RESPONS PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BARU UNTUK MENGHASILKAN KACANG HIJAU YANG BERDAYA SAING Fachrur Rozi, Imam Sutrisno, Budhi Santoso Radjit, dan Rully Krisdiana Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Email:
[email protected]
ABSTRAK Banyak teknologi dari varietas unggul baru kacang hijau tersedia dengan karakteristik tertentu berdasar agroekologi maupun tujuan penggunaannya, akan tetapi teknologi itu belum banyak digunakan oleh petani. Penelitian dilakukan setelah penanaman kacang hijau di MK II tahun 2012 dan melibatkan sebanyak 40 petani bertempat di desa watu-watu dan Julupa’mai, Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan perilaku petani dalam menyikapi penerapan teknologi introduksi kacang hijau. Faktor utama atau yang sangat dominan dalam budidaya kacang hijau sebagai preferensi petani kooperator adalah jarak tanam, pemupukan, cara penanaman, dan varietas. Preferensi teknologi dari petani non kooperator sebagai faktor yang sangat dominan adalah persiapan lahan, cara penanaman, dan perlakuan benih. Di sini terlihat petani non kooperator hanya mempertimbangkan kegiatan-kegiatan di awal pada proses produksi yang menjadi faktor utama, sehingga budidaya kurang intensif terutama belum menjangkau kepada pemilihan varietas unggul dan perawatan yang baik. Ranking yang ditentukan petani untuk pemilihan varietas pada aspek produksi berturut-turut adalah varietas Vima-1, Kenari, Murai, dan Lokal. Sedangkan, untuk ketiga karakter lain seperti warna biji, ukuran biji dan tingkat harga pilihannya adalah varietas Vima-1, Murai, Kenari dan Lokal. Penawaran petani terhadap tingkat harga supaya kacang hijau berdaya saing dengan menetapkan tingkat harga layak minimum (willingness to accept) sebesar Rp 7000/kg. Secara faktual, tingkat harga kacang hijau varietas Vima1 berbeda lebih tinggi Rp1000-2000 atau (20-25%) dari harga kacang hijau yang biasa dijual. Kata kunci: respons, petani, kacang hijau, teknologi, berdaya saing
ABSTRACT Farmer response to new technology that make mungbean competitiveness. Many technologies have been resulted mainly new varieties of mungbean with certain specifications based on agro ecology and utilization. However, the technology has not been widely used by farmers. The study was conducted at dry season or MK II and involves farmer cooperators and non-cooperators amount 40 persons. Survey location had been the village of Watu-Watu and Julupa'mai, Pallanga sub district, Gowa district, South Sulawesi. There are differences in the farmers behavior of application of mungbean technology introduced; the farmer cooperators have more in depth understanding of these technologies. The main factor of the farmer preference are space of planting, fertilization, planting method, and varieties. Besides that, there are complementary factor (or adjusted to the situation) are weed control, pest/diseases and seed treatment. The non cooperator farmer of technology preferences are land preparation, planting method and seed treatment. The condition, only consider the activities at the beginning of the production process to be a major factor, so that the less intensive cultivation, especially not use new varieties. Visually, the character of production aspect for farmer selecting respectively are varieties Vima-1, Kenari, Murai, and Local. Meanwhile, for the third character such as seed color, seed size and price levels are varieties Vima-1, Murai, Kenari and Lokal. Farmer estimation for mungbean production competitiveness is the minimum price level (willingness to accept) around Rp 7000/kg. Actually, the price level of Vima-1 in field is higher Rp 1000-2000 or (20-25%) than kind of usual mungbean (local). Keywords: response, farmer, mungbean, technology, competitiveness
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
483
PENDAHULUAN Kacang hijau merupakan komoditas potensial yang memiliki kelebihan baik ditinjau dari aspek teknis agronomis maupun ekonomis, seperti lebih toleran terhadap kekeringan, dapat dipanen sekitar umur 60 hari, risiko kegagalan panen kecil, budi daya mudah dapat ditanam pada lahan yang kurang subur, dan mempunyai harga jual yang relatif tinggi (Suhendi et al. 2001). Tingkat produktivitas kacang hijau dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain penggunaan varietas, kesuburan tanah, dan teknik budidayanya. Hasil kacang hijau di tingkat petani baru mencapai 0,8 t/ha, sementara di tingkat penelitian berkisar 1,42 t/ha (Balitkabi 2011). Pendapatan dari kacang hijau yang meningkat akan memberikan gairah petani untuk menanam karena usahatani kacang hijau tersebut berdaya saing dengan tanaman lain yang diusahakan pada musim yang sama (kedelai atau jagung). Tren harga di tingkat petani untuk komoditas kacang hijau dalam tiga tahun terakhir berkisar antara Rp 9000– 12.000/kg, sementara harga kedelai Rp 4500-7000,-/kg. Namun, kenyataan di lapang petani belum menggunakan varietas unggul baru (benih beli di pasar) dan teknologi asalasalan (kurang intensif), sehingga hasilnya juga rendah (Radjit et al. 2004). Sulawesi Selatan adalah penghasil kacang hijau keempat untuk pemasok kebutuhan nasional setelah Jawa Tengah, Jawa Timur dan NTB. Kacang hijau di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 adalah 41.093 ton atau 12% dari total produksi nasional dengan luas tanam 31.079 ha (BPS 2012). Produktivitas kacang hijau di Sulawesi Selatan adalah 1,32 ton/ha lebih tinggi dari propinsi lainnya dan tingkat nasional baru mencapai 1,15 ton/ha. Hal ini mengindikasikan bahwa adopsi teknologi baru kacang hijau lebih cepat di daerah ini. Di samping itu, areal tanam kacang hijau di Sulsel dalam lima tahun terakhir selalu meningkat sementara di wilayah lain mengalami fluktuasi. Areal tanam untuk kacang hijau hampir merata di Sulawesi Selatan. Namun sentra kacang hijau yang mempunyai areal tanam di atas 1.200 ha adalah Kabupaten Wajo, Jeneponto, Bone, dan Gowa. Banyak teknologi yang telah dihasilkan terutama varietas unggul baru dengan spesifikasi tertentu berdasar agroekologi maupun tujuan penggunaannya. Akan tetapi teknologi itu belum banyak digunakan petani. Dalam rangkaian penelitian teknologi kacang hijau telah didiseminasikan teknologi tersebut dari demplot di lapangan, sosialisasi, pelatihan, dan evaluasi respons petani terhadap teknologi. Penelitian ini ingin bertujuan untuk mengetahui repons petani secara kuantitatif terhadap teknologi kacang hijau yang telah diintroduksikan. Kuantifikasi dalam hal ini adalah melihat preferensi teknologi yang disukai petani sehingga dapat memberi ketepatan solusi bagi permasalahan teknologi usahatani kacang hijau yang dikembangkan di tingkat petani.
METODOLOGI Penelitian lapang penerapan teknologi budi daya kacang hijau dilakukan pada MK I (bulan Mei 2012) pada lahan seluas 2 ha. Hasil penelitian teknis tanaman kacang hijau ini dijadikan benih dan disebarkan ke petani pada MK II. Mayoritas penanaman kacang hijau di Kabupaten Gowa dilakukan pada MK II (akhir Agustus). Sosialisasi teknologi juga dilakukan menjelang penanaman kacang hijau pada MK II 2012 kepada petani di Desa Watuwatu dan Julupa’mai, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. Penelitian repons petani terhadap teknologi dilakukan setelah panen pada MK II dan melibatkan 40 petani kooperator dan nonkooperator, dengan pertimbangan mereka sudah
484
Rozi et al.: Respons petani terhadap teknologi baru kacang hijau yang berdaya saing
mengetahui atau menerapkan teknologi kacang hijau, sehingga dengan diketahui repons dan preferensinya. Agar lebih tepat dalam menggambarkan repons petani, maka analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor dengan pendekatan principal Componen Analysis (PCA) (Simamora 2004). Model analisis ini memungkinkan untuk menunjukkan besaran kontribusi repons. Analisis faktor dalam penelitian ini menggunakan data yang berasal dari pendapat reponden terhadap komponen-komponen dari paket teknologi kacang hijau dengan tujuan untuk mengetahui sikap dan persepsi petani. Repons atau sikap petani ditunjukkan dengan memilih pernyataan yang diterjemahkan ke dalam nilai dengan skor: Tidak dipertimbangkan = nilai 1 Kurang dipertimbangkan = nilai 2 Dipertimbangkan = nilai 3 Sangat dipertimbangkan = nilai 4 Output dari analisis adalah pengelompokan variabel dominan yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam memilih komponen teknologi yang digunakan dalam usahatani kacang hijau. Mekanisme analisis dari metode Principal Component Analysis (PCA) dilakukan ekstraksi dari variabel respons. Tujuan pendekatan analisis ini adalah untuk memaksimalkan tingkat keragaman yang mampu dijelaskan oleh komponen atau faktor hasil ekstraksi hingga mendekati tingkat keragaman total dari seluruh variabel sebelum ekstraksi (Gaspersz 1992). Dari ekstraksi faktor dapat diketahui distribusi masing-masing variabel terhadap komponen atau faktor yang dihasilkan. Namun sebelum mengetahui distribusi masing-masing variabel, perlu untuk diketahui jumlah dari komponen yang terbentuk. Jumlah ini dapat diketahui dengan melihat nilai eigenvalues (akar ciri) dari hasil analisis. Besaran eigenvalues menunjukkan tingkat keragaman yang mampu dijelaskan oleh variabel secara bersama-sama dalam masing-masing jumlah komponen. Atau dengan kata lain, eigenvalues menunjukkan derajat kepentingan dari tiap-tiap faktor atau komponen yang terbentuk. Nilai eigenvalues dari masing-masing komponen dan tingkat keragaman yang mampu dijelaskan oleh variabel dalam komponen yang terbentuk selanjutnya dijadikan dasar penentuan jumlah komponen yang layak untuk mewakili seluruh variabel yang dianalisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Preferensi Petani terhadap Teknologi Budidaya Kacang Hijau a. Petani kooperator Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari total 8 komponen sebagai variabel terdapat tiga komponen yang mewakili keseluruhan variabel yang dianalisis untuk petani kooperator maupun nonkooperator dalam pengembangan teknologi produksi kacang hijau. Hal ini dikarenakan ketiga komponen tersebut memiliki total nilai eigenvalues (akar ciri) di atas 1, di mana nilai 1 merupakan nilai minimum eigenvalues dari faktor yang layak dipertahankan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
485
Tabel 1.
Eigenvalues dan tingkat keragaman yang dapat dijelaskan oleh komponen yang terbentuk pada petani kooperator dan nonkooperator Petani kooperator
Petani nonkooperator
Komponen
Total eigenvalues
Persentase keragaman
Persentase kumulatif keragaman
Total eigenvalues
Persentase keragaman
Persentase kumulatif keragaman
1 2 3 4 5 6 7 8
3,23 1,988 1,095 0,799 0,591 0,157 0,113 0,018
40,478 24,847 13,682 9,991 7,389 1,969 1,417 ,227
40,478 65,325 79,007 88,998 96,388 98,356 99,773 100,000
2,290 1,515 1,300 0,993 0,723 0,598 0,478 0,104
28,628 18,937 16,245 12,408 9,037 7,479 5,970 1,294
28,628 47,565 63,810 76,219 85,256 92,736 98,706 100,000
Selain memiliki nilai eigenvalues di atas 1, ketiga faktor ini mampu menjelaskan tingkat keragaman dari seluruh variabel yang ada sebesar 79%. Interpretasi dari munculnya ketiga komponen (faktor) hasil analisa ini adalah faktor 1 yaitu kelompok yang dimiliki oleh atribut (variabel) yang berkategori sangat dominan; faktor 2 yaitu kelompok yang dimiliki oleh atribut yang berkategori dominan; dan faktor 3 adalah kelompok atribut yang kurang dominan pengaruhnya terhadap sikap. Oleh karena diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa tiga komponen merupakan yang paling bagus untuk meringkas atribut-atribut yang diteliti, maka analisis faktor menyediakan matrik komponen yang menunjukkan distribusi kedelapan variabel dalam tiga komponen hasil ekstraksi. Tabel 2. No
Faktor loading dari masing-masing variabel terhadap komponen atau faktor umum petani kooperator kacang hijau. Variabel
Komponen atau faktor umum 1
2
3
1
Persiapan lahan
-0,534
0,226
0,460
2 3 4 5 6 7 8
Cara penanaman Jarak tanam Penggunaan varietas unggul Perlakuan benih Pemupukan Pengendalian gulma Pengendalian hama/penyakit
0,736 0,942 0,673 -0,636 0,800 0,160 0,007
0,490 0,235 -0,206 0,562 -0,125 0,803 0,789
-0,205 0,050 0,605 0,043 -0,137 0,512 -0,435
Nilai variabel pada masing-masing kolom komponen atau faktor umum disebut faktor loading yang menunjukkan besarnya kontribusi dari masing-masing variabel terhadap masing-masing komponen pengganti dan dianggap mewakili tiap-tiap variabel yang terlibat. Untuk menentukan pada komponen mana suatu variabel terwakili dengan tepat, maka diperhatikan besarnya nilai pada faktor loading untuk tiap-tiap variabel pada masing-masing komponen. Dasar pertimbangan umum yang digunakan adalah suatu atribut akan termasuk dalam suatu komponen jika nilai mutlak faktor loadingnya >0,5. Tabel 2 memperlihatkan besarnya faktor loading untuk tiap-tiap variabel pada masingmasing komponen. 486
Rozi et al.: Respons petani terhadap teknologi baru kacang hijau yang berdaya saing
Tabel 2 menunjukkan bahwa tiap-tiap variabel hanya terwakili oleh satu komponen. Hal ini dikarenakan nilai faktor loading untuk tiap variabel terhadap komponen telah dioptimalkan, sehingga untuk tiap variabel nilai faktor loading yang lebih dari 0,5 hanya terdapat pada satu komponen. Adapun penjelasan (Tabel 1) adalah berpedoman pada nilai faktor loading terhadap tiap-tiap komponen, maka variabel-variabel tersebut terdistribusi habis ke dalam komponen 1, 2 karena nilai korelasinya lebih kuat (>0,5) dan dimulai dari keeratan yang paling kuat berdasar nilai korelasinya. • Komponen 1 terdiri dari 4 variabel, yaitu: jarak tanam, pemupukan, cara penanaman, dan varietas dengan nilai korelasi masing-masing berturut-turut 94%, 80%, 74% dan 67% • Komponen 2 terdiri dari 3 variabel, yaitu: pengendalian gulma, pengendalian hama/penyakit, dan perlakuan benih. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa petani kooperator pada penerapan teknologi kacang hijau akan sangat mempertimbangkan 4 faktor utama yaitu jarak tanam, pemupukan, cara penanaman, dan varietas unggul baru. Di samping itu juga mempertimbangkan 3 faktor pelengkap yang berhubungan dengan kondisi yaitu pengendalian gulma, pengendalian hama/penyakit, dan perlakuan benih. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut ke dalam sikap dan perilaku, maka menunjukkan sudah ada peningkatan kapasitas petani terhadap pemahaman teknologi budidaya kacang hijau. b. Petani nonkooperator Petani nonkooperator tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan penelitian pengembangan teknologi budidaya kacang hijau. Pemahaman teknologi oleh petani non kooperator kurang, karena mereka hanya mengikuti sehari sosialisasi penerapan teknologi budidaya kacang hijau, sehingga ada perbedaan sikap atau preferensi dengan petani kooperator terhadap teknologi tersebut. Tabel 3.
Faktor loading dari masing-masing variabel terhadap komponen atau faktor umum petani non kooperator kacang hijau. Komponen atau faktor umum
No
Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8
Persiapan lahan Cara penanaman Jarak tanam Penggunaan varietas unggul Perlakuan benih Pemupukan Pengendalian gulma Pengendalian hama/penyakit
1
2
3
0,925 0,870 0,125 0,251 0,680 0,031 -0,018 -0,017
-0,111 -0,031 0,734 -0,428 0,319 0,184 0,023 0,781
0,228 -0,022 0,026 0,583 -0,018 0,601 0,841 0,090
Hasil analisis menunjukkan nilai eigenvalues (akar ciri) yang menunjukkan tingkat keragaman dari seluruh variabel sebesar 63,81% (Tabel 1). Adapun variabel-variabel yang terdistribusi ke dalam komponen ditunjukkan oleh nilai faktor loading terhadap tiap-tiap komponen (Tabel 3). • Komponen 1 terdiri dari 3 variabel, yaitu: persiapan lahan, cara penanaman, dan perlakuan benih Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
487
•
Komponen 2 terdiri dari 2 variabel, yaitu pengendalian hama/penyakit, dan jarak tanam • Komponen 3 terdiri dari 3 variabel, yaitu pengendalian gulma, pemupukan dan penggunaan varietas unggul Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat jauh perbedaan sikap antara petani kooperator dan non kooperator (Tabel 2 dan 3). Petani non kooperator sangat dominan mempertimbangkan hanya kegiatan-kegiatan di awal proses produksi seperti persiapan lahan, cara penanaman, dan perlakuan benih. Besarnya kontribusi faktor-faktor ini terhadap pengambilan keputusan petani dalam usahatani kacang hijau ditunjukkan dengan nilai korelasi masing-masing sebesar 92,5%, 87%, dan 68%. Mereka beranggapan budidaya kacang hijau sebagai kegiatan pengisi lahan kosong setelah padi I dan padi II, sehingga pelaksanaanpun kurang intensif terutama belum menjangkau ke dalam pemilihan varietas unggul dan perawatan yang baik. Variabel-variabel seperti varietas dan yang termasuk dalam tahap perawatan seperti pengendalian gulma, hama/penyakit, pemupukan, dan jarak tanam masuk faktor yang kurang dominan untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Sikap dari petani non kooperator ini menggambarkan preferensi dari profil petani kacang hijau secara umum yang belum tersentuh teknologi. Keikutsertaan dalam sosialisasi sehari dengan hanya pemaparan materi teknologi budidaya belum mampu meningkatan kapasitas petani. Hal ini sesuai dengan piramida pembelajaran untuk orang dewasa (pyramida of learning) yang menyatakan bahwa orang dewasa belajar lebih efektif apabila ikut serta mengerjakan tidak hanya mendengarkan dan berbicara (Lunandi 1987). Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua analisis ini adalah penerapan teknologi budidaya kacang hijau kepada petani sudah memenuhi sasaran, tetapi perlunya diseminasi atau sosialisasi lebih intensif di daerah Sulawesi Selatan, karena belum menjangkau kepada petani secara luas.
Repons Petani terhadap Varietas Unggul a. Sikap petani Teknologi VUB kacang hijau yang diintroduksikan kepada petani ada 3 varietas yaitu Vima-1, Murai, dan Kenari. Varietas Vima-1 dengan beberapa keunggulannya seperti produksi, panen serempak, umur pendek, dan mudah lunak dalam pengolahan mendapat tempat dihati para petani. Dengan uji statistik Friedman dalam (Siegel 1988) menunjukkan terdapat perbedaan preferensi petani dalam pemilihan keempat varietas tersebut secara signifikan (Tabel 3). Hal ini ditunjukkan dengan nilai χ2 hitung =62,1 > χ2 tabel (4;0,01)= 15,09 sehingga tolak H0 dan diterima H1. Secara visual, untuk karakter produksi ranking yang dipilih petani berturut-turut adalah varietas Vima-1, Kenari, Murai, dan Lokal. Sedangkan, untuk ketiga karakter lainnya adalah varietas Vima-1, Murai, Kenari, dan Lokal. Hasil kajian Leki Seran et al (2012) mengungkapkan bahwa varietas Vima-1 telah meningkatkan produktivitas kacang hijau dua kali lipat dari yang biasa di tanam petani di NTT. Demikian juga di beberapa tempat lahan rawa pasang surut di Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan NTB menunjukkan varietas Vima 1 dapat mencapai sampai potensi hasilnya sebesar 2,81 t/ha (Raihan et al 2011; Ermawati et al 2011; Basuki et al 2013). Hal ini berarti kacang hijau varietas Vima-1 di senangi oleh petani di berbagai tempat.
488
Rozi et al.: Respons petani terhadap teknologi baru kacang hijau yang berdaya saing
Tabel 4. Ranking preferensi petani terhadap varietas unggul kacang hijau. No
Karakter
Varietas (jumlah skor/ranking) Vima-1
Murai
Kenari
Lokal
1 2
Tingkat produksi Warna kulit biji
118 / 1 114 / 1
81 / 3 87 / 2
83 / 2 83 / 3
73 / 4 79 / 4
3 4
Ukuran biji Tingkat harga
107 / 1 113 / 1
87 / 3 94 / 2
85 / 2 92 / 3
84 / 4 90 / 4
Catatan: Angka di atas pada kolom menunjukkan skor, sedang yang di bawah menunjukkan ranking pilihan
b. Keinginan minimum tingkat harga Kacang hijau varietas Vima-1 yang dicobakan di petani mempunyai beberapa keunggulan dalam aspek produksi, umur pendek dan sekali panen, cepat lunak apabila diolah selayaknya mempunyai daya tawar harga lebih tinggi dibanding varietas lokal yang biasa ditanam oleh petani (lokal). Estimasi penawaran petani terhadap tingkat harga kacang hijau varietas Vima-1 berbeda lebih tinggi Rp 1000-2000 atau (20-25%) dari harga kacang hijau yang biasa dijual. Saat penelitian dilakukan harga kacang hijau yang biasa di tingkat petani Rp 4000/liter atau sekitar Rp 5000/kg. Untuk menciptakan kacang hijau yang berdayasaing, maka tingkat harga layak minimum yang ditetapkan (willingness to accept) menurut petani sebesar Rp 7000. Pada tingkat harga ini petani mulai mendapatkan keuntungan dari usahatani kacang hijau yang dilakukan. Tingkat harga kacang hijau tertinggi yang selama pernah terjadi berkisar antara Rp 10.000 – Rp 12.000/kg. Kondisi seperti in terjadi apabila suplai di Jawa berkurang dan kekurangan dipasok dari Sulawesi Selatan. Penanaman kacang hijau di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan pada musim tanam yang menguntungkan yaitu pada bulan AgustusOktober, di mana pada saat-saat tersebut di Jawa berlangsung musim penghujan dan sedang dilakukan penanaman padi di sawah ataupun palawija non kacang hijau di lahan kering (tegal). Kacang hijau di Jawa ditanam di sawah pada MK II bulan Juni atau MK I bulan April/Mei di lahan kering. Pada sekitar bulan Oktober-Nopember suplai kacang hijau di Jawa menurun sedang di Sulawesi Selatan panen raya. Tabel 5. Tingkat Harga Tawar Varietas Unggul Kacang Hijau (Willingness to Accept) No
Varietas
Tingkat harga (Rp/kg)
Perbedaan harga dengan varietas lokal (Rp/kg)
1 2 3 4
Vima-1 Murai Kenari Lokal
7000-8000 6000 6000 6000
1000-2000 atau 20-25%
Adopsi Teknologi Kacang Hijau Teknologi budidaya kacang hijau saat ini mulai diyakini oleh petani kooperator dalam meningkatkan produksi. Petani yang menerima teknologi sudah memahami peningkatan hasilnya, dan secara intuitif perlakuan penerapan teknologi akan meningkatkan produksi. Dalam musim tanam MK II (penanaman bulan Agustus 2012) semua petani kooperator mengadopsi teknologi introduksi yang sudah dicobakan. Petani nonkooperator hanya mengadopsi penggunaan benih varietas unggul kacang hijau hasil panen dari penelitian, belum mengadopsi secara keseluruhan seperti cara tanam, jarak tanam, dan perlakuan benih. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
489
Dalam kebiasaan, petani hanya menggunakan pupuk daun untuk tanaman kacang hijau. Demikian juga dengan jarak tanam, petani kooperator sudah mengembangkan dengan jarak tanam 30 x 15 cm atau 40 x 15 cm yang sebelumnya 20x 20 cm pada bekas tunggul jerami. Perlakuan benih sebelum tanam atau ‘seed treatmen’ belum dilakukan petani kooperator maupun nonkooperator. Alasannya, belum nampak pengaruh nyata pada pertanaman dan juga hanya menambah biaya di samping tiadanya ketersediaan bahan di lapang (pasar) sekitar petani. Repons petani terhadap varietas Vima-1 sangat disukai, karena panen serempak dan umur pendek, sehingga petani beranggapan penggunaan varietas tersebut akan menekan biaya dan meningkatkan pendapatan yang cukup berarti.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Terdapat perbedaan perilaku petani dalam menyikapi penerapan teknologi introduksi kacang hijau yaitu: • Petani kooperator karena terlibat langsung dalam penelitian teknologi kacang hijau memahami secara mendalam teknologi tersebut. Faktor utama atau yang sangat dominan dalam budidaya kacang hijau sebagai preferensi petani kooperator adalah adalah jarak tanam, pemupukan, cara penanaman, dan varietas. Faktor yang dominan sebagai faktor pelengkap (disesuaikan dengan situasi) adalah pengendalian gulma, pengendalian hama/penyakit dan perlakuan benih. • Preferensi petani non kooperator terhadap teknologi sebagai faktor yang sangat dominan adalah persiapan lahan, cara penanaman, dan perlakuan benih. Terlihat di sini hanya mempertimbangkan kegiatan-kegiatan di awal proses produksi menjadi faktor utama, sehingga budidayanya kurang intensif terutama belum menjangkau ke dalam pemilihan varietas unggul dan perawatan yang baik. Kondisi petani non kooperator ini menggambarkan petani kacang hijau secara umum yang belum tersentuh teknologi. 2. Sikap petani terhadap teknologi kacang hijau pada aspek produksi ditunjukkan dengan meranking preferensi varietas berturut-turut adalah Vima-1, Kenari, Murai, dan Lokal. Sedangkan, untuk ketiga karakter seperti warna biji, ukuran biji dan tingkat harga adalah varietas Vima-1, Murai, Kenari dan Lokal. 3. Penawaran petani terhadap tingkat harga supaya kacang hijau berdaya saing dengan menetapkan harga layak minimum (‘willingness to accept’) sebesar Rp 7000/kg. Secara faktual di lapang, tingkat harga kacang hijau varietas Vima-1 berbeda lebih tinggi Rp 1000-2000 atau (20-25%) dari harga kacang hijau yang biasa dijual. 4. Penerapan teknologi budidaya kacang hijau kepada petani sudah memenuhi sasaran, tetapi perlunya diseminasi atau sosialisasi teknologi lebih intensif di daerah Sulawesi Selatan, karena belum menjangkau kepada petani secara luas.
DAFTAR PUSTAKA Balitkabi. 2011. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. Basuki Irianto, Sri Hastuti, Awaludin Hipi, dan Kukuh Wahyu w. 2005. Tingkat Keuntungan Usahatani Kacang Hijau sebagai Komoditas Unggulan Daerah NTB. http://ntb.litbang. deptan.go.id/ind/2005/TPH/tingkat keuntungan.doc [26 Maret 12013]. BPS. 2012. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan. http: www.bps.go.id/
490
Rozi et al.: Respons petani terhadap teknologi baru kacang hijau yang berdaya saing
tnmn_pgn.php?kat=3 [26 Maret 12013]. Ermawati, Endang Iriani dan Hairil Anwar. 2011. Respon Petani Terhadap Pengembangan Kacang Hijau Varietas Vima-1 di desa Tempura Kabupaten Demak. Dalam: A. Widjono, Hermanto, M.M. Adie, Yusmani, Suharsono, Sholihin, A.A. Rahmianna, N. Nugrahaeni, N. Saleh, A. Kasno, Subandi dan Marwoto (penyunting). Akselerasi Inovasi Teknologi untuk Mendukung Peningkatan Produksi Aneka Kacang dan Umbi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Puslitbangtan. Bogor. Gasperz Vincent. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Leki Seran Y, Medo Kote, dan Frederikus L, Benu. 2012. Pengembangan kacang hijau varietas unggul Vima-1 di Kabupaten Belu NTT. Dalam: Adi Widjono,Hermanto, Novita Nugrahaeni, A,A, Rahmianna, Suharsono, Fachrur Rozi, Erliana Ginting, Abdullah Taufiq, Arief Harsono, Yausmani Prayogo, Eriyanto Yusnawan (penyunting). Inovasi Teknologi dan Kajian EkonomiKomoditas Aneka Kacang dan Umbi. Mendukung Empat Sukses Kementerian Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2011. Puslitbangtan. Badang Litbang Pertanian. Bogor. Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan orang dewasa. PT Gramedia. Jakarta. Radjit, B.S., N, Prasetiaswati, Bejo, S.W. Indiati, M. Rahayu, dan R.D. Purwaningrahayu. 2004. Evaluasi kelayakan teknis komponen teknologi semi organic pada kacang hijau di lahan sawah. Raihan Suaidi, Muhammad Saleh dan Eddy William. 2011. Penampilan Tiga Varietas Kacang Hijau di Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Tipe B. Dalam: Moch, Muchlish Adie, Sholihin, A.A. Rahmianna, I Ketut Tastra, Fachrur Rozi, Hermanto, Apri Sulistio, Sumartini. Inovasi Teknologi untuk Pengembangan Kedelai Menuju swasembada. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2010. Puslitbangtan. Badang Litbang Pertanian. Bogor. Siegel Sidney. 1988. Statistik Nonparametrikuntuk Ilmu-ilmu Sosial. PT. Gramedia. Jakarta. Simamora Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Soehendi, R., M. Anwari, R. Iswanto, dan Sumartini. 2001. Keragaan Kacang Hijau Galur VC, 2750 dan Ketahanannya Terhadap Penyakit Embun Tepung. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah. Pusat Litbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bekerjasama Dengan Universitas Udayana. Denpasar Bali.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
491