BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Teoritis 2.1.1
Sejarah Kegiatan Perbankan Perdagangan melalui pertukaran barang sudah lama dikenal umat
manusia. Sebelum krisis moneter yang berlaku sekarang ini, sudah ada pertukaran melalui sistem barter. Pertukaran kedua sistem ini jelas sangat tampak dari instrumen yang digunakan. Pada sistem moneter, alat pembayaran yang digunakan adalah uang yang terdiri dari uang logam dan uang kertas. Sistem barter yang menjadi alat pembayaran adalah barang atau jasa. Sistem pertukaran ini dilakukan antara barang dengan barang atau jasa dengan jasa dan atau barang dan jasa begitu juga sebaliknya. Akan tetapi dalam sistem barter, terdapat beberapa kendala, seperti sulit menemukan orang yang mau menukarkan barang atau jasa yang sesuai dengan selera kita. Kemudian, sulit untuk menentukan nilai dari masingmasing barang atau jasa yang hendak ditukar. Seiring dengan perkembangan zaman, dan beberapa kelemahan yang ada dalam sistem barter ini, maka secara perlahan sistem barter mulai ditinggalkan dan masuk sistem moneter. Namun hal ini bukan berarti sistem barter tidak digunakan lagi dalam transaksi tertentu di daerah pedalaman atau antar negara, sistem barter masih digunakan. Seperti yang terjadi beberapa tahun yang lalu di negara kita menukar pesawat produksi
dalam negeri yang kita miliki dengan beras yang dihasilkan oleh negara Thailand. Pada awal dikenalnya sistem moneter, saat itu uang yang berlaku terbuat dari logam mulia seperti emas dan perak. Sebagai jaminannya adalah emas dan perak yang terdapat di dalam logam mulia tersebut. Demikian pula dengan uang tersebut terletak dari berat logam mulia itu sendiri. Pada perkembangan selanjutnya, uang tidak lagi dibuat dari kepingan logam mulia, tetapi sudah menggunakan kertas. Jaminan yang diberikan bukan kepada nilai kertas tersebut, akan tetapi terdapat kepada kepercayaan kepada negara yang menerbitkannya. Sedangkan nilai nominal uang dicetak dalam uang tersebut diterbitkan oleh masing-masing negara. Kehadiran sistem moneter dalam dunia perdagangan merupakan cikal bakal dari lahirnya lembaga keuangan. Sistem moneter yang menggunakan uang sebagai alat pembayaran yang sah memerlukan bank sebagai tempat mencetak, mengatur dan mengawasi peredaran uang suatu negara. Kehadiran bank dalam sistem moneter merupakan tulang punggung suatu negara dalam merancang sistem moneter yang digunakan di seluruh negara dunia. 2.1.2
Fungsi bank Fungsi perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun,
penyalur, dan pelayanan jasa dalam lalu lintas pembayaran di masyarakat dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Secara umum fungsi dapat diuraikan seperti berikut ini yang menujukkan
betapa
pentingnya
keberadaan
bank
umum
dalam
perekonomian modern, yaitu : penciptaan uang, mendukung kelancaran mekanisme pembayaran, penghimpun dana simpanan masyarakat, mendukung kelancaran transaksi internasional, penyimpanan barangbarang berharga dan pemberian jasa-jasa lainnya. 1. Penciptaan uang Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (cliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral. 2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung
kelancaran
mekanisme
pembayaran.
Hal
ini
dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan
tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik. 3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat
dipersamakan
dengan
itu.
Kemampuan
bank
umum
menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembagalembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit. 4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan
penyelesaian
transaksi-transaksi
tersebut.
Dengan
adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan
barang-barang
berharga
yang
dimilikinya
seperti
perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau suratsurat berharga. 6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank. Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada pihak yang menggunakannya. 2.1.3
Pengertian Bank Konvensional Pengertian bank menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. 1.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyaraka dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
2.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi,
dalam
penghimpunan
dan
penyaluran
dananya,
bank
memberikan atau mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu suatu periode tertentu. Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia saat ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia dimana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda. 2.1.4
Bank Syariah A. Pengertian Bank Syariah Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan
yang
operasional
dan
produknya
dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Antonio
dan
Perwataatmadja
membedakan
menjadi
dua
pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan
prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuanketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. B. Prinsip Dasar Bank Syariah Batasan-batasan bank
syariah
yang harus
menjalankan
kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah : prinsip titipan atau simpanan, prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa dan prinsip jasa. 1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah) Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2001). Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan perbuatan
barang atau
titipan
kelalaian
yang
bukan
penerima
diakibatkan
titipan.
Adapun
aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box. b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yangn diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. 2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini. a. Al-Mudharabah Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(mudharib).
Keuntungan
usaha
secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung
jawab
atas
kerugian
tersebut.
Akad
mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis. 1. Mudharabah Muthlaqah Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. 2. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi b. Al-Musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-musyarakah.
1. Musyarakah pemilikan Tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. 2. Musyarakah akad Tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. 3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). a. Al-Murabahah Murabahah
adalah
akad
jual
beli
barang
dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. b. Salam Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan
tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel. c. Istishna’ Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat
berupa
pembayaran
dimuka,
cicilan,
atau
ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. 4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah) Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis. 1. Ijarah, sewa murni. 2. Ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain. a. Al-Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer. b. Al-Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. c. Al-Hawalah Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. d. Ar-Rahn Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil
kembali
seluruh
atau
sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
e. Al-Qardh Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah. C. Sistem Operasional Bank Syariah Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi sistem penghimpun dana, sistem penyalur dana dan jasa layanan perbankan. a). Sistem Penghimpunan Dana Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam
menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri dari modal, titipan dan investasi. 1. Modal Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank. 2. Titipan (Wadi’ah) Prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Pada prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Investasi (Mudharabah) Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. b) Sistem Penyaluran Dana (Financing) Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model. 1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan
menjadi
bentuk
pembiayaan
pembiayaan
murabahah, salam dan istishna’. 2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah c) Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah Perbankan syariah dan perbankan konvensional menawarkan produk perbankan yang hampir serupa, termasuk tabungan, deposito dan giro. Perbedaannya bahwa di bank syariah tidak menawarkan dan menerima bunga yang dilarang dalam Islam. Secara umum, konsep sistem operasional bank syariah ada dua. Pertama, bank syariah sebagai penghimpun dana dari pihak surplus dana, yaitu pihak yang mempercayakan uangnya kepada bank untuk disimpan dan dikelola sesuai hukum syariah. Dana yang dimaksud adalah dana dari pihak pertama (permodal dan pemegang saham), dana pihak kedua (pinjaman dari bank dan bukan bank, atau pinjaman dari Bank Indonesia), dan dana pihak ketiga (nasabah). Kedua, bank syariah sebagai penyalur dana bagi pihak yang membutuhkan, baik berupa kredit atau pembiayaan. Secara umum, pembiayaan yang diberikan oleh bank syraiah meliputi tiga kerangka (aqad), yaitu pembiayaan yang beraqad tijarah (jual beli), pembiayaan
yang beraqad syarikah (kerjasama atau kongsi) dan pembiayaan yang beraqad hasan (kebajikan). 2.1.5
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. a. Akad dan Aspek Legalitas Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. b. Lembaga Penyelesai Sengketa Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di
peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. c. Struktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. d. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
e. Lingkungan dan Budaya Kerja Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Pada etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Pada reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. Berdasarkan prinsip utama itu, maka secara operasional, terdapat perbedaan perbedaan yang substantif antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional (lihat Tabel 2.1). Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah
Bank Konvensional
a. Berdasarkan prinsip investasi bagi a. Berdasarkan tujuan membungakan hasil uang b. Menggunakan prinsip jual-beli Menggunakan prinsip pinjamHubungan dengan nasabah dalam meminjam uang. bentuk hubungan kemitraan b. Hubungan dengan nasabah dalam c. Melakukan investasi-investasi yang bentuk hubungan kreditur-debitur halal saja c. Investasi yang halal maupun yang d. Setiap produk dan jasa yang haram diberikan sesuai dengan fatwa d. Tidak mengenal Dewan sejenis itu. Dewan Syariah. e. Terkadang terlibat dalam e. Dilarangnya gharar dan maisir speculative FOREX dealing Menciptakan keserasian diantara f. Berkontribusi dalam terjadinya keduanya. kesenjangan antara sektor riel f. Tidak memberikan dana secara tunai dengan sektor moneter. tetapi memberikan barang yang g. Memberikan peluang yang sangat dibutuhkan (finance the goods and besar untuk sight streaming services) (penyalah gunaan dana pinjaman)
g. Bagi hasil menyeimbangkan sisi pasiva dan aktiva.
Rentan terhadap negative spread
Sumber : Muhammad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia). Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah perbedaan antara bunga dan bagi hasil. Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang (lihat tabel 2.2). Pada investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.
Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil Bunga a.
b.
c.
d.
Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu a. akad dengan asumsi harus selalu untung. Besarnya bunga adalah suatu persentase tertentu terhadap besarnya uang b. yang dipinjamkan. Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbang-kan apakah proyek/usaha yang dijalankan oleh nasabah / mudharib untung atau rugi. c. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi. Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh. Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib. d. Tidak ada yang meragukan keabsah-an bagi-hasil.
Sumber : Muhammad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia). 2.16.
Kinerja Keuangan Menurut Jumingan (2006:239) Kinerja Bank merupakan bagian
dari kinerja keuangan bank secara keseluruhan. Kinerja (performance) bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, tekhnologi maupun sumbger daya manusia. Berkaitan dengan analisis kinerja keuangan bank mengandung beberapa tujuan (Jumingan 2006:239) : a. untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank terutama kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya, b. untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua aset yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien. Kinerja keuangan adalah gambaran tentang setiap hasil ekonomi yang mampu diraih oleh perusahaan perbankan pada saat periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efesien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya dengan menggunakan analisis terhadap terhadap data-data keuangan. Informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan
dimasa depan. Informasi fluktuasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, disamping itu informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. 2.1.7
Rasio Keuangan A. Rasio Rentabilitas (Earning) Rasio rentabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu (Hanafi, 2003:83). Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Rumus yang digunakan adalah: LABA BERSIH
ROA = TOTAL AKTIVA
B. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998
tentang Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan: 1. prospek usaha, 2. kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur, 3. kemampuan membayar. Berdasarkan analisis dan penilaian terhadap faktor penilaian mengenai prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas kredit ditetapkan menjadi: a. lancar (Pass), b. dalam perhatian khusus (special mention), c. kurang lancar (sub standard), d. diragukan (doubtful), e. macet (loss). Aktiva produktif bermasalah (NPL) merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Besarnya NPL dapat dirumuskan sebagai berikut: NPL =
TOTAL KREDIT BERMASALAH TOTAL SELURUH KREDIT
C. Rasio Likuiditas (Liquidity) Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Husna, 2002:23). Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar hutanghutang jangka pendek maksimal satu tahun dengan sejumlah aktiva lancar yang dimiliki (Abdullah, 2002:40). Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Rasio likuiditas ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan bank dalam memenuhi kewajibankewajiban tersebut. Pada penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) dan quick ratio. 1. Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: TOTAL PEMBIAYAAN
LDR = DANA PIHAK KETIGA
2. Quick Ratio merupakan kemampuan bank mengembangkan dana nasabah dengan menggunakan aktiva lancarnya. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi kas dengan total deposito yang terus disimpan pada bank bersangkutan. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut : QUICK RATIO =
CASH ASSET
TOTAL DEPOSIT
D. Rasio Efisiensi (Rasio Biaya Operasional) Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur
tingkat
efisiensi
dan
kemampuan
bank
dalam
melakukan kegiatan operasinya (Wijaya 2000:120). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: BIAYA OPERASIONAL
BOPO = PENDAPATAN OPERASIONAL
E. Rasio Permodalan (Solvabilitas)
Capital adequate ratio (CAR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan modal menutupi kemungkinan terjadinya kegagalan dalam perkreditan dan perdagangan surat berharga. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi modal sendiri yang telah dikurangi dengan aktiva tetap dengan total kredit yang ditambah dengan surat berharga. 𝑀𝑂𝐷𝐴𝐿 𝐵𝐴𝑁𝐾
CAR = 𝐴𝐾𝑇𝐼𝑉𝐴 𝑇𝐸𝑅𝑇𝐼𝑀𝐵𝐴𝑁𝐺 𝑀𝐸𝑁𝑈𝑅𝑈𝑇 𝑅𝐸𝑆𝐼𝐾𝑂
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini adalah
Ema Rindawati (2007) dengan judul “analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional”, dan hodijah (2007) dengan judul “analisis perbandingan kinerja keuangan bank melalui pendekatan likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas pada bank muamallat Indonesia, bank syariah mandiri dan bank mega syariah Indonesia. 1. Ema Rindawati (2007) dengan judul “analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional”. Berdasarkan pada kriteria sampel yang telah ditentukan oleh ema rindawati diperoleh dua kelompok sampel penelitian. Dengan alat analisis yang digunakan independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rasio NPL dan LDR perbankan syariah lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Sedangkan pada rasio-rasio lainnya perbankan syariah lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional. Akan tetapi secara keseluruhan perbankan syariah lebih baik dibandingkan perbankan konvensional. Dalam penelitian ema rindawati menggunakan dua bank syariah dan empat bank konvensional. Bank Muammalat, Bank Syariah Mandiri, BPD aceh, BPD Kalimantan Timur, BPD
Sumatera Utara, Bank Tabungan Pensiun Nasional, Bank Mizuho Indonesia. Dengan menggunakan rasio CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO dan LDR. 2. Hodijah (2007) dengan judul analisis perbandingan kinerja keuangan bank melalui pendekatan likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas pada Bank Muammalat Indonesia, Bank Syariah mandiri dan Bank Mega Syariah Indonesia. Dari penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan.
Tabel. 2.3 Tinjuan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Variabel
Hasil
Rindawati
CAR, NPL,
(2007)
ROA, ROE,
rata-rata rasio keuangan perbankan syariah (NPL dan LDR) lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan perbankan konvensional, sedangkan pada rasio-rasio yang lain perbankan syariah lebih rendah kualitasnya. Akan tetapi bila dilihat secara keseluruhan perbankan syariah menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan perbankan konvensional.
(Tahun)
BOPO dan LDR.
Hodijah (2007)
likuiditas, rasio likuiditas, solvabilitas dan solvabilitas dan rentabilitas pada ketiga bank syariah rentabilitas tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan
2.3
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari
tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis (Jurusan Akuntansi, 2004: 13).
Kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
BANK
LAPORAN KEUANGAN
RASIO KEUANGAN
ROA
NPL
LDR
BOPO
HASIL DAN ANALISIS
KESIMPULAN
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
QR
CAR
Kerangka konseptual ini yang ditujukan pada gambar 2.1 menunjukan kerangka konseptual dengan model parsial. Bank harus memiliki kinerja keuangan yang baik untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Kinerja keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu Dari kerangka koseptual diatas dapat kita lihat kerangka konseptual peneliti yaitu dari menilai kinerja keuangan bank konvensional dan bank syariah dengan cara mencari rasio-rasio nya kemudian membandingkan nya.
2.4
Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : H1: ada perbedaan return on asset perbankan konvensional dengan perbankan syariah, H2: ada perbedaan non performing loan perbankan konvensional dengan perbankan syariah, H3: ada perbedaan loan to deposit ratio perbankan konvensional dengan perbankan syariah, H4: ada perbedaan biaya operasional pendapatan operasional perbankan konvensional dengan perbankan syariah, H5: ada perbedaan quick ratio perbankan konvensional dengan perbankan syariah,
H6: ada perbedaan capital adequacy ratio perbankan konvensional dengan perbankan syariah, H7: ada perbedaan kinerja keuangan secara keselurahan perbankan konvensional dengan perbankan syariah.