Analisis Pengaruh Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) Terhadap Kepatuhan Akuntan Publik Kepada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) – Studi Empiris Atas Hasil Pemeriksaan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Antara Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2011 Muhammad Iqbal Arrizqi BSR Abstract: This study aimed to examine the effect of compliance with the obligations of PPL compliance teradap Public Accountants Public Accountants Professional Standards (SPAP) for the period 2008 to in 2011. Effect of PPL fulfillment of the SPAP were tested using three different types of inferential statistics, ie different test, relationship test, and multivariate analysis. For different test, the authors used analysis of Chi-Square Test of Independnce. To test the relationship, the author uses the method of Spearman Rank Correlation, while for testing multivariate analysis, the authors use a probit model. Of testing using these methods, obtained a similar conclusion, namely PPL fulfillment of Certified Public Accountants has a significant positive effect on adherence to the SPAP Public Accountant in providing the services. Profesi Akuntan Publik merupakan profesi yang salah satu fungsi utamanya adalah memberikan jasa audit atas laporan keuangan suatu entitas, yang hasilnya digunakan oleh pengguna laporan keuangan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan atas entitas tersebut. Elder, Beasly, Arens, dan Yusuf (2009) dalam bukunya menyatakan bahwa audit merupakan proses pengumpulan bukti untuk memperoleh informasi atas laporan keuangan untuk kemudian dibandingkan dengan standar yang ada. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, Akuntan Publik akan memberikan opininya yang menyatakan kualitas laporan keuangan tersebut. Dalam buku tersebut, dijelaskan juga bahwa untuk dapat melakukan audit, seseorang Akuntan Publik haruslah seseorang yang kompeten dan independen. Akuntan Publik harus memiliki kualifikasi dan memahami kriteria yang akan digunakan serta mengetahui tipe dan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan untuk dapat memperoleh kesimpulan yang tepat. Akuntan Publik juga harus memiliki tingkat independensi yang tinggi dalam memberikan opininya. Proses audit digambarkan oleh Elder, Beasly, Arens, dan Yusuf (2009) dalam bukunya pada gambar 1.1: Gambar 1.1: Proses Audit
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
Informasi
Auditor
Pengumpulan dan pengevaluasian bukti
Opini audit
Standar
Sumber: Elder, Beasly, Arens, dan Yusuf. 2009.
Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa kualitas jasa audit ditentukan dari setidaknya dua hal utama. Pertama, peluang auditor untuk menemukan
penyimpangan,
dan
kedua,
kemauan
auditor
untuk
mengungkapkannya. Senada dengan hal tersebut, Adityasih (2010) menyatakan bahwa kualitas audit lebih cenderung ditentukan oleh kapabilitas auditor (terkait juga dengan teknologi audit yang digunakannya) dan independensi auditor. Kedua hal inilah sebenarnya yang dipandang sebagai nilai auditor di mata publik Adityasih (2010). Merujuk kedua pendapat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa kualitas seorang auditor atau Akuntan Publik ditentukan oleh 2 (dua) hal mendasar, yaitu keahlian/kompetensi dan independensi-nya. Di sisi lain, setidaknya terdapat beberapa faktor yang menentukan keahlian/kompetensi seorang auditor. Libby (1993) menyatakan bahwa keahlian seorang auditor ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan/keahlian (ability). Bevis (1995) menyatakan bahwa pendidikan yang diterima oleh Akuntan Publik terbagi atas 4 tahap, yaitu (1) pendidikan di jenjang akademik, (2) pendidikan setelah jenjang akademik, (3) training dari Kantor Akuntan Publik, dan (4) pendidikan berkelanjutan. Dari keempat tahapan pendidikan ini, kita dapat mengetahui bahwa jenis pendidikan nomor (1) dan nomor (2) merupakan pendidikan yang diperoleh oleh seseorang sebelum memperoleh status sebagai Akuntan Publik. Pendidikan nomor (3) dapat diperoleh oleh seseorang ketika telah bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor. Namun pada praktiknya, tidak semua KAP menyediakan jenis pendidikan ini. Sedangkan jenis pendidikan yang diperoleh seseorang setelah mendapatkan status sebagai Akuntan Publik berupa pendidikan berkelanjutan dan training di kantor. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, alur kualitas seorang Akuntan Publik setidaknya dapat digambarkan pada gambar 1.2 berikut.
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
Gambar 1.2: Alur Kualitas Audit
Independensi Kualitas Audit
Ability Kompetensi Pengetahuan
Sumber: Watts and Zimmerman (1986); Libby (1993)
Hingga saat ini, telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas audit. DeAngelo (1981) misalnya, menyatakan bahwa kualitas audit secara langsung berhubungan dengan ukuran KAP, dimana ukuran KAP ditentukan dengan menggunakan proxy jumlah klien KAP tersebut. Choi et al (2010) juga menyatakan bahwa ukuran KAP memiliki pengaruh yang secara positif signifikan terhadap kualitas audit. Dalam penelitiannya, untuk menentukan ukuran KAP Choi et al (2010) menggunakan jumlah klien dan pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing KAP sebagai proxy pengukurannya dengan menggunakan sampel KAP Big 4. Sementara Wibowo & Rossieta (2009) juga menyatakan bahwa ukuran KAP mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas audit, namun dalam penelitian tersebut proxy yang digunakan adalah jumlah partner pada suatu KAP yang mengaudit perusahaan yang terdaftar di BEJ selama tahun takwim 1998 s.d. 2007. Knechel et al (2012) juga telah melakukan literature review yang merangkum faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit, yang terdiri atas input, proses, konteks, dan output. Dari keempat proses tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit terbagi menjadi: (1) insentif dan motifasi, (2) skeptisme profesional, (3) keahlian dan pengetahuan, (4) kondisi KAP, (5) justifikasi dalam proses audit, (6) produksi audit, (7) analisis risiko, (8) prosedur analitis, (9) bukti audit yang diperoleh dan dievaluasi, (10) negosiasi dengan klien, (11) review and quality control, (12) kompensasi atas audit partner, (13) tarif audit yang tidak normal, (14) tarif non-audit, (15) tarif audit premium – biasanya untuk KAP big N atau spesialis tertentu, dan (16) tenur audit. Dari hasil literatur reviu yang dilakukan oleh Knechel et al (2012), dapat kita lihat bahwa model yang diajukan oleh Watts dan Zimmerman (1986) masih relevan dalam menjelaskan faktor-faktor penentu kualitas audit. Dimana 16
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
(enam belas) faktor yang dirangkum dalam literatur reviu tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kompetensi dan independensi Akuntan Publik sebagaimana
yang
dijelaskan
oleh
Watts
dan
Zimmerman
(1986).
Pengklasifikasian 16 (enam belas) faktor tersebut menjadi kompetensi dan independensi dapat dilihat pada tabel 1.1: Tabel 1.1. Klasifikasi Faktor Kualitas Audit Berdasarkan Model Watts and Zimmerman (1986) dan Knechel et al (2012)
NO FAKTOR KUALITAS AUDIT
KOMPETENSI
INDEPENDENSI
1
Insentif dan motifasi
√
2
Skeptisme profesional
√
3
Keahlian dan pengetahuan
√
4
Kondisi KAP
√
5
Justifikasi dalam proses audit
√
6
Produksi audit
√
7
Analisis risiko
√
8
Prosedur analitis
√
9
Bukti audit yang diperoleh
√
10
Negosiasi dengan klien
11
Reviuw and quality control
12
Kompensasi atas audit partner
√
13
Tarif audit yang tidak normal
√
14
Tarif non-audit
√
15
Tarif audit premium
√
16
Tenur audit
√
√ √
√ √
Untuk menjaga kualitas Akuntan Publik di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.012008 tentang Jasa Akuntan Publik. Dalam peraturan tersebut, diatur mengenai kualifikasi untuk menjadi seorang Akuntan Publik, dimana seseorang harus memiliki kompetensi teknis, bermoral baik, dan memenuhi persyaratan administratif untuk memperoleh izin Akuntan Publik. Pemenuhan kompetensi teknis terlihat dari persyaratan mengenai pengalaman kerja dan kelulusan ujian sertifikasi profesi akuntan publik, moral yang baik terlihat dari persyaratan tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, serta persyaratan administratif lainnya. Setelah mendapatkan izin, Akuntan Publik harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam memberikan jasanya. Selain itu, untuk
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
menjaga kompetensinya, seorang Akuntan Publik juga harus mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL), yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.012008 tentang Jasa Akuntan Publik berjumlah 30 Satuan Kredit PPL (SKP). Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam menjaga independensi adalah melakukan sistem rotasi Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik (KAP), dimana berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.012008 tentang Jasa Akuntan Publik, rotasi Akuntan Publik dilakukan setiap 3 (tiga) tahun dan KAP setiap 5 (lima) tahun dengan masa cooling off masing-masing 1 (satu) tahun. Selain ketentuan tersebut di atas, pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap Akuntan Publik berupa pengawasan administratif dan pemeriksaan. Pemeriksaan sendiri yang dilakukan secara berkala maupun sewaktu-waktu. Atas hasil pemeriksaan tersebut, Akuntan Publik dapat dikenai sanksi administratif. Persyaratan yang ketat untuk menjadi Akuntan Publik, kewajiban untuk berpedoman pada SPAP, kewajiban mengikuti PPL, sistem rotasi, serta pemeriksaan terhadap Akuntan Publik diatur oleh regulasi di Indonesia agar para pengguna jasa Akuntan Publik memperoleh kepastian mengenai kualitas jasa yang diberikan oleh Akuntan Publik tersebut. Selain ketentuan dari pemerintah, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) selaku asosiasi profesi Akuntan Publik telah mengeluarkan berbagai ketentuan yang juga bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas para Akuntan Publik. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IAPI mencantumkan bahwa untuk memperoleh sertifikat CPA, seseorang harus memiliki kualifikasi teknis yang memadai berupa pengalaman di bidang audit dan lulus ujian sertifikasi. Setelah memperoleh sertifikat CPA, IAPI mewajibkan bagi para anggotanya untuk tetap menjaga kompetensi dan keahliannya dengan mengikuti PPL dalam jumlah tertentu setiap tahun. Sama seperti pemerintah, IAPI juga melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. Khusus untuk Akuntan Pubik yang mengaudit entitas yang terdaftar di pasar modal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bappepam-LK Nomor KEP-34/PM/2003 tanggal 30 September 2003 juga memberikan kewajiban tambahan berupa mengikuti PPL khusus mengenai pasar modal. Selain itu, Bappepam-LK juga melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Akuntan Publik terhadap SPAP dan peraturan perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan pasar modal. Dalam penelitiannya terhadap Akuntan Publik di Indonesia, Adityasih (2010) menyatakan bahwa PPL mempunyai pengaruh yang secara positif signifikan
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
terhadap kualitas audit. Dalam penelitiannya tersebut, Adityasih (2010) membahas mengenai pengaruh pendidikan berkelanjutan bagi Akuntan Publik terhadap kualitas jasa audit yang diberikan oleh Akuntan Publik tersebut dimana proxy yang digunakan untuk menentukan kualitas audit adalah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan reviu mutu Institut Akuntan Publik Indonesia untuk tahun takwim 2008 dan 2009 dan menggunakan structured equation model (SEM) dalam pengolahan datanya. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pendidikan berkelanjutan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan uraian di atas, penulis kemudian bermaksud untuk meneliti mengenai pengaruh pendidikan profesional berkelanjutan (PPL) terhadap kualitas audit, dimana kualitas audit diukur dengan menggunakan proxy hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) selaku regulator Akuntan Publik untuk jangka waktu antara tahun 2008 s.d. tahun 2010. PERUMUSAN MASALAH Seperti yang telah diuraikan di atas, seorang Akuntan Publik harus dapat memberikan jasa audit yang berkualitas. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa kualitas jasa audit ditentukan dari setidaknya dua hal utama. Pertama, peluang auditor untuk menemukan penyimpangan, dan kedua, kemauan auditor untuk mengungkapkannya. Senada dengan hal tersebut, Adityasih (2010) menyatakan bahwa kualitas audit lebih cenderung ditentukan oleh kapabilitas auditor (terkait juga dengan teknologi audit yang digunakannya) dan independensi auditor. Libby (1993) menyatakan bahwa kompetensi/keahlian seorang auditor ditentukan oleh pengetahuan dan ability-nya. Senada dengan hal tersebut, Adityasih (2010) menyatakan bahwa PPL mempunyai pengaruh yang secara positif signifikan terhadap kualitas audit. Dalam penelitiannya tersebut, Adityasih (2010) membahas mengenai pengaruh pendidikan berkelanjutan bagi Akuntan Publik terhadap kualitas jasa audit yang diberikan oleh Akuntan Publik tersebut dimana proxy yang digunakan untuk menentukan kualitas audit adalah hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dewan reviu mutu Institut Akuntan Publik Indonesia untuk tahun takwim 2008 dan 2009 dan menggunakan structured equation model (SEM) dalam pengolahan datanya. Structured equation model (SEM) merupakan pengujian statistik yang dapat dikategorikan sebagai analisis multivariate. Ho (2010) menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) jenis uji statistik inferensial, yaitu uji beda, uji hubungan, dan analisis multivariate. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis bermaksud untuk menguji pengaruh PPL terhadap kualitas audit dengan menggunakan 3 (tiga) jenis pengukuran statistik tersebut.
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
Dengan mempertimbangkan jenis data yang ada, penulis memilih masingmasing 1 (satu) metode pengukuran untuk setiap jenis uji statistik inferensial tersebut. Untuk uji beda, penulis menggunakan analisis Chi-Square Test of Independnce. Untuk uji hubungan, penulis menggunakan metode Spearman Rank Correlation, sedangkan untuk uji analisis multivariate, penulis menggunakan probit model. Sebagai variabel kontrol pada uji analisis multivariate, penulis berencana menggunakan jumlah klien KAP (de Angelo, 1981), pendapatan KAP (Choi, Kim, Kim & Zang, 2010), dan jumlah Rekan KAP (Wibowo & Rossieta, 2009). KUALITAS AUDIT Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas audit. Selain itu, berbagai proxy juga digunakan sebagai dasar untuk mengukur kualitas suatu audit. Watts dan Zimmerman (1986) misalnya, menyatakan bahwa kualitas jasa audit ditentukan dari setidaknya dua hal utama. Pertama, peluang auditor untuk menemukan penyimpangan, dan kedua, kemauan auditor untuk mengungkapkannya. Di sisi lain, Libby (1993) menyatakan bahwa keahlian seorang auditor ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuannya memecahkan masalah. Knechel, Krishnan, Pevzner, Shefchik, dan Velury (2012) dalam literature review yang berjudul “Audit quality indicators: Insight from the academic literature” menyatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat dalam menilai kualitas atas suatu audit yang dilakukan oleh Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. Perbedaan pendapat ini ditentukan oleh sudut pandang pihak yang melihatnya. Pengguna laporan keuangan, Akuntan Publik, regulator, dan masyarakat mungkin memiliki pendapat yang berbeda dalam menilai kualitas audit, sehingga indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas audit juga berbeda. Pengguna laporan keuangan mungkin akan berpendapat bahwa hasil audit yang berkualitas dinilai dari tidak adanya salah saji material dalam laporan hasil audit tersebut. Akuntan Publik dapat berpendapat bahwa hasil suatu audit dinyataan berkualitas apabila tujuan audit dapat tercapai dengan menggunakan metodologi audit yang dimiliki oleh Kantor Akuntan Publik-nya dan dapat mempertahankan hasil auditnya terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh regulator. Regulator, mungkin berpendapat bahwa audit yang berkualitas adalah audit yang dapat memenuhi standar dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan masyarakat dapat menyatakan suatu audit berkualitas apabila
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
dapat menghindarkan perusahaan dan pasar dari konflik ekonomi yang dapat terjadi. Meskipun demikian, hingga saat ini belum terdapat definisi yang baku mengenai kualitas audit. Financial Reporting Council (FRC 2006,16) menyatakan bahwa tidak terdapat suatu definisi yang disepakati mengenai kualitas audit yang dapat digunakan sebagai standar. Di dalam Consultation Report of International Organization of Securities Commissions (IOSCO 2006, 3) juga mengekspresikan sentimen yang serupa. Knechel, Krishnan, Pevzner, Shefchik, dan Velury (2012) dalam literature review tersebut menyimpulkan beberapa indikator yang dibagi dalam empat dimensi, yaitu: 1.
Input Indikator yang termasuk dalam dimensi input mencakup hal-hal yang dapat mempengaruhi pribadi auditor itu sendiri, baik dalam hal kompetensi maupun independensi. Indikator-indikator tersebut antara lain adalah: a.
Insentif dan motivasi Beberapa riset terdahulu telah menyatakan bahwa independensi auditor dapat terpengaruh oleh insentif ekonomi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi adalah kekhawatiran kehilangan klien (Farmer et al 1987; Blay 2005), tekanan fee audit (Houston 1999; Gramling 1999), Insentif dari klien (Lord 1992; Trompeter 1994; Chang and Hwang 2003), manfaat ekonomi atas tindakan tertentu yang spesifik (Schatzberg and Sevcik 1994; Beeler and Hunton 2002) dan lain-lain. Secara umum, dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa insentif tertentu secara tidak sengaja telah memotivasi auditor untuk mencari dan mengevaluasi bukti-bukti yang diperoleh sesuai dengan keinginan manajemen, sehingga membuat independensi auditor menjadi bias. Meskipun demikian, untuk Akuntan Publik yang berintegritas, independensi auditor akan tetap terjaga meskipun terdapat insentif tertentu yang diberikan kepada auditor.
b.
Skeptisme profesional Penelitian yang ada telah menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang positif antara skeptisme profesinal dan kualitas audit (Chi et al. 2009). Secara lebih spesifik, auditor yang memiliki profesional skeptisme yang lebih tinggi akan: (i) lebih melakukan konfrontasi dengan klien atau melakukan prosedur audit tambahan ketika terdapat kenaikan risiko yang tidak biasa (Shaub and Lawrence 1996), (ii) memiliki kecenderungan lebih dalam mendeteksi fraud (Bernardi 1994), (iii) memberikan assessments yang lebih baik atas bukti audit
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
(Hurtt et al. 2008), dan (iv) cenderung untuk tidak langsung mempercaya klien dan memberikan usaha yang lebih banyak dalam proses audit ( Bowlin et al. 2011). c.
Pengetahuan dan keahlian Keahlian dan pengetahuan auditor memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas audit karena menyempurnakan proses audit. Pengetahuan atas domain yang spesifik, seperti pengetahuan atas klien, pekerjaan yang dilakukan oleh klien, dan jenis industri mempengaruhi kualitas justifikasi auditor (Bonner 1990) dan dibutuhkan dalam mengembangkan keahlian audit Frederick and Libby 1986; Bedard 1989; Bonner and Lewis 1990). Sebagai contoh, auditor dengan pengetahuan atas domain yang spesifik yang lebih banyak akan lebih konsisten dalam menetapkan standar audit (Bedard 1989). Keahlian auditor juga berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Sebagai contoh, auditor yang telah memahami klien dengan baik dapat melakukan audit tanpa bantuan tenaga spesialis (Owhoso et al. 2002).
2.
Proses Proses audit terdiri dari beberapa fase, seperti penilaian risiko, evaluasi atas internal kontrol, testing, dan reviu. Kualitas audit tergantung bagaimana justifikasi auditor dalam setiap tahapan tersebut. a.
Justifikasi dalam proses audit Penelitian telah membuktikan bahwa auditor cenderung mengalami heuristics dan bias yang dapat menyebabkan kesalahan sistematis dalam menjustifikasi dan mengobservasi pada tahapan general decision making. Paling banyak tercatat, auditor tercatat paling sering mengalami dua
macam heuristics,
yaitu (i)
anchoring
dan
penyesuaian, serta (ii) representativeness (Tversky and Kahneman 1974). b.
Produksi Audit Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji sifat dari proses produksi audit dan faktor-faktor yang menyebabkan auditor memberikan usaha yang lebih atas suatu perikatan. Yang paling banyak adalah tingkat kerumitan usaha klien dan risiko signifikan yang menyebabkan adanya rencana untuk memperluas ruang lingkup pengujian (O’Keefe et al. 1994; Caramanis and Lennox 2011), sifat dari pengujian yang direncanakan Hackenbrack and Knechel 1997), dan personel yang ditugaskan untuk melakukan audit (e.g., Johnstone and Bedard 2001).
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
c.
Penilaian risiko Penilaian risiko dalam proses audit sangat penting karena hal tersebut menentukan
sifat,
lingkup,
dan
waktu
dari
prosedur
yang
direncanakan. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap proses penilain risiko, yaitu (i) pendekatan yang digunakan oleh auditor dalam melakukan penilaian risiko dapat menyebabkan hasil yang berbeda (Jiambalvo and Waller 1984; Zimbelman 1997; O’Donnell and Schultz 2003; Wilks and Zimbelman 2004), (ii) waktu yang kurang memadai dalam memodifikasi audit prosedur yang direncanakan sebagai respon atas penilaian audit (Zimbelman 1997; Glover et al. 2000; Glover et al. 2003; Hammersley et al. 2011).
d.
Prosedur analisis Prosedur analisis adalah komponen yang terintegrasi dalam proses audit dan memiliki manfaat yang sangat signifikan bagi auditor dalam melaksanakan penilaian risiko. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi ancaman bagi justifikasi auditor dalam melakukan prosedur analisis. Beberapa faktor tersebut misalnya adanya interfensi yang mempengaruhi beberapa informasi sehingga mempengaruhi kemampuan auditor untuk memilih berbagai alternatif dalam melakukan audit (Koonce 1993). Informasi yang diberikan oleh manajemen juga dapat mempengaruhi kemampuan auditor dalam membuat hipotesis atas adanya perbedaan pencatatan yang signifikan dalam laporan keuangan (Peecher 1996; Bierstaker et al. 1999). Selain itu, masih terdapat lagibeberapa faktor seperti penjelasan yang diberikan oleh auditor lain (Church and Schneider 1993; Yip-Ow and Tan 2000), dan informasi
lainnya yang relevan yang dapat
menyebabkan terjadinya intervensi (Anderson et al. 1992; HeimanHoffman et al. 1995; Bierstaker et al. 1999). e.
Memperoleh dan mengevaluasi bukti audit Proses audit yang diatur berdasarkan standar pengendalian mutu KAP dapat berbeda antara KAP yang satu dengan KAP lainnya. Metodologi audit yang disusun oleh KAP tersebut pada dasarnya merupakan panduan yang bertujuan membantu tim audit untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam proses audit. Namun demikian, program audit yang terstandarisasi dan sistem pengambilan keputusan yang dirancang oleh KAP dapat membatasi proses pengambilan keputusan
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
oleh auditor dan mengurangi kualitas dari justifikasi auditor (Dowling dan Leech 2007). Sebagai contoh, bantuan pengambilan keputusan dan ceklist yang telah terstandarisasi dapat berpotensi mengurangi performa auditor dimana auditor akan terlalu terikat dengan rekomendasi dari bantuan pengambilan keputusan tersebut meskipun justifikasi profesional lebih dibutuhkan (Pincus 1989; Ashton 1990; Arnold dan Sutton 1998; Asare dan Wright 2004). Selain hal tersebut, kualitas justifikasi auditor juga dapat terancam apabila auditor mengahadapi ketidakpastian dalam audit yang disebabkan oleh (i) standar akuntansi yang kurang detail/presisi (Nelson and Kinney 1997; Nelson et al. 2002; Nelson et al. 2003), (ii) mix accounting precendents (Salterio 1996; Salterio and Koonce 1997), dan (iii) subjektifitas dalam standar akuntansi (Hackenbrack and Nelson 1996; Braun 2001; Hronsky and Houghton 2001). Selain itu, auditor juga menghadapi ketidakpastian mengenai tingkat materialitas atas suatu salah saji. Penilaian materialitas membutuhkan justifikasi dan estimasi yang subjektif dan kompleks, sehingga membuka adanya peluang terjadinya eror dan bias. Sebagai contoh, auditor cenderung untuk bersikap underestimate terhadap efek dari error yang telah diketahui apabila memproyeksikannya kedalam populasi (Burgstahler and Jiambalvo 1986; Dusenbury et al. 1994; Burgstahler et al. 2000). Penilaian materialitas juga dipengaruhi oleh insentif, dimana auditor akan lebih mengesampaingkan adanya salah saji yang material secara kuantitatif, yang dapat mengakibatkan klien kehilangan target laba (Libby dan Kinney 2000; Ng 2007; Ng dan Tan 2007). 3.
Outcome a. Adverse outcome Salah satu indikator yang digunakan sebagai proxy untuk mengukur kualitas audit yang kurang baik adalah adanya accounting restatement, meskipun sampel yang digunakan untuk analisis ini relatif kecil (Francis 2004). Beberapa riset sebelumnya menyatakan bahwa adanya accounting restatement mempunyai hubungan yang negatif terhadap proxy-proxy yang biasanya menjadi indikator kualitas audit, seperti keahlian auditor atas suatu industri (Romanus et al. 2008; Chin and Chi 2009), tenur audit (Stanley and DeZoort 2007), keahlian tim audit (Li and Chen 2011). Indikator lain yang sering dijadikan sebagai proxy untuk mengukur kualitas audit yang kurang baik adalah adanya proses litigasi
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
terhadap Akuntan Publik dari klien audit nya (Palmrose 1997; Palmrose 1998; Fuerman 2011). b. Kualitas laporan keuangan Cara lain yang sering digunakan untuk menguji kualitas audit adalah kualitas dari laporan keuangan atau earning quality (Behn et al. 2008). Meskipun tidak ada ukuran yang diterima secara umum sebagai indikator dari earning quality, para peneliti telah menguji beberapa dimensi unuk mengukur earning quality, seperti netralitas (dengan menggunakan proxy berupa discretionary accruals), feedback value atau earnings “credibility” (asosiasi antara pendapatan dengan market return), dan earnings conservatism. c. Laporan audit Akurasi sebuah laporan audit sering dilihat sebagai tanda/sinyal atas sebuah kualitas audit. Meskipun demikian, beberapa item yang harus diungkapkan oleh auditor di dalam laporan keuangan seperti pendapat tentang going concern perusahaan telah terbukti sulit dilakukan oleh auditor, sehingga secara relatif menimbulkan error type I dan error type II (Mutchler
1985,
1986; Chen dan Church 1992; Carcello dan
Palmrose 1994; Reynolds dan Francis 2000; Geiger dan Rama 2006). d. Peer review dan inspeksi dari regulator dan/atau asosiasi profesi Terdapat bukti yang terdokumentasi mengenai hubungan yang positif antara hasil peer review dengan kualitas audit (Grant et al. 1996; Casterella et al. 2009). Hasil dari peer review juga mengindikasikan kemampuan KAP untuk mendapatkan klien (Hilary and Lennox 2005) dan digunakan oleh komite audit dalam merekomendasikan auditor (Woodlock and Claypool 2001). 4.
Konteks a. Kompensasi bagi Rekan KAP Kebanyakan konsentrasi dalam diskusi mengenai kualitas audit adalah potensial dari economic bonding antara auditor dan kliennya yang dapat mempengaruhi kualitas audit. Meskipun demikian, terdapat bukti, yang meskipun sangat kecil tentang adanya hubungan yang positif antara insentif bagi Rekan KAP dengan kualitas audit. Beberapa hasil studi menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara ukuran klien, yang menjadi proxy bagi kesempatan untuk mendapatkan penghasilan dan fee audit, dengan kualitas audit (Hay et al. 2006). b. Abnormal Audit Fees Para peneliti telah menemukan bahwa abnormal audit fees yang lebih tinggi dari nilai pasar, dapat mengindikasikan adanya permasalahan
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
pelaporan keuangan di dalam perusahaan/klien (Hribar et al. 2009). Selain itu, abnormal audit fees yang lebih tinggi dari nilai pasar juga mengindikasikan adanya penurunan performa perusahaan/klien di masa yang akan datang (Picconi dan Reynolds 2010; Stanley 2011) cost of capital yang lebih tinggi (Hope et al. 2009), dan berita yang kurang baik bagi nilai saham perusahaan di masa yang akan datang Hackenbrack et al. (2011). Contoh dari pemberian abnormal audit fees ini dapat dilihat dari kasus Enron, dimana pihak manajemen bersedia memberikan audit fee dan insentif lebih tinggi kepada auditor dengan harapan auditor dapat memberikan opini atas laporan keuangan sesuai dengan keinginan manajemen. c. non-Audit fees Frankel et al. (2002) menemukan bahwa semakin tinggi non-Audit fees, maka akan semakin tinggi pula jumlah akrual yang tidak normal. Kanagaretnam et al. (2011) menemukan adanya hubungan yang positif antara abnormal loan loss provisions pada bank-bank kecil dengan abnormal non-audit fees. d. Audit fee premium – untuk Big N auditor dan spesialis industri Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat beberapa jenis auditor yang menerima fee premium, seperi big N auditor, yang secara simultan dapat memperoleh fee premium di banyak negara, yang diperoleh dengan ekspektasi bahwa big N auditor akan memberikan kualitas jasa audit yang lebih baik (2003; Francis and Wang 2008; Francis and Yu 2009) 2003; Francis and Wang 2008; Francis and Yu 2009) 2003; Francis and Wang 2008; Francis and Yu 2009) 2003; Francis and Wang 2008; Francis and Yu 2009) Francis et al. 1999; Kim et al. 2003; Francis and Wang 2008). Hasil yang sama menunjukkan bahwa fee premium juga diberikan kepada auditor yang merupakan industry specialist. Namun demikian, adanya premium fee ini juga disebabkan adanya ekspektasi bahwa nilai audit big N auditor lebih tinggi dari pada non big N, bahkan dalam hal adanya litigasi di masa yang akan datang. e. Tenur audit Jangka waktu hubungan antara auditor dengan kliennya dapat mempengaruhi kualitas auditnya. Hingga saat ini, terdapat dua argumen yang sama-sama kuat mengenai hal ini, yaitu apakah (i) tenur audit yang pendek menyebabkan auditor tidak dapat memahami proses usaha klien dengan baik, atau (ii) tenur audit yang panjang menyebabkan objektifitas auditor akan menurun. Riset dalam area ini juga
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
menghasilkan dua keputusan yang berbeda, yaitu bisa positif (Chen et al. 2008; Chi et al. 2009b) dan negatif (Carey and Simnett 2006). Dari hasil literatur reviu yang dilakukan oleh Knechel, Krishnan, Pevzner, Shefchik, dan Velury (2012), dapat kita lihat bahwa model yang diajukan oleh Watts dan Zimmerman (1986) dan Libby (1993) masih relevan dalam menjelaskan faktor-faktor penentu kualitas audit. Dimana 16 (enam belas) faktor yang dirangkum dalam literatur reviu tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kompetensi dan independensi Akuntan Publik sebagaimana yang dijelaskan oleh Watts dan Zimmerman (1986) tersebut. Oleh karena itu, untuk menyederhanakan alur dari penelitian ini, penulis akan menggunakan model Watts dan Zimmerman (1986) dan Libby (1993), sebagaimana yang telah digambarkan pada gambar 1.2. KEWAJIBAN BAGI AKUNTAN PUBLIK MENGIKUTI PPL Untuk menjaga kompetensinya, seorang Akuntan Publik harus mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL), yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.012008 tentang Jasa Akuntan Publik berjumlah 30 Satuan Kredit PPL (SKP) dengan minimal 4 (empat) SKP diantaranya berupa SKP dari PPL mengenai pembinaan dan pengawasan Akuntan Publik. Selain ketentuan dari pemerintah, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) selaku asosiasi profesi Akuntan Publik telah mengeluarkan berbagai ketentuan yang juga bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas para Akuntan Publik yang berupa kewajiban mengikuti PPL dengan jumlah yang sama dengan pemerintah, yaitu 30 SKP. Khusus untuk Akuntan Pubik yang mengaudit entitas yang terdaftar di pasar modal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bappepam-LK Nomor KEP34/PM/2003 tanggal 30 September 2003 juga memberikan kewajiban tambahan berupa mengikuti PPL khusus mengenai pasar modal sebanyak 5 SKP setiap tahun. PEMERIKSAAN AKUNTAN PUBLIK Berdasarkan regulasi di Indonesia, seorang Akuntan Publik dapat diperiksa oleh Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Pusat Pembiaan Akuntan dan Jasa Penilai. Selain itu, Akuntan Publik juga diperiksa oleh institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Khusus untuk Akuntan Publik yang mengaudit entitas yang terdaftar di pasar modal, Akuntan Publik tersebut juga dapat diperiksa oleh Bappepam-LK. Pemeriksaan yang dilakukan oleh ketiga institusi tersebut
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
bertujuan untuk menguji kepatuhan Akuntan Publik terhadap Standar Profesional Akuntan Publik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh PPAJP berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Jasa Akuntan Publik terbagi menjadi 7 (tujuh) tingkatan, yaitu: (i) tidak terkena sanksi, (ii) rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu, (iii) peringatan tertulis, (iv) pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu, (v) pembatasan pemberian jasa tertentu, (vi) pembekuan izin, dan (vii) pencabutan izin. Namun demikian, untuk jangka waktu yang termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini, hasil pemeriksaan masih terbagi atas 4 (empat) tingkat, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, yaitu (i) tidak terkena sanksi, (ii) sanksi peringatan, (iii) sanksi pembekuan, dan (iv) sanksi pencabutan izin. HASIL PENGUJIAN Pada tahap pertama, probit model digunakan untuk melakukan pengujian statistik hubungan antara PPL dengan kepatuhan Akuntan Publik terhadap SPAP. Karakteristik dari probit model adalah struktur data pada variabel dependen (kepatuhan Akuntan Publik terhadap SPAP) yang digunakan adalah struktur data binary, yang terdiri dari angka nol dan angka satu. Angka nol menunjukkan bahwa Akuntan Publik tidak terkena sanksi atas hasil pemeriksaan, sedangkan angka satu menunjukkan bahwa Akuntan Publik terkena sanksi atas hasil pemeriksaan. Dalam penelitian ini, variabel dependen (PPL) juga menggunakan struktur data binary dalam penyajiannya, dimana angka nol menunjukkan bahwa Akuntan Publik tidak memenuhi kewajiban PPL, sedangkan angka satu menunjukkan bahwa Akuntan Publik memenuhi kewajiban PPL. Dengan menggunakan software Eviews 7, hubungan antara PPL dengan status sanksi Akuntan Publik dapat di lihat pada tabel 4.3: Tabel 4.5 Pengaruh variabel PPL terhadap variabel Status Sanksi Akuntan Publik
Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
0.524401
0.157531
3.328879
0.0009
PPL
-0.893409
0.193188
-4.624552
0.0000
Sumber: database PPAJP dan IAPI, diolah dengan menggunakan software Eviews 7.
Dari tabel 4.3 tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pemenuhan kewajiban terhadap PPL memiliki pengaruh yang signifikan terhadap status sanksi Akuntan Publik. Hal ini terlihat dari nilai probabilita PPL yang lebih kecil dari 0,05. Selain itu, pada tabel tersebut nilai koefisien PPL terhadap sanksi
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
adalah -0,893409. Dengan strukur data yang ada, nilai minus menunjukkan bahwa semakin kecil pemenuhan kewajiban mengikuti PPL, maka status sanksi Akuntan Publik akan cenderung semakin besar. Selain mengukur pengaruh PPL terhadap sanksi secara bebas, pada tabel 4.4 juga terlihat bagaimana interaksi PPL terhadap variabel-variabel kontrol dapat mempengaruhi status sanksi yang diterima oleh Akuntan Publik. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, pada penelitian ini variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran KAP, yang terbagi atas jumlah klien, jumlah pendapatan KAP, dan jumlah rekan KAP. Tabel 4.6 Pengaruh interaksi PPL dengan variabel ukuran KAP terhadap pengenaan sanksi Akuntan Publik
Variable
Coefficient
Std.
z-
Error
Statistic
Prob.
C
0.528025 0.157452 3.353561 0.0008
PPL*LOG(PENDAPATAN)
-0.038273 0.017129 -2.234343 0.0255
PPL*KLIEN
0.076393 0.042528 1.796297 0.0724
PPL*PARTNER
-0.215962 1.211403 -0.178274 0.8585
PPL*LOG(PENDAPATAN)*KLIEN
-0.003368 0.001927 -1.748071 0.0805
PPL*LOG(PENDAPATAN)*PARTNER 0.004660 0.055090 0.084586 0.9326 Sumber: database PPAJP dan IAPI, diolah kembali dengan menggunakan Ms. Excel 2007
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Interaksi PPL dengan pendapatan KAP mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap status sanksi Akuntan Publik. Hal ini terlihat dari nilai probabilita sebesar 0,0255 (lebih kecil dari pada 0,5).
2.
Interaksi PPL dengan jumlah klien KAP dan PPL dengan pendapatan dan jumlah klien berpengaruh signifikan terhadap status sanksi Akuntan Publik pada standar error 10%, namun dengan standar error 5% tidak berpengaruh signifikan. Hal ini terlihat dari nilai probabilitanya yang berada di antara 5% s.d. 10%.
3.
Interaksi PPL dengan jumlah Rekan KAP dan PPL dengan pendapatan dan jumlah rekan KAP tidak berpengaruh kepada status sanksi Akuntan Publik.
4.1. Spearman Rank Correlation Coefficient Karakteristik
dari
Spearman
Rank
Correlation
Coefficient
adalah
menggunakan data ordinal dalam menjabarkan variabel dependen (kepatuhan Akuntan Publik terhadap SPAP). Dalam penelitian ini, struktur data pengenaan sanksi terhadap Akuntan Publik yang menginterpretasikan kepatuhan Akuntan Publik disajikan sebagai berikut: Tabel 4.7. Skema Hasil Pemeriksaan PPAJP
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
Hasil Pemeriksaan
Score
Tidak terkena sanksi
1
Sanksi peringatan
2
Sanksi pembekuan izin
3
Sanksi pencabutan
4
Variabel independen (PPL) dalam pengujian dengan menggunakan model Spearman Rank Correlation Coefficient ini juga disusun dengan menggunakan struktur data ordinal, dimana untuk Akuntan Publik yang tidak memenuhi kewajiban PPL diberi score 1, sedangkan memenuhi kewajiban PPL diberi score 2. Hasil scoring dari variabel independen dan variabel dependen tersebut kemudian diberi peringkat untuk dapatdiukur dengan model Spearman Rank Correlation Coefficient. Hasil pengukuran dengan menggunakan software SPSS disajikan pada tabel 4.5: Tabel 4.8. Hasil pengujian pengaruh PPL terhadap status sanksi Akuntan Publik dengan menggunakan Spearman Rank Correlation Coefficient
Correlations RS Spearman's rho
RS
Correlation Coefficient
RP
1.000
-.371
.
.000
212
212
-.371
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.
N
212
212
Sig. (2-tailed) N RP
Correlation Coefficient
Sumber: database PPAJP dan IAPI, diolah dengan menggunakan software SPSS 16
Pada hasil pengukuran di atas, dapat kita lihat bahwa nilai Sig. (2 tailed) adalah 0,000 (lebih kecil dari standar error 0,5) yang mana menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara PPL dan sanksi. Hubungan antara RP (ranking PPL) dan RS (ranking sanksi) adalah -0,371. Tanda negatif menunjukkan terdapat hubungan yang negatif antara PPL dan sanksi, atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa semakin kecil kecenderungan Akuntan Publik memenuhi kewajiban PPL maka kecenderungan Akuntan Publik terkena sanksi menjadi lebih besar. 4.2. Chi-Square Test of Independence Sama seperti Spearman Rank Correlation Coefficient, Chi-Square Test of Independence juga menggunakan data ordinal dalam penyajian variabel dependen dan independen, sehingga struktur data yang digunakan sama dengan struktur data yang digunakan pada pengujian dengan menggunakan Spearman Rank
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
Correlation Coefficient di atas. Pengujian Chi-Square Test of Independence ini menggunakan SPSS sebagai software statistik. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel 4.6 : Tabel 4.9 Krostabulasi perhitungan pengaruh PPL terhadap status sanksi Akuntan Publik
SANKSI * PPL Crosstabulation PPL 1 SANKSI
1
Count
90
112
38.6
73.4
112.0
% within SANKSI
19.6%
80.4%
100.0%
% within PPL
30.1%
64.7%
52.8%
% of Total
10.4%
42.5%
52.8%
28
39
67
23.1
43.9
67.0
% within SANKSI
41.8%
58.2%
100.0%
% within PPL
38.4%
28.1%
31.6%
% of Total
13.2%
18.4%
31.6%
22
10
32
11.0
21.0
32.0
% within SANKSI
68.8%
31.2%
100.0%
% within PPL
30.1%
7.2%
15.1%
% of Total
10.4%
4.7%
15.1%
Count
1
0
1
Expected Count
.3
.7
1.0
100.0%
.0%
100.0%
1.4%
.0%
.5%
.5%
.0%
.5%
73
139
212
73.0
139.0
212.0
34.4%
65.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
34.4%
65.6%
100.0%
Count Expected Count
3
Count Expected Count
4
% within SANKSI % within PPL % of Total Total
Total
22
Expected Count
2
2
Count Expected Count % within SANKSI % within PPL % of Total
Sumber: database PPAJP, diolah kembali dengan menggunakan software SPSS 16
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
Case Processing Summary Cases Valid N SANKSI *
Percent 212
PPL
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 212
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
31.054a
3
.000
Likelihood Ratio
31.213
3
.000
Linear-by-Linear Association
30.774
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
212
Atas hasil pengujian di atas, dpat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Dilihat dari nilai Pearson Chi-Square yang bernilai 0,000 (lebih kecil dari 0,05), dapat dikatakan bahwa secara statistik signifikan. Hal ini berarti bahwa tingkat variasi sanksi yang dikenakan terhadap Akuntan Publik dapat dinyatakan sebagai sebagai fungsi dari PPL.
2.
Pada tabel crosstabulation, dapat dinyatakan bahwa: a.
Untuk selang waktu 2008 s.d. 2011, dari 212 Akuntan Publik yang diperiksa oleh PPAJP terdapat 112 Akuntan Publik yang tidak terkena sanksi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 22 orang atau 19,6 % tidak memenuhi kewajiban PPL, sedangkan 90 orang atau 80,4% memenuhi kewajiban PPL.
b.
Untuk selang waktu 2008 s.d. 2011, dari 212 Akuntan Publik yang diperiksa oleh PPAJP terdapat 67 Akuntan Publik yang terkena sanksi peringatan. Dari jumlah tersebut sebanyak 28 orang atau 41,8% tidak memenuhi kewajiban PPL, sedangkan 39 orang atau 58,2% memenuhi kewajiban PPL.
c.
Untuk selang waktu 2008 s.d. 2011, dari 212 Akuntan Publik yang diperiksa oleh PPAJP terdapat 32 Akuntan Publik yang terkena sanksi
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013
pembekuan izin. Dari jumlah tersebut sebanyak 22 orang atau 68,8% tidak memenuhi kewajiban PPL, sedangkan 10 orang atau 31,2% memenuhi kewajiban PPL. d. Untuk selang waktu 2008 s.d. 2011, dari 212 Akuntan Publik yang diperiksa oleh PPAJP terdapat 1 Akuntan Publik yang terkena sanksi pencabutan izin, dan 1 Akuntan Publik tersebut tidak memenuhi kewajiban PPL. 3.
Dari hasil crosstabulation tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin berat jenis sanksi yang diberikan kepada Akuntan Publik, tingkat kepatuhan Akuntan Publik terhadap PPL semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dengan menggunakan probit model maupun Spearman Rank Correlation Coefficient.
Analisis pengaruh..., Muhammad Iqbal Arrizqi, FE UI, 2013