[The 3rd Industrial Relations
S
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
ekilas Pandang:
BPJS Ketenagakerjaan
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
27
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
SECTION I:
Mengenal Lebih Dekat Sistem Jaminan Sosial Nasional Indonesia
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
28
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB I Perjalanan Panjang Sistem Jaminan Sosial Indonesia
A. Latar Belakang Berdirinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Menjadikan Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan merupakan amanat yang harus diwujudkan bersama. Hal ini tercantum secara jelas di dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) dimana pelaksanaan jaminan social yang baik merupakan harapan yang sangat besar guna berkembangnya Negara kita menjadi lebih baik. Selain merupakan amanah yang wajib dipenuhi, pentingnya penerapan jaminan social sebagai perlindungan bagi kesejahteraan warganya juga diatur didalam deklarasi PBB tentang HAM pada tahun 1948 dan Konvensi ILO No.102 Tahun 1952.
Demi mewujudkan amanah tersebut, maka pada tahun 1951 Pemerintah membentuk Undang-Undang nomor 33 Tahun 1947 jo. Undang-Undang No. 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan Negara, maka pemerintah mulai mengeluarkan berbagai kebijakan terkait dengan perlindungan social yaitu dengan disahkannya Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48 Tahun 1952 jo. PMP No. 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan Bantuan Untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, PMP No.15 Tahun 1956 tentang
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
29
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), dan diberlakukannya UndangUndang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja.1 Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hokum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah Penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP Nomor 36 Tahun 1995 ditetapkannya PT Jamsostek memberikan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko social.2 Selanjutnya, muncul TAP MPR No.X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada sidang tahunan MPRRI Tahun 2001 yang menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Menanggapi mandat tersebut, pada tahun 2004, Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai wujud komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional yang kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka terbentuklah BPJS yang 1
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/i.php?mid=2&id=9 diakses pada tanggal 16 Januari 2015 pukul 19:16 WIB. 2 Ibid. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
30
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
mulai berlaku mulai Januari 2014 dan menjanjikan kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
BPJS merupakan lembaga baru yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia yang bersifat nirlaba berdasarkan Undang-Undang SJSN. Berdasarkan Undang-Undang BPJS, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT Jamsostek.3
B. Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Dengan telah disahkan dan diundangkannya Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), pada tanggal 25 November 2011, maka PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) ditransformasikan menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS menentukan bahwa PT. Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi pada saat mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Hal yang serupa terjadi pada PT. Jamsostek (Persero). Sebagai badan yang memberikan jaminan sosial kepada para tenaga kerja di Indonesia dan bertransformasi terlebih dahulu, PT. Jamsostek telah berkontribusi besar dalam melayani tenaga kerja di Indonesiayang menjadi peserta meskipun saat ini telah berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Program yang akan dijalankan oleh BPJS ketenagakerjaan akan bertambah namun tidak merubah maupun menghapus program yang dijalankan sebelumnya, yaitu: a. Jaminan Kecelakaan Kerja b. Jaminan Kematian;dan c. Jaminan Hari Tua BPJS
Ketenagakerjaan
diberi
waktu
selama
1,5
tahun
untuk
menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program tersebut dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun ke dalam pengelolaannya sehingga selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan telah 3
Ridwan Max Sijabat, Askes, Jamsostek asked to prepare transformation, The Jakarta Post (dalam bahasa inggris), diakses 16 Januari 2015 pukul 10:54 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
31
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun sesuai dengan yang diamanahkan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, dan POLRI. Memang, dari sudut pandang eksternal, proses transformasi PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan terkesan sangat sederhana, hanya mengganti badan hukum dari PT (Persero) menjadi Badan Publlik. Namun, sejatinya pekerjaan bukanlah sebuah pekerjaan ringan. Bapak Amri Yusuf, selaku Direktur Umum dan SDM PT Jamsostek (Persero) menyatakan bahwa transformasi jenis ini belum pernah terjadi di negara manapun. Yang pernah terjadi hanya peningkatan status, seperti Perum menjadi Persero.4 Kepala Bidang Pemasaran PT. Jamsostek, A. Fauzan S.E., mengatakan bahwa dalam transformasi PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, terdapat lima perubahan yang mendasar, yaitu: 1. Perubahan badan hukum organisasi dari BUMN menjadi badan hukum publik. Pada masa ini, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) juga harus mempersiapkan:5 a. Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan. b. Pengalihan aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan. c. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggara program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jamiann kematian, serta sosialisasi program kepada publik. d. Pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. 2. Perubahan perlakuan keuangan pada badan penyelenggara, baik dalam hal pemisahan asset badan penyelenggara dan peserta maupun sistem pelaporan keuangan. 4 5
Sambutlah Jamsostek Baru, Majalah Warta Jams Edisi 1, hlm.5. Pasal 56 dan Pasal 61 Undang-Undang No.24 Tahun 2011. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
32
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
3. Perubahan cakupan kepesertaan wakil dari tenaga kerja formal menjadi perlindungan untuk seluruh tenaga kerja. 4. Perubahan pengalihan wewenang pelaksanaan inspeksi kepatuhan kepesertaan dalam sistem penegakan hukum (law enforcement) dari Kementerian Tenaga Kerja kepada Badan Penyelenggara yang dalam hal ini adalah BPJS Ketenagakerjaan. 5. Perubahan manfaat dari Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), menjadi JHT, Jk, JKK, dan Pensiun. Sementara itu, Dirut PT. Jamsostek, Elvyn G Masassya, mengatakan, dalam mentransformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:6
1. Tahap rekonsilidasi yakni membangun kepercayaan dari seluruh stake holder. Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengawal regulasi, mereview teknis operasional dan sosialisasi masive. 2. Tahap fit-in infrastructure yakni bagaimana membangun landasan yang kokoh sebagai BPJS. Yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah peningkatam kepesertaan, pelayanan, penguatan data base dan TI, peningkatan investasi, keuangan dan peningkatan kualitas SDM. 3. Tahap sustainabillity total benefit and services, yakni pertumbuhan agresif, harmonisasi manfaat dan pelayanan prima. Yang dilakukan dalam tahap ini adalah peningkatan pangsa pasar melalui value chain, implementasi total benefit 6
Selamat Tinggal Jamsostek, Selamat Datang BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 31 Desember 2013. Diakses dari http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/selamat-tingggal-jamsostek-selamat-datang-bpjsketenagakerjaan/47229 pada tanggal 19 Januari 2015 pukul 16:32 WIB Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
33
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
yang berkelanjutan, service excellence, operational excelence dan e-registrasi, e-payment, dan e-claim. Tranformasi yang terjadi meliputi perubahan sifat, organ dan prinsip pengelolaan, atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan struktur dan budaya organisasi.7 1. Transformasi Sifat Transformasi dari PT (Persero) menjadi badan hukum publik sangat mendasar, karena menyangkut perubahan sifat dari pro laba melayani pemegang saham menuju nir laba melayani kepentingan publik yang lebih luas untuk melaksanakan misi yang ditetapkan dalam konstitusi dan peraturan perundangundangan
pelaksanaannya.
Dengan
kata
lain
BPJS
pada
dasarnya
menyelenggarakan program yang merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 5 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan bahwa jaminan sosial termasuk salah satu pelayanan yang termasuk dalam pelayanan
publik.
Sehubungan
dengan
itu,
dalam
penyelenggaraannya
berpedoman pada asas-asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Selain itu secara khusus BPJS menyelenggarakan SJSN, menurut Pasal 2 UU BPJS berdasarkan asas kemanusiaan yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Manfaat yaitu asas yang bersifat operasional yang menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif, sedangkan asas yang bersifat idiil yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai badan hukum publik pembentukan BPJS berdasarkan UU BPJS. Fungsi, tugas, wewenang, hak dan kewajibannya juga diatur dalam UU BPJS. UU BPJS 7
Diakses dari http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/257 pada tanggal 19 Januari 2015 pukul 17:08
WIB Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
34
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
menentukan bahwa BPJS bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini berbeda dengan Direksi PT (Persero) yang bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Transformasi Organ dan Prinsip Pengelolaan Organ BPJS menurut UU BPJS sangat berbeda jika dibandingkan dengan PT (Persero) yang tunduk kepada UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan peraturan pelaksanaannya, serta tunduk juga pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Organ BPJS ditentukan dalam UU BPJS. Terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Jumlah anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi, serta mekanisme seleksinya ditentukan dalam UU BPJS. Sedangkan organ PT (Persero) terdiri atas Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas yang di angkat dan diberhentikan oleh RUPS yang mekanisme seleksinya ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Tugas dan wewenang Dewan Pengawas dan Direksi BPJS diatur dalam UU BPJS, sedangkan tugas dan wewenang Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas diatur dalam Peraturan Pemerintah. Prinsip pengelolaan BPJS dilaksanakan berdasarkan 9 prinsip penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu kegotongroyongan, nir laba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan
Dana
Jaminan
Sosial
dipergunakan
seluruhnya
untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Sedangkan pengelolaan PT (persero) mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas yang pada intinya memaksimalkan kembalian (return) bagi pemegang saham.
C. Tentang BPJS Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Tujuan didirikannya BPJS, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 UU BPJS adalah untuk mewujudkan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
35
[The 3rd Industrial Relations terselenggaranya
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. Sementara itu, berdasarkan Pasal 4 UU BPJS, prinsip yang tumbuh di dalam proses penyelenggaraan BPJS adalah sebagai berikut: a. Kegotongroyongan; Merupakan prinsip kebersamaan antara peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya.8 b. Nirlaba; Merupakan prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta. c. Keterbukaan; Merupakan prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta. d. Kehati-hatian; Merupakan prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. e. Akuntabilitas; Merupakan prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Portabilitas; Merupakan prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. g. Kepesertaan bersifat wajib; Merupakan prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Sosial, yang dilaksanakan secara bertahap. h. Dana amanat;
8
http://www.jamkesindonesia.com/topik/detail/asas--tujuan-dan-prinsip tanggal 10 Januari 2015 pukul 16:03 WIB Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
36
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Merupakan dana dan hasil pengembangan yang merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta Jaminan Sosial. i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta. Berdasarkan ruang lingkupnya, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 9 UU SJSN mengatur bahwa BPJS terbagi menjadi dua jenis yang masing-masing mempunyai fungsinya sendiri. Bagian-bagian tersebut adalah: a. BPJS Kesehatan yang berfungsi untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. b. BPJS Ketenagakerjaan yang bertugas untuk menyelenggarakan program: 1) Jaminan kecelakaan kerja; Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asurasi sosial dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. 2) Jaminan hari tua; Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dnegan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. 3) Jaminan pensiun; Diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti. 4) Jaminan kematian. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
37
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Dalam melaksanakan fungsi yang ada, Pasal 10 UU BPJS mengatur tugas apa saja yang dimiliki BPJS, yaitu: a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta; b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; c.
Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta; e.
Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
f.
Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat. Selanjutnya, dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada BPJS berwenang untuk: a. Menagih pembayaran iuran; b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabillitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; c.
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; e.
Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f.
Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemebri Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
g. Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
38
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Terkait hak BPJS, diatur dalam Pasal 12 yaitu: a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan. Dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan, Pasal 13 mengatur bahwa BPJS berkewajiban untuk: a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta; b. Mengembangkan dana jaminan sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta; c.
Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undnag-Undnag tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; e.
Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;
f.
Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1(satu) kali dalam 1 (satu) tahun; h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1(satu) kali dalam 1 (satu) tahun; i.
Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazin dan berlaku umum;
j.
Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akutansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan
k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
39
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB II BPJS Ketenagakerjaan: Sistem Baru untuk Indonesia Yang Baru
A. Tentang BPJS Ketenagakerjaan Setelah diundangkannya UU BPJS, demi mengatur perwujudan komitmen pemerintah atas kesejahteraan rakyatnya, maka pada tanggal 27 Desember 2013 disahkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial, yang khusus mengatur teknis pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan. Perbedaan mendasar antara jaminan sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dengan jaminan sosial yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) adalah target peserta jaminan sosial. BPJS Ketenagakerjaan mewajibkan seluruh pekerja untuk mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tidak hanya pekerja dari sektor formal namun juga dari sektor informal. Pasal 3 Perpres No.109 Tahun 2013 tentang Pentahapan Kepesertaan Program Jaminan sosial menjelaskan bahwa peserta program jaminan sosial terdiri atas peserta penerima upah dan peserta bukan penerima upah, yang lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 4 bahwa yang termasuk peserta penerima upah adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara dan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara. Sedangkan Pasal 7 menjelaskan bahwa yang termasuk peserta bukan penerima upah adalah pemberi kerja, pekerja diluar hubungan kerja atau peserta mandiri, dan pekerja yang bukan menerima gaji atau upah. Perbedaan
lain
antara
jaminan
sosial
yang
dikelola
BPJS
Ketenagakerjaan dengan jaminan sosial yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) adalah program yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pada dasarnya, Pasal 62 ayat 2a UU BPJS mengatur bahwa BPJS Ketenagakerjaan menerima pengalihan aset
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
40
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
lembaga PT Jamsostek (Persero) dan aset tiga program Jamsostek selain aset JPK Jamsostek. Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 64 huruf (b) PP No. 109 Tahun 2013 tentang menjelaskan lebih lanjut bahwa tiga aset Program Jamsostek lainnya, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Pemisahan pengelolaan aset ketiga program tersebut langsung diberlakukan sejak pengalihan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Aset program jaminan kecelakaan kerja Jamsostek dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Kecelakaan Kerja; 2. Aset program jaminan hari tua Jamsostek dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Hari Tua; 3. Aset program jaminan kematian Jamsostek dialihkan menjadi aset Dana Jaminan Sosial Kematian. 4. Aset dan likuiditas dana peningkatan kesejahteraan peserta yang bersumber dari alokasi laba PT Jamsostek (Persore) beralih menjadi aset dan liabilitas BPJS Ketenagakerjaan. Jumlah aset program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan paling sedikit sebesar jumlah liabilitas kepada peserta pada saat pengalihan aset PT Jamsotek (Persero) menjadi Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Berikut adalah milestone perkembangan BPJS Ketenagakerjaan: 1 Januari 2014 Pada saat PT Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, terjadi serangkaian peristiwa sebagai berikut:9 1.
PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi dimana semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
9
Asih Eka Putri, Seri Buku Saku 2: Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Friedrich-Ebert-Stifung Kantor Perwakilan Indonesia, Jakarta, 2014, hlm.17-18. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
41
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
2.
00125042015A
Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi
pegawai BPJS Ketenagakerjaan. 3.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan
posisi
keuangan
penutup
PT
Jamsostek
(Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik. 4.
Menteri keuangan mengesahkan laporan posisi
keuangan pembuka BPJS Jamsostek dan laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan Ketenagakerjaan. 5.
BPJS
Ketenagakerjaan
melanjutkan
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua yang selama ini telah diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai dengan 30 Juni 2015.
1 Juli 2015 BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua, serta program jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan UU SJSN bagi peserta selain peserta program yang dikelola oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero)
31 Desember 2029 PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) mengalihkan kepesertaan Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI, dan Anggota Polri ke BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua, serta jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan UU SJSN bagi seluruh pekerja di Indonesia.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
42
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
B. Spirit BPJS Ketenagakerjaan Kebijakan pemerintah mengubah PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS ketenagakerjaan adalah semata-mata didasari oleh keinginan untuk menyediakan mekanisme atau sistem jaminan/perlindungan sosial bagi masyarakatnya apabila dihadapkan pada resiko-resiko dalam kehidupan sosial dan memberikan rasa aman dan nyaman terhadap para tenaga kerja yang ada di Indonesia dalam menjalankan tugas. Selama kurang lebih 4 (empat) dekade sistem Jaminan Sosial dijalankan di Indonesia, pelaksanaannya dinilai belum optimal. Jaminan social dinilai baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Selain itu ada beberapa kendala yang menyertai implementasi jaminan sosial di Indonesia, yaitu: 1. Indonesia memiliki populasi penduduk yang besar. 2. Pendataan kependudukan yang belum terpadu. 3. Mekanisme sensus maupun pendataan yang masih belum sempurna. 4. Sistem pencatatan dan perhitungan pendapatan maupun pajak yang belum comprehensive. 5. Keterbatasan alokasi dana APBN. Dalam rangka penguatan sistem jaminan nasional, Mukul G Asher (2010), selaku Guru Besar Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore menjelaskan bahwa ada 4 hal yang harus menjadi prioritas:10 1.
Modernisasi dan profesionalisasi lembaga penyelenggara jaminan sosial.
2.
Reformasi sistemik dan parametik terhadap beberapa komponen dari sistem jaminan sosial yang ada. Misalnya, memperpanjang usia pensiun dan memperketat penarikan dana pensiun dengan memperpanjang batas waktu penarikan tunai yang diperbolehkan sebelum pensiun (pre-retirement withdrawal).
3.
Memperkenalkan atau memperluas transfer pendapatan pensiun yang tidak hanya tergantung pada hubungan pasar tenaga kerja formal atau sepenuhnya tergantung kontribusi para peserta.
4.
Inisiatif-inisiatif lain yang memungkinkan untuk ditempuh sehingga dengan mendorong lembaga penyelenggara pensiun swasta dan pemilik tabungan
10
Irwan Nur Iswan, Memperkuat Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Warta Jams Edisi 2, 2013. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
43
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pensiun individual untuk memperluas sumber pendanaan pensiunnya serta membagi resikonya. Atas dengan cara menghubungkan tabungan pensiun dengan harapan hal ini dapat membantu penguatan financial inclusion and social cohesion.memberikan kontribusi pada penguatan sistem jaminan sosial. Misalnya Menyadari akan pentingnya jaminan sosial di Indonesia, secara bertahap dan setelah melewati proses yang panjang, seiring dengan lahirnya Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UndangUndang No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bentuk perwujudan atas mandat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sistem jaminan sosial nasional secara perlahan mulai menampakan percepatan dan perbaikan. Tujuan
besar
dari
SJSN
sebenarnya
adalah
mensikronisasikan
penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan social yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas, yang dalam hal ini adalah seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Pemikiran
mendasar
yang
melandasi
penyusunan
SJSN
bagi
penyelenggaraan jaminan social untuk seluruh warga Negara adalah sebagai berikut:11 1. Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang. 2. Penyelenggaraan SJSN adalah
wujud
tanggung jawab
Negara dalam
pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social. 3. Program jaminan social ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. 4. Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan dnegan penghargaan terhadap martabat manusia.
11
Asih Eka Putri, Op.CIt, hlm.11. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
44
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
5. SJSN bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Arah Pembangunan SJSN dimuat dalam UU No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2005. Dari UndangUndang tersebut dapat dilihat mimpi dan harapan pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui SJSN. Sesuai dengan spiritnya yaitu untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, SJSN diharapkan dapat memenuhi hak-hak rakyat akan pelayanan social dasar dilaksanakan dengan penyediaan, penataan dan pengembangan Sistem Perlindungan Sosial Nasional (SPSN). Dengan adanya SJSN yang telah disempurnakan bersama SPSN yang didukung oleh peraturan perundang-undangan, pendanaan dan Nomor Induk Kependudukan diharapkan dapat memberi perlindungan penuh kepada masyarakat luas secara bertahap. Jaminan Sosial juga diselenggarakan untuk kelompok masyarakat yang kurang beruntung termasuk masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal dan wilayah bencana. Dengan sistem dan juga tujuan yang baik tentunya bukan hal yang sulit untuk mewujudkan semua harapan pemerintah untuk memperbaiki negeri. Dengan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
45
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
semua tujuan tersebut diharapkan bahwa akan terbentuk manusia dengan kualitas yang baik sehingga dapat dijadikan asset dimana dari tingginya kualitas sumber daya manusia tentu akan berakibat pada meningkatnya produtivitas tenaga kerja dan berujung pada baiknya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Guna memperlancar pelaksanaan SJSN, berdirilah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan telah berhasil memberikan angin baru dan juga harapan rakyat Indonesia tentang semakin baiknya kesejahteraan yang akan mereka dapat. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, ada beberapa kebijakan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Kebijakan tersebut adalah berupa kebijakan dasar BPJS dengan mewajibkan seluruh warga negara Indonesia untuk menjadi anggota BPJS. Ada perbedaan antara BPJS Kesehatan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Target BPJS Kesehatan adalah untuk seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali, sedangkan target BPJS Ketenagakerjaan adalah seluruh pekerja di Indonesia, baik yang bekerja di sektor formal maupun di sektor Informal, termasuk pula tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
C. Manfaat BPJS Ketenagakerjaan Tidak dapat dipungkiri, disamping berbagai tujuan dan harapan yang ingin dicapai oleh BPJS yang akan berpengaruh juga kepada tingkat kehidupan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik, ternyata program Jaminan Sosial dapat dikatakan melindungi pendapat dan asset keluarga dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak. Bagaimana caranya?12 Program jaminan kesehatan mengambil alih beban dan tanggung jawab keluarga terhadap biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang dialami oleh peserta atau keluarganya. Biaya pelayanan kesehatan, terutama perawatan di rumah sakit atau pengobatan jangka panjang seringkali melampaui jumlah pendapatan rutin, sehingga tagihan rumah sakit harus dibiayai dari penjualan asset atau pengeluaran tabungan. Program jaminan kesehatan mengatasi resiko ini.
12
Asih Eka Putri, Op.CIt, hlm.35-36. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
46
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BPJS Ketenagakerjaan juga tidak kalah penting. BPJS ketenagakerjaan memiliki fungsi dan peran memberikan perlindungan ataupun manfaat kepada pekerja yang menjadi peserta. Manfaat pelayanan tersebut terintegrasi pada programprogram jaminan sosial yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan. Program jaminan kecelakaan menggantikan kehilangan pendapatan selama pekerja tidak mampu bekerja pasca kecelakaan kerja. Jika pekerja tidak mampu bekerja selamanya karena cacat tetap totl, atau jika pekerja meninggal dunia, program jaminan kecelakaan kerja memberi pengganti pendapatan yanghilang berupa uang pensiun/uang santunan. Program jaminan kecelakaan kerja membiayai pelayanan kesehatan untuk pengobatan dan oemulihan pasca kecelakaan kerja. Program jaminan kecelakaan kerja membiayai pelatihan kerja bagi para penyandang cacat pasca kecelakaan kerja. Program jaminan kematian mendanai santunan yang diperuntukkan untuk membiayai penguburan dan memberikan santunan kepada ahli waris. Program jaminan hari tua memberikan sejumlah dana yang dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan di masa awal pensiun. Program jaminan pensiun memberikan keberlangsungan pendapatan kepada pekerja dan keluarganya di masa purna bakti. Program pensiun memberikan keberlangsungan pendapatan pasca pekerja meninggal dunia kepada janda/duda. Manfaat pensiun terus berlanjut pasca wafatnya janda/duda pekerja dengan memberikan pensiun kepada anak yatim piatunya sepanjang anak-anak tersebut berusia dalam batasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
D. Proses dan Tahapan Kepesertaan Proses kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan diatur secara khusus di dalam Bab V mengenai Kepesertaan dan Iuran UU No.40 Tahun 2004 tentang BPJS sebagaimana digambarkan dalam flow process dibawah ini:
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
47
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Pendaftaran Pemberi kerja secara bertahap wajib untuk mendaftarkan dirinya dan juga seluruh pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bagi fakir miskin dan orang kurang mampu akan digolongkan sebagai penerima bantuan iuran yang akan didaftarkan sebagai peserta jaminan sosial oleh pemerintah. Hal ini berlaku pula dengan proses pendaftaran kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Dikarenakan peserta BPJS Ketenagakerjaan dibagi menjadi 3 (dua) jenis, yaitu: 1. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara; 2. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara; 3. Bukan penerima upah. Maka teknis pendaftarannya pun dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut: 1. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara Pemberi kerja secara bertahap wajib untuk mendaftarkan dirinya dan juga seluruh pekerjanya dalam program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan jaminan kematian secara bertahap kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pendaftaran
bagi
pekerja
yang
bekerja
pada
pemberi
kerja
penyelenggara negara (CPNS, TNI, Polri, Pejabat Negara, Prajurit Siswa TNI, dan Peserta Didik Polri) dilakukan untuk program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian paling lambat tanggal 1 Juli 2015, sedangkan pendaftaran bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dilakukan untuk program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun paling lambat tahun 2029. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
48
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
2. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara Penahapan kepesertaan untuk pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dikelompokkan berdasarkan skala usaha yang terdiri atas usaha mikro, kecil, menengah, dan besar. Pemberi kerja mulai tanggal 1 Juli 2015 wajib untuk mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mengikuti program yang ada secara bertahap disesuaikan dengan skala usaha yang dimiliki, yaitu: a.
Usaha besar dan usaha menengah wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian.
b. Usaha kecil wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian. c.
Usaha mikro wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja dan program jaminan kematian. Dalam
hal
usaha
bergerak
di
bidang
jasa
konstruksi
yang
mempekerjakan tenaga harian lepas, borongan, dan/atau musiman maka wajib untuk mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. 3. Peserta Bukan Penerima Upah Yang dimaksud dengan peserta bukan penerima upah adalah: a.
Pemberi kerja;
b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; c.
Pekerja yang tidak termasuk dalam poin b yang bukan menerima gaji atau upah. Bagi pemberi kerja selain wajib untuk mengikuti program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan program jaminan kematian paling lambat tanggal 1 Juli 2015 juga dapat mengikuti program jaminan pensiun. Bagi pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang tidak bukan menerima gaji atau upah wajib untuk mengikuti program jaminan kecelakaan kerja dan program jaminan kematian paling lambat tanggal 1 Juli 2015 dapat mengikuti program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
49
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Pemberian Nomor Identitas Tunggal Setelah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya. Nomor identitas tunggal adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi ata shak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program Jaminan Sosial. Sudah menjadi kewajiban bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan informasi tentang hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki oleh peserta. Selain itu, peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.
Pembayaran Iuran Besarnya iuran guna jaminan sosial ditentukan berdasarkan presentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. Dalam suatu hubungan industrial itu sendiri, pengusaha memiliki kewajiban untuk memungut iuran dari pekerjanya lalu menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan secara berkala. 1. Program Jaminan Hari Tua13 Program
Jaminan
Hari
Tua
ditujukan
sebagai
pengganti
terputusnya
penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. Besar iuran Jaminan Hari Tua: a.
Ditanggung Perusahaan = 3,7 %
b.
Ditanggung Tenaga Kerja = 2%
2. Program Jaminan Kecelakaan Kerja14 13
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/i.php?mid=3&id=15 diakses pada tanggal 27 Januari 2015 pukul 13:20 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
50
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Program Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Rincian besarnya iuran berdasarkan kelompok usaha sebagaimana tercantum pada iuran. a.
b.
c.
Biaya Transport (Maksimum) -
Darat/Sungai/Danau
Rp750.000,00
-
Laut
Rp1.000.000,00
-
Udara
Rp2.000.000,00
Sementara tidak mampu bekerja -
Empat (4) bulan pertama
100% x upah sebulan
-
Empat (4) bulan kedua
75% x upah sebulan
-
Seterusnya
50% x upah sebulan
Biaya pengobatan/perawatan Rp
20.000.000,00
(Maksimum)
dan
Pergantian
Gigi
Tiruan
Rp2.000.000,00 (Maksimum). d.
Santunan Cacat -
Sebagian-tetap
-
Total-tetap:
-
%tabel x 80 bulan upah
Sekaligus
70% x 80 bulan upah
Berkala (24 bulan)
Rp200.000,00 per bulan
Kurang fungsi
% kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah
e.
Santunan Kematian -
Sekaligus
60% x 80 bulan upah
-
Berkala (24 bulan)
Rp200.000,00 per bulan
-
Biaya Pemakaman
Rp2.000.000,00
14
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/ajaxcontent.php?mid=3&id=17 diakses pada tanggal 27 Januari 2015 pukul 13:36 WIB Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
51
[The 3rd Industrial Relations f.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Biaya rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp2.000.000,00.
g.
-
Prothese/alat oengganti anggota badan
-
Alat bantu/othose (kursi roda)
Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin b dan poin c.
3. Program Jaminan Kematian15 Program Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahlli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp21.000.000,00 yang terdiri dari santunan kematian sebesar Rp14.200.000,00, biaya pemakaman Rp2.000.000,00 dan santunan berkala. 4. Program Jaminan Pensiun Program Jaminan Pensiun adalah pembayaran berkala panjang sebagai substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta mencapai usia tua (pensiun), mengalami cacat total permanen, atau meninggal dunia. Besar iuran program ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 5. Sektor Informal16 Pekerja yang termasuk di dalam sektor informal, bertanggung jawab atas dirinya sendiri dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja sektor informal dapat mengikuti program Jaminan Sosial secara bertahap dengan memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Besaran iuran adalah sebagai berikut: 15
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/ajaxcontent.php?mid=3&id=18 diakses pada tanggal 27 Januari 2015 pukul 13:58 WIB. 16 http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/ajaxcontent.php?mid=3&id=58 diakses pada tanggal 27 Januari 2015 pukul 14:58 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
52
[The 3rd Industrial Relations a.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
Jaminan Kecelakaan Kerja
1%
b. Jaminan Hari Tua
2% (Minimal)
c.
0,3%
Jaminan Kematian
00125042015A
6. Sektor Konstruksi17 Sektor konstruksi adalah program jaminan sosial bagi tenaga kerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi yang diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP196/Men/1999 tanggal 29 September 1999. Iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor dan besarannya ditetapkan sebagai berikut: a.
Pekerjaan konstruksi sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebesar 0,24% dari nilai kontrak kerja konstruksi.
b. Pekerjaan konstruksi diatas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sebesar penetapan poin a ditambah 0,19% dari selisih nilai, yakni nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c.
Pekerjaan konstruksi diatas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebesar penetapan poin b ditambah 0,15% dari selisih nilai, yakni nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d. Pekerjaan konstruksi diatas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sebesar penetapan poin c ditambah 0,12% dari selisih nilai, yakni nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). e.
Pekerjaan konstruksi diatas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sebesar penetapan poin d ditambah 0,10% dari selisih nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi RP5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
17
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/ajaxcontent.php?mid=3&id=70 diakses pada tangal 27 Januari 2015 pukul 15:03 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
53
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB III Perubahan yang Bukan Tanpa Halangan
A. Tantangan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pembentukan SJSN dilakukan bukan tanpa masalah. Dengan adanya banyak pembaharuan dan juga sistem yang berbeda dibanding sistem yang pernah ada, dalam perjalannya SJSN menghadapi banyak tantangan. Dari segi regulasi, sampai saat ini belum ada harmonisasi peraturan perundang-undangan antara Undang-Undang yang mengatur mengenai Jaminan Sosial, Jamsostek, Kesejateraan Sosial, Ketenagakerjaan, Dana Pensiun, dan Otonomi Daerah. Tidak singkronnya peraturan perundang-undangan tersebut tentunya kana mengakibatkan banyak sekali kendala terkait dengan implementasi SJSN dikemudian hari. Selain itu, belum ada tindak lanjut dari pemerintah untuk membentuk Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan program SJSN. Peraturan lanjutan memang sudah diterbitkan, yaitu Perpres No.109 Tahun 2013 tentang Pentahapan Kepesertaan Program Jaminan sosial akan tetapi Peratran tersebut tidak menjelaskan petunjuk pelaksanaan program SJSN. Untuk BPJS Ketenagakerjaan misalnya, belum ada Peraturan Lanjutan yang mengatur mengenai iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu, jenis dan besarnya manfaat serta besarnya iuran seluruh program Jaminan yang menjadi ruang lingkup BPJS Ketenagakerjaan, serta pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Dari segi kepesertaan, baik dari setor formal dan sector informal, cakupan kepesertaan dinilai belum optimal karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan social ditambah dengan lemahnya penerapan penegakan hukum yang ada.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
54
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
B. Kendala dan Resiko Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, tentunya diperlukan suatu perangkat perundang-undangan khusus untuk mengatur teknis pelaksanaan sehingga konflik yang terjadi dapat diminimalisir. Kendala pertama yang dihadapi BPJS ketenagakerjaan adalah minimnya kepesertaan. Bapak Abdul Latief Alqaf, Kepala Biro 5DM BPJS menjelaskan bahwa sejak diluncurkan awal 2014 lalu, nyatanya partisipasi BPJS Ketenagakerjaan baru mencapai 12-13 juta peserta. Rinciannya, 12 juta berasal dari kapalngan pekerja sektor formal, dan 1 juta peserta berasal dari kalangan pekerja informal. Tingkat kepesertaan tersebut baru mencapai sekitar 30 persen dari total pekerja di Indonesia yang jumlahnya mencapai 120 juta jiwa.18 Kendala lain yang dihadapi BPJS Ketenagakerjaan adalah kenyataan bahwa ternyata dalam pelaksanaannya masih banyak perusahan yang tidak melaporakan gaji karyawannya secara benar, atau tidak mengikutsertakan seluruh karyawannya menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Kendala-kendala yang ada tidak dapat dilepaskan dari masih rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya BPJS Ketenagakerjaan yang
menyebabkan
adanya
salah
persepsi
mengenai
eksistensi
BPJS
Ketenagakerjaan itu sendiri. Timbul kekhawatiran yang besar dikalangan pengusaha mengenai kemungkinan bahwa akan ada biaya besar yang harus dikeluarkan untuk membayar kewajiban BPJS Ketenagakerjaan. Alasannya, alih-alih menjadi substitusi, keikutsertaan wajib akan menjadi sia-sia apabila manfaat yang ditawarkan BPJS ketenagakerjaan justru tidak lebih baik dibandingkan dengan yang ditawarkan perusahaan, sedangkan tambahan biaya yang dikeluarkan tersebut akan berpengaruh pada kestabilan bisnis perusahaan. Kekhawatiran yang ada bukan tanpa alasan. Pasalnya, besar prosentase iuran program jaminan sosial yang ada pun belum ditetapkan secara pasti oleh pemerintah. Program Jaminan Pensiun misalnya, program ini akan resmi dilaksanakan pada bulan Juli 2015, akan tetapi sampai saat ini belum ada peraturan
18
Sindo, Implementasi BPJS Ketenagakerjaan Sudah Baik, Partisipasi Harus Digenjot, http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=5406 diakses pada tanggal 28 Januari 2015 pukul 7:30 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
55
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
lanjutan yang mengatur mengenai teknis dan besarnya iuran yang harus dikeluarkan perusahaan. Bagai dua sisi mata uang, disatu sisi sebagai warga negara yang baik tentunya masyarakat, khususnya pengusaha, harus dapat mendukung seluruh kebijakan yang ditetapkan pemerintah, karena ujungnya pun untuk kesejahteraan bersama. Akan tetapi di sisi lain, pemerintah belum menyiapkan peraturan perundang-undangan serta sistem yang baik sehingga hal tersebut dapat menimbulkan potensi konfllik yang sangat tinggi dalam hubungan industrial Indonesia. Tindakan perusahaan untuk mengulur atau menunda kewajibannya untuk mendaftarkan karyawannya dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan berpengaruh besar dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri. Masalahnya, sistem jaminan sosial yang dijalankan BJPS ketenagakerjaan diwujudkan oleh adanya iuran peserta dan anggaran pemerintah untuk menjamin manfaat bagi peserta. Iuran yang dibayarkan oleh peserta adalah tulang punggung pendanaan BPJS Ketenagakerjaan. Iuran peserta menjadi bagian terbesar dari dana jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Peserta iuran
bergotong jaminan
berpenghasilan membayar
iuran
royong
membayar
sosial.
Peserta
yang
lebih
tinggi
akan
yang
lebih
besar
daripada peserta yang berpenghasilan lebih rendah. Bagi pekerja yang menerima upah, besaran iuran dihitung proporsional terhadap upah/gaji. Bagi pekerja yang tidak menerima upah, iuran ditetapkan nominal bertingkat-tingkat sesuai pendapatan. Dana jaminan sosial sebesar-besarnya dipergunakan oleh membiayai manfaat jaminan sosial, dan hanya sebagian kecil digunakan untuk membiayai
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
56
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
administrasi penyelenggaraan jaminan sosial. Biaya admnistrasi paling tinggi 10% dari pendapatan iuran BPJS Ketenagakerjaan.19 Dengan terhambatnya cash flow jaminan sosial karena keengganan pengusaha untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, maka dipastikan sistem BPJS Ketenagakerjaan tidak akan berjalan dengan baik. BPJS Ketenagakerjaan tidak akan mendapat masukan yang cukup untuk membiayai pelaksanaan dari program jaminan sosial bagi pekerja yang berpenghasilan lebih rendah. Terlihat, kekhawatiran pengusaha akan berdampak sistemik terhadap pelaksanaan sistem jaminan sosial di Indonesia, khususnya bagi program jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dengan adanya dampak tersebut tentunya tujuan mulia BPJS Ketenagakerjaan untuk mensejahterakan seluruh tenaga kerja di Indonesia tidak akan tercapai. Proses pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan memang dapat dikatakan jauh dari kata sempurna. Dalam prosesnya, masih banyak hal yang harus diperbaiki. Akan tetapi, mengingat tujuannya yang mulia, tentunya sebagai warga negara yang baik, semua pihak harus dapat menjadi bagian dari proses perbaikan Indonesia dengan cara mendukung dan mengawal pelaksanaan sistem jaminan sosial yang ada. Sebelum
era
SJSN,
penyelenggaraan
Jaminan
Sosial
Bidang
Ketenagakerjaan diselenggarakan secara terpisah berdasarkan profesi, sehingga peraturan perundang-undangan yang mengatur pun terpisah. Dengan berlakunya UU SJSN dan UU BPJS, pengaturan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan yang masuk dalam katagori manfaat dasar diatur secara integral tanpa membedakan profesi. Sedangkan untuk kategori manfaat tambahan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan, akan diatur secara terpisah dengan memperhatikan harmonisasi antar peraturan perundang-undangan terkait. Hal tersebut menjadi landasan dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS, termasuk yang terkair dengan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan.
19
Asih Eka Putri, Op.CIt, hlm.32-33. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
57
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB IV Responsibilitas BPJS Ketenagakerjaan terhadap Program Bawaan PT. Jamsostek (Persero)
Berkembangnya jaman dan berubahnya situasi di negara kita mengakibatkan tuntutan akan kesejahteraan rakyat menjadi semakin tinggi. Berdasarkan UUD NKRI 1945 yang mengamanahkan akan terjaminnya kesejahteraan rakyat, pemerintah terus melakukan perbaikan sistem Jaminan Sosial di Indonesia. Setelah melalui perjalanan yang panjang, pada tahun 2004 lalu pemerintah telah secara resmi melakukan perbaikan kembali atas sistem Jaminan Sosial Negara melalui pengesahan Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dengan berlakunya UU SJSN, terjadi perubahan signifikan di dalam struktur kelembagaan Jaminan Sosial, yaitu meleburnya PT. Jamsostek menjadi Badan Penjamin Jaminan Sosial (BPJS) yang kemudian terbagi kembali menjadi dua jenis, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan meleburnya PT. Jamsostek menjadi BPJS ketenagakerjaan maka segala tanggung jawab secara otomatis akan berpindah ke tangan BPJS Ketenagakerjaan, termasuk tanggung jawab untuk menyelenggarakan program-program Jaminan Sosial yang sebelumnya diselenggarakan oleh PT. Jamsostek, yaitu: 1. Program Jaminan Hari Tua 2. Program Kecelakaan Kerja; dan 3. Program Jaminan Kematian. Adanya transformasi dan perubahan kelembagaan bukanlah suatu alasan atas berkurangnya benefit dan juga penurunan tingkat kualitas program Jaminan Sosial yang dirasakan masyarakat. Sehingga berdasarkan hal tersebut, ditambah dengan berubahnya keadaan dan spirit negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui kualitas Jaminan Sosial yang baik, maka tentunya harus dilaksanakan perubahan sistem dan teknis program ke arah yang lebih baik.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
58
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Menyadari betapa pentingnya hal tersebut, BPJS Ketenagakerjaan menambahkan program Jaminan Pensiun ke dalam daftar program yang diampunya, dan menerapkan kebijakan agar seluruh pekerja wajib terdaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada 1 Juli 2015 mendatang. Secara teori, segala kebijakan yang dikeluarkan BPJS Ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang sangat baik mengingat sampai saat ini tingkat kesejahteraan pekerja di Indonesia masing sangat rendah dimana tidak ada kesadaran baik dari pihak pengusaha sebagai pemberi kerja dan pekerja untuk tergabung dalam lembaga Jaminan Sosial. Akan tetapi di sisi lain, ternyata masih banyak kendala yang menghadang implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. Untuk mengetahui halangan-halangan apa saja yang timbul, ada perlunya bagi kita untuk dapat memahami seperti apa program yang ditawarkan BPJS Ketenagakerjaan. Berikut adalah penjelasan singkat terkait program-program Jaminan Sosial yang diampu oleh BPJS Ketenagakerjaan beserta halangan dan tantangan yang dihadapinya.
A. Program Jaminan Hari Tua Merencanakan kehidupan di hari tua, seyogyanya dilakukan setiap orang. Sebab di masa saat kita tak lagi produktif, kita akan tetap memiliki kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, mempersiapkan hari tua sejak masih muda merupakan suatu hal yang bijak untuk dilakukan. Menyadari betapa pentingnya kesejahteraan rakyat Indonesia di hari tua, maka BPJS Ketenagakerjaan kembali menyelenggarakan program Jaminan Hari Tua yang sebelumnya diampu oleh PT. Jamsostek. Program Jaminan Hari Tua adalah program jangka panjang yang diberikan secara sekaligus sebelum peserta memasuki masa pensiun,bisa diterimakan kepada Janda/duda, anak atau ahli waris peserta yang sah apabila peserta meninggal dunia. Tujuan diselenggarakannya program ini adalah untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya resiko-resiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Program Jaminan Hari Tua diharapkan dapat Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
59
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
memberi kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. UU SJSN menjelaskan bahwa Program Jaminan Hari Tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib dengan rincian sebagai berikut:
Prinsip asuransi sosial didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja.
Prinsip tabungan wajib didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.
Manfaat program jaminan hari tua dibayarkan sekaligus saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap, berupa uang tunai yang merupakan
seluruh
akumulasi
iuran
yang
telah
disetorkan
ditambah
hasil
pengembangannya. Ketentuan pembayaran iuran Jaminan Hari Tua diatur didalam Pasal 36 UU SJSN, yaitu: 1. Bagi pekerja penerima upah, iuran proporsional terhadap upah atau penghasilan dan iuran ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, dengan komposisi sebagai berikut: -
Ditanggung perusahaan: 3,7%
-
Ditanggung Tenaga Kerja: 2%
2. Bagi pekerja tidak menerima upah, besar iuran dalam jumlah nominal dan ditetapkan oleh Pemerintah. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja: 1. Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap. 2. Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan. 3. Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
60
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
B. Program Jaminan Kecelakaan Kerja Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik tahun 2014, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2014 mencapai 125,3 juta jiwa, bertambah sebanyak 5,2 juta orang dibandingkan dnegan angkatan kerja pada bulan Agustus 2013 yang sebesar 120,2 juta jiwa atau bertambah sebanyak 1,7 juta jiwa dibanding bulan Februari 2013. Selain itu, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2014 mencapai 118,2 juta jiwa, bertambah sebanyak 5,4 juta jiwa dibandingkan dengan bulan Agustus 2013 yang berjumlah 112,8 juta jiwa atau bertambah 1,7 juta jiwa dibanding keadaan bulan Februari 2013.20 Besarnya jumlah pekerja di Indonesia sayangnya tidak selaras dengan tingkat kesejahteraan, khususnya jaminan keamanan dan kenyamanan kerja bagi para pekerja. Dari data statistik kecelakaan kerja yang dikeluarkan PT. Jamsostek (Persero), sepanjang 2012 telah terjadi 103.074 kasus kecelakaan kerja. Dengan demikian maka rata-rata terjadi 382 kasus kecelakaan kerja setiap harinya. Tingginya tingkat kecelakaan kerja menunjukkan bahwa masalah keselamatan kerja belum mendapat perhatian baik dari pihak pekerja, pengusaha, dan juga pemerintah. Menyadari pentingnya menjaga keselamatan dan menciptakan suasana kerja yang nyaman dan aman, maka Pada Tahun 1992 Pemerintah membuat kebijakan pertama terkait Jaminan Kecelakaan Kerja melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Berdasarkan UU Jamsostek, yang dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termausk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Oleh karena itu, pekerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak untuk menerima Jaminan Kecelakaan Kerja yang meliputi: 1. Biaya pengangkutan; 2. Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan; 3. Biaya rehabilitasi; dan 4. Santunan berupa uang. 20
Berita Resmi Statistik, Badan Pusat Statistik, No.38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
61
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Berikut ini adalah kriteria ruang lingkup kecelakaan kerja: 1. Pada Waktu Kerja a. Termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui jalan yang biasa ditempuh dan wajar; b. Pada waktu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas, kewajiban dan tanggung jawab sehari-hari yang diberikan oleh perusahana di tempat kerja maupun di luar tempat kerja selama waktu kerja; c. Kecelakaan yang terjadi di luar jam kerja tetapi masih dalam wkatu kerja, seperti jam istirahat; d. Kecelakaan yang terjadi dalam tugas ke luar kota/ negeri, yaitu selama perjalanan dari rumah/ tempat kerja menuju ke tempat dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang diberikan dan selama menjalankan tugas/pekerjaan di tempat tujuan. Semua kecelakaan yang terjadi di tempat penugasan/pekerjaan di tempat tujuan. Semua kecelakaan yang terjadi di tempat penugasan/pekerjaan merupakan kecelakaan kerja. Di luar itu, termasuk pula selama yang bersangkutan berangkat dari tempat penginapan/ pemondokan menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi di luar pengertian tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab yang bersangkutan. e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus dibuktikan dengan surat perintah lembur; dan f. Perkelahian di tempat kerja juga dianggap kecelakaan kerja. 2. Di Luar Waktu Kerja a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan olah raga yang harus dibuktikan dengan surat tugas dari perusahaan; b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan s urat tugas; c. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berada di lokasi kerja (base camp) di luar jam kerja dan di luar waktu kerja (tidur, istirahat) serta yang bersangkutan bebas dari setiap urusan pekerjaan. Jika kecelakaan terjadi Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
62
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
di luar radius Hak Pengelolaan Hutan/ areal/ lokasi radius hak pengelolaan Hutan/areal/lokasi harus ada surat tugas. 3. Meninggal Mendadak Meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat kecelakana dalam hubungan kerja akibat tenaga kerja karena suatu alasan baik di lokasi kerja maupun dalam perjalan ke dan dari lokasi kerja, tanpa sempat mengalami rawat inap atau mengalami rawat inap, tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung sejak pada jam ditangani dokter/para medis, langsung meninggal dunia. 4. Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dianggap sebagai kecelakaan kerja dan bisa terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses dalam jangka waktu tertentu. a. Jenis dan persyaratan penyakit akibat kerja sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. KEP116/MEN/1977 beserta lampirannya; b. Tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja berpedoman pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KPTS/333/MEN/1989. 5. Cacat Akibat Kecelakaan Kerja Cacat akibat kecelakaan kerja adalah hilangnya anggota badan sehingga tidak dapat dipergunakan sama sekali atau tidak dapat dipergunakan secara sempurna untuk melakukan pekerjaan: a. Cacat anatomi yakni hilangnya anggota badan atau sebagian dari anggota badan; b. Cacat fungsi yakni hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan. Sementara itu yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai kecelakaan kerja adalah: 1. Kecelakaan yang terjadi pada wkatu cuti, yakni yang bersangkutan sedang bebas dari urusan pekerjaan yang menjaid tugas dan tanggung jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, maka dalam perjalanan untuk memenuhi panggilan tersebut, yang bersangkutan sudah dijamin oleh Asuransi Kecelakaan Kerja. 2. Kecelakaan yang terjadi di perkemahan yang tidak berada di lokasi/tempat kerja. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
63
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
3. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan kegiatan yang bukan merupakan tugas dari atasan/ untuk kepentingan perusahaan; 4. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat kerja untuk kepentingan pribadi. Terkait dengan perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja, perhitungan dilakukan oleh PT. Jamsostek. Bilamana perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai, maka pegawai pebgawas ketenagakerjaan yang menetapkannya sesuai peraturan perundnag-undangan yang berlaku. Adapan peraturan yang melaksanakan penerapan perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. Dalam perjalanannya, dengan berubahnya sistem jaminan sosial Indonesia dengan berlakunya UU SJSN tahun 2004, maka terjadi transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Terkait dengan transformasi ini, berdasarkan UU BPJS, Jaminan Kecelakaan Kerja kembali menjadi concern pemerintah. Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan pronsip asuransi sosial dan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Selain itu, besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar presentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja. Dalam halaman resmi BPJS Ketenagakerjaan dikatakan bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja hingga tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha, yaitu:21 1. Kelompok I: 0,24% dari upah sebulan; 21
http://www.bpjs.info/program/Jaminan_Kecelakaan_Kerja-20/ diakses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 10:24 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
64
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
2. Kelompok II: 0,54% dari upah sebulan; 3. Kelompok II: 0,89% dari upah sebulan; 4. Kelompok IV: 1,27% dari upah sebulan; 5. Kelompok V: 1,74% dari upah sebulan. Adapun peentuan Kelompok I hingga Kelompok V ditentukan bidang usahanya dalam lampiran PP No.14 Tahun 1993 tentang ______. Penentuan kelompok ini didasarkan pada tinggi-rendahnya resiko yang kemungkinan akan muncul dalam bidang usaha yang dijalani, yaitu: 1. Kelompok I Terdapat 19 jenis usaha, antara lain usaha peternakan,pabrik sabun, perusahaan perak, penyiaran radio serta hotel dan rumah makan. Pada dasarnya meliputi industri, perdagangan, perbankan dan peternakan. 2. Kelompok II Terdapat 29 jenis usaha, meliputi pertanian, pabrikan perfilman dan jasa hiburan. 3. Kelompok III Terdapat 99 jenis usaha meliputi pelayaran, kehuutanan, industri percetakan, industri minyak nabati, perusahaan air dan perhotelan. 4. Kelompok IV Terdapat 13 jenis usaha antara lain reparasi kendaraan bermotor dan perusahaan kereta api. 5. Kelompok V Terdapat 28 jenis usaha anatara lain pabrik bahan peledak, pertambangan minyak mentah dan gas bumi, penebangan pohon, penangkapan ikan serta pengangkutan barang-barang dan penumpang di laut dan udara. Dengan demikian, pada dasarnya Jaminan Kecelakaan Kerja yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja yang diatur dalam UU SJSN sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015. Ketentuan tersebut antara lain mengatur bahwa peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
65
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Selain itu, manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekalligus kepada hali waris yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
C. Program Jaminan Kematian Kematian muda atau kematian dini pada umumnya menimbulkan kerugian financial bagi mereka yang ditinggalkan. Kerugian ini dapat berupa kehilangan mata pencaharian atau penghasilan dari yang meninggal, dan kerugian yang diakibatkan oleh biaya perawatan selama yang bersangkutan sakit serta biaya pemakaman. Oleh karen aitu, dalam Program Jaminan Sosial pemerintah mengadakan program Jaminan Kematian.22 Jaminan kematian adalah jaminan yang diberikan kepada ahli waris/keluarga tenaga kerja yang meninggal akibat kecelakaan kerja guna meringankan keluarga dalam bentuk santunan kematian dan biaya pemakaman. Undang-Udang Jamsostek mengatur bahwa pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematiann sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 juta yang terdiri dari uang santunan kematian sejumlah Rp 10 juta dan biaya pemakaman sejumlah Rp 2 juta serta santunan berkala, dengan rincian sebagai berikut: 1. Santunan kematian
: Rp14.200.000,00
2. Biaya pemakaman
: Rp2.000.000,00
3. Santunan berkala : Rp 200.000,00 setiap bulan selama paling lama 24 bulan. Dengan diberlakukannya UU BPJS dan beralihnya pertanggung jawaban atas program Jaminan Kematian kepada BPJS Ketenagakerjaan, sampai saat ini pengaturan mengenai program ini tetap berpaku pada ketentuan yang ada sebelumnya hingga diterbitkan peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut.
D. Program Jaminan Sosial dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Dengan beralihnya tanggung jawab untuk melaksanakan program Jaminan Sosial yang ada ke tangan BPJS Ketenagakerjaan, maka tentunya BPJS Ketenagakerjaan 22
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hlm.122. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
66
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
berkewajiban untuk menentukan kebijakan-kebijakan baru terkait program-program yang ada disesuaikan dengan visi dan misi organisasi serta kondisi negara saat ini, terlebih dengan adanya Undang-Undang yang mengamanatkan agar seluruh tenaga kerja wajib untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tanggal 1 Juli 2015. Amanah yang ada tentunya tidak hanya berdampak pada BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan penyelenggara akan tetapi juga kepada seluruh lapisan pelaku usaha, termasuk pengusaha sebagai pemberi kerja. Dengan adanya ketentuan tersebut, mau tak mau pengusaha harus menyesuaikan segala kebijakan yang ada dengan keadaan perekonomian dan pasar sehingga stabillitas bisnis perusahaan dapat tetap terkendali. Sampai saat ini, pengaturan dan teknis pelaksanaan program Jaminan Sosial yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) yaitu Program Jaminan Hari Tua, Program Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Program Jaminan Kematian tetap berpaku pada Undang-Undang Jamsostek dan segala peraturan pelaksana turunannya karena berdasarkan UU SJSN, BPJS Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi paling lambat pada tanggal 1 Juli 2015. Namun pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan, UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada kejelasan mengenai penetapan kecelakaan kerja karena di dalam UU BPJS belum diatur mengenai penetapan kecelakaan kerja. Terkait dengan Program Jaminan Hari Tua misalnya. UU SJSN mendelegasikan 2 aspek teknis penyelenggaraan program Jaminan Hari Tua untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kedua aspek teknis tersebut adalah iuran dan manfaat. Ketentuan tentang iuran Jaminan Hari Tua yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah mencakup: 1. Presentase upah untuk penetapan besaran nominal iuran bagi peserta penerima upah. 2. Jumlah nominal iuran jaminan hari tua bagi peserta yang tidak menerima upah. Sedangkan ketentuan tentang manfaat Jaminan Hari Tua yang didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah mencakup: 1. Pembayaran manfaat sebagian Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
67
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
2. Ahli waris penerima manfaat. Lalu terkait dengan Program Kecelakaan Kerja, dengan beroperasinya program Kecelakaan Kerja BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Juli 2015 maka pengaturan Jaminan Kecelakaan Kerja dalam UU Jamsostek tetap berlaku, termasuk dengan peraturan pelaksana di bawahnya, yakni Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. Hingga saat ini, menunggu waktu pelaksanaan wajib terdaftar BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja swasta yang akan dilaksanakan bulan Juli 2015 esok, belum ada peraturan pemerintah yang dimaksud guna mendukung pelaksanaan program Jaminan Sosial yang ada. Tentunya hal ini patut menjadi perhatian karena dengan adanya ketidakpastian akan menimbulkan potensi konflik hubungan industrial yang cukup tinggi. Pada saat-saat seperti ini, dituntut profesionalisme organisasi dan lembaga terkait: BPJS Ketenagakerjaan sebagai lembaga penyelenggara untuk dengan segera membuat peraturan pelaksana yang baru, dan juga pengusaha untuk dapat terus memberikan gambaran kondisi di lapangan dan mengawal proses pembuatan kebijakan agar tetap relevan dengan situasi yang ada.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
68
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB V Implementasi Sistem Jaminan Sosial di Berbagai Negara
Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara sangat bergantung dari latar belakang sistem politik, sosial, dan ekonomi suatu negara. Namun demikian, ada polapola umum yang dapat diamati karena sesungguhnya ada prinsip universal yang berlaku di dunia. Di sebagian besar negara yang telah menyelenggarakan jaminan sosial, baik sebagai suplemen atau komplemen (pelengkap) asuransi wajib dikelola secara nirlaba. Coheur (2008) menjelaskan bahwa penyelenggaraan skema tersebut mempunyai karakter: 1. Solidaritas sosial dengan membayar kontribusi/iuran; 2. Tidak ada pemegang saham dan tidak ada laba yang dibagikan sebagai deviden. Seluruh dana yang terkumpul dikelola dan diinvestasi tetapi seluruh hasil investasi digunakan untuk melayani peserta atau diinvestasikan kembali; 3. Manajemen yang bebas dari keterikatan dengan lembaga lain, demokratik, dan participatory. 4. Otonomi manajemen. Bentuk organisasi ini sudah lama dikenal di Eropa sejak abad pertengahan dengan istilah “mutual benefit societies”. Dalam
asuransi
sosial,
prinsip
utamanya
bukan
full
risk-
transfer dalam setting bisnis spekulasi bagi pemegang saham atau pengusaha tetapi solidaritas sosial (gotong royong) menyediakan manfaat maksimal bagi peserta. Manajemennya menggunakan prinsip asuransi. Karena tujuan utamanya solidaritas sosial, maka mekanisme ini disebut asuransi sosial. Prinsip lanjutannya adalah nirlaba. Karena ciri utama asuransi sosial adalah kewajiban berkontribusi bagi yang memiliki penghasilan diatas batas tertentu (dalam hukum perpajakan dikenal PTKP, penghasilan tidak kena pajak), maka pengelolaannya tidak bisa disamakan dengan asuransi komersial yang bersifat sukarela. Dalam asuransi sosial, premi (iuran/kontribusi) ditetapkan oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, bukan oleh asuradur. Oleh karenanya, sangatlah wajar jika asuradur tidak menanggung risiko. Siapa yang harus menangggung jika ada defisit?. Dalam konsep asuransi sosial, tidak ada pemegang saham yang akan mendapat dividen jika ada Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
69
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
laba dan harus menanggung kerugian jika terjadi risiko yang lebih besar (defisit). Pemegang sahamnya adalah seluruh peserta. Maka jika ada surplus atau laba, surplus itu harus dikembalikan kepada peserta (members) dalam bentuk manfaat yang baik atau diivestasikan lagi untuk kepentingan peserta di masa datang. Atau skema manfaat diubah dengan meningkatkan manfaat atau mengurangi iuran. Jika ada “kerugian” atau defisit karena klaim lebih besar dari yang diperhitungkan, maka pemegang saham (peserta) harus menanggung bersama. Biasanya dilakukan dengan menaikan iuran di kemudian hari dalam sistem Bismark (asuransi sosial). Prinsip tersebut sama dengan prinsip anggaran belanja negara. Jika ada surplus, maka surplus diluncurkan untuk tahun berikutnya dan jika ada defisit maka dicari sumber tambahan, apakah menjual aset negara atau menaikan pajak dalam sistem Beveridge, semua dijamin Pemerintah (Henke and Schreyogg, 2005). Dengan prinsip yang sama, di banyak negara Pemerintah membayar, menanggung sebagian dana atau memberi subsidi. Selain dana dari Pemerintah untuk biaya operasional, subsidi iuran bagi penduduk di sektor formal atau informal, Pemerintah juga membayar iuran penuh bagi penduduk di bawah garis pendapatan tertentu. Hal ini merupakan praktik yang lazim.23 Konsep “iuran bagi penduduk miskin dan tidak mampu dibayar Pemerintah” dalam UU SJSN merupakan implementasi dari praktik lazim tersebut. Hal ini sering tidak difahami oleh banyak kalangan di Indonesia sehingga kritik tentang Askeskin bukan asuransi sering kita dengar. Dengan prinsip tersebut diatas, maka sering terjadi bahwa Jaminan Sosial dikelola oleh pemerintah atau badan khusus yang dibentuk oleh pemerintah secara nasional sebagai single payer. Bentuk NHI sebagai pembayar tunggal terakhir dapat diamati di Afrika Selatan. Pertimbangan Afrika Selatan memiliki pembayar tunggal adalah untuk meminimalkan biaya administrasi, biaya transaksi iuran maupun pembayaran, mempunyai kekuatan monopsoni, memaksimalkan subsidi silang antar penduduk di seluruh negeri, dan menjamin bahwa amanat konstitusi untuk memenuhi hak sehat seluruh rakyat terpenuhi. Seperti halnya yang diingankan UU SJSN di Indonesia, JKN di Afrika Selatan merupakan sub-sistem dari Sistem Jaminan Sosial untuk Seluruh Rakyat, social security for all (PAU, 2007). Kekuatan monopsoni adalah kekuatan badan 23
ISSA, 2007. World Social Security Forum 29th Issa General Assembly. Developments And Trends Supporting Dynamic Social Security: Geneva. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
70
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Jaminan Sosial sebagai pembayar tunggal menetapkan tarif yang untuk fasilitas kesehatan publik maupun swasta sehingga dengan sendirinya pembayar tunggal akan mampu mengendalikan biaya kesehatan. Tidak ada alasan fasilitas swasta tidak mau menerima pembayaran, karena biaya untuk seluruh penduduk hanya dibayar oleh badan Jaminan Sosial tersebut. Kemampuan monopsoni dalam menekan biaya kesehatan dapat diamati antara lain di Korea Selatan, Taiwan, Filipina, Muangtai, Inggris, Kanada, Australia dan Malaysia. Mereka yang ingin tahu lebih banyak sesungguhnya dapat mencari sumber dari ISSA (International Social Security Association) yang didirikan tahun 1927 yang memiliki anggota 350 organisasi penyelenggara jaminan sosial dari 150 negara.24 Pengelolaan Jaminan Sosial secara nasional dengan pembayar tunggal semakin banyak, meskipun juga semakin kontroversial. Swedia di tahun 2005 juga melakukan perubahan struktural dengan membentuk satu badan khusus publik Social Insurance Agency yang menggantikan The National Social Insurance Office. Reformasi ini memisahkan pengelolaan badan khusus nirlaba dari pengelolaan langsung oleh Pemerintah (office). Pada tahun 1998, di Australia mempunyai Centrelink yang merupakan sebuah badan publik nirlaba yang bekerja mirip badan hukum privat dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Centrelink meningkatkan efisiensi dan koordinasi dari lima badan (agencies) lain di bawah the Department of Social Services yaitu Health Insurance Commission; Child
Support
Agency;
Health
Services Australia;
Commonwealth
Rehabilitation
Services; dan Australian Hearing. Di Slowakia tahun 2004 juga membentuk the Slovakian Social Insurance Agency yang mengelola asuransi sosial jaminan bagi tenaga kerja yang terkena PHK. Sebelumnya program ini dikelola oleh pemerintah yaitu the National Labour Office. China tahun 2005 menggabungkan penyelenggaraan asuransi sosial dan bantuan sosial (mirip juga dengan yang diatur UU SJSN) ke dalam satu struktur badan publik (public enterprises). Tahun 2006 Turki menggabungkan tiga penyelenggara (organisasi) the Pension Fund for Civil Sercants (semacam Taspen di Indonesia), the Social Insurance Institution for Workers (semacam
Jamsostek),
dan the
Social
Insurance
Organisastion
for
the Self-
Employed (semacam program Jamkesmas) untuk efisiensi, kemudahan dan efektifitas. Selain itu, Turki juga mendirikan sebuah badan Universal Sicknes Insurance Scheme yang 24
ISSA, 2008. ISSA Annual Review 2007-2008. P1: Geneva. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
71
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
menggabungkan berbagai badan penyelenggara yang sebelimnya dibentuk. Hal itu untuk memudahkan bagi penduduk, penyeragaman, efisiensi dan efektifitas. Di Prancis, The FrenchSocial Scheme for the Self-Employed (Régime social des independents (RSI)) juga menggabungkan (merger) berbagai skema asuransi sosial dengan memulai administrasi bersama untuk efisiensi dan kemudahan bagi peserta. Hanya saja di Indonesia, penyatuan keempat BUMN menjadi satu badan publik nirlaba mendapat tantangan berat.25 Jaminan sosial merupakan komitmen dan piranti negara dalam mewujudkan keadilan sosial melalui mekanisme income transfer atau redistribusi pendapatan (Spicker, 1995). Misalnya, sejalan dengan kebijakan full-employment, warga negara yang belum (anak-anak), tidak dapat (cacat, masa tua), sedang tidak (temporary unemployed) bekerja mendapat social benefits dari pemerintah. Dalam literatur maupun praktik di negara maju dan berkembang, jaminan sosial ini umumnya diselenggarakan secara terstandar melalui mekanisme dan sistem jaminan sosial nasional di bawah otoritas Ministry of Social Welfare (atau yang sejenis). Di negara-negara Skandinavia (Denmark, Swedia dan Norwegia), Eropa Barat, Australia, New Zealand, dan AS sistem jaminan sosial merupakan cerminan dari komitmen negara menjalankan sistem welfare state (negara berperan besar dalam menjalankan usaha kesejahteraan sosial) dengan segala varian dan modelnya. Pembangunan ekonomi dan sosial yang kuat serta sistem perpajakan yang menjangkau hampir semua warga negara, transparan, dan accountable memungkinkan negara-negara ini menjalankan sistem jaminan sosial yang bersifat (mendekati model) universal dan institusional (Cheyne et al.1998; Pierson,1991). Di Selandia Baru, misalnya, penerapan jaminan sosial dipelopori oleh Michael Joseph Savage, pemimpin partai buruh yang kemudian menjadi Perdana Menteri tahun 1935. Savage kemudian mengintegrasikan jaminan sosial ini dengan sistem negara kesejahteraan yang masih dianut hingga kini. Menurut Bassett, Sinclair dan Stenson (1995), penerapan sistem jaminan sosial di Selandia Baru telah mampu mengeluarkan negara ini dari krisis ekonomi serius tahun 1930an dan menjadikannya salah satu negara termakmur di dunia dengan kesenjangan sosial yang relatif kecil. 25
Praktik Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional di Berbagai Negara dari http://teddhymalmsteen.blogspot.com/2014/04/praktik-penyelenggaraan-jaminan.html tanggal 2 Maret pukul 14:42 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
72
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Secara lebih rinci, praktik beberapa penyelenggaraan jaminan sosial di beberapa negara disajikan berikut ini.
A. Sistem Jaminan Sosial di Jerman Jerman yang berpenghuni sekitar 82 juta orang jauh mendahului negara anggota Uni Eropa lainnya sebagai negara yang paling padat penduduknya. Masyarakatnya ditandai oleh keanakeragaman gaya hidup dan ciri etnobudaya. Bentuk-bentuk kehidupan bersama telah menjadi lebih beragam, sedangkan ruang gerak bagi individu diperluas. Jerman dikenal sebagai pelopor dalam bidang asuransi sosial yang merupakan tulang punggung dari sebuah jaminan sosial modern. Kesejahteraan untuk semua dan keadilan sosial, itulah sasaran yang dituju Ludwig Erhard, Menteri Federal Urusan Ekonomi pada waktu ekonomi pasaran berorientasi sosial diterapkan di Jerman pada akhir tahun 1950an. Tata ekonomi “model Jerman” menjadi kisah sukses, dan dicontoh banyak negara. Salah satu pilar utama sukses itu ialah sistem jaminan sosial paripurna. Jaringan sosial di Jerman termasuk yang paling rapat di dunia: 26,7 persen pendapatan nasional bruto dipergunakan untuk belanja negara di bidang sosial. Untuk perbandingan, Amerika Serikat menginvestasikan 15,9 persen di bidang itu, negara anggota OECD rata-rata 20,5 persen. Di Jerman, sistem lengkap yang mencakup asuransi kesehatan, purnakarya, kecelakaan, perawatan dan pengangguran melindungi warga terhadap dampak finansial dari risiko yang dapat mengancam eksistensi. Jaringan sosial itu juga meliputi tunjangan yang dibiayai oleh pajak, seperti dana pengimbang untuk keluarga (tunjangan anak, potongan pajak) atau tunjangan yang menutup pengeluaran untuk kebutuhan pokok purnakaryawan atau orang cacat tetap. Menurut pengertian yang berlaku, Jerman adalah negara
sosial
yang
memprioritaskan
jaminan
sosial
bagi
semua
warganya.
Sistem yang berciri negara kesejahteraan telah dikenal di Jerman sejak zaman industrialisasi. Pada akhir abad ke-19, Kanselir “Reich”, Otto von Bismarck, mengembangkan struktur dasar asuransi sosial yang dikelola oleh negara. Di bawah bimbingannya lahir undang-undang mengenai asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kesehatan, serta untuk jaminan terhadap keadaan tidak sanggup bekerja akibat cacat, dan jaminan hari tua. Ketika itu hanya 10 persen di antara penduduk Jerman mendapat keuntungan dari legislasi di bidang sosial, sekarang hampir 90 persen menikmati Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
73
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
perlindungannya. Selama beberapa dasawarsa berikutnya, jaringan sosial diperluas dan sekaligus dijadikan lebih spesifik. Pada tahun 1927 misalnya ditambahkan asuransi terhadap akibat finansial dari pengangguran, dan pada tahun 1995 jenis asuransi wajib bertambah dengan asuransi perawatan. Kini abad ke-21 menuntut diadakannya reorientasi yang bersifat mendasar dan struktural pada semua sistem itu, khususnya dalam hal kesinambungannya. Faktor-faktor seperti meningkatnya jumlah orang lanjut usia yang disertai angka kelahiran yang relatif rendah, begitu juga perkembangan di pasaran kerja telah membawa sistem jaminan sosial ke batas kemampuannya. Dengan mengadakan pembaruan secara menyeluruh, lembaga-lembaga politik berupaya menghadapi tantangan itu dan mengamankan jaringan sosial bagi generasi mendatang pula secara solider. Selain itu, sistem yang digunakan Jerman adalah dengan mewajibkan penduduk yang memiliki upah dibawah 45.900 Euro per tahun untuk mengikuti program asuransi sosial wajib. Sedangkan mereka yang berpenghasilan diatas itu, boleh membeli asuransi kesehatan dari perusahaan swasta, akan tetapi sekali pilihan itu diambil, ia harus seterusnya membeli asuransi dari perusahaan swasta. Akibatnya, banyak orang yang berpenghasilan diatas batas tersebut pun, memilih ikut asuransi sosial. Pada saat ini 99,8% penduduk memiliki asuransi kesehatan dan hanya 8,9% yang mengambil asuransi kesehatan swasta. Sebagian kecil penduduk (seperti militer dan penduduk sangat miskin) mendapat jaminan sosial melalui program khusus.26 Undang-undang pertama mengenai asuransi wajib untuk jaminan hari tua telah dikeluarkan pada tahun 1889. Sementara ini sekitar 80% penduduk yang bekerja adalah anggota asuransi- wajib purnakarya. Di samping iuran yang dibayar pekerja dan pengusaha, sistem ini dibiayai pula oleh subsidi dari Federasi. Sejak tahun 2002, uang purnakarya dari asuransi wajib dilengkapi dengan asuransi hari tua privat yang terjamin oleh modal dan didukung oleh negara. Jaminan hari tua untuk pegawai negeri dan penyandang profesi bebas ditanggung oleh dana pensiun dan asuransi lain. Dengan adanya asuransi pelengkap “Riester-Rente”, serta “Rürup-Rente” untuk penyandang profesi mandiri, telah tercipta model yang memungkinkan pengumpulan 26
Grebe, A. Social Security System in Germany. Presentasi. Di depan Delegasi Indonesia di Jerman, Juni 2003 Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
74
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
dana purnakarya pribadi yang terjamin oleh modal dan mendapat keringanan pajak. Begitu juga diberi subsidi untuk pemilikan tempat tinggal di masa purnakarya melalui undang-undang khusus. Pembaruan tersebut mencakup pula kenaikan usia masuk masa purnakarya dari 65 menjadi 67 tahun. Mulai tahun 2012 sampai tahun 2035, batas usia itu akan dinaikkan sebanyak satu bulan per tahun.27
B. Sistem Jaminan Sosial di Korea Selatan Seperti yang dilakukan Jepang, Jerman, dan banyak negara lain di dunia, Korea Selatan memulai jaminan sosialnya dengan mengembangkan asuransi kesehatan wajib di tahun 1976 setalah selama 13 tahun gagal mengembangkan asuransi kesehatan sukarela. Asuransi kesehatan wajib dimulai dari pemberi kerja yang memiliki jumlah pekerja banyak terus diturunkan. Pada tahun 1989 seluruh penduduk sudah memiliki asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh lebih dari 300
lembaga
nirlaba.
Kini
seluruh
badan
penyelenggara
dijadikan
satu
penyelenggara yaitu National Healt Insurance Corporatin (NHIC). NHIC adalah suatu lembaga semi pemerintah yang independen dengan cakupan praktis seluruh penduduk.28 Sedangkan jaminan pensiun atau hari tua baru dilaksanakan pada tahun 1988 dengan kewajiban pemberi kerja dengan 10 karyawan atau lebih mengiur untuk jaminan pensiiun. Baru pada tahun 2003 seluruh pemberi kerja dengan satu atau lebbih pegawai diwajibkan ikut program pensiun yang dikelola oleh National Pension Corporation (NPC). Kedua lembaga NHIC dan NPC berada dibawah pengawasan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan dan bukan badan usaha yang di Indonesia kita kenal sebagai BUMN. Berbeda dengan NHIC yang mengelola seluruh penduduk, kecuali militer aktif dan penduduk miskin yang hanya berjumlah 3% dari seluruh penduduk, NPC hanya mengelola pensiun bagi pegawai swasta dan sektor informal. Pensiun untuk
27
http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/main-content-08/reformasi-lain-lain-demijaminan-sosial.html diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 12:23 WIB. 28 Park, Natonal Health Insurance in Korea, Research Division, NHIC. Memeograph presented for an Indonesian Delegate,2002. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
75
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pegawai pemerintah, tentara, guru sekolah, pekerja tambang, dan petani dikelola secara terpisah dari NPC.29 Iuran untuk program kesehatan bagi tenaga kerja di sektor formal ditetapkan sebesar 3,63% yang ditanggung bersama antara pekerja dan pemberi kerja. Sedangkan untuk sektor informal, UU mengatur tingkat-tingkat penghasilan untuk masing-masing kelompok dan besarnya iuran ditetapkan tersendiri untuk tiaptiap kelompok penghasilan. Sedangkan iuran untuk program pensiun kini sebesar 9% dari upah yang dibayar bersama-sama antara pemberi kerja dan pekerja masingmasing sebesar 4,5%. Pada tahap awal iuran besarnya hanya 3%, kemudian secara bertahap ditingkatkan sehingga kini mencapai 9%. Selain pekerja, NPC juga melayani penduduk yang secara sukarela, secara perorangan atau pekerja sektor informal, mendaftar diri dengan iuran saat ini sebesar 7%, akan tetapi juga akan ditingkatkan sehingga tahun 2005 akan mengiur sebesar 9%.
C. Sistem Jaminan Sosial di Perancis Di Prancis, jaminan sosial atau “securite sociale” menunjuk pada asuransi sosial, seperti asuransi kesehatan dan hari tua. Selain itu, negara ini juga memiliki apa yang disebut “protection social” yang meliputi bantuan sosial (tunjangan pendapatan dan pelayanan bagi orang sakit, penyandang cacat, orang lanjut usia berdasarkan kriteria pendapatan rendah), pelayanan sosial (pelayanan kesejahteraan sosial yang diberikan tanpa melihat kriteria pendapatan), serta sistem “jaminan tingkat pendapatan minimum” guna menunjang kemandirian. Jaminan sosial di Perancis telah diselenggarakan lebih dari satu abad dengan diawali dengan jaminan kesehatan. Jaminan sosial pertama dilaksanakan pada tahun 1898 tatkala Perancis masih didominasi oleh ekonomi pertanian. Pada saat ini sistem Jaminan sosial di Perancis masih diselenggarakan oleh berbagai badan penyelenggara yang terdiri dari berbagai kelompok peserta seperti pegawai negeri, pekerja swasta, petani, pekerja sektor informal dan tentara. Program jaminan sosial mencakup program jaminan kesehatan (CNAM), jaminan pensiun atau hari tua 29
Ha-Young and Hun-Sang,National Pension Scheme in Korea. Makalah disajikan dalam ISSA Training, Bali,2003. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
76
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
(CNAV), jaminan pembiayaan keluarga (CNAF) dan jaminan perlindungan PHK (ARE). Program tersebuut merupakan program jaminan dasar. Pengumpulan iuran dilakukan secara terpadu dan terpusat oleh semacam Badan Administrasi yang disebut ACOSS. Selain program jaminan dasar, masih ada program jaminan tambahan yang juga bersifat wajib untuk berbagai sektor. Berbeda dengan program jaminan sosial di banyak negara lain, di Perancis pembiyaan jaminan sosial lebih banyak bersumber dari pemberi kerja. Untuk program kesehatan, kecelakaan, dan cacad; pekerja hanya mengiur sebesar 2,45% dari upah sedangkan pemberi kerja mengiur sebesar 18,2%. Sementara untuk program pensiun, pekerja mengiur 6,55% sedangkan pemberi kerja mengiur sebesar 8,2%. Secara keseluruhan, pekerja mengiur sebesar 9% dan pemberi kerja mengiur sebesar 26,4% sehingga seluruh iuran menjadi 35,4% dari upah sebulan. Tekait dengan jaminan pensiun, Undang-undang pertama mengenai pensiun bagi pekerja dan petani, yang disetujui tahun 1901, tidak pernah diterapkan hingga dikeluarkannya undang-undang baru pada 1930.
D. Sistem Jaminan Sosial di China Di China, menjadi miskin adalah sebuah aib. Kebudayaan China memiliki pandangan bahwa menjadi miskin adalah memalukan, berbeda dengan masyarakat pada kebudayaan lain yang tidak merasa malu dengan status miskinnya. Kemiskinan di China terjadi akibat ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara kawasan pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan pedalaman yang penduduknya merupakan petani miskin. China merupakan suatu negara yang masih berada dalam tahap awal pembangunan nasional. China secara serius mulai membangun Sistem Jaminan Sosial yang disebut National Social Security Fund (NSSF) untuk warganegaranya pada tahun 1997 dengan mengikuti pola lima pilar dari Bank Dunia, yaitu: 1. Non-contributory poverty alleviation 2. Government run basic pension (state) 3. Individual account pension (occupational) 4. Voluntary employee/individual saving (private) Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
77
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
5. Informal sources of support including housing and health care Kita pantas belajar dari China karena China merupakan negara yang terbagi ke dalam 48 provinsi, NSSF baru mulai dibangun pada tahun 1997, dan penduduknya mencapai sekitar 1,3 miliar. Luan Jianzhang, Wakil Dirjen Badan Riset Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis China menyatakan bahwa pada tahun 2012 tak kurang 128 juta dari sekitar 1,34 miliar penduduk China hidup di bawah garis kemiskinan (Setiawan 2012). Angka kemiskinan ini menurun dibandingkan pada tahun 2001 yang mencapai 212 juta. Selain itu, keadaan yang tidak menyenangkan menyebabkan adanya kesenjangan sosial yang cukup tinggi di China, untuk itu pada tahun 2002, untuk memotong kesenjangan sosial yang semakin tajam, dibuat serangkaian kebijakan mengangkat perekonomian pedesaan dan meniadakan pajak yang ditarik dari petani. Petani menjadi sasaran empuk pajak, pada tahun 2004 petani membayar pajak pertanian sebesar 2,8 miliar dollar AS kepada negara. Perolehan pajak tersebut digunakan oleh Pemerintah China untuk membangun industri di perkotaan. Selain itu, pemerintah juga menerapkan sistem jaminan sosial yang baru dan mengalami banyak perubahan.30 Dana NSSF berasal dari kontribusi peserta dan pemberi kerja serta subsidi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sampai dengan tahun 2005 telah dilaksanakan di beberapa kota dan dua provinsi ternyata mampu mengcover 150 juta penduduk dengan nilai kepesertaan ekuivalen dengan Rp220 triliun atau Rp1,4 juta per kapita. Dapatlah dibayangkan bilamana 48 provinsi di China bergabung, tentu akan menghasilkan ketersediaan dana Jaminan Sosial yang luar biasa besar. Kepesertaan sistem jaminan sosial di China meliputi tenga kerja yang menerima upah secara regular pada sektor formal yaitu pada program hari tua, sakit dan persalinan, kecelakaan, dan sementara tidak bekerja. Serta tenaga kerja usaha mandiri (TKUM) pada program hari tua dan kecelakaan. Sedangkan bantuan keluarga kepesertaannya secara universal. Sementara itu, di Indonesia program hari tua, sakit, dan kecelakaan kepesertaannya secara TKUR. Untuk bantuan keluarga sama seperti di China berlaku kepesertaan secara universal. Di China bentuk badan 30
Guidi, Chen dan Wu Chuntao, China Undercover: Rahasia di Balik Kemajuan China, Jakarta: Ufuk Press, 2007, hlm.45. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
78
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
hukum BJPS pada dasarnya sama dengan Indonesia yaitu BJPS per kepesertaan seperti Lembaga Asuransi Sosial (LAS) dan Jamsostek. Namun demikian, bentuk BJPS di China adalah badan hukum publik yang semi otonom, berbeda dengan Jamsostek di Indonesia yang merupakan BUMN Persero. Program sakit dan persalinan baik di Indonesia maupun di China kepesertaannya bersifat opsi. Sementara itu, program asuransi pengangguran di China berdasarkan UU tahun 1999 tentang jaminan sosial. Tujuan penyelenggaraan asuransi pengangguran di China adalah untuk mengantisipasi tingginya PHK sebelum usia pensiun sebagai konsekuensi penerapan ekonomi pasar sejak tahun 2000.31 Berikut iuran sistem Jaminan Sosial dari presentase upah di China berdasarkan data yang dikeluarkan oleh US Social Security Administration (2009): Program
Presentase Upah
Hari Tua, Cacat, dan Ahli Waris
Perusahaan : 20,00 Tenaga Kerja : 8,00
Sakit dan Persalinan
Perusahaan : 6,00 Tenaga Kerja : 2,00
Kecelakaan
Perusahaan : 1,00
Sementara Tak Bekerja
Perusahaan : 2,00 Tenaga Kerja : 1,00
Bantuan Keluarga
APBN
Pada tahun 2011 Kementrian Sumber Tenaga dan Jaminan Sosial China dan Bank rakyat China bersama-sama menghidupkan penggunaan kartu jaminan sosial dengan fungsi moneter. Masyarakat dapat menikmati jaminan sosial dan layanan moneter seperti menabung, kartu kredit, transfer rekening, dan konsusmsi melalui kartu jaminan sosial. Program ini dalam rangka memudahkan rakyat, menguntungkan rakyat, dan mensejahterakan rakyat. 31
Perbandingan Pembangunan Sosial Indonesia dan China dari https://ekazunilusi.wordpress.com/2013/02/27/my-sunsets/ , diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 20:16 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
79
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
E. Sistem Jaminan Sosial di Norwegia Bersama dengan negara-negara Skandinavia lainnya, Denmark dan Swedia, Norwegia adalah salah satu negara yang masih percaya pada mekanisme negara kesejahteraan (welfare state). Selama ini negara-negara tersebut selalu berada dalam peringkat atas HDI. Peringkat tinggi yang dicapai negara-negara Skandinavia tersebut sebenarnya tak terlalu mengherankan apabila dilihat dari aspek kemampuan ekonomi negara dan mapannya sistem pengelolaan jaminan sosial lewat model welfare state. Dengan sistem ini maka dimaksudkan bahwa negara memiliki tujuan untuk memastikan bahwa seluruh warga negara mendapatkan keamanan ekonomi dan keamanan sosial (social and economic safety). Negara juga menjamin bahwa semua warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan dan pelayanan kesehatan, tanpa memperhatikan kelas sosial atau pendapatan ekonominya (Ellingson, Mac Donald-2000). Norwegia mulai menerapkan sistem kesejahteraan ini pada tahun 1909 dalam sektor kesehatan, dimana warga negara yang memiliki pendapatan rendah akan mendapatkan pelayanan kesehatan gratis ketika mereka sakit. Sistem ini dimapankan pada periode pasca Perang Dunia II di Norwegia, dan juga di berbagai negara Eropa, sebagai respon dari krisis kapitalisme pada tahun 1930-an. Pasar kapitalisme dianggap bermasalah dalam mewujudkan kesejahteraan, sehingga intervensi negara dalam ekonomi dianggap penting. Semua warga negara Norwegia dan individu yang berkerja di Norwegia secara otomatis memenuhi syarat menjadi anggota Skema Asuransi Nasional, yang merupakan skema asuransi pemerintah yang memberikan dana pensiun (misalnya untuk usia lanjut, penyandang cacat) serta manfaat yang berhubungan dengan kecelakaan kerja, kecelakaan umum dan penyakit, kehamilan, kelahiran, orang tua tunggal dan pemakaman. Bersama dengan skema asuransi untuk uang saku keluarga Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
80
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
dan manfaat uang tunai bagi orang tua dengan anak kecil (kontantstøtte), Skema Asuransi Nasional terdiri dari skema asuransi umum yang paling penting di Norwegia. Pada akhir tahun 1999, sekitar 1,1 juta orang mendapatkan dana dari asuransi nasional sebagai sumber pendapatan, termasuk sekitar 900.000 usia pensiun. Pada tahun 1999, total pengeluaran pensiun mencapai 162 juta NOK, atau sama dengan 13,6% GDP dan sekitar 34,3% anggaran nasional. Skema Asuransi Nasional didanai oleh biaya keanggotaan dari para pegawai, wiraswasta dan pihak terasuransi lainnya, kontribusi perusahaan dan dana pemerintah. Layanan umum pertama kali muncul pada tahun 1700. Sebelumnya, keluarga, gereja atau individu bertanggung jawab merawat orang miskin, orang sakit atau para lanjut usia. Perluasan layanan sosial dan asuransi nasional berhubungan erat dengan proses industrialisasi. Industri membawa penyakit baru, memicu tingkat mobilitias yang lebih tinggi sehingga melemahkan ikatan keluarga. Dan pada saat yang bersamaan memberikan dasar ekonomi untuk reformasi sosial. Asuransi Kecelakaan Norwegia untuk Pekerja Pabrik tahun 1895 secara perlahan-lahan diperbaiki untuk mencakup profesi lainnya, diikuti dengan pengenalan tunjangan saat sakit, tunjangan hari tua (1936), tunjangan pengangguran (1939), tunjangan cacat tubuh (1960) dan tunjangan bagi janda dan orang tua tunggal wanita (1964). Pada tahun 1967, tunjangan sosial yang diperkenalkan sebelum Perang Dunia II digabungkan dengan Skema Asuransi Nasional. Pembayaran dari skema tersebut ditentukan oleh jumlah poin pensiun yang diraih tiap individu. Norwegia merupakan negara makmur dan salah satu terkaya di dunia. Pada tahun 2003, untuk tiga tahun berturut-turut, Norwegia menduduki peringkat teratas kondisi kehidupan nasional menurut UNDP Human Development Index. Rata-rata usia kehidupan di Norwegia adalah 78,7 tahun (2001). Secara umum masyarakat memiliki kondisi kesehatan yang sangat baik dengan angka kematian balita yang sangat rendah. Hampir seluruh masyarakat menyelesaikan pendidikan sekolah menengah dan memiliki kecakapan menulis serta membaca. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
81
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Angka kemiskinan relatif rendah dibanding dengan negara OECD lainnya dan kondisi kemiskinan yang sangat memprihatinkan tidak dijumpai di Norwegia. Angka produksi domestik kotor (GDP) per kapita sangat tinggi dengan tingkat kesejahteraan yang merata. Disamping itu, kesetaraan jender juga diakui pada seluruh lapisan masyarakat. Untuk menjaga kesejahteraan masyarakatnya, Norwegia telah menerapkan layanan kesehatan umum yang didanai oleh pajak dan skema asuransi nasional, dan berlaku untuk semua warga negara dan penduduk. Baik konsumsi publik dan pribadi meningkat tajam sejak tahun 1900, dan tingkat kesejahteraan pada beberapa dekade terakhir dikarenakan penemuan dan eksploitasi minyak lepas pantai dan gas alam di Laut Utara. Dibawah tekanan modernisasi dan urbanisasi yang meningkat, pola kehidupan tradisional yang stabil telah digantikan dengan mobilitas yang tinggi, dimana orang lebih banyak bergerak dan berganti pekerjaan.
F. Sistem Jaminan Sosial di Amerika Serikat Jaminan sosial di Amerika pertama kali diundangkan pada tanggal 14 Agustus 1935 yang pada awalnya dikenal dengan nama OASDI program (Old-Age, Survivors, and Disability Insurance). Undang-undang jaminan sosial tersebut disetujui setelah terjadinya depresi ekonomi di Amerika di awal tahun 1930an. Awalnya, UU Jaminan Sosial Amerika tidak mencakup asuransi sosial kesehatan (Medicare). Program Medicare dalam sistem jaminan sosial di Amerika baru masuk 30 tahun kemudian, yaitu di tahun 1965 sehingga nama lain kini dikenal dengan OASDHI (H diantara D dan I sebagai singkatan dari Health). Program OASDI, tanpa kesehatan, pada hakikatnya mirip dengan program pensiun kita dimana peserta memperoleh manfaat uang tunai ketika mencapai usia pensiun, ahli waris peserta yang memenuhi syarat menerima manfaat jika peserta meninggal, dan apabila peserta menderita cacat. Menjelang UU Jaminan Sosial di Amerika diberlakukan, usulan untuk membuat program ini sukarela juga sudah diajukan dengan alasan pelanggaran atas hak kebebasan. Namun demikian, pilihan tersebut Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
82
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
tidak diadopsi dalam UU karena bukti-bukti menunjukkan bahwa program sukarela tidak efektif. Sebenarnya Amerika termasuk terbelakang dalam mengembangkan jaminan sosialnya dibandingkan dengan Jerman dan Inggris (Rejda, 1988). Pada prinsipnya, sistem Jaminan Sosial di Amerika diselenggarakan dengan satu undangundang dan diselenggarakan olah satu badan pemerintah (Social Security Administration). Dengan demikian, program Jaminan Sosial Amerika bersifat monopolistik dan mencakup jaminan hari tua dan jaminan kesehatan. Hanya saja, jaminan kesehatannya (Medicare) terbatas untuk penduduk berusia 65 tahun keatas atau yang menderita cacat tetap atau penderita sakit ginjal yang mematikan. Seluruh penduduk, apakah ia pegawai swasta maupun pegawai pemerintah harus masuk program jaminan sosial sehingga perpindahan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain atau dari satu negara bagian ke negara bagian lain tidak menjadi masalah. Untuk itu, setiap penduduk harus memiliki nomor jaminan sosial (9 digit) yang berlaku untuk segala macam urusan seperti sebagai nomor pajak, kartu SIM, bersekolah, menjadi nasabah bank, dan berbagai urusan kehidupan lainnya. Manfaat yang diberikan berupa jaminan pensiun yang dibayarkan menurut sistem pay as you go dimana iuran dibayarkan oleh tenaga kerja yang aktif bekerja dan pemberi kerja, sedangkan manfaat bagi pensiunan dibayarkan dari iuran tenaga kerja pada tahun yang sama. Artinya, pensiun bagi penduduk Amerika dibayar oleh tenaga kerja yang masih aktif, bukan dari tabungan pensiunan pada masa lalu. Begitu juga untuk jaminan cacad, pensiun ahli waris, dan Medicare. Jaminan pensiun diberikan berkaitan dengan tingkat penghasilan penduduk terakhir dan lamanya seorang penduduk mengiur. Besarnya pensiun yang menjadi hak setiap penduduk dapat dilihat dari Web yang setiap orang dapat menghitung atau melihat haknya setiap saat. Program Medicare hanya diberikan kepada seluruh penduduk yang mencapai usia 66 tahun atau lebih atau penduduk yang lebih muda akan tetapi menderita cacad tetap atau menderita penyakit ginjal yang memerlukan hemodialisa atau transplantasi. Jaminan kesehatan yang diberikan kepada pensiunan terbatas pada jaminan rawat inap di rumah sakit dan jaminan perawatan jangka panjang. Program ini disebut Medicare Part A yang menjadi hak semua lansia. Sedangkan untuk jaminan rawat jalan, penduduk lansia harus membeli asuransi kesehatan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
83
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
swasta dengan 75% premi disubsidi Medicare. Program rawat jalan ini bersifat sukarela dengan insentif premi dari Medicare. Untuk mendapatkan hak jaminan sosial, setiap orang harus memenuhi kualifikasi masa iuran dan besarnya iuran yang dikonversi dalam sistem poin. Program Kecelakaan kerja dikelola tersendiri oleh masing-masing negara bagian dengan peraturan negara bagian. Iuran untuk program jaminan sosial dikumpulkan bersamaan dengan pembayaran pajak secara umum dan karenanya disebut social security tax. Hanya saja dana dana jaminan sosial tidak masuk ke kas negara akan tetapi masuk kedalam tiga jenis Dana (trust fund) yaitu Dana Jaminan Hari Tua dan Ahli Waris (old-age and Survivors Insurance, OASI), Dana Asuransi Disabilitas (SSDI), dan Dana Medicare. Besarnya iuran tenaga kerja adalah 7,65% dan pemberi kerja juga mengiur sebesar 7,65% untuk program OASI dan masing-masing 0,9% untuk program SSDI, serta masing-masing 1,45% untuk program Medicare. Total iuran pekerja menjadi 15,3% dari upah dengan maksimum upah sebesar US$ 62.500 setahun yang setiap tahun dinaikan sesuai dengan indeks yang telah disusun oleh badan penyelenggara (SSA) yang berada di bawah Departemen Pelayanan Sosial.32
G. Sistem Jaminan Sosial di Malaysia Sebagai negara persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang lebih awal dan lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan sistem jaminan sosial di negara lain di Asia Tenggara. Pada tahun 1951 Malaysia sudah memulai program tabungan wajib pegawai untuk menjamin hari tua (employee provident fund, EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program EPF. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh Social Security Organization (SOCSO). Oleh karena pemerintah federal Malaysia bertanggung jawab atas pembiayaan dan penyediaan 32
Butler, RJ, 1999. The Economics of Social Insurance and Employee Benefits. Kluwer Academic Publlisher, Boston, USA, 1999. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
84
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
langsung pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk yang relatif gratis, maka pelayanan kesehatan tidak masuk dalam program yang dicakup sistem jaminan sosial di Malaysia. Dengan sistem pendanaan kesehatan oleh negara, tidak ada risiko biaya kesehatan yang berarti bagi semua penduduk Malaysia yang sakit ringan maupun berat. Sektor informal merupakan sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Namun demikian, dalam sistem jaminan sosial di Malaysia, sektor informal dapat menjadi peserta EPF atau SOCSO secara sukarela. Termasuk sektor informal adalah mereka yang bekerja secara mandiri dan pembantu rumah tangga. Karyawan asing dan pegawai pemerintah yang sudah punya hak pensiun juga dapat ikut program EPF secara sukarela. Di dalam penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk yang dilayani mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident Fund (CPF), sebuah badan hukum di bawah naungan Kementrian Keuangan. Lembaga ini merupakan lembaga tripartit yang terdiri atas wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah, dan profesional. Untuk tugas-tugas khusus, seperti investasi, lembaga ini membentuk Panel Investasi. Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah dikelola langsung oleh kementrian keuangan karena program tersebut merupakan program tunjangan pegawai (employment benefit) dimana pegawai tidak berkontribusi. Program jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat dikelola oleh SOCSO yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO). Manfaat (benefits) yang menjadi hak peserta terdiri atas: (1) Peserta dapat menarik jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum) untuk modal usaha, menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk anuitas (sebagai pensiun bulanan), dan menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF. (2) Peserta dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh ahli warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
85
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
(3) Peserta juga dapat menarik dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan biaya perawatan di luar fasilitas publik yang ditanggung pemerintah. (4) Ahli waris peserta berhak mendapatkan uang duka sebesar RM 1.000-30.000, tergantung tingkat penghasilan, apabila seorang peserta meninggal dunia. Tingkat iuran untuk program EPF, dalam prosentase upah, bertambah dari tahun ke tahun seperti disajikan dalam tabel berikut. Jumlah iuran tersebut ditingkatkan secara bertahap untuk menyesuaikan dengan tingkat upah dan tingkat kemampuan penduduk menabung. Dalam program EPF di Malaysia, sekali seseorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus menjadi peserta sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun.33 Berikut adalah tabel perkembangan tingkat iuran dana provident fund di Malaysia berdasarkan CPF, Malaysia, tahun 1998. Tahun
Iuran Tenaga
Iuran Pemberi Kerja
Total
Kerja 1952 – Juni 1975
5%
5%
10%
Juli 1975 – Nop 80
6%
7%
13%
Des 80 – Des 92
9%
11%
20%
Jan 93 – Des 95
10%
12%
22%
Jam 96 – 98
11%
12%
23%
H. Sistem Jaminan Sosial Thailand Program Jaminan Sosial di Thailand terdiri atas program jaminan bagi pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan program kesehatan. Program yang diatur oleh UU Jaminan Sosial di Thailand dimulai pada tahun 1990 Pemerintah Thailand mengeluarkan UU Jaminan Sosial, namun demikian implementasinya baru dimulai enam bulan kemudian, yaitu pada bulan Maret 1991. Dana yang terkumpul dikelola oleh suatu badan tripartit, Dewan Jaminan Sosial, yang terdiri dari 15 orang yang 33
Kertonegoro,S., 1998. Sistem dan Program Jaminan Sosial di Negara-Negara ASEAN. Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
86
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
mewakili pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja masing-masing 5 (lima) orang. Kantor Jaminan Sosial (Social Security Office, SSO) berada di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Kesejahteraan. Mula-mula program tersebut wajib bagi pemberi kerja dengan 20 karyawan atau lebih, yang kemudian secara bertahap diwajibkan kepada pemberi kerja yang lebih kecil. Sejak 31 Mei 2002, seluruh tenaga kerja dengan satu atau lebih karyawan wajib menjadi peserta. Kini jumlah peserta SSO adalah 6,59 juta tenaga kerja di Thailand, seluruh tenaga kerja formal telah menjadi peserta. Pegawai pemerintah mendapat jaminan yang dibiayai oleh anggaran belanja negara tanpa ada iuran sama sekali dari pekerja. Jaminan yang ditanggung meliputi jaminan kesehatan, pensiun dan dana lump-sum pada waktu memasuki masa pensiun. Untuk pekerja sektor informal dan kelompok penduduk lain yang belum termasuk peserta SSO atau CSMBS, Pemerintah Thailand mengembangkan program National Health Security yang dikenal dengan kebijakan ’30 Baht’. Dalam program ini, seluruh penduduk sektor informal dan anggota keluarga tenaga kerja swasta diwajibkan mendaftar ke salah satu rumah sakit dimana mereka akan berobat jika mereka sakit. Atas dasar penduduk yang terdaftar itu, pemerintah kemudian membayar rumah sakit secara kapitasi sebesar 1.204 Baht per kepala per tahun. Penduduk yang terdaftar akan membayar sebesar 30 Baht (kira-kira Rp 6.000) sekali berobat atau sekali perawatan di rumah sakit. Biaya yang dibayar itu sudah termasuk segala pemeriksaan, obat, pembedahan, dan perawatan intensif jika diperlukan. Manfaat program jaminan sosial pekerja swasta dan pekerja informal meliputi jaminan kesehatan, bantuan biaya persalinan, jaminan uang selama menderita cacad, santunan kematian, dana untuk anak-anak, kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua. Jaminan kesehatan hanya diberikan kepada tenaga kerjanya, sedangkan anggota keluarga tenaga kerja dijamin melalui program ’30 Baht’. Manfaat program jaminan sosial pegawai swastapun dimulai dengan menjamin pelayanan kesehatan, baru secara bertahap pelayanan lain seperti jaminan uang waktu cacad dan jaminan hari tua diberikan kemudian. Sementara pegawai pemerintah memang menikmati manfaat yang lebih baik, karena mereka sudah mendapat jaminan hari tua terlebih dahulu dan jaminan kesehatan komprehensif. Untuk jaminan kesehatan, dikenal dengan program CSMBS, yang dijamin bukan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
87
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
saja pegawai, pasangan dan anaknya, orang tua pegawaipun dijamin. Jaminan yang diberikan komprehensif sehingga peserta tidak perlu lagi membayar apabila mereka memanfaatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan yang sudah ditentukan. Tentu saja, jika mereka mencari pelayanan dari fasilitas kesehatan dan di kelas perawatan di luar ketentuan, masyarakat harus membayar sendiri. Besarnya iuran untuk prgram jaminan sosial pegawai swasta ditanggung bersama antara pekerja, pemberi kerja dan pemerintah. Disinilah keunikan sistem jaminan sosial Thailand, karena pemerintahpun ikut membayar iuran bagi pekerja swasta dan sektor informal. Besarnya iuran dipisahkan untuk masing-masing program yang total berjumlah 18,5% yang terdiri atas iuran pekerja dan pemberi kerja masing-masing sebesar 7,5% dan iuran pemerintah sebesar 3,5%. Selain itu, pemberi kerja masih memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang besarnya bervariasi dari 0,2% - 1%; tergantung dari tingkat risiko masingmasing usaha (SSO, 2003). Besarnya upah yang diperhitungkan untuk jaminan sosial ini ditetapkan sampai jumlah maksimum Pegawai pemerintah dan pegawai sektor informal tidak membayar iuran, seluruh biaya ditanggung anggaran belanja pemerintah. Yang menarik dari pembayaran iuran jaminan sosial di Thailand adalah bahwa besarnya iuran untuk kesehatan dan persalinan diturunkan dari tadinya 4,5% (masing-masing 1,5%) menjadi 3% (masing-masing pihak mengiur 1%) karena telah terjadi akumulasi dana yang besar karena penyelenggaraan yang bersifat nirlaba dan setiap dana yang tidak digunakan diakumulasi. Gambaran lengkap iuran terlihat pada tabel berikut.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
88
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Iuran Jaminan Sosial Pegawai Swasta di Thailand (Dalam % Upah), 2003 (Sumber: SSO, Thailand, 2003) Bentuk Jaminan
Iuran Pekerja
Iuran Pemberi Kerja
Iuran Pemerintah
Kesehatan dan Persalinan
1%
1%
1%
Cacat/Invalid dan
1,5%
1,5%
1,5%
Santunan Anak
2%
2%
1%
Hari Tua
3%
3%
TOTAL
7,5%
7,5%
kematian
3,5%
I. Sistem Jaminan Sosial di Filipina Filipina memulai pengembangan program Jaminan Sosial (JS) sejak tahun 1948 akan tetapi UU Jaminan Sosialnya (Republic Act 1161) baru disahkan pada tahun 1954. Dibutuhkan enam tahun sejak ide awal pengembangan jaminan sosial dicetuskan oleh Presiden Manuel A. Roxas di tahun 1948. Namun demikian, UU tersebut ditolak oleh kalangan bisnis Filipina sehingga dilakukan amendemen UU tersebut dan diundangkan kembali pada tahun 1957. Barulah UU JS tersebut mulai diterapkan untuk pegawai swasta. Pada tahun 1980 beberapa kelompok pekerja sektor informal atau pekerja mandiri mulai diwajibkan mengikuti program JS. Kemudian pada tahun 1992 semua pekerja informal yang menerima penghasilan lebih dari P1.000 (sekitar Rp 200.000) wajib ikut. Selanjutnya di tahun 1993 pembantu rumah tangga yang menerima upah lebih dari P1.000 sebulan kemudian juga diwajibkan untuk mengikuti program JS. Program JS tersebut dikenal dengan Social Security System (SSS). Pada saat ini, SSS mempunyai anggota sebanyak 23,5 juta tenaga kerja atau sekitar 50% dari angkatan kerja, termasuk diantaranya 4 juta tenaga kerja di sektor informal (Purwanto dan Wibisana, 2002). Khusu pegawai negeri, pemerintah Filipina menyelenggarakan program tersendiri yang disebut sebagai Government Service Insurance System (GSIS) yang dimulai lebih awal yaitu di tahun 1936 dan kini memiliki anggota sebanyak 1,4 juta pegawai negeri. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
89
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Angkatan Bersenjata dan Polisi memiliki sistem jaminan sosial tersendiri yang dibiayai dari anggaran pemerintah. Kedua program jaminan sosial pegawai pemerintah, termasuk tentara, lebih tepat dikatakan sebagai program tunjangan pegawai (employment benefit) dibandingkan sebagai program jaminan sosial menurut defisini universal. Pada awalnya program jaminan sosial tersebut menyelenggarakan program jaminan hari tua (old-age) kematian, cacat, maternitas, kecelakaan kerja dan kesehatan. GSIS memberikan berbagai pelayanan ekstra, selain pelayanan tersebut, seperti program pemberdayaan ekonomi dan asuransi umum.34 Namun demikian, di tahun 1995 Pemerintah Filipina mengeluarkan UndangUndang Asuransi Kesehatan National (RA7875) yang memisahkan program asuransi kesehatan dari kedua lembaga (SSS dan GSIS) menjadi satu dibawah pengelolaan the Philippine Health Insurance Corporation (PhilHealth), suatu badan publik yang bersifat nirlaba (SSS, 2001). PhilHealth bukanlah suatu badan usaha yang di Indonesia kita kenal sebagai BUMN. Manfaat yang diberikan kepada peserta SSS dan GSIS adalah: 1. Uang tunai selama peserta menderita sakit dan tidak bisa bekerja paling sedikit 4 (empat) hari, baik dirawat di rumah sakit dan di rumah sendiri. 2. Untuk peserta wanita yang hamil, keguguran, atau melahirkan diberikan uang tunai sebesar antara P24.000-P31.200 (antara Rp 4,4 juta- Rp 6,2 juta). 3. Uang tunai yang dibayarkan secara lump-sum atau bulanan bagi peserta yang menderita cacat tetap, baik parsial maupun total yang bukan disebabkan oleh kecelakaan kerja. 4. Jaminan hari tua (baik lump-sum maupun pensiun bulanan) ketika memasuki masa pensiun (60 tahun). 5. Peserta berhak mendapatkan jaminan kematian berupa uang tunai atau bulanan yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. 6. Jaminan kecelakaan kerja yang dibayarkan apabila terjadi kecelakaan kerja. Manfaat jaminan kecelakaan kerja ini dapat diterima bersamaan dengan manfaat program yang lain.
34
Kertonegoro,S., Op.Cit. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
90
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Untuk setiap manfaat yang berhak diterima, peserta harus memenuhi persyaratan kepesertaan tertentu (qualifying conditions). Selain manfaat definitif, peserta juga dapat diberikan fasilitas kredit (loan) untuk menutupi kebutuhan uang tunai yang mendesak dengan bunga 6% setahun untuk pinjaman di bawah P15.000 dan 8% setahun untuk pinjaman lebih dari P15.000. Iuran jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah 8,4% sebulan (tidak termasuk iuran untuk asuransi kesehatan dan kecelakaan kerja) yang dibayar bersama antara majikan (5,04%) dan pegawai (3,36%). Batas maksimum upah untuk perhitungan iuran adalah P12.000 (Rp 2,4 juta) sebulan. Iuran untuk jaminan kecelakaan kerja adalah 1% dengan maksium iuran sebesar P1.000 per karyawan yang hanya dibayar oleh pemberi kerja. Sedangkan besarnya iuran untuk tenaga kerja informal diperhitungkan berdasarkan besarnya pendapatan yang dinyatakan oleh calon peserta pada waktu pendaftaran dengan batas minimum sebesar P1.000. Untuk pekerja Filipina di luar negeri, yang dikelompokan sebagai pekerja membayar sendiri—tidak melalui pemberi kerja, batas minimum penghasilan adalah P3.000 sebulan. Untuk memudahkan perhitungan iuran, SSS mengembangkan 24 kelompok upah dan besarnya iuran untuk masing-masing kelompok upah. Iuran untuk asuransi kesehatan adalah 2,5% upah sebulan untuk menjamin biaya rawat inap saja (rawat jalan tidak dijamin). Dengan demikian total iuran menjadi 10,9% (tanpa kecelakaan kerja) dan 11,9% (dengan kecelakaan kerja). Sedangkan pada GSIS, tingkat iuran lebih tinggi yaitu 12% dari pemberi kerja (pemerintah) dan 9% dari pekerja.35 Phil-Health merupakan program Asuransi Kesehatan Nasional yang kini memiliki keanggotaan lebih dari 39 juta jiwa (lebih dari 50% penduduk Filipina). Anggota Phil-Health terdiri atas 55% pegawai swasta, 24% pegawai pemerintah, 9% penduduk tidak mampu, 11% peserta sukarela (informal), dan 2% adalah peserta khusus yang tidak membayar iuran. Manfaat yang menjadi hak peserta adalah jaminan rawat inap di rumah sakit pemerintah maupun swasta dengan standar pembayaran yang sama. Pembayaran ke rumah sakit didasarkan pada sistem biaya jasa per pelayanan (fee for service) mengingat cara inilah yang kini diterima oleh rumah sakit. Pelayanan rawat jalan sementara ini belum dijamin, 35
Ibid Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
91
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
karena diasumsikan penduduk mampu membayar sendiri biaya rawat jalan yang tidak menjadi beban berat rumah tangga. Besarnya iuran adalah maksimum 3% dari gaji yang diperhitungkan maksimum P10.000 (sekitar Rp 2 juta). Namun demikian, iuran yang kini dikumpulkan adalah sebesar 2,5% yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan tenaga kerja, bagi sektor formal. Sedangkan bagi sektor informal, iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta dan bagi penduduk miskin, iuran ditanggung pemerintah pusat dan daerah.36 Pada tahun 2003, PhilHealth menerima banyak sekali permintaan dari pemberi kerja untuk memperluas jaminan dengan mencakup jaminan rawat jalan. Para pemberi kerja akan menambahkan iuran guna memperluas jaminan tersebut.37 Berikut adalah tabel Kompilasi Iuran Sistem Jaminan Sosial di Filipina berdasarkan GGIS Filipina, tahun 2002.
Program
Iuran Tenaga Kerja
Iuran Pemberi Kerja
Total
Jaminan Sosial, SSS
5,04%
3,36%
8,4%
Kecelakaan Kerja
-
1%
1,0%
Jaminan Sosial, GSIS
9%
12%
21,0%
Kesehatan, PhilHealth
1,25%
1,25%
2,5%
Swasta
6,29%
5,61%
11,9%
Pemerintah
10,25%
12%
22,5%
Total:
J. Sistem Jaminan Sosial di Australia Sistem jaminan sosial di Australia dimulai dengan sistem negara kesejahteraan dimana negara menanggung segala beban sosial seperti bantuan sosial bagi lansia (semacam uang pensiun). Sejak didirikannya Australia tahun 1901, Australia menjalankan sistem jaminan sosialnya melalui program bantuan sosial (pilar pertama dalam sistem Australia). Sampai dengan awal tahun 70-an, penduduk yang memasuki usia pensiun dan memiliki penghasilan dan aset di bawah jumlah 36 37
Ibid Dueckue, P., 2003. Phil Health Today. Presentation on the Social Health Insurance Meeting, Bangkok. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
92
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
tertentu mendapat uang pensiun otomatis dari pemerintah. Karena sifatnya bantuan sosial, maka tidak semua penduduk berhak mendapatkan dana pemerintah yang dikumpulkan dari pajak umum (general tax revenue). Oleh karenanya pemerintah mengembangkan instrumen seleksi, means test untuk menentukan siapa-siapa yang berhak mendapatkan bantuan sosial hari tua. Sedangkan jaminan kesehatan sudah menjadi hak setiap penduduk yang pendanaanya dibiayai dari dana pajak. Baru pada tahun 1973 dirasakan perlunya mengembangkan asuransi kesehatan wajib dan pada tahun 1983 dirasakan perlunya asuransi hari tua wajib. Praktek jaminan sosial dengan sistem asuransi wajib atau asuransi sosial baru diterapkan sepenuhnya sejak tahun 1992 yang pada waktu itu, sekitar 40% pekerja memiliki asuransi hari tua. Pada tahun 2001, dengan program asuransi sosial, maka sudah 97% pekerja tetap telah menjadi peserta. Pada tahun 2001, 65% penduduk lansia menerima pensiun (Aged Pension) dari sistem asuransi wajib yang dikenal dengan superannuation. Pengelolaan jaminan sosial wajib berada di bawah Menteri Keuangan dan Administrasi, kecuali untuk angkatan bersenjata yang berada di bawah koordinasi Departemen Urusan Veteran. Penyelenggaraan sehari-hari jaminan sosial tambahan (non kesehatan) dikelola oleh lembaga swasta pengelola dana yang berada di bawah pengawasan Departemen Keuangan. Sedangkan untuk asuransi kesehatan program jaminan sosial kesehatan (Medicare) dikelola oleh Health Insurance Commissioner (HIC), suatu lembaga Negara yang bersifat independen akan tetapi di bawah pengawasan Departemen Kesehatan dan Pelayanan Orang Tua. Program asuransi kesehatan tidak membedakan kelompok pekerjaan karena semua pegawai swasta atau pemerintah menjadi peserta Medicare yang dikelola HIC. Pegawai swasta yang ingin mendapatkan pelayanan lebih baik dapat membeli asuransi tambahan pada asuransi kesehatan swasta dibawah koordinasi Medibank Private Insurance (MPI). Besarnya iuran untuk proteksi pilar pertama yang berbentuk bantuan sosial tidak diperhitungkan terpisah karena dibiayai oleh pajak umum. Sedangkan besarnya iruan untuk asuransi hari tua wajib adalah sebesar 9% dari upah (sebelum tahun 2003, besarnya 8% dari upah) sedangkan untuk HIC besarnya iuran adalah 2,5% dari upah. Namun perlu disadari bahwa iuran untuk Medicare tersebut Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
93
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
sebenarnya merupakan tambahan dari biaya kesehatan yang dibiayai dari anggaran pemerintah federal dan negara bagian.
K. Sistem Jaminan Sosial di Singapura Di Singapura, penyelenggaraan jaminan sosial diselenggarakan oleh CPF (Central Provident Fund). Pada dasarnya, CPF adalah skema tabungan wajib yang diperkenalkan pada tahun 1955 untuk membantu menutup biaya hidup bagi penduduk Singapura setelah pensiun / penghentian pekerjaan. Uang yang disimpan dalam Rekening Biasa CPF dapat digunakan untuk membantu membayar untuk kepemilikan rumah, pendidikan dan investasi. Rekening Khusus dimaksudkan untuk usia tua dan kontinjensi tujuan dan pensiun untuk membeli produk-produk keuangan yang terkait dengan. Sebagian dari yang dikenal sebagai Medisave CPF juga dapat digunakan untuk membantu membayar biaya perawatan rumah sakit dan asuransi kesehatan (yang dikenal sebagai MediShield). Dalam
perkembangannya,
kini
CPF
memberi
jaminan
untuk
pensiun/jaminan hari tua, perumahan dan kesehatan (medisave), perlindungan keluarga (family protection) dan upaya peningkatan asset keluarga (asset enhancement). CPF skema yang berlaku untuk semua orang Singapura dan Singapura Permanent penduduk; asing yang berada di Work Pass tidak diharuskan untuk memberikan kontribusi dana ini. Namun, ketika seorang asing mengambil tempat tinggal permanen di Singapura, orang asing akan diharapkan untuk berkontribusi pada skema CPF. Nilai dana yang dimiliki setiap anggota EPF atau CPF adalah sesuai dengan jumlah tabungan wajib ditambah hasil pengembangannya, yang selalu lebih besar dibanding kalau dana itu disimpan sebagai deposito pribadi di bank. Hasil pengembangan CPF adalah sebesar 2,5 persen pertahun, sementara bunga deposito hanya 1 persen. Dengan demikian, meskipun bersifat wajib, peserta dapat menarik manfaat yang besar dari kepesertaannya dalam CPF, oleh karena hasil pengembangan dana CPF lebih besar dari bunga deposito. Kenyataan ini dijamin dengan Undang Undang, sehingga tidak ada keraguan bagi peserta CPF. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
94
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Adapun sumber pembiayaan sistem jaminan sosial adalah dari iuran peserta dan pemberi kerja yang ditetapkan berdasar persentase upah/gaji. Setiap bulan, pemberi kerja dan pekerja (hanya warga negara Singapura dan PRs) berkontribusi pada CPF. Bentuk kontribusi beragam. Pemberi kerja akan membayarkan bagi pekerjanya yang berpenghasilan diatas $50 perbulan. Bagi pekerja yang memperoleh lebih besar dari $500 perbulan, baik pemberi kerja dan pekerja diharuskan berkontribusi pada rekening CPF pekerja. Besarnya
kontribusi
mempertimbangkan
pendapatan
per
bulan,
kelompok usia, bidang pekerjaan dan lama menetap bagi PRs serta disesuaikan tiap tahun berdasarkan kondisi ekonomi domestik. Kontribusi bervariasi dari minimal 3,75% sampai 20% dari pendapatan per bulan bagi pekerja, sementara pemberi kerja berkontribusi antara 2,625% sampai 14,5% dari pendapatan per bulan pekerja. Pendapatan pekerja yang diwajibkan dikenakan kontribusi dibatasi sampai $4.500. Setiap rekening memperoleh tingkat bunga sebesar minimum 2,5% per tahun untuk OA, sampai 4% per tahun untuk SA dan MA, tergantung pada tingkat bunga domestik, dan ditinjau setiap triwulan. Sejak tahun 1986, besaran kontribusi relatif stabil pada kisaran 30-40% dari pendapatan pekerja. Pada tahun 2003 terjadi perubahan besaran iuran CPF dari 36 persen menjadi 33 persen, untuk memberi peluang ekonomi Singapura lebih kompetitif. Selain dari itu, di Singapura ada batas maksimum upah/gaji untuk penetapan iuran, yang dipatok maksimum gaji 5.500 dolar Singapura. Adapun akumulasi dana yang berhasil dikumpulkan, pada tahun 2004 CPF telah mencapai 100 milliar dollar Singapura. Dana inilah yang ikut mendorong investasi di berbagai proyek, dari lapangan terbang, jalan tol, perumahan, industri, bursa saham, sampai ke obligasi pemerintah.38
38
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F4597/SJSN%20dan%20Pertumbuhan-Plt.htm diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 23:00 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
95
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB VI Melihat untuk Mempelajari, Bukan Meniru: Kebijakan Sistem Jaminan Sosial yang Tidak Selalu Sama
Penyelenggaraan Jaminan Sosial merupakan suatu mekanisme universal di dalam memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat suatu negara. Meskipun prinsipprinsip universalitasnya sama, yaitu pada umumnya berbasis pada mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial, namun dalam penyelenggaraannya terdapat variasi yang luas. Variasi program, tingkat manfaat, dan tingkat iuran serta badan penyelenggara di berbagai negara tidak dapat dihindari karena beragamnya tingkat sosial ekonomi dan budaya penduduk di negara tersebut. Variasi tersbeut tidak lepas dari sejarah berkembangnya suatu sistem jaminan sosial di negara tersbeuut. Masing-maisng sistem memiliki kelebihan dan kelemahan, oleh karenanya berbagai contoh tersebut perlu dipelajari sebagai rujukan bagi penyusunan SJSN. Menurut sejarah, dasar-dasar konsep international jaminan sosial dituangkan dalam Deklarasi Philadelphia tahun 1944, yaitu piagam baru ILO pada masa sesudah perang. Tetapi tugas pendefinisian institusi jaminan sosial yang sebenarnya dilakukan dalam Konvensi ILO tentang Norma-Norma Minimum Jaminan Sosial tahun 1952. Perlu diperhatikan bahwa, meskipun terjadi perkembangan yang luar biasa pada tahun-tahun selanjutnya, definisi yang tercantum dalam dokumen itu tetap menjadi acuan sampai hari ini bagi siapapun yang mengahadapi tugas berat untuk menjelaskan institusi tersebut dan fungsi-fungsinya. Bagi banyak orang, pendekatan pragmatis untuk menjelaskan apa yang ada di bawah lingkup jaminan sosial adalah satu-satunya yang bisa diterima. Secara mengejutkan, kelahiran program jaminan sosial ternyata banyak ditentukan oleh adanya political-will yang kuat, yang datangnya justru dari penyelenggara negara. Lebih bersifat top-down dibanding bottom-up. Beberapa contoh, dalam hal ini dapat dikemukakan. Jerman, barangkali tidak akan menjadi model penyelenggaraan program Jaminan Sosial, seandainya Kanselir Jerman, Otto Van Bismark (1883) tidak Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
96
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
mengintrodusir sistem jaminan sosialnya, yang kemudian dikenal dengan “Bismarck Model”. Model ini, sebagaimana kita ketahui, kemudian banyak dicontoh oleh negara lain, baik di Eropa maupun di belahan dunia lain. Sudah tentu dengan mempertimbangkan filosofi dan kondisi setiap negara masing-masing. Namun, ada prinsip-prinsip universal yang ternyata diberlakukan, antara lain prinsip “nirlaba” dan kegotongroyongan/solidaritas sosial. Inggris, dikenal dengan “Beveridge” modelnya yang diambil dari nama menteri urusan Jaminan Sosial Inggris setelah perang dunia II, yang kemudian juga diperkenalkan sebagai model negara kesejahteraan (welfare-state model). Sedangkan di Korea, Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, memberlakukan jaminan kesehatan secara bertahap bagi rakyatnya melalui Dekrit Presiden, dan mencapai universal coverage dalam waktu 12 tahun (1976-1988). Mulai dari kelompok tenaga kerja dengan jumlah 400 orang kemudian menurun dan akhirnya bagi kelompok nonformal. Demikian pula Amerika Serikat, dimana program jaminan sosial diprakarsai oleh Presiden Roosevelt, sebagai bagian dari kebijakan the new deal, dengan menerbitkan Social Security Act (1935), ketika Amerika Serikat justru sedang dilanda depresi ekonomi yang hebat.39 Sejalan dengan perkembangan, pada tahun 1980an, pendukung aliran neoliberalisme membuat struktur asuransi sosial di Amerika Latin diganti, bukan diperbaiki, dengan pengaturan swasta yang digunakan oleh skema pensiun di chile. Kirakira pada waktu yang bersamaan, komunis yang berkuasa di Eropa Tengah dan Timur tumbang dan sebagian besar pemimpin-pemimpin barunya tidak mengalami kesulitan untuk mengganti satu dogma politik dengan dogma yang lain; keputusan mereka bergabung dengan neoliberalisme juga membuat mereka mendapatkan bantuan internasional untuk melakukan perbaikan-perbaikan tertentu. Tahap penting selanjutnya dalam sistem jaminan sosial di dunia adalah pada awal tahun 2000 ketika terjadi kehancuran pasar uang dunia. Kejadian tersebut memperlihatkan irasionalitas keyakinan bahwa negara-negara maju dapat menciptakan suatu bentuk jaminan sosial yang lebih baik bagi setiap orang, menandai berhentinya ekspansi pesat doktrin neooliberal. Mengingat betapa pentingnya peran jaminan sosial 39
Sulastomo, 2011, Sistem Jaminan Sosial Nasional Mewujudkan Amanat Konstitusi, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, hlm. 73. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
97
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
dalam kondisi perekonomian dunia yang buruk pada masa itu, Bank Dunia membuat laporan terkait skema asuransi masa tua yang biasanya dibiayai oleh sebuat sistem kontribusi yang terdiri dari dua atau tiga pihak atas dasar pay-as-you-go. Laporan ini menganjurkan pemerintah agar mengganti skema tersebuut dengan sebuah sistem tiga pilar sebagai berikut: 1. Sistem keanggotaan wajib yang dibiayai pajak dan dikelola secara terbuka, yang memberikan jaminan pensiun menurut cara yang sudah teruji, dalam jumlah minimum atau tarif rata; 2. Sistem yang sepenuhnya didanai dari tabungan wajib dan teratur, dikelola secara swasta, yang memberi akses kepada rencana simpanan pribadi atau pekerjaan; 3. Rencana tabungan sukarela yang sepenuhnya didanai secara pribadi atau pekerjaan. Laporan ini tertutama ditujukan bagi negara-negara berkembang, yang memuat campur tangan penting Bank Dunia yang pengalamannya tercermin di dalam laporan tersebut. Dalam pelaksanaannya, ternyata 3 pillar ini tidak dapat diterapkan di banyak negara. Bagi negara industri Eropa Barat, penggunaan keseluruhan rencana tersebut sama sekali tidak mungkin secara politis. Meski tetap berada di dalam batas-batas hubngan yang sudah terjalin antar berbagai organisasi di dalam lingkungan PBB, pada waktunya, ILO mengenmbangkan jawabannya sendiri terhadap tantangan pensiun yang diajukan oleh Bank Dunia. Jawaban itu diawali dengan dasar pemikiran bahwa tujuan perbaikan pensiun adalah memberikan pertanggungan penuh dengan pengaturan yang baik, juga untuk mencegah kemiskinan di masa tua dan menyediakan pensiun yang teratur, terjamin, dan dapat diandalkan bagi mereka yang berpenghasilan rata-rata. Salah satu prinsip dasar pensiun jaminan sosial adalah bahwa penghasilan pensiun bagi pekerja harus bisa diperkirakan dan dijamin dimana hal ini tidak bisa diperoleh melalui skema kontribusi tertentu. Bagaimanapun, mengingat perlunya menghindari konflik antara prinsip-prinsip normatif dan keinginan untuk mengembangkan hubungan yang lebih langsung antara kontribusi dan tunjangan, rancangan ILO yang pertama terdiri dari pendanaan penghasilan pensiun melalui berbagai sumber, khususnya gabungan antara skema tunjangan tertentu dan kontribusi tertentu, seperti yang diperlihatkan pada skema dibawah ini:
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
98
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
1. Sebuah dasar terendah antikemiskinan yang sudah teruji dan didanai dari penghasilan umum, yang mampu memberikan dukungan penghasilan bagi mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain; 2. Sebuah dasar kedua berupa tunjangan tertentu Pay-as-you-go, yang wajib dan dikelola secara terbuka, yang mampu memberikan penghasilan pengganti yang cukup tetapi teratur untuk semua orang yang sudah memberikan kontribusi pada skema ni; 3. Sebuah dasar kontribusi tertentu, yang wajb sampai batas yang ditentukan dan bisa dikelola secara swasta, yang mampu memberikan tunjangan pensiun; dan 4. Sebuah kontribusi tertentu yang bersifat sukarela dan dikelola secara swasta tanpa batas tertinggi. Struktur seperti itu memberi peluang untuk menghilangkan resiko yang diwariskan di dalam skema pensiun, baik resiko politis yang diasosiasikan dengan pengelolaan terbuka skema tunjangan tertentu maupun resiko pasar yang dikaitkan dengan skema kontribusi tertentu, tetapi pada saat yang sama memberikan penghasilan pokok pensiun yang terjamin bagi sebagian besar pekerja yang memiliki pendapatan rata-rata. Dari keadaan yang ada dapat disimpulkan bahwa: “Tidak ada satu rancanganpun yang cocok untuk semua negara dan semua keadaan. Pertanyaan tentang rancangan apa yang paling tepat harus mempertimbangkan faktor-faktor lain, terutama konteks sejarah dan sosial serta kebutuhan untuk menyediakan pertanggungan yang universal dan pengaturan yang baik.” (Gillion, 2000, hlm.63) Hal itu tampaknya mengakhiri invasi Bank Dunia ke sektor jaminan sosial, namun ini masih lebih jauh dari akhir pengaruh ideologi neoliberal terhadap sektor jaminan sosial, khususnya pada skema pensiun pekerja. Contoh pertama datang dari Swiss yang akibat jatuhnya pasar uang selama 2001 dan 2002, untuk pertama kalinya dalam sejarah dan apensiun wajb berada di bawah tingkat cadangan modal yang sudah ditentukan. Karenanya pemerintah melakukan campur tangan dan meminta dana tersbeut diturunkan dari tingkat bunga tahunan pada tabungan perseorangan dari 4% menjadi 2%, begitu juga tingkat konversi modal terhadap pensiun. Langkah ini mengakibatkan pengurangan ratarata 20% pada tingkat pensiun yang berlaku menurut skema itu. Ketika 2 tahun kemudian, yaitu 2005, pendapatan investasi kembali 11% dan pemerintah menolak mengganti tingkat Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
99
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
yang sudah ditentukan dengan alasan perlu memperhatikan kinerja rata-rata lima tahun, beberapa surat kabar nasional membicarakannya sebagai “penundaan abad ini”. Tentu saja, pertimbangan ekonomi jangka pendek yang diilhami oleh cara berpikir neoliberal bertentangan dengan pemikiran jangka panjang menyangkut kesenggupan pengembalian dana, dan pertantangan seperti ini akan membayangi negosiasi-negosiasi di masa yang akan datang. Perubahan yang lebih dramatis bisa diperhatikan pada perkembangan pensiun di Inggris. Berdasarkan survei yang dilakukan selama 2004, negara tersbeut menjadi saksi berakhirnya skema tunjangan di perusahaan-perusahaan besar di sektor swasta. Satu per satu, perusahaan-perusahaan itu menutup skema gaji terakhir mereka untuk karyawan baru dan menggantinya dengan skema kontribusi yang baru serta modern, atau dengan memanfaatkan
undang-undang
pensiun
stakeholder
tahun
2001
yang
memberi
pertanggungan bagi karyawan di perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki pengaturan pensiun.40 Hingga saat ini, setidaknya ada empat model negara kesejahteraan yang masih beroperasi, yaitu:41 1. Model Universal Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai The Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark, dan Finlandia. Sebagai contoh negara kesejahteraan di Swedia sering dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial komprehensif kepada seluruh penduduknya. Negara kesejahteraan di Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan lebih maju daripada model di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. 2. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan 40
Vladimir Rys, Reinventing Social Security Worldwide: Back To Essentials, The Policy Press, University of Bristol, 2010, hlm.70-78. 41 Suharto, Edi. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, LSP Press, Bandung, 2005. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
100
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
oleh negara diberikan tertuama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model yang dianut oleh Jerman dan Austria ini sering disebut sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto Von Bismarck dari Jerman. 3. Model Residual Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi Amerika, Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada 3 elemen yang menandai model ini di Inggris: a. Jaminan standar minimum, termasuk pendapatan minimum; b. Perlindungan sosial pada saat munculnya resiko-resiko; dan c. Pemberian pelayanan sebaik mungkin. Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan elayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien. 4. Model Minimal Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (Spanyol, Italia, Chile, Brazil) dan Asia (Korea Selatan, Filipina, Srilanka, Indonesia). Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial, dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Di Indonesia, program jaminan sosial juga diinisiasi oleh pemerintah. Baik Askes bagi PNS/ Pensiunan PNS/TNI/Polri maupun Jamsostek dan juga Jamkesmas, merupakan implementasi kebijakan pemerintah mewujudkan kesejahteraan rakyat. Demikian juga SJSN, sebagai upaya perluasan cakupan kepesertaan dan peningkatan kualitas manfaat (benefit package) jaminan sosial. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
101
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Meskipun tidak mudah dan sering menimbulkan kritik bahkan kontroversi dan krisis, penyelenggaraan program jaminan sosial dinilai merupakan salah satu program yang strategis, baik dalam mewujudkan kesejahteraan maupun perekonomian. Sebab, setiap program jaminan sosial juga merupakan pemupukan dana/tabungan nasional yang ternyata sangat bermakna bagi perekonomian sebuah negara.42
42
Sulastomo, Op.Cit. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
102
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
SECTION II:
Implementasi Program Jaminan Pensiun: Tantangan & Kendala
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
103
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
BAB I 1 Juli 2015 Program Jaminan Pensiun Efektif Berlaku: Cukup Siapkah Kita?
A. Program Jaminan Pensiun di Dunia Secara umum reformasi jaminan sosial, khususnya jaminan pensiun di negara-negara berkembang dimulai sejak akhir abad 20, hanya negara-negara Amerika Latin seperti Peru, Mexico, Argentina,m Bolivia, Salvador, Uruguay, dan Columbia yang memulainya lebih awal. Di Indonesia sendiri tuntutan reformasi jaminan sosial muncul setelah krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998. Bank dunia pun telah menerbitkan dua literature penting berkenaan dengan model program pensiiun yang digunakan sebagai rujukan dalam melakukan reformasi jaminan sosial oleh banyak negara. Buku pertama berjudul “Averting The Old Age Crisis” diterbitkan pada tahun 1994 yang menawarkan dan merekomendasikan model pensiun multi pillar kepada seluruh negara di dunia. Buku kedua diterbitkan tahun 2005 dengan judul “Old-Age Income Support in the 21st Century: an international perspective on pension reform system dan reform.” Buku ini menjadi bahan diskusi yang sangat popular diantara para akademisi. Bank Dunia melalui bukunya yang berjudul “Averting The Old Age Crisis” (1994) dan“Old-Age Income Support in the 21st Century: an international perspective on pension reform system dan reform.” (2005), menawarkan dan merekomendasikan model pensiun multi pillar kepada seluruh negara di dunia. Dalam buku pertama, Bank Dunia menganjurkan pemerintah untuk mengganti skema yang ada dengan sistem tiga pilar yang memisahkan aspek tabungan, redistribusi dan asuransi sosial dan pengelolaannya dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda dan menekankan pengelolaan oleh pihak swasta. Berikut tiga pillar menurut Bank Dunia:
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
104
[The 3rd Industrial Relations 1.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Sistem kepesertaan wajib yang dibiayai oleh pajak yang dikelola oleh pemerintah. Memberikan jamiann perlindungan pensiun dalam jumlah yang minimum.
2.
Sistem kepesertaa wajib yang dibiayai oleh tabungan wajib yang dikelola swasta. Memberikan jaminan perlindungan pensiun dan jamiann hari tua pribadi.
3.
Sistem kepesertaan sukarela yang dibiayai secara pribadi yang dikelola oleh swasta. Memberikan manfaat perlindungan pensiun dan jamian hari tua yang lebih baik yang tentu saja dnegan pembiayaan yang lebih besar. Sistem tiga pilar seperti diatas bertujuan untuk mendiversikan risiko yang
akan dihadapi peserta, pekerja, dan pemberi kerja dapat memilih program pensiun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka masing-masing dan menekankan peranan swasta dalam pengelolaan program jaminan sosial. Kemudian tahun 2005, Bank Dunia merevisi dan melengkapi sistem tiga pilar tersebut menjadi sistem multi pilar yang lebih fleksibel sebagai respon terhadap kebutuhan dan kondisi yang berbeda dari setiap negara. Berikut multi pillar menurut Bank Dunia: 1.
Non Contibutory “Zero Pillar” Sosial pensiun yang dibiayai dan dikelola oleh pemeirntah untuk pengentasan kemiskinan dan memberikan perlindungan minimal bagi penduduk usia lanjut.
2.
A Mandatory “First Pillar” Pembiayaan melalui tebungan wajib untuk perlindungan pensiun dengan manfaat pasti yang bisanya menggunakan sistem pas-as-you-go (PYAG).
3.
A Mandatory “Second Pillar” Pembiayaan melalui tabungan wajib untuk jaminan hari tua dengan iuran pasti.
4.
A Voluntary “Thrid Pillar” Pillar ini memungkinkan bentuk perlindungan yang bervariasi dalam pembiayaan maupun pemberian manfaat hari tua dan pensiun.
5.
A Non Financial “Fourth Pillar” Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
105
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Memberikan perlindungan informal, bantuan financial maupun non-finansial, termasuk akses terhadap kesehatan dan perumahan. Berikut adalah sedikit informasi terkait dengan sistem jaminan pensiun yang diselenggarakan negara lain. 1. Negara Jerman Sistem Jaminan Pensiun di Jerman mengalami perombakan besar. Asuransi Purnakarya yang diatur oleh undang-undang tetap menjadi sumber pendapatan utama di hari tua, namun persiapan dana purnakarya oleh perusahaan atau perorangan semakin penting. Asuransi Punakarya adalah lembaga yang oleh undang-undang Jerman diberikan amanah untuk mengatur program Jaminan Hari Tua. Pembiayaannya didasarkan atas pola pembagian antarpeserta, yaitu iuran yang dibayar setiap bulan oleh para pekerja dan majikan dipakai untuk membayar uang purnakarya secara teratur kepada peserta asuransi yang sudah mencapai usia pensiun. Dengan menyetor iuran selama masa kerja aktif, peserta asuransi memperoleh hak penerimaan uang purnakarya atas nama sendiri. Dana untuk membayar uang purnakarya itu di masa depan harus dikumpulkan dari iuran generasi berikutnya. Di samping itu sistem jaminan hari tua didukung oleh tiang kedua dan ketiga berupa dan apersiapan hari tua yang disediakan oleh perusahaan atau yang dikumpulkan secara perseorangan. Dengan persayaratan tertentu jenis dana itu mendapat subsidi dari negara. Di dalam sistem pembiayaan dari asuransi wajib purnakarya, berlaku perjanjian antar generasi dimana berdasarkan pol apembagian diantara peserta asuransi, orang-orang yang bekerja sekarang membayar uang purnakarya bagi generasi pensiunan melalui iuran yang mereka setor, dengan mengharapkan bahwa generasi penerus nantinya akan membayar uang purnakarya bagi mereka pula.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
106
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
2. Negara Jepang43 Setiap orang yang tinggal di Jepang termasuk warga asing, yang berusia antara 20 hingga 59 tahun diwajibkan oleh Undang-undang untuk mendaftarkan diri dalam program Pensiun Nasional dan membayar premi asuransi pension. Program pensiun untuk publik diatur sedemikian rupa sehingga setiap generasi yang ada dalam masyarakat secara keseluruhan dapat memberikan dukungan santunan terhadap satu sama lain. Dalam program pensiun untuk publik, selain ditawarkan program Pensiun untuk Kaum Lanjut Usia (Rourei Nenkin) terdapat juga program Pensiun untuk Kaum Cacat (Shougai Nenkin) dan Pensiun untuk Keluarga Almarhum (Izoku Nenkin) apabila hal-hal yang tidak diinginkan ini terjadi. Dalam program Pensiun Nasional, pemerintah menanggung pembayaran sebagian dana pensiun yang akan diterima. -
Keanggotaan Program Pensiun Nasional dan Prosedur Pendaftaran Keanggotaan program Pensiun Nasional terbagi atas 3 Kategori dan prosedur pendaftaran adalah seperti yang dijelaskan berikut ini : a.
Anggota tertanggung asuransi Kategori 1 Mereka yang tinggal di Jepang, berusia antara 20 hingga 59 tahun dan tidak termasuk anggota tertanggung asuransi Kategori 2 atau Kategori 3. (1) Jika Anda adalah warga asing yang termasuk dalam asuransi
Kategori 1, setelah menyelesaikan pembuatan Kartu Penduduk (Juminhyou)
di
kantor
Kotamadya/Kota/Desa
maka
Anda
diharapkan untuk melakukan prosedur pendaftaran di loket Pensiun Nasional di kantor Kotamadya/Kota/Desa tersebut. (2) Meskipun
Anda
memperoleh
kewarganegaraan
Jepang
atau
mengalami naturalisasi, Anda tetap perlu melakukan prosedur pendaftaran. (3) Diharapkan untuk membayar premi asuransi sesuai dengan slip
pembayaran yang dikirimkan oleh The Japan Pension Service (JPS). b. 43
Anggota tertanggung asuransi Kategori 2
http://www.nenkin.go.jp/n/data/english/0000004250.pdf diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 17:50 WIB. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
107
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Mereka yang mendaftar dalam program Pensiun Kesejahteraan (Kousei Nenkin), dll. di perusahaan, di pabrik, dll. dimana mereka bekerja. (1) Karena prosedur pendaftaran dilakukan oleh pemilik usaha atau
pabrik, maka Anda sendiri tidak harus melakukan prosedur apapun. Untuk keterangan yang lebih terperinci, harap tanyakan kepada pihak perusahaan atau pabrik dimana Anda bekerja. (2) Premi asuransi akan diambilkan dari gaji Anda dan pemilik usaha
yang akan melakukan pembayaran. c.
Anggota tertanggung asuransi Kategori 3 Pasangan Suami/Isteri (tanggungan pasangan Suami/Isteri) yang berusia antara 20 hingga 59 tahun yang menjadi tanggungan daripada anggota tertanggung asuransi Kategori 2. (1) Prosedur pendaftaran dilengkapi melalui perusahaan tempat bekerja
anggota tertanggung asuransi Kategori 2. Untuk keterangan yang terperinci, harap tanyakan kepada pihak perusahaan atau pabrik dimana pasangan Anda bekerja. (2) Tidak
ada tanggungan pembayaran premi pensiun. Anggota
tertanggung
asuransi
Kategori
2
akan
menanggung
secara
keseluruhan. -
Buku Pedoman Pensiun Buku pedoman ini diperlukan sebagai tanda bukti diri ketika peserta menerima uang pensiun atau saat berkonsultasi. Karena buku pedoman tersebut berlaku hingga akhir masa keanggotaan maka harus disimpan di tempat yang aman. Jika buku pedoman ini hilang, maka anggota tertanggung asuransi Kategori 1 harus melakukan prosedur permohonan ke JPS Branch Office atau kantor Kotamadya/Kota/Daerah tempat tinggalnya. Untuk anggota tertanggung asuransi Kategori 2, harus melakukan prosedur ke JPS Branch Office atau melalui pemilik usaha tempatnya bekerja, sedangkan untuk anggota tertanggung asuransi Kategori 3, harus melakukan prosedur permohonan melalui pemilik usaha tempatnya bekerja.
-
Premi Asuransi Perbulan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
108
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Untuk bulan April 2013 hingga bulan Maret 2014 premi asuransi untuk program pensiun nasional perbulan adalah sebesar 15,040 Yen. Premi untuk setiap bulannya harus dilunasi sebelum akhir bulan berikutnya. Premi dapat dibayarkan secara tunai ke lembaga-lembaga keuangan yang ada seperti di Bank, Kantor Pos maupun toko-toko 24 jam (convenience store) yang melayani pembayaran tersebut. Selain itu juga, pembayaran dapat dilakukan melalui fasilitas Internet atau transfer otomatis dari rekening bank peserta. Ada juga program prabayar dimana bila peserta membayar premi di muka untuk suatu periode tertentu di masa mendatang, maka peserta tersebut dapat memperoleh diskon (potongan) premi. Selain itu, pembayaran di muka dengan cara transfer otomatis dari rekening Bank akan memperoleh diskon premi lebih banyak dibandingkan dengan pembayaran di muka dengan uang tunai. -
Jaminan Pensiun Bagi Peserta Kurang Mampu Bagi peserta yang kesulitan untuk membayar premi asuransi karena berbagai alasan seperti penghasilan yang kecil, dapat mengajukan permohonan pembebasan pembayaran premi ke kantor Kotamadya/Kota/Desa setempat. Apabila penghasilan peserta tahun sebelumnya diperiksa dan diakui oleh JPS Branch Office maka peserta akan memperoleh pembebasan pembayaran seluruh atau sebagian dari harga premi asuransi. Jenis Sistem Pembebasan Premi, jumlah premi asuransi maupun jumlah dana pensiun pokok bagi Kaum Lanjut Usia yang dikenakan selama periode pembebasan premi dibandingkan dengan periode pembayaran penuh premi, dll adalah sebagai berikut:
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
109
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
Jenis Sistem Pembebasan Premi
00125042015A
Jumlah Premi
Jumlah Dana
Asuransi
Pensiun Pokok Kaum Lanjut Usia
0 Yen
4/8
dari
3,760 Yen
5/8
Pembayaran setengah (1/2 dari preminya
7,520 Yen
6/8
11,280 Yen
7/8
0 Yen
0
0 Yen
0
Pembebasan Penuh Pembayaran
seperempat
(3/4
preminya dibebaskan)
dibebaskan) Pembayaran
tiga-perempat
(1/4
dari
preminya dibebaskan) Penundaan pembayaran premi bagi kaum usia muda Sistem pembayaran khusus bagi pelajar
Keterangan: a. Untuk pembayaran seperempat (1/4), pembayaran setengah (1/2) maupun pembayaran tiga perempat (3/4) dari premi, jika peserta gagal membayar sebagian dari premi-premi tersebut maka sistem pembebasan sebagian akan tidak berlaku dan peserta dianggap tidak melakukan pembayaran premi. Bila hal ini terjadi, peserta harus berhati-hati karena selain tidak akan dimasukkan dalam perhitungan pensiun pokok Kaum Lanjut Usia di masa depan, tetapi juga ada kemungkinan peserta tersebut tidak dapat menerima dana pensiun pokok bagi Kaum Cacat ataupun dana pensiun pokok bagi Keluarga Almarhum bila hal-hal yang tidak diinginkan ini terjadi. b. Sistem Penundaan Pembayaran untuk Kaum Muda Usia (Jakunensha Noufu Yuuyo Seido) dapat digunakan oleh mereka yang berusia di bawah 30 tahun. c. Sistem Pembayaran Khusus bagi Pelajar (Gakusei Noufu Tokurei Seido) dapat digunakan oleh pelajar. Kecuali untuk sebagian sekolah, institusiinstitusi pendidikan luar negeri yang berdiri di Jepang, sistem ini tidak dapat digunakan. Pelajar yang menjalani pendidikan untuk jangka pendek juga tidak memenuhi syarat. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
110
[The 3rd Industrial Relations -
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Tambahan Pembayaran Premi Mengenai
periode
otorisasi
dimana
Peserta
diizinkan
memperoleh
pembebasan penuh maupun pembayaran sebagian premi, dalam waktu 10 tahun peserta juga dapat membayar premi pensiun (pembayaran tambahan). Jika peserta tersebut menambah pembayaran, maka perhitungan dana pensiun pokok bagi Kaum Lanjut Usia di masa depan akan sama dengan kasus perhitungan bila premi asuransi dibayar penuh. Namun demikian, apabila pembayaran tambahan premi dilakukan sejak anggaran ketiga, dihitung dari tahun anggaran berikutnya sesudah tahun anggaran dimana otorisasi izin periode pembebasan pembayaran diterima, maka pada rata-rata premi pensiun saat itu akan ada jumlah tambahan tertentu. -
Jumlah Dana Pensiun Yang Disediakan Oleh Program Pensiun Nasional a. Pensiun Pokok bagi Kaum Lanjut Usia (Rourei Kiso Nenkin) Dana pensiun diberikan kepada mereka yang telah memenuhi persyaratan seperti telah membayar premi selama 25 tahun atau lebih, dan telah mencapai usia 65 tahun. Jumlah dana pensiun : 786,500 Yen (jumlah dana pensiun tahun anggaran 2013 bila telah membayar premi pensiun selama 40 tahun). b. Pensiun Pokok bagi Kaum Cacat (Shougai Kiso Nenkin) Dana pensiun diberikan kepada mereka yang menderita sakit pada hari pemeriksaan pertama atau mengalami cedera yang mengakibatkan cacat tingkat 1 atau tingkat 2 selama dia menjadi anggota program Pensiun Nasional. Jumlah dana pensiun : 983,100 Yen (jumlah dana pensiun untuk cacat tingkat 1 tahun anggaran 2013) atau 786,500 Yen (jumlah dana pensiun untuk cacat tingkat 2 tahun anggaran 2013). c.
Pensiun Pokok bagi Keluarga Almarhum (Izoku Kiso Nenkin) Jika seorang anggota program Pensiun Nasional meninggal dunia, maka keluarga yang disantuninya (isteri yang mempunyai anak, atau anakanaknya) akan menerima dana Pensiun pokok bagi Keluarga Almarhum.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
111
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Jumlah dana pensiun : 1,012,800 Yen (jumlah dana pensiun tahun anggaran 2013 yang diberikan kepada isteri dengan satu anak) (1) Untuk
sebagian periode dimana seseorang yang mengalami
naturalisasi (melepaskan kewarganegaraannya untuk mendapatkan kewarganegaraan Jepang) sebelum umur 65 tahun, atau seseorang yang mendapat izin tinggal permanen, dll. tetapi tidak berdomisili di Jepang, sejak 1 April 1961 hingga satu hari sebelum hari pemerolehan kewarganegaraan Jepang sepanjang masa usia 20 hingga 59 tahun akan termasuk dalam periode berhak menerima pembayaran pensiun 25 tahun, (atau disebut periode yang dapat digabungkan). Gabungan periode ini akan dimasukkan dalam perhitungan saat mempertimbangkan apakah gabungan periode ini memenuhi atau tidak memenuhi syarat periode untuk penerimaan pensiun pokok bagi kaum lanjut usia, tetapi periode ini tidak akan dijadikan sebagai dasar perhitungan jumlah dana pensiun pokok bagi kaum lanjut usia tersebut. (2)
Untuk menerima dana Pensiun Pokok bagi Kaum Cacat dan Pensiun
Pokok
bagi
Keluarga
Almarhum
ada
persyaratan
pembayaran lunas sejumlah premi tertentu, dan bila tidak memenuhi syarat tsb, maka tidak dapat menerima dana pensiun tersebut. -
Pembayaran Dana Pensiun Sekaligus Karena Pengunduran Diri Jika warga asing, yang telah memenuhi pembayaran dengan jumlah total periode pembayaran premi dll. (kecuali periode untuk Asuransi Kategori 2 dan Kategori 3) selama 6 bulan atau lebih, tetapi tidak memenuhi syarat periode penerimaan pensiun pokok bagi Kaum Lanjut Usia tidak lagi mempunyai alamat di Jepang, maka dia berhak menerima dana pensiun selama 2 tahun dengan mengajukan permohonan pengunduran diri. Jumlah dana tsb. ditentukan menurut jumlah bulan terpenuhinya pembayaran premi seperti yang diuraikan di sebelah kanan (jika pembayaran bulanan terakhir pada tahun 2013). Total periode pembayaran premi yang dipenuhi dihitung dengan cara berikut: Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
112
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Jumlah bulan pembayaran penuh + (jumlah bulan pembayaran 1/4) 1/4 + (jumlah bulan pembayaran 1/2) 1/2 + (jumlah bulan pembayaran 3/4) 3/4 Total Periode Pembayaran Premi Yang
Jumlah Yang diberikan
Dipenuhi 6 – 11 Bulan
44.940 Yen
12 – 17 Bulan
89.880 Yen
18 – 23 Bulan
134.820 Yen
24 – 29 Bulan
179.760 Yen
30 – 35 Bulan
224.700 Yen
36 Bulan atau lebih
269.640 Yen
3. Negara Korea Selatan Terkait dengan program jaminan pensiun,manfaat program jaminan pensiun di Korea Selatan bervariasi sesuai dengan lamanya mengiur yang diatur dengan formula tertentu dengan maksimum pensiun sebesar 60% dari upah terakhir untuk yang sudah mengiur selama 40 tahun. Selain pensiun karena mancapai usia pensiun, NPC juga membayarkan pensiun cacat, pensiun ahli waris, dan pembayaran lumpsum bagi peserta yang belum memilki masa kualifikasi pensiun (10 tahun). 4. Negara China Program pensiun di China memberikan manfaat berkala seumur hidup dengan kepesertaan wajib bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan 1 orang. Iuran program hari tua di China ditetapkan maksimal 20% dari upah yang menjadi beban perusahaan, kemudian pekerja diwajibkan mengikuti program tabungan wajib dengan iuran 8% upah.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
113
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
5. Negara Amerika Serikat Pada prinsipnya, sistem Jaminan Sosial di Amerika diselenggarakan dengan satu undang-undang dan diselenggarakan olah satu badan pemerintah (Social Security Administration). Dengan demikian, program Jaminan Sosial Amerika bersifat monopolistik dan mencakup jaminan hari tua dan jaminan kesehatan. Hanya saja, jaminan kesehatannya (Medicare) terbatas untuk penduduk berusia 65 tahun keatas atau yang menderita cacat tetap atau penderita sakit ginjal yang mematikan. Seluruh penduduk, apakah ia pegawai swasta maupun pegawai pemerintah harus masuk program jaminan sosial sehingga perpindahan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain atau dari satu negara bagian ke negara bagian lain tidak menjadi masalah. Untuk itu, setiap penduduk harus memiliki nomor jaminan sosial (9 digit) yang berlaku untuk segala macam urusan seperti sebagai nomor pajak, kartu SIM, bersekolah, menjadi nasabah bank, dan berbagai urusan kehidupan lainnya. Manfaat yang diberikan berupa jaminan pensiun yang dibayarkan menurut sistem pay as you go dimana iuran dibayarkan oleh tenaga kerja yang aktif bekerja dan pemberi kerja, sedangkan manfaat bagi pensiunan dibayarkan dari iuran tenaga kerja pada tahun yang sama. Artinya, pensiun bagi penduduk Amerika dibayar oleh tenaga kerja yang masih aktif, bukan dari tabungan pensiunan pada masa lalu. Begitu juga untuk jaminan cacad, pensiun ahli waris, dan Medicare. Jaminan pensiun diberikan berkaitan dengan tingkat penghasilan penduduk terakhir dan lamanya seorang penduduk mengiur. Besarnya pensiun yang menjadi hak setiap penduduk dapat dilihat dari Web yang setiap orang dapat menghitung atau melihat haknya setiap saat.
B. Mengenal Perjalanan Dana Pensiun di Indonesia Dana pensiun merupakan lembaga yang berasal dari sitem hukum Anglo Saxon. Ia berkembang di Indonesia seiring dengan berkembangnya bisnis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada saat itu timbul pemikiran untuk membentu
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
114
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
tabungan jangka panjang karyawan yang hasilnya akan dinikmati setelah pensiun. Penyelenggaraannya dilakukan dalam suatu program, yaitu program pensiun. Dana Pensiun, menurut sistem hukum Anglo Saxon, adalah dana yang sengaja dihimpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada karyawan pada saat mereka mencapai usia pensiun, meninggal dunia atau cacat.44 Dana tersebut kemudian dikelola oleh suatu lembaga yang disebut trust, sedangkan pengelolanya disebut trustee. Namun konsep trust ini tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Maka bentuk ini kemudian diadaptasi sehingga menjadi dana pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, industri Dana Pensiun terus tumbuh dan menunjukkan perannya dalam perekonomian Indonesia. Indikator pertumbuhan industri Dana Pensiun dapat terlihat dari pertumbuhan aset, investasi, dan peserta yang terus bertambah. Sepanjang 20 tahun ini, pemerintah terus berupaya untuk menumbuhkan industri dana pensiun, antara lain melalui penyusunan dan penyempurnaan berbagai pertumbuhan tersbeut, aset Dana Pensiun juga terus tumbuh dan berkembang. Namun demikian, peningkatan jumlah aset Dana Pensiiun masih belum mencapai hasi yang signifikan bila dibandingkan dnegan GDP Indonesia. Hal ini terlihat dari presentase aset Dana Pensiun terhadap GDP yang rata-rata hanya sekitar 2% sejak tahun 1997 sampai dengan 2011. Sebagai gambaran, di negara-negara maju seperti Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat aset Dana Penisun di tiga negara tersbeut memiliki proporsi yang sangat besar terhadap GDP, yaitu 88,68%; 64,66%; dan 72,67%. Namun tidak seperti di Indonesia, di negara-negara tersebut, Dana Pensiun sebagai suatu lembaga keuangan telah cukup lama berorientasi dan dikenal oleh warganya. Sementara itu di negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, proporsi aset Dana Penisun di kedua negara tersbeut terhadap GDPnya mencapai lebih dari 50%. Berbeda dengan Indonesia, di negara-negara tersbeut, program pensiiun merupakan program yang bersifat wajib dan harus diikuti oleh semua warganya. 44
A. Setiadi, Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hlm.4. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
115
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dana pensiun adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun, definisi tersebuut terdapat dua unsur penting, yaitu: 1. Dana pensiun menurut undang-undang adalah suatu badan hukum. 2. Dana pensiun menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Terdapat 3 (tiga) jenis Dana Pensiun, yaitu:45 1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku sendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. Hal ini terdapat dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.11 Tahun 1992. 2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menjelaskan bahwa Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. 3. Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan (DPBK) Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menjelaskan bahwa Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan (DPBK) adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.
45
Iman Sjahputra Tunggal, Tanya Jawab Aspek Hukum Dana Pensiun di Indonesia, Jakarta: Harvarindo, 1999, hlm.5. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
116
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Dalam memilih program pensiun haruslah sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan dan calon peserta. Ada 2 (dua) bentuk program pensiun, yaitu: 1. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.11 Tahun 1992 mengatur bahwa dalam program ini manfata pensiun yang ditetapkan lebih dahulu dengan besarnya gaji. Iuran tersebut dapat diubah-ubah berdasarkan perhitungan aktuaria dan hasil pengelolaan dananya. Namun demikian bagian iuran karyawan tetap diambil tetap, sedangkan iuran perusahaan saja yang berubah-ubah. 2. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 mengatur bahwa dalam program ini kewajiban membayar iuran dari pemberi kerja ataupun peserta telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kemampuan masing-masing pihak. Hal ini mengandung pengertian bahwa bagaimanapun keadaan perusahaan, maka iuran harus tetap dibayarkan pada Dana Pensiun sebesar yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut akan diuraikan perbedaan antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dari beberapa aspek, yaitu: 46
Program Pensiun Manfaat Pasti Program (PPMP)
Pensiun
Iuran
Pasti
(PPIP)
Manfaat Pensiun Ada kepastian besarnya manfaat Tidak pensiun
yang
akan
diperoleh pensiun
semenjak permulaan program.
ada
kepastian
yang
akan
manfaat diperoleh
(tergantung akumulasi dana).
Iuran Besar iuran tidak pasti dan harus Besar dihitung aktuaris.
iuran
kemampuan
dan
menyangkut persetujuan
semua pihak. Dana Awal 46
Ibid, hlm.15. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
117
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Tidak diperlukan dana awal dan Tidak diperlukan dana awal. harus dihitung aktuaris. Investasi Ada target manfaat.
Lebih berani dalam berinvestasi.
Kegagalan Investasi Resiko ada pada pemberi kerja.
Resiko ada pada peserta.
Penyelenggara Hanya dapat dilaksanakan oleh Dapat dilakukan baik oleh DPPK DPPK.
maupun DPLK (yang didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa).
Pengendalian Dana Pengendalian
dana
kelompok.
secara Pengendalian
perseorangan
(personal account).
Besarnya Iuran Besarnya iuran dibatasi Kekayaan Dibatasi
Tidak dibatasi
Besarnya Manfaat Pensiun Dibatasi
Tidak dibatasi
Penarikan Dana Dilarang, pensiun.
kecuali
pada
saat Diperbolehkan
sebatas
iuran
sendiri.
Program pensiun manfaat pasti yang selama ini telah berkembang di sejumlah negara industri dirasakan sudah tidak menarik lagi bagi banyak negara, khususnya negara berkembang. Secara global, keberadaan program pensiiun manfaat pasti kini sudah bergeser dan digantikan dengan program pensiiun iuran pasti. Pergeseran program pensiun ini tidak hanya terjadi di negara-negara Asia, tetapi juga terjadi di negara maju lainnya, seperti negara-negara di Eropa dan Amerika. Bahkan beberapa negara di kawasan Eropa Tengah dan Timur serta Asia telah terjadi Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
118
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
reformasi pensiun yang fundamental, seperti adanya program pensiun iuran pasti yang
bersifat wajib dan diikuti oleh semua warga. Diperkirakan, tingkat
pertumbuhan aset Dana Pensiiun di kawasan Eropa Tengah dan Timir tersebut mencapai 19% per tahun. Sedangkan di kawasan Asia, tingkat pertumbuhan tersebut diperkirakan mencapai 17% per tahun.
C. Program Baru Jaminan Pensiun dalam Tataran Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam rangka memenuhi amanat yang dibebankan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mewujudkan negara yang sejahteran dengan sistem jaminan sosial yang baik, maka melalui pengesahan UU SJSN telah ditetapkan bahwa Program Pensiun yang selama ini menjadi tanggung jawab dari PT. Taspen akan beralih menjadi tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan. Lebih dari itu, cakupan penerima jaminan pensiun pun diperluas: seluruh pekerja, meliputi pekerja/buruh tetap, pekerja/buruh tidak tetap, dan pekerja mandiri atau pekerja yang berusaha sendiri. Dalam kerangka program pensiun, jaminan pensiun berdasarkan UU SJSN diatur sebagai berikut: 1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan tabungan wajib; 2. Program ini berbentuk program pensiun manfaat pasti; 3. Iuran ditanggung bersama pemberi kerja dan pekerja; 4. BPJS melakukan penarikan iuran dan pembayaran manfaat pensiun. Dalam penjelasan umum UU SJSN disebutkan bahwa dengan adanya penyelenggaraan sistem jaminan sosial, termasuk penyelenggaraan program jaminan sosial, termasuk penyelenggaraan program Jaminan Pensiun, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap penduduk bila terjadi halhal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena memasuki usia lanjut atau pensiun. Dari perspektif Bank Dunia, penerapan Program Jaminan Pensiun di Indonesia telah mengikuti model mutli pillar Bank Dunia, yakni pillar pertama Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
119
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
melalui Jaminan Pensiun dengan manfaat pasti dan pilar ke dua melalui Jaminan Hari Tua dengan iuran pasti. Kedua program ini harus dilihat sebagai satu kesatuan dalam perlindungan hari tua, Program Jaminan Pensiun memberikan jaminan oenghasilan bulanan seumur hidup, dan jaminan hari tua memberikan likuiditas sata pensiiun dengan membayarkan manfaatnya secara sekaligus. Namun pemilihan sistem Pay As You Go (PAYG) dianggap terlalu rentan untuk digunakan di masyarakat yang menuju ageing population. Jika manfaat program terlalu besar maka tingkat iuran juga akna tinggi, sehingga hal ini akan menimbulkan sejumlah persoalan dan penolakan terhadap sistem ini, diantaranya adalah: -
Tingginya tingkat iuran dari upah akan langsung mengurangi penghasilan tenaga kerja sehingga selanjkutnya mungkin mereka akan menuntut upah yang lebih tinggi.
-
Biaya tenaga kerja merupakan penentu penting investasi asing langsung, sehingga akan mengurangi minat investasi.
-
Nilai manfaat program yang besar dapat menyisihkan program pensiun swasta dan produk asuransi swasta lainnya.
D. Babak Baru Program Jaminan Pensiun Oleh BPJS Ketenagakerjaan Wacana akan diterapkannya Program Jaminan Pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan bulan Juli mendatangkan merupakan sebuah kabar gembira bagi para pekerja swasta, khususnya pekerja yang tidak mendapat fasilitas jaminan pensiun dari perusahaannya dan pekerja sektor informal. Program Jaminan Pensiun yang diampu oleh BPJS Ketenagakerjaan dibagi menjadi dua berdasarkan masa kerja peserta, yaitu Jaminan Pensiun bagi pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari 15 tahun dan Jaminan Pensiun bagi pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 15 tahun. Pembedaan fasilitas yang ada mempertimbangkan beberapa aspek intuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak, antara lain, pada saat peserta kehilangan atau berkurang pekerjaannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
120
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Senyatanya Jaminan Pensiun dikatakan hanya berfokus pada perusahaan besar, sedangkan perusahaan kelas menengah kebawah belum diperlukan keikutsertaan Jaminan Pensiun. Meski demikian, implementasi Jaminan Pensiun tetap wajib bersifat menyeluruh kepada semua perusahaan meski hal itu dilaksanakan secara bertahap. Kebijakan ini merupakan angin segar bagi pekerja lantaran timbulnya kekhawatiran bahwa pekerja tidak dapat mengelola dana jaminan hari tua yang dimilikinya sehingga adanya income lain setiap bulan dengan nominal terukur di hari tua dari jaminan pensiun menjadi sebuah solusi. Ditengah kegembiraan para pekerja, timbul kekhawatiran dari sisi pengusaha. Bukan tanpa alasan, masalahnya walau akan efektif dilaksanakan pada bulan Juli 2015, sampai saat ini belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang berisi teknis pelaksanaan Program Jaminan Pensiun. RPP Jaminan Pensiun yang digadang-gadang akan selesai pada bulan Agustus 2014 pun hingga saat ini belum selesai digodok. Seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) seperti Pemerintah melalui OJK, dan BPJS Ketenagakerjaan, serta Apindo, Asosiasi DPLK, Asosiasi Dppk, dan Serikat Pekerja terus melaukan koordinasi dan harmonisasi terhadap berbagai peraturan yang ada agar tidak saling tumpang tindih, tidak merugikan iklim industri yang telah berkembang di Indonesia, dan yang terpenting tidak mengurangi manfaat maksimum pekerja/karyawan terkait dengan asa pensiunnya. Sampai saat ini, belum ditemukan titik temu win-win solution yang mengakomodir kepentingan semua pihak. RPP Jaminan Pensiun adalah dasar dari kekhawatiran Pengusaha lantaran isinya yang menimbulkan multi tafsir dan kesalahpahaman. Berdasarkan kegelisahan yang ada, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melalui Apindo Training Center melakukan riset terkait pelaksanaan Program Jaminan Pensiun yang akan dilaksanakan pada bulan Juli mendatang. Dengan berdasar pada data, survey, regulasi, dan analisis ditemukan beberapa hal yang menjadi penghalang bagi Program Jaminan Pensiun untuk dapat dilaksanakan. Hal-hal tersebut adalah:
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
121
[The 3rd Industrial Relations
1.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Review Premi pada RPP Jaminan Pensiun Hingga saat ini Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai hal teknis Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan belum tuntas, padahal pelaksanaan program jaminan pensiun itu sendiri akan efektif dilaksanakan mulai tanggal 1 Juli 2015. Perdebatan terkait besaran premi hingga kini menjadi salah satu persoalan mendasar belum selesainya PP tersebut. Pasalnya, usulan DJSN untuk besar premi sebesar 8% untuk tahap awal dan sebesar 15% untuk 15 tahun kedepan. Perhitungan ini didasari oleh salah satu klausa terkait besaran premi yang ada di dalam RPP yang menyatakan bahwa setiap tiga tahun sekali besaran premi akan dievaluasi dan mengalami kenaikan secara bertahap, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa tidak diatur dasar perhitungan dan kondisi-kondisi serta komponen penentu besarnya prosentase iuran, tentu besar kemungkinan besar iuran dapat meningkat sewaktu-waktu tanpa adanya kapasitas pengusaha untuk turut menentukan besarnya prosentase iuran. Hal ini akan membuat kestabilan bisnis menjadi sulit manakala kondisi perekonomian dan tingkat inflasi sedang tidak bersahabat ditambah dengan meningkatnya prosentase iuran jaminan pensiun yang harus dikeluarkan perusahaan. Pada dasarnya tentu besaran premi tidak akan memberatkan perusahaan skala sedang hingga besar, akan tetapi perusahaan dengan skala kecil dan mikro tentu akan sulit untuk menyesuaikan dengan kebijakan yang ada. Selain itu, besaran premi Program Jaminan Pensiun dinilai terlalu berat mengingat pertumbuhan ekonomi negara yang sedang tidak dapat dibilang berkembang dan baik, dan juga tuntutan lainnya yang akan berpengaruh kepada keadaan bisnis seperti melonjaknya upah minimum dan juga meningkatnya harga-harga bahan pokok.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
122
[The 3rd Industrial Relations 2.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Skema Jaminan Pensiun Manfaat jaminan pensiun dibagi dalam beberapa jenis dilihat dari status dan alasan pensiunnya, yaitu: a. Pensiun hari tua; Manfaat pensiun hari tua diterima oleh peserta yang telah memasuki masa pensiun yaitu 56 tahun, akan tetapi apabila yang bersangkutan tetap dipekerjakan pada usia tersebut maka pekerja dapat memilih untuk menerima manfaat pensiun pada saat berusia 56 tahun atau pada saat berhenti bekerja. b. Pensiun cacat; Manfaat pensiun cacat diterima oleh peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usai pensiun. c.
Pensiun janda atau duda; Manfaat pensiun janda atau duda diterima oleh janda atau duda ahlli waris peserta atau pensiunan hari tua atau pensiunan cacat yang meninggal.
d. Pensiun anak; Manfaat pensiun anak diterima oleh anak ahli waris dari peserta atau pensiunan hari tua atau pensiunan cacat yang meninggal dan tidak memiliki janda atau duda, atau diterima oleh anak ahli waris dari pensiunan janda atau duda yang meninggal dunia. e.
Pensiun orang tua bagi peserta lajang. Manfaat pensiun orang tua diterima oleh orang tua ahli waris peserta lajang yang meninggal dunia.
Bagi Peserta yang menerima manfaat pensiun hari tua, terdapat dua sistem manfaat yang diberikan dilihat dari jangka waktu iuran peserta, sebagaimana berikut: 1. Manfaat Berkala, dibayarkan kepada peserta secara bulanan apabila peserta telah mencapai usia pensiun dan memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
123
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
2. Manfaat sekaligus, dibayarkan kepada peserta apabila peserta telah mencapai usia pensiun akan tetappi memiliki masa iur kurang dari 180 (seratus delapan puluh) bulan. Dari jenis manfaat yang ada maka dapat dilihat bahwa bagi peserta yang memiliki mas iur kurang dari 180 bulan atau 15 tahun, pada saat memasuki usia pensiun akan mendapatkan jaminan pensiun secara sekaligus, sedangkan bagi peserta yang memiliki masa iur paling sedikit 180 bulan atau 15 tahun, pada saat memasuki masa pensiun akan mendapatkan jaminan pensiun setiap bulannya secara berkala dengan nominal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Konsep Jaminan Pensiun sebagaimana dijelaskan diatas dinilai tidak rasional, pasalnya sistem manfaat pasti dapat menimbulkan risiko finansial yang cukup besar bagi perusahaan dan pemerintah karena beberapa alasan. Pertama, dengan sistem tersebut nantinya akan ada beban yang harus ditunggung pengusaha setiap kali karyawan purna tugas, yaitu perusahaan harus merekrut beberapa pegawai baru untuk menanggung biaya pensiun pekerja lama. Kedua, dengan sistem manfaat pasti maka perusahaan harus memberikan kontribusi tambahan ke Program Jaminan Pensiun apabila program ini mengalami masalah defisit finansial yang cukup serius. Di dalam Program Jaminan Pensiun, kemungkinan timbulnya defisit cukup besar karena manfaat pensiun yang akan diberikan program ini cukup besar, yaitu minimum senilai 70% dari upah minimum regional (UMR) daerah setempat. Karena masih banyak pekerja Indonesia, terutama mereka yang bekerja di sektor informal, yang mempunyai pendapatan dibawah UMR, sebagian besar pekerja ini akan menerima pensiun dalam jumlah tersebut diatas. Dengan adanya jumlah kewajiban yang cukup besar, maka kemungkinan Program Jaminan Pensiun mengalami masalah keuangan di masa depan akan cukup besar pula. Selain itu, karena besar manfaat Program Jaminan Pensiun akan ditentukan oleh nilai UMR, maka akan muncul kemungkinan permintaan dari pekerja dan serikat pekerja kepada pemerintah dan pengusaha untuk menaikkan jumlah UMR agar pekerja dapat memperoleh jumlah manfaat pensiun lebih besar. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
124
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Apabila pemerintah memenuhi permintaan pekerja tersebut, maka pemerintah harus menanggung kewajiban pembayaran pensiun yang lebih besar di masa mendatang. Hal ini akan lebih membahayakan posisi dan kesinambungan fiskal pemerintah di masa depan. Beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah untuk membiayai program jaminan pensiun ini akan menggerus kekuatan fiskal. Sebab, porsi pekerja formal di Indonesia masih dibawah pekerja informal. Padahal seharusnya BPJS Ketenagakerjaan lebih banyak ditanggung pekerja sebuah perusahaan formal dan tergabung dengan Jamsostek. Tidak hapir pikir mengapa jenis manfaat pasti masih digunakan oleh pemerintah di tengah banyaknya hasil temuan riset yang membuktikan bahwa jaminan pensiun iuran pasti lebih membawa manfaat, baik untuk pekerja secara pribadi maupun untuk perekonomian negara. Salah satu contohnya adalah, program iuran pasti merupakan individual account, karenanya dana yang terdapat dalam account tersebut dapat dengan mudah dipindahkan dari satu pemberi kerja ke pemberi kerja lainnya. Pada program manfaat pasti, perubahan pekerjaan dapat menurunkan manfaat pensiun. Hal itu terjadi karena biasanya rumusan pensiun itu ditujuan bagi pekerja yang bekerja selama mungkin dengan perusahaan. Ini adalah salah satu motif utama program pensiun manfaat pasti dalam mempertahankan pekerja selama mungkin sehingga untuk itulah ia perlu diberi penghargaan. Namun kondisi yang terjadi tidaklah demikian. Saat ini, mobilitas pekerjaan semakin meningkat. Karen aitu, penurunan manfaat akibat perpindahan pekerjaan ini jelas sangat merugikan bagi pekerja. Akibatnya program pensiun iuran pasti menjadi lebih menguntungkan bagi pekerja yang mobile. Dari sisi pemberi kerja, pola pendanaan dalam program pensiun iuran pasti lebih mudah untuk diperhitungkan. Hal tersebut disebabkan karena risiko adanya dan atambahan yang harus disetor oleh pemberi kerja sebagai akibat kerugian investasi atau adanya pensiunan yang hidup ebih lama dari yang diasumsikan dalam tabel mortalita, dapat dihindari oleh pemberi kerja.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
125
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Saat ini pun, tren pengelolaan perusahaan juga tengah mengalami pergeseran, yaitu dari skala besar menjadi skala kecil. Dengan kondisi perusahaan berskala kecil itu, program iuran pasti memang sesuai dengan dibandingkan dengan program pensiun iuran pasti di negara-negara Asia pada umumnya memiliki perusahaan berskala kecil, lebih berkembang daripada program pensiun manfaat pasti.47 Selain itu, RPP Jaminan Pensiun juga kurang memperhatikan fakta bahwa penduduk Indonesia akan menua secara drastis dalam beberapa dekade mendatang. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia usia 55 tahun ke atas akan meningkat dari 10% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2000 (kira-kira 23 juta orang) menjaid sekitar 30% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2050 (kira-kira 100 juta orang). Pada saat yang sama, penduduk Indonesia berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dengan drastis, yaitu dari 10 juta penduduk pada tahun 2000 (4,5% dari seluruh penduduk Indonesia) menjadi 60,5 juta penduduk pada tahun 2050 (sekitar 18% dari seluruh penduduk Indonesia). Dengan peningkatan jumlah penduduk seperti ini, kelompok penduduk lanjut usia di Indonesia akan semakin menjadi beban yang besar untuk keluarga Indonesia, juga bagi para pembayar pajak, pada tahun 2050.48 Kombinasi faktor usia yang cukup rendah (55 tahun), jumlah waktu kerja yang relatif singkat untuk berhak mendapat pensiun penuh (15 tahun) dan populasi yang menua dengan cukup drastis, merupakan situasi yang kurang menguntungkan program pensiun publik manapun, dan dikhawatirkan Program Jaminan Pensiun akan mengalami nasib sama dengan program pensiun publik lainnya di dunia, yaitu secara finansial menjadi tidak berkesinambungan. Usaha-usaha untuk memperbaiki masalah ini, misalnya dengan menaikkan iuran atau mengurangi besar manfaat program, hanyalah
47
Laporan tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun http://www.bapepam.go.id/dana_pensiun/publikasi_dp/annual_report_dp/Laptah2011/Lap-Tahunan-Dapen2011.pdf diakses pada tanggal 23 April 2015 pukul 19:43 WIB. 48 Alex Arifianto, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia: Sebuah Analisis Atas Rancangan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, 2004, hlm.30. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
126
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
merupakan perbaikan sementara yang hanya akan membuat program Jaminan Pensiun semakin kurang diminati peserta. Pada kahirnya program ini akan bangkrut dan menjadi kewajiban finansial yang besar bagi pemerintah dan perusahaan, serta menyebabkan hilangnya pendapatan hari tua pekerja. Pengalaman dari negara berkembang lain, misalnya contohnya Filipina, menunjukkan bahwa jumlah kewajiban dana jaminan sosial untuk pensiun dapat sangat besar. Di Filipina, jumlah pensiunan baru yang berhak menerima pensiun meningkat lebih dari dua kali lipat selama tahun 1990an. Akibatnya, nilai dana jaminan sosial pemerintah Filipina menurun secara drastis, sehingga diramalkan bahwa dana tersebut akan habis dipergunakan (dengan kata lain bangkrut) untuk membayar pensiun peserta pada tahun 2015. Apabila ini terjadi, program jaminan sosial di Filipina akan mengalami masalah keuangan cukup serius. Diramalkan bahwa kenaikan kewajiban pensiun ini telah menaikkan nilai hutang pemerintah di masa depan sebesar US$ 21 milyar (sekitar Rp200 trilyun) (Capulong). Kita dapat melihat bahwa apabila situasi yang sama terjadi di Indonesia yang mempunyai penduduk tiga kali lebih besar daripada Filipina, pemerintah (dan pada akhirnya seluruh rakyat Indonesia) harus membayar hutang baru dalam jumlah cukup besar, diperkirakan empat kali lebih besar daripada hutang program jaminan sosial pensiun di Filipina (sekitar US$ 63 milyar atau Rp598 trilyun. Saat ini Indonesia sudah mempunyai hutang publik yang jumlahnya cukup besar, yaitu diperkirakan sekitar US$ 136 milyar atau Rp1,292 trilyun pada bulan Maret 2004) (“Central Bank”), maka negara ini tidak akan sanggup menanggung hutang baru sebesar Rp598 trilyun, di atas hutang yang sudah ada sekarang.49 Dengan besarnya perbandingan akan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dibanding dengan manfaat sesungguhnya, skema yang ditawarkan Jaminan Pensiun menjadi riskan untuk dilakukan.
49
Ibid. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
127
[The 3rd Industrial Relations 3.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Review Kepesertaan a. Sektor Informal Hakikatnya, peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah seluruh pekerja penerima upah, baik yang bekerja pada sektor formal maupun informal, sehingga dapat diasumsikan bahwa hal yang sama akan berlaku pula pada ketentuan Program Jaminan Pensiun yang diadakan BPJS Ketenagkerjaan. Akan tetapi RPP Jaminan Pensiun menjelaskan bahwa peserta Program Jaminan Pensiun adalah: 1. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara; dan 2. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara. Dengan demikian maka dipertanyakan posisi pekerja informal dalam program ini. Padahal kebutuhan pekerja sebenarnya sama saja, mereka memerlukan jaminan penghasilan ketika memasuki usia tidak produktif. Hal ini cukup mengherankan mengingat pada kenyataannya pekerja sektor informal justru lebih banyak dibandingkan dnegan sektor formal. Mengingat perubahan struktur demografi Indonesia yang menunjukkan jumlah usia produktif yang terus meningkat dan jika pemeirntah gagal menyediakan lapangan kerja yang cukup besar, maka akan semakin banyak tenaga kerja masuk ke dalam sektor informal. Bilamana pekerja informal tidak tercakup, maka tentunya ketentuan dalam program Jaminan Pensiun tidak sejalan dengan spirit BPJS Ketenagakerjaan yang ingin mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui SJSN. b. Pendaftaran Kepesertaan Program Jaminan Pensiun, pemberi kerja berkewajiban untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta sesuai dengan penahapan kepesertaan. Dalam hal pemberi kerja nyata-nyata lalai untuk mendaftarkan pekerjanya, maka pekerja yang bersangkutan dapat mendaftarkan dirinya sendiri kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan catatan bahwa kepesertaannya akan menjadi efektif setalah iurannya dibayar lunas oleh pemberi kerja. Sementara terkait
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
128
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
dengan tata cara pendaftaran lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Menteri. Ketentuan telah mengatur wajibnya pemberi kerja untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya, akan tetapi tidak diatur secara rigit apa saja resiko yang dapat terjadi dan juga sanksi yang dijatuhkan kepada pengusaha yang lalai untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Jaminan Pensiun. Lemahnya Law Enforcement dalam Program Jaminan Pensiun dari aparat pemerintah terkait dengan bidang ketenagakerjaan maupun aparat penegak hukum lainnya, ditambah lagi sosialisasi yang kurang gencar akan mengakibatkan rendahnya partisipasi perusahaan dan pekerja dalam Program Jaminan Pensiun. Di pihak lain, kurangnya kesadaran untuk mengikuti Program Jaminan Pensiun sangat umum terjadi pada pekerja dan pemberi kerja. Mengapa sejumlah pekerja dan pemberi kerja menolak berpartisipasi pada sistem pensiun? Dari sisi pemberi kerja, mereka tidak mendaftarkan tenaga kerja dan menolak berpartisipasi untuk menghindari besarnya iuran bagi pekerjanya. Dari sisi pekerja, sejumpah pekerja tidak menyadari pentingnya menjadi peserta jaminan sosial. Biasanya mereka lebih memilih untuk mendapatkan uang tunai secara langsung. Terutama bagi pekerja dengan upah rendah akan menolak menjadi peserta jamiann sosial karena adanya pemotongan upah untuk iuran Jaminan Pensiun. Pengurangan jumlah upah setiap bulannya dianggap menjadi beban bagi mereka. c. Masa Iur Tidak habis permasalahan yang ada, dalam sistem Jaminan Pensiun diterapkan adanya pilihan bagi peserta yang memasuki usia pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun, yaitu untuk menerima manfaat langsung atau melanjutkan iuran hingga 15 tahun untuk mendapat manfaat berkala, maka timbullah suatu pertanyaan: pilihan tersebut ditentukan di awal pendaftaran atau di akhir kepesertaan? Bilamana pilihan ditentukan di awal, akan ada banyak kemungkinan yang tidak diinginkan kedepannya seperti ternyata pekerja yang bersangkutan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
129
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
tidak dapat mengiur setelah usia pensiunnya karena alasan tertentu sehingga tidak dapat mendapat manfaat berkala sebagaimana yang ia inginkan. Apakah pekerja dapat mengubah pilihannya sewaktu-waktu? Karena harus diakui bahwa apapun pilihan yang diambil oleh pekerja jaminan pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun akan mempengaruhi stabilitas cash flow program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Adanya pilihan yang ditentukan mendadak untuk tiba-tiba memilih menggunakan manfaat sekaligus atau manfaat berkala tentu akan mempengaruhi avalaibilitas dana yang miliki BPJS Ketenagakerjaan. Permasalahan lain terkait kepesertaan Jaminan Pensiun adalah adanya kebijakan dalam UU SJSN (Pasal 41) yang membatasi penerima manfaat pensiun berkala hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun atau lebih. Apabila usia pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang berusia 45 tahun atau lebih pada saat implementasinya tidak akan menerima manfaat pensiun berkala, tetapi hanya menerima pengembalian iurannya beserta hasil pengembangannya. Tidak jelas akhiran “nya” dari kata “iurannya”, apakah termasuk iuran pemberi kerja atau tidak. Pembatasan masa iiuran 15 tahun dapat mempengaruhi tingkat partisipasi peserta kelompok ini dan menjadi rancu dengan progran Jaminan Hari Tua yang ada
(yang
juga
merupakan
pengembalian
iuran
beserta
hasil
pengembangannya). Selain itu, kelompok pekerja yang pada saat diberlakukan Jaminan Pensiun pada Juli 2015 berusia 45 tahun atau lebih dan yang telah menjadi peserta jaminan kesehatan nasional, mungkin akan menghadapi kesulitan untuk dapat terus membayar iuran jaminan kesehatan nasional karena tidak menerima manfaat pensiun akibat adanya pembatasan 15 tahun masa iuran tersebut.50 Menurut sensus penduduk 2010, BPS edisi 40, bulan September 2013, terdapat lebih kurang 18 juta penduduk yang berusia 60 tahun ke atas dan lebih kurang 34 juta penduduk berusia antara 45-59 tahun. Dari total 52 juta penduduk ini, hanya ada sekitar 2 juta orang yang memiliki program 50
Steven Tanner, Dayamandiri Dharmakonsilindo, SJSN: Jaminan Pensiun Sebuah Catatan, hlm.15. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
130
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pensiun (pensiunan PNS, BUMN, Swasta), sisanya tidak akan memperoleh manfaat pensiun berkala. Dengan adanya pembatasan 15 tahun masa iuran ini, berarti peserta pertama yang akan menerima manfaat pensiun baru terjadi pada Juli 2030. Selama 15 tahun penundaan, BPJS Ketenagakerjaan semata-mata hanya mengumpulkan iuran dan sama sekali tidak memberi nilai tambah kepada peserta atau penduduk secara keseluruhan.51
4.
Mekanisme Overlap a. Overlap DPLK/DPPK Dengan Program Jaminan Pensiun Pelaksanaan program pensiun yang bersifat wajib, secara otomatis akan mempengaruhi struktur dan tingkat biaya bagi pemberi kerja. Adanya tambahan biaya tersebut dapat menyebabkan pemberi kerja bereaksi dengan menata ulang program kesejahteraan yang disediakan bagi karyawannya untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut. Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 mengenai Dana Pensiun, Indonesia mengenal 3 jenis Dana Pensiun akan tetapi hanya 2 jenis yang berlaku, yaitu: 1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Dana pensiun yang dibentuk dan dikelola oleh perusahaan pemberi kerja dan memberi program pensiun manfaat pasti dan iuran yang pasti bagi seluruh karyawan. 2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Dana pensiun yang didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa bagi masyarakat umum, baik karyawan maupun pekerja mandiri. Dengan adanya peraturan yang mengatur mengenai jaminan pensiun, maka tidak sedikit perusahaan yang telah memberikan fasilitas jaminan
51
Ibid. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
131
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pensiun kepada karyawannya, baik melalui DPPK ataupun DPLK. Dengan hadirnya Program Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan yang mewajibkan seluruh pekerja untuk terdaftar, maka muncul suatu pertanyaan: bagaimana nasib perusahaan yang telah memiliki program dana pensiunnya sendiri? Hingga saat ini BPJS Ketenagakerjaan belum dapat memberikan jawabannya akan pertanyaan tersebut, dan sampai saat ini pun belum ada peraturan yang mengatur lebih lanjut terkait sinkronisasi Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dengan DPPK/DPLK. Jikalau memang tidak ada sinkronisasi diantara dua lembaga tersebut maka tentunya perusahaan diwajibkan untuk double membayar iuran: iuran BPJS Ketenagakerjaan dan iuran DPPK/DPLK. Karenanya, sinkronisasi terhadap pengaturan sistem pensiun secara menyeluruh merupakan suatu keharusan agar program yang dijalankan berdampak positif bagi masyarakat.
b. Overlap Program Jaminan Pensiun dengan Program Wajib Lainnya Terdapat beberapa program kesejahteraan pekerja di Indonesia yang sifatnya wajib yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda dan dianggap saling tumpang tindih. Program-program wajib ini adalah Jaminan Hari Tua (JHT) dan ketentuan pesangon sesuai UndangUndang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebenaranya, JHT dan Pesangon dapat dianggap sebagai sistem yang berada pada lapisan second-tier, dan Jaminan Pensiun berada pada lapisan first-tier sebagai manfaat dasar yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Beberapa pihak beragumen bahwa Jaminan Hari Tua dan Pesangon tidak dapat dicampuradukkan dengan Jaminan Pensiun, karena imbalan Jaminan Hari Tua dan Pesangon dibayarkan sekaligus. Sementara pihak lain berpendapat, walaupun pembayaran Jaminan Hari Tua dan Pesangon
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
132
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
dilakukan secara sekaligus, keduanya harus diperhitungkan sebagai bagian dari Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP).52
5.
Risk & Impact Dengan Peraturan Pemerintah yang tak kunjung keluar, RPP yang isinya tidak kunjung selesai digodok, serta sosialisasi yang sangat minim, tentunya menjadi riskan bagi Pengusaha untuk dapat menjalankan Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan tanggal 1 Juli 2015 mendatang. Walaupun niat dan spritinya baik, akan tetapi apabila tidak ada kesiapan dari segi sistem dan regulasi yang kuat maka tentunya pelaksanaan program apapun, dengan spirit apapun, akan gagal dan tidak akan tersampaikan maksud baik yang dimaksud. Berikut adalah resiko-resiko yang mungkin timbul dalam jalannya pelaksanaan Program Jaminan Pensiun: 1.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya terkait overlap antara Jaminan Pensiun yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dengan program pensiun yang diselenggarakan oleh DPPK/DPLK, dimana sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur sedikitpun hal terkait harmonisasi penyelenggaraan Program Pensiun Wajib oleh BPJS Ketenagakerjaan
dengan
DPPK/DPLK,
akan
memunculkan
kemungkinan bahwa perusahaan harus membayar premi ganda untuk masing-maisng program yang perusahaan ikuti, baik kepada BPJS Ketenagakerjaan
dan
kepada
DPPK/DPLK,
sehingga
akan
menimbulkan lonjakan pengeluaran yang besar dari segi employee cost. 2.
Tingginya tingkat resistensi atas pelaksanaan Jaminan Pensiun, khususnya dari pihak pemberi kerja akan menimbulkan gejolak dalam hubungan industrial, atau bahkan akan berakibat pada merosotnya keadaan ekonomi di Indonesia. Apabila dilaksanakan pun, dengan sistem yang keadaan masih seperti saat ini dimana sistem Jaminan
52
Ibid, hlm.17. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
133
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Pensiun cukup buruk dan tidak ada regulasi sebagai payung yang memuat
kepentingan
para
stakeholder
secara
seimbang
akan
memunculkan gejolak pula: akan banyak perusahaan yang karena beratnya biaya iur dan juga melakukan double cost kepesertaan akan memilih untuk memotong employee cost yang tinggi dengan mengurangi jumlah karyawannya sceara besar-besaran, atau jika tidak, mau tidak mau, tidak dapat dihindari, keadaan bisnis perusahaan akan terganggu dan hal tersebut akan berpengaruh pada keadaan perekonomian negara. 3.
Telah diatur bahwa ada sanksi pidana bagi pelaku usaha yang tidak memberikan Program Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan kepada karyawannya. Sayangnya, dari hasil terkahir RPP terkait Jaminan Pensiun yang ada, sanksi tersebut seperti macan tak bertaring karena tidak dijelaskan sanksi konkrit bagi pihak yang tidak memberikan Program Jaminan Pensiun kepada karyawannya. Jikalau memang ada, maka secara terpaksa, baik perusahaan dengan skala besar sampai usaha skala mikro akan menjalankan peraturan yang sama dengan standar yang sama. Tentu dapat dibayangkan apa yang akan terjadi kemudian: tingkat pengangguran meingkat tajam dan perekonomian negara akan jatuh bebas.
6.
Pentahapan Implementasi Berdasarkan hasil riset dan pertimbangan-pertimbangan yang ada, ada beberapa opsi yang dapat dilakukan agar Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran sesuai dnegan spiritnya. Opsi-opsi tersebut adalah: 1.
Pentahapan atas implementasi Jaminan Pensiun paling lambat pada tahun 2019. Pelaksanaan Jaminan Pensiun pada tanggal 1 Juli 2015 mendatang merupakan program prematur dimana baik tidak ada kesiapan baik dari sistem ataupun dari pihak penyelenggaranya. Sehingga dengan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
134
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
menunda waktu pelaksanaan Program Jaminan Pensiun hingga tahun 2019 sebagaimana telah ditetapkan pada awalnya, akan memberikan sedikit
waktu
bagi
Pemerintah
untuk
mempersiapkan
dan
mematangkan sistem pelaksanaan, serta bagi Pengusaha sebagai pihak yang akan turut mengiur untuk mempersiapkan perusahaannya agar ketika nanyi program berlangsung tidak akan mempengaruhi keadaan bisnis yang telah berkembang. 2.
Pentahapan terkait dengan besar kecilnya perusahaan sebagai peserta Jaminan Pensiun. Sistem Jaminan Pensiun saat ini yang mewajibkan seluruh perusahaan baik dengan skala besar hingga skala mikro, serta menyamaratakan besar premi yang harus dibayar adalah kebijakan yang tidak dewasa. Mengingat Indonesia sebagai negara besar yang sedang berkembang dengan beragamnya jenis usaha, rumitnya hubungan industrial yang ada, dan fokus pemerintah untuk meningkatkan kondisi perekonomian negara, seharusnya Program Jaminan Pensiun dilaksanakan secara bertahap dimana dilaksanakan terlebih dahulu kepada Perusahaan dengan skala menengah-besar, lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan oleh usaha skala kecil-mikro setelah pelaksanaan Program Jaminan Pensiun oleh perusahaan sedang-besar telah berjalan dengan baik.
3.
Pentahapan terkait kriteria perusahaan yang akan menjadi anggota Jaminan Pensiun. Besarnya kemungkinan doble cost yang akan dikeluarkan perusahaan yang menjadi peserta dana pensiun DPLK/DPPK apabila Program Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan akan benar-benar mempengaruhi stabilitas bisnis perusahaan, bahkan negara. Oleh karena itu, seharusnya program jaminan pensiun dapat diliaksanakan khusus perusahaan-perusahaan yang bukan merupakan peserta dana pensiun DPLK/DPPK sehingga tidak ada perusahaan yang double cost.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
135
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Agar tujuan mulia penyelenggaraan program jaminan penisun SJSN tercapai secara optimal, maka implementasinya harus disikapi secara beojaksana dengan mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan nasional lainnya. Slaah satunya adalah dengan memperhatikan sistem penyelenggaraan program pensiun yang telah ada saat ini yang didasarkan pada UU Dana Penisun. Pelaksanaan program jaminan pensiun SJSN yang bersifat wajib, secara otomatis akan mempengaruhi sturktur dan tingkat biaya bagi pemberi kerja. Walaupun di sisi lain program ini juga akna membangun kekuatan ekonomi nasional dan hasil
pemupukan dananya. Adanya
tambahan biaya tersbeut dapat
menyebabkan pemberi kerja bereaksi dengan menata ulang program kesejahteraan yang disediakan bagi karyawannya untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut. Dalam konteks tersebut, bagi pemberi kerja yang sebelumnya telah memiliki program pensiun sukarela
akan sangat mungkin mengakhiri program
pensiunnya demi memenuhi kewajiban mengikuti program pensiun SJSN. Padahal, bisa jadi program pensiun yang dimiliki saat ini memberikan manfaat pensiun yang lebih baik bagi karyawannya. Karenanya, harmonisasi terhadap pengaturan sistem pensiun secara menyeluruh merupakan suatu keharusan agar program yang dijalankan berdampak positif bagi seluruh masyarakat.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
136
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
OPPORTUNITY
Saat ini Indonesia telah mencapai tahap yang sangat penting di dalam usaha untuk memberikan manfaat jaminan sosial kepada seluruh pekerjanya dan dalam mereformasi sistem jaminan nasionalnya sehingga sistem tersebut dapat bekerja lebih baik untuk pekerja yang menjadi peserta sistem tersebut. Akan tetapi sistem jaminan sosial yang ada, terlebih sistem jaminan pensiun yang rencananya akan dilaksanakan efektif pada tanggal 1 Juli mendatang dinilai masih jauh dari kata siap, baik dari segi kesiapan mental penanggung jawab dan pihak-pihak terkait, segi regulasi, dan juga kemantapan sistem yang akan dilaksanakan. Berkaca pada kenyataan yang ada, karena masih banyak sistem dari jaminan pensiun yang harus dibenahi bersama, Apindo menilai bahwa masa berlaku program jaminan pensiun harus ditunda demi kemaslahatan bersama. Pasalnya, ketidaksiapan program jaminan pensiun ini akan berdampak sistemik dan domino yang berujung pada memburuknya kesinambungan fiskal pemerintah. Program ini pun juga tidak mempertimbangkan proyeksi penuaan penduduk Indonesia dalam waktu dekat yang akan menambah beban fiskal pemerintah, dan juga tidak mempertimbangkan kemungkinan tata kelola program yang lemah. Faktor-faktor tersebut akan membahayakan prospek hari tua pekerja, dan kemungkinan akan membawa mereka ke jurang kemiskinan pada saat mereka mencapai usia pensiun. Sistem Jaminan Pensiun seharusnya berfungsi secara berkelanjutan sebagai tabungan, redistribusi, dan instrumen asuransi. Disamping itu, seharusnya sistem jaminan pensiun yang spiritnya adalah sebagai dasar dari penghasilan rakyat di usia tidak produktif seharusnya tidak pula membebankan pihak lain, yang dalam hal ini adalah perusahaan. Spirit yang baik dan konsep perbaikan yaitu memperluas jangkauan sistem pensiun, baik kepada pekerja sektor formal maupun sektor informal di Indonesia, seharusnya juga diimbangi oleh tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mereformasi sistem tersebut dengan mengembangkan kompetensi dan mengundang partisipasi sektor swasta untuk ikut membantu pengadaan jaminan pensiun. Apabila hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
137
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
kita patut berharap bahwa bangsa Indonesia akan menjadi sebah bangsa yang bahagia dan sejahtera sepertu yang telah dicita-citakan oleh para pendiri negara pada saat negara ini diproklamasikan. Note : fakta fakta tentang jaminan pensiun dan penutup
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
138
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
INITIATIVES DAN ACTION PLANS
A. Initiatives Melihat perkembangan dan juga pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan terhadap situasi ketenagakerjaan dan bisnis yang ada di lapangan, dapat dilihat bahwa permasalahan inti yang ada adalah tidak adanya sistem yang baik dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan sehingga hal tersebut berpengaruh kepada kondisi hubungan industrial dan stabilitas bisnis yang ada di perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi pelaksaan BPJS Ketenagakerjaan dengan keadaan hubungan industrial di Indonesia sehingga tujuan BPJS Ketenagakerjaan dapat tercapai tanpa berpengaruh kepada kondisi hubungan industrial dan stabilitas bisnis.
B. Action Plans 1. Menunda masa pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Juli mendatang. 2. Melakukan harmonisasi dan merumuskan bersama isi RPP Jaminan Pensiun bersama seluruh pihak terkait agar isinya mengakomodir kepentingan seluruh pihak. 3. Melakukan sosialisasi segala hal yang dibutuhkan guna kelancaran pelaksanaan Program Jaminan Pensiun baik oleh BPJS Ketenagakerjaan, Pengusaha, ataupun pihak-pihak lain yang terkait. Dengan adanya sosialisasi diharapkan semua aspek masyarakat dapat mengerti dan memahami tujuan besar BPJS Ketenagakerjaan serta manfaat yang menyertainya sehingga timbul perasaan tulus untuk mendukung dan berjuang keberlangsungan sistem jaminan sosial tersebut. 4. Menyamakan persepsi seluruh lapisan masyarakat terkait dengan pentingnya jaminan sosial bagi rakyat dan negara Indonesia sehingga tingkat konflik dapat terminimalisir. 5. Mengawal dan mengontrol pelaksanaan sistem jaminan pensiun yang diampu oleh BJPS Ketenagakerjaan, dari tahap perancangan hingga tahap implementasi. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
139
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
6. Berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan terkait update sistem jaminan sosial dan juga perkembangan bisnis serta hubungan industrial yang ada di lapangan. 7. Melakukan benchmark dan sharing dengan perusahaan lain terkait dengan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan di perusahaan.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
140
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
ANALISA PELAKSANAAN JAMINAN PENSIUN INDONESIA
A. Latar belakang Undang-undang No. 40 Tahun 2004 merupakan payung hukum atas pelaksanaan sistem perlindungan sosial di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut mencantumkan struktur dasar sistem jaminan sosial yang telah direformasi, namun tidak secara spesifik menetapkan besarnya manfaat dan tingkat konstribusi untuk masing-masing jenis jaminan. BPJS Ketenagakerjaan yang lahir atas dasar Undang-undang No. 24 Tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, mencantumkan lima program yang empat diantaranya merupakan lanjutan dari program Jamsostek, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kesehatan, Jaminan Kematian, dan salah satunya yang merupakan program baru yaitu Jaminan Pensiun. Jaminan pensiun sendiri akan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2015 dan merupakan program wajib untuk seluruh pekerja di Indonesia dengan membayar iuran setiap bulannya dan pada akhirnya akan mengubah paradigm masyarakat bahwa pekerja dalam sektor formal dan informal akan mendapatkan perlindungan berupa dana pensiun. Rancangan Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar atas pelaksanaan jaminan pensiun ini belum mencapai kata final, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi semua kalangan. Apindo Training Center dibawah DPN Apindo sangat concern mengenai hal ini membuat kajian mengenai implementasi jaminan pensiun di Perusahaan. mendasar pada diskusidiskusi terbatas yang membahas mengenai jaminan pensiun ini ternyata banyak perusahaan yang belum terlalu concern mengenai program ini. Sehingga kami membuat survey dengan tujuan memetakan seberapa banyak perusahaan dan pekerja yang sudah mengetahui mengenai jaminan pensiun ini dan memahami dengan lebih dalam atas pelaksanaan jaminan pensiun.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
141
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
B. Tujuan Concern DPN Apindo atas pelaksanaan jaminan pensiun yang meliputi pada tahapan sosialisasi program jaminan pensiun, manfaat jaminan pensiun dan implikasi terhadap premi, overlap, beban cost, dan skema jaminan pensiun 15 tahun mendatang membuat Apindo Training Center dibawah DPN Apindo mengkaji berdasarkan data survey. Data survey ini ditujukan kepada seluruh Perusahaan dan Pekerja yang berada di 100 Perusahaan tersebar di beberapa kawasan industry. Tujuan ini dimaksudkan mendapatkan pemetaan atas pemahaman perusahaan beserta pekerjanya mengenai concern atas pelaksanaan program jaminan pensiun ini. Survey ini dibuat dengan metode pembagian kuisioner berdasarkan atas asumsi kajian Apindo Training Center atas pemahaman dan pengertian yang didapatkan para Perusahaan dan Pekerjanya mengenai program jaminan pensiun, dimulai dari beban iuran, kepesertaan, pentahapan, skema, dampaknya dan sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri.
C. Sasaran Survey ini kami lakukan di berbagai Perusahaan yang terdapat di kawasan industry Jabodetabek. Survey ini ditujukan kepada Perusahaan sebagai pemberi kerja dan Pekerja yang mana beberapa diantaranya belum terlalu concern terhadap program jaminan pensiun.
D. Program jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan Jaminan pensiun merupakan program baru yang mengubah paradigma masyarakat Indonesia mengenai perlindungan terhadap masa tuanya, bahwa setiap warga negara akan berhak mendapatkan jaminan pensiun. Program ini memberikan jaminan pendapatan perbulan seumur hidup untuk para pekerja di sektor formal maupun informal, sehingga karyawan swasta akan turut serta mendapatkan jaminan perlindungan tersebut. Besarnya manfaat yang akan didapatkan tergantung dari iuran yang akan di bebankan dari potongan gaji para pekerja dan iuran dari perusahaan. hasil survey mengenai program jaminan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
142
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pensiun ini, dasarnya baik Perusahaan maupun pekerja mendukung adanya pelaksanaan jaminan pensiun ini. Menjelang pelaksanaan jaminan pensiun ini, apabila kita telaah lebih jauh ada beberapa problem yang harus dipahami dengan baik oleh Perusahaan dan pekerja itu sendiri. Beberapa problem tersebut terletak pada ; a. Premi b. Skema jaminan pensiun c. Review kepesertaan d. Mekanisme overlap e. Risk dan impact f. Pentahapan mendasar atas big problem mengenai jaminan pensiun ini menjadi acuan kami dalam kuisioner yang kami buat.
1.
Iuran Berdasarkan amanat undang-undang SJSN bahwa program jaminan pensiun ini akan dikenakan iuran yang menjadi tanggungan bersama antara Perusahaan, Pekerja, dan Pemerintah. Dalam RPP yang hingga saat ini belum mencapai kata final, iuran tersebut akan dibebankan kepada Perusaaan dan Pekerja sebesar 8% dengan pembagian sebesar 5% yang akan ditanggung oleh Perusahaan dan 3% yang akan ditanggung oleh Pekerja. Menurut kami, program jaminan pensiun yang merupakan program dasar sosial yang diperuntukkan bagi warga negara Indonesia harus dilaksanakan secara bertahap dan penuh dengan kehati-hatian, program tersebut selayaknya harus terjangkau dengan anggaran dana negara dan tidak mengganggu ketersedianya lapangan kerja dan industry dana serta daya saing perusahaan-perusahaan di Indonesia. Prasarana yang diperlukan juga harus disiapkan sebelum program dimulai. Diperlukan adanya transparansi, akuntabilitas, dan sistem administrasi yang efisien agar sistem ini dapat berhasil. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
143
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Besarnya iuran yang merupakan perhitungan dari presentase upah pun harus dibatasi. Iuran tersebut harus terjangkau dan tidak membuat beberapa perusahaan harus melakukan pengurangan karyawan karena tidak sanggup bayar. Berdasarkan hasil pengolahan data kami, perusahaan beserta pekerja menolak dengan adanya iuran jaminan pensiun yang dimulai dari angka 8%, penolakan ini pun di dukung oleh aktuaris yang menganggap iuran ini terlampau besar dan akan menimbulkan unfunded di kemudian hari. Aktuaris berpendapat, program yang baru akan dilaksanakan ini dan belum ada jaminan keberhasilan dari Pemerintah sendiri seharusnya diujicobakan terlebih dahulu dengan presentase angka yang lebih rendah, yang kemudian akan disempurnakan menjadi lebih baik mengikuti angka fluktuasi atas indeks perekonomian. Perusahaan keberatan membayar iuran 5% dari 8% usulan yang telah ditetapkan STS
TS
15%
S
SS
SSS
abstain
8% 2%4% 37%
34% Figure 1
Diagram diatas tersebut menunjukkan penolakan terhadap premi yang dibebankan kepada Perusahaan sebesar 5% dan pekerja sebesar 3%. Perbedaan pendapat mengenai perhitungan iuran ini sebenarnya terjadi dalam level Pemerintahan. Beberapa usulan yang didasarkan dari survey kami bahwa iuran dimulai dari angka 5% dengan pembagian 3:2. Usulan dari Heru Juwanto, selaku Direktur Pengawasan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) iuran jaminan pensiun dimulai dari 4%, sedangkan Isa Rachmatarwata, Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kemkeu menyatakan, pihaknya mengusulkan iuran pensiun mulai dari 3 persen. Setiap dua tahun atau tiga tahun sekali iurannya bertambah sebesar 0,2 persen atau 0,3 persen.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
144
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Perhitungan beban iuran yang akan diambil dari besaran upah para pekerjanya harus sesuai dengan perhitungan yang matang dan harus dilihat dari besaran atas dan besaran bawah atas upah itu sendiri. Rancangan Pemerintah terhadap skema iuran yang akan dihitung dari besaran PTKP dari para pekerja sendiri banyak menuai protes, ada pendapat mengatakan bahwa PTKP yang menjadi dasar perhitungan terhadap iuran jaminan pensiun akan mengalami kenaikan setiap tahunnya berdasarkan hasil perhitungan Direktorat Pajak, hal ini akan berpengaruh dengan iuran premi jaminan pensiun. Dengan demikian, iuran akan mengalami kenaikan. Kenaikan iuran sendiri sebenarnya sudah direncanakan juga yang akan mengalami kenaikan setiap empat tahun sekali. Kenaikan ini dihitung berdasarkan inflasi yang akan mengalami kenaikan atau penurunan setiap tahunnya. Akan tetapi, berdasarkan survey kami yang terlihat dalam diagram dibawah ini, pengusaha dan pekerja menolak dengan adanya kenaikan iuran ini. Penolakan ini dilandasi dengan beban bayar yang akan semakin tinggi dan dikhawatirkan akan membawa dampak pada beban cost perusahaan. Pada dasarnya kenaikan premi ini berpengaruh pada indeks inflasi yang akan berubah secara periodik dan perubahan ini harus pula diimbangi dengan penyelarasan dalam beberapa komponen iuran dan upah. Perusahaan yakin, employee cost tidak terganggu dengan program jaminan pensiun STY
TY
8%
Y
SY
2% 4% 5%
SYS
abstain
30%
51% Figure 2
Dampak yang terjadi apabila kenaikan iuran ini tidak diselaraskan dengan upah minimum adalah pekerja atau buruh setiap tahunnya akan mengajukan kenaikan upah yang cukup tinggi. Disamping itu, kenaikan UMP ini akan minumbulkan efek buruk bagi perekonomian Indonesia.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
145
[The 3rd Industrial Relations
2.
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
Skema Jaminan Pensiun
Berbicara mengenai skema jaminan pensiun yang berlandaskan atas dasar manfaat pasti, ternyata banyak orang belum mengetahui perbedaan dari manfaat pasti dan iuran pasti itu sendiri. Manfaat pasti sendiri merupakan rumus manfaat pensiun sudah ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, sedangkan besar iuran pensiun ditetapkan berdasarkan perhitungan aktuaria, kecuali iuran peserta yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun atau Besar iuran adalah perkiraan kebutuhan dana yang harus disisihkan sekarang untuk merealisasikan pembayaran manfaat pensiun. Sedangkan iuran pasti adalah Besar iuran baik dari Pemberi Kerja maupun peserta ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun. Manfaat pensiun tergantung akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. Hal ini dilihat dari survey yang kami lakukan dengan hasil ; Perusahaan menggunakan skema jaminan pensiun manfaat pasti Program Jaminan Pensiun STS
TS
S
SS
7%
9% 2%
SSS
abstain
14%
13% 55% Figure 3
Skema manfaat pasti dan iuran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kelebihan dan Kekurangan itu adalah ; Program Pensiun Manfaat Pasti (defined benefit) Kelebihan
Kekurangan
Besar manfaat pensiun mudah dihitung
Beban biaya mudah berfluktuasi
Lebih memberikan kepastian kepada
Nilai hak peserta sebelum pensiun
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
146
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
peserta
00125042015A
tidak mudah ditentukan
Lebih mudah memberikan penghargaan untuk masa kerja lalu
Program Pensiun Iuran Pasti (defined contribution) Kelebihan
Beban
biaya
Kekurangan
stabil
dan
mudah
diperkirakan
ditentukan
Nilai hak peserta setiap saat mudah ditetapkan
Risiko
Besar manfaat pensiun tidak mudah
Lebih
sulit memperkirakan
penghargaan investasi
dan
mortalitas
untuk
besar
masa
kerja
lampau
ditanggung oleh peserta.
Negara berkembang dan negara maju saat ini telah menggunakan skema jaminan pensiun berlandaskan iuran pasti, sedangkan Indonesia memilih menggunakan skema manfaat pasti. Skema manfaat pasti berlandaskan atas spirit dimana setiap pekerja pada masa tuanya nanti akan mendapatkan manfaat yang sama, hal ini berlandaskan atas asas gotong royong. Simulasi dalam skema manfaat pensiun ini pun dihitung berdasarkan dari rata-rata presentase manfaat yang dibebankan pada upah mereka. Sedangkan pada skema iuran pasti, beberapa pekerja yang hanya dibayar dengan upah kecil, manfaat pada masa tuanya nanti akan kecil, berbeda dengan pekerja dengan upah besar yang akan mendapatkan manfaat yang juga akan besar. Kelebihan yang ada dalam skema manfaat pasti memang terbaik akan tetapi apabila kita kaji dengan baik dengan penggunaan skema manfaat pasti akan banyak timbul problem didalamnya terutama adanya kemungkinan defisit yang sangat besar sebanyak 70% dari upah minimum yang harus dikeluarkan. Dampak tersebut juga akan berimbas pada upah
minimum, Indonesia termasuk negara yang terus
mengalami kenaikan upah setiap tahunnya, tuntutan dari buruh yang terus menerus merasa upah minimum belum terlalu tinggi, membuat Pengusaha sudah kewalahan, dengan pengaturan jaminan pensiun yang minimal adalah 70% dari upah minimum Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
147
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
akan menjadi celah bagi para pekerja untuk menuntut kenaikan upah yang lebih tinggi setiap tahunnya. Dengan adanya kenaikan upah yang sangat tinggi, maka jaminan pensiun yang akan didapatkannya akan semakin besar. Mengacu pada Negara Filiphina, cadangan jaminan pensiunnya akan diperkirakan habis di tahun 2015 ini. Efek ini diakibatkan karena kenaikan jumlah pensiun yang meningkat dua kali lipat sehingga menyebabkan nilai jaminan Pemerinah menjadi turun dratis. Analisa mengenai pendanaan dan skema jaminan pensiun harus dimulai dengan memproyeksikan seluruh populasi dan angkatan kerja. Analisis ini setidaknya harus dilakukan untuk rentang waktu selama 75 tahun karena karakteristik demografi penduduk Indonesia sendiri akan berubah secara signifikan selama rentang waktu tersebut. Populasi akan menua sehingga proporsi penduduk usia tua dibanding penduduk usia produktif dan anak-anak akan semakin tinggi. Iuran yang dibayarkan oleh para pekerja juga digunakan untuk membiayai manfaat jaminan pensiun bagi penduduk usia tua, dengan demikian maka proporsi jumlah penduduk usia tua terhadap pekerja akan memiliki dampak yang signifikan terhadap pendanaan program Jaminan Pensiun. Usia pensiun adalah variable kunci dalam setiap rancangan skema pensiun. Usia pensiun juga menentukan rentang waktu pembayaran iuran program pensiun oleh pekerja dan rentang waktu untuk penerima manfaat pensiun. Penetapan usia pensiun pun haruslah dengan analisa yang matang.
3.
Kepesertaan factor penting dalam program jaminan pensiun adalah pengaturan mengenai kepesertaan, siapa yang akan menjadi peserta dan berapa usia maksimum dalam kepesertaan. Penetapan usia peserta dana pensiun ini merupakan kunci dari pengendalian biaya dan tingkat iuran yang diperlukan agar program ini dapat berlangsung jangka panjang. Tahun pertama program berjalan ini, usia pensiun ditetapkan di usia 56 tahun yang kemudian akan dilakukan penambahan secara periodic setiap tiga tahun sekali, sehingga di tahun 2042 usia pensiun akan mencapai usia 65 tahun. Penetapan usia pensiun ini juga apakah akan berlaku surut atau kepesertaan yang belum secara pasti menetapkan usia pensiun yang akan menjadi Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
148
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
acuan dan perlindungan bagi para pekerja, membuat Perusahaan sebagai pemberi kerja enggan mendaftarkan pekerjanya per 1 juli 2015 ini kedalam sistem program jaminan pensiun ini. Penolakan ini bukan tidak berdasar, belum adanya sosialisasi mengenai jaminan pensiun ini membuat beberapa perusahaan masih bingung dalam penentuan usia pensiun bagi para pekerjanya. Perusahaan setuju, karyawan yang masuk per 1 Juli 2015 sebagai peserta jaminan pensiun STS
TS
S
SS
4% 5% 1%
SSS
abstain
13%
34% 43% Figure 4
Kebingungan ini serta merta membuat Perusahaan belum mensosialisasikan dengan baik mengenai program ini kepada para pekerjanya.
4.
Harmonisasi Harmonisasi dengan program yang telah ada harus dilakukan untuk menghindari duplikasi manfaat dan untuk mengontrol biaya. Program-program yang telah ada untuk sektor formal dan PNS perlu disesuaikan pada saat program SJSN dimulai. Penyesuaian juga harus dilakukan terhadap program pesangon berdasarkan UndangUndang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan program Jaminan Hari Tua. Disadari atau tidak, mengubah suatu Undang-undang tidaklah mudah, harus ada upaya lebih untuk mengakomodasikan harmonisasi antara JP, Pesangon dan JHT dalam Rancangan Peraturan Pemerintah. Namun, perlu dipertimbangkan lagi apakah pengaturan dalam RPP yang tingkatnya lebih bawah dari undang-undang, memiliki dasar hukum yang kuat ? Kita anggap bahwa saat ini program-program ini akan berjalan, ada tidaknya jaminan pensiun, perusahaan tetap berkewajiban membayar pesangon bagi pekerjanya, yang akan terjadi adalah beban employe cost disuatu perusahaan akan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
149
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
meningkat dratis, sehingga dengan pemikiran seperti itu suatu Perusahaan harus melakukan penyesuaian-penyesuaian agar total beban yang dikeluarkan tidak bertambah secara berlebihan dengan adanya tambahan iuran Jaminan Pensiun ini. Dari hasil survey yang kami lakukan, perusahaan menuntut dengan diberlakukannya program jaminan pensiun ini seharusnya JHT dan Pesangon dapat dihapuskan, karena menurut mereka dua hal ini merupakan item yang sama. Perusahaan menganggap uang pesangon merupakan tabungan untuk para pekerjanya. Apabila perhitungan Jaminan Pensiun diperhitungkan dengan masa iur selama 15 tahun, maka JP akan tidak ada bedanya dengan JHT. Perusahaan setuju Program Jaminan Pensiun menggantikan JHT dan Pesangon STS
TS
9% 8%
S
SS
4%
SSS
abstain
15% 26%
38% Figure 5
Perbedaan atau persamaan yang terdapat antara Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua dan Pesangon membutuhkan diskusi lebih lanjut dan harus segera diputuskan. Dalam hal pembebanan iuran pun, harmonisasi perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan overlap dan pembebanan biaya double bagi perusahaan yang telah memiliki jaminan pensiun sendiri. Apindo Training Center dengan perundingan beberpa tim ahli, mengajukan suatu win-win solution dengan tujuan agar program ini tetap terlaksana dengan baik dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Solusi tersebut berupa pembagian besaran iuran bagi Perusahaan yang sudah mempunyai dana pensiun sendiri dan bagi Perusahaan yang belum memiliki dana
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
150
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
pensiun sama sekali, maka diwajibkan turut serta dalam program jaminan pensiun ini.
5.
Pentahapan pentahapan atas implementasi jaminan pensiun bagi perusahaan yang akan menjadi peserta jaminan pensiun ini akan mulai dilakukan per 1 juli 2015. Pentahapan kepesertaan ini akan dimulai pada Perusahaan yang bergerak di sektor formal, kemudian akan diikuti oleh perusahaan yang bergerak di sektor informal. Pentahapan dilakukan hingga tahun 2019. Beberapa perusahaan besar menyetujui jika pentahapan ini dilakukan pada tahun 2019 dengan alasan bahwa program ini masih belum jelas dan akan membawa dampak resiko yang cukup besar terhadap beban cost Perusahaan mereka. Perusahaan setuju pendaftaran Program Jaminan Pensiun dilakukan mengikuti perintah DJSN hingga tahun 2019 STS
TS 10%
S
SS 4%
SSS 9%
11%
abstain
16%
50% Figure 6
Pemerintah cenderung mendahulukan pentahapan bagi sektor formal, dikarenakan pentahapan pada sektor informal membutuhkan waktu yang sangat panjang.
E. Action Plan Jaminan Pensiun Berlandaskan data yang berhasil dikumpulkan oleh Apindo Training Center mengenai pemahaman dari Perusahaan dan Pekerja mengenai Jaminan Pensiun ini, terdapat beberapa hal yang harus dipahami dengan baik dan menjadi acuan dalam penyusunan rekomendasi yang akan dilakukan dalam konvensi jaminan pensiun yang akan dilaksanakan di Bandung. Acuan analisa yang harus digaris bawahi dengan sangat baik adalah ; Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
151
[The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun]
00125042015A
1. Sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan di setiap Perusahaan mengenai jaminan pensiun ini belum dilakukan 2. Iuran yang belum mencapai kata sepakat 3. Skema jaminan pensiun yang harus dikaitkan dengan implikasi cadangan 15 tahun yang akan datang. 4. Kesiapan Pemerintah dan Perusahaan atas dampak employee cost bagi Perusahaan yang telah mengikuti DPLK/ DPPK. 5. Pentahapan atas implementasi jaminan pensiun per tanggal 1 juli 2015 6. Aturan Dana Pensiun
di dalam
PKB/PP dengan adanya Jaminan Pensiun,
implikasi dan dampaknya dibandingkan dengan UUTK terkait dengan uang pensiun karyawan ( yang dibandingkan dengan UUTK) 7. Sinkronasi dan harmonisasi undang-undang terkait pelaksanaan Jaminan Pensiun. Demikianlah hasil penyajian data berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Apindo Training Center dan menjadi bagian dari langkah positif untuk merancang dan merumuskan program jaminan pensiun yang harmonis.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC Pusat Studi Apindo-DPN APINDO 2015
152