BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN ISLAM
A. Sejarah Perbankan Islam dan Pengertian Perbankan Islam Jika dilihat dari sejarah berdirinya Bank Islam sebenarnya pada Zaman pra-Islam sudah ada bentuk-bentuk perdagangan yang pada zaman sekarang telah dikembangkan dalam suatu bisnis yang lebih modern. Bentuk-bentuk itu misalnya al-Musyarokah, at-takaful, kredit kepemilikan barang dan pinjaman dengan tambahan bunga. Bentuk perdagangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab khususnya berpusat di kota Makkah, Jeddah, dan Madinah. Jazirah yang berada di jalur perdagangan Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi bentuk-bentuk ekonomi Mesir purba, Yunani kuno dan Romawi 2500 tahun SM telah mengenal sistem perbankan. Kemudian di Babilonia yang telah menjadi wilayah Irak juga telah mengenal sistem perbankan hampir dari 2000 tahun SM. Pada waktu itu sikap para umat tentang larangan riba sangat banyak. Kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terlarang, dan telah terbukti mampu mengantarkan umat Islam kepada masa kejayaannya mulai sekitar tahun 633 masehi hingga ratusan tahun kemudian. Pada masa Rasulullah secara umum bank adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yang menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam
Universitas Sumatera Utara
sejak zaman Rasulullah. Praktek-praktek seperti ini menerima penitipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan juga untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah. Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya di dunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah SAW. Rasululah SAW yang dikenal dengan julukan Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan. 9 Oleh karena bunga uang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas Muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternatif non-ribawi. Hal
ini
terjadi
terutama
setelah
bangsa-bangsa
Muslim
memperoleh
kemerdekaannya dari para penjajah bangsa Eropa. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an tetapi usaha ini tidak sukses. Eksperimen lain 9
Ir.Adiwarman A. Karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2004, hal 18.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu. 10 Gagasan mengenai Bank Syariah telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim yang menulis tentang keberadaan Bank Islam, misalnya Anwar Qureshi (1946), Naeim Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). 11 Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut menghasilkan beberapa hal yaitu: a.
Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit/banyak haram hukumnya
b.
Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dan sistem riba dalam waktu secepat mungkin
c.
Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Bank Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan 10
Sudin Haron, Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Kuala Lumpur, 1996, hal 3. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi ,
11
hal 19
Universitas Sumatera Utara
yang ada pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah ada ataupun bentukbentuk usaha yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Hadis. Kemudian sejarah lainnya bagi perkembangan bank Islam yaitu dengan didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendiriannya diawali dengan sidang menteri luar negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan pada bulan Desember 1970, dimana Mesir mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah Internasional. Setelah melalui persetujuan negara-negara OKI lainnya dan tahapan-tahapan tertentu, maka pada tahun 1975 berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. 12 Lembaga ini kemudian berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dana negara-negara Islam untuk pembangunan dan secara aktif memberi jaminan bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Di samping itu, berdirinya IDB juga memotivasi banyak negara lain untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, dan Turki. 13 Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia terus berkembang. Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh 12
Ir.Adiwarman A. Karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, Praktik Pengembangan Perbankan Syariah di Negara-negara Islam, FHUI, Depok, 2003 hal 1 13 Heri Sudarsono, Op.cit., hal 20
Universitas Sumatera Utara
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. 14 Bank Muamalat sempat terkena permasalahan oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an. Kemudian, Islamic Development Bank (IDB) memberikan pemasukan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat kembali bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang yaitu UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan
haram
(misal:
usaha
yang
berkaitan
dengan
produksi
makanan/minuman haram, usah media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
14
Ir.Adiwarman A. Karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, 0p.cit., hal 25
Universitas Sumatera Utara
B. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Bank syariah berasal dari dua kata, yaitu bank dan syariah. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa
dalam
lalu
lintas
pembayaran
serta
peredaran
uang
yang
pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Bank Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah ada ataupun bentuk-bentuk usaha yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Hadis. Bank mempunyai makna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara dua pihak, dimana dua pihak tersebut terdiri dari pihak yang bekelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Syariah apabila dilihat dari bank syariah Indonesia memiliki arti yaitu aturan perjanjian yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana atau untuk pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Pengertian dari Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan ajaran hukum Islam. Bank syariah juga memiliki istilah lain yaitu Islamic banking atau interest fee banking, yang mengandung pengertian suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi dan ketidakpastian ataupun ketidakjelasan.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum para ulama sepakat bahwa tujuan dari sistem perbankan syariah adalah untuk menghilangkan kezaliman dalam sistem ekonomi khususnya sistem perbankan. Salah satu bentuk kezaliman itu adalah adanya unsur eksploitasi atas yang lemah oleh yang kuat dalam interaksi ekonomi. Salah satu contoh yang sering ditampilkan oleh praktisi perbankan syariah adalah wujudnya praktek ribawi dalam sistem perbankan konvensional. Praktek disini adalah pemodal tidak mengetahui kepada pekerjaan apa bank memberikan modal dan apakah pekerja dalam pekerjaan tersebut untung atau rugi yang penting bagi pemilik modal adalah modal yang diberikan tidak hilang dan mendapat keuntungan yang banyak dari pekerjaan tersebut. Sedangkan dalam bentuk yang lainnya, praktek riba (bunga) masih menjadi sistem yang berlaku pada sistem perbankan konvensional. 15 Sebagai sebuah lembaga keuangan Bank Syariah mempunyai suatu mekanisme dasar, yaitu menerima deposito dari pemilik modal dan mempunyai kewajiban untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan memakai sistem dan skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Yang menjadi dasar terbentuknya Bank Islam juga bersumber dari adanya larangan riba di dalam Al-Quran dan Hadis sebagai berikut: Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mengatakan : “ Perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Allah telah menghalalkan perdagangan dan 15
Dr. Ridwan Nurdin, MCL, Akad-akad Fiqih pada perbankan syariah di Indonesia, Banda Aceh, Pena, 2010 hal 27
Universitas Sumatera Utara
mengharamkan riba. Oleh karena itu barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulangi lagi (memakan riba) maka itu ahli neraka mereka akan kekal didalamnya. (QS.Al-Baqarah:275). Allah telah menghapus riba dan ia menyuburkan sedekah. (QS. AlBaqarah:276). Selain bersumber dari ketentuan Al-Quran dan Hadis Bank Islam juga didasari oleh beberapa kenyataan yaitu: 1. Praktek-praktek sistem bunga dan akibatnya Sistem bunga yang dimaksud disini yaitu suatu tambahan bayaran atas uang pokok pinjaman. Jadi bunga adalah biaya yang dikenakan pada peminjam uang atau imbalan yang diberikan kepada penyimpan uang yang besarnya telah ditentukan di awal, dan biasanya ditentukan dalam bentuk persentase dan terus dikenakan selama masih ada simpanan atau pinjaman sehingga tidak terbatas pada jangka waktu kontrak. Penerapan sistem bunga juga dapat membawa akibat negatif seperti: a. Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diperhitungkan secara pasti. b. Penerapan sistem bunga mengakibatkan pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang miskin. 2. Sistem perbankan yang ada sekarang memiliki kebiasaan terjadinya kekuatan ekonomi di kalangan elite yaitu para bankir dan pemilik modal.
Universitas Sumatera Utara
3.
Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan kenaikan harga
yang semakin tinggi karena adanya kebiasaan bank untuk memberikan kredit secara berlebihan. 4.
Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang ini dirasakan kurang
berhasil dalam membantu memberantas kemiskinan dan meratakan pendapatan baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional. 5.
Di dalam era pembangunan ekonomi setiap negara lembaga perbankan
memiliki peranan yang sangat besar. 16 Sebagaimana dalam ekonomi konvensional, uang dan sistem perbankan mempunyai peranan signifikan dalam wacana ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam peranan uang dan perbankan harus sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Oleh karena itu konsep uang dan sistem perbankan yang dipahami secara konvensional, harus diperbaharui dan diorganisasikan dengan cara-cara tertentu sehingga terwujud kemaslahatan umat secara menyeluruh. Uang dan sistem perbankan dirancang untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi pencapaian tujuan-tujuan utama sosio-ekonomi Islam. Berikut ini dikemukakan tujuan dan fungsi paling fundamental dari sistem keuangan dan perbankan syariah: 1. Kesejahteraan ekonomi yang menyeluruh berdasarkan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi optimum. 2. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
16
http://www.scribd.com/doc/20625154/29/prinsip-prinsip-asas-perbankan-islam.
Universitas Sumatera Utara
3. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of change dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran dan nilai tukar yang stabil. 4. Mobilitas dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan jaminan pengembalian yang adil dan prospektif. 5. Penagihan yang efektif dari semua jasa dan produk perbankan. 17 Berdasarkan kutipan di atas, tujuan dan fungsi sistem keuangan dan perbankan menurut ekonomi Islam hampir sama dengan sistem kapitalisme. Meskipun kelihatannya sama, namun sesungguhnya ada perbedaan dalam penekanan, di mana tujuan moneter dalam Islam ialah komitmennya pada nilainilai spiritual, prioritas keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan manusia. Dengan diperkenankannya jenis bank berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dalam sistem perbankan kita saat ini di samping bank konvensional yang kita kenal selama ini, bank dapat pula memilih kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Kegiatan bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, tetapi atas dasar prinsip bagi hasil atau jual beli sebagaimana digariskan syariat Islam. Juga diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang terlebih dahulu dikenal dalam sistem perbankan kita. Di samping itu, pendirian jenis bank bagi hasil ini akan dapat memberikan pelayanan kepada bagian masyarakat yang karena prinsip agama atau kepercayaan tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank konvensional. Bagaimanapun juga harus diakui bahwa dalam masyarakat banyak kelompok yang memiliki prinsip
17
Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Citapustaka Media, 2002),
hal 48
Universitas Sumatera Utara
bahwa sistem bunga yang dianut oleh perbankan merupakan pelanggaran terhadap syariat agama dan merupakan riba yang di dalam hukum Islam adalah perbuatan dosa atau haram. Haramnya riba ini dapat dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an yaitu: 1. Qur’an S. Ali Imran ayat 130 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat-lipat ganda”. 2. Qur’an S. Al-Baqarah ayat 257 yang artinya : “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila”. 3. Qur’an S. An-Nisaa ayat 29 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta bersamamu dengan jalan yang batil”. Sejalan dengan itu, bank dengan prinsip bagi hasil dimaksudkan untuk melayani segmen pasar tersebut. Dalam Islam, tujuan moneter yang hendak dicapai tidak bisa dipisahkan dari ideologi dan keyakinan yakni sebagai implementasi syariah yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Kebijakan moneter harus diarahkan secara sengaja untuk mengatur penggunaan sumber daya keuangan sistem perbankan sehingga sangat menolong dalam mengurangi ketidakadilan pendapatan dan kesenjangan distribusi kekayaan. Dengan demikian pendayagunaan sumber daya manusia secara penuh dan efisien, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan Islam. Demikian pula pendayagunaan sumber daya alam, harus dikelola secara efisien juga.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan moneter menurut ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan pendapatan/kesejahteraan bagi hasil seluruh rakyat dengan dasar persaudaraan universal. Al-Qur’an dan as-Sunnah sangat menekankan tegaknya keadilan dan persaudaraan. Filsafat moral kebijakan moneter juga didasarkan pada kedua nilai tersebut. Dengan demikian, keadilan dan persaudaraan ini terintegrasi sangat kuat dalam ajaran Islam, sehingga realisasinya dalam kebijakan moneter menjadi komitmen spiritual bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi yang menunjang perekonomian nasional. Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan dewasa ini, yakni untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional, maka salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi sistem perbankan nasional adalah sistem perbankan syariah. Sistem perbankan syariah ini baru ada setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan UndangUndang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Undang-undang ini dengan tegas membuka kemungkinan bagi bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya, baik untuk Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi hasil tersebut kemudian oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan diperluas menjadi kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 sekarang merupakan dasar hukum yang utama bagi eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebut: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai perkembangan dalam perbankan, diberikan kesempatan bagi bank untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan prinsip syariah. Hal ini disebutkan
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
menyebutkan: Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Syariah adalah Bank Islam. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan sendiri sebenarnya tidak ada menyebutkan tentang istilah Bank Islam, namun disebutkan dengan istilah bank dengan prinsip syariah. Selanjutnya pada Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan tentang pengertian prinsip syariah yaitu: Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang disesuaikan dengan syariah, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan memindahkan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
Dari isi Undang-Undang di atas, tampaknya ada kemajuan dalam melaksanakan sistem perbankan di negara Indonesia, di mana diberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk megikuti sistem perbankan konvensional atau perbankan dengan sistem syariah. Karnaen Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio menyebutkan defenisi Bank Islam: Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuanketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata bermuamalat secara Islam. 18 Dasar pemikiran dibentuknya lembaga perbankan berdasarkan prinsip syariat Islam berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam yang melarang riba (bunga dan sejenisnya) dalam mengembangkan harta/perekonomian. Atas dasar pemikiran itu, gagasan untuk mengkukuhkan konsep ekonomi Islam secara Internasional muncul pada sekitar dasawarsa 1970-an. Ketika pertama kali diselenggarakan konferensi Internasional di Mekkah tahun 1976. Lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang pesat terutama setelah berdirinya Islamic Development Bank (IDB) yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negaranegara anggota dan masyarakat muslim pada umumnya. Pesatnya perkembangan lembaga perbankan Islam tersebut disebabkan bank Islam mempunyai keistimewaan-keistimewaan, yang utama adalah yang 18
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit., hal 1-2
Universitas Sumatera Utara
melekat pada konsep dengan berorientasi pada kebersamaan. Orientasi pada kebersamaan inilah yang menjadikan bank syariah mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga, yang selama ini hukumnya (halal atau haram) masih diragukan masyarakat muslim. Dalam operasionalnya, bank Islam harus mengikuti praktek-praktek usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama yang tidak menyimpang dari ketentuan al-Qur’an dan alHadist. Bank Islam berarti yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan al-Hadist. 19 Dengan adanya sistem perbankan syariah yang ditetapkan oleh UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka diharapkan dapat dicapai beberapa tujuan, antara lain: 1.
Memenuhi kebutuhan perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.
2.
Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.
3.
Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komperatif berupa peniadaan bunga yang berkesinambungan,
19
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit., hal 1
Universitas Sumatera Utara
melarang spekulasi mata uang yang tak produktif dan pembiayaan lebih ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan aspek moral. 20 Tetapi dalam beberapa dekade terakhir situasi berubah secara dramatis. Hegemoni intelektual barat dan hegemoni institusi bunga mendapatkan tantangan. Jadi kebijakan moneter dalam perekonomian Islam diharapkan menyumbangkan usaha yang signifikan terhadap pemberantasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan (ketidakadilan) pendapatan. Dalam konteks ini Islam mensyaratkan empat hal penting: 1. Penghapusan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan pemborosan terhadap pemakaian sumberdaya. 2. Pengekangan transaksi spekulatif 3. Peningkatan kesempatan kerja 4. Peraturan mengenai penggunaan sumberdaya keuangan (perbankan) untuk membantu mencapai pertumbuhan dan tujuan-tujuan yang diharapkan ekonomi Islam. 21 Jadi menurut ekonomi Islam, tujuan kegiatan ekonomi bukanlah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu sendiri, tidak pula peningkatan PDB (Product Domestic Bruto) yang tinggi, tetapi adalah suatu hidup sejahtera dengan dimensinya secara adil dan aspek ekonomi hanyalah salah satu dimensinya.
20
Agustianto, Op.cit., hal 100 Ashari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syariah pada Millenium Ketiga, Medan, IAIN Pers, 2002, hal 181 21
Universitas Sumatera Utara
C. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah Secara umum pembiayaan Mudharabah dapat dibagi dua jenis yaitu: 1. Pembiayaan Mudharabah Mutlaqah (General Investment) Pembiayaan mudharabah mutlaqah adalah suatu pembiayaan dalam bentuk kerjasama antara shahibul maal dalam hal ini Bank Syariah dengan nasabah atau mudharib yang cakupannya amat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha waktu dan daerah bisnis, kalau dalam pembahasan ulama fiqh salafussaleh seringkali menyebutkan dengan contoh “if al ma syi’ta” artinya lakukan sesukamu. 22 Pada pembiayaan mudharabah mutlaqah ini pihak bank tidak menentukan bentuk usaha, waktu dan daerah bisnis mudharibnya. Hal ini diserahkan sepenuhnya kepada pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sehingga boleh dikatakan dana yang diberikan oleh bank tersebut dapat dikelola oleh mudharib tanpa campur tangan pihak bank, jenis usaha yang akan dijalankan secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang dianggap sesuai, sehingga tidak terikat dan terbatas, akan tetapi ada satu hal yang tidak boleh dilakukan mudharib tanpa seizin pihak bank yaitu mudharib atau nasabah tidak boleh meminjamkan modalnya atau memudharabahkannya lagi kepada pihak lain. 23 2. Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah Pembiayaan mudharabah muqayyadah disebut juga dengan istilah restrected mudharabah/specifed mudharabah, yaitu kebalikan dari pembiayaan mudharabah mutlaqah, dalam pembiayaan ini mudharib dibatasi dengan batasan 22
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta, Tazkia, , 1999 hal 173 23 Ascary, Akad dan Produk Bank Syariah, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hal 65
Universitas Sumatera Utara
jenis usaha, waktu, tempat usaha. 24 Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan shahibul maal dalam memasuki dunia usaha mudharib. Untuk jenis pembiayaan mudharabah muqayyadah ini pihak bank dapat memberikan batasan-batasan yang sudah baku kepada mudharib atau nasabah. Pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan pelaksanaan mudharabah muqayyadah ini hanya dilaksanakan apabila ada kerjasama dengan pemda/pemko yang peruntukan dananya untuk para pengusaha kecil didaerah pemda/pemko tersebut, jadi disini yang disalurkan itu adalah dana dari pemda/pemko tersebut bukan dana pihak ketiga yang ada pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan. D. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah Bank Konvensional dan Bank Syariah selain memiliki perbedaan juga memiliki banyak persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan. Perbedaan antara Bank Konvensional dan
Bank Syariah dapat
dilihat dari beberapa segi sebagai berikut: 1. Akad dan aspek legalitas Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apa pun yang dihasilkan semua perbankan, termasuk di dalamnya perbankan syariah, tidak akan terlepas dari proses transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut dengan aqd, kata jamaknya al-uqud. Ada beberapa asas al-uqud yang
24
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit., hal 173
Universitas Sumatera Utara
harus dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah. Asas-asas yang dimaksudkan yakni: a. Asas Ridha’iyyah b. Asas Manfaat c. Asas Keadilan d. Asas Saling Menguntungkan Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah. 25 Ketentuan rukun akad dari transaksi bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Rukun akad dalam bank syariah adalah: 1. Penjual 2. Pembeli 3. Barang 4. Harga 5. Akad/ijab qabul Syarat dari pelaksanaan transaksi bank syariah juga berbeda dari bank konvensional. Syarat pelaksanaan transaksi dalam perbankan syariah yaitu: 1. Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. 25
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hal 29
Universitas Sumatera Utara
2. Harga barang dan jasa harus jelas 3. Tempat penyerahan harus jelas, karena berdampak pada biaya transportasi. 4. Barang
objek
transaksi
harus
sepenuhnya
berada
dalam
objek
kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale yang terjadi dalam pasar modal. 26 Ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam suatu akad, yaitu: 1. Akad yang dilakukan para pihak (bank dan nasabah) bersifat mengikat. 2. Para pihak yang melakukan akad harus memiliki itikad baik. Hal ini sangat penting diperhatikan untuk kelangsungan pelaksanaan akad itu sendiri. 3. Memperhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsipprinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam, dan tidak berlawanan dengan asas-asas al-uqud. 4. Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum dan semangat moral perekonomian dalam Islam.
26
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. Lembaga penyelesaian sengketa Berbeda dengan
bank konvensional dalam bank syariah jika timbul
sengketa antara nasabah dengan bank maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan materi dan tata cara hukum syariah. 27 Penyelesaian sengketa perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dilakukan peradilan agama, dan dalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad, namun tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Yang dimaksud penyelesaian sengketa sesuai dengan isi akad adalah penyelesaian sengketa dengan melalui upaya musyawarah,
mediasi
perbankan,
Badan
Arbitrase
Syariah
Nasional
(BASYARNAS) atau lembaga arbitrase lainnya. 28 3. Struktur organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah berfungsi atau bertugas sebagai: a. Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan syariah.
27 28
Ibid hal.30 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, Refika Aditama, 2009, hal 110
Universitas Sumatera Utara
b. Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. c. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dewan Pengawas Syariah diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham, atas rekomendasi MUI. 29 4. Bisnis dan usaha yang dibiayai Dalam bank syariah bisnis yang dibiayai tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Hal-hal pokok yang harus dipastikan agar suatu permintaan pembiayaan dapat disetujui yaitu:
30
a. Apakah objek yang dibiayai halal atau haram? b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat? c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila? d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian? e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal? f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
29 30
Ibid hal 72 Muhammad syafi’i antonio, Op.cit., hal 33
Universitas Sumatera Utara
5. Lingkungan dan budaya kerja Sebuah bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal ini menyangkut etika kerja dan usaha yang merupakan cerminan dari sunnah Rasulullah SAW berkaitan dengan ketauladanannya dalam perilaku kehidupan sebagai aplikasi dari nilai-nilai syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi perilaku setiap karyawan sehingga tercermin intergritas aksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank harus memiliki skillful dan professional, dan mampu melakukan team work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi. Demikian pula dalam hal punishment dan reward, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai syariah. Etika juga harus dijaga dalam hal berpakaian (aurat yang tertutup) dan tingkah laku para karyawan serta perlakuan yang baik terhadap nasabah sehingga memberikan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam. 31 E. Transaksi yang Dilarang Dalam Perbankan Islam Dalam ibadah kaidah hukum adalah bahwa semua yang dilarang atau tidak diperbolehkan kecuali ada ketentuannya berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Berbeda dengan urusan muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ketika suatu transaksi muncul yang mana sebelumnya belum dikenal dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Quran dan Hadis yang melarangnya, baik
31
Ibid hal 34
Universitas Sumatera Utara
itu larangan secara eksplisit maupun secara implisit. Dengan demikian dalam bidang muamalah, semua transaksi diperbolehkan kecuali yang diharamkan. Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Haram zatnya 2. Haram selain zatnya 3. Tidak sah atau tidak lengkap akadnya Berikut penjelasan mengenai penyebab terlarangnya sebuah transaksi: 1. Haram zatnya Suatu transaksi dilarang karena objek yaitu barang dan jasa yang ditransaksikan juga dilarang, contohnya minuman keras, bangkai, daging babi. Jadi transaksi jual beli minuman keras adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Dengan demikian apabila ada seorang nasabah yang mengajukan suatu pembiayaan pembelian minuman keras kepada bank dengan menggunakan akad murabahah, transaksi ini haram dilakukan karena objek transaksinya haram walaupun akadnya sah transaksi ini tetap haram dilakukan. 2. Haram selain zatnya a. Melanggar prinsip “An Taradin Minkum” Dalam Islam setiap transaksi harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak. Para pihak harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan apabila terjadi suatu keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang telah diketahui pihak lainnya. Keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang telah diketahui
Universitas Sumatera Utara
pihak lainnya dalam bahasa fiqihnya disebut tadlis (penipuan). Tadlis (penipuan) dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni: 1. Kuantitas 2. Kualitas 3. Harga 4. Waktu penyerahan Tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi timbangan barang yang dijualnya. Tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang sengaja menyembunyikan cacatnya suatu barang yang ditawarkannya. Tadlis dalam harga contohnya adalah sengaja memanfaatkan ketidaktahuan seorang pembeli akan harga pasar dengan cara menaikkan harga produk di atas harga pasar. Dalam istilah fiqih tadlis harga ini disebut ghaban. Tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual buahnya di luar musim padahal si petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikan itu pada waktunya. Begitu pula dengan konsultan yang berjanji untuk menyelesaikan suatu proyek dalam jangka waktu 2 bulan untuk memenangkan suatu tender, dimana konsultan tersebut mengetahui bahwa proyek tersebut tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 bulan. b. Melanggar prinsip “La Tazhlimuna wa la Tuzhlamun” Prinsip ini mempunyai arti yakni jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktek-praktek yang biasanya melanggar prinsip ini diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
1) Taghrir (gharar), gharar atau taghrir ini adalah terjadinya kesalahan informasi yang diakibatkan karena adanya suatu ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. 2) Rekayasa pasar dalam Supply, biasanya rekayasa dalam supply terjadi apabila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan dimana keuntungan yang diambil oleh si penjual itu diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Hal ini dalam istilah fiqih disebut ikhtikar. Ikhtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi penjual tunggal di pasar. Banyak orang yang mengatakan bahwa ikhtikar sama dengan monopoli. Ikhtikar dapat terjadi apabila terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut: a. Mengupayakan adanya kelangkaan barang
baik dengan cara
menimbun stock atau mengenakan entry barrier. b. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan. c. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan.. 3) Rekayasa pasar dalam Demand, Rekayasa pasar dalam demand terjadi apabila seorang produsen menciptakan suatu permintaan palsu, seakan-akan ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik.hal ini biasanya terjadi dalam bursa saham. Rekayasa dalam demand ini dalam istilah fiqih disebut dengan bai’najasy.
Universitas Sumatera Utara
4) Riba Dalam ilmu fiqih dikenal tiga jenis riba, yaitu sebagai berikut: a. Riba fadl b. Riba nasiah c. Riba jahiliyah 5) Maysir, suatu permainan di mana salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut. Untuk menghindari terjadinya maysir dalam sebuah permainan, contohnya pembelian trophy atau hadiah untuk para juara jangan berasal dari dana partisipasi para pemain, sebaiknya dana berasal dari para sponsorship yang tidak ikut dalam pertandingan. Dengan demikian tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas kemenangan pihak yang lain. Pemberian bonus atau trophy dengan cara seperti itu halal hukumnya. 6) Risywah, memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan risywah jika dilakukan kedua belah pihak secara sukarela. Risywah sering disebut juga dengan suap menyuap. 3. Tidak sah atau tidak lengkap akadnya Suatu transaksi dapat menjadi haram apabila akad transaksi tersebut tidak sah atau tidak lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah apabila: a. Rukun dan syaratnya tidak terpenuhi, yaitu apabila dalam suatu akad tidak terdapat pelaku, objek, atau ijab qabul atas suatu transaksi. Dalam kaitannya dengan ijab qabul (pernyataan sepakat), kesepakatan tidak sah apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan objek, adanya paksaan atas
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan (ikrah), atau kesepakatan disertai ancaman (tadlis). Selain itu syarat-syarat khusus suatu transaksi juga harus dipenuhi dalam akad. b. Terjadi Ta’aluq, yaitu pelaksanaan suatu akad tergantung dari berlakunya akad yang lain. Contohnya berlakunya yaitu perjanjian yang menyatakan A akan membiayai pembelian traktor kepada B dengan syarat B akan menjual tanahnya kepada A. c. Terjadi “two in one” yaitu transaksi yang diwadahi dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidak pastian mengenai akad mana yang akan dipergunakan. Two in one terjadi apabila dalam kedua akad tersebut terdapat kesamaan objek, kesamaan pelaku, kesamaan jangka waktu. Apabila satu saja dari ketiga faktor tersebut tidak terpenuhi maka two in one tidak terjadi dan akad tetap sah. 32
32
Ir. Adiwarman A. Karim, Op.cit., hal 46
Universitas Sumatera Utara