2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Penggunaan Drifter Buoy Pengamatan menggunakan drifter diawali di pantai timur Amerika Serikat pada pertengahan 1700-an (Franklin, 1785; Davis, 1991) dan diaplikasikan hampir di seluruh dunia pada 1872-1876 yang terkenal dengan sebutan Challenger Oceanography Survey di sebagian besar 354 stasiun hidrografi (Thomson, 1877; Niiler, 2001). Munculnya radio kemudian memungkinkan posisi drifter dapat ditransmisikan dengan menggunakan triangulasi dari pantai (Davis, 1991). Drifter jenis ini masih diproduksi sampai saat ini, terinspirasi oleh desain berbentuk silang yang digunakan di Coastal Ocean Dynamics Experiment (CODE). Dalam CODE, 164 drifter digunakan untuk memetakan arus dan variabilitas dan untuk menghitung Integral langrangian scale dan dispersi lepas pantai California (Davis, 1985). Pada tahun 1982 World Climate Research Program (WCRP) mengakui bahwa array global drifter akan sangat berharga untuk penelitian oseanografi dan iklim, tetapi ketidakpastian dan variasi yang besar dari berbagai desain drifter merupakan tantangan tersendiri, ditambah dengan biaya tinggi dan berat drifter yang berlebih (World Climate Research Program, 1988 in Niiler, 2001). WCRP menyatakan bahwa standar yang baik yaitu biaya rendah, ringan, data mudah dikirim merupakan syarat sebuah drifter permukaan yang harus dikembangkan, dan dengan parasut semirigid yang akan mempertahankan bentuk pergerakan. Desain kemudian dikembangkan dibawah program bernama Velocity Surface Program (SVP) dari Tropical Ocean Global Atmosphere (TOGA) dan World Ocean Circulation Experiment (WOCE). Dana awal diberikan oleh US Office of Naval Research, dengan dukungan berikutnya dari NOAA dan National Science Foundation. Desain lain juga diajukan oleh NOAA, Atlantic Oseanography dan Meteorology Laboratorium (AOML), MIT's Draper Laboratory, dan Scripps Institution of Oceanography (SIO) (Niiler, 2003). Selama tahun 1980-an desain ini terus berevolusi, dan tahun 1985-1989 kemudian secara ketat dievaluasi berdasarkan beberapa kriteria (Niiler et al., 1987, 1995). Beberapa parasut drifter hasil rancangan diperiksa dan berbagai masalah diidentifikasi. Sebagai contoh,
84
window shade drogues bisa memutar dan berlayar melintasi arus sehingga parasut bisa runtuh (Niiler et al., 1987, 1995; Niiler dan Paduan, 1995; Pazan dan Niiler, 2001). Faktor-faktor lain juga dipertimbangkan misalnya bentuk tiga dimensi parasut tristar ditemukan lebih baik daripada karakteristik parasut berlubang yang dikembangkan AOML. Pada tahun 1993 desain SVP untuk drifter telah muncul dengan mengkombinasikan parasut berlubang dari drifter dan diperkuat AOML. Desain tersebut (Sybrandy dan Niiler, 1992) menjadi dasar bagi pengembangan drifter SVP sampai saat ini. Kumpulan data dari SVP drifter memuat semua drifter yang dikerahkan selama 1979 - 1993 memiliki parasut berlubang yang terpusat di kedalaman 15 meter. Drifter tipe AOML dengan parasut berlubang ditempatkan pertama kali pada bulan Februari 1979 sebagai bagian dari TOGA/Equatorial Ocean Circulation Experiment.
Penyebaran skala besar dari Drifter SVP modern
pertama dilakukan pada tahun 1988 (World Climate Research Program, 1988) dengan tujuan pemetaan sirkulasi permukaan Samudera Pasifik. Upaya ini diperluas untuk skala global sebagai bagian Atlantik WOCE dan Atlantic Climate Change Program (ACCP), di mana array drifter SVP diperbanyak untuk menutupi Pasifik dan Samudra Atlantik Utara pada tahun 1992 dan Samudera Hindia dan India pada tahun 1994 (Niiler, 2001). Gambar 2. memperlihatkan bahwa drifter SVP hingga tahun 2000 telah menyebar hampir diseluruh dunia. Saat ini array drifter SVP dikenal secara kolektif sebagai bagian dari Global Drifter Program (GDP), komponen dari NOAA yaitu Global Ocean Observing System (GOOS), Global Climate Observing System (GCOS) dan Data Buoy Cooperation Panel (DBCP) dari Meteorological Organization and International Oceanographic Comission. Tujuan ilmiah dari GDP adalah untuk memberikan sistem operasional nearreal time data kecepatan arus permukaan laut, suhu permukaan laut (SST) dan pengamatan tekanan permukaan laut yang dapat diaplikasikan untuk prakiraan cuaca, penelitian, dan kalibrasi/verifikasi in-situ satelit. GDP dikelola dalam kerjasama antara NOAA/AOML di Miami, Florida, Joint Institute of Marine Observations (JIMO) di La Jolla, California, dan tiga produsen Drifter swasta (Clearwater, Pacific Gyre dan Technocean). AOML mengatur dan melakukan 85
penyebaran drifter, memproses data, menyimpan file yang menggambarkan setiap drifter,
dan
sebagai
pengelola
situs
resmi
http://www.aoml.noaa.gov/phod/abcd/gdp.html.
JIMO
dari
GDP
mengawasi
yaitu industri,
memperoleh drifter dari berbagai produsen, melakukan upgrade teknologi, melakukan pengembangan sensor baru, dan mendokumentasikan data, dan melakukan koreksi serta penyempurnaan data (Pazan dan Niiler, 2004) untuk kemudian dipublikasikan kepada masyarakat riset. Produsen drifter SVP bertugas melakukan produksi sesuai spesifikasi dan kebutuhan para peneliti.
Gambar
2. Peta penyebaran drifter SVP hingga tahun 2000 (Sumber: http://sunburn.aoml.noaa.gov/phod/dac/index.php)
2.2. Perancangan Drifter SVP Saat ini ada dua desain dasar dari drifter SVP yaitu pertama drifter SVP yang relatif besar dan yang terbaru yaitu mini drifter SVP. Desain pertama sangat kuat tetapi cenderung mahal dan berat. Desain ulang yang menghasilkan mini drifter SVP diusulkan pada bulan desember 2002 dan sudah diproduksi oleh beberapa produsen drifter. Ada beberapa produsen SVP drifter hingga saat ini yaitu Clearwater Instrument (Watertown, MA USA; http://www.clearwater-inst.com), Marlin-Yug (Sevastopol, Ukraina; http://marlin.stel.sebastopol.ua), Metocean Data Systems (Dartmouth, Nova Scotia, Kanada; http://www.metocean.com), Pacific Pilin (Oceanside, CA USA; http://www.pacificgyre.com), dan Technocean (Cape Coral,
86
FL USA; http://www.technocean.com). Diameter drifter SVP berkisar dari 30.5 cm (mini terkecil) sampai 40 cm. Awalnya, pelampung permukaan terbuat dari fiberglass dengan tebal 0.3-0.4 cm (Sybrandy dan Niiler 1991). Kebanyakan produsen sekarang beralih ke bahan yang lebih murah yaitu bahan plastik ABS (Akrilonitril-Butadiene-styrene) yang biasanya digunakan untuk konstruksi lambung kapal. Pelampung pada bagian permukaan berisi baterai dengan dilengkapi dioda pelindung, biasanya 4-5 buah masing-masing dengan 7-9 buah D-sel baterai alkaline. Pemancar satelit (401,650 MHz, 10 kHz) biasanya diaktifkan dengan menghilangkan magnet dari lambung buoy, sebuah termistor untuk sub-surface suhu permukaan laut, terletak di bagian bawah untuk menghindari pemanasan akibat radiasi langsung dari matahari, dan alat lain seperti pengukur tekanan udara, kecepatan angin dan arah angin, salinitas, atau warna lautan. Kebanyakan produsen menggunakan cat oksida di bagian dasar hingga setengah dari permukaan yang mengambang untuk mengurangi biofouling. Adapun
beberapa
standarisasi
dan
spesifikasi
dari
SVP
drifter
(http://www.aoml.noaa.gov/phod/dac/dacdata.php, Gambar. 3) yaitu pelampung permukaan berdiameter 32 cm (atau 40 cm), terbuat dari bahan plastik ABS setebal 4 mm (0,16 ") dan menggunakan mantel luar yang berfungsi untuk melindungi terhadap sinar UV. Parasut berlubang terbuat dari kain berbahan nonfray sintetik memiliki diameter 61 cm, panjang 490 cm. Konstruksi terdiri dari 4 bagian silinder, masing-masing memiliki panjang 122 cm dengan dua pasang lubang dengan masing-masing berdiameter 30.5 cm. Transmiter menggunakan transmitter ARGOS dengan 32 baterai D-Alkaline yang setara dengan 75 AH atau dapat beroperasi selama 24 bulan. Catu daya utama sebesar 12 V dengan rata-rata konsumsi daya sebesar 0.035 Watt (56 bit format data) atau 0.084 Watt ( 248 bit format data pengiriman). Thermistor ditempatkan pada bagian bawah pelampung berupa tipe YSI 4018 yang merupakan sensor suhu linier. Pada generasi drifter SVP terbaru thermistor ini kemudian diganti menggunakan sensor suhu digital produksi DALLAS DS18B20 (Motyzhev, 2010), dan adapun spesifikasi dari sensor tersebut seperti terlihat pada Tabel 1.
87
Gambar 3. Desain wahana dan elektronik drifter SVP Sumber: http://www.aoml.noaa.gov/phod/dac/schematic.jpg Tabel 1. Spesifikasi sensor suhu SVP drifter. Parameter Calibrated Temperature Range Sensors Accuracy Sensitivity Measurement Reading Time Number of sensors Time Constant Levels
Spesifikasi 0 to 40 С DS18B20 (Dallas Semiconductor) +/-0,2 С 0,04 С 20 s (for 10 sensors) 10 100 s (in stirred water) 12,5; 17,0; 22,0; 27,0; 32; 37.0; 42,0; 47,0; 52,0; 57,0 m
Sensor suhu berjumlah sepuluh buah yang ditempatkan pada setiap kedalaman 5 m dengan waktu pembacaan selama 20 detik untuk 10 sensor tersebut dan memiliki akurasi sekitar 0.2 С. Kalibrasi data dilakukan pada selang suhu 0-40С, dimana akurasi sangat dipengaruhi oleh cara pembungkusan sensor agar kedap air. Data dari drifter biasanya dikirimkan setiap setengah jam atau satu
88
jam. Tabel 2, menunjukan beberapa contoh selang waktu transmisi data yang dilakukan oleh beberapa drifter yang sudah diujicobakan. Data sensor (termasuk SST dan tegangan baterai) biasanya diambil
pada
interval
90 detik. Rata-rata
dihitung melalui pengamatan tujuh sampai sepuluh contoh secara terus menerus. Kemudian pada akhirnya data yang akan dikirimkan umumnya setiap 30-60 menit. Pada kasus tertentu transmisi data bervariasi seperti pada kasus yang membutuhkan data yang cukup detail misalnya daerah pesisir, drifter dibuat agar dapat dikonfigurasi ulang untuk mengatur selang waktu pengiriman.
Tabel 2. Beberapa contoh selang waktu transmisi drifter yang sudah ada No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Program Selang Waktu Pencatatan (menit) MONTED'ORO 2010 buoys 30 LATEX buoys 60 PELMED/SARDONE 2008 buoys 30 PELMED/SARDONE 2007 buoys 60 ECOLO4 buoys 60 ECOLO2005 60 EDILOIRE 2005 60 Juvaga 2005 60 Sumber: http://www.coriolis.eu.org/Data-Services-Products/ViewDownload/Surface-Drifter-data/
2.3. Penggembangan Drifter untuk Pesisir Menurut Ohlman, (2007), drifter yang digunakan untuk laut pesisir harus memiliki dimensi kecil sehingga mampu mengukur pergerakan arus kecil, dan harus ekonomis sehingga dapat digunakan dalam jumlah besar. Selain itu, harus memiliki resolusi spasial yang baik, dengan sampling posisi hampir real-time sehingga dapat dipantau dan dikonfigurasi kembali, memiliki daya rendah sehingga dapat dioperasikan dalam waktu yang lama. Ohlman kemudian menggunakan sebuah parasut disebut corner-radar-reflector-type (Gambar. 4a), Parasut ini dibuat menggunakan tiga bidang kain nilon seluas 85 cm2 yang dibingkai dengan kayu. Pusat frame adalah batang baja galvanis yang berfungsi sebagai pemberat. Pelampung permukaan terbuat dari plastik ABS berdiameter 20 cm dengan sistem telemetri menggunakan GSM. CODE juga mengembangkan sebuah drifter yang dikhusukan diterapkan untuk laut pesisir yang disebut Davis
89
Drifter (Gambar 4b). Davis Drifter memiliki 3 komponen utama yaitu badan utama yang terbuat dari PVC sepanjang 3 m dengan diameter 10 inci, pada bagian inilah perangkat elektronika ditempatkan. Pelampung berjumlah 4 buah yang ditempatkan pada setiap sudut, bagian kedua yaitu layar yang berfungsi untuk menangkap aliran arus, dan terakhir yaitu paket elektronika dengan sistem transmisi menggunakan transmisi ARGOS.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Drifter Pesisir Ohlman (2007) ,(b) Drifter Davis milik CODE AOML juga telah mengembangkan drifter untuk perairan dangkal yang diterapkan di teluk Florida.
Dasar pemikiranya adalah dibutuhkan perangkat
yang mampu beroperasi di kedalaman air satu meter atau kurang hingga jangka waktu dua minggu. Ukuran kecil adalah faktor baik dalam meminimalkan pengaruh angin permukaan. Drifter juga kemudian dilengkapi dengan GPS untuk penentuan posisi yang akurat dan pengiriman data menggunakan pemancar ARGOS. Pelampung terbuat dari bahan Lexan dengan tebal 0.125 inci, bagian atas sedikit berkubah dan bagian bawah sirip dibentuk dalam upaya untuk menampung pergerakan air. Sayangnya, pada saat uji coba terdapat beberapa masalah yaitu pertama sirip yang digunakan terbukti tidak cukup untuk menjaga pengaruh angin seminimal mungkin, sehingga kemudian ditambahkan parasut dan di dapatkan hasil yang cukup baik. (lihat Gambar 5). Parasut ini dibuat saling menyilang, lembaran PVC yang fleksibel dengan panjang 0.75 meter. 90
Gambar 5. Drifter Buoy produksi AOML Sumber: http://www.aoml.noaa.gov/phod/instrument_development/
2.4. Drag Area Ratio untuk menentukan baik buruknya desain drifter Gerak drifter berbeda dengan gerak masa air, dimana gerak tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan drifter menangkap aliran masa air. Penentuan kemampuan drifter mengikuti masa air ini dapat dihitung menggunakan drag area ratio yaitu perbandingan antara luas permukaan drogue dengan jumlah luas permukaan lain seperti luas bola permukaan dan lainnya. Drag area ratio (R) ini kemudian didefinisikan oleh Niiler et al (1995) yaitu:
∑
........................................................................ (1)
Dimana C adalah nilai drag coefficient dan A adalah proyeksi dari luas area. Koefisien s dan d adalah merupakan sub-index dari setiap komponen yang dihitung dan ikut mempengaruhi pergerakan drifter. Drag coefficient adalah kuantitas berdimensi yang digunakan untuk mengukur hambatan atau perlawanan dari objek di lingkungan fluida seperti udara atau air. Secara sederhana kemudian nilai dari koefisien tersebut dibuat dalam grafik Gambar 6, dimana bentuk silinder memiliki nilai koefisien yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk bola dan lainya. Semakin besar nilai koefisien tersebut berarti semakin besar hambatan dari sebuah objek terhadap aliran air. Menurut Sybrandy et al (2009), yang ditulis pada manual penggunaan drifter SVP yaitu perbandingan antara daya tangkap dari parasut (drogue) terhadap pergerakan masa air dengan luas bola buoy permukaan dan lainnya sehingga 91
pergerakan drifter mampu mewakili pergerakan masa air dengan ketelitian dibawah 1 cm/s terhadap pergerakan masa air sesungguhnya dimana drifter harus memiliki nilai drag area ratio lebih besar dari 40. Kemudian secara sederhana pada aplikasi drifter perumusan tersebut kemudian ditulis dalam bentuk (Niiler, 1995) berikut: ( )
......................(2)
dimana, ...................(3)
Gambar 6. Nilai drag coefficient beberapa bentuk geometri dasar.
92
Nilai R ini kemudian dapat digunakan untuk menghitung nilai slip velocity dari drifter dan masa air, dimana pengaruh angin dan gradien vertikal dari arus juga dimasukan, yang ditulis menjadi:
...........................................(4)
Dimana
adalah slip velocity,
adalah kecepatan angin dan
adalah
gradien vertikal dari arus. Dari persamaan (4) terlihat bahwa semakin tinggi nilai R maka semakin kecil slip velocity yang dihasilkan. Menurut Niiler dan Paduan (1995) desain SVP memiliki slip velocity 0.7 cm/s pada saat kecepatan angin 10 cm/s tetapi jika kehilangan drogue maka slip velocity menjadi 8.9 cm/s pada kecepatan angin tersebut. Tabel 3. merupakan contoh perhitungan drag area ratio (Sybandry et al, 2009)
Tabel 3. Perhitungan drag area ratio (contoh) Component Surface Sphere Pipe and cap below surface sphere Urethane Below Surface Sphere Tether
Frontal Area
Drag Coeficient 731 45 40 400
Pipe and cap above radial hub 45 Urethane Above Drogue 40 Drogue 29768 Drag Coeficients: Sphere Holeysock type drogue Other elements except Urethane and pipe on top of radial hub Urethane and pipe on top of radial hub
0.47 1.4 1.4 1.4 1 1 1
Drag Drag Area Area Ratio 343 40.8 63 56 560 45 40 41675 0.47 1.4 1.4 1
Sumber : http://gisweb.wh.whoi.edu/ioos/drift/svpb_design_manual.pdf
2.5. Transmisi dan Format Data Drifter Arsitektur sistem transmisi dan pengolahan data drifter yang dimiliki DAC cukup kompleks. Data yang dikirimkan dari drifter dikirimkan melalui satelit, kemudian oleh satelit dikirimkan ke stasiun penerima ARGOS. Data tersebut
93
kemudian diteruskan oleh ARGOS ke DAC (AOML) untuk kemudian dilakukan proses pengolahan dan kontrol kualitas data (Gambar 7). Ada beberapa tahapan yang dilakukan untuk melakukan kontrol kualitas data yang dilakukan oleh AOML (Pazos, M. 2003 ) yaitu: 1) Decode data. Mengkonversi data yang sekarang diterima ke data yang telah ditentukan sesuai dengan metode konversi yang sudah ditentukan yaitu berdasarkan data ID dari buoy yang diterima. Format data ARGOS dalam bentuk binari kemudian di-decode menjadi angka dan nilai yang dimaksud. 2) Indentifikasi buoy baru dan memasukannya ke direktori file. Menentukan waktu penyebaran dan posisi transmisi dari data yang baik dan diterima pertama kali pada proses pengiriman. Hal ini dilakukan jika ID buoy belum terdeteksi atau merupakan ID baru. 3) Mencari buoy yang mati (tidak mengirimkan data lagi), melihat posisi terakhir dan kenapa buoy tersebut mati. Menjalankan program yang mampu mengidentifikasi transmisi buoy dari lokasi yang sama atau buoy yang tidak memiliki data baru setelah update terakhir, kemudian memasukan nomor ID buoy tersebut ke direktori file. 4) Melakukan pengecekan sensor SST, waktu terakhir sensor tersebut mengirimkan data yang baik, dan kenapa sensor tersebut gagal. Setiap data SST yang diterima kemudian dibandingkan dengan Climatology Reynold’s untuk menentukan gagal tidaknya sensor suhu. Waktu terakhir dari buoy tersebut mengirimkan data SST yang baik kemudian dimasukan ke dalam direktori file. 5) Mengedit posisi dan SST. Menjalankan perangkat lunak yang mampu mendeteksi posisi yang tidak tepat berdasarkan kecepatan dan beberapa lokasi terakhir yang diberikan, kemudian posisi yang tidak tepat akan dihapus. Pada saat yang sama perangkat lunak memeriksan nilai SST. Nilai SST yang menyimpang akan dibuang berdasarkan kriteria perubahan suhu relatif terhadap suhu baru yang diberikan buoy. Setiap kesalahan posisi dan SST kemudian dicatat.
94
6) Deteksi lepasnya drogue. Mendeteksi hilang tidaknya atau lepasnya drogue, bila drogue lepas kemudian waktu dan ID buoy tersebut dicatat. 7) Melakukan interpolasi data per-6 jam menggunakan metode krigging. Setiap data buoy yang aktif dan diterima kemudian diinterpolasi setiap 6 jam berdasarkan referensi Hansen and Poulain (1996). 8) Memasukan data ke basisdata Data yang telah diolah berdasarkan langkah di atas kemudian dimasukan ke http://www.aoml.noaa.gov/PHOD/DAC/DACDATA.HTML .
Gambar 7. Alur Data Drifter DAC (AOML) Sumber: http://www.aoml.noaa.gov/ Ada 3 bagian utama dari sistem transmisi data drifter yaitu, drifter itu sendiri, stasiun penerima dan bagian prosesing data. Pada beberapa perancangan drifter sistem transmisi, khususnya untuk aplikasi drifter di perairan pantai sistem transmisi memanfaatkan jaringan GSM, seperti yang dilakukan Ohlman (2005). Sensor drifter mengukur data seperti suhu permukaan laut, rata-rata data biasanya diukur setiap 90 detik, dan mengirimkan data perataan setiap selang waktu tertentu dari sensor dengan frekuensi radio 401,65 MHz. Setiap pemancar drifter diberikan kode Platform Terminal Transmitter (PTT) kemudian sering disebut 95
sebagai ID drifter. Sistem penentuan posisi drifter ARGOS bukanlah diberikan GPS. melainkan dihitung berdasarkan pergeseran transmisi Doppler dari waktu sinyal yang dikirimkan drifter seperti yang dijelaskan dalam Manual Pengguna ARGOS. Motyzhev (2007), ada tiga pembagian lokasi yaitu kelas satu (error antara 350-1000 meter), kelas dua (error antara 150-350 meter) dan kelas tiga (error kurang dari 150 meter), sedangkan ORBCOMM dan IRRIDIUM menggunakan GSP untuk penentuan posisi. Jenis komunikasi ARGOS menggunakan komunikasi satu arah artinya tidak ada pengontrolan oleh stasiun darat
terhadap
drifter,
sedangkan
pada
ORBCOMM
dan
IRIDIUM
mengimplementasikan komunikasi dua arah (Tabel 4).
Tabel 4. Perbandingan sistem drifter dari IRIDIUM, ARGOS dan ORBOCOMM Perbandinagan Communication Method
Coverage Remote System control (change message rate and message type)
ARGOS ORBCOMM IRIDIUM one way (transmission) only two way two way Global (number of messages per day depend on between +60 and -60 latitude) deg latitude Global
no 32 bytes (20 bit Max. Number of ID) 31 bytes (28 bytes in message bit ID) by sattellite (± 300 Position m) As option by Argis or using W@ves21 or Position drift alarm seasaw software
yes
yes
512 bytes
100 Kbytes
by GPS (± 10 m)
by GPS (± 10 m) As option by Argis As option by Argis or or using using W@ves21 or W@ves21 or seasaw software seasaw software to be specified as part to be obtained of provisioning by an phonenymber of from CLS to setup orbcomm service the iridium buoy system provider subscription ca 70 mW ca 40 ca 100 mW ca 200 mW mW ca 74 mW
Transmiter ID Typical Power consumption Combintaion with local HF transmitter yes yes yes Disable option and/or activity yes yes yes Sumber: http://download.datawell.nl/ argos-orbcomm_comparison_t-11-01.pdf
96
Penggunaan komunikasi GSM untuk transmisi data real-time kelautan mulai dilakukan, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk komunikasi ini lebih murah jika dibandingkan transmisi data menggunakan satelit. Kelemahan transmisi data menggunakan jaringan ini yaitu sangat bergantung dengan coverage area dari operator GSM di tempat dilakukan pengukuran. Data real-time seperti buoy yang ditempatkan di pesisir sudah cukup banyak yang mengadopsi jaringan ini seperti terlihat di Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan teknologi buoy untuk ocean monitoring. Buoy Enabling Technologies (Program Documentation Sensor & Power Name) Body Hull Parameters supply Met. 2.4 m Physical, ESROB & diameter Biogeochemi solar NMB This study discus cal panel MAREL buoy
Smart Buoy OASIS moorings
Blain, et al 4 m Physio(2004) discus diameter chemical Met. PhysioMilis, et al. biogeochemi (2002) cal ~2 m Met. PhysioChavez, et al. diameter biogeochemi (1997) donat cal
solar panel
solar panel
Weisberg, et al. met., (2002) physical Guinasso, et al. 0.79 m met., (2001) diameter physical
solar panel
http://seaboard. ndbc.noaa.gov
solar panel
Coastal Buoy
SYSTEA Brochure METOCEAN Brochure
met., physical Met. Physiobiogeochemi cal
CMBS Flexible ATLAS (TAO/TRI Miliburn, et al. 2.3 m TON) (1996) diamter Met., T/S Sumber : http://plaza.snu.ac.kr/~gkim/lecture/paper/37.pdf
Cellular CDMA, twoway Cellular GSM, twoway satellite, oneway
(COMPS) USF TABS/SE MB (NDBC) Moored Buoy
Various (12 m)
Telemetry
solar panel
Battery pack
Cellular, two way GOES satellite, oneway Satellite/Celu llar, two way ARGOS satellite, one way GSM, two way Flexible, one ir two way ARGOS satellite, one way
Pengiriman data drifter menggunakan format data tertentu dengan tujuan untuk menghemat biaya transmisi dan kemudahan penerimaan dan pengolahan
97
data yang dilakukan. Format data sangat ditentukan oleh kompleksitas perangkat keras terutama jenis dan jumlah sensor serta model komunikasi serta kebutuhan dan kendali sistem. Contoh, ARGOS memiliki panjang format data 56 bit, seperti Tabel 6. Selain data sensor dikirimkan juga tegangan baterai untuk mengetahui kondisi drifter, age untuk waktu dan tanggal data, rank untuk pengenal baris serta checksum untuk memastikan data terkirim sempurna atau tidak.
Tabel 6. Format data ARGOS Item CheckSum Rank
Standard
Bits No.
Bits Loc.
Min
Max
Res
Formula
8
0-7
0
255
-
Lower 8 bits
4
8-11
0
0
-
Rank=0, always
0
3
Warning AgeB Air Pressure
Standard
6
12-17
0
63
-
Age (minutes)
11
18-28
850.0
1054.7
0.1
BP(hPa) = 0.1n + 850
930.0
1032.35
0.05
BP(hPa) = 0.05n + 930
Warning SST Air Pressure Tenden.
Standard
Rank=4 (0,1, 2, 3)
9
29-37
-5.0
35.88
0.08
SST(C) = 0.08n – 5
9
38-46
-25.5
25.6
0.1
APT(hPa) = 0.1n – 25.5
12.75
12.8
0.05
Warning
APT(hPa) = 0.05n – 12.75
Submergence
6
47-52
0
100
-
Percent = 100n/63
Battery Volt.
3
53-55
7
14
-
BV = n + 7
Total
56
Sumber: http://www.argos-system.org/?nocache=0.7871551238931715
2.6. Penentuan Posisi menggunakan GPS . GPS dapat dikatakan sebagai sistem radio navigasi dan penentuan posisinya menggunakan satelit. Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa satelit secara simultan, dan tidak hanya satu satelit saja, seperti halnya menentukan posisi pada bidang datar yaitu membaring beberapa benda acuan/objek baringan, (Abidin et al, 1995). Sistem GPS mulai direncanakan sejak tahun 1973 oleh angkatan udara Amerika Serikat 98
(Easton, 1980), dan pengembangannya sampai sekarang ini ditangani oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, dibawah lembaga yang dinamakan NAVSTAR (Navigation Satellite Timing and Rangin Global Positioning System), dan sistem yang dimiliki oleh Rusia dengan nama GLONASS singkatan dari Global Navigation Satellite System. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan dalam tiga dimensi dan juga informasi mengenai waktu secara kontinu diseluruh dunia.
Sinyal
GPS
mengandung tiga
informasi
yaitu kode
pseudorandom, data ephemeris dan data almanak. Sinyal transmisi dari satelit GPS merupakan sinyal identifikasi satelit saat sedang mengirim informasi terhadap GPS Penerima. Selanjutnya GPS penerima menghitung timing waktu rambatan gelombang dari satelite NAVSTAR dengan menghitung selisih timing pulsa antara
pseudo random code dari GPS Penerima. Lebar frekuensi
(bandwidth) yang dibutuhkan untuk mentransmisikan pseudo random code sekitar 1 MHz, sehingga transmisi sinyal GPS ditransmisikan pada gelombang 20 cm atau sekitar 1.2 -1.5 GHZ. GPS yang digunakan pada drifter selama ini umumnya menggunakan GPS yang diproduksi oleh pemberi layanan komunikasi transfer data satelit seperti ARGOS, ORBCOMM. GPS ini langsung terintegrasi dengan sistem transmisi perusahaan tersebut, dan memang didesain khusus untuk penentuan posisi aplikasi sistem tracking. Adapun perbandingan spesifikasi instrumen tracking yang diproduksi oleh ARGOS, ORBCOMM dan IRIDIUM terlihat pada Tabel 3. dengan kesalahan rata-rata sekitar 10 m. Saat ini perangkat GPS diproduksi untuk memenuhi kebutuhan lebih umum dan perancangan instrumen tepat guna. Sinyal GPS yang terbuka untuk umum memungkinkan siapapun dapat membuat penerimanya, dan dengan perkembangan kebutuhan akan penentuan posisi mengakibatkan semakin banyak produsen pembuat chipset GPS ini yang menyebabkan harganya semakin terjangkau.
99
Chipset GPS diproduksi secara massal dengan maksud memberikan kemudahan bagi pengembang instrument dalam berbagai bidang aplikasi yang membutuhkan penentuan posisi. Dengan alasan untuk kompatibilitas berbagai chipset dengan produsen berbeda membuat sebuah standar kalimat yang dikeluarkan oleh sebuah chipset GPS. Sampai saat ini standar kalimat tersebut biasa disebut standar NMEA 0183. Standar NMEA memiliki banyak jenis bentuk kalimat laporan, yang diantaranya berisi data koordinat lintang (latitude), bujur (longitude), ketinggian (altitude), waktu sekarang standar UTC (UTC time), dan kecepatan
(speed
over
ground).
Umumnya
NMEA-0183
menggunakan
komunikasi RS232 sebagai jalur komunikasi dengan perangkat luar seperti komputer atau mikrokontroler dengan beberapa kecepatan (baud rate) yang biasanya dapat diatur. Beberapa jenis kalimat NMEA-0183 yang umum digunakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis kalimat NMEA yang umum digunakan Kalimat Deskripsi $GPGGA Meminta fixed data dari GPS $GPGLL Meminta Posisi Latitude dan Longitude $GPGSA GNSS DOP and active satellites $GPGSV GNSS satellites yang tertangkap $GPRMC Recommended minimum specific GNSS data Jumlah kalimat NMEA yang didukung oleh sebuah GPS penerima bervariasi, tergantung produsen dan tujuan dari GPS. Chipset GPS penerima umumnya mendukung kelima kalimat NMEA pada Tabel 7. Pada beberapa perancangan tidak semua kalimat NMEA digunakan karena NMEA dirancang sesuai dengan kebutuhan umum pengguna sehingga dengan satu atau lebih kalimat NMEA sudah dapat menyelesaikan masalah yang ingin diselesaikan.
2.7. Mikrokontroler sebagai Pusat Kendali dalam Rancang Bangun Drifter Mikrokontroler adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis dan dihapus dengan cara khusus, dimana cara kerja mikrokontroler sebenarnya membaca dan menulis data. Mikrokontroler merupakan komputer didalam chip yang digunakan untuk mengontrol peralatan elektronik. Secara harfiahnya bisa disebut
100
"pengendali kecil" dimana sebuah sistem elektronik yang sebelumnya banyak memerlukan komponen-komponen pendukung seperti IC TTL dan CMOS dapat dikurangi dan akhirnya terpusat serta dikendalikan oleh mikrokontroler ini. Mikrokontroler adalah versi mini atau mikro dari sebuah komputer karena mikrokontroler sudah mengandung beberapa peripheral yang langsung bisa dimanfaatkan, misalnya port paralel, port serial, komparator, konversi digital ke analog (DAC), konversi analog ke digital (ADC) dan sebagainya hanya menggunakan sistem minimum yang tidak rumit atau kompleks. Drifter awalnya menggunakan Central Processing Unit (CPU) atau mikrokontroler yang secara khusus diproduksi oleh produsen Drifter, sehingga mikrokontroler dan sistem transmisi serta penentuan posisi merupakan satu kesatuan. Gambar 8. memperlihatkan struktur elektronik dari “Smart Buoy” yang dikembangkan oleh Motyzhev (2004). Terlihat bahwa pemancar ARGOS, sensor, GPS, dan transceiver GSM bermuara pada satu Central Processing Unit melalui perantaraan komunikasi serial. CPU tersebut berfungsi mengatur semua alur kerja dari peralatan yang terhubung, mengolah data dan kemudian mengirimkan data tersebut.
Gambar 8. Struktur elektronik dari “Smart buoy”. (Motyzhev S, 2004)
101
Seiring dengan makin murahnya harga mikrokontroler dengan fasilitas tambahan yang sangat memadai misalnya sebagai perantara komunikasi serial internal. Beberapa perancang melakukan perancangan dengan menggunakan mikrokontroler komersial, misalnya Perez C. (2003), yang menggunakan RCM2300 dari Rabbit Semiconductor. Dalen et al. (2004) menggunakan MC 1460 CE2 mikrokontroler keluaran perusahaan MOTOROLA. Aplikasi tersebut pada umumnya memiliki sistem diagram yang sederhana seperti Gambar 9, dimana mikrokontroler dihubungkan dengan beberapa alat seperti GPS, RF transmitter dan sensor serta kemudian mengaturnya dalam cara kerja yang diinginkan oleh pembuat.
GPS Receiver
Battery Pack
Microcontroler, data log
RF Transmiter
Sensor Elements
Gambar 9. Sistem diagram yang dibangun dari drifter wireless oleh Yu-Dong. Sumber:http://www.ece.stevens-tech.edu/
Salah satu tipe mikrokontroler yang sering dan banyak digunakan karena kecepatannya yang tinggi, harga yang relatif murah dengan fasilitas tambahan yang cukup banyak yaitu mikrokontroler seri AVR ATMEGA keluaran perusahaan ATMEL. Mikrokontroler AVR merupakan mikrokontroler keluaran perusahaan ATMEL coorporation yang memiliki arsitektur RISC 8 Bit, semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam satu siklus instruksi clock. AVR dikelompokkan kedalam 4 kelas, yaitu ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan keluarga AT86RFxx. Dari semua kelas yang membedakan satu sama
lain adalah ukuran onboard
memori, onboard peripheral dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan semua kelas ini bisa dikatakan hampir sama.
102
Beberapa arsitektur dasar yang dimiliki oleh ATMega32 yaitu:
Saluran IO sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D
ADC 10 bit sebanyak 8 Channel
Tiga buah timer / counter
32 register
Watchdog Timer dengan oscillator internal
Memori Flash sebesar 8 kb
Sumber Interrupt internal dan eksternal
Port SPI (Serial Pheriperal Interface)
Komparator analog
Port
USART
(Universal
Synchronous
Asynchronous
Receiver
Transmitter)
Sistem prosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz.
Ukuran memory flash 8KB, SRAM sebesar 512 byte, EEPROM sebesar 512 byte.
Mode Sleep untuk penghematan penggunaan daya listrik
Di Indonesia mikrokontroler ini cukup terkenal, banyak digunakan dan mudah didapatkan dikarenakan harga yang murah dan mudah digunakan. Fitur yang lengkap juga menjadi alasan mengapa mikrokontroler ini banyak digunakan. Fitur-fitur yang sering digunakan khusunya untuk perancangan instrument di bidang kelautan seperti ADC (Analog to Digital Converter) biasa digunakan untuk mengkonversi sinyal analog sensor. USART biasanya digunakan untuk komunikasi dengan peralatan lain seperti GPS dan Modem GSM. EEPROM biasa digunakan untuk penyimpanan data (data logger).
2.8. Modem GSM sebagai Pengirim dan Penerima data Sebuah modem GSM adalah tipe khusus modem yang menerima kartu SIM seperti ponsel. Dari sudut pandang operator, modem GSM terlihat seperti ponsel. Sebuah modem GSM dapat menjadi perangkat modem khusus dengan peripheral serial, USB atau sambungan Bluetooth.
Istilah modem GSM
digunakan sebagai istilah umum untuk mengacu pada setiap modem yang
103
mendukung satu atau lebih dari protokol dalam evolusi keluarga GSM, termasuk teknologi 2.5G GPRS dan EDGE, serta 3G teknologi WCDMA,UMTS, HSDPA dan HSUPA (Mouly et al. 1992). Saat ini banyak sekali produsen modem GSM dengan bentuk dan fasilitas produk yang berbeda. Fasilitas seperti GPS-pun kemudian dimasukan kedalam sebuah modem GPS oleh beberapa produsen modem GSM (Gambar 10), hal ini dimaksudkan karena sifat komunikasi GSM yang bisa dilakukan dimanapun dapat digabungkan dengan kemampuan pengukuran posisi GPS.
(b)
(a)
Gambar 10 . Modem GSM produksi Wavecom inc (a), Modem GSM dengan GPS build-in produksi SIMCom inc (b) Sebuah
modem
GSM
memaparkan
sebuah
antarmuka
yang
memungkinkan aplikasi komputer atau peralatan lain untuk mengirim dan menerima pesan melalui antarmuka modem. Agar dapat melaksanakan tugas ini, modem GSM harus mendukung sebuah extended perintah AT set seperti yang didefinisikan dalam spesifikasi GSM 07.05 dan ETSI dan 3GPP TS 27,005 (Smith Clint dan Daniel Collins. 2002). Penggunaan modem GSM untuk aplikasi kelautan mulai dilakukan karena alasan semakin murahnya harga instrumen ini dan murahnya biaya transmisi serta coverage area yang sangat luas. Para produsen instrumen kelautan terkemuka kemudian melakukan modifikasi terutama karena modem ini pada umumnya dibuat untuk aplikasi darat (rumah) agar sesuai dengan instrumen yang mereka
104
bangun dan lingkungan kelautan, seperti AANDERA sebuah perusahaan produsen instrumen kelautan terkemuka kemudian mengeluarkan produk yang berbasis modem GSM Wavecom.inc seperti terlihat pada Gambar 11. Pada gambar modem diletakkan dalam sebuah box yang terlindung rapi untuk menghindari udara lembab dan air, memiliki mounting plate sehingga mudah ditempatkan dan tidak terguncang. Modul modem tersebut digunakan untuk transmisi data dari produk instrumen yang dikeluarkan AANDERA.inc seperti drifter buoy, buoy, tide instrumen dan lainnya.
Gambar 11. GSM Communication unit 3742 berisi modem GSM produksi Wavecom.inc digunakan AANDERA.inc sebagai transmitter data produk yang dimilikinya. Sumber: http://www.aadi.no/../GSM%20Communication%20Unit.pdf
2.8.1 Standar Pengantarmukaan Modem GSM (AT-COMMAND) AT-Command adalah perintah yang dapat diberikan kepada ponsel atau modem GSM/CDMA untuk melakukan sesuatu, termasuk untuk mengirim dan menerima SMS. Dengan memberikan perintah ini di dalam komputer atau mikrokontroler maka perangkat kita dapat melakukan pengiriman atau penerimaan SMS secara otomatis untuk mencapai tujuan tertentu. AT-Command ini sebenarnya adalah pengembangan dari perintah yang dapat diberikan kepada
105
modem Hayes yang sudah ada. Dinamakan AT-Command karena semua perintah diawali dengan karakter A dan T. Antar perangkat ponsel dan modem GSM/CDMA bisa memiliki AT-Command yang berbeda-beda, namun biasanya mirip antara satu perangkat dengan perangkat lain. Untuk dapat mengetahui secara persis maka kita harus mendapatkan dokumen teknis dari produsen pembuat ponsel atau modem GSM/CDMA tersebut. Beberapa perintah AT-Command yang biasanya digunakan (Tabel 8) dalam pembuatan penerima dan pengirim SMS mengikuti spesifikasi GSM 07.05 dan ETSI dan 3GPP TS 27,005.
Tabel 8. Jenis kalimat AT-COMMAND sebuah modem GSM Standar AT Command AT AT+CMGF AT+CSCS AT+CNMI AT+CMGL AT+CMGS AT+CMGR AT+CMGD ATE1 AT+CGMI AT+CGMM AT+CGMR AT+CBC AT+CSQ
Keterangan Mengecek apakah modem telah terhubung Untuk menetapkan format mode dari terminal Untuk menetapkan jenis encoding Untuk mendeteksi pesan SMS baru masuk secara otomatis Membuka daftar SMS yang ada pada SIM Card Mengirim pesan SMS Membaca pesan SMS Menghapus pasan SMS Mengatur ECHO Mengecek Merk HP Mengecek Seri HP Mengecek Versi Keluaran HP Mengecek Baterai Mengecek Kualitas Sinyal
Ada beberapa komunikasi yang didukung oleh AT-Command yaitu komunikasi serial RS232, IrDa, FBUS dan masih banyak yang lain tergantung pada produsen. Umumnya modem GSM menggunakan komunikasi serial RS232 dikarenakan komunikasi ini lebih umum digunakan dan didukung oleh hampir semua perangkat elektronik.
106
2.9. Sensor Suhu DALLAS DS18B20 DS18B20 adalah thermometer digital menyediakan 9-bit sampai 12-bit untuk pengukuran suhu dalam derajat Celsius dengan fungsi tambahan seperti fungsi alarm dengan nonvolatile user-programmable poin baik pemicu atas dan bawah. DS18B20 yang berkomunikasi melalui bus 1-Wire dan memerlukan satu baris data (dan ground) untuk komunikasi dengan mikroprosesor. Memiliki rentang suhu operasi -55 °C sampai 125 °C dengan keakuratan ± 0.042 °C selama rentang -10 °C hingga 85 °C. DS18B20 Masing-masing memiliki kode serial unik 64-bit, yang memungkinkan DS18B20 lebih dari satu untuk fungsi yang sama dalam bus data 1-Wire, sehingga cukup mudah digunakan dengan satu mikroprosesor untuk mengontrol banyak DS18B20 dan di distribusikan. Gambar 12. menunjukkan diagram blok DS18B20, dan deskripsi dari setiap pin. ROM 64bit menyimpan serial kode unik perangkat. Scratchpad memory berisi data suhu 2byte yang merupakan output digital dari sensor suhu. Selain itu, scratchpad menyediakan akses ke register 1-byte untuk alarm pemicu atas dan bawah (TH dan TL) dan 1-byte.untuk konfigurasi Register yang memungkinkan pengguna untuk mengatur resolusi konversi suhu digital 9, 10, 11, atau 12 bit. Register TH, TL, dan konfigurasi memori volatile (EEPROM), sehingga akan dapat menyimpan data bila perangkat dimatikan.
107
Gambar 12. Bentuk fisik dan peta memori sensor suhu DS18B20
Penggunaan sensor ini untuk aplikasi drifter di ujicobakan oleh Motyzhev (2010) dengan akurasi pengukuran sebesar 0.2 0C dan waktu pembacaan 20 detik untuk sepuluh buah sensor yang disimpan pada 10 strata kedalaman. Olda bondarenko et al (2007), menggunakan array sensor ini untuk aplikasi buoy, dimana sensor ini ditempatkan untuk beberapa kedalaman memanfaatkan komunikasi 1-wire yang dimiliki DS18B20.
2.10. Media Penyimpanan Data MMC/SD Card Secure Digital Memory Card adalah kartu memori standar untuk peralatan mobile. SD Card dikembangkan kompatibel dengan Multi Media Card (MMC) sehingga peralatan SD Card juga dapat menggunakan MMC dengan beberapa persyaratan. Kemudian, berkembang variasi dari versi ukuran, seperti RS-MMC, miniSD dan microSD,
dengan
fungsi
yang sama.
MMC /SDC
memiliki
mikrokontroler di dalamnya, kontrol memori flash (delete, read, write dan error control). Data ditransfer antara kartu memori dan kontroler sebagai blok data dalam unit 512 byte.
Kartu MMC/SD lebih terbuka dari beberapa format lain
(XD, Memory Stick) tetapi kurang terbuka dari Compact flash dan USB flash 108
drive. Dari format serial interface, MMC/SD adalah yang paling mudah untuk ditanamkan. Format SD card dilindungi oleh hak paten, lisensi, dan spesifikasi yang tidak dipublikasikan secara terbuka. Namun, semua memori SD dan kartu SDIO yang diperlukan mendukung komunikasi SPI (Serial Programming Interface) yaitu interface 4 jalur yang sedikit lebih lambat (clock, serial, serial out, chip select) dan kompatibel dengan port SPI pada banyak mikrokontroler. 2.11. Biaya Implementasi dan Biaya Rancang bangun Drifter Implementasi drifter dibagi menjadi beberapa bagian biaya yaitu harga alat drifter itu sendiri, biaya transmisi data dan biaya server ground segment. Drifter SVP berharga $1500 dengan biaya transmisi $15 per-hari transmisi (Sybandri, 2009). Drifter Davis seharga $1200, dengan transmisi menggunakan satelit ORBOCOM yaitu $30 untuk biaya aktivasi dan $2.35 biaya per-bulan. Implementasi menggunakan transmisi GSM lebih murah dibandingkan dengan transmisi via satelit seperti satelit ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM yaitu mendekati $0.5 perhari (Ohlmann, 2005). Pada perancangan sendiri biaya implementasi mendekati $1000 seperti yang dilakukan Yu-dong (2007), drifter yang dirancang menggunakan gelombang RF sendiri sehingga tidak memiliki biaya transmisi (Tabel 9)
Tabel 9. Biaya pembuatan drifter Wireless Yu-dong (2007)
Biaya ground segment sangat bergantung pada kompleksitas proses pengolahan terutama pengolahan otomatis dari data yang diterima. Biaya perangkat keras dan perangkat lunak akan sangat besar seperti implementasi skala besar yang dilakukan pada drifter SVP. Namun untuk aplikasi sederhana biaya ini
109
hanya cukup menggunakan sebuah komputer dan alat penerima data, seperti modem GSM pada aplikasi yang menggunakan transmisi GSM, atau penerima RF untuk aplikasi yang menggunakan transmisi radio frequency (RF).
2.12. Keadaan Umum di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Teluk Pelabuhan Ratu merupakan teluk terbesar di pantai selatan Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Perairan Teluk Pelabuhan Ratu merupakan tempat bermuaranya 4 sungai yakni sungai Cimandiri, sungai Cibareno, Sungai Ciletuh dan sungai Cikanteh. Dasar perairan ini cukup curam dimana di sepanjang pantai teluk, kedalaman relatif dangkal dan semakin dalam pada bagian tengah sampai ke arah mulut teluk (Gambar 13). Kedalaman perairan pada bagian dangkal mencapai 100 meter dan berjarak 2 sampai 3 km dari pantai kearah tengah teluk. Perairan pada bagian tengah teluk mencapai kedalaman 300 meter yang terus semakin dalam ke arah mulut teluk yang mencapai kedalaman 1500 meter. 0 -6.96
-50
-100
-6.98
Latitude
-150 -7 -200 -7.02
-250
-300
-7.04
-350 -7.06 106.4
Gambar
106.45
106.5 Longitude
106.55
13. Peta Bathymetry teluk Pelabuhan Ratu (Diolah dari : http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/get_srtm30.cgi)
Arus Teluk Pelabuhan Ratu Arus adalah gerakan horizontal atau verikal dari suatu massa air sehingga massa air menuju kestabilan. Ada dua gaya yang bekerja terhadap air laut 110
sehingga dapat terjadi arus, yaitu gaya eksternal dan gaya internal. Gaya eksternal terdiri dari angin, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik, gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, sedangkan gaya internal dari perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross, 1979). Purba (1995) melaporkan dari hasil pemodelan pada penelitianya bahwa pola arus hasil simulasi menunjukan bahwa faktor pasang surut dan faktor angin bersama-sama mempengaruhi kondisi hidrodinamika di perairan teluk Pelabuhan Ratu. Penelitian tersebut juga menjelaskan adanya perbedaan pola elevasi saat air pasang dan surut. Saat air pasang, penumpukan massa air hanya terjadi di titik Ujung Karang Taraje (bagian barat teluk), sedangkan bagian dalam teluk memperlihatkan nilai elevasi yang lebih rendah dibandingkan elevasi di titik ujung Karang Taraje. Saat air surut pola elevasi memperlihatkan nilai garis kontur pada bagian dalam teluk lebih tinggi dibandingkan dengan nilai garis kontur pada bagian mulut teluk. Hal ini menunjukan massa air pada bagian dalam teluk mengalir keluar menuju mulut teluk.
Pasang Surut Teluk Pelabuhan Ratu Hasil pengamatan pasang surut pada penelitian terdahulu di Teluk Pelabuhan Ratu memberikan kesimpulan bahwa tipe pasang surut perairan teluk Pelabuhan Ratu adalah pasang surut campuran cenderung semi diurnal (Pariwono et al., 1988; Palit 1992). Pariwono (1985) dalam studinya tentang pasut di perairan Asia Tenggara menyatakan bahwa, di Samudera Hindia komponen pasut M2 dan K1 merambat dari bagian barat menuju timur, ketika memasuki perairan teluk Pelabuhan Ratu komponen pasut tersebut diduga akan merambat melalui alur yang dalam karena di kawasan tersebut tahanan dasarnya kecil. Hatayama et al. (1996) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil yang sama bahwa di Samudera Hindia, komponen pasut M2 dan K1 merambat dari bagian barat menuju timur. Sannang (2003) dalam studinya menyatakan bahwa secara umum rambatan pasut di teluk Pelabuhan Ratu mempunyai pola yang sama, yaitu dimulai dari batas terbuka bagian utara dan kepala teluk menuju selatan teluk. Hal
111
ini berarti pada bagian utara teluk dan kepala teluk terjadi pasang maupun surut secara bersamaan. Saat pasang tertinggi, massa air masuk melalui bagian selatan mulut teluk kemudian menyebar ke arah utara dan bertemu dengan massa air yang mengarah keluar teluk lalu massa air tersebut mengikuti pola arus pasut yang keluar teluk di bagian utara mulut teluk, sebagian lagi menuju daerah Balekambang. Pada kondisi ini elevasi muka laut mencapai ketinggian maksimum, gradien tekanan menurun sehingga kecepatan arus relatif kecil dan seragam dibandingkan dengan kondisi sebelumnya (saat air pasang). Saat surut terendah tampak pola arus pasut bergerak keluar teluk.
112