RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA DRIFTER BUOY
MUHAMMAD IQBAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
55
56
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Rancang Bangun dan Uji Kinerja Drifter Buoy adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, September 2011
Muhammad Iqbal NRP C552070041
57
58
ABSTRACT MUHAMMAD IQBAL. Design and Performance Test of Drifter Buoy. Under Direction of INDRA JAYA and MULIA PURBA. The modern drifter buoy is a high-tech version of the "message in a bottle". It consists of a surface buoy and a subsurface drogue, attached by a long, thin tether. The buoy measures temperature and other sea/air properties, and has a transmitter to send the data to passing satellites. Drifters buoy for oceanographic research in the field had long been developed, but the design and construction of this instrument is still on going process. The major goal of the drifter intended by the designers of the drifter are cheap, lightweight and stable on several conditions. This study attempted to produce a drifter system capable of measuring position, speed and direction of surface current using a microcontroller, GPS and GSM technology as the data transmitter and receiver. There are 3 main parts of the drifter. They are the electronic systems, software and vehicles. Electronic systems are built from the microcontroller ATmega32, storage SD / MMC cards, transmission using GSM modem, GPS as a sensor position and velocity, and DALLAS DS18B20 as temperature sensors. The software is divided into 2 parts: software that is embedded into vehicle and software to control and receiving data in ground segment. Vehicle is divided into 2 main parts, first is float to house electronics system and drogue to maintain a position of drifter from the influence of surface wind. GPS used has a precision of 10 m, therefore the determination of position requires a certain time interval, this interval is very dependent on the speed of surface currents in the area. The results of performance test systems in the field showed that the design is able to record 95% -99% of the data successfully at 64 bps transfer speed. Field trial results also showed 85% and 93% successful data transmission using the GSM network with the power used in these systems totaling approximately 541-544 mW. The value of drag area ratio is 53.38, greater than 40 indicates that the drifter is produced has a pretty good ability to follow the movement of the water. In Pelabuhan Ratu, a different current direction at the center and edge of the bay. In the middle of the bay, when the water toward to lowest ebb the current direction towards to west and then silently at the lowest ebb. Finally, when water level increase the curent direction toward to the north. On the eastern edge of the bay, when the water toward to the lowest ebb, the direction of ocean surface current sheading out the bay. Keywords: Buoy, Drifter, Oceanographic, GPS, Microcontroller, Sensor
59
60
RINGKASAN MUHAMMAD IQBAL. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Drifter Buoy. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan MULIA PURBA Modern Drifter buoy adalah versi teknologi tinggi dari “pesan dalam botol” dimana alat tersebut terdiri atas surface buoy dan subsurface drogue yang mampu melakukan pengukuran terhadap posisi, suhu dan faktor fisik lain dan data tersebut dikirimkan melalui satelit. Rancangan drifter yang murah, ringan dan stabil merupakan beberapa syarat yang dituju oleh para perancang drifter. Penelitian ini bertujuan menghasilkan desain dan konstruksi sistem drifter buoy untuk perairan pesisir dan mendapatkan data pengamatan drifting buoy yang handal/berkualitas. Perancangan dan pembuatan sistem serta analisis data pada penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, sedangkan uji coba lapang akan dilakukan di teluk Pelabuhan Ratu Provinsi Jawa Barat, dilaksanakan pada tanggal 28 dan 30 Agustus 2010. Beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu tahap perancangan perangkat keras, perancangan wahana, perancangan perangkat lunak, uji coba laboratorium, uji coba lapang dan analisis data. Perangkat keras terdiri atas mikrokontroler sebagai pusat pengendali menggunakan ATMega32, GPS sebagai sensor posisi, DS18B20 sebagai sensor suhu, Modem GSM sebagai transceiver dan media penyimpanan data SD/MMC card. Wahana buoy dibuat dari buoy polyprophelene yang dimodifikasi terdapat tiang untuk penempatan GPS dan antenna GSM, dibagian bawah terdapat sensor suhu. Pelampung ini disambungkan dengan drogue yang disetiap ujungnya dipasang besi melingkar untuk mempertahankan bentuk. Di bagian darat (penerima) dibuat perangkat lunak penerima dengan komputer dan modem GSM sebagai perangkat keras. Hasil uji coba laboratorium menunjukan pencatatan dan pengiriman posisi, suhu, daya apung dan kedap air teruji dengan baik. Hasil uji kinerja sistem di lapangan menunjukan bahwa drifter hasil rancangan mampu mencatat 95% dan 99% data dengan kecepatan transfer 64 bps. Hasil uji coba lapang juga menunjukan 85% dan 93% sukses melakukan pengiriman data menggunakan jaringan GSM dengan daya yang digunakan sistem ini secara keseluruhan yaitu sekitar 541-544 mW. Nilai drag area ratio hasil desain penelitian ini sebesar 53.38 lebih besar dari 40 mengindikasikan bahwa Drifter yang dihasilkan memiliki kemampuan cukup baik untuk mengikuti pergerakan masa air. Biaya implementasi dari sistem yang dibuat realtif lebih murah dibandingkan dengan implementasi dari sistem Drifter yang sudah ada (ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM) yaitu sekitar $729.1 dengan biaya transmisi perhari $4.4 untuk pengiriman setiap 5 menit. Sistem ini sangat bergantung dengan sinyal GSM yang ada di area ujicoba, oleh karena itu sistem ini hanya cocok digunakan pada perairan yang memiliki atau ada dalam coverage area dari komunikasi GSM. Di Pelabuhan Ratu, arah arus berbeda pada bagian tengah dan pinggir teluk. Pada bagian tengah teluk, saat air menuju surut terendah arah arus menuju barat dan kemudian diam pada saat surut terendah. Menuju pasang arus berputar arah menuju utara. Pada bagian pinggir timur teluk, saat air menuju surut arah arus
61
menuju keluar teluk. Pada saat uji coba lapang juga diketahui bahwa di bagian tengah teluk panas cenderung tersimpan dikarenakan pergerakan arus memutar pada saat terjadi perubahan pasang surut dan di bagian pinggir teluk perubahan suhu cenderung cepat dan mengikuti matahari karena arus permukaan yang juga cepat. Kata Kunci: Buoy, drifter, Oceanographic, Trajektori, GPS, Sensor
62
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
63
64
RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA DRIFTER BUOY
Oleh:
MUHAMMAD IQBAL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
65
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Agus Soleh Atmadipoera, DES
66
Judul Tesis : Rancang Bangun dan Uji Kinerja Drifter Buoy Nama : Muhammad Iqbal NRP : C552070041
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.
Tanggal Ujian: 8 September 2011
Tanggal Lulus:
67
68
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT sehingga penulisan tesis dengan judul Rancang Bangun dan Uji Kinerja Drifter Buoy ini dapat penulis selesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dengan penuh kesabaran memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulia Purba M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas segala kritik, saran dan arahannya telah memberikan banyak pelajaran berharga untuk penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Agus Soleh Atmadipoera, DES. atas kesediaan, saran dan kritik sebagai penguji tamu. 4. Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung M.Sc. selaku ketua mayor Teknologi Kelautan (TEK). 5. Istri tercinta, Nurul Hidayah, S.Kep, Ners. atas semangat, dukungan dan dorongan yang tiada henti-hentinya untuk penulis menyelesaikan tesis ini. 6. Keluarga besar H. Drs. Alwi H.M. Saleh dan H. Muhammad Haris, SH atas dukungan dan doa yang diberikan. 7. Staf pengajar dan administrasi dari Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan yang telah senantiasa memberikan semangat dan membantu dalam penulisan tesis ini. 8. Teman-teman seperjuangan TEK-2007: Moh. Natsir, M.Si, Asmadin, M.Si, Amadan Takwir, M.Si dan lainnya, atas segala bantuan dan sarannya. 9. Keluarga besar Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan-IPB atas dukungan dan kerjasamanya. 10. Keluarga besar Workshop Instrumentasi Kelautan – IPB, Febrianto Wardhana Putra, S.P , Effin Mutaqin, S.Pi, Asep Mamun, S.Pi, Jimmi Tampubolon, S.Pi, Frizt Mario, S.Pi, Christiadi Triyatna, S.Pi dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu disini atas saran, kritik dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga karya ini menjadi lebih baik dan semoga karya ilmiah ini dapat berguna.
Bogor, Agustus 2011
Muhammad Iqbal 69
70
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dompu Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 28 Agustus 1982 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari keluarga guru H. Drs. Alwi H. M. Saleh. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mataram dan diterima Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menamatkannya pada tahun 2005. Selama ini penulis banyak berkecimpung di dunia perancangan instrumentasi dan telemetri kelautan. Bersama Lab. Instrumentasi dan Telemetri Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB penulis telah ikut serta menghasilkan beberapa instrumen seperti:
Instrumen pembeda jenis kelamin ikan koi Instrumen pemilah dan penghitung ikan hidup System buoy untuk coastal monitoring Robot jelajah bawah air (ROV RJ-45) Instrumen Pasang surut berbasis gelombang akustik
Bidang minat lain yang ditekuni penulis yaitu Artificial Intellegency dan Earth Computation. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan (TEK), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs-IPB) dengan sumber biaya pendidikan beasiswa dari Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS), Institut Pertanian Bogor. Penulis berhasil menamatkannya pada tahun 2011.
71
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vi 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1.2. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 1.3. Perumusan Masalah ................................................................. ................. 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................
1 1 2 4 5 5
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7 2.1. Sejarah Penggunaan Drifter Buoy ............................................................. 7 2.2. Perancangan Drifter SVP . ........................................................................ 9 2.3. Pengembangan Drifter untuk Pesisir ......................................................... 12 2.4. Drag Area Ratio untuk menentukan baik buruknya desain Drifter ...................................................................................................... 14 2.5. Transmisi dan Format Data Drifter. ........................................................... 16 2.6. Penentuan Posisi Menggunakan GPS (Global Positioning System). ..................................................................... 21 2.7. Mikrokontroler Sebagai Pusat Kendali dalam Rancang Bangun Drifter. .......................................................................................... 23 2.8. Modem GSM sebagai Pengirim dan Penerima data. .................................. 25 2.9. Sensor Suhu DALLAS DS18B20 .............................................................. 26 2.10 Media Penyimpanan Data MMC/SD Card. ............................................... 28 2.11. Biaya Implementasi dan Biaya Rancang Bangun Drifter ......................... 32 2.12. Keadaan Umum di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu. .................................. 33 3. METODE PENELITIAN ................................................................................. 37 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................... 37 3.2. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 37 3.3. Alur Penelitian ........................................................................................... 39 3.4. Rancang Bangun Wahana Buoy ................................................................. 40 3.5. Rancang Bangun Perangkat Elektronik Buoy ............................................. 42 3.6. Rancang Bangun Perangkat Lunak Sistem Drifter Buoy............................ 43 3.7. Perangkat Lunak Penerima ...................................................................... 48 3.8. Uji Coba Laboratorium ............................................................................ 50 3.9. Uji Coba Lapangan .................................................................................. 50 3.10. Pengolahan Data ...................................................................................... 51 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 4.1. Deskripsi Umum Hasil Penelitian .............................................................. 4.2. Hasil Rancang Bangun Drifter .................................................................. 4.2.1. Rangkaian Elektronik .................................................................... 4.2.2. Modul Data Logger dan Modul Perangkat Lunak
55 55 55 58
72
Penyimpanan data logger .............................................................. 4.2.3. Sensor Suhu DS18B20 dan Modul Perangkat Lunak Pembaca Sensor Suhu ................................................................... 4.2.4. Antarmuka GPS .......................................................................... 4.2.5 Antarmuka Modem GSM untuk Pengiriman Data dan Kendali Dua Arah ................................................................ 4.2.6. File Konfigurasi Kerja Drifter (CONFIG.INI) ............................ 4.2.7. Perangkat Lunak Penerima .......................................................... 4.2.8. Perbandingan Spesifikasi Drifter yang dihasilkan dengan drifter ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM ........................... 4.2.9. Biaya Implementasi dan Transmisi Sistem Drifter yang dikembangkan ............................................................................. 4.3. Hasil Uji Coba Laboratorium .................................................................. 4.4. Uji Coba Lapang (Teluk Pelabuhan Ratu) ............................................... 4.4.1. Lintasan Drifter .......................................................................... 4.4.2. Pola Arus .................................................................................... 4.4.3. Sebaran Suhu .............................................................................
61 62 65 69 73 74 77 77 80 87 91 92 99
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 103 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 105 LAMPIRAN ............................................................................................................ 109
73
DAFTAR GAMBAR
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. Skema Alur Penelitian ............................................................................ 2. Peta Penyebaran Drifter SVP hingga tahun 2000 ................................... 3. Desain Wahana dan Elektronik Drifter SVP .......................................... 4. (a) Drifter Pesisir Ohlmann (b) Drifter Davis milik CODE .................... 5. Drifter Buoy Produksi AOML ................................................................ 6. Nilai Drag Coefficient beberapa bentuk dasar ...................................... 7. Alur Data Drifter DAC (AOML) .......................................................... 8. Struktur Elektronik dari “Smart Buoy” ................................................. 9. Sistem Diagram yang dibangun dari drifter wireless oleh Yu-Dong ............................................................................................. Gambar 10. (a) Modem GSM Wavecom.inc (b) Modem GSM dengan GPS Built-in produksi SIMCOM.inc .................................................... Gambar 11. GSM Communication unit 3742 berisi modem GSM produksi Wavecom.inc digunakan AANDERA.inc sebagai transmiter Data produk yang dimilikinya ............................................................. Gambar 12. Bentuk Fisik dan Peta Memori Sensor Suhu DS18B20 ........................ Gambar 13. Peta Bathimetri Teluk Pelabuhan Ratu ................................................. Gambar 14. Rancang Bangun Wahana Buoy ............................................................ Gambar 15. Skema Fungsional Perangkat Elektronika buoy .................................... Gambar 16. Diagram Alir Program Utama ............................................................... Gambar 17. Diagram Alir Program Interupsi (Kendali dua arah) ............................. Gambar 18. Diagram Alir Perangkat Lunak Penerima Data ..................................... Gambar 19. Titik Awal Pelepasan buoy ................................................................... Gambar 20. Diagram Alir Pengolahan data menjadi bentuk spreadsheet ................. Gambar 21. Ilustrasi Koordinat 2 Titik ...................................................................... Gambar 22. Hasil Rancang Bangun Drifter buoy ..................................................... Gambar 23. Rangkaian Utama Mikrokontroler drifter berbasis ATMega32 ........................................................................................... Gambar 24. Rangkaian Antarmuka MMC/SD Card ................................................ Gambar 25. (a) Rangkaian Sesnor DS18B20 (b) Hasil Sensor Suhu yang telah dibuat ................................................................................. Gambar 26. (a) PMB-648 Parallax tampak atas (b) tampak samping ....................... Gambar 27. Alur Pembacaan GPS ........................................................................... Gambar 28. Rangkaian Antarmuka Modem GSM ................................................... Gambar 29. File CONFIG.INI sebagai pengatur kerja buoy ..................................... Gambar 30. Tampilan Perangkat Lunak Penerima Data ........................................... Gambar 31. (a) Plot Data Pengukuran Suhu menggunakan Thermometer Dan DS18B20 (b) Fit data kedua pengukuran ...................................... Gambar 32. Pola Sebar Spasial hasil Pengukuran Titik I (a), Titik II (c), Titik III (e), beda jarak titik secara berurut Titik I (b), Titik II (d), Titik III (f)..... ..................................................................... Gambar 33. Hasil Plot Data Uji Coba sekitar Kampus IPB Dramaga ...................... Gambar 34. Uji Coba di Water Tank ........................................................................ Gambar 35. Drifter mengapung setengah dan antena tegak lurus Permukaan air ....................................................................................... Gambar 36. (a) Waktu perubahan posisi hari pertama (b) waktu untuk Perubahan posisi dari kedua ................................................................ Gambar 37. Plot Trek Percobaan tanggal 28 dan 30 Agustus 2010 .......................... Gambar 38. (a) stick plot pengukuran drifter hari pertama (atas), stick plot pengukuran manual di lapangan (bawah),
4 9 11 13 14 15 18 24 25 27
28 31 33 41 42 44 48 49 51 52 53 56 59 61 64 65 67 70 74 75 81
84 86 87 88 90 93
74
(b) stick plot Pengukuran drifter hari kedua (atas), stick plot pengukuran manual di lapangan (bawah) .............................. Gambar 39. Peta arah dan kecepatan arus pengukuran drifter (a) hari Pertama (b) hari kedua ........................................................................ Gambar 40. Stick plot Arus dan Grafik Pasang surut (a) hari pertama (b) hari kedua ...................................................................................... Gambar 41. Hari Pertama (28 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu (b) Suhu belum dirata-rata (c) suhu rata-rata 10 menit ........................... Gambar 42. Hari Kedua (30 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu (b) Suhu belum dirata-rata (c) suhu rata-rata 10 menit ...........................
94 96 98 100 101
75
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi Sensor Suhu SVP Drifter ......................................................... Tabel 2. Beberapa Contoh selang waktu transmisi drifter yang sudah ada ........................................................................................... Tabel 3. Perhitungan Drag Area Ratio (contoh) ..................................................... Tabel 4. Perbandingan Sistem Drifter dari IRIDIUM, ARGOS dan ORBCOMM ............................................................................................... Tabel 5. Perbandingan Teknologi Buoy untuk Ocean Monitoring ........................... Tabel 6. Format data ARGOS ................................................................................ Tabel 7. Jenis Kalimat NMEA yang umum digunakan ........................................... Tabel 8. Jenis kalimat AT-COMMAND sebuah modem GSM Standar .................. Tabel 9. Biaya Pembuatan Drifter Wireless ........................................................... Tabel 10. Penjelasan NMEA $GPRMC ................................................................... Tabel 11. Daftar Perintah Kendali dua Arah ............................................................ Tabel 12. Perhitungan Drag Area Ratio yang dihasilkan ......................................... Tabel 13. Perbandingan drifter yang dihasilkan dengan drifter ARGOS ORBCOMM dan IRRIDIUM ................................................................... Tabel 14. Biaya Pembuatan Drifter .......................................................................... Tabel 15. Biaya Pembuatan Ground Segment .......................................................... Tabel 16. Biaya Transmisi ....................................................................................... Tabel 17. Hasil uji coba Penentuan Posisi pada titik tetap ....................................... Tabel 18. Perbandingan Statistik Kerja Alat ............................................................ Tabel 19. Hasil Pengukuran Manual Kecepatan dan Arah Arus ...............................
11 11 16 19 20 21 23 29 32 45 47 57 78 79 79 80 83 88 92
76
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1. Gambar Desain Akhir Drifter Buoy ..................................................... 2. Contoh Data Mentah ............................................................................ 3. Metode Konversi Latitude dan Longitude ke UTM ........................... 4. Program MATLAB untuk merubah koordinat degree ke Koordinat UTM ................................................................................... Lampiran 5. Data per 10 menit Hari Pertama (28 Agustus 2010)............................. Lampiran 6. Data per 10 menit Hari Kedua (30 Agustus 2010) ............................. Lampiran 7. Script MATLAB untuk merubah ke dalam format KML .................... Lampiran 8. Script MATLAB untuk pengolahan data Kecepatan dan Arah ............................................................................................ Lampiran 9. Grafik Pasang Surut Selama Uji Coba ............................................... Lampiran 10. Foto Proses Pembuatan Hingga Uji Coba .......................................... Lampiran 11. Keterangan GPS PMB-648 ................................................................. Lampiran 12. Overview Sensor Suhu DS18B20 .........................................................
111 112 113 116 117 119 120 121 122 123 124 125
77
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Modern Drifter Buoy adalah versi teknologi tinggi dari “pesan dalam botol”, dimana alat tersebut terdiri atas surface buoy dan subsurface drogue yang mampu melakukan pengukuran terhadap posisi, suhu dan faktor fisik lain, serta data tersebut dapat dikirimkan melalui satelit. Dengan kemajuan teknologi, drifter sekarang mampu memberikan informasi kepada peneliti tentang pola sirkulasi laut secara realtime. Data yang dikumpulkan dari instrumen ini akan memungkinkan bagi ilmuwan untuk merancang model pola iklim dan cuaca, seperti El Niño dan badai, serta memprediksi sebaran polutan, seperti minyak atau limbah (Niiler, 1995). Informasi dari drifter juga dapat digunakan untuk mempelajari lebih lanjut tentang distribusi dan kelimpahan biota laut. Penggunaan drifter untuk penelitian di bidang oseanografi telah cukup lama dilakukan, namun perancangan, desain, dan pengembangan dari instrumen ini masih terus dilakukan. Rancangan drifter yang murah, ringan dan stabil merupakan beberapa syarat yang dituju oleh para perancang drifter. Di Indonesia penggunaan drifter sebagai alat penelitian oseanografi masih jarang dilakukan dan drifter yang dilepas oleh ARGOS pun hampir tidak ada yang memasuki perairan Indonesia. Perkembangan teknologi elektronika seperti GPS (Global Positioning System), mikrokontroler dan sensor yang sangat cepat menyebabkan alat-alat ini menjadi semakin murah, dan dengan kemampuan yang makin baik. Penggunaan teknologi elektronika tersebut sebagai alat bantu penelitian di bidang oseanografi semakin memungkinkan dan menjanjikan dari sisi harga dan ketelitian. Jika pada awalnya penggunaan teknologi GPS pada drifter merupakan sebuah project yang cukup mahal yang hanya bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian besar seperti NOAA, kini alat-alat tersebut sudah makin cukup terjangkau. Drifter memiliki beberapa keunggulan sebagai alat penelitian di bidang oseanografi yaitu memiliki kemampuan melakukan pengukuran energi potensial dan kinetik perairan walaupun pada perkembangannya masih memiliki hambatan dari ketidakpastian dan variasi yang besar dari sisi desain (Griffa et al. 2007). Penelitian, pengembangan dan uji coba instrumen drifter belum banyak dilakukan
78
di Indonesia. Soeboer (2007) merancang sebuah instrumen GPS Buoy yang mampu mengukur pola arus permukaan laut Pelabuhan Ratu, namun instrumen ini masih memiliki kendala dimana GPS yang digunakan masih mahal, operasi yang tidak mudah dilakukan, memori penyimpanan yang terbatas, operasi dengan jangka waktu yang tidak lama, serta belum dilengkapi sistem transmisi. Penelitian dengan melakukan perancangan sistem dan instrumen yang mudah dioperasikan, dan dengan kemampuan yang tepat guna perlu dilakukan sehingga diharapkan dihasilkan sebuah drifter yang memiliki kemampuan handal dan tepat guna. Penelitian ini menggunakan komponen, bahan dan material yang mudah didapatkan di pasaran sehingga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan teknologi atau menciptakan kemandirian teknologi khususnya untuk teknologi drifter dalam pemetaan pola arus permukaan laut.
1.2 Kerangka Pemikiran Drifter bekerja mengikuti badan air, baik pada permukaan atau di kolom air. Kecepatan rata-rata selama jangka waktu tertentu dihitung dari jarak antara posisi awal dan akhir dibagi dengan waktu tersebut. Drifter cukup sederhana dalam desain, umumnya terdiri atas pelampung permukaan, elektronika seperti pemancar dan sensor serta parasut pengarah. Desain yang cukup terkenal, digunakan secara luas dan telah menjadi standar yaitu desain dari Surface Velocity Program (SVP), dikembangkan mulai sekitar 1979 hingga sekarang. Ada tiga bagian utama dari drifter SVP (Stewart, 2007), yaitu pelampung permukaan, komponen elektonika dan parasut pengarah. Pelampung memiliki beberapa fungsi yaitu memberikan daya apung untuk parasut dan sensor, dan melindungi kotak elektronik, sensor dan pemancar dari air. Pemancar mengirimkan data ke satelit berupa posisi pelampung dan meneruskan data ke stasiun darat. Data drifter kemudian dikirim ke pusat pengolahan data dimana data diproses dan kemudian didistribusikan. Bagian elektronika berisi GPS sebagai sensor posisi dan mikrokontroler sebagai pengatur kerja dan pembaca data, baik data posisi dari GPS maupun data dari sensor lain yang ditambatkan di drifter. Parasut pengarah adalah bagian yang terbuat dari parasut dan ditempatkan dikolom air, mampu menangkap aliran air rata-rata dan membantu pergerakan pelampung permukaan ke arah aliran tersebut.
79
Ohlman (2007), mengembangkan drifter yang didesain untuk perairan pesisir. Beberapa syarat yang ditemukan yaitu drifter pesisir harus memiliki resolusi spasial beberapa meter, dan sampel posisi dilakukan setiap beberapa menit. Pengukuran near-real-time data telemetri diperlukan sehingga drifter dapat digunakan untuk membantu dalam melacak dan memulihkan jika terjadi kehilangan, dan untuk memberikan posisi terbaru sehingga drifter dapat dipulihkan tanpa pemantauan visual. Kemampuan memulihkan sendiri dan dapat melakukan penugasan kembali sangat meningkatkan nilai ekonomi drifter. Drifter elektronik harus hemat energi sehingga dapat beroperasi selama beberapa hari sedangkan sampling dan transmisi setiap beberapa menit. Perkembangan teknologi elektronika dan komunikasi saat ini memungkinkan dikembangkannya sebuah instrumen drifter murah yang merupakan salah satu tujuan dari penelitian ini. Perancangan dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di pasaran dengan harga yang murah seperti modul GPS, modul mikrokontroler, SD/MMC Card dan Modem GSM. Penelitian ini dimulai dengan melakukan perancangan instrumen yang dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. Perancangan wahana buoy drifter juga dilakukan di laboratorium yang sama. Setelah perancangan dan penyatuan serta pengujian instrumen dilakukan di laboratorium, drifter kemudian diujicobakan di teluk Pelabuhan Ratu selama 2 hari. Sebagai data pendukung untuk proses analisis juga dilakukan pengukuran pasang surut pada hari yang sama. Setelah uji coba lapangan kemudian dilakukan analisis data yang dihasilkan dengan melakukan pengolahan data posisi menjadi kecepatan dan arah arus serta melihatnya dengan perubahan pasang surut selama pelepasan drifter. Secara skematik alur pemikiran yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
80
Masalah Desain Rancang Bangun, Analysis Data Drifter Buoy
Perancangan Elekronika dan Sistem Transmisi
Desain dan Perancangan Wahana Buoy
Tes Kinerja Sistem Transmiter dan Receiver
Tes Buoyancy dan Kebocoran
Penyatuan Sistem
Pengukuran Pasang Surut
Uji Coba Lapangan Drifter
-Plot Trek Arus - Stick Plot Arus
Spesifikasi dan penilaian kinerja Drifter Hasil Rancangan
Gambar 1. Skema alur penelitian
1.3 Perumusan Masalah Menurut Ohlmann (2005), transmisi data menggunakan sistem satelit yang ada, seperti GLOBALSTAR, ORBCOMM, dan ARGOS membutuhkan biaya dari $5,00 hingga $15,00 per-hari per-drifter untuk update data setiap 10-menit. Transmisi data seperti sistem seluler terbatas pada Line of Sight dari BTS GSM terdekat. Namun, biaya komunikasi seluler yang mendekati US $ 0,50 per hari per drifter untuk pencatatan posisi setiap 10 menit dengan beberapa pembatasan pada jumlah data yang dapat ditransmisikan. Beberapa kesalahan umum dari sebuah drifter (Stewart, 2007), yaitu : a) Kegagalan drifter untuk mengikuti kolom air tertentu. Asumsinya drifter menempati kolom air tertentu, tetapi gaya luar yang bekerja pada drifter seperti angin dapat menyebabkan drifter melayang relatif terhadap air. b) Kesalahan dalam menentukan posisi drifter itu. 81
c) Kesalahan Sampling. Drifter cenderung tidak ada di daerah-daerah aliran berbeda. Pada dasarnya drifter adalah GPS yang ditempatkan dalam sebuah wahana yang terapung mengikuti massa air tertentu dan dapat mencatat posisi serta mengirimkan posisi dan data dari sensor yang dibawanya. Makin murahnya harga single chip GPS, mikrokontroler (chip yang mampu diprogram), dan komponen elektronika lainnya, serta dukungan BTS seluler yang semakin tersebar memungkinkan untuk dikembangkannya sebuah drifter pesisir pantai yang tercakup sinyal seluler. Penelitian ini mencoba melakukan perancangan instrumen drifter ekonomis dengan mengikuti tipe desain SVP yang disesuaikan dengan alat dan bahan yang tersedia di Indonesia. Sensor yang digunakan yaitu GPS sebagai sensor posisi dan sensor suhu. Drifter digunakan di daerah yang terjangkau sinyal GSM sehingga transmisi data menggunakan sinyal GSM berupa SMS (Short Message Services). Hipotesis yang akan dibuktikan adalah komponen elektronika GPS dan mikrokontroler serta bahan material yang tersedia dipasaran dapat dibuat menjadi drifter yang mampu memetakan pola pergerakan arus permukaan dan suhu perairan.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menghasilkan desain dan konstruksi sistem drifter buoy untuk perairan pantai 2. Mendapatkan data pengamatan drifter buoy yang handal/berkualitas.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran tahapan desain, uji coba dan analisis dari sebuah drifter di perairan pesisir sehingga menghasilkan sebuah drifter murah dan sesuai kebutuhan. Selain itu, diharapkan dimasa yang akan datang penggunaan teknologi drifter untuk penelitian di bidang oseanografi dapat meningkat di Indonesia.
82
Halaman ini sengaja dikosongkan
83
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Penggunaan Drifter Buoy Pengamatan menggunakan drifter diawali di pantai timur Amerika Serikat pada pertengahan 1700-an (Franklin, 1785; Davis, 1991) dan diaplikasikan hampir di seluruh dunia pada 1872-1876 yang terkenal dengan sebutan Challenger Oceanography Survey di sebagian besar 354 stasiun hidrografi (Thomson, 1877; Niiler, 2001). Munculnya radio kemudian memungkinkan posisi drifter dapat ditransmisikan dengan menggunakan triangulasi dari pantai (Davis, 1991). Drifter jenis ini masih diproduksi sampai saat ini, terinspirasi oleh desain berbentuk silang yang digunakan di Coastal Ocean Dynamics Experiment (CODE). Dalam CODE, 164 drifter digunakan untuk memetakan arus dan variabilitas dan untuk menghitung Integral langrangian scale dan dispersi lepas pantai California (Davis, 1985). Pada tahun 1982 World Climate Research Program (WCRP) mengakui bahwa array global drifter akan sangat berharga untuk penelitian oseanografi dan iklim, tetapi ketidakpastian dan variasi yang besar dari berbagai desain drifter merupakan tantangan tersendiri, ditambah dengan biaya tinggi dan berat drifter yang berlebih (World Climate Research Program, 1988 in Niiler, 2001). WCRP menyatakan bahwa standar yang baik yaitu biaya rendah, ringan, data mudah dikirim merupakan syarat sebuah drifter permukaan yang harus dikembangkan, dan dengan parasut semirigid yang akan mempertahankan bentuk pergerakan. Desain kemudian dikembangkan dibawah program bernama Velocity Surface Program (SVP) dari Tropical Ocean Global Atmosphere (TOGA) dan World Ocean Circulation Experiment (WOCE). Dana awal diberikan oleh US Office of Naval Research, dengan dukungan berikutnya dari NOAA dan National Science Foundation. Desain lain juga diajukan oleh NOAA, Atlantic Oseanography dan Meteorology Laboratorium (AOML), MIT's Draper Laboratory, dan Scripps Institution of Oceanography (SIO) (Niiler, 2003). Selama tahun 1980-an desain ini terus berevolusi, dan tahun 1985-1989 kemudian secara ketat dievaluasi berdasarkan beberapa kriteria (Niiler et al., 1987, 1995). Beberapa parasut drifter hasil rancangan diperiksa dan berbagai masalah diidentifikasi. Sebagai contoh,
84
window shade drogues bisa memutar dan berlayar melintasi arus sehingga parasut bisa runtuh (Niiler et al., 1987, 1995; Niiler dan Paduan, 1995; Pazan dan Niiler, 2001). Faktor-faktor lain juga dipertimbangkan misalnya bentuk tiga dimensi parasut tristar ditemukan lebih baik daripada karakteristik parasut berlubang yang dikembangkan AOML. Pada tahun 1993 desain SVP untuk drifter telah muncul dengan mengkombinasikan parasut berlubang dari drifter dan diperkuat AOML. Desain tersebut (Sybrandy dan Niiler, 1992) menjadi dasar bagi pengembangan drifter SVP sampai saat ini. Kumpulan data dari SVP drifter memuat semua drifter yang dikerahkan selama 1979 - 1993 memiliki parasut berlubang yang terpusat di kedalaman 15 meter. Drifter tipe AOML dengan parasut berlubang ditempatkan pertama kali pada bulan Februari 1979 sebagai bagian dari TOGA/Equatorial Ocean Circulation Experiment.
Penyebaran skala besar dari Drifter SVP modern
pertama dilakukan pada tahun 1988 (World Climate Research Program, 1988) dengan tujuan pemetaan sirkulasi permukaan Samudera Pasifik. Upaya ini diperluas untuk skala global sebagai bagian Atlantik WOCE dan Atlantic Climate Change Program (ACCP), di mana array drifter SVP diperbanyak untuk menutupi Pasifik dan Samudra Atlantik Utara pada tahun 1992 dan Samudera Hindia dan India pada tahun 1994 (Niiler, 2001). Gambar 2. memperlihatkan bahwa drifter SVP hingga tahun 2000 telah menyebar hampir diseluruh dunia. Saat ini array drifter SVP dikenal secara kolektif sebagai bagian dari Global Drifter Program (GDP), komponen dari NOAA yaitu Global Ocean Observing System (GOOS), Global Climate Observing System (GCOS) dan Data Buoy Cooperation Panel (DBCP) dari Meteorological Organization and International Oceanographic Comission. Tujuan ilmiah dari GDP adalah untuk memberikan sistem operasional nearreal time data kecepatan arus permukaan laut, suhu permukaan laut (SST) dan pengamatan tekanan permukaan laut yang dapat diaplikasikan untuk prakiraan cuaca, penelitian, dan kalibrasi/verifikasi in-situ satelit. GDP dikelola dalam kerjasama antara NOAA/AOML di Miami, Florida, Joint Institute of Marine Observations (JIMO) di La Jolla, California, dan tiga produsen Drifter swasta (Clearwater, Pacific Gyre dan Technocean). AOML mengatur dan melakukan 85
penyebaran drifter, memproses data, menyimpan file yang menggambarkan setiap drifter,
dan
sebagai
pengelola
situs
resmi
http://www.aoml.noaa.gov/phod/abcd/gdp.html.
JIMO
dari
GDP
mengawasi
yaitu industri,
memperoleh drifter dari berbagai produsen, melakukan upgrade teknologi, melakukan pengembangan sensor baru, dan mendokumentasikan data, dan melakukan koreksi serta penyempurnaan data (Pazan dan Niiler, 2004) untuk kemudian dipublikasikan kepada masyarakat riset. Produsen drifter SVP bertugas melakukan produksi sesuai spesifikasi dan kebutuhan para peneliti.
Gambar
2. Peta penyebaran drifter SVP hingga tahun 2000 (Sumber: http://sunburn.aoml.noaa.gov/phod/dac/index.php)
2.2. Perancangan Drifter SVP Saat ini ada dua desain dasar dari drifter SVP yaitu pertama drifter SVP yang relatif besar dan yang terbaru yaitu mini drifter SVP. Desain pertama sangat kuat tetapi cenderung mahal dan berat. Desain ulang yang menghasilkan mini drifter SVP diusulkan pada bulan desember 2002 dan sudah diproduksi oleh beberapa produsen drifter. Ada beberapa produsen SVP drifter hingga saat ini yaitu Clearwater Instrument (Watertown, MA USA; http://www.clearwater-inst.com), Marlin-Yug (Sevastopol, Ukraina; http://marlin.stel.sebastopol.ua), Metocean Data Systems (Dartmouth, Nova Scotia, Kanada; http://www.metocean.com), Pacific Pilin (Oceanside, CA USA; http://www.pacificgyre.com), dan Technocean (Cape Coral,
86
FL USA; http://www.technocean.com). Diameter drifter SVP berkisar dari 30.5 cm (mini terkecil) sampai 40 cm. Awalnya, pelampung permukaan terbuat dari fiberglass dengan tebal 0.3-0.4 cm (Sybrandy dan Niiler 1991). Kebanyakan produsen sekarang beralih ke bahan yang lebih murah yaitu bahan plastik ABS (Akrilonitril-Butadiene-styrene) yang biasanya digunakan untuk konstruksi lambung kapal. Pelampung pada bagian permukaan berisi baterai dengan dilengkapi dioda pelindung, biasanya 4-5 buah masing-masing dengan 7-9 buah D-sel baterai alkaline. Pemancar satelit (401,650 MHz, 10 kHz) biasanya diaktifkan dengan menghilangkan magnet dari lambung buoy, sebuah termistor untuk sub-surface suhu permukaan laut, terletak di bagian bawah untuk menghindari pemanasan akibat radiasi langsung dari matahari, dan alat lain seperti pengukur tekanan udara, kecepatan angin dan arah angin, salinitas, atau warna lautan. Kebanyakan produsen menggunakan cat oksida di bagian dasar hingga setengah dari permukaan yang mengambang untuk mengurangi biofouling. Adapun
beberapa
standarisasi
dan
spesifikasi
dari
SVP
drifter
(http://www.aoml.noaa.gov/phod/dac/dacdata.php, Gambar. 3) yaitu pelampung permukaan berdiameter 32 cm (atau 40 cm), terbuat dari bahan plastik ABS setebal 4 mm (0,16 ") dan menggunakan mantel luar yang berfungsi untuk melindungi terhadap sinar UV. Parasut berlubang terbuat dari kain berbahan nonfray sintetik memiliki diameter 61 cm, panjang 490 cm. Konstruksi terdiri dari 4 bagian silinder, masing-masing memiliki panjang 122 cm dengan dua pasang lubang dengan masing-masing berdiameter 30.5 cm. Transmiter menggunakan transmitter ARGOS dengan 32 baterai D-Alkaline yang setara dengan 75 AH atau dapat beroperasi selama 24 bulan. Catu daya utama sebesar 12 V dengan rata-rata konsumsi daya sebesar 0.035 Watt (56 bit format data) atau 0.084 Watt ( 248 bit format data pengiriman). Thermistor ditempatkan pada bagian bawah pelampung berupa tipe YSI 4018 yang merupakan sensor suhu linier. Pada generasi drifter SVP terbaru thermistor ini kemudian diganti menggunakan sensor suhu digital produksi DALLAS DS18B20 (Motyzhev, 2010), dan adapun spesifikasi dari sensor tersebut seperti terlihat pada Tabel 1.
87
Gambar 3. Desain wahana dan elektronik drifter SVP Sumber: http://www.aoml.noaa.gov/phod/dac/schematic.jpg Tabel 1. Spesifikasi sensor suhu SVP drifter. Parameter Calibrated Temperature Range Sensors Accuracy Sensitivity Measurement Reading Time Number of sensors Time Constant Levels
Spesifikasi 0 to 40 С DS18B20 (Dallas Semiconductor) +/-0,2 С 0,04 С 20 s (for 10 sensors) 10 100 s (in stirred water) 12,5; 17,0; 22,0; 27,0; 32; 37.0; 42,0; 47,0; 52,0; 57,0 m
Sensor suhu berjumlah sepuluh buah yang ditempatkan pada setiap kedalaman 5 m dengan waktu pembacaan selama 20 detik untuk 10 sensor tersebut dan memiliki akurasi sekitar 0.2 С. Kalibrasi data dilakukan pada selang suhu 0-40С, dimana akurasi sangat dipengaruhi oleh cara pembungkusan sensor agar kedap air. Data dari drifter biasanya dikirimkan setiap setengah jam atau satu
88
jam. Tabel 2, menunjukan beberapa contoh selang waktu transmisi data yang dilakukan oleh beberapa drifter yang sudah diujicobakan. Data sensor (termasuk SST dan tegangan baterai) biasanya diambil
pada
interval
90 detik. Rata-rata
dihitung melalui pengamatan tujuh sampai sepuluh contoh secara terus menerus. Kemudian pada akhirnya data yang akan dikirimkan umumnya setiap 30-60 menit. Pada kasus tertentu transmisi data bervariasi seperti pada kasus yang membutuhkan data yang cukup detail misalnya daerah pesisir, drifter dibuat agar dapat dikonfigurasi ulang untuk mengatur selang waktu pengiriman.
Tabel 2. Beberapa contoh selang waktu transmisi drifter yang sudah ada No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Program Selang Waktu Pencatatan (menit) MONTED'ORO 2010 buoys 30 LATEX buoys 60 PELMED/SARDONE 2008 buoys 30 PELMED/SARDONE 2007 buoys 60 ECOLO4 buoys 60 ECOLO2005 60 EDILOIRE 2005 60 Juvaga 2005 60 Sumber: http://www.coriolis.eu.org/Data-Services-Products/ViewDownload/Surface-Drifter-data/
2.3. Penggembangan Drifter untuk Pesisir Menurut Ohlman, (2007), drifter yang digunakan untuk laut pesisir harus memiliki dimensi kecil sehingga mampu mengukur pergerakan arus kecil, dan harus ekonomis sehingga dapat digunakan dalam jumlah besar. Selain itu, harus memiliki resolusi spasial yang baik, dengan sampling posisi hampir real-time sehingga dapat dipantau dan dikonfigurasi kembali, memiliki daya rendah sehingga dapat dioperasikan dalam waktu yang lama. Ohlman kemudian menggunakan sebuah parasut disebut corner-radar-reflector-type (Gambar. 4a), Parasut ini dibuat menggunakan tiga bidang kain nilon seluas 85 cm2 yang dibingkai dengan kayu. Pusat frame adalah batang baja galvanis yang berfungsi sebagai pemberat. Pelampung permukaan terbuat dari plastik ABS berdiameter 20 cm dengan sistem telemetri menggunakan GSM. CODE juga mengembangkan sebuah drifter yang dikhusukan diterapkan untuk laut pesisir yang disebut Davis
89
Drifter (Gambar 4b). Davis Drifter memiliki 3 komponen utama yaitu badan utama yang terbuat dari PVC sepanjang 3 m dengan diameter 10 inci, pada bagian inilah perangkat elektronika ditempatkan. Pelampung berjumlah 4 buah yang ditempatkan pada setiap sudut, bagian kedua yaitu layar yang berfungsi untuk menangkap aliran arus, dan terakhir yaitu paket elektronika dengan sistem transmisi menggunakan transmisi ARGOS.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Drifter Pesisir Ohlman (2007) ,(b) Drifter Davis milik CODE AOML juga telah mengembangkan drifter untuk perairan dangkal yang diterapkan di teluk Florida.
Dasar pemikiranya adalah dibutuhkan perangkat
yang mampu beroperasi di kedalaman air satu meter atau kurang hingga jangka waktu dua minggu. Ukuran kecil adalah faktor baik dalam meminimalkan pengaruh angin permukaan. Drifter juga kemudian dilengkapi dengan GPS untuk penentuan posisi yang akurat dan pengiriman data menggunakan pemancar ARGOS. Pelampung terbuat dari bahan Lexan dengan tebal 0.125 inci, bagian atas sedikit berkubah dan bagian bawah sirip dibentuk dalam upaya untuk menampung pergerakan air. Sayangnya, pada saat uji coba terdapat beberapa masalah yaitu pertama sirip yang digunakan terbukti tidak cukup untuk menjaga pengaruh angin seminimal mungkin, sehingga kemudian ditambahkan parasut dan di dapatkan hasil yang cukup baik. (lihat Gambar 5). Parasut ini dibuat saling menyilang, lembaran PVC yang fleksibel dengan panjang 0.75 meter. 90
Gambar 5. Drifter Buoy produksi AOML Sumber: http://www.aoml.noaa.gov/phod/instrument_development/
2.4. Drag Area Ratio untuk menentukan baik buruknya desain drifter Gerak drifter berbeda dengan gerak masa air, dimana gerak tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan drifter menangkap aliran masa air. Penentuan kemampuan drifter mengikuti masa air ini dapat dihitung menggunakan drag area ratio yaitu perbandingan antara luas permukaan drogue dengan jumlah luas permukaan lain seperti luas bola permukaan dan lainnya. Drag area ratio (R) ini kemudian didefinisikan oleh Niiler et al (1995) yaitu:
∑
........................................................................ (1)
Dimana C adalah nilai drag coefficient dan A adalah proyeksi dari luas area. Koefisien s dan d adalah merupakan sub-index dari setiap komponen yang dihitung dan ikut mempengaruhi pergerakan drifter. Drag coefficient adalah kuantitas berdimensi yang digunakan untuk mengukur hambatan atau perlawanan dari objek di lingkungan fluida seperti udara atau air. Secara sederhana kemudian nilai dari koefisien tersebut dibuat dalam grafik Gambar 6, dimana bentuk silinder memiliki nilai koefisien yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk bola dan lainya. Semakin besar nilai koefisien tersebut berarti semakin besar hambatan dari sebuah objek terhadap aliran air. Menurut Sybrandy et al (2009), yang ditulis pada manual penggunaan drifter SVP yaitu perbandingan antara daya tangkap dari parasut (drogue) terhadap pergerakan masa air dengan luas bola buoy permukaan dan lainnya sehingga 91
pergerakan drifter mampu mewakili pergerakan masa air dengan ketelitian dibawah 1 cm/s terhadap pergerakan masa air sesungguhnya dimana drifter harus memiliki nilai drag area ratio lebih besar dari 40. Kemudian secara sederhana pada aplikasi drifter perumusan tersebut kemudian ditulis dalam bentuk (Niiler, 1995) berikut: ( )
......................(2)
dimana, ...................(3)
Gambar 6. Nilai drag coefficient beberapa bentuk geometri dasar.
92
Nilai R ini kemudian dapat digunakan untuk menghitung nilai slip velocity dari drifter dan masa air, dimana pengaruh angin dan gradien vertikal dari arus juga dimasukan, yang ditulis menjadi:
...........................................(4)
Dimana
adalah slip velocity,
adalah kecepatan angin dan
adalah
gradien vertikal dari arus. Dari persamaan (4) terlihat bahwa semakin tinggi nilai R maka semakin kecil slip velocity yang dihasilkan. Menurut Niiler dan Paduan (1995) desain SVP memiliki slip velocity 0.7 cm/s pada saat kecepatan angin 10 cm/s tetapi jika kehilangan drogue maka slip velocity menjadi 8.9 cm/s pada kecepatan angin tersebut. Tabel 3. merupakan contoh perhitungan drag area ratio (Sybandry et al, 2009)
Tabel 3. Perhitungan drag area ratio (contoh) Component Surface Sphere Pipe and cap below surface sphere Urethane Below Surface Sphere Tether
Frontal Area
Drag Coeficient 731 45 40 400
Pipe and cap above radial hub 45 Urethane Above Drogue 40 Drogue 29768 Drag Coeficients: Sphere Holeysock type drogue Other elements except Urethane and pipe on top of radial hub Urethane and pipe on top of radial hub
0.47 1.4 1.4 1.4 1 1 1
Drag Drag Area Area Ratio 343 40.8 63 56 560 45 40 41675 0.47 1.4 1.4 1
Sumber : http://gisweb.wh.whoi.edu/ioos/drift/svpb_design_manual.pdf
2.5. Transmisi dan Format Data Drifter Arsitektur sistem transmisi dan pengolahan data drifter yang dimiliki DAC cukup kompleks. Data yang dikirimkan dari drifter dikirimkan melalui satelit, kemudian oleh satelit dikirimkan ke stasiun penerima ARGOS. Data tersebut
93
kemudian diteruskan oleh ARGOS ke DAC (AOML) untuk kemudian dilakukan proses pengolahan dan kontrol kualitas data (Gambar 7). Ada beberapa tahapan yang dilakukan untuk melakukan kontrol kualitas data yang dilakukan oleh AOML (Pazos, M. 2003 ) yaitu: 1) Decode data. Mengkonversi data yang sekarang diterima ke data yang telah ditentukan sesuai dengan metode konversi yang sudah ditentukan yaitu berdasarkan data ID dari buoy yang diterima. Format data ARGOS dalam bentuk binari kemudian di-decode menjadi angka dan nilai yang dimaksud. 2) Indentifikasi buoy baru dan memasukannya ke direktori file. Menentukan waktu penyebaran dan posisi transmisi dari data yang baik dan diterima pertama kali pada proses pengiriman. Hal ini dilakukan jika ID buoy belum terdeteksi atau merupakan ID baru. 3) Mencari buoy yang mati (tidak mengirimkan data lagi), melihat posisi terakhir dan kenapa buoy tersebut mati. Menjalankan program yang mampu mengidentifikasi transmisi buoy dari lokasi yang sama atau buoy yang tidak memiliki data baru setelah update terakhir, kemudian memasukan nomor ID buoy tersebut ke direktori file. 4) Melakukan pengecekan sensor SST, waktu terakhir sensor tersebut mengirimkan data yang baik, dan kenapa sensor tersebut gagal. Setiap data SST yang diterima kemudian dibandingkan dengan Climatology Reynold’s untuk menentukan gagal tidaknya sensor suhu. Waktu terakhir dari buoy tersebut mengirimkan data SST yang baik kemudian dimasukan ke dalam direktori file. 5) Mengedit posisi dan SST. Menjalankan perangkat lunak yang mampu mendeteksi posisi yang tidak tepat berdasarkan kecepatan dan beberapa lokasi terakhir yang diberikan, kemudian posisi yang tidak tepat akan dihapus. Pada saat yang sama perangkat lunak memeriksan nilai SST. Nilai SST yang menyimpang akan dibuang berdasarkan kriteria perubahan suhu relatif terhadap suhu baru yang diberikan buoy. Setiap kesalahan posisi dan SST kemudian dicatat.
94
6) Deteksi lepasnya drogue. Mendeteksi hilang tidaknya atau lepasnya drogue, bila drogue lepas kemudian waktu dan ID buoy tersebut dicatat. 7) Melakukan interpolasi data per-6 jam menggunakan metode krigging. Setiap data buoy yang aktif dan diterima kemudian diinterpolasi setiap 6 jam berdasarkan referensi Hansen and Poulain (1996). 8) Memasukan data ke basisdata Data yang telah diolah berdasarkan langkah di atas kemudian dimasukan ke http://www.aoml.noaa.gov/PHOD/DAC/DACDATA.HTML .
Gambar 7. Alur Data Drifter DAC (AOML) Sumber: http://www.aoml.noaa.gov/ Ada 3 bagian utama dari sistem transmisi data drifter yaitu, drifter itu sendiri, stasiun penerima dan bagian prosesing data. Pada beberapa perancangan drifter sistem transmisi, khususnya untuk aplikasi drifter di perairan pantai sistem transmisi memanfaatkan jaringan GSM, seperti yang dilakukan Ohlman (2005). Sensor drifter mengukur data seperti suhu permukaan laut, rata-rata data biasanya diukur setiap 90 detik, dan mengirimkan data perataan setiap selang waktu tertentu dari sensor dengan frekuensi radio 401,65 MHz. Setiap pemancar drifter diberikan kode Platform Terminal Transmitter (PTT) kemudian sering disebut 95
sebagai ID drifter. Sistem penentuan posisi drifter ARGOS bukanlah diberikan GPS. melainkan dihitung berdasarkan pergeseran transmisi Doppler dari waktu sinyal yang dikirimkan drifter seperti yang dijelaskan dalam Manual Pengguna ARGOS. Motyzhev (2007), ada tiga pembagian lokasi yaitu kelas satu (error antara 350-1000 meter), kelas dua (error antara 150-350 meter) dan kelas tiga (error kurang dari 150 meter), sedangkan ORBCOMM dan IRRIDIUM menggunakan GSP untuk penentuan posisi. Jenis komunikasi ARGOS menggunakan komunikasi satu arah artinya tidak ada pengontrolan oleh stasiun darat
terhadap
drifter,
sedangkan
pada
ORBCOMM
dan
IRIDIUM
mengimplementasikan komunikasi dua arah (Tabel 4).
Tabel 4. Perbandingan sistem drifter dari IRIDIUM, ARGOS dan ORBOCOMM Perbandinagan Communication Method
Coverage Remote System control (change message rate and message type)
ARGOS ORBCOMM IRIDIUM one way (transmission) only two way two way Global (number of messages per day depend on between +60 and -60 latitude) deg latitude Global
no 32 bytes (20 bit Max. Number of ID) 31 bytes (28 bytes in message bit ID) by sattellite (± 300 Position m) As option by Argis or using W@ves21 or Position drift alarm seasaw software
yes
yes
512 bytes
100 Kbytes
by GPS (± 10 m)
by GPS (± 10 m) As option by Argis As option by Argis or or using using W@ves21 or W@ves21 or seasaw software seasaw software to be specified as part to be obtained of provisioning by an phonenymber of from CLS to setup orbcomm service the iridium buoy system provider subscription ca 70 mW ca 40 ca 100 mW ca 200 mW mW ca 74 mW
Transmiter ID Typical Power consumption Combintaion with local HF transmitter yes yes yes Disable option and/or activity yes yes yes Sumber: http://download.datawell.nl/ argos-orbcomm_comparison_t-11-01.pdf
96
Penggunaan komunikasi GSM untuk transmisi data real-time kelautan mulai dilakukan, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk komunikasi ini lebih murah jika dibandingkan transmisi data menggunakan satelit. Kelemahan transmisi data menggunakan jaringan ini yaitu sangat bergantung dengan coverage area dari operator GSM di tempat dilakukan pengukuran. Data real-time seperti buoy yang ditempatkan di pesisir sudah cukup banyak yang mengadopsi jaringan ini seperti terlihat di Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan teknologi buoy untuk ocean monitoring. Buoy Enabling Technologies (Program Documentation Sensor & Power Name) Body Hull Parameters supply Met. 2.4 m Physical, ESROB & diameter Biogeochemi solar NMB This study discus cal panel MAREL buoy
Smart Buoy OASIS moorings
Blain, et al 4 m Physio(2004) discus diameter chemical Met. PhysioMilis, et al. biogeochemi (2002) cal ~2 m Met. PhysioChavez, et al. diameter biogeochemi (1997) donat cal
solar panel
solar panel
Weisberg, et al. met., (2002) physical Guinasso, et al. 0.79 m met., (2001) diameter physical
solar panel
http://seaboard. ndbc.noaa.gov
solar panel
Coastal Buoy
SYSTEA Brochure METOCEAN Brochure
met., physical Met. Physiobiogeochemi cal
CMBS Flexible ATLAS (TAO/TRI Miliburn, et al. 2.3 m TON) (1996) diamter Met., T/S Sumber : http://plaza.snu.ac.kr/~gkim/lecture/paper/37.pdf
Cellular CDMA, twoway Cellular GSM, twoway satellite, oneway
(COMPS) USF TABS/SE MB (NDBC) Moored Buoy
Various (12 m)
Telemetry
solar panel
Battery pack
Cellular, two way GOES satellite, oneway Satellite/Celu llar, two way ARGOS satellite, one way GSM, two way Flexible, one ir two way ARGOS satellite, one way
Pengiriman data drifter menggunakan format data tertentu dengan tujuan untuk menghemat biaya transmisi dan kemudahan penerimaan dan pengolahan
97
data yang dilakukan. Format data sangat ditentukan oleh kompleksitas perangkat keras terutama jenis dan jumlah sensor serta model komunikasi serta kebutuhan dan kendali sistem. Contoh, ARGOS memiliki panjang format data 56 bit, seperti Tabel 6. Selain data sensor dikirimkan juga tegangan baterai untuk mengetahui kondisi drifter, age untuk waktu dan tanggal data, rank untuk pengenal baris serta checksum untuk memastikan data terkirim sempurna atau tidak.
Tabel 6. Format data ARGOS Item CheckSum Rank
Standard
Bits No.
Bits Loc.
Min
Max
Res
Formula
8
0-7
0
255
-
Lower 8 bits
4
8-11
0
0
-
Rank=0, always
0
3
Warning AgeB Air Pressure
Standard
6
12-17
0
63
-
Age (minutes)
11
18-28
850.0
1054.7
0.1
BP(hPa) = 0.1n + 850
930.0
1032.35
0.05
BP(hPa) = 0.05n + 930
Warning SST Air Pressure Tenden.
Standard
Rank=4 (0,1, 2, 3)
9
29-37
-5.0
35.88
0.08
SST(C) = 0.08n – 5
9
38-46
-25.5
25.6
0.1
APT(hPa) = 0.1n – 25.5
12.75
12.8
0.05
Warning
APT(hPa) = 0.05n – 12.75
Submergence
6
47-52
0
100
-
Percent = 100n/63
Battery Volt.
3
53-55
7
14
-
BV = n + 7
Total
56
Sumber: http://www.argos-system.org/?nocache=0.7871551238931715
2.6. Penentuan Posisi menggunakan GPS . GPS dapat dikatakan sebagai sistem radio navigasi dan penentuan posisinya menggunakan satelit. Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa satelit secara simultan, dan tidak hanya satu satelit saja, seperti halnya menentukan posisi pada bidang datar yaitu membaring beberapa benda acuan/objek baringan, (Abidin et al, 1995). Sistem GPS mulai direncanakan sejak tahun 1973 oleh angkatan udara Amerika Serikat 98
(Easton, 1980), dan pengembangannya sampai sekarang ini ditangani oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, dibawah lembaga yang dinamakan NAVSTAR (Navigation Satellite Timing and Rangin Global Positioning System), dan sistem yang dimiliki oleh Rusia dengan nama GLONASS singkatan dari Global Navigation Satellite System. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan dalam tiga dimensi dan juga informasi mengenai waktu secara kontinu diseluruh dunia.
Sinyal
GPS
mengandung tiga
informasi
yaitu kode
pseudorandom, data ephemeris dan data almanak. Sinyal transmisi dari satelit GPS merupakan sinyal identifikasi satelit saat sedang mengirim informasi terhadap GPS Penerima. Selanjutnya GPS penerima menghitung timing waktu rambatan gelombang dari satelite NAVSTAR dengan menghitung selisih timing pulsa antara
pseudo random code dari GPS Penerima. Lebar frekuensi
(bandwidth) yang dibutuhkan untuk mentransmisikan pseudo random code sekitar 1 MHz, sehingga transmisi sinyal GPS ditransmisikan pada gelombang 20 cm atau sekitar 1.2 -1.5 GHZ. GPS yang digunakan pada drifter selama ini umumnya menggunakan GPS yang diproduksi oleh pemberi layanan komunikasi transfer data satelit seperti ARGOS, ORBCOMM. GPS ini langsung terintegrasi dengan sistem transmisi perusahaan tersebut, dan memang didesain khusus untuk penentuan posisi aplikasi sistem tracking. Adapun perbandingan spesifikasi instrumen tracking yang diproduksi oleh ARGOS, ORBCOMM dan IRIDIUM terlihat pada Tabel 3. dengan kesalahan rata-rata sekitar 10 m. Saat ini perangkat GPS diproduksi untuk memenuhi kebutuhan lebih umum dan perancangan instrumen tepat guna. Sinyal GPS yang terbuka untuk umum memungkinkan siapapun dapat membuat penerimanya, dan dengan perkembangan kebutuhan akan penentuan posisi mengakibatkan semakin banyak produsen pembuat chipset GPS ini yang menyebabkan harganya semakin terjangkau.
99
Chipset GPS diproduksi secara massal dengan maksud memberikan kemudahan bagi pengembang instrument dalam berbagai bidang aplikasi yang membutuhkan penentuan posisi. Dengan alasan untuk kompatibilitas berbagai chipset dengan produsen berbeda membuat sebuah standar kalimat yang dikeluarkan oleh sebuah chipset GPS. Sampai saat ini standar kalimat tersebut biasa disebut standar NMEA 0183. Standar NMEA memiliki banyak jenis bentuk kalimat laporan, yang diantaranya berisi data koordinat lintang (latitude), bujur (longitude), ketinggian (altitude), waktu sekarang standar UTC (UTC time), dan kecepatan
(speed
over
ground).
Umumnya
NMEA-0183
menggunakan
komunikasi RS232 sebagai jalur komunikasi dengan perangkat luar seperti komputer atau mikrokontroler dengan beberapa kecepatan (baud rate) yang biasanya dapat diatur. Beberapa jenis kalimat NMEA-0183 yang umum digunakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis kalimat NMEA yang umum digunakan Kalimat Deskripsi $GPGGA Meminta fixed data dari GPS $GPGLL Meminta Posisi Latitude dan Longitude $GPGSA GNSS DOP and active satellites $GPGSV GNSS satellites yang tertangkap $GPRMC Recommended minimum specific GNSS data Jumlah kalimat NMEA yang didukung oleh sebuah GPS penerima bervariasi, tergantung produsen dan tujuan dari GPS. Chipset GPS penerima umumnya mendukung kelima kalimat NMEA pada Tabel 7. Pada beberapa perancangan tidak semua kalimat NMEA digunakan karena NMEA dirancang sesuai dengan kebutuhan umum pengguna sehingga dengan satu atau lebih kalimat NMEA sudah dapat menyelesaikan masalah yang ingin diselesaikan.
2.7. Mikrokontroler sebagai Pusat Kendali dalam Rancang Bangun Drifter Mikrokontroler adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis dan dihapus dengan cara khusus, dimana cara kerja mikrokontroler sebenarnya membaca dan menulis data. Mikrokontroler merupakan komputer didalam chip yang digunakan untuk mengontrol peralatan elektronik. Secara harfiahnya bisa disebut
100
"pengendali kecil" dimana sebuah sistem elektronik yang sebelumnya banyak memerlukan komponen-komponen pendukung seperti IC TTL dan CMOS dapat dikurangi dan akhirnya terpusat serta dikendalikan oleh mikrokontroler ini. Mikrokontroler adalah versi mini atau mikro dari sebuah komputer karena mikrokontroler sudah mengandung beberapa peripheral yang langsung bisa dimanfaatkan, misalnya port paralel, port serial, komparator, konversi digital ke analog (DAC), konversi analog ke digital (ADC) dan sebagainya hanya menggunakan sistem minimum yang tidak rumit atau kompleks. Drifter awalnya menggunakan Central Processing Unit (CPU) atau mikrokontroler yang secara khusus diproduksi oleh produsen Drifter, sehingga mikrokontroler dan sistem transmisi serta penentuan posisi merupakan satu kesatuan. Gambar 8. memperlihatkan struktur elektronik dari “Smart Buoy” yang dikembangkan oleh Motyzhev (2004). Terlihat bahwa pemancar ARGOS, sensor, GPS, dan transceiver GSM bermuara pada satu Central Processing Unit melalui perantaraan komunikasi serial. CPU tersebut berfungsi mengatur semua alur kerja dari peralatan yang terhubung, mengolah data dan kemudian mengirimkan data tersebut.
Gambar 8. Struktur elektronik dari “Smart buoy”. (Motyzhev S, 2004)
101
Seiring dengan makin murahnya harga mikrokontroler dengan fasilitas tambahan yang sangat memadai misalnya sebagai perantara komunikasi serial internal. Beberapa perancang melakukan perancangan dengan menggunakan mikrokontroler komersial, misalnya Perez C. (2003), yang menggunakan RCM2300 dari Rabbit Semiconductor. Dalen et al. (2004) menggunakan MC 1460 CE2 mikrokontroler keluaran perusahaan MOTOROLA. Aplikasi tersebut pada umumnya memiliki sistem diagram yang sederhana seperti Gambar 9, dimana mikrokontroler dihubungkan dengan beberapa alat seperti GPS, RF transmitter dan sensor serta kemudian mengaturnya dalam cara kerja yang diinginkan oleh pembuat.
GPS Receiver
Battery Pack
Microcontroler, data log
RF Transmiter
Sensor Elements
Gambar 9. Sistem diagram yang dibangun dari drifter wireless oleh Yu-Dong. Sumber:http://www.ece.stevens-tech.edu/
Salah satu tipe mikrokontroler yang sering dan banyak digunakan karena kecepatannya yang tinggi, harga yang relatif murah dengan fasilitas tambahan yang cukup banyak yaitu mikrokontroler seri AVR ATMEGA keluaran perusahaan ATMEL. Mikrokontroler AVR merupakan mikrokontroler keluaran perusahaan ATMEL coorporation yang memiliki arsitektur RISC 8 Bit, semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam satu siklus instruksi clock. AVR dikelompokkan kedalam 4 kelas, yaitu ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan keluarga AT86RFxx. Dari semua kelas yang membedakan satu sama
lain adalah ukuran onboard
memori, onboard peripheral dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan semua kelas ini bisa dikatakan hampir sama.
102
Beberapa arsitektur dasar yang dimiliki oleh ATMega32 yaitu:
Saluran IO sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D
ADC 10 bit sebanyak 8 Channel
Tiga buah timer / counter
32 register
Watchdog Timer dengan oscillator internal
Memori Flash sebesar 8 kb
Sumber Interrupt internal dan eksternal
Port SPI (Serial Pheriperal Interface)
Komparator analog
Port
USART
(Universal
Synchronous
Asynchronous
Receiver
Transmitter)
Sistem prosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz.
Ukuran memory flash 8KB, SRAM sebesar 512 byte, EEPROM sebesar 512 byte.
Mode Sleep untuk penghematan penggunaan daya listrik
Di Indonesia mikrokontroler ini cukup terkenal, banyak digunakan dan mudah didapatkan dikarenakan harga yang murah dan mudah digunakan. Fitur yang lengkap juga menjadi alasan mengapa mikrokontroler ini banyak digunakan. Fitur-fitur yang sering digunakan khusunya untuk perancangan instrument di bidang kelautan seperti ADC (Analog to Digital Converter) biasa digunakan untuk mengkonversi sinyal analog sensor. USART biasanya digunakan untuk komunikasi dengan peralatan lain seperti GPS dan Modem GSM. EEPROM biasa digunakan untuk penyimpanan data (data logger).
2.8. Modem GSM sebagai Pengirim dan Penerima data Sebuah modem GSM adalah tipe khusus modem yang menerima kartu SIM seperti ponsel. Dari sudut pandang operator, modem GSM terlihat seperti ponsel. Sebuah modem GSM dapat menjadi perangkat modem khusus dengan peripheral serial, USB atau sambungan Bluetooth.
Istilah modem GSM
digunakan sebagai istilah umum untuk mengacu pada setiap modem yang
103
mendukung satu atau lebih dari protokol dalam evolusi keluarga GSM, termasuk teknologi 2.5G GPRS dan EDGE, serta 3G teknologi WCDMA,UMTS, HSDPA dan HSUPA (Mouly et al. 1992). Saat ini banyak sekali produsen modem GSM dengan bentuk dan fasilitas produk yang berbeda. Fasilitas seperti GPS-pun kemudian dimasukan kedalam sebuah modem GPS oleh beberapa produsen modem GSM (Gambar 10), hal ini dimaksudkan karena sifat komunikasi GSM yang bisa dilakukan dimanapun dapat digabungkan dengan kemampuan pengukuran posisi GPS.
(b)
(a)
Gambar 10 . Modem GSM produksi Wavecom inc (a), Modem GSM dengan GPS build-in produksi SIMCom inc (b) Sebuah
modem
GSM
memaparkan
sebuah
antarmuka
yang
memungkinkan aplikasi komputer atau peralatan lain untuk mengirim dan menerima pesan melalui antarmuka modem. Agar dapat melaksanakan tugas ini, modem GSM harus mendukung sebuah extended perintah AT set seperti yang didefinisikan dalam spesifikasi GSM 07.05 dan ETSI dan 3GPP TS 27,005 (Smith Clint dan Daniel Collins. 2002). Penggunaan modem GSM untuk aplikasi kelautan mulai dilakukan karena alasan semakin murahnya harga instrumen ini dan murahnya biaya transmisi serta coverage area yang sangat luas. Para produsen instrumen kelautan terkemuka kemudian melakukan modifikasi terutama karena modem ini pada umumnya dibuat untuk aplikasi darat (rumah) agar sesuai dengan instrumen yang mereka
104
bangun dan lingkungan kelautan, seperti AANDERA sebuah perusahaan produsen instrumen kelautan terkemuka kemudian mengeluarkan produk yang berbasis modem GSM Wavecom.inc seperti terlihat pada Gambar 11. Pada gambar modem diletakkan dalam sebuah box yang terlindung rapi untuk menghindari udara lembab dan air, memiliki mounting plate sehingga mudah ditempatkan dan tidak terguncang. Modul modem tersebut digunakan untuk transmisi data dari produk instrumen yang dikeluarkan AANDERA.inc seperti drifter buoy, buoy, tide instrumen dan lainnya.
Gambar 11. GSM Communication unit 3742 berisi modem GSM produksi Wavecom.inc digunakan AANDERA.inc sebagai transmitter data produk yang dimilikinya. Sumber: http://www.aadi.no/../GSM%20Communication%20Unit.pdf
2.8.1 Standar Pengantarmukaan Modem GSM (AT-COMMAND) AT-Command adalah perintah yang dapat diberikan kepada ponsel atau modem GSM/CDMA untuk melakukan sesuatu, termasuk untuk mengirim dan menerima SMS. Dengan memberikan perintah ini di dalam komputer atau mikrokontroler maka perangkat kita dapat melakukan pengiriman atau penerimaan SMS secara otomatis untuk mencapai tujuan tertentu. AT-Command ini sebenarnya adalah pengembangan dari perintah yang dapat diberikan kepada
105
modem Hayes yang sudah ada. Dinamakan AT-Command karena semua perintah diawali dengan karakter A dan T. Antar perangkat ponsel dan modem GSM/CDMA bisa memiliki AT-Command yang berbeda-beda, namun biasanya mirip antara satu perangkat dengan perangkat lain. Untuk dapat mengetahui secara persis maka kita harus mendapatkan dokumen teknis dari produsen pembuat ponsel atau modem GSM/CDMA tersebut. Beberapa perintah AT-Command yang biasanya digunakan (Tabel 8) dalam pembuatan penerima dan pengirim SMS mengikuti spesifikasi GSM 07.05 dan ETSI dan 3GPP TS 27,005.
Tabel 8. Jenis kalimat AT-COMMAND sebuah modem GSM Standar AT Command AT AT+CMGF AT+CSCS AT+CNMI AT+CMGL AT+CMGS AT+CMGR AT+CMGD ATE1 AT+CGMI AT+CGMM AT+CGMR AT+CBC AT+CSQ
Keterangan Mengecek apakah modem telah terhubung Untuk menetapkan format mode dari terminal Untuk menetapkan jenis encoding Untuk mendeteksi pesan SMS baru masuk secara otomatis Membuka daftar SMS yang ada pada SIM Card Mengirim pesan SMS Membaca pesan SMS Menghapus pasan SMS Mengatur ECHO Mengecek Merk HP Mengecek Seri HP Mengecek Versi Keluaran HP Mengecek Baterai Mengecek Kualitas Sinyal
Ada beberapa komunikasi yang didukung oleh AT-Command yaitu komunikasi serial RS232, IrDa, FBUS dan masih banyak yang lain tergantung pada produsen. Umumnya modem GSM menggunakan komunikasi serial RS232 dikarenakan komunikasi ini lebih umum digunakan dan didukung oleh hampir semua perangkat elektronik.
106
2.9. Sensor Suhu DALLAS DS18B20 DS18B20 adalah thermometer digital menyediakan 9-bit sampai 12-bit untuk pengukuran suhu dalam derajat Celsius dengan fungsi tambahan seperti fungsi alarm dengan nonvolatile user-programmable poin baik pemicu atas dan bawah. DS18B20 yang berkomunikasi melalui bus 1-Wire dan memerlukan satu baris data (dan ground) untuk komunikasi dengan mikroprosesor. Memiliki rentang suhu operasi -55 °C sampai 125 °C dengan keakuratan ± 0.042 °C selama rentang -10 °C hingga 85 °C. DS18B20 Masing-masing memiliki kode serial unik 64-bit, yang memungkinkan DS18B20 lebih dari satu untuk fungsi yang sama dalam bus data 1-Wire, sehingga cukup mudah digunakan dengan satu mikroprosesor untuk mengontrol banyak DS18B20 dan di distribusikan. Gambar 12. menunjukkan diagram blok DS18B20, dan deskripsi dari setiap pin. ROM 64bit menyimpan serial kode unik perangkat. Scratchpad memory berisi data suhu 2byte yang merupakan output digital dari sensor suhu. Selain itu, scratchpad menyediakan akses ke register 1-byte untuk alarm pemicu atas dan bawah (TH dan TL) dan 1-byte.untuk konfigurasi Register yang memungkinkan pengguna untuk mengatur resolusi konversi suhu digital 9, 10, 11, atau 12 bit. Register TH, TL, dan konfigurasi memori volatile (EEPROM), sehingga akan dapat menyimpan data bila perangkat dimatikan.
107
Gambar 12. Bentuk fisik dan peta memori sensor suhu DS18B20
Penggunaan sensor ini untuk aplikasi drifter di ujicobakan oleh Motyzhev (2010) dengan akurasi pengukuran sebesar 0.2 0C dan waktu pembacaan 20 detik untuk sepuluh buah sensor yang disimpan pada 10 strata kedalaman. Olda bondarenko et al (2007), menggunakan array sensor ini untuk aplikasi buoy, dimana sensor ini ditempatkan untuk beberapa kedalaman memanfaatkan komunikasi 1-wire yang dimiliki DS18B20.
2.10. Media Penyimpanan Data MMC/SD Card Secure Digital Memory Card adalah kartu memori standar untuk peralatan mobile. SD Card dikembangkan kompatibel dengan Multi Media Card (MMC) sehingga peralatan SD Card juga dapat menggunakan MMC dengan beberapa persyaratan. Kemudian, berkembang variasi dari versi ukuran, seperti RS-MMC, miniSD dan microSD,
dengan
fungsi
yang sama.
MMC /SDC
memiliki
mikrokontroler di dalamnya, kontrol memori flash (delete, read, write dan error control). Data ditransfer antara kartu memori dan kontroler sebagai blok data dalam unit 512 byte.
Kartu MMC/SD lebih terbuka dari beberapa format lain
(XD, Memory Stick) tetapi kurang terbuka dari Compact flash dan USB flash 108
drive. Dari format serial interface, MMC/SD adalah yang paling mudah untuk ditanamkan. Format SD card dilindungi oleh hak paten, lisensi, dan spesifikasi yang tidak dipublikasikan secara terbuka. Namun, semua memori SD dan kartu SDIO yang diperlukan mendukung komunikasi SPI (Serial Programming Interface) yaitu interface 4 jalur yang sedikit lebih lambat (clock, serial, serial out, chip select) dan kompatibel dengan port SPI pada banyak mikrokontroler. 2.11. Biaya Implementasi dan Biaya Rancang bangun Drifter Implementasi drifter dibagi menjadi beberapa bagian biaya yaitu harga alat drifter itu sendiri, biaya transmisi data dan biaya server ground segment. Drifter SVP berharga $1500 dengan biaya transmisi $15 per-hari transmisi (Sybandri, 2009). Drifter Davis seharga $1200, dengan transmisi menggunakan satelit ORBOCOM yaitu $30 untuk biaya aktivasi dan $2.35 biaya per-bulan. Implementasi menggunakan transmisi GSM lebih murah dibandingkan dengan transmisi via satelit seperti satelit ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM yaitu mendekati $0.5 perhari (Ohlmann, 2005). Pada perancangan sendiri biaya implementasi mendekati $1000 seperti yang dilakukan Yu-dong (2007), drifter yang dirancang menggunakan gelombang RF sendiri sehingga tidak memiliki biaya transmisi (Tabel 9)
Tabel 9. Biaya pembuatan drifter Wireless Yu-dong (2007)
Biaya ground segment sangat bergantung pada kompleksitas proses pengolahan terutama pengolahan otomatis dari data yang diterima. Biaya perangkat keras dan perangkat lunak akan sangat besar seperti implementasi skala besar yang dilakukan pada drifter SVP. Namun untuk aplikasi sederhana biaya ini
109
hanya cukup menggunakan sebuah komputer dan alat penerima data, seperti modem GSM pada aplikasi yang menggunakan transmisi GSM, atau penerima RF untuk aplikasi yang menggunakan transmisi radio frequency (RF).
2.12. Keadaan Umum di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Teluk Pelabuhan Ratu merupakan teluk terbesar di pantai selatan Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Perairan Teluk Pelabuhan Ratu merupakan tempat bermuaranya 4 sungai yakni sungai Cimandiri, sungai Cibareno, Sungai Ciletuh dan sungai Cikanteh. Dasar perairan ini cukup curam dimana di sepanjang pantai teluk, kedalaman relatif dangkal dan semakin dalam pada bagian tengah sampai ke arah mulut teluk (Gambar 13). Kedalaman perairan pada bagian dangkal mencapai 100 meter dan berjarak 2 sampai 3 km dari pantai kearah tengah teluk. Perairan pada bagian tengah teluk mencapai kedalaman 300 meter yang terus semakin dalam ke arah mulut teluk yang mencapai kedalaman 1500 meter. 0 -6.96
-50
-100
-6.98
Latitude
-150 -7 -200 -7.02
-250
-300
-7.04
-350 -7.06 106.4
Gambar
106.45
106.5 Longitude
106.55
13. Peta Bathymetry teluk Pelabuhan Ratu (Diolah dari : http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_srtm30.cgi)
Arus Teluk Pelabuhan Ratu Arus adalah gerakan horizontal atau verikal dari suatu massa air sehingga massa air menuju kestabilan. Ada dua gaya yang bekerja terhadap air laut 110
sehingga dapat terjadi arus, yaitu gaya eksternal dan gaya internal. Gaya eksternal terdiri dari angin, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik, gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, sedangkan gaya internal dari perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross, 1979). Purba (1995) melaporkan dari hasil pemodelan pada penelitianya bahwa pola arus hasil simulasi menunjukan bahwa faktor pasang surut dan faktor angin bersama-sama mempengaruhi kondisi hidrodinamika di perairan teluk Pelabuhan Ratu. Penelitian tersebut juga menjelaskan adanya perbedaan pola elevasi saat air pasang dan surut. Saat air pasang, penumpukan massa air hanya terjadi di titik Ujung Karang Taraje (bagian barat teluk), sedangkan bagian dalam teluk memperlihatkan nilai elevasi yang lebih rendah dibandingkan elevasi di titik ujung Karang Taraje. Saat air surut pola elevasi memperlihatkan nilai garis kontur pada bagian dalam teluk lebih tinggi dibandingkan dengan nilai garis kontur pada bagian mulut teluk. Hal ini menunjukan massa air pada bagian dalam teluk mengalir keluar menuju mulut teluk.
Pasang Surut Teluk Pelabuhan Ratu Hasil pengamatan pasang surut pada penelitian terdahulu di Teluk Pelabuhan Ratu memberikan kesimpulan bahwa tipe pasang surut perairan teluk Pelabuhan Ratu adalah pasang surut campuran cenderung semi diurnal (Pariwono et al., 1988; Palit 1992). Pariwono (1985) dalam studinya tentang pasut di perairan Asia Tenggara menyatakan bahwa, di Samudera Hindia komponen pasut M2 dan K1 merambat dari bagian barat menuju timur, ketika memasuki perairan teluk Pelabuhan Ratu komponen pasut tersebut diduga akan merambat melalui alur yang dalam karena di kawasan tersebut tahanan dasarnya kecil. Hatayama et al. (1996) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil yang sama bahwa di Samudera Hindia, komponen pasut M2 dan K1 merambat dari bagian barat menuju timur. Sannang (2003) dalam studinya menyatakan bahwa secara umum rambatan pasut di teluk Pelabuhan Ratu mempunyai pola yang sama, yaitu dimulai dari batas terbuka bagian utara dan kepala teluk menuju selatan teluk. Hal
111
ini berarti pada bagian utara teluk dan kepala teluk terjadi pasang maupun surut secara bersamaan. Saat pasang tertinggi, massa air masuk melalui bagian selatan mulut teluk kemudian menyebar ke arah utara dan bertemu dengan massa air yang mengarah keluar teluk lalu massa air tersebut mengikuti pola arus pasut yang keluar teluk di bagian utara mulut teluk, sebagian lagi menuju daerah Balekambang. Pada kondisi ini elevasi muka laut mencapai ketinggian maksimum, gradien tekanan menurun sehingga kecepatan arus relatif kecil dan seragam dibandingkan dengan kondisi sebelumnya (saat air pasang). Saat surut terendah tampak pola arus pasut bergerak keluar teluk.
112
Halaman ini sengaja dikosongkan
113
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Perancangan dan pembuatan sistem serta analisis data pada penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan proposal dilakukan mulai Agustus sampai Desember 2009 dan kegiatan penelitian dilakukan mulai Januari sampai Agustus 2010, sedangkan uji coba lapang dilakukan di teluk Pelabuhan Ratu Propinsi Jawa Barat, dilaksanakan pada tanggal 28 dan 30 Agustus 2010. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian Adapun bahan dan alat penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: a) Bahan Komponen Elektronika
Mikrokontroler ATMega32, berfungsi sebagai pusat pengatur kerja, pengolah data dan tempat perangkat lunak ditanamkan
Modul GSM tipe Fastrack M1306B produksi Wavecom, berfungsi sebagai pengirim data dan penerima perintah dari stasiun darat.
GPS tipe PMB-648 produksi Parallax, sebagai sensor posisi dengan memberikan koordinat secara berkala ke mikrokontroler.
Modul MMC/SD Card, sebagai media penyimpanan data dan tempat file konfigurasi dari buoy.
IC MAX232, sebagai pengantarmuka bagi komunikasi RS232 yaitu komunikasi modem GSM dengan mikrokontroler
Sensor suhu DS18B20 produksi DALLAS, sensor suhu digital dengan output digital 12-bit menggunakan komunikasi 1-wire
Komponen pasif: resistor, kapasitor berfungsi sebagai komponen yang
secara
pasif
mendukung
komponen
aktif
seperti
mikrokontroler dan IC MAX232.
Bahan Produksi: Timah, PCB, Kertas Transfer Blue Print, larutan FeCl3 114
b) Bahan Penyusun Wahana Buoy
Bola Buoy, digunakan sebagai tempat bagian elektronika dan pemberi daya apung keseluruh bagian instrument yang dirancang.
Resin dan Katalis Resin, sebagai penyambung dari bola buoy yang sebelumnya
dipotong
kemudian
ditempatkan
komponen
elektronika sehingga terbentuk sesuai keinginan dan kedap air.
Parasut (tirai), berfungsi sebagai penangkap aliran arus permukaan.
Besi, berfungsi memperkokoh parasut sehingga tidak berubah bentuk.
c) Peralatan perancangan dan uji coba sistem
Komputer / Laptop, digunakan untuk pembuatan perangkat lunak, penerima data dan pengirim perintah ke drifter serta untuk pengolahan data hasil perekaman drifter.
BASCOM AVR (Pembuatan Program Mikrokontroler) merupakan compiler berbasis sistem operasi Windows yang mampu merubah kode
bahasa
BASIC
menjadi
perintah
mesin
berbasis
mikrokontroler ATMEL AVR.
Delphi 7 (Pembuatan Program Penerima Data) merupakan compiler untuk pembuatan perangkat lunak desktop sistem operasi windows.
d) Peralatan Analisis data
Perangkat lunak Spreadsheet Microsoft Office Excel.
MATLAB, perangkat lunak untuk komputasi digunakan untuk mempermudah proses perhitungan dan visualisasi data.
e) Sumber Data Pendukung
Data Pasang Surut dari alat pengukur pasang surut milik laboratorium Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
115
3.3. Alur Penelitian Berikut ini diuraikan beberapa tahapan dalam melakukan penelitian ini: a) Tahap Perancangan dan Perakitan Sistem Buoy Pada tahap ini ada tiga langkah utama yang dilakukan yaitu:
Rancang bangun sistem elektronika buoy: Sistem elektronika ini terdiri atas GPS dan Modem GPS dengan mikrokontroler sebagai pengendali kerja dilengkapi dengan sistem penyimpanan data serta sensor suhu. Pada perancangan ini sistem harus mampu mengukur data posisi dan suhu.
Rancang bangun wahana: wahana yaitu pelampung sebagai tempat bagi sistem elektronika sehingga sistem tersebut mampu mengukur dengan baik data posisi dan suhu.
Rancang bangun sistem penerima data: data dikirimkan oleh buoy menggunakan jaringan GSM berupa SMS (Short Message Services) dengan format tertentu. Sistem ini terdiri atas komputer/laptop, modem GSM dan program penerima.
b) Tahap Uji Coba Laboratorium dan Analisis Kerja Sistem Sebelum sistem diuji coba di lapangan perlu dipastikan apakah sistem sudah sesuai dengan yang diharapkan, oleh karena itu setelah proses rancang bangun sistem selesai dibangun, perlu dilakukan uji coba di laboratorium. Ada beberapa parameter penting yang diperhatikan dalam uji coba ini yaitu ketelitian pengukuran posisi GPS, ketelitian pengukuran suhu, daya apung buoy, umur sumber energi (accu), kinerja sistem penyimpanan data serta sistem transmisi data. c) Tahap Uji Coba Lapangan Agar pada proses ujicoba lapang terlihat dengan jelas pola pergerakan drifter, ujicoba tersebut dilakukan pada saat pasang tertinggi. Perkiraan pasang tertinggi sebelum ujicoba lapang dilakukan dengan melihat Tabel Ramalan Pasang Surut yang dikeluarkan oleh DISHIDROS. Di lapangan kemudian dilakukan pengukuran pasang surut selama drifter dilepas. Drifter dilepaskan di tengah sejajar garis pantai teluk pada saat teluk
116
pasang tertinggi sehingga diharapkan buoy akan menuju kearah pantai. Uji coba lapangan ini dilakukan selama 2 hari. d) Tahap Analisis Data Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam proses analisis hasil yaitu:
Statistik data hasil perekaman : jumlah data baik yang disimpan dan dikirimkan oleh drifter akan berbeda pada setiap operasi. Data signifikan yang terjadi juga berbeda dikarenakan perbedaan waktu untuk setiap perubahan posisi dari GPS. Konsumsi daya juga akan berbeda terutama disebabkan oleh perbedaan lama operasi. Parameter-parameter tersebut kemudian ditabulasi sehingga dapat dinilai kinerja sistem pada setiap percobaan.
Pembuatan trajecktori hasil drifter: dilakukan untuk melihat gerak Drifter secara spasial baik kecepatan maupun arah pergerakan.
Pembuatan Stick plot berdasarkan posisi aktual: Besar arah dan kecepatan kemudian di plot berdasarkan waktu (sumbu-x) untuk melihat pola pergerakan drifter waktu ke waktu selama percobaan.
Analisis pasang surut: analisis ini dilakukan untuk melihat pengaruh pasang surut terhadapa pergerakan drifter. Stick plot yang telah dibuat pada setiap percobaan kemudian dibandingkan dengan grafik pasang surut sehingga dapat terlihat pergerakan air pada setiap ketinggian pasang dan surut.
3.4. Rancang Bangun Wahana Buoy Wahana buoy terdiri atas 2 bagian utama yaitu bola pelampung yang berisi perangkat elektronik buoy dan parasut untuk mempertahankan posisi buoy dari pengaruh angin permukaan. Bola pelampung terbuat dari bola buoy yang berbahan polypropelene, bola ini kemudian dimodifikasi sehingga dapat ditempatkan perangkat elektronik dengan baik didalamnya. Modifikasi dilakukan antara lain penambahan tiang paralon untuk menempatkan GPS, penempatan sensor suhu di bagian dasar bola pelampung, pembuatan kotak kontrol panel. Bagian dasar bola dilapisi bahan resin untuk menambah berat dan permukaan menjadi rata sehingga penempatan perangkat elektronik menjadi lebih mudah. Selanjutnya bagian dasar
117
dibor untuk menempatkan sensor suhu dan dilapisi resin kembali agar kedap air. Parasut menggunakan jaring padat dimana kedua bagian ujung dan tengah ditambahkan lingkaran besi untuk memperkokoh dan mempertahankan bentuk parasut. Diameter parasut atau lingkaran besi yang digunakan yaitu 30 cm dan pada setiap bagian tengah besi dihubungkan dengan tali nylon hingga ke bagian pelampung. Gambar 14 merupakan model desain dari drifter yang dikembangkan, pada bagian atas terdapat bola buoy, dengan tiang atas untuk menempatkan GPS, serta antena GSM. Pada bagian bawah terdapat drogue yang didalamnya terdapat lingkaran besi untuk mempertahankan bentuk drogue. Bola pelampung yang digunakan berdiameter 30 cm, panjang parasut 2 m, jarak antara parasut dan pelampung 50 cm dan tinggi tiang GPS yaitu 15 cm.
Keterangan: (a) GPS (b) Antena GSM (c) Kontrol Panel (d) Pelampung Permukaan
(e) Tali Penyambung pelampung dan parasut (f) Besi Pembentuk parasut (g) Parasut
Gambar 14. Rancang bangun wahana buoy
118
3.5. Rancang Bangun Perangkat Keras Elektronik Buoy Perangkat elektronik buoy terdiri atas beberapa bagian utama yaitu catu daya yang diambil dari accu, mikrokontroler sebagai pusat pengendali dan pengolah data, modul GPS sebagai sensor posisi dan kecepatan, sensor suhu DS18B20, modul GSM sebagai transceiver data, dan modul data logger sebagai penyimpan dan backup data. Adapun skema hubungan fungsional dari semua bagian tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. Komunikasi mikrokontroler dengan GPS bersifat searah yaitu GPS secara kontinu memberikan data NMEA secara terus menerus, sedangkan komunikasi mikrokontroler dengan Modul GSM bersifat dua arah, artinya disamping memberikan data ke mikrokontroler modem GSM juga dapat dikendalikan. Sensor suhu memberikan data ke mikrokontroler setelah mikrokontroler meminta (memberikan perintah). Catu daya yang digunakan adalah aki 12 volt sebesar 7AH (Ampere Hour). Setiap modul memiliki level tegangan masing-masing dalam bekerja, oleh karena itu diperlukan regulator (level converter) tegangan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masingmasing.
Catu daya Accu 12 V dan Level Converter
Modul GSM
Mikrokontroller ATMega32
Sensor suhu DS18B20
Modul GPS
Modul Data Logger
Gambar 15. Skema fungsional perangkat elektronika buoy
119
3.6. Desain Perangkat Lunak Sistem Drifter Buoy Perangkat lunak yang ditanamkan di buoy berbasis mikrokontroler, sehingga baik ukuran program, bahasa dan tools pemrograman dilakukan sesuai dengan mikrokontroler yang digunakan yaitu mikrokontroler ATMega32. Perangkat lunak penerima yaitu perangkat lunak pada bagian server penerima data yaitu komputer yang dilengkapi modem GSM dan nomor yang di-set sebagai nomor penerima data sehingga data yang dikirimkan drifter dapat diterima dan disimpan dengan baik. Perangkat Lunak Buoy Perangkat lunak yang ditanamkan di buoy terdiri atas beberapa fungsi utama yaitu mengakuisisi data yang dibutuhkan, menyimpan data dan mengirimkannya. Perangkat lunak ini dibangun menggunakan bahasa pemrogram BASIC BASCOM AVR yang merupakan bahasa pemrograman untuk mikrokontroler AVR. Perangkat lunak ini terdiri atas dua alur program yaitu alur program utama dan alur program interupsi (SMS konfigurasi). Adapun kedua alur tersebut terlihat pada Gambar 16 dan 17. Pada saat dinyalakan mikrokontroler melakukan konfigurasi terutama untuk perangkat luar yang digunakan yaitu modem GSM, sensor suhu dan perangkat internal yaitu vektor interupsi RS232 yang digunakan untuk mendeteksi
interupsi
SMS
masuk.
Selama
tidak ada
interupsi
mikrokontroler melakukan kegiatan rutin yaitu membaca data GPS berupa posisi, jam dan tanggal serta kecepatan. Selanjutnya membaca sensor suhu dan kemudian selama 300 data (5 menit) data posisi dan kecepatan terakhir, serta suhu yang telah di rata-ratakan akan dikirim melalui modem GSM menggunakan perintah AT-command. Sebelum pengiriman SMS terlebih dahulu mikrokontroler melakukan pengecekan sinyal GSM apakah ada atau tidak. Jika tidak, pengiriman data SMS tidak dilakukan dan jika sinyal tersebut ada maka dilanjutkan dengan pengecekan waktu pengiriman data. Kemudian, jika belum memenuhi selang waktu yang telah ditentukan oleh file CONFIG.INI, mikrokontroler akan kembali ke proses awal, tetapi jika sudah memenuhi waktu yang ditentukan maka data kemudian dikirimkan.
120
Mulai
Konfigurasi Sistem (Baca dari config.ini) 1. Modem GSM 2. Sensor 1-wire (suhu) 3. GPS
Ambil Jam dan tanggal Baca Parameter GPS 1. Posisi 2. Kecepatan Baca Sensor Suhu
Tidak
Simpan Data Logger
Hitung Nilai Rata-Rata Suhu
Susun Dalam Format
Cek Sinyal GSM Ya Cek Delta waktu ya Kirim SMS
Ulangi Proses
Gambar 16. Diagram alir program utama
Pembacaan Data GPS GPS yang digunakan yaitu PMB-648 (hampir semua GPS yang diproduksi) memiliki fasilitas komunikasi RS232 dan menggunakan standar komunikasi NMEA-0183. Adapun perintah NMEA yang digunakan untuk pembacaan posisi dan kecepatan serta tanggal dan jam UTC yaitu $GPRMC. Contoh sebuah keluaran NMEA seperti berikut: Format keluaran dari $GPRMC dapat dideskripsikan sebagai berikut (contoh) $GPRMC,161229.487,A,3723.2475,N,12158.3416,W,0.13,309.62,120598, ,*10
dimana penjelasan dari format NMEA tersebut seperti terlihat pada Tabel 10.
121
Tabel 10. Penjelasan NMEA $GPRMC Nama Message ID UTC Time status
Contoh $GPRMC 161229.487 A
Latitude N/S indicator Longitude E/W indicator Speed over Ground Course over Ground Date Magnetic Variation Mode
A3723.2475 N 12158.3416 W 0.13 309.62 120598
Checksum
*10
A
Unit
Penjelasan RMC protocol Header Hhmmss.sss A=data valid or V data tidak valid ddmm.mmmm N=North atau S=South dddmm.mmmm E=East atau W=West
Knots degrees
True ddmmyy Degrees E=east atau W=west A=Autonomous, D=DGPS, E=DR Tanda akhir
Pada kalimat NMEA ini $GPRMC merupakan header dari kalimat NMEA, artinya setelah $GPRMC hingga tanda akhir kalimat merupakan satu bentuk kalimat NMEA dengan format dan urutan tertentu sesuai yang telah ditetapkan oleh standar. Pembatas antara data satu dengan data yang lain dalam satu kalimat yaitu menggunakan tanda koma (“,”). Pembacaan kalimat NMEA tersebut oleh mikrokontroler dimulai dengan mendeteksi header data yaitu $GPRMC kemudian urutan berikutnya adalah UTC Time, disela oleh satu karakter status kemudian pembacaan latitude di sela oleh satu karakter kemudian longitude di sela oleh satu karakter lagi baru kemudian pembacaan speed dan seterusnya berdasarkan urutan kalimat NMEA tersebut. Perataan Data, Penyusunan Format dan Penyimpanan Data Pengukuran dilakukan setiap 1 detik (waktu akusisi GPS) dan dengan tujuan penghematan sumber daya, pengiriman dilakukan setiap 5 menit. Oleh karena itu diperlukan perataan data khususnya data suhu. Data yang dikirimkan adalah data suhu hasil rata-rata dan data posisi terakhir yang diakuisisi pada selang waktu yang ditentukan. Data yang disimpan pada modul data logger adalah data pengukuran setiap 2 detik. Perataan data suhu dilakukan selama 5 menit. Sebelum dikirim data tersebut disusun dalam format pengiriman. Penyusunan format
122
dilakukan dengan menyimpan setiap data yang telah dibaca dalam format yang telah ditentukan. Format pengiriman yang digunakan dalam sistem ini yaitu: $BUOY,n,latitude,longitude,kecepatan,suhu
dimana : $BUOY n suhu Latitude Longitude Kecepatan
: header setiap 1 kali pengiriman : indeks dari buoy : data suhu hasil rata-rata : data latitude terakhir : data longitude terakhir : data kecepatan terakhir
Pengiriman Data Data yang telah disusun berdasarkan format pengiriman kemudian dikirimkan melalui komunikasi RS232 dengan modem GSM melalui AT-command. ATCommand yang digunakan adalah AT-Command pengiriman SMS yaitu AT+CMGS. Format penulisan perintah ini yaitu (contoh) : AT+CMGS = no_server <13H><10H> > $BUOY, n,latitude,longitude,kecepatan,suhu <1AH><13H><10H>
dimana : AT+CMGS no_server <13H><10H> <1AH> >
: Header perintah SMS : nomor penerima : karakter Hexadecimal “ENTER” dalam ASCII : karakter Hexadesima “Ctrl-Z” dalam ASCII : karakter yang menandakan isi SMS siap ditulis
Setelah rutin perintah tersebut dilakukan maka modem akan memberikan tanda apakah perintah tersebut berhasil dikirimkan atau tidak, jika perintah tersebut berhasil dieksekusi maka modem akan memberikan balasan “ OK <13H><10H>”
kepada mikrokontroler atau jika tidak maka modem akan
mengirimkan kalimat “+ERROR”.
123
Kendali dua Arah (Rutin Interupsi) Alur lengkap proses kendali drifter diperlihatkan pada Gambar 17. Kendali dua arah yang dimaksud disini adalah merubah beberapa konfigurasi drifter melalui jarak jauh menggunakan SMS berisi teks tertentu. Vektor interupsi RS232 dihidupkan sejak mikrokontroler bekerja, vektor interupsi tersebut berfungsi untuk mendeteksi penerimaan karakter dari modem. Jika ada karakter yang dikirimkan oleh modem ke mikrokontroler maka vektor interupsi tersebut akan melakukan rutin pengecekan berupa isi apakah karakter tersebut berupa AT Command menandakan SMS masuk yaitu “AT+CNMI”, jika benar dilanjutkan dengan membaca SMS (AT+CMGR), kemudian kembali mencocokan nomor dan isi SMS apakah nomor pengirim adalah nomor yang diberikan hak mengendalikan, jika benar kemudian isi SMS dibandingkan dengan kode SMS yang sudah tersimpan di memori EEPROM mikrokontroler untuk mengetahui perintah mana yang akan dilakukan. Beberapa kode perintah tersebut tersusun dalam Tabel 11. Tabel 11. Daftar perintah kendali dua arah No
Perintah
Keterangan
1
CODE-1
Restart Mikrokontroler
2
CODE-2
Kirim Data Segera
3
CODE-3=n
Rubah delta waktu, n jumlah pengukuran
4
CODE-4
Cek kondisi (catu daya) buoy
Ada 4 hal (Tabel 9) yang dilakukan dalam pengendalian dua arah ini yaitu pertama restart mikrokontroler. Hal ini diperlukan karena kemungkinan terjadi kesalahan dalam urutan langkah perangkat lunak bisa saja terjadi dan mengacaukan kerja sistem sehingga diperlukan untuk memulai kembali proses dari awal pada mikrokontroler. Kedua yaitu pengiriman data segera, ini dilakukan untuk mengantisipasi diperlukanya data segera pada saat tertentu, ketiga yaitu merubah selang waktu pengiriman, karena tidak selalu dibutuhkan selang waktu yang sama selama operasi dan terakhir yaitu pengecekan kondisi drifter, hal ini sangat penting terutama melihat catu daya yang tersisa dan kondisi komunikasi dengan sensor.
124
Mulai
Interupsi Mulai
Baca Pengirim dan Isi SMS
Kembali Ke Program Utama
Delete SMS
Apakah SMS Kode?
Cocokan Kode SMS
Kode Restart
Kode Kirim Data Segera
Kode Rubah Delta Waktu Pengiriman
Kode Cek Kondisi Buoy
Aktifkan Watchdog Timer
Baca Data GPS: 1. Posisi 2. Kecepatan & Percepatan
Baca Parameter Waktu
Baca Tegangan Power menggunakan ADC Internal
Susun Format SMS
Set Parameter Waktu di EEPROM
Delay melebihi Watchdog Timer
Sistem Restart
Scanning Kondisi GPS dan Modem
Scanning Kondisi Sensor Kirim SMS
Kirim SMS Konfirmasi Baca Jumlah Sinyal Modem
Kembali Ke Program Utama
Kembali Ke Program Utama Kirim SMS Konfirmasi
Kembali Ke Program Utama
Gambar 17. Diagram alir program interupsi (kendali dua arah)
3.7. Perangkat Lunak Penerima Perangkat lunak penerima berfungsi untuk menerima data yang dikirimkan oleh drifter. Perangkat lunak ini ditanamkan pada komputer yang memiliki modem GSM atau terhubung modem GSM sebagai perangkat keras penerima data. Perangkat lunak ini dibangun dari bahasa pemrograman Borland Delphi 7 dan MYSQL sebagai basis data. Akses perangkat lunak ini ke modem GSM menggunakan komunikasi RS232 dengan API (Application Programming interface) AT Command yang dimiliki oleh hampir semua perangkat modem GSM. Perangkat lunak yang dibuat adalah program penunggu vektor interupsi pada RS232 komputer. Perangkat lunak akan menunggu modem mengirimkan AT
125
Command “AT+CNMI” yang merupakan tanda SMS masuk, kemudian mengirimkan perintah “AT+CMGR” yang berfungsi untuk membaca isi SMS yang baru diterima. SMS yang diterima kemudian dibaca nomor dan isi SMS. Jika berasal dari nomor drifter maka isi SMS tersebut disimpan sebagai data. Adapun diagram alir dari perangkat lunak ini terlihat pada Gambar 18.
Class RS232 Interface Modem GSM ke Laptop/PC
Tidak
Tunggu Interupsi AT+CNMI sebagai tanda ada SMS masuk?
Tidak Ya
Kirim AT+CMGR Perintah pembacaan SMS
Apakah SMS dari Nomor Buoy
Ya
Simpan data di basisdata
Gambar 18. Diagram alur perangkat lunak penerima data
Bahasa pemrograman Borland Delphi 7 menyediakan class khusus untuk mengakses perangkat keras RS232 di komputer. Salah satu kemampuan dari class ini adalah pengiriman kalimat (string) ke port serial dan pembacaan data string dari port serial. Fungsi utama yang dikerjakan oleh perangkat lunak penerima ini adalah membaca data string pada port pada saat terjadi interupsi data masuk dari modem GSM penerima. Setelah interupsi diterima kemudian dicek apakah interupsi tersebut berupa SMS masuk yaitu AT-Command +CNMI jika ya kemudian pengecekan dilanjutkan terhadap nomor pengirim SMS, jika dari drifter maka dilakukan pembacaan SMS (+CMGR) dan kemudian disimpan dalam basisdata.
126
3.8. Uji Coba Laboratorium Setelah melakukan desain dan pembuatan, instrumen kemudian di uji untuk mengetahui buoyancy, lama operasi catu daya, akurasi data GPS, dan sensor suhu. Daya apung diuji di water tank laboratorium Akustik Kelautan, ITK IPB kemudian diukur ketinggian badan wahana yang tenggelam. Lama operasi diujicoba dengan menyalakan instrumen hingga instrumen tersebut tidak bekerja karena kehabisan power, data GPS diuji dengan melakukan tracking kemudian memplotkan hasil tracking tersebut di Google Earth apakah sesuai atau tidak dengan peta tersebut. Data suhu dibandingkan menggunakan pengukuran termometer air raksa. Sensor suhu DS18B20 merupakan sensor suhu digital bukan untuk pengukuran di dalam air karena tidak kedap air, oleh karena itu sensor tersebut harus dibungkus sehingga kedap air. Akibat pembungkusan tersebut nilai keluaran hasil pengukuran DS18B20 akan berbeda dengan nilai suhu sebenarnya di air. Kalibrasi sensor suhu ini menggunakan alat termometer dengan cara air dingin yang dipanaskan secara perlahan dan kemudian dicatat hasil pengukuran kedua instrumen. Data yang didapatkan digunakan untuk mencari hubungan antara suhu sebenarnya di air dengan nilai data yang dikeluarkan oleh sensor DS18B20. 3.9. Uji Coba Lapang Buoy diujicobakan di Teluk Pelabuhan Ratu dilakukan pada 2 hari yang berbeda yaitu tanggal 28 Agustus 2010 dan 30 Agustus 2010, dilepas pada pagi hari kemudian pada sore hari diambil kembali. Pelepasan buoy dilakukan sebelumnya dengan melihat tabel peramalan pasang surut dimana pada hari tersebut diharapkan bukan pasang perbani sehingga pola pergerakan pasang surut dapat terlihat cukup jelas. Pada hari pertama buoy dilepas pada bagian tengah, dan hari kedua dilepas pada bagian pinggir teluk (Gambar 19).
127
Gambar 19. Titik awal pelepasan buoy
3.10. Pengolahan Data Pengolahan data dan menampilkan data dilakukan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Data yang telah diperoleh kemudian diolah untuk melihat kinerja dari drifter yang telah dirancang. Pengolahan data tersebut ditunjukkan pada Gambar 20. Perekaman data dilakukan setiap 2 detik sehingga ada kemungkinan terjadi pencatatan data pada posisi yang sama dikarenakan pergerakan buoy yang lambat dan ketelitian pengukuran GPS. Oleh karena itu diperlukan filter data untuk menghilangkan data dengan posisi yang sama. Setelah itu dilakukan perhitungan waktu yang dibutuhkan untuk perubahan posisi. Dengan anggapan bahwa buoy bergerak konstan maka kecepatan gerak buoy juga dapat dihitung.
128
Data Mentah (setiap 1 detik)
Baca data berikutnya
Terjadi Perubahan Posisi?
ya Rubah Koordinat Menjadi koordinat UTM
Catat suhu dan catat perubahan waktu
Hitung Jarak dan arah
Hitung Kecepatan
Pisahkan menjadi komponen U dan V
Susun data bentuk spreadsheet terdiri atas Koordinat, delta t, jarak, arah, komponen u dan , suhu
Gambar 20. Diagram Alir Pengolahan Data menjadi bentuk Spreadsheet
Data posisi yang awalnya berupa koordinat degree latitude dan longitude dirubah menjadi koordinat UTM untuk memudahkan proses pengolahan data selanjutnya. Selang waktu perubahan posisi tentu tidak akan sama dan oleh karena itu selang data pada penelitian ini kemudian ditentukan konstan yaitu selama 10 menit. Jadi pengelompokan data juga dilakukan selama selang waktu tersebut. Arah gerak dan kecepatan drifter dihitung menggunakan rumus Phytagoras seperti ilustrasi di Gambar 21. Besar kecepatan dan arah buoy kemudian dibagi lagi menjadi komponen U dan V. data yang diolah tersebut kemudian disusun dalam bentuk spreadsheet. Data kecepatan, arah, U dan V serta suhu kemudian menjadi data yang akan digunakan dalam display dan analisis data yang dihasilkan. Baik berupa stick plot arus dengan pasang surut, stick plot arus dengan pengukuran manual untuk validasi dan plot arah dan kecepatan arus secara spasial. 129
posisi-1 (x1,y1)
ᶿ
r
posisi-2 (x2,y2)
Gambar 21. Ilustrasi koordinat 2 titik Persamaan yang digunakan yaitu: )
√( (
(
) ...................................................(5)
) ........................................................................(6)
(
) ...............................................................................(7)
dimana: ( ) (
) ( ) ( ) (bujur) ( ) ( )
Selain data ditampilkan seperti yang telah disebutkan, data posisi juga ditampilkan di perangkat lunak Google Earth. Hal ini dilakukan untuk melihat ketepatan posisi yang dihasilkan dengan perangkat lunak tersebut. Penampilan data posisi di Google Earth dilakukan dengan membuat file KML dari data posisi yang telah dihasilkan. Data suhu yang tersimpan setiap 2 detik kemudian dibuat dalam bentuk grafik terhadap koordinat lintang dan bujur, sehingga terlihat perubahan panas secara 130
spasial dari masa air. Data 2 detik tersebut kemudian dibuatkan juga dalam bentuk grafik suhu terhadap waktu, untuk melihat perubahan suhu yang terjadi selama proses uji coba. Terakhir, data suhu setiap 2 detik tersebut kemudian dirataratakan setiap 10 menit untuk melihat keterwakilan proses perataan data terhadap pencatatan yang lebih cepat. Hal ini dimaksudkan untuk mencari selang waktu paling efektif dalam pencatatan dan pengiriman data.
131
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Umum Hasil Penelitian Penelitian ini telah menghasilkan sebuah sistem drifter buoy sederhana. Ada 2 bagian utama dari sistem yang dikembangkan yaitu : drifter buoy sebagai instrumen yang melakukan pengukuran dan pengiriman data dan ground segment sebagai stasiun darat yang menerima data dan berkomunikasi dengan drifter untuk melakukan konfigurasi kerja. Drifter buoy yang dirancang pada penelitian ini mengikuti desain model SVP dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang tersedia. Jarak antara subsurface buoy dan drogue misalnya pada desain SVP berjarak 2 m, sedangkan pada desain ini berjarak 0.5 m. Panjang drogue SVP adalah 3 m, sedangkan pada penelitian ini drogue yang digunakan memiliki panjang 1.5 m. Diameter bola buoy pada desain SVP 34 cm, sedangkan pada penelitian ini digunakan 30 cm. Drogue yang digunakan berupa jaring dengan mesh size 3 mm berbahan nylon. Pengurangan panjang total serta dimensi diameter buoy drifter ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa drifter akan dioperasikan pada daerah teluk sehingga drifter harus memiliki dimensi sekecil mungkin. Bagian elektronika dan sensor ditempatkan di subsurface buoy. Bagian ini terdiri atas sensor posisi yaitu GPS, sensor suhu, transceiver GSM, mikrokontroler serta accu 7 AH. Komunikasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan layanan Short Message Services (SMS), baik data yang dikirimkan maupun komunikasi untuk konfigurasi data. Data dikirimkan setiap 5 menit namun dapat diatur secara manual atau lewat SMS. Di bagian ground segment terdiri atas transceiver GSM sebagai penerima data dan pengirim konfigurasi yang terhubung pada sebuah komputer. 4.2. Hasil Rancang Bangun Drifter Instrumen drifter yang dihasilkan pada penelitian ini terlihat seperti pada Gambar 22. Tampak Luar bagian dari instrumen tersebut yaitu GPS, Antena GSM, Kontrol Panel, Drogue, Sensor suhu. Adapun dimensi dari instrumen ini 132
yaitu : panjang total pelampung 45 cm dengan diameter bola 30 cm dan panjang tempat antena 15 cm, dan berat total 5 Kg, diameter drogue 50 cm dengan panjang 200 cm. Jarak antara subsurface buoy dengan drogue yaitu 50 cm diikat mengunakan tali nylon berdiameter 1 cm. Pada bagian dasar dari buoy diberi cat anti fouling setinggi 15 cm dari dasar buoy.
GPS Antena GSM Kontrol Panel Slot MMC/SD Card
ON/OFF
Sensor Suhu LED Indikator
Slot Charger
Drogue
Gambar 22. Hasil rancang bangun drifter buoy Susunan bagian dalam buoy terlihat di Lampiran 1. Terdapat aki pada bagian dasar, kemudian diberi alas acrilyc dan diatasnya ditempatkan kotak elektronik. Pada kotak elektronik ini terpusat beberapa konektor yaitu konektor ke kontrol panel seperti kabel data MMC/SD card, tombol catu daya, charger dan LED indikator. Kemudian konektor kabel sensor suhu yang diletakan pada bagian bawah buoy, konektor kabel antena GSM dan kabel serial GPS. Kontrol panel merupakan bagian penting dari instrumen yang dirancang ini, dimana bagian ini terdiri atas beberapa bagian yaitu: Slot MMC/SD Card yang merupakan media penyimpanan data dan konfigurasi dari kerja instrumen, ON/OFF untuk menghidupkan atau mematikan instrumen, Slot charger untuk melakukan pengisian batteray, LED indikator sebagai indikator kerja instrumen. Tersedianya panel kontrol memungkinkan dilakukan pengaturan kerja instrumen secara offline, atau mematikan dan menghidupkan instrumen. Panel kontrol ini dibuat sedemikian agar kedap air dan memiliki beberapa pengunci tersembunyi, agar pada saat dilepas di laut tidak semua orang mampu membuka panel kontrol ini. 133
Desain drifter yang baik adalah drifter yang mampu mengikuti pergerakan air sebaik mungkin. Penentuan baik dan buruknya sebuah drifter ini mampu mengikuti pergerakan air biasanya dihitung berdasarkan drag area ratio (Sybrandy et al, 1995). Drag area ratio yaitu perbandingan antara daya tangkap dari parasut (drogue) terhadap pergerakan masa air dengan luas permukaan bola buoy dan komponen lainnya. Pergerakan drifter di anggap mampu mewakili pergerakan masa air sesungguhnya dengan ketelitian dibawah 1 cm/s harus memiliki nilai drag area ratio diatas 40 (Niiler, 1995). Pada penelitian ini, ada beberapa komponen yang dihitung untuk menentukan drag area ratio tersebut, yaitu luas permukaan bola, luas pelampung, diameter penyangga, dan panjang tali yang digunakan. Nilai koefisien drag diambil dari SVP Design Manual (Hansen et al, 1996), dan kemudian digunakan untuk menghitung nilai drag area. Nilai drag area ratio adalah merupakan perbandingan dari nilai drag area dari drogue dengan jumlah nilai drag area dari komponen lain. Perhitungan dari semua komponen tersebut terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perhitungan drag ratio drifter yang dihasilkan.
Panjang Luas Komponen (cm) (cm2) Koefisien Drag Drag Area Luas Permukaan buoy 30 706.5 0.47 332.055 Panjang Tali 350 1.4 490 Drogue 200 31400 1.4 43960 Panjang penyangga 1.5 1 1.5
Drag Area ratio 53.38
Drag area ratio dari drifter yang dibuat yaitu sebesar 53.38 dan lebih besar dari 40. Hasil tersebut berarti daya tangkap drifter hasil rancangan terhadap pergerakan masa air cukup baik, sehingga rancangan ini memiliki ketelitian dibawah 2 cm/s atau pada keadaan tenang dengan angin dibawah 4 cm/s memiliki ketelitian hingga 1 cm/s (Niiler, 1995).
134
4.2.1. Rangkaian Elektronik Drifter yang dikembangkan berbasis mikrokontroller ATMega32 produksi perusahaan ATMEL. Beberapa fungsi penting dari mikrokontroler ini yaitu melalui komunikasi serial menerima kalimat NMEA dari GPS, melakukan parsing terhadap NMEA $GPRMC, sehingga didapatkan waktu UTC, posisi lintang dan bujur serta kecepatan dalam knot.
Mikrokontroler ATMega32
menggunakan fasilitas 1-wire yang dimiki melakukan pembacaan terhadap sensor suhu DS18B20. Data
yang telah dibaca kemudian disimpan pada modul
penyimpanan dengan format yang telah ditentukan serta pada waktu yang ditentukan mengirimkan data ke penerima. Rangkaian Utama Mikrokontroler Rangkaian utama yaitu rangkaian minimum sehingga mikrokontroler dapat bekerja dan melakukan pemrograman. ATMega32 memiliki rangkaian minimum cukup mudah yaitu dibangun dari mikrokontroler itu sendiri, kristal eksternal (X-TALL), kapasitor dan catu daya 5 Volt. Untuk melakukan pemrograman pada mikrokontroler ATMega32 juga cukup mudah yaitu hanya menghubungkan beberapa pin SPI (Serial Programming Interface) dengan port parallel yang dimiliki komputer (Gambar 23). Modem dan GPS menggunakan komunikasi serial RS232 untuk berkomunikasi dengan peralatan lain termasuk mikrokontroler, sehingga antarmuka cukup menggunakan fasilitas internal dari mikrokontroler ATMega32 baik hardware RS232 maupun RS232 secara software. Pada penelitian ini Hardware RS232 digunakan oleh Modem GSM dan RS232 secara software digunakan oleh GPS. Modem yang digunakan menggunakan RS232 dengan level tegangan 12V dan mikrokontroler adalah RS232 level TTL (5V) maka diperlukan IC Converter MAX232 (Gambar 23) sebagai level converter tegangan tersebut. Sensor suhu menggunakan komunikasi 1-wire dalam komunikasinya yang juga tersedia protokolnya di mikrokontroler ATMega32. Kecepatan maksimum dari ATMega32 rangkaian ini diatur menggunakan Kristal eksternal yaitu X-TALL 4 MHz.
135
Keseluruhan rangkaian pada penelitian ini terlihat pada Gambar 22. Sensor suhu DALLAS DS18B20 cukup menggunakan resistor pull-up unutk antarmukanya. GPS dihubungkan ke PA.5 (Tx) dan PA.4 (Rx) dan menggunakan komunikasi RS232 secara perangkat lunak. Catu daya menggunakan aki 12 Volt. Media penyimpanan menggunakan SD/MMC card dengan level tegangan komunikasi 3.3 Volt.
Gambar 23. Rangkaian utama mikrokontroler drifter berbasis ATMega32
Sumber utama energi dari instrumen yang dibuat adalah aki 7AH dengan tegangan 12 Volt. Level tegangan tersebut diubah menjadi level tegangan 5 Volt dan 3.3 Volt, masing-masing digunakan untuk ATMega32 dan ICMAX232 serta 3.3 Volt untuk modul MMC/SD Card. Pengubahan level tegangan ini menggunakan IC keluarga LM78XX yang merupakan regulator tegangan stabil dari National Semiconductor murah dan banyak tersedia dipasaran Indonesia.
136
Modul Perangkat Lunak Utama Perangkat lunak buoy adalah perangkat lunak yang ditanamkan di mikrokontroler, sesuai dengan alur dan cara kerja yang dibuat. menurut Stewart (2010) penggunaan bahasa tingkat tinggi seperti bahasa C, BASIC, PASCAL sangat membantu dalam efisiensi rancang bangun drifter dan kecepatan penyelesaian serta penentuan alur kerja yang jauh lebih mudah, oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan BASCOM-AVR sebagai tools pemrograman dengan bahasa BASIC sebagai bahasa dasarnya. Perangkat lunak yang ditanamkan didalam buoy ini dibagi menjadi beberapa modul yang bekerja satu kesatuan pada program utama. Perangkat Lunak Instrumen drifter terbagi atas beberapa modul, agar memudahkan dalam proses perancangan, analisa dan pengecekan kesalahan. Modul tersebut dibuat berdasarkan peralatan yang digunakan sesuai dengan fungsi dan cara kerja masing-masing peralatan tersebut. Modul tersebut terdiri atas modul penyimpanan data, modul sensor suhu, modul GPS, modul modem GSM untuk pengiriman data dan kendali dua arah, dan modul pembaca konfigurasi file kerja drifter. Agar drifter bekerja sesuai dengan keinginan, modul-modul tersebut kemudian disatukan satu sama lain. Penyatuan modul-modul tersebut dibuat dalam sebuah modul yang kemudian disebut modul perangkat lunak utama. Fungsi utama dari modul perangkat lunak utama yaitu mengatur alur kerja dari setiap modul lain, kemudian menyusun beberapa data dan format yang diperlukan sehingga semua modul dapat bekerja sesuai dengan keinginan. . Adapun alur program utama pada penelitian ini seperti pada Gambar 16. Pada saat pertama kali dinyalakan mikrokontroler akan melakukan konfigurasi seperti komunikasi modem, sensor suhu dan GPS dan vektor interupsi diaktifkan. Kemudian pembacaan GPS dilakukan yaitu berupa data posisi dalam lintang dan bujur dengan nilai kecepatan, tanggal dan jam, selanjutnya pembacaan sensor suhu dan menyimpannya di dalam data logger dan dikirimkan ke modem dalam bentuk perintah AT-Command SMS. Pengiriman data dilakukan sesuai dengan variabel waktu yang telah ditetapkan didalam file konfigurasi, atau jika dilakukan
137
konfigurasi dari jarak jauh variabel waktu pengiriman tersebut akan dirubah sesuai dengan yang ditentukan pada kendali dua arah. 4.2.2. Modul Data Logger dan Modul Perangkat Lunak Penyimanan Data Logger Penyimpanan data menggunakan MMC/SD Card, dimana MMC/SD card ini dapat diakses menggunakan komunikasi SPI (Serial Programming Interface) yang
juga
dimiliki
oleh
mikrokontroler
ATMega32
yaitu
komunikasi
menggunakan mode Master/Slave dimana data dikirim secara serial melalui beberapa paket frame dengan kemampuan silih berganti sebagai Master atau sebagai Slave. Ada 4 pin dalam komunikasi ini yaitu MOSI, MISO, SCLK dan SS (Gambar 20). MOSI (Master Output) merupakan jalur data keluar dari master menuju slave, MISO (Master input) yaitu jalur data dari slave menuju master, SCLK merupakan sinyal clock sinkronisasi sinyal dan SS merupakan pin pemilih Master dan Slave. Level tegangan yang digunakan modul data logger dengan mikrokontroler berbeda, pada mikrokontroler menggunakan level tegangan digital 5 Volt sedangkan pada modul MMC/SD card menggunakan level tegangan 3.3 Volt. Perbedaan level tegangan tersebut menyebabkan dibutuhkannya rangkaian perantara (antarmuka) seperti terlihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Rangkaian antarmuka MMC/SD Card
Rangkaian perantara ini dibuat menggunakan prinsip pembagi tegangan, sehingga cukup sederhana dan hanya menggunakan sebuah regulator tegangan 3.3 Volt. Clockrate SPI atau kecepatan kerja transfer data pada modul ini tidak boleh terlalu cepat dikarenakan rangkaian perantara tidak cukup baik bekerja jika 138
clockrate terlalu cepat. Pada penelitian ini didapatkan clockrate terbaik yaitu 64 bit/s sehingga tidak terjadi kegagalan (error) pada saat komunikasi antara mikrokontroller dan modul data logger. Ada 6 pin dari MMC/SD card yang dihubungkan dengan mikrokontroler yaitu pin 1 (CS), pin 2 (Data in /MOSI), pin 3 (GND), pin 4 (VCC), pin 5 (CLK) dan pin 7 (Data Out / MISO). Secara berurut kaki-kaki tersebut terhubung dengan mikrokontroler yaitu PORTB.4, PORTB.5, GND, Vcc (3.3 Volt), PORTB.6 dan PORTB.7. Pada uji coba laboratorium dengan kecepatan komunikasi SPI 64 bps didapatkan modul data logger ini mampu menyimpan semua data yang diinginkan dalam format yang baik. Komunikasi MMC/SD card menggunakan pustaka MMC.bas yang disediakan oleh BASCOM-AVR dengan sedikit modifikasi karena secara default BASCOMAVR dalam pustaka MMC.bas –nya tidak mendukung ATMega32, serta clockrate dari
rangkaian
yang
digunakan.
Perubahan
ini
dilakukan
di
file
CONFIG_MMC.bas. Perubahan tersebut yaitu penyesuaian pin SPI untuk ATMega32 dan penyesuaian clockrate sesuai dengan Kristal dan rangkaian antarmuka yang digunakan. PINB.4 sebagai pin SS (Hardware SPI), PORTB.4 sebagai pin CS (chip select) dan dari hasil ujicoba didapatkan dengan rangkaian modul yang dibuat, clockrate terbaik didapatkan yaitu 64 bit/s sehingga tidak ada kehilangan data saat transfer penyimpanan. Beberapa perubahan yang dilakukan yaitu: „ define Chip-Select Pin Config Pinb.4 = Output Mmc_cs Alias Portb.4 Set Mmc_cs Config Pinb.4 = Output „ define here Pin of SPI SS Spi_ss Alias Portb.4 Set Spi_ss Config Spi = Hard , Interrupt = Off , Data Order = Msb , Master = Yes , Polarity = High , Phase = 1 , Clockrate = 64 , Noss = 1 Spsr = 1 Spiinit „ Init SPI
Data yang disimpan merupakan data yang telah disusun dalam format yang ditentukan, yaitu “buoy”, nomor buoy, waktu, latitude, longitude, kecepatan, suhu. prosedur penyimpanan data ini dibuat menjadi:
139
Ff = Freefile() Open “Drifter.txt” For Append As #ff Print #ff , “BUOY”;“,”; 1; “,”;Waktu ; “,” ; Msg12 ; “,” ; Msg2 ; Msg4 ; “,” ;Msg3 ; Msg7 ; “,” ; Msg10 ; “,” ; Suhu Close #ff
Perintah “open” adalah perintah penyediaan memori untuk pengolahan file dan dengan metode “append” yang berarti bahwa penambahan isi file jika file sudah ada dan atau pembuatan file baru jika file belum ada. Memori dan file yang tersedia kemudian diisi dengan data menggunakan perintah “ print”. Data tersebut diwakili oleh variabel waktu, msg12, msg2, msg4, msg3, msg7, msg10
dan suhu, dimana data tersebut disimpan di file bernama Drifter.txt.
Umumnya aplikasi drifter seperti drifter yang dikeluarkan WOCE (http://www.marlin-yug.com/products.php?category_name_id=14)
memiliki
data
logger yang tergabung dengan antarmuka sensor seperti modul MM400, dimana komunikasi yang digunakan berupa komunikasi serial RS232 untuk mengeluarkan data yang tersimpan didalamnya. Penggunaan modul seperti MM400 ini yaitu penggunaan daya rendah dan kemudahan pemrograman sedangkan kapasitas penyimpananya cenderung terbatas. 4.2.3. Sensor Suhu DS18B20 dan Modul Perangkat Lunak Pembaca Sensor Suhu Sensor suhu DS18B20 memiliki keluaran sinyal digital sehingga rangkaian antarmukanya cukup sederhana. Sesuai dengan datasheet yang dikeluarkan DALLAS yaitu cukup dengan memberikan resistor pull-up. Pada mikrokontroler keluarga ATMEL resistor ini berkisar antara 4.7 KΩ – 10 KΩ. Resistor pull-up tersebut berfungsi untuk menyesuaikan level tegangan digital sensor dengan mikrokontroler dikarenakan perbedaan arus serap (current-sink) dari keduanya. Gambar 25 a. merupakan rangkaian antarmuka dari sensor DS18B20. Sensor ini kemudian dibuat penutupnya agar kedap air. Casing terbuat dari bahan alumunium (Gambar 25 b) berbentuk silinder kemudian alumunium tersebut ditanamkan pada bagian bawah buoy dan kemudian disatukan kembali menggunakan bahan resin.
140
(a)
(b) Gambar 25. (a) Rangkaian sensor DS18B20, (b) Hasil sensor suhu yang dibuat Sensor suhu yang digunakan yaitu DALLAS DS18B20 menggunakan komunikasi 1-wire, BASCOM-AVR menyediakan pustaka yang baik untuk menggunakan komunikasi ini. DS18B20 mengeluarkan data 12-bit sehingga pengolahan data dilakukan dengan membaca data 8-bit 2 kali dengan 8-bit pertama merupakan bit terendah dan 4 bit teratas dari 8 bit kedua merupakan 4-bit teratas data. Pembacaan data dilakukan dengan perintah 1-wread() dimana data yang dihasilkan berupa data 8-bit. Hasil pembacaan ini kemudian disusun kembali sehingga didapatkan data dalam format 12-bit. Format data tersebut dalam format desimal tanpa koma dan belum terkoreksi 1/16 (bit teratas) sehingga hasil pembacaan dikali dengan 0.0625. Berikut implementasi pembacaan tersebut dalam BASCOM AVR: Sub Read_suhu() Dim Ik As Byte Dim T As Word 1wreset 1wwrite &HCC 1wwrite &H44 1wreset „reset device 1wwrite &HCC 1wwrite &HBE „konversi ke celcius For Ik = 1 To 2
141
C(ik) = 1wread() „pembacaan data Next T = C(2) * 256 „byte atas T = T + C(1) „byte atas + byte bawah If C(2) > 15 Then T = Not T T = T + 1 Suhu = T * 0.0625 Else Suhu = T * 0.0625 End If End Sub
4.2.4. Antarmuka GPS GPS yang digunakan yaitu tipe PMB-648 keluaran Parallax .inc. memiliki keluaran NMEA-0183 melalui komunikasi serial TTL maupun RS232. Penelitian ini menggunakan komunikasi serial TTL karena RS232 mikrokontroler untuk modem GSM dan kabel yang dibutuhkan tidak terlalu panjang dari mikrokontroler ke modul GPS. Gambar 26. merupakan konfigurasi pin dari modul PMB-648.
(a)
(b)
Gambar 26. PMB-648 Parallax (a) Tampak atas, (b) Tampak samping dan konfigurasi pin
Dari Gambar 26 terlihat bahwa ada 4 pin yang digunakan yaitu VCC (kaki 3), GND (kaki 4), TTL RX (kaki 2) dan TTL Tx (kaki 1). Komunikasi dengan mikrokontroler digunakan komunikasi null-modem sehingga kaki 2 dan kaki 1 modul PMB-648 dihubungkan dengan PA.4 dan PA.5 mikrokontroler ATMega32. VCC yang digunakan yaitu VCC 5 Volt. PMB-648 memiliki antena internal dimana tipe ini memiliki daya tangkap sinyal yang cukup baik dan masih mampu mendapatkan sinyal secara baik meskipun ditutup bahan tipis seperti baja ataupun
142
acrilyc. Pada penelitian ini modul ini dibungkus dengan bahan acrilyc sehingga kedap air dan ditempatkan pada bagian paling atas dari buoy. Penelitian ini menggunakan NMEA $GPRMC sebagai data yang akan diambil dari beberapa kalimat NMEA yang dikirimkan oleh receiver GPS. NMEA ini dikirimkan setiap 1 detik (http://www.nmea.org), sehingga dalam proses pembacaan data diperlukan proses pembacaan berulang-ulang (loop). Pembacaan berurut dimulai dengan mendeteksi penanda $GPRMC apakah sudah diterima atau tidak kemudian karakter selanjutnya dianggap sebagai waktu dan seterusnya, dimana delimiter format data $GPRMC ini menggunakan karakter koma (“,”). Gambar 27. menunjukan diagram alir dari pembacaan data pada GPS. Pembacaan berurut dilakukan karena data keluaran dari receiver GPS dalam bentuk serial. Kecepatan pengiriman data serial ini yaitu 9600 bps sesuai dengan kecepatan default dari GPS yang digunakan. Proses perangkat lunak di modul ini sangat bergantung dari kualitas data yang diberikan oleh GPS, pada beberapa percobaan tertentu data yang dikeluarkan oleh GPS tidak memiliki karakter (null character), tetapi tanda pembatas tetap dikeluarkan sehingga implementasi alur Gambar 27. dapat dilakukan. Implementasi dari alur Gambar 26 kedalam bahasa BASIC BASCOM AVR. Pertama mikrokontroler menyimpan header $GPRMC dalam memori EEPROM kemudian setiap penerimaan karakter dari GPS dilakukan pencocokan dengan header tersebut, menggunakan perintah lookup(y, message). Jika data cocok atau berupa $GPRMC maka program akan keluar dari proses looping ini, tetapi jika tidak maka program akan kembali membaca data. Potongan program tersebut yaitu: Do Fdata = Lookup(y , Message) If Fdata = 0 Then Exit Do Get #2 , Tmp If Fdata = Tmp Then Incr Y Loop Get #2 , Tmp
143
Mulai
For I=1:6 Apakah “$GPRMC”?
tidak
ya
Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Waktu ya Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Latitude ya Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Longitude ya Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Kecepatan
Gambar 27. Alur pembacaan data GPS Setelah header $GPRMC ditemukan kemudian dilakukan pembacaan data berikutnya yaitu data waktu dan melakukan konversi. Format data waktu yang dikeluarkan oleh GPS yaitu hhmmss.ss, dimana dd adalah merupakan jam, mm menit dan ss.ss adalah detik, dan jumlah semua data ada 9 karakter. Pembacaan dilakukan setiap karakter dimana karakter pertama dari setiap kode merupakan puluhan dan berikutnya adalah satuan. Setelah data tersusun kemudian disimpan dalam sebuah variabel, implementasi dalam kode program yaitu sebagai berikut: For Ii = 1 To 9 Get #2 , Tmp Msg5 = Msg5 + Chr(tmp) Waktu = Msg5 If Ii = 1 Then Puluhan = Tmp - &H30 Else If Ii = 2 Then Satuan = Tmp - &H30 End If
144
Next Var = Puluhan * 10 Var = Var + Satuan Var = Var + 7 If Var > 24 Then Var = Var – 24 Puluhan = Var / 10 Puluhan = Puluhan + &H30 Satuan = Var Mod 10 Satuan = Satuan + &H30 Mid(msg5 , 1 , 1) = Puluhan Mid(msg5 , 2 , 1) = Satuan Do
„
Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg = Msg + Chr(tmp) Loop Msg = Msg + Msg6 „ variable Waktu
Dengan cara yang sama, pembacaan berurutan dari karakter yang dikirimkan GPS dan pembacaan kalimat NMEA dari variabel status data, Latitude, N/S, Longitude, E/S dan tanggal dilakukan secara berurutan seperti pada kode program dibawah ini: Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg8 = Msg8 + Chr(tmp) „variable status Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg2 = Msg2 + Chr(tmp) „variable latitude Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg4 = Msg4 + Chr(tmp) „variable North/South Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg3 = Msg3 + Chr(tmp) „ variable longitude Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg7 = Msg7 + Chr(tmp) Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg10 = Msg10 + Chr(tmp) „variable West/East Loop
145
Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg11 = Msg11 + Chr(tmp) „variable speed over groung Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg12 = Msg12 + Chr(tmp) „variable tanggal Loop If Msg10 = “” Or Msg10 = “ “ Then Msg10 = “0”
Perintah “GET” adalah perintah yang digunakan BASCOM untuk membaca satu karakter dari port RS232. Data yang didapatkan berupa karakter. Pembacaan dilakukan dalam sebuah perulangan dimana pembacaan akan berakhir bagi variable tersebut jika pembacaan “GET” menemukan karakter “,”. Karakter yang telah disusun dalam setiap variabel tersebut merupakan data yang sesuai dengan urutan kalimat NMEA $GPRMC. Variabel tersebut yaitu Waktu, Msg12, Msg2, Msg4, Msg3, Msg7, Msg10.
4.2.5. Antarmuka Modem GSM untuk Pengiriman Data dan Kendali Dua Arah Modem yang digunakan adalah modem keluaran Wavecom.Inc tipe Fastract M1306B. Modem ini mendukung komunikasi AT-Command dengan keluaran serial RS232. Adanya perbedaan level komunikasi ini sehingga dibutuhkan antarmuka agar dapat berkomunikasi dengan baik yaitu menggunakan IC MAX232 (Gambar 28). Dapat dilihat pada IC tersebut kaki TX dan RX komunikasi RS232 pada pin 7 dan 8 sedangkan input dan keluaran RX dan TX komunikasi RS232 level TTL pada pin 9 dan 10. Pin 7 dan 8 kemudian dihubungkan dengan pin TX dan RX modem GSM secara null-modem atau TX dan RX saling disilangkan seolah-olah komunikasi dilakukan oleh dua peralatan yang sama tanpa adanya sinyal kontrol.
146
Gambar 28. Rangkaian antarmuka modem GSM Gambar 28. menunjukkan rangkaian antarmuka mikrokontroler Tx (PD.1) dan Rx (PD.0) dengan Tx dan Rx Fastract M1306B dengan protocol komunikasi baud rate 9600. Untuk mengatur komunikasi pada kecepatan yang sama yaitu 9600 bps maka pada modem dan mikrokontroler harus diatur kecepatan komunikasi yang sama. Default modem M1306B memiliki baudrate 115200 bps, tetapi dengan Kristal 4 MHz yang digunakan pada mikrokontroler kecepatan komunikasi ini tidak mungkin dilakukan, oleh karena itu kecepatan modem harus diatur kembali. Pengaturan kembali kecepatan baud rate ini dilakukan menggunakan AT-Command AT+CIFR=9600.
Perintah tersebut bersifat
sementara artinya konfigurasi kecepatan yang dilakukan belum disimpan di memori EEPROM modem, dan jika catu daya dimatikan konfigurasi akan kembali ke 115200 bps. Penyimpanan setting kecepatan pada EEPROM dapat menggunakan
AT-Command
AT&W.
hubungan
antara
modem
dan
mikrokontroler dilakukan hanya menggunakan pin TX dan RX tanpa melibatkan pin control sehingga konfigurasi kabel keduanya harus menggunakan konfigurasi null modem, dimana konfigurasi ini menyilangan antara kabel TX dan RX. Modul Pengirim Data Modul pengiriman data berupa SMS ini akan aktif bila dalam file config.ini nilai variabel smsornot sama dengan satu (baris ke-2 dalam file CONFIG.INI), maka pada modul ini dilakukan pengecekan berapa nilai variable tersebut. Jika
147
nilainya sama dengan 1 maka akan dilakukan perintah SMS seperti pada kode berikut: If Smsornot = "1" Then If Hitungsms > Waktusms Then Print "AT+CMGS=";Chr(34);Nomer;Chr(34);Chr(13;Chr(10) Waitms 500 Print Waktu ; ":" ; Msg12 ; "," ; Msg2 ; Msg4 ; "," ; Msg3 ; Msg7 ; "," ; Msg10 ; "," ; Suhu Print Chr(26) ; Chr(13) ; Chr(10) Waitms 700 Hitungsms = 0 End If End If
Setelah melakukan pengecekan konfigurasi dilakukan pengiriman atau tidak, perintah AT+CMGS adalah untuk mengirimkan SMS yang diikuti dengan nomor penerima dan isi SMS kemudian diakhiri CHR(26) atau CTRL-Z. isi dari SMS diisi menggunakan perintah PRINT diikuti dengan format data yaitu variabel WAKTU, MSG12 MSG7
yang merupakan tanggal, MSG2 dan MSG4 merupakan latitude, MSG3 dan
merupakan longitude , MSG10 merupakan kecepatan yang diukur oleh GPS
dan SUHU. Hasil uji coba di laboratorium menunjukan bahwa sukses tidaknya perintah ini sangat bergantung pada kualitas sinyal GSM. Dari selang sinyal yang dikeluarkan oleh modem yaitu 0-19 poin (didapatkan melalui perintah AT-COMMAND AT+CSQ), minimal ada 5 poin yang dibutuhkan agar perintah pada modul ini sukses dilakukan pengiriman SMS. Sukses tidaknya perintah SMS ini dapat dideteksi melalui respon yang diberikan oleh modem, jika sukses modem akan memberikan respon “OK”, jika tidak maka modem akan memberikan respon “+ERROR”. Pada penelitian ini jika terjadi kegagalan pengiriman maka data tersebut dilewatkan atau tidak dikirimkan kembali, dengan pertimbangan keefektifan perangkat lunak dan untuk mengetahui data sebenarnya dapat dilihat pada data yang tersimpan di SD/MMC card.
Kendali Dua Arah Komunikasi dua arah pada implementasi drifter sangat penting dilakukan (Ohlmann, 2005), Kendali dua arah yang dimaksud pada penelitian ini adalah pengiriman SMS berkode tertentu yang tersimpan di memori buoy sehingga ketika
148
buoy menerima SMS tersebut, buoy akan melakukan hal yang kita perintahkan. Beberapa hal yang diatur dalam kendali dua arah ini seperti pada Tabel 9. Langkah pertama untuk kendali dua arah yaitu menghidupkan vektor interupsi komunikasi serial sehingga pada saat kapanpun SMS masuk perangkat lunak akan mengecek ke vektor interupsi tersebut. Untuk menghidupkan vektor interupsi ini di BASCOM AVR seperti berikut: Config Serialin = Buffered , Size = 40 Enable Interrupts
AT-Command tanda SMS masuk yaitu AT+CMTI sehingga setelah vektor interupsi terpenuhi maka tugas pertama dari rutin interupsi adalah mengecek apakah isi dari interupsi tersebut karakter +CMTI. Rutin tersebut dibuat menjadi: Sub Ada_sms Config Watchdog = 2048 Start Watchdog Getline Sret Stop Watchdog I = Instr(sret , ":") : If I > 0 Then Stemp = Left(sret , I) Select Case Stemp 'ANY MESSAGE FROM SOMEONE Case "+CMTI:" : Showsms Sret Case Else 'ANY CALL FROM SOMEONE End Select End If End Sub
Setiap karakter yang diterima di port RS232 akan ditampung pada variabel sret melalui perintah getline, kemudian di dalam variabel tersebut dicari karakter
“:” dan karakter sebelumnya di tampung dalam variable I. jika variable I ini adalah “+CMTI” maka tanda adanya SMS baru kemudian akan dilakukan proses pembacaan SMS, jika tidak proses kembali ke program utama. Langkah terakhir adalah mencocokan isi SMS dengan kode SMS yang telah disepakati seperti pada Tabel 11. Berikut rutin pencocokan yang dilakukan pada penelitian ini: Sub Showsms(s As String ) I = Instr(s , ",") I = I + 1 Stemp = Mid(s , I) Print "AT+CMGR=" ; Stemp Getline S Do
149
Getline S Select Case S Case "CODE-1" : Print Phonenumber Waitms 50 Print "RESET" Print "MIKROKONTROLER" Print "" Print Chr(26) Config Watchdog = 2048 Start Watchdog Wait 5 Stop Watchdog Case "CODE-2" : … … Case "OK" : Exit Do Case Else End Select Loop Print "AT+CMGD=1,4" Getline S Waitms 100 End Sub
Pertama mikrokontroler akan membaca isi SMS setelah pengecekan variable I adalah “+CMTI”, kemudian dengan perintah AT+CMGR isi SMS tersebut diambil menggunakan rutin getline dan disimpan dalam variabel S, hasil pembacaan isi SMS inilah yang kemudian dicocokan dengan menggunakan perintah case. jika memenuhi case tertentu maka mikrokontroler akan melakukan perintah yang diinginkan (Table 9). Setelah melakukan perintah tersebut mikrokontoler kemudian melakukan perintah pengiriman SMS sebagai laporan bahwa perintah telah dilakukan. Terakhir SMS kemudian dihapus menggunakan perintah AT+CMGD. Komunikasi ini sangat berguna dalam mengetahui kondisi atau merubah alur kerja dari drifter di laut.
4.2.6. File Konfigurasi Kerja Drifter (CONFIG.INI) Pada umumnya konfigurasi kerja drifter dapat diatur secara offline (bersentuhan langsung) dan secara online (jarak jauh). Pengaturan secara offline biasanya menggunakan komputer berisi program pembaca dan penulis EEPROM mikrokontroler yang digunakan, karena pada umumnya setting parameter tersebut disimpan pada memori EEPROM. Pada penelitian ini setting offline tersebut tidak
150
dilakukan menggunakan komputer tetapi melalui file yang ada di memori MMC/SD card yang berisi beberapa baris kode. File tersebut akan selalu dibaca oleh mikrokontroler pada awal dinyalakan kemudian setiap parameter tersebut disimpan dimemori EEPROM mikrokontroler. Buoy dalam penelitian ini dirancang agar dapat digunakan berulang-ulang sehingga dibutuhkan kemudahan dalam konfigurasi dari kerja buoy. Dalam perancangan ini digunakan file Config.ini (Gambar 29) yang ditanamkan di MMC/SD card buoy sebagai pengatur kerja buoy. Beberapa hal yang diatur dalam file ini yaitu baris pertama adalah selang waktu perekaman dalam detik, baris kedua merupakan variable yang menyatakan apakah dilakukan pengiriman data atau tidak, baris ketiga yaitu selang waktu pengriman data dan baris keempat adalah nomor penerima dari data (server).
Gambar 29. File CONFIG.INI sebagai pengatur kerja buoy Pada awal dinyalakan mikrokontroler akan mengecek dan membaca keberadaan file ini. Pembacaan kemudian dilakukan secara berurut baris per baris dan disimpan dalam variabel masing-masing yang kemudian digunakan dalam proses perangkat lunak berikutnya. 4.2.7. Perangkat Lunak Penerima Data yang dikirimkan oleh drifter adalah berupa data text melalui SMS. Data tersebut kemudian diterima oleh ground segment yang merupakan sebuah modem GSM terhubung dengan komputer yang berisi perangkat lunak yang mampu menerima dan melakukan pengolahan data SMS yang disebut dengan perangkat lunak penerima. Selain menerima dan melakukan pengolahan data yang
151
dikirimkan oleh drifter, ground segment juga berfungsi melakukan komunikasi dua arah dengan drifter dengan mengirimkan pesan text SMS konfigurasi ke drifter. Perangkat lunak penerima (Gambar 30.) dibuat menggunakan perangkat lunak Borland Delphi 7, perangkat lunak ini menerima dan mengirimkan SMS dari buoy dalam bentuk AT-Command melalui port serial atau USB komputer. Komponen Delphi yang digunakan untuk melakukan akses port serial yaitu Tcomport, dimana komponen ini memiliki pustaka yang baik dalam melakukan akses terhadap port tersebut. Penggunaan komponen ini dipilih juga disebabkan oleh kemudahan dalam penggunaanya dalam pemrograman. Ada beberapa fungsi utama yang digunakan yaitu writestr untuk melakukan penulisan pada port dan readstr untuk membaca string yang diterima pada port serial.
Gambar 30. Tampilan perangkat lunak penerima data Beberapa prosedur penting dari perangkat lunak ini yaitu prosedur yang mengakses port serial komputer yang terhubung modem GSM baik dalam mengirimkan perintah atau menerima data SMS. Prosedur pengiriman data yaitu: procedure TForm1.SendCommand(strCommand: string; : Char); var s begin s := strCommand + Comm1.WriteStr(s); end;
Postfix : string; Postfix;
152
Menggunakan fungsi writestr dikirimkan perintah AT-Command dimana variabel string yang dibutuhkan diganti dengan perintah yang dibutuhkan misalnya AT+CGMM, AT+CGMR dan lainnya. Apabila diimplementasikan maka prosedur tersebut menjadi : Comm1.WriteStr(„AT+CGMM‟ + Chr(13));
Pembacaan data dilakukan dengan prosedur comm1RxChar yaitu pembacaan data jika terjadinya interupsi pada pin receiver port serial, berikut prosedur pembacaan data tersebut: procedure TForm1.Comm1RxChar(Sender: TObject; Count: Integer); var Str: String; begin Comm1.ReadStr(Str, Count); Memo1.Text := Memo1.Text + Str; end;
Data yang telah dibaca kemudian disusun dalam variabel dan format, kemudian menyimpannya di dalam basisdata. “Str” adalah karakter yang menangkap string yang ada di penerima serial. Pembacaan ini dilakukan ketika ada interupsi di port serial, jika ada kemudian variable str membaca apakah string tersebut +CNMI, jika ya akan dilanjutkan dengan +CMGR yaitu pembacaan isi SMS kemudian isi tersebut ditampung oleh variable str dan inilah yang kemudian dianggap sebagai data mentah (raw data). Kendali dua arah dilakukan dengan melakukan pengiriman SMS berkode menggunakan perintah AT+CMGS yaitu perintah pengiriman SMS dimana isi dari teks SMS adalah kode sesuai dengan perintah yang diinginkan. Apabila diimplementasikan misalnya: comm1.writestr(„AT+CMGS‟); comm1.writestr(„CODE-1‟); comm1.writestr(1A); comm1.writestr(13);
Kendali dua arah yang lain dilakukan dengan prosedur yang sama. Setiap kali dilakukan perintah dua arah dari ground segment dan SMS konfigurasi tersebut diterima oleh drifter maka drifter akan mengirimkan SMS balasan sebagai tanda bahwa konfigurasi telah dilakukan, jadi setelah perintah SMS konfigurasi SMS
153
perangkat lunak pada sisi ground segment kemudian akan menunggu kiriman SMS balasan sebagai informasi bahwa konfigurasi dilakukan dengan sukses atau tidak. 4.2.8. Perbandingan Spesifikasi Drifter yang dihasilkan dengan Drifter ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM Adapun perbandingan dari drifter yang dihasilkan pada penelitian dengan drifter lainnya yaitu ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM sebagai teknologi drifter yang telah digunakan luas dan lama oleh para peneliti (Tabel 13). Komunikasi pada penelitian ini sudah dilakukan secara dua arah yaitu dengan adanya kendali dua.arah, Coverage area atau penggunaan drifter yang dirancang harus di daerah yang terdapat sinyal GSM sedangkan pada 3 perusahaan tersebut menggunakan komunikasi satelit. Drifter pada penelitian ini dapat digunakan pada daerah yang dekat dengan daratan seperti pesisir dan teluk yang memiliki BTS GSM. Data pada drifter yang dibuat menggunakan SMS sebagai media pengiriman data, jumlah data yang dapat dikirimkan sesuai dengan karakter maksimal yang dapat dikirimkan melalui SMS yaitu 160 karakter. Ketelitian pengukuran khusunya posisi sama yaitu ± 10 m sesuai dengan ketelitian Datasheet GPS, walaupun pada penelitian ini di dapatkan akurasi yaitu ±4.5 m). Identifikasi
drifter dapat dilakukan melalui nomor GSM yang tertanam pada setiap drifter. Ini berbeda dengan aplikasi lain yang dibuat sendiri oleh perusahaan tersebut. Penggunaan daya pada penelitian ini masih jauh dari hemat seperti pada drifter yang dikeluarkan oleh 3 perusahaan tersebut dikarenakan efisiensi penggunaan komponen dan rangkaian. Pada drifter ini juga belum disertakan transmitter HF sehingga pengiriman data sangat tergantung dengan sinyal GSM ditempat percobaan. 4.2.9. Biaya Implementasi dan transmisi Sistem Drifter yang dikembangkan Secara umum implementasi sistem drifter ini lebih murah dibandingkan dengan aplikasi drifter yang telah dikembangkan oleh ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM yang mencapai $1500 untuk harga drifter sendiri, dengan biaya $15
154
Tabel 13. Perbandingan drifter yang dihasilkan dengan drifter ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM
Perbandinagan Communication Method
Coverage Remote System control (change message rate and message type)
ARGOS one way (transmission) only Global (number of messages per day depend on latitude)
no 32 bytes (20 bit ID) 31 Max. Number of bytes (28 bit bytes in message ID) by sattellite (± Position 300 m) As option by Argis or using W@ves21 or Position drift seasaw alarm software
ORBCOMM
two way
two way
between +60 and -60 deg latitude Global
yes
512 bytes by GPS (± 10 m) As option by Argis or using W@ves21 or seasaw software to be specified as part of to be obtained provisioning by from CLS to an orbcomm setup buoy service system provider ca 70 mW ca ca 100 mW ca 40 mW 200 mW
Transmiter ID Typical Power consumption Combintaion with local HF transmitter yes Disable option and/or activity yes
IRIDIUM
yes
Penelitian ini
Two way
Sinyal GSM
yes
100 Kbytes by GPS (± 10 m)
160 charakter By GPS ((± 10 m)
As option by Argis or using W@ves21 or seasaw software
-
phonenymber of the iridium subscription
Nomor GSM
ca 74 mW
±544 mW
yes
yes
no
yes
yes
yes
perhari operasi untuk biaya transmisi. Pada aplikasi ini biaya alat sebesar $167.9 (Tabel 14) dan biaya ground segment $561.2 (Tabel 15) sehingga biaya implementasi awal sebesar $729.1 dan biaya transmisi per-hari sebesar $4.4 untuk pengiriman setiap 5 menit atau $2.2 untuk pengiriman setiap 10 menit (Tabel 16), menggunakan provider Telkomsel dengan biaya SMS Rp. 150).
155
Pada Tabel 14. diperlihatkan komponen yang digunakan pada aplikasi ini menggunakan komponen yang dapat dicari dengan mudah di Indonesia dengan biaya yang dicantumkan adalah biaya pada pasar Indonesia. Biaya ini akan semakin murah jika komponen tersebut dipesan langsung dalam jumlah banyak dari setiap produsen komponen misalnya saja komponen seperti Modem GSM harga asli $45, GPS $40 dan mikrokontroler hanya $1. Tabel 14. Biaya pembuatan drifter Komponen Microcontroller IC Max232 Komponen Pasif +PCB Dallas DS18B20 GPS Modem GSM Buoy Drogue besi Resin Cat anti fouling Alumunium Tali jumlah
IDR 50000 25000 50000 25000 800000 500000 30000 15000 30000 30000 30000 50000 10000 Rp. 2.345,000
Dollar (Kurs Rp. 9800) 5.1 2.6 5.1 2.6 81.6 51 3.1 1.5 3.1 3.1 3.1 5.1 1.0 $167.9
Pada sisi ground segment komponen terpenting yaitu modem GSM (jika sudah memiliki komputer) maka cukup membeli modem GSM seharga $51 atau $45 dollar bila memesan langsung dari perusahaan pembuat modem Wavecom.inc, lengkapnya biaya implementasi ground segment terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya pembuatan ground segment Penerima IDR Dollar (Kurs Rp. 9800) komputer 5000000 510.2 Modem GSM 1200000 51 Rp. 6,200,000 jumlah $561.2 Biaya transmisi menggunakan SMS tergolong mahal (setiap hari dengan interval pengiriman 5 menit sebesar $4.4, Tabel 16) jika dibandingkan dengan 156
yang dilaporkan Motyzhev (2010), yang mengatakan biaya transmisi per-hari $0.5, hal ini diakibatkan perbedaan biaya SMS dari provider setiap negara. Pada aplikasi ini juga masih bisa dihemat jika menggunakan transmisi data GPRS dengan rata-rata biaya koneksi internet unlimited dari provider Indonesia Rp.100.000. Hanya implementasi transmisi GPRS ini menggunakan struktur yang berbeda yaitu pada sisi ground segment berupa sebuah web server yang memiliki domain internet tanpa adanya modem GSM pada sisi server. Tabel 16. Biaya transmisi Transmisi setiap 5 menit 24 jam 1 Bulan
IDR Dollar (Kurs Rp. 9800) 43200 $4.4 1296000 $132.2
4.3. Hasil Uji coba Laboratorium Sensor suhu dibungkus dengan bahan yang mampu menyerap panas dengan baik seperti stainless steel dan alumunium. Pada penelitian ini sensor yang sama digunakan dengan pembungkus berbahan alumunium. Pada keadaan tidak terbungkus ketelitian sensor suhu ini sebesar 12-bit menyebabkan sensor ini memiliki respon dan data yang cukup baik untuk aplikasi drifter. Sensor suhu DS18B20 adalah merupakan sensor suhu dengan keluaran digital, tetapi karena penerapan di drifter, sensor tersebut dibungkus untuk kedap air maka diperlukan kalibrasi untuk mengkoreksi hasil keluaran digital sensor dan pengaruh karena dibungkus tersebut. Proses kalibrasi ini dilakukan dengan menngukur suhu air dingin yang dipanaskan secara perlahan menggunakan thermometer sebagai alat standard dan sensor suhu DS18B20 yang telah terbungkus. Kalibrasi Sensor suhu menghasilkan data dengan standar deviasi 0.42, Rata-rata perbedaan suhu sebesar 1.582 С dan maksimum beda sebesar 3.03 С. Data percobaan tersebut kemudian dilakukan pencocokan (Gambar 31) sehingga didapatkan persamaan Y=1.004*X + 1.432 dengan R2=0.996, dimana Y adalah suhu terkoreksi dan X adalah suhu yang dikeluarkan oleh sensor DS18B20. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa sensor suhu pada drifter ini memiliki liniearitas yang baik dengan tingkat kepercayaan yang cukup baik. Bahan
157
alumunium menyebabkan panas yang terukur pada DS18B20 lebih dingin sebesar -1.432 С tetapi masih memberikan liniearitas dengan kemiringan sebesar 1.004. 43 41 39 37
Suhu (Celcius)
35 33 31 29 27 25 23
Sensor DS18B20 Manual (Thermometer)
21 19 17
0
5
10
15
20 Data ke-
25
30
35
(a)
Suhu Thermometer (Celcius)
40
35 y = 1.004*x + 1.432 R2=0.996
30
25
data linear
20 20
25
30 Suhu DS1820 (Celcius)
35
40
(b) Gambar 31. (a) Plot data pengukuran (b) Fit data hasil kedua pengukuran
Hasil diatas kurang baik dibandingkan dengan hasil Motyzhev (2010), pada penelitiannya tentang smart buoy yang di uji cobakan di laut hitam dengan nilai akurasi yaitu 0.2 С, sensitivitas 0.04 С dan waktu pembacaan 20 detik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan pembungkus berupa stainless steel (penelitian ini menggunakan bahan alumunium) dimana stainless steel memiliki penyerapan panas yang lebih baik. Respon time dari sensor diamati secara visual dengan melihat perubahan nilai pada thermometer dan waktu yang diperlukan oleh sensor DS18B20 untuk berubah yaitu sebesar ± 2 detik. Hasil tersebut disebabkan karena waktu yang 158
dibutuhkan perangkat keras internal dari sensor dengan penggunaan akurasi 12-bit membutuhkan waktu jeda pengukuran minimal 500 ms (www.dallas.com). Waktu tersebut kemudian ditambah dengan perintah lain dalam proses pembacaan sensor. Hasil respon time ini juga sangat dipengaruhi oleh proses penyerapan panas dari bahan pembungkus sensor itu sendiri. Respon time ± 2 detik dianggap baik untuk diterapkan pada drifter karena pada percobaan lapang, pengukuran suhu akan dilakukan selama ± 5 menit, sehingga hasil proses pembacaan sensor suhu terhadap perubahan suhu karena respon time tidak terlalu besar. Pengujian akurasi ketelitian posisi yang dikeluarkan oleh GPS dilakukan dengan percobaan pengukuran pada titik tetap, dimana drifter diletakan pada titik tetap selama 10 menit dan melakukan pengukuran posisi secara terus-menerus. Percobaan ini dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu di samping gedung, daerah terbuka dan di bawah pohon. Hal ini dilakukan untuk melihat nilai kesalahan posisi pembacaan yang dihasilkan akibat gangguan dari penerimaan sinyal GPS. Hasil ketiga titik tersebut memperlihatkan bahwa posisi yang dikeluarkan GPS memiliki nilai diameter maksimum ±13.62 m terjadi pada daerah terhalang gedung yang merupakan gangguan paling besar dari ketiga titik yang diuji, namun pada daerah terbuka kesalahan posisi maksimum yaitu ±4.5 m yang merupakan titik yang dianggap tidak memiliki gangguan sinyal (Tabel 17). Hasil kesalahan ini sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Parallax. Inc produsen dari chip GPS yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar ±20 m (radius ±10 m). Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pada daerah terbuka seperti laut, drifter akan memberikan perubahan posisi dengan tingkat kepercayaan yang baik. Drifter pada penelitian ini berubah posisi di luar radius ±4.5 m. Ketelitian perhitungan kecepatan drifter selanjutnya dapat dihitung dengan asumsi perubahan posisi di luar ±4.5 m tersebut. Misalnya Drifter memiliki waktu transmisi 5 menit maka ketelitian terkecil dari drifter yaitu 450 cm dibagi 5 dikali 60 detik yaitu sebesar ±1.5 cm/s dan dalam waktu transmisi 10 menit sebesar ±0.75 cm/s.
159
Tabel 17. Hasil ujicoba penentuan posisi pada titik tetap Titik I (Samping Gedung)
II (Tebuka) III (Dibawah Pohon)
Maksimum Minimum Range (Second) Maksimum Minimum Range (Second) Maksimum Minimum Range (Second)
Latitude Longitude (ddmm.ssss) (ddmm.ssss) 0633.5542 10643.4645 0633.5088 10643.4245 0.454` ~ 13.62 m 0.4` ~ 12 m 0633.5515 10643.4296 0633.5427 10643.4281 0.088` ~ 2.644 m 0.15` ~ 4.5 m 0633.4228 10643.4106 0633.4184 10643.4083 0.23` ~ 6.9 m 0.44` ~ 13.2 m
Untuk melihat pola sebaran setiap titik percobaan kemudian diplot seperti terlihat pada Gambar 32 (a), (c) dan (e). Pola sebaran pada titik pertama jauh lebih variatif dibandingkan dengan titik ke-3 dan ke-2. Hal ini memperlihatkan gedung merupakan gangguan yang cukup besar untuk sinyal GPS, kemudian pepohonan. Pada keadaan terbuka, GPS penerima yang digunakan memberikan data posisi yang baik, dimana selama 5 menit pencatatan data dihasilkan hanya ada dua posisi yang berbeda. Untuk melihat kekonsistenan pemberian posisi oleh GPS penerima. Setiap data kemudian dilihat perubahan jarak dari pencatatan waktu saat ini dengan waktu sebelumnya, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 32 (b), (d) dan (f). Jarak terjauh dihasilkan oleh percobaan pada titik ke-3 yaitu 13 m, kemudian pada titik-1 sebesar 8.5 m dan paling pendek pada titik-2 sebesar 5.2 m. Berdasarkan hasil tersebut kemudian dapat dihitung kecepatan minimal arus yang dapat diukur menggunakan GPS penerima pada saat lintasan lurus dengan menentukan selang waktu pencatatan. Bila ditentukan selang waktu pencatatan selama 5 menit maka kecepatan minimal tersebut yaitu 520 cm dibagi 300 yaitu sebesar 1.7 cm/s dan selang waktu pencatatan selama 10 menit menghasilkan kecepatan minimum sebesar 0.85 cm/s. Kecepatan minimal tersebut sudah cukup baik karena menurut Sannang (2003) di Pelabuhan Ratu kecepatan arus berkisar antara 10 – 45 cm/s.
160
633.56 633.55
Latitude
633.54 633.53 633.52 633.51 633.5 1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 Longitude (a)
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 4
x 10
8
Jarak (m)
6
4
2
0
0
100
200
300 Data ke(b)
400
500
600
633.552
Latitude
633.55 633.548 633.546 633.544 633.542 1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 Longitude (c)
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 4
x 10
6
Jarak (m)
5 4 3 2 1 0
0
100
200
300 Data ke(d)
400
500
600
633.423
Latitude
633.422 633.421 633.42 633.419 633.418 1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 1.0643 Longitude (e)
1.0643
1.0643
1.0643 4
x 10
Jarak (m)
15
10
5
0
0
50
100
150 Data ke(f)
200
250
300
Gambar 32. Pola sebar spasial hasil pengukuran Titik I (a), Titik II (c) dan Titik III (e), beda jarak setiap titik secara berurut Titik I (b), Titik II (d) dan Titik III (f)
161
Selanjutnya dilakukan pengujian pada saat drifter bergerak yaitu dengan membawa drifter keliling kampus IPB Dramaga untuk melihat pengiriman, penerimaan dan ketelitian dari data yang dihasilkan. Hasil uji ini kemudian diplot di Google Map untuk melihat ketepatan dari hasil pengukuran posisi GPS. Dari percobaan diperlihatkan bahwa GPS yang digunakan sudah cukup baik dalam memberikan posisi (Gambar 33 lihat A). Pergerakan hasil pengukuran mendekati jalur yang dilakukan (jalan), namun masih memiliki kesalahan seperti pada percobaan pengukuran titik tetap yaitu ±4.5 m. Kesalahan tersebut sebagian ditemukan pada daerah-daerah yang memiliki penghalang terhadap penerimaan sinyal GPS (Gambar 33 lihat B). Secara umum hasil ini memberikan hasil yang memuaskan dimana data mampu memberikan gambaran pola pergerakan yang baik dari gerak selama percobaan dilakukan. Selama percobaan, penyimpanan data di lakukan di data logger SD/MMC card setiap ±2 detik (waktu yang dibutuhkan untuk sekali pembacaan dan penyusunan serta penyimpanan data GPS). Pengiriman dan penerimaan data menggunakan jaringan GSM pada uji coba ini dilakukan hingga 100% sukses. Hal tersebut dilakukan dengan alasan kualitas sinyal GSM pada tempat percobaan cukup baik. Sehingga pada saat ujicoba lapang, pengaruh kesalahan sistem perangkat lunak baik di drifter atau ground segment dapat diabaikan. Percobaan laboratorium selanjutnya dilakukan di water tank yaitu untuk menguji daya apung dan kedap air dari drifter yang telah dibuat. Percobaan ini dilakukan dengan membiarkan drifter terapung di air. Hasil menunjukan bahwa drifter terapung setengah bola (15 cm) dari keseluruhan bola buoy (Gambar 33). Hasil yang diperoleh dirasa telah cukup baik agar buoy terapung di laut (niiler, 1995). Drifter ditempatkan di air selama 12 jam untuk melihat kedap air dari buoy yang telah dibuat. Dilakukan selama 12 jam diharapkan agar diketahui kebocoran-kebocoran kecil melalui pori-pori yang tak terlihat oleh kasat mata. Dari hasil percobaan tersebut buoy yang dihasilkan telah kedap air dan tidak ada pori kebocoran walaupun drifter ditempatkan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan oleh penggunaan resin berlapis pada seluruh permukaan buoy dan penyambungan berlapis pada setiap titik sambungan. Pada bagian bawah setengah bola digunakan cat anti biofouling untuk mencegah terjadinya
162
biofouling yaitu berupa organisme biologi yang tumbuh pada permukaan bola buoy
yang
dapat
merusak
bola
buoy
secara
perlahan.
(http://www.jamstec.go.jp/jamstec-e/mutu/co2/anti_biofouling/index.html).
A
B Gambar 33. Hasil plot data uji coba sekitar Kampus IPB Dramaga
Pada Gambar 34. terlihat bahwa drogue mengembang secara sempurna dengan digunakannya lingkaran penyangga pada kedua ujung dan tengah drogue drifter. Pada saat uji coba drifter digoyang-goyang yang dianggap sebagai gangguan. Hasilnya drifter cenderung kembali ke posisi semula (tegak). Hal ini
163
mengindikasikan penggunaan drogue dan penyangga besi ini menyebabkan drifter memiliki keseimbangan yang baik, dimana titik berat drifter berada ditengah. Uji coba lama operasi juga dilakukan, dimana drifter dinyalakan secara terusmenerus hingga tidak bekerja lagi dikarenakan kehabisan energi. Dari hasil percobaan tersebut sistem drifter yang dibangun dapat bertahan hingga ±5 hari.
15 cm
Gambar 34. Uji coba di water tank
4.4. Uji Coba Lapang (Teluk Pelabuhan Ratu) Uji coba lapang dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 28 Agustus 2010 dan 30 Agustus 2010, pada hari pertama dimulai pada jam 08:10– 15:50, dan hari kedua dari jam 07:00 hingga 13:10. Hari kedua dilakukan lebih singkat disebabkan karena drifter sudah mulai keluar dari teluk. Sebagai validasi data kemudian pada awal (pelepasan) dan akhir (pengambilan) drifter dilakukan pengukuran arus dengan menggunakan floating drogue. Titik awal pelepasan pada hari pertama dan kedua dilakukan pada titik yang berbeda (Hari pertama di titik: 0702.4011S, 10627.4422E dan hari kedua di titik: 0700.5859S, 10631.4677E). Uji coba lapang dilakukan pada hari tersebut dengan alasan bahwa menurut tabel ramalan pasang surut DISHIDROS, TNI-AL di teluk Pelabuhan Ratu akan terjadi pasang purnama, sehingga diperkirakan pergerakan arus yang dipengaruhi oleh pasang surut akan cukup kuat. Pada saat ujicoba daya apung instrumen cukup baik yaitu 15 cm dari dasar surface buoy, dengan antena GPS dan GSM berdiri tegak
164
(Gambar 35), parasut terbuka sempurna serta seimbang yaitu drifter cenderung kembali ketitik semula bila terkena gangguan.
Gambar 35. Drifter mengapung setengah dan antena tegak lurus permukaan air
Seting parameter pada percobaan lapang ini yaitu data disimpan di MMC/SD card setiap 2 detik dengan pengiriman data ke ground segment setiap 5 menit. Dari kedua percobaan terlihat bahwa pola trek yang dihasilkan berbeda. Hasil perekaman data tersebut kemudian diolah agar dapat diketahui kerja dari buoy. Hasil pengelompokan data yang terekam pada kedua percobaan tersebut terlihat pada Tabel 18. Table 18. Perbandingan statistik kerja alat. Jenis
Hari Pertama
Hari Kedua
Lama Operasi (waktu)
8 jam 20 menit
6 jam 50 menit
Jumlah Data Tersimpan (buah)
18004
(*18028) 14717 (*15435)
=99.86% sukses
=95.35% sukses
Jumlah Data Terkirim (buah)
72(*84)=85.71% sukses
67(*72)=93.05% sukses
Voltase Awal (volt)
12.97
12.90
Voltase Akhir (volt)
12.10 (544 mW)
12.25 (541 mW)
Persentase Perubahan Posisi
199/18004=1.1%
420 /14717 = 2%
Keterangan : (*) adalah jumlah data yang seharusnya sesuai skenario yang direncanakan
165
Lama operasi hari pertama dan kedua berbeda, hal ini dikarenakan trek hari kedua cenderung lurus dan hampir keluar teluk sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Meskipun demikian terlihat bahwa data perubahan posisi hari kedua lebih banyak dibandingkan dengan hari pertama, hal ini disebabkan karena arus pada percobaan kedua lebih cepat dibandingkan dengan hari pertama sehingga perubahan posisi hari kedua lebih cepat dibandingkan hari pertama. Jumlah data terkirim pada hari pertama yaitu 85.71% jika dibandingkan dengan data yang seharusnya diterima, dan pada hari kedua sebesar 93.05%. Jumlah data yang terkirim ini berbeda kemungkinan disebabkan oleh perbedaan daerah percobaan yang menyebabkan sinyal modem GSM juga berbeda. Pada hari pertama percobaan dilakukan ditengah teluk sehingga sinyal lebih lemah jika dibandingkan dengan percobaan hari kedua yang dilakukan pada pinggir teluk yang dekat dengan daratan. Pada hari pertama jika dilihat dari jumlah data tersimpan dengan jumlah data yang seharusnya tercatat memiliki tingkat kesuksesan 99.86% lebih baik jika dibandingkan hari kedua yaitu 95.35% yang kemungkinan hal ini disebabkan oleh suhu udara yang lebih panas jika dibandingkan dengan hari pertama, dimana suhu merupakan salah satu penyebab gangguan pada komunikasi SPI data logger. Konsumsi daya drifter yaitu sebesar 544 mW, lebih besar jika dibandingkan dengan drifter yang dikeluarkan oleh ARGOS, IRRIDIUM dan ORBCOMM yang hanya menghabiskan daya sekitar 75-100 mW, hal ini disebabkan pada aplikasi ini efisiensi penggunaan komponen elektronika masih belum mampu sepenuhnya dilakukan karena komponen-komponen yang digunakan merupakan modul elektronika setengah jadi sehingga sebenarnya banyak komponen dan fitur yang tidak diperlukan. Hasil perekaman data menunjukan bahwa perekaman data setiap 2 detik mengakibatkan banyak pencatatan dilakukan pada posisi yang sama, artinya pergerakan buoy lebih lambat dibandingkan dengan pencatatan setiap 2 detik tersebut. Kinerja buoy kemudian juga dapat dilihat berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh buoy untuk memberikan posisi yang berbeda, hal ini diperlihatkan pada Gambar 36. Pada hari pertama waktu paling lama yang dibutuhkan drifter untuk memberikan perubahan posisi yaitu 1210 detik atau
166
20.17 menit dan pada hari kedua yaitu 540 detik atau 9 menit. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kecepatan dimasing-masing tempat percobaan dimana pada percobaan hari pertama dan waktu tertentu arus bergerak sangat lambat jika
Perubahan Waktu (Second)
dibandingkan dengan tempat percobaan hari kedua.
1440 1260 1080 900 720 540 360 180 0
0
50
100
150
200 250 Data ke-
300
350
400
450
300
350
400
450
Perubahan Waktu (Second)
(a) 1440 1260 1080 900 720 540 360 180 0
0
50
100
150
200 250 Data ke(b)
Gambar 36. (a) Waktu untuk perubahan posisi hari pertama, (b) Waktu untuk perubahan posisi hari kedua
Hasil selang waktu ini juga memperlihatkan bahwa pada selang waktu tertentu pergerakan drifter dianggap diam. Hal ini disebabkan ketelitian GPS yang digunakan berakurasi dalam radius ±10 m, sehingga pergerakan yang sempit tidak terdeteksi. Pencatatan yang terlalu cepat seperti pada penelitian ini terlihat menjadi tidak efektif karena hanya 1-2% data yang tersimpan saja yang kemudian memberikan posisi yang berbeda. Penentuan selang waktu pencatatan sangat tergantung dari pergerakan arus pada daerah ujicoba semakin cepat arus pada daerah tersebut semakin cepat selang waktu yang dapat digunakan dan sebaliknya semakin lambat 167
arus pada daerah tersebut semakin lama selang waktu yang dibutuhkan untuk pencatatan. Pada penelitian ini kemudian digunakan selang waktu setiap 10 menit untuk data yang selanjutnya diolah menjadi stick plot serta arah dan kecepatan arus, karena dinilai selang waktu tersebut dianggap tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama dari data yang telah didapatkan pada kedua percobaan. 4.4.1. Lintasan Drifter Data yang diterima ataupun disimpan merupakan data dalam format yang sudah ditentukan seperti dicontohkan pada Lampiran 2. dengan urutan yaitu waktu, tanggal, latitude, longitude, kecepatan dan suhu. Data tersebut disimpan setiap 2 detik sehingga ada banyak perulangan data yang sama. Data tersebut kemudian difilter berdasarkan perubahan posisi latitude atau longitude. Hasil penapisan data ini memberikan hasil selang waktu yang berbeda pada setiap perubahan posisi drifter. Agar selang waktu tersebut sama maka ditetapkan selang waktu yang digunakan sebagai data akhir pada penelitian ini yaitu 10 menit dengan mempertimbangkan perubahan waktu yang ada (Gambar 36). Posisi yang keluar dari GPS yaitu latitude dan longitude dalam bentuk derajat (Degree Coordinate System) dan untuk mempermudah perhitungan jarak dan kecepatan maka koordinat ini kemudian dikonversi kedalam format UTM. Adapun prosedur konversi tersebut dilakukan menurut Steven Dutch (Lampiran 3) kemudian alur tersebut diimplementasikan menjadi program MATLAB pada Lampiran 4. Setelah koordinat dirubah, perhitungan jarak, kecepatan dan arah dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan persamaan Pythagoras. Hasil akhir dari pengolahan data baik hari pertama dan kedua dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Latitude dan longitude yang telah di tapis dan dirubah kedalam koordinat UTM tersebut kemudian dibuat dalam bentuk format KML sehingga posisi tersebut dapat diplotkan kedalam Google earth seperti terlihat pada Gambar 37. perangkat lunak peubah koordinat UTM ke format KML tersebut dibuat menggunakan program MATLAB yang tertulis pada lampiran 7 . Koordinat dibuat dalam bentuk tag yang sesuai dengan standar KML yang dikeluarkan oleh Google dalam bentuk file text extensi KML. File tersebut kemudian dipanggil
168
menggunakan perangkat lunak Google earth. Dari Gambar 37 terlihat lintasan pergerakan drifter, pada percobaan pertama di daerah pertengahan teluk pergerakan drifter cenderung ke arah barat kemudian pada siang berbelok kearah mulut teluk, sedangkan pada percobaan kedua yang dilakukan dipinggir teluk drifter bergerak lurus menuju mulut teluk, dan pada siang hari bergerak melambat. 4.4.2. Pola Arus Setiap percobaan dilakukan pengukuran arus secara manual yaitu pada awal dan akhir percobaan sebagai data validasi dan perbandingan terhadap hasil pengukuran drifter. Pengukuran manual ini menggunakan floating drogue, kompas dan stopwatch. Data menggunakan floating drogue ini dianggap sebagai data acuan untuk melihat baik dan buruknya pengukuran oleh drifter karena pengukuran arus menggunakan alat ini sudah umum dilakukan untuk menentukan arah dan kecepatan arus permukaan. Adapun hasil pengukuran manual tersebut seperti pada Table 19. Table 19. Hasil pengukuran manual (floating drogue) dengan hasil pengukuran drifter Kecepatan dan Arah Arus. Hari -1 Drifter
Hari-2 Drogue
Jam 8:10
V (cm/s) 2.99
Arah 330
15:50
14.2
30
V (cm/s) 3.01 13.28
Drifter
Arah 331
Jam 7:10
V(cm/s) 31.1
Arah 227
27.5
13:10
10.17
247
Drogue V(cm/s)
Arah
30.08
220
6.72
240.2
Pada hari pertama terlihat pada awal dan akhir percobaan arus memiliki arah yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda, hal ini disebabkan karena waktu pengukuran yang berbeda yaitu pagi dan sore hari dimana pengaruh pasang surut terjadi. Sebaliknya pada hari kedua arah pergerakan hasil pengukuran hampir sama dikarenakan pengukuran dilakukan pada saat pasang surut masih sama. Perbedaan kedua pengukuran kecepatan dan arah arus menggunakan drifter dan menggunakan floating drogue cukup kecil artinya kecepatan dan arah pergerakan drifter dapat dianggap cukup baik.
169
Gambar 37. Plot trek percobaan tanggal 28 dan 30 Agustus 2010
170
Data yang telah dihitung dan ditabulasi (Lampiran 5 & 6) selanjutnya dianalisis dan ditampilkan dengan beberapa tampilan yang umum digunakan sehingga terlihat kegunaan dan keakuratan data drifter yang dirancang pada penelitian ini. Untuk melihat keakuratan data hasil drifter dan perhitungan kemudian dibandingkan dengan pengukuran manual yang dilakukan pada awal dan akhir setiap percobaan. Baik pada hari pertama dan kedua hasil pengukuran dan perhitungan drifter dengan pengukuran manual tidak terlalu berbeda baik kecepatan maupun arah yang dihasilkan. Hal ini terlihat di Gambar 38. -10 0
Kecepatan (cm/s)
Kecepatan (cm/s)
10
5
0
-5
-10
-10 -20 -30 -40
08:20 10:00 11:40 13:20 15:00 16:40
15
0
Kecepatan (cm/s)
Kecepatan (cm/s)
-5
10
5
0
-10 -15 -20 -25 -30
-5
08:00 10:00 11:40 13:20 15:00 16:40 Waktu Lokal
(a)
-35
07:00
08:40 10:20 Waktu Lokal
12:00
01:40
(b)
Gambar 38. (a) stick plot pengukuran drifter hari pertama (atas) stick plot pengukuran manual di lapangan (bawah), (b) stick plot pengukuran drifter hari kedua (atas) stick plot pengukuran manual di lapangan (bawah)
Hasil uji coba lapang ini kemudian diplot menurut besar kecepatan dan arahnya. Hasil plot tersebut seperti pada Gambar 39. Terlihat bahwa pada percobaan pertama drifter bergerak kearah barat kemudian tengah hari menuju utara, hal ini disebabkan oleh pola gerak arus pasang surut di teluk Pelabuhan Ratu. Pada hari kedua, pelepasan buoy dilakukan pada bagian pinggir timur teluk. Hasil trek dari percobaan hari kedua ini cenderung lurus, tidak seperti hari pertama hal ini disebabkan karena rentang waktu percobaan pendek.
171
Pada hari pertama menuju surut kecepatan drifter yaitu 39.28 cm/s – 0 cm/s, semakin mendekati surut terendah kecepatan gerak drifter semakin melambat. Dari keadaan surut terendah jam 13.20 WIB hingga akhir percobaan 15:37 WIB dimana air menuju pasang kecepatan drifter yaitu dari 0 cm/s hingga 13.83 cm/s. Hari kedua kecepatan drifter yaitu 6.59 cm/s hingga 53.94 cm/s terjadi pada pinggir teluk pada saat air menuju surut terendah. Ini memberikan hasil yang sedikit berbeda dengan Pariwono et al. (1998) yang menyatakan kecepatan arus permukaan teluk Pelabuhan Ratu yaitu 50 cm/s dan Sannang (2003) yang menyatakan arus permukaan berkisar antara 10 cm/s hingga 45 cm/s. perbedaan tersebut kemungkinan disebakan oleh perbedaan waktu studi, pada kedua studi tersebut dilakukan pada bulan April hingga Juni sedangkan uji coba ini dilakukan pada akhir bulan Agustus. Kecepatan 0 cm/s hasil pengukuran drifter hari pertama disebabkan oleh pergerakan drifter yang terlalu lambat (arus permukaan yang lambat) sehingga GPS tidak mendeteksi perubahan posisi hingga 10 menit. Perubahan posisi minimal yang dibutuhkan ±4.5 m seperti pada uji coba di laboratorium (Tabel 10). Disamping itu juga disebabkan oleh gerak berputar drifter sehingga walaupun drifter bergerak cukup cepat (pada gerak lurus melebihi 4.5 m dalam 10 menit atau lebih besar dari 0.75 cm/s) tetapi karena gerak berputar sehingga posisi masih dianggap pada tempat yang sama oleh GPS. Percobaan hari kedua cenderung memiliki kecepatan lebih cepat dibandingkan hari pertama. Hal tersebut sesuai dengan sannang (2003) yang menyatakan bahwa pada saat surut sebagian air keluar menuju mulut teluk Balekambang.
172
6
9.2222
x 10
9.222
Latitude
9.2218
9.2216
9.2214
9.2212
9.221 6.585
6.59
6.595
6.6
6.605
6.61
Longitude
5
x 10
(a) 6
9.221
x 10
9.22
Latitude
9.219
9.218
9.217
9.216
9.215 6.61
6.615
6.62
6.625
6.63 6.635 Longitude
6.64
6.645
6.65
6.655 5
x 10
(b) *keterangan: Warna merah adalah hasil pengukuran manual menggunakan floating drogue
Gambar 39. Peta arah dan kecepatan arus pengukuran drifter (a) hari pertama, (b) hari kedua
Data drifter yang dihasilkan kemudian diplotkan dengan data pasang surut pada waktu yang sama. Didapatkan bahwa gerak drifter dipengaruhi oleh keadaan pasang surut. Pada hari pertama drifter dilepas pada waktu pasang surut menuju surut dan terlihat drifter bergerak kearah barat, kemudian pada saat surut terendah terlihat bahwa drifter cenderung diam dan bergerak kembali kearah utara pada
173
saat air mulai naik menuju pasang. Perubahan kecepatan dan arah gerak tersebut sesuai dengan Purba (1995) yang menyatakan bahwa pola arus di Teluk Pelabuhan Ratu sangat dipengaruhi oleh pasang surut daerah tersebut. Gambar 40. menunjukan hasil yang sama dimana hari pertama uji coba dilakukan pada bagian tengah teluk pada saat menuju surut, surut terendah dan menuju pasang nilai kecepatan arus lebih rendah dibandingkan pada hari kedua yang dilakukan di pinggir teluk. Pada hari kedua (daerah Balakembang) nilai kecepatan arus surut juga besar disebabkan karena perubahan kedalaman yang drastis dari perairan dangkal ke perairan dalam. Hal ini sesuai dengan Sannang (2003) yang menyatakan di Pelabuhan Ratu saat air surut, arus bergerak keluar teluk dan saat air pasang arus umumnya bergerak masuk dimana bagian utara dan selatan mulut teluk mempunyai kecepatan yang lebih besar dibandingkan bagian tengah yang disebabkan karena adanya perubahan kedalaman yang drastis dari perairan dalam ke perairan dangkal. Pengukuran pada hari kedua menghasilkan kecepatan yang semakin melambat. Hal ini sesuai dengan surut air yang semakin mendekati surut terendah dan pada saat mulai surut terendah kecepatan buoy melambat dan arah terlihat berubah. Hal ini menunjukan pengaruh pasang surut terhadap pola pergerakan buoy. Gerak drifter pada bagian teluk ini lurus menuju keluar teluk dengan kondisi surut, kemudian drifter akan mulai berbelok pada siang hari, tetapi karena percobaan tidak lagi memungkinkan dikarenakan sudah terlalu jauh dan keluar teluk, maka drifter diputuskan untuk diambil kembali. Walaupun demikian jarak tempuh drifter pada percobaan ini lebih panjang karena memilik arus yang lebih besar dibandingkan pada hari pertama.
174
20 10
Kecepatan (cm/s)
0 -10 -20 -30 -40
Tinggi Pasut (Cm)
-50
200
150
100
50
7
8
9
10
11
12
13
14 15 16 Waktu Lokal
17
18
19
20
21
22
23
11
12
13
24
1
2
3
4
5
(a) 20
Kecepatan (cm/s)
10 0 -10 -20 -30 -40
Tinggi Pasut (Cm)
-50
200
150
100
50 17
18
19
20
21
22
23
24
1
2
3
4
5 6 Waktu Lokal
7
8
9
10
14
15
16
17
18
(b) Gambar 40. Stick Plot arus dan grafik pasang surut (a) hari pertama, (b) hari kedua
175
4.4.3. Sebaran Suhu Data suhu yang tersimpan di SD/MMC card kemudian diplot berdasarkan waktu pengukuran (Gambar 41). Suhu pada hari pertama selama percobaan terus meningkat, rentang suhu pada percobaan ini yaitu berkisar dari 28 – 30.1 °C. pada awal percobaan terlihat fluktuasi suhu, hal ini disebabkan sensor masih menyesuaikan perubahan dari lingkungan udara ke air. Pada hari kedua suhu berkisar antara 28.5 -30.4 °C , meningkat dari pagi menuju siang hari kemudian mengalami penurunan (Gambar 42). Baik pada hari pertama dan kedua terlihat bahwa respon time dari sensor suhu khususnya pada awal deploy membutuhkan waktu. Hal ini disebabkan karena sensor suhu tersebut dikemas dalam bahan alumunium, sehingga membutuhkan waktu untuk penyerapan suhu. Hasil kedua pengukuran memberikan hasil yang baik dimana suhu di Pelabuhan Ratu berkisar antara 27 – 31 °C. Dari Gambar 41 dan 42. terlihat perubahan suhu pada data hari pertama lebih landai dibandingkan dengan perubahan suhu pada data hari kedua. Perbedaan kemiringan perubahan suhu ini kemungkinan disebabkan oleh tempat yang berbeda. Pada hari pertama uji coba dilakukan di tengah teluk dan pergerakan arus memutar pada saat terjadi perubahan pasang surut, hal ini menyebabkan perubahan panas tidak terlalu cepat dan cenderung tersimpan, hal ini terlihat dengan tidak terjadinya penurunan suhu meskipun pasang surut sudah berubah. Pada hari kedua uji coba dilakukan pada pinggir teluk dengan arus surut yang cukup cepat sehingga perubahan suhu juga cenderung cepat dan mengikuti matahari karena arus permukaan yang juga cepat. Agar terlihat lebih jelas perubahannya kemudian data suhu ini dirataratakan setiap 10 menit. Juga untuk melihat apakah perata-rataan setiap 10 menit mampu memberikan gambaran yang baik terhadap perubahan suhu. Hasil perataan setiap 10 menit tersebut kemudian digambar seperti terlihat pada Gambar 42c.
176
(a) 30.5
Temperatur (Celcius)
30
29.5
29
28.5
28
08:30 09:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:00 13:00 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 Waktu Lokal
(b) 30.5
30
Suhu (Celcius)
29.5
29
28.5
28
27.5
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00 Waktu Lokal
13:00
14:00
15:00
16:00
(c) Gambar 41. Hari pertama (28 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu, (b) Suhu belum dirata-rata, (c) Suhu rata-rata 10 menit
177
(a) 30.6 30.4
Temperatur (Celcius)
30.2 30 29.8 29.6 29.4 29.2 29 28.8 28.6
0
07:30
08:00
08:30
09:00
09:30
10:00 10:30 Waktu Lokal
11:00
11:30
12:00
12:30
13:00
(b) 30.6
30.4
30.2
30
Suhu ( Celcius)
29.8
29.6
29.4
29.2
29
28.8
28.6 07:00
08:00
09:00
10:00
11:00 Waktu Lokal
12:00
13:00
14:00
(c) Gambar 42. Hari kedua (30 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu, (b) Suhu belum dirata-rata, (c) Suhu rata-rata 10 menit
178
Hasil pada Gambar 42c. memberikan gambaran bahwa perataan data suhu setiap 10 menit cukup efektif untuk menggambarkan perubahan suhu yang terjadi dan ini akan menurunkan biaya transmisi data. Perataan yang lebih kecil menyebabkan biaya transmisi bertambah sedangkan perataan yang lebih lama dikhawatirkan tidak mampu memberikan perubahan suhu yang baik.
179
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Ada 3 bagian utama dari drifter yang dibangun yaitu sistem elektronika, perangkat lunak dan wahana. Sistem elektronika dibangun dari mikrokontroler ATMega32, penyimpanan SD/MMC card, transmisi menggunakan modem GSM, GPS sebagai sensor posisi dan kecepatan, DALLAS DS18B20 sebagai sensor suhu. Perangkat lunak dibagi menjadi 2 bagian yaitu perangkat lunak yang ditanamkan di wahana dan perangkat lunak pada pengendali di darat menggunakan komputer. Wahana dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu bola pelampung sebagai tempat bagian elektronika buoy dan parasut yang berfungsi untuk mempertahankan posisi drifter dari pengaruh angin permukaan. Pada area terbuka seperti laut penentuan posisi GPS memiliki error ±4.5 m, sehingga dalam proses pencatatan dan atau pengiriman data drifter membutuhkan selang waktu tertentu. Pada penelitian ini waktu tersebut cukup variatif tetapi secara umum dapat dilakukan setiap 10 menit, menghasilkan kecepatan minimum drifter (arus permukaan) pada lintasan lurus yaitu ±0.75 cm/s. Sensor suhu menggunakan sensor DS18B20 memiliki ketelitian yang cukup baik. Hasil uji kinerja sistem di lapangan menunjukan bahwa drifter hasil rancangan mampu mencatat 95% dan 99% data dengan kecepatan transfer 64 bps. Hasil uji coba lapang juga menunjukan 85% dan 93% sukses melakukan pengiriman data menggunakan jaringan GSM dengan daya yang digunakan sistem ini secara keseluruhan yaitu sekitar 541-544 mW. Nilai Drag area ratio hasil desain penelitian ini sebesar 53.38 lebih besar dari 40 mengindikasikan bahwa drifter yang dihasilkan memiliki kemampuan cukup baik untuk mengikuti pergerakan masa air. Percobaan lapang menunjukan bahwa data yang dihasilkan drifter cukup baik walaupun sampling rate yang diujikan terlalu cepat, namun dengan pengolahan yang dilakukan didapatkan bahwa pergerakan arus di Pelabuhan Ratu dipengaruhi oleh pasang surut daerah tersebut, dengan arah arus yang berbeda pada bagian tengah dan pinggir teluk. Pada bagian tengah teluk, saat air menuju surut terendah
180
arah arus menuju barat dan kemudian diam pada saat surut terendah, menuju pasang arus berputar menuju utara. Pada bagian pinggir timur teluk, saat air menuju surut arah arus menuju keluar teluk. Biaya implementasi dari sistem yang dibuat relatif lebih murah dibandingkan dengan implementasi dari sistem drifter yang sudah ada (ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM) yaitu sekitar $729.1 dengan biaya transmisi perhari $4.4 untuk pengiriman setiap 5 menit. Sistem ini sangat bergantung dengan sinyal GSM yang ada di area ujicoba, oleh karena itu sistem ini hanya cocok digunakan pada perairan yang memiliki atau ada dalam coverage area dari komunikasi GSM. 5.2. Saran Desain, dan rancang bangun ini diharapkan terus dikembangkan sehingga mampu mengatasi kelemahan-kelemahan drifter pada penelitian ini, seperti ketelitian GPS yang kemudian berpengaruh terhadap interval pengukuran. Desain wahana buoy yang lebih baik sehingga memudahkan pengoperasian dan terutama tidak rawan vandalism dan pencurian. Perancangan dan efisiensi penggunaan komponen sehingga mampu menghemat penggunaan daya yang berpengaruh pada lama operasi setiap buoy dan biaya implementasi, atau menggunakan catudaya yang dapat diisi ulang seperti solar panel. Disamping itu uji coba penggunaan transmisi GPRS juga menarik untuk dilakukan terutama tentang efisiensi dan kehandalannya dibandingkan dengan transmisi menggunakan SMS pada penelitian ini. Aplikasi oseanografi membutuhkan sensor suhu dengan ketelitian tinggi. Pada penelitian ini digunakan sensor DS18B20 dengan ketelitian 12 bit pada selang pengukuran -55 °C sampai 125 °C. Sebaiknya perlu dicoba sensor dengan ketelitian sama atau lebih namun pada selang pengukuran oseanografi yang lebih realistis yaitu 0 – 45 °C.
181
6. DAFTAR PUSTAKA Davis, R. 1985, Drifter observations of coastal surface currents during CODE. The statistical and dynamical views. J. Geophys. Res. (90):4756–4772. Defant, A. 1958. Ebb and Flow. The Tides of Earth, Air and Water. The University of Michigan Press. Michigan. Eremeev V.N., Horton E., Motyzhev S.V., Poulain P-M., Poyarkov S.G., Stanichny S.V., Zatsepin A.G. Drifter Monitoring of Black Sea in 2001/2002. Development in Buoy Technology, Communications and Data Applications. UNESCO DВCP CD ROM Technical Document Series, No.22, 2003, pp.1-5. Franklin, B. 1785. Sundry marine observations. Trans. Am. Philos. Soc., Ser. 1, 2, 294–329. Garraffo, Z., A. J. Mariano, A. Griffa, C. Veneziani, and E. Chassignet. 2001, Lagrangian data in a high resolution numerical simulation of the North Atlantic. I: Comparison with in-situ drifter data. J. Mar. Sys.(29):157–176 Hansen, D. and P.-M. Poulain. 1996, Quality control and interpolations of WOCE-TOGA drifter data. J. Atmos. Oceanic Technol., (13):900–909. Lumpkin, R. 2003, Decomposition of surface drifter observations in the Atlantic Ocean. Geophys. Res. Letters, 30, 1753, doi:10.1029/2003GL017519. Lumpkin, R. and P. Flament. 2001, Lagrangian statistics in the central North Pacific. J. Mar. Sys., 29, 141–155. Lumpkin, R. and Z. Garraffo. 2005, Evaluating the decomposition of Tropical Atlantic drifter observations. J. Atmos. Oceanic Technol., (22):1403– 1415. Lumpkin, R. and S. L. Garzoli. 2005, Near-surface circulation in the tropical Atlantic Ocean. Deep Sea Res., Part I, (52):495–518, doi: 10.1016/j.dsr.2004.09.001. Lumpkin, R., A.-M. Treguier, and K. Speer. 2002, Lagrangian eddy scales in the northern Atlantic Ocean. J. Phys. Oceanogr., (32):2425–2440 Motyzhev S., Horton E., Lunev E., et al. New Development to Progress Smart Buoy Idea. Technological Developments and Applications of Data Buoys for Tsunami Monitoring, Hurricane and Storm Surge
182
Prediction. UNESCO DВCP CD ROM Technical Document Series, No.30–2006, pp.1-8. Motyzhev S., Brown J., Horton E., Lunev E., Tolstosheev A., Motyzhev V. Practical Steps for “Smart Buoy Project Realization. Research, Applications and Developments Involving Data Buoys. UNESCO DВCP CD ROM Technical Document Series, No.24, 2004, pp.1-9. Mouly, M. 1992. The GSM System for Mobile Communications. Telecom Publishing. Niiler, P. 2001, The world ocean surface circulation. Ocean Circulation and Climate, G. Siedler, J. Church, and J. Gould, eds., Academic Press. (77):193–204. Niiler, P. P. 2003, A brief history of drifter technology. Autonomous and Lagrangian Platforms and Sensors Workshop, Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California. Niiler, P. P., R. Davis, and H. White. 1987. Water-following characteristics of a mixed-layer drifter. Deep Sea Res., (34):1867–1882. Niiler, P. P., N. A. Maximenko, and J. C. McWilliams. 2004a, Dynamically balanced absolute sea level of the global ocean derived from nearsurface velocity observations. Geophys. Res. Letters, 30, 2164, doi:10.1029/2003GL018628. Niiler, P. P., N. A. Maximenko, G. G. Panteleev, T. Yamagata, and D. B. Olson. 2003. Nearsurface dynamical structure of the Kuroshio Extension. J. Geophys. Res., 108, 3193, doi:10.1029/2002JC001461. Niiler, P. P. and J. D. Paduan. 1995. Wind-driven motions in the northeast Pacific as measured by Lagrangian drifters. J. Phys. Oceanogr.(25):2819– 2830. Niiler, P. P., W. Scuba, and D.-K. Lee. 2004b, Performance of Minimet wind drifters in Hurricane Fabian. The Sea, J. Kor Soc. Oceanogr ,9:7. Niiler, P. P., A. Sybrandy, K. Bi, P. Poulain, and D. Bitterman. 1995, Measurements of the water-following capability of holey-sock and TRISTAR drifters. Deep Sea Res. (42):1951–1964. Ohlmann, J. C., P. F White, A. L. Sybrandy, and P. P. Niller, 2005. GPS-cellular drifter technology for coastal ocean observing systems, Journal of Atmospheric and Oceanic Technology. (22):1381-1388.
183
Pazan, S. E. and P. P. Niiler. 2001. Recovery of near-surface velocity from undrogued drifters. J. Atmos. Oceanic Technol. (18):476–489. Perez, J. C., J. Bonner, F. J. Kelly and C. Fuller. 2003. Development of a Cheap, GPS-Based Radio-Tracked Surface Drifter for Closed Shallow-Water Bays. Proc. Of the IEEE/OES Seventh Working Conference on Current Measurement Technology. Purba, F. 1995. Model dan Simulasi Pola Arus Perairan Teluk Pelabuhan Ratu dengan Metode Beda Hingga Eksplisit. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sannang, I. 2003. Pemodelan Hidrodinamika Pasut di Teluk Pelabuhan Ratu untuk Komponen Pasut M2 dan K1. Skripsi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Soeboer, D. 2007. Pengembangan Instrumen GPS Buoy untuk Melacak Pergerakan Arus Permukaan. Thesis Program Studi Teknologi Kelautan, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Robert H. Stewart. 1977. A Discus-Hulled Wave Measuring Buoy. Ocean Engineering, 4(2):101-107. Reynolds, R. W., N. A. Rayner, T. M. Smith, D. C. Stokes, and W. Wang. 2002, An improved in situ and satellite SST analysis for climate. J. Climate, (15):1609–1625. Sybrandy, A. L. and P. P. Niiler. 1992, WOCE/TOGA Lagrangian drifter construction manual. WOCE Rep. 63, SIO Ref. 91/6, 58 pp., Scripps Inst. of Oceanogr., La Jolla, California. Thomson, C. W. 1877, A Preliminary Account of the General Results of the Voyage of the HMS Challenger. MacMillan, London. Yu-Dong.
2010. Wireless Drifter, diambil dari http://www.ece.stevenstech.edu/sd/archive/07F-08S/deliverables/grp9/Fall_Proposal.pdf [26 July 2011]
184
Halaman ini sengaja dikosongkan
185
LAMPIRAN
186
Halaman ini sengaja dikosongkan
187
Lampiran 2. Contoh data mentah 232943.00:290810,0701.0467S, 10631.1402E,5.77,26.125 232945.00:290810,0701.0492S, 10631.1383E,5.59,26.125 232947.00:290810,0701.0516S, 10631.1363E,5.69,26.125 232948.00:290810,0701.0528S, 10631.1353E,5.72,26.125 232950.00:290810,0701.0553S, 10631.1335E,5.64,26.125 232952.00:290810,0701.0579S, 10631.1315E,5.81,26.125 232953.00:290810,0701.0591S, 10631.1306E,5.85,26.125 232955.00:290810,0701.0617S, 10631.1287E,5.84,26.1875 232957.00:290810,0701.0642S, 10631.1269E,5.62,26.125 232959.00:290810,0701.0668S, 10631.1251E,5.62,26.1875 233001.00:290810,0701.0693S, 10631.1234E,5.49,26.1875 233003.00:290810,0701.0718S, 10631.1216E,5.60,26.1875 233005.00:290810,0701.0742S, 10631.1198E,5.77,26.1875 233007.00:290810,0701.0767S, 10631.1180E,5.66,26.1875 233008.00:290810,0701.0780S, 10631.1171E,5.54,26.1875 233010.00:290810,0701.0804S, 10631.1153E,5.51,26.1875 233012.00:290810,0701.0829S, 10631.1137E,5.44,26.1875 233013.00:290810,0701.0842S, 10631.1129E,5.46,26.1875 233015.00:290810,0701.0866S, 10631.1112E,5.52,26.1875 233017.00:290810,0701.0892S, 10631.1095E,5.38,26.1875 233018.00:290810,0701.0904S, 10631.1087E,5.42,26.1875 233020.00:290810,0701.0929S, 10631.1070E,5.58,26.1875 233022.00:290810,0701.0955S, 10631.1054E,5.48,26.1875 233023.00:290810,0701.0967S, 10631.1046E,5.38,26.1875 233025.00:290810,0701.0993S, 10631.1032E,5.55,26.1875 233027.00:290810,0701.1019S, 10631.1017E,5.42,26.1875 233028.00:290810,0701.1032S, 10631.1009E,5.38,26.1875 233030.00:290810,0701.1058S, 10631.0994E,5.40,26.1875 233032.00:290810,0701.1084S, 10631.0978E,5.58,26.1875 233033.00:290810,0701.1097S, 10631.0970E,5.76,26.1875 233035.00:290810,0701.1123S, 10631.0954E,5.64,26.1875 233037.00:290810,0701.1148S, 10631.0938E,5.46,26.1875 233038.00:290810,0701.1161S, 10631.0930E,5.47,26.1875 233040.00:290810,0701.1187S, 10631.0915E,5.50,26.1875 233042.00:290810,0701.1212S, 10631.0899E,5.39,26.1875 233043.00:290810,0701.1225S, 10631.0891E,5.38,26.1875 233045.00:290810,0701.1250S, 10631.0874E,5.64,26.1875 233047.00:290810,0701.1275S, 10631.0857E,5.53,26.1875 233048.00:290810,0701.1287S, 10631.0848E,5.50,26.1875 233050.00:290810,0701.1312S, 10631.0832E,5.38,26.1875 233052.00:290810,0701.1337S, 10631.0816E,5.57,26.1875 233053.00:290810,0701.1350S, 10631.0807E,5.76,26.1875 233055.00:290810,0701.1376S, 10631.0789E,5.74,26.1875 233057.00:290810,0701.1402S, 10631.0772E,5.53,26.1875 233058.00:290810,0701.1415S, 10631.0765E,5.34,26.1875 233100.00:290810,0701.1440S, 10631.0749E,5.55,26.1875 233102.00:290810,0701.1466S, 10631.0734E,5.49,26.1875 233103.00:290810,0701.1479S, 10631.0726E,5.57,26.1875 189
Lampiran 3. Metode konversi latitude dan longitude ke UTM Sumber: http://www.uwgb.edu/dutchs/UsefulData/UTMFormulas.HTM [ 16 July 2010] Okay, take a deep breath. This will get very complicated, but the math, although tedious, is only algebra and trigonometry. P = point under consideration F = foot of perpendicular from P to the central meridian. The latitude of F is called the footprint latitude. O = origin (on equator) OZ = central meridian LP = parallel of latitude of P ZP = meridian of P OL = k0S = meridional arc from equator LF = ordinate of curvature OF = N = grid northing FP = E = grid distance from central meridian GN = grid north C = convergence of meridians = angle between true and grid north Another thing you need to know is the datum being used: Datum
Equatorial Radius, meters (a) NAD83/WGS84 6,378,137 GRS 80 6,378,137 WGS72 6,378,135 Australian 1965 6,378,160 Krasovsky 1940 6,378,245 International 6,378,388 (1924) -Hayford (1909) Clake 1880 6,378,249.1 Clarke 1866 6,378,206.4 Airy 1830 6,377,563.4 Bessel 1841 6,377,397.2
Polar Radius, meters (b)
Flattening (a-b)/a
Use
6,356,752.3142 6,356,752.3141 6,356,750.5 6,356,774.7 6,356,863.0 6,356,911.9
1/298.257223563 1/298.257222101 1/298.26 1/298.25 1/298.3 1/297
Global US NASA, DOD Australia Soviet Union Global except as listed
6,356,514.9 6,356,583.8 6,356,256.9 6,356,079.0
1/293.46 1/294.98 1/299.32 1/299.15
Everest 1830
6,356,075.4
1/300.80
France, Africa North America Great Britain Central Europe, Chile, Indonesia South Asia
6,377,276.3
Formulas For Converting Latitude and Longitude to UTM These formulas are slightly modified from Army (1973). They are accurate to within less than a meter within a given grid zone. The original formulas include a now obsolete term
190
that can be handled more simply - it merely converts radians to seconds of arc. That term is omitted here but discussed below. Symbols
lat = latitude of point long = longitude of point long0 = central meridian of zone k0 = scale along long0 = 0.9996. Even though it's a constant, we retain it as a separate symbol to keep the numerical coefficients simpler, also to allow for systems that might use a different Mercator projection. e = SQRT(1-b2/a2) = .08 approximately. This is the eccentricity of the earth's elliptical cross-section. e'2 = (ea/b)2 = e2/(1-e2) = .007 approximately. The quantity e' only occurs in even powers so it need only be calculated as e'2. n = (a-b)/(a+b) rho = a(1-e2)/(1-e2sin2(lat))3/2. This is the radius of curvature of the earth in the meridian plane. nu = a/(1-e2sin2(lat))1/2. This is the radius of curvature of the earth perpendicular to the meridian plane. It is also the distance from the point in question to the polar axis, measured perpendicular to the earth's surface. p = (long-long0) in radians (This differs from the treatment in the Army reference)
Calculate the Meridional Arc S is the meridional arc through the point in question (the distance along the earth's surface from the equator). All angles are in radians.
S = A'lat - B'sin(2lat) + C'sin(4lat) - D'sin(6lat) + E'sin(8lat), where lat is in radians and A' = a[1 - n + (5/4)(n2 - n3) + (81/64)(n4 - n5) ...] B' = (3 tan/2)[1 - n + (7/8)(n2 - n3) + (55/64)(n4 - n5) ...] C' = (15 tan2/16)[1 - n + (3/4)(n2 - n3) ...] D' = (35 tan3/48)[1 - n + (11/16)(n2 - n3) ...] E' = (315 tan4/512)[1 - n ...]
The USGS gives this form, which may be more appealing to some. (They use M where the Army uses S) M = a[(1 - e2/4 - 3e4/64 - 5e6/256 ....)lat - (3e2/8 + 3e4/32 + 45e6/1024...)sin(2lat) + (15e4/256 + 45e6/1024 + ....)sin(4lat) - (35e6/3072 + ....) sin(6lat) + ....)] where lat is in radians This is the hard part. Calculating the arc length of an ellipse involves functions called elliptic integrals, which don't reduce to neat closed formulas. So they have to be represented as series.
191
Converting Latitude and Longitude to UTM All angles are in radians. y = northing = K1 + K2p2 + K3p4, where
K1 = Sk0, K2 = k0 nu sin(lat)cos(lat)/2 = k0 nu sin(2 lat)/4 K3 = [k0 nu sin(lat)cos3(lat)/24][(5 - tan2(lat) + 9e'2cos2(lat) + 4e'4cos4(lat)]
x = easting = K4p + K5p3, where
K4 = k0 nu cos(lat) K5 = (k0 nu cos3(lat)/6)[1 - tan2(lat) + e'2cos2(lat)]
Easting x is relative to the central meridian. For conventional UTM easting add 500,000 meters to x.
192
Lampiran 4. Program MATLAB untuk merubah koordinat degree ke koordinat UTM function [x,y,utmzone] = derajatkeutm(latitude,longitude) % --------------------------------------% [x,y,utmzone] = derajatkeutm(Lat,Lon) error(nargchk(2, 2, nargin)); % n1=length(Lat); n2=length(Lon); if (n1~=n2) error('Lat and Lon vectors tidak sama panjang datanya'); end x=zeros(n1,1); y=zeros(n1,1); utmzone(n1,:)='60 X'; % Main Loop for i=1:n1 la=Lat(i); lo=Lon(i); sa = 6378137.000000 ; sb = 6356752.314245; e2 = ( ( ( sa ^ 2 ) - ( sb ^ 2 ) ) ^ 0.5 ) / sb; e2cuadrada = e2 ^ 2; c = ( sa ^ 2 ) / sb; lat = la * ( pi / 180 ); lon = lo * ( pi / 180 ); Huso = fix( ( lo / 6 ) + 31); S = ( ( Huso * 6 ) - 183 ); deltaS = lon - ( S * ( pi / 180 ) ); if (la<-72), Letra='C'; elseif (la<-64), Letra='D'; elseif (la<-56), Letra='E'; elseif (la<-48), Letra='F'; elseif (la<-40), Letra='G'; elseif (la<-32), Letra='H'; elseif (la<-24), Letra='J'; elseif (la<-16), Letra='K'; elseif (la<-8), Letra='L'; elseif (la<0), Letra='M'; elseif (la<8), Letra='N'; elseif (la<16), Letra='P'; elseif (la<24), Letra='Q'; elseif (la<32), Letra='R'; elseif (la<40), Letra='S'; elseif (la<48), Letra='T'; elseif (la<56), Letra='U'; elseif (la<64), Letra='V'; elseif (la<72), Letra='W'; else Letra='X'; end a = cos(lat) * sin(deltaS); epsilon = 0.5 * log( ( 1 + a) / ( 1 - a ) ); nu = atan( tan(lat) / cos(deltaS) ) - lat;v = ( c / ( ( 1 + ( e2cuadrada * ( cos(lat) ) ^ 2 ) ) ) ^ 0.5 ) * 0.9996; ta = ( e2cuadrada / 2 ) * epsilon ^ 2 * ( cos(lat) ) ^ 2; a1 = sin( 2 * lat ); a2 = a1 * ( cos(lat) ) ^ 2;
193
j2 = lat + ( a1 / 2 ); j4 = ( ( 3 * j2 ) + a2 ) / 4; j6 = ( ( 5 * j4 ) + ( a2 * ( cos(lat) ) ^ 2) ) / 3; alfa = ( 3 / 4 ) * e2cuadrada; beta = ( 5 / 3 ) * alfa ^ 2; gama = ( 35 / 27 ) * alfa ^ 3; Bm = 0.9996 * c * ( lat - alfa * j2 + beta * j4 - gama * j6 ); xx = epsilon * v * ( 1 + ( ta / 3 ) ) + 500000; yy = nu * v * ( 1 + ta ) + Bm; if (yy<0) yy=9999999+yy; end x(i)=xx; y(i)=yy; utmzone(i,:)=sprintf('%02d %c',Huso,Letra); end
194
Lampiran 5. Data per-10 menit hari pertama (28 Agustus 2010) Jam
Menit
8
Jarak
v (cm/s)
arah (rad)
X
Y
7
660971.2
9221575
0
0
0
u 0
v 0
8
17
660745.3
9221520
235.6901
39.28168
-2.8999
-38.1398
-9.40242
8 8
27 37
660625.1 660504.7
9221536 9221554
121.5947 121.9228
20.26578 20.32046
3.0089 2.9911
-20.0877 -20.0908
2.68073 3.046417
8
47
660423
9221561
82.09659
13.68277
3.0597
-13.6370
1.118721
8
57
660302.2
9221566
121.4068
20.23447
3.0958
-20.2132
0.926577
9
7
660221.8
9221558
80.97108
13.49518
-3.0420
-13.4283
-1.34207
9
17
660100.8
9221549
121.5243
20.25405
-3.0687
-20.2002
-1.47579
9
27
660021.9
9221533
80.45597
13.40933
-2.9440
-13.1484
-2.63257
9
37
659904.9
9221498
122.5634
20.42723
-2.8450
-19.5355
-5.96956
9
47
659826.7
9221475
81.37674
13.56279
-2.8621
-13.0365
-3.74145
9
57
659748.8
9221454
81.02998
13.505
-2.8724
-13.0186
-3.59165
10
7
659669.6
9221440
80.82828
13.47138
-2.9718
-13.2777
-2.27605
10
17
659590.3
9221427
80.62767
13.43795
-2.9786
-13.2599
-2.18017
10
27
659512.4
9221409
80.12173
13.35362
-2.9168
-13.0177
-2.97645
10
37
659472.3
9221405
40.56408
6.760681
-3.0395
-6.7254
-0.68932
10
47
659433.6
9221395
40.33366
6.722277
-2.8794
-6.4926
-1.7423
10 11 11
57 7 17
659396.7 659326.8 659256.3
9221378 9221337 9221298
40.71885 81.3141 80.50272
6.786475 13.55235 13.41712
-2.7050 -2.6124 -2.6376
-6.1499 -11.6984 -11.7491
-2.86956 -6.84202 -6.479
11
27
659191
9221250
81.23884
13.53981
-2.5107
-10.9337
-7.98623
11
37
659160.1
9221224
40.13831
6.689718
-2.4465
-5.1376
-4.28459
11
47
659119.6
9221228
40.64813
6.774689
3.0568
-6.7504
0.573684
11
57
659001.1
9221242
121.6184
20.26973
3.0271
-20.1369
2.316399
12
7
658970.8
9221215
40.54738
6.757897
-2.4169
-5.0597
-4.47975
12
17
658892.4
9221202
80.26443
13.37741
-2.9862
-13.2163
-2.06979
12
27
658852.9
9221196
40.47822
6.74637
-2.9687
-6.6458
-1.16049
12
37
658852.9
9221195
0.184001
0.030667
-1.5741
-0.0001
-0.03067
12
47
658852.7
9221195
0.263273
0.043879
-2.3677
-0.0314
-0.03067
12
57
658774.7
9221199
40.31531
6.719218
3.0913
-6.7107
0.337595
13
7
658774.9
9221199
0
0
-0.0053
0.0000
0
13
17
658774.9
9221199
0
0
1.5675
0.0000
0
13
27
658738.8
9221216
39.82879
6.638131
2.7119
-6.0348
2.765108
13
37
658718.7
9221249
0
0
2.1133
0.0000
0
13
47
658718.9
9221249
0
0
0.7736
0.0000
0
13
57
658748.8
9221276
40.43505
6.739175
0.7309
5.0178
4.498632
14
7
658749
9221276
0.176803
0.029467
-0.0057
0.0295
-0.00017
14
17
658774.7
9221307
40.17357
6.695595
0.8769
4.2821
5.147333
14
27
658801.4
9221337
80.27647
13.37941
0.8381
8.9496
9.945486
14
37
658799
9221377
40.68169
6.780282
1.6320
-0.4145
6.767599
195
14
47
658816.8
9221413
40.40038
6.733397
1.1147
2.9660
6.044954
14
57
658834.7
9221449
40.38943
6.731572
1.1064
3.0149
6.018692
15
7
658850.1
9221530
82.99465
13.83244
1.3824
2.5911
13.58759
15
17
658859.8
9221569
40.46587
6.744311
1.3276
1.6242
6.545822
15
27
658871.5
9221607
40.18572
6.69762
1.2739
1.9595
6.404558
15
37
658854.6
9221684
80.74153
13.45692
1.7875
-2.8929
13.1423
15
47
658844.2
9221723
40.28564
6.714273
1.8313
-1.7295
6.487696
15
57
658852.8
9221762
40.45306
6.742176
1.3561
1.4365
6.587373
15
7
658859.3
9221842
80.90828
13.48471
1.4899
1.0894
13.44064
15
17
658863.7
9221883
40.40347
6.733912
1.4628
0.7259
6.694678
15
27
658892.7
9221958
80.75264
13.45877
1.2036
4.8311
12.56181
15
37
658933.7
9222028
80.98053
13.49676
1.0383
6.8527
11.62769
196
Lampiran 6. Data per-10 menit hari kedua (30 Agustus 2010) Jam
menit
7
0
665025.6
X
9220715
Y
Jarak 0.00
sudut rad) 0.00
kec cm/s) 0.00
u 0.00
v 0.00
7
10
664886.5
9220563
206.59
-2.31
34.43
-19.41
-28.44
7
20
664724.6
9220376
247.56
-2.28
41.26
-20.37
-35.88
7
30
664588.6
9220221
206.36
-2.29
34.39
-17.59
-29.55
7
40
664426.8
9220034
247.53
-2.28
41.26
-20.31
-35.91
7
50
664281.3
9219886
207.49
-2.35
34.58
-22.80
-26.00
8
0
664086.3
9219671
290.52
-2.31
48.42
-26.85
-40.29
8
10
663938
9219527
206.83
-2.37
34.47
-24.51
-24.24
8
20
663754.9
9219361
247.39
-2.41
41.23
-32.40
-25.50
8
30
663607.1
9219218
206.26
-2.37
34.38
-24.30
-24.32
8
40
663462.5
9219070
206.60
-2.35
34.43
-22.54
-26.03
8
50
663328.9
9218915
205.33
-2.28
34.22
-16.57
-29.94
9
0
663229.4
9218785
163.98
-2.22
27.33
-8.79
-25.88
9
10
663114.7
9218615
204.78
-2.17
34.13
-4.89
-33.78
9
20
662994.7
9218447
206.49
-2.19
34.41
-7.69
-33.54
9
30
662898.7
9218313
164.82
-2.19
27.47
-6.25
-26.75
9
40
662789.7
9218192
163.28
-2.30
27.21
-14.81
-22.83
9
50
662676.6
9218074
163.78
-2.33
27.30
-16.98
-21.38
10
0
662589.1
9217988
122.82
-2.37
20.47
-14.27
-14.68
10
10
662517.9
9217889
122.07
-2.20
20.34
-4.80
-19.77
10
20
662439.5
9217745
163.89
-2.07
27.32
4.26
-26.98
10
30
662336
9217619
163.86
-2.26
27.31
-11.50
-24.77
10
40
662230.7
9217494
163.77
-2.27
27.29
-12.38
-24.32
10
50
662110.7
9217382
164.55
-2.39
27.43
-20.67
-18.03
11
0
661973.9
9217229
205.41
-2.30
34.24
-18.35
-28.90
11
10
661832.6
9217080
205.38
-2.33
34.23
-21.03
-27.01
11
20
661734.2
9216948
164.63
-2.21
27.44
-7.83
-26.30
11
30
661639.6
9216816
163.17
-2.19
27.19
-5.98
-26.53
11
40
661569.3
9216715
323.63
-2.18
53.94
-10.11
-52.98
11
50
661488.9
9216573
163.41
-2.09
27.23
2.91
-27.08
12
0
661432.1
9216465
121.93
-2.06
20.32
4.04
-19.92
12
10
661366.6
9216362
82.56
-2.14
13.76
-0.79
-13.74
12
20
661324.2
9216294
80.63
-2.13
13.44
-0.24
-13.44
12
30
661281.7
9216181
120.58
-1.93
20.10
11.19
-16.69
12
40
661260.1
9216103
81.37
-1.84
13.56
10.44
-8.66
12
50
661221.9
9216032
80.67
-2.06
13.44
2.35
-13.24
13
0
661211.9
9215993
40.33
-1.82
6.72
5.40
-4.01
13
10
661166.4
9215928
79.67
-2.18
13.28
-2.53
-13.04
13
20
661136.1
9215902
39.53
-2.44
6.59
-5.62
-3.44
13
30
661120.9
9215865
40.18
-1.96
6.70
3.24
-5.86
197
13
40
661106.4
9215828
40.27
-1.94
6.71
3.61
-5.66
198
Lampiran 7. Script MATLAB untuk merubah ke dalam format KML. function pwr_kml(name,latlon) %makes a kml file for use in google earth %input: name of track, one matrix containing latitude and longitude %usage: pwr_kml('track5',latlon) header=['<descript ion>"' name '"1']; footer=''; fid = fopen([name '.kml'], 'wt'); d=flipud(rot90(fliplr(latlon))); fprintf(fid, '%s \n',header); fprintf(fid, '%.6f, %.6f, 0.0 \n', d); fprintf(fid, '%s', footer); fclose(fid)
199
Lampiran 8. Script MATLAB untuk pengolahan data ke kecepatan dan arah arus %format data input---------------------------------------%----latitude,longitude (UTM) , Jarak %-------------------------------------------------------------%scrip ini menghasilkan Gambar Stickplot dan Pasut % Komponen U, V, kecepatan dan Arah load datautm; clc lat=manual210(:,1); lon=manual210(:,2); jarak=manual210(:,3); kec=jarak/6 ; r=zeros();arahb=zeros(); for l=2:length(lat) arahb(l)=atan2(((lon(l)-lon(l-1))),(lat(l)-lat(l-1))); arahw(l)=atand(((lon(l)-lon(l-1)))/(lat(l)-lat(l-1))); end kec=kec'; [u,v]=pol2cart(arahb,kec); t=1:length(lat); subplot(2,1,1) axis([-10 60 -20 20]) [h] = stickplot(t,u,v,0); grid on subplot(2,1,2) axis([0 19 0 200]) plot(pasut(1:12,1),pasut(1:12,2));grid on figure quiver(lat',lon',u,v); grid on
200
Lampiran 9. Grafik Pasang Surut selama uji coba lapang (dermaga Pelabuhan Ratu ) 240
220
200
Tinggi Pasut (Cm)
180
160
140
120
100
80
60
28 Agustus 2010
6
9
12
15
29 Agustus 2010
18
21
24
3
6
9
12 15 Jam Lokal
30 Agustus 2010
18
21
24
3
6
9
12
15
201
18
Lampiran 12. Overview sensor suhu DS18B20. Description
Data Sheet
The DS18B20 digital thermometer provides 9-bit to 12-bit Celsius temperature measurements and has an alarm function with nonvolatile user-programmable upper and lower trigger points. The DS18B20 communicates over a 1-Wire® bus that by definition requires only one data line (and ground) for communication with a central microprocessor. It has an operating temperature range of -55°C to +125°C and is accurate to ±0.5°C over the range of -10°C to +85°C. In addition, the DS18B20 can derive power directly from the data line ("parasite power"), eliminating the need for an external power supply. Each DS18B20 has a unique 64-bit serial code, which allows multiple DS18B20s to function on the same 1-Wire bus. Thus, it is simple to use one microprocessor to control many DS18B20s distributed over a large area. Applications that can benefit from this feature include HVAC environmental controls, temperature monitoring systems inside buildings, equipment, or machinery, and process monitoring and control systems. Key Features
Unique 1-Wire Interface Requires Only One Port Pin for Communication Each Device has a Unique 64-Bit Serial Code Stored in an On-Board ROM Multidrop Capability Simplifies Distributed Temperature-Sensing Applications Requires No External Components Can Be Powered from Data Line; Power Supply Range is 3.0V to 5.5V Measures Temperatures from -55°C to +125°C (67°F to +257°F) ±0.5°C Accuracy from -10°C to +85°C Thermometer Resolution is User Selectable from 9 to 12 Bits Converts Temperature to 12-Bit Digital Word in 750ms (Max) User-Definable Nonvolatile (NV) Alarm Settings Alarm Search Command Identifies and Addresses Devices Whose Temperature is Outside Programmed Limits (Temperature Alarm Condition) Available in 8-Pin SO (150 mils), 8-Pin µSOP, and 3-Pin TO-92 Packages Software Compatible with the DS1822 Applications Include Thermostatic Controls, Industrial Systems, Consumer Products, Thermometers, or Any Thermally Sensitive System
Applications/Uses
Agricultural Equipment Audio Equipment Automotive Climate Control GPS Devices Hard Disk Drive Medical Equipment Set-Top Boxes Telecommunications
204
205