POTENSI PENGEMBANGAN INTEGRASI TERNAK DAN SAWIT DI KALIMANTAN BARAT TATANG M . IBRAHIM dan L .M . GUFRONI AR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Baral ii. Budi Utomo No . 45 Siantan Hulu Kotak Pos 6150 Pontianak 78061
ABSTRAK Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan sub sektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian . Total pengembangan perkebunan di Kalimantan Barat nieliputi 1,5 juta hektar lahan . Saat ini, baru berkembang sekitar 380 ribu hektar . Berdasarkan data nilai PDRB atas harga konstan yang menggunakan harga pada tahun dasar 2000, sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 25,51%. Sub sektor perkebunan memberi kontribusi pada PDRB sebesar 8 .94% menempati urutan kedua setelah tanaman pangan sebesar 9,99% . Populasi ternak sapi di Kalimantan Barat pada tahun 2005 sebesar 158 .791 ekor atau terjadi kenaikan populasi sebesar 1,40%. Berdasarkan Neraca Perdagangan Antar Pulau Sapi Potong di Indonesia, Kalimantan Barat masih tergolong defisit sapi potong. Integrasi sawit-sapi dapat menurunkan biaya produksi yang berkaitan dengan pengadaan bahan kimiawi untuk pemberantasan tanaman pengganggu dan tenaga kerja, serta merupakan pola yang tepat untuk dilaksanakan karena sating menguntungkan . Vegetasi (rerumputan) di lahan perkebunan merupakan pakan ternak untuk menghasilkan daging. Potensi daya tampung areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat untuk ternak sapi dewasa adalah sebesar 973 .522,5 ekor . Model pemeliharaan integrasi kelapa sawit dengan sapi memberikan pendapatan sebesar 16,24 juta per tahun, dibandingkan dengan pola yang hanya menanam sawit saja mendapatkan 8,96 juta per tahun . Dengan demikian model pengembangan sistem integrasi perkebunan kelapa sawit dengan temak sapi meningkatkan pendapatan usahatani sebesar 1,81 kali daripada menanam kelapa sawit saja . Kata kunci : Integrasi sawit-sapi, potensi daya tampung, pendapatan usahatani POTENSI LAHAN DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN BARAT Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan sub sektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian . Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta . Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1 .827 ribu Ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu Ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2 .765 ribu Ha (52,8%) . Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3 .645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1 .543 ribu ton (15,7%), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4 .627 ribu ton (47,13%) . Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55%
126
Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2% Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya . Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/Ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/Ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/Ha (http : tivwiv . Litbang
deptan.go . i d . 2007) . pengembangan perkebunan Total di Kalimantan Barat, mencapai 1,5 juta hektar . Jumlah tersebut meliputi wilayah perbatasan dan non perbatasan . Saat ini, baru berkembang sekitar 380 ribu hektar, dari total lahan pertanian lahan kering (PLK) atau hutan . Trend perkebunan besar komoditi kelapa sawit selama kurun waktu 2003-2005 mengalami kenaikan ; tahun 2005 naik 4,33 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan produksinya naik 35,34 persen . Hal ini disebabkan tanaman yang tahun sebelumnya belum berproduksi, pada tahun 2005 mulai produksi . Tetapi untuk perkebunan rakyat pertumbuhan luas tanam dan produksi masing-masing hanya sebesar
Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak
3,25 persen dan 2,89 persen seperti disajikan pada Tabel 1 (BPS, 2006) . Perbandingan produktivitas perkebunan besar dan perkebunan rakyat tahun 2005 menurut BPS (2006), yaitu 2,22 ton per Ha berbanding 1,69 ton per Ha . Kinerja produktivitas perkebunan rakyat baru mencapai 76% dari produktivitas perkebunan besar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perkebunan rakyat belum menerapkan rekomendasi pemeliharaan/perawatan kebun sawit, dan pemupukan tanaman yang baik. Melalui perbaikan teknis pemeliharaan kebun sawit maka produktivitas kebun sawit rakyat akan dapat ditingkatkan mendekati tingkat produktivitas perkebunan besar .
Penghasil kelapa sawit terbesar di Kalimantan Barat adalah Kabupaten Sanggau yang mencapai 247.635 ton atau 33,15% dari total produksi Kalimantan Barat. Persentase ini menurun dibanding tahun sebelumnya, hal ini mengindikasikan kabupaten lain juga mulai menanam/ memproduksi kelapa sawit . Berdasarkan luas areal kebun sawit, Kabupaten Sanggau juga memiliki areal terluas yaitu 128 .082 hektar (33,57%) diikuti Kabupaten Ketapang 94 .899 hektar (24,87%), Kabupaten Sekadau 42,024 hektar (11,01%) dan Kabupaten Sintang 32,499 (8,52%) . Kabupaten lainnya memiliki luas areal sekitar 5% atau lebih kecil, dari total luas kebun sawit di Kalimantan Barat .
Tabel 1 . Luas tanaman dan produksi perkebunan menurut kabupaten/kota tahun 2005 Perkebunan besar No
Kabupaten/Kota
I 2
Kab . Sambas Kab . Bengkayang
3 4 5
Kab . Landak Kab . Pontianak Kab . Sanggau
6 7
Kab . Ketapang Kab . Sintang
8 9 10 11 12
Kab .Kapuas Hulu Kab . Sekadau Kab . Melawi Kota Pontianak Kota Singkawang
Perkebanan rakyat
Jumlah total
Luas (Ha) Produksi (t) Luas (Ha) Produksi (t) Luas (Ha) Produksi (t) 7 .819 7 .079
6 .623 8 .146
7 .349 5 .220
12 .567 10 .209
15 .168 12 .299
19 .190 18 .355
11 .924 12 .467 65.451 45 .598 19.499
30 .243 4 .285 171 .472 111 .641 49 .709
9.863 2.047 62 .631 49 .301
17.791 65 76.163
21 .787 14 .514 128 .082
48 .034 4 .350 247 .635
13 .000
90.433 33 .626
94 .899 32 .499
202 .074 83 .335
5 .176 14.734 2 .800
680 28 .164 17.109
3 .018 27.290 9.200
425 48 .254 29 .314
8 .194 42 .024 12 .000
1 .105 76 .418 46 .423
100
-
100
-
Kalimantan Barat 2005
192.547
428 .072
381 .566
746.919
184 .553
316.292
189.019 183 .066
318 .847
2004
309 .889
367.619
626.181
2003 2002 2001
180.986 170.008 163 .945
271 .936 274 .034 277 .528
168 .115 165 .888 159 .135
245 .154 237 .442 220 .366
349.101 335 .896 323 .080
517.090 511 .476 497 .894
Sumber : BPS (2006)
Berdasarkan data nilai PDRB atas harga konstan yang menggunakan harga pada tahun dasar 2000, sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 25,51% . Sub sektor perkebunan memberi kontribusi pada PDRB sebesar 8,94% menempati urutan kedua setelah tanaman bahan makanan sebesar 9,99% (BPS . 2006) . Keadaan ini menunjukkan besarnya
peranan sub sektor perkebunan dalam mendukung perekonomian Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal perkebunan akan memberikan dampak yang besar bagi peningkatan PDRB Daerah Provinsi Kalimantan Barat .
127
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan lndustri 0lahannya sebagai Pakan Ternak
POTENSI TERNAK SAPI DAN PEMASARAN TERNAK DI KALIMANTAN BARAT Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kehewanan Provinsi Kalimantan Barat dilaporkan bahwa ternak sapi potong mengalami kenaikan populasi dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 156 .569 ekor pada tahun 2004 menjadi 158 .791 ekor pada tahun 2005 . Dengan demikian terjadi kenaikan populasi sebesar 1,40% . Berdasarkan lokasi penyebarannya, maka populasi ternak sapi yang paling besar terdapat di Kapuas Hulu, sebesar 26 .167 ekor, kemudian diikuti Kabupaten Sintang dan Kabupaten Ketapang masing-masing 22 .990 ekor dan 21 .657 ekor seperti disajikan pada Tabel 2 . Untuk Kabupaten Pontianak, Melawi, Sekadau dan Sanggau, memiliki populasi temak sapi yang relatif besar, masing-masing lebih dari 10 .000 ekor . Sedangkan Kabupaten Sambas, Bengkayang, Kota Pontianak dan Kota
Singkawang masing-masing dibawah 10 .000 ekor . Produksi daging yang berasal dari pemotongan ternak pada tahun 2005 untuk daging sapi adalah sebesar 4 .798 ton mengalami peningkatan 11,11% . Kebanyakan produksi daging. berasal dari Kota Pontianak (label 2) . Kota Pontianak mempunyai potensi pemasaran daging sapi terbesar di Kalimantan Barat. Berdasarkan Neraca Perdagangan Antar Pulau Sapi Potong di Indonesia tahun 19972002 disimpulkan, bahwa Kalimantan Barat masih tergolong defisit sapi potong yaitu sebesar 6 .519 ekor, (DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2004) . Sehingga Kalimantan Barat tergolong daerah konsumen sapi potong. Data ini menunjukkan bahwa kebutuhan sapi untuk Kalimantan Barat masih didatangkan melalui peldagangan antar pulau . sehingga masih sangat besar peluang pasar untuk ternak sapi potong di Kalimantan Barat.
Tabel 2 . Populasi ternak besar menurut kabupaten/Kota No
Kabupaten/Kota
I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kab . Sambas Kab . Bengkayang Kab . Landak Kab . Pontianak Kab . Sanggau Kab . Ketapang Kab . Sintang Kab . Kapuas Hulu Kab .Sekadau Kab . Melawi Kota Pontianak Kota Singkawang
Sumber :
128
Populasi sapi Pemotongan sapi Produksi daging sapi Produksi daging sapi (ekor) (ekor) (ton) (%) 1 .440 218 0,0454 9.393 9 .073 294 44 0,0092 610 92 0,0192 7.185 4 .388 665 0,1386 16 .695 0,0365 11 .379 1 .155 175 1 .958 297 0,0619 21 .657 22 .990 3 .147 461 0,0961 26 .167 3 .040 462 0,0963 65 0,0135 14 .703 431 1 .068 159 0,0331 15 .528 1 .523 12 .237 1 .860 0,3877 300 2 .498 1 .975 0,0625
Kalimantan Barat 2005 2004
158 .791 156 .569
31 .743 28.605
4 .798 4 .318
2003 2002 2001
148 .303 147 .067 144 .538
27 .350 33 .903 30.194
3 .926 3 .932 3 .128
DINAS KEHEWANAN DAN PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN BARAT (2005)
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak
POTENSI KEBUN SAWIT UNTUK INTEGRASI TERNAK Pengadaan bahan pakan bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) sebaiknya terfokus kepada kelompok bahan pakan yang tidak bersaing dengan ternak lain . Bahan pakan seperti ini dicirikan utamanya oleh tingginya kandungan dinding sel (selulosa, hemiselulosa, lignin dan pektin) dan hanya dapat dimanfaatkan melalui proses fermentasi pada lambung ternak (VAN SOEST, 1982) . Ternak ruminansia memiliki sistem pencernaan fermentatif yang unik dan memungkinkan ternak mengolah bahan pakan den'gan karakter konsentrasi nutrisi rendah per satuan berat atau keambaan tinggi (bulky) . Karakteristik bahan pakan seperti di atas dimiliki oleh hasil samping perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis) seperti pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit . Bahan pakan tersebut umumnya memiliki kandungan dinding set yang tinggi namun memiliki tingkat kecernaan yang relatif rendah sehingga potensi nutrisi yang dikandungnya tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan . Oleh karena itu peningkatan kualitas bahan pakan perlu dilakukan utamanya dalam hal tingkat kecernaan, konsumsi dan kandungan nutrisinya. Hasil samping kelapa sawit lainnya seperti bungkil inti sawit (BIS, palm cernel cake) dan lumpur sawit (solid decanter) tergolong pakan kelas konsentrat yang tidak memerlukan perlakuan pra pemberian . Pelepah sawit dan serabut mesokarp dapat digunakan
sebagai sumber serat kasar atau pengganti pakan hijauan untuk ternak ruminansia, sedangkan lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai sumber energi dan protein untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia . Serabut mesokarp dan lumpur sawit merupakan bahan sumber energi yang cukup baik untuk ternak disebabkan oleh kandungan minyak yang terdapat di dalamnya (ELIZABETH dan GINTING, 2004) . Integrasi ternak dengan perkebunan dapat menurunkan biaya produksi yang berkaitan dengan pengadaan bahan kimiawi untuk pemberantasan tanaman pengganggu dan tenaga kerja, serta merupakan pola yang sangat tepat untuk dilaksanakan karena saling menguntungkan (benefit mutualistis) . Vegetasi (rerumputan) di lahan perkebunan digunakan sebagai pakan ternak untuk menghasilkan daging. Ternak ruminansia berpotensi besar untuk mendukung pengembangan perkebunan yang pengelolaannya tidak terlepas dari faktor pemupukan dan perbaikan tekstur tanah . Ternak bertindak sebagai bioindustri dengan menghasilkan pupuk kandang yang berarti pegurangan biaya produksi perkebunan dan berperan ganda sebagai pemroses hasil samping perkebunan . pemberantas gulma. pemanfaatan limbah naungan tanah yang biasa digunakan saat tanaman muda maupun pada lahan berlereng, tenaga kerja (penghela) dan bertindak sebagai sumber penghasilan bagi petani (WIJONO, et a!., 2004 ; CHANIAGO, 1994 disitasi LERMANSIUS, et a! ., 2000) .
Tabel 3 . Biomassa tanaman dan olahan kelapa sawit per hektar (130 pohon) Biomassa Daun tanpa lidi Pelepah Tandan kosong Serat perasan Lumpur sawit solid Bungkil inti sawit Total biomasa
Segar (kg)
Bahan kering (%)
Bahan kering (kg)
1 .430 9 .292 3 .680 2 .880 4 .704 560
46 .18 26.07 92 .1 93 .11 24.07 91 .83
658 1 .640 3 .386 2 .681 1 .132 514 10 .011
Sumber : DIWYANTO, et al ., (2004)
Buah sawit mengandung ± 80% perikarp (daging buah) dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis mengandung kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (KETAREN, 1986) .
Minyak sawit (palm oil) dan minyak inti sawit (palm cernel oil) merupakan produk utama dari buah . Sedangkan produk samping yang akan diperoleh adalah tandan kosong, serat perasan,
1 29
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak
lumpur sawit/solid dan bungkil inti sawit . Setiap 1 .000 kg tandan buah segar dapat diperoleh minyak sawit sejumlah 250 kg, hasil samping sebanyak 294 kg lumpur sawit, 35 kg bungkil inti sawit, dan 180 kg serat perasan . Setiap hektar areal kebun sawit mampu menghasilkan pelepah daun dan limbah untuk pakan dalarn jumlah yang sangat besar (Tabel 3) . Setiap hektar kebun sawit secara teoritis dapat menampung 143 tanaman bila jarak antar pokok tanaman 9 x 9m . Pada kenyataannya jumlah pokok kelapa sawit hanya mencapai ± 130 pohon/Ha tergantung kondisi wilayah . Setiap pohon dapat menghasilkan 22 pelepah/ tahun dan rataan bobot pelepah per batang mencapai 2,2 kg (setelah dikupas untuk pakan) . Sehingga setiap hektar dapat menghasilkan pelepah segar untuk pakan sekitar 9 ton/ Ha/tahun atau setara dengan 1,64 ton/Ha/tahun bahan kering. Daun yang dihasilkan sekitar 0,5 kglpelepah sehingga setiap tahun akan diperoleh bahan kering untuk pakan sejumlah 0,66 ton/Ha/tahun (DIWYANTO, et at ., 2004) . POTENSI PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK SAPI DI KALIMANTAN BARAT Mulai tahun 2005 pembangunan sub sektor peternakan Kalimantan Barat dilaksanakan melalui dua program utama yaitu Program Peningkatan Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Agribisnis serta terdapat satu program khusus yaitu Program Ketercukupan (Swasembada) Daging Sapi Tahun 2010 Provinsi Kalimantan Barat (DISWANNAK KALBAR, 2005). Prospek pasar produk peternakan akan cenderung membaik seiring kemajuan ekonomi yang direfleksikan dalam kapasitas volume absorbsi pasar membesar dan harga pasar cenderung meningkat, setidaknya relatif terhadap produk tanaman pangan . Akselerasi merupakan kekuatan penarik sebagai landasan terjadinya Revolusi Peternakan . Revolusi ini dicirikan oleh akselerasi pertumbuhan produksi peternakan sebagai sumber utama pertumbuhan baru sektor pertanian menggantikan tanaman pangan (SIMATUPANG, et al., 2004). Selama dua dasawarsa terakhir pendapatan per kapita masyarakat perdesaan secara absolut
1 30
maupun riil mengalami peningkatan . Secara absolut pendapatan masyarakat perdesaan meningkat dari Rp . 243 .000 pada tahun 1984 menjadi Rp . 2 .024 .000 pada tahun 2001, sedangkan secara riiI (setara beras) pendapatan masyarakat perdesaan meningkat dari sekitar 934,2 menjadi 979,9 setara beras untuk tahun 2002 . Dinamika pertumbuhan penduduk dan masyarakat Indonesia yang terjadi dalam lima tahun ke depan akan menciptakan peluang pasar yang besar bagi produk pertanian (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2004) . Perkebunan memiliki potensi yang besar untuk dapat dikembangkan sebagai basis khususnya pengembangan peternakan ruminansia . Perkebunan menyediakan sumber pakan yang berlimpah . Sentuhan teknologi dapat meningkatkan peluang pengembangan ternak pada areal perkebunan dengan konsekuensj, akhir akan meningkatkan populasi dan kualitas ternak yang berdampak pada peningkatan nilai tambah bagi produk peternakan dan perkebunan . Berdasarkan potensi produksi biomassa produk samping kebun dan pengolahan kelapa sawit (label 3), jika diasumsikan setiap hari 1 unit ternak (UT) mengkonsumsi 3% dari bobot badan, maka untuk setiap hektar perkebunan kelapa sawit dapat menampung 2,7 UT ruminansia per tahun (SrroMPUL, et al ., 2004). Dengan demikian perkebunan besar kelapa sawit di Kalimantan Barat yang memiliki areal seluas 192 .547 Ha berpotensi untuk memiliki kapasitas tampung ternak sebesar 519 .876,9 ekor ternak sapi dewasa. Untuk perkebunan rakyat, dengan kapasitas produksi dan produktivitasnya yang lebih rendah (pelepah 50%), akan dapat menampung sebesar 2,4 UT, sawit rakyat di sehingga perkebunan Kalimantan Barat dengan luas areal 189 .019 hektar dapat menampung ternak sebesar 453 .645,6 ekor ternak sapi dewasa. Sehinga daya tampung areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat untuk ternak sapi dewasa adalah sebesar 973 .522,5 ekor . Besarnya potensi daya tampung perkebunan kelapa sawit untuk pengembangan ternak sapi merupakan peluang untuk ternak sapi di meningkatkan populasi Kalimantan Barat yang berjumlah 158 .791 ekor. Sehingga dapat menambah populasi ternak sapi di Kalimantan Barat sebesar 6,13 kali dari jumlah yang ada saat ini, maka
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Indusrri Olahannya sebagai Pakan Ternak
Provinsi Kalimantan Barat dapat menjadi sumber bibit dan bakalan ternak sapi di Indonesia . ANALISIS USAHATANI DALAM INTEGRASI SAWIT DAN TERNAK SAPI Studi pada model pengembangan sistem integrasi sapi-sawit pada perkebunan rakyat di Provinsi Bengkulu (GUNAWAN, et al., 2004) menunjukkan bahwa dengan model integrasi memberikan keuntungan yang lebih besar seperti ditunjukkan pada Tabel 4 .
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa model pemeliharaan integrasi kelapa sawit dengan sapi memberikan pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp . 16,24 juta per tahun, sedangkan dengan pola sapi tanpa integrasi hanya menerima pendapatan sebesar Rp . 14,18 juta per tahun dan jika hanya menanam sawit saja hanya mendapatkan Rp . 8,96 juta per tahun . Dengan demikian model pengembangan sistem integrasi perkebunan kelapa sawit dengan ternak sapi meningkatkan pendapatan sebesar 1,81 kali dari pada pola perkebunan sawit saja . Asumsi yang digunakan adalah tiap keluarga memiliki kebun seluas 3 Ha dengan sapi minimal 3 ekor.
Tabel 4 . Analisis usahatani integrasi sapi kelapa sawit Parameter pendapatan Sawit Sapi Total
Sawit (Juta Rp/tahun)
Jenis usahatani Sap -sawit/tanpa integrasi (Juta Rp/tahun)
Integrasi sapi-sawit (Juta Rp/tahun)
8,96
7,88
8,74
0
6,30
7,50
8,96
14,18
16,24
Catatan : Lahan 3 Ha terdiri atas 2 Ha TM dan I Ha TBM, sedangkan sapi 3 ekor terdiri atas 2 ekor sapi betina dan I ekor sapijantan
Tingginya pendapatan petani dengan pola integrasi kelapa sawit dan ternak sapi menunjukkan besarnya potensi peningkatan kesejahteraan petani sawit yang menerapkan pola integrasi . Mengingat besarnya potensi daya dukung perkebunan sawit di Kalimantan Barat dan tingginya pendapatan petani dengan model integrasi kelapa sawit sapi maka dampak potensi peningkatan pendapatan asli daerah yang dihasilkan akan sangat besar. Dengan demikian tujuan pembangunan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat akan dapat diwujudkan . KESIMPULAN 1 . Potensi lahan perkebunan sawit yang diusahakan di Kalimantan Barat seluas 381 .566 hektar . 2 . Kalimantan Barat tergolong daerah konsumen sapi potong sehingga merupakan peluang untuk peningkatan populasi ternak sapi di Kalimantan Barat.
3 . Setiap hektar areal kebun sawit mampu menghasilkan pelepah . daun dan limbah untuk pakan dalam jumlah yang sangat besar . 4 . Daya tampung areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat untuk ternak sapi dewasa adalah sebesar 973 .522,5 ekor . 5 . Model pemeliharaan integrasi kelapa sawit dengan sapi memberikan peningkatan pendapatan sebesar 1,81 kali dibandingkan dengan pola perkebunan kelapa sawit saja . DAFTAR PUSTAKA LITBANG PERTANIAN . 2004 . Reneana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor .
BADAN
BPS . 2002 . Kalimantan Barat Dalam Angka 2002 . Biro Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat . Pontianak. BPS . 2006 . Kalimantan Barat Dalam Angka 2002 . Biro Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat . Pontianak.
13 1
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak
DIRJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2004 . Analisa ekonomi program kecukupan daging 2005 .
http : www .litbangdeptan.go.id. 2007 . Prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa sawit.
w ww.deptan.go . id. DINAS KEHEWANAN DAN PETERNAKAN . 2005 . Rencana Tahunan Sub Sektor Peternakan Kalimantan Barat Tahun 2005 . Dinas Kehewanan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak .
LERMANSIUS H., K . SURATIYAH dan MAsHuRi . 2000 . Usahatani ternak domba berbasis perkebunan di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Sumatera Utara . Agro Ekonomi Vol . 8 No . 2 Des 2000. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta .
ELIZABETH . Y . dan S . P . GiNTING. 2004 . Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong . Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi . Badan Litbang Pertanian . Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT . Agricinal . Bogor .
SIMATUPANG P ., N . SYAFA'AT dan P .U . HADI . 2004 . Daya saing usaha peternakan menuju 2020. Makalah Seminar IPTEK sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan . Balai Penelitian Ternak . Bogor .
GUNAWAN, B . HERMAWAN, SuMARDI dan E .P . PRAPTANTI . 2004 . Keragaan model pengembangan integrasi sapi-sawit pada perkebunan rakyat di Propinsi Bengkulu . Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi . Badan Litbang Pertanian . Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT . Agricinal . Bogor .
13 2
SITOMPUL, D ., B .P . MANURUNG, I.W . MATIUS, dan AZMI. 2004. Integrasi sapi-sawit : Potensi produk samping dalam pengembangan temak sapi . Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi . Badan Litbang Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT. Agricinal, Bogor . VAN SOEST. P .J . 1982 . Nutritional Ecology of the Ruminant . O&B Books Inc. Oregon .