TUHAN DALAM FILSAFAT MUHAMMAD IQBAL
Oleh: NUR KHAYATI AIDAH NIM: 212241010
Pembimbing: Dr. Humaidi
Tesis ini diajukan kepada Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta – Universitas Paramadina untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Master di bidang filsafat Islam 2016
Abstrak Tuhan dalam fislasat adalah kajian klasik namun fundamental, Tuhan dicitrakan dalam berbagai macam imaji para filosof dengan mendasarkan pada argumen-argumen logis nan filosofis. Muhammad Iqbal menggunakan konsep Ego Mutlak untuk menyebut Tuhan dengan segala konsekuensi logisnya, akan tetapi konsep Ego Mutlak yang diusung oleh Iqbal ini seringkali dipahami sebagai panteisme. Padahal pada kesempatan tertentu Iqbal mengkritik keras poin-poin penting panteisme. Iqbal berusaha menampilkan poros dimana Ego dan Ego Mutlak dapat memenuhi tempatnya masing-masing dengan segala keunikan dan kekhasannya. Ego Mutlak bagi Iqbal adalah hasrat dimana Ego terus menerus berproses, berjalan, berkreasi dan memproduksi dalam skalanya sendiri.
Kata kunci: Tuhan, Ego Mutlak, Panteisme
iii
Kata Pengantar
Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang telah memberikan kemurahan cinta-Nya, dengan karunia yang sebesar itu akhirnya tesis ini bisa dirampungkan. Meski seluruhnya saya yakin bahwa tiadalah sempurna naskah ini, di dalamnya masih banyak terdapat kekurangankekurangan yang di sana diwajibkan atas saya untuk terus menerus menyempurnakannya. Tuhan melalui banyak tangan telah dengan sabar dan ihlas membantu saya menyelesaikan naskah ini, naskah yang pernah berbulan-bulan lamanya tak tersentuh dan terbengkalai. Kepada kanjeng nabi Muhammad, kekasihnya para kekasih, saya haturkan banyak terima kasih atas kehadirannya di muka bumi yang tandus ini. Dengan perilaku mulia dan kasih yang sempurna tak pernah lupa menyertakan kami umatnya untuk tetap selamat di dunia maupun akhirat dalam do’anya, bahkan ketika jasad dan ruh dalam detik perpisahan sekalipun. Betapa mungkin kami tidak mencintaimu ya Rasullah?!. Takdzim dan terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua, terutama untuk ibu; perempuan berumur lebih dari separuh abad yang tak pernah lelah berjuang dan selalu menyematkan nama ini dalama do’a-do’a panjangnya. Untuk bapak terima kasih telah dengan setia menyimpan tangis dalam diam saat kami tak berada di rumah. Dan untuk kakak serta adik yang selalu ada walau jarak membentang sebegitu jauhnya, tapi seperti biasa kita selalu menang karena mampu melipatnya dengan mudah bersama rindu. Terima kasih yang dalam saya haturkan pada pembimbing tesis bapak Dr. Humaidi, yang telah dengan sabar menerima naskah ini berkali-kali dan memberikan banyak masukan. Ucapan terima kasih juga saya haturkan pada Dr. Khalid al Walid dan segenap staf akademik yang tiada bosan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Untuk segenap pegawai perpustakaan, segenap cleaning service dan bapak satpam; tiadalah tesis ini akan rampung jikalau engkau semua tak menunaikan tugas dengan baik. Untuk segenap saudara di Rahima terima kasih, terima kasih telah memberikan kesempatan menunaikan ibadah intelektual selama bertahun-tahun. Terima kasih untuk segenap keluarga baru di Mizan, terutama Mizan Wacana yang selalu memberikan kemurahan ijin setiap minggunya. Untuk mereka yang dengan sengaja ataupun tidak memberikan pembelajaran hidup dalam pekerjaan semoga Tuhan memberikan kebagiaan dan kesehatan.
v
Diri kedua; sahabat, saya haturkan terima kasih atas perjalanan panjang selama ini yang kita tempuh bersama. Sahabat
sekampus, sahabat sekerjaan, sahabat sekehidupan, sahabat
sepermainan. Seluruhnya cinta akan kita nikmati dalam perjalanan seterusnya nanti, takkan ada nama yang tersebut di sini karena nama-nama kalian telah terpatri dalam hati. Terakhir, untuk segenap nama yang tak bisa disebut satu persatu yang telah menghantarkan naskah ini berwujud. Untuk seluruh pedagang makanan yang berjualan, tukang ojek onlien dan offline, supir angkot dan kopaja serta masinis kereta api. Tetaplah bekerja dengan hati.
Jakarta, 27 Agustus 2016
Nurkhayati Aidah
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................................ii ABSTRAK.....................................................................................................................................iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI............................................................................iv KATA PENGANTAR....................................................................................................................v DAFTAR ISI.................................................................................................................................vii PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………….…………………………ix BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang…………………………………………………………………………....1 B. Identifikasi Masalah………………………………………………………...…………....12 C. Pembatasan Masalah……………………………………………………………………..13 D. Rumusan Masalah……………………………………………………………………......13 E. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………...13 F. Manfaat/Signifikansi Penelitian……………………………………………………….....13 G. Kajian Pustaka…………………………………………………………………………...15 H. Metode Penelitian……………………………………………………………………......18 I. Sistematika Penulisan…………………………………………………………………....23 BAB II Biografi Intelektual Muhammad Iqbal A. Perjalanan Pendidikan….…………………………………………………………….....25 B. Keadaan Sosial Politik.......................................................................................................28 C. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Iqbal………………………………………………...31 D. Kerja Intelektual..……………………………………………………………………......35 E. Menggali Istilah Tuhan dalam karya Muhammad Iqbal…….……………………….......40 1. Istilahdalam Sastra………..……………………………………………………...45 2. Istilahdalam Filsafat……………..…………………………………………….....50
vii
BAB III PemikiranFilsafat Muhammad Iqbal A. Sumber Pengetahuan………………………………………………………………….....53 1. Intuisi………………………………………………………………………….....54 2. Kebenaran Intuisi………...………….……………………………………….......59 B. Prinsip Filsafat Muhammad Iqbal……………………………………………………......64 1. KonsepEgo…………………………………………………….……………........65 2. Waktu ………………………………………………………………………........67 3. Alam Materi…………… …………………… …………………………......….71 C. Tiga Fase Pandangan Tentang Tuhan ……… ……………………………………......…74 BAB IV Citra Tuhan dalam Pandangan Muhammad Iqbal A. Tuhan Sebagai Ego.......…………………………………………………………….........81 1. Ahad dan Personalitas Tuhan………… ………………..………………….........82 2. Menjawab Do’a dan Keintiman…………………………………………….........87 3. Ego Bukan Keterbatasan.............…………………………………………….......89 4. Membuktikan Tuhan Sebagai Ego …………………………………………........90 B. Relasi Tuhan dan manusia……………………………………………………….......…..91 C. Relasi Tuhan dan Alam………………………………………………………...........….105 1. Keberadaan alam bagi Tuhan……………………………………………......... 106 2. Tuhan Sebagai Cahaya dan Panteisme………….………………………......….109 BAB V Penutup Kesimpulan……………………………………………………………………………...........114 Daftar Pustaka...........................................................................................................................116
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI (ARAB-LATIN) A. Konsonan Arab ﺍ ﺏ ﺕ ﺙ ﺝ ﺡ ﺥ ﺩ ﺫ ﺭ ﺯ ﺱ ﺵ
Latin
ﺹ
Ś
ﺽ
dl ţ
Dladh Tha
zh ‘ Gh F Q K L M N H W ‘
zha. Iain Gha Fa Qaf Kaf Lam Mim Nun Ha Waw Hamzah AlifLayinah Ya
ﻁ ﻅ ﻉ ﻍ ﻑ ﻕ ﻙ ﻝ ﻡ ﻥ ﻩ ﻭ ء ﻯ ﻱ
b t Ts J H Kh D Dz R Z S Sy
Y
Nama alif Ba Ta tsa, Jim Ha Kha Dal Dza Ra Zai Sin Syin Shad
ix
Keterangan Tidak dilambangkan Be Te Tedan Es Je Ha dengan garis bawah Kadan Ha De De dan Zet Er Zet Es Esdan Ye Es dengan tanda petik di atas De dan El Te dengan tanda petik di atas Zet dan Ha Koma di atas Ge dan Ha Ef Ki Ka El Em En Ha We Apostrop Tidak dilambangkan Ye
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Tuhan seolah tidak pernah habis untuk terus didiskusikan dan tak pernah selesai untuk didefiniskan1, Oleh setiap orang Tuhan dicitrakan sedemikian rupa, oleh berbagai disipilin ilmu Tuhan diberi banyak makna, dan dalam agama-agama Tuhan bersemat nama-nama. lalu filsafat adalah area sentimentil dimana Tuhan bebas untuk dibentuk, diberikan citra atau bahkan dibunuh2. Tuhan dalam pandangan filosof selalu dicitrakan sesuai dengan pengalaman relijius yang mereka alami, seperti bayangan apa yang mereka
yakini
dengan
menyusun
silogisme-silogisme
penyokong
argumen. Upaya para filosof membuat citra tentang Tuhan ini hanyalah satu dari sekian upaya untuk mengatakan bahwa Tuhan itu ada, men-citra Tuhan serupa perjalanan panjang yang tak pernah selesai untuk terus diperjuangkan perjalannya. Setiap orang (meski ia bukan filosof) mempunyai pemahaman tentang Tuhan dalam citranya masing-masing. Citra yang disematkan pada Tuhan oleh para pemikir, filosof mempunyai implikasi logis yang berbeda-beda.
1
Ikhlas Budiman seorang dosen filsafat ICAS Jakarta berpendapat bahwa Tuhan yang selama ini kita pahami hanyalah yang dianggap Tuhan, dan bukan Tuhan itu sendiri. Lebih lanjut Romo Frans Magnis Suseno mengatakan “…… Siapa dari kita yang pernah bertemu dengan Allah?Paus mana, ulama mana, mahabiksu mana, brahmana mana yang dapat mengklaim bertemu dengan Allah? Kita semua mendapatkan keyakinan keagamaan kita dari manusia lain. Itu wajar, tetapi itu harus membuat kita menjadi rendah hati” lihat pidato Romo Frans Magnis Suseno dalam Nurcholish Madjid Memorial Lecture pada Jumat, 31 Oktober 2014. 2 Friedrich Wilhelm Nietzche (15-10-1844) masyhur oleh khayalak sang pembunuh Tuhan karena dalam sebuah alegori yang ditulisnya berjudul The Gay Science menyebut Gott ist tot (Jerman) yang artinyaTuhan telah mati.
1
Oleh Suhrawardi Tuhan dicitrakan sebagai cahaya, argumen yang diajukannya adalah
jika terdapat sesuatu yang eksistensinya tidak
membutuhkan definisi dan penjelasan, itulah esensi yang tampak atau manifestan. Karena tidak ada sesuatu yang lebih tampak daripada cahaya, maka tidak ada sesuatu pun yang lebih swamandiri dari definisi selain cahaya. Lebih lanjut lagi Suhrawardi menjelaskan bahwa esensi yang swamandiri adalah sesuatu yang zat, dan kesempurnaan dirinya tidak bergantung kepada obyek lainnya, sedangkan esensi yang tidak swamandiri adalah yang zat dan kesempurnaan dirinya bergantung kepada obyek yang lain. Suhrawardi melalui perumpamaan cahaya menjelaskan bahwa sesungguhnya Tuhan tak butuh dijelaskan, Tuhan adalah sesuatu yang sudah jelas tanpa penjelasan, yang kejelasannya terang benderang. Ya‟qub Ibn Ishaq al Kindi mencitrakan Tuhan sebagai sebab pertama, bagi al Kindi segala sesuatu pasti mempunyai sebab. Oleh karena itu, harus ada Penggerak yang Tak Digerakkan untuk memulai menggelindingkan bola3. Pandangan yang lain oleh Abu Nasr al Farabi yang menyatakan Tuhan sebagai Yang Pertama dari semua wujud. Aristoteles menegaskan bahwa Tuhan adalah sebuah kemutlakan, memahaminya sebagai penggerak yang tak digerakkan dan sebab final yang dengannya semua berhubungan, sambil tetap bebas dan sempurna dan tidak berhubungan dengan apa pun juga4. Sedangkan Anselmus mendefinisikan Tuhan sebagai Ada Tertinggi; mutlak tetapi Maha Tahu5.
3
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan.(Bandung:Mizan, 2007) hal. 238. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) hal. 40. 5 Lorens Bagus, Kamus Filsafat,hal. 40. 4
2
Pembacaan tentang Tuhan oleh Karen Amstrong pada para filosof muslim menyebut bahwa Tuhan dicitrakan dalam kesederhaan: Tuhan itu satu, tidak bisa dianalisis atau terpecah-pecah ke dalam kompenen atau sifat-sifat6. Mula-mula, manusia mencipta satu Tuhan yang merupakan Penyebab Pertama bagi segala sesuatu dan Penguasa langit dan bumi. Dia tak terwakili oleh gambaran apapun dan tidak memiliki kuil atau pendeta yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang tak memadai. Perlahan-lahan Dia memudar dari kesadaran umatnya. Dia telah menjadi begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka tidak lagi menginginkanNya7. Begitulah Amstrong mengutip Wilhelm Schmidt asal mula bagaimana Tuhan yang ada dalam The Origin of the Idea of God. Sebagaimana filosof yang lain, Muhammad Iqbal yang juga seorang penyair kebangsaan India8 memberikan citra pada Tuhan. Pandangan Iqbal mengenai Tuhan tidaklah tunggal, dari masa ke masa mengalami setidaknya mengalami 3 (tiga) perjalanan intelektual. Hal itu pertama-tama bisa dilihat dari analisis yang dilontarkan oleh M. M. Hashim, seorang yang dianggap paling otoritatif dalam pemikiran Iqbal, dalam sebuah buku berjudul Iqbal; Tentang Tuhan dan Keindahan. Belakangan beberapa penulis juga menyebut hal tersebut sebagaiaman Hasyimsyah dan Suhermanto menyatakan bahwa Iqbal mengalami 3 (tiga) fase perjalanan intelektual dengan keterpengaruhan pada tokoh-tokoh yang berbeda.
6
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, hal. 249. Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, hal. 27. 8 Sebelum memisahkan diri menjadi Pakistan pada tahun 1947 Sialkot (Punjab) merupakan wilayah India.Sialkot adalah sebuah kota peninggalan Dinasti Mughal India. 7
3
Perjalanan
itu
bisa
dilihat
dengan
pandangannya
yang
9
mengganggap Tuhan sebagai keindahan Abadi , yang ada-Nya tanpa tergantung pada sesuatu. Tuhan menurut Iqbal masih bersifat tajalli, yaitu Tuhan menampakan diri-Nya pada segala sesuatu, pada tahap inilah Iqbal dianggap menganut paham panteisme. Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi disebut sebagai orang yang mewarnai pemikiran Iqbal pada periode pemikiran pertama ini. Kita bisa melacak konsepsi ini melalui sebuah puisi yang ditulis oleh Iqbal dengan judul Zarathustra10,: Cahaya ialah lautan, kegelapan hanyalah pantainya; tiada arus seperti diriku yang pernah ada dalam hatinya. Dadaku riuh dengan ombak-ombak yang gelisah senantiasa; apa yang diperbuat arus kecuali merusak pantai lauatan? Gambar yang tak berwarna, yang tak pernah kelihatan di mata insan, tak dapat dilukis kecuali dengan darah Ahriman. Penampilan –itulah inti rahasia hidup ini, hidup ialah menguji daya pukul kita sendiri. Diri menjadi lebih matang karena penderitaan Sehingga diri itu pun merobek tabir-tabir yang menyelubungi Tuhan Insan yang irfan Ilahi hanya melihat dirinya sendiri melalui Tuhan menyerukan Tuhan Esa, tersirap darah di badannya. Tersirap darah di badan ialah kehormatan besar bagi cinta; isyarat, tongkat dan tali jerat – inilah pesta bagi cinta. Di jalan cinta, apapun yang terbaik semata; maka sambutlah dengan baik keramahan tak manis dari Yang Tercinta! Bukan mataku saja mendambakan penampilan diri Ilahi; adalah dosa memandang keindahan seorang diri? Kepedihan, kegairahan yang membakar dan kerinduan hati; Bersama-sama hendaknya dalam melihat, seorang diri dalam mencari. Cinta dalam pengecilan diri ialah percakapan dengan Yang Esa; bila cinta maju ke depan memperlihatkan diri, jadilah ia raja!
9
M. M. Sharif, Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, terj. Yusuf Jamil (Bandung: Mizan, 1984), hal. 28. 10 Javid Namah dianggap sebagai salah satu karya terpenting Iqbal setelah Asrar‟I Khudi dan Rumuz‟I Bekhudi, bahkan ada sebagian kalangan yang menyebut Javid Namah adalah magnum opus Muhammad Iqbal.
4
Pengucilan diri dan penampilan11 Iqbal memakai dua kata sekaligus untuk menggambarkan Tuhan, pertama cahaya dan kedua laut. Untuk kata pertama yang digunakan adalah cahaya, dimana cahaya dipakai untuk menjelaskan keberadaan kegelapan. Kegelapan hanya ada jika cahaya wujud, ke-ada-aan kegelapan bergantung
sepenuhnya
kepada
cahaya.
Hal
ini
agak
sedikit
membingungkan, bagaimana kegelapan membutuhkan cahaya? Sedangkan kegelapan adalah ketiadaan cahaya? Iqbal dalam hal ini menyatakan bahwa tidak akan mungkin ada kegelapan jika tidak sumber cahaya, karena kegelapan hanya akan hadir jika tidak ada sumber cahaya – jadi yang hakiki bukanlah kegelapan akan tetapi cahaya itu sendiri. Sedangkan kata kedua yang digunakan oleh Iqbal dalam mencitrakan Tuhan adalah lautan, laut adalah wujud yang hakiki sedangkan pantai hanyalah bibir dimana laut itu berbatas pasir. Yang wujud sesungguhnya adalah Tuhan, sedangkan segala apa selain Tuhan adalah wujud yang menunjukkan tentang wujud Tuhan. Namun pada sisi yang lain, Iqbal menunjukkan sesuatu yang lain yang menyatakan bahwa Tuhan sebagai poros utama dan selainnya adalah ciptaan dan cermin. Itu dapat kita lihat dalam puisi yang lain tentang alam semesta dan kekuatan pribadi: Segala bentuk peristiwa adalah akibat dari sang Pribadi Apapun yang engkau saksikan itu semata sebab rahasia Pribadi Bila kepribadian bangkit mengatasi kesadaran Diwujudkannya dunia ide dan pikiran sejati Ratusan alam melingkup dala intisarinya Mewujudkan dirimu melahirkan yang bukan pribadimu Kepribadian menyemaikan bibit kehendak diatas dunia Pertama dia anggap dirinya itu bukan dirinya
11
Iqbal, Javid Namah, terj. Hartojo Andangdjaja (Bandung: Pustaka jaya, 2003) hal. 54-
55.
5
Dari dirinya dilahirkan berjenis bentuk lain agar menambah warnawarni kenikmaan perjuangan Dia lemaskan tangannya Agar dia menyadari tenaganya Tipu daya terhadap diri sendiri ada;ah saripati kehidupan Bagaikan bunga mawar sang pribadi hidup bermandikan darahnya sendiri ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Muhammad adalah pendahulu alam semesta Seluruh dunia berbati kepadanya sebagai tuan mereka Pancaran kaifayat dari anggur cinta yang sejati Dan sifat cinta adalah patuh sepatuh-patuhnya Seperti orang suci dari Bistam yang amat taat Yang selalu berpuasa dari makanan lezat Wahai yang asyik, berkatilah engaku kepada Muhammad Agar engkau menangkap Tuhan Bersemayamlah sekejap dan hira kalbumu Tinggalkan dirimu hijrah kepada Tuhan Setelah engkau mendapatkan kuasanya Kembalilah lagi Kepada dirimu Hancurkan kepala berhala Lat dan Uzza Himpunlah bala serdadu dengan kekuatan Cinta Ujudkan dirimu di bukit Faran cinta Agar Tuhan dari ka‟bah melimpahakan anugrahnya bagimu Dan terbukalah makna ayat: inni j‟ilun~~ sesungguhnya akan kuciptakan kalifahku di muka bumi12. Puisi panjang itu menjelaskan secara rinci tentang perbedaan citra Tuhan dalam pandangan Iqbal dengan gagasan panteisme. Iqbal mengakui tentang Wujud tunggal dalam alam semesta ini, akan tetapi Iqbal juga mengakui tentang pribadi unik yang memiliki kreativitas dan kehendak bebas. Seraya mengutip ayat tentang tujuan diciptakan manusia di bumi ini sebagai khalifah (pemimpin) yang memiliki otoritas terhadap pribadinya sendiri untuk mengatur tata kelola bumi. Pada waktu bersamaan pemahaman Iqbal tentang Tuhan mirip dengan panteisme dengan konsep ketunggalan wujud, dan pada waktu yang sama juga Iqbal 12
Iqbal , Asrar Khudi (Aku), (Yogjakarta:Jalasutra, tanpa tahun), halaman 13-17.
6
menolak panteisme dengan mengajukan dalil adanya pribadi yang juga menjadi poros, pribadi yang unik dan kreatif di dunia ini. Donny Gahral Adian menyebut apa yang dimaksud dengan citra Tuhan oleh Muhammad Iqbal dengan bahasa penenteistik13, sebuah
13
Istilah panenteisme telah diperkenalkan pertama kali oleh filosof idealis Jerman Karl Friedrich Christian Krause (1781-1832). Panenteisme berasal dari kata Yunani pan berarti semua, en berarti didalam dan theos yang berarti Tuhan. Dengan demikian, berarti Semua berada di dalam Tuhan (all-in-God). Istilah ini merujuk kepada sebuah system kepercayaan yang beranggapan bahwa dunia semesta berada dalam Tuhan. Dengan demikian, panenteisme memposisikan Tuhan sebagai suatu kekuatan yang tetap ada di dalam semua ciptaan, dan teramat kuasa atas semesta. Bagi Krause (1781-1832) sebagai seorang Hegelian dan guru Schopenhauer,mempergunakan kata panenteisme untuk mendamaikan konsepteisme dengan panteisme. Istilah panenteisme muncul pertamakali sebagai sistem pemikiran filosofis dan religius pada tahun1828. Kaum panenteis menganggap bahwa realitas Tuhan sebagai sesuatu yang transenden sekaligus imanen, Tuhan ada melampaui semua makhluk, namun semua tetap di dalam Tuhan. Gagasan ini telah lama ada berabad-abad sebelumnya di kalangan agama-agama dari berbagai tradisi mistik. Gagasan ini diawali dari Hindu Kuno, yaitu Upanishads 2800 tahun yang lalu, khususnya Brihadaranyaka dan Chandogya Upanishads. Di Barat, gagasan ini dipelopori oleh panenteis Hellenis seperti Plotinus (205-70 M.) dan pengikutnya Neo-Platonisme. John Scottus Eriugena (800-877), kepala Palatine Akademi, merupakan panenteis Kristen sekitar abad IX. Para sufi awal di kalangan Muslim seperti Bayazid Bisthami dan Mansur al-Hallaj, Ibn ‟Arabi dan Jalal al-Din Rumi termasuk para tokoh yangmasuk dalam katagori ini. Begitu pula di kalangan Yahudi muncul di tangan Maimonides dan mistikus Kabbalah seperti Musa dan Cordovero Ishak Luria adalah panenteis. Sementara itu, pandangan panenteisme di abad XX dan XXI dipengaruhi oleh gagasan teologi proses, yang cenderung menolak transendensi Tuhan, kemahakuasaan, dan kemahatahuan. Para ilmuwan, kosmolog, filosof, dan Teolog di Barat sangat tertarik dengan panenteisme. Mereka mencapai kesepakatan bahwa Tuhan tidak lain alam itu sendiri, setidak-tidaknya ditempatkan sebagai bagian dari itu. Tapi hanya tersedia bagi pengalaman mistik yang terdapat di dalamnya. Mungkin lebih tepat dikatakan bahwa dalam cahaya terbuka "empat sisi" logika dari tradisi spiritual Timur, bahwa Tuhan adalah alam sekaligus melampaui alam, sebagaimana Brockelman menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah alam ataupun tidak melampaui alam. Panenteisme memahami Tuhan dan dunia saling terkait satu sama lain. Tuhan punya relasi timbal balik dengan dunia, dunia berada di dalam Tuhan, dan Tuhan hadir berada di dalam dunia. Gagasan ini menawarkan alternatif baru pemikiran yang semakin populer melalui sisntesis pemikiran teisme tradisional dan panteisme. Panenteisme berusaha untuk menghindari gagasan mengisolasi Tuhan dari dunia sebagamana dipahami teisme tradisional dan gagasan yang meleburkan Tuhan dan dengan dunia sebagaimana panteisme. Sistem pemikiran teistik tradisional menekankan perbedaan antara Tuhan dan dunia secara eksistensial ontologis, sedangkan panenteisme menekankan kehadiran Tuhan aktif di dunia. Sementara itu, Panteisme menekankan kehadiran Tuhan di dunia secara ketat dan utuh, tetapi panenteisme mempertahankan identitas dan makna dari non-ilahi. Antisipasi pemahaman Tuhan yang panenteistik telah terdapat dalam tulisan secara filosofis dan teologis sepanjang sejarah. Namun, keragaman pemahaman ketuhanan panenteistik telah berkembang di dua abad terakhir, erutama dalam tradisi Kristen menanggapi banyaknya pemikiran-pemikiran ilmiah. Lihat lebih lanjut Suhermanto Jakfar, Panenteisme dalam Pemikiran Barat dan Timur, Ulumuna, Volume XIV Nomor 1 Juni 2010, hal 4-6 47
7
gagasan yang menolak peleburan dunia dengan Yang Ilahi, tetapi tidak pula memisahkannya secara rigoris14. Lebih lanjut Donny Gahral menyebut bahwa gagasan penenteisme Iqbal tentang hubungan manusia dengan Tuhan merupakan alternatif terhadap imanensi panteisme yang melenyapkan ego manusia maupun transendensi antromorfis yang menekankan kemahkuasaan Tuhan atas ciptaannya15. Penulis
lebih
tertarik
dengan
penggunaan
istilah
Tuhan
berkehendak untuk manusia berkehendak16 untuk menggambarkan pandangan Iqbal tentang Tuhan dan hubungannya dengan pribadi atau individu. Jelas dimana keduanya memiliki otoritas yang sama untuk melakukan kehendak dan sama-sama memiliki kreatifitas dan otoritas terhadap semua yang dilakukan. Melihat Tuhan dengan menjadikan pribadi atau individu sebagai poros utama untuk menyatakan bahwa Tuhan adalah poros segala poros kehidupan. Sampai disini terlihat seperti apa pandangan Muhammad Iqbal tentang Tuhan, Tuhan dicitrakan sebagai sesuatu yang wujudnya hakiki, sedangkan apa-apa saja selain Tuhan hanyalah batasan yang memberikan pengertian tentang wujud Tuhan itu sendiri. Sekilas pandangan Iqbal terlihat seperti mengikuti konsep panteisme dimana Tuhan dimaknai sebagai perwujudan segala apa yang ada di langit dan bumi ini. Periode kedua perjalanan intelektualnya, Iqbal menganggap Tuhan Tuhan tidak lagi sebagai keindahan luar saja, melainkan menganggap
14
Donny Gahral, Muhammad Iqbal (Jakarta:Teraju, 2003) hal, 65. Donny Gahral, Muhammad Iqbal, hal, 65. 16 Istilah ini pertama kali penulis dengar dari dr. Amar Fauzi dalam kelas Hikmah Muta‟aliyah 15
8
keindahan sebagai sifat dari Tuhan itu sendiri.Tuhan menampakan darinya bukan dalam dunia yang terindera, melainkan pada pribadi yang terbatas17. Terakhir, Iqbal menyebut Tuhan sebagai Ego atau pribadi, atau lebih tepatnya sebagai Ego Mutlak18. Iqbal menggunakan dasar ayat alqur‟an terkait gagasannya ini yaitu surah al-Ikhlas; Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Juga pada pada surah al- Baqarah ayat 186: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Persoalan yang kemudian muncul dari gagasan yang diajukan Iqbal pada perjalanan intelektualnya yang terakhir adalah bagaimana mungkin Tuhan maha dari segala maha, yang kemahaannya tak terbatas dan maha mengetahuai dicitrakan sebagai ego? Sebagai sesuatu yang terbatas?. Tentu saja citra yang diberikan oleh Iqbal pada Tuhan ini menimbulkan kontradiksi, karena Tuhan dicitrakan sebagai sesuatu yang terbatas, padahal Ia adalah sesuatu yang tak terbatas. Belum lagi persoalan yang akan muncul ketika membahas bagaimana hubungan Tuhan dengan manusia dan alam semesta. Pemilihan sosok tokoh dan konsepnya tentang Tuhan didasarkan pada bahwasanya Muhammad Iqbal merupakan pembaharu pemikiran Islam. Iqbal tidak hanya mampu mengawinkan konsep filsafat Barat dan Timur, akan tetapi dia juga mampu merumuskan gagasan filsafatnya 17
M. M. Sharif, Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, hal. 35. M. M. Sharif, Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, hal. 36. Lihat juga Rekontruksi Pemikiran Agama dalam Islam, hal 76. 18
9
Iqbal,
sendiri. Dalam sebuah pengantar di tesis doktoral Iqbal yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Haidar Bagir bahkan menyebut Iqbal telah melampaui apologetika kaum modernis, ia bahkan telah melampaui zamannya sendiri. Dan pada zaman sedini itu, ia telah menyadari
perlunya
penanaman
kembali
intelektualisme,
tanpa
mengabaikan aktivisme. Selain itu, Iqbal merupakan filosof yang tidak hanya menggunakan medium prosa dalam menuangkan gagasannya, melainkan juga dengan menggunakan puisi dan sajak. Hal ini bisa terlihat dari sekitar dua puluh satu buku yang ditulis oleh Iqbal, hanya dua yang berbentuk prosa, selebihnya adalah puisi dan sajak. Dua buku yang berbentuk prosa milik Iqbal itu adalah The Reconstruction of Religious Thought in Islam dan Development of Metaphysics in Persia; A Contibution on The History of Muslim Philosopy. Namun tak bisa dipungkiri, nama Iqbal tetap masuk dalam jajaran filosof yang punya andil besar dalam pembangunan intelektual Islam. Meski dalam kerja intelektualnya Iqbal lebih banyak menulis tentang puisi atau sajak19. Haidar Bagir memberikan tanggapan sebab apa Iqbal dimasukkan dalam jajaran filosof dan pemikir yaitu “puisi Iqbal bukan sekedar megandung estetika, tetapi puisi-puisinya mengandung pemikiran filosofis”20. Puisi dan sajak yang ditulis oleh Iqbal sarat dengan nilai filosofis dan gagasan filsafat, Iqbal tidak hanya bermain kata dan olah diksi. Puisi Iqbal bukan hanya memiliki keindahan estetika belaka21. Seperti yang diketahui, Rumi bisa jadi adalah lakon dalam dunia Barat dari Islam dengan puisi-puisinya. Melalui Matsnawi, Rumi membawa nilai-nlai cinta dari risalah damai – Islam. Jelas bahwa yang dimaksudkan dalam 19
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com 20 Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan pertama kali dipublikasikan di Mizan.com 21 Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com
10
pemikiran bukan hanya soal medium yang digunakan oleh pemikir, melainkan karena pesan dan makna apa yang ingin disampaikan22. Sastra sebagai medium untuk mengungkapkan gagasan memang tidak bisa menjangkau seluruh lapisan. Sastra sebagai „jembatan‟ penghubung dari penyampai gagasan ke penerima gagasan bahkan akan memilih atau menyeleksi pembacanya sendiri, dengan sendirinya seperti hukum alam sastra memilih siapa pembacanya. Jika dilihat memang tidak semua pemikir menggunakan bentuk prosa dalam menyampaikan gagasannya, ini bisa dilihat dari karya Mantiq al-Thair yang menggunakan sirah burung sebagai medium. Fabel menjadi pilihan Fariduddin Attar, sebuah medium yang tak popular pada masanya. Atau juga novel yang berjudul Hayy bin Yaqdzan karya Ibn Thufail yang bercerita tentang seorang anak manusia yang diasuh oleh hewan. Jikapun kita membaca kedua naskah itu, tidak bisa tidak kita tidak mendapatkan kandungan makna yang disampaikan oleh penulisnya tentang pesan-pesan filosofis. Meskipun oleh beberapa kalangan sastra dianggap menjadi hanya sebagai sampiran belaka dan tidak dimasukkan dalam kategori karangan ilmiah, namun dasar-dasar dari sastra diambil dari data-data ilmiah. Oleh kalangan ini, data-data yang ada dalam sastra juga tidak bisa dijadikan dasar untuk pembuatan tulisan ilmiah. Agaknya, pendapat semacam ini tidaklah sepenuhnya benar. Karena telah kita saksikan jika banyak dari pemikir yang juga menggunakan medium sastra baik yang berbentuk sajak atau puisi, ataupun prosa liris. Sebelum buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam terbit dan menjadi salah satu bukti inetelektual Iqbal dalam bidang filsafat. 22
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com
11
Terlebih dahulu Iqbal menulis buku yang berisi yang berisi kumpulan berjudul Asrar-i Khudi dan Rumuz-I Bekhudi yang mengulas tentang salah satu konsep fundamental filsafal Iqbal, yakni khudi (pribadi, individu atau ego). Bahkan menurut Haidar, buku Development of Metaphysics in Persia; A Contibution on The History of Muslim Philosopy yang merupakan disertasi doktoral Iqbal banyak berisi Syarh Manzhumah milik Sabziwari. Seperti yang diketahui bahwa Syarh Manzhumah adalah ringkasan yang berbentuk syair23. B. Identifikasi Masalah Jelas dalam pembahasan diatas bahwa Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal bukanlah panteisme, akan tetapi konsep yang dibangun Iqbal tentang Tuhan yang disebutnya dengan Ego Mutlak/ Ego Tertinggi mengindikasikan adanya irisan tentang konsep panteisme. Persoalan yang harus dibahas adalah titik tekan konsep Ego Mutlak yang menjadikannya berbeda dengan konsep panteisme. Keberadaan Ego dan Ego Mutlak menjadi dua hal yang harus dijelaskan hubungan diantara keduanya.Apakah Ego masih memiliki otoritasnya sendiri dnegan segala kreatifitas dan kehendaknya, atau Ego hanyalah bayang-bayang dari Ego Mutlak. C. Pembatasan masalah Pembahasan tentang Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal ini akan terfokus pada pemikiran Iqbal pada fase ketiga dalam tahapan intelektualnya mengenai Tuhan, pembatasan ini diperlukan agar tetap fokus dan tidak melebar pada pembahasan yang lain.
23
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com
12
D. Rumusan masalah Dengan konteks ini kemudian penulis merumuskan permasalahan tesis dalam bentuk pertanyaan untuk memudahkan inti kajian yaitu: 1. Bagaimana konsep Tuhan dalam filsafat Muhammad Iqbal? 2. Bagaimana pandangan Muhammad Iqbal tentang konsep Ego Mutlak dengan Panteisme? 3. Bagaimana relasi Tuhan dan Manusia dalam filsafat Muhammad Iqbal?
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menemukan jawaban-jawaban atas persoalan yang muncul pada rumusan masalah yang telah diajukan diatas yaitu: 1. Mendapatkan gambaran tentang konsep Tuhan dalam pemikiran filsafat Muhammad Iqbal. 2. Mengetahui kejelasan dan perbedaan antara konsep Ego Mutlak dan Panteisme. 3. Mengetahui relasi antara Tuhan dan manusia
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah menemukan jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan yang sudah diajukan.Untuk menghindari praduga dan sangkaan tentang konsep Ego Mutlak yang dianggap sebagai bagian dari konsep panteisme. Secara pribadi mandapat dari penelitian ini adalah dorongan bagi penulis untuk terus membaca dan mengaktualisasikan bacaan yang telah dibaca dalam sebuah karya tulis. Yang menarik dari Iqbal bukan karena kebaharuannya, tapi upaya Iqbal dengan sangat brilian mencoba melakukan sintesis antara pemikiran Islam –yang relatif bersifat klasik dengan filsafat Barat – yang modern. Dari sanalah Iqbal telah merintis dialog antara Barat dan Islam. Karena sesungguhnya dari dua peradaban yang berbeda itu mampu mengahasilkan
13
kesejalanan, dan lebih dari itu saling memperkaya. Upaya seperti ini yang masih kurang dilakukan pemikir muslim modern. Meski kita memiliki pemikir seperti Arkoun, Hassan Hanafi. Iqbal tidak berhenti pada hal-hal yang bersifat akademik, melainkan dia menulis untuk keperluan transformasi –dialog Islam Barat, membandingkan pemikiran Islam dan Barat modern – dengan cara itu menunjukkan relevansi-relevansinya. Iqbal selalu bicara dengan memikirkan transformasi masyarakat muslim. Itu yang menyebabkan pemikiran Iqbal masih relevan dengan keadaan sekarang. Saat dia menulis konsep waktu, intuisi, elan vital, alam –yang bukan merupakan block universe atau alam yang seklai diciptakan oleh Tuhan lalu selesai. Oleh karenanya, prinsip gerakan dalam Islam adalah ijtihad karena Tuhan tidak pernah berhenti membubuhkan hal-hal baru dalam alam semesta. Kalau mau menjadi manusia yang lebih baik dan masyarakat yang lebih baik kita harus merespon, karena Tuhan memberikan sesuatu yang baru supaya kita terus merespon. Jika kita terus merespon, maka kita kana naik tingkat dan berkembang. Pemikiran Iqbal ini menekankan pada umat Islam pentingnya berijtihad. Tentunya juga manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan akademik, meskipun penulis dalam kepayahan dan keterbatasan saat melakukan penulisaan penelitiaan. Hingga meskipun penelitian ini tidak layak menjadi sebuah bacaan akademik yang berkualitas baik, setidaknya harapannya adalah tulisan ini bisa sekedar menjadi tetesan air pelepas dahaga bagi mereka yang tertarik dengan pembahasan Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal.
14
G. Kajian Pustaka Sumber realitas yang tak dapat dijangkau, yang tersembunyi itulah yang disebut dengan Tuhan24.Tuhan memiliki banyak nama Inggris menyebutnya dengan God25; Latin;
Deus26; Sanskerta: Deva27.
Mencitrakan yang tak terjangkua bukanlah hal yang mudah, apalagi memaknai simbol dalam pencitraan tersebut. Sudah banyak orang baik penulis buku ataupun peneliti yang mengakaji tentang Muhammad Iqbal. Beberapa kajian terdahulu yang membahas tentang Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal tidak terfokus pada salah satu karyanya, akan tetapi menyeluruh pada pandangan Muhammad Iqbal dan dikaitkan dengan hubungannya dengan manusia. Kajian semacam itu dilakukan oleh Kaminiasih dengan judul penelitian Relasi Manusia dan Tuhan Dalam Pemikiran Muhammad Iqbal, penelitian ditulis
sebagai syarat mendapatkan gelar magister di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta pada tahun 2008. Untuk mendapatkan gelas master di ICAS-UP. Paramadina Hawasi menyusun sebuah tesis tentang Iqbal dengan titik tekan pengalaman relijius yang dikaji dari pendekatan epistimologi. Detail judul Hawasi adalah Mohammad Iqbal on Religious Eksperience: An Epistimological study. Tesis yang ditulis pada tahun 2008 itu melihat karakteristik pengalaman
relijius,
kemungkinan
intuisi
serta
membadingkan
epistimologi Iqbal dengan Al Ghzali, Immanuel kant dan Willian James dalam kaitannya pengalaman relijius. Selain Hawasi, Suhermanto Ja'far menulis tesis dengan judul Konsep Iqbal Tentang Metafisika. M. M. Sharif menulis sebuah buku berjudul Iqbal; Tentang Tuhan dan Keindahan. Buku yang diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1984 ini diterjemahkan oleh Yusuf Jamil. M. M. Sharif memaparkan dengan jelas
24
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan,hal. 518. God tidak memiliki akar kata yang sama dengan good. 26 Deus tidak bisa dikaitkan dengan akar kata Indoeropa div (terang, surgawi). 27 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hal.39. 25
15
bagaimana pertumbuhan intelektual Iqbal yang dalam masa hidupnya mengalami tiga fase perubahan pandangan tentang Tuhan. Sebagai orang yang hidup semasa dengan Iqbal, M.M. Sharif mampu mendedah dengan gamblang konsepsi Tuhan Iqbal dengan sangat baik. Hanya saja, buku ini memang tidak membahas dasar pemikiran Iqbal, yaitu tentang metfisika. Selain pemikiran Iqbal tentang Ketuhanan, di dalamnya juga dianalisis pemikirannya tentang seni dan keindahan suatu tema yang belum banyak digarap dalam konteks pemikiran keislaman. Dengan demikian, buku ini mampu mengungkap satu sisi Iqbal yang selama ini masih menjadi tanda tanya28. Dalam kesempatan lain, penulis kenamaan Annemarie Schimmel menulis sebuah buku panjang yang bercerita tentang gagasan relijius Muhammad Iqbal. Dalam buku tersebut Annemarie Schimmel tidak dengan khusus berbicara tentang Tuhan dalam pandangan Iqbal, hanya saja satu sub bab yang berkaitan dengan keimanan ia menulis tentang bagaimana Iqbal mengimani bahwa syahadatnya – bahwa Tuhan ada. Buku tersebut bertajuk Sayap Jibril: Gagasan Relijius Muhammad iqbal yang diterjemahkan oleh Shohifullah dari Gabriel’s Wing: A Study into the Religious Ideas of Sir Muhammad Iqbal, buku tersebut diterbitkan oleh penerbit Lazuardi pada tahun 2003. Selain dalam bentuk buku, penelitian pendek mengenai pemikiran Iqbal pernah dilakukan oleh beberapa akademisi yang termuat dalam sejumlah jurnal, diantaranya adalah: Penenteisme dalam Pemikiran Teologi Metafisik Muhammad Iqbal yang ditulis oleh Suhermanto Ja‟far. Tulisan yang terbit di Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam pada tahun 2012 ini menekankan hubungan antara Tuhan dan alam, menelisik tentang pemikiran Iqbal tentang panenteisme. 28
M.M. Syarif, penulis buku ini, adalah orang yang sangat, kalau tak bisa dibilang paling, otoritatif di bidang pemikiran Iqbal. Ia, Sahabat dan orang kedua setelah Iqbal yang kuliah di Jurusan Filsafat Universitas Cambridge, adalah pemikir dan penulis banyak buku terkemuka tentang filsafat dan kebudayaan.
16
Suhermanto
juga
menjelaskan
perjalanan
intelektual
Iqbal
(mengenai tentang Tuhan) yang tidak tunggal, yang dari masa ke masa mengalami perubahan haluan. Tahapan pertama Iqbal mencitrakan Tuhan sebagai Keindahan Abadi, yang ada-Nya tanpa tergantung pada sesuatu. Tuhan menurut Iqbal masih bersifat tajalli, yaitu Tuhan menampakan diriNya pada segala sesuatu. Tuhan menyatakan diriNya pada alam semesta dan makhluk-Nya. Sedangkan pada tahapan kedua pemikiran Iqbal yang bersifat rasional filosofis.
Iqbal mencitrakan Tuhan sebagai Pribadi
Mutlak (Ego absolut). Konsep pribadi (khudi) menurut Iqbal merupakan gerak yang merambah dengan menaklukan kesulitan halangan dan rintangan. Menurut Iqbal Pribadi (khudi) tidak maujud (non eksistensi) dalam waktu, tetapi waktulah yang merupakan gerak dari pribadi. Waktu sebagai aksi, gerak adalah kehidupan itu sendiri. Sedangkan tahapan ketiga Tuhan menurut Iqbal adalah hakikat keseluruhan yang bersifat spiritual. Dengan kata lain, Tuhan bukanlah ego, melainkan Ego Mutlak. Tuhan bersifat mutlak, karena meliputi segalanya dan tidak ada sesuatupun di luar Dia. Penelitian ini memiliki kekhasan tersendiri dari kajian-kajian yang telah dilakukan terhadap pemikiran Iqbal tentang Tuhan, kekhasannya penelitian ini adalah selain melihat bagaimana konsep Tuhan dalam pandangan Iqbal, juga menelisik makna Tuhan bagi manusia, yakni Tuhan yang berperan sebagai hasrat. Selain itu, penelitian ini tidak hanya menggunakan dua buku filsafat yang ditulis oleh Iqbal, melainkan juga melalui puisi dan sajak Iqbal dalam menelusuri pandangannya terhadap Tuhan.
17
H. Metode Penelitian Sebagai penelitian kepustakaan atau (library research) tulisan ini mempergunakan bahan-bahan primer dan juga dengan pengumpulan sumber-sumber sekunder. Setelah data terkumpul, proses penyusunan tesis ini
menggunakan
metode
deskriptif-analitis.
“Deskriptif,
yakni
memberikan gambaran terhadap data yang ada berikut penjelasanpenjelasan.
Penelitian
kekonkretannya
dibahasakan
sehingga
umum.”29Kemudian,
menjadi
bersifat
analitis
menurut
kekhususan
dan
terbuka
bagi
pemahaman
karena
penulis
melakukan
pemeriksaan dan pengkajian secara konseptual atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan.30 Dalam penelitian ini penulis menggunakan 5 (lima) buku sebagai sumber primer dalam penelitian. Buku kedua dan keempat merupakan terjemahan dari buku pertama, dimana buku pertama ini memiliki setidaknya 3 (tiga)31 versi penerjemahan dalam bahasa Indonesia: 1. The Reconstruction of Religious Thought in Islam oleh Muhammad Iqbal versi digital yang diterbitkan oleh www.ziaraat.com 2. Rekontruksi
Pemikiran
Religius
dalam
Islam
oleh
Muhammad Iqbal diterjemahkan oleh Hawasi dan Musa Kazim dengan Penerbit Mizan pada tahun 2016. 3. Rekontruksi
Pemikiran
Agama
dalam
Islam
oleh
Muhammad Iqbal, diterjemahkan oleh Ali Audah, Taufik Ismail dan Gunawab Muhammad dengan penerbit Jalasutra pada tahun 2002.
29
Anton, Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:Kanisius, 1990), hal. 54. 30 Lihat: Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, dari “Introduction of Philosophy”, terjemahan oleh Soejono Soemargono (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1986), hal. 18. 31 Penulis lebih banyak menggunakan buku terjemahan yang diterbitkan Mizan, selain karena terjemahan yang ada lebih jelas dan mudah dimengerti, juga karena pada buku itu memiliki anotasi dari M. Saeed Sheikh.
18
4. Pembangunan
Kembali
alam
pikiran
Islam
oleh
Muhammad Iqbal, diterjemahkan oleh Osman Raliby dengan penerbit Bulan Bintang pada tahun 1966. 5. Metafisika Persia: Suatu Sumbangan untuk Sejarah Filsafat Islam, oleh Muhammad Iqbal yang diterjemahkan Joebaar Ayoeb dengan penerbit Mizan pada tahun 1995. 6. Asrar Khudi oleh Muhammad Iqbal, diterjemahkan oleh Jimmy Johansyah dengan penerbit Jalasutra pada tahun 2001
Sedangkan untuk sumber sekunder penulis menggunakan beberapa buku yang mengulas tentang Iqbal dan gagasan filsafatnya seperti: 1. Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran Muhammad Iqbal oleh Asif Iqbal Khan, diterjemhakan oleh Farida Arini dengan penerbit Fajar Pustaka Baru pada tahun 2002. 2. Metafisika
Iqbal
oleh
Dr.
Ishrat
Hasan
Enver,
diterjemahkan oleh M. Fauzi Arifin dengan penerbit Pustka Pelajar pada tahun 2004 . 3. Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan oleh M.M. Sharif dengan penerbit Mizan pada tahun 1984. 4. Mohammad
Iqbal
on
Religious
Eksperience:
An
Epistimological study oleh Hawasi (Tesis, ICAS-UP), 2008.
Penelitian
akan
menggunakan
beberapa
metode
penelitian
diantaranya yaitu:
Metode
deskripsi
yaitu
metode
penulisan
untuk
menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu objek penelitian. menurut Anton Bakker dan Achmad
19
Charis Zubair32 metode deskripsi adalah menguraikan dan membahasakan secara benar seluruh konsepsi tokoh dengan tujuan mendapatkan suatu pemahaman yang benar dari pemikiran seorang tokoh dan lebih jauh lagi diharapkan dapat melahirkan suatu pemahaman baru.
Metode komparatif yaitu usaha untuk memperbandingkan sifat hakiki dalam obyek penelitian sehingga dapat ditentukan
secara
jelas
tentang
persamaan
dan
perbedaannya. Dalam pandangan Winarno Surakhmad33 metode komparasi adalah metode yang membandingkan antara pendapat yang satu dengan yang lain untuk memperoleh suatu kesimpulan dalam meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki atau dibandingkan dengan masalah tersebut. Sedangkan menurut Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, menyebutkan metode komparatif adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakiki dalam obyek penelitian sehingga dapat ditentukan secara jelas tentang persamaan dan perbedaannya34.
Metode ini sebagai kelanjutan dari Metode Pengumpulan data yaitu suatu metode penyusunan dan penganalisisan data secara sistematis dan obyektif. Metode content analysis adalah metode analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Disini penulis berusaha menganalisis substansi pemikiran Muhammad Iqbal yang terdapat dalam berbagai karyanya yang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Penelitian kepustakaan ini mengumpulkan deskripsi-
32
Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat ( Yogjakarta: Kanisius, 1994), hal. 109. 33 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung:Tarsito, 1985), hal 143. 34 Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, hal.51.
20
deskripsi dan hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh
ahli-ahli
dibidang
lain,
dengan
percaya
atas
kompetensi mereka. Karena merupakan bahan mentah refleksi filosofis, maka dalam bahan itu dicari garis-garis besar, struktur fundamental dan prinsip-prinsip dasarnya. Sedapat mungkin dilakukan secara mendetail dan bahan yang kurang relevan diabaikan.
Metode hermeutika, lebih khusus hermenutika yang dikembangkan oleh Paul Ricoeur35. Dalam teori yang dikembangkannya menggabungkan
untuk antara
memahami pemahaman
teks,
yaitu
(verstehen)
dan
penjelasan (erklaren) yang telah menjadi perdebatan lama para hermeneut. Ricoeur berargumen bahwa keduanya (verstehen dan erklaren) dibutuhkan untuk membongkar makna
yang
terkandung
dalam
teks.
Menurutnya,
penjelasan (erklaren) akan memperjelas atau membuka jajaran posisi dan makna sementara dengan pemahaman (verstehen) kita akan memahami atau mengerti makna parsial secara keseluruhan dalam suatu upaya sintesis. Dengan demikian, menurut Ricoeur, membaca adalah menafsirkan dan menafsirkan adalah memahami dan menjelaskan Ricoeur bermaksud mengintegrasikan antara pemahaman (verstehen) dan penjelasan (erklaren) dalam satu proses penafsiran seperti terlihat dalam momen awal interpretasi teks. Secara sederhana, dalam teori interpretasi Ricoeur ada tiga momen: Pertama, adalah proses menafsirkan teks berawal dengan menebak atau mengira-ngira makna teks karena pembaca sebenarnya tidak mempunyai akses untuk 35
Muhammad Akmaluddin al-Qudsiyyi, Membaca Tafsir: Hermeneutika Paul Ricoeur, (Makalah, tidak dipublikasi 17 Jumadil Awwal 1435 H / 19 Maret 2014 M).
21
mengetahui maksud pengarang. Bagi Ricoeur, inilah proses pemahaman (verstehen) paling awal dan kita mencoba memahami makna teks secara umum, belum sampai mendetail (pre-reflective understanding). Pada momen awal ini, teks kemungkinan menyuguhkan beragam makna. Kedua, adalah kita mulai mencari penjelasan kritis dan metodis menyangkut pemaknaan awal yang dihasilkan melalui pre-reflective understanding. Pemahaman itu bisa saja
divalidasi,
dikoreksi
atau
diperdalam
dengan
mempertimbangkan struktur obyektif teks. Di sini terlihat pemahaman mendetail harus diperoleh melalui momen penjelasan
metodis
(suatu
proses
yang
bersifat
argumentatifrasional). Ketiga, adalah apa yang disebut appropriation yaitu proses memahami diri sendiri di hadapan dunia yang diproyeksikan teks dan merupakan puncak dari proses penafsiran di mana seseorang menjadi lebih memahami dirinya sendiri. Pada momen ini terjadi dialog antara pembaca dan teks. Adapun teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Mengumpulkan data-data dan mengamatinya, terutama dari aspek kelengkapan dan validitas serta relevansi dengan tema pembahasan (penelitian). Mengklarifikasi dan mensistemasikan data-data, kemudian diformulasikan dengan pokok masalah yang ada. Melakukan analisis lanjutan terhadap data-data yang telah diklasifikasikan, teori-teori dan konsep-konsep pendekatan
22
yang sesuai sehingga memperoleh kesimpulan berdasarkan uraian yang telah ada.36 Setelah data terkumpul, dilakukan proses pengolahan data dengan cara menganalisis dan menginterpretasi37.
I. Sistematika Penulisan Tesis ini akan berisi lima bab, bab I dengan isi latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, pernyataan tesis, tujuan penelitian, metodologi penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang latar belakang pendidikan, karya-karya yang dihasilkan, tokoh-tokoh yang mempengarhi Muhammad Iqbal. Serta istilah-istilah yang digunakan Muhammad Iqbal untuk menyebut Tuhan dalam karya-karyanya. Bab III membahas tentang struktur pemikiran Muhammad Iqbal yang akan berisi tentang epistimologi Iqbal yakni bagaimana pengetahuan diperoleh dan melalui apa, juga membahas tentang intuisi dan posisi kesahihan intuisi sebagai sumber pengetauan. Konsep metafisikanya yang menyasar pada konsepnya tentang ego, waktu murni. Dan bagian akhir, akan dijelaskan tiga fase perjalanan filsafat teologi Iqbal. Adapun bab IV akan membahas tentang bagaiamana pandangan Iqbal tentang Tuhan. Pembuktian Tuhan sebagai Edo Mutlak, hubungan Tuhan dengan manusia dan tentu juga dengan alam, dan implikasiimplikasinya. Serta didalmnya juga akan menjelaskan mengapa Tuhan yang Maha Kaya dan Maha dari segala Maha dikonsepsi sebagai sebuah individu, sebagai sebuah khudi. Konsepsi cahaya untuk kritik terhadap panteisme.
36
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: bagian penerbit Fak. Ekonomi UGM, 1988), hal. 36. 37 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 419-438.
23
Bab V adalah penutup yang akan berisi tentang kesimpulan, yang akan menjawab tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian.
24
Daftar Pustaka
-----, Antology Islam; Sebuah Risalah Tematis dari Keluarga Nabi, diterjemahkan oleh Rofiksuhud dkk, Jakarta; Penerbit Al Huda, 2005. -----, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (BukuDua), diterjemahkan oleh Tim PenerjemahMizan, Bandung: Mizan, 2003. ----,Moral dan Religi Menurut Emile Durkheim dan Henri Bergson, Jakarta: Penerbit Kanisius, 1994. ‘Abd al-Bāqī, AḥmadFu’ad, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ alQur’ān al- Karīm, Indonesia: MaktabahDahlan, tth. Abdul Baqi’, al-Lu’lu u wa al-Marjān, Surabaya: BinaIlmu, 2007. Abdul Mun’inKhufaji, Muhammad, Al adab Fi At Turast AsShufi, terj. Pahrurrozi M. Bukhori, Tangerang: Paradigma, 2007. Abdul Wahhab Azzam, Filsafatdan Puisi Iqbal, Bandung: PerebitPustaka, 2001. Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal, Jakarta :Teraju, 2003 Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Metodologi Posmodernis Bogor: Akademia, 2004 Akmaluddin al-Qudsiyyi, Muhammad, Membaca Tafsir: Hermeneutika Paul Ricoeur, Makalah, tidak dipublikasi 17 Jumadil Awwal 1435 H / 19 Maret 2014 M. Al Walid, Khalid,Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat; Filsafat Eskatologi Mulla Sadra, Jakarta: Sadra Press, 2012. Altizer, J. J. Thomas, Toward a New Christianity: Reading in the Death of God Theology, New York: Harcourt-Brace&Word Inc., 1967. Andi Haryadi (penterjemah), Muhammad Iqbal Dalam Pandangan Para PemikirSyiah, Jakarta: Al-Huda, cet II. 2003. Anton Bakker dan Ahmad HarisZubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogjakarta: Kanisius, 1994. Armstrong, Karen, Masa Depan Tuhan,diterjemahkan oleh Yuliani Liputo, Bandung; Mizan, 2013. Armstrong, Karen, Sejarah Tuhan,diterjemahkan olehZ aimul Am, Bandung; Mizan, 2007.
116
Asy-Sya’rani, al Yawaqitwa al Jawahir Mesir: tanpa penerbit, 1351. Audah, Ali, dkk, Membangun Pikiran Kembali Pikiran Agama Dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1982. Azzam, Abdul Wahab, Filsafatdan PuisiI qbal, terj. Ahmad Rofi’IUtsman, Bandung : Pustaka, 1985 Bagir, Haidar, Belajar Hidup dari Rumi; Serpihan-serpihan Puisi Penerang Jiwa, Bandung: Mizan 2015. Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama, 2002 Bahri, Media Zainul, Satu Tuhan Banyak Agama, Bandung: Mizan, 2011 Bertens, K, Filsafat Barat Kontomporer Perancis, Jakarta: PT Gramedia, 2001 Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari, Semarang: Thoha Putra, tth. Danusuri, Epistimologi PustakaPelajar, 1996.
Dalam
TasawufIqbal,
Yogyakarta:
Efendi, Djohan, dan Abdul Hadi.W.M, Iqbal: Pemikir Sosial Islam dan Sajak-sajaknya, Jakarta: Pantja Sakti, 1986. El-Mahdi, Lathifatul lzzah, Hermeneutika Fenomenologi Paul Ricoeur: dari Pembacaan Simbol hingga Pembecaan Teks-teksSejarah, dalam Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor l, Januari-Juni 2007 Endarmoko, Eko,Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 2006 Enver, IshratHasan, Metafisika Iqbal,terj. M. FauziArifin, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Esack, Farid, On Being A Muslim; Menjadi Muslim di Dunia Modern, diterjemahkan oleh Dadi Darmadidkk, Jakarta: Penebit Erlangga, 2001 Fahmi Muqaddas, Muhammad, Konsepsi Manusia Menurut Islam, Jakarta: Grafiti Pres, 1985. Fauzi, Ihsan Ali, Bandung: Mizan, 1992.
danNurulAgustina,
117
SisiManusiawiIqbal,
Gharawiyan, Mohsen, Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam, Jakarta: Sadra Press, 2012. Gharawiyan, Mohsen, Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam; Penjelasan Untuk Mendekati Analisi Teori Filasafatnya, diterjemahkanoleh Muhammad Nur Al Jabir, Jakarta: PenerbitSadra Press, 2012 Gram, H.H. Bill, Iqbal Sekilas Tentang Hidupdan PikiranPikirannya, terj.Djohan Effendi, Jakarta :BulanBintang, 1982 Hadi, Abdul W.M. (editor), Iqbal Pemikir Sosial Islam dalam Syair-Syairnya, Jakarta : HLMT Pantja Simpati, 1986 Hamdi, Ahmad Zainul, Insan Kamil RelasiTuhan-Insandalam Filsafa tIqbal, Antologi Kajian Islam, Cet. I, Surabaya: Pasca Sarjana IAIN SunanAmpel, 1999 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ I, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005. Hardiman, F. Budi. Kriti k Ideologi. Yogyakarta: Kanisius, 2009 Henry D. Aiken, BentangBudaya, 2002.
Abad
Ideologi,
Yogjakarta:
Yayasan
Hidayat, Asep Ahmad, Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Maknadan Tanda, Bandung; PT Remaja Rosda Karya, 2009 Iqbal, M., Rekonstruksi Pemikiran Iqbal: Studi tentang Kontribusi Gagasan Iqbal dalam Pembaharuan Islam, Padang: Kalam Mulia, 1994. Iqbal, Mohammad, Metafisika Persia, terj. Joebar Ayoeb, Bandung: Mizan, 1990. Iqbal, Mohammad, Pesandari Timur, terj. Abdul Hadi W.M, Bandung: Pustaka, 1985. Iqbal, Muhammad, ,Asrar Khudi (Aku), Yogjakarta: Jalasutra, tanpatahun. Iqbal, Muhammad, Javid Namah, Bandung: Pustaka Jaya, 2003. Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali AlamPikiran Islam, diterjemahkan oleh Osman Raliby, Jakarta: BulanBintang, 1978 Iqbal, Muhammad, Rahasia dan Tenaga Pribadi, Medan: Pustaka Andalas, 1954.
118
Jalaluddin Al Mahalli & Jalaluddin As Suyuti, Tafsir Jalalain, Terj. Feraz Hamza, Jordan: Royal Al Bayt Institute For Islamic Tought, 2007. Johan Efendidan Abdul Hadi WM (Editor), Iqbal Pemikir Sosial Islam dan Sajak-Sajaknya, Jakarta: PT PancaSimpati, 1986. K. Bertens, Filsafat Kontemporer Prancis, Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama, 2001. K.G Sayyidain, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, terj. AM.Soelaeman, Bandung; CV. Diponegoro, 1981. Khan, Asif Iqbal Agama, Fisafat, Seni dalam Pemikiran Muhammad Iqbal, terj. Farida Arini, Yogjakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002. Khan, Asif Iqbal, Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran Iqbal, terj. Farida Arini Yogyakarta: Fajar PustakaBaru, 2002 Lorens Bagus, Kamus GramediaPustakaUtama, 2002.
Filsafat,
Jakarta:
PT.
M. Sharif, M. Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, terj. Yusuf Jamil, Bandung: Mizan, 1984. Mahmur Gharab, Rahmatun Min Rahiman fi Tafsirwa Isyarat al Qur’an, Juz 1, Damaskus: Matba’ah Nadlar, 2007. Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Dunia Pustaka, 1987). Nazir, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998. Quraish Shihab, M. Lentera Hati, 2002)
Tafsir Al Misbah, Volume. 15 (Jakarta:
Quthb, Sayyid, CiriKhusus Citra Islam dan Landasan Dasarnya, diterjemakanoleh Abu Laila dkk, Bandung: PT Al Ma’arif, 1988 Rashid al-Din Maybudi, Kashf al-Asrārwa Uddat al-Abrār, Terj. William C. Chittick ( Jordan: Royal Al Bayt Institute For Islamic Tought, 2015 Schimmel, Annemarie SayapJibril, Gagasan Religius Muhammad Iqbal, Yogjakarta:Lazuardi, 2003. Sherif, Faruq, Al Qur’an Menurut Alqur’an, diterjemahkanoleh M. H. Assagaf dkk, Jakarta: Serambi, 2001
119
Smith, Huston, Agama-Agama Manusia, diterjemahkan oleh Saafroedin Bahar, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001 SuhermantoJa’far, Panenteisme dalam Pemikiran Teologi Metafisika Moh. Iqbal (Jakarta: Kalam: Jurnal Studi Agama danPemikiran Islam Volume 6, Nomor 2, Desember 2012. Suhrawardi, Majmu’ah Mathba’ahassa’adah, 1325 H
Rasa’il
al
Ilahiyah
Istanbul:
Syarif, M.M. Iqbal Tentang Tuhandan Keindahan, terj: Yusuf Jamil, Bandung: Mizan, 1994 Tim Tafsir Salam ITB, Tafsir Salman; Tafsir Ilmiah Atas Juz ‘Amma, Bandung: Mizan, 2014. Usman.Rekonstruksiatas Rekontruksi Pemikiran Islam Muhammad Iqbal, jurnal studi islam mukaddimah, UIN Sunan Nalijaga, kopertais Wilayah III. Yogyakarta. 2004 Wahbah az Zuhaili, Tafsir Fi Dhilalil Qur’an, ( Cairo). Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1985.
120
Kreasi dan penciptaan menimbulan kesan adanya tidak sempurnya Tuhan, padahal perubahan serial dalam kehidupan alam semesta dan manusia menyiratkan keinginan, keterbatasan dan ketidaksempurnaan. Tuhan yang dalam hal ini adalah Ego Mutlak merupakan keseluruhan Hakikat itu. Ia tidak dikelilingi oleh jagat asing lainnya. Karena itu, perubahan sebagai gerak dari keadaan tidak sempurna, atau sebaliknya, tidak dapat diterapkan atas-Nya. Konsepsi waktu serial tidak berarti bagi-Nya. Dia adalah kreasi yang terus menerus. Oleh karena itu, Dia adalah perubahan-perubahan hanya dalam arti suatu kreasi yang terus menerus atau suatu aliran energi dapat dikatakan sebagai berubah. Tetapi, perubahan sebagai kreasi yang terus menerus tidak menyiratkan suatu ketidaksempurnaan.
4. Panteisme yang dituduhkan pada Iqbal hanyalah kesalahpahaman pada gagasannya tentang Ego Mutlak dan ego terbatas. Iqbal, secara tegas menolak gagasan panteisme dengan menajukan dalil pancaran cahaya. Pada periode pertama dalam perkembangan pemikiran mengenai Tuhan, Iqbal pernah meyakini gagasan panteisme ini, akan tetapi pada periode kedua dan ketiga dalam perkembangan pemikirannya ia sendiri merevisi keyakinannya atas konsep panteisme.
115