrak dengan pelarut lemak (heksan), setelah pelarutnya diuapkan, lemak dapat ditimbang dan dihitung persentasenya berdasarkan rumus berikut :
d.
Kadar Protein (AOAC 2005) Sampel ditimbang dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 2 g K 2 SO 4 , 50 mg
HgO dan 2 ml H 2 SO 4 pekat. Jika sampel lebih dari 15 mg, 0.1 H 2 SO 4 pekat ditambahkan untuk setiap 10 mg sampel di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama
24 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Kemudian didinginkan, ditambahkan sedikit air secara perlahan-lahan dan didinginkan lagi. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6 kali, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi ditempatkan erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan borat jenuh dan 2-4 tetes indikator (metal merah + metal biru) di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat jenuh.
Kemudian
ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3 lalu didestilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dan isi erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu atau biru. Kadar protein yang diperoleh dapat dihitung dengan cara berikut :
Protein (% bk) = % N x faktor konversi (6.25) e.
Kadar Abu (AOAC 2005) Sampel ditimbang dalam cawan pengabuan kemudian dibakar dalam tanur
(550oC) sampai diperoleh abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap.
f.
Kadar Karbohidrat (By different) Penetapan karbohidrat dilakukan dengan perhitungan berikut: Karbohidrat (% bk) = 100 – (Protein + Lemak + Air + Abu)
g.
Kadar Pati (Funami et al. 2005) Sampel sebanyak 0.2 g dilarutkan dalam etanol 85%, lalu endapannya
ditambahkan 25 ml aquades dan 6.5 ml asam perklorat dan diaduk. Setelah itu, dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit, kemudian didinginkan, dinaikkan pH hingga 7-7.5, dan disaring. Tepatkan hasil saringan hingga 100 ml, lalu diambil 1 ml dan ditambahkan dengan 1 ml aquades dan 1 ml pereaksi DNS. Kemudian dipanaskan kembali selama 10 menit di dalam waterbath, didinginkan dan ditambahkan 3 ml aquades, lalu diukur absorbansinya menggunakan
25 spektrofotometri dengan panjang gelombang 540 nm. Jumlah pati pada tepung sorgum dihitung dengan interpolasi dari nilai absorbansi di kurva standar. Kurva standar dibuat dengan menggunakan maltosa sebagai standar. h.
Kadar Amilosa (Funami et al. 2005) Sampel dalam bentuk tepung dilarutkan dalam 9 ml NaOH 1 N dan 1 ml
etanol lalu dipanaskan selama 30 menit. Ambil 5 ml lalu tambahkan 1 ml CH 3 COOH 1 N dan 2 ml KI iod. Kemudian tepatkan pada labu takar 100 ml, lalu didiamkan selama 30 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Jumlah amilosa dalam pati dihitung dengan interpolasi dari nilai absorbansi di kurva standar. Kurva standar dibuat dengan menggunakan campuran amilosa dari pati kentang sebagai standar. i.
Kadar Amilopektin (Funami et al. 2005) Penetapan jumlah amilopektin ditentukan berdasarkan selisih antara jumlah
pati dan jumlah amilosa yang dirumuskan sebagai berikut: Amilopektin (% bk) = Pati (% bk) – Amilosa (% bk)
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyosohan Biji Sorgum Penentuan Waktu Penyosohan Proses penyosohan mempengaruhi kualitas sorgum sosoh yang dihasilkan, dan selanjutnya mempengaruhi kualitas tepung sorgum dan produk pangan berbasis tepung sorgum yang dihasilkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan penentuan waktu penyosohan optimal untuk menghasilkan tepung sorgum yang baik. Parameter yang digunakan untuk menentukan waktu penyosohan optimal adalah rendemen tersosoh, warna (derajat putih) tepung, dan kadar tanin. Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan disajikan pada Gambar 6 sedangkan hasil analisis rendemen tersosoh, derajat putih dan kadar tanin disajikan pada Tabel 4.
Sosoh 0 detik
Sosoh 20 detik
Sosoh 80 detik
Sosoh 140 detik
Sosoh 40 detik
Sosoh 100 detik
Sosoh 160 detik
Sosoh 60 detik
Sosoh 120 detik
Sosoh 180 detik
Gambar 6 Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan
27 Tabel 4 Rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan Waktu penyosohan Rendemen tersosoh Derajat putih Kadar tanin (detik) (%) (%) (%) a f 0 100.00 35.27 5.72a 20 84.47b 51.23e 3.22b c d 40 77.72 56.14 1.94c 60 67.64d 62.36c 1.63d e b 80 59.86 65.23 1.33e f b 100 56.28 67.45 0.75f 120 53.57f 67.45b 0.35g g a 140 48.84 71.09 0.00h 160 45.44gh 70.55a 0.00h h a 180 43.54 72.41 0.00h Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Hasil pengujian ragam rendemen tersosoh, derajat putih dan kadar tanin biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0.05) (Lampiran 1, 3, dan 5), sehingga dilakukan pengujian lanjut dengan uji DMRT (Lampiran 2, 4, dan 6) yang menunjukkan bahwa rendemen tersosoh, derajat putih dan kadar tanin yang dihasilkan pada masing-masing waktu penyosohan cenderung berbeda nyata (α=0.05). Semakin lama waktu penyosohan maka persentase rendemen tersosoh dan kadar tanin biji sorgum semakin menurun, sebaliknya persentase derajat putih semakin meningkat (Gambar 7). Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penyosohan, maka lapisan perikarp, testa dan aleuron yang dapat dipisahkan menjadi lebih banyak. Amrinola (2010) melaporkan bahwa semakin lama waktu penyosohan biji sorgum varietas ZH-30, maka lapisan aleuron dan testa yang dapat dipisahkan menjadi lebih banyak sehingga akan menurunkan rendemen sorgum sosoh yang dihasilkan. Rendemen tersosoh sorgum varietas ZH-30 pada waktu penyosohan 2.5 menit adalah 76.4%, dan menurun menjadi 68.2% jika waktu penyosohan ditingkatkan menjadi 5 menit. Lapisan epikarp pada kulit biji sorgum mengandung pigmen (Hubbard et al. 1950) sehingga semakin lama waktu menyosohan akan menyebabkan semakin banyak lapisan perikarp yang terbuang maka akan meningkatkan derajat putih tepung yang dihasilkan. Sementara,
Dykes et al. (2005) melaporkan bahwa
varietas sorgum yang tidak memiliki testa tidak menunjukkan perubahan yang
28 signifikan terhadap kadar taninnya, sementara varietas sorgum yang memiliki testa mengadung kadar tanin yang tinggi (15.5 mg CE/g). Sehingga dengan meningkatnya waktu penyosohan menyebabkan semakin banyak lapisan testa yang terlepas selama proses penyosohan, maka tanin yang terkandung didalamnya juga ikut terbuang. Tanin merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air dan memiliki kemampuan untuk berikatan dengan protein serta polimer lainnya seperti polisakarida.
Gambar 7 Pengaruh waktu penyosohan terhadap derajat putih, rendemen dan kadar tanin biji sorgum tersosoh Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4 disimpulkan bahwa waktu penyosohan optimal untuk biji sorgum varietas Kawali dengan menggunakan mesin penyosohan Satake Grain Testing Mill dan jumlah biji saat penyosohan 100 g adalah 140 detik. Alasan pemilihan waktu penyosohan 140 detik adalah karena hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin menunjukkan perbedaan yang tidak nyata jika waktu penyosohan ditingkatkan lagi. Selain itu, juga karena Codex menyaratkan kandungan tanin maksimum dalam tepung sorgum adalah 0.3% (Codex 1989). Waktu ini digunakan sebagai dasar dalam proses penyosohan untuk menentukan kadar air biji optimal pada saat penyosohan biji sorgum.
29 Penentuan Kadar Air Kualitas biji sorgum sosoh dipengaruhi juga oleh kadar air biji saat penyosohan. Pada kadar air yang lebih tinggi akan menyebabkan kulit biji sulit dikupas/disosoh, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah akan menyebabkan biji mudah pecah (Patiwiri 2006). Parameter yang digunakan untuk menentukan kadar air optimum saat penyosohan biji sorgum adalah rendemen tersosoh dan derajat putih tepung tertinggi. Hasil pengukuran rendemen tersosoh dan derajat putih pada beberapa tingkatan kadar air biji saat penyosohan disajikan pada Tabel 5, sedangkan gambar hasil sosohan biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 5 Rendemen tersosoh dan derajat putih pada beberapa kadar air Kadar air Rendemen tersosoh Derajat putih (% bb) (%) (%) c 9 48.84 71.09a 16 59.43ab 64.95b a 20 60.85 64.27b 23 60.86a 63.59b cb 25 53.79 63.86b 29 57.58ab 60.41c ab 31 58.79 60.86c Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Kadar air 9% bb
Kadar air 16% bb
Kadar air 25% bb
Kadar air 20% bb
Kadar air 29% bb
Kadar air 23% bb
Kadar air 31% bb
Gambar 8 Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa tingkatan kadar air
30 Hasil pengujian ragam rendemen tersosoh dan derajat putih biji sorgum pada beberapa tingkatan kadar air menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0.05) (Lampiran 7 dan 9), sehingga dilakukan pengujian lanjut dengan uji DMRT (Lampiran 8 dan 10). Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh cenderung tidak berbeda nyata (α=0.05) antar perlakuan peningkatan kadar air (16-31% bb), tetapi berbeda nyata (α=0.05) dengan kadar air awal (9% bb). Sedangkan, hasil uji lanjut DMRT derajat putih pada kadar air awal (9% bb) berbeda nyata (α=0.05) dengan perlakuan tingkatan kadar air lainnya. Sementara, pada peningkatan kisaran kadar air 16, 20, 23, dan 25% menunjukkan derajat putih yang tidak berbeda nyata (α=0.05) antar perlakuan tersebut tetapi berbeda dengan tingkatan kadar air awal. Jika kadar air ditingkatkan hingga 29 dan 31% bb tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0.05) pada masing-masing perlakuan tetapi berbeda dengan perlakuan tingkatan kadar air yang lebih rendah. Rendemen tersosoh meningkat dengan meningkatnya kadar air biji hingga 23% bb, kemudian menurun pada kadar air 25% bb lalu meningkat kembali pada kadar air 29-31% bb, sementara derajat putih menurun dengan meningkatnya kadar air biji (Gambar 9). Peningkatan rendemen hingga kadar air 23% bb disebabkan meningkatnya keliatan dan kekuatan biji sehingga tidak mudah pecah saat penyosohan. Meningkatnya keliatan biji menyebabkan meningkatnya daya lengket kulit pada endospermnya sehingga kulit biji sorgum lebih sulit terpisahkan saat penyosohan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin rendahnya derajat putih. Thahir (2010) melaporkan bahwa proses penyosohan beras sebaiknya dilakukan pada kadar air 15%. Karena pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan/penyosohan kulit lebih sulit. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran beras mudah pecah/patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Rendemen tersosoh pada kadar air biji 25% bb menurun diduga karena melunaknya endosperm yang menyebabkan bagian permukaan endosperm ikut tersosoh saat proses penyosohan. Sedangkan, pada kadar air 29-31% bb rendemen biji sorgum tersosoh meningkat kembali diduga karena semakin lunaknya endosperm sehingga pada saat penyosohan telah terjadi pemecahan terlebih dahulu pada sebagian biji sorgum sebelum kulit bijinya terkelupas, sehingga
31 menurunkan derajat putih (Gambar 9). Amrinola (2010) melaporkan bahwa peningkatan kadar air biji sorgum hingga 20% dapat meningkatkan rendemen tersosoh biji sorgum dan menurun jika kadar air ditingkatkan menjadi 22%. Semakin meningkat kadar air biji saat penyosohan akan menghasilkan sorgum sosoh yang lebih liat dan tidak mudah patah, serta menyebabkan endosperm
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
Rendemen Tersosoh (%) Derajat Putih (%)
30
Derajat Putih (%)
Rendemen Tersosoh (%)
menjadi lunak dan lengket.
30
20
20 5
10
15
20
25
30
35
Kadar Air (%bb)
Gambar 9 Pengaruh kadar air terhadap derajat putih, dan rendemen sorgum sosoh Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5 disimpulkan bahwa kadar air optimal untuk penyosohan biji sorgum varietas Kawali dengan menggunakan mesin penyosohan Satake Grain Testing Mill dan jumlah biji saat penyosohan 100 g yang disosoh selama 140 detik adalah 20% bb. Alasan pemilihan kadar air ini adalah karena hasil analisis menunjukkan pada rendemen tersosoh yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan rendemen tersosoh tertinggi pada kadar air 23% bb. Selain itu, derajat putih pada kadar air biji 20% bb lebih tinggi jika dibandingkan dengan derajat putih pada kadar air biji 23% bb. Kadar air biji 20% bb saat penyosohan dan waktu penyosohan 140 detik digunakan sebagai acuan dalam proses penyosohan biji sorgum selanjutnya.
32 Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Sorgum Pembuatan Tepung Sorgum Tepung sorgum dibuat dengan dua perlakuan yaitu non fermentasi dan fermentasi. Tepung sorgum non fermentasi dibuat dengan tahapan perendaman, pencucian, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Sementara tahapan pembuatan tepung sorgum fermentasi meliputi tahapan fermentasi, pencucian, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Tahapan perendaman biji pada pembuatan tepung sorgum non fermentasi bertujuan untuk melunakkan tekstur biji sorgum. Sementara tahapan fermentasi pada pembuatan tepung sorgum fermentasi dilakukan secara spontan pada suhu ruang dengan konsentrasi larutan garam 1% dan 2% selama 5 hari. Penggunaan larutan garam 1 dan 2% dalam fermentasi spontan sorgum disebabkan karena pada konsentrasi garam yang lebih dari 2% akan menurunkan kemampuan tumbuh Bakteri Asam Laktat (BAL) (Saeed et al. 2009; Marcellin et al. 2009). Tahapan pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada biji hingga kadar air maksimum 15% bk (syarat Codex untuk tepung sorgum). Penepungan bertujuan untuk mengecilkan ukuran biji, dan untuk menghasilkan butiran tepung yang seragam maka dilakukan proses pengayakan menggunakan ayakan berukuran 80 mesh. Mikroba yang Berperan selama Fermentasi Spontan Sorgum Jumlah koloni mikroba yang dominan tumbuh selama fermentasi spontan sorgum varietas Kawali adalah Bakteri Asam Laktat (BAL) (Gambar 10). Sementara, jumlah koloni khamir yang tumbuh selama fermentasi lebih rendah. Seperti dilaporkan juga oleh Ali dan Mustafa (2009) bahwa jumlah BAL pada fermentasi sorgum selama 19 jam meningkat lebih tinggi (105-108 cfu/g) daripada khamir (104-107 cfu/g). Interaksi BAL dan khamir selama produksi makanan fermentasi memiliki hubungan simbiotik mutualisme (Gobbetti et al. 1994). BAL menghasilkan kondisi lingkungan yang asam bagi perkembangbiakan khamir, sementara khamir menghasilkan vitamin dan faktor lain seperti asam amino untuk pertumbuhan BAL. Jay (1996) melaporkan bahwa BAL membutuhkan asam amino, vitamin B, serta basa purin dan pirimidin untuk pertumbuhannya.
33
Jumlah Mikroba (log CFU/ml)
9,5 8,5 7,5 6,5 5,5 0 Kh
i k
1 t
i
2 3 4 Waktu Fermentasi (hari) 1%
Kh
i k
t
i
5 2%
Gambar 10 Pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi spontan sorgum Pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi spontan sorgum meningkat hingga fermentasi hari kedua, kemudian mengalami penurunan. Fase pertumbuhan logaritmik berlangsung selama hari ke nol hingga hari pertama fermentasi, yang ditandai dengan peningkatan kurva pertumbuhan yang cukup tajam. Sementara, fase pertumbuhan lambat dan fase pertumbuhan tetap berlangsung pada hari pertama hingga hari kedua fermentasi. Hal ini ditandai dengan melambatnya kurva pertumbuhan, serta pencapaian jumlah maksimum pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi spontan sorgum. Dan fase kematian dimulai setelah hari kedua fermentasi yang ditandai dengan menurunnya jumlah pertumbuhan BAL dan khamir. Penurunan jumlah BAL dan khamir setelah hari kedua fermentasi disebabkan karena semakin berkurangnya jumlah nutrisi yang tersedia pada medium fermentasi, serta adanya komponen antimikroba yang dihasilkan oleh BAL (Forsythe dan Hayes 1998). Bakteri asam laktat menghasilkan berbagai komponen antimikroba seperti asam laktat, asam asetat, asam format, etanol, hydrogen peroksida, bakteriosin, dan beberapa senyawa penghambat lain yang belum teridentifikasi (Vandenbergh 1993). Dalode (2007) melaporkan bahwa fermentasi sorgum selama 12 jam dapat meningkatkan asam laktat dari 1.5% menjadi 3.03%. Jumlah koloni BAL pada fermentasi sorgum yang menggunakan konsentrasi larutan garam 2% lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni BAL pada konsentrasi larutan garam 1% (Lampiran 11). Hal ini disebabkan karena garam dapat menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba lain. Fellows
34 (2000) melaporkan bahwa penggunaan garam 2-6% pada proses fermentasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Selama proses fermentasi dapat terjadi beberapa perubahan karakteristik fisik dan kimia tepung yang dihasilkan karena adanya aktivitas BAL dan khamir. BAL dan
khamir
dapat
menghasilkan
beberapa
enzim yang
mampu
menghidrolisis senyawa-senyawa organik kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Gambar 11 menunjukkan adanya khamir yang memiliki aktivitas amilolitik selama fermentasi spontan sorgum. Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona bening disekeliling koloni yang tumbuh pada media pati (PDA) ketika ditambahkan iod. Aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase pada fermentasi spontan jagung (ogi) selama 72 jam berturut-turut adalah 3.90, 4.80, dan 1.38 mg/ml (Ohenhen dan Ikenebomeh 2007).
Gambar 11 Koloni khamir yang bersifat amilolitik Karakteristik Kimia Tepung Sorgum Analisis komposisi kimia yang dilakukan terhadap tepung sorgum yang dihasilkan meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), kadar pati, kadar amilosa dan kadar amilopektin. a.
Analisis proksimat Hasil analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar abu,
kadar protein dan kadar karbohidrat disajikan pada Tabel 6. Hasil uji ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa proses fermentasi memberikan pengaruh yang nyata (α=0.05) terhadap kadar air tepung yang dihasilkan sehingga dilakukan uji lanjut DMRT. Hasil uji lanjut (Lampiran 13) menunjukkan bahwa proses
35 fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α=0.05) terhadap kadar air, sedangkan lamanya waktu fermentasi dan konsentrasi garam cenderung tidak berbeda nyata (α=0.05). Kadar air tepung sorgum non fermentasi dan tepung sorgum fermentasi masih berada dibawah kadar air yang distandarkan oleh Codex untuk tepung sorgum yaitu 15%. Kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung, semakin tinggi kadar air maka tepung akan semakin cepat rusak. Kerusakan yang terjadi dapat berupa tumbuhnya jamur dan berbau apek. Apabila suatu tepung memiliki kadar air rendah diharapkan memiliki umur simpan yang lebih lama. Tabel 6 Komposisi proksimat tepung sorgum Konsentrasi Waktu Kadar air Lemak Protein Abu Karbohidrat garam (%) (hari) (%bb) (%bk) (%bk) (%bk) (%bk) Tepung Sorgum Fermentasi 1 1 8.03bcd 0.75ns 7.23ns 0.27e 83.02a b ns ns g 2 8.96 0.70 6.73 0.18 82.54a 3 8.39bc 0.82ns 7.17ns 0.16gh 82.70a cd ns ns e 4 7.56 0.82 7.23 0.28 83.50a 5 7.75bcd 0.81ns 7.47ns 0.30d 83.02a d ns ns e 2 1 6.81 0.72 7.22 0.27 84.49a 2 8.31bc 0.64ns 7.04ns 0.14h 83.11a bc ns ns f 3 8.48 0.72 6.26 0.22 82.54a 4 7.55cd 0.73ns 6.33ns 0.36c 83.40a cd ns ns b 5 7.34 0.63 6.15 0.44 83.85a Tepung Sorgum Non fermentasi a 11.17 0.99ns 7.53ns 0.47a 78.44b Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Hasil uji ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa fermentasi spontan tidak berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar lemak tepung yang dihasilkan, namun cenderung menurunkannya (Tabel 6). Penurunan kadar lemak disebabkan adanya aktivitas mikroba yang bersifat lipolitik. Ohenhen dan Ikenebomeh (2007) melaporkan adanya aktivitas enzim lipase sebesar 1.38 mg/ml pada fermentasi spontan jagung (ogi). Komposisi asam lemak pada lemak sorgum yaitu linoleat (49%), oleat (31%), palmitat (14%), linolenat (2.7%) dan stearat (2.1%) (FAO 2010). Fermentasi spontan sorgum tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0.05) terhadap kadar protein tepung sorgum yang dihasilkan (Lampiran 15).
36 Selama fermentasi, mikroorganisme dapat menghidrolisis protein menjadi asam amino bebas dan selama pertumbuhannya mikroba tersebut dapat mensintesis asam amino baru dari metabolik intermediet (Correia et al. 2010). Utami (2008) melaporkan bahwa hasil pengujian pemecahan komponen protein oleh BAL dan khamir menunjukkan bahwa BAL dan khamir memiliki aktivitas proteolitik yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni. Dijelaskan juga oleh Ohenhen dan Ikenebomeh (2007) bahwa pada fermentasi spontan jagung (ogi) selama 72 jam memiliki aktivitas enzim protease sebesar 4.80 mg/ml. Fermentasi selama 2 hari dapat menurunkan kadar protein pada tepung millet (9.18-7.45%), kemudian meningkat kembali pada fermentasi hari ke-3 dan ke-4 (9.20-9.46%) (Onweluzo dan Nwabugwu 2009). Sedangkan, fermentasi tepung sorgum selama 24 jam dapat meningkatkan kadar protein tepung dari 9.69% menjadi 10.15% (Fadlallah et al. 2010). Sebaliknya, menurut Mohammed et al. (2011) fermentasi sorgum selama 72 jam dapat menurunkan kadar protein tepung (12.25-10.70%). Fermentasi juga dapat menurunkan kadar protein terlarut tepung sorgum (4.35-3.12 mg/g), kadar fraksi albumin dan globulin tepung sorgum
(14.2-12.5%),
dan
kadar
fraksi
glutenin
(18.5-17.8%),
tetapi
meningkatkan protein tidak larut (1.20-1.46%) dan fraksi prolamin (52.0-54.5%) (Ibrahim et al. 2005, Correia et al. 2010). Berdasarkan kelarutannya, protein biji sorgum dibedakan menjadi 4 fraksi yaitu albumin (larut air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutenin (larut dalam larutan alkali) (FAO 2010). Kadar protein atau lemak yang tinggi tidak diharapkan dalam aplikasi pembuatan cookies. Hal ini karena protein atau lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk endapan tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula (Lara et al. 2010). Dengan demikian, diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi. Selain itu, juga dapat menurunkan viskositas adonan yang berakibat pada menurunnya kekuatan gel pada adonan (Richana dan Sunarti 2004). Fermentasi spontan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar abu tepung sorgum yang dihasilkan (Lampiran 16), dan cenderung menurunkannya (Tabel 6).
37 Hal ini disebabkan selama fermentasi, sebagian mineral larut ke dalam air perendaman sehingga terikut saat pencucian. Fennema (1996) menyatakan bahwa pencucian dapat menghilangkan kandungan mineral dalam bahan pangan. Fermentasi sorgum selama 3 hari dapat menurunkan kadar abu tepung yang dihasilkan yaitu 1.71-1.65% dan 3.7-2.7% (Mohammed et al. 2011). Sementara, Irtwange dan Achimba (2009) melaporkan bahwa fermentasi gari selama 3 hari dapat menurunkan kadar abu dari 1.87% menjadi 1.65% dan meningkat lagi menjadi 2.46% saat fermentasi dilanjutkan sampai 5 hari. Kadar abu merupakan estimasi dari total kandungan mineral bahan pangan yang diperlukan untuk menghitung jumlah total karbohidrat dalam analisis proksimat (Fennema 1996). Dicko et al. (2006a) melaporkan bahwa kandungan mineral pada biji sorgum adalah kalsium, klor, tembaga, iod, besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium dan zink. Kadar abu yang tinggi pada tepung kurang disukai karena cenderung menghasilkan warna gelap pada produk cookies yang dihasilkan. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa fermentasi spontan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar karbohidrat tepung sorgum yang dihasilkan, dan cenderung meningkatkannya (Lampiran 18). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan oleh Mohammed et al. (2011) bahwa fermentasi sorgum selama 72 jam dapat meningkatkan karbohidrat tepung sorgum dari 74.68% menjadi 75.36%.
b.
Analisis pati, amilosa dan amilopektin Hasil analisis kadar pati, kadar amilosa dan kadar amilopektin dari tepung
sorgum non fermentasi dan fermentasi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 7. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa fermentasi spontan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar pati, amilosa, dan amilopektin (Lampiran 20, 22, dan 24). Fermentasi spontan sorgum cenderung meningkatkan kadar pati, amilosa, dan amilopektin pada tepung yang dihasilkan (Tabel 7). Hasil ini berbeda dengan laporan Hugo et al. (2003) bahwa fermentasi sorgum selama 5 hari dapat menurunkan kadar pati (68.3-65.5%) pada tepung sorgum yang dihasilkan.
38 Tabel 7 Komposisi pati, amilosa dan amilopektin tepung sorgum Konsentrasi Waktu Pati Amilosa Amilopektin garam (%) (hari) (%bk) (%bk) (%bk) Tepung Sorgum Fermentasi 1 60.26cd 13.45bcd 46.81b 1 2 66.48abc 15.35ab 51.13ab bc bcd 3 65.42 13.32 52.11ab 4 66.15abc 14.77abc 51.38ab bc abcd 5 64.83 13.84 50.99ab 1 70.03ab 12.56cd 57.47a a a 2 72.78 16.22 56.56a 2 3 70,46ab 15.57ab 54.90a 4 66.79abc 13.73abcd 53.06ab cd abc 5 60.81 15.13 45.68b Tepung Sorgum Non fermentasi 57.77d 11.38d 46.40b
Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)
Peningkatan kadar pati, amilosa, dan amilopektin pada penelitian ini dikarenakan sebagian granula pati pada tepung sorgum non fermentasi telah tergelatinisasi yang ditandai dengan hilangnya sifat birefringence pada granula patinya (Gambar 12). Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang merefleksikan cahaya sehingga membentuk bidang berwarna biru dan kuning ketika diamati menggunakan mikroskop polarisasi (Winarno 2002). Gelatinisasi pati menyebabkan gangguan pada struktur molekul amilosa dan amilopektin di dalam granula pati yang ditandai dengan pengembangan granula yang bersifat irreversibel, hilangnya sifat birefringence dan sifat kristalin granula pati. Jika pemanasan dilanjutkan terus, maka granula pati akan pecah sehingga menyebabkan keluarnya komponen terlarut (amilosa dan amilopektin) dari dalam granula (Fennema 2000).
a
Gambar 12
b
c
Bentuk granula tepung sorgum (a) non fermentasi, (b) fermentasi garam 1% (c) fermentasi garam 2%
39 Kadar amilosa dan amilopektin sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan retrogradasi, serta lebih menentukan karakteristik pasta pati (Richana dan Sunarti 2004). Ketika pati dipanaskan dengan adanya air akan menyebabkan putusnya ikatan hidrogen dan molekul air akan berikatan dengan ikatan hidrogen untuk mengekspos gugus hidroksil pada amilosa dan amilopektin. Hal ini menyebabkan peningkatan kemampuan pengembangan dan kelarutan pati. Molekul amilosa berperan dalam menentukan kekuatan gel suatu jenis pati, semakin tinggi kandungan amilosa, maka kekuatan gelnya akan semakin tinggi. Karakteristik Fisik Tepung Sorgum Karakteristik fisik tepung sorgum fermentasi dan non fermentasi yang dianalisis meliputi bentuk dan ukuran granula, profil pasting tepung, rendemen tepung, derajat putih tepung, kapasitas menyerap air, kapasitas menyerap minyak. a.
Bentuk dan ukuran granula pati Bentuk dan ukuran granula pati diukur dengan menggunakan Scanning
Electron Microscope (SEM) Model JSM-5310LV. Bentuk granula tepung sorgum non fermentasi adalah bulat dengan ukuran diameter granula berkisar antara 8.7214.9 µm (Gambar 13a). Sementara, bentuk granula tepung sorgum fermentasi adalah bulat dengan permukaan granula lebih kasar yang memiliki ukuran diameter granula berkisar antara 16.9-19.6 µm (Gambar 13b dan 13c).
a
Gambar 13
b
c
Bentuk granula tepung sorgum (a) non fermentasi, (b) fermentasi garam 1% (c) fermentasi garam 2%
Permukaan granula pati yang kasar pada tepung sorgum fermentasi diduga karena adanya enzim amilase yang dihasilkan mikroba selama fermentasi spontan sorgum. (Irtwange dan Achimba (2009) melaporkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan mikroba selama 5 hari fermentasi ubi kayu dapat merusak granula pati. Enzim amilase akan menyerang secara acak ikatan α-1,4-D-glikosidik pada pati
40 kecuali dekat titik cabang yang mengandung α-1,6-D-glikosidik (Matsubara et al. 2004). Claver et al. (2010) menambahkan bahwa enzim terlebih dahulu menyerang bagian permukaan granula dan membentuk pori-pori pada permukaan. Dan ketika terjadi kerusakan internal granula, maka bagian internal granula juga akan membentuk pori-pori kecil sehingga enzim dapat menembus granula tersebut. Lima bentuk penyerangan enzim terhadap permukaan granula pati adalah mengikis bagian permukaan granula, membentuk pori kecil, mengikis sponge-like, membentuk pori dengan ukuran sedang, dan membentuk pori yang jelas pada bagian internal granula (Claver et al. 2010). Pati yang memiliki ukuran granula besar akan memiliki suhu gelatinisasi yang relatif lebih rendah dan viskositas maksimum yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena saat pemanasan, granula pati lebih mudah menyerap air sehingga akan tergelatinisasi pada suhu yang rendah dan granula pati mampu menyerap air yang banyak sebelum granulanya pecah sehingga dapat mencapai viskositas maksimum yang tinggi (Kusnandar 2011). b.
Sifat pasting Hasil uji ragam menunjukkan bahwa fermentasi spontan berpengaruh nyata
(α=0.05) terhadap viskositas puncak, viskositas minimum, dan viskositas breakdown (Lampiran 28, 30, 32). Sebaliknya, fermentasi spontan tidak berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap waktu gelatinisasi, suhu gelatinisasi, viskositas akhir, dan viskositas setback (Lampiran 26, 27, 34, 35). Hasil analisis menunjukkan bahwa tepung sorgum non fermentasi memiliki suhu gelatinisasi lebih tinggi daripada tepung sorgum fermentasi (Tabel 8). Penurunan suhu gelatinisasi diduga karena melemahnya struktur granula. Claver et al. (2010) melaporkan bahwa selama fermentasi, mikroba amilolitik menghasilkan enzim amilase yang akan menyerang ikatan α-1,4-D-glikosidik pada granula pati. Hal ini didukung dengan gambar struktur granula pada Gambar 12 yang menunjukkan bahwa fermentasi spontan biji sorgum menghasilkan permukaan granula yang lebih kasar dibandingkan tepung sorgum non fermentasi. Permukaan granula yang kasar diduga karena adanya enzim yang dihasilkan mikroba selama fermentasi yang dapat mendegradasi bagian luar dari granula.
41 Irtwange dan Achimba (2009) melaporkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan mikroba selama 5 hari fermentasi ubi kayu dapat merusak struktur granula pati. Tabel 8 Profil pasting tepung sorgum Waktu Suhu Perlakuan Viskositas (RVU) gelatinisasi gelatinisasi A B VP T BD VA (menit) (°C) Tepung Sorgum Fermentasi 1 1 8.10ns 74.50ns 2889b 1603b 1386b 2905ns 2 8.10ns 74.30ns 3101b 1727b 1315b 3043ns ns ns 3 8.07 74.30 3085b 1728b 1358b 3057ns ns ns 4 8.07 74.50 3022b 1741b 1281b 3092ns 5 8.20ns 74.88ns 2975b 1817b 1158b 3243ns ns ns 2 1 8.14 74.73 2781b 1482ab 1299b 2756ns 2 7.97ns 74.50ns 3207b 1772b 1435b 3091ns ns ns 3 7.90 74.70 3171b 1889b 1282b 3262ns 4 8.07ns 75.05ns 2929b 1673b 1256b 3013ns ns ns 5 8.10 74.68 3057b 1823b 1235b 3177ns Tepung Sorgum Non Fermentasi ns 8.24 76.10ns 1779a 1113a 666a 2507ns
SB 1303ns 1316ns 1329ns 1351ns 1427ns 1274ns 1319ns 1373ns 1340ns 1354ns 1394ns
(A):Konsentrasi garam (%); (B):Waktu fermentasi (hari); (VP):Viskositas maksimum; (T): Viskositas minimum; (BD): Breakdown; (VA): Viskositas akhir; (SB): Setback
Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama pemanasan, yang mengindikasikan kemampuan tepung untuk membentuk gel (Nicole et al. 2010). Peningkatan viskositas maksimum pada tepung sorgum fermentasi disebabkan karena meningkatnya kadar amilosa (Tabel 7) dan melemahnya struktur granula pati karena adanya enzim amilase. Enzim akan menyerang secara acak ikatan α-1,4-D-glikosidik pada pati dan membentuk pori pada granula pati sehingga mempermudah penyerapan air ke dalam granula maka dapat meningkatkan kemampuan membentuk gel. Peningkatan ini juga disebabkan menurunnya kadar lemak selama fermentasi spontan sorgum (Tabel 6). Lemak akan membentuk kompleks dengan amilosa sehingga akan menghambat difusi air ke dalam granula yang akan menurunkan kemampuan mengembang dari granula pati. Adanya kompleks antara lipid dan amilosa dapat mencegah terjadinya pengembangan granula pati dengan cara menurunkan kemampuan hidrasi dari rantai amilosa (Hoover et al. 2010). Kompleks ini membentuk heliks tunggal yang secara umum tidak larut air dan memiliki karakteristik kristalin (Copeland et al. 2009). Viskositas maksimum yang tinggi menghasilkan bentuk cookies yang lebih konsisten. Bentuk cookies
42 tepung sorgum non fermentasi lebih mudah rapuh dibandingkan dengan cookies yang dihasilkan dari tepung sorgum fermentasi (Gambar 19). Viskositas breakdown merupakan perbedaan antara viskositas maksimum dan viskositas minimum, yang mengindikasikan ketahanan adonan tepung terhadap pemanasan dan pengadukan. Semakin tinggi viskositas breakdown, maka semakin rendah ketahanan terhadap pemanasan dan pengadukan. Fermentasi spontan dapat meningkatkan viskositas breakdown pada tepung sorgum yang dihasilkan. Hal ini diduga karena meningkatnya kadar amilopektin pada tepung sorgum fermentasi (Tabel 7). Han dan Hamaker (2001) melaporkan bahwa meningkatnya kadar amilopektin pada pati beras akan meningkatkan viskositas breakdownnya. Viskositas breakdown yang tinggi diharapkan dalam pembuatan cookies karena dapat menurunkan ketahanan granula pati terhadap pemanasan dan pengadukan sehingga mempermudah terjadinya gelatinisasi pada adonan sehingga dapat mencegah terbentuknya tekstur masir. Lara et al. (2010) melaporkan bahwa tekstur masir pada biskuit dan cookies diduga karena tidak terjadi gelatinisasi sempurna pada adonan tepung selama pemanasan. Viskositas setback menunjukkan perbedaan antara viskositas akhir dan viskositas minimum selama proses pendinginan, yang mengindikasikan derajat retrogradasi pati, terutama amilosa (Nicole et al. 2010). Semakin rendah nilai viskositas setback adonan, maka semakin tahan retrogradasi. Retrogradasi adalah penyatuan kembali molekul-molekul amilosa yang telah tergelatinisasi saat pendinginan adonan melalui ikatan hidrogen (Winarno 2002). Fermentasi spontan menyebabkan penurunan viskositas setback pada tepung sorgum yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung sorgum fermentasi lebih tahan terhadap retrogradasi dibandingkan dengan tepung sorgum non fermentasi. Viskositas setback yang tinggi tidak diharapkan untuk produk kue, cake, maupun untuk rerotian, karena akan menyebabkan kekerasan sesudah produk dingin. Fermentasi spontan jagung selama 5 hari dapat meningkatkan viskositas maksimum (1790-1900 RVU), viskositas breakdown (460-470 RVU), tetapi menurunkan viskositas setback (7.8-4.7 RVU), viskositas akhir (21.1-19.0 RVU), dan suhu gelatinisasi (77.1-76.7 °C) (Yuan et al. 2007). Jika hasil tersebut dibandingkan dengan hasil analisis pada Tabel 8 terlihat bahwa tepung sorgum
43 fermentasi memiliki kemampuan membentuk gel yang lebih tinggi, ketahanan terhadap pemanasan dan pengadukan lebih rendah, dan lebih mudah mengalami retrogradasi bila dibandingkan dengan pati jagung terfermentasi.
a
b
Gambar 14 Kurva gelatinisasi tepung sorgum dengan (a) konsentrasi garam 1%, (b) konsentrasi garam 2%. Kurva gelatinisasi tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi dengan konsentrasi larutan garam 1% dan 2% selama 5 hari disajikan pada Gambar 14. Kurva tersebut menunjukkan bahwa fermentasi spontan sorgum dapat meningkatkan viskositas puncak, viskositas minimum, viskositas breakdown, dan viskositas akhir serta menurunkan viskositas setback. Hal ini mengindikasikan bahwa fermentasi spontan tepung sorgum dapat meningkatkan kemampuan membentuk gel, menurunkan ketahanan terhadap pemanasan dan pengadukan serta menurunkan retrogradasi dan sineresis. Dari karakteristik tersebut, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pengelompokan tipe profil gelatinisasi oleh
44 Scoch dan Maywald (1968), tepung sorgum fermentasi memiliki profil gelatinisasi tipe A. Tipe A adalah jenis pati yang memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi ketika dipanaskan dalam air dan ikatan internalnya menjadi lemah sehingga menjadi tidak tahan terhadap pengadukan. Kurva viskositas tipe ini menghasilkan puncak viskositas yang tinggi diikuti dengan pengenceran secara cepat selama pemasakan. c.
Rendemen tepung Rendemen tepung merupakan persentase tepung yang dapat dihasilkan dari
sejumlah tertentu biji sorgum. Proses fermentasi sorgum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α=0.05), sementara lamanya waktu fermentasi dan konsentrasi garam cenderung tidak berpengaruh terhadap rendemen tepung yang dihasilkan (Lampiran 36). Fermentasi dapat meningkatkan rendemen tepung sorgum yang dihasilkan (Gambar 15). Hal ini disebabkan karena adanya penyerapan air ke dalam biji dan aktivitas mikroba yang menghasilkan beberapa enzim selama fermentasi sorgum yang menyebabkan struktur biji menjadi lebih
Rendemen Tepung (%)
lunak sehingga lebih mudah dihaluskan pada saat proses penepungan. 85,00 80,00 75,00 70,00 65,00 60,00 55,00 50,00 0
1 2 3 4 Waktu Fermentasi (Hari)
Tepung kons' garam 1%
5
6
Tepung kons' garam 2%
Gambar 15 Pengaruh fermentasi terhadap rendemen tepung sorgum d.
Derajat putih Warna merupakan kriteria yang sangat penting untuk kualitas tepung.
Warna tepung harus bersih dan bebas dari warna yang gelap untuk penerimaan yang lebih baik. Pada penelitian ini, derajat putih tepung sorgum dibandingkan dengan standar, yaitu MgO 3 dengan nilai derajat putih sebesar 100%. Semakin mendekati nilai standar, maka tepung tersebut menjadi semakin putih. Hasil uji
45 ragam menunjukkan bahwa fermentasi memberikan pengaruh yang nyata (α=0.05) terhadap derajat putih tepung sorgum. Fermentasi spontan meningkatkan
Derajat Putih (%)
derajat putih tepung sorgum seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. 74,00 72,00 70,00 68,00 66,00 64,00 0
1
2 3 4 Waktu Fermentasi (Hari)
Tepung kons garam 1%
5
6
Tepung kons garam 2%
Gambar 16 Pengaruh fermentasi terhadap derajat putih tepung sorgum Peningkatan derajat putih tepung sorgum fermentasi diduga karena terlarutnya pigmen ke dalam cairan fermentasi dan terhambatnya reaksi pencoklatan enzimatis pada tepung sorgum karena adanya penurunan pH (5.513.80) selama fermentasi. Biji sorgum mengandung komponen flavonoid berupa pigmen antosianin (0-2800 mg/g) dan proantosianidin (0-68000 mg/g) yang merupakan pigmen larut air yang kecepatan degradasinya meningkat pada kondisi asam (Davidek et al. 1990; Dicko et al. 2006b). Degradasi antosianin selama fermentasi anggur disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme dan enzim glukosidase yang akan menghidrolisa ikatan 3-glikosidik sehingga menghasilkan aglikon yang tidak stabil (Davidek et al. 1990). Dalam tanaman antosianin terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan pentosa) (Wong 1989). Proantosianidin merupakan prekursor pigmen antosianidin yang berperan dalam reaksi pencoklatan enzimatik (Davidek et al. 1990). Reaksi pencoklatan enzimatik melibatkan senyawa fenolik sebagai substratnya dan enzim fenolase sebagai katalis dalam proses pencoklatan (Winarno 2002). Penurunan pH dapat menginaktifkan enzim fenolase (Davidek et al. 1990). Salimi (2012) melaporkan bahwa sorgum sosoh varietas Kawali mengandung senyawa fenol sebesar 975.61 mg GAE/100 g bk. Fermentasi selama
46 72 jam dapat menurunkan total fenol pada biji sorgum sosoh varietas Tabat dari 0.81 mg/g menjadi 0.64 mg/g (Mohammed et al. 2011). Peningkatan derajat putih tepung sorgum fermentasi mempengaruhi penerimaan panelis terhadap warna cookies yang dihasilkan. Berdasarkan skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna cookies yang dihasilkan (Gambar 18), terlihat bahwa panelis masih dapat menerima cookies yang dihasilkan dari 100% tepung sorgum fermentasi. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata kesukaan panelis yang masih berasa diatas skor 4 (netral). Sementara, nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna cookies 100% tepung sorgum non fermentasi berada dibawah skor kesukaan 4 (netral). Hal ini mengindikasikan bahwa warna cookies tersebut kurang disukai oleh panelis. e.
Kapasitas menyerap air dan menyerap minyak Hasil uji ragam menunjukkan bahwa fermentasi spontan berpengaruh
signifikan (α=0.05) terhadap kapasitas menyerap air dan menyerap minyak dari tepung sorgum (Lampiran 40 dan 42). Namun, lamanya waktu fermentasi dan konsentrasi garam cenderung tidak berpengaruh nyata (α=0.05). Kapasitas menyerap air mengindikasikan jumlah air yang tersedia untuk gelatinisasi, sedangkan kapasitas menyerap minyak mengindikasikan jumlah minyak yang dapat diserap oleh tepung (Eikhalifa et al. 2005). Fermentasi biji sorgum dapat menurunkan kapasitas menyerap air dan menyerap minyak pada tepung sorgum yang dihasilkan (Gambar 17). Penurunan kapasitas menyerap air diduga karena adanya aktivitas proteolitik selama fermentasi yang menyebabkan terjadinya degradasi struktur protein kompleks menjadi struktur yang lebih sederhana dan larut air (Fadlallah 2010). Protein larut air akan larut ke dalam cairan fermentasi dan terikut saat pencucian. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan jumlah kutub polar pada protein sehingga dapat menurunkan kapasitas menyerap air. Fermentasi spontan sorgum selama 36 jam dapat menurunkan fraksi protein larut air (14.2-12.5%) (Ibrahim et al. 2004).
Daya Serap Air/Minyak (%)
47
2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0
1 2 3 Waktu Fermentasi (Hari)
DSA Tepung kons garam 1% DSM Tepung kons garam 1%
4
5
DSATepung kons garam 2% DSM Tepung kons garam 2%
Gambar 17 Pengaruh fermentasi terhadap kapasitas menyerap air dan menyerap minyak tepung sorgum Kapasitas menyerap air yang tinggi atau yang rendah tidak diharapkan untuk pembuatan cookies. Jika kapasitas menyerap air tinggi akan mempengaruhi daya kembang adonan cookies saat dipanggang sehingga dapat merubah bentuk cookies atau menghasilkan tekstur cookies yang rapuh. Sebaliknya, jika kapasitas menyerap air rendah maka akan menghasilkan tekstur cookies yang keras. Tepung dengan nilai kapasitas air yang tidak telalu tinggi dan tidak terlalu rendah akan menghasilkan tekstur cookies yang lebih renyah. Penurunan kapasitas menyerap minyak diduga karena adanya aktivitas mikroba yang bersifat lipolitik selama fermentasi yang menyebabkan terjadinya degradasi lemak yang ditandai dengan menurunnya kadar lemak pada tepung sorgum fermentasi (Tabel 6). Hal ini menyebabkan menurunnya jumlah kutub non polar pada lemak sehingga dapat menurunkan kapasitas menyerap minyak. Ohenhen dan Ikenebomeh (2007) melaporkan adanya aktivitas enzim protease sebesar 4.80 mg/ml dan enzim lipase sebesar 1.38 mg/ml pada fermentasi spontan jagung (ogi) selama 72 jam. Kapasitas menyerap minyak yang tinggi tidak diharapkan dalam pembuatan cookies karena akan menghasilkan struktur cookies yang terbentuk kurang bagus. Lara et al. (2010) melaporkan bahwa tidak adanya gluten pada tepung jagung berpengaruh terhadap kestabilan gelembung gas, sehingga stabilitas gelembung gas yang seharusnya dilakukan oleh gluten akhirnya diperantarai oleh lemak. Hal ini mengakibatkan struktur cookies yang terbentuk kurang bagus yaitu permukaan
48 kasar dengan lubang kecil yang sangat banyak dan beberapa bagian hancur sehingga tekstur seperti ini kurang disukai oleh konsumen. Karakteristik Organoleptik Cookies Tepung Sorgum Tepung sorgum non fermentasi dan tepung sorgum fermentasi yang dihasilkan, selanjutnya digunakan sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan produk cookies. Pembuatan cookies dilakukan dengan menggunakan perlakuan persentase substitusi tepung sorgum non fermentasi dan tepung sorgum fermentasi sebesar 0, 50, dan 100%. Produk cookies yang dihasilkan diuji karakteristik organoleptiknya menggunakan uji hedonik (uji kesukaan) dan uji skala dengan 7 tingkatan skor penilaian. Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah panelis tidak terlatih sebanyak 25 orang panelis. Pengaruh Substitusi Tepung Sorgum Terhadap Tingkat Kesukaan Cookies Uji organoleptik yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk cookies yang dihasilkan adalah uji hedonik (uji kesukaan). Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat yaitu skor 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik organoleptik produk cookies yang dihasilkan dari substitusi tepung sorgum non fermentasi dan tepung sorgum fermentasi disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap nilai kesukaan cookies
49 Hasil analisis terhadap uji kesukaan cookies menunjukkan bahwa penambahan tepung sorgum dalam pembuatan cookies mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis
terhadap
karakteristik
organoleptiknya.
karakteristik
organoleptik yang diujikan adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan dari produk cookies tersebut. Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari suatu produk pangan. Oleh karena itu, warna memegang peranan yang penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Pada cookies yang dibuat dalam penelitian ini, penggunaan tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi sebagai bahan utama mempengaruhi warna cookies yang dihasilkan. Secara visual cookies yang dihasilkan dari 100% tepung terigu berwarna kuning kecoklatan cerah (Gambar 19a). Sedangkan dengan semakin banyak tepung sorgum non fermentasi atau tepung sorgum fermentasi yang ditambahkan, maka akan dihasilkan warna cookies yang semakin coklat pucat (Gambar 19b, 19c, 19d, dan 19e).
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 19 Produk cookies substitusi tepung sorgum: (a) 100% tepung terigu; (b) 50% subtitusi tepung sorgum fermentasi; (c) 100% tepung sorgum fermentasi; (d) 50% subtitusi tepung sorgum non fermentasi; (e) 100% tepung sorgum non fermentasi Hasil uji lanjut ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap tingkat kesukaan warna cookies yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Gambar 18) menunjukkan bahwa warna cookies yang dihasilkan dari 100% tepung terigu tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan cookies yang disubstitusi dengan 50% tepung sorgum fermentasi. Jika persentasi substitusi tepung sorgum fermentasi ditingkatkan menjadi 100%, maka menghasilkan warna cookies yang berbeda
50 nyata (α=0.05) dengan warna cookies 100% tepung terigu, tetapi tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan warna cookies 50% tepung sorgum non fermentasi. Namun, berdasarkan skor rata-rata kesukaan panelis, cookies 100% substitusi tepung sorgum fermentasi masih memiliki skor kesukaan 4.88 yang berarti agak suka. Nilai ini menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima cookies yang dihasilkan dari 100% tepung sorgum fermentasi dari segi warna. Aroma merupakan hasil rangsangan kimia dari syaraf-syaraf olfaktori yang berada dibagian akhir dari rongga hidung (Setser 1995). Aroma merupakan bau yang dicium karena sifatnya yang volatil (mudah menguap). Aroma cookies tercium terutama setelah cookies selesai dipanggang. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut aroma disajikan pada Gambar 18. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, aroma cookies substitusi 50% tepung sorgum fermentasi tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan cookies 100% terigu dan cookies 100% substitusi tepung sorgum fermentasi. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma cookies 100% tepung sorgum sebesar 4.96 yang berarti agak suka. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi aroma, panelis masih dapat menerima cookies yang dihasilkan dari 100% tepung sorgum fermentasi. Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, manis, asam, pahit, dan umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangat rendah. Rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut (Fellows 2000). Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh lidah. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, diketahui bahwa rasa cookies pada penambahan 50% tepung sorgum fermentasi tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan cookies 100% tepung terigu, tetapi berbeda nyata (α=0.05) dengan cookies 100% tepung sorgum fermentasi. Namun, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa cookies 100% tepung sorgum fermentasi sebesar 4.84 yang berarti agak disukai. Hal ini menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima rasa cookies 100% tepung sorgum fermentasi. Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk bakery (Setser 1995). Pada cookies, tekstur merupakan atribut produk yang cukup penting karena penilaian utama cookies
51 biasanya dari tekstur. Tekstur pada cookies meliputi kekerasan, kemudahan untuk dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows 2000). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tekstur cookies substitusi 50% tepung sorgum fermentasi tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan cookies 100% terigu dan cookies 100% substitusi tepung sorgum fermentasi. Tekstur cookies 100% tepung sorgum fermentasi memiliki nilai rata-rata kesukaan sebesar 4.96 yang menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima tekstur cookies 100% tepung sorgum fermentasi. Parameter keseluruhan (overall) digunakan dalam uji hedonik untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut yang ada pada produk. Hal ini dilakukan karena hasil pengujian terhadap atribut tertentu saja seperti warna, aroma, rasa, dan tekstur dapat menunjukkan nilai yang berbedabeda. Sehingga, dengan pengujian atribut keseluruhan, diharapkan dapat diketahui cookies tepung sorgum yang lebih disukai oleh panelis. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa secara keseluruhan cookies 100% terigu tidak berbeda nyata (α=0.05) dengan cookies 50% substitusi tepung sorgum fermentasi. Sementara, cookies 100% tepung sorgum fermentasi dan cookies 50% substitusi tepung sorgum non fermentasi tidak berbeda nyata (α=0.05), tetapi berbeda nyata dengan cookies 100% terigu dan cookies 50% substitusi tepung sorgum fermentasi. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan menunjukkan bahwa cookies 100% tepung sorgum fermentasi dan cookies 50% tepung sorgum non fermentasi masih dapat diterima oleh panelis. Sedangkan, cookies 100% tepung sorgum non fermentasi tidak dapat diterima oleh panelis karena memiliki nilai skor rata-rata sebesar 3.52. Pengaruh Substitusi Tepung Sorgum terhadap Tingkat Kemasiran Cookies Uji organoleptik yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemasiran cookies yang dihasilkan adalah uji skala. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu, skor 1 (sangat masir), 2 (masir), 3 (agak masir), 4 (netral), 5 (agak tidak masir), 6 (tidak masir), dan 7 (sangat tidak masir). Hasil uji tingkat kemasiran disajikan pada Gambar 20. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan tepung sorgum dalam pembuatan cookies mempengaruhi tingkat kemasirannya.
52 Karakteristik masir (berpasir) adalah kesan kasar seperti pasir ketika cookies dimakan dan kesan tersebut terasa sampai akhir rasa dimulut (Khomsatin et al. 2011). Grafik pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap tingkat kemasiran cookies pada Gambar 20, menunjukkan bahwa proses fermentasi spontan biji sorgum dapat menurunkan tekstur masir pada cookies tepung sorgum. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat kemasiran cookies 100% tepung terigu tidak berbeda nyata (α<0,05) dengan cookies 50% substitusi tepung sorgum fermentasi. Sebaliknya, berbeda nyata (α<0,05) dengan tingkat kemasiran cookies 100% tepung sorgum fermentasi, dan cookies 50% dan 100% tepung sorgum non fermentasi. Berdasarkan skor rata-rata terlihat bahwa tingkat kemasiran cookies 50% substitusi tepung sorgum fermentasi masih dapat diterima panelis yang ditandai dengan nilai rata-rata tingkat kemasiran yang berada diatas skor 4 (netral). Sementara, panelis kurang menerima tingkat kemasiran cookies 100% tepung fermentasi dan cookies yang disubstitusi dengan tepung sorgum non fermentasi.
Gambar 20 Pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap tingkat kemasiran cookies Karakteristik masir pada cookies sorgum diduga disebabkan karena sifat endosperm biji sorgum yang keras sehingga menghasilkan partikel tepung yang bersifat kasar (Taylor et al. 2006). Diketahui bahwa tepung sorgum non fermentasi dengan tahapan perendaman biji sorgum hanya 1 jam, sehingga diduga proses penyerapan air ke dalam endosperm belum maksimal yang mengakibatkan pelunakan endosperm kurang maksimal. Sementara pada tepung sorgum fermentasi, terjadi pelunakan endosperm biji sorgum yang disebabkan karena
53 adanya penyerapan air yang maksimal dan aktivitas mikroba yang menyebabkan struktur biji menjadi lebih lunak. Hal ini ditandai dengan jumlah rendemen tepung sorgum fermentasi yang lebih tinggi dibanding dengan rendemen tepung sorgum non fermentasi (Gambar 15). Karakteristik masir pada cookies sorgum dan biskuit jagung juga disebabkan karena gelatinisasi yang terjadi selama pemanggangan hanya terjadi pada sebagian pati (Taylor et al. 2006, Lara et al. 2010). Tidak adanya gluten pada tepung jagung berpengaruh terhadap kestabilan gelembung gas pada adonan, sehingga stabilitas gas yang seharusnya dilakukan oleh gluten akhirnya diperantarai oleh lemak. Hal ini mengakibatkan lemak akan membentuk kompleks dengan amilosa pada adonan sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan dapat mencegah terjadinya pengembangan granula pati dengan cara menurunkan kemampuan hidrasi dari rantai amilosa (Hoover et al. 2010). Lemak dapat menghambat proses gelatinisasi dengan cara sebagian besar lemak akan diserap oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Hal ini menyebabkan penurunan kekentalan dan kelekatan pati akibat berkurangnya jumlah air yang dapat diserap untuk terjadinya pengembangan granula. Sebelumnya diketahui bahwa kandungan lemak tepung sorgum non fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan tepung sorgum fermentasi (Tabel 6). Sehingga kemungkinan terbentuknya kompleks lemakamilosa pada tepung sorgum non fermentasi lebih besar dibandingkan pada tepung sorgum fermentasi yang disuga dapat menyebabkan rendahnya nilai kelarutan dan kemampuan pengembangan granula.
54
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Waktu penyosohan dan kadar air optimal untuk biji sorgum varietas Kawali yang disosoh menggunakan mesin penyosohan Satake Grain Testing Mill dengan jumlah biji saat penyosohan 100 g adalah 140 detik dengan kadar air biji 20% bb. Fermentasi spontan sorgum selama 5 hari melibatkan Bakteri Asam Laktat (BAL) dan khamir. BAL merupakan mikroba yang dominan tumbuh selama fermentasi spontan dengan jumlah maksimum diperoleh pada hari kedua fermentasi dengan penambahan konsentrasi garam 2% yaitu 9.11 log cfu/ml. Fermentasi spontan sorgum berpengaruh nyata terhadap karakteristik kimia tepung sorgum yang meliputi kadar air, abu, karbohidrat, pati, amilosa, dan amilopektin, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak dan kadar protein. Fermentasi spontan juga berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik tepung sorgum yang meliputi rendemen tepung, derajat putih, viskositas puncak, viskositas minimum, viskositas breakdown, kapasitas menyerap air dan minyak. Sebaliknya fermentasi spontan tidak berpengaruh nyata terhadap waktu gelatinisasi, suhu gelatinisasi, viskositas akhir, dan viskositas setback. Fermentasi spontan biji sorgum dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap sifat sensori (warna, aroma, rasa, dan tekstur) dan menurunkan tingkat kemasiran pada cookies sorgum. Cookies dengan penggunaan 50% substitusi tepung sorgum fermentasi memiliki karakteristik organoleptik tidak berbeda nyata dengan cookies 100% tepung terigu. Namun, apabila dilihat dari skor rata-rata kesukaan panelis, secara umum cookies dengan penggunaan 100% tepung sorgum fermentasi masih dapat diterima oleh panelis.
Saran Agar kualitas tepung sorgum fermentasi yang dihasilkan seragam maka proses fermentasi dilakukan secara terkendali dengan penambahan jumlah dan jenis starter yang seragam.
55
DAFTAR PUSTAKA Afify AEMR, El-Beltagi HS, El-Salam SMA, Omran AA. 2012. Biochemical changes in phenols, flavonoids, tannins, vitamin E, β-carotene and antioxidant activity during soaking of three white sorghum varieties. Asian Pac J Trop Biomed. 2(3):203-209. doi: 10.1016/S2221-1691(12)60042-2. Ali AA, Mustafa MM. 2009. Isolation, characterization and identification of lactic acid bacteria from fermented sorghum dough used in Sudanese Kisra preparation. Pak J Nutr. 8 (11): 1814-1818. Amrinola W. 2010. Kajian pembuatan nasi sorgum (Sorgum bicolor L) instan rendah tanin [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anggraeni R. 2011. Penurunan kadar oksalat umbi walur (Amorphophallus campanulatus var. Sylvestris) dan karakterisasi serta aplikasi pati walur pada cookies dan mie [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Axelsson L. 1998. Lactid Acid Bacteria: Classification and Physiology. Di dalam: Salminen S, Wright AV, editor. Lactid Acid Bacteria : Microbiology and Functional Aspects (2th ed.). New York: Marcel Dekker, Inc. Awika JM, Rooney LW. 2004. Sorghum phytochemicals and their potential impact on human health. Phytochem. 65 (9):1199–1221. doi: 10.1016/j.phytochem.2004.04.001. [AOAC] Asssociation of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of Analysis (15th ed.) Ed 15. Arlington: V.A. AOAC Inc. doi: 10.1016/S22211691(12)60042-2. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic plate count. [http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/LaboratoryMethods/Bacteriol ogicalAnalyticalManualBAM/UCM063346 [5April 2011]. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan agribisnis: Tinjauan aspek kesesuaian lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2: 30. Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. [CAC] Codex Alimentarius Commision. 1989. Codex standard for sorghum flour 173-1989. [http://codex_stan_173-1989.cac.co.us [13 Mei 2011]. Claver IP, Zang H, Li Q, Zhu K, Zhou H. 2010. Impact of the soak and the malt on the physicochemical properties of the sorghum starches. Int J Mol Sci. 11: 3002-3015. doi:10.3390/ijms11083002.
56 Copeland Les, Jaroslav Blazek, Hayfa Salman, Mary Chiming Tang. 2009. Form and functionality of starch. Food Hydrocolloids. 23: 1527–1534. doi:10.1016/j.foodhyd.2008.09.016, Correai I, Nunes A, Guedes S, Barros AS, Delgadillo I. 2010. Screening of lactic acid bacteria potentially useful for sorghum fermentation. J Cer Sci. 52: 915. doi:10.1016/j.jcs.2010.02.011. Dalode GV, Jespersen L, Hounhouigan J, Moller PL, Nago CM, Jakobsen M. 2007. Lactic acid bacteria and yeasts associated with gowe´ production from sorghum in Be´nin. J Appl Microbiol. 103: 342–349. doi:10.1111/j.1365-2672.2006.03252. Damardjati DS, Widowati S, Wargiono J, Purba S. 2000. Potensi dan pendayagunaan sumber daya bahan pangan lokal serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan untuk penganekaragaman pangan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pengembangan. 24. Das D, Mondal S, Roy SK, Maiti D, Bhunia B, Maiti TK, Islam SS. 2009. Isolation and characterization of a heteropolysaccharide from the corn of Amorphophallus campanulatus. Carbohydr Res. 344 (18): 2581–2585. doi: 10.1016/j.carres.2009.09.025. Davidek J, Velisek J, Pokorny J. 1990. Chemical Changes During Food Processing. Amsterdam: Elsevier Science Publishers. Dewi NS. 2000. Pengaruh substitusi tepung sorgum pada tepung terigu terhadap mutu wafel [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dicko MH, Gruppen H, Traore AS, Voragen AGJ, Berkel WJHV. 2006a. Sorghum grain as human food in Africa: relevance of content of starch and amylase activities. African J Biotec. 5 (5): 384-395. doi: 10.5897/AJB05.060. Dicko MH, Gruppen H, Traore AS, Voragen AGJ, Berkel WJHV. 2006b. Phenolic compounds and related enzymes as determinants of sorghum for food use. Biotechnol Mol Biol Rev. 1 (1): 21-38. Dykes L, Rooney LD, Waniska RD, Rooney WL (2005). Phenolic compounds and antioxidant activity of sorghum grains of varying genotypes. J Agric Food Chem. 53: 6813-6818. doi:10.1021/jf050419e. Elkhalifa AEO, Schiffler B, Bernhart R. 2005. Effect of fermentation on the functional properties of sorghum flour. Food Chem. 92: 1-5. doi: 10.1016/j.foodchem.2004.05.058. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Chemical composition and nutritive value of sorghum and pearl millet. http://www.fao.org/docrep/T0818E/T0818E0a.htm#Chapter4chemicalcom positionandnutritivevalue. [20 Mei 2011].
57 Fadlallah OE, Tinay AHE, Babiker EE. 2010. Biochemical Characteristics of Sorghum Flour Fermented and/or Supplemented with Chickpea Flour. Int J Biol Life Sci. 6 (1): 21-25. Fellows P. 2000. Food Processing Tecnology. England: Woodhead Publishing Limited. Fennema OR. 1996. Food Chemistry (4th ed.). New York: Marcel Dekker. Forsythe SJ, Hayes PR. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP (3th ed.). Maryland: Aspen Publisher, Inc. Frazier WC, Westhoff DC. 1988. Food Microbiology (4thed). New York: Mc Graw-Hill Book Co. Funami T, Kataoka Y, Omoto T, Goto Y, Asai I, Nishinari K. 2005. Food hydrocolloids control the gelatinization and retrogradation behavior of starch. 2a. functions of guar gums with different molecular weights on the gelatinization behavior of corn starch. Food Hydrocolloids 19: 15–24. doi:10.1016/j.foodhyd.2004.04.008. Gernah DI, Ariahu CC, Ingbian EK. 2011. Effect of malting and lactic fermentation on some chemical and functional properties of maize (Zea may). Am J Food Technol. 6 (5): 404-412. doi:10.3923/ajft.2011.404.412. Gobetti MA, Corsetti A, Rossi J. 1994. The sourdough microflora. Interactions between lactic acid bacteria and yeast: Metabolism of carbohydrates. J Appl Microbial Biotechnol. 41: 456-460. doi:10.1007/BF01982535. Han XZ, Hamaker BR. 2001. Amylopectin Fine Structure and Rice Starch Paste Breakdown. J Cer Sci. 34 (3): 279-284. doi:10.1006/jcrs.2001.0374. Hoover R, T Hughes, H. J Chung dan Q. Liu. 2010. Composition, molecular structure, properties and modification of pulse starches: A review. Food Res Int 43: 399-413. doi:10.1016/j.foodres.2009.09.001. Hubbard JK, Hall HH, Earle FR. 1950. Composition of the component part of sorghum kernel. Cereal Chem. 27: 415-420 Hugo LF, Rooney LW, Taylor JRN. 2003. Fermented sorghum as a functional ingredient in composite breads. Am Assoc Cereal Chem Inc. 80 (5):495– 499. doi:10.1094/CCHEM.2003.80.5.495. Ibrahim FS, Babiker EE, Yousif NE, Tinay AHE. 2005. Effect of fermentation on biochemical and sensory characteristics of sorghum flour supplemented with whey protein. Food Chem. 92:285–292. doi:10.10161j.foodchcm. 2004.07.024. Irtwange SV, Achimba O. 2009. Effec of duration of fermentation on the quality of gari. Curr Res J Biol Sci. 1 (3):150-154.
58 Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Khomsatin S, Sugiyono, Haryanto B. 2012. Kajian pengaruh pengukusan bertekanan (Steam Pressure Treatment) terhadap sifat fisikokimia tepung jagung. J Teknol dan Industri Pangan. 23 (1):86-93. Kusnandar F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat. Laimeheriwa J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Irian Jaya: Balai Informasi Pertanian, Departemen Pertanian. Lara E, Cortes P, Briones V, Perez M. 2011. Structural and physical modificationsof corn biscuits during baking prosess. LWT Food Sci Technol. 44: 622-630. doi: 10.1016/j.lwt.2010.10.007. Madoroba E, Steenkamp ET, Theron J, huys G, Scheirlinck I, Cloete TE. 2009. Polyphasic taxonomic characterization of lactic acid bacteria isolated from spontaneous sorghum fermentations used to produce ting, a traditional South African food. African J Biotechnol. 8 (3): 458-463. Marcellin DJEK, Solange AKA, Zinzendrof NY, Celestin YAOK, Guillaume LY. 2009. Predominant lactic acid bacteria involved in the spontaneous fermentation step of tchapalo process, a traditional sorghum beer of cote d’ivoire. Res J Biol Sci. 4 (7): 789-795. doi: rjbsci.2009.789.795. Matsubara T, Ammar YB, Anindyawati T, Yamamoto S, Ito K, Izuka M, Minamiura N. 2004. Degradation of raw starch granules by alpha-amylase purified from culture of Aspergillus awamori KT-11. J Biochem Mol Biol. 37: 422-428. Mohammed S, Steenson LR, Kirleis AW. 1991. Isolation and characterization of microorganisms associated with the traditional sorghum fermentation for production of sudanese kisrat. Appl Environ Microbiol. 57 (9): 2529-2533. Mohammed NA, Ahmed IAM, Babiker EE. 2011. Nutritional Evaluation of Sorghum Flour (Sorghum bicolor L. Moench) During Processing of Injera. World Acad Sci Engine Technol. 75: 72-76. Munck L. 1994. New milling technologies and products: Whole plant utilization by milling and separation of the botanical and chemical components.In Sorghum and Millets: Chemistry and Technology. St. Paul: Am Assoc Cereal Chem. 223-281. Mudjisihono R, Damardjati DS. 1987. Prospek kegunaan sorgum sebagai sumber pangan dan pakan. J Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 6 (1): 1-4. Nicole M, Fei HY, Claver IP. 2010. Characterization of ready-to-eat composite porridge flours made by soy-maize-sorghum-wheat extrusion cooking process. Pak J Nutr. 9 (2): 171-178. doi: 10.3923/pjn.2010.171.178.
59 Ohenhen RE, Ikenebomeh MJ. 2007. Shelf stability and enzyme activity studies of ogi: a corn meal fermented product. J Am Sci. 3 (1): 38-42. Onweluzo JC, Nwabugwu CC. 2009. Fermentation of millet (Pennisetum americanum) and pigeon pea (cajanus cajan) seeds for flour production: effects on composition and selected functional properties. Pak J Nutr. 8 (6): 737-744. Patiwiri WA. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pot B, Ludwig W, Kersers, Schiefer K. 1994. Taxonomy of Lactic Acid Bacteria. Dalam: L. De Vuyst dan E.J. Vandamme. Bacteriocins of lactic acid bacteria: Microbiology, genetic dan application. London: Blackie Academic. Richana N, Sunarti TC. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubikelapa dan gembili. J.Pascapanen. (1) 1: 29-37. Rooney LW, Waniska RD, Subramanian R. 1997. Overcoming constraints to utilization of sorghum and millet. In ‘Proceedings of the International Conference on Genetic Improvement of Sorghum and Pearl Millet’. India: ICRISAT. 549-557. Saeed M, Anjum FM, Zahoor T, Nawaz H, Rehman SU. 2009. Isolation and characterization of starter culture from spontaneous fermentation of sourdough. Int J Agric Biol. 11 (3): 329–332. Salimi YK. 2012. Peran ekstrak dan tepung sorgum (Sorghum bicolor L) dalam penghambatan kanker secara In Vitro dan In Vivo pada Mencit BALB/c [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sanchez-Rivera MM et al. 2010. Acetylation of banana (Musa paradisiaca L.) and maize (Zea Mays L.) starches using a microwave heating procedure and iodine as catalyst: Partial characterization. Starch J. 62: 155-164. doi: 10.1002/star.200900209. Scoch TJ, Maywald EC. 1968. Preparation and Properties of Various Legume Starches. Cereal Chem. 45: 546-573. Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. J Litbang Pertanian. 22:4. Stanbury PF, Whitaker A, Hall SJ. 2003. Principles of Fermentation Technology (2th ed.). London: Butterworth-Heinemann. Steinkraus KH. 2002. Fermentations in world food processing. Comp Rev In Food Sci Food Safety. 1: 23-32. DOI: 10.1111/j.1541-4337.2002.tb00004.
60 Taylor JRN, Schober TJ, Bean SR. 2006. Novel food and non-food uses for sorghum and millets. J Cer Sci. 44: 252–271. doi:10.1016/j.jcs.2006.06.009. Thahir R. 2010. Revitalisasi penggilingan padi melalui inovasi penyosohan mendukung swasembada beras dan persaingan global. Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (3): 171-183 Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 2004. Microbiology an Introduction (8th ed.). Pearson- Benjamin Cumming. Utami D. 2008. Isolasi dan identifikasi mikroba dari ampok sorgum coklat serta potensinya dalam mendegradasi pati dan protein [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Vandenbergh PA. 1993. Lactic Acid Bacteria, their metabolic product and interference with microbial growth. FEM Microbial Rev. 12: 221-237. doi:10.1016/0168-6445(93)90065-H. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wiratama A. 2010. Karakterisasi sifat fisik dan kimia dan nilai gizi produk ekstrusi berbahan dasar sorgum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York: Van Nostrand Reinhold.
61
LAMPIRAN
62 Lampiran 1 Hasil uji one-way ANOVA rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 9 6188.107 687.567 285.14 <.0001 Galat 10 24.114 2.411 Total 19 6212.221 Lampiran 2 Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan Waktu penyosohan Jumlah Nilai Pengelompokan (detik) data tengah duncan 0 2 100.000 a 20 2 84.470 b 40 2 77.725 c 60 2 67.640 d 80 2 59.860 e 100 2 56.280 f 120 2 53.570 f 140 2 48.845 g 160 2 45.445 gh 180 2 43.540 h Lampiran 3
Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 9 2397.503 266.389 224.76 <.0001 Galat 10 11.852 1.185 Total 19 2409.355 Lampiran 4 Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan Waktu penyosohan Jumlah Nilai Pengelompokan (detik) data tengah duncan 0 2 35.275 f 20 2 51.225 e 40 2 56.135 d 60 2 62.365 c 80 2 65.230 b 100 2 67.455 b 120 2 67.455 b 140 2 71.090 a 160 2 70.545 a 180 2 72.410 a
63 Lampiran 5 Hasil uji one-way ANOVA kadar tanin tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 9 5925.847 658.427 603.14 <.0001 Galat 10 10.917 1.092 Total 19 5936.764 Lampiran 6 Hasil uji lanjut DMRT kadar tanin tepung sorgum pada beberapa waktu penyosohan Waktu penyosohan Jumlah Nilai Pengelompokan (detik) data tengah duncan 0 2 5.720 a 20 2 3.216 b 40 2 1.938 c 60 2 1.627 d 80 2 1.333 e 100 2 0.746 f 120 2 0.349 g 140 2 0.000 h 160 2 0.000 h 180 2 0.000 h Lampiran 7 Hasil uji one-way ANOVA rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa kadar air Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 6 231.479 38.580 6.28 0.014 Galat 7 42.985 6.141 Total 13 274.463
Lampiran 8 Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa kadar air Kadar air Jumlah Nilai Pengelompokan (%bb) data tengah duncan 9 2 48.845 c 16 2 59.430 ab 20 2 60.850 a 23 2 60.855 a 25 2 53.790 bc 29 2 57.585 ab 31 2 58.785 ab
64 Lampiran 9
Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum pada beberapa kadar air Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 6 148.056 24.676 51.56 <.0001 Galat 7 3.350 0.479 Total 13 151.407 Lampiran 10 Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum pada beberapa kadar air Kadar air Jumlah Nilai Pengelompokan (%bb) data tengah duncan 9 2 71.090 a 16 2 64.955 b 20 2 64.275 b 23 2 63.595 b 25 2 63.865 b 29 2 60.410 c 31 2 60.860 c Lampiran 11 Jumlah mikroba yang tumbuh selama fermentasi spontan sorgum Konsentrasi Waktu fermentasi Jumlah BAL Jumlah kapang Garam (%) (hari) (log cfu/ml) (log cfu/ml) 1 0 6.562 6.756 1 8.393 7.279 2 8.848 7.407 3 8.756 7.130 4 8.364 6.230 5 7.952 6.097 2 0 6.562 6.756 1 8.778 7.908 2 9.107 7.985 3 8.854 7.851 4 8.663 7.137 5 8.074 6.820 Lampiran 12 Hasil uji one-way ANOVA kadar air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 26.588 2.658 9.79 0.0004 Galat 11 2.987 0.272 Total 21 29.575
65 Lampiran 13 Hasil uji lanjut DMRT kadar air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 11.17 a 1 1 2 8.03 bcd 2 2 8.96 b 3 2 8.39 bc 4 2 7.56 cd 5 2 7.75 bcd 2 1 2 6.81 d 2 2 8.31 bc 3 2 8.48 bc 4 2 7.55 cd 5 2 7.34 cd Lampiran 14
Hasil uji one-way ANOVA kadar lemak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 0.203 0.0202 0.08 0.9998 Galat 11 2.779 0.253 Total 21 2.981 Lampiran 15 Hasil uji one-way ANOVA kadar abu tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 0.233 0.023 197.22 <.0001 Galat 11 0.001 0.0001 Total 21 0.234
66 Lampiran 16 Hasil uji lanjut DMRT kadar abu tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 0.47 a 1 1 2 0.27 e 2 2 0.18 g 3 2 0.16 gh 4 2 0.28 e 5 2 0.30 d 2 1 2 0.27 e 2 2 0.14 h 3 2 0.22 f 4 2 0.36 c 5 2 0.44 b Lampiran 17
Hasil uji one-way ANOVA kadar protein tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 0.885 0.088 0.50 0.8608 Galat 11 1.965 0.179 Total 21 2.850 Lampiran 18 Hasil uji one-way ANOVA kadar karbohidrat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 48.341 4.834 7.20 0.0015 Galat 11 7.381 0.671 Total 21 55.722
67 Lampiran 19
Hasil uji lanjut DMRT kadar karbohidrat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 57.77 d 1 1 2 60.26 cd 2 2 66.48 abc 3 2 65.42 bc 4 2 66.15 abc 5 2 64.83 bc 2 1 2 70.03 ab 2 2 72.78 a 3 2 70.46 ab 4 2 66.79 abc 5 2 60.81 cd
Lampiran 20
Hasil uji one-way ANOVA kadar pati tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 421.069 42.107 5.45 0.0049 Galat 11 85.062 7.733 Total 21 506.131 Lampiran 21 Hasil uji lanjut DMRT kadar pati tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 78.44b b a 1 1 2 83.02 a 2 2 82.54a a a 3 2 82.70 a 4 2 83.50a a a 5 2 83.02 a 2 1 2 84.49a a a 2 2 83.11 a 3 2 82.54a a a 4 2 83.40 a 5 2 83.85a a
68 Lampiran 22 Hasil uji one-way ANOVA kadar amilosa tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 41.437 4.144 3.62 0.0229 Galat 11 12.597 1.145 Total 21 54.034
Lampiran 23 Hasil uji lanjut DMRT kadar amilosa tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi data tengah duncan garam (%) (hari) 0 0 2 11.38 d 1 1 2 13.45 bcd 2 2 15.35 ab 3 2 13.32 bcd 4 2 14.77 abc 5 2 13.84 abcd 2 1 2 12.56 cd 2 2 16.22 a 3 2 15.57 ab 4 2 13.73 abcd 5 2 15.13 abc Lampiran 24 Hasil uji one-way ANOVA kadar amilopektin tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 315.440 31.544 3.01 0.0422 Galat 11 115.253 10.478 Total 21 430.694
69 Lampiran 25
Hasil uji lanjut DMRT kadar amilopektin tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) Data tengah duncan (hari) 0 0 2 46.40 b 1 1 2 46.81 b 2 2 51.13 ab 3 2 52.11 ab 4 2 51.38 ab 5 2 50.99 ab 2 1 2 57.47 a 2 2 56.56 a 3 2 54.90 a 4 2 53.06 ab 5 2 45.68 b
Lampiran 26 Hasil uji one-way ANOVA waktu gelatinisasi tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 0.174 0.017 0.56 0.8126 Galat 11 0.334 0.031 Total 21 0.514 Lampiran 27 Hasil uji one-way ANOVA suhu gelatinisasi tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 5.059 0.506 2.01 0.1333 Galat 11 2.764 0.251 Total 21 7.822 Lampiran 28 Hasil uji one-way ANOVA viskositas puncak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 3128724.818 312872.482 4.97 0.0070 Galat 11 691974.500 62906.773 Total 21 3820699.318
70 Lampiran 29
Hasil uji lanjut DMRT viskositas puncak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 1779 a 1 1 2 2889 b 2 2 3101 b 3 2 3085 b 4 2 3022 b 5 2 2975 b 2 1 2 2781 b 2 2 3207 b 3 2 3171 b 4 2 2929 b 5 2 3057 b
Lampiran 30 Hasil uji one-way ANOVA viskositas minimum tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 929673.091 92967.309 2.98 0.0437 Galat 11 343234.000 31203.091 Total 21 1272907.091 Lampiran 31 Hasil uji lanjut DMRT viskositas fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah fermentasi garam (%) data (hari) 0 0 2 1 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2
minimum tepung sorgum non Nilai tengah
Pengelompokan duncan
1113 1603 1727 1728 1741 1817 1482 1772 1889 1673 1823
a b b b b b ab b b b b
71 Lampiran 32 Hasil uji one-way ANOVA viskositas breakdown tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 845188.828 84518.882 4.86 0.0077 Galat 11 191102.500 17372.955 Total 21 1036291.318 Lampiran 33
Hasil uji lanjut DMRT viskositas breakdown tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Jumlah Nilai Pengelompokan Konsentrasi fermentasi data tengah duncan garam (%) (hari) 0 0 2 666 a 1 1 2 1386 b 2 2 1315 b 3 2 1358 b 4 2 1281 b 5 2 1158 b 2 1 2 1299 b 2 2 1435 b 3 2 1282 b 4 2 1256 b 5 2 1235 b
Lampiran 34 Hasil uji one-way ANOVA viskositas akhir tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 981969.000 98196.900 1.02 0.4812 Galat 11 1054987.000 95907.909 Total 21 2036956.000 Lampiran 35 Hasil uji one-way ANOVA viskositas setback tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 37168.091 3716.809 0.16 0.9965 Galat 11 258301.000 23481.909 Total 21 295469.091 Lampiran 36
Hasil uji one-way ANOVA rendemen tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 1004.458 100.446 13.37 <.0001 Galat 11 82.615 7.510 Total 21 1087.073
72 Lampiran 37 Hasil uji lanjut DMRT rendemen tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 54.51 c 1 1 2 68.61 ab 2 2 75.70 a 3 2 72.37 ab 4 2 67.05 b 5 2 71.01 ab 2 1 2 71.49 ab 2 2 76.85 a 3 2 75.44 a 4 2 74.78 ab 5 2 72.04 ab
Lampiran 38
Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 1339.301 13.930 53.62 <.0001 Galat 11 2.858 0.260 Total 21 142.159
Lampiran 39 Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 64.80 g 1 1 2 67.89 f 2 2 72.57 ab 3 2 70.86 cd 4 2 72.61 ab 5 2 69.41 e 2 1 2 71.39 c 2 2 73.73 a 3 2 71.59 bc 4 2 73.27 a 5 2 69.82 de
73 Lampiran 40 Hasil uji one-way ANOVA kapasitas menyerap air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 2.500 0.250 82.59 <.0001 Galat 11 0.033 0.003 Total 21 2.534 Lampiran 41 Hasil uji lanjut DMRT kapasitas menyerap air tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 2.46 a 1 1 2 1.37 bc 2 2 1.11 e 3 2 1.38 bc 4 2 1.45 b 5 2 1.27 cd 2 1 2 1.48 b 2 2 1.21 de 3 2 1.48 b 4 2 1.46 b 5 2 1.36 bc Lampiran 42 Hasil uji one-way ANOVA kapasitas menyerap minyak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 10 0.052 0.005 8.26 0.0008 Galat 11 0.007 0.001 Total 21 0.059
74 Lampiran 43 Hasil uji lanjut DMRT kapasitas menyerap minyak tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi Waktu Konsentrasi Jumlah Nilai Pengelompokan fermentasi garam (%) data tengah duncan (hari) 0 0 2 0.94 a 1 1 2 0.87 b 2 2 0.82 bc 3 2 0.84 bc 4 2 0.82 bc 5 2 0.84 bc 2 1 2 0.78 c 2 2 0.76 c 3 2 0.79 bc 4 2 0.76 c 5 2 0.77 c Lampiran 44 Penetapan gula menurut Luff Schoorl Na 2 S 2 O 3 Glukosa, fruktosa dan Na 2 S 2 O 3 0.1 N (mL) gula inversi (mg) 0.1 N (mL) 1 2.4 13 2 4.8 14 3 7.2 15 4 9.7 16 5 12.2 17 6 14.7 18 7 17.2 19 8 19.8 20 9 22.4 21 10 25.0 22 11 27.6 23 12 30.3
Glukosa, fruktosa dan gula inverse (mg) 33.0 35.7 38.5 41.3 44.2 47.1 50.0 53.0 56.0 59.1 62.2
75 Lampiran 45 Contoh lembar kerja uji hedonik UJI HEDONIK Tanggal Nama Panelis Jenis Sampel Parameter
: : : Cookies : Warna Cookies
Petunjuk
: Dihadapan anda terdapat 5 macam sampel cookies, amati warnanya masing-masing lalu tentukan penilaian anda terhadap warna sampel dengan memberikan tanda (√) pada tingkat kesukaan yang sesuai dengan penilaian saudara
Penilaian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
247
Kode Sampel 835
321
639
307
Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral Agak suka Suka Sangat suka
Komentar :
................................................................................................................................ ................................................................................................................................
Lampiran 46 Contoh lembar kerja uji skala UJI SKALA Tanggal Nama Panelis Jenis Sampel Parameter
: : : :
Petunjuk
:
Penilaian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Cookies Tekstur masir cookies Dihadapan anda terdapat 5 macam sampel cookies, cicipi masing-masing sampel lalu tentukan penilaian anda terhadap tekstur masir sampel dengan memberikan tanda (√) pada tingkat kemasiran yang sesuai dengan penilaian saudara
247
321
Kode Sampel 835
639
307
Sangat masir Masir Agak masir Netral Agak tidak masir Tidak masir Sangat tidak masir
Komentar :
................................................................................................................................. .................................................................................................................................
76 Lampiran 47 Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 4 90.768 22.692 14.05 <.0001 Galat 120 193.840 1.615 Total 124 248.608 Lampiran 48 Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies Jumlah Nilai Pengelompokan Tepung Komposit data tengah duncan Tepung Terigu 100% 25 6.16 a Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 5.72 a Tepung sorgum fermentasi 100% 25 4.88 b Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 4.84 b Tepung sorgum fermentasi 100% 25 3.68 c Lampiran 49 Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap aroma cookies Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 4 113.312 28.328 20.34 <.0001 Galat 120 167.120 1.393 Total 124 280.432 Lampiran 50 Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap aroma cookies Jumlah Nilai Pengelompokan Tepung Komposit data tengah duncan Tepung Terigu 100% 25 6.04 a Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 5.60 ab Tepung sorgum fermentasi 100% 25 4.96 bc Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 4.56 c Tepung sorgum fermentasi 100% 25 3.28 d Lampiran 51 Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap rasa cookies Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 4 108.048 27.012 17.01 <.0001 Galat 120 190.560 1.588 Total 124 298.608
77 Lampiran 52 Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap rasa cookies Jumlah Nilai Pengelompokan Tepung Komposit data tengah duncan Tepung Terigu 100% 25 6.24 a Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 5.68 a Tepung sorgum fermentasi 100% 25 4.84 b Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 4.32 bc Tepung sorgum fermentasi 100% 25 3.64 c
Lampiran 53 Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap tekstur cookies Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr>F Perlakuan 4 117.760 29.440 19.82 <.0001 Galat 120 178.240 1.485 Total 124 296.000 Lampiran 54 Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap tekstur cookies Jumlah Nilai Pengelompokan Tepung Komposit data tengah duncan Tepung Terigu 100% 25 5.92 a Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 5.60 ab Tepung sorgum fermentasi 100% 25 4.96 bc Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 4.32 c Tepung sorgum fermentasi 100% 25 3.20 d Lampiran 55 Hasil uji cookies Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
one-way ANOVA uji organoleptik terhadap keseluruhan DB 4 120 124
JK 103.888 146.080 249.968
KT 25.972 1.217
F Hit 21.34
Pr>F <.0001
Lampiran 56
Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap keseluruhan cookies Jumlah Nilai Pengelompokan Tepung Komposit data tengah duncan Tepung Terigu 100% 25 6.12 a Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 5.72 a Tepung sorgum fermentasi 100% 25 5.00 b Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 4.56 b Tepung sorgum fermentasi 100% 25 3.52 c
Lampiran 57
Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap tingkat kemasiran cookies
78 Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
DB 4 120 124
JK 168.560 158.640 327.200
KT 42.140 1.322
F Hit 31.88
Pr>F <.0001
Lampiran 58 Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap tingkat kemasiran cookies Jumlah Nilai Pengelompokan Tepung Komposit data tengah duncan Tepung Terigu 100% 25 4.60 a Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 4.00 a Tepung sorgum fermentasi 100% 25 3.32 b Substitusi tepung sorgum fermentasi 50% 25 2.32 c Tepung sorgum fermentasi 100% 25 1.36 d Lampiran 59 Spesifikasi KETT Digital Whiteness Meter Model C-100 Measurement principle : reflective index Measurement range : 5-70 Sample volume : approximately 10-15 ml Response time : 5 seconds/sample Resolution : 0.1% Display : whiteness, number of tests Ambient temperature : 0-40°C Ambient humidity : 0-85% RH (non-condensing) Power source : 100-120 V/220-240 VAC max Functions : zero, average Display type : LED (digital) Communications : N/A Measurement mode : single Weight (kg) (net/shipment) : 8/13 Dimensions (mm) : 300 W x 105 H x 550 (D) Gambar KETT Digital Whiteness Meter Model C-100
79 Lampiran 60 Spesifikasi Rapid Visco Analyzer Rapid Visco Analyzer RVA TecMaster Newport Scientific Pty Limited Australia Technical specifications Physical specifications Height (tower down) Width Depth Weight Connections Power supply
Water supply
Computer interface Operating conditions Operating temperature range Humidity
Altitude System Testing temperature range Heating/cooling rate Test length Speed range Viscosity range Number of stored test profiles Data entry Display Installation category (overvoltage category) Pollution degree
: 320 mm : 254 mm : 398 mm : 18 kg : AC 230 V ± 10% 50 Hz or AC 110 V ± 10% 60 Hz (as marked on label) 500 VA : 1 L/min at maximum 250 kpa (at instrument) < 25°C (chilled water supply required for operation below room temperature) : RS-232, 9 pin “D” connector : 5-40°C : < 80% (up to 31°C) < 70% (34°C) < 60% (37°C) < 50% (40°C) : < 2000 m : 0-99.9°C : up to ± 14°C/minute (variable) : up to 100 minutes : 20-1000 rpm (variable) : 40-12000 cp at 80 rpm : 4 (standard) : four-key pad : 4 line x 20 character vacuum fluorescent : II :2
80 Gambar RVA TecMaster
Lampiran 61 Spesifikasi Scanning Electron Microscope Model JSM-5310LV Resolution Low-vacuum mode : 5.5 nm (WD 8 mm, Accv, 30 kV, backscattered electron image) High-vacuum mode : 4.0 nm (WD 6 mm, Accv, 30 kV, secondary electron image) Magnification (Mag.) Low-vacuum mode : x 15 (WD 48 mm) to 200,000 (25 steps) Observable Mag. depends on the type of specimen High-vacuum mode : x 15 (WD 48 mm) to 200,000 (25 steps) Image modes Low-vacuum mode : BEI (3 modes: composition, topography, and mixed images) High-vacuum mode : SEI and BEI (3 modes: composition, topography, and mixed images) Electron optical system Accv. : 0.5 to 3 kV; 100 V step (26 steps) 5 to 30 kV; 5 kV steps (6 steps) Hysteresis elimination function is linked for Accv. change Electron gun filament : Cartridge type (precentered filament using) Hinge type gun open/close mechanism Filament monitor : Built-in
81 Gambar Scanning Electron Microscope Model JSM-5310LV
Lampiran 62 Spesifikasi Ion Coater EIKO ENGINEERIG, LTD. 50 YAMAAZAKI NAKAMINATO IBARAKI JAPAN Model IB-2 Vacuum chamber : 130 mmϕ x 110 mmH Upper electrode (Target) : 50 mmϕ (Round) Lower electrode : 52 mmϕ Specimen mount : On lower electrode Cooling of specimen mount : Water cooling Clearance between target and specimen mount : 20 mm, 35 mm Ionization voltage : D.C. 0 ~ 1,400 V Ionization current : 10 mA (max) on ammeter attached Coating electrode : Au; Au – Pd, Pt - Pd Operating vacuum : 0.05 ~ 0.2 Torr Vacuum regulation : Needle valve controlled Vacuum gauge : Not provided Vacuum pump : 20ℓ/min R.P (Separate) Dimensions : 384 (W) x 220 (D) x 345 (H) Weight of mai unit : 14 kg R.P. : 22 kg Gambar Ion Coater EIKO ENGINEERIG, LTD