IMPLEMENTASI METODE SOROGANDALAM PEMBELAJARAN KITAB KUNING ( STUDI DESKRIPTIF DI PONDOK PESANTREN DARUTTAUHID AL ‘ALAWIYYAH POTROYUDAN JEPARA DAN PONDOK PESANTREN DARUSSALAM BERMI MIJEN DEMAK)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Tarbiyyah Dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Oleh : KHARIR MOH MUZANI NIM :229531 UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JEPARA 2015
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: KharirMohMuzani
NIM
: 229531
Jurusan/Prodi Studi
: Tarbiyah/PAI
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian / karya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Demak, 22 September 2015 Saya yang menyatakan
KHARIR MOH MUZANI NIM : 229531
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 bandel Hal
: NaskahSkripsi A.n. Sdra. KharirMohMuzani Assalamu’alaikumWr. Wb
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini kami kirim naskah skripsi Saudara: Nama
: Kharir Moh Muzani
NomorInduk
: 229531
Judul
: Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Deskriptif di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak)
Dengan ini kami mohon kiranya naskah skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasyahkan. Demikian harap menjadikan maklum. Wassalamu’alaikumWr. Wb
Jepara, 22 September 2015
Pembimbing
Drs. H. Akhirin, M.Ag
ii
ABSTRAK
Kharir Moh Muzani, 29531. Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Deskriptif di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak), Pembimbing Drs. H. Akhirin, M.Ag Kata Kunci: Metode Sorogan, Pembelajaran, Kitab Kuning Metode sorogan memiliki ciri penekanan yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal. Metode ini dianggap paling intensif, karena dilakukan perseorangan, tujuan dirumuskan dengan jelas, dan ada kesempatan bertanya secara langsung walaupun waktunya terbatas (partisipasi aktif). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. 2) mengetahui kelebihan dan kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang mempunyai karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan tidak mengubah bentuk simbol atau angka dan bersifat deskriptif yang didasarkan pada pertanyaan bagaimana. Dan teknik pengolahan datanya adalah dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak terletak pada kebijakan yang menyamaratakan semua santri dengan mewajibkan kepada semua santri untuk mengikuti metode pembelajaran sorogan. (2) Kelebihan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak adalah menumbuhkan kemandirian dan keistiqomahan santri dalam belajar, mengasah kemampuan analisis santri dalam memahami suatu materi yang dikaji, meningkatkan kemampuan santri dalam berpikir kritis, meningkatkan kemampuan dalam membaca kitab sesuai kaidah. Sedangkan kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak adalah minimnya waktu yang sediakan, keterbatasan tenaga pengajar, dan kondisi santri yang tidak mendukung.
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lain lagi dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan transliterasinya dengan huruf latin. Huruf Arab أ ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و
Nama alif ba ta sa jim ha kha dal zal ra za sin syin sad dad ta za 'ain gain fa qaf kaf lam mim nun wau
Huruf Latin Dilambangkan b t s j h kh d z r z s sy s da t z ' g fa q k l m n w
v
Keterangan tidak dilambangkan be te es (dg. titik di atas) je ha (dg.titik di bawah) ka dan ha de zet (dg. titik di atas) er zet es es dan ye es (dg. titik di bawah) de (dg. titik di bawah) te (dg. titik di bawah) zet (dg. titik di bawah) koma terbalik di atas ga ef ki ka el em en we
هـ ء ي
ha hamzah ya
h " y
ha apostrof ye
2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal satu monoftong dan vokal rangkap atau diftong: a. Vokal tunggal Tanda Keterangan Fathah pendek َ Kasrah pendek ِ ُ
Huruf Latin a
Contoh َأَكَل
i
ٌإِبِل
u
ٌأُحُد
Zummah pendek
b. Vokal rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harokat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu : Tanda Nama ي َ Fathah dan ya و َ Fathah dan wawu
Huruf Latin ai au
Contoh ٌكَيْد ٌُموْز
3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Tanda Nama أ َ يFathah dan alif atau ya ي ِ Kasrah dan ya و
ُ Zammah wau
Huruf Latin â
Contoh َكَان
î
ْبَنِي
û
ُكوُْنوْا
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Illahi Rabbi Yang Maha Penolong Lagi Maha Mengabulkan Do’a, semoga ridha-Nya selalu menyertai setiap engkal langkahku sehingga kesuksesan dan kebahagiaan menjadi akhir dari semua perjuangan yang mesti ku tempuh. Kupersembahkan Karya ini untuk..... 1. Ayah dan Ibuku tercinta, sungguh kasih dan sayangmu sangat berarti bagi hidupku. 2. Para kyai dan asatidz yang telah membimbing dan mendidikku tanpa rasa lelah dan frustasi. 3. Bapak & ibu guruku yang mulia yang selalu menjadi pelita dalam studiku karenamu aku bisa mewujudkan harapan & anganku sebagai awal menggapai cita-cita. 4. Rekan-rekan seangkatanku yang selalu menjadi teman seperjuangan dalam mengarungi masa-masa pendidikan ketika di UNISNU Jepara
vii
MOTTO
‘‘Dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar RA. Rasulullah SAW bersabda: Ingatlah masing-masing kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang lelaki juga pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang wanita juga seorang pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan pembantu juga pemimpin bagi harta tuannya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang laki-laki juga pemimpin bagi harta orang tuanya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Serta setiap orang juga pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya’’. (Hadits Riwayat Bukhari)1
1
Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Maghirah Bin Bardazibah Al Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari, Juz 4 (Bairut, Libanon: Dar Al Kutub Alamiyah, 1992), hlm. 444
viii
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahimm
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat nikmat, karunia, taufik serta hidayah-Nya yang berupa kesempatan serta waktu yang sangat berharga, sehingga peneliti dapat menyelesaikan sebuah karya dalam bentuk skripsi dengan judul Implementasi Metode Sorogan dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Deskriptif di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak). Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada guru besar kita Rasulullah saw, pembawa rahmat bagi seeluruh alam. Beserta kerabat, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga akhir zaman. Sebuah karya sederhana dalam bentuk skripsi ini disusun dengan bekal dan pengetahuan yang sangat terbatas, sehingga tanpa dukungan, bantuan dan petunjuk serta do’a dari berbagai pihak, maka akan sangat sulit bagi peneliti untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan penuh rasa syukur peneliti haturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhtarom, H.M, selaku Rektor UNISNU Jepara. 2. Drs. H. Akhirin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah UNISNU Jepara, sekaligus dosen pembimbing yang dengan ikhlas, penuh dengan kesabaran serta tanggung jawab dalam memberikan petunjuk, bimbingan, dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini
ix
3. Para Dosen Fakultas Tarbiyah yang telah membekali peneliti dengan berbagai pengetahuan dan ilmu, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 4. KH. Mundziri Jauhari dan KH. M. Barokah Syarqowi, yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di tempatnya. 5. Segenap staf perpustakaan UNISNU Jepara yang telah memberikan ijin dan layanan perpustakaan. 6. Segenap rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya. 7. Ayah dan Ibu tercinta, atas do'a dan restunya. Atas segala bantuan yang telah beliau-beliau berikan, peneliti ucapkan terimakasih dan semoga amal baik mereka semoga di balas yang setimpal oleh Allah SWT. Amin Jazakumullah Akhsanal Jaza'
Jepara, 22 September 2015 Peneliti,
KharirMohMuzani NIM. 229531
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................
ii
HALAMAN NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iv
ABSTRAKSI.....................................................................................................
v
PEDOMAN TRANSLITER ............................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
ix
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
x
KATA PENGANTAR ......................................................................................
xi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Penegasan Istilah ........................................................................
9
C. Rumusan Masalah ...................................................................... 11 D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 11 E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 12 F. Kajian Pustaka............................................................................ 12 G. Metode Penelitian....................................................................... 14 H. Sistematika Penelitian skripsi .................................................... 27 BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Metode Sorogan ......................................................................... 30
xi
1.
Pengertian Metode Sorogan ................................................ 30
2.
Dasar dan Tujuan................................................................. 33
3.
Teknik Penerapan Metode Sorogan .................................... 34
4.
Kelemahan dan Kelebihan Metode Sorogan ....................... 38
5.
Penerapan Metode Sorogan ................................................. 39
B. Pembelajaran Kitab Kuning ....................................................... 40 1. Pengertian Pembelajaran ...................................................... 40 2. Faktor-faktor Pembelajaran .................................................. 42 3. Kitab Kuning ........................................................................ 50 C. Kerangka Berfikir....................................................................... 65 BAB III : LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak 69 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid AlAlawiyah Jepara ................................................................... 69 a. Identitas Pondok ............................................................. 69 b. Sejarah Historis .............................................................. 70 2. Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak ........... 82 a. Sejarah Pondok .............................................................. 82 b. Identitas Pesantren ......................................................... 85 c. Letak Geografis .............................................................. 86 d. Keadaan Ustadz .............................................................. 87 e. Sarana dan Prasarana...................................................... 91
xii
B. Data Khusus Penelitian .............................................................. 92 1. Data tentang Pelaksanaan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara ......................... 92 2. Data tentang Pelaksanaan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak ........................ 96 3. Data tentang Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak ......................................... 101 BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam BermiMijenDemak…. ............................................ 108 B. Analisis Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi MijenDemak ............................................................................... 113 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 117 B. Saran ........................................................................................... 120 C. Penutup....................................................................................... 121
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Dalam prakteknya, masyarakat ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini, tidak hanya segi materiil dan moril, namun telah ikut pula serta memberikan sumbangsih yang signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang termaktub dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,1 Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut dibutuhkan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang masing-masing mempunyai tujuan sendiri yang selaras dengan tujuan tersebut. Salah satu dari pada lembaga pendidikan tersebut adalah pondok pesantren. Pesantren biasa disebut pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok), dengan Kyai (Abuya, Encik, Ajengan, atau Tuan Guru) sebagai tokoh utama dan masjid sebagai pusat lembaganya.2 Atau pesantren bisa juga disebut tempat para santri atau murid dalam mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syekh3
1
Redaksi Sinar Grafika. UU Sisdiknas 2003 (UU RI No. 20 tahun 2003). (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 5. 2 Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: PT. Bayu Berkah, 1979), hlm. 5. 3 Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: CV. Darama Bhakti, 1978), hlm. 38
1
2
sebagai benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim Indonesia. Sebagai sebuah lembaga pendidikan keagamaan , sistem pendidikan pesantren didasari, digerakkan, dan diarahkan oleh nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran dasar islam. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat.4 Menurut Mastuhu yang dikutip oleh Ahmad Muthohar, mengatakan, nilai yang mendasari pesantren digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu : 1) nilai-nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak yang bersifat fiqih-sufistik dan berorientasi pada kehidupan ukhrowi, dan 2) nilai-nilai agama yang memiliki kebenaran relative, bercorak empiris dan pragmatis untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan menurut hukum agama.5 Berbicara sistem yang berkembang didunia pesantren, maka sistem yang berkembang dipesantren sangatlah independent
sesuai dengan
keinginan pengasuh atau Kyai. Maka tak jarang sistem yang berkembang dipondok pesantren tidak ada intervensi dari pihak luar. Hal inilah yang membuat keberadaan pondok pesantren menjadi unik dan tetap eksis dalam kelebihan dan kekurangannya. Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat pada sistem pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan, sejauh mana pondok 4
M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan,( Jakarta: CV. Prasasti, 2003), hlm. 13-14. 5 Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra) hlm. 20
3
pesantren tetap mempertahankan sistem pembelajaran lama yang cenderung menggunakan pendekatan individual dan kelompok, dan sejauh mana pondok pesantren menyerap sistem pendidikan modern yang lebih mengedepankan pendekatan klasikal. Dari berbagai tingkat konsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan oleh sistem modern, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu: (a) Pondok pesantren salafiyah;
(b) pondok pesantren khalafiyah; (c)
pondok pesantren campuran/kombinasi.6 Dari masing-masing bentuk pondok pesantren yang ada, nampaknya setiap pondok pesantren mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat dijadikan nilai tambah (nilai jual) dibanding dengan pondok pesantren yang lainnya. Seperti pondok pesantren yang konsentrasi pada ilmu Al-qur‟an mulai qira’ah sampai tahfizh yang dikenal dengan pondok pesantren Alqur‟an. Ada juga yang lebih berkonsentrasi hadist,
yang
dikenal
dengan
pada
pembelajaran
ilmu
dengan pesantren hadist. Ada pesantren
fiqih, pesantren ushul fiqih, pesantren tasawwuf,7 dan juga terkadang ada pondok pesantren yang sebenarnya berorientasi pada ilmu fiqih (hal ini disandarkan
pada
kapabilitas
keilmuan
sang
Kyai)
namun
dalam
implementasinya juga berorientasi pada penekanan ilmu alat yang dikenal dengan ilmu nahwu dan shorof, sehingga diharapkan santri yang nyantri dipondok pesantren
6
tersebut mampu memainkan
peranannya sebagai
Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 29 7 Ibid, hlm. 31.
4
alumni dari pondok pesantren tersebut yang menguasai ilmu fiqih serta menguasai ilmu alat (yang dikenal dengan ilmu nahwu dan shorof) juga mampu menjelaskan maksud dari konteks kitab (arab) yang dikaji, baik dari sisi makna, kosakata maupun balaghahnya dan juga satu persatu maksud dari kata tersebut yang dikenal dengan istilah mengi’rob. Inilah fenomena yang terjadi pada pondok pesantren yang coba kami jadikan obyek pada penelitian skripsi ini. Dari ketiga bentuk pondok pesantren yang telah disebutkan di atas, tidak semuanya memakai kurikulum dan metode yang sama. Hal ini disebabkan oleh perbedaan orientasi yang dijadikan tujuan pembelajaran oleh pengasuh selaku pemimpin tunggal pondok pesantren. Kitab-kitab yang djadikan rujukan dikenal dengan sebutan kitab kuning atau kitab gundul. Disebut demikian karena biasanya dicetak diatas kertas berwarna kuning8 dan tidak diberi tanda baca (syakal atau harakat) sama sekali, dan hanya orang-orang yang mengerti ilmu alatnya sajalah (ilmu nahwu dan shorof) yang dapat membacanya dan mengerti maksud dari konteks yang dimaksud tersebut. Sehingga dalam pembahasannya akan lebih komperehensif serta mudah dimengerti. Materi dari kitab-kitab tersebut bisa sampai kepada santri manakala disampaikannya dengan menggunakan metode yang baik. Sehingga materi yang disampaikan dengan metode yang baik maka pembelajaran akan berjalan dengan efektif. Ada beberapa metode yang dipakai dikalangan 8
Maksum, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 31.
5
pondok
pesantren, diantaranya : metode
sorogan,
metode
wetonan
(bandongan), metode musyawarah/bahtsul masail, metode pengajian pasaran, metode hafalan, metode demonstrasi/praktek ibadah dsb.9 Satu dari sekian banyak ragam metode yang telah disebutkan diatas, maka terdapat metode sorogan kaitannya dengan efektifitas dalam pembelajaran kitab kuning. Sejauh mana pengaruh perubahan pembelajaran yang disampaikan dengan melalui metode sorogan dapat memperoleh hasil yang maksimal, dalam hal ini barometernya ialah kemampuan
membaca
kitab kuning bagi santri setelah pelaksanaan metode ini. Metode sorogan merupakan metode pengajaran individual. Menurut Zamachsari Dhofier, dalam metode ini seorang murid mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris al-Qur‟an atau kitab-kitab bahasa arab dan menterjemahkannya kedalam bahasa jawa. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya.10 Metode sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan islam tradisional, sebab metode ini menuntut kesabaran, kerajinan ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Kebanyakan murid-murid pengajian dipedesaan gagal dalam pendidikan dasar ini. Disamping itu banyak diantara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat
9
Depag RI, Op. cit, hlm. 37. Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1983), hlm. 28. 10
6
mengikuti pendidikan selanjutnya dipesantren, sebab pada dasarnya hanya murid-murid yang telah menguasai metode sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari metode bandongan di pesantren. Qodry A. Azizy menilai bahwa metode sorogan adalah lebih efektif dari pada metode-metode yang lain dalam dunia pesantren. Dengan cara santri menghadap kiai atau ustadz secara individual untuk menerima pelajaran secara langsung, kemampuan santri dapat terkontrol oleh ustadz dan kiainya.11 Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seseorang dalam menguasai bahasa arab. Guru tidak hanya sekedar mengetahui minat dan intelegensi siswa tetapi juga tentang kepribadian, sifat, karakter sebagai pribadi yang utuh..12 Metode ini memiliki ciri penekanan yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal. Metode ini dianggap paling intensif, karena dilakukan perseorangan, tujuan dirumuskan dengan jelas, dan ada kesempatan bertanya secara langsung walaupun waktunya terbatas (partisipasi aktif). Dalam pemakaian metode sorogan ini, secara umum memang akan menemui berbagai kendala, antara lain dari segi waktu dan tenaga mengajar kurang efektif, karena membutukan waktu yang relatif lama apalagi bila santri yang belajar sangat banyak akan membutukan waktu yang sangat panjang dan banyak mencurahkan tenaga untuk mengajar. Banyak menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, keuletan, dan kedisiplinan pribadi seorang
11
Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar, (Yogyakarta, LKIS, 2000), hlm. 106. 12 M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 28-29
7
kyai (ustadz). Tanpa ada sifat-sifat tersebut di atas, maka proses pembelajaran dengan menggunakan metode sorogan tidak akan tercapai secara maksimal.13 Pondok pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan pengajaran kitab kuning masih menggunakan metode sorogan. Dalam prakteknya, pelaksanaan metode sorogan di pondok pesantren tersebut menggunakan sistem klasikal adalah disesuaikan dengan tingkat kemudahan dan kesulitan dalam mempelajari kitab kuning. Hal tersebut ditujukan khususnya bagi santri baik yang pemula dalam belajar kitab kuning maupun yang ingin menjadi ulama‟ agar santri lebih mudah dalam membaca, menerjemahkan dan memahami materi yang ada dalam kitab kuning yang mana materi kitab kuning tersebut berisikan tentang ilmu-ilmu keislaman. Inilah sisi yang menarik dari metode sorogan, yang mana dalam mengimplementasikan
metode sorogan ini, Kyai atau asatidz tidak
memprioritaskan kuantitas kitab yang dikaji, namun lebih pada menekankan pada kualitas santri dalam mengetahui dan memahami ilmu nahwu dan shorof dalam implementasi pada kitab, ini yang sering disebut dengan istilah mengi’rob. Itulah tujuan utama dari metode sorogan di Pondok pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, dengan tidak mengesampingkan isi yang terkandung dalam kitab tersebut. Hal ini disebabkan oleh latar belakang basic pondok pesantren
13
Zamachsari Dhofier,Loc. Cit.
8
tersebut yang dikenal dengan keahlian dalam ilmu fiqih dan ilmu alatnya yaitu nahwu dan shorof. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa dengan metode tersebut, pencapaian dalam hal kualitas tata bahasanya (ilmu nahwu dan shorof), para santri akan semakin terasah dan terus terasah dibawah bimbingan seorang Kyai yang sangat telaten. Maka peneliti berkeyakinan bahwa sebagus apapun sebuah metode tanpa penguasaan metode itu sendiri maka tak jarang akan menemui kegagalan didalamnya. Namun l a i n halnya
kalau
metode
tersebut
mampu
dikuasai
dengan
baik dan
disampaikan dengan cara yang baik pula maka kita akan dapat meraih hasil yang memuaskan. Setelah mengamati
berbagai kelebihan
dan kekurangan
yang
dimiliki metode sorogan, maka peneliti tertarik untuk membahas judul skripsi ini dilihat dari sudut keefektifannya dalam pembelajaran kitab kuning diantaranya : Pertama, walaupun telah ada metode-metode pengajaran baru yang dipakai dalam pesantren, tetapi metode sorogan masih dipraktikkan disebagian besar pondok pesantren, khususnya di pondok pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan pondok pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. Kedua, kaitannya dengan efektifitas dalam pembelajaran kitab kuning, untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan pembelajaran yang disampaikan melalui metode sorogan dapat memperoleh hasil yang maksimal, dalam hal ini barometernya ialah kemampuan membaca kitab kuning bagi santri setelah pelaksanaan metode ini.
9
Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti bermaksud untuk meneliti lebih jauh tentang keefektifan pelaksanaan metode sorogan dalam pengajian kitab kuning yang telah diterapkan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak . Hal ini peneliti anggap penting mengingat metode ini telah memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap cara memahami dan mendalami ilmu-ilmu keislaman. Oleh karena itu peneliti merasa sangat tertarik dengan permasalahan ini dengan mengambil judul :“ IMPLEMENTASI METODE SOROGAN DALAM PEMBELAJARAN KITAB KUNING (Studi Deskripstif Di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara Dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak)”. B. Penegasan Istilah Supaya tidak terjadi kesalahan interprestasi terhadap skripsi ini, maka peneliti sajikan penegasan judul sebagai berikut: 1. Implementasi adalah merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan atau berupa pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.14 2. Metode Sorogan adalah kegiatan pembelajaran bagi santri yang lebih menitikberatkan
pada
pengembangan
kemampuan
perseorangan
(individu), dibawah bimbingan seorang ustadz atau kyai.15 3. Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau
14
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Edisi ke-3) (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 427 15 Maksum, Op. Cit., hlm. 74.
10
makhluk hidup belajar16, sedangkan menurut Syaiful Sagala pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai baru17, adapun menurut Suparno dkk., pembelajaran adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan belajar mengajar.18 4. Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa arab atau berhuruf arab sebagai produk pemikiran ulama‟-ulama‟ masa lampau (as salaf) yang ditulis dengan format khas pra modern, sebelum abad ke-17-an M.19 Dari uraian definisi diatas, maka yang dimaksud efektifitas pelaksanaan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dalam penelitian skripsi ini adalah kesesuaian penggunaan metode klasikal yaitu metode sorogan dengan ketercapaian tujuan yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dalam mempelajari kitab kuning yang mana dalam pembelajarannya lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan individu dalam membaca kitab kuning.
16
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 17. 17 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 61. 18 Suparno, Sulaiman, Ruslan Effendy, Dimensi-dimensi Mengajar, (Bandung: Pustaka Sinar Baru, 1986), hlm. 35. 19 Marzuki Wahid, Pesantren Masa Depan ; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 222.
11
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak? 2. Apa kelebihan dan kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak.
12
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memperkuat teori bahwa metode pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan proses belajar mengajar. b. Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan khazanah dan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Pendidikan Agama Islam c. Mampu menambah khazanah keilmuan Pendidikan Agama Islam dalam memberikan pengetahuan tentang peningkatan ikemampuan membaca kitab kuning peserta didik dalam proses pembelajaran dalam kelas. 2. Manfaat Praktis.
a. Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak.
b. Sebagai motivator dalam meningkatkan kualitas mengajar guru/ustadz Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak.
F. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah sebagai perbandingan terhadap penelitian yang ada baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang ada sebelumnya.Di samping itu, kajian pustaka juga mempunyai andil besar dalam rangka
13
mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah. Pertama, tulisan Drs. Maksum, MA., “Pola Pembelajaran di Pesantren”, berisi tentang metode dan pendekatan yang dilakukan dalam pembelajaran di pesantren. Dalam buku ini, pembahasan hanya berpusat pada metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran kitab kuning di pesantren.20 Kedua, karya ilmiah M. Syaikudin yang berjudul “Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Sabilur Rosyad Sukun Malang”, dalam skripsi ini peneliti hanya memfokuskan penelitian pada bentuk pembelajaran dan kendala yang muncul dalam pembelajaran kitab kuning, dari sisi penggunaan metode peneliti tidak menyinggung kecuali sedikit.21 Ketiga, karya ilmiah Syaiful Arif yang berjudul “Efektifitas Metode Bandongan (Wetonan) dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Mergosono Malang)”, dalam
skripsi ini peneliti hanya memfokuskan penelitian pada metode bandongan yang digunakan dalam pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren salafiyah syafi‟iyah Nurul Huda Mergosono Malang.22 Keempat, buku Zamakhsari Dhofier, “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai”, Buku ini membahas tradisi pesantren 20
Drs. Maksum, MA., Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta : Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, R.I., 2003). 21 M. Syaikhudin, Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Sabilul Rosyad Sukun Malang, (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011). 22 Syaiful Arif, Efektifitas Metode Bandongan (Wetonan) dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Mergosono Malang), (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim, 2007)
14
dengan
fokus
utama
pada
peranan
kyai
dalam
memelihara
dan
mengembangkan faham Islam tradisional di Jawa. Buku ini bermaksud menggambarkan dan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pesantren dan Islam tradisional di Jawa yang dalam periode Indonesia moderen sekarang ini tetap menunjukkan vitalitasnya sebagai kekuatan sosial, kultural dan keagamaan yang turut membentuk bangunan kebudayaan Indonesia moderen.23
F. Metode Penelitian Metode penelitian adalah ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.24 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu Jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan prosedur statistic atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).25 Ciri- ciri pendekatan kualitatif adalah: (a) mempunyai latar belakang alami sebagai sumber data dan penelitian
23
Zamarkhsari Dhofir, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1983). 24 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dengan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 6. 25 H.M. Djunaidi Ghony, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Prosedur, Tehnik dan Teori Groundid, (Surabaya: Maret, 1997), hlm. 11.
15
dipandang sebagai instrumen kunci; (b) penelitiannya bersifat deskriptif; (c) lebih memperhatikan proses dari pada hasil atau produk; (d) dalam menganalisis data cenderung secara induktif; (e) makna merupakan hal yang esensial dalam penelitian kualitatif26, sedangkan penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Pengertian studi kasus adalah sebuah pengujian secara rinci terhadap satu latar, satu orang subyek, satu tempat penyimpanan dokumen, atau satu peristiwa tertentu.27 2. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian adalah semua santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. Data diperoleh dari proses pembelajaran sorogan yang dilakukan pada santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. 3. Fokus Penelitian Sesuai dengan obyek kajian skripsi ini, maka penelitian ini adalah penelitian lapangan atau field research, yakni penelitian yang dilakukan di kancah atau medan terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.28 Dalam hal ini penelitian difokuskan pada penerapan metode sorogan yang dipraktekkan oleh para santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak.
26
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilm.u-Ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press, 1996), hlm. 49-50. 27 Ibid, hlm. 56. 28 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), hlm.10.
16
4. Kehadiran Peneliti Dalam Lexy J. Moleong disebutkan bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian
kualitatif
adalah sebagai
perencana,
pelaksana,
pengumpul data, analisis, penafsir data dan akhirnya sebagai pelapor hasil penelitiannya.29 Peneliti merupakan instrument kunci dalam menangkap makna dan sekaligus sebagai pengumpul data. Lokasi penelitian
adalah
Pondok
Pesantren
Daruttauhid
Al
Alawiyyah
Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, dengan fokus penelitian pada sistem pendidikan dan pengajaran serta
kurikulum
yang
diberlakukan
diponpes
tersebut.
Dalam
pengumpulan datanya terutama menggunakan teknik obseravasi berperan serta (participant observation). Karenanya, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan serta kehadiran peneliti dilokasi penelitian diketahui statusnya oleh subyek atau informan. 5. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyyah Potroyudan Jepara yang beralamatkan di Jl. Pasar Rahayu No. 64A Potroyudan Kecamatan Jepara Kota Kabupaten Jepara yang diasuh oleh KH. Ahmad Roziqin, Lc. dan KH. Mundziri Jauhari dan Pondok Pesantren Darussalam yang beralamatkan di Desa Bermi Kecamatan Mijen Kabupaten Demak yang diasuh oleh KH. Muhammad Barokah Syarqowi. Adapun peneliti 29
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 121.
17
mengambil lokasi penelitian pada kedua pondok pesantren tersebut dengan berbagai pertimbangan yang mungkin dapat dijadikan alasan bahwa
pondok
pesantren tersebut merupakan salah satu pondok
pesantren yang masih memakai system tradisional (salaf) di daerah Jepara dan Demak. Inilah sedikit gambaran tentang obyek yang akan peneliti teliti yang berada di Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, yang untuk lebih jelasnya akan kami paparkan dalam penelitian selanjutnya. 6. Sumber Data a. Sumber data primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data, baik yang dilakukan secara wawancara, observasi dan alat lainya.30 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang tinjauan historis, sarana dan prasarana, keadaan gedung, ustadz, santri serta data lain yang menunjang di Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. Adapun dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah pengasuh, ustadz, dan santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak.
30
P. Joko Subagiyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm 87.
18
b. Sumber data sekunder Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitian. Data sekunder berupa data dokumentasi, buku-buku, maupun arsip-arsip resmi. Sumber data sekunder peneliti peroleh melalui buku-buku maupun arsip-arsip resmi atau bentuk karya tulis lain yang berkaitan metode dan kognitif. 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.31 Adapun dalam pengkajian skripsi ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data penelitian dengan cara sebagai berikut : a. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dari data-data yang telah didokumentasikan
dalam berbagai
bentuk. Menurut
Suharsimi Arikunto, bahwa “Metode Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda
31
Ibid., hlm. 62.
19
dan sebagainya”.32 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang struktur pengurus, jumlah asatidz dan santri, tingkat pendidikan asatidz dan santri, pekerjaan (mata pencaharian) asatidz, prosentase pembelajaran kitab kuning, aktifitas kegiatan santri, serta data yang berhubungan dengan administrasi lainnya. b. Observasi Yang dimaksud metode observasi adalah
suatu
metode
pengumpulan data dengan jalan melalui pengamatan secara sistematis terhadap obyek yang diteliti.33 Menurut Nasution, metode observasi adalah
suatu metode digunakan untuk menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang menjadi sasaran.34 Dan
biasanya
dalam
penelitian
kualitatif,
pengamatan
(observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya karena menurut Guba dan Lincoln sebagai berikut:35 1) Teknik pengamatan ini berdasarkan atas pengalaman secara langsung. 2) Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana
32
Suharsimi Arikunto, Op. cit, hlm. 236. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (UGM, Yogyakarta, 1987) hlm. 159. 34 Nasution S, Metode Research Penelitian Ilmiah (Bandung: Jemmars, 1982), hlm.122. 35 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 174. 33
20
yang terjadi pada keadaan sebenarnya. 3) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data. 4) Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. 5) Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Metode ini digunakan untuk mengetahui secara langsung proses belajar mengajar dalam kaitannya dengan efektifitas metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning yang diterapkan di
Pondok
Pesantren Daruttauhid Al Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dalam kaitannya untuk memperoleh kebenaran dari hasil angket dan wawancara yang telah dilakukan. c. Interview (wawancara) Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner
lisan
adalah
sebuah
dialog
yang
pewawancara (interviewer) untuk memperoleh terwawancara.36
dilakukan
oleh
informasi dari
Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai
keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data tentang variable latar belakang murid, asatidz, perhatian, sikap terhadap sesuatu.
36
Suharsimi Arikunto, Op. cit, hlm. 132.
21
Jenis wawancara yang diterapkan oleh peneliti berupa wawancara tidak terstruktur yaitu pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden untuk menjawab sesuai keinginannya.37 Jenis wawancara
ini peneliti
gunakan
dengan
maksud
peneliti mendapatkan data yang mendalam, karena peneliti dapat bertanya sesuai data yang diperlukan. 8. Teknik Keabsahan Data Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada pernedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.38 Maka dari itu dalam penelitian ini diperlukan uji keabsahan data, diantaranya : a. Uji kredibilitas, uji ini dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat dipercaya, biasanya dalam uji ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 1) Perpanjangan pengamatan Yaitu memperpanjang durasi waktu untuk tinggal atau terlibat dalam kegiatan yang menjadi sasaran penelitian. Langkah ini diharapkan dapat menguji ketidakbenaran informasi dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan dengan nara sumber akan semakin terbentuk akrab, semakin terbuka, saling
37
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara,1993),
38
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Op. Cit., hlm. 119.
hlm. 66
22
mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.39 2) Meningkatkan ketekunan Berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara ini maka kepastian data atau urutan peristiwa akan direkam secara pasti dan sistematis selain itu peneliti juga dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.40 3) Triangulasi Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai teknik dan waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.41 a) Triangulasi sumber Triangulasi sumber ini untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
39
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dengan R & D, Op. cit, hlm.
40
Ibid., hlm. 371. Ibid., hlm. 373
369. 41
23
b) Triangulasi teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. c) Triangulasi waktu Triangulasi waktu dalam rangka pengujian kredibilitas dilakukan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Waktu juga mempengaruhi kekredibilitasan sebuah data. 4) Analisis kasus negatif Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti mencari data yang telah ditemukan bila tidak ada lagi yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.42 5) Menggunakan bahan referensi Yang dimaksud bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Misalnya, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara atau tentang gambaran suatu keadaan
42
Ibid., hlm. 374
24
perlu didukung oleh foto-foto. Dengan adanya alat-alat bantu perekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang ditemukan oleh peneliti.43 6) Mengadakan member check Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.44 b. Uji Transferability, uji ini merupakan uji validitas eksternal. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian kedalam populasi dimana sample tersebut diambil. Maka supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam memberikan laporannya harus memberikan uraian yang rinci, sistematis, dan dapat dipercaya.45 c. Uji Dependability, uji ini dilakukan karena banyaknya peluang seorang peneliti mempunyai data tanpa turun ke lapangan secara langsung, maka peneliti itu tidak reliable. Dalam melakukan uji ini peneliti harus mengaudit seluruh proses penelitian dengan pembimbing untuk dapat menerangkan seluruh kegiatan, data sampai analisis dan pengambilan kesimpulan.46
43
Ibid., hlm. 375. Ibid, hlm. 375-376. 45 Ibid, hlm. 376-377. 46 Ibid., hlm. 377. 44
25
d. Uji Confirmability, pada dasarnya uji ini hampir sama dengan uji dependability, bedanya dalam uji ini adalah menguji hasil penelitian dengan proses penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan fungsi proses penelitian karena hal tersebut merupakan syarat confirmability.47 9. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data
dilakukan
dengan
mengorganisasikan
data,
menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.48 Menurut Miles dan Huberman sebagaimana yang dikutip Sugiyono, mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan barlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktifitas dalam analisis data meliputi 3 tahapan yaitu :49 a. Reduksi (reduction) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya 47
Ibid., hlm. 377. Ibid., hlm. 334. 49 Ibid., hlm. 337. 48
26
serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti
untuk
melakukan
pengumpulan
data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 50 b. Data display Setelah data reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam peneliatian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat sejenisnya. Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan umtuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.51 c. Verifikasi Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak, tergantung dari kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal dengan didukung bukti valid dan konsisten yang menghasilkan kesimpulan yang kredibel atau 50 51
Ibid., hlm. 338. Ibid., hlm. 341.
27
kesimpulan awal yang bersifat sementara akan mengalami perubahan jika tidak ditentukan bukti yang kuat dan mendukung yang akan berkembang setelah penelitian di lapangan.52 Jadi, analisis data kualitatif adalah teknik mencari dan menyusun data yang diperoleh secara sistematis melalui proses reduksi data (merangkum data), mendisplay data (menyajikan data dalam sebuah tampilan), dan verifikasi data (konfirmasi/pembuktian data) sehingga dapat mudah dipahami dan dapat diiformasikan kepada orang lain.
G. Sistematika Penelitian Skripsi ini terdiri atas tiga bagian yang merupakan rangkaian dari beberapa bab. Pada tiap-tiap bab terdiri atas sub-sub bab, yaitu : 1. BagianMuka Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pernyataan, nota persetujuan pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, abstraksi, dan daftar isi. 2. Bagian Isi Bagian isi terdiri dari beberapa bab yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut: yaitu: BAB I
: Merupakan bab pendahuluan yang mendiskripsikan latar belakang masalah tentang pembelajaran kitab kuning dengan system sorogan, dari latar belakang ini timbul berbagai pokok
52
Ibid., hlm. 345.
28
permasalahan
(rumusan masalah), tujuan penelitian serta
kegunaan penelitian dan definisi operasional sehingga menjadi menarik untuk dibaca dan dibahas, selebihnya menguraikan tehnik dan metode untuk mendapatkan data yang valid dan relevan dengan pembahasan, disamping itu peneliti berupaya untuk mensistemasikan
pembahasan agar mudah dipahami.
Bab ini merupakan instrumen yang menjadi pijakan dalam pembahasan bab – bab selanjutnya. BAB II : Pada bab ini berisi penjelasan secara teoritis tentang hal-hal yang berhubungan dengan efektifitas pelaksanaan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning. BAB III : Sub bab pertama berisi tentang sejarah pondok pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Jepara dan pondok pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, letak geografisnya, struktur organisasi, keadaan ustadz dan santri, sarana dan prasarana. Sub bab kedua berisi tentang bagaimana pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, apa kelebihan dan kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak.
29
BAB IV : Bab ini berisi tentang analisis pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, analisis kelebihan
dan
kekurangan
metode
sorogan
dalam
pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak BAB V : Merupakan bab penutup atau terakhir pembahasan terhadap penelitian
skripsi
ini,
selanjutnya
peneliti
tampilkan
kesimpulan singkat dan saran pembaca terhadap skripsi ini serta lampiran-lampiran. 3. Bagian Akhir Pada bagian akhir skripsi ini memuat daftar pustaka lampiran-lampiran berupa bukti seminar proposal, kartu bimbingan skripsi dan biografi peneliti.
30
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Sorogan 1. Pengertian Metode Sorogan Pengertian metode sorogan terdiri dari dua kata, yaitu metode dan sorogan. Kata “metode” mengandung pengertian suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos berarti. “jalan atau cara”.1 Zuhairini menjelaskan bahwa metode adalah salah satu komponen dari proses pendidikan, alat untuk mencapai tujuan yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar, dan merupakan kebulatan dalam sistem pendidikan.2 Dari sini peneliti menyimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan. Tuhan sendiri telah mengajarkan kepada manusia supaya mementingkan metode. Sebagaimana Firman Allah SWT pada surat An-Nahl: 125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang 1
M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 65. 2 Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), hlm. 68.
30
31
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Qs. An-Nahl : 125) Ayat di atas menyuruh supaya manusia dalam menyampaikan ajaran Tuhan, dengan cara-cara yang bijaksana, sesuai antara bahan dan orang yang akan menerimanya dengan mempergunakan faktor-faktor yang akan dapat membantu supaya ajarannya itu dapat diterima.3 Metode dalam rangkaian sistem pengajaran, telah menempatkan urutan setelah meteri yang akan di ajarkan atau di sampaikan oleh guru atau ustadz dalam penyampaian materi, seorang guru harus mampu memilih
metode
dengan
tepat
dan
menggunakannya
dengan
baik,sehingga memiliki peran besar terhadap hasil pendidikan dan pengajarannya. Sedangkan pengertian sorogan menurut beberapa ahli, sebagai berikut: 1) Abuddin Nata mengemukakan Istilah sorogan berasal dari kata Sorog (Jawa) yang berarti menyodorkan kitab ke depan kyai atau asistennya. 2) Armai Arif telah mengutip pendapat dari Mastuhu dalam Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Mastuhu menjelaskan bahwa sorogan artinya belajar secara individu di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru atau kyai, terjadi interaksi saling 3
hlm. 11.
Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Ak Group, 1995),
32
mengenal di antara
keduannya. Sedangkan menurut wahyu
Utomo,yamg dikutip A.Arif mengatakan metode Sorogan adalah sebuah sistem belajar dimana santri maju satu persatu untuk menbaca dan menguraikan isi kitab atau al-Quran di hadapan seorang guru atau kyai.4 3) Hasbullah menyebut sorogan sebagai cara mengajar per kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kyai.5 Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang metode sorogan beberapa peneliti menjelaskan diantaranya : a. Menurut Zamakhsyari Dhofier metode sorogan adalah sistem pengajian yang disampaikan kepada murid-murid secara individual.6 b. Mastuhu mengartikan metode sorogan adalah belajar secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya.7 c. Dalam buku sejarah pendididkan Islam dijelaskan, metode sorogan adalah “metode yang santrinya cukup men-sorog-kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kyai untuk dibacakan di hadapannya.8
4
Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 150 5 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet.1, hlm. 145 6 Selebihnya lihat Zamachsari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1983). hlm. 28 7 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS., 1994), hlm. 61 8 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 26.
33
d. Menurut Dr. Manfred Ziemak metode sorogan adalah pelajaran individual atau kelompok kecil dalam setudi dasar.9 e. M.H Chirzin menjelaskan metode sorogan adalah santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya.10 f. Menurut Karel A. Seenbrink metode sorogan adalah pengajaran individual.11 Penulis menyimpulkan bahwa metode sorogan dengan cara para santri maju satu persatu untuk menyodorkan kitabnya dan berhadapan langsung dengan seorang guru atau kyai dan terjadi interaksi di antara keduanya dalam proses pengajarannya. Dalam metode sorogan terdapat pembelajaran secara individual, interaksi pembelajaran, bimbingan pembelajaran, dan didukung keaktifan santri. 2. Dasar dan Tujuan Pengajaran individual merupakan cara penyampaian materi yang didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah saw ataupun Nabi lainnya menerima ajaran dari Allah SWT. Melalui malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara malaikat Jibril dan para nabi tersebut.12 Pada jaman Rasulullah saw dan para sahabat, pengajaran individual dikenal dengan metode belajar kuttab, sampai 9
Manfred Ziemek, Pesantren dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), hlm, 68. M.H Chirzin, Agama, Ilmu, dan pesantren, dalam M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaruan, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 88. 11 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: Dharma Aksara Putra, 1986), hlm.14. 12 Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 151 10
34
muncul istilah sorogan yang dijadikan sebagai salah satu metode pengajaran di pondok pesantren. Metode sorogan merupakan konsekuensi logis dari layanan yang sebesar-besarnya pada santri. Berbagai usaha pembaharuan dewasa ini dilakukan justru mengarah pada layanan secara individual kepada peserta didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta kecakapan seseorang.13 Karena melihat tujuan metode sorogan sendiri adalah untuk mengarahkan anak didik pada pemahaman materi pokok dan juga tujuan kedekatan Relasi anak didik dan guru. Di samping itu dengan metode sorogan seorang guru dapat memanfaatkannya untuk menyelami gejolak jiwa atau problem-problem yang dihadapi masing-masing santrinya, terutama yang berpotensi mengganggu proses penyerapan pengetahuan mereka. Kemudian dari penyelaman ini guru dapat memilih strategi apa yang diperlukan untuk memberikan solusi bagi santrinya. 3. Teknik Penerapan Metode Sorogan Metode sorogan yang biasa disebut dengan pengajaran individual ini memberikan kebebasan kepada para santri (siswa) sekaligus, untuk mengikuti pelajaran menurut prakarsa dan perhitungan sendiri, menentukan bidang dan tingkat kesukaran buku pelajaranya sendiri serta mengatur intensitas belajar menurut kemampuan menyerap dan memotifasinya sendiri. 13
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi., hlm. 145
35
Dalam pengajaran yang memakai metode sorogan ini kadang ada pengulangan pelajaran ataupun pertayaan yang dilakukan oleh kedua pihak dan setiap pelajaran biasanya dimulai dengan bab baru. Semua pelajaran ini diberikan oleh kyai atau pembantunya yang disebut badal (pengganti) atau qori’ (pembaca) yang terdiri dari santri senior. Kenaikan kitab ditandai dengan bergantinya kitab yang dipelajari. Sedangkan evaluasi dilakukan sendiri oleh santri yang bersangkutan, apakah ia cukup menguasai bahan yang telah dipelajari dan mampu mengikuti pengajian kitab berikutnya. Dalam mengikuti pelajaran santri mempuyai kebebasan penuh baik dalam kehadiran, pemilihan pelajaran, tingkat pelajaran, dan sikapnya dalam mengikuti pelajaran. Tentang hal ini Abdurrahman Wahid juga mengemukakan hepotesa bahwa : “sistem pendidikan di pesantren pun memiliki watak mandiri seperti itu, bila dilihat secara keseluruhan. Bermula dari pengajaran sorogan”.14 Jadi dapat dipahami bahwa metode sorogan memiliki hubungan (korelasi) terhadap pembentukan sikap mandiri, khususnya kemandirian santri dalam belajar. Dari uraian di atas maka dapat disebutkan peranan metode sorogan dalam pengajian kitab kuning antara lain : a. Sebagai dasar bagi santri untuk memperluas pengetahuan sendiri. b. Penunjang belajar dalam sistem klasikal.
14
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LkiS, 2001), hlm. 104
36
c. Memberi kebebasan kepada santri untuk mengikuti pelajran menurut prakarsa dan perhitungan sendiri. Teknik penyampaian materi dalam
metode sorogan adalah
sekelompok santri satu persatu secara bergantian menghadap kyai, mereka masing-masing membawa kitab yang akan dipelajari, disodorkan kepada kyai. Kyai membacakan pelajaran yang berbahasa Arab, kalimat demi kalimat kemudian menterjemakan dan menerangkan maksudnya, santri menyimak ataupun ngesahi (memberi harkat dan terjemah) dengan memberi catatan pada kitabnya, kemudian santri disuru membaca dan mengulangi sepersis mungkin seperti yang dilakukan kyainya, serta mampu menguasainya. Sistem
ini
memungkinkan
seorang
guru
mengawasi
dan
membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai pelajarannya. Pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan metode sorogan akan tersusun kurikulum individual yang sangat fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan pribadi seorang santri sendiri.15 Dengan demikian metode sorogan merupakan bentuk pengajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada seluruh santri untuk belajar secara mandiri berdasarkan kemampuan masing-masing individu. Dan kegiatan ini setiap santri dituntut mengerjakan tugasnya dengan kemampuan yang mereka miliki sendiri. Oleh karenanya kyai atau ustadz harus mampu
15
Ibid.
37
memahami dan mengembangkan strategi dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan individu. implikasi dari kegiatan belajar ini guru harus banyak memberikan perhatian dan pelayanan secara individual, bagi siswa tertentu guru harus dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan taraf kemampuan siswa. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa kemampuan dasar atau kemampuan potensial (intelegensia dan bakat) seseorang berbeda satu dengan yang lainya. Tidak ada individu memiliki intelegensia yang sama dalam berbagai bidang. Hakikatnya setiap santri (siswa) berbeda secara individual, baik dalam prestasi belajar maupun kemampuan potensialnya. Oleh sebab itu guru harus mampu memahami dan mengembangkan strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual, disamping memungkinkan setiap siswa dapat belajar dengan kemampuan potensialnya, juga dapat menguasai setiap bahan pelajaran secara penuh.16 Kegiatan belajar mengajar secara individual dapat melatih santri untuk terbiasa lebih aktif dalam belajar dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab untuk mencari, menemukan, memecahkan masalah dan menerapkannya dengan situasi yang baru dengan semangat dan gairah yang tinggi. Keberhasilan kegiatan belajar mandiri tidak akan tercapai dengan sendirinya melainkan harus diusahakan semaksimal mungkin
16
hlm. 94
Muhamad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1987),
38
dengan cara proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan keaktifan belajar santri. 4. Kelemahan dan Kelebihan Metode Sorogan a. Kelemahan Metode Sorogan 1) Bila dipandang dari segi waktu dan tenaga mengajar kurang efektif, karena membutukan waktu yang relatif lama apalagi bila santri yang belajar sangat banyak akan membutukan waktu yang sangat panjang dan banyak mencurahkan tenaga untuk mengajar. 2) Banyak menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, keuletan, dan kedisiplinan pribadi seorang kyai (ustadz). Tanpa ada sifat-sifat tersebut di atas, maka proses pembelajaran dengan menggunakan metode sorogan tidak akan tercapai secara maksimal. 3) Sistem sorogan dalam pengajaran ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional.17 b. Kelebihan Metode Sorogan 1) Kemajuan individu lebih terjamin karena setiap santri dapat menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan kemampuan individu masing-masing, dengan demikian kemajuan individual tidak terhambat oleh keterbelakangan santri yang lain. 2) Memungkinkan perbedan kecepatan belajar para santri, sehingga ada kompetisi sehat antar santri.
17
Dhafier, Op.Cit., hlm. 28
39
3) Memungkinkan seorang guru mengawasi dan membimbing secara maksimal
kemampuan
seorang
murid
dalam
menguasai
pelajarannya. 4) Memiliki ciri penekanan yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal.18 5) Sistem ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang santri untuk belajar ilmu agama. 5. Penerapan Metode Sorogan Dalam penerapan metode sorogan mau tidak mau harus terjadi interaksi antara dua individu, yakni guru atau kyai dan santri. Interaksi dari keduanya dapat terjadi jika guru membaca atau berbicara sedang santri mendengarkan atau menyimak; ataupun santri membaca atau berbicara sedang guru atau kyai mendengar atau menyimak. Dari interaksi tersebut di atas kemudian diterapkan dalam memahami kitab kuning yang nantinya melibatkan antara guru atau kyai dan santri di lokasi pondok pesantren yang akan peneliti kaji. Hasbullah dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam menggambarkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan metode sorogan ini, santri bersama-sama mendatangi guru atau kyai, kemudian mereka antri dan menunggu giliran masing-masing.19 Dari gambaran tersebut dapat diketahui bahwa metode sorogan membutuhkan
18
Sa‟id Aqiel Siradj et.al., Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999),
hlm. 281 19
hlm. 50
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),
40
keaktifan santri. Jika dikaitkan dengan kajian yang akan peneliti ambil para santri menghafal ayat-ayat al-Quran di hadapan guru atau kyai, namun sebelum hal itu dilakukan sudah tentu santri harus mempersiapkan terlebih dahulu hafalan yang akan disetorkan. Lebih siap dalam menghafal, maka akan lebih lancar di hadapan guru atau kyai. Di lain pihak, Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi santri.20 Nampaknya pendapat ini terlalu berlebihan jika dinyatakan bahwa metode sorogan paling sulit dari sekian banyak metode pendidikan yang ditawarkan kepada santri dalam pendidikan tradisional Islam, karena bukan hanya santri saja yang seharusnya berperan aktif, tetapi juga guru atau kyai harus berperan aktif juga. Sehingga akan diperoleh hasil yang optimal terhadap apa saja bidang yang menggunakan metode sorogan ini.
B. Pembelajaran Kitab Kuning 1. Pengertian Pembelajaran Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Menurut Muhibbin Syah belajar mempunyai arti tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang 20
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 108
41
melibatkan proses kognitif.21 Sedang menurut Masitoh dalam bukunya “Strategi Pembelajaran”, belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan perilaku yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor.22 Dari definisi di atas pengertian belajar dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk b. Bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman c. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.23 Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Usaha pembelajaran ada hubungannya dengan belajar yang dihayati oleh seorang pembelajar (siswa), yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang dialami oleh pembelajar terkait dengan
21
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), hlm.
22
Masitoh, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, Depag RI, 2009),
92. hlm. 3. 23
84-85.
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.
42
pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindak pendidikan atau pembelajaran. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindak mendidik atau kegiatan mengajar. Proses hasil belajar sebagai dampak pembelajaran. Ditinjau dari acara pembelajaran, maka dampak pembelajaran tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran.24 2. Faktor-faktor Pembelajaran a. Pendidik/Guru Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah ialah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah itu.25 Peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu, serta berhubungan
dengan
kemajuan
perubahan
tingkah
laku
dan
perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Ini semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan jiwa ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anak didiknya.26 Guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pembina siswa merupakan jabatan yang membutuhkan upaya pengembangan. Guru baru atau guru muda membutuhkan pengembangan diri agar 24
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.
38. 25
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, , 2009), hlm. 33. 26 Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: Diva Press, 2010), hlm. 35.
43
meningkatkan kemampuan dan pengalamannya. Guru lama atau guru senior membutuhkan penyesuaian diri dengan perkembangan terbaru agar tidak tertinggal dengan pembaharuan.27 Tugas pendidik dalam pendidikan Islam menurut Zainuddin menukil pendapat al-Ghazali, seorang guru
hendaknya mengikuti
ajaran Rasulullah SAW, maka ia tidak mencari upah, balas jasa dan ucapan terima kasih dalam mengajarkan ilmu pengetahuan. Tetapi maksud mengajar adalah mencari keridlaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.28 Menurut H. Hamzah B. Uno, guru disyaratkan untuk memiliki sepuluh kemampuan dasar, yaitu (1) menguasai bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menguasai media, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi siswa, (8) mengenal fungsi dan program bimbingan
penyuluhan,
(9)
mengenal
dan
menyelenggarakan
administrasi sekolah, serta (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan pengajaran.29 Macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain:30
27
Kisbiyanto, Supervisi Pendidikan, (Kudus: STAIN Kudus, 2008), hlm. 1. Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 59. 29 H. Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan (Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 69. 30 Ibid, hlm. 69. 28
44
1) Kompetensi profesional Guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar. 2) Kompetensi personal Sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian
yang pantas
diteladani,
mampu
melaksanakan
kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.. 3) Kompetensi sosial Guru harus menunjukkan atau mampu berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.31 b. Anak didik Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan
31
Ibid, hlm. 69.
45
pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.32 Peserta didik atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Sebab relevan dengan uraian di atas bahwa siswa atau anak didiklah yang menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Didalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. 33 Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa siswa/anak didik dalam proses belajar mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu memerlukan pembinaan, pembimbingan dan pendidikan serta usaha orang lain yang dipandang sudah dewasa.34 c. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap pendidikan.35
32
H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
79. 33
Sutomo, Profesi Kependidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1999), hlm. 27. Ibid, hlm. 28. 35 Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 37. 34
46
Sebagai
suatu
komponen
pendidikan,
tujuan
pendidikan
menduduki posisi penting di antara komponen-komponen lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.36 Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting, maka menjadi keharusan bagi pendidikan untuk memahaminya kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan dalam melaksanakan pendidikan. Dalam praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, di dalam rentangan antara tujuan umum dengan tujuan yang sangat khusus terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus. Umumnya ada 4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan
36
Ibid., hlm. 37.
47
antara, yaitu: tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.37 (1) Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila. (2) Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan
tertentu
untuk
mencapainya.
Misalnya
tujuan
pendidikan tingkat SD berbeda dari tujuan pendidikan tingkat menengah, dan seterusnya. Jika semua lembaga (institusi) dapat mencapai tujuannya berarti tujuan nasional tercapai, yaitu terwujudnya manusia pancasilais yang memiliki bekal khusus sesuai dengan misi lembaga pendidikan di mana seseorang menggembleng diri. (3) Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran. Misalnya tujuan PAI, IPS atau Matematika. Setiap lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan institusionalnya menggunakan kurikulum. Kurikulum mempunyai tujuan yang disebut tujuan kurikuler. (4) Tujuan instruksional yang berupa studi bidang terdiri dari pokokpokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, tujuan bahasan dan sub pokok bahasan disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan materi pokok bahasan/sub pokok bahasan. Tujuan pokok bahasan disebut Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan tujuan subpokok
37
Ibid., hlm. 39.
48
bahasan disebut Tujuan Instruksional Khusus (TIK). TIK merupakan tujuan yang terletak pada jenjang terbawah dan paling terbatas ruang lingkupnya. Bersifat operasional dan terkerjakan.38 d. Bahan pelajaran Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti
memiliki
dan
menguasai
bahan
pelajaran
yang
akan
disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni : a) Penguasaan bahan pelajaran pokok Bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya b) Pelajaran pelengkap Pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok.. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran
38
Ibid., hlm. 39-40.
49
pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.39 e. Alat Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan.40 Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan, dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, video, dan sebagainya.41 f. Media Media
merupakan
dipertimbangkan
dalam
salah memilih
satu dan
variabel
yang
menggunakan
perlu strategi
pembelajaran, baik media yang sengaja dirancang oleh guru atau media yang dapat dimanfaatkan. Guru dapat membuat sendiri media yang dibutuhkan, menggunakan media yang sudah ada dan tersedia di kelas atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.42
39
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.
43. 40
Ibid, hlm. 47. Ibid, hlm. 47. 42 Masitoh, Op. cit,hlm. 48. 41
50
3. Kitab Kuning a) Pengertian Kitab Kuning Secara terminologi kata “kitab” berasal dari bahasa Arab: Kataba (fi’il madhi)-Yaktubu (fi’il mudhori’)-Kitaaban (masdar) yang berarti: tulisan, buku. Oleh karena itu kata “kitab” bisa digunakan secara umum kepada segala sesuatu yang berbentuk tulisan atau buku, baik yang menggunakan bahasa Arab maupun bahasa Ajam (selain bahasa Arab). Sedangkan kata “kuning” didalam frase “kitab kuning” ini menunjukkan salah satu dari jenis warna, seperti: warna biru, merah, hitam dan lainnya. Penambahan unsur warna ke dalam sebuah kata benda, diantaranya ditujukan untuk memberikan ciri khas atau kriteria khusus agar kata benda tersebut bisa lebih mudah dikenali dan dapat membedakannya dari benda sejenis yang sama, misalnya: mobil merah dengan mobil biru. Sama-sama jenis mobil tetapi memiliki perbedaan dari segi warna, yang satu berwarna merah dan yang lainnya berwarna biru. Secara etimologi adalah kitab-kitab karya ulama yang dicetak diatas kertas berwarna kuning. Dikalangan pondok pesantren sendiri, disamping istilah kitab kuning, beredar juga istilah “kitab klasik”, untuk menyebut jenis kitab yang sama. Kitab-kitab tersebut pada umumnya tidak diberi harakat/syakal, sehingga sering juga disebut “kitab gundul”. Ada juga yang menyebut dengan “kitab kuno”, karena
51
rentang waktu sejarah yang sangat jauh sejak disusun/ditertibkan sampai sekarang.43 Dalam tradisi intelektual Islam, penyebutan istilah kitab karya ilmiah para ulama itu dibedakan berdasarkan kurun waktu atau format penulisannya. Kategori pertama disebut kitab-kitab klasik (al-kutub almuqadimah), sedangkan kategori kedua disebut kitab-kitab modern (alkutub al-asyhriyyah). Adapun ruang lingkup materi kitab kuning adalah ilmu-ilmu agama (Al-ulum ad-diniyah) yang ditulis dengan menggunakan pendekatan naqli dan pendekatan aqli. Materi kitab kuning dalam segala macam dan bentuknya diproses melalui metode-metode penalaran yang dikenal dalam dunia keilmuan, yakni deduktif, induktif, genetika, dan dialektika.44 Adapun rinciannya sebagai berikut: 1) Metode deduktif (istinbath). Metode ini banyak digunakan untuk menjabarkan dalil-dalil keagamaan menjadi masalah-masalah fiqh, terutama yang dihasilkan melalui ushul fiqh aliran mutakallimin. 2) Metode induktif (istiqra’i) adalah mengambil kesimpulan umum dari soal-soal khusus. Metode ini juga dipergunakan oleh ahli fiqh untuk menetapkan suatu hukum.
43
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Direktorat jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm 32 44 Chozin Nasula, Pesantren Masa Depan, (Pustaka Hidayat Jakarta, 2000), hlm.260
52
3) Metode genetika (takwini) adalah cara berfikir mencari kejelasan suatu masalah dengan melihat sebab-sebab terjadinya, atau melihat sejarah kemunculan masalah itu. 4) Metode dialektika (jadali) adalah cara berfikir yang uraiannya diangkat dari pertanyaan atau pertanyaan seseorang yang dipertanyakan. Berdasarkan beberapa paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kitab kunin dapat diartikan sebagai kitab-kitab yang ditulis para ulama terdahulu dalam lembaran-lembaran ataupun dalam bentuk jilidan baik yang dicetak diatas kertas kuning maupun kertas putih yang memuat tentang ajaran-ajaran dasar Islam yang termuat dalam kitab
pedoman
(al-Qur‟an
al-Hadits)
dan
ajaran-ajaran
yang
merupakan hasil interprestasi para ulama dari kitab pedoman yang serta hal-hal baru yang datang kepada Islam sebagai hasil dari perkembangan peradaban Islam dalam sejarah. b) Ruang Lingkup Pembahasan Kitab Kuning Adapun ruang lingkup pembahasan kitab kuning dapat ditinjau dari beberapa segi, diantaranya: 1) Kandungan makna, dilihat dari kandungan maknanya kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi dua macam: a) Kitab kuning yang berbentuk penawaran atau menyajikan ilmu secara polos (naratif), seperti: sejarah, hadist dan tafsir
53
b) Kitab kuning yang menyajikan materi yang berbentuk kaidah keilmuan, seperti: nahwu, ushul fiqih dan mursalah al-hadist (istilah yang berkenaan dengan ilmu hadist). 2) Kadar penyajian, dari segi penyajiannya kitab kuning dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a) Mukhtasar (mukhtasar), yaitu kitab yang tersusun secara ringkas dan menyajikan pokok masalah, baik yang muncul dalam bentuk nadzam atau syi‟ir (puisi) maupun dalam bentuk nash (prosa). b) Syarah (syarah), yaitu kitab kuning yang memberikan uraian panjang
lebar,
menyajikan
argumentasi
ilmiah
secara
komperatif, dan banyak mengutip alasan ulama‟ dengan masing-masing argumentasinya. c) Kitab kuning yang penyajiannya tidak terlalu ringkas, tetapi juga tidak terlalu panjang.45 3) Kreatifitas penulis, kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam, yaitu: a) Kitab kuning yang menampilkan gagasan baru, seperti: kitab Ar- Risalah (kitab ushul fiqih karya Imam Syafi‟I), Al-‘Arud wal Qawafi (kaidah penyusunan syair karya Imam Kholil bin Ahmad Al-Farahidi), atau teori ilmu kalam yang dimunculkan oleh Wasil bin Ala, Abu Hasan Al-Asy‟ari dan lain sebagainya
45
Musdah Mulia, Kitab Kuning (Ensiklopedi Islam, IV) hlm. 133
54
Kitab kuning yang berisi komentar (syarah) terhadap kitab yang telah ada, seperti: Kitab Hadist karya Ibnu Hajar AlAsyqolani yang memberikan komentar terhadap kitab Shohih Al-Buchori. b) Kitab kuning yang meringkas kitab yang panjang lebar, seperti Alfiyah Ibn Malik (buku tentang nahwu yang disusun dalam bentuk syair sebanyak seribu bait) karya Ibnu „Aqil dan Lubb Al-Usul (buku tentang ushul fqih) karya Zakariyah Al-Anshori sebagai ringkasan dari Jam‟al-Jawami‟ (buku tentang ushul fiqih) karangan Al-Subki. c) Kitab kuning yang berupa kutipan dari kitab kuning yang lain, seperti: „Ulum Al-Qur‟an (buku tentang ilmu-ilmu Al-Qur‟an) karya Al-‘Aufi. d) Kitab kuning yang telah memperbaharui system kitab yang telah ada, seperti: Kitab Ihya’ ‘Ulum Al-Din karya Imam AlGhozali. e) Kitab kuning yang berisi kritik dan koreksi terhadap kitab yang telah ada, seperti: Kitab Mi’yar Al-‘Ilm (sebuah buku yang meluruskan kaidah logika) karya Imam Al-Ghozali c) Pentingnya Pembelajaran Kitab Kuning Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah melalui nabinya yang terpilih yaitu Muhammad SAW yang dibekali dengan buku (kitab) suci yang bernama Al-Qur‟an sebuah buku yang mengandung
55
visi moral yang luar biasa. Bermula dari kitab suci tersebut, dikemudian hari muncul banyak pemikiran, pengkajian dan penafsiran yang dilakukan oleh para ulama serta para cendikia muslim. al-Qur‟an yang dari dulu hingga sekarang berjumlah tetap, tidak bertambah dan tidak pula berkurang, sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya telah kami turunkan peringatan (Qur‟an) dan sesungguhnya kami memeliharanya” (QS. Al-Hijr: 9). Ayat ini membeikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur‟an selama-lamanya. Ternyata al-Qur‟an merupakan sumber pengetahuan yang sangat penting dan tidak pernah ada habis-habisnya untuk dikaji, sebagai buktinya banyak karya dan pemikiran para ulama serta cendikia baik yang berasal dari dalam golongan kaum muslimin sendiri maupun dari luar golongan kaum muslimin, yaitu non muslim yang mengkaji kandungan yang terdapat didalam al-qur‟an, yang tebalnya melebihi tebalnya kitab suci al-Qur‟an itu sendiri. Hasil pemikiran, pengkajian dan penafsiran para cendikia serta ulama muslim tadi, kemudian banyak yang diabadikan kedalam tulisan yang berbentuk buku atau kitab, sehingga karya-karya mereka tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh para generasi berikutnya. Oleh sebab itulah, keberadaan kitab kuning sebagai khasanah keilmuan Islam penting untuk dikaji. Sedangkan alasan yang lain mengenai perlunya pengkajian atau pembelajaran kitab kuning adalah: (1) Sebagai pengentar bagi langkah ijtihad dan pembinaan hukum Islam
56
kontemporer. (2) Sebagai materi pokok dalam memahami, menafsirkan dan menerapkan bagian hukum positif yang masih menempatkan hukum Islam atau mazhab fikih tertentu sebagai sumber hukum, baik secara historis maupun secara resmi. (3) Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan umat manusia secara universal dengan memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu hukum sendiri melalui studi perbandingan hukum (dirasah al-qanun al-muqaran) dan (4) Sesuai dengan tujuan utama pengajian kitab-kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama.46 d) Tujuan Pembelajaran Kitab Kuning Secara substansial pembelajaran kitab kuning memiliki tujuan yaitu sebagai kontribusi dalam memberikan motivasi kepada santri untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari
sebagai
perwujudan
keserasian,
keselarasan,
dan
keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungan sekitarnya.47 Ada dua esensial tujuan dalam pembelajaran kitab kuning yang diajarkan kepada para siswa/santri di pondok pesantren yaitu disamping mempelajari isi kitab, maka secara tidak langsung juga mempelajari bahasa arab sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karenanya pembelajaran kitab kuning, seorang santri yang telah tamat 46 47
Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 11 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008, Op.cit, hlm. 67
57
belajarnya di pesantren cenderung memiliki pengetahuan bahasa arab. Sehingga ketika santri yang telah menyelesaikan studinya, disamping mampu memahami isi kitab dan sekaligus juga mampu menerapkan bahasa kitab tersebut menjadi bahasanya. Sisi lain disamping tercapainya tujuan pengajaran kitab kuning yaitu dengan tercapainya kemampuan memahami isi kitab dan menguasai bahasa arab sebagai bahasa kitab oleh para santri. Pembelajaran kitab kuning bertujuan untuk menanamkan rasa kebersamaan antara sesame santri dan para kyai/ustadz yang membimbingnya. Hal yang demikian itu menghilangkan kesan adanya sikap stratifikasi dalam pesantren, yakni antara kyai sebagai yang dituakan dan santri yang merupakan seorang yang diberi pelajaran.48 Selanjutnya pembelajaran kitab kuning juga memiliki tujuan untuk mempersiapkan para santri untuk bisa berperan dalam masyarakat
dengan
pengajaran
ilmu-ilmu
keagamaan
yang
menyangkut masalah kehidupan kepada masyarakat secara langsung dengan rujukan atau refensi kitab-kitab kuning. Dengan kemampuan membaca kitab kuning yang diikuti pula dengan pemahaman makna yang terkandung didalamnya, para santri alumnus pesantren akan benar-benar
dibutuhkan
masyarakat
untuk
pengajian di lingkungan tempat tinggalnya.
48
Bahri Ghazali, Op.cit, hlm. 24
mengisi
pengajian-
58
e) Materi Kitab Kuning Materi kitab kuning di pondok pesantren merupakan salah satu mata pelajaran yang mempelajari tentang aqidah, fikih, nahwu, shorof, tasawwuf dan lain-lain yang menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari serta ilmu alat (nahwu, shorof dan balaghoh) yang mengidentikkan serta mengutamakan cara membaca serta memahami kandungan kitab kuning (gundul) menyangkut susunan kalimah kedudukanya dan pemahaman kandungan arti sesuai dengan kedudukan dan tarkib kalimah secara sederhana serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.49 Secara substansial materi ajar yang di kembangkan dalam materi kitab kuning adalah ilmu nahwu seperti al-Ujrumiyah, al-I’mrity, Alfiyah dan al-Amtsilah al-Tasyrifayah dan materi yang lainya seperti aqidatuh al- Awam dan fiqh seperti safinah al-Sholat, fathul al-Qorib dan lain-lain, karena materi ajar yang lain telah diajarkan dalam Madrasah Diniyah yang ada di bawah naungan pondok pesantren. Ilmu amtsilah al-Tasrif dan ilmu nahwu di pondok pesantren memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan membaca dan memahami bukubuku dan kitab-kitab yang menggunakan bahasa arab atau yang sering disebut kitab kuning atau kitab gundul. Baik kitab kuning yang berisi
49
Departemen Agama, Op.cit, hlm. 76.
59
pemahaman ilmu tata bahasa arab dan juga kitab kuning yang berisi penjelasan tentang pelaksanaan ritualitas keagamaan Islam secara komprehensip yang bersandar pada sumber al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Materi kitab kuning yang diajarkan bagi para santri di pondok pesantren tentunya berkesinambungan dari yang paling dasar yaitu kitab-kitab tentang tata cara penguasai bahasa arab berupa ilmu nahwu shorof sampai pada kitab-kitab kuning yang membahas tentang syari'at Islam berupa tata cara beribadah, mualamah dan juga ilmu akhlaq atau tata cara pergaulan dalam Islam.50 f) Metode Pembelajaran Kitab Kuning Pondok pesantren merupakan sebuah sistem yang unik, tidak hanya unik dalam hal pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, serta semua aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Dari sistematika pengajaran, dijumpai sistem pelajaran yang berulang-ulang dari tingkat ke tingkat, tanpa terlihat kesudahannya. Persoalan yang diajarkan seringkali pembahasan serupa yang diulangulang dalam jangka waktu bertahun-tahun, walaupun buku teks yang dipergunakan berlainan. Dimulai dari “kitab kecil” (mabsulat) yang berisikan teks ringkas dan sederhana, pengajian akan memakan waktu bertahun-tahun untuk mencapai “kitab sedang” (mutawassilat). Kyai
50
Departemen Agama. Ibid, hlm. 77.
60
bertugas mengajarkan berbagai pengajian untuk berbagai tingkat pengajaran di pesantrennya, dan terserah kepada santri untuk memilih mana yang akan ditempuhnya. Kalau santri ingin mengikuti semua jenis pengajian yang diajarkan, sudah tentu akan dibutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi keseluruhan struktur pengajaran tidak ditentukan oleh panjang atau singkatnya masa seorang santri mengaji pada kyainya, karena tidak adanya keharusan menempuh ujian atau memperoleh diploma dari kyainya. Satu-satunya ukuran yang digunakan
adalah
ketundukannya
kepada
sang
kyai
dan
kemampuannya untuk memperoleh “ngelmu” dari sang kyai. Disamping kurikulum pelajaran yang sedemikian fleksibel (luwes), keunikan pengajaran di pesantren juga dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya, kemudian dalam penggunaan materi yang telah diajarkan kepada dan dikuasai oleh para santri. Pelajaran diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah terbuka. Disamping itu mata pelajaran yang diajarkan bersifat aplikatif, dalam arti harus diterjemahkan dalam perbuatan dan amal sehari-hari, sudah tentu kemampuan para santri untuk mengaplikasikan pelajaran yang diterimanya, menjadi perhatian pokok sang kyai. Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang kompleks, maka hamper tidak mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan bahwa suatu metode tertentu lebih unggul daripada metode yang lainnya dalam usaha mencapai semua tujuan pembelajaran. Secara
61
etimologis metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yang berarti melalui. Sedangkan secara terminologi (istilah) metode adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar antara santri dan kyai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu : a) Metode
yang
bersifat
tradisional
(salaf),
yakni
metode
pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat juga disebut sebagai metode pembelajaran asli (original) pondok pesantren. b) Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran hasil
pembaharuan
kalangan
pondok
pesantren
dengan
memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah atau madrasah.51 Akan
tetapi,
hendaknya
semuanya
metode
yang
ada
disandarkan kembali pada metode yang telah diajarkan oleh AlQur‟an, yang termaktub dalam sural Al- Baqarah: 151
51
Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam., 2003), hlm. 37
62
Artinya :”Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.(Qs. Al-Baqoroh : 151)52 Berikut ini beberapa metode pembelajaran tradisional yang menjadi ciri utama pembelajaran di pesantren salafiyah : 1) Metode Sorogan Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang berarti menyodorkan,
sebab
setiap
santri
menyodorkan
kitabnya
dihadapan kyai atau pembantunya (badal, asisten kyai). Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal antara keduanya.53 Pembelajaran
dengan
sistem
sorogan
biasanya
diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kyai atau ustadz, didepannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Setelah kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab kemudian santri tersebut mengulanginya. Sedangkan santri-sanri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun
52
Mahmud Yunus, Terjemah Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: PT. Al-Ma‟rif, 1998), hlm.
53
Departemen Agama RI, Ibid,., hlm. 38
237
63
berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil. 2) Metode Wetonan/Bandongan Wetonan, istilah ini berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab pegajian tersebut diberikan pada waktuwaktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan. Pelaksanaan
metode
ini
yaitu:
kyai
membaca,
menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Santri dengan memegang
kitab
yang
sama,
masing-masing
melakukan
pendhabitan harakat kata langsung dibawah kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami teks. 3) Metode Musyawarah/Bahtsul Masa'il Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz,
64
atau mungkin juga senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya.54
Dalam
pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaanpertanyaan atau pendapatnya. 4) Metode Pengajian Pasaran Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai/ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (marathon) selama tenggang waktu tertentu. Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah “selesai”nya kitab yang dipelajari. Jadi, dalam metode ini yang menjadi ttik beratnya terletak pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagaimana pada metode bandongan. 5) Metode Hapalan (Muhafazhah) Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaanbacaan dalam jangka waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan di hadapan kyai/ustadz secara periodik
54
Ibid., hlm. 43
65
atau insidental tergantung kepada petunjuk kyai/ustadz yang bersangkutan.55 6) Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan meperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan kyai/ustadz.
C. Kerangka Berfikir Dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan yang dilaksanakan di pondok pesantren bagi para santri-santri tidak terlepas dari waktu yang disediakan oleh para kyai pengasuh pondok maupun para ustadz pembimbing yang akan menyediakan waktunya untuk halaqoh atau pertemuan dengan para santri. Untuk mengarahkan pembelajaran kitab kuning melalui metode sorogan bagi para santri agar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka dalam pembelajaran di pondok pesantren proses pembelajaran harus bisa mengoptimalkan bahan yang ada dan memberi variasi pelajaran agar lingkungan belajar tidak bersifat membosankan bagi peserta didik, maka guru (kyai/ustadz) sebagai salah satu elemen penting dalam proses belajar mengajar harus pandai-pandai mengolah bahan pembelajaran untuk dapat
55
Ibid., hlm. 46-47
66
digunakan yaitu dengan berbagai variasi dalam metode sorogan yang diterapkannya. Kiranya tepat untuk santri usia sekolah Tsanawiyah maupun Aliyah dilakukan pembelajaran kitab kuning dengan model pembelajaran sorogan atau metode sorogan. Dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan dilakukan pembelajaran dengan bentuk perorangan atau individual yaitu dengan satu persatu santri mengahadap kepada ustadz/kyai. Kemudian dihadapan kyai/ustadz, sang santri membacakan dan mengartikan maksud kandungan artinya dari kitab kuning. Mengelola pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan yang mengintegrasikan materi dengan diimbangi kemampuan dalam penguasaan bahasa arab dalam satu majlis yang langsung disimak dan diperhatikan oleh kyai/ustadz pembimbing, yang kemudian secara langsung dan bijaksana mengoreksi bacaan yang dilakukan oleh para santrinya tentunya sangat bermanfaat bagi setiap santri karena pada dasarnya mereka memiliki kemampuan kreatif untuk mengembangkan kemampuan dihadapan gurunya (kyai/ustadz). Metode sorogan yang dilaksanakan dalam pembelajaran kitab kuning dirasakan bisa menampung beragam kemampuan santri dalam satu majlis sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan setiap santri. Pembelajaran model sorogan dengan menggunakan pendekatan lintas disiplin ilmu yang disusun secara berkesinambungan melalui pendekatan sorogan sehingga menjadi terpadu dan berkesinambungan.
67
Metode sorogam merupakan model pengajaran terpadu yaitu untuk mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersamaan yang meliputi sikap (antara lain : jujur, tidak percaya takhayul, teliti, tekun, terbuka terhadap gagasan ilmiah), ketrampilan (antara lain: memperoleh, memilih, dan memanfaatkan informasi, menggunakan alat, mengamati, membaca grafik termasuk juga ketrampilan sosial seperti bekerja sama dan kepemimpinan), dan wawasan kognitif (seperti: gagasan konseptual tentang lingkungan dan alam sekitar). Dan pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan memberikan peluang bagi siswa/santri untuk membangun sinergi kemampuan sehingga tujuan utuh pendidikan dapat tercapai. Kemampuan siswa/santri yang diperoleh dari pembelajaran kitab kuning akan saling memperkuat kemampuan yang diperoleh dari mata pelajaran yang lain.56 Penggunaan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Proses pembelajaran kitab kuning dengan meode sorogan merupakan upaya mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan dipengaruhi kebermaknaan belajar bagi para santri/siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran kitab kuning tersebut. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar kitab kuning yang dipelajari akan membentuk skema sehingga santri/siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
56
Nasution. S, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995), hlm. 111.
68
Selain itu, dengan penerapan pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan di pondok pesantren akan sangat membantu para santri, karena sesuai dengan tahap perkembangannya yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu hukum (holistic) dengan pertimbangan tingkat kemampuan siswa dalam menguasai ilmu dasar bahasa arab dalam membaca dan memaknai kitab kuning.57 Proses pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan adalah kegiatan belajar yang melalui pengalaman langsung. Di mana menurut para ahli pendidikan, belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa/santri tidak sekedar mengamati, tetapi harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.58 Hal itulah yang ditunjukkan dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan yang dilakukan para santri dihadapan kyai atau ustadz pembimbingnya
57
http://mgmips.wordpress.com/2010/04/07arti-penting-pembeljaran-metode sorogan/, dikutip pada tanggal 12 Desember 2014. 58 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1999), hlm. 45
69
BAB III LAPORAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak 1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Daruttauhid AlAlawiyah Jepara a. Identitas Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara1 1)
Nama Pesantren
:
PP Daruttauhid al-Alawiyyah
2)
NPSN
:
3)
NSS
:
4)
Status Madrasah
: Swasta
5)
Tahun Berdiri
: 1982
6)
Alamat Madrasah
: Jl. Pakis Haji No. 108 Potroyudan
7)
Desa / Kelurahan
: Potroyudan
8)
Kecamatan
: Jepara Kota
9)
Kabupaten
: Jepara
10) No. Telepon
: (0291) 591286 Kode Pos : 59412
11) Email
:
[email protected]
12) Propinsi
: Jawa Tengah
13) Nama Pengasuh Podok
: KH Mundziri Jauhari.
14) : KH. Ahmad Roziqin, Lc 15) Status Tanah
: Milik Sendiri
16) Jumlah Rombongan Belajar : 17) Kegiatan Belajar Mengajar : - Pagi ( ba‟da subuh s/d 10.00) - Siang ( 13.30 s/d 15.00 ) - Sore ( Ba‟da Ashar s/d 17.00) 1
Dokumentasi Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara, Tanggal 2 Juli Tahun
2015
69
70
- Malam (Ba‟da Maghrib s/d 20.00) 18) Sumber Dana Operasional
: Donatur dan Iuran Santri
b. Sejarah Historis Pondok Pesantren Daruttauhid Al-Alawiyah Jepara Pendiri PP. Daruttauhid Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara adalah KH. Ahmad Jauhari (Mbah Johar). Beliau adalah seorang figur yang cerdas, tekun, dan penuh dengan semangat belajar dan semangat berjuang. Beliau lahir pada hari Ahad Pahing, 11 Jumadal Ula 1363 H. / 30 April 1944 M. di desa Mutih Kulon, kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Beliau adalah putra ke tiga dari delapan bersaudara dari pasangan suami istri bapak H. Fauzan dan ibu Hj. Fatimah (ibu Masrumi). Beliau dibesarkan di desa Mutih Kulon Wedung Demak. Desa Mutih adalah desa yang penuh dengan nuansa keIslaman dan kental dengan suasana keagamaan.2 Pada usia anak-anak beliau menuntut ilmu didesanya. Beliau berguru pada KH. Sanusi (ayahanda KH. Ali Murtadlo), KH. Labib dan KH. Mas‟udi. Selama belajar di Mutih Kulon dan sebelum beliau pergi menuntut ilmu ke luar desa, dengan kecerdasan dan ketekunannya beliau mampu menghafal nadhom Maqshud (ilmu shorof) dan nadhom-nadhom lainnya.
2
Ibid.
71
Seusai belajar di desanya, maka ketika beliau kira-kira berumur 12 tahun (tahun1956 M) beliau mondok untuk pertama kali yaitu di PP. Roudlotuttholibin Rembang yang diasuh oleh KH. Bisyri Mushthofa, seorang alim terkemuka pada masanya, ahli dakwah / muballigh yang masyhur dan penulis yang produktif. Banyak sekali tulisan dan karya beliau, diantaranya yang terkenal adalah Al Ibriz (terjemah tafsir Al Qur‟an) dan terjemah Alfiyyah Ibn Malik (dalam ilmu nahwu). Beliau – KH. Ahmad Jauhari – disamping belajar kepada Mbah Bisyri berbagai bidang ilmu syariat (agama), juga belajar metode dakwah dan ilmu kemasyarakatan. Adapun pengajian yang diprioritaskan adalah ilmu alat (nahwu) yaitu Alfiyyah Ibn Malik dan tafsir Al Qur‟an Alkarim, dan dalam waktu yang relatif singkat dengan pertolongan Alloh ta‟ala - beliau bisa menguasai ilmu-ilmu tersebut. Setelah lebih kurang tiga tahun di Rembang, beliau menambah wawasan keilmuannya dan tabarrukan kepada para ulama‟ dan kyai. Beliau melanjutkan nyantri di PP. Sarang Rembang yang sangat terkenal dengan ilmu alat dan fiqihnya, di bawah asuhan Mbah Ber (panggilan akrab KH. Zubair Dahlan, ayahanda KH. Maimun Zubair / Mbah Mun). Disamping itu beliau juga menyempatkan ngaji kepada
72
KH. Ahmad Syu‟aib (mertua Mbah Ber) dan KH. Maimun Zubair (waktu itu masih dipanggil Gus).3 Di pesantren tersebut beliau banyak belajar ilmu alat (nahwu) dan fiqih. Bukan rahasia lagi bahwa figur KH. Zubair Dahlan merupakan pakar ilmu fiqih pada zamannya. Oleh karenanya, didalam masalah fiqhiyyah beliau - KH. Ahmad Jauhari - banyak terilhami oleh pemikiran-pemikiran Mbah Ber. Setelah beberapa tahun di Sarang, rasanya tak puas jika beliau hanya mempunyai satu atau dua orang guru saja dan pada tempat yang sama. Maka beliau meneruskan nyantrinya di PP. Pondowan Tayu Pati, tepatnya di pesantrennya KH. Muhammadun, seorang kyai yang terkenal ahli fiqih dan tashawwuf pada zamannya. Oleh karena itu, dalam hal tashawwuf beliau – KH. Ahmad Djauhari - banyak merujuk pada pemikiran Mbah Madun (panggilan akrab KH. Muhammadun Pondowan). Beliau tak henti-hentinya didalam menuntut ilmu meskipun dalam keadaan ekonomi keluarga sulit. Dalam keadaan ekonomi orang tua kesulitan, beliau menuntut ilmu di pesantren Kyai Zaenal Pekalongan. Untuk menutup kebutuhan hidup di pesantren, beliau belajar membatik dan bekerja di perusahaan batik yang hasilnya untuk memenuhi kebutuhan ngaji di pesantren tersebut. Tidak berapa lama beliau belajar di Pekalongan dengan nyambi kerja, beliau bertemu
3
ibid.
73
dengan guru beliau KH. Bisyri Mushthofa
pada saat KH. Bisyri
mengisi pengajian di Pekalongan. Pada saat itu pula beliau diajak oleh KH. Bisyri untuk kembali nyantri di Rembang. Di Rembang beliau banyak belajar khidmah pada Mbah Bisyri (panggilan akrab KH. Bisyri Musthofa). Beliau dekat dengan keluarga Mbah Bisyri terlebih dengan Gus Mus (panggilan akrab KH. Musthofa Bisyri, putra Mbah Bisyri), teman mukholithnya waktu nyantri di Rembang. Bahkan karena kedekatan beliau dengan keluarga Mbah Bisyri hingga beliau nyaris dijodohkan dengan keluarganya. Setelah beberapa tahun di Rembang dan dirasa cukup, beliau lalu meneruskan cita-citanya dengan tabarrukan mengaji kepada KH. Abu Fadlol Senori Tuban, seorang kyai yang terkenal alim dan cerdas dan mampu menghafal Al Qur‟an pada umur sekitar 9 tahun serta menguasai ilmu-ilmu yang lain. Hal ini wajar bagi beliau – KH. Abu Fadhol - karena kyai tersebut hafal apa saja yang didengar dari ayahandanya, yaitu KH. Junaid. Mbah Dhol (panggilan akrab KH. Abu Fadhol Senori) termasuk penulis yang produktif. Diantara karya-karya beliau yang terkenal
adalah
ahlussunnah
Al-Kawaakibullammaa’ah
waljama‟ah),
Syarh
(tentang
akidah
Al-Kawaakibillammaa’ah,
Addurrulfariid syarh ‘alaa Jauharotittauhiid, Tashiilulmasaalik syarh ‘alaa Alfiyyah Ibn Malik, dan masih banyak lagi. Kepada Mbah Dhol,
74
beliau – KH. Ahmad Jauhari - banyak belajar kitab-kitab besar, khususnya yang berkaitan dengan fiqih dan tashawwuf. Setelah dirasa cukup mempelajari berbagai ilmu agama kepada para ulama‟, rasanya belum sempurna apabila belum menghafal alQur‟an Alkarim. Maka kemudian beliau meneruskan ngajinya pada KH. Arwani Kudus. Kepada Mbah Arwani beliau mengaji dan menghafal al-Qur‟an dan menjadi santri istimewa, yaitu ketika pada umumnya para santri hanya bisa menyetorkan hafalan sebanyak satu halaman, maka beliau diberi kesempatan untuk menyetorkan hafalan tanpa dibatasi jumlahnya.4 Perlakuan istimewa Mbah Arwani pada beliau membuat beliau dekat dengan kyai, sehingga pada pernikahannya yang pertama beliau dinikahkan oleh Mbah Arwani di ndalemnya, tepatnya pada tahun 1969 M dengan seorang gadis bernama Siti Qudsiyyah putri pertama dari pasangan suami istri bapak H. Abbas Manshur (bapak Marwan) dan ibu Hj. Ummi Kultsum dari desa Potroyudan Jepara, namun pernikahan tersebut tidak bertahan lama dan tidak membuahkan keturunan, karena sang istri pada bulan Desenber tahun 1970 M. pulang ke rahmatulloh. Sejak beliau menyunting Ibu Qudsiyyah, beliau mulai berkiprah di masyarakat Jepara dan Mutih Kulon, khususnya di organisasi NU Jepara. Beliau diajak oleh KH. Fauzan
4
ibid.
75
dan KH. Rosyid untuk ikut membesarkan NU di Jepara dan beliau dipercaya memegang amanah sebagai katib Syuriyah NU Jepara. Sepeninggal istrinya - Ibu Qudsiyyah - disamping beliau tetap berkiprah di masyarakat baik di Jepara maupun di Mutih Demak, beliau lebih memfokuskan melancarkan hafalan Al Qur‟an di Kudus pada Mbah Arwani, tepatnya di PP. Yanbu‟ul Qur‟an, hingga beliau KH. Ahmad Jauhari - melaksanakan pernikahannya yang kedua dengan seorang gadis yang bernama Siti Farida, putri terakhir bapak H. Abbas Manshur, yang tiada lain adalah adik almarhumah istri yang pertama. Pernikahan ini direstui oleh Mbah Arwani dan Mbah Hamid Pasuruan dan berlangsung pada tahun 1972 M. Dengan istri yang kedua ini, yaitu ibu Siti Farida, beliau dikaruniai enam orang anak yang hidup, yaitu: Mundziri, Amalia Hidayah, Laila Maghfiroh, Muhammad Maimun, Abdurrohman dan Afro‟ Tsuroyya.5 Setelah kelahiran anak yang pertama, tepatnya pada tahun 1975 M. beliau berangkat ke Makkah Almukarromah untuk menambah wawasan keilmuannya. Selama tujuh bulan di Makkah Almukarromah, beliau memanfaatkan waktunya untuk menimba ilmu pada para ulama‟ besar khususnya pada Syaikh Yasin Alfadani. Dan pada awal pernikahan beliau yang kedua sebelum berangkat ke Makkah
Almukarromah,
beliau
masih
berusaha
menyisihkan
waktunya untuk mengikuti ngaji khataman, diantaranya ngaji
5
ibid.
76
khataman kepada Mbah Dalhar Watucongol Magelang dan Mbah Mushlih Mranggen Demak. Setelah kelahiran anak yang kedua dan setelah bertawassul di Batuampar Madura, tepatnya pada awal tahun 1977 M, beliau berangkat lagi ke Makkah Almukarromah yang kedua kalinya untuk menambah wawasan keilmuan dan memperluas cakrawala berfikir dan berdzikir. Beliau aktif belajar kepada para ulama‟ terkemuka di kota Makkah Almukarromah, khususnya kepada Al‟arif billah Abuya Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alawi Almaliki Alhasani, seorang pakar ilmu hadits, pejuang faham ahlussunnah waljama‟ah dan seorang waliyyulloh. Kepada Abuya Sayyid Muhammad Almaliki, KH. Ahmad Jauhari mengaji dan berkhidmah, dan beliau termasuk santri yang dekat dengan Abuya. Karena kedekatannya, beliau bersama beberapa temannya diperbolehkan untuk tinggal di kholwat (tempat khusus untuk beribadah) Abuya yang berada di bagian bawah Masjidilharom. Beliau dan teman-temannya tinggal di kholwat tersebut untuk belajar dan berkhidmah kepada Abuya dan sekaligus Abuya mendidik mereka untuk mendekatkan diri kepada Alloh ta‟ala. Diantara teman-teman beliau
ketika tinggal di kholwat Abuya adalah KH. Mahfudh
Syaubari (pengasuh PP. Riyadhuljannah Pacet Mojokerto), KH.
77
Abdulmajid Abdulfattah (pengasuh PP. Alfattah Siman Lamongan) dan lainnya.6 Hal itu berlangsung sampai akhirnya terjadi peristiwa perebutan Masjidil harom yang dilancarkan oleh Juhaiman dan kawan-kawan pada tahun 1979 M. yang berakibat pada penutupan kholwat-kholwat yang berada di Masjidilharom oleh pemerintah Saudi Arabia. Oleh karena itu, beliau dan teman-temannya pindah ke kediaman Abuya Almaliki di kawasan Al‟Utaibiyyah (sekitar 2 km dari Masjidilharom). Setelah beberapa bulan beliau tinggal di kediaman Abuya, maka pada akhir tahun 1979 M. beliau diizinkan untuk pulang ke tanah air bersama-sama santri-santri Abuya lulusan pertama dengan diantar langsung oleh Abuya Sayyid Muhammad Alawi Almaliki Alhasani sampai ke Indonesia. Termasuk dari keistimewaan Abuya Sayyid Muhammad Almaliki adalah beliau pernah dawuh kepada KH. Ahmad Jauhari : “Yaa Ahmad Jauhari, iftah lakalma‟had” (Wahai Ahmad Jauhari, bukalah pesantren untukmu). Pada waktu itu beliau – KH. Ahmad Jauhari - merasa kebingungan karena sulit untuk mencari lokasi bagi berdirinya sebuah pesantren, namun jika Alloh ta‟ala berkehendak maka segala sesuatu pasti akan terjadi. Pada suatu saat di desa Potroyudan, tepatnya di musholla Roudhotuljannah yang terletak di depan rumah beliau, subhanalloh tanpa diduga dan tiada hujan dan
6
ibid.
78
tiada angin dan di siang hari tiba-tiba musholla tersebut tersambar petir, maka kemudian masyarakat merehabnya sekaligus menyarankan agar bagian belakang musholla ditingkat agar lantai atas dimanfaatkan untuk pesantren. Pada tahun 1982 M. berdirilah sebuah pesantren yang didirikan beliau, dan oleh Abuya Sayyid Muhammad Almaliki diberi nama “Daruttauhid Al’Alawiyyah” . Daruttauhid adalah nama lain dari kota tempat tinggal Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam yaitu kota Almadinah Almunawwaroh, sedangkan Al‟Alawiyyah adalah nisbat kepada Sayyid Alawi ayahanda Abuya Sayyid Muhammad Almaliki Alhasani. PP. Daruttauhid Al‟Alawiyyah ini diresmikan pada malam Ahad, 20 November 1982 M. / 5 Shofar 1403 H. dan dihadiri oleh KH. Ali Ma‟shum Krapyak Jogjakarta dan Prof. Tholhah Manshur serta para ulama‟ dan masyarakat sekitar. Setelah kepulangan beliau dari Makkah Almukarromah dan sebelum mendirikan pesantren, beliau menyebarkan ilmunya dari musholla ke musholla disamping aktif di ormas NU Jepara. Setelah beliau
mendirikan
pesantren
dengan
mendapatkan
dukungan
masyarakat, meskipun waktunya banyak tercurahkan untuk mengelola dan mengembangkan pesantren, beliau masih mengaji dan berkiprah di masyarakat dan di ormas NU. Selain itu beliau juga melakukan bai‟at thoriqoh Naqsyabandiyyah Kholidiyyah pada Mbah Arwani Kudus sampai beliau dipercaya menjadi guru thoriqoh di Jepara.
79
Pada masa mengajar beliau baik di pesantren atau di mayarakat, beliau sering menggunakan metode Mbah Bisyri yaitu berisi tapi penuh dengan humor. Dan di pesantren, mengingat bahwa kebanyakan santri adalah dari tingkatan pemula, maka beliau menekankan ilmu alat (nahwu) dari tingkat dasar sampai Alfiyyah dengan gaya Mbah Bisyri juga, disamping tafsir, hadits, fiqih dan yang lain. Pesantren Daruttauhid pada awal pendiriannya merupakan pesantren kecil yang hanya ada 2 kamar dengan jumlah santri sekitar 15 orang. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak santri dari luar jepara yang menimba ilmu di pesantren ini sehingga pesantren kekurangan local untuk menampung santri. Hingga pada akhirnya ada seseorang yang mewakafkan tanahnya untuk kepentingan keagamaan kepada KH. Ahmad Jauhari dan dibangunlah local pesantren di sebelah timur ndalem pengasuh. Hingga Pada tahun 2002, pesantren melakukan perombakan bangunan yang dipimpin oleh menantu beliau KH. Ahmad Roziqin mengingat bangunan pesantren yang sudah agak tua. yang semula local al firdaus hanya ada 3 kamar direnovasi menjadi 6 kamar dan 1 aula belajar untuk memudahkan dan mengontrol santri dalam belajar. Dengan bantuan dana dari donator dermawan dan iuran santri pembangunan dilakukan setiap hari oleh santri-santri siang dan malam. Di pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah tidak hanya diajarkan pengajian kitab kuning saja, melainkan santri dididik dan dibina agar kelak sepulang dari pondok,
80
santri dapat langsung terjun dimasyarakat didaerah masing-masing untuk mengembangkan keilmuan yang telah didapat dipesantren. Diantara pelatihan yang diberikan adalah program retorika yang dibimbing oleh KH. Miladi Nakwa pengasuh PP Ibnu Tsina Jakarta yang berorientasi pada pelatihan dakwah di Kampong Melayu Jakarta dan termasuk salah satu menantu KH. Ahmad Jauhari. Kepulangan putra beliau KH. Mundziri Jauhari dari Makkah al Mukarromah memberikan angin segar bagi pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah. KH. Mundziri Jauhari menuntut ilmu selama 15 tahun ditempat Abuya Sayyid Muhammad „Alawy Al Maliki. Program pengajian dibagi menjadi 2 majlis pengajian yaitu majlis kajian fiqih dan tafsir yang dibimbing langsung oleh KH. Ahmad Roziqin dan majlis kajian hadits dan mustolah hadits yang dibimbing oleh KH Mundziri Jauhari. Pengajian untuk masyarakat umum sekitar jepara kota dilaksanakan setiap ahad pagi dengan kajian tafsir al qur‟an dan hadits, sedangkan untuk para alumni pondok pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah diadakan pengajian rutinan setiap hari ahad dan jum‟at dengan kajian hadits, tafsir dan mustholah hadits dan setiap malam ahad dengan kajian hadits Shohih al Bukhori.7
7
Ibid.
81
c. Jumlah Santri Pada Tahun 2013/2014 Jumlah santri Pon Pes Daruttauhid Al „Alawiyyah pada tahun pelajaran 2013/2014 adalah sebanyak 76 santri dengan rincian sebagai berikut :8 Kelas
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah Santri
Ula
16
10
26
Wustho
9
12
21
Ulya
11
5
16
Pasca
10
3
13
Jumlah
46
30
76
d. Data Asatidz9 No
Nama asatidz
Tempat, tanggal lahir
Alamat
Keterangan
1.
KH. Mundziri Jauhari
Jepara, 21 Juni 1974
Potroyudan-Jepara
Pengasuh
2.
KH. Ahmad Roziqin, Lc
Demak, 2 Januari 1965
Potroyudan-Jepara
Pengasuh
3.
Hj. Siti Faridah
Jepara, 23 Januari 1955
Potroyudan-Jepara
Pengasuh Putri
4.
Hj. Laila Maghfiroh
Jepara, -
Potroyudan-Jepara
Pengasuh Putri
5.
Ust. Akhmad Ghozali
Jepara, 3 November 1976
Ujung Batu-Jepara
Ustadz Luar
6.
Ust. Ni‟amulloh
Bebes, -
Bapangan-Jepara
Ustadz Luar
7.
Plajan-Pakis Aji
Ketua Pondok
8.
Ust. Ab. Halim Mahmud Jepara, 10 September 1992 Ust. M. Sya‟roni Jepara, 10 Januari 1989
Pendem-Kembang
Ustadz Dalam
9.
Ust. M. Zaenal Mabrur
Jepara, 9 April 1991
Welahan-Jepara
Ustadz Dalam
10.
Ust. Afif Masruhan
Demak, 10 Agustus 1986
Bonang-Demak
Ustadz Dalam
11.
Ust. M.Jalaluddin
Boyolali, 10 April 1990
Juwangi-Boyolali
Ustadz Dalam
12.
Ust. Arif Abdul Wahid
Jepara, 13 Desember 1992 Kedungcino-Jepara
Ustadz Dalam
13.
Ust. Alex Utsman
Jepara, 4 September 1994
Ustadz Dalam
8 9
Observasi Peneliti pada tanggal 2 Juli 2015. ibid.
Bulungan-Pakis Aji
82
e. Sarana dan Prasarana Fisik10 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Nama barang Ruang Belajar Ruang Kantor Musholla Gedung Kamar Santri Pepustakaan Kamar Mandi/ WC Almari kantor Papan Pengumuman Jam Dinding Pengeras Suara Papan Tulis komputer Printer
Jumlah 4 ruang 1 ruang 1 buah 3 buah 10 ruang 1 ruang 11 buah 3 buah 3 buah 15 buah 3 buah 3 buah 2 set 1 buah
Keterangan Baik Sedang 4 1 1 3 9 1 1 11 3 1 10 3 2 1 3 1 1 1
Rusak 2 -
2. Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak a. Sejaran Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak Berdirinya Ponpes Darussalam ini
adalah berawal setelah
lulusnya beliau dari MA Qudsiyah pada angkatan tahun 1990 M. dan sepulang beliau dari Pondok pesantren Roudltul Muta‟alimin yang diasuh oleh K.H.M Ma‟ruf Irsyad Kudus pada tahun 1991 M . kemudian sambil masih mencari ilmu dan tabarukan kepada para Kiyai sepuh, mulai Jawa timur sampai Jawa Barat Beliau juga sudah mulai mendirikan pondok pesantren putra dengan nama “Darussalam” yang terletak diatas tanah hak milik beliau sendiri. Hal ini cocok dengan petunjuk dua guru yang sama dan kebetulan nama pondok beliau juga 10
Observasi Peneliti pada Tanggal 2 Juli 2015.
83
sama dengan Syeh KH. Jauhari Umar Pasuruan Jawa timur dan KH. Ali Saridi Saripan Jepara. Kedua guru ini berdawuh ” Kowe Gaweo Pondok Pesantren, Wei Jeneng Podo “Pondokku : Darussalam “. Kemudian didirikanlah Pondok Pesantren tersebut dengan nama yang telah didawuhkan sang guru tadi, yaitu : “ Darussalam “. 11 Ketika peletakan batu pertama, juga pernah dirawuhi dan didoakan oleh guru yang pernah beliau tempati mondok kira-kira 12 tahun yang lalu yaitu KH. M. Ma‟ruf Irsyad Kudus. Konon ceritanya ketika membangun Pon Pes Putra ini KH. M Barokah Syarqowi masih bujangan. Adapun santri yang pertama kali adalah bernama Rifa‟i dan Rozi dari Sidoarjo Jawa Timur . Beliau merintis Pondok Pesantren ini dengan penuh keuletan dan perjuangan yang sangat tinggi dan berangkat dari hak milik pribadi beliau yang diberikan oleh orang tua beliau yaitu simbah Sarkam Syarqowi, kebetulan juga tanah tersebut adalah tanah kelahiran beliau sendiri. Sebelum beliau mendirikan Ponpes Darussalam, majlis yang pertama kali beliau dirikan adalah TPQ Abnaul Qur”Ani pada tahun 1992. Setelah selesai membangun TPQ dengan membaca bismilah, pada tahun 1994 beliau mendirikan Ponpes untuk asrama putra kemudian dilanjutkan pada tahun 1997 membangun kembali lantai dua untuk asrama putri. Tidak lama kemudian pada tahun 2005 dengan 11
2015.
Dokumentasi Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, Tanggal 4 Juli Tahun
84
fadhol Allah pada tahun 2005 beliau membeli sebidang tanah dengan luas ± 5000 m², hingga pada akhirnya setelah pesantren mengalami perkembangan dengan bertambahnya santri, akhirnya tidak lama kemudian didirikanlah madin salafiyah dengan nama Darussalam .12 Di Ponpes Darussalam ini tidak hanya diajarkan ilmu atau pengajian kitab kuning saja melainkan berbagai macam fan-fan ilmu, sehubungan sesuai perkembangan zaman. Pada tanggal 12 Juli 2006 didirikanlah MTs Darussalam dengan tujuan memberikan pendidikan bagi para santri yang ingin mengenyam pendidikan formal. Pada tanggal 30 Januari 2009 didirikanlah SMK Al Mubarok untuk menampung lulusan dari SMP atau sederajat dengan membuka jurusan TKJ (Tehnik Komputer dan Jaringan) dan Tata Busana. Adapun bagi masyarakat sekitar yang putus sekolah dan ingin memiliki setingkat SMP dan SMA, maka pada tanggal
Ijazah
01 Januari 2006
didirikanlah Wajar Dikdas dan program Paket C secara gratis. Tidak hanya terbatas sampai disitu, pada tahun 2010 KH. M. Barokah Syarqowi juga mendirikan lembaga pelatihan dan ketrampilan secara gratis yang diberi nama LPK Al Azhar untuk memberikan pelatihan ketrampilan dibidang komputer dan menjahit bagi masyarakat sekitar yang siap untuk bekerja dan sebagai bekal bekerja dikemudian hari. Bagi bapak-bapak dan Ibu-ibu sekitar pesantren diadakan pengajian rutinan setiap malam jum‟at dan selasa, dengan acara pengajian yaitu
12
ibid.
85
Manaqib Jawahirul Ma’ani, sedangkan untuk masyarakat umum diadakan pengajian dan mujahadah Manaqib Rosul Nalal Barokah setiap malam selasa Kliwon.
b. Identitas Pesantren 1) Nama Pesantren
: PP DARUSSALAM
2) NPSN
:
3) NSS
:
4) Status Pesantren
: Swasta
5) Tahun Berdiri
: 1994
6) Alamat Pesantren
: Jl. Surowijoyo Sampurno
7) Desa / Kelurahan
: Bermi
8) Kecamatan
: Mijen
9) Kabupaten
: Demak
10) No. Telepon
: ( 0291 ) 3442564. 085226294008
11) Kode Pos
: 59583
12) Email
:
13) Propinsi
: Jawa Tengah
14) Nama Pengasuh Podok
: KH M. Barokah Syarqowi.
15) Status Tanah
: Milik Sendiri
16) Jumlah Rombongan Belajar : 17) Kegiatan Belajar Mengajar
: Pagi ( ba‟da subuh s/d 08.00). Siang
( 14.00 s/d 16.00). Malam ( Ba‟da Maghrib s/d 20.30)
86
18) Sumber Dana Operasional
: Donatur dan Iuran Santri
19) Rekening Bank a. Nama
: LPI DARUSSALAM
b. Bank
: Tabungan BRI
c. Nomor Rekening
: 3740-01-011445-53-1
d. Alamat
: Bermi Mijen Demak
e. Kantor Cabang/Unit
: Mijen Demak.13
c. Letak Geografis Desa Bermi merupakan salah satu desa yang strategis letaknya, karena dilalui jalan raya yang menghubungkan kota Demak dan kota Jepara, bahkan jalur penting ini setiap harinya tidak sedikit kendaraan baik yang datang Jakarta maupun Surabaya. Desa Bermi terletak sebelah utara kota Demak, kota Demak ± 20 Km dan jarak pada kota Demak ± 16 Km. Jadi jelas bahwa jalan raya jurusan Demak-Jepara pasti melewati jalan tersebut. Dan desa Bermi termasuk daerah dataran rendah dengan luas wilayah desa adalah 223.704 Ha. Dan untuk lebih jelasnya dapat penulis uraikan dengan batas-batas sebagai berikut :
13
a) Sebelah barat
: berbatasan rumah penduduk.
b) Sebelah selatan
: berbatasan dengan rumah penduduk.
c) Sebelah timur
: berbatasan dengan Makam umum.
Observasi Peneliti pada Tanggal 4 Juli 2015.
87
d) Sebelah utara
d. Keadaan
: berbatasan rumah penduduk.14
Ustadz/Ustadzah
dan
Santri
Pondok
Pesantren
Darussalam Bermi Mijen Demak Ustadz/ Ustadzah tidak lain juga disebut sebagai guru yang bertugas mengajar berbagai ilmu pengetahuan. Dimana di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak tidak hanya pendidikan agama saja namun pendidikan umum juga diterapkan di pendidikan formal. Adapun keadaan ustadz/ ustadzah sebagaimana berikut :15
Tabel 2 Keadaan ustadz/ustadzah pondok pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak No
Pendidikan
1
Noor Mukhlisin
S1
2
Miftahudin
S1
3
Ahmad Fauzi
Ponpes
4
M. Musta‟in
MA
5
M. Ali Gufron
MA
6
M. Bisri
7
Nailul Nihlah
8
Noor Zakiyah Mabruroh
No
14
Nama Ustadzah/Ustadzah
Nama Ustadzah/Ustadzah
POnpes SMK Ponpes Pendidikan
9
Farihatul Hidayah
Ponpes
10
Rusmiyati
Ponpes
11
Siti Qori‟ah
S1
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak pada tanggal 4 Juli 2015. 15 Data Dokumen, Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, dikutip pada tanggal 4 Juli 2015
88
12
Dwi sugihanti
S1
13
Maesaroh
S1
14
Mujiyanti
Ponpes
15
Khasanah
Ponpes
16
Afifah Afiyanti
Ponpes
17
Rodiyana
Ponpes
Adanya santri atau siswa Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak berjumlah sekitar 706 santri, dengan perincian sebagai berikut : Jumlah Santri
Asatidz
a. Madin
: 123 Orang
: 12 Orang
b. MTs
: 49 Orang
:17 Orang
c. SMK
: 58 Orang
: 15 Orang
d. Wajar
: 21 Orang
: 6 Orang
e. LPK
: 50 Orang
: 8 Orang
f. TPQ
: 90 Orang
: 5 Orang
g. Musyafahah Fajar
: 20 Orang
: 2 Orang
h. Tahfidzul Qur‟an
: 15 Orang
: 1 Orang
i. Mengaji Kitab Kuning
: 52 Orang
: 3 Orang
Majelis Ta‟lim
: 249 Orang
: 2 Orang
Jumlah Santri Keseluruhan
: 706 Orang
: 71 Orang
j.
Para santri yang menetap di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak berasal dari berbagai daerah, seperti: Jepara, Pati, Purwodadi, Demak, Kendal, Jawa Barat, Jawa Timur dan ada juga yang berasal dari luar jawa seperti Sumatra dan Kalimantan. Dengan
89
masuk menjadi santri Darussalam, maka mereka berarti harus taat dan patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan di pesantren ini. Baik peraturan itu berupa kewajiban ataupun peraturan-peraturan yang berupa larangan. a. Peraturan yang bersifat wajib adalah: 1) Bagi santri wajib sowan kepada kyai dan mendaftarkan diri di kantor sekretariat. 2) Para santri wajib amal bil ilmi. 3) Para santri wajib menjaga muruah dan ukhuwah islamiyah santri serta nama baik pesantren Darussalam. 4) Para santri wajib memenuhi kewajibannya membayar syahriah. 5) Para santri wajib taat kepada pengurus dan taat tertib pesantren. 6) Para santri wajib berpakaian rapi dan sopan. 7) Para santri wajib lapor kepada pengurus bilamana menerima tamu. 8) Para santri wajib ijin pengurus bila pulang atau pergi. 9) Para santri wajib ijin kepada kyai dan ketua pondok serta menyerahkan Tanda Anggota Santri (KTS) bila menghendaki boyong. 10) Para santri wajib mengikuti kegiatan takhassus dan nasyri. b. Manhiyyat (larangan-larangan) 1) Para santri dilarang pacaran.
90
2) Para santri dilarang bertengkar di dalam maupun di luar pondok. 3) Para santri dilarang mengganggu hak orang lain seperti menggosob dan lain-lain (mencuri). 4) Para santri dilarang menonton bioskop. 5) Para santri dilarang keluar jam malam (pukul 11 malam). 6) Para santri dilarang main catur, remi, gaple/domino, dan bersendau gurau sampai melampaui batas. 7) Para santri dilarang nongkrong di serambi pondok pada waktu ngaji atau shalat jama‟ah berlangsung. 8) Para santri dilarang masuk ke kamar orang lain. 9) Para santri dilarang tidur di dalam kamar maupun di luar pondok pada waktu sedang jaga. c. Ta’zirat (sangsi-sangsi) 1) Bagi santri yang melanggar UU bagian No. 1 sampai 9 akan diambil kebijakan oleh pengurus. 2) Bagi santri yang melanggar UU bagian II No. 1 sampai No. 3 akan dita‟zir dan diusir dari pondok. 3) Bagi santri yang melanggar UU bagian No. 4 akan dikenakan sangsi oleh pengurus.16
16
Data Dokumen Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dikutip tanggal 4 Juli
2015.
91
e. Sarana dan Prasarana Suatu pelaksanaan pendidikan sudah barang tentu membutuhkan adanya suatu fasilitas, dimana fasilitas yang digunakan adalah sangat penting bagi terlaksananya proses belajar mengajar. Dengan fasilitas yang memadai, maka pelaksanaan proses pendidikan itu akan berjalan baik dan lancar. Adapun fasilitas yang digunakan oleh pesantren Darussalam ini adalah sebagai berikut :17 Tabel 3 Sarana Prasarana Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
17
Nama barang Ruang Belajar Ruang Kantor Musholla Gedung Kamar Santri Pepustakaan Kamar Mandi/ WC Almari kantor Papan Pengumuman Jam Dinding Pengeras Suara Papan Tulis komputer Printer
Jumlah 8 ruang 1 ruang 1 buah 2 buah 9 ruang 1 ruang 5 buah 6 buah 3 buah 13 buah 3 buah 10 buah 10 set 3 buah
Observasi Peneliti pada Tanggal 4 Juli 2015.
Baik 8 1 1 2 9 1 5 6 3 10 2 10 8 1
Keterangan Sedang 3 1 2 -
Rusak 2
92
B. Data Khusus Penelitian 1. Pelaksanaan Metode Sorogan a. Pondok
Pesantren
Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan
Jepara Setelah
data
terkumpul
dengan
menggunakan
metode
observasi, dokumentasi dan interview, peneliti dapat menganalisis hasil penelitian dengan teknik kualitatif deskriptif, artinya peneliti akan menggambarkan, menguraikan dan menginterpresentasikan data-data
yang
telah
terkumpul
sehingga
akan memperoleh
gambaran secara umum dan menyeluruh tentang yang sebenarnya. Dari hasil observasi peneliti, diketahui bahwa pengasuh Pondok Pesantren tersebut dalam pelaksanaan sorogan yang dilaksanakan pada pukul 18.30 – 19. 30 dengan kajian al-Jami’as Shohih Lil Muslim diampu oleh KH Mundziri Jauhari dan kitab Fathul Qorib diampu oleh KH Ahmad Roziqin, Lc. Pada pengajian ini santri satu per satu membacakan kembali kitab yang sudah dibacakan oleh KH Mundziri Jauhari dan KH. Ahmad Roziqin, Lc. sesuai dengan kaidah nahwu shorof, apabila santri didapati kekeliruan dalam membaca kitab kuning maka secara langsung dibetulkan cara membacanya oleh pak yai. Pada pukul 08.00 – 10.00 dengan kajian kitab khoshoisul Ummat Li Ummatil Muhammadiyah diampu langsung oleh KH Mundziri Jauhari dengan metode sorogan santri membacakan kitab yang belum dibaca dan dikaji oleh gurunya dan
93
sang guru menyimak bacaan santri dari segi tarkib, I‟rob dan penjelasan materi. Pengajian ini diikuti oleh para santri senior yang tidak ada kepentingan bekerja dan sekolah. Pada pukul 13.30 – 15.00 dengan kajian kitab Riyadul Badi’ah diampu oleh ustadz Abdul Halim Mahmud dan kitab Safinatun Najah yang diampu oleh ustadz Sya‟roni dan Ustadz M. Jalaludin dengan pelaksanaannya santri membaca kitab yang sudah dibacakan oleh gurunya. Pengajian pada pukul 13.30 – 15.00 ini dikhususkan untuk para santri pemula yang masih duduk dibangku sekolah.18 Salah satu contoh pelaksanaan membaca kitab kuning dengan metode sorogan di pondok pesantren daruttauhid al „alawiyyah jepara adalah sebagai berikut :
= utawi piro-piro rukune sholat = iku ono wolu las = apane rukune = utawi salah sijine wolulas = iku niat = utawi niat = iku nejo suwiji-wiji = hale dibarengake opo qosdu
18
Observasi peneliti Sabtu 6 Juli 2015.
94
= kelawan nglakoni suwiji-wiji = utawi panggonane niat = iku ati Dari bacaan kitab kuning diatas yang sudah dibaca oleh KH. Ahmad Roziqin, Lc., dengan kajian kitab fathul qorib bab rukun sholat, maka santri maju satu persatu dihadapan KH. Ahmad Roziqin, Lc., membaca kembali bacaan tersebut sesuai dengan yang dibaca oleh kyai. Baik dari segi tarkib ( mubtada’ khobar, fi’il fa’il, tamyiz haal, dll) maupun I‟rob ( rofa’, nashob, jar dan jazm). Hasil
wawancara
yang
dilakukan
peneliti
di
Pondok
Pesantren Daruttauhid Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, bahwasanya standar
kualitas pembelajaran sorogan di pondok pesantren
Daruttauhid Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara untuk mencapai tujuan meningkatkan belajar santri adalah santri bisa membaca dan memaknai atau mengartikan kitab kuning dan juga memahami isi dan kandungan dari kitab tersebut, dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut hasil wawancara peneliti dengan KH. Mundziri Jauhari, selaku pimpinan pondok pesantren: “Standar kualitas dari pembelajaran sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara ini paling tidak santri mampu membaca kitab dengan benar menurut kaidah nahwu shorrofnya serta mengerti makna kitab kuning dan memahami isinya”. 19 19
Hasil wawancara dengan KH. Mundziri Jauhari, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015.
95
Lanjut beliau: “Pelaksanaaan metode sorogan di pondok Daruttauhid ini dimulai sejak pondok ini didirikan oleh bapak saya KH. Ahmad Jauhari pada tahun 1982, pengajian dengan metode sorogan ini dilakukan pagi hari pukul 08.00 – 10.00 untuk santri yang tidak bekerja dan sekolah, siang hari setelah sholat dhuhur atau pukul 13.30 – 15.00 untuk santri yang sekolah dan ba‟dal maghrib pukul 18.30 – 20.00 untuk semua kalangan santri. Tehniknya adalah kyai membaca kitab kuning, para santri menyimak sambil memberi makna gandul. Setelah pembacaan kitab kuning selesai maka santri satu persatu maju untuk membaca kembali kajian kitab kuning yang telah disampaikan”. 20 Dari hasil wawancara peneliti, metode pembelajaran sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara diterapkan sejak tahun 1982, yaitu sejak awal berdirinya pondok pesantren
Daruttauhid
pelaksanaan
Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara.
pembelajaran
sorogan dilakukan
Dan
pagi, siang dan
malam. Berikut hasil wawancara peneliti mengenai pelaksanaan pembelajaran
sorogan
di
pondok
pesantren
Daruttauhid
Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara dengan salah satu ustadz; “Pelaksanaan sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara dilaksanakan setiap pagi, siang dan malam pada waktu atau jam yang telah 21 ditentukan.” Hal senada sesuai dengan hasil wawancara dengan ustadz Abdul Halim Mahmud salah satu Ustadz mengatakan : “Dalam pembelajaran sorogan dilaksanakan dalam ruangan berbeda. Hal ini dilakukan mengingat kitab dan waktu yang
20
Ibid. Hasil wawancara dengan Ustadz Akhmad Ghozali, Ustadz Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015 21
96
digunakan juga berbeda dan juga agar tidak gaduh dan bising dengan suara santri satu dengan yang lain”. 22 Lanjut beliau: “Adapun tata cara pelaksanaannya adalah pertama-tama santri berkumpul di tempat pengajian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan masing-masing santri membawa kitab yang hendak dikaji. Seorang santri yang mendapat giliran menghadap langsung secara tatap muka kepada kyai atau ustadz pengajar, kemudian dia membuka bagian yang akan dikaji. Setelah itu santri membaca dan ustadz mendengarkan bacaan santri, bila dalam pembacaan santri itu terdapat kesalahan maka ustadz langsung membenarkannya dan tidak jarang juga ustadz memberikan pertanyaan mengenai maksud dari isi kitab yang dikaji dan mengenai bacaan nahwu shorofnya, hal ini dilakukan secara bergantian”.23 Dari
data
diatas
dapat
disimpulkan
bahwasanya
pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah sudah dimulai sejak lama. Metode sorogan dilaksanakan setiap hari kecuali hari jumat, baik pagi, siang dan malam dengan cara santri mendatangi kyai atau ustadz dalam satu majlis secara bergiliran untuk membacakan kitab kuning yang sudah dikaji. Majlis pengajian yang digunakan berbeda-beda mengingat kajian kitab dan waktu pelaksanaan yang berbeda. b. Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dalam pembelajaran kitab kuning masih memakai metode Salafiyah yaitu dengan menggunakan metode sorogan. Metode ini dianggap efektif dalam mengkaji kitab kuning. 22
Hasil wawancara dengan Ustadz Abdul Halim Mahmud, Ustadz Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 8 Juli 2015 23 ibid.
97
Dari hasil observasi peneliti dilapangan bahwa metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dilaksanakan hari selasa setelah shalat subuh dan setelah sholat maghrib. Proses pelaksanaan metode sorogan dalam satu kelasnya dibagi dalam beberapa kelompok, dan setiap kelompok biasanya beranggotakan 710 orang dengan 1 ustadz pada setiap kelompoknya terkecuali pengajian dengan metode sorogan oleh KH. M. Barokah Syarqowi yang diikuti seluruh santri. Pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam ini, KH. M. Barokah Syarqowi selaku pengasuh mengkaji kitab Kifayatul Akhyar, pengajian ini diikuti oleh seluruh santri setiap hari selasa malam mulai pukul 18.30 – 20.30. sedangkan pengajian yang diampu oleh para asatidz pondok dilaksanakan pada selasa pagi ba‟dal subuh sampai pukul 06.30 dalam satu ruangan yang diberi sekat pemisah agar majlis satu dengan majlis yang lain tidak saling terganggu. kitab yang dikaji adalah kitab safinatun najah diikuti oleh 7 – 10 orang setiap kelompok majlis pengajian. Pengajian yang diampu oleh para asatidz ini terbagi menjadi 5 kelompok dengan kitab yang sama. Berikut
wawancara
peneliti
dengan
pengasuh
Pondok
Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak : “Sorogan di pondok yang saya pimpin diadakan tiap hari selasa pagi dan malam, mengingat santri yang ada di pondok ini rata-rata
98
adalah anak sekolah diluar pesantren, sehingga pelaksanaannya kami jadwalkan tiap hari selasa”24
Sebagai contoh pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak adalah pengajian kitab kifayatul Akhyar oleh KH. M. Barokah Syarqowi sebagai berikut : Awal pengajian dimulai, pak yai membacakan kajian kitab Kifayatul Akhyar pembahasan tentang hukum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak.
= lan ora wenang = opo gunaake piro-piro wadah emas lan perak = lan wenang = opo gunaake sak liyane emas lan perak = bayane songko piro-piro wadah
Setelah KH. M. Barokah Syarqowi selesai membacakan teks serta makna (terjemah) kitab, maka santri pada pengajian yang akan datang maju satu persatu membawa kitab masing-masing untuk mengulangi apa yang telah disampaikan KH. M. Barokah Syarqowi
24
Hasil wawancara dengan KH. M. Barokah Syarqowi, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 15 Juli 2015
99
Hal ini senada dengan hasil wawancara peneliti dengan KH. M. Barokah Syarqowi selaku pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak berikut hasil wawancaranya: “Tehniknya adalah setelah saya membaca kitab kuning dan para santri mengesahi (memberikan makna gandul) pada selasa yang akan datang para santri sebelum dimulai pengajian, maju dengan ditunjuk satu persatu untuk membaca kitab yang sudah dingesahi”. 25
Sesuai dengan hasil observasi, bahwa majlis pengajian sorogan di Pondok Pesantren Darussalam berada dalam ruang yang terpisah dengan satir/sekat. Hal ini sesuai dengan wawancara peneliti dengan Miftahuddin selaku ustadz Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak mengatakan; “Dalam pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dilaksanakan dalam suatu ruangan, dan dalam ruangan tersebut diberi batas-batas atau sekat-sekat. Hal ini dilakukan agar dalam proses pembelajaran tidak terjadi komunikasi antara kelompok satu dengan kelompok yang lain “.26
Selain itu peneliti juga mengadakan wawancara dengan pengurus bidang pendidikan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen
Demak
mengenai
penerapan
metode
sorogan
dalam
pembelajaran kitab kuning. Adapun hasil wawancaranya sebagai berikut: “Metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan para santri dalam 25
ibid. Hasil wawancara dengan Ustadz Miftahuddin, Ustadz Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 15 Juli 2015 26
100
memahami kitab kuning, sebab metode tersebut menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari pada santri, para santri dituntut matlaah (belajar sendiri) sebelum membaca kitab kuning dihadapan ustadz yang mengajar. Untuk peaksanaannya adalah dilaksanakan pada hari selasa pukul 06.00 (setelah shalat subuh dan setelah membaca al-Qur‟an) para santri bertempat di ruang kelas yang sudah dijadwalkan oleh pengurus, dalam satu kelompok terdiri dari 7-10 santri dan setiap santri membawa kitab masing-masing sesuai dengan tingkatannya, setiap santri maju satu persatu. Untuk alokasi waktu satu santri membutuhkan waktu antara 10-13 menit. Dalam metode ini santri mengajukan sebuah kitab yang sudah ditentukan babnya kepada ustadz untuk dibaca (di maknai) dihadapan ustadz. Yang mana bab di baca sudah ditentukan pada minggu sebelumnya kalau dalam membaca (memaknai) dan memahami kitab tersebut terdapat kesalahan, maka kesalahan itu langsung akan dibenarkan oleh ustadz . Metode ini dilakukan setiap hari selasa ba‟da subuh.” 27 Hal ini relevan dengan hasil wawancara dengan Ustadz M. Ali Ghufron mengatakan : “ Pembelajaran kitab kuning memerlukan kemutawatiran (ketersambungan makna) antara santri dan ustadnya, makna yang ditulis para santri tidak jauh berbeda dengan makna yang dimiliki ustadznya begitu seterusnya. Hal ini bisa dilakukan dengan penerapan metode sorogan dalam mehamami kitab kuning diman seorang guru memacakan makna sepersis apa yang dia peroleh dari gurunya dulu. Jadi metode sorogan dianggap penting karena untuk memahami kitab kuning diperlukan sosok guru yang sudah mahir dalam penguasaan kitab kuning. Pembelajaran ini berpusat pada sosok guru dan untuk mengetahui penguasaan santri biasanya ustadz meminta para santri untuk membaca pengajian kitab kuning hari kemarin.“28 Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dilaksanakan setiap seminggu sekali pada hari selasa pagi dan malam. 27
Hasil wawancara dengan Ustadz M. Bisri, pengurus bidang Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 15 Juli 2015 28 Hasil wawancara dengan Ustadz Miftahudin, Ustadz Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 15 Juli 2015
101
Ruangan yang digunakan adalah ruangan bersekat dengan tujuan agar pengajian satu dengan yang lain tidak saling terganggu. Pelaksanaan metode sorogan ini sangat efektif dalam pembelajaran kitab kuning, karena interaksi antara ustadz dan santri terjadi secara langsung. Ustadz bisa langsung mengarahkan santri yang dibimbingnya dan sangat mengenal satu persatu dari santri, sehingga dengan penerapan metode sorogan ini para santri akan lebih cepat dalam menguasai kitab kuning karena mendapat bimbingan langsung dari ustadz yang mengajar. 2. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Sorogan Dalam Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak Dari hasil observasi dan wawancara peneliti di lapangan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran sorogan kitab kuning tentu ada kelebihan dan kekurangan. a. Kelebihan Metode Sorogan Kelebihan-kelebihan metode sorogan yang dirasakan oleh ustadz dan santri di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara adalah santri mampu menggunakan kemampuannya untuk berfikir, menjadikan
santri
mengetahui
cara
membaca
memaknai dan memahami kitab dengan baik dan benar, santri mampu berkembang lebih cepat dalam membaca kitab kuning, dan
102
terwujudnya keserasian dan perhatian antara kyai atau asatidz dengan santri. Berikut hasil wawancara peneliti dengan KH Mundiri Jauhari mengatakan: “Allah SWT maha adil menganugerahkan kepada manusia kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dalam tataran prakteknya ketika sorogan, katakanlah sorogan kitab, kemampuan mereka berbeda-beda, ada yang lebih condong ke gramatikal (Nahwu dan Sharafnya) tetapi kurang menguasai ketika memahami sebuah teks (maqro’) atau kurang berkembang dalam masalah fiqih aktual. Ada yang juga yang lebih condong ke pemahaman dan lebih mengembangkan apa yang ia baca dengan masalah-masalah fiqih waqi’iyyah akan tetapi kurang dalam menguasai gramatikalnya (Nahwu dan Sharafnya). Dari permasalahan tersebut seharusnya seorang kyai jeli dengan kelebihan dan kekurangan muridnya dan jangan memaksakan harus bisa kedua-duanya, biarkanlah mereka berkembang dengan kemampuan mereka masingmasing, sehingga mereka sadar bahwa setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan yang didapat saat melakukan sorogan yaitu santri dapat menggerakkan pikiran sebelum penguasaan materi dan mampu membaca kitab dengan baik dan benar karena terbiasanya membaca kitab.” 29 Pernyataan di atas juga dibenarkan oleh Ustadz Ab. Halim Mahmud mengatakan : “Sorogan sendiri itu kan sifatnya hampir sama dengan prifat, akan tetapi sorogan itu lebih cenderung kepada penerapan secara individu sehingga seorang santri akan lebih menguasai dibandingkan penerapan ketika di diniyah. Jadi manfaat yang paling menonjol pada santri adalah kemampuan dalam membaca kitab kuning cepat berkembang” 30 Selain wawancara peneliti dengan kyai dan beberapa ustadz, peneliti juga melakukan
29
wawancara dengan
beberapa
Hasil wawancara dengan KH. Mundziri Jauhari, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015 30 Hasil wawancara dengan Ab. Halim Mahmud, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015
103
santri.
Sebagian
dari
mereka merasa
senang
menerima
pembelajaran sorogan. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Ahmad Rifa‟i
santri
di
Pondok
Pesantren
Daruttauhid
Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara; “Saya sangat senang menerima metode pembelajaran sorogan, karena dengan belajar sorogan bisa meningkatkan kualitas membaca kitab-kitab salaf.” 31 Hal ini relevan dengan santri senior Muhammad Wafi‟ Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara mengatakan: “Dengan sorogan saya dapat menyadari kemampuan yang saya capai dalam hafalan maupun baca kitab, sehingga saya sadar bahwa saya harus meningkatkan kemampuan saya dalam hafalan dan baca kitab, selain itu saat kita melakukan proses sorogan secara tidak sadar itu menunjukkan keserasian dan perhatian antara ustadz dan santri.” 32 Pernyataan di atas sesuai dengan hasil observasi peneliti,33 kebanyakan dari mereka juga merasakan kelebihan atau manfaat yang didapat saat melakukan sorogan. Tidak hanya di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara saja yang merasakan kelebihan-kelebihan metode sorogan, namun di Pondok Pesantren Darussalam bermi Mijen Demak juga merasakannya juga yaitu bisa menjadikan santri lebih maju, kritis, termotivasi untuk beristiqomah, menambah wawasan dalam hal agama, menambah
31
ketekunan
dalam
hal
belajar,
memperoleh
Hasil wawancara dengan Ahmad Rifai, selaku santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015 32 Hasil wawancara dengan Muhammad Wafi‟, santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015 33 Observasi peneliti pada tanggal 10 Juli 2015.
104
masukan-masukan atau nasehat langsung dari ustadz, membimbing santri lebih cepat memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab,
menjadikan
keserasian
dan
pikiran
perhatian
santri berkembang, antara
ustadz
dan
menunjukkan santri dan lain
sebagainya Berikut hasil wawancara peneliti dengan KH. M. Barokah Syarqowi pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak mengatakan: “Dengan melakukan sorogan ini terdapat banyak sekali kelebihan yang sangat bermanfaat buat saya sendiri selaku pengasuh, karena saya sadar bahwa dengan sorogan bisa meningkatkan pemahaman santri dalam memaknai kitab dengan baik”. 34 Pernyataan di atas juga dibenarkan oleh santri Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak mengatakan : “Menjadikan saya lebih kritis, memotivasi saya untuk beristiqomah, menambah wawasan dalam hal agama, menambah ketekunan dalam belajar, dan yang paling penting saya bisa memperoleh pelajaran tentang bagaimana cara membaca kitab yang baik dan benar”. 35 Menurut ustadz Miftahuddin selaku ustadz di Pondok Peasntren Darusalam Bermi Mijen Demak tentang kelebihan metode sorogan mengatakan : “ Kelebihan yang muncul dari pengajian ini adalah santri dapat menggerakkan pikiran sebelum penguasaan materi, karena terbiasanya membaca kitab, dengan kebiasaan membaca kitab secara individual dihadapan asatidz akan manambah dorongan 34
Hasil wawancara dengan KH. M. Barokah Syarqowi, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 19 Juli 2015 35 Hasil wawancara dengan Fatkhur Rozi, Santri Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 19 Juli 2015
105
dan motivasi untuk lebih giat dalam belajar sehingga santri akan lebih menguasai dibandingkan penerapan ketika diniyah”36
Hal ini relevan dengan santri senior Muhammad Ilham Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak mengatakan : “Banyak sekali manfaat yang saya dapat dari pembelajaran sorogan, salah satunya menambah wawasan pada diri saya dari apa yang saya baca, disamping itu saya mempereoleh masukan-masukan ataupun nasehat yang disampaikan oleh ustadz.” 37 Dan menurut Nurul Huda santri junior Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak mengatakan: “Pengajian sorogan di Pondok Darussalam dapat menambah wawasan tentang agama dan isi kitab kuning, sehingga saya termotivasi untuk melaksanakan sorogan, menambah santri lebih berprestasi dalam membaca kitab, membimbing santri lebih cepat memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab, menjadikan pikiran santri berkembang.” 38
b. Kekurangan Metode Sorogan Kendala-kendala yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dalam melaksanakan metode sorogan yaitu : 1) Terbatasnya waktu. Proses pembelajaran sorogan hanya dilakukan + 2 jam yang terdiri 20-25 santri dalam satu majlis.
36
Hasil wawancara dengan Ustadz Miftahuddin, Ustadz Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 19 Juli 2015 37 Hasil wawancara dengan Muhammad Hilman, Santri Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 18 Juli 2015 38 Hasil wawancara dengan Nurul Huda, Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18Juli 2015
106
2) Kurangnya tenaga pengajar. Ketika ada salah satu ustadz yang udzur maka tidak ada ustadz pengganti Berikut hasil wawancara peneliti dengan Kyai KH. Mundiri Jauhari mengatakan : “Dalam pelaksanaan sorogan ini tentunya masih terdapat beberapa kekurangan, yang pertama bisa saja dari para ustadz sendiri, karena memang keterbatasan jumlah ustadz, misalnya saja ketika ketidak hadiran seorang ustadz karena kan yaaa... udhur, dan itu biasanya tidak ada yang menggantikan, jadi ya terpaksa para santri belajar sendiri tanpa adanya ustadz dan itu yang membuat kurang efektif. Yang kedua yaitu masalah waktu. waktu yang terlalu sedikit/sempit itu juga mempengaruhi kendala-kendala juga..” 39 Hal ini juga relevan dengan informasi yang peneliti gali dari salah satu santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah, dia mengatakan : “Masalah waktu yang kurang efisien, karena dalam waktu yang hanya 1,5 jam maka tidak mungkin semua peserta pengajian dapat melaksanakan pengajian sorogan, masalahnya setiap santri kan maju satu persatu mengahada pak yai atau ustadz”40
Dan juga pendapat dari salah satu santri senior di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah bernama Muhammad Wafi‟ mengatakan : “Kekurangan yang ada yaitu kurangnya tenaga pengajar mas....ketika ada ustadz yang berhalangan karena suatu udzur, maka tidak ada ustadz pengganti. Karena para asatidz sudah memiliki tugas masing-masing”41 39
Hasil wawancara dengan KH. Mundziri Jauhari, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015. 40 Hasil wawancara dengan Ahmad Rifa‟i, santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015 41 Hasil wawancara dengan Muhammad Wafi, santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‟Alawiyyah Potroyudan Jepara, 18 Juli 2015
107
Kendala serupa juga dihadapi dalam pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak yaitu : 1) Kurang efisiensi waktu dan asatidz dalam pengajian metode sorogan, karena hanya dilakukan sekali dalam seminggu 2) Kondisi santri yang kurang mendukung, karena lamanya santri dalam mengantre giliran maju sehingga mengakibatkan santri banyak yang mengantuk. Hal ini relevan dengan hasil wawancara dengan KH. M. Barokah Syarqowi mengatakan : “Kekurangan yang ada di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak saat proses pembelajaran sorogan yaitu kurangnya pengajar atau dewan guru, yang menyimak hendaknya sesuai dengan jadwal, dan waktunya kadang kurang konsisten seperti suka mepet waktu ashar sorogan baru dimulai. Disamping itu pula ketika saya mengajar maka tidak keseluruhan santri bisa menggunakan metode ini. Mengingat waktu pengajian saya hanya dari pukul 18.30 – 20.30.” 42 Hal ini dibenarkan oleh salah satu Ustadz Miftahuddin, selaku ustadz di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak mengatakan: “Ustadz yang menyimak jumlahnya kurang, sehingga satu ustadz bisa memegang sampai lima kelompok, dan jika bacaan santri salah, ustadz tersebut tidak memberi peringatan karena menyimak santri kelompok yang lain.” 43
42
Hasil wawancara dengan KH. M. Barokah Syarqowi, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 19 Juli 2015 43 Hasil wawancara dengan Ustadz Miftahuddin, Ustadz Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 19 Juli 2015
108
Selain itu dari diri santri secara pribadi juga mempunyai kendala-kendala saat melaksanakan pembelajaran sorogan, salah satunya yaitu ngantuk. berikut hasil wawancara peneliti dengan santri Darussalam Bermi Mijen Demak, mengatakan: “Ya mungkin kendala dari diri saya pribadi saat melakukan sorogan saya sering ngantuk hehe... kadangkadang emang kurang semangat, ya wajar namanya juga manusia pasti ada rasa malasnya, heheee” 44 Dari informasi diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwasanya seperti metode-metode pembelajaran kitab yang lain, sorogan juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dari metode ini antara lain adalah: 1. Menumbuhkan kemandirian dan keistiqomahan santri dalam belajar. 2. Mengasah kemampuan analisis santri dalam memahami suatu materi yang dikaji. 3. Meningkatkan kemampuan santri dalam berpikir kritis. 4. Meningkatkan kemampuan dalam membaca kitab sesuai kaidah Sedangkan kekurangannya dari informasi hasil penelitian terletak pada segi teknis pelaksanaannya, yakni: 1. Minimnya waktu yang sediakan. 2. Keterbatasan tenaga pengajar. 3. Kondisi santri yang tidak mendukung.
44
Hasil wawancara dengan Nurul Huda, santri Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, 19 Juli 2015
109
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada uraian ini, peneliti akan menyajikan uraian pembahasan sesuai dengan hasil penelitian. Sehingga pembahasan ini akan mengintegrasikan hasil penelitian yang ada sekaligus memadukan dengan teori yang ada. Sebagaimana
yang
ditegaskan dalam teknik analisis. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif (pemaparan) dari data yang didapatkan baik melalui observasi, dokumentasi dan wawancara dari pihak-pihak yang mengetahui tentang data yang dibutuhkan. Selanjutnya dari hasil tersebut dikaitkan dengan teori yang ada diantaranya sebagai berikut: A. Pelaksanaan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama (bandongan, sorogan, dan wetonan). Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandongan dan sorogan) dimana seorang
109
110
kyai
mengajar
santri-santri
berdasarkan
kitab-kitab
yang
ditulis
dalambahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok/asrama dalam pesantren tersebut. Hal demikian juga sesuai dengan apa yang ada di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, dalam penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajarannya juga diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandongan dan sorogan), salah satunya adanya pembelajaran sorogan, dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok/asrama dalam pesantren tersebut. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, bahwasanya standar kualitas pembelajaran sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak untuk meningkatkan
belajar
santri
adalah
santri
mencapai
bisa memaknai
tujuan atau
mengartikan kitab kuning dan juga memahami isi dan kandungan dari kitab tersebut, dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini relevan apa yang dikatakan oleh M.
Tata Taufik
dalam
bukunya “Rekonstruksi Pesantren Masa Depan”, yang mengatakan: “Hal-hal yang biasanya diperhatikan dalam menilai tingkat kemampuan para santri dengan menggunakan metode sorogan adalah: 1) Pembacaan yang dilakukan oleh seorang santri apakah sudah benar dalam arti sesuai dengan aturan tata bahasa Arab baik pada
111
tingkat kata (shorof) maupun pada tingkat kedudukan suatu kata dalam struktur kalimat (nahwu) atau masih belum sesuai. 2) Santri mampu menunjukkan kedudukan suatu kata dengan menggunakan ucapan simbolik tertentu melalui pola terjemahan kata demi kata disertai pelafalan simbol atau tanda oleh santri. Simbol atau tandatanda yang menunjukkan kedudukan kata dalam kalimat. Sebagai contoh dalam kasus bahasa Jawa, diantaranya yang sering muncul adalah: pengucapan lafal “utawi” berarti kata yang diucapkan sesudahnya berkedudukan sebagai “mubtada” atau sebagai subjek, pengucapan “iki” berarti kata yang dilafalkan sesudahnya itu berkedudukan sebagai “khabar” atau predikat. Pelafalan kata “sopo” menunjukkan bahwa kata yang disebutkan setelahnya itu berkedudukan sebagai fa’il atau pelaku, pengucapan kata “ing” menunjukkan bahwa kata yang diucapkan sesudahnya berkedudukan sebagai “maf’ul bih” atau sebagai objek dan seterusnya. 3) Pemahaman terhadap teks yang telah dibaca dalam bentuk uraian penjelasan atau kandungan teks setelah seorang santri menyelesaikan pembacaan sekian kalimat atau sekian paragrap”. 1 Pelaksanaan sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dilakukan setiap pagi dan sore, pada malam hari disimak langsung oleh kyai dan dimulai setelah sholat maghrib sampai pukul 20.00 WIB., diikuti oleh seluruh santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara. Bagi santri bagi santri yang tidak bekerja dan sudah lulus sekolah pengajian sorogan dimulai pada jam 08.00 – 10.00 WIB dan disimak langsung oleh KH. Mundziri Jauhari, ini dikhususkan bagi santri senior karena metode sorogan yang digunakan adalah santri maju satu persatu membawa kitabnya masing-masing untuk membacakan kajian kitab yang belum pernah dibacakan oleh kyai. Bagi santri yang sekolah, sorogannya dilaksanakan pada sore hari jam 13.30 - 15.00 WIB yang disimak oleh para ustadz.
1
. Tata Taufik (ed), Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, http://www.tata.alikhlash.net/pesantren.pdf. Diakses pada tanggal 1 September 2015 pukul 22.00.
112
Sedangkan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dilaksanakan pada hari selasa setelah shalat subuh sampai pukul 06.30, karena ada kegiatan belajar mengajar formal di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, dan setelah sholat maghrib sampai pukul 20.30 WIB. Setiap 1 kelompok terdiri dari 7-10 santri dan setiap santri membawa kitab masingamsing sesuai dengan tingkatannya. Dalam proses belajar mengajar dengan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan, dalam 1 (satu) kelasnya dibagi dalam beberapa kelompok, dan
setiap kelompok biasanya
beranggotakan 20-25 orang dengan 1 (satu) guru atau ustadz pada setiap kelompoknya. Sedangkan proses belajar mengajar dengan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, dalam setiap kelompok terdiri dari 7 – 10 santri dalam ruangan bersekat. Untuk itulah, dalam pelaksanaan metode pembelajaran sorogan ini dibutuhkan guru yang sangat banyak. Begitu juga dengan siswanya, semakin sedikit santri yang belajar maka pembelajaran sorogan ini semakin efektif. Dan semakin banyak santri dalam pembelajaran ini tidak akan efektif. Dalam pembelajaran sorogan ini dilaksanakan dalam ruangan berbeda. Hal ini dilakukan agar dalam proses pembelajaran tidak terjadi komunikasi antara kelompok satu dengan kelompok yang lain. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah pertama-tama santri berkumpul ditempat pengajian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan masingmasing santri membawa kitab yang hendak dikaji. Seorang santri yang
113
mendapat giliran menghadap lagsung secara tatap muka kepada kyai atau ustadz pengajar, kemudian dia membuka bagian yang akan dikaji. Setelah itu santri membaca dan ustadz mendengarkan bacaan santri, bila dalam pembacaan
santri
membenarkannya
itu dan
terdapat tidak
kesalahan jarang
maka
juga
ustadz
ustadz
langsung
memberikan
pertanyaanmengenai maksud dari isi kitab yang dikaji dan mengenai bacaan nahwu shorofnya, hal ini dilakukan secara bergantian. Hal ini relevan apa yang dikatakan oleh M. Dawam Raharjo dalam bukunya “Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah ”, yang mengatakan: “Sorogan dimulai dari seorang murid mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris Al-Qur'an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa jawa. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penterjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga murid diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab. Dengan demikian para murid dapat belajar tata bahasa Arab langsung dari kitab-kitab tersebut. Murid diharuskan menguasai pembacaan dan terjemahan kitab tersebut secara tepat dan hanya bisa menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya”. 2 Sesuai hasil wawancara peneliti, bahwa dengan diterapkan metode pembelajaran sorogan bisa meningkatkan prestasi belajar santri, karena standar
pembelajaran
sorogan
yaitu
siswa
diharuskan
aktif,
santri
mendapatkan wawasan yang banyak dari arahan-arahan penyimak, dan juga motivasi. Selain itu kyai sebagai pimpinan pondok pesantren juga memberikan
2
Dawam Rahardjo (ed). Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah (Jakarta: Perhimpunan pengembangan Pesantren/ P3M, 1985 ), hlm. 88.
114
peran tersendiri terhadap penggunaan pembelajaran pembelajaran sorogan dalam meningkatkan belajar santri.
B. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan dalam Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak Penerapan metode pembelajaran sorogan kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan. Qodry A. Azizy menilai bahwa metode sorogan adalah lebih efektif dari pada metode-metode yang lain dalam dunia pesantren. Dengan cara santri menghadap kiai atau ustadz secara individual untuk menerima pelajaran secara langsung, kemampuan santri dapat terkontrol oleh ustadz dan kiainya. Dhofier menambahkan, dengan metode ini memungkinkan bagi seorang guru (ustadz atau kiai) untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid/santri dalam menguasai pelajaran, atau sebagai pendidikan dasar di pesantren, untuk menguasai bahasa Arab yang menjadi bahasa kitab. Selain hal tersebut di atas, Tim Ditpekapontren Departemen Agama RI juga mencatat beberapa kelebihan metode sorogan sehingga bisa disebut sebagai metode yang intensif. Kelebihan-kelebihan tersebut diantaranya; 1. Ada interaksi individual antara kyai dan santri
115
2. Santri sebagai peserta didik lebih dapat dibimbing dan diarahkan dalam pembelajarannya, baik dari segi bahasa maupun pemahaman isi kitab. 3. Dapat dikontrol, dievaluasi dan diketahui perkembangan dan kemampuan diri santri. 4. Ada komunikasi efektif antara santri dan pengajarnya. 5. Ada kesan yang mendalam dalam diri santri dan pengajarnya.3 Begitu juga dari data yang penulis dapati bahwasanya terdapat beberapa kelebihan pembelajaran sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak. Kelebihan dari metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara yang pertama yaitu santri mampu berkembang lebih
cepat
dalam
membaca
kitab
kuning,
karena
santri
terasah
kemampuannya secara individual dengan bimbingan dan arahan langsung dari kyai atau asatidz, kedua yaitu santri mampu menggunakan kemampuannya untuk berfikir, ketiga yaitu menjadikan santri mengetahui cara membaca memaknai dan memahami kitab dengan baik dan benar, dan yang keempat yaitu terwujudnya keserasian dan perhatian antara kyai atau asatidz dengan santri Kelebihan yang didapat saat melakukan sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak yaitu santri dapat menggerakkan pikiran sebelum penguasaan materi, karena terbiasanya membaca kitab, santri akan 3
Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 203), hlm. 23.
116
lebih menguasai dibandingkan penerapan ketika diniyah, bisa menjadikan santri mengetahui cara membaca memaknai dan memahami kitab dengan baik dan benar, bisa menjadikan
santri
lebih maju, kritis, termotivasi untuk
beristiqomah, menambah wawasan dalam hal agama, menambah ketekunan dalam hal belajar, memperoleh masukan-masukan atau nasehat langsung dari ustad, membimbing santri lebih cepat memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab, menjadikan pikiran santri berkembang, menunjukkan keserasian dan perhatian antara ustadz dan santri dan lain sebagainya. Disamping kelebihan dari metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, juga terdapat kekurangan dari metode ini. Kekurangan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara, yang pertama yaitu terbatasnya waktu. Karena Proses pembelajaran sorogan hanya dilakukan + 2 jam yang terdiri 20-25 santri dalam satu majlis. Kedua yaitu Kurangnya tenaga pengajar, terdapat 8 ustadz yang dikhususkan menangani sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah, ketika ada salah satu ustadz yang udzur maka tidak ada ustadz pengganti, misalnya saja ketika ketidakhadiran seorang ustadz karena udhur, dan biasanya tidak ada yang menggantikan yang mengakibatkan para santri belajar sendiri tanpa adanya ustadz dan itu yang membuat kurang efektif. Ketika terjadi kekosongan dalam sauatu majlis pengajian, biasanya kelompok ini digabung jadi satu dengan kelompok yang ustadznya hadir, dan kadang juga kelompok sorogan yang menjadi
117
tanggung
jawab
ustadz
tersebut
tidak
ada
ustadz
lain
yang
menggantikan, karena setiap ustadz sudah mempunyai tanggung jawab sendiri terhadap kelompok sorogan yang lain, hal seperti ini yang mengakibatkan pembelajaran sorogan kurang efektif karena kelompok yang saat itu ustadnya tidak bisa hadir ditugaskan untuk belajar sendirisendiri. Kekurangan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak hampir sama dengan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah, yang pertama kurang efisiensi waktu dan asatidz dalam pengajian metode sorogan, karena hanya dilakukan sekali dalam seminggu dan waktu pelaksanaan sorogan hanya sekitar 1,5 – 2 jam, setiap kelompok terdiri dari 7-10 santri, dan materi kitab yang harus dikaji membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk membaca dan memahaminya,. Hal ini yang menjadikan pembelajaran sorogan kurang efektif karena terbatasnya waktu. Yang kedua yaitu kondisi santri yang kurang mendukung, karena lamanya santri dalam mengantre giliran maju sehingga mengaibatkan santri banyak yang mengantuk dan kurang konsentrasi dalam sorogan, ini yang menjadikan mereka kurang bisa berkembang.
118
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari deskripsi dan analisa tentang “Implementasi Metode Sorogan Dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Deskripstif Di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara Dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak)” mulai bab I sampai bab IV, maka peneliti dapat menyimpulkan point-point sebagai berikut: 1.
Pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dilaksanakan pada pukul 18.30 – 20.30 WIB dengan kajian al-Jami’as Shohih Lil Muslim diampu oleh KH Mundziri Jauhari dan kitab Fathul Qorib diampu oleh KH Ahmad Roziqin, Lc. Pada pengajian ini santri membacakan kembali kitab yang sudah dibacakan oleh KH Mundziri Jauhari dan KH. Ahmad Roziqin, Lc. Pada pukul 08.00 – 10.00 dengan kajian kitab khoshoisul Ummat Li Ummatil Muhammadiyah diampu langsung oleh KH Mundziri Jauhari dengan metode sorogan. Santri membacakan kitab yang belum dibaca dan dikaji oleh gurunya dan sang guru menyimak bacaan santri dari segi tarkib, I‟rob dan penjelasan materi. Pengajian ini diikuti oleh para santri senior yang tidak ada kepentingan bekerja dan sekolah. Pada pukul 13.30 – 15.00 dengan kajian kitab Riyadul Badi’ah diampu oleh ustadz Abdul Halim Mahmud dan kitab Safinatun Najah yang diampu oleh ustadz
118
119
Sya‟roni dan Ustadz M. Jalaludin dengan pelaksanaannya santri membaca kitab yang sudah dibacakan oleh gurunya. Pengajian pada sesi ini dikhususkan untuk para santri pemula yang masih duduk dibangku sekolah. Sedangkan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak pelaksanaan metode sorogan dilaksanakan pada hari selasa setelah shalat subuh sampai pukul 06.30 WIB, diampu oleh para asatidz pondok dengan kajian kitab safinatun najah dan setelah sholat maghrib sampai pukul 20.30 WIb diampu langsung oleh KH. M. Barokah Syarqowi dengan kajian kitab Kifayatul Akhyar. Para santri bertempat di ruang kelas yang sudah dijadwalkan oleh pengurus, dalam satu kelompok terdiri dari 7-10 santri dan setiap santri membawa kitab masing-masing sesuai dengan tingkatannya, setiap santri maju satu persatu membacakan kembali materi yang sudah dibacakan oleh kyai atau asatidz pada hari selasa pekan lalu. Untuk alokasi waktu satu santri membutuhkan waktu antara 10-13 menit. Dalam metode ini santri mengajukan sebuah kitab yang sudah ditentukan babnya kepada ustadz untuk dibaca (di maknai) dihadapan ustadz. Yang mana bab di baca sudah ditentukan pada minggu sebelumnya kalau dalam membaca (memaknai) dan memahami kitab tersebut terdapat kesalahan, maka kesalahan itu langsung akan dibenarkan oleh ustadz. 2.
Kelebihan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara adalah pertama
120
santri mampu berkembang lebih cepat dalam membaca kitab kuning, kedua yaitu santri mampu menggunakan kemampuannya untuk berfikir, ketiga yaitu menjadikan santri mengetahui cara membaca memaknai dan memahami kitab dengan baik dan benar, dan yang keempat yaitu terwujudnya keserasian dan perhatian antara kyai atau asatidz dengan santri Sedangkan kelebihan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak adalah santri dapat menggerakkan pikiran sebelum penguasaan materi, bisa menjadikan santri mengetahui cara membaca memaknai dan memahami kitab dengan baik dan benar, bisa menjadikan santri lebih maju, kritis, termotivasi untuk beristiqomah, menambah wawasan dalam hal agama, menambah ketekunan dalam hal belajar, membimbing santri lebih cepat memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab, menjadikan pikiran santri berkembang. 3. Kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara adalah terbatasnya waktu, karena Proses pembelajaran sorogan hanya dilakukan + 2 jam yang terdiri
20-25 santri dalam satu majlis. Kedua yaitu
Kurangnya tenaga pengajar, ketika ada salah satu ustadz yang udzur maka tidak ada ustadz pengganti. Sedangkan kekurangan metode sorogan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak adalah yang pertama kurang efisiensi waktu dan asatidz dalam pengajian metode
121
sorogan, karena hanya dilakukan sekali dalam seminggu dan waktu pelaksanaan sorogan hanya sekitar 1,5 – 2 jam, setiap kelompok terdiri dari 7-10 santri, kedua yaitu kondisi santri yang kurang mendukung, karena lamanya santri dalam mengantre giliran maju sehingga mengaibatkan santri banyak yang mengantuk dan kurang konsentrasi dalam sorogan B. Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut, maka beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan saran dalam penelitian ini adalah: 1.
Diharapkan Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak lebih meningkatkan lagi program kegiatan yang sudah dilaksanakan, sehingga
Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan
Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak akan lebih berkembang lagi di masa yang akan datang. 2.
Hendaknya sebagai santri agar lebih giat belajar, dalam mendalami dan memahami ilmu-ilmu agama yang telah diberikan Pondok Pesantren Daruttauhid Al „Alawiyyah Potroyudan Jepara dan Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak, sehingga apa yang diharapkan oleh orang tua, pondok pesantren khususnya yang dicita-citakannya dapat diraih dengan baik.
3.
Hendaknya model pembelajaran sorogan tersebut dapat dilaksanakan dan
122
dipertahankan terus, karena dengan model seperti itu dapat menghasilkan generasi penerus yang berkualitas dan handal, sehingga nantinya akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara khususnya pembangunan syari‟at agama Islam. C. Kata Penutup Puji syukur alhamdulillah, dengan rahmat dan hidayah Allah SWT., maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penelitian dan pembahasan skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dari segi bahasa, sistematika maupun analisisnya. Hal tersebut sematamata bukan kesengajaan peneliti, namun karena keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Karenanya peneliti memohon kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Akhirnya peneliti memanjatkan do‟a kepada Allah semoga skripsi bermanfaat bagi siapa saja yang berkesempatan membacanya serta dapat memberikan sumbangan yang positif bagi khsanah ilmu pengetahuan. Amin....
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LkiS, 2001) Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001) Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar, (Yogyakarta, LKIS, 2000) Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: Diva Press, 2010) Chozin Nasula, Pesantren Masa Depan, (Pustaka Hidayat Jakarta, 2000) Dawam Rahardjo (ed). Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah (Jakarta: Perhimpunan pengembangan Pesantren/ P3M, 1985 ) Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2003) Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1999) H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) H. Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan (Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) H.M. Djunaidi Ghony, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Prosedur, Tehnik dan Teori Groundid, (Surabaya: Maret, 1997) Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) http://mgmips.wordpress.com/2010/04/07arti-penting-pembeljaran-metode sorogan/, ikhlash.net/pesantren.pdf. Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilm.u-Ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press, 1996) Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: Dharma Aksara Putra, 1986) Kisbiyanto, Supervisi Pendidikan, (Kudus: STAIN Kudus, 2008), hlm. 1. Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan,( Jakarta: CV. Prasasti, 2003)
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 28-29 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) M. Syaikhudin, Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Sabilul Rosyad Sukun Malang, (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011). M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) M.H Chirzin, Agama, Ilmu, dan pesantren, dalam M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaruan, (Jakarta: LP3ES, 1985) Mahmud Yunus, Terjemah Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1998) Maksum, MA., Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta : Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, R.I., 2003). Maksum, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2003) Manfred Ziemek, Pesantren dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986) Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara,1993) Marzuki Wahid, Pesantren Masa Depan ; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Masitoh, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, Depag RI, 2009) Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS., 1994) Muhamad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1987) Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Ak Group, 1995) Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000) Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: CV. Darama Bhakti, 1978) Musdah Mulia, Kitab Kuning (Ensiklopedi Islam, IV) Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren, (Jakarta: PT. Bayu Berkah, 1979) Nasution S, Metode Research Penelitian Ilmiah (Bandung: Jemmars, 1982) ------------, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995) Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, , 2009) P. Joko Subagiyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997) Redaksi Sinar Grafika. UU Sisdiknas 2003 (UU RI No. 20 tahun 2003). (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) Sa’id Aqiel Siradj et.al., Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dengan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2004) Suparno, Sulaiman, Ruslan Effendy, Dimensi-dimensi Mengajar, (Bandung: Pustaka Sinar Baru, 1986) Sutomo, Profesi Kependidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1999) Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 2003) Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2005) Syaiful Arif, Efektifitas Metode Bandongan (Wetonan) dalam Pembelajaran Kitab Kuning (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Nurul Huda Mergosono Malang), (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim, 2007) Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) Tata Taufik (ed), Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, http://www.tata.alTim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Kamus
Besar
Bahasa
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Edisi ke-3) (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1983) Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981)
HASIL TRANSKIP WAWANCARA Wawancara 1 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 08.00 WIB KH. Mundziri Jauhari Pengasuh Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara
Peserta
Hasil Wawancara
Peneliti
Assalamu’alaikum
Narasumber
Wa’alaikum salam Warahmatullah hi Wabarakatuh
Peneliti
Maaf mengganggu Pak Yai, boleh minta waktunya sebentar untuk wawancara Pak Yai?
Narasumber
Ya, silahkan Mas?
Peneliti
Pak Yai, Standar apa dari pembelajaran sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara ?
Narasumber
Oh soal itu Mas……Gini Mas ! Standar pembelajaran
sorogan
di
pondok
kualitas
pesantren
dari
Daruttauhid
Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara ini paling tidak santri mampu membaca kitab dengan benar menurut kaidah nahwu shorrofnya serta mengerti makna kitab kuning dan memahami isinya. Dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan metode sorogan yang dilaksanakan di pondok pesantren Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara bagi para santri-santri tidak terlepas dari waktu yang disediakan oleh para kyai pengasuh pondok maupun para ustadz pembimbing yang akan menyediakan waktunya untuk halaqoh atau pertemuan dengan para santri Peneliti
Pak Yai….. bagaimana proses pelaksanaan metode sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al ’Alawiyyah Jepara dan kapan waktu pelaksanaannya ?
Narasumber
Pelaksanaaan metode sorogan di pondok daruttauhid ini dimulai sejak pondok ini didirikan oleh bapak saya KH. Ahmad Jauhari pada tahun 1982, pengajian dengan metode sorogan ini dilakukan pagi hari pukul 08.00 – 10.00 untuk santri yang tidak bekerja dan
sekolah, siang hari setelah sholat dhuhur atau pukul 13.30 – 15.00 untuk santri yang sekolah dan ba’dal maghrib pukul 18.30 – 20.00 untuk semua kalangan santri. Tehniknya adalah kyai membaca kitab kuning, para santri menyimak sambil memberi makna gandul. Setelah pembacaan kitab kuning selesai maka santri satu persatu maju untuk membaca kembali kajian kitab kuning yang telah disampaikan. Peneliti
Terkait dengan pelaksanaan metode sorogan, apa manfaat yang terlihat dalam diri santri ?
Narasumber
Dengan diterapkanya metode pembelajaran sorogan ini bisa meningkatkan prestasi belajar santri, karena santri diharuskan aktif dalam pembelajaran. Dan hal demikian secara otomatis bisa memacu semangat belajar santri agar bisa tetap aktif ketika ada dalam pembelajaran sorogan. Selain itu kyai juga memberikan peran yang besar, kyai sebagai motivator, paling tidak santri lebih semangat bila kyai mengawasi langsung
Peneliti
Apa kelebihan dan kekurangan yang ada dalam pelaksanaan metode sorogan ini pak yai?
Narasumber
Kelebihan yang didapat saat melakukan sorogan yaitu santri dapat menggerakkan
pikiran
sebelum
penguasaan
materi,
karena terbiasanya membaca kitab Untuk kekurangannya, yang pertama bisa saja dari para ustadz sendiri, karena memang keterbatasan jumlah ustadz, misalnya saja ketika ketidak hadiran seorang ustadz karena kan yaaa... udhur, dan itu biasanya tidak ada yang menggantikan, jadi ya terpaksa para santri belajar sendiri tanpa adanya ustadz dan itu yang membuat kurang efektif. Yang kedua yaitu masalah waktu. waktu yang terlalu
sedikit/sempit
itu
juga mempengaruhi
kendala-kendala juga. Terus kendala dari santri biasanyamasih ada santri yang malas, ini yang menjadikan mereka kurang bisa berkembang Allah SWT maha adil menganugerahkan kepada manusia kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dalam tataran
prakteknya ketika sorogan, katakanlah sorogan kitab, kemampuan mereka berbeda-beda, ada yang lebih condong ke gramatikal (Nahwu
dan
Sharafnya)
tetapi
kurang menguasai
ketika
memahami sebuah teks (maqro’) atau kurang berkembang dalam masalah fiqih aktual. Ada yang juga yang lebih condong ke pemahaman dan lebih mengembangkan apa yang ia baca dengan masalah-masalah fiqih waqi’iyyah akan tetapi kurang dalam menguasai
gramatikalnya
(Nahwu
dan
Sharafnya).
Dari
permasalahan tersebut seharusnya seorang kyai jeli dengan kelebihan dan kekurangan muridnya dan jangan memaksakan harus bisa kedua-duanya, biarkanlah mereka berkembang dengan kemampuan mereka masing-masing, sehingga mereka sadar bahwa setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing Peneliti
Terima kasih atas infonya Pak Yai, mudah- mudahan ada manfaatnya.
Narasumber
Sama-sama Mas, semoga cepat berhasil Jepara, 18 Juli 2015
KH. Mundziri Jauhari
HASIL WAWANCARA
Wawancara 2 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan Peserta
: : : : :
Senin 19 Juli 2015 19.30 WIB KH. M. Barokah Syarqowi Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak Hasil Wawancara
Peneliti
Assalamu’alaikum Pak Yai?
Narasumber
Wa’alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh, ada apa Mas apa yang dapat aku bantu?
Peneliti
Maaf mengganggu Pak Yai, boleh minta waktunya sebentar untuk wawancara Pak Yai?
Narasumber
Ya silahkan Mas?
Peneliti
Pak Yai...... Standar
apa dari
pembelajaran
sorogan
di
Darussalam Bermi Mijen Demak? Narasumber
Standar yang kami gunakan dalam pembelajaran sorogan adalah santri
setelah
terlaksananya
pengajian
sorogan
mampu
memahami kitab kuning minimal mampu membacanya dengan baik dan benar. Peneliti
Bagaimana proses pelaksanaan sorogan di pondok yang pak yai pimpin?
Narasumber
Sorogan di pondok yang saya pimpin diadakan tiap hari selasa pagi dan malam, mengingat santri yang ada di pondok ini ratarata
adalah
anak
sekolah
diluar
pesantren,
sehingga
pelaksanaannya kami jadwalkan tiap hari selasa. Peneliti
Bagaimana tehnik pelaksanaan sorogan tersebut pak yai?
Narasumber
Tehniknya adalah setelah saya membaca kitab kuning dan para santri mengesahi (memberikan makna gandul) pada selasa yang akan datang para santri sebelum dimulai pengajian, maju dengan ditunjuk satu persatu untuk membaca kitab yang sudah dingesahi.
Peneliti
Kelebihan dan kekurangan dari metode sorogan yang ada dipondok Darussalam ini apa saja pak yai?
Narasumber
Dengan melakukan sorogan ini terdapat banyak sekali kelebihan yang sangat bermanfaat buat saya sendiri selaku pengasuh, karena saya sadar bahwa dengan sorogan bisa meningkatkan pemahaman santri dalam memaknai kitab dengan baik Kekurangan yang ada di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak saat proses pembelajaran sorogan yaitu kurangnya pengajar atau dewan guru, yang menyimak hendaknya sesuai dengan jadwal, dan waktunya kadang kurang konsisten seperti suka mepet waktu ashar sorogan baru dimulai. Disamping itu pula ketika saya mengajar maka tidak keseluruhan santri bisa menggunanakn metode ini. Mengingat waktu pengajian saya hanya dari pukul 18.30 – 20.30.
Peneliti
Terima kasih atas informasinya Pak Yai, semoga bermanfaat
Narasumber
Iya mas terima kasih sudah berkenan silaturrahim
Demak, 19 Juli 2015
KH. M. Barokah Syarqowi
HASIL WAWANCARA Wawancara 3 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan Peserta Peneliti
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 08.00 WIB Ustadz Akhmad Ghozali Pondok Pesantren Daruttauhid Al Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara Hasil Wawancara
Assalamua’laikum Wr.Wb. Maaf boleh mengganggu waktu sebentar. Ustadz…..saya ingin bertanya?
Narasumber Waalaikum salam Warohmatullohi Wabarokatuh, Ya, silahkan Mas ? Peneliti
Ustadz! kapan waktu pelaksanaan pembelajaran sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara?
Narasumber Pelaksanaan sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara dilaksanakan setiap pagi, siang dan malam pada waktu atau jam yang telah ditentukan, Peneliti
Apakah pelaksanaannya semua santri berkumpul dalam satu ruangan atau dipisah-pisah diruangan lain?
Narasumber Pengajianya terpisah-pisah. Ada yang dilantai atas, ada yang diruang perpustakaan da nada yang di ndalemnya pak yai Peneliti
Bagaimana sistem pelaksanaan sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara?
Narasumber Pelaksanaannya yaa santri maju satu-persatu membaca kitab kuning yang telah disediakan, yaitu kitab yang masih belum ada makna gandulnya.......lalu santri membaca kitab tersebut sesuai dengan tarkib dan i’rob yang telah dibacakan oleh para kiyai dan asatidz. Ketika terjadi kesalahan dalam membaca, maka pak kyai atau asatidz membetulkan bacaan santri yang salah. Peneliti
Terima kasih atas waktunya Bu Guru, mudah- mudahan ada manfaat
Narasumber Sama-sama Mas, semoga berhasil baik Jepara, 18 Juli 2015
Ustadz Akhmad Ghozali
HASIL WAWANCARA Wawancara 4 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 13.00 WIB Ustadz Abdul Halim Mahmud Asatidz Pon Pes Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara
Peserta Peneliti
Hasil Wawancara Assalamua’laikum Wr.Wb. Maaf boleh mengganggu waktu sebentar. Ustadz…..saya ingin bertanya?
Narasumber Waalaikum salam Warohmatullohi Wabarokatuh, Ya, silahkan Mas ? Peneliti
Ustadz! kapan waktu pelaksanaan pembelajaran sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara?
Narasumber Pengajian dengan metode sorogan di pondok ini dilaksanakan tiap pagi, siang dan malam, kebetulan saya mendapat jatah pada waktu siang untuk santri yang sekolah dipagi hari., Peneliti
Apakah pelaksanaannya semua santri berkumpul dalam satu ruangan atau dipisah-pisah diruangan lain?
Narasumber Dalam pembelajaran sorogan dilaksanakan dalam ruangan berbeda. Hal ini dilakukan mengingat kitab dan waktu yang digunakan juga berbeda dan juga agar tidak gaduh dan bising dengan suara santri satu dengan yang lain Peneliti
Bagaimana sistem pelaksanaan sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara?
Narasumber Adapun tata cara pelaksanaannya adalah pertama-tama santri berkumpul di tempat pengajian sesuai
dengan waktu yang telah
ditentukan dan masing-masing santri membawa kitab yang hendak dikaji. Seorang santri yang mendapat giliran menghadap langsung secara tatap muka kepada kyai atau ustadz pengajar, kemudian dia membuka bagian yang akan dikaji. Setelah itu santri membaca dan ustadz mendengarkan bacaan santri, bila dalam pembacaan santri itu terdapat kesalahan maka ustadz langsung membenarkannya dan tidak jarang juga ustadz memberikan pertanyaan mengenai maksud dari isi kitab yang dikaji dan mengenai bacaan nahwu shorofnya, hal ini
dilakukan secara bergantian Peneliti
Terima kasih atas waktunya ustadz, mudah- mudahan ada manfaat
Narasumber Sama-sama Mas, semoga berhasil baik
Jepara, 18 Juli 2015
Ustadz Abdul Halim Mahmud
HASIL WAWANCARA Wawancara 5 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 15.00 WIB Ustadz Sya’roni Asatidz Pon Pes Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara
Peserta Peneliti
Hasil Wawancara Assalamua’laikum Wr.Wb. apakah ustadz ada waktu untuk wawancara?
Narasumber Waalaikum salam Warohmatullohi Wabarokatuh, Ya, silahkan Mas ? Peneliti
Ustadz! kapan waktu pelaksanaan pembelajaran sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al’Alawiyyah Potroyudan Jepara?
Narasumber Kalo disini sorogan dilaksanakan setiap pagi, siang dan malam mas Peneliti
Apakah pelaksanaannya semua santri berkumpul dalam satu ruangan atau dipisah-pisah diruangan lain?
Narasumber Pengajiannya terpisah-pisah. Soalnya asatidznya juga beda dan kitabnya juga tidak sama. Peneliti
Bagaimana sistem pelaksanaan sorogan di pondok pesantren Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara?
Narasumber Santri maju satu persatu untuk membacakan kitabnya masing-masing, asatidz yang menyimak. Jika ada yang salah yaaa langsung dibimbing untuk dibetulkan kesalahannya Peneliti
Manfaat apa yang didapat dari metode sorogan ini?.
Narasumber ya.. tentunya begitu, karena dengan adanya sorogan ini santri mendapatkan: 1) wawasan yang banyak, 2) sering atau banyaknya arahan-arahan dari para penyimak, 3) motivasi, dan lain-lain Peneliti
Terima kasih atas waktunya Bu Guru, mudah- mudahan ada manfaat
Narasumber Sama-sama Mas, semoga berhasil baik
Jepara, 18 Juli 2015 Ustadz Sya’roni
HASIL WAWANCARA Wawancara 6 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 16.00 WIB Ustadz M. Jalaluddin Asatidz Pon Pes Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara
Peserta Peneliti
Hasil Wawancara Assalamua’laikum Wr.Wb. selamat sore ustadz. apakah ustadz ada waktu untuk wawancara?
Narasumber Waalaikum salam Warohmatullohi Wabarokatuh, Ya, silahkan Mas ? Peneliti
Di pondok daruttauhid ini pengajian kitab kuningnya sering memakai metode sorogan, apa manfaat yang dihasilkan dari metode sorogan ini ustadz?
Narasumber Saya kira dengan adanya metode sorogan santri bisa menghayati dirinya sebagai hamba Allah SWT itu adalah pasti, penghayatan itu bisa digambarkan berdasarkan dengan perolehan materi yang didapat oleh santri atau mungkin dengan bimbingan dari ustadz yang mengajarnya, misalnya mateti yang dipelajari tersebut merupakan pemicu kesadaran atau arahan atau mungkin bimbingan agar santri semangat dalam beribadah dan sebagainya. Dan juga manfaat lain yakni dengan metode sorogan santri tersebut menjadikan dirinya tahu kedudukannya sebagai hamba Allah SWT. Apalagi materi sorogan itu Fiqih, hal tersebut menjadikan santri mengetahui tentang ibadah dan tata caranya, baik dari syarat-syaratnya ataupun rukun-rukunnya . Peneliti
Terima kasih atas waktunya ustadz, mudah- mudahan ada manfaat
Narasumber Sama-sama Mas, Jepara, 18 Juli 2015
Ustadz M. Jalaluddin
HASIL WAWANCARA
Wawancara 7 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Senin 19 Juli 2015 16.00 WIB Ustadz Miftahuddin Asatidz Pon Pes Darussalam Bermi Mijen Demak
Peserta
Hasil Wawancara
Peneliti
Assalamu’alaikum, maaf ustadz mengganggu waktunya sebentar
Narasumber
Oh.. Ya tidak apa-apa Mas ?
Peneliti
Ustadz, pengajian di pondok Darussalam ini saya amati, apakah menggunakan metode sorogan?
Narasumber
Betul sekali mas, di pondok darusalam memang juga menggunakan pengajian sorogan. Kapan waktu pelaksanaannya di pondok ini ustadz? Pelaksanaanya setiap hari selasa mas, karena santri disini kebanyakan anak sekolah. Jadi ya harus pinter-pinter menjadwal ulang pengajian sorogan
Peneliti
Bagaimana tehnik pelaksanaan pengajian sorogan di pondok ini ustadz?
Narasumber
Pengajian sorogan dipondok ini caranya adalah santri maju satu persatu kitab yang sudah dimaknani pada selasa yang lalu, santri dituntut untuk bisa mengulanginya dengan baik dan benar,
Peneliti
Untuk masalah tempat, apakah pengajian sorogannya dilakukan pada satu tempat atau beberapa tempat?
Narasumber
Dalam pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Darussalam Bermi Mijen Demak dilaksanakan dalam suatu ruangan, dan dalam ruangan tersebut diberi batas-batas atau sekat-sekat. Hal ini dilakukan agar dalam proses pembelajaran tidak terjadi komunikasi antara kelompok satu dengan kelompok yang lain
Peneliti
Kelebihan-kelebihan apa saja yang dirasakan oleh santri maupun ustadz dalam pengajian sorogan ini ?
Narasumber
Kelebihan yang muncul dari pengajian ini adalah santri dapat menggerakkan pikiran sebelum penguasaan materi, karena terbiasanya membaca kitab, dengan kebiasaan membaca kitab secara individual dihadapan asatidz akan manambah dorongan dan motivasi untuk lebih giat dalam belajar sehingga santri akan lebih menguasai dibandingkan penerapan ketika diniyah. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah Ustadz
yang
menyimak jumlahnya kurang, sehingga satu ustadz bisa memegang sampai lima kelompok, dan jika bacaan santri salah, ustadz tersebut tidak memberi peringatan karena menyimak santri kelompok yang lain Peneliti
Terima kasih atas infonya ustadz. Semoga selalu diberkahi oleh Allah ta’ala dalam mengajar
Narasumber
Ya, sama-sama Mas, wa huwa kadzaalik Demak, 19 Juli 2015
Ustadz Miftahuddin
HASIL WAWANCARA Wawancara 8 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 17.00 WIB Ahmad Rifa’i Santri Pon Pes Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara
Peserta
Hasil Wawancara
Peneliti
Assalamu’alaikum, bisa minta waktunya sebentar?
Narasumber
Boleh Mas silahkan
Peneliti
Sudah lama mondok di Daruttauhid?
Narasumber
Lumayan mas sudah 4 tahun.
Peneliti
Metode pengajaran yang digunakan menggunakan sorogan ya?
Narasumber
Iya mas, metodenya santri maju satu persatu setelah pak yai selesai membacakan kitab,
Peneliti
Manfaat apa yang kamu rasakan setelah pelaksanaan metode sorogan ini?
Narasumber
Saya sangat senang menerima metode pembelajaran sorogan, karena dengan belajar sorogan bisa meningkatkan kualitas membaca kitab-kitab salaf
Peneliti
Kendala apa saja yang muncul dalam pelaksanaan metode sorogan ini?
Narasumber
Masalah waktu yang kurang efisien, karena dalam waktu yang hanya 1,5 jam maka tidak mungkin semua peserta pengajian
dapat
melaksanakan
pengajian
sorogan,
masalahnya setiap santri kan maju satu persatu mengahada pak yai atau ustadz Peneliti
Terima kasih atas infonya yaa....semoga berhasil dalam mencari ilmu dipondok ini
Narasumber
Iya mas,,,,,barokallahu fik Jepara, 18 Juli 2015 Ahmad Rifa’i
HASIL WAWANCARA Wawancara 9 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Ahad 18 Juli 2015 10.00 WIB Muhammad Wafi’ Santri Pon Pes Daruttauhid Al ‘Alawiyyah Jepara
Peserta
Hasil Wawancara
Peneliti
Assalamu’alaikum, bisa minta waktunya sebentar?
Narasumber
Boleh Mas silahkan
Peneliti
Sudah lama mondok di Daruttauhid?
Narasumber
Lumayan mas sudah 6 tahun.
Peneliti
Metode pengajaran yang digunakan menggunakan sorogan ya?
Narasumber
Iya mas, metodenya santri maju satu persatu setelah pak yai selesai membacakan kitab,
Peneliti
Manfaat apa yang kamu rasakan setelah pelaksanaan metode sorogan ini?
Narasumber
Dengan sorogan saya dapat menyadari kemampuan yang saya capai dalam hafalan maupun baca kitab, sehingga saya sadar bahwa saya harus meningkatkan kemampuan saya dalam hafalan dan baca kitab, selain itu saat kita melakukan
proses
sorogan
secara
tidak
sadar
itu
menunjukkan keserasian dan perhatian antara ustadz dan santri Peneliti
Kendala apa saja yang muncul dalam pelaksanaan metode sorogan ini?
Narasumber
Kekurangan yang ada yaitu kurangnya tenaga pengajar mas....ketika ada ustadz yang berhalangan karena suatu udzur, maka tidak ada ustadz pengganti. Karena para asatidz sudah memiliki tugas masing-masing.
Peneliti
Terima kasih atas infonya yaa....semoga berhasil dalam mencari ilmu dipondok ini
Narasumber
Iya mas,,,,,barokallahu fik Jepara, 18 Juli 2015
Muhammad Wafi
HASIL WAWANCARA Wawancara 10 Hari Tanggal Waktu Nara Sumber Jabatan
: : : : :
Senin 19 Juli 2015 09.00 WIB Nurul huda Santri Pon Pes Darussalam Bermi Mijen Demak
Peserta
Hasil Wawancara
Peneliti
Assalamu’alaikum, bisa minta waktunya sebentar?
Narasumber
Silahkan mas…..
Peneliti
Sudah lama mondok di Pondok Darussalam?
Narasumber
Lumayan mas sudah 3 tahun.
Peneliti
Metode pengajaran yang digunakan menggunakan sorogan ya?
Narasumber
Iya mas, pak yai membacakan kitab terlebih dahulu, selasa depan kami maju satu persatu membaca kitab dihadapan pak yai
Peneliti
Manfaat apa yang kamu rasakan setelah pelaksanaan metode sorogan ini?
Narasumber
Pengajian sorogan di Pondok Darussalam dapat menambah wawasan tentang agama dan isi kitab kuning, sehingga saya termotivasi untuk melaksanakan sorogan, menambah santri
lebih
berprestasi
dalam membaca
kitab,
membimbing santri lebih cepat memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab, menjadikan pikiran santri berkembang Peneliti
Kendala apa saja yang muncul dalam pelaksanaan metode sorogan ini?
Narasumber
Kendalanya lama mengantrenya.....sehingga membuat kami merasa jenuh dan mengantuk. ya mungkin kendala dari diri saya pribadi saat melakukan sorogan saya sering ngantuk hehe... kadang-kadang emang kurang semangat, ya wajar namanya juga manusia pasti ada rasa malasnya, heheee
Peneliti
Terima kasih atas infonya yaa....semoga berhasil dalam mencari ilmu dipondok ini
Narasumber
Iya mas,,,,,sama-sama Demak, 19 Juli 2015
Nurul Huda