Upah Minimum Dalam Politik Media Massa (Studi Analisis Wacana Kritis Keberpihakan Harian Koran Tempo dan Harian Kompas dalam Pemberitaan Polemik Penentuan Upah Minimum Kawasan Industri Bekasi – Jawa Barat)
Muhammad Iqbal Damanik
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Upah Minimum dalam Politik Media Massa, menggunakan pendekatan analisis wacana kritis untuk mengetahui posisi Koran Tempo dan Kompas dalam memberitakan aksi demonstrasi buruh mengenai polemik penetapan upah minimum buruh di kawasan industri Bekasi-Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Koran Tempo dan Kompas merepresentasikan tentang aksi demonstrasi buruh ini dan pengaruhnya dengan kondisi sosial politik masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana kritis dengan menggunakan analisis Norman Fairclough. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah berita mengenai polemik penetapan upah buruh di harian Kompas dan Koran Tempo di rentang waktu tanggal 26 Desember 2011 hingga 7 Februari 2012, analisis dilakukan pada level teks, discourse practice dan sociocultural practice. Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan serta sumber yang relevan dan mendukung dengan data primer. Hasil dari penelitian ini menunjukkan Koran Tempo, tajam mengkritisi kebijakan pemerintah atas kebijakan yang dikeluarkan, menyalahkan buruh atas segala dampak yang terjadi akibat unjuk rasa, dan menjadikan pengusaha sebagai pihak yang dirugikan dan berdampak bagi perekonomian nasional. Sedangkan Kompas, memiliki sudut pandang yang lebih mendukung pemerintah dengan menggambarkan segala bentuk upaya pemerintah pusat untuk menyelesaikan polemik yang terjadi, dan tetap menempatkan pengusaha sebagai pihak yang benar dan dirugikan dalam peristiwa aksi yang terjadi. Kata kunci: buruh, pengusaha, pemerintah, wacana, upah PENDAHULUAN Konteks Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, negara adalah sebuah realitas politik yang nyaris kita terima sebagai sesuatu yang given. Kecenderungan ini terjadi karena negara yang diketahui dan dialami setiap hari seakan berada di luar kesadaran manusia. Pada tingkat kesadaran individual, negara baru dirasakan keberadaannya manakala ia berbenturan dengan kekuasaan.
Selanjutnya, Jurgen Habermas mengisyaratkan bahwa proses-proses sosial politik tidak melulu beranyamkan praksis kerja tetapi juga praksis komunikasi. Oleh karena itu, penggelaran operasi kekuasaan pun tidak terbatas pada pengendalian sarana teknis dan sistem reproduksi material, tetapi tak kalah pentingnya upaya-upaya manipulasi sistem-sistem reproduksi ideasional. Dalam ungkapan yang bertenaga Habermas mengungkapkan, “languange is also medium of domination and power.” (Latif, 1996:16) Hal inilah yang terjadi dalam aksi buruh mengenai polemik penetapan upah minimum buruh di kawasan industri di Jababeka yang menjadi tajuk utama berbagai media cetak, online, lokal, dan internasional yang berlangsung pada 27 Januari 2012. Aksi tersebut merupakan respon atas gugatan Apindo –melalui Pengadilan Tata Usaha Negara- terhadap ketetapan upah minimum Kabupaten Bekasi. Mengenai aksi buruh tersebut, terdapat segitiga kepentingan kekuasaan yang bertarung yaitu buruh, pengusaha, dan pemerintah. Negara yang direpresentasikan oleh pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan mengenai Upah Minimum Kawasan yang harus dipenuhi oleh pengusaha bagi buruh yang bekerja di perusahaannya sebagai standar kecukupan bagi kehidupan buruh. Namun, pengusaha menganggap hal ini tidak sesuai kesepakatan dan menggugat kembali pengadilan. Pengusaha
menilai
gubernur
melanggar
kesepakatan
lantaran
menetapkan upah sedikit di atas yang diputuskan dalam musyawarah antara wakil pengusaha dan buruh. Angka yang dipatok oleh Gubernur Jawa Barat itu terdiri atas tiga kelompok, sesuai dengan masa kerja, yakni Rp 1,5 juta perbulan untuk kelompok I, Rp 1,7 juta untuk kelompok II, dan Rp 1,8 juta untuk kelompok III. Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung mengabulkan keberatan kalangan pengusaha itu. Dengan kata lain, upah mesti diturunkan sekitar Rp 100-200 ribu (Editorial Koran Tempo 31 Januari 2012). Jika kita menarik relasi antara buruh, pengusaha, dan negara yang terjadi pada teori kelas Marx, menurut Marx secara garis besar, pada pola masyarakat kapitalis, kelas-kelas sosial termasuk dalam salah satu dari dua kelompok kelas: kelas pemilik (borjuis) dan kelas buruh (proletar). Masyarakat terdiri dari kelaskelas sosial yang membedakan diri satu sama lain berdasarkan posisi dan
fungsinya masing-masing dalam proses produksi (Arief, 2003: 26). Sehingga sudah menjadi kenyataan alamiah, jikalau relasi buruh-majikan (pemilik modal) merupakan relasi konfliktual. Seperti yang terjadi dalam Aksi Buruh Bergerak kawasan Jababeka. Isu sentral dari buruh yang selalu hampir dapat dipastikan adalah soal penentuan upah minimum. Dalam kasus aksi buruh mengenai polemik penetapan upah minimum buruh di kawasan industri di Jawa Barat yang banyak diliput media kemudian cenderung bernada negatif terhadap buruh. Media lebih cenderung mengambil sudut pandang terutama yang diambil dari sisi para investor (pengusaha). Pembentukan suatu berita dalam media massa pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas terhadap suatu peristiwa sehingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004:10). Adanya keberpihakan media terhadap satu kelompok tertentu dalam pemberitaannya juga mempengaruhi konstruksi yang kemudian dibentuk oleh media. Konstruksi pemberitaan media tentunya tidak bisa dilepaskan dari ideologi media dan ideologi wartawan dari media tersebut. Berita-berita yang ditulis oleh wartawan akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang ia miliki dan perspektif yang ia gunakan dalam merefleksikan suatu peristiwa. Selain hal tersebut, ideologi media akan sangat berpengaruh pada penerbitan media yang dikeluarkan oleh redaksi. Kondisi ini menarik untuk dikaji dalam konstalasi pertarungan wacana. Semua kalangan berupaya untuk memenangkan kepentingannya melalui wacana yang mereka bentuk melalui media massa. Praktik pewacanaan sendiri merupakan praktek sosial yang membentuk dunia sosial (Jorgensen, 2007: 29). Praktik pewacanaan ini berlangsung di media massa dan media massa lah yang melakukan proses konstruksi terhadap pemberitaan mengenai demontrasi buruh dalam memperjuangkan upah yang layak. Fokus Masalah Penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui pertarungan wacana politik upah buruh murah dengan melihat pola penggambaran yang dilakukan oleh
Koran Tempo dan Kompas dalam hubungannya dengan aksi demonstrasi buruh mengenai polemik penetapan upah minimum buruh di kawasan industri BekasiJawa Barat. Selanjutnya apa yang muncul di dalam harian-harian tersebut adalah hasil dari konstruksi realita berdasarkan struktur yang ada di sekelilingnya tentang aksi demonstrasi buruh mengenai polemik penetapan upah minimum. KAJIAN PUSTAKA Analisis Wacana Kritis Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Awal perkembangan analisis wacana kritis dikemukakan oleh Van Dijk pada tahun 1970-an. Analisis ini mendapat pengaruh teori linguistik kritis, teori sosial kritis Frankfurt, dan teori pascastrukturalisme yang berkembang di Perancis. Titik singgung dari setiap pengertian tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan „apa‟ (what), analisis wacana lebih melihat pada „bagaimana‟ (how) dari pesan atau teks komunikasi. Tujuan analisis wacana kritis adalah untuk mengembangkan asumsiasumsi yang bersifat ideologis yang terkandung dibalik kata-kata dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk kekuasaan. Analisis wacana kritis bermaksud untuk menjelajahi secara sistematis tentang keterkaitan antara praktik-praktik diskursif, teks, peristiwa, dan struktur sosiokultural yang lebih luas. Jadi, analisis wacana kritis dibentuk oleh struktur sosial (kelas, status, identitas etnik, zaman dan jenis kelamin), budaya, dan wacana (bahasa yang digunakan). Analisis wacana kritis mencoba mempersatukan dan menentukan hubungan antara (1) teks aktual, (2) latihan diskursif dan (3) konteks sosial yang berhubungan dengan teks dan latihan diskursif. Analisis Wacana Norman Fairclough Analisis Norman Fairclough didasarkan pertanyaan besar, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia mengkombinasikan
tradisi analisis tekstual dengan konteks masyarakat yang lebih luas. Titik perhatian besar dari Fairclough adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Untuk melihat bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologis tertentu dibutuhkan analisis yang menyeluruh. Bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk oleh relasi sosial dan konteks sosial tertentu. (Eriyanto, 2001: 285) Teori Kelas Karl Marx Teori kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx didasarkan pada anggapannya bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Beberapa pembahasan garis besar pemikiran Karl Marx mengenai teori kelas dibagi dalam tiga bagian pokok yaitu: konsep kelas, kesadaran kelas, dan perjuangan kelas (Mahfud, 2009: 128) Pertama, bahwa Marx tidak pernah mendefinisikan konsep kelasnya. Kita hanya dapat mengerti maksud Marx mengenai konsep kelasnya dengan cara mencermati kelompok-kelompok yang seringkali dia rujuk sebagai kelas-kelas. Kedua, mengenai kondisi bagaimana anggota-anggota dari suatu kelas menjadi sadar bahwa mereka menghadapi situasi dan kepentingan-kepentingan yang sama sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka. Ketiga, bahwa konflik kelas terjadi ketika sebuah masyarakat secara sistematis terlibat dalam konflik kepentingan yaitu antara orang atau kelompok-kelompok yang berada dalam strata yang berbeda struktur sosialnya dan lebih khusus lagi dalam kaitannya dengan struktur-struktur produksi (Fakih, 1999:7) Teori Hegemoni Gramsci Hegemoni adalah bagaimana elemen partikular mampu mengkonstruksi tuntutan mereka menjadi universal. Sebagaimana dalam pandangan Louis Althusser, proses seperti dominasi negara terhadap masyarakat berlangsung melalui aparat-aparat ideologis negara yang mengkonstruksi kesadaran palsu dalam masyarakat, dan membentengi masyarakat dari pembentukan pengetahuan akan adanya eksploitasi dan penindasan. Kesadaran palsu membentuk masyarakat menyetujui tindakan-tindakan yang diambil oleh negara, sekalipun tidak
berkesusaian dengan kepentingan mereka, proses ini yang disebutnya proses hegemonisasi yang membuat kelas yang menguasai negara dapat bertahan lama (Althusser, 2001: 98-99). METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, yakni salah satu cara pandang dalam menganalisis media. Metode penelitian ini menggunakan pisau analisis wacana Norman Fairclough. Dalam penelitian yang dianalisis adalah teks, discourse practice, dan sociocultural practice yang melatarbelakangi dibuatnya pemberitaan aksi buruh oleh Koran Tempo dan Kompas yang mengangkat wacana polemik penentuan upah minimum kawasan industri Bekasi - Jawa Barat untuk menemukan rezim upah buruh di Indonesia. Objek Penelitian Pemberitaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh isi berita yang terdapat dalam Koran Tempo dan Kompas rentang tanggal 26 Desember 2011 hingga 7 Februari 2012. Pemberitaan yang diteliti mengenai polemik penetepan upah buruh di kawasan industri Jababeka, mulai dari pemberitaan rencana revisi upah minimum, penetepan upah minimum kawasan industri JABABEKA, Gugatan APINDO terhadap penetapan upah minimum, aksi unjuk rasa yang dilakukan Buruh terhadap gugatan APINDO, hingga pemberitaan mengenai upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengatasi polemik penetapan upah minimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Temuan Teks Koran Tempo Tanggal 21 November 2011 gubernur Jawa Barat menetapkan UMK Jawa Barat 2012 dan UMK kabupaten Bekasi dengan angka tertinggi Rp. 1.491.866 untuk kelompok I, Rp. 1.717.645 untuk kelompok II, dan Rp. 1.849.913 untuk kelompok III. Penetapan SK gubernur bernomor 561/kep.1540-bang-sos/2011 ini kemudian menuai kontroversi.
Pada tanggal 27 Januari 2012 Koran Tempo memuat
pemberitaan
mengenai kemenangan ini di halaman dalam –A4- dengan judul “Pengadilan Tata Usaha Niaga Menangkan Pengusaha”. Judul ini jelas langsung menelisik pada kemenangan pihak pengusaha. Berita ini mencoba menjelaskan bahwa pengusaha dimenangkan atas dasar ketidakabsahan dari keputusan gubernur. Pemilihan diksi “cacat secara yuridis dan sewenang-wenang” langsung mempertegas bahwa yang bersalah dalam hal ini adalah penetapan yang dilakukan oleh gubernur Jawa Barat. Pertentangan sangat jelas antara pengusaha dan pemerintah daerah Jawa Barat. Dengan penggambaran berita ini pemerintah Jawa Barat dipersalahkan atas penetapan UMK dan kemenangan dari pihak pengusaha yang telah mengikuti peraturan. Pertentangan pihak buruh dan pengusaha sangat jelas tergambar hanya dilihat dari sisi buruh atas aksi yang mereka lakukan terkait kasus gugatan pengusaha atas keputusan gubenur yang menaikkan upah buruh. Pada tanggal 27 januari 2011, buruh melancarkan aksi besar, ribuan buruh berkumpul memblokir jalur tol MM2100, dan pintu tol Deltamas. Aksi ini melumpuhkan seluruh kegiatan industri diwilayah kawasan industri Cikarang kawasan
industi terbesar di Indonesia-. Aksi ini mengundang reaksi Istana,
presiden SBY menegur menteri tenaga kerja dan transmigrasi. Peristiwa ini menjadi headline di Koran Tempo dengan judul “Unjuk Rasa Buruh Presiden Tegur Menteri Muhaimin”. Koran Tempo mengangkat kekecewaan presiden. Berita ini memuat reaksi yang diberikan oleh pemerintah pusat atas unjuk rasa buruh yang terjadi dan pernyataan Presiden yang langsung memerintahkan menteri Muhaimin Iskandar untuk segera kembali dari kegiatannya yang lain untuk menangani aksi buruh berusaha menunjukkan unjuk rasa yang terjadi merupakan permasalahan yang mendesak dan harus segera diselesaikan. Pada tanggal 28 Januari 2012 Koran Tempo mengeluarkan judul berita “Presiden: Demonstrasi Bisa Dihindari Jika Ada Komunikasi”. Judul tersebut menunjukkan bahwa demonstrasi yang terjadi sebagai kegiatan yang dianggap negatif sehingga harus dihindari. Dan demonstrasi yang terjadi menunjukkan tidak adanya komunikasi dua arah yang dapat disepakati antara kedua belah pihak, yaitu buruh, pengusaha dan pemerintah dalam penetapan upah.
Presiden yang meminta mengutamakan jalur komunikasi dan ini diangkat Koran Tempo seakan mengisyaratkan bahawa sebelumnya tidak ada perundingan. Jauh hari sebelumya telah ada kesepakan bahwa Apindo berjanji pada buruh untuk mencabut gugatannya. Namun, sebagai penyeimbang pemberitaan, Koran Tempo juga mengutip pernyataan dari pihak buruh yaitu Ken Budha Kusumandaru dari anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) yang tidak khawatir investor asing bakal kabur dari Indonesia akibat aksi buruh, “Penurunan investasi selama ini bukan karena faktor upah… investor asing keluar karena pertimbangan makro… contohnya birokrasi pemerintah yang terlalu banyak pungli dan proses perizinan yang berbelit-belit”. Pernyataan ini menunjukkan Koran Tempo menyajikan dua opini berbeda dari dua kubu kepentingan yang terkait langsung dalam polemik penetapan upah buruh, yaitu buruh dan Apindo. Pengungkapan ini mencoba untuk mengurung permasalahan upah, yang bagi kalangan buruh aksi yang mereka lakukan untuk mendapatkan kenaikan upah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tidak berhubungan dengan penurunan investasi.
Harian Kompas Pada tanggal 26 Desember 2011, “Revisi Upah Harus Uji Publik”, judul yang diangkat Kompas ini memuat solusi yang berusaha diambil pemerintah dalam penyelesaian polemik upah buruh dengan pihak Apindo dengan menghasilkan acuan kebutuhan hidup layak (KHL) yang tidak multitafsir. Perbedaan hasil survei wakil serikat buruh dan wakil pengusaha pengusaha karena perbedaan acuan kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi pemicu buruh menuntut penetapan upah yang menyejahterakan, tidak sekedar memenuhi standar minimum. Pada tanggal 20 Januari 2012, Kalimat pembuka yang dimuat Kompas dengan Judul “Perlu Format Baru Pengupahan” menunjukkan Kompas menganggap permasalahan buruh dan pengusaha dalam pengupahan disebabkan ketidakjelasan mekanisme dan standar yang disepakati bersama. Kompas memuat kekhawatiran dari pihak pengusaha mengenai situasi unjuk rasa yang dinilai tidak kondusif dan kerugiannya bagi pengusaha dengan pemblokiran yang dilakukan massa buruh dalam berunjuk rasa. Dalam berita ini,
Kompas juga memuat aksi unjuk rasa buruh menyebabkan kerugian 2 juta dollar AS. Nominal yang disebutkan dalam pemberitaan ini menempatkan buruh pada pihak yang menyebabkan kerugian. Ungkapan kekesalan pengusaha yang dimuat Kompas ini kembali menempatkan buruh pada pihak yang melanggar peraturan dan pengusaha sebagai pihak yang terzalimi, padahal pengusaha sudah berjalan pada jalur hukum yang benar dan mereka merasa dipermainkan sehingga tidak memiliki kepastian, dan hal ini akan berdampak bagi iklim investasi perindustrian Indonesia. Pengusaha menganggap adanya keberpihakan kepada buruh dalam hal ini buruhlah yang telah melakukan kerugian bagi pengusaha dengan menggelar unjuk rasa dan pengusaha tidak bisa mengklaim putusan pengadilan yang telah mereka menangkan. Pada tanggal 28 Januari 2012, Solusi Upah Buruh Tercapai, judul berita Kompas tentang kesepakatan mengenai pelaksanaan upah minimum kabupaten Bekasi, Jawa Barat tercapai, setelah pemerintah menggelar rapat darurat hingga Jum‟at (27/1) malam. Rapat juga melibatkan wakil dari pengusaha dan sejumlah wakil serikat pekerja. Berita Kompas memuat proses mediasi antara pengusaha dan buruh yang difasilitasi pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar dan adanya kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak. Kompas dalam judul ini memaparkan kesepakatan apa saja yang sudah tercapai antara pihak buruh dan pengusaha. Kompas menggambarkan betapa lancarnya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi polemik aksi demo buruh, selain soal UMK, juga kesepakatan penghentian pemblokadean jalan tol dalam unjuk rasa, yang disebutkan sebagai yang pertama dan terakhir. Disepakati juga antara buruh dan pengusaha untuk turut serta menjaga suasana hubungan industrial yang kondusif, iklim investasi, dan daya saing nasional. Begitu juga dengan kesepakatan lain yaitu Gubernur Jabar akan mencabut upaya banding terhadap putusan PTUN Bandung dan perusahaan yang tidak mampu menjalankan bisa mengajukan penangguhan kepada pemerintah, menunjukkan betapa upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyelesaikan polemik yang terjadi.
Discourse Practice Pengaruh Kebijakan Media terhadap Tampilan Media Dari penjelasan tentang gambaran yang muncul di Koran Tempo dan Kompas seputar pemberitaan polemik penetapan upah minimum buruh di kawasan industri di Jawa Barat. Maka kita dapat melihat perbedaan dalam mengemas realita yang coba mereka konstruksikan. Perbedaan itu berupa detil yang disajikan, bentuk kalimat (mengenai siapa yang ditonjolkan), tentang skema penyajian, leksikon, metafora yang diampaikan, bahkan juga grafis (foto, ilustrasi, tabel, dll.) yang secara jelas dapat dipakai dari kedua media tersebut. Terlihat juga persamaan keberpihakan yang secara tidak langsung coba mereka angkat dalam pemberitaan. Hal ini dapat terlihat berupa detil teks yang disajikan yang secara jelas dapat dipakai untuk melihat posisi dan proses hegemoni yang sedang dibangun kedua media tersebut. Koran Tempo mengalami perubahan pemberitaan walaupun tetap didominasi pemberitaan yang cenderung memihak kepada pengusaha dalam menghadirkan kasus polemik penetapan upah minimum kawasan Industri Bekasi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa judul yang menyatakan tentang hal itu, seperti “Pengadilan Tata Usaha Niaga Menangkan Pengusaha” (27 Januari 2012), Mereka yang Terjebak dan Mencari Jalan Pulang (28 Januari 2012), Penetapan Upah Minimum di Bekasi Pengusaha Pasrah (30 Januari 2012), Buruh Ancam Lumpuhkan Tol Jakarta-Tangerang (31 Januari 2012), Demo Buruh Ganggu Iklim Investasi (7 Februari 2012). Dari beberapa berita yang diangkat, terlihat jelas sekali bahwa perhatian Koran Tempo terhadap penetapan upah minimum kawasan Industri Bekasi - Jawa Barat sangat besar. Koran Tempo dalam pemberitaannya menggunakan bahasa tajam dan pada pemberitaan awal terjadinya unjuk rasa buruh tersebut cenderung memaparkan berbagai dampak negatif yang terjadi akibat unjuk rasa buruh mengenai polemik penetapan upah minimum kawasan Industri Bekasi - Jawa Barat. Pemaparan berbagai macam gangguan, kerugian yang dialami pengusaha, dan akibat unjuk rasa tersebut bagi masyarakat lain yang mengalami banyak kesulitan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, juga dampaknya bagi investasi dan perindustrian nasional.
Sementara Kompas, dalam penyajian beritanya mengenai polemik penetapan upah minimum kawasan Industri Bekasi - Jawa Barat cenderung memaparkan dengan netral, walau juga memuat bagaimana peristiwa unjuk rasa tersebut membuat kemacetan dan sejumlah besar buruh yang turun dalam unjuk rasa tersebut. Dibandingkan dengan Koran Tempo, Kompas dalam tiap pemberitaannya mengenai aksi buruh menyediakan space yang cukup banyak mengenai apa saja yang dilakukan pemerintah pusat untuk menyelesaikan permasalahan upah antara pihak buruh, pengusaha, dan pemerintah daerah. Dalam satu pemberitaan Kompas dapat menggunakan 5 paragraf untuk menjelaskan apa yang dilakukan pemerintah untuk mendamaikan dan memberi jalan keluar pada pihak buruh dan pengusaha. Sehingga kesan yang dimunculkan dalam pemberitaan Kompas cenderung netral dikarenakan tidak begitu masuk dalam permasalahan yang terjadi antara buruh dan pengusaha, tetapi lebih memuat pemberitaan dari sudut pemerintah. Gambaran pihak buruh yang dimuat Kompas lebih sedikit dibandingkan pihak pemerintah dan pengusaha. Buruh tidak terlalu digambarkan sebagai pihak yang bersalah, pihak pengusaha tetap dimuat sebagai pihak yang dirugikan dengan argumen dan narasumber yang hampir sama dengan Koran Tempo. Sangat terlihat Kompas lebih government oriented dalam mengemas pemberitaan aksi buruh. Sociocultural Practices Peristiwa unjuk rasa besar-besaran buruh dalam polemik penetapan upah minimum buruh di kawasan industri di Jawa Barat menjadi tajuk utama berbagai media cetak, online, lokal, dan internasional yang berlangsung pada 27 Januari 2012 bukan saja mengejutkan dari segi jumlah massa yang melakukan unjuk rasa melainkan juga dari sisi peliputan. Peliputan tentang apa yang terjadi digambarkan lebih dramatik, penonton dan pembaca berita disuguhi gambaran bagaimana unjuk rasa yang terjadi menimbulkan kemacetan yang sangat panjang, diikuti dengan keterangan mengenai kesusahan yang diakibatkan oleh unjuk rasa bersar-besaran tersebut. Kesusahan kemudian juga dimuat dalam peliputan mulai dari hal yang remeh seperti terganggunya kegiatan sehari-hari masyarakat sekitar dalam
melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari seperti ke kantor, kerusakan yang diakibatkan oleh massa unjuk rasa hingga pada skala yang sangat besar seperti pengaruh unjuk rasa terhadap perindustrian pada skala nasional dan iklim investasi yang berdampak langsung pada perekonomian Indonesia. Unjuk rasa besar pun tidak hanya terjadi pada satu hari saja, namun juga berlanjut pada hari-hari berikutnya, dimana buruh terus melakukan tekanan terhadap pengusaha agar melaksanakan keputusan pemerintah daerah mengenai penetapan upah minimum buruh, dan menuntut pembatalan gugatan yang dilayangkan pengusaha ke PTUN. Peliputan kejadian ini kemudian juga menonjolkan dengan jelas tarik menarik kepentingan kekuasaan antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. Polemik yang terjadi kemudian digambarkan tidak hanya sebagai unjuk rasa seperti biasa, namun juga dianggap sebagai peristiwa kompleks. Negara yang direpresentasikan oleh pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan mengenai Upah Minimum Kawasan yang harus dipenuhi oleh pengusaha bagi buruh yang bekerja di perusahaannya sebagai standar kecukupan bagi kehidupan buruh. Namun, pengusaha menganggap hal ini tidak sesuai kesepakatan dan tidak berjalan sesuai dengan mekanisme yang seharusnya yang kemudian menggugat kembali pengadilan. Buruh dalam hal ini dengan massa yang besar menjadi pihak yang secara terbuka menjadikan berbagai macam kemacetan, kerusakan, penyebab pencitraan buruk bagi industri di Indonesia, dan mengancam hilangnya investor bagi perekonomian Indonesia. Seperti yang dipaparkan dalam pemberitaan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terkait pemberitaan polemik penetapan upah minimum. Posisi media, dalam hal ini Koran Tempo, melaksanakan perannya dengan tajam mengkritisi kebijakan pemerintah daerah atas kebijakan yang dikeluarkan, menyalahkan buruh atas segala dampak yang terjadi akibat unjuk rasa dan memaparkannya secara detil, dan menjadikan pengusaha sebagai pihak yang sangat dirugikan dan berdampak bagi perekonomian nasional.
Sedangkan Kompas, memandang peristiwa aksi buruh mengenai polemik penentuan upah minimum kawasan industri Bekasi - Jawa Barat, memiliki sudut pandang yang lebih mendukung pemerintah dengan menggambarkan segala bentuk upaya yang dilakukan pemerintah pusat untuk menyelesaikan polemik yang terjadi, dan tetap menempatkan pengusaha sebagai pihak yang benar dan dirugikan dalam peristiwa aksi yang terjadi. Dari hasil temuan data yang telah disajikan dalam bab terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Peristiwa aksi buruh besar-besaran mengenai polemik penentuan upah minimum kawasan industri Bekasi - Jawa Barat merupakan akumulasi dari usaha buruh untuk mendapakan upah yang layak bagi peningkatan kesejahteraan hidup buruh. 2. Media dalam memuat pemberitaan aksi buruh mengenai polemik penentuan upah minimum kawasan industri Bekasi - Jawa Barat cenderung berpihak kepada pengusaha dengan menonjolkan sisi pemberitaan pihak pengusaha yang memenangkan gugatan di PTUN dan kerugian besar yang terjadi di pihak pengusaha akibat unjuk rasa yang dilakukan buruh. 3. Representasi kekuatan pemerintah dominan terjadi dalam pemberitaan yang dimuat Kompas dimana segala pembicaraan dan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyelesaian polemik penentuan upah minimum kawasan industri Bekasi - Jawa Barat. 4. Stigma negatif tentang unjuk rasa yang berlangsung. Dimana unjuk rasa dianggap sebagai pencitraan negatif tidak hanya bagi kondisi daerah kawasan industri tapi juga pencitraan negatif bagi negara di mata dunia internasional. 5. Karena buruh tidak memiliki kedekatan akses ke media sehingga sulit mengeksternalisaikan realita yang diyakininya bahwa unjuk rasa yang dilakukan mereka semata-mata untuk mendapatkan kelayakan upah demi kesejahteraan hidupnya.
Pada akhirnya, mengenai siapa yang dominan dalam menciptakan realita dalam pemberitaan media lebih kepada siapa yang memenangkan pertarungan kepentingan di dalamnya. Saran Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan teori analisis wacana kritis tentang bagaimana media menggambarkan sebuah realita yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pihak-pihak di luar media dan media bernegosiasi untuk menentukan realita yang ingin ditampilkan. Masingmasing pihak akan berusaha mendapatkan legitimasi dari realita yang ditampilkan. Penelitian ini hanya melihat bagaimana proses produksi dari sebuah teks. Dari penelitian tentang produksi teks ini, diharapkan dapat mengetahui bagaimana media memberikan legitimasi pada realitas yang diinternalisasikan oleh pihak-pihak di dalam struktur masyarakat. Legitimasi dilihat dari apa yang ditampilkan media.
DAFTAR PUSTAKA Althusser, Louis. 2001. “Ideology and Ideological State Apparatuses: Notes Towards an Investigation”, dalam Lenin and Philosophy and Other Essays. New York: Monthly Review Press Arief, Andi. 2003. “Antonio Gramsci, Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Eriyanto, 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogjakarta: LkiS Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse, London: Edward Arnold Fakih, Mansour. 1999. Jalan Lain Intelektual Organik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-Berita Politik. Jakarta: Granit Jorgensen, W Marianne. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Laclau, Ernesto. 2008. Hegemoni dan Strategi Sosialis. Yogyakarta: Resist Book
Latif, Yudi. 1996. Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Bandung: Mizan Littlejohan, W, Stephen. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Magnis-Suseno, Franz. 1994. Etika Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ---------- 1999. Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Mahfud, Choirul. 2009. 39 Tokoh Sosiologi Politik Dunia: dari Socrates sampai Barack Obama. Surabaya: Jaring Pena McQuail, Denis. 1994. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga Mulyana, Dedi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya Oetama, Jakob. 2001. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Komunikasi dan Perubahan Politik Indonesia. Bandung: Mizan -----------. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Rivers, L. William. 2004. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana Simon, Roger. 1999. Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta: INSIST bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.